MAKALAH trauma medula spinalis baruu

149
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu mengenai daerah L1-L2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih. Cedera medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang. Cedera medula spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang mempengaruhi 150.000 sampai 500.000 orang hampir di setiap negara, dengan perkiraan 10.000 cedera baru yang terjadi setiap tahunnya. Kejadian ini lebih dominan pada pria usia muda sekitar 75% dari seluruh cedera. Setengah dari kasus ini akibat dari kecelakaan kendaraan bermotor, selain itu banyak akibat jatuh, olahraga dan kejadian industri dan luka tembak. Vertebra yang paling sering mengalami cedera adalah medula spinalis pada daerah servikal ke-5, 6, dan 7, torakal ke-12 dan lumbal pertama. Vertebra ini adalah paling rentan karena ada rentang mobilitas yang lebih besar dalam kolumna vertebral pada area ini. Pada usia 45- an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan ini wanita lebih banyak Trauma Medula Spinalis| 1

Transcript of MAKALAH trauma medula spinalis baruu

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan

fungsi neurologis yang disebabkan seringkali oleh

kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu mengenai daerah

L1-L2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan

hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan

fungsi defekasi dan berkemih.

Cedera medula spinalis adalah cedera yang mengenai

servikalis vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu

trauma yang mengenai tulang belakang. Cedera medula

spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang mempengaruhi

150.000 sampai 500.000 orang hampir di setiap negara,

dengan perkiraan 10.000 cedera baru yang terjadi setiap

tahunnya. Kejadian ini lebih dominan pada pria usia muda

sekitar 75% dari seluruh cedera. Setengah dari kasus ini

akibat dari kecelakaan kendaraan bermotor, selain itu

banyak akibat jatuh, olahraga dan kejadian industri dan

luka tembak.

Vertebra yang paling sering mengalami cedera adalah

medula spinalis pada daerah servikal ke-5, 6, dan 7,

torakal ke-12 dan lumbal pertama. Vertebra ini adalah

paling rentan karena ada rentang mobilitas yang lebih

besar dalam kolumna vertebral pada area ini. Pada usia 45-

an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada

wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan

bermotor. Tetapi belakangan ini wanita lebih banyak

Trauma Medula Spinalis| 1

dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di

asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause). Klien

yang mengalami trauma medulla spinalis khususnya bone loss

pada L2-L3 membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam

pemenuhan kebutuhan hidup dan dalam pemenuhan kebutuhan

untuk mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko mengalami

komplikasi trauma spinal seperti syok spinal, trombosis

vena profunda, gagal napas, pneumonia dan hiperfleksia

autonomic. Maka dari itu sebagai perawat merasa perlu

untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan

pada klien dengan trauma medulla spinalis dengan cara

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sehingga

masalahnya dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari

masalah yang paling buruk.

Kecelakaan medula spinalis terbesar disebabkan oleh

kecelakaan lalu lintas, tempat yang paling sering terkena

cidera adalah regio servikalis dan persambungan thorak dan

regio lumbal. Lesi trauma yang berat dari medula spinalis

dapat menimbulkan transaksi dari medula spinalis atau

merobek medula spinalis dari satu tepi ke tepi yang lain

pada tingkat tertentu disertai hilangnya fungsi. Pada

tingkat awal semua cidera akibat medula spinalis / tulang

belakang terjadi periode fleksi paralise dan hilang semua

reflek. Fungsi sensori dan autonom juga hilang, medula

spinalis juga bisa menyebabkan gangguan sistem perkemihan,

disrefleksi otonom atau hiperefleksi serta fungsi seksual

juga dapat terganggu.

Perawatan awal setelah terjadi cidera kepala medula

spinalis ditujukan pada pengembalian kedudukan tulang dari

tempat yang patah atau dislokasi. Langkah-langkahnya

Trauma Medula Spinalis| 2

terdiri dari immobilisasi sederhana, traksi skeletal,

tindakan bedah untuk membebaskan kompresi spina. Sangat

penting untuk mempertahankan tubuh dengan tubuh

dipertahankan lurus dan kepala rata. Kantong pasir mungkin

diperlukan untuk mempertahankan kedudukan tubuh.

Dalam kasus pra rumah sakit, penanganan pasien

dilakukan setelah pengkajian lokasi kejadian dilakukan.

