MAKALAH trauma medula spinalis baruu
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of MAKALAH trauma medula spinalis baruu
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan
fungsi neurologis yang disebabkan seringkali oleh
kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu mengenai daerah
L1-L2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan
hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan
fungsi defekasi dan berkemih.
Cedera medula spinalis adalah cedera yang mengenai
servikalis vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu
trauma yang mengenai tulang belakang. Cedera medula
spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang mempengaruhi
150.000 sampai 500.000 orang hampir di setiap negara,
dengan perkiraan 10.000 cedera baru yang terjadi setiap
tahunnya. Kejadian ini lebih dominan pada pria usia muda
sekitar 75% dari seluruh cedera. Setengah dari kasus ini
akibat dari kecelakaan kendaraan bermotor, selain itu
banyak akibat jatuh, olahraga dan kejadian industri dan
luka tembak.
Vertebra yang paling sering mengalami cedera adalah
medula spinalis pada daerah servikal ke-5, 6, dan 7,
torakal ke-12 dan lumbal pertama. Vertebra ini adalah
paling rentan karena ada rentang mobilitas yang lebih
besar dalam kolumna vertebral pada area ini. Pada usia 45-
an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada
wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan
bermotor. Tetapi belakangan ini wanita lebih banyak
Trauma Medula Spinalis| 1
dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di
asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause). Klien
yang mengalami trauma medulla spinalis khususnya bone loss
pada L2-L3 membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam
pemenuhan kebutuhan hidup dan dalam pemenuhan kebutuhan
untuk mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko mengalami
komplikasi trauma spinal seperti syok spinal, trombosis
vena profunda, gagal napas, pneumonia dan hiperfleksia
autonomic. Maka dari itu sebagai perawat merasa perlu
untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan
pada klien dengan trauma medulla spinalis dengan cara
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sehingga
masalahnya dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari
masalah yang paling buruk.
Kecelakaan medula spinalis terbesar disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas, tempat yang paling sering terkena
cidera adalah regio servikalis dan persambungan thorak dan
regio lumbal. Lesi trauma yang berat dari medula spinalis
dapat menimbulkan transaksi dari medula spinalis atau
merobek medula spinalis dari satu tepi ke tepi yang lain
pada tingkat tertentu disertai hilangnya fungsi. Pada
tingkat awal semua cidera akibat medula spinalis / tulang
belakang terjadi periode fleksi paralise dan hilang semua
reflek. Fungsi sensori dan autonom juga hilang, medula
spinalis juga bisa menyebabkan gangguan sistem perkemihan,
disrefleksi otonom atau hiperefleksi serta fungsi seksual
juga dapat terganggu.
Perawatan awal setelah terjadi cidera kepala medula
spinalis ditujukan pada pengembalian kedudukan tulang dari
tempat yang patah atau dislokasi. Langkah-langkahnya
Trauma Medula Spinalis| 2
terdiri dari immobilisasi sederhana, traksi skeletal,
tindakan bedah untuk membebaskan kompresi spina. Sangat
penting untuk mempertahankan tubuh dengan tubuh
dipertahankan lurus dan kepala rata. Kantong pasir mungkin
diperlukan untuk mempertahankan kedudukan tubuh.
Dalam kasus pra rumah sakit, penanganan pasien
dilakukan setelah pengkajian lokasi kejadian dilakukan.
Apabila pengkajian awal lokasi kejadian tidak dilakukan
maka akan membahayakan jiwa paramedik dan orang lain di
sekitarnya sehingga jumlah korban akan meningkat. Dalam
kasus ini, kematian muncul akibat tiga hal: mati sesaat
setelah kejadian, kematian akibat perdarahan atau
kerusakan organ vital, dan kematian akibat komplikasi dan
kegagalan fungsi organ-organ vital
Kematian mungkin terjadi dalam hitungan detik pada
saat kejadian, biasanya akibat cedera kepala hebat, cedera
jantung atau cedera aortik. Kematian akibat hal ini tidak
dapat dicegah. Kematian berikutnya mungkin muncul sekitar
sejam atau dua jam sesudah trauma. Kematian pada fase ini
biasanya diakibatkan oleh hematoma subdural atau epidural,
hemo atau pneumothorak, robeknya organ-organ tubuh atau
kehilangan darah. Kematian akibat cedera-cedera tersebut
dapat dicegah. Periode ini disebut sebagai “golden hour”
dimana tindakan yang segera dan tepat dapat menyelamatkan
nyawa korban.
Yang ketiga dapat terjadi beberapa hari setelah
kejadian dan biasanya diaklibatkan oleh sepsis atau
kegagalan multi-organ. Tindakan tepat dan segera untuk
Trauma Medula Spinalis| 3
mengatasi syok dan hipoksemia selama ‘golden hour’ dapat
mengurangi resiko kematian ini.
Dalam menangani kasus ini, meskipun dituntut untuk
bekerja secara cepat dan tepat, paramedik harus tetap
mengutamakan keselamatan dirinya sebagai prioritas utama
sebelum menyentuh pasien. Pasien ditangani setelah lokasi
kejadian sudah benar-benar aman untuk tindakan
pertolongan.
Berdasarkan uraian diatas di harapkan dengan adanya
makalah yang berjudul “Trauma medulla spinalis” dapat
bermanfaat bagi para pembaca untuk dapat meningkatkan mutu
asuhan keperawatan.
1.2Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1.2.1 Apa Pengertian Cedera Medula Spinalis ?
1.2.2 Bagaimana Anatomi Fisiologi Struktur Medula
Spinalis ?
1.2.3 Apa Penyebab atau Etiologi terjadinya Cedera
Medula Spinalis ?
1.2.4 Bagaimana Patofisiologi dan Manifestasi Klinis
Cedera Medula Spinalis ?
1.2.5 Bagaiman mekanisme cedera Medula Spinalis ?
1.2.6 Bagaimana Komplikasi yang akan terjadi pada
Cedera Medula Spinalis?
1.2.7 Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan
Penunjang yang dapat dilakukan pada kasus Cedera
Medula Spinalis ?
Trauma Medula Spinalis| 4
1.2.8 Bagaimana Penatalaksanaan dan Pengobatan yang
dapat dilakukan pada kasus Cedera Medula
Spinalis ?
1.2.9 Bagaimana Pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang
dilakukan pada kasus Cedera Medula Spinalis ?
1.2.10 Bagaimana Sistem Layanan Kesehatan pada
Pasien dengan Gangguan Sistem Persarafan ?
1.3Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.3.1 Tujuan Umum
Membantu mahasiswa memahami tentang konsep dasar
manajemen keperawatan berkaitan dengan adanya
gangguan pada tubuh manusia yang diakibatkan oleh
cedera medula spinalis serta mengetahui bagaimana
konsep penyakit atau cedera medula spinalis dan
bagaimana Asuhan Keperawatannya..
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui Pengertian Cedera Medula
Spinalis.
1.3.2.2 Mengetahui Anatomi Fisiologi Struktur
Medula Spinalis
1.3.2.3 Mengetahui Penyebab atau Etiologi adanya
Cedera Medula Spinalis.
Trauma Medula Spinalis| 5
1.3.2.4 Mengetahui Patofisiologi dan Manifestasi
Klinis Cedera Medula Spinalis.
1.3.2.5 Memahami mekanisme terjadinya Cedera
Medula Spinalis.
1.3.2.6 Memahami Komplikasi yang akan terjadi
pada kasus Cedera Medula Spinalis..
1.3.2.7 Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik yang
dapat dilakukan pada kasus Cedera Medula
Spinalis.
1.3.2.8 Memahami Penatalaksanaan dan Pengobatan
yang dapat dilakukan pada kasus Cedera
Medula Spinalis.
1.3.2.9 Mengetahui Pelaksanaan Asuhan
Keperawatan yang dilakukan pada kasus Cedera
Medula Spinalis.
1.3.2.10Mengetahui Sistem Layanan Kesehatan pada
Pasien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
1.4Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah
diharapkan mahasiswa dapat mengetahui dan memahami
mekanisme dasar terjadinya kasus Cedera Medula Spinalis
yang diakibatkan karena adanya gangguan pada sistem
Trauma Medula Spinalis| 6
susunan saraf terutama pada struktur medula spinalis yang
dapat terjadi akibat berbagai sebab, sehingga dengan
begitu mahasiswa dapat dengan mudah untuk melakukan asuhan
dan tindakan serta penanganan keperawatan yang tepat
terkait cedera medula spinalis tersebut
1.5Metode Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan
metode perpustakaan (liberary research) yakni pengutipan
dan pengumpulan data-data pada buku dan internet yang
berkaitan dengan pembahasan pada cedera medula spinalis.
yang dapat ditimbulkan akibat gangguan pada susunan saraf
pusat.
Trauma Medula Spinalis| 7
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Trauma/Cedera Medula Spinalis
Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan
saraf dan masing-masing memiliki sepasang saraf spinal
yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramen
inverterbra. Terdapat 8 pasang saraf servikalis, 12 pasang
torakalis, 5 pasang lumbalis, 5 pasang sakralis, dan 1
pasang saraf kogsigis.
Trauma spinal atau cedera pada tulang belakang
adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebralis dan
lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang
belakang, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan olahraga, dan sebagainya. Trauma pada
tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang
belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang sendiri
dan susmsum tulang belakang atau spinal kord. .Apabila
Trauma itu mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan
Trauma Medula Spinalis| 8
tungkai mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila
saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan
buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan.
(Muttaqin, 2008).
Merupakan keadaan patologi akut pada medula spinalis
yang diakibatkan terputusnya komunikasi sensori dan
motorik dengan susunan saraf pusat dan saraf perifer.
Tingkat kerusakan pada medula spinalis tergantung dari
keadaan komplet atau inkomplet.
Trauma Medula Spinalis dapat bervariasi dari trauma
ekstensi fiksasi ringan yang terjadi akibat benturan
secara mendadak sampai yang menyebebkan transeksi lengkap
dari medula spinalis dengan quadriplegia (Fransisca
B.Batticaca,2008 : 30).
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi
neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah
medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001). Trauma
medulla spinalis adalah kerusakan tulang dan sumsum yang
mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh
manusia yang diklasifikasikan sebagai :
a. Komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik
total)
b. Tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan
fungsi motorik)
Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi
pada jaringan medulla spinalis yang dapat menyebabkan
Trauma Medula Spinalis| 9
fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebrata
atau kerusakan jaringan medulla spinalis lainnya termasuk
akar-akar saraf yang berada sepanjang medulla spinalis
sehingga mengakibatkan defisit neurologi.
Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan
dengan trauma pada tulang belakang yaitu terjadinya
fraktur pada tulang belakang, ligamentum longitudainalis
posterior dan duramater bisa robek, bahkan dapat menusuk
ke kanalis vertebralis serta arteri dan vena-vena yang
mengalirkan darah kemedula spinalis dapat ikut terputus .
Cedera medula spinalis (CMS) merupakan salah satu
penyebab gangguan fungsi saraf yang sering menimbulkan
kecacatan permanen pada usia muda. Kelainan yang lebih
banyak dijumpai pada usia produktif ini seringkali
mengakibatkan penderita harus terus berbaring di tempat
tidur atau duduk di kursi roda karena tetraplegia atau
paraplegia.
Trauma tulang belakang adalah cedera pada tulang
belakang (biasanya mengenai servikal dan lumbal) yang
ditandai dengan memar, robeknya bagaian pada tulang
belakang akibat luka tusuk atau fraktur/ dislokasi di
kolumna spinalis. (ENA, 2000 ; 426)
Trauma spinal cord adalah cedera yang mengakibatkan
fungsi konduksi saraf terganggu, reflex dan fungsi motorik
berkurang, terjadi perubahan sensasi, dan syok neurogenik.
(Campbell, 2004 ; 130)
Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi
pada jaringan medulla spinalis yang dapat menyebabkan
fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebrata
Trauma Medula Spinalis| 10
atau kerusakan jaringan medulla spinalis lainnya termasuk
akar-akar saraf yang berada sepanjang medulla spinalis
sehingga mengakibatkan defisit neurologi. ( Lynda
Juall,carpenito,edisi 10 ).
Chairuddin Rasjad (1998) menegaskan bahwa semua
trauma tulang belakang harus dianggap suatu trauma hebat
sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transportasi
ke rumah sakit, penderita harus diperlakukan secara hati-
hati. Trauma tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak
pada tulang belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang
belakang dan sumsum tulang belakang (medula Spinalis)
Cedera Medula spinalis adalah cedera yang biasanya
berupa fraktur atau cedera lain pada tulang vertebra,
korda spinalis itu sendiri, yang terletak didalam kolumna
vertebralis, dapat terpotong, tertarik, terpilin atau
tertekan. Kerusakan pada kolumna vertaebralis atau korda
dapat terjadi disetiap tingkatan,kerusakan korda spinalis
dapat mengenai seluruh korda atau hanya separuhnya.
Beberapa yang berhubungan dengan trauma medula
spinalis seperti :
a. Quadriplegia adalah keadaan paralisis/kelumpuhan
pada ekstermitas dan terjadi akibat trauma pada
segmen thorakal 1 (T1) keatas. Kerusakan pada
level akan merusak sistem syaraf otonom khsusnya
syaraf simpatis misalnya adanya gangguan
pernapasan.
b. Komplit Quadriplegia adalah gambaran dari
hilangnya fungsi modula karena kerusakan diatas
segmen serfikal 6 (C6).
Trauma Medula Spinalis| 11
c. Inkomplit Quadriplegia adalah hilangnya fungsi
neurologi karena kerusakan dibawah segmen
serfikan 6 (C6).
d. Refpiratorik Quadriplegia (pentaplagia) adalah
kerusakan yang terjadi pada serfikal pada bagian
atas (C1-C4) sehingga terjadi gangguan
pernapasan.
e. Paraplegia adalah paralisis ekstermitas bagian
bawah, terjadi akibat kerusakan pada segmen
parakal 2 (T2) kebawah.
2.2 Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan (Medulla Spinalis)
TABEL. 1 Secara garis besar susunan sistem saraf manusia
dijelaskan pada diagram berikut.
Sistem
saraf
Sistem
saraf
Sadar
Sistem saraf
pusat
Otak
Otak besar
Otak tengah
Otak depan
Jembatan Varol
Otak kecil
Sumsum
Sumsum
lanjutan
Sumsum tulang
belakang
Sistem saraf
tepi
(kraniospinal
)
31 pasang saraf sumsum
tulang
belakang (saraf spinal)
12 pasang saraf otak
(saraf kranial)
Sistem Sistem saraf simpatetik
Trauma Medula Spinalis| 12
saraf
tidak sadar
(otonom)
Sistem saraf parasimpatetik
1.Medula Spinalis
Medulla spinalis (spinal cord) merupakan bagian
susunan saraf pusat yang terletak di dalam kanalis
vertebralis dan menjulur dari foramen magnum ke bagian
atas region lumbalis. Trauma pada medulla spinalis dapat
bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi ringan yang
terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang
menyebabkan transeksi lengkap dari medula spinalis dengan
quadriplegia.
Medulla Spinalis terdiri dari 31 segmen jaringan
saraf dan masing-masing memiliki sepasang saraf spinal
yang keluar dari kanalis vertebralis melalui voramina
intervertebralis (lubang pada tulang vertebra). Saraf-
Trauma Medula Spinalis| 13
saraf spinal diberi nama sesuai dengan foramina
intervertebralis tempat keluarnya saraf- saraf tersebut,
kecuali saraf servikal pertama yang keluar diantara tulang
oksipital dan vertebra servikal pertama. Dengan demikian,
terdapat 8 pasang saraf servikal, 12 pasang torakalis, 5
pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf skralis, dan 1
pasang saraf koksigeal.
Saraf spinal melekat pada permukaan lateral
medulla spinalis dengan perantaran dua radiks, radik
posteriol atau dorsal (sensorik) dan radik anterior atau
ventral (motorik). Radiks dorsal memperlihatkan
pembesaran, yaitu ganglion radiks dorsal yang terdiri dari
badan-badan sel neuron aferen atau neuron sensorik. Badan
sel seluruh neuron aferen medulla spinalis terdapat dapat
ganglia tersebut. Serabut-serabut radiks dorsal merupakan
tonjolan – tonjolan neuron sensorik yang membawa impuls
dari bagian perifer ke medulla spinalis. Badan sel neuron
motorik terdapat di dalam medulla spinalis dalam kolumna
anterior dan lateral substansia grisea. Aksonnya membentuk
serabut-serabut radiks ventral yang berjalan menuju ke
otot dan kelenjar. Kedua radiks keluar dari foramen
intervertebralis dan bersatu membentuk saraf spinal. Semua
saraf spinal merupakan saraf campuran, yaitu mengandung
serabut sensorik maupun serabut motorik.
Trauma Medula Spinalis| 14
Bagian dorsal saraf spinal mempersarafi otot
intrinsic punggung dan segmen-segmen tertentu dari kulit
yang melapisinya yang disebut dermatoma. Bagian ventral
merupakan bagian yang besar dan dan membentuk bagian utama
yang membentuk spinal. Otot-otot dan kulit leher, dada,
abdomen, dan ekstremitas dipersarafi oleh bagian ventral.
Pada semua saraf spinal kecuali bagian torakal, saraf-
saraf spinal bagian ini saling terjalin sehingga membentuk
jalinan saraf yang disebut Fleksus. Fleksus yang terbentuk
adalah fleksus servikalis, brakialis, lumbalis, sakralis
dan koksigealis. Keempat saraf servikal yang pertama (C1-C4)
membentuk fleksus servikalis yang mempersarafi leher dan bagian
belakang kepala. Salah satu cabang yang penting sekali
adalah saraf frenikus yang mempersarafi diagfragma.
Fleksus brakialis yang dibentuk dari C5-T1,
fleksus ini mempersarafi ekstremitras atas. Saraf torakal
(T3-T11) mempersarafi otot-otot abdomen bagian atas dan
kulit dada serta abdomen. Pleksus lumbalis berasal dari
segmen spinal T12-L4 mempersarafi otot-otot dan kulit
tubuh bagian bawah dan ekstremitas bawah. Pleksus sakralis
dari L4-S4, dan pleksus koksigealis dari S4 sampai saraf
koksigealis. Saraf utama dari pleksus ini adalah saraf
femoralis dan obturatorius. Saraf utama dari pleksus
Trauma Medula Spinalis| 15
sakralis adalah saraf iskiadikus, saraf terbesar dalam
tubuh. Saraf ini menembus bokong dan turun kebawah melalui
bagian belakang paha. Kulit dipersarafi oleh radiks dorsal
dari tiap saraf spinal, jadi dari satu segmen medulla
spinalis disebut dermatom. Otot-otot rangka juga mendapat
persarafan segmental dari radiks spinal ventral.
Sumsum tulang belakang terdapat di dalam ruas-ruas
tulang belakang (vertebrae) yang memanjang dari daerah
leher sampai pinggang. Vertebrae itu berfungsi melindungi
sumsum tulang belakang dari kerusakan.
Pada sumsum tulang belakang, materi kelabu
terletak di bagian dalam dan tersusun atas badan-badan
sel, sinapsis, serta sel-sel saraf konektor yang tidak
bermielin. Sel-sel saraf konektor tersebut mengirimkan
informasi dari sumsum tulang belakang ke serabut saraf
spinal, atau sebaliknya. Penampang melintang materi kelabu
pada sumsum tulang belakang berbentuk sepeti huruf H atau
sayap kupu-kupu. Sementara itu, materi putih yang terletak
di bagian luar tersusun atas serabut-serabut saraf (akson
bermielin). Akson bermielin itu mengirimkan informasi dari
sumsum tulang belakang menuju otak, atau sebaliknya.
Sumsum tulang belakang juga dilindungi oleh tiga
lapis membran (meninges). Di bagian tengah sumsum tulang
belakang, yaitu di antara membran dalam dan membran tengah
terdapat saluran tengah yang berisi cairan serebrospinal.
Cairan tersebut berfungsi memasok makanan bagi sumsum
tulang belakang dan berperan sebagai peredam kejut atau
pelindung dari goncangan. Sumsum tulang belakang
berhubungan dengan
1) Gerak refleks struktur tubuh di bawah leher
Trauma Medula Spinalis| 16
2) Menghantarkan rangsang sensori dari reseptor ke
otak
3) Membawa rangsang motor dari otak ke efektor.
Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang
berfungsi melindungi medula spinalis dan menunjang berat
kepala serta batang tubuh, yang diteruskannya ke lubang-
lubang paha dan tungkai bawah. Masing-masing tulang
dipisahkan oleh disitus intervertebralis.
A. Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut :
a. Vetebrata Thoracalis (atlas).
Vetebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak
memiliki corpus tetapi hanya berupa cincin
tulang. Vertebrata cervikalis kedua (axis) ini
memiliki dens, yang mirip dengan pasak.
Veterbrata cervitalis ketujuh disebut prominan
karena mempunyai prosesus spinasus paling
panjang.
b. Vertebrata Thoracalis.
Ukurannya semakin besar mulai dari atas
kebawah. Corpus berbentuk jantung, berjumlah 12
buah yang membentuk bagian belakang thorax.
c. Vertebrata Lumbalis.
Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif
dan berbentuk ginjal, berjumlah 5 buah yang
membentuk daerah pinggang, memiliki corpus
vertebra yang besar ukurnanya sehingga
pergerakannya lebih luas kearah fleksi.
d. Vertebrata Sacrum.
Trauma Medula Spinalis| 17
Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum
atau tulang kengkang dimana ke 5 vertebral ini
rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang
bayi.
e. Vertebrata Coccygis.
Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor
pada manusia, mengalami rudimenter.
Lengkung koluma vertebralis.kalau dilihat dari
samping maka kolumna vertebralis memperlihatkan empat
kurva atau lengkung antero-pesterior : lengkung vertikal
pada daerah leher melengkung kedepan daerah torakal
melengkung kebelakang, daerah lumbal kedepan dan daerah
pelvis melengkung kebelakang. Kedua lengkung yang
menghadap pasterior, yaitu torakal dan pelvis, disebut
promer karena mereka mempertahankan lengkung aslinya
kebelakang dari hidung tulang belakang, yaitu bentuk
(sewaktu janin dengna kepala membengkak ke bawah sampai
batas dada dan gelang panggul dimiringkan keatas kearah
depan badan. Kedua lengkung yang menghadap ke anterior
adalah sekunder → lengkung servikal berkembang ketika
kanak-kanak mengangkat kepalanya untuk melihat
sekelilingnya sambil menyelidiki, dan lengkung lumbal di
bentuk ketika ia merangkak, berdiri dan berjalan serta
mempertahankan tegak.
Fungsi dari kolumna vertebralis. Sebagai pendukung
badan yang kokoh dan sekaligus bekerja sebagai penyangga
kedengan prantaraan tulang rawan cakram intervertebralis
yang lengkungnya memberikan fleksibilitas dan memungkinkan
Trauma Medula Spinalis| 18
membonkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk
menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakkan berat
badan seperti waktu berlari dan meloncat, dan dengan
demikian otak dan sumsum belkang terlindung terhadap
goncangan. Disamping itu juga untuk memikul berat badan,
menyediakan permukaan untuk kartan otot dan membentuk
tapal batas pasterior yang kukuh untuk rongga-rongga badan
dan memberi kaitan pada iga.
1. Sistem saraf spinal (tulang belakang) berasal
dari arah dorsal, sehingga sifatnya sensorik.
Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang
belakang yang berjumlah 31 dibedakan menjadi:
a) 8 pasang saraf leher (saraf cervical)
( C1 sampai C8 )
Meliputi : Cerviks menunjukkan sekmen
T,L,S,Co
(1) Pleksus servikal berasal dari
ramus anterior saraf spinal C1 –
C4
(2) Pleksus brakial C5 – T1 / T2
mempersarafi anggota bagian atas,
Trauma Medula Spinalis| 19
saraf yang mempersarafi anggota
bawah L2 – S3.
b) 12 pasang saraf punggung (saraf thorax)
(T1 - T2 )
c) 5 pasang saraf pinggang (saraf lumbar) (
L1 - L5 )
d) 5 pasang saraf pinggul (saraf sacral)
( S1 - S5 )
e) 1 pasang saraf ekor (saraf coccyigeal).
Otot – otot representative dan segmen – segmen
spinal yang bersangkutan serta persarafannya:
Trauma Medula Spinalis| 20
1. Otot bisep lengan C5 – C6
2. Otot trisep C6 – C8
3. Ototbrakial C6 – C7
4. Otot intrinsic tangan C8 – T1
5. Susunan otot dada T1 – T8
6. Otot abdomen T6 – T12
7. Otot quadrisep paha L2 – L4
8. Otot gastrok nemius reflek untuk ektensi
kaki L5 – S2
Kemudian diantara beberapa saraf, ada yang menjadi
satu ikatan atau gabungan (pleksus) membentuk jaringan
urat saraf. Pleksus terbagi menjadi 3 macam, yaitu:
1) Plexus cervicalis (gabungan urat saraf
leher)
2) Plexus branchialis (gabungan urat saraf
lengan)
3) Plexus lumbo sakralis (gabungan urat
saraf punggung dan pinggang)
Korda jaringan saraf yang terbungkus dalam kolumna
vertebra yang memanjang dari medula batang otak sampai ke
area vertebra lumbal pertama disebut medula spinalis
A. Struktur umum medula spinalis
1. Medula spinalis berbentuk silinder berongga dan
agak pipih. Walaupun diameter medula spinalis
bervariasi, diameter struktur ini biasanya sekitar
ukuran jari kelingking. Panjang rata-rata 42 cm.
Trauma Medula Spinalis| 21
2. Dua pembesaran. Pembesaran lumbal dan serviks,
menandai sisi keluar saraf spinal besar yang
mensuplai lengan dan tungkai
3. 31 satu pasang saraf spinal keluar dari area urutan
korda melalui foramina intervertebral
4. Korda berakhir dibagian bawah vertebra lumbal
pertama atau kedua. Saraf spinal bagian bawah yang
keluar sebelum ujung korda mengarah ke bawah,
disebut korda ekuina, muncul dari kolumna spinlia
pada foramina intervertebral lumbal dan sakral yang
tepat.
a. Konus medularis (terminalis) adalah ujung kaudal
korda
b. Filum terminal adalah perpanjangan fibrosa
piameter yang melekat pada konus medularis ke
kolumna vertebra
5. Meningen (durameter, piameter, arakhnoid) yang
melapisi otak juga melapisi korda
6. Fisura Median Anterior (ventral) dalam fisura
posterior (dorsal) yang lebih dangkal menjalar di
sepanjang korda dan membaginya menjadi bagian kanan
dan kiri
Trauma Medula Spinalis| 22
B. Struktur Internal Medula Spinalis terdiri dari sebuah
inti substansi abu-abu yang diselubungi substansi
putih
1. Kanal sentral berukuran kecil dikelilingi substansi
abu-abu bentuknya seperti huruf H
2. Batang atas dan bawah huruf H disebut tanduk, atau
kolumna dan mengandung badan sel, dendrit asosiasi,
dan neuron eferen serta akson tidak termielinisasi
a. Tanduk abu-abu posterior (dorsal) adalah batang
ventrikel atas substansi abu-abu. Bagian ini
mengandung badan sel yang menerima sinyal
melaluisaraf spinal dari neuron sensorik
b. Tanduk abu-abu anterior (ventral) adalah batang
ventrikel bawah. Bagian ini mengandung neuron
motorik yang aksonnya mengirim impuls melalui
saraf spinal ke otot atau kelenjar
Trauma Medula Spinalis| 23
c. Tanduk lateral adalah protrusi diantara tanduk
posterior dan anterior pada area toraks dan
lumbal sistem saraf perifer. Bagian ini
mengandung badan sel neuron sistem SSO
d. Komisura abu-abu menghubungkan substansi abu-abu
disisi kiri dan kanan melalui medula spinalis
C. Setiap saraf spinal memiliki satu radiks dorsal atau
satu radiks ventral. Radiks dorsal terdiri dari
kelompok-kelompok serabut sensorik yang memasuki
korda. Radiks ventral adalah penghubung ventral dan
membawa serabut motorik ke korda
1. Setiap radiks yang memasuki atau meninggalkan korda
membentuk tujuh sampai sepuluh cabang radiks
2. Radiks dorsal dan ventral pada setiap sisi segmen
medula spinalis menyatu untuk membentuk saraf
spinal
3. Radiks dorsal ganglia adalah pembesaran radiks
dorsal yang mengandung sel neuron sensorik
Trauma Medula Spinalis| 24
D. Traktus spinal. Substansi putih korda yang terdiri
dari akson termielinisasi dibagi menjadi funikulus
anterior, posterior, lateral. Dalam funikulus
terdapat fasikulus atau traktus. Traktus diberi nama
sesuai dengan lokasi, asal dan tujuannya.
1. Traktus sensorik atau asenden membawa informasi
dari tubuh ke otak. Bagian penting traktus asenden
meliputi:
A. Fasikulus grasilis dan fasikulus kuneatus
a. Origo dan tujuan. Impuls dari sentuhan
reseptor peraba masuk ke medula spinalis
melalui radiks dorsal (neuron I). Akson
memasuki korda, berasenden untuk bersinaps
dengan nuklei grasilis dan kuneatus di medula
bagian bawah (neuron II). Akson menyilang ke
sisi yang berlawanan dan bersinaps dalam
Trauma Medula Spinalis| 25
talamus lateral (neuron III). Terminasinya
berada pada area somestetik korteks serebral
b. Fungsi. Traktus ini menyampaikan informasi
mengenai sentuhan, tekanan, vibrasi, dan
tendon otot
B. Traktus spinoserebelar ventral (anterior)
(berpasangan)
a. Origo dan tujuan. Impuls dari reseptor
kinestetik (kesadaran akan posisi tubuh) pada
otot dan tendon memauki medula spinalis
melalui radiks dorsal (neuron I) dan
bersinaps dalam tanduk posterior (neuron II).
Akson berasenden disisi yang sama atau
berlawanan dan berterminasi pada korteks
serebral
b. Fungsi, Traktus spinoserebelar ventral
membawa informasi mengenai gerakan dan posisi
keseluruhan anggota gerak
C. Traktus spinoserebelar dorsal (posterior)
a. Origo dan tujuan. Impuls dari traktus
spinoserebelar dorsal memiliki awal dan akhir
yang sama dengan impuls dari traktus
spinoserebelar ventral, walaupun demikian,
akson pada neuron II dalam tanduk posterior
Trauma Medula Spinalis| 26
bersenden disisi yang sama menuju korteks
serebral
b. Fungsi. Traktus spinoserebelar dorsal membawa
informasi mengenai propriosepsi bawah sadar
(kesadaran akan posisi tubuh, keseimbangan,
dan arah gerakan)
D. Traktus spinotalamik ventral (anterior)
a. Origo dan tujuan. Impuls dari reseptor taktil
pada kulit masuk ke medulla spinalis melalui
radiks dorsal (neuron I) dan bersinaps dalam
tanduk posterior disisi yang sama (neuron
II). Akson menyilang kesisi yang berlawanan
dan berasenden untuk bersinapsis dalam
talamus (neuron III). Akson berujung dalam
area somestetik korteks serebral
b. Fungsi. Traktus spinotalamik ventral membawa
informasi mengenai sentuhan, suhu dan nyeri
2. Traktus Motorik (Desenden) Mmebawa impuls motorik
dari otak ke medulla spinalis dan saraf spinal
menuju tubuh. Fungsi traktus motorik yang penting
meliputi:
A. Traktus kortikospinal lateral (piramidal)
a. Origo dan tujuan. Neuron I berasal dari area
motorik korteks serebral. Akosn berdesenden
Trauma Medula Spinalis| 27
ke medulla tempat sebagian besar serabut
berdekusasi dan terus memanjang sampai ke
tanduk posterior untuk bersinapsis langsung
atau melalui interneuron dengan neuron
motorik bagian bawah (neuron II) dalam
tanduk anterior. Akson berterminasi pada
lempeng ujung motorik otot rangka.
b. Fungsi. Traktus kortikospinal lateral
menghantar impuls untuk koordiasi dan
ketepatan gerakan volunter
B. Traktus kortikospinal (piramidal) ventral
(anterior)
a.Origo dan tujuan. Neuron I berasal dari
sel piramidal pada area motorik korteks
serebral dan berdesenden sampai ke medulla
spinalis. Disini akson menyilang ke sisi yang
berlawanan tepat sebelum bersinapsis, secara
langsung maupun melalui interneuron dengan
neuron II dalam tanduk anterior
b.Fungsi. Traktus kortikospinal ventral
memiliki fungsi yang sama dengan traktus
kortokospinal lateral. Traktus tersebut
menghantarkan impuls untuk koordinasi dan
ketepatan gerakan volunter.
C.Traktus ekstrapiramidal. Serabut dalam sistem
ini berasal dari pusat lain, misalnya nuklei
motorik dalam korteks serebral dan area
subkortikal di otak
Trauma Medula Spinalis| 28
a.Traktus retikulospinal berasal dari formasi
retikular (neuron I) dan berujung (neuron II)
pada sisi yang sama dineuron motorik bagian
bawah dalam tanduk anterior medula spinalis.
Impuls memberikan semacam pengaruh fasilitas
pada ekstensor tungkai dan fleksor lengan
serta memberikan suatu pengaruh inhibisi yang
berkaitan dengan postur dan tonus otot
b.Traktus vestilospinal lateral berasal dari
nukleus vestribular lateral dalam medulla
(neuron I) dan berdesenden pada sisi yang
sama untuk untuk berujung (neuron II) pada
tanduk anterior medulla spinalis. Impuls
mempertahankan tonus otot dalam aktivitas
refleks
c.Traktus vestibulospinal medial baerasal dari
nukleus vestibular medial dalam medula dan
menyilang ke sisi yang berlawanan untuk
berakhir pada tanduk anterior. Traktus ini
tidak berdesenden ke bawah area serviks.
Traktus ini berkaitan dengan pengendalian
otot-otot kepala dan leher
d.Traktus rubrospinal, yang berasal dari
nukleus merah otak tengah, traktus
olivospinal yang berasal dari olive inferior
medula dan traktus tektospinal yang berasal
dari bagian tektum otak tengah, juga termasuk
jenis traktus ekstrapiramidal yang
berhubungan dengan postur dan tonus otot.
Trauma Medula Spinalis| 29
Saraf Spinal. 31 pasang saraf spinal berawal dari
korda melalui radiks dorsal (posterior) dan ventral
(anterior). Pada bagian distal radiks dorsal ganglion,
dua radiks bergabung membentuk satu saraf spinal. Semua
saraf tersebut adalah saraf gabungan (motorik dan
sensorik), membawa informasi ke korda melalui neuron
aferen dan meninggalkan korda melalui neuron eferen.
1. Divisi. Setelah saraf spinal meninggalkan korda
melalui foramen intervertebral, saraf kemudian
bercabang menjadi 4 divisi
a. Cabang meningeal kecil masuk kembali ke medulla
spinalis melalui foramen sama yang digunakan saraf
untuk keluar dan mempersarafi meninges, pembuluh
darah medula spinalis dan ligamen vertebralis
b. Ramus dorsal (posterior) terdiri dari serabut yang
menyebar kearah posterior untuk mempersarafi otot
dan kulit pada bagian belakang kepala, leher, dan
pada trunkus di regia saraf spinal
c. Cabang ventral (anterior) terdiri dari serabut yang
mensuplai bagian anterior dan lateral pada trunkus
dan anggota gerak
d. Cabang viseral adalah bagian dari SSO. Cabang ini
memiliki ramus komunikans putih dan ramus
komunikans abu-abu yang membentuk hubungan abtara
medula spinalis dan ganglia pada trunkus simpatis
SSO
2. Pleksus adalah jaring-jaring serabut saraf yang
terbentuk dari ramus ventral seluruh saraf spinal,
Trauma Medula Spinalis| 30
kecuali T1 dan T11 , yang merupakan awal saraf
intercostae
a. Pleksus serviks terbentuk dari ramus ventral
keempat saraf serviks pertama- C1, C2, C3, C4- dan
sebagian C5. Saraf ini menginversi otot leher, dan
kulit kepala, leher serta dada. Saraf terpenting
yang berawal dari pleksus ini adalah saraf frenik
yang menginversi diagfragma
b. Pleksus brakhial terbentuk dari ramus ventral saraf
serviks C5, C6, C7, C8, dan saraf toraks pertama T1
dengan melibatkan C4 dan T2. Saraf dari pleksus
brakhial mensuplai lengan atas dan beberapa otot
pada leher dan bahu
c. Pleksus lumbal terbentuk dari ramus saraf lumbal
L1, L2, L3, L4 dengan bantuan T12. Saraf dari
pleksus ini menginversi kulit dan otot dinding
abdomen, paha dan genetalia eksternal. Saraf
terbesar adalah saraf femoral, yang mensuplai otot
fleksor paha dan kulit pada paha anterior, regia
panggul, dan tungkai bawah
d. Pleksus sakral terbentuk dari ramus ventral saraf
sakral S1, S2, dan S3, serta konstribusi dari L4,
L5, dan S4. Saraf dari pleksus ini menginversi
anggota gerak bawah, bokong, dan regia perineal,
saraf terbesar adalah saraf sklatik
e. Pleksus koksiks terbentuk dari ramus ventral S5
dan saraf spinal koksiks, dengan konstribusi dari
ramus S4. Pleksus ini merupakan awal saraf koksiks
yang mensupali regia koksiks.
Trauma Medula Spinalis| 31
Setiap saraf spinal keluar dari sumsum tulang
belakang dengan dua buah akar, yaitu akar depan (anterior)
dan akar belakang (posterior). Setiap akar anterior
dibentuk oleh beberapa benang akar yang meninggalkan
sumsum tulang belakang pada satu alur membujur dan teratur
dalam satu baris. Tempat alaur tersebut sesuai dengan
tempat tanduk depan terletak paling dekat di bawah
permukaan sumsum tulang belakang. Benang-benang akar dari
satu segmen berhimpun untuk membentuk satu akar depan.
Akar posterior pun terdiri atas benang-benang akar serupa,
yang mencapai sumsum tulang belakang pada satu alur di
permukaan belakang sumsum tulang belakang. Setiap akar
belakang mempunyai sebuah kumpulan sel saraf yang
dinamakan simpulsaraf spinal. Akar anterior dan posterior
bertaut satu sama lain membentuk saraf spinal yang
meninggalkan terusan tulang belakang melalui sebuah lubang
antar ruas tulang belakang dan kemudian segera bercabang
menjadi sebuah cabang belakang, cabang depan, dan cabang
penghubung.
Cabang-cabang belakang saraf spinal mempersarafi
otot-otot punggung sejati dan sebagian kecil kulit
punggung. Cabang-cabang depan mempersarafi semua otot
kerangka batang badan dan anggota-anggota gerak serta
kulit tubuh kecuali kulit punggung. Cabang-cabang depan
untuk persarafan lengan membentuk suatu anyaman (plexus),
yaitu anyaman lengan (plexus brachialis). Dari anyaman
Trauma Medula Spinalis| 32
inilah dilepaskan beberapa cabang pendek ke arah bahu dan
ketiak, dan beberapa cabang panjang untuk lengan dan
tangan. Demikian pula dibentuk oleh cabang-cabang depan
untuk anggota-anggota gerak bawah dan untuk panggul sebuah
anyaman yang disebut plexus lumbosakralis, yang juga
mengirimkan beberapa cabang pendek ke arah pangkal paha
dan bokong, serta beberapa cabang panjang untuk tungkai
atas dan tungkai bawah. Yang terbesar adalah saraf tulang
duduk. Saraf ini terletak di bidang posterior tulang paha.
Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula
ada medula ablongata, menjulur kearah kaudal melalu
foramen magnum dan berakhir diantara vertebra-lumbalis
pertama dan kedua. Disini medula spinalis meruncing
sebagai konus medularis, dna kemudian sebuah sambungan
tipis dasri pia meter yang disebut filum terminale, yang
menembus kantong durameter, bergerak menuju koksigis.
Sumsum tulang belakang yang berukuran panjang sekitar 45
cm ini, pada bagian depannya dibelah oleh figura anterior
yang dalam, sementara bagian belakang dibelah oleh sebuah
figura sempit.
Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan,
servikal dan lumbal. Dari penebalan ini, plexus-plexus
saraf bergerak guna melayani anggota badan atas dan bawah
Trauma Medula Spinalis| 33
dan plexus dari daerah thorax membentuk saraf-saraf
interkostalis.
Fungsi sumsum tulang belakang :
1) Organ sensorik : menerima impuls, misalnya
kulit.
2) Serabut saraf sensorik ; mengantarkan impuls-
impuls tersebut menuju sel-sel dalam ganglion
radix pasterior dan selanjutnya menuju
substansi kelabu pada karnu pasterior mendula
spinalis.
3) Sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut
saraf penghubung menghantarkan impuls-impuls
menuju karnu anterior medula spinalis.
4) Sel saraf motorik ; dalam karnu anterior medula
spinalis yang menerima dan mengalihkan impuls
tersebut melalui serabut sarag motorik.
5) Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena
dirangsang oleh impuls saraf motorik.
6) Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya
apabila terputus pada daerah torakal dan lumbal
mengakibatkan (pada daerah torakal) paralisis
beberapa otot interkostal, paralisis pada otot
abdomen dan otot-otot pada kedua anggota gerak
bawah, serta paralisis sfinker pada uretra dan
rektum.
B. Sendi Kolumna Vertebra
Trauma Medula Spinalis| 34
Sendi ini dibentuk oleh bantalan tulang rawan yang
diletakkan diantara setiap dua vertebra, dikuatkan oleh
ligamentum yang berjalan didepan dan dibelakang badan-
badan vertebra sepanjang kolumna vertebralis. Massa otot
disetiap sisi membantu kestabilan tulang belakang
sepenuhnya.
Diskus Intervetebralis atau cakram antar ruas
adalah bantalan tebal dari tulang rawan fibrosa yang
terdapat diantara badan vertebra yang dapat bergerak
C. Meningen Spinal
Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian
dari susunan saraf yang bersiaft non neural. Meningen
terdiri dari jarningan ikat berupa membran yang
menyelubungi seluruh permukaan otak, batang otak dan
medula spinalis. Meningen terdiri dari 3 lapisan, yaitu
Piamater, arakhnoid dan duramater.
Duramater yang merupakan lapisan yang kuat, Membran
fibrosa, Bersatu dengan filum terminale. Piamater berupa
lapisan tipis, kaya pembuluh darah, nyambung dengan medula
spinalis. Rongga antara periosteum dengan duramater
disebut dengan epidural yang merupakan area yang
mengandung banyak pembuluh darah dan lemak. Rongga antara
duramater dengan arachnoid disebut dengan subdural. Sub
dural tidak mengandung CSF. Rongga antara Arachnoid dan
Piamater disebut dengan Subarachnoid. Pada rongga ini
terdapat Cerebro Spinal Fluid, Pembuluh Darah dan akar-
akar syaraf
Piameter merupakan selaput tipis yang melekat pada
permukaan otak yang mengikuti setiap lekukan-lekukan pada
Trauma Medula Spinalis| 35
sulkus-sulkus dan fisura-fisura, juga melekat pada
permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal
sampai ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra.
Arakhnoid mempunyai banyak trabekula halus yang
berhubungan dengan piameter, tetapi tidak mengikuti setiap
lekukan otak.
Diantara arakhnoid dan piameter disebut ruang
subrakhnoid, yang berisi cairan serebrospinal dan
pembuluh-pembuluh darah. Karena arakhnoid tidak mengikuti
lekukanlekukan otak, maka di beberapa tempat ruang
subarakhnoid melebar yang disebut sisterna. Yang paling
besar adalah siterna magna, terletak diantara bagian
inferior serebelum danme oblongata. Lainnya adalah
sisterna pontis di permukaan ventral pons, sisterna
interpedunkularis di permukaan venttralmesensefalon,
sisterna siasmatis di depan lamina terminalis. Pada sudut
antara serebelum dan lamina quadrigemina terdapat sisterna
vena magna serebri. Sisterna ini berhubungan dengan
sisterna interpedunkularis melalui sisterna ambiens. Ruang
subarakhnoid spinal yang merupakan lanjutan dari sisterna
magna dan sisterna pontis merupakan selubung dari medula
spinalis sampai setinggi S2. Ruang subarakhnoid dibawah L2
dinamakan sakus atau teka lumbalis, tempat dimana cairan
serebrospinal diambil pada waktu pungsi lumbal.
1. Ruang Epidural
Trauma Medula Spinalis| 36
Diantara lapisan luar dura dan tulang tengkorak
terdapat jaringan ikat yang mengandung
kapiler-kapiler halus yang mengisi suatu
ruangan disebut ruang epidural
2. Ruang Subdural
Diantara lapisan dalam durameter dan arakhnoid
yang mengandung sedikit cairan, mengisi suatu
ruang disebut ruang subdural .
D. Cairan SerebroSpinal
Cairan serebrospinal yang berada di ruang
subarakhnoid merupakan salah satu proteksi untuk
melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap
trauma atau gangguan dari luar.
Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih
1700 ml, volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan
serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml) dan darah
sekitar 150 ml. 80% dari jaringan otak terdiri dari
cairan, baik ekstra sel maupun intra sel.
Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak
0,35 ml/menit atau 500 ml/hari, sedangkan total volume
cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Ini
merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan,
sirkulasi dan absorpsi. Untuk mempertahankan jumlah cairan
serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan
serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari. Perubahan
dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar
Trauma Medula Spinalis| 37
patologi suatu kelainan klinik. Pemeriksaan cairan
serebrospinal sangat membantu dalam mendiagnosa penyakit-
penyakit neurologi. Selain itu juga untuk evaluasi
pengobatan dan perjalanan penyakit, serta menentukan
prognosa penyakit. Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah
suatu tindakan yang aman, tidak mahal dan cepat untuk
menetapkan diagnosa, mengidentifikasi organism penyebab
serta dapat untuk melakukan test sensitivitas antibiotika.
E. Suplai Darah Medula Spinalis
Medula spinalis menerima darah melalui cabang-
cabang arteri vertebralis (arteri spinatis anterior dan
posterior serta cabang-cabangnya) dan dari pembuluh-
pembuluh segmental regional yang berasal dari aorta
torakalis dan abdominalis (arteri radikularis dan cabang-
cabangnya). Dari tempat percabangannya pada arteri
vertebralis disepanjang medula, arteri spinalis anterior
dan posterior akan berjalan menuju medula spinalis.
Medula spinalis mendapat dua suplai darah dari
dua sumber yaitu: 1) arteri Spinalis anterior yang
merupakan percabangan arteri vertebralis, 2) arteri
Spinalis posterior, yang juga merupakan percabangan arteri
vertebralis.
Antara arteri spinalis tersebut diatas terdapat
banyak anastomosis sehingga merupakan anyaman plexus yang
mengelilingi medulla spinalis dan disebut vasocorona. Vena
di dalam otak tidak berjalan bersama-sama arteri. Vena
jaringan otak bermuara di jalan vena yang terdapat pada
permukaan otak dan dasar otak. Dari anyaman plexus venosus
yang terdapat di dalam spatum subarachnoid darah vena
Trauma Medula Spinalis| 38
dialirkan kedalam sistem sinus venosus yang terdapat di
dalam durameter diantara lapisan periostum dan selaput
otak.
Arteri vertebralis dipercabangkan oleh arteri sub
clavia. Arteri ini berjalan ke kranial melalui foramen
transversus vertebrae ke enam sampai pertama kemudian
membelok ke lateral masuk ke dalam foramen transversus
magnum menuju cavum cranii. Arteri ini kemudian berjalan
ventral dari medula oblongata dorsal dari olivus, caudal
dari tepi caudal pons varolii. Arteri vertabralis kanan
dan kiri akan bersatu menjadi arteri basilaris yang
kemudian berjalan frontal untuk akhirnya bercabang menjadi
dua yaitu arteri cerebri posterior kanan dan kiri.
Daerah yang diperdarahi oleh arteri cerbri
posterior ini adalah facies convexa lobus temporalis
cortex cerebri mulai dari tepi bawah sampai setinggi
sulcus temporalis media, facies convexa
parietooccipitalis, facies medialis lobus occipitalis
cotex cerebri dan lobus temporalis cortex cerebri.
Anastomosis antara arteri-arteri cerebri berfungsi utnuk
menjaga agar aliran darah ke jaringan otak tetap terjaga
secara continue. Sistem carotis yang berasal dari arteri
carotis interna dengan sistem vertebrobasilaris yang
berasal dari arteri vertebralis, dihubungkan oleh circulus
arteriosus willisi membentuk Circle of willis yang
terdapat pada bagian dasar otak.
Trauma Medula Spinalis| 39
Selain itu terdapat anastomosis lain yaitu antara
arteri cerebri media dengan arteri cerebri anterior,
arteri cerebri media dengan arteri cerebri posterior.
F. Refleks Spinal
Refleks merupakan respon bawah sadar terhadap adanyasuatu stimulus internal ataupun eksternal untukmempertahankan keadaan seimbang dari tubuh. Refleks yangmelibatkan otot rangka disebut dengan refleks somatis danRefleks yang melibatkan otot polos, otot jantung ataukelenjar disebut refleks otonom atau visceral.
G. Konsep Refleks
Refleks merupakan kejadian involunter dan tidak
dapat dikendalikan oleh kemauan. Tindakan refleks
merupakan gerakan motorik involunter atau respons
sekretorik yang diperlihatkan jaringan terhadap stimulus
sensorik, seperti refleks menarik diri, bersin, batuk, dan
mengedip (Sue Hinchlift).
Secara fisiologis dengan ringkas dapat dijelaskan
bahwa suatu respons refleks terjadi bila suatu otot rangka
Trauma Medula Spinalis| 40
dengan persarafan untuk diregangkan, otot ini akan
kontraksi. Respons seperti ini disebut refleks regang.
Rangsangan yang membangkitkan refleks regang adalah
regangan pada otot, dan responsnya adalah kontraksi otot
yang diregangkan itu. Reseptor refleks ini adalah kumparan
otot (muscle spindle). Impuls yang tercetus oleh kumparan
otot dihantarkan ke SSP melalui serat saraf sensorik
penghantar cepat. Impuls kemudian diteruskan ke neuron-
neuron motorik yang mempersarafi otot yang teregang itu.
Neurotransmitter di sinaps pusat adalah glutamat.
Refleks-refleks regang merupakan refleks
monosinaptik yang paling banyak digunakan dalam
pemeriksaan neurologis, seperti pada ketukan di tendon
patella yang akan membangkitkan refleks patella, yaitu
refleks regang otot quadriseps femoris, akibat ketukan
pada tendon akan meregangkan otot. Kontraksi serupa akan
timbul bila otot quadriseps diregang secara manual
(Ganong, 1999).
Tahanan otot terhadap regangan kerap disebut tonus.
Bila neuron motorik ke suatu otot dipotong, otot itu
memberikan tahanan yang lemah dan disebut flaksid. Otot
yang hipertonik (spastik) adalah otot yang mempunyai
tahanan yang tinggi terhadap regangan karena adanya
refleks regang yang hiperaktif. Diantara keadaan flaksid
dan spastis terdapat area yang sering kali di salah
artikan sebagai area tonus normal. Otot umumnya hipotonik
bila pelepasan impuls eferennya rendah dan hipertonik bila
tinggi.
Temuan lain yang khas untuk keadaan peningkatan
impuls eferen adalah klonus. Tanda neurologis ini
Trauma Medula Spinalis| 41
merupakan peristiwa kontraksi otot yang teratur dan
berirama akibat regangan yang tiba-tiba dan bertahan.
Klonus pergelangan kaki merupakan contoh yang khas. Klonus
ini dimulai dengan dorsofleksi kaki yang cepat dan mantap,
dan reponsnya adalah plantarfleksi pergelangan kaki
berirama.
Suatu respons fleksor dapat ditimbulkan dengan
rangsangan di kulit atau dengan peregangan otot, tetapi
respons fleksor kuat yang disertai gerakan menarik diri
hanya dibangkitkan oleh suatu rangsang yang berbahaya.
Karena itu, rangsang ini disebut rangsang nosiseptif.
Respons menarik diri dari fleksi ekstremitas yang
dirangsang menjauhkan tungkai dari sumber iritasi dan
ekstensi ekstremtas yang menyangga tubuh. Refleks menarik
diri sangat kuat, refleks ini menguasai jaras-jaras spinal
sehingga membatalkan semua kegiatan refleks lain yang
terjadi pada saat yang bersamaan (Price, 1995).
H. Saraf spinal
Saraf spinal pada manusia dewasa memiliki panjang
sekitar 45 cm dan lebar 14 mm. Pada bagian permukaan
dorsal dari saraf spinal, terdapat alur yang dangkal
secara longitudinal di bagian medial posterior berupa
sulkus dan bagian yang dalam dari anterior berupa fisura.
Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan
saraf dan masing-masing memiliki sepasang saraf spinal
yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramen
intervertebra (lubang pada tulang vertebra). Saraf-saraf
spinal diberi nama sesuai dengan foramen intervertebra
tempat keluarnya saraf-saraf tersebut, kecuali saraf
Trauma Medula Spinalis| 42
servikal pertama yang keluar di antara tulang oksipital
dan vertebra servikal pertama
Tiga puluh satu pasang saraf spinal keluar dari
medula apinalis dan kemudian dari kolumna vertabalis
melalui celah sempit antara ruas-ruas tulang vertebra.
Celah tersebut dinamakan foramina intervertebrelia.
Seluruh saraf spinal merupakan saraf campuran karena
mengandung serat-serat eferen yang membawa impuls baik
sensorik maupun motorik. Mendekati medula spinalis, serat-
serat eferen memisahkan diri dari serat–serat eferen.
Serat eferen masuk ke medula spinalis membentuk akar
belakang (radix dorsalis), sedangkan serat eferen keluar
dari medula spinalis membentuk akar depan (radix
ventralis). Setiap segmen medula spinalis memiliki
sepasang saraf spinal, kanan dan kiri. Sehingga dengan
demikian terdapat 8 pasang saraf spinal servikal, 12
pasang saraf spinal torakal, 5 pasang saraf spinal lumbal,
5 pasang saraf spinal sakral dan satu pasang saraf spinal
koksigeal. Untuk kelangsungan fungsi integrasi, terdapat
neuron-neuron penghubung disebut interneuron yang tersusun
sangat bervariasi mulai dari yang sederhana satu
interneuron sampai yang sangat kompleks banyak
interneuron. Dalam menyelenggarakan fungsinya, tiap saraf
spinal melayani suatu segmen tertentu pada kulit, yang
disebut dermatom. Hal ini hanya untuk fungsi sensorik.
Dengan demikian gangguan sensorik pada dermatom tertentu
dapat memberikan gambaran letak kerusakan.
Adapun ke 31 nervus spinalis, yaitu:
Trauma Medula Spinalis| 43
1. Nervus hipoglossus : Nervus yang mempersarafi
lidah dan sekitarnya.
2. Nervus occipitalis minor : Nervus yang
mempersarafi bagian otak belakang dalam
trungkusnya.
3. Nervus thoracicus : Nervus yang mempersarafi
otot serratus anterior.
4. Nervus radialis: Nervus yang mempersyarafi otot
lengan bawah bagian posterior, mempersarafi otot
triceps brachii, otot anconeus, otot
brachioradialis dan otot ekstensor lengan bawah
dan mempersarafi kulit bagian posterior lengan
atas dan lengan bawah. Merupakan saraf terbesar
dari plexus.
5. Nervus thoracicus longus: Nervus yang
mempersarafi otot subclavius, Nervus thoracicus
longus. berasal dari ramus C5, C6, dan C7,
mempersarafi otot serratus anterior.
6. Nervus thoracodorsalis: Nervus yang mempersarafi
otot deltoideus dan otot trapezius, otot
latissimus dorsi.
7. Nervus axillaris: Nervus ini bersandar pada
collum chirurgicum humeri.
8. Nervus subciavius: Nervus subclavius berasal
dari ramus C5 dan C6, mempersarafi otot
subclavius..
9. Nervus supcapulari: Nervus ini bersal dari ramus
C5, mempersarafi otot rhomboideus major dan
minor serta otot levator scapulae,
Trauma Medula Spinalis| 44
10. Nervus supracaplaris: Berasal dari trunkus
superior, mempersarafi otot supraspinatus dan
infraspinatus.
11. Nervusphrenicus: Nervus phrenicus mempersyarafi
diafragma.
12. Nervus intercostalis
13. Nervus intercostobrachialis: Mempersyarafi
kelenjar getah bening.
14. Nervus cutaneus brachii medialis: Nervus ini
mempersarafi kulit sisi medial lengan atas.
15. Nervus cutaneus antebrachii medialis:
Mempersarafi kulit sisi medial lengan bawah.
16. Nervus ulnaris: Mempersarafi satu setengah otot
fleksor lengan bawah dan otot-otot kecil tangan,
dan kulit tangan di sebelah medial.
17. Nervus medianus: Memberikan cabang C5, C6, C7
untuk nervus medianus.
18. Nervus musculocutaneus: Berasal dari C5 dan C6,
mempersarafi otot coracobrachialis, otot
brachialis, dan otot biceps brachii. Selanjutnya
cabang ini akan menjadi nervus cutaneus
lateralis dari lengan atas.
19. Nervusdorsalis scapulae: Nervus dorsalis
scapulae bersal dari ramus C5, mempersarafi otot
rhomboideus.
20. Nervus transverses colli
21. Nervus nuricularis: Nervus auricularis posterior
berjalan berdekatan menuju foramen,
Letakanatomisnya: sebelah atas dengan lamina
terminalis,
Trauma Medula Spinalis| 45
22. NervusSubcostalis: Mempersarafi sistem kerja
ginjal dan letaknya.
23. Nervus Iliochypogastricus: Nervus
iliohypogastricusberpusat pada medulla spinalis.
24. Nervus Iliongnalis: Nervus yang mempersyarafi
system genetal, atau kelamin manusia.
25. NervusGenitofemularis: Nervus genitofemoralis
berpusat pada medulla spinalis L1-2, berjalan ke
caudal, menembus m. Psoas major setinggi
vertebra lumbalis ¾.
26. Nervus Cutaneus Femoris Lateralis: Mempersyarafi
tungkai atas, bagian lateral tungkai bawah,
serta bagian lateral kaki.
27. NervusFemoralis: Nervus yang mempersyarafi
daerah paha dan otot paha.
28. NervusGluteus Superior: Nervus gluteus superior
(L4, 5, dan paha, walaupun sering dijumpai
percabangan dengan letak yang lebih tinggi.
29. Nervus Ischiadicus: Nervus yang mempersyarafi
pangkal paha
30. NervusCutaneus Femoris Inferior: Nervus yang
mempersyarafi bagian (s2 dan s3) pada bagian
lengan bawah.
31. Nervus Pudendus: Letak nervus pudendus
berdekatan dengan ujung spina ischiadica. Nervus
pudendus, Nervus pudendus menyarafi otot levator
ani, dan otot perineum(ke kiri / kanan ),
sedangkan letak kepalanya dibuat sedikit lebih
rendah.
Trauma Medula Spinalis| 46
Tabel no. 2. Tabel Sistem saraf medulla spinalis
Jumlah Medula spinalis
daerah
Menuju
7 pasang Servix Kulit kepala, leher dan
otot tangan, membentuk
daerah tengkuk.12 pasang Punggung/toraks Organ-organ dalam,
membentuk bagian
belakang torax atau
dada.5 pasang Lumbal/pinggang Paha, membentuk daerah
lumbal atau pinggang.5 pasang Sakral/
kelangkang
Otot betis, kaki dan jari
kaki, membentuk os sakrum
(tulang kelangkang).1 pasang Koksigeal Sekitar tulang ekor,
membentuk tulang
koksigeus (tulang
tungging)(Sumber: Sistem Saraf I « Andienchandra’s Blog.htm)
Bila sumsum tulang belakang ini mengalami cidera
ditempat tertentu, maka akan mempengaruhi sistem saraf
disekitarnya, bahkan bisa menyebabkan kelumpuhan di area
bagian bawah tubuh, seperti anggota gerak bawah (kaki).
Trauma Medula Spinalis| 47
Secara fungsi, sumsum tulang belakang bekerja secara
sadar dan tak sadar (saraf otonom). Sumsum tulang belakang
yang bekerja secara sadar di atur oleh otak sedangkan
sistem saraf tidak sadar (saraf otonom) mengontrol
aktivitas yang tidak diatur oleh kerja otak seperti denyut
jantung, sistem pencernaan, sekresi keringat, gerak
peristaltic usus, dan lain-lain.
Trauma Medula Spinalis| 48
Fungsi sumsum tulang belakang yang utama adalah sebagai
berikut.
1. Menghubungkan sistem saraf tepi ke otak. Informasi
melalui neuron sensori ditransmisikan dengan bantuan
interneuron (impuls saraf dari dan ke otak).
2. Memungkinan jalan terpendek dari gerak refleks.
Sehingga sumsum tulang belakang juga biasa disebut
saraf refleks.
3. Mengurusi persarafan tubuh, anggota badan dan kepala
Trauma Medula Spinalis| 49
2.3 Penyebab atau Etiologi dan FaktorResiko trauma Medula Spinalis
Cedera Medula Spinalis disebapkan oleh trauma langsung
yang mengenai tulang belakang dimana trauma tersebut
melampaui batas kemampuan tulang belakang dalam melindungi
saraf-saraf di dalamnya
Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah
tulang belakang dan terbanyak mengenai daerah servikal dan
lumbal.cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi,
kompressi, atau rotasi tulang belakang.didaerah torakal
tidak banyak terjadi karena terlindung dengan struktur
toraks.
Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana,
kompressi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan kerusakan
pada sumsum tulanmg belakang dapat beruypa memar,
contusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa
Trauma Medula Spinalis| 50
gangguan peredaran darah, atau perdarahan.Kelainan
sekunder pada sumsum belakang dapat doisebabkan
hipoksemia dana iskemia.iskamia disebabkan hipotensi,
oedema, atau kompressi.
Perlu disadar bahwa kerusakan pada sumsum belakang
merupakan kerusakan yang permanen karena tidak akan
terjadi regenerasi dari jaringan saraf. Pada fase awal
setelah trauma tidak dapat dipastikan apakah gangguan
fungsi disebabkan oleh kerusakan sebenarnya dari
jaringan saraf atau disebabkan oleh tekanan, memar, atau
oedema.
A. Etiologi cedera spinal adalah:
1. Trauma misalnya kecelakaan lalu lintas,
terjatuh, kegiatan olah raga, luka tusuk atau
luka tembak.
2. Non trauma seperti spondilitis servikal dengan
myelopati, myelitis, osteoporosis, tumor.
Menurut Arif muttaqin (2005, hal. 98) penyebab dari
cedera medula spinalis adalah
1. Kecelakaan dijalan raya (penyebab paling
sering).
2. Olahraga
3. Menyelan pada air yang dangkal
4. Kecelakaan lain, seperti jatuh dari
pohon atau bangunan
5. Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)
6. Kejatuhan benda keras
7. Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil
atau kondisi patologis yang menimbulkan
Trauma Medula Spinalis| 51
penyakit tulang atau melemahnya tulang.
(Harsono, 2000).
8. Luka tembak atau luka tikam
9. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera
medulla spinalis slompai, yang seperti
spondiliosis servikal dengan mielopati, yang
menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan
cedera progresif terhadap medulla spinalis dan
akar mielitis akibat proses inflamasi infeksi
maupun non infeksi osteoporosis yang disebabkan
oleh fraktur kompresi pada vertebra, singmelia,
tumor infiltrasi maupun kompresi, dan penyakit
vascular.
10.Keganasan yang menyebabkan fraktur patologik
11.Infeksi
12.Osteoporosis
13.Mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan saat
mengendarai mobil atau sepeda motor.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi trauma medulla
spinalis
1. Usia
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria
di bandingkan pada wanita karena olahraga,
pekerjaan, dan kecelakaan bermotor.
2. Jenis Kelamin
Belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan
pria karena faktor osteoporosis yang di
Trauma Medula Spinalis| 52
asosiasikan dengan perubahan hormonal
(menopause).
3. Status Nutrisi
2.4 PatofisiologiTulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat
menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi
traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi
karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak
langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada
medulla spinalis disebut “whiplash”/trauma indirek.
Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi
berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan
mendadak.Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang
bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah misal; pada
waktu duduk dikendaraan yang sedang cepat berjalan
kemudian berhenti secara mendadak. Atau pada waktu terjun
dari jarak tinggi, menyelam dan masuk air yang dapat
mengakibatkan paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa
hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan vertical (terutama
pada T.12 sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami
medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap.
Akibat trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis
dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio medulla
spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam beberapa
hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema,
perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh
darah. Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap,
secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi
Trauma Medula Spinalis| 53
lesi, contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu
di medulla spinalis.
Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat
trauma tulang belakang secara langsung karena tertutup
atau peluru yang dapat mematahkan / menggeserkan ruas
tulang belakang (fraktur dan dislokasi). Lesi transversa
medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena
(segmentransversa, hemitransversa, kuadran transversa).
hematomielia adalah perdarahan dalam medulla spinalis yang
berbentuk lonjong dan bertempat di substansia grisea.
Trauma ini bersifat “whiplash “yaitu jatuh dari jarak
tinggi dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk,
terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio. Kompresi
medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla
spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis
vertebralis.
Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh
hematoma ekstra meduler traumatic dan dapat juga tertekan
oleh kepingan tulang yang patah yang terselip diantara
duramater dan kolumna vertebralis. Gejala yang didapat
sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat
tumor, kista dan abses didalam kanalis vertebralis
Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap
radiks saraf spinalis dapat tertarik dan mengalami
jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks columna 5-7 dapat
mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah
nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran
tersebut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis
Trauma Medula Spinalis| 54
traumatik yang reversible. Jika radiks terputus akibat
trauma tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan
motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya
arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan
menimbulkan defisit sensorik motorik pada dermatoma dan
miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema anastomosis
anterial anterior spinal.
Kerusakan medula spinalis berkisar dari komosio
sementara (dimana pasien sembuh sempurna) sampai kontusio,
laserasi dan kompresi substansi medula (baik salah satu
maupun kombinasi). Sampai transeksi lengkap medula (yang
membuat pasien paralisis dibawah tingkat cidera).
Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis, darah
dapat merembes ke extradural subdural atau daerah
subarahnoid pada kanal spinal. Segera Setelah terjadi
kontusio atau robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf
mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke substansia
griseria medula spinalis menjadi terganggu tidak hanya
hal ini saja yang terjadi pada cidera pembuluh darah
medula spinalis, tetapi proses patogenik dianggap
menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera medula
spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian
yang menimbulkan iskemia, hipoksia, edema dan lesi-lesi
hemoragi, yang pada gilirannya mengakibatkan keruskan
mielin dan akson.
Trauma Medula Spinalis| 55
Reaksi sekunder ini, diyakini penyebab prinsip
desenerasi medula spinalis pada tingkat cidera, sekarang
dianggap reversibel 4 sampai 6 jam setelah cidera. Untuk
itu jika kerusakan medula tidak dapat diperbaiki, maka
beberapa metode mengawali pengobatan dengan menggunakan
kortikosteroid dan obat-obat anti inflamasi lainnya yang
dibutuhkan untuk mencegah kerusakan sebagian dari
perkembangannya, masuk ke dalam kerusakan total dan
menetap
Akibat suatu trauma mengenai vertebrata mengakibatkan
patah tulang belakang. Paling banyak servikalis, lumbalis.
Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana kompresi
dislokasia, sedangkan pada sumsum tulang belakang dapat
berupa memar / kontusio laserasi dengan / tanpa
perdarahan. Blok syaraf simpatis pelepasan mediator kimia
iskemia, dan hipoksemia, syok spinal, gangguan fungsi
kandung kemih. Lokasi cedera medula spinalis umumnya
mengenai C1 dan C2,C4,C6, dan T11 atau L2. Trauma medulla
spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5
1. Lesi L1: Kehilangan sensorik yaitu sama menyebar
sampai lipat paha dan bagian dari bokong.
2. Lesi L2: Ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3
atas dari anterior paha.
3. Lesi L3: Ekstremitas bagian bawah.
4. Lesi L4: Ekstremitas bagian bawah kecuali
anterior paha.
5. Lesi L5: Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.
Mekanisme utama terjadinya cedera vertebra adalah
karena hiperekstensi, hiperfleksi, trauma kompresi
Trauma Medula Spinalis| 56
vertikal dan rotasi, bisa sendiri atau kombinasi. Cedera
karena hiperekstensi paling umum terjadi pada area
cervikal dan kerusakan terjadi akibat kekuatan akselerasi
– deselerasi. Cedera akibat hiperfleksi terjadi akibat
regangan atau tarikan yang berlebihan, kompresi dan
perubahan bentuk dari medula spinalis secara tiba – tiba.
Kerusakan medula spinalis terjadi akibat kompresi
tulang, herniasi disk, hematoma, edema, regangan jaringa
saraf dan gangguan sirkulasi pada spinal. Adanya
perdarahan akibat trauma dari gray sampai white matter
menurunkan perfusi vaskuler dan menurunkan kadar oksigen
dan menyebabkan iskemia pada daerah cedera. Keadaan
tersebut lebih lanjut mengakibatkan edema sel dan jaringan
menjadi nekrosis. Sirkulasi dalam white matter akan
kembali menjadi normal kurang lenih 24 jam. Perubahan
kimia dan metabolisme yang terjadi adalah meningkatnya
asam laktat dalam jaringan dan menurunnya kadar oksigen
secara cepat 30 enit setelah trauma, meningkatnya
konsentrasi norephineprine. Meningkatnya norephineprine
disebabkan karena efek sikemia, ruptur vaskuler atau
nekrosis jaringan saraf.
Trauma medula spinalis dapat menimbulkan renjatan
spinal (spinal shock) yaitu terjadi jika kerusakan secara
Trauma Medula Spinalis| 57
tranversal sehingga mengakibatkan pemotongan komplit
rangsangan. Pemotongan komplit rangsangan menimbulkan
semua fungsi reflektorik pada semua segmen di bawah garis
kerusakan akan hilang. Fase renjatan ini berlangsung
beberpa minggu sampai beberapa bulan (3 – 6 minggu).
Trauma pada daerah leher dapat bermanifestasi pada
kerusakan struktur kolumna vertebra, kompresi diskus,
sobeknya ligamentum servikalis, dan kompresi medula
spinalis pada setiap sisinya dapat menekan spinal dan
bermanifestasi pada kompresi radiks, dan distribusi saraf
sesuai segmen dari tulang belakang servikal.
TABEL Kondisi Patologis Saraf Spinal Akibat Cedera
Batas Cedera Fungsi yang HilangC1 –C 4 Hilangnya fungsi motorik dan sensorik
leher ke bawah. Paralisis pernafasan,
tidak terkontrolnya bowel dan blader.C5 Hilangnya fungsi motorik dari atas
bahu ke bawah. Hilangnya sensasi di
bawah klavikula. Tidak terkontrolnya
bowel dan blader.C6 Hilangnya fungsi motorik di bawah
batas bahu dan lengan. Sensasi lebih
banyak pada lengan dan jempol.
C7 Fungsi motorik yang kurang sempurna
pada bahu, siku, pergelangan dan
bagian dari lengan. Sensasi lebih
banyak pada lengan dan tangan
dibandingkan pada C6. Yang lain
mengalami fungsi yang sama dengan C5.
Trauma Medula Spinalis| 58
C8 Mampu mengontrol lengan tetapi
beberapa hari lengan mengalami
kelemahan. Hilangnya sensai di bawah
dada.T1-T6 Hilangnya kemampuan motorik dan
sensorik di bawah dada tengah.
Kemungkinan beberapa otot interkosta
mengalami kerusakan. Hilangnya
kontrol bowel dan blader.T6 – T12 Hilangnya kemampuan motorik dan
sensasi di bawah pinggang. Fungsi
pernafasan sempurna tetapi hilangnya
fngsi bowel dan blader.L1 – L3 Hilannya fungsi motorik dari plevis
dan tungkai. Hilangnya sensasi dari
abdomen bagian bawah dan tungkai.
Tidak terkontrolnya bowel dan blader.L4 – S1 Hilangnya bebrapa fungsi motorik pada
pangkal paha, lutut dan kaki. Tidak
terkontrolnya bowel dan blader.S2 – S4 Hilangnya fungsi motorik ankle
plantar fleksor. Hilangnya sensai
pada tungkai dan perineum. Pada
keadaan awal terjadi gangguan bowel
dan blader.
Trauma pada servikal bisa menyebabkan cedera spinal
stabil dan tidak stabil. Cedera stabil adalah cedera yang
komponen vertebralnya tidak akan tergeser oleh gerakan
normal sehingga sumsum tulang yang tidak rusak dan
Trauma Medula Spinalis| 59
biasanya resikonya lebih rendah. Cedera tidak stabil
adalah cedera yang dapat mengalami pergeseran lebih jauh
dimana terjadi perubahan struktur dari oseoligamentosa
posterior (pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang
posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa),
komponen pertengahan (sepertiga bagian posterior badan
vertebral, bagian posterior dari diskus intervertebralis
dan ligamen longitudinal posterior), dan kolumna anterior
(dua-pertiga bagian anterior korpus vertebra, bagian
anterior diskus intervertebralis, dan ligamen longitudinal
anterior).
Pada cedera hiperekstensi servikal, pukulan pada muka
atau dahi akan memaksa kepala kebelakang dan tak ada yang
menyangga oksiput hingga kepala itu membentur bagian atas
punggung. Ligamen anterior dan diskus dapat rusak atau
arkus saraf mungkin mengalami kerusakan.
Pada cedera fleksi akan meremukan badan vertebra
menjadi baji; ini adalah cedera yang stabil dan merupakan
tipe fraktur vertebral yang paling sering ditemukan. Jika
ligamen posterior tersobek, cedera bersifat tak stabil dan
badan vertebra bagian atas dapat miring ke depan diatas
badan vertebra dibawahnya.
Cedera vertebra torako-lumbal bisa disebabkan oleh
trauma langsung pada torakal atau bersifat patologis
seperti pada kondisi osteoporosis yang akan mengalami
fraktur kompresi akibat keruntuhan tulang belakang.
Fraktur kompresi dan fraktur dislokasi biasanya stabil.
Tetapi, kanalis spinalis pada segmen torakalis relatif
sempit, sehingga kerusakan korda sering ditemukan dengan
adanya manifestasi defisit neurologis.
Trauma Medula Spinalis| 60
Kompresi vertikal (aksial); suatu trauma vertikal yang
secara langsung mengenai vertebra yang akan menyebabkan
kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahkan
permukaan serta badan vertebra secara vertikal. Material
diskus akan masuk dalam badan vertebra dan menyebabkan
vertebra menjadi pecah (burst). Pada kondisi ini terjadi
Burst Fracture, kerusakan pada badan tulang belakang dan
medula spinalis secara klinis akan lebih parah di mana
apabila ligamen posterior sobek maka akan terjadi fraktur
spinal tidak stabil.
Akibat kecelakaan, terpeleset, terjatuh dari motor,
jatuh dari ketinggian dalam posisi berdiri menyebabkan
cedera pada kolumna vertebra dan medulla spinalis yang
dapat menyebabkan gangguan pada beberapa system,
diantaranya :
1) Kerusakan jalur simpatetik desending yang
mengakibatkan terputusnya jaringan saraf medulla
spinalis, karena jaringan saraf ini terputus maka
akan menimbulkan paralisis dan paraplegi pada
ekstremitas.
2) Dari cedera tersebut akan menimbulkan perdarahan
makroskopis yang akan menimbulkan reaksi
peradangan, dari reaksi peradangan tersebut akan
melepaskan mediator kimiawi yang menyebabkan
timbulnya nyeri hebat dan akut, nyeri yang timbul
berkepanjangan mengakibatkan syok spinal yang
apabila berkepanjangan dapat menurunkan tingkat
kesadaran. Reaksi peradangan tersebut juga
menimbulkan juga menyebabkan edema yang dapat
Trauma Medula Spinalis| 61
menekan jaringan sekitar sehingga aliran darah
dan oksigen ke jaringan tersebut menjadi
terhambat dan mengalami hipoksia jaringan. Reaksi
anastetik yang ditimbulkan dari reaksi peradangan
tersebut juga menimbulkan kerusakan pada system
eliminasi urine.
3) Blok pada saraf simpatis juga dapat diakibatkan
dari cedera tulang belakang yang menyebabkan
kelumpuhan otot pernapasan sehinggan pemasukan
oksigen ke dalam tubuh akan menurun, dengan
menurunnya kadar oksigen ke dalam tubuh akan
mengakibatkan tubuh berkompensasi dengan
meningkatkan frekuensi pernapasan sehingga timbul
sesak.
Hiperekstensi. Jenis cedera ini umumnya mengenai klien
dengan usia dewasa yang memiliki perubahan degenerative
vertebra,usia muda yang mendapat kecelakaan lalu lintas
saat mengendarai kendaraan, dan usia muda yang mengalami
cedera leher saat menyelam.Jenis cedera ini menyebabkan
medulla spinalis bertentangan dengan ligamentum flava dan
mengakibatkan kontusio kolom dan dislokasi
vertebra.Transeksi lengkap dan medulla spinalis dapat
mengikuti cedera hiperekstensi.Lesi lengkap dari medulla
spinalis mengakibatkan kehilangan pergerakan volunter
menurun pada daerah lesi dan kehilangan fungsi reflex pada
isolasi bagian medulla spinalis.
Kompresi. Cedera kompresi sering disebabkan karena
jatuh atau melompat dari ketinggian dengan posisi kaki
atau bokong (duduk). Tekanan mengakibatkan fraktur
Trauma Medula Spinalis| 62
vertebra dan menekan medulla spinalis .Diskus dan fragmen
tulang dapat masuk ke medulla spinalis .Lumbal dan toraks
vertebra umumnya akan mengalami cedera serta menyebabkan
edema dan perdarahan. Edema pada medulla spinalis
mengakibatkan kehilangan fungsi sensasi.
Trauma pada medula spinalis dapat bermanifestasi pada
kerusakan struktur kolumna vertebra, kompresi diskus,
sobeknya ligamentum servikalis, torakalis, lumbal dan
sakral, serta kompresi medula spinalis pada setiap sisinya
yang dapat bermanifestasi pada kompresi radiks dan
distribusi saraf sesuai segmen dari tulang belakang.
Trauma pada medula spinalis bisa menyebabkan cedera
spinal stabil maupun tidak stabil. Cedera stabil adalah
cedera yang komponen vertebralnya tidak akan tergeser oleh
gerakan normal sehingga sumsum tulang tidak rusak dan
risikonya lebih rendah.
Cedera tidak stabil adalah cedera yang dapat mengalami
pergeseran lebih jauh dimana terjadi perubahan struktur
dari oseoligamentosa posterior (pedikulus, sendi-sendi
permukaan, komponen pertengahan dan kolumna anterior.
Fleksi-rotasi, dislokasi, dislokasi fraktur, umumnya
mengenai servikal pada C5 dan C6. Jika mengenai spina
torakalumbar, terjadi pada T12-L1. Fraktur lumbar adalah
fraktur yang terjadi pada daerah tulang belakng bagian
bawah. Bentuk cedera ini mengenai ligamen, fraktur
vertebra, kerusakan pembuluh darah, dan mengakibatkan
iskemia pada medulla spinalis.
1.5 Mekanisme Terjadinya Cedera Medulla Spinalis
Trauma Medula Spinalis| 63
1.Fleksi
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan
sedikit kompresi pada vertebra. Vertebra mengalami tekanan
berbentuk remuk yang dapat menyebabkan kerusakan atau
tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila terdapat
kerusakan ligamen posterior, maka fraktur bersifat tidak
stabil dan dapat terjadi subluksasi
2.Fleksi dan rotasi
Trauma jenis ini merupakan suatu trauma fleksi yang
bersama-sama dengan rotasi. Terdapat strain dari ligamen
dan kapsul, juga ditemukan fraktur faset. Pada keadaan ini
terjadi pergerakan kedepan/dislokasi vertebra di atasnya.
Semua fraktur dislokasi bersifat tidak stabil.
3.Kompresi Vertikal (aksial)
Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai
vertebra yang akan menyebabkan kompresi aksial. Nukleus
pulposus akan memecahkan permukaan serta badan vertebra
secara vertikal. Material diskus akan masuk dalam badan
vertebra dan menyebabkan vertebra menjadi rekah (pecah).
Pada trauma ini elemen posterior masih intak sehingga
fraktur yang terjadi bersifat stabil
4.Hiperekstensi atau retrofleksi
Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi
kombinasi distraksi dan ekstensi. Keadaan ini sering
ditemukan pada vertebra servikal dan jarang pada vertebra
Trauma Medula Spinalis| 64
torako-lumbalis. Ligamen anterior dan diskus dapat
mengalami kerusakan atau terjadi fraktur pada arkus
neuralis. Fraktur ini biasanya bersifat stabil.
5.Fleksi lateral
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan
fleksi lateral akan menyebabkan fraktur pada komponen
lateral, yaitu pedikel, foramen vertebra, dan sendi faset.
6.Fraktur dislokasi
Suatu trauma yang menyebabkan terjadinya fraktur
tulang belakang dan terjadi dislokasi pada ruas tulang
belakang
Berikut ini adalah mekanisme cedera tumpul spinal
menurut Campbell (2004 ; 131) :
1. Hiperektensi
Kepala dan leher bergerak ke belakang / hiperektensi
secara berlebihan.
2. Hiperfleksi
Trauma Medula Spinalis| 65
Ke pala di atas dada bergerak ke depan / heperfleksi
dengan berlebihan.
3. Kompresi
Bobot tubuh dari kepala hingga pelvis mengakibatkan
penekanan pada leher atau batang tubuh.
4. Rotasi
Rotasi yang berlebih dari batang tubuh atau kepala
dan leher sehingga terjadi pergerakan berlawanan arah
dari kolumna spinalis.
5. Penekanan ke samping
Pergerakan ke samping yang berlebih menyebabkan
pergeseran dari kolumna spinalis.
6. Distraksi
Peregangan yang berlebihan dan kolumna spinalis dan
spinal cord.
Faktor yang membedakan cedera medulla
spinalis dengan cedera kranio serebral adalah:
1.Konsentrasi yang tinggi dari traktus dan
pusat saraf yang
penting dalam suatu struktur yang diameternya
relative kecil.
2.Posisi medulla spinalis dalam kolumna vertebralis
3.Adanya osteofit
4.Fariasi suplai pembuluh darah
Trauma Medula Spinalis| 66
Efek pada jaringan saraf paling penting pada medula
spinalis, ada 4 mekanisme yang mendasari:
1. Kompresi oleh tulang, ligamen, benda asing,
dan hematoma. Kerusakan paling berat disebabkan
oleh kompresi tulang, kompresi dari fragmen
korpus vertebra yang tergeser ke belakang, dan
cedera hiperekstensi.
2. Tarikan/regangan jaringan: regangan yang
berlebihan yang menyebabkan
gangguan jaringan biasanya setelah hiperfleksi.
Toleransi regangan pada mendula spinalis
menurun sesuai dengan usia yang bertambah.
3. Edema medula spinalis timbul segera dan
menimbulkan gangguan sirkulasi kapiler lebih
lanjut serta aliran balik vena, yang menyertai
cedera primer.
4. Gangguan sirkulasi merupakan hasil kompresi oleh
tulang atau struktur lain pada sistem arteri
spinalis posterior atau anterior.
Menurut Arif Mutaqim, (2005, hal. 99) jenis-jenis
trauma pada sumsum tulang belakang dan saraf tulang
belakang adalah:
a. Transeksi tidak total.
Trauma Medula Spinalis| 67
Transeksi tidak total disebabkan oleh trauma
fleksi atau ekstensi karena terjadi pergeseran
lamina di atap dan pinggir vertebra yang
mengatami fraktur di sebelah bawah. Selain itu,
dapat terjadi perdarahan pada sumsum tulang yang
disebut hematomielia.
b. Transeksi total.
Transeksi total terjadi akibat suatu trauma yang
menyebabkan fraktur dislokasi. Fraktur tersebut
disebabkan oleh fleksi atau rotasi yang dapat
menyebabkan hilangnya fungsi segmen di bawah
trauma.
1.6 Klasifikasi Cedera Medulla Spinalis
Berdasarkan sifat kondisi fraktur yang terjadi,
Kelly dan Whitesides mengkategorikan cedera spinal menjadi
cedera stabil dan cedera non-stabil. Cedera stabil
mencakup cedera kompresi korpus vertebra baik anterior
atau lateral dan burst fracture derajat ringan. Sedangkan
cedera yang tidak stabil mencakup cedera fleksi-dislokasi,
fleksi-rotasi, dislokasi-fraktur (slice injury), dan burst
fracture hebat.
1.Cedera stabil
Trauma Medula Spinalis| 68
Bila kemampuan fragmen tulang tidak memengaruhi
kemampuan untuk bergeser lebih jauh selain yang terjadi
saat cedera. Komponen arkus neural intak serta ligament
yang menghubungkan ruas tulang belakang, terutama ligament
longitudinal posterior tidak robek. Cedera stabil
disebabkan oleh tenga fleksi, ekstensi, dan kompresi yang
sederhana terhadap kolumna tulang belakang dan paling
sering tampakd pada daerah toraks bawah serta lumbal
(fruktur baji badan ruas tulang belakang sering disebabkan
oleh fleksi akut pada tulang belakang).
a.Fleksi
Cedera fleksi akibat fraktura kompresi baji dari
vertebra torakolumbal umum ditemukan dan stabil.
Kerusakan neurologik tidak lazim ditemukan.
Cedera ini menimbulkan rasa sakit, dan
penatalaksanaannya terdiri atas perawatan di
rumah sakit selama beberapa hari istorahat total
di tempat tidur dan observasi terhadap paralitik
ileus sekunder terhadap keterlibatan ganglia
simpatik. Jika baji lebih besar daripada 50
persen, brace atau gips dalam ekstensi
dianjurkan. Jika tidak, analgetik, korset, dan
ambulasi dini diperlukan. Ketidaknyamanan yang
berkepanjangan tidak lazim ditemukan.
b. Fleksi ke Lateral dan Ekstensi
Cedera ini jarang ditemukan pada daerah
torakolumbal. Cedera ini stabil, dan defisit
neurologik jarang. Terapi untuk kenyamanan pasien
(analgetik dan korset) adalah semua yang
dibutuhkan.
Trauma Medula Spinalis| 69
c. Kompresi Vertikal
Tenaga aksial mengakibatkan kompresi aksial dari
2 jenis : (1) protrusi diskus ke dalam lempeng
akhir vertebral, (2) fraktura ledakan. Yang
pertama terjadi pada pasien muda dengan protrusi
nukleus melalui lempeng akhir vertebra ke dalam
tulang berpori yang lunak. Ini merupakan fraktura
yang stabil, dan defisit neurologik tidak
terjadi. Terapi termasuk analgetik, istirahat di
tempat tidur selama beberapa hari, dan korset
untuk beberapa minggu. Meskipun fraktura
”ledakan” agak stabil, keterlibatan neurologik
dapat terjadi karena masuknya fragmen ke dalam
kanalis spinalis. CT-Scan memberikan informasi
radiologik yang lebih berharga pada cedera. Jika
tidak ada keterlibatan neurologik, pasien
ditangani dengan istirahat di tempat tidur sampai
gejala-gejala akut menghilang. Brace atau jaket
gips untuk menyokong vertebra yang digunakan
selama 3 atau 4 bulan direkomendasikan. Jika ada
keterlibatan neurologik, fragmen harus
dipindahkan dari kanalis neuralis. Pendekatan
bisa dari anterior, lateral atau posterior.
Stabilisasi dengan batang kawat, plat atau graft
tulang penting untuk mencegah ketidakstabilan
setelah dekompresi.
Trauma Medula Spinalis| 70
2.Cedera Tidak Stabil
Fraktur memengaruhi kemampuan untuk bergeser lebih
jauh. Hal ini disebabkan oleh adanyan elemen rotasi
terhadap cedera fleksi atau ekstensi yang cukup untuk
merobek ligament longitudinal posterior serta merusak
keutuhan arkus neural, baik akibat fraktur pada fedekel
dan lamina, maupun oleh dislokasi sendi apofiseal.
a.Cedera Rotasi – Fleksi
Kombinasi dari fleksi dan rotasi dapat
mengakibatkan fraktura dislokasi dengan vertebra
yang sangat tidak stabil. Karena cedera ini
sangat tidak stabil, pasien harus ditangani
dengan hati-hati untuk melindungi medula spinalis
dan radiks. Fraktura dislokasi ini paling sering
terjadi pada daerah transisional T10 sampai L1
dan berhubungan dengan insiden yang tinggi dari
gangguan neurologik. Setelah radiografik yang
akurat didapatkan (terutama CT-Scan), dekompresi
dengan memindahkan unsur yang tergeser dan
stabilisasi spinal menggunakan berbagai alat
metalik diindikasikan.
b.Fraktura ”Potong”
Vertebra dapat tergeser ke arah anteroposterior
atau lateral akibat trauma parah. Pedikel atau
prosesus artikularis biasanya patah. Jika cedera
terjadi pada daerah toraks, mengakibatkan
paraplegia lengkap. Meskipun fraktura ini sangat
tidak stabil pada daerah lumbal, jarang terjadi
gangguan neurologi karena ruang bebas yang luas
Trauma Medula Spinalis| 71
pada kanalis neuralis lumbalis. Fraktura ini
ditangani seperti pada cedera fleksi-rotasi.
c.Cedera Fleksi-Rotasi
Change fracture terjadi akibat tenaga distraksi
seperti pada cedera sabuk pengaman. Terjadi
pemisahan horizontal, dan fraktura biasanya tidak
stabil. Stabilisasi bedah direkomendasikan.
Klasifikasi trauma Medula Spinalis
Trauma medula spinalis dapat diklasifikasikan :
1.Komosio modula spinalis adalah suatu keadaan dimana
fungsi mendula spinalis hilang sementara tanpa
disertai gejala sisa atau sembuh secara sempurna.
Kerusakan pada komosio medula spinalis dapat berupa
edema, perdarahan verivaskuler kecil-kecil dan
infark pada sekitar pembuluh darah.
2.Komprensi medula spinalis berhubngan dengan cedera
vertebral, akibat dari tekanan pada edula spinalis.
3.Kontusio adalah kondisi dimana terjadi kerusakan pada
vertebrata, ligament dengan terjadinya perdarahan,
edema perubahan neuron dan reaksi peradangan.
4.Laserasio medula spinalis merupakan kondisi yang berat
karena terjadi kerusakan medula spinalis. Biasanya
disebabkan karena dislokasi, luka tembak. Hilangnya
fungsi medula spinalis umumnya bersifat permanen.
Trauma Medula Spinalis| 72
2.5 Manifestasi KlinisGambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya
kerusakan yang terjadi. Kerusakan meningitis;lintang
memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi motorik maupun
sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai shock
spinal. Shock spinal terjadi pada kerusakan mendadak
sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang yang
berasal dari pusat. Peristiwa ini umumnya berlangsung
selama 1-6 minggu, kadang lebih lama. Tandanya adalah
kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi, hilangnya
fersfirasi, gangguan fungsi rectum dan kandung kemih,
triafismus, bradikardia dan hipotensi. Setelah shock
spinal pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi terlihat
pula pada tanda gangguan fungsi otonom, berupa kulit
kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik
serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi
(Price &Wilson (1995).
Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan
kelumpuhan otot lurik dibawah tempat kerusakan disertai
hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua sisinya,
sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu (Price
&Wilson (1995).
Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan.
Keadaan ini pada umumnnya terjadi akibat cedera didaerah
servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi mendadak
sehinnga sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh
ligamentum flavum yang terlipat.cedera tersebut dapat
terjadi pada orang yang memikul barang berat diatas
kepala, kemudian terjadi gangguan keseimbangan yang
mendadak sehingga beban jatuh dan tulang belakang
Trauma Medula Spinalis| 73
sekonyong-konyong di hiperekstensi. Gambaran klinik berupa
tetraparese parsial. Gangguan pada ekstremitas atas lebih
ringan daripada ekstremitas atas sedangkan daerah perianal
tidak terganggu (Aston. J.N, 1998).
Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra lumbal 1
dan 2 mengakibatkan anaestesia perianal, gangguan fungsi
defekasi, miksi, impotensi serta hilangnya refleks anal
dan refleks bulbokafernosa (Aston. J.N, 1998).
Manifestasi Klinis Trauma Medula Spinalis (Brunner dan
Suddarth, 2001)
a. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar
sepanjang saraf yang terkena
b. Paraplegia
c. Tingkat neurologik
d. Paralisis sensorik motorik total
e. Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine,
distensi kandung kemih)
f. Penurunan keringat dan tonus vasomoto
g. Penurunan fungsi pernafasan
h. Gagal nafas
i. Pasien biasanya mengatakan takut leher atau tulang
punggungnya patah
j. Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar
k. Biasanay terjadi retensi urine, dan distensi
kandung kemih, penurunan keringat dan tonus
Trauma Medula Spinalis| 74
vasomotor, penurunan tekana darah diawalai dengan
vaskuler perifer.
l. Penurunan fungsi pernafasan sampai pada kegagalan
pernafasan
m. Kehilangan kesadaran
n. Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari
ekstermitas bawah
o. Penurunan keringat dan tonus vasomotor
2.8 Tanda dan GejalaTanda spinal shock (pemotongan komplit ransangan),
meliputi: Flaccid paralisis dibawah batas luka, hilangnya
sensasi dibawah batas luka, hilangnya reflek-reflek spinal
dibawah batas luka, hilangnya tonus vaso motor
(Hipotensi),Tidak ada keringat dibawah batas luka,
inkontinensia urine dan retensi feses berlangsung lama
hiperreflek/paralisis spastic
Trauma Medula Spinalis| 75
Pemotongan sebagian rangsangan: tidak simetrisnya
flaccid paralisis, tidak simetrisnya hilangnya reflek
dibawah batas luka, beberapa sensasi tetap utuh dibawah
batas luka, vasomotor menurun, menurunnya blader atau
bowel, berkurangnya keluarnya keringat satu sisi tubuh.
Tanda dan Gejala Cedera Medula Spinalis
Tanda dan gejala cedera medula spinalis tergantung
dari tingkat kerusakan dan lokasi kerusakan. Dibawah garis
kerusakan terjadi misalnya hilangnya gerakan volunter,
hilangnya sensasi nyeri, temperature, tekanan dan
proprioseption, hilangnya fungsi bowel dan bladder dan
hilangnya fungsi spinal dan refleks autonom.
1.
1.Perubahan refleks
Setelah terjadi cedera medula spinalis terjadi
edema medula spinalis sehingga stimulus refleks
juga terganggu misalnya rfeleks p[ada blader,
refleks ejakulasi dan aktivitas viseral.
2. Spasme otot
Gangguan spame otot terutama terjadi pada trauma
komplit transversal, dimana pasien trejadi
ketidakmampuan melakukan pergerakan.
2.Spinal shock
Tanda dan gejala spinal shock meliputi flacid
paralisis di bawah garis kerusakan, hilangnya
sensasi, hilangnya refleks – refleks spinal,
hilangnya tonus vasomotor yang mengakibatkan tidak
stabilnya tekanan darah, tidak adanya keringat di
Trauma Medula Spinalis| 76
bawah garis kerusakan dan inkontinensia urine dan
retensi feses.
3.Autonomik dysrefleksia
Terjadi pada cedera T6 keatas, dimana pasien
mengalami gangguan refleks autonom seperti
terjadinya bradikardia, hipertensi paroksismal,
distensi bladder.
4.Gangguan fungsi seksual.
Banyak kasus memperlihatkan pada laki – laki adanya
impotensi, menurunnya sensai dan kesulitan
ejakulasi. Pasien dapat ereksi tetapi tidak dapat
ejakulasi.
Menurut menurut ENA (2000 : 426), tanda dan gejala
adalah sebagai berikut:
1) Pernapasan dangkal
2) Penggunaan otot-otot pernapasan
3) Pergerakan dinding dada
4) Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg)
5) Bradikardi
6) Kulit teraba hangat dan kering
7) Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh,
yang mana suhu tubuh bergantung pada suhu
lingkungan)
8) Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan
bergerak
9) Kehilangan sensasi
10) Terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau
quadriparesis/quadriplegia
11) Adanya spasme otot, kekakuan
Trauma Medula Spinalis| 77
Menurut menurut Campbell (2004 ; 133)
1) Kelemahan otot
2) Adanya deformitas tulang belakang
3) Adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak
4) Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal
akibat cedera
5) Kehilangan control dalam eliminasi urin dan
feses,
6) Terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)
2.9 PrognosisPasien dengan cedera medula spinalis komplet hanya
mempunyai harapan untuk sembuh kurang dari 5%. Jika
kelumpuhan total telah terjadi selama 72 jam, maka peluang
untuk sembuh menjadi tidak ada. Jika sebagian fungsi
sensorik masih ada, maka pasien mempunyai kesempatan untuk
dapat berjalan kembali sebesar 50%. Secara umum, 90%
penderita cedera medula spinalis dapat sembuh dan mandiri
1. Sumsum tulang belakang memiliki kekuatan
regenerasi.yang sangat terbatas
Trauma Medula Spinalis| 78
2. Pasien dengan complete cord injury memiliki kesempatan
recovery yang sangat rendah, terutama jika paralysis
berlangsung selama lebih dari 72 jam.
3. Prognosis jauh lebih baik untuk incomplete cord
syndromes
4. Prognosis untuk cervical spine fractures and dislocations
sangat bervariasi, tergantung pada tingkat
kecacatan neurologis
5. Prognosis untuk defisit neurologis tergantung
pada besarnya kerusakansaraf tulang belakang pada saat
onset.
6. Selain disfungsi neurologis, prognosis juga
ditentukan oleh pencegahandan keefektifan pengobatan
infeksi - misalnya, pneumonia, dan infeksisaluran
kemih.
7. Secara umum, sebagian besar individu mendapatkan
kembali beberapafungsi motorik, terutama dalam enam
bulan pertama, meskipun mungkinada perbaikan lebih
lanjut yang perlu diamati diamati di tahun akan
dating.(Tidy, 2014)
Trauma Medula Spinalis| 79
2.10 KomplikasiEfek dari cedera kord spinal akut mungkin
mengaburkan penilaian atas cedera lain dan mungkin
juga merubah respon terhadap terapi. 60% lebih pasien
dengan cedera kord spinal bersamaan dengan cedera major:
kepala atau otak, toraks, abdominal, atau vaskuler.
Berat serta jangkauan cedera penyerta yang berpotensi
didapat dari penilaian primer yang sangat teliti dan
penilaian ulang yang sistematik terhadap pasien setelah
cedera kord spinal. Dua penyebab kematian utama setelah
cedera kord spinal adalah aspirasi dan syok. (Wikipedia,
Maret, 2009).
Kerusakan medula spinalis dari komorsio sementara
(dimana pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi,
dan komperensi substansi medula (baik salah satu atau
dalam kombinasi), sampai transaksi lengkap medula (yang
membuat pasien paralisis dibawah tingkat cidera).
Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis, darah
dapat merembes keekstra dural, subdural, atau daerah
subarakhloid pada kanal spinal. Setelah terjadi kontisio
atau robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf mulai
membengkak dan hancur. Sirkulsi darah kesubtansia grisea
medula spinalis menjadi terganggu.
Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering
mengalami herniasi nukleus pulposus. Kandungan air diskus
berkurang bersamaa dengan bertambahnya usia. Selain itu,
serabut-serabut itu menjadi kasar dan mengalami
hialinisasi yang ikut membantu terjadinya perubahan kearah
Trauma Medula Spinalis| 80
hernia nukleus pulposus melalui anulus, dan menekan radiks
saraf spinal.
1.Pendarahan mikroskopik
Pada semua cedera madula spinalis atau vertebra,
terjadi perdarahan-perdarahan kecil. Yang disertai reaksi
peradangan, sehingga menyebabkan pembengkakan dan edema
dan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan didalam
dan disekitar korda. Peningkatan tekanan menekan saraf dan
menghambat aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan
secara drastis meningkatkan luas cidera korda. Dapat
timbul jaringan ikat sehingga saraf didarah tersebut
terhambat atau terjerat.
2.Hilangnya sensasi, kontrol motorik, dan refleks.
Pada cedera spinal yang parah, sensasi, kontrol
motorik, dan refleks setinggi dan dibawah cidera korda
lenyap. Hilangnya semua refleks disebut syok spinal.
Pembengkakan dan edema yang mengelilingi korda dapat
meluas kedua segmen diatas kedua cidera. Dengan demkian
lenyapnya fungsi sensorik dan motorik serta syok spinal
dapat terjadi mulai dari dua segmen diatas cidera. Syok
spnal biasanya menghilang sendiri, tetap hilangnya kontrol
sensorik dan motorik akan tetap permanen apabila korda
terputus akan terjadi pembengkakan dan hipoksia yang
parah.
3.Syok spinal.
Trauma Medula Spinalis| 81
Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua
refleks-refleks dari dua segmen diatas dan dibawah tempat
cidera. Refleks-refleks yang hilang adalah refleks yang
mengontrol postur, fungsi kandung kemih dan rektum,
tekanan darah, dan pemeliharaan suhu tubuh. Syok spinal
terjadi akibat hilangnya secara akut semua muatan tonik
yang secara normal dibawah neuron asendens dari otak, yang
bekerja untuk mempertahankan fungsi refleks. Syok spinl
biasanya berlangsung antara 7 dan 12 hari, tetapi dapat
lebih lama. Suatu syok spinal berkurang dapat tmbul
hiperreflekssia, yang ditadai oleh spastisitas otot serta
refleks, pengosongan kandung kemih dan rektum.
4.Hiperrefleksia otonom.
Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan saraf-
saraf simpatis secar refleks, yang meneyebabkan
peningkatan tekanan darah. Hiper refleksia otonom dapat
timbul setiap saat setelah hilangnya syok spinal. Suatu
rangsangan sensorik nyeri disalurkan kekorda spnalis dan
mencetukan suatu refleks yang melibatkan pengaktifan
sistem saraf simpatis. Dengan diaktifkannya sistem
simpatis, maka terjadi konstriksi pembuluh-pembuluh darah
dan penngkatan tekanan darah sistem
Pada orang yang korda spinalisnya utuh, tekanan
darahnya akan segera diketahui oleh baroreseptor. Sebagai
Trauma Medula Spinalis| 82
respon terhadap pengaktifan baroreseptor, pusat
kardiovaskuler diotak akan meningkatkan stimulasi
parasimpatis kejantung sehingga kecepatan denyut jantunhg
melambat,demikian respon saraf simpatis akan terhenti dan
terjadi dilatasi pembuluh darah. Respon parasimpatis dan
simpatis bekerja untuk secara cepat memulihkan tekanan
darah kenormal. Pada individu yang mengalami lesi korda,
pengaktifan parasimpatis akan memperlambat kecepatan
denyut jantung dan vasodilatasi diatas tempat cedera,
namun saraf desendens tidak dapat melewati lesi korda
sehngga vasokontriksi akibat refleks simpatis dibawah
tingkat tersebut terus berlangsung.
Pada hiperrefleksia otonom, tekanan darah dapat
meningkat melebihi 200 mmHg sistolik, sehingga terjadi
stroke atau infark miokardium. Rangsangan biasanya
menyebabkan hiperrefleksia otonom adalah distensi kandung
kemih atau rektum,atau stimulasi reseptor-reseptor
permukaan untuk nyeri.
1.Paralisis
Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan
motorik volunter. Pada transeksi korda spinal, paralisis
bersifat permanen. Paralisis ekstremitas atas dan bawah
terjadi pada transeksi korda setinggi C6 atau lebih tinggi
dan disebut kuadriplegia. Paralisis separuh bawah tubuh
terjadi pada transeksi korda dibawah C6 dan disebut
paraplegia. Apabila hanya separuh korda yang mengalami
transeksi maka dapat terjadi hemiparalisis.
2.Autonomic Dysreflexia
Trauma Medula Spinalis| 83
Terjadi adanya lesi diatas T6 dan Cervical.
Bradikardia, hipertensi paroksimal, berkeringat banyak,
sakit kepala berat, goose flesh, nasal stuffness
3.Fungsi Seksual
Impotensi, menurunnya sensasi dan kesulitan
ejakulasi, pada wanita kenikmatan seksual berubah
4.Syok hipovolemik
Akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke
Jaringan yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah
dalam jumlah besar akibat trauma.
5.Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler
diseminata (KID).
Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada
fraktur terbuka atau pada saat pembedahan dan mungkin pula
disebabkan oleh pemasangan alat seperti plate, paku pada
fraktur.
6.Emboli lemak
Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan
kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit dan
membentuk emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah
kecil, yang memasok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain.
Adapun komplikasinya adalah sebagai berikut :
1. Neurogenik shock
2. Hipoksia
3. Gangguan paru-paru
4. Instabilitas spinal
Trauma Medula Spinalis| 84
5. Orthostatic hypotensi
6. Ileus paralitik
7. Infeksi saluran kemih
8. Kontraktur
9. Dekubitus
10. Inkontinensia bladder
11. Konstipasi
12. Trombosis vena profunda
13. Gagal napas
14. Hiperefleksia autonomik
15. Infeksi
2.11 Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Diagnostik Meliputi:
a. Pemeriksaan neurologis lengkap secara teliti
segera setelah pasien tiba di rumah sakit
b. Pemeriksaan tulang belakang: deformasi,
pembengkakan, nyeri tekan, gangguan
gerakan(terutama leher)
c. Pemerikaan Radiologis: foto polos vertebra AP dan
lateral. Pada servikal diperlukan proyeksi khusus
mulut terbuka (odontoid).
Trauma Medula Spinalis| 85
d. Bila hasil meragukan lakukan ST-Scan,bila
terdapat defisit neurologi harus dilakukan MRI
atau CT mielografi.
Pemeriksan diagnostik dengan cara :
a. Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan
(fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran, reduksi
setelah dilakukan traksi atau operasi
b. CT-Scan
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi
ganggaun struktural
c. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal,
edema dan kompresi
d. Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal
vertebral) jika faktor putologisnya tidak jelas
atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub
anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan
dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
e. Foto rontgen thorak, memperlihatkan keadan paru
(contoh : perubahan pada diafragma, atelektasis)
f. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume
tidal) : mengukur volume inspirasi maksimal
khususnya pada pasien dengan trauma servikat
bagian bawah atau pada trauma torakal dengan
gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal).
g. GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau
upaya ventilasi
Trauma Medula Spinalis| 86
h. Serum kimia, adanya hiperglikemia atau
hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit,
kemungkinan menurunnya Hb dan Hmt.
i. Urodinamik, proses pengosongan bladder.
Gambaran anatomi dari servikal memberikan parameter
pada perawat setiap adanya kelainan atau perubahan yang
didapat pada pemeriksaan diahnostik. Pada pemeriksaan
radiologis servikal didapatkan:
1.Fraktur odontoid didapatkan gambaran
pergeseran tengkorak ke depan
2.Fraktur C2 didapatkan gambaran fraktur
3.Fraktur pada badan vertebra
4.Fraktur kompresi
5.Subluksasi pada tulang belakang servikal
6.Dislokasi pada tulang belakang servikal
Pemeriksaan Diagnostik
Rontgen foto
Pemeriksaan positif AP, lateral dan obliq dilakukan
untuk menilai:
1. Diameter anteroposterior kanal spinal
2. Kontur, bentuk, dan kesejajaran vertebra
3. Pergerakan fragmen tulang dalam kanal spinal
4. Keadaan simetris dari pedikel dan prosesus
spinosus
5. Ketinggian ruangan diskus intervertebralis
Fraktur dapat menyebabkan fragmen tulang terpisah
dari vertebra atau menglami penekanan disertai hilangnya
Trauma Medula Spinalis| 87
ketinggian dari badan vertebra, yang sering kali disertai
desakan dibagian anterior. Mungkin terdapat kehilangan
kurvatura aspek posterior yang normal dari badan vertebra.
Fragmen-fragmen tulang dapat bergeser ke posterior ke
dalam kanalis spinalis sehingga terjadi defisit
neurologis.
CT Scan dan MRI
CT Scan dan MRI bermanfaat untuk menunjukkan tingkat
penyumbatan kanalis spinalis. Pada fraktur dislokasi
cedera paling sering terjadi pada sambungan torako-lumbal
dan biasanya disertai dengan kerusakan pada bagian
terbawah korda atau kauda ekuina. Klien harus diperiksa
dengan sangat hati-hati agar tidak membahayakan korda atau
akar saraf lebih jauh.
2.12 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Kedaruratan
Pasien segera ditempat kejadian adalah sangat
penting, karena penatalaksanaan yang tidak tepat dapat
menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi neurologik. Korban
kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan berkendara,
Trauma olahraga kontak, jatuh, atau trauma langsung pada
kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami
Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini
disingkirkan.
Trauma Medula Spinalis| 88
1) Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi
pada papan spinal (punggung), dengan kepala dan
leher dalam posisi netral, untuk mencegah Trauma
komplit.
2) Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala
pasien untuk mencegah fleksi, rotasi atau
ekstensi kepala.
3) Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga
untuk mempertahankan traksi dan kesejajaran
sementara papan spinalatau alat imobilisasi
servikal dipasang.
4) Paling sedikit empat orangharus mengangkat korban
dengan hati- hati keatas papan untuk memindahkan
memindahkan kerumah sakit. Adanya gerakan
memuntir dapat merusak medula spinais ireversibel
yang menyebabkan fragmen tulang vertebra
terputus, patah, atau memotong medula komplit.
Sebaiknya pasien dirujuk ke Trauma spinal regional
atau pusat trauma karena personel multidisiplin dan
pelayanan pendukung dituntut untuk menghadapi perubahan
dekstruktif yang tejadi beberapa jam pertama setelah
Trauma. Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen
kedaruratan dan radiologi, pasien dipertahankan diatas
papan pemindahan. Pemindahan pasien ketempat tidur
menunjukkan masalah perawat yang pasti. Pasien harus
Trauma Medula Spinalis| 89
dipertahankan dalam posisi eksternal. Tidak ada bagian
tubuh yang terpuntir atau tertekuk, juga tidak boleh
pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.
Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau
kerangka pembalik lain ketika merencanakan pemindahan
ketempat tidur. Selanjutnya jika sudah terbukti bahwa ini
bukan Trauma medula, pasien dapat dipindahkan ketempat
tidur biasa tanpa bahaya.Sebaliknya kadang-kadang tindakan
ini tidak benar. Jika stryker atau kerangka pembalik lain
tidak tersedia pasien harus ditempatkan diatas matras
padat dengan papan tempat tidur dibawahnya.
b. Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis (Fase Akut)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma
medula spinalis lebih lanjut dan untuk mengobservasi
gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan resusitasi
sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan
kardiovaskuler.
Trauma Medula Spinalis| 90
Penatalaksanaan medis
1. Terjadi dilakukan untuk mempertahankan fungsi
neurologis yang masih ada, memaksimalkan
pemulihan neurologis, tindakan atau cedera lain
yang menyertai, mencegah, serta metu rnengobati
komplikasi dan kerusakan neurallebih lanjut.
Reabduksi atau sublukasi (dislokasi sebagian pada
sendi di salah satu tulang-ed). Untuk
mendekopresi koral spiral dan tindakan
imobilisasi tulang belakang untuk melindungi
koral spiral.
2. Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi
neural, fiksasi internal,atau debridement luka
terbuka.
3. Fiksasi internal elektif dilakukan pada klien
dengan ketidak stabilan tulang belakang, cedera
ligamen tanpa fraktur, deformitas tulang
belakang, progresif, cedara yang tak dapat di
reabduksi, dan fraktur non-union.
4. Terapi steroid, nomidipin, atau dopamin untuk
perbaikan aliran darah koral spiral. Dosis
tertinggi metil prednisolin/bolus adalah 30 mg/kg
BB diikuti 5,4 mg/kgBB/jamberikutnya. Bila
diberikan dalam 8 jam sejak cedera akan
memperbaiki pemulihan neurologis. Gangliosida
mungkin juga akan memperbaiki pemulihan setelah
cedera koral spiral.
Trauma Medula Spinalis| 91
5. Penilaian keadaan neurologis setiap jam, termasuk
pengamatan fungsi sensorik, motorik, dan penting
untuk melacak defisit yang progresif atau
asenden.
6. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat,
fungsi ventilasi, dan mecak keadaan dekompensasi.
7. Pengelolaan cedera stabil tanpa defisit
neurologis seperti angulasi atau baji dari badan
ruas tulang belakang, fraktur proses transverses,
spinous,dan lainnya. Tindakannya simptomatis
(istirahat baring hingga nyeri berkurang),
imobilisasi dengan fisioterapi untuk pemulihan
kekuatan otot secara bertahap.
8. Cedera tak stabil disertai defisit neurologis.
Bila terjadi pergeseran, fraktur memerlukan
reabduksi dan posisi yang sudah baik harus
dipertahankan.
a. Metode reabduksi antara lain:
a) Traksi memakai sepit (tang) mental yang
dipasang pada tengkorak. Beban 20 kg
tergantung dari tingkat ruas tulang
belakang mulai sekitar 2,5 kg pada fraktur
C1
b) Menipulasi dengan anestensi umum
c) Reabduksi terbuka melalui operasi
b. Metode imobilisasi antara lain:
a) Ranjang khusu,rangka, atau selubung plester
Trauma Medula Spinalis| 92
b) Traksi tengkorak perlu beban sedeng untuk
mempertahankan cedera yang sudah
direabduksi
c) Plester paris dan splin eksternal lain
d) Operasi
9. Cedera stabil diseratai defisit neurologis.
Bilafraktur stabil, kerusakan neurologis
disebabkan oleh:
a.Pergeseran yang cukup besar yang terjadi saat
cedera menyebabkan trauma langsung terhadap
koral spiral atau kerusakan vascular.
b.Tulang belakang yang sebetulnya sudah rusak
akibat penyakit sebelumnya seperti spondiliosis
servikal.
c.Fragmen tulang atau diskus terdorong kekanal
spiral.
Pengelolaan kelompok ini tergantung derajat
kerusakan neurologis yang tampak pada saat pertama kali
diperiksa:
a) Transeksi neurologis lengkap terbaik dirawat
konservatif.
b) Cedera di daerah servikal, leher dimobilisasi
dengan kolar atau sepit (caliper) dan diberi
metil prednisolon.
c) Pemeriksaan penunjang MRI
d) Cedera neurologis tak lengkap konservatif.
e) Bila terdapat atau didasari kerusakan adanya
spondiliosis servikal. Traksi tengkorak, dan
metil prednisolon.
Trauma Medula Spinalis| 93
f) Bedah bila spondiliosis sudah ada sebelumnya.
g) Bila tak ada perbaikan atau ada perbaikan tetapi
keadaan memburk maka lakukan mielografi.
h) Cedera tulang tak stabil.
i) Bila lesinya total, dilakukan reabduksi yang
diikuti imbolisasi, melindungi dengan
imobilisasi seperti penambahan perawatan
paraplegia.
j) Bila defisitneurologis tak lengkap, dilakukan
reabduksi, diikuti imobilisasi untuk sesui jenis
cederanya.
k) Bila diperlukan operasi dekompresi kenal spiral
dilakukan pada saat yang sama.
l) Cedera yang menyertai dan komplikasi:
a) Cedera mayor berupa cedera kepala atau otak,
toraks, berhubungan dengan ominal, dari
vascular.
b) Cedera berat yang dapat menyebabkan
kematian, aspirasi dan syok.
Menurut Muttaqim, (2008 hlm.111) penatalaksanaan pada
trauma tulang belakang yaitu :
A. Pemeriksaan klinik secara teliti:
a) Pemeriksaan neurologis secara teliti
tentang fungsi motorik, sensorik, dan
refleks.
b) Pemeriksaan nyeri lokal dan nyeri tekan
serta kifosis yang menandakan adanya
fraktur dislokasi.
c) Keadaan umum penderita.
Trauma Medula Spinalis| 94
B. Penatalaksanaan fraktur tulang belakang:
a) Resusitasi klien.
b) Pertahankan pemberian cairan dan nutrisi.
c) Perawatan kandung kemih dan usus.
d) Mencegah dekubitus.
e) Mencegah kontraktur pada anggota gerak
serta rangkaian rehabiIitasi lainnya.
Farmakoterapy.
a) Analgesik.
Obat-obatan anti-inflammatory drugs (NSAID) dapat
membantu mengurangi rasa sakit dan mengurangi
peradangan di sekitar saraf. Dokter mungkin
merekomendasikan NSAID dngan dosis tinggi jika
sakit tergolong parah. "Obat anti inflamasi (anti radang) non
steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID (Non
Steroidal Anti-inflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat yang
memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun
panas), dan antiinflamasi (anti radang). Istilah "non steroid"
digunakan untuk membedakan jenis obat-obatan ini dengan steroid,
yang juga memiliki khasiat serupa. NSAID bukan tergolong obat-
obatan jenis narkotika"
b) Suntikan.
Trauma Medula Spinalis| 95
Suntikan kortikosteroid. Disuntikkan ke daerah yang
terkena, ini dapat membantu mengurangi rasa sakit
dan peradangan. "Kortikosteroid adalah kelas obat yang terkait
dengan kortison, steroid. Obat-obat dari kelasini dapat mengurangi
peradangan. Mereka digunakan untuk mengurangi peradangan
yang disebabkan oleh berbagai penyakit".
c) Fisioterapi
Fisioterapi merupakan suatu bentuk pelayanan
kesehatan guna memelihara dan memulihkan gerak dan
fungsi tubuh dengan penanganan secara manual maupun
dengan menggunakan peralatan.
Seorang terapi fisik dapat mengajarkan latihan
stretching / exercises yang memperkuat dan
meregangkan otot-otot di daerah yang terkena untuk
mengurangi tekanan pada saraf.
d) Stimulasi Listrik
Bentuk yang paling umum dari stimulasi listrik yang
digunakan dalam manajemen nyeri saraf stimulasi
listrik (TENS / Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation) perangkat di gunakan untuk merangsang
Trauma Medula Spinalis| 96
saraf melalui permukaan kulit. Tens adalah salah satu dari
sekian banyak modalitas/alat fisioterapi yang di gunakan untuk
mengurangi nyeri dengan mengalirkan arus listrik. Cara kerjanya
dengan merangsang saraf tertentu sehingga nyeri berkurang, tanpa
efek samping yang berarti.
e) Ultrasound
Suatu terapi dengan menggunakan getaran mekanik
gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20.000
Hz. Yang digunakan dalam Fisioterapi adalah 0,5-5
MHz dengan tujuan untuk menimbulkan efek terapeutik
melalui proses tertentu.
f) Traksi tulang
Alat terapi yang menggunakan kekuatan tarikan yang
di gunakan pada satu bagian tubuh, sementara bagian
tubuh lainnya di tarik berlawanan.
Terapifisik
Trauma Medula Spinalis| 97
a) Terapi fisik
Untuk saraf terjepit harus tetap konservatif di
awal untuk menghindari lebih parah kondisi.
Penekanan akan di istirahat, mengurangi peradangan,
beban dan stres pada daerah yang terkena. Setelah
peradangan awal telah berkurang,
program exercise dan penguatan akan dimulai untuk
mengembalikan fleksibilitas pada sendi dan otot
yang terlibat, sambil meningkatkan kekuatan dan
stabilitas pada tulang belakang.
b) Akupunktur
Praktek Cina kuno melibatkan memasukkan jarum yang
sangat tipis pada titik tertentu pada kulit untuk
menghilangkan rasa sakit.
c) Stimulator KWD
Alat terapi yang berfungsi sebagai stimulator pada
pangkal jarum akupunktur sehingga menghasilkan
berbagai jenis getaran rangsangan yang bertujuan
untuk menstimulasi titik akupunktur/ acupoint.
d) Chiropractic
Trauma Medula Spinalis| 98
Perawatan terapi alternatif yang sangat umum untuk
nyeri kronis dan dapat membantu untuk mengobati
sakit punggung, terapis chiropractic menggunakan
penyesuaian tulang belakang dengan tujuan
meningkatkan mobilitas antara tulang belakang.
Penyesuaian tersebut untuk membantu mengembalikan
tulang ke posisi yang lebih normal, membantu gerak
juga menghilangkan atau mengurangi rasa sakit.
Penatalaksanaan Medik trauma Medula Spinalis
Prinsip penatalaksanaan medik trauma medula spinalis
adalah sebagai berikut:
1. Segera dilakukan imobilisasi.
2. Stabilisasi daerah tulang yang mengalami cedera
seperti dilakukan pemasangan collar servical,
atau dengan menggunakan bantalan pasir.
3. Mencegah progresivitas gangguan medula spinalis
misalnya dengan pemberian oksigen, cairan
intravena, pemasangan NGT.
4. Terapi Pengobatan :
a. Kortikosteroid seperti dexametason untuk
mengontrol edema.
b. Antihipertensi seperti diazolxide untuk
mengontrol tekanan darah akibat autonomic
hiperrefleksia akut.
c. Kolinergik seperti bethanechol chloride untuk
menurunkan aktifitas bladder.
d. Anti depresan seperti imipramine hyidro
chklorida untuk meningkatkan tonus leher
bradder.
Trauma Medula Spinalis| 99
e. Antihistamin untuk menstimulus beta –
reseptor dari bladder dan uretra.
f. Agen antiulcer seperti ranitidine
g. Pelunak fases seperti docusate sodium.
5. Tindakan operasi, di lakukan dengan indikasi
tertentu seperti adanya fraktur dengan fragmen
yang menekan lengkung saraf.
6. Rehabilisasi di lakukan untuk mencegah
komplikasi, mengurangi cacat dan mempersiapkan
pasien untuk hidup di masyarakat.
Pencegahan.
Faktor – faktor resiko dominan untuk Trauma medula
spinalis meliputi usia dan jenis kelamin. Frekuensi dengan
mana faktor- faktor resiko ini dikaitkan dengan Trauma
medula spinalisbertindak untuk menekankan pentingnya
pencegahan primer. Untuk mencegah kerusakan dan bencana
ini , langkah- langkah berikut perlu dilakukan :
1) Menurunkan kecepatan berkendara.
2) Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu.
3) Menggunakan helm untuk pengendara motor dan
sepeda.
Trauma Medula Spinalis| 100
4) Program pendidikaan langsung untuk mencegah
berkendara sambil mabuk.
5) Mengajarkan penggunaan air yang aman.
6) Mencegah jatuh.
7) Menggunakan alat- alat pelindung dan tekhnik
latihan.
Personel paramedis diajarkan pentingnya memindahkan
korban kecelakaan mobil dari mobilnya dengan tepat dan
mengikuti metode pemindahan korban yang tepat kebagian
kedaruratan rumah sakit untuk menghindari kemungkinan
kerusakan lanjut dan menetap pada medula spinalis.
BAB III
Asuhan Keperawatan
Trauma Medula Spinalis| 101
3.1 PengkajianPenting bagi perawat untuk mengetahui bahwa setiap
adanya riwayat trauma pada servikal merupakan hal yang
penting diwaspadai. Tingkat kehati-hatian dari perawat
yang tinggi dapat mencegah cedera spinal servikal yang
stabil dapat tidak menjadi cedera spinal yang tidak stabil
karena pada setiap fase awal kondisi trauma servikal,
perawat adalah orang pertama dan paling sering melakukan
intervensi.
Implikasi dari hal-hal diatas adalah kewaspadaan
perawat untuk menjaga kesejajaran dari tulang belakang
untuk menghindari resiko tinggi injuri pada korda, maka
pada saat pengkajian harus dilakukan secara sistematis dan
rasional agar pada fase pengkajian dan pada setiap
intervensi yang diberikan tidak merusak kestabilan dari
tulang belakang.
Adanya riwayat trauma servikal harus dikaji
sepenuhnya untuk mencari ada tidaknya cedera spinal. Untuk
melakukan hal tersebut, pakaiannya mungkin terpaksa harus
dipotong dari badannya sehingga sesedikit mungkin
mengganggu posisi kenetralan leher. Adanya keluhan nyeri
atau kekakuan pada leher atau punggung harus ditanggapi
secara serius, sekalipun klien dapat berjalan atau
bergerak tanpa banyak menglamai gangguan. Tanyakan
mengenai rasa baal, paraestesia, atau kelemahan pada
ekstremitas atas dan bawah.
Trauma Medula Spinalis| 102
Manipulasi pada tulang belakang yang tidak rasional dapatmerusak kestabilan dari struktur servikal (tulang, diskus, ligamen, dan medula spinalis)
Mekanisme trauma dari riwayat kecelakaan dapat
memberi petunjuk yang penting seperti jatuh dari tempat
tinggi, cedera akibat terjun, benturan pada kepala,
tertimpa reruntuhan atau ambruknya langit-langit, atau
sentakan mendadak pada leher akibat tubrukan dari belakang
(whiplash injury) ini semua merupakan penyebab kerusakan
spinal yang sering ditemukan. Tanyakan apakah klien yang
mengalami cedera sebelumnya, menggunakan obat-obatan, atau
jatuh setelah menggunkan alkohol.
Pada status emergency klien dengan riwayat trauma
servikal yang jelas dan diindikasikan cedera spinal tidak
stabil, apabila pengkajian anamnesis dapat dilakukan maka
status jalan napas klien optimal dan anamnesis diusahakan
terfokus pada pengkajian primer, karena pada fase ini
klien beresiko tinggi untuk mengalami kompresi korda yang
berdampak pada henti jantung-paru. Implikasi dari situasi
ini adalah pengkajian primer dilakukan disertai intervensi
dengan suatu hal yang prinsip untuk selalu menjaga posisi
leher/servikal dalam posisi netral dan kalau perlu klien
dipasang ban servikal. Apabila pada kondisi di tempat
kejadian dimana klien mengalami cedera spinal servikal
tetapi masih memaki helm, maka diperlukan teknis melepas
helm dengan tetap menjaga posisi leher dalam posisi
netral. Selanjutnya, peran perawat dalam melakukan
transportasi dari tempat kejadian ke tempat intervensi
lanjutan trauma servikal dirumah sakit harus dilakukan
secara hat-hati, peran memonitoring dan kolaborasi untuk
dilakukan stabilisasi.
Trauma Medula Spinalis| 103
Pengkajian lanjutan dirumah sakit tetap
memperhatikan kondisi stabilisasi pada servikal dan
memonitoring pada jalan napas. Pada setiap melakukan
transportasi klien, perawat tetap memprioritaskan
kesejajaran kurvatura tulang belakang dengan tujuan untuk
menghindari resiko injury pada spinal dengan teknik
pengangkatan cara log rolling dan/atau menggunakan long
backboard.
Kaji keadaan umum (KU), tanda-tanda vital, adanya
defisit neurologis, dan status kesadaran pada fase awak
kejadian trauma, terutama pada klien yang diindikasikan
cedera spinal tidak stabil. Setiap didapatkan adanya
perubahan pada KU, TTV, defisit neurologis, dan tingkat
kesadaran secara bermakna harus secepatnya dilakukan
kolaborasi dengan dokter.
Defek neurologis ditentukan oleh lokasi dan kekuatan
trauma. Syok spinal terjadi bila trauma terjadi pada
servikal atau setinggi toraksik. Teknik pemeriksaan colok
dubur dengan menilai refleks bulbokavernosus untuk
merasakan adanya refleks jepitan pada sfingter ani pada
jari akibat stimulus nyeri yang kita berikan pada glands
penis atau klitoris atau dengan menarik kateter untuk
menilai apakah klien mengalami syok spinal.
Gejala awal syok, klien mengalami paralisis,
kehilangan refleks tendon dan abdominal, refleks babinsky
positif dan terjadinya retensi urine dan retensi alvi,
dapat pula diikuti syok. Apabila adanya kompresi korda
Trauma Medula Spinalis| 104
penilaian fungsi respirasi dimana kapasitas vital menurun.
Dalam keadaan ini diperlukan intubasi dan ventilasi
mekanik. Kelumpuhan saraf perifer memerlukan evaluasi
sampai diputuskan untuk dilakukan operasi.
Klien dengan cedera spinal stabil, keadaan umum,
TTV, defisit neurologis, dan status kesadaran biasanya
tidak mengalami perubahan.
Pada pengkajian fokus lihat adanya deformitas pada
leher. Kaji adanya memar (pada fase awal cedera) baik
leher, muka, dan bagian belakang telinga. Tanda memar pada
wajah, mata atau dagu merupakan salah satu tanda adanya
cedera hiperekstensi pada leher. Memar pada muka atau
abrasi dangkal pada dahi menunjukkan adanya kekuatan yang
menyebabkan hiperekstensi. Leher mungkin berposisi miring
atau klien dapat menyangga kepala dengan tangannya. Bila
klien terlentang, dada dan perut dapat diperiksa untuk
mencari ada tidaknya cedera yang menyertai. Kemudian
tungkai dengan cepat diperiksa untuk mencari ada tidaknya
tanda-tanda defisit neurologis.
Untuk memeriksa punggung, klien diputar pada satu
sisi dengan sangat berhati-hati dengan menggunakan teknik
log rolling (menggulingkan kayu).
Pada pemeriksaan primer pakaian klien tidak dilepas
dan hanya diperiksa dengan cara palpasi punggung. Pada
pemeriksaan sekunder di rumah sakit, pakaian perlu dibuka
untuk menilai adanya kelainan pada punggung. Adanya memar
menunjukkan kemungkinan adanya tingkat cedera. Prosesus
spinosus dipalpasi dengan hati-hati. Kadang-kadang suatu
celah dapat terbuka bila ligamen tersobel; keadaan ini
atau hematoma pada spinal merupakan tanda yang menakutkan
Trauma Medula Spinalis| 105
(berbahaya). Tulang dan jaringan lunak diperiksa dengan
pelan-pelan untuk mencari ada tidaknya nyeri tekan.
Gerakan pada spinal dapat berbahaya karena dapat
membahayakan korda, jadi manipulasi gerakan berlebihan
harus dihindari sebelum diagnosis ditegakkan.
Pemeriksaan neurologis penuh dilakukan pada semua
hal, pemeriksaan ini mungkin harus diulangi beberapa kali
selama beberapa hari pertama. Pada awalnya, selama fase
syok spinal mungkin terdapat paralisis lengkap dan
hilangnya perasaan dibawah tingkat cedera. Keadaan ini
dapat berlangsung selama 48 jam atau lebih dan selama
periode ini sulit diketahui apakah lesi neurologis lengkap
atau tidak lengkap. Penting untuk menguji ada tidaknya
refleks primitif kulit anal dan sensasi perianal. Sekali
refleks primitif muncul kembali, syok spinal telah
berakhir, kalau semua fungsi sensorik dan motorik masih
tidak ada, lesi neurologis bersifat lengkap. Sensasi
perianal yang utuh menunjukkan lesi yang tidak lengkap dan
dapat terjadi penyembuhan lebih jauh.
TABEL 8. Pengkajian pada Trauma Servikal
Segmen Fungsi fisiologis Kondisi patologisC1 Segmen keluar
pleksus kardiak
dalam kontrol
jantung dan
pernapasan
Beban berat yang mendadak
diatas kepala dapat
menyebabkan kekuatan
kompresi yang dapat
menyebabkan fraktur pada
Trauma Medula Spinalis| 106
cincin atlas. Gangguan
pada segmen ini dapat
merusak fungsi jantung
paru.C2 Segmen keluar
pleksus kardiak
dalam kontrol
jantung dan
pernapasan
Fraktur C2 terutama pada
kecelakaan mobil dimana
kepala membentur kaca
depan, memaksa leher
berhiperekstensi. Kalau
kedua pedikulus mengalami
fraktur dan bergeser
secara hebat, kerusakannya
akan menyebabkan kematianC3 Segmen keluar
pleksus kardiak
dalam kontrol
jantung dan
pernapasan
Cedera hiperekstensi C3
tulang tidak rusak, tetapi
ligamen longitudinal
anterior sobek. Kerusakan
neurologis bervariasi dan
mungkin akibat terjadi
akibat kompresi antara
diskus dan ligamentum
flavum; edema spinalis
sentral akutC4 Kontrol kepala,
mulut, menaikkan
bahu dan skapula.
Kontrol gerakan
diafragma
Subluksasi dan dislokasi
pada segmen ini, merupakan
cedera fleksi murni;
tulang tetap untuh tetapi
ligamen posterior sobek.
Satu vertebra miring ke
depan di alas vertebra
Trauma Medula Spinalis| 107
yang ada dibawahnya,
sehingga ruang
interspinosa di bagian
posterior terbuka.C5 Fleksi bahu,
fleksi siku
Segmen C5-C6 merupakan
kurvatura yang paling
menonjol dari servikal
sehingga mempunyai resiko
tinggi cederaC6 Fleksi siku,
rotasi dan abduksi
bahu, ekstensi ibu
jari
Fraktur kompresi pada
segmen ini sering
disebabkan cedera fleksi,
korpus terkompresi tetapi
ligamen posterior tetap
utuh dan fraktur stabilC7 Ekstensi siku,
gerakan bahu,
ekstensi ruas
jari-jari tangan
Fraktur avulsi pada
prosesus spinosus C7 dapat
terjadi oleh kontraksi
otot yang hebat
Pengumpulan data subjektif maupun objektif pada
gangguan sistem muskuloskeletal dan sistem persarafan
sehubungan dengan cedera tulang belakang tergantung dari
bentuk, lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi pada
organ vital lainnya. Pengkajian keperawatan cedera tulang
belakang meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien intuk
meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan
kelumpuhan ekstremitas, inkontinensia defekasi dan urine,
Trauma Medula Spinalis| 108
nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma,
dan mengalami deformitas pada daerah trauma. Untuk
memperoleh pengkajian klien dilakukan PQRST.
1. Provoking incident, yang menjadi faktor
presipitasi nyeri adalah adanya trauma pada
tulang belakang
2. Quality of pain, seperti apa rasa nyeri yang
dirasakan menusuk
3. Region, radiation, relief, apakah rasa sakit
bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi
4. Severity (scale) of pain, skala nyeri biasanya
3-4 (0-4) pada penilaian skala nyeri
5. Time, berapa lama nyeri berlangsung, kapan,
apakah bertambah buruk pada malam hari atau
siang hari.
A.Identitas
Trauma medula spinalis dapat terjadi pada semua usia
dan jenis kelamin meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi
pada. usia muda), jenis kelamin (kebanyakan laki-laki
karena sering mengebut saat mengendarai motor tanpa pengaman
helm), pendidikan, alamat,pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan
diagnosis medis.
B.Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta
pertolongan kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan
Trauma Medula Spinalis| 109
ekstremitas, inkontinensia urine dan inkontinensia alvi,
nyeri tekan otot,hiperestesia tepat di atas daerah trauma,
dan deformitas pada daerah trauma.
C.Riwayat penyakit sekarang
Adanya riwayat trauma yang mengenai tulang belakang
akibat dari kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga,
kecelakaan industri, kecelakaan lain seperti jatuh dari
pohon atau bangunan, luka tusuk, luka tembak, trauma
karena tali pengaman dan kejatuhan benda keras. Pengkajian
yang didapat meliputi hilangnya sensibilitas, paralisis
(dimulai dari paralisis layu disertai hilangnya
sensibilitas yang total dan melemah/menghilangnya refleks
alat diam). Ini merupakan gejala awal dari tahap syok
spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu, ileus paralitik, retensi urine, dan hilangnya
refleks-refleks.
Kaji adanya riwayat trauma tulang belakang akibat
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan
industri, jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk, luka
tembak, trauma karena tali pengaman (fraktur chance), dan
kejatuhan benda keras. Pengkajian yang didapat meliputi
hilangnya sensibilitas, paralisis (dimulai dari paralisis
layu disertai hilangnya sensibilitassecara total dan
melemah/menghilangnya refleks alat dalam) ileus paralitik,
retensi urine, dan hilangnya refleks-refleks.
Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang
mengantar klien atau bila klien tidak sadar tentang
penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan alkohol yang
Trauma Medula Spinalis| 110
sering terjadi pada beberapa klien yang suka kebut-
kebutan.
D.Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya
riwayat penyakit degeneratif pada tulang belakang seperti
osteoporosis, osteoartritis, spondilitis,
spondilolistesis, spinal stenosis yang memungkinkan
terjadinya kelainan pada tulang belakang. Penyakit lainnya
seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,
anemia, penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obatan adiktif perlu ditanyakan untuk
menambah komprehensifnya pengkajian.
Merupakan data yang diperlukan untuk mengetahui
kondisi kesehatan klien sebelum menderita penyakit
sekarang , berupa riwayat trauma medula spinalis. Biasanya
ada trauma/ kecelakaan.
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya
riwayat penyakit degeneratif pada tulang belakang, seperti
osteoporosis, osteoartritis, spondilitis,
spondilolistesis, spinal stenosis yang memungkinkan
terjadinya kelainan pada tulang belakang (Masalah
penggunaan obat-obatan adiktif dan alkohol).
Trauma Medula Spinalis| 111
E.Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah dalam keluarga pasien ada yang menderita
hipertensi, DM, penyakit jantung untuk menambah
komprehensifnya pengkajian (Untuk mengetahui ada penyebab
herediter atau tidak)
F.Riwayat psiko-sosio
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien
untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul
seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh). Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak
bawah memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap
klien yang mengalami cedera tulang belakang.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien
untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien,yaitu timbul
seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidak
mampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal dan
pandangan terhadap dirinya yang salah.
I. Pengkajian Primer
1) Airway.
Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas
kemungkinan besar dalam keadaan adekuat.
Trauma Medula Spinalis| 112
Obstruksi jalan napas sering terjadi pada
penderita yang tidak sadar, yang dapat
disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya
pangkal lidah, atau akibat fraktur tulang wajah.
Usaha untuk membebaskan jalan napas harus
melindungi vertebra servikalis (cervical spine
control), yaitu tidak boleh melakukan ekstensi,
fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher.
Dalam hal ini, kita dapat melakukan chin lift
atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas
yang keluar melalui hidung.
Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan
cara membersihkan dengan jari atau suction jika
tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas
selanjutnya dilakukan pemasangan pipa orofaring.
Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu bantuan
napas.
2) Breathing.
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat
bermanfaat. Apabila tersedia, O2 dapat diberikan
dalam jumlah yang memadai. Jika penguasaan jalan
napas belum dapat memberikan oksigenasi yang
adekuat, bila memungkinkan sebaiknya dilakukan
intubasi endotrakheal.1,3,5,6,7,8.
3) Circulation.
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat
dengan memeriksa tingkat kesadaran dan denyut
nadi Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah
mencari ada tidaknya perdarahan eksternal,
menilai warna serta temperatur kulit, dan
Trauma Medula Spinalis| 113
mengukur tekanan darah. Denyut nadi perifer yang
teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan
status sirkulasi yang relatif normovolemik.
4) Disability.
Melihat secara keseluruhan kemampuan pasien
diantaranya kesadaran pasien.
5) Exprosure,
Melihat secara keseluruhan keadaan pasien.
Pasien dalam keadaan sadar (GCS 15)
dengan :Simple head injury bila tanpa deficit
neurology
a. Dilakukan rawat luka
b. Pemeriksaan radiology
c. Pasien dipulangkan dan keluarga diminta
untuk observasi bila terjadi penurunan
kesadaran segera bawa ke rumah sakit
II. Pengkajian Skunder.
1) Aktifitas /Istirahat.
Tanda:
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok
spinal pada bawah lesi. Kelemahan umum /
kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi
saraf).
2) Sirkulasi.
Trauma Medula Spinalis| 114
Gejala: berdebar-debar, pusing saat melakukan
perubahan posisi.
Tanda:hipotensi, Hipotensi posturak,
bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.
Hilangnya keringat pada daerah yang
terkena.
3) Eliminasi.
Tanda: retensi urine, distensi abdomen,
peristaltik usus hilang, melena, emisis
berwarna seperti kopi tanah /hematemesis,
Inkontinensia defekasi berkemih.
4) Integritas Ego.
Gejala: menyangkal, tidak percaya, sedih,
marah.Tanda: takut, cemas, gelisah, menarik diri.
5) Makanan /cairan.
Tanda: mengalami distensi abdomen yang
berhubungan dengan omentum.,
peristaltik usus hilang (ileus
paralitik)
6) Higiene.
Tanda: sangat ketergantungan dalam melakukan
aktifitas sehari-hari (bervariasi)
7) Neurosensori.
Tanda: kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat
berkembang saat terjadi perubahan pada
syok spinal). Kehilangan sensasi (derajat
bervariasi dapat kembaki normak setelah
syok spinal sembuh). Kehilangan tonus
otot /vasomotor, kehilangan refleks
Trauma Medula Spinalis| 115
/refleks asimetris termasuk tendon dalam.
Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya
keringat bagian tubuh yang terkena karena
pengaruh trauma spinal.
Gejala: kebas, kesemutan, rasa terbakar pada
lengan atau kaki, paralisis flaksid atau
spastisitas dapat terjadi saat syok
spinal teratasi, bergantung pada area
spinal yang sakit.
8) Nyeri /kenyamanan.
Gejala: Nyeri atau nyeri tekan otot dan
hiperestesia tepat di atas daerah trauma,
Tanda: mengalami deformitas, postur, nyeri
tekan vertebral.
9) Pernapasan.
Gejala: napas pendek, kekurangan oksigen, sulit
bernapas.
Tanda: pernapasan dangkal /labored, periode
apnea, penurunan bunyi napas, ronki,
pucat, sianosis.
10) Keamanan.
Suhu yang berfluktasi (suhu tubuh ini diambil
dalam suhu kamar).
11) Seksualitas.
Gejala: keinginan untuk kembali berfungsi
normal.
Tanda: ereksi tidak terkendali (priapisme),
menstruasi tidak teratur.
Trauma Medula Spinalis| 116
Pengkajian Secara Umum Meliputi:1. Riwayat keperawatan : trauma, tumor, masalah
medis yang lain (misalnya, kelainan paru,kelainan koogulasi, ulkus), merokok danpenggunaan alcohol.
2. Pemeriksaan fisik: fungsi motorik (ergerakan,kekuatan, tonus), fungsi sensorik, reflex,status pernapasan, gejala gejala spinal syok,tidak adanya keringat di batas luka,fungsi bowel dan bldder, gejala autonomicdysreflexia.
3. Psikososial: usia, jenis kelamin, gaya hidup,pekerjaan, peran dan tanggung jawab, sistimdukungan, strategi koping, reaksi emosi terhadapcidera.
4. Pengetahuan klien dan keluarga: anatomi danfisiolgimedula spinalis: pengobatan, progonosis/tujuan yang di harapkan tingkat pengetahuan,kemampuan belajar dan pengetahuan, kemampuanmembaca dan kesiapan belajar.
Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik sangat berguna untuk
mendukung data pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan B3 (Brain) dan B6 (Bone) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan klien.
1.Pernapasan.
Perubahan sistem pernapasan bergantung pada gradasi
blok saraf parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otot-
otot pernapasan) dan perubahan karena adanya kerusakan
jalur simpatik desenden akibat trauma pada tulang belakang
Trauma Medula Spinalis| 117
sehingga jaringan saraf di medula spinalis
terputus. Dalam beberapa keadaan trauma sumsum tulang
belakang pada daerah servikal dan toraks diperoleh hasil
pemeriksaan fisik sebagai berikut.
a. Inspeksi. Didapatkan klien batuk, peningkatan
produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot
bantu napas, peningkatan frekuensi pemapasan,
retraksi interkostal, dan pengembangan paru
tidak simetris. Respirasi paradoks (retraksi
abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat
terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu
mcnggerakkan dinding dada akibat adanya blok
saraf parasimpatis.
b. Palpasi. Fremitus yang menurun dibandingkan
dengan sisi yang lain akan didapatkan apabila
trauma terjadi pada rongga toraks.
c. Perkusi. Didapatkan adanya suara redup sampai
pekak apabila trauma terjadi pada
toraks/hematoraks.
d. Auskultasi. Suara napas tambahan, seperti napas
berbunyi, stridor, ronchi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret, dan kemampuan batuk
menurun sering didapatkan pada klien
cedera tulang belakang yang mengalami penurunan
tingkat kesadaran (koma).
Trauma Medula Spinalis| 118
2.Kardiovaskular
Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien
cedera tulang belakang didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) dengan intensitas sedang dan berat. Hasil
pemeriksaan kardiovaskular kliencedera tulang belakang
pada beberapa keadaan adalah tekanan darah menurun,
bradikardia, berdebar-debar, pusing saat melakukan
perubahan posisi, dan ekstremitas dingin atau pucat.
3.Persyarafan
Tingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan dan respons
terhadap Iingkungan adalah indikator paling sensitif untuk
disfungsi sistem persarafan. Pemeriksaan fungsi serebral.
Pemeriksaan dilakukan dengan mengobservasi penampilan,
tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas
motorik klien. Klien yang telah lama mengalami cedera
tulang belakang biasanya mengalami perubahan status
mental. Pemeriksaan Saraf kranial:
a. Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien
cedera tulang belakang dan tidak ada kelainan
fungsi penciuman.
b. Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman
penglihatan dalam kondisi normal.
c. Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada
gangguan mengangkat kelopak mata dan pupil
isokor.
d. Saraf V. Klien cedera tulang belakang umumnya tidak
mengalami paralisis pada otot wajah dan refleks
kornea biasanya tidak ada kelainan
Trauma Medula Spinalis| 119
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas
normal dan wajah simetris.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli
konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius. Ada usaha
klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku
kuduk
h. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi
pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi, Indra
pengecapan normal.
Pemeriksaan refleks:
a. Pemeriksaan refleks dalam. Refleks Achilles
menghilang dan refleks patela biasanya melemah
karena kelemahan pada otot hamstring.
b. Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut
refleks fisiologis akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul
kembali yang didahului dengan refleks patologis.
c. Refleks Bullbo Cavemosus positif menandakan adanya
syok spinal
d. Pemeriksaan sensorik. Apabila klien mengalami
trauma pada kaudaekuina, mengalami hilangnya
sensibilitas secara me-netap pada kedua bokong,
perineum, dan anus. Pemeriksaan sensorik
superfisial dapat memberikan petunjuk mengenai
lokasi cedera akibat trauma di daerah tulang
belakang
Trauma Medula Spinalis| 120
4.Perkemihan
Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan
karakteristik urine, termasuk berat jenis urine.
Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan
dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal.
5.Pencernaan.
Pada keadaan syok spinal dan neuropraksia, sering
dida-patkan adanya ileus paralitik. Data klinis
menunjukkan hilangnya bising usus serta kembung dan
defekasi tidak ada. Hal ini merupakan gejala awal dari
syok spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu. Pemenuhan nutrisi berkurang karena
adanya mual dan kurangnya asupan nutrisi.
6.Muskuloskletal.
Paralisis motor dan paralisis alat-alat dalam
bergantung pada ketinggian terjadinya trauma. Gejala
gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental dari
saraf yang terkena
Pemeriksaan Sistem Perkemihan dan Pencernaan
1. Bila terjadi lesi pada kauda ekuina (kandung kemih
dikontrol oleh pusat S1-S4) atau dibawah pusat
spinal kandung kemih akan menyebabkan interupsi
hubungan antara kandung kemih dan pusat spinal.
Pengosongan kandung kemih secara periodik
Trauma Medula Spinalis| 121
tergantung dari refleks lokal dinding kandung
kemih. Pada keadaan ini pengosongan dilakukan
oleh aksi otot-otot destrusor dan harus diawali
dengan kompresi secara manual pada dinding perut
atau dengan meregangkan perut. Pengosongan
kandung kemih yang bersifat otomatis seperti ini
disebut kandung kemih otonom. Trauma pada kauda
ekuina klien mengalami hilangnya refleks kandung
kemih yang bersifat sementara dan klien mungkin
mengalami inkontinensia urine, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan
untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermitten dengan teknik
steril
2. Pada keadaan syok spinal, neuropraksia sering
didapatkan adanya ileus paralitik, dimana klinis
didapatkan hilangnya bowel sound, kembung, dan
defekasi tidak ada. Ini merupakan gejala awal
dari tahap syok spinal yang akan berlangsung
beberapa hari sampai beberapa minggu. Pemenuhan
nutrisi berkurang karena adanya mual dan intake
nutrisi yang kurang
3. Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan
penilaian ada tidaknya lesi pada mulut atau
perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya
dehidrasi.
Trauma Medula Spinalis| 122
Pemeriksaan Motorik
Paralisis motorik dan paralisis alat-alat dalam
tergantung dari ketinggian terjadinya trauma. Gejala
gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental dari
saraf yang terkena.
Pemeriksaan lokalis
Look. Adanya perubahan warna kulit, abrasi dan memar
pada punggung. Pada klien yang telah lama dirawat dirumah
sering didapatkan adanya dekubitus pada bokong. Adanya
hambatan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensorik, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.
Feel. Prosesus spinosus dipalpasi untuk mengkaji
adanya suatu celah yang dapat diraba akibat sobeknya
ligamentum posterior menandakan cedera yang tidak stabil.
Sering didapatkan adanya nyeri tekan pada area lesi
Move. Gerakan tulang punggung atau spinal tidak boleh
dikaji. Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan dan
kelumpuhan pada seluruh ekstremitas bawah. Kekuatan otot,
pada penilaian dengan menggunakan derajat kekuatan otot
didapatkan.
Trauma Medula Spinalis| 123
3.2 Analisa Data
No Data Etiologi Problem1 DS: klien/keluarga
mengatakan adanya
kesulitan bernapas,sesak napas.
DO :
a. penurunan tekanan
alat inspirasi dan
respirasi
b. penurunan menit
ventilasi
c. pemakaianotot
pernapasan
Kecelakaan kerja
Dislokasi C4
Disfungsi C4
Disfungsineuromuscular
Gangguan pada ototdiagragma
Ketidakefektifan
pola napas
Trauma Medula Spinalis| 124
d. pernapasan cuping
hidung
e. dispnea/napas
pendek dan cepat
f. orthopnea
g. pernapasan lewat
mulut
h. frekuensi dan
kedalaman
pernapasan abnormal
i. penurunan kapasitas
vital paru
Pola napas tidakefektif
2 DS : klien/keluarga
mengatakan adanya
kesulitan bergerak
klien mengatakan
tangan dan tungkai
tidak bisa
digerakkan
DO:
a.
parestesia
b.
c.
koordinasi
d.
Kecelakaan kerja
Dislokasi C4
Disfungsi C4
Disfungsineuromuscular
Gangguan pada otot-otot tubuh
Kerusakan fungsi
motorik
Gangguan atau
kerusakan mobilitas
fisik
Trauma Medula Spinalis| 125
rentang gerak
e.
otot
f.
tidak bisa
digerakkan
Hambatan mobilitas
fisik3 DS: Pasien mengeluh
nyeri pada bagian
belakang leher
DO: Pasien terlihat
kesakitan, skala
nyeri 8
Kecelakaan kerja
Dislokasi C4
Disfungsi C4
Kompresi akar saraf
servikal
Penjepitan saraf pada
diskus intervertebralis
Tekanan di daerah
distribusi ujung saraf
Respons nyeri
Nyeri akut
Nyeri akut
Trauma Medula Spinalis| 126
4 DS: Pasien mengatakan
urine keluar
menetes
DO: Nyeri tekan pada
abdomen dan
keinginan kencing
saat palpasi
Kecelakaan kerja
Cedera medula
spinalis
Kelumpuhan saraf
perkemihan
Kandung kemih terisi
penuh
Otot destrusor tidak
bereaksi
Perubahan pola
eliminasi urine
Gangguan pemenuhan
eliminasi urine
5 DS : klien/keluarga
mengatakan klien
mengalami
kebingungan
DO:
a.
kesadaran
(bingung, letargi,
stupor, koma)
b.
vital
c.
Kecelakaan kerja
Kompresi kordaDislokasi C4
Disfungsi C4
Disfungsineurovascular
Gangguan pada otot-otot jantung
Penurunan kontraksi
Aktual/resiko tinggi
penurunan curah
jantung
Trauma Medula Spinalis| 127
pendarahan pada
otak
d.
e.
hebat
otot jantung jantung
Penurunan denyut
jantung
Hilangnya kontrol
pengiriman dari refleks
baroreseptor
Penurunan curah jantung
6 DS: Pasien mengatakan
ada rasa
ketidaknyamanan
pada sistem gerak
bagian ekstremitas
DO: Pasien mengalami
paralisis dan
paraplegia yang
mengakibatkan
kelumpuhan
Kecelakaan kerja
Kompresi korda
Dislokasi C4
Disfungsi C4
Penekanan setempatjaringan sekunder
Kelumpuhan gerak
ekstremitas bawah
Paraplegia
Aktual/resiko tinggi
gangguan intergritas
kulit
3.3 Diagnosa Keperawatan
Trauma Medula Spinalis| 128
1. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan
kerusakan kerusakan tulang punggung, disfungsi
neurovascular, kerusakan sistem muskuloskletal.
2. Gangguan atau kerusakan mobilitas fisik yang
berhubungan dengan gangguan neurovascular
3. Aktual/resiko tinggi penurunan curah jantung yang
berhubungan dengan penurunan denyut jantung, dilatasi
pembuluh darah, penurunan kontraksi otot jantung
jantung sekunder dari hilangnya kontrol pengiriman
dari refleks baroreseptor akibat kompresi korda
4. Gangguan pemenuhan eliminasi urine yang berhubungan
dengan gangguan fungsi miksi sekunder dari kompresi
medula spinalis
5. Nyeri akut yang berhubungan dengan kompresi akar
saraf servikal, spasme otot servikalis sekunder dari
cedera spinal stabil dan tidak stabil serta
berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus
intervertebralis, tekanan di daerah distribusi ujung
saraf
6. Aktual/resiko tinggi gangguan intergritas kulit yang
berhubungan dengan penekanan setempat jaringan
sekunder dari kelumpuhan gerak ekstremitas bawah,
paraplegia
Trauma Medula Spinalis| 129
3.5 EvaluasiHasil yang diharapkan
1. Memperlihatkan peningkatan pertukaran gas dan
bersihan jalan napas dari sekresi yang
diperlihatkan oleh bunyi nafas normal pada
pengkajian auskultasi.
a. Bernapas dengan mudah tanpa napas pendek.
b. Melatih napas dalam setiap jam, batuk efektif
dan paru-paru bersih dari secret.
c. Bebas dari infeksi paru-paru (misal, suhu
normal, frekuensi nadi dan pernapasan normal,
bunyi napas normal, tidak ada sputum
purulen.)
2. Bergerak dalam batas disfungsi dan
memperlihatkan usaha melakukan latihan dalam
fungsi napas
3. Mendemostrasikan integritas kulit dengan
optimal.
a. Memperlihatkan turgor kulit normal dan
kulit bebas dari kemerahan atau kerusakan
Trauma Medula Spinalis| 130
b. Berpartisipasi dalam perawatan kulit dan
memantau prosedur dalam keterbatasan
fungsi
4. Mencapai fungsi kandung kemih
a. Tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi
saluran urine. (mis. suhu normal, berkemih
jernih, urine encer)
b. Mengosumsi asupan cairan adekuat.
c. Berpartisipasi dalam program latihan dalam
batasan fungsi.
5. Mencapai fungsi defekasi
a. Melaporkan pola defekasi teratur.
b. Mengkonsumsi makanan berserat yang adekuat
dan cairan melalui oral.
c. Berpartisipasi dalam program latihan
defekasi dalam batas fungsi
6. Melaporkan tidak ada nyeri dan ketidaknyamanan.
7. Bebas komplikasi
a. Memperlihatkan tidak ada tanda
tromboflebitis, trombosis vena provunda,
atau emboli paru.
b. Tidak menunjukkan adanya manifestasi
emboli paru (misal. tidak nyeri dada atau
panas pendek : gas darah arteri normal)
c. Mempertahankan tekanan darah dalam batas
normal.
d. Tidak mengalami sakit kepala dengan
perubahan posisi
e. Tidak menunjukkan adanya hiperefleksia
autonom (mis. tidak sakit kepala,
Trauma Medula Spinalis| 131
BAB IV
Sistem Layanan Kesehatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan
Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari
pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan dasar dan
pelayanan rujukan. Pelayanan keperawatan oleh tenaga
perawat dalam pelayanannya memiliki tugas,
diantaranya memberikan keperawatan keluarga,
komunitas dalam pelayanan kesehatan dasar dan akan
memberikan asuhan keperawatn secara umum pada
pelayanan rujukan.
Pada lingkup pelayanan rujukan, tugas perawat
adalah memberikan asuhan keperawatan pada ruang atau
lingkup rujukannya seperti pada anak, maka perawat
Trauma Medula Spinalis| 133
memberikan asuhan keperwatan elalui pendekatan proses
keperawatan anak, untuk lingkup keperawatan jiwa,
perawat akan memberikan asuhan keperawatn pada pasien
gangguan jiwa dan lain-lain.
4.1 Sistem Rujukan
Menurut SK Menteri Kesehatan RI No 32 tahun 1972
sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan
tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus
masalah kesehatan secara vertical dalam arti dari
unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih
mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-
unit yang setingkat kemampuanya. Dari batasan
tersebut dapat dilihat bahwa hal yang dirujuk bukan
hanya pasien saja tapi juga masalah-masalah kesehatan
lain, teknologi, sarana, bahan-bahan laboratorium,
dan sebagainya. Disamping itu rujukan tidak berarti
berasal dari fasilitas yang lebih rendah ke fasilitas
yang lebih tinggi tetapi juga dapat dilakukan
diantara fasilitas-fasilitas kesehatan yang
setingkat.
Tujuan
Trauma Medula Spinalis| 134
Tujuan rujukan adalah dihasilkannya pemerataan
upaya kesehatan dalam rangka penyelesaian masalah
kesehatan secara berdaya dan berhasil guna.
Tujuan Sistem Rujukan adalah agar pasien
mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan
kesehatan yang lebih mampu sehingga jiwanya dapat
terselamatkan, dengan demikian dapat menurunkan angka
kematian.
Jenis Rujukan
Sistim Kesehatan Nasional membedakannya menjadi
dua macam yaitu:
1). Rujukan Kesehatan
Rujukan ini berkaitan dengan upaya pelayanan
kesehatan dalam pencegahan penyakit dan
peningkatan derajat kesehatan. Rujukan ini
dibedakan menjadi tiga yaitu :
1. Rujukan teknologi
2. Rujukan sarana
3. Rujukan Operasional
2). Rujukan Medik
Rujukan ini berkaitan dengan upaya pelayanan
kedokteran dalam penyembuhan penyakit serta
pemulihan kesehatan. Rujukan medic terdiri
Trauma Medula Spinalis| 135
dari penderita, pengetahuan, dan bahan
laboratorium :
1. Transfer of patient : konsultasi
penderita untuk keperluan diagnostic,
pengobatan, tindakan operatif dll.
2. Transfer of knowledge : pengiriman
tenaga kesehatan yang lebih kompeten atau
ahli untuk meningkatkan mutu layanan
setempat.
3. Transfer of specimen : pengiriman bahan
untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih
lengkap.
Alur rujukan
Pengaturan sistem rujukan pelayanan kesehatan.
Tujuan pengaturan ini yaitu
1. Pelayanan kesehatan menjadi efisien
2. Pelayanan mulai tingkat bawah (puskesmas)
kemudian dirujuk ke RS jika diperlukan
3. Pelayanan kesehatan lebih cepat
4.1.1 Program
1. Pelayanan Kesehatan Gratis Jamkesda adalah
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
tertentu bagi masyarakat seluruh Indonesia
yang biayanya ditanggung oleh Pemerintah.
Trauma Medula Spinalis| 136
2. Pelayanan dasar : pelayanan kesehatan di
puskesmas
3. Pelayanan rujukan : pelayanan kelas III
rumah sakit
4. Masyarakat Indonesia : masyarakat yang
memiliki kartu identitas dan belum ditanggung
oleh asuransi lain
5. Pemerintah Daerah dan Kab/kota.
4.1.2 Kepersertaan
1. Seluruh penduduk Indonesia
2. Mempunyai kartu identitas (Kartu Peserta atau
KTP/Kartu keluarga)
3. Bukan merupakan masyarakat yang sudah
mempunyai jaminan kesehatan lain (Askes PNS,
Jamkesmas, Jamsostek, Asabri, Askes
Komersial, dsb)
4.1.3 Manfaat
Jenis pelayanan yang ditanggung :
1. Rawat Jalan
2. Rawat Inap
3. UGD/Emergency
4. Pelayanan penunjang lainnya
Jenis pelayanan yang tidak ditanggung :
Trauma Medula Spinalis| 137
1. Operasi jantung, kateterisasi jantung dan
pemasangan cincin jantung
2. CT scan dan MRI
3. Bedah syaraf dan bedah plastic
4. Penyakit kelamin dan atau penyakit akibat
hubungan seksual
5. Alat bantu kesehatan
4.2 JamKesMas
Jamkesmas ( Jaminan Kesehatan Masyarakat )
adalah sebuah program jaminan kesehatan untuk warga
Indonesia yang memberikan perlindungan sosial
dibidang kesehatan untuk menjamin masyarakat miskin
dan tidak mampu yang iurannya dibayar oleh pemerintah
agar kebutuhan dasar kesehatannya yang layak dapat
terpenuhi.Program ini dijalankan olehDepartemen
Kesehatan sejak 2008. Program Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) diselenggarakan berdasarkan
konsep asuransi sosial.
Tujuan
1) Mewujudkan portabilitas pelayanan sehingga
pelayanan rujukan tertinggi yang disediakan
Jamkesmas dapat diakses oleh seluruh peserta
dari berbagai wilayah.
Trauma Medula Spinalis| 138
2) Agar terjadi subsidi silang dalam rangka
mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh
bagi masyarakat miskin.
Kepesertaan Jamkesmas
Peserta Program Jamkesmas adalah setiap orang
miskin dan tidakmampu yang terdaftar dan memiliki
kartu dan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.
Jumlah sasaran peserta sebesar 19,1 juta Rumah Tangga
Miskin (RTM) atau sekitar 76,4 juta jiwa. Jumlah
tersebut berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)
tahun 2009, yang dijadikan dasar penetapan jumlah
sasaran peserta secara nasional oleh Menkes.
Berdasarkan Jumlah Sasaran Nasional tersebut Menkes
membagi alokasi sasaran kuota Kabupaten/Kota.
Bupati/Walikota wajib menetapkan peserta
Jamkesmas Kabupaten/Kota dalam satuan jiwa berisi
nomor, nama dan alamat peserta dalam bentuk Keputusan
Bupati/Walikota.
1. Permenkes RI
No.1097/Menkes/Per/VI/2011 tentang petunjuk
teknis pelayanan kesehatan dasar Jamkesmas.
2. Kepesertaan Jamkesmas
Peserta Program Jamkesmas adalah setiap
orang miskin dan tidak mampu yang terdaftar
Trauma Medula Spinalis| 139
dan memiliki kartu dan berhak mendapatkan
pelayanan kesehatan.
4.2.1 Tatalaksana Pelayanan Kesehatan
Setiap peserta Jamkesmas berhak mendapat
pelayanan kesehatan dasar meliputi pelayanan
kesehatan rawat jalan (RJ), rawat inap (RI), serta
pelayanan kesehatan rujukan rawat jalan tingkat
lanjutan (RJTL), rawat inap tingkat lanjutan (RITL)
dan pelayanan gawat darurat.
1. Prosedur Pelayanan Kesehatan bagi Peserta
JamKesMas :
a. Pelayanan rawat jalan tingkat pertama
diberikan di Puskesmas dan jaringannya.
Pelayanan rawat jalan lanjutan
diberikan di Balai Kesehatan Mata
Masyarakat (BKMM), Balai Besar Kesehatan
Paru Masyarakat (BBKPM), BKPM/BP4/BKIM dan
rumah sakit (RS).
b. Pelayanan rawat inap diberikan di
Puskesmas Perawatan dan ruang rawat inap
kelas III (tiga) di RS Pemerintah termasuk
RS Khusus, RS TNI/POLRI dan RS Swasta yang
bekerjasama dengan Departemen Kesehatan.
c. Pada keadaan gawat darurat
(emergency) seluruh Pemberi Pelayanan
Trauma Medula Spinalis| 140
Kesehatan (PPK) wajib memberikan pelayanan
kepada peserta walaupun tidak memiliki
perjanjian kerjasama. Penggantian biaya
pelayanan kesehatan diklaimkan ke
Departemen Kesehatan melalui Tim Pengelola
Kabupaten/Kota setempat setelah
diverifikasi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku pada program ini.
2. Alur Pelayanan Jamkesmas, yang akan berobat ke
Puskesmas :
1. Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan
dasar berkunjung ke Puskesmas.
2. Peserta harus menunjukkan kartu Jamkesmas,
(Yang keabsahan kepesertaannya merujuk
kepada daftar masyarakat miskin yang
ditetapkan oleh Bupati/Walikota setempat.
SKTM hanya berlaku untuk setiap kali
pelayanan kecuali pada kondisi pelayanan
lanjutan terkait dengan penyakitnya)
3. Apabila peserta memerlukan pelay. kes
rujukan, maka yang bersangkutan dirujuk ke
fasilitas pelayanan kesehatan. rujukan
disertai surat rujukan dan kartu peserta,
kecuali pada kasus emergency.
Trauma Medula Spinalis| 141
3. Alur Pelayanan Jamkesmas, yang akan berobat ke
RS:
Melengkapi persyaratan administrasi :
1. Rujukan dari Puskesmas
2. Fotocopy Kartu JAMKESMAS
3. Fotocopy KTP
4. Fotocopy KK
Semua persyaratan yang telah disiapkan kemudian
dibawa ke loket ASKES untuk di
stempel JamKesMas, baru kemudian dipakai mendaftar
berobat.
4. Alur Pelayanan Jamkesmas, yang akan berobat ke RS
yang lebih lengkap:
Bagi pasien yang dirujuk ke Rumah Sakit yang
lebih lengkap, ada beberapa hal yang harus
dilengkapi :
a) Melengkapi semua persyaratan di atas
b) Surat Rujukan dari Ruangan/Rawat Inap atau
Rawat Jalan yang ditandatangani dokter yang
merujuk
c) Surat Jalan Ambulance yang telah ditanda
tangani dokter yang merujuk dan pasien yang
dirujuk
5. Pembagian Model JamKesMas
1. Non Emergency :
Trauma Medula Spinalis| 142
Harus ada rujukan dari Puskesmas, KTP,KK.
Kalau pasien dari kabupaten, harus ada rujukan
dari Rumah Sakit Kabupaten beserta Surat
Keabsahan Peserta (SKP) yang dikeluarkan oleh
bagian ASKES di RS (kepesertaannya dikelola
ASKES RS). Rujukan ditujukan ke RS. Rujukan
(Mis : RS.Daya) kemudian merujuk ke RS.
Wahidin jika diperlukan
2. Emergency :
Cukup membawa Kartu Jamkesmas, KTP, KK (Jika
rawat inap, maka dikasi waktu: 2 x 24 Jam utk
pengurusan administarsi, tanpa rujukan dan
masuk melalui UGD.
4.3 Gakin
Jaminan pemeliharan kesehatan bagi keluarga
miskin dan kurang mampu (GAKIN) adalah jaminan
pemeliharaan kesehatan yang diberikan kepada keluarga
miskin dan kurang mampu yang membutuhkan pelayanan
kesehatan meliputi rawat jalan dan rawat inap
sebagaimana yang ditetapkan, baik di Puskesmas maupun
di Rumah Sakit yang ditunjuk di Wilayah.
Prosedur Mendapatkan Layanan Program JPK GAKIN
1. Kartu GAKIN, RASKIN, BLT PKH, Kader
Kesehatan (Program Pemerintah lainnya)
2. Foto kopi kartu keluarga (KK)
Trauma Medula Spinalis| 143
3. Rujukan dari puskesmas, tidak perlu apabila
emergensi
4. KTP
4.4 Lembaga Pelayanan Kesehatan
Lembaga pelayanan kesehatan merupakan tempat
pemberian pelayanan kesehatan pada masyarakat dalam
rangka meningkatkan status kesehatan. Tempat
pelayanan kesehatan ini sangat bervariasi berdasarkan
tujuan pemberian pelayanan kesehatan. Tempat
pelayanan kesehatan dapat berupa rawat jalan,
institusi kesehatan, community based agency, dan
hospice.
a. Rawat Jalan
Lembaga pelayana kesehatan ini bertujuan
memberikan pelayanan kesehatan pada tingkat
pelaksanaan diagnosis dan pengobatan pada
penyakit yang akut atau mendadak dan kronis
yang dimungkinkan tidak terjadi rawat inap.
Lembaga ini dapat dilaksanakan pada klinik-
klinik kesehatan, seperti klinik dokter
spesialis, klinik petawatan spesialis dan
lain-lain.
b. Institusi
Institusi merupakan lembaga pelayanan
kesehatan yang fasilitasnya cukup dalam
memberikan berbagai tingkat pelayanan
Trauma Medula Spinalis| 144
kesehatan, pusat rehabilitasi, dan lain-
lain.
c. Hospice
Lembaga ini bertujuan memberikan pelayan
kesehatan yang difokuskan kepada klien yang
sakit terminal agar lebih tenang dan dapat
melewati masa-masa terminalnya dengan
tenang. Lembaga ini biasanya digunakan dalam
home care.
d. Community Based Agency
Merupakan bagian dari lembaga pelayanan
kesehatan yang dilakukan pada klien pada
keluarganya sebagaimana pelaksanaan
perawatan keluarga seperti praktek perawatai
keluarga dan lain-lain.
Trauma Medula Spinalis| 145
BAB V
PENUTUP
5.1 KesimpulanTrauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi
neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah
medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001). Penyebab dari
Trauma medulla spinalis yaitu: kecelakaan otomobil,
industri terjatuh, olah-raga, menyelam, luka tusuk, tembak
dan tumor.
Cedera medula spinalis adalah suatu trauma yang
mengenai medula spinalis atau sumsum tulang akibat dari
suatu trauma langsung yang mengenai tulang belakang.
Penyebab cedera medula spinalis adalh kejadian-kejadian
yang secara langsung dapat mengakibatkan terjadinya
kompresi pada medula spinalis seperti terjatuh dari tempat
yang tinggi, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olaghara
dan lain-lain.
Cedera medula spinalis dapat menyebabkan terjadinya
kelumpuhan jika mengenai saraf-saraf yang berperan
terhadap suatu organ maupun otot. Cedera medula spinalis
Trauma Medula Spinalis| 146
ini terbagi menjadi 2 yaitu cedera medula spinalis stabil
dan tidak stabil.
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis,
darah dapat merembes ke ekstradul subdural atau daerah
suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum terjadi
kontusio atau robekan pada Trauma, serabut-serabut saraf
mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla
spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi
proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi pada
Trauma medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder
kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia, hipoksia,
edema, lesi, hemorargi.
Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian
adalah sangat penting, karena penatalaksanaan yang tidak
tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi
neurologik.Pada kepala dan leher dan leher harus
dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis sampai
bukti Trauma ini disingkirkan. Memindahkan pasien, selama
pengobatan didepartemen kedaruratan dan radiologi,pasien
dipertahankan diatas papan pemindahan.
Penatalaksanaan untuk cedera medula spinalis adalah
dengan pemberian obat kortikosteroid dan melihat kepada
sistem pernapasan, jika terjadi gangguan maka perlu
diberikan oksigen.
Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien cedera
medula spinalis adalah melihat kepada diagnosa apa saja
yang muncul. Intinya pemberian asuhan keperawatan pada
pasien dengan cedera medula spinalis adalah memperhatikan
posisi dalam mobilisasi pasien sehingga tidak memperparah
cedera yang terjadi.
Trauma Medula Spinalis| 147
Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien dengan
Trauma medula spinalis berbeda penanganannya dengan
perawatan terhadap penyakit lainnya,karena kesalah dalam
memberikan asuhan keperawatan dapat menyebabkan Trauma
semakin komplit dan dapat menyebabkan kematian
5.2 SaranCedera medula spinalis adalah suatu kejadian yang
sering terjadi dimasyarakat. Tingkat kejadiannya cukup
tinggi karena bisa terjadi pada siapa saja dan dimana
saja. Sehingga perlu tingkat kehati-hatian yang tinggi
dalam melakukan setiap aktivitas agar tidak terjadi suatu
kecelakaan yang dapat mengakibatkan cedera ini.
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada
mahasiswa agar dapat menjaga kesehatannya terutama pada
bagian tulang belakang agar Trauma medula spinalis dapat
terhindar. Adapun jika sudah terjadi, mahasiswa dapat
melakukan perawatan seperti yang telah tertulis dalam
makalah ini
Trauma Medula Spinalis| 148
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Edisi 8, volume 2. Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit.
Edisi 3, Jakarta : EGC
Laurralee Sherwood. .2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2,
Jakarta : EGC
Sylvia and Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses
Penyakit. Edisi 6, volume 2. Jakarta : EGC.
W.F.Ganong. 2005. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22.
Jakarta: EGCs
Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A
Holistic Approach, JB Lippincott company,
Philadelpia.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM,
(2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien,
EGC, Jakarta.
Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah,
Binarupa Aksara, Jakarta.
Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of
Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott
Company, Philadelphia.
Trauma Medula Spinalis| 149