MAKALAH TRAUMA INHALASI1

29
MAKALAH TRAUMA INHALASI,,SSB ( created By: Rheisa.ndut.com) Bismillah,,, Dengan Ilmu kita akan Kuat n tenanG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat setiap tahunnya. Dari kelompok ini 200 ribu pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan 100 ribu pasien di rawat di rumah sakit . Sekitar 12 ribu orang meninggal setiap tahunnya akibat luka bakar dan cidera inhalasi yang berhubungan dengan luka bakar lebih separuh dari kasus luka bakar di rumah sakit seharusnya dapat dicegah. Anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko tinggi untuk mengalami luka bakar . Kaum remaja laki-laki dan pria dalam usia kerja juga lebih sering menderita luka bakar ( smeltzer. 2001: 1911). Dirumah sakit anak di inggris, selma satu th terdapat sekitar 50.000 pasien luka bakar dimana 6400 diantaranya masuk ke perwatan khusus luka bakar. Antara th 1997-2002 terdapat 17.237 anak di bawah usia 5 th mendapat perawatan gawat darurat di 100 RS di Amerika serikat. RS Mangun Kusumo Jakarta pada th 1998 dilaporkan 107 kasus luka bakar yang dirawta , dengan angka kematian 37,38 % sedngkan di RS

Transcript of MAKALAH TRAUMA INHALASI1

MAKALAH TRAUMA INHALASI,,SSB ( created By: Rheisa.ndut.com)

Bismillah,,,

Dengan Ilmu kita akan Kuat n tenanG

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika

Serikat setiap tahunnya. Dari kelompok ini 200 ribu pasien

memerlukan penanganan rawat jalan dan 100 ribu pasien di rawat di

rumah sakit . Sekitar 12 ribu orang meninggal setiap tahunnya

akibat luka bakar dan cidera inhalasi yang berhubungan dengan

luka bakar lebih separuh dari kasus luka bakar di rumah sakit

seharusnya dapat dicegah. Anak kecil dan orang tua merupakan

populasi yang beresiko tinggi untuk mengalami luka bakar . Kaum

remaja laki-laki dan pria dalam usia kerja juga lebih sering

menderita luka bakar ( smeltzer. 2001: 1911). Dirumah sakit anak

di inggris, selma satu th terdapat sekitar 50.000 pasien luka

bakar dimana 6400 diantaranya masuk ke perwatan khusus luka

bakar. Antara th 1997-2002 terdapat 17.237 anak di bawah usia 5

th mendapat perawatan gawat darurat di 100 RS di Amerika serikat.

RS Mangun Kusumo Jakarta pada th 1998 dilaporkan 107 kasus luka

bakar yang dirawta , dengan angka kematian 37,38 % sedngkan di RS

Dr. Sutomo pada th 2000 dirawat 106 kasus luka bakar , kematian

26,41 %. Studi North- england menemukan angka rata-rata yang

datang kerumah sakit dengan trauma inhalsi akibat luka bakar

adalah 0,29 per 1000 populasi tiap tahun. Perbandingan antara

laki-laki dan perempuan yairu 2:1 lain menebutkan bahwa kurang

lebih sepertiga (20-35%) pasien luka bakar yang datang di pusat

luka bakar adalah dengan trauma inhalasi.

Perawat dapat memainkan peranan yang aktif dalam pencegahan

kebakaran dan luka bakar dengan mengajarkan konsep pencegahan dan

mempromosikan undang-undang tentang pengamanan kebakaran. Asuhan

keperawatan komprehensif yang diberikan manakala terjadi luka

bakar adalah penting untuk pencegahan kematian dan kecacatan.

Adalah penting saling berhubungan pada semua sistem tubuh

setelah cidera luka bakar juga penghargaan terhadap dampak

emosional diri cidera dari luka bakar dan keluarganya. Hanya

dengan dasar pengetahuan komprehensif perawat dapat memberikan

intervensi terapeutik yang diperlukan pada semua tahapan

penyembuhan.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian trauma inhalasi ?2.      Apa gambaran klinis yang terjadi pada trauma inhalasi ?3.      Bagaimana mekanisme trauma pada trauma inhalasi ?4.      Apa etiologi dari trauma inhalasi ?5.      Bagaimana patofisiologi dari trauma inhalasi ?6.      Apa saja klasifikasi dari trauma inhalasi ?7.      Bagaimana pemeriksaan penunjang dari trauma inhalasi ?8.      Bagaimana penatalaksanaan trauma inhalasi ?9.      Apa saja komplikasi trauma inhalasi ?

10.  Bagaimana mengetahui prognosis dari trauma inhalasi ?

C.    Tujuan Penulisan

1.      Mahasiswa mengetahui pengertian trauma inhalasi2.      Mahasiswa mengetahui gambaran klinis yang terjadi pada trauma

inhalasi3.      Mahasiswa mengetahui mekanisme trauma pada trauma inhalsi4.      Mahasiswa mengetahui etiologi dari trauma inhalasi5.      Mahasiswa mengetahui patofisiologi dari trauma inhalasi6.      Mahasiswa mengetahui klasifikasi dari trauma inhalasi7.      Mahasiswa mengetahui pemeriksaan penunjang dari trauma

inhalasi8.      Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan trauma inhalasi9.      Mahasiswa mengetahui komplikasi trauma inhalasi10.  Mahasiswa mengetahui prognosis dari trauma inhalasi

BAB II

PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN

Cedera inhalasi terjadi kalau menghirup gas toksit yang

suhunya sangat tinggi atau asap kebakaran . Karbon monoksida

( CO) merupakan produk sampingan kebakaran yang paling sering

ditemukan : Hidrogen Klorida dan Hidrogen sianida merupakan

produk sampingan lainnya yang sering terdapat pada kebakaran.

Luka bakar adalah suatu luka yang disebabkan oleh pengalihan

energi dari suatu sumber panas kepada tubuh. Luka bakar adalah

kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan

sumber panas dari api , air panas, bahan kimia, listrik, dan

radiasi ( Moenajat, 2001).

Luka bakar adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan

tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul ,

perubahan suhu , zat kimia, ledakan , sengatan listrik atau

gigitan hewan ( buku ilmu ajar bedah). Luka bakar adalah

kerusakan secara langsung maupun yang tidak langsung pada

jaringan kulit yang tidak menutup kemungkinan sampai keorgan

dalam, yang disebabkan kontak langsung dengan sumber panas yaitu

api, air/ uap panas, bahan kimia, radiasi, arus listrik dan suhu

sangat dingin.

Pada kebakaran dalam ruangan tertutup dan bilamana kebakaran

mengenai daerah muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa

jalan nafas akibat gas , asap atau uap panas yang terhisap.

Cidera inhalasi disebabkan oleh jenis bahan kimia terbakar

( traceobronkitis) dari saluran pernafasan. Bila cidera ini

terjadi pada pasien dengan luka bakar kulit yang parah kematian

sangat tinggi antara 48 %- 86 %. Edema yang terjadi dapat

menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan nafas.

Keracuanan asap yang disebabkan oleh termodegredasi material

alamiah dan materi yang diproduksi. Termodegredasi menyebabkan

terbentuknya gas toksik seperti hidrogen sianida , nitrogen

oksida , hidrogen klorida dan partikel-partikel tersuspensi. Efek

akut dari bahan kimia ini menimbulkan iritasi dan bronkokontriksi

pada saluran nafas. Obstruksi jalan nafas akan menjadi lebih

hebat akibat adanya bronkitis dan edema

B.     GAMBARAN KLINIS

Oleh karena onset terjadinya tidak segera dan sering tidak

ditangani sesegera mungkin, maka perlu diketahui tanda- tanda

yang dapat mengarahkan kita untuk bertindak dan harus mencurigai

bahwa seseorang telah mengalami trauma inhalasi antala lain:

  Luka bakar pada wajah

  Alis mata dan bulu hidung hangus

  Adanya timbunan karbon dan tanda-tanda inflamasi akut di dalam orofaring

  Sputum yg mengandung arang atau karbon

  Wheezing, sesak dan suara serak

  Adanya riwayat terkurun dalam kepungan api

  Ledakan yng menyebakan trauma bakar pada kepala dan badan

  Tanda-tanda keracunan CO ( karboksihemoglobin > 10 % setelah berada

dalam lingkungan api) seperti kulit berwarna pink sampai merah,

takikardi, takipnea, sakit kepala, mual, pusing, pandangan kabur,

halusinasi, ataksia, kolaps sampai koma.

C.    MEKANISME TRAUMA

1.1 Mekanisme trauma dibagi 2 :

1.1.1 Inhalasi Carbon Monoksida (CO)

CO merupakan gas yang dapat merusak oksigenasi jaringan ,

dalam darah berikatan dengan Hb dan memisahkan Hb dengan O2

sehingga akan menghalangi penggunaan oksigen.

1.1.2 Trauma panas langsung mengenai saluran nafas

Sering mengenai saluran nafas bagian atas jarang mengenai

bagian bawah karena sebelum mencapai trachea secara reflek

terjadi penutupan plica dan penghentian spasme laryng. Edema

mukosa akan timbul pada saluran nafas bagian atas yang

menyebabkan obstruksi lumen, 8 jam pasca cedera. Komplikasi

trauma ini merupakan penyebab kematian terbanyak.

1.2 Cedera Termis

Menimbulkan gangguan sirkulasi keseimbangan cairan &

elektrolit, sehingga berakibat terjadi perubahan permeabilitas

kapiler dan menyebabkan odema selanjutnya terjadi syok hipovolemi

Kejadian ini akan menimbulkan :

a. Paru

Perubahan inflamatorik mukosa bagian nafas bawah, akan

menimbulkan gangguan difusi oksigen Acquired Respiratory Distress

Syndrome(ARDS), ini akan timbul hari ke – 4 dan 5 pasca cedera

termis

b. Hepar

SGOT, SGPT meningkat

c. Ginjal (gagal ginjal akut)

d. Lambung

Stres Ulcer

e. Usus

Illeus menyebabkan translokasi bakteri kemudian terjadi

sepsis yang menyebabkan perforasi akhirnya terjadilah peritonitis

1.3 Macam Fase

a ) Fase Sub-Akut

Terjadi setelah shock teratasi, luka terbuka disini akan

menimbulkan : Proses Inflamasi disertai eksudasi dan kebocoran

protein. Infeksi yang menimbulkan sepsis. Proses penguapan cairan

tubuh disertai panas (evaporasi heat loss).

b ) Fase Lanjut

Terjadi setelah penutupan luka sampai terjadi maturasi.

Masalah yang timbul adalah jaringan parut, kontraktur dan

deformitas akibat kerapuhan jaringan atau organ struktural.

D.    ETIOLOGI

Trauma inhalasi disebabkan oleh berbagai inhalan. Dibedakan atas

4 macam aitu:

1.      Gas Iritan

Bekerja dengan melapisi mukosa saluran nafas dan menyebabkan

reaksi inflamasi. Amonia, klorin,, kloramin lebih larut air

sehingga dapat menyebabkan luka bakar pada saluran nafas atas dan

menyebabkan iritasi pada mata , hidung dan mulut. Gas iritan yang

lain yaitu sulfur dioksida, nitrogen dioksida, yang kurang larut

dengan air sehingga menyebabkan trauma paru dan distres

pernafasan.

2.      Gas asfiksian

Karbon dioksida, gas dari bahan bakar ( metana, etana,

propane, asetilana), gas-gas ini mengikat udara dan oksigen

sehingga menyebabkan asfiksia.

3.      Gas yang bersifat toksik sistemik

CO yang merupakan komponen terbesar dari asap hidrogen sianida

merupakan komponen asap yang berasal dari api , hidrogen sulfida.

Gas-gas ini berhubungan dengan pengangkutan oksigen untuk

produksi energi bagi sel. Sedangkan toksik sistemik seperti

hidrokarbon halogen dan aromatik menyebabkan kerusakan lanjut

dari hepar , ginjal, oatak, paru-paru dan organ lain

4.      Gas yang menyebabkan alergi

Dimana jika asap terhirup , partikel dan aerosol menyebabkan

bronkoospasme dan edema yang menyerupai asma.

E.     PATOFISIOLOGI

Trauma inhalasi terjadi melalui kombinasi dari kerusakan

epitel jalan nafas oleh panas dan zatkimia atau akibat

intoksikasi sistemik dari hasil pembakaran itu sendiri. Hasil

pembakaran tidak hanya terdiri dari udara saja, tetapi merupakan

campuran dari udara, partikel padat yang terurai di udara

( melalui suatu efek iritasi dan sitotoksik). Aerosol dari

cairan yang bersifat iritasi dan sitotoksik serta gas toksik

dimana gabungan tersebut bekerja sistemik. Partikel padat yang

ukurannya > 10 mikrometer tertahan di hidung dan nasofaring.

Partukel yang berukuran 3-10 mikrometer tertahan pada cabang

trakeobronkial, sedangkan partikel berkuran 1-2 mikrometer dapat

mencapai alveoli.

Gas yang larut air bereaksi secara kimai pada saluran

nafas , sedangkan gas yang kurang larut air pada saluran nafas

bawah. Adapau gas yang sangat kurang larut air masuk melewat

barier kapiler dari alveolus dan menghasilkan efek toksik yang

bersifat sistemk. Kerusakan langsung dari sel-sel epitel,

menyebabkan kegagalan fungsi dari apparatus mukosilier dimana

akan merangsang terjadinya suatu reaksi inflamasi akut yang

melepaskan makrofagg serta aktifitas netrofil pada daerah

tersebut. Selanjutnya akan di bebaskan oksigen radikal, protease

jaringan, sitokin, dan konstriktor otot polos( tromboksan A2,C3A,

C5A). Kejadian ni mrnyebabkan peninfkatan iskemia pada saluran

nafas yang rusak, selanjutnay terjadi edema dari dinding saluran

nafas dan kegagalan mikrosirkulasi yang akan meningkatkan

resistensi didding saluran nafas dan pembuluh darah paru.

Komplains paru akan turun akibat terjadinya edema paru

interstitiil sehingga terjadi edema pada saluran nafas bagian

bawah akibat sumbatan pada saluran nafas yang dibentuk oleh sel-

sel epitel nekrotik, mukus dan se- sel darah.

F.     KLASIFIKASI TRAUMA INHALASI

1)      Trauma pada saluran nafas bagian atas ( trauma supraglotis)

Trauma saluran nafas atas dapat menyebabkan ancaman hidup

melalui obstruksi jalan nafas sesaat setelah trauma . Jika proses

ini ditangani secara benar , edema saluran nafas dapat hilang

tanpa sekuele beberapa hari.

2)      Trauma pada saluran nafas bawah dan parenkim paru ( trauma subglotis)

Trauma ini dapat menyebabkan lebih banyak perubahan

signifikan dalam fungsi paru dan mungkin akan susah ditangani.

Trauma subglotis merupakan trauma kimia yang disebabkan akibat

inhalasi hasil- hasil pembakaran yang bersifat toksik pada luka

bakar. Asap memiliki kapasitas membawa panas yang rendah,

sehingga jarang didapatkan trauma termal langsung pada jalan

nafas bagian bawah dan parenkim paru, trauma ini terjadi bila

seseorang terpapar uap yang sangat panas.

3)      Toksisitas sistemik akibat inhalasi gas toksik seperti karbon monoksida (CO) dan

sianida

Inhalasi dari gas toksik merupakan penyebab utama kematian

cepat akibat api, meskipun biasanya trauma supraglotis, subglotis

dan toksisitas sistemik terjadi bersamaan. Intoksikasi CO terjadi

jika afinitas CO terhadap hemoglobin lebih besar dari afinitas

oksigen terhadap hemoglobin, sehingga ikatan Codan hemoglobin

membentuk suatu karbonsihemoglobin dan menyebabkan hipoksia.

G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.      LABORATORIUM

-          Pulse Oximetry

Digunakan untuk mengukur saturasi hemoglobin yang meningkat

palsu akibat akatan CO terhadap hemoglobin sehingga kadar

karboksihemoglobin seringkali diartikan sebagai oksihemaglon.

-          Analisa Gas darah

Untuk mengukur kdar karboksihemoglobin , keseimbangan asam

basa dan kadara sianida. Sianida dihasilakan dari kebakaran rumah

tangga dan biasanya terjadi peningkatan kadar laktat plasma.

-          Elektrolit

Untuk memonitor abnormalitas elektrolit sebagai hasl dari

resusitasi cairan dalam jumlah besar

-          Darah lengkap

Hemokonsentrasi akibat kehilangan cairan biasanya terjadi

sasaat setelah trauma. Hematokrit yang menurun secara progresif

akibat pemulihan volume intravaskular. Anemia berat biasanya

terjadi akibat hipoksia atau ke tidak seimbangan hemodinamik.

Peningkatan sel darah putih untuk melihat adanya infeksi.

2.      Foto thorak

Biasanya normal dalam 3-5 hari , gambran yang dapat muncul

sesudahnya termasuk atetektasis, edema paru dan ARDS.

3.      Laringoskopi dan Bronkoskopi fiberoptik

Keduanya dapat digunakan sebagai alat diagnostik maupun

terapeutik. Pada bronkoskopi biasnya didapatkan gambaran jelaga,

ulserasi, sekresi, mukopurulen. Bronkoskopi serial berguna untuk

menghilangkan debris dan sel- sel nekrotik pada kasus-kassus paru

atau jika suction dan ventilasi tekanan positif tidak cukup

memadai.

H.    PENATALAKSANAAN

Diagnosis yang cepat terhadap trauma inhalasi adalah penting untuk

penanganan cepat agar terhindar dari gagal nafas yang berakibat kematian.

Pengobatan trauma inhalsi adalah bersifat suportif.

1.      Airway

Jika dicurigai seseorang dengan trauma inhalsi maka sebelum

dikirim ke pusat luka bakar sebaiknya dilakukan intubasi cepat

untuk melindungi jalan nafas sebelum terjadi pembengkakan wajah

dan faring yang biasanya terjadi 24-48 jam setelah kejadian ,

dimana jika terjadi edema maka yang diperlukan adalah trakeostomi

atau krikotiroidotomi jika intubasi oral tidak dapat dilakukan.

2.      Breathing

Jika didapatkan tanda-tanda insufisiensi pernafasan seperti

susah nafas, stridor , batuk, retraksi suara nafas bilateral atau

anda –tanda keracunan CO maka dibutuhkan oksigen 100% atau

oksigen tekan tinggi yang akan menurunkan waktu paruh dari CO

dalam darah.

3.      Circulation

Pengukuran tekanan darah dan nadi untk mengetahut stabilitas

hemodinamik. Untuk mencegah syok hipovolemik diperlukan

resusitasi cairan intravena. Pada pasien dengan trauma inhalasi

biasanya biasanya dalam 24 jam pertama digunakan cairan

kristaloid 40-75 % lebih bnayak dibandingkan pasien yang hanya

luka bakar saja.

4.      Neurologik

Pasien yang berespon atau sadar membantu untuk mengetahui

kemampuan mereka untuk melindungi jalan nafas dan merupakan

indikator yang baik untk mengukur kesussesan resusitasi. Pasien

dengan kelainan neurologik seringkali memerlukan analgetik poten

5.      Luka bakar

Periksa seluruh badan untuk mengetahui adanya trauma lain

dan luka bakar. Cuci Nacl kulit yang tidak terbakar untuk

menghindari sisa zat toksik

6.      Medikasi

a.     Kortikosteroid: Digunakan untuk menekan inflamasi dan

menurunkan edema

b.    Antibiotik : Mengobati infeksi sekunder yang biasanya

disebabkan oleh staphylococus Aureus dan Pseudomonas Aeruginosa

pada pasien-pasien dengan kerusakan paru

c.     Amyl dan sodium nitrit untuk mengobati keracunan sianida

tetapi harus berhati-hati jika ditemukan pula tanda-tanda

keracunan CO kerena obat ini dapat menyebabkan

methahemoglobinemia. Oksigen dan sodium tiosulfat juga dapat

sebagai antidotum sianida, antidotum yang lain adalah

hidroksikobalamin dan EDTA

d.    Bronkodilator untuk pasien-pasien dengan bronkokontriksi.

Pada kasus-kasus berat , bronkodilator digunakan secara

intravena.

I.       KOMPLIKASI

         Trauma paru berat, edema dan ketidakmampuan untuk oksigenasi

atau ventilasi yang adekuat dapat menyebabkan kematian.

         Keracunan CO dan inhalasi dari hasil pembakaran yang lain

secara bersamaan dapat menyebabkan hipoksemia, trauma organ dan

morbiditas.

J.      PROGNOSIS

Pada traumaa inhalasi ringan biasanya self limited dalam 48-72 jam . Berat

ringannya trauma langsung pada parenkim paru tergantung pada luas dan lamanya

paparan serta jenis inhalan yang diproduksi seraca bersamaan

BAB III

PEMBAHASAN ASKEP

A.    PENGKAJIAN

1.      Data dasar :

Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara

anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang

Data pasien :

Terdiri atas nama,umur,jenis kelamin, pekerjaan, alamat, tanggal

MRS dan informan apabila dalam melakukan pengkajian kita perlu

informasi selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya

mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi anan dibawah umur 2

tahun dan dewasa diats 80 th memiliki penilaian lebih tinggi

terhadap jumlah kematian.Data pekerjaaan perlu karena jenis

pekerjaaan memilki resiko tinggi terhadap luka.

Anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko tinggi

untuk mengalami luka bakar . Kaum remaja laki-laki dan pria dalam

usia kerja juga lebih sering menderita luka bakar ( smeltzer.

2001: 1911).

Keluhan utama : Keluhan yang dirasakan sakit, Hal spesifik dengan

penyebab dari traumanya.

Riwayat penyakit sekarang :

Penyebab dari traumanya dikarenakan riwayat terkurung dalam api,

luka bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan sputum yang

hitam.

Riwayat penyakit sebelumnya :

Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah di derita oleh

klien sebelum mengalami trauma inhalasi. Resiko kematian akan

meningkat jika klien mempunyai riwayat penyakit kardiovskuler,

paru, DM, neurologis .

Riwayat penyakit keluarga :

Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang

berhubungan dngan kesehatan klien, serta kemungkinan penyakit

keturunan.

B.     POLA AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT

1.      Aktifitas/istirahat:

Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak

pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.

2.      Sirkulasi:

Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi

(syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang

cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit

putih dan dingin (syok listrik); takikardia

(syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan

oedema jaringan (semua luka bakar).

3.      Integritas ego:

Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.

Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik

diri, marah.

4.      Eliminasi:

Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna

mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan

kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan

mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak

ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20%

sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.

5.      Makanan/cairan:

Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.

6.      Neurosensori:

Gejala: kesemutan.

Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks

tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang

(syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan

ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik

(syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).

7.      Nyeri/kenyamanan:

Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara

eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan

perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat

nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua

tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga

tidak nyeri.

8.      Pernafasan:

Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama

(kemungkinan cedera inhalasi).

Tanda: serak; batuk wheezing, partikel karbon dalam sputum;

ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera

inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka

bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi

sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas:

gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan

nafas dalam (ronkhi).

7.      Keamanan:

Tanda: Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak

terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus

mikrovaskuler pada beberapa luka.

Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan

pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung

sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.

Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan

variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu

hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada

faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.

Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.

Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak

halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera

secara umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan

kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.

Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di

bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka

aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran

pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan

dengan pakaian terbakar.

Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor,

kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).

C.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

         LED: mengkaji hemokonsentrasi.

         Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan

biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat

peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat

menyebabkan henti jantung.

         Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi

pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.

         BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.

         Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan

kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.

         Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.

         Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat

menurun pada luka bakar masif.

         Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi

asap.

D.    DIAGNOSA KEPERAWATAN

Berdasarkan data-data hasil pengkajian, diagnosa keperawatan

yang biasanya muncul pada klien luka bakar diantaranya

adalah :

1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan

obstruksi tracheobronchiale, trauma inhalasi.

2.      Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera

inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap

luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.

3.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer

tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik.

Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan

respons inflamasi

4.      Nyeri Akut berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan

5.      Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi

neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan/interupsi

aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas

dengan edema

6.      Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar

dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.

7.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan

neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.

8.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma :

kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit

(parsial/luka bakar dalam).

9.      Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan

krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung,

kecacatan dan nyeri.

10.  Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak

mengenal sumber informas.

E.     RENCANA KEPERAWATAN

1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan

obstruksi tracheobronchiale, trauma inhalasi

Tujuan : Bersihan jalan nafas tetap efektif.

Kriteria : Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis.

Intervensi Keperawatan

1. Kaji reflek gangguan / menelan; perhatikan pengaliran air

liur, ketidakmampuan menelan, serak, batuk mengi.

2.    Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan

adanya pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah

muda.

3.    Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik,

penurunan bunyi nafas, batuk rejan.

4.    Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit

yang cidera

5.    Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di

bawah kepala, sesuai indikasi

6.    Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering.

7.    Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem, pertahankan

teknik steril.

8.    Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan untuk bicara

dan/atau menelan sekret oral secara periodik.

9.    Selidiki perubahan perilaku/mental contoh gelisah, agitasi,

kacau mental.

10.               Awasi 24 jam keseimbngan cairan, perhatikan

variasi/perubahan.

11.               Lakukan program kolaborasi meliputi :

         Berikan pelembab O2 melalui cara yang tepat, contoh masker

wajah

         Awasi/gambaran seri GDA

         Kaji ulang seri rontgen

         Berikan / bantu fisioterapi dada/ spinometri intensif

         Siapkan/ bantu atau trakeostomi sesuai indikasi.

2.      Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera

inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap

luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.

Tujuan : Pasien dapat mendemonstrasikan oksigenasi adekuat.

Kriteria : RR 12-24 x/mnt, warna kulit normal, GDA dalam renatng

normal, bunyi nafas bersih, tak ada kesulitan bernafas.

Intervensi :

1.         Pantau laporan GDA dan kadar karbon monoksida serum.

2.         Berikan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan.

Pasang atau bantu dengan selang endotrakeal dan temaptkan pasien

pada ventilator mekanis sesuai pesanan bila terjadi insufisiensi

pernafasan (dibuktikan dnegna hipoksia, hiperkapnia, rales,

takipnea dan perubahan sensorium).

3.         Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri

insentif setiap 2 jam selama tirah baring.

4.         Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada.

5.         Untuk luka bakar sekitar torakal, beritahu dokter bila

terjadi dispnea disertai dengan takipnea. Siapkan pasien untuk

pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.

3.      Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan :

status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan

perdarahan.

Tujuan : Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia

membaik.

Kriteria : tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema,

elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine 1-2 cc/kg

BB/jam.

Intervensi :

1.    Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan

nadi perifer.

2.    Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi

warna urine dan hemates sesuai indikasi.

3.    Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak

4.    Timbang berat badan setiap hari

5.    Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai

indikasi

6.    Selidiki perubahan mental

7.    Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces hitam.

8.    Hemates drainase NG dan feces secara periodik.

9.    Lakukan program kolaborasi meliputi :

-                  Pasang / pertahankan kateter urine

-                  Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV.

-                  Berikan penggantian cairan IV yang dihitung,

elektrolit, plasma, albumin.

-                  Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb,

elektrolit, natrium ).

-                  Berikan obat sesuai idikasi : Diuretika contohnya

Manitol (Osmitrol, Kalium,Antasida)

-                  Pantau:

à Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2

jam selama periode akut, dan setiap 4 jam selama periode

rehabilitasi.

Warna urine.

Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4

jam selama periode akut, setiap 8 jam selama periode

rehabilitasi.

Hasil-hasil JDL dan laporan elektrolit.

Berat badan setiap hari.

CVP (tekanan vena sentral) setiap jam bial diperlukan

Status umum setiap 8 jam

Pada penerimaan rumah sakit, lepaskan semua pakaian dan

perhiasan dari area luka bakar.

Mulai terapi IV yang ditentukan dengan jarum lubang besar (18G),

lebih disukai melalui kulit yang telah terluka bakar. Bila pasien

menaglami luka bakar luas dan menunjukkan gejala-gejala syok

hipovolemik, bantu dokter dengan pemasangan kateter vena sentral

untuk pemantauan CVP.

Beritahu dokter bila: haluaran urine < 30 ml/jam, haus,

takikardia, CVP < 6 mmHg, bikarbonat serum di bawah rentang

normal, gelisah, TD di bawah rentang normal, urine gelap atau

encer gelap.

Konsultasi doketr bila manifestasi kelebihan cairan terjadi.

Tes guaiak muntahan warna kopi atau feses ter hitam. Laporkan

temuan-temuan positif.

Berikan antasida yag diresepkan atau antagonis reseptor histamin

seperti simetidin

BAB IV

KESIMPULAN

Cedera inhalasi terjadi kalau menghirup gas toksit yang

suhunya sangat tinggi atau asap kebakaran . Karbon monoksida

( CO) merupakan produk sampingan kebakaran yang paling sering

ditemukan : Hidrogen Klorida dan Hidrogen sianida merupakan

produk sampingan lainnya yang sering terdapat pada kebakaran.

Pada kebakaran dalam ruangan tertutup dan bilamana kebakaran

mengenai daerah muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa

jalan nafas akibat gas , asap atau uap panas yang terhisap.

Cidera inhalasi disebabkan oleh jenis bahan kimia terbakar

( traceobronkitis) dari saluran pernafasan. Bila cidera ini

terjadi pada pasien dengan luka bakar kulit yang parah kematian

sangat tinggi antara 48 %- 86 %. Edema yang terjadi dapat

menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan nafas.

Keracuanan asap yang disebabkan oleh termodegredasi material

alamiah dan materi yang diproduksi. Termodegredasi menyebabkan

terbentuknya gas toksik seperti hidrogen sianida , nitrogen

oksida , hidrogen klorida dan partikel-partikel tersuspensi. Efek

akut dari bahan kimia ini menimbulkan iritasi dan bronkokontriksi

pada saluran nafas. Obstruksi jalan nafas akan menjadi lebih

hebat akibat adanya bronkitis dan edema.

Gambaran klinis yang di dapatkan pada cedera inhalasi, Oleh

karena onset terjadinya tidak segera dan sering tidak ditangani

sesegera mungkin, maka perlu diketahui tanda- tanda yang dapat

mengarahkan kita untuk bertindak dan harus mencurigai bahwa

seseorang telah mengalami trauma inhalasi antala lain: Luka bakar

pada wajah, Alis mata dan bulu hidung hangus, Adanya timbunan karbon dan

tanda-tanda inflamasi akut di dalam orofaring, Sputum yg mengandung arang

atau karbon, Tanda-tanda keracunan CO ( karboksihemoglobin > 10 %

setelah berada dalam lingkungan api) seperti kulit berwarna pink

sampai merah, takikardi, takipnea, sakit kepala, mual, pusing,

pandangan kabur, halusinasi, ataksia, kolaps sampai koma.

Mekanisme trauma pada trauma inhalasi di bedakan menjadi 3

yaitu :Inhalasi Carbon Monoksida, Trauma panas langsung mengenai

saluran nafas, Cedera Termis.

Kejadian ini akan menimbulkan kelainan dari beberapa organ

antara lain: Paru. Hepar, Ginjal (gagal ginjal akut), Lambung,

Usus.

Trauma inhalasi disebabkan oleh berbagai inhalan. Dibedakan

atas 4 macam aitu: Gas Iritan, Gas asfiksian, Gas yang bersifat toksik

sistemik, Gas yang menyebabkan alergi.

PENATALAKSANAAN

Diagnosis yang cepat terhadap trauma inhalasi adalah penting untuk

penanganan cepat agar terhindar dari gagal nafas yang berakibat kematian.

Pengobatan trauma inhalsi adalah bersifat suportif.

Berfokus pada : Airway, Breathing, Circulation

DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/77334668/Referat-Trauma-Inhalasi. Diakses tanggal 13 april

2012.Pukul 09.00 WIB.

http://www.peutuah.com/asuhan keperawatan pada pasien luka bakar-combustio/. Diakses

tanggal 15 maret 2012. Pukul 08.45 WIB. http://www.primarytraumacare.org/wp-content/uploads/

2011/09/PTC_INDO.pdf. Diakses tanggal 15 maret 2012. Pukul 09.30 WIB.

Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku

Kedokteran, EGC, 2000.

Oman Kathleen S,DKK, Panduan Belajar Keperawatan Emergensi : Jakarta,

Penerbit buku Kedokteran, EGC , 2000.

Santoso Budi, Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda: Jakarta , Penerbit

Prima Medika, 2005-2006.