MAKALAH TRAUMA INHALASI1
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of MAKALAH TRAUMA INHALASI1
MAKALAH TRAUMA INHALASI,,SSB ( created By: Rheisa.ndut.com)
Bismillah,,,
Dengan Ilmu kita akan Kuat n tenanG
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika
Serikat setiap tahunnya. Dari kelompok ini 200 ribu pasien
memerlukan penanganan rawat jalan dan 100 ribu pasien di rawat di
rumah sakit . Sekitar 12 ribu orang meninggal setiap tahunnya
akibat luka bakar dan cidera inhalasi yang berhubungan dengan
luka bakar lebih separuh dari kasus luka bakar di rumah sakit
seharusnya dapat dicegah. Anak kecil dan orang tua merupakan
populasi yang beresiko tinggi untuk mengalami luka bakar . Kaum
remaja laki-laki dan pria dalam usia kerja juga lebih sering
menderita luka bakar ( smeltzer. 2001: 1911). Dirumah sakit anak
di inggris, selma satu th terdapat sekitar 50.000 pasien luka
bakar dimana 6400 diantaranya masuk ke perwatan khusus luka
bakar. Antara th 1997-2002 terdapat 17.237 anak di bawah usia 5
th mendapat perawatan gawat darurat di 100 RS di Amerika serikat.
RS Mangun Kusumo Jakarta pada th 1998 dilaporkan 107 kasus luka
bakar yang dirawta , dengan angka kematian 37,38 % sedngkan di RS
Dr. Sutomo pada th 2000 dirawat 106 kasus luka bakar , kematian
26,41 %. Studi North- england menemukan angka rata-rata yang
datang kerumah sakit dengan trauma inhalsi akibat luka bakar
adalah 0,29 per 1000 populasi tiap tahun. Perbandingan antara
laki-laki dan perempuan yairu 2:1 lain menebutkan bahwa kurang
lebih sepertiga (20-35%) pasien luka bakar yang datang di pusat
luka bakar adalah dengan trauma inhalasi.
Perawat dapat memainkan peranan yang aktif dalam pencegahan
kebakaran dan luka bakar dengan mengajarkan konsep pencegahan dan
mempromosikan undang-undang tentang pengamanan kebakaran. Asuhan
keperawatan komprehensif yang diberikan manakala terjadi luka
bakar adalah penting untuk pencegahan kematian dan kecacatan.
Adalah penting saling berhubungan pada semua sistem tubuh
setelah cidera luka bakar juga penghargaan terhadap dampak
emosional diri cidera dari luka bakar dan keluarganya. Hanya
dengan dasar pengetahuan komprehensif perawat dapat memberikan
intervensi terapeutik yang diperlukan pada semua tahapan
penyembuhan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian trauma inhalasi ?2. Apa gambaran klinis yang terjadi pada trauma inhalasi ?3. Bagaimana mekanisme trauma pada trauma inhalasi ?4. Apa etiologi dari trauma inhalasi ?5. Bagaimana patofisiologi dari trauma inhalasi ?6. Apa saja klasifikasi dari trauma inhalasi ?7. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari trauma inhalasi ?8. Bagaimana penatalaksanaan trauma inhalasi ?9. Apa saja komplikasi trauma inhalasi ?
10. Bagaimana mengetahui prognosis dari trauma inhalasi ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa mengetahui pengertian trauma inhalasi2. Mahasiswa mengetahui gambaran klinis yang terjadi pada trauma
inhalasi3. Mahasiswa mengetahui mekanisme trauma pada trauma inhalsi4. Mahasiswa mengetahui etiologi dari trauma inhalasi5. Mahasiswa mengetahui patofisiologi dari trauma inhalasi6. Mahasiswa mengetahui klasifikasi dari trauma inhalasi7. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan penunjang dari trauma
inhalasi8. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan trauma inhalasi9. Mahasiswa mengetahui komplikasi trauma inhalasi10. Mahasiswa mengetahui prognosis dari trauma inhalasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Cedera inhalasi terjadi kalau menghirup gas toksit yang
suhunya sangat tinggi atau asap kebakaran . Karbon monoksida
( CO) merupakan produk sampingan kebakaran yang paling sering
ditemukan : Hidrogen Klorida dan Hidrogen sianida merupakan
produk sampingan lainnya yang sering terdapat pada kebakaran.
Luka bakar adalah suatu luka yang disebabkan oleh pengalihan
energi dari suatu sumber panas kepada tubuh. Luka bakar adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas dari api , air panas, bahan kimia, listrik, dan
radiasi ( Moenajat, 2001).
Luka bakar adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan
tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul ,
perubahan suhu , zat kimia, ledakan , sengatan listrik atau
gigitan hewan ( buku ilmu ajar bedah). Luka bakar adalah
kerusakan secara langsung maupun yang tidak langsung pada
jaringan kulit yang tidak menutup kemungkinan sampai keorgan
dalam, yang disebabkan kontak langsung dengan sumber panas yaitu
api, air/ uap panas, bahan kimia, radiasi, arus listrik dan suhu
sangat dingin.
Pada kebakaran dalam ruangan tertutup dan bilamana kebakaran
mengenai daerah muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa
jalan nafas akibat gas , asap atau uap panas yang terhisap.
Cidera inhalasi disebabkan oleh jenis bahan kimia terbakar
( traceobronkitis) dari saluran pernafasan. Bila cidera ini
terjadi pada pasien dengan luka bakar kulit yang parah kematian
sangat tinggi antara 48 %- 86 %. Edema yang terjadi dapat
menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan nafas.
Keracuanan asap yang disebabkan oleh termodegredasi material
alamiah dan materi yang diproduksi. Termodegredasi menyebabkan
terbentuknya gas toksik seperti hidrogen sianida , nitrogen
oksida , hidrogen klorida dan partikel-partikel tersuspensi. Efek
akut dari bahan kimia ini menimbulkan iritasi dan bronkokontriksi
pada saluran nafas. Obstruksi jalan nafas akan menjadi lebih
hebat akibat adanya bronkitis dan edema
B. GAMBARAN KLINIS
Oleh karena onset terjadinya tidak segera dan sering tidak
ditangani sesegera mungkin, maka perlu diketahui tanda- tanda
yang dapat mengarahkan kita untuk bertindak dan harus mencurigai
bahwa seseorang telah mengalami trauma inhalasi antala lain:
Luka bakar pada wajah
Alis mata dan bulu hidung hangus
Adanya timbunan karbon dan tanda-tanda inflamasi akut di dalam orofaring
Sputum yg mengandung arang atau karbon
Wheezing, sesak dan suara serak
Adanya riwayat terkurun dalam kepungan api
Ledakan yng menyebakan trauma bakar pada kepala dan badan
Tanda-tanda keracunan CO ( karboksihemoglobin > 10 % setelah berada
dalam lingkungan api) seperti kulit berwarna pink sampai merah,
takikardi, takipnea, sakit kepala, mual, pusing, pandangan kabur,
halusinasi, ataksia, kolaps sampai koma.
C. MEKANISME TRAUMA
1.1 Mekanisme trauma dibagi 2 :
1.1.1 Inhalasi Carbon Monoksida (CO)
CO merupakan gas yang dapat merusak oksigenasi jaringan ,
dalam darah berikatan dengan Hb dan memisahkan Hb dengan O2
sehingga akan menghalangi penggunaan oksigen.
1.1.2 Trauma panas langsung mengenai saluran nafas
Sering mengenai saluran nafas bagian atas jarang mengenai
bagian bawah karena sebelum mencapai trachea secara reflek
terjadi penutupan plica dan penghentian spasme laryng. Edema
mukosa akan timbul pada saluran nafas bagian atas yang
menyebabkan obstruksi lumen, 8 jam pasca cedera. Komplikasi
trauma ini merupakan penyebab kematian terbanyak.
1.2 Cedera Termis
Menimbulkan gangguan sirkulasi keseimbangan cairan &
elektrolit, sehingga berakibat terjadi perubahan permeabilitas
kapiler dan menyebabkan odema selanjutnya terjadi syok hipovolemi
Kejadian ini akan menimbulkan :
a. Paru
Perubahan inflamatorik mukosa bagian nafas bawah, akan
menimbulkan gangguan difusi oksigen Acquired Respiratory Distress
Syndrome(ARDS), ini akan timbul hari ke – 4 dan 5 pasca cedera
termis
b. Hepar
SGOT, SGPT meningkat
c. Ginjal (gagal ginjal akut)
d. Lambung
Stres Ulcer
e. Usus
Illeus menyebabkan translokasi bakteri kemudian terjadi
sepsis yang menyebabkan perforasi akhirnya terjadilah peritonitis
1.3 Macam Fase
a ) Fase Sub-Akut
Terjadi setelah shock teratasi, luka terbuka disini akan
menimbulkan : Proses Inflamasi disertai eksudasi dan kebocoran
protein. Infeksi yang menimbulkan sepsis. Proses penguapan cairan
tubuh disertai panas (evaporasi heat loss).
b ) Fase Lanjut
Terjadi setelah penutupan luka sampai terjadi maturasi.
Masalah yang timbul adalah jaringan parut, kontraktur dan
deformitas akibat kerapuhan jaringan atau organ struktural.
D. ETIOLOGI
Trauma inhalasi disebabkan oleh berbagai inhalan. Dibedakan atas
4 macam aitu:
1. Gas Iritan
Bekerja dengan melapisi mukosa saluran nafas dan menyebabkan
reaksi inflamasi. Amonia, klorin,, kloramin lebih larut air
sehingga dapat menyebabkan luka bakar pada saluran nafas atas dan
menyebabkan iritasi pada mata , hidung dan mulut. Gas iritan yang
lain yaitu sulfur dioksida, nitrogen dioksida, yang kurang larut
dengan air sehingga menyebabkan trauma paru dan distres
pernafasan.
2. Gas asfiksian
Karbon dioksida, gas dari bahan bakar ( metana, etana,
propane, asetilana), gas-gas ini mengikat udara dan oksigen
sehingga menyebabkan asfiksia.
3. Gas yang bersifat toksik sistemik
CO yang merupakan komponen terbesar dari asap hidrogen sianida
merupakan komponen asap yang berasal dari api , hidrogen sulfida.
Gas-gas ini berhubungan dengan pengangkutan oksigen untuk
produksi energi bagi sel. Sedangkan toksik sistemik seperti
hidrokarbon halogen dan aromatik menyebabkan kerusakan lanjut
dari hepar , ginjal, oatak, paru-paru dan organ lain
4. Gas yang menyebabkan alergi
Dimana jika asap terhirup , partikel dan aerosol menyebabkan
bronkoospasme dan edema yang menyerupai asma.
E. PATOFISIOLOGI
Trauma inhalasi terjadi melalui kombinasi dari kerusakan
epitel jalan nafas oleh panas dan zatkimia atau akibat
intoksikasi sistemik dari hasil pembakaran itu sendiri. Hasil
pembakaran tidak hanya terdiri dari udara saja, tetapi merupakan
campuran dari udara, partikel padat yang terurai di udara
( melalui suatu efek iritasi dan sitotoksik). Aerosol dari
cairan yang bersifat iritasi dan sitotoksik serta gas toksik
dimana gabungan tersebut bekerja sistemik. Partikel padat yang
ukurannya > 10 mikrometer tertahan di hidung dan nasofaring.
Partukel yang berukuran 3-10 mikrometer tertahan pada cabang
trakeobronkial, sedangkan partikel berkuran 1-2 mikrometer dapat
mencapai alveoli.
Gas yang larut air bereaksi secara kimai pada saluran
nafas , sedangkan gas yang kurang larut air pada saluran nafas
bawah. Adapau gas yang sangat kurang larut air masuk melewat
barier kapiler dari alveolus dan menghasilkan efek toksik yang
bersifat sistemk. Kerusakan langsung dari sel-sel epitel,
menyebabkan kegagalan fungsi dari apparatus mukosilier dimana
akan merangsang terjadinya suatu reaksi inflamasi akut yang
melepaskan makrofagg serta aktifitas netrofil pada daerah
tersebut. Selanjutnya akan di bebaskan oksigen radikal, protease
jaringan, sitokin, dan konstriktor otot polos( tromboksan A2,C3A,
C5A). Kejadian ni mrnyebabkan peninfkatan iskemia pada saluran
nafas yang rusak, selanjutnay terjadi edema dari dinding saluran
nafas dan kegagalan mikrosirkulasi yang akan meningkatkan
resistensi didding saluran nafas dan pembuluh darah paru.
Komplains paru akan turun akibat terjadinya edema paru
interstitiil sehingga terjadi edema pada saluran nafas bagian
bawah akibat sumbatan pada saluran nafas yang dibentuk oleh sel-
sel epitel nekrotik, mukus dan se- sel darah.
F. KLASIFIKASI TRAUMA INHALASI
1) Trauma pada saluran nafas bagian atas ( trauma supraglotis)
Trauma saluran nafas atas dapat menyebabkan ancaman hidup
melalui obstruksi jalan nafas sesaat setelah trauma . Jika proses
ini ditangani secara benar , edema saluran nafas dapat hilang
tanpa sekuele beberapa hari.
2) Trauma pada saluran nafas bawah dan parenkim paru ( trauma subglotis)
Trauma ini dapat menyebabkan lebih banyak perubahan
signifikan dalam fungsi paru dan mungkin akan susah ditangani.
Trauma subglotis merupakan trauma kimia yang disebabkan akibat
inhalasi hasil- hasil pembakaran yang bersifat toksik pada luka
bakar. Asap memiliki kapasitas membawa panas yang rendah,
sehingga jarang didapatkan trauma termal langsung pada jalan
nafas bagian bawah dan parenkim paru, trauma ini terjadi bila
seseorang terpapar uap yang sangat panas.
3) Toksisitas sistemik akibat inhalasi gas toksik seperti karbon monoksida (CO) dan
sianida
Inhalasi dari gas toksik merupakan penyebab utama kematian
cepat akibat api, meskipun biasanya trauma supraglotis, subglotis
dan toksisitas sistemik terjadi bersamaan. Intoksikasi CO terjadi
jika afinitas CO terhadap hemoglobin lebih besar dari afinitas
oksigen terhadap hemoglobin, sehingga ikatan Codan hemoglobin
membentuk suatu karbonsihemoglobin dan menyebabkan hipoksia.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. LABORATORIUM
- Pulse Oximetry
Digunakan untuk mengukur saturasi hemoglobin yang meningkat
palsu akibat akatan CO terhadap hemoglobin sehingga kadar
karboksihemoglobin seringkali diartikan sebagai oksihemaglon.
- Analisa Gas darah
Untuk mengukur kdar karboksihemoglobin , keseimbangan asam
basa dan kadara sianida. Sianida dihasilakan dari kebakaran rumah
tangga dan biasanya terjadi peningkatan kadar laktat plasma.
- Elektrolit
Untuk memonitor abnormalitas elektrolit sebagai hasl dari
resusitasi cairan dalam jumlah besar
- Darah lengkap
Hemokonsentrasi akibat kehilangan cairan biasanya terjadi
sasaat setelah trauma. Hematokrit yang menurun secara progresif
akibat pemulihan volume intravaskular. Anemia berat biasanya
terjadi akibat hipoksia atau ke tidak seimbangan hemodinamik.
Peningkatan sel darah putih untuk melihat adanya infeksi.
2. Foto thorak
Biasanya normal dalam 3-5 hari , gambran yang dapat muncul
sesudahnya termasuk atetektasis, edema paru dan ARDS.
3. Laringoskopi dan Bronkoskopi fiberoptik
Keduanya dapat digunakan sebagai alat diagnostik maupun
terapeutik. Pada bronkoskopi biasnya didapatkan gambaran jelaga,
ulserasi, sekresi, mukopurulen. Bronkoskopi serial berguna untuk
menghilangkan debris dan sel- sel nekrotik pada kasus-kassus paru
atau jika suction dan ventilasi tekanan positif tidak cukup
memadai.
H. PENATALAKSANAAN
Diagnosis yang cepat terhadap trauma inhalasi adalah penting untuk
penanganan cepat agar terhindar dari gagal nafas yang berakibat kematian.
Pengobatan trauma inhalsi adalah bersifat suportif.
1. Airway
Jika dicurigai seseorang dengan trauma inhalsi maka sebelum
dikirim ke pusat luka bakar sebaiknya dilakukan intubasi cepat
untuk melindungi jalan nafas sebelum terjadi pembengkakan wajah
dan faring yang biasanya terjadi 24-48 jam setelah kejadian ,
dimana jika terjadi edema maka yang diperlukan adalah trakeostomi
atau krikotiroidotomi jika intubasi oral tidak dapat dilakukan.
2. Breathing
Jika didapatkan tanda-tanda insufisiensi pernafasan seperti
susah nafas, stridor , batuk, retraksi suara nafas bilateral atau
anda –tanda keracunan CO maka dibutuhkan oksigen 100% atau
oksigen tekan tinggi yang akan menurunkan waktu paruh dari CO
dalam darah.
3. Circulation
Pengukuran tekanan darah dan nadi untk mengetahut stabilitas
hemodinamik. Untuk mencegah syok hipovolemik diperlukan
resusitasi cairan intravena. Pada pasien dengan trauma inhalasi
biasanya biasanya dalam 24 jam pertama digunakan cairan
kristaloid 40-75 % lebih bnayak dibandingkan pasien yang hanya
luka bakar saja.
4. Neurologik
Pasien yang berespon atau sadar membantu untuk mengetahui
kemampuan mereka untuk melindungi jalan nafas dan merupakan
indikator yang baik untk mengukur kesussesan resusitasi. Pasien
dengan kelainan neurologik seringkali memerlukan analgetik poten
5. Luka bakar
Periksa seluruh badan untuk mengetahui adanya trauma lain
dan luka bakar. Cuci Nacl kulit yang tidak terbakar untuk
menghindari sisa zat toksik
6. Medikasi
a. Kortikosteroid: Digunakan untuk menekan inflamasi dan
menurunkan edema
b. Antibiotik : Mengobati infeksi sekunder yang biasanya
disebabkan oleh staphylococus Aureus dan Pseudomonas Aeruginosa
pada pasien-pasien dengan kerusakan paru
c. Amyl dan sodium nitrit untuk mengobati keracunan sianida
tetapi harus berhati-hati jika ditemukan pula tanda-tanda
keracunan CO kerena obat ini dapat menyebabkan
methahemoglobinemia. Oksigen dan sodium tiosulfat juga dapat
sebagai antidotum sianida, antidotum yang lain adalah
hidroksikobalamin dan EDTA
d. Bronkodilator untuk pasien-pasien dengan bronkokontriksi.
Pada kasus-kasus berat , bronkodilator digunakan secara
intravena.
I. KOMPLIKASI
Trauma paru berat, edema dan ketidakmampuan untuk oksigenasi
atau ventilasi yang adekuat dapat menyebabkan kematian.
Keracunan CO dan inhalasi dari hasil pembakaran yang lain
secara bersamaan dapat menyebabkan hipoksemia, trauma organ dan
morbiditas.
J. PROGNOSIS
Pada traumaa inhalasi ringan biasanya self limited dalam 48-72 jam . Berat
ringannya trauma langsung pada parenkim paru tergantung pada luas dan lamanya
paparan serta jenis inhalan yang diproduksi seraca bersamaan
BAB III
PEMBAHASAN ASKEP
A. PENGKAJIAN
1. Data dasar :
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara
anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang
Data pasien :
Terdiri atas nama,umur,jenis kelamin, pekerjaan, alamat, tanggal
MRS dan informan apabila dalam melakukan pengkajian kita perlu
informasi selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya
mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi anan dibawah umur 2
tahun dan dewasa diats 80 th memiliki penilaian lebih tinggi
terhadap jumlah kematian.Data pekerjaaan perlu karena jenis
pekerjaaan memilki resiko tinggi terhadap luka.
Anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko tinggi
untuk mengalami luka bakar . Kaum remaja laki-laki dan pria dalam
usia kerja juga lebih sering menderita luka bakar ( smeltzer.
2001: 1911).
Keluhan utama : Keluhan yang dirasakan sakit, Hal spesifik dengan
penyebab dari traumanya.
Riwayat penyakit sekarang :
Penyebab dari traumanya dikarenakan riwayat terkurung dalam api,
luka bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan sputum yang
hitam.
Riwayat penyakit sebelumnya :
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah di derita oleh
klien sebelum mengalami trauma inhalasi. Resiko kematian akan
meningkat jika klien mempunyai riwayat penyakit kardiovskuler,
paru, DM, neurologis .
Riwayat penyakit keluarga :
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang
berhubungan dngan kesehatan klien, serta kemungkinan penyakit
keturunan.
B. POLA AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT
1. Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak
pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
2. Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi
(syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang
cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit
putih dan dingin (syok listrik); takikardia
(syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan
oedema jaringan (semua luka bakar).
3. Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik
diri, marah.
4. Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan
mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak
ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20%
sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
5. Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
6. Neurosensori:
Gejala: kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks
tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang
(syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan
ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik
(syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
7. Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara
eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan
perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat
nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua
tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga
tidak nyeri.
8. Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk wheezing, partikel karbon dalam sputum;
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera
inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka
bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi
sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas:
gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan
nafas dalam (ronkhi).
7. Keamanan:
Tanda: Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak
terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus
mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan
pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung
sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan
variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu
hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada
faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak
halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera
secara umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan
kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di
bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka
aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran
pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan
dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor,
kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
LED: mengkaji hemokonsentrasi.
Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan
biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat
peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat
menyebabkan henti jantung.
Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi
pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan
kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat
menurun pada luka bakar masif.
Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi
asap.
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan data-data hasil pengkajian, diagnosa keperawatan
yang biasanya muncul pada klien luka bakar diantaranya
adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
obstruksi tracheobronchiale, trauma inhalasi.
2. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera
inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap
luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer
tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik.
Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan
respons inflamasi
4. Nyeri Akut berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan
5. Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi
neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan/interupsi
aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas
dengan edema
6. Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar
dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
7. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma :
kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit
(parsial/luka bakar dalam).
9. Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan
krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung,
kecacatan dan nyeri.
10. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak
mengenal sumber informas.
E. RENCANA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
obstruksi tracheobronchiale, trauma inhalasi
Tujuan : Bersihan jalan nafas tetap efektif.
Kriteria : Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis.
Intervensi Keperawatan
1. Kaji reflek gangguan / menelan; perhatikan pengaliran air
liur, ketidakmampuan menelan, serak, batuk mengi.
2. Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan
adanya pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah
muda.
3. Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik,
penurunan bunyi nafas, batuk rejan.
4. Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit
yang cidera
5. Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di
bawah kepala, sesuai indikasi
6. Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering.
7. Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem, pertahankan
teknik steril.
8. Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan untuk bicara
dan/atau menelan sekret oral secara periodik.
9. Selidiki perubahan perilaku/mental contoh gelisah, agitasi,
kacau mental.
10. Awasi 24 jam keseimbngan cairan, perhatikan
variasi/perubahan.
11. Lakukan program kolaborasi meliputi :
Berikan pelembab O2 melalui cara yang tepat, contoh masker
wajah
Awasi/gambaran seri GDA
Kaji ulang seri rontgen
Berikan / bantu fisioterapi dada/ spinometri intensif
Siapkan/ bantu atau trakeostomi sesuai indikasi.
2. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera
inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap
luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
Tujuan : Pasien dapat mendemonstrasikan oksigenasi adekuat.
Kriteria : RR 12-24 x/mnt, warna kulit normal, GDA dalam renatng
normal, bunyi nafas bersih, tak ada kesulitan bernafas.
Intervensi :
1. Pantau laporan GDA dan kadar karbon monoksida serum.
2. Berikan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan.
Pasang atau bantu dengan selang endotrakeal dan temaptkan pasien
pada ventilator mekanis sesuai pesanan bila terjadi insufisiensi
pernafasan (dibuktikan dnegna hipoksia, hiperkapnia, rales,
takipnea dan perubahan sensorium).
3. Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri
insentif setiap 2 jam selama tirah baring.
4. Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada.
5. Untuk luka bakar sekitar torakal, beritahu dokter bila
terjadi dispnea disertai dengan takipnea. Siapkan pasien untuk
pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan :
status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan
perdarahan.
Tujuan : Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia
membaik.
Kriteria : tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema,
elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine 1-2 cc/kg
BB/jam.
Intervensi :
1. Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan
nadi perifer.
2. Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi
warna urine dan hemates sesuai indikasi.
3. Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak
4. Timbang berat badan setiap hari
5. Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai
indikasi
6. Selidiki perubahan mental
7. Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces hitam.
8. Hemates drainase NG dan feces secara periodik.
9. Lakukan program kolaborasi meliputi :
- Pasang / pertahankan kateter urine
- Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV.
- Berikan penggantian cairan IV yang dihitung,
elektrolit, plasma, albumin.
- Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb,
elektrolit, natrium ).
- Berikan obat sesuai idikasi : Diuretika contohnya
Manitol (Osmitrol, Kalium,Antasida)
- Pantau:
à Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2
jam selama periode akut, dan setiap 4 jam selama periode
rehabilitasi.
Warna urine.
Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4
jam selama periode akut, setiap 8 jam selama periode
rehabilitasi.
Hasil-hasil JDL dan laporan elektrolit.
Berat badan setiap hari.
CVP (tekanan vena sentral) setiap jam bial diperlukan
Status umum setiap 8 jam
Pada penerimaan rumah sakit, lepaskan semua pakaian dan
perhiasan dari area luka bakar.
Mulai terapi IV yang ditentukan dengan jarum lubang besar (18G),
lebih disukai melalui kulit yang telah terluka bakar. Bila pasien
menaglami luka bakar luas dan menunjukkan gejala-gejala syok
hipovolemik, bantu dokter dengan pemasangan kateter vena sentral
untuk pemantauan CVP.
Beritahu dokter bila: haluaran urine < 30 ml/jam, haus,
takikardia, CVP < 6 mmHg, bikarbonat serum di bawah rentang
normal, gelisah, TD di bawah rentang normal, urine gelap atau
encer gelap.
Konsultasi doketr bila manifestasi kelebihan cairan terjadi.
Tes guaiak muntahan warna kopi atau feses ter hitam. Laporkan
temuan-temuan positif.
Berikan antasida yag diresepkan atau antagonis reseptor histamin
seperti simetidin
BAB IV
KESIMPULAN
Cedera inhalasi terjadi kalau menghirup gas toksit yang
suhunya sangat tinggi atau asap kebakaran . Karbon monoksida
( CO) merupakan produk sampingan kebakaran yang paling sering
ditemukan : Hidrogen Klorida dan Hidrogen sianida merupakan
produk sampingan lainnya yang sering terdapat pada kebakaran.
Pada kebakaran dalam ruangan tertutup dan bilamana kebakaran
mengenai daerah muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa
jalan nafas akibat gas , asap atau uap panas yang terhisap.
Cidera inhalasi disebabkan oleh jenis bahan kimia terbakar
( traceobronkitis) dari saluran pernafasan. Bila cidera ini
terjadi pada pasien dengan luka bakar kulit yang parah kematian
sangat tinggi antara 48 %- 86 %. Edema yang terjadi dapat
menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan nafas.
Keracuanan asap yang disebabkan oleh termodegredasi material
alamiah dan materi yang diproduksi. Termodegredasi menyebabkan
terbentuknya gas toksik seperti hidrogen sianida , nitrogen
oksida , hidrogen klorida dan partikel-partikel tersuspensi. Efek
akut dari bahan kimia ini menimbulkan iritasi dan bronkokontriksi
pada saluran nafas. Obstruksi jalan nafas akan menjadi lebih
hebat akibat adanya bronkitis dan edema.
Gambaran klinis yang di dapatkan pada cedera inhalasi, Oleh
karena onset terjadinya tidak segera dan sering tidak ditangani
sesegera mungkin, maka perlu diketahui tanda- tanda yang dapat
mengarahkan kita untuk bertindak dan harus mencurigai bahwa
seseorang telah mengalami trauma inhalasi antala lain: Luka bakar
pada wajah, Alis mata dan bulu hidung hangus, Adanya timbunan karbon dan
tanda-tanda inflamasi akut di dalam orofaring, Sputum yg mengandung arang
atau karbon, Tanda-tanda keracunan CO ( karboksihemoglobin > 10 %
setelah berada dalam lingkungan api) seperti kulit berwarna pink
sampai merah, takikardi, takipnea, sakit kepala, mual, pusing,
pandangan kabur, halusinasi, ataksia, kolaps sampai koma.
Mekanisme trauma pada trauma inhalasi di bedakan menjadi 3
yaitu :Inhalasi Carbon Monoksida, Trauma panas langsung mengenai
saluran nafas, Cedera Termis.
Kejadian ini akan menimbulkan kelainan dari beberapa organ
antara lain: Paru. Hepar, Ginjal (gagal ginjal akut), Lambung,
Usus.
Trauma inhalasi disebabkan oleh berbagai inhalan. Dibedakan
atas 4 macam aitu: Gas Iritan, Gas asfiksian, Gas yang bersifat toksik
sistemik, Gas yang menyebabkan alergi.
PENATALAKSANAAN
Diagnosis yang cepat terhadap trauma inhalasi adalah penting untuk
penanganan cepat agar terhindar dari gagal nafas yang berakibat kematian.
Pengobatan trauma inhalsi adalah bersifat suportif.
Berfokus pada : Airway, Breathing, Circulation
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/77334668/Referat-Trauma-Inhalasi. Diakses tanggal 13 april
2012.Pukul 09.00 WIB.
http://www.peutuah.com/asuhan keperawatan pada pasien luka bakar-combustio/. Diakses
tanggal 15 maret 2012. Pukul 08.45 WIB. http://www.primarytraumacare.org/wp-content/uploads/
2011/09/PTC_INDO.pdf. Diakses tanggal 15 maret 2012. Pukul 09.30 WIB.
Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, 2000.
Oman Kathleen S,DKK, Panduan Belajar Keperawatan Emergensi : Jakarta,
Penerbit buku Kedokteran, EGC , 2000.
Santoso Budi, Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda: Jakarta , Penerbit
Prima Medika, 2005-2006.