Apabila pengkajian awal lokasi kejadian tidak dilakukan

maka akan membahayakan jiwa paramedik dan orang lain di

sekitarnya sehingga jumlah korban akan meningkat. Dalam

kasus ini, kematian muncul akibat tiga hal: mati sesaat

setelah kejadian, kematian akibat perdarahan atau

kerusakan organ vital, dan kematian akibat komplikasi dan

kegagalan fungsi organ-organ vital

Kematian mungkin terjadi dalam hitungan detik pada

saat kejadian, biasanya akibat cedera kepala hebat, cedera

jantung atau cedera aortik. Kematian akibat hal ini tidak

dapat dicegah. Kematian berikutnya mungkin muncul sekitar

sejam atau dua jam sesudah trauma. Kematian pada fase ini

biasanya diakibatkan oleh hematoma subdural atau epidural,

hemo atau pneumothorak, robeknya organ-organ tubuh atau

kehilangan darah. Kematian akibat cedera-cedera tersebut

dapat dicegah. Periode ini disebut sebagai “golden hour”

dimana tindakan yang segera dan tepat dapat menyelamatkan

nyawa korban.

Yang ketiga dapat terjadi beberapa hari setelah

kejadian dan biasanya diaklibatkan oleh sepsis atau

kegagalan multi-organ. Tindakan tepat dan segera untuk

Trauma Medula Spinalis| 3

mengatasi syok dan hipoksemia selama ‘golden hour’ dapat

mengurangi resiko kematian ini.

Dalam menangani kasus ini, meskipun dituntut untuk

bekerja secara cepat dan tepat, paramedik harus tetap

mengutamakan keselamatan dirinya sebagai prioritas utama

sebelum menyentuh pasien. Pasien ditangani setelah lokasi

kejadian sudah benar-benar aman untuk tindakan

pertolongan.

Berdasarkan uraian diatas di harapkan dengan adanya

makalah yang berjudul “Trauma medulla spinalis” dapat

bermanfaat bagi para pembaca untuk dapat meningkatkan mutu

asuhan keperawatan.

1.2Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut :

1.2.1 Apa Pengertian Cedera Medula Spinalis ?

1.2.2 Bagaimana Anatomi Fisiologi Struktur Medula

Spinalis ?

1.2.3 Apa Penyebab atau Etiologi terjadinya Cedera

Medula Spinalis ?

1.2.4 Bagaimana Patofisiologi dan Manifestasi Klinis

Cedera Medula Spinalis ?

1.2.5 Bagaiman mekanisme cedera Medula Spinalis ?

1.2.6 Bagaimana Komplikasi yang akan terjadi pada

Cedera Medula Spinalis?

1.2.7 Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan

Penunjang yang dapat dilakukan pada kasus Cedera

Medula Spinalis ?

Trauma Medula Spinalis| 4

1.2.8 Bagaimana Penatalaksanaan dan Pengobatan yang

dapat dilakukan pada kasus Cedera Medula

Spinalis ?

1.2.9 Bagaimana Pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang

dilakukan pada kasus Cedera Medula Spinalis ?

1.2.10 Bagaimana Sistem Layanan Kesehatan pada

Pasien dengan Gangguan Sistem Persarafan ?

1.3Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :

1.3.1 Tujuan Umum

Membantu mahasiswa memahami tentang konsep dasar

manajemen keperawatan berkaitan dengan adanya

gangguan pada tubuh manusia yang diakibatkan oleh

cedera medula spinalis serta mengetahui bagaimana

konsep penyakit atau cedera medula spinalis dan

bagaimana Asuhan Keperawatannya..

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui Pengertian Cedera Medula

Spinalis.

1.3.2.2 Mengetahui Anatomi Fisiologi Struktur

Medula Spinalis

1.3.2.3 Mengetahui Penyebab atau Etiologi adanya

Cedera Medula Spinalis.

Trauma Medula Spinalis| 5

1.3.2.4 Mengetahui Patofisiologi dan Manifestasi

Klinis Cedera Medula Spinalis.

1.3.2.5 Memahami mekanisme terjadinya Cedera

Medula Spinalis.

1.3.2.6 Memahami Komplikasi yang akan terjadi

pada kasus Cedera Medula Spinalis..

1.3.2.7 Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik yang

dapat dilakukan pada kasus Cedera Medula

Spinalis.

1.3.2.8 Memahami Penatalaksanaan dan Pengobatan

yang dapat dilakukan pada kasus Cedera

Medula Spinalis.

1.3.2.9 Mengetahui Pelaksanaan Asuhan

Keperawatan yang dilakukan pada kasus Cedera

Medula Spinalis.

1.3.2.10Mengetahui Sistem Layanan Kesehatan pada

Pasien dengan Gangguan Sistem Persarafan.

1.4Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah

diharapkan mahasiswa dapat mengetahui dan memahami

mekanisme dasar terjadinya kasus Cedera Medula Spinalis

yang diakibatkan karena adanya gangguan pada sistem

Trauma Medula Spinalis| 6

susunan saraf terutama pada struktur medula spinalis yang

dapat terjadi akibat berbagai sebab, sehingga dengan

begitu mahasiswa dapat dengan mudah untuk melakukan asuhan

dan tindakan serta penanganan keperawatan yang tepat

terkait cedera medula spinalis tersebut

1.5Metode Penulisan

Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan

metode perpustakaan (liberary research) yakni pengutipan

dan pengumpulan data-data pada buku dan internet yang

berkaitan dengan pembahasan pada cedera medula spinalis.

yang dapat ditimbulkan akibat gangguan pada susunan saraf

pusat.

Trauma Medula Spinalis| 7

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Trauma/Cedera Medula Spinalis

Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan

saraf dan masing-masing memiliki sepasang saraf spinal

yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramen

inverterbra. Terdapat 8 pasang saraf servikalis, 12 pasang

torakalis, 5 pasang lumbalis, 5 pasang sakralis, dan 1

pasang saraf  kogsigis.

Trauma spinal atau cedera pada tulang belakang

adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebralis dan

lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang

belakang, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu

lintas, kecelakaan olahraga, dan sebagainya. Trauma pada

tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang

belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang sendiri

dan susmsum tulang belakang atau spinal kord. .Apabila

Trauma itu mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan

Trauma Medula Spinalis| 8

tungkai mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila

saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan

buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan.

(Muttaqin, 2008).

Merupakan keadaan patologi akut pada medula spinalis

yang diakibatkan terputusnya komunikasi sensori dan

motorik dengan susunan saraf pusat dan saraf perifer.

Tingkat kerusakan pada medula spinalis tergantung dari

keadaan komplet atau inkomplet.

Trauma Medula Spinalis dapat bervariasi dari trauma

ekstensi fiksasi ringan yang terjadi akibat benturan

secara mendadak sampai yang menyebebkan transeksi lengkap

dari medula spinalis dengan quadriplegia (Fransisca

B.Batticaca,2008 : 30).

Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi

neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah

medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001). Trauma

medulla spinalis adalah kerusakan tulang dan sumsum yang

mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh

manusia yang diklasifikasikan sebagai :

a. Komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik

total)

b. Tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan

fungsi motorik)

Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi

pada jaringan medulla spinalis yang dapat menyebabkan

Trauma Medula Spinalis| 9

fraktur  atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebrata

atau kerusakan jaringan medulla spinalis lainnya termasuk

akar-akar saraf yang berada sepanjang medulla spinalis

sehingga mengakibatkan defisit neurologi.

Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan

dengan trauma pada tulang belakang yaitu terjadinya

fraktur pada tulang belakang, ligamentum longitudainalis

posterior dan duramater bisa robek, bahkan dapat menusuk

ke kanalis vertebralis serta arteri dan vena-vena yang

mengalirkan darah kemedula spinalis dapat ikut terputus .

Cedera medula spinalis (CMS) merupakan salah satu

penyebab gangguan fungsi saraf yang sering menimbulkan

kecacatan permanen pada usia muda. Kelainan yang lebih

banyak dijumpai pada usia produktif ini seringkali

mengakibatkan penderita harus terus berbaring di tempat

tidur atau duduk di kursi roda karena tetraplegia atau

paraplegia.

Trauma tulang belakang adalah cedera pada tulang

belakang (biasanya mengenai servikal dan lumbal) yang

ditandai dengan memar, robeknya bagaian pada tulang

belakang akibat luka tusuk atau fraktur/ dislokasi di

kolumna spinalis. (ENA, 2000 ; 426)

Trauma spinal cord adalah cedera yang mengakibatkan

fungsi konduksi saraf terganggu, reflex dan fungsi motorik

berkurang, terjadi perubahan sensasi, dan syok neurogenik.

(Campbell, 2004 ; 130)

Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi

pada jaringan medulla spinalis yang dapat menyebabkan

fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebrata

Trauma Medula Spinalis| 10

atau kerusakan jaringan medulla spinalis lainnya termasuk

akar-akar saraf yang berada sepanjang medulla spinalis

sehingga mengakibatkan defisit neurologi. ( Lynda

Juall,carpenito,edisi 10 ).

Chairuddin Rasjad (1998) menegaskan bahwa semua

trauma tulang belakang harus dianggap suatu trauma hebat

sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transportasi

ke rumah sakit, penderita harus diperlakukan secara hati-

hati. Trauma tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak

pada tulang belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang

belakang dan sumsum tulang belakang (medula Spinalis)

Cedera Medula spinalis adalah cedera yang biasanya

berupa fraktur atau cedera lain pada tulang vertebra,

korda spinalis itu sendiri, yang terletak didalam kolumna

vertebralis, dapat terpotong, tertarik, terpilin atau

tertekan. Kerusakan pada kolumna vertaebralis atau korda

dapat terjadi disetiap tingkatan,kerusakan korda spinalis

dapat mengenai seluruh korda atau hanya separuhnya.

Beberapa yang berhubungan dengan trauma medula

spinalis seperti :

a. Quadriplegia adalah keadaan paralisis/kelumpuhan

pada ekstermitas dan terjadi akibat trauma pada

segmen thorakal 1 (T1) keatas. Kerusakan pada

level akan merusak sistem syaraf otonom khsusnya

syaraf simpatis misalnya adanya gangguan

pernapasan.

b. Komplit Quadriplegia adalah gambaran dari

hilangnya fungsi modula karena kerusakan diatas

segmen serfikal 6 (C6).

Trauma Medula Spinalis| 11

c. Inkomplit  Quadriplegia adalah hilangnya fungsi

neurologi karena kerusakan dibawah segmen

serfikan 6 (C6).

d. Refpiratorik Quadriplegia (pentaplagia) adalah

kerusakan yang terjadi pada serfikal pada bagian

atas (C1-C4) sehingga terjadi gangguan

pernapasan.

e. Paraplegia adalah paralisis ekstermitas bagian

bawah, terjadi akibat kerusakan pada segmen

parakal 2 (T2) kebawah.

2.2 Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan (Medulla Spinalis)

TABEL. 1 Secara garis besar susunan sistem saraf manusia

dijelaskan pada diagram berikut.

Sistem

saraf

Sistem

saraf

Sadar

Sistem saraf

pusat

Otak

Otak besar

Otak tengah

Otak depan

Jembatan Varol

Otak kecil

Sumsum

Sumsum

lanjutan

Sumsum tulang

belakang

Sistem saraf

tepi

(kraniospinal

)

31 pasang saraf sumsum

tulang

belakang (saraf spinal)

12 pasang saraf otak

(saraf kranial)

Sistem Sistem saraf simpatetik

Trauma Medula Spinalis| 12

saraf

tidak sadar

(otonom)

Sistem saraf parasimpatetik

1.Medula Spinalis

Medulla spinalis (spinal cord) merupakan bagian

susunan saraf pusat yang terletak di dalam kanalis

vertebralis dan menjulur dari foramen magnum ke bagian

atas region lumbalis. Trauma pada medulla spinalis dapat

bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi ringan yang

terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang

menyebabkan transeksi lengkap dari medula spinalis dengan

quadriplegia.

Medulla Spinalis terdiri dari 31 segmen jaringan

saraf dan masing-masing memiliki sepasang saraf spinal

yang keluar dari kanalis vertebralis melalui voramina

intervertebralis (lubang pada tulang vertebra). Saraf-

Trauma Medula Spinalis| 13

saraf spinal diberi nama sesuai dengan foramina

intervertebralis tempat keluarnya saraf- saraf tersebut,

kecuali saraf servikal pertama yang keluar diantara tulang

oksipital dan vertebra servikal pertama. Dengan demikian,

terdapat 8 pasang saraf servikal, 12 pasang torakalis, 5

pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf skralis, dan 1

pasang saraf koksigeal.

Saraf spinal melekat pada permukaan lateral

medulla spinalis dengan perantaran dua radiks, radik

posteriol atau dorsal  (sensorik) dan radik anterior atau

ventral (motorik). Radiks dorsal memperlihatkan

pembesaran, yaitu ganglion radiks dorsal yang terdiri dari

badan-badan sel neuron aferen atau neuron sensorik. Badan

sel seluruh neuron aferen medulla spinalis terdapat dapat

ganglia tersebut. Serabut-serabut radiks dorsal merupakan

tonjolan – tonjolan neuron sensorik yang membawa impuls

dari bagian perifer ke medulla spinalis. Badan sel neuron

motorik terdapat di dalam medulla spinalis dalam kolumna

anterior dan lateral substansia grisea. Aksonnya membentuk

serabut-serabut radiks ventral yang berjalan menuju ke

otot dan kelenjar. Kedua radiks keluar dari foramen

intervertebralis dan bersatu membentuk saraf spinal. Semua

saraf spinal merupakan saraf campuran, yaitu mengandung

serabut sensorik maupun serabut motorik.

Trauma Medula Spinalis| 14

Bagian dorsal saraf spinal mempersarafi otot

intrinsic punggung dan segmen-segmen tertentu dari kulit

yang melapisinya yang disebut dermatoma. Bagian ventral

merupakan bagian yang besar dan dan membentuk bagian utama

yang membentuk spinal. Otot-otot dan kulit leher, dada,

abdomen, dan ekstremitas dipersarafi oleh bagian ventral.

Pada semua saraf spinal kecuali bagian torakal, saraf-

saraf spinal bagian ini saling terjalin sehingga membentuk

jalinan saraf yang disebut Fleksus. Fleksus yang terbentuk

adalah fleksus servikalis, brakialis, lumbalis, sakralis

dan koksigealis. Keempat saraf servikal yang pertama (C1-C4)

membentuk fleksus servikalis yang mempersarafi leher dan bagian

belakang kepala. Salah satu cabang yang penting sekali

adalah saraf frenikus yang mempersarafi diagfragma.

Fleksus brakialis yang dibentuk dari C5-T1,

fleksus ini mempersarafi ekstremitras atas. Saraf torakal

(T3-T11) mempersarafi otot-otot abdomen bagian atas dan

kulit dada serta abdomen. Pleksus lumbalis berasal dari

segmen spinal T12-L4 mempersarafi otot-otot dan kulit

tubuh bagian bawah dan ekstremitas bawah. Pleksus sakralis

dari L4-S4, dan pleksus koksigealis dari S4 sampai saraf

koksigealis. Saraf utama dari pleksus ini adalah saraf

femoralis dan obturatorius. Saraf utama dari pleksus

Trauma Medula Spinalis| 15

sakralis adalah saraf iskiadikus, saraf terbesar dalam

tubuh. Saraf ini menembus bokong dan turun kebawah melalui

bagian belakang paha. Kulit dipersarafi oleh radiks dorsal

dari tiap saraf spinal, jadi dari satu segmen medulla

spinalis disebut dermatom. Otot-otot rangka juga mendapat

persarafan segmental dari radiks spinal ventral.

Sumsum tulang belakang terdapat di dalam ruas-ruas

tulang belakang (vertebrae) yang memanjang dari daerah

leher sampai pinggang. Vertebrae itu berfungsi melindungi

sumsum tulang belakang dari kerusakan.

Pada sumsum tulang belakang, materi kelabu

terletak di bagian dalam dan tersusun atas badan-badan

sel, sinapsis, serta sel-sel saraf konektor yang tidak

bermielin. Sel-sel saraf konektor tersebut mengirimkan

informasi dari sumsum tulang belakang ke serabut saraf

spinal, atau sebaliknya. Penampang melintang materi kelabu

pada sumsum tulang belakang berbentuk sepeti huruf H atau

sayap kupu-kupu. Sementara itu, materi putih yang terletak

di bagian luar tersusun atas serabut-serabut saraf (akson

bermielin). Akson bermielin itu mengirimkan informasi dari

sumsum tulang belakang menuju otak, atau sebaliknya.

Sumsum tulang belakang juga dilindungi oleh tiga

lapis membran (meninges). Di bagian tengah sumsum tulang

belakang, yaitu di antara membran dalam dan membran tengah

terdapat saluran tengah yang berisi cairan serebrospinal.

Cairan tersebut berfungsi memasok makanan bagi sumsum

tulang belakang dan berperan sebagai peredam kejut atau

pelindung dari goncangan. Sumsum tulang belakang

berhubungan dengan

1) Gerak refleks struktur tubuh di bawah leher

Trauma Medula Spinalis| 16

2) Menghantarkan rangsang sensori dari reseptor ke

otak

3) Membawa rangsang motor dari otak ke efektor.

Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang

berfungsi melindungi medula spinalis dan menunjang berat

kepala serta batang tubuh, yang diteruskannya ke lubang-

lubang paha dan tungkai bawah. Masing-masing tulang

dipisahkan oleh disitus intervertebralis.

A. Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut :

a. Vetebrata Thoracalis (atlas).

Vetebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak

memiliki corpus tetapi hanya berupa cincin

tulang. Vertebrata cervikalis kedua (axis) ini

memiliki dens, yang mirip dengan pasak.

Veterbrata cervitalis ketujuh disebut prominan

karena mempunyai prosesus spinasus paling

panjang.

b. Vertebrata Thoracalis.

Ukurannya semakin besar mulai dari atas

kebawah. Corpus berbentuk jantung, berjumlah 12

buah yang membentuk bagian belakang thorax.

c. Vertebrata Lumbalis.

Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif

dan berbentuk ginjal, berjumlah 5 buah yang

membentuk daerah pinggang, memiliki corpus

vertebra yang besar ukurnanya sehingga

pergerakannya lebih luas kearah fleksi.

d. Vertebrata Sacrum.

Trauma Medula Spinalis| 17

Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum

atau tulang kengkang dimana ke 5 vertebral ini

rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang

bayi.

e. Vertebrata Coccygis.

Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor

pada manusia, mengalami rudimenter.

Lengkung koluma vertebralis.kalau dilihat dari

samping maka kolumna vertebralis memperlihatkan empat

kurva atau lengkung antero-pesterior : lengkung vertikal

pada daerah leher melengkung kedepan daerah torakal

melengkung kebelakang, daerah lumbal kedepan dan daerah

pelvis melengkung kebelakang. Kedua lengkung yang

menghadap pasterior, yaitu torakal dan pelvis, disebut

promer karena mereka mempertahankan lengkung aslinya

kebelakang dari hidung tulang belakang, yaitu bentuk

(sewaktu janin dengna kepala membengkak ke bawah sampai

batas dada dan gelang panggul dimiringkan keatas kearah

depan badan. Kedua lengkung yang menghadap ke anterior

adalah sekunder → lengkung servikal berkembang ketika

kanak-kanak mengangkat kepalanya untuk melihat

sekelilingnya sambil menyelidiki, dan lengkung lumbal di

bentuk ketika ia merangkak, berdiri dan berjalan serta

mempertahankan tegak.

Fungsi dari kolumna vertebralis. Sebagai pendukung

badan yang kokoh dan sekaligus bekerja sebagai penyangga

kedengan prantaraan tulang rawan cakram intervertebralis

yang lengkungnya memberikan fleksibilitas dan memungkinkan

Trauma Medula Spinalis| 18

membonkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk

menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakkan berat

badan seperti waktu berlari dan meloncat, dan dengan

demikian otak dan sumsum belkang terlindung terhadap

goncangan. Disamping itu juga untuk memikul berat badan,

menyediakan permukaan untuk kartan otot dan membentuk

tapal batas pasterior yang kukuh untuk rongga-rongga badan

dan memberi kaitan pada iga.

1. Sistem saraf spinal (tulang belakang) berasal

dari arah dorsal, sehingga sifatnya sensorik.

Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang

belakang yang berjumlah 31 dibedakan menjadi:

a) 8 pasang saraf leher (saraf cervical)

( C1 sampai C8 )

Meliputi : Cerviks menunjukkan sekmen

T,L,S,Co

(1) Pleksus servikal berasal dari

ramus anterior saraf spinal C1 –

C4

(2) Pleksus brakial C5 – T1 / T2

mempersarafi anggota bagian atas,

Trauma Medula Spinalis| 19

saraf yang mempersarafi anggota

bawah L2 – S3.

b) 12 pasang saraf punggung (saraf thorax)

(T1 - T2 )

c) 5 pasang saraf pinggang (saraf lumbar) (

L1 - L5 )

d) 5 pasang saraf pinggul (saraf sacral)

( S1 - S5 )

e) 1 pasang saraf ekor (saraf coccyigeal).

Otot – otot representative dan segmen – segmen

spinal yang bersangkutan serta persarafannya:

Trauma Medula Spinalis| 20

1. Otot bisep lengan C5 – C6

2. Otot trisep C6 – C8

3. Ototbrakial C6 – C7

4. Otot intrinsic tangan C8 – T1

5. Susunan otot dada T1 – T8

6. Otot abdomen T6 – T12

7. Otot quadrisep paha L2 – L4

8. Otot gastrok nemius reflek untuk ektensi

kaki L5 – S2

Kemudian diantara beberapa saraf, ada yang menjadi

satu ikatan atau gabungan (pleksus) membentuk jaringan

urat saraf. Pleksus terbagi menjadi 3 macam, yaitu:

1) Plexus cervicalis (gabungan urat saraf

leher)

2) Plexus branchialis (gabungan urat saraf

lengan)

3) Plexus lumbo sakralis (gabungan urat

saraf punggung dan pinggang)

Korda jaringan saraf yang terbungkus dalam kolumna

vertebra yang memanjang dari medula batang otak sampai ke

area vertebra lumbal pertama disebut medula spinalis

A. Struktur umum medula spinalis

1. Medula spinalis berbentuk silinder berongga dan

agak pipih. Walaupun diameter medula spinalis

bervariasi, diameter struktur ini biasanya sekitar

ukuran jari kelingking. Panjang rata-rata 42 cm.

Trauma Medula Spinalis| 21

2. Dua pembesaran. Pembesaran lumbal dan serviks,

menandai sisi keluar saraf spinal besar yang

mensuplai lengan dan tungkai

3. 31 satu pasang saraf spinal keluar dari area urutan

korda melalui foramina intervertebral

4. Korda berakhir dibagian bawah vertebra lumbal

pertama atau kedua. Saraf spinal bagian bawah yang

keluar sebelum ujung korda mengarah ke bawah,

disebut korda ekuina, muncul dari kolumna spinlia

pada foramina intervertebral lumbal dan sakral yang

tepat.

a. Konus medularis (terminalis) adalah ujung kaudal

korda

b. Filum terminal adalah perpanjangan fibrosa

piameter yang melekat pada konus medularis ke

kolumna vertebra

5. Meningen (durameter, piameter, arakhnoid) yang

melapisi otak juga melapisi korda

6. Fisura Median Anterior (ventral) dalam fisura

posterior (dorsal) yang lebih dangkal menjalar di

sepanjang korda dan membaginya menjadi bagian kanan

dan kiri

Trauma Medula Spinalis| 22

B. Struktur Internal Medula Spinalis terdiri dari sebuah

inti substansi abu-abu yang diselubungi substansi

putih

1. Kanal sentral berukuran kecil dikelilingi substansi

abu-abu bentuknya seperti huruf H

2. Batang atas dan bawah huruf H disebut tanduk, atau

kolumna dan mengandung badan sel, dendrit asosiasi,

dan neuron eferen serta akson tidak termielinisasi

a. Tanduk abu-abu posterior (dorsal) adalah batang

ventrikel atas substansi abu-abu. Bagian ini

mengandung badan sel yang menerima sinyal

melaluisaraf spinal dari neuron sensorik

b. Tanduk abu-abu anterior (ventral) adalah batang

ventrikel bawah. Bagian ini mengandung neuron

motorik yang aksonnya mengirim impuls melalui

saraf spinal ke otot atau kelenjar

Trauma Medula Spinalis| 23

c. Tanduk lateral adalah protrusi diantara tanduk

posterior dan anterior pada area toraks dan

lumbal sistem saraf perifer. Bagian ini

mengandung badan sel neuron sistem SSO

d. Komisura abu-abu menghubungkan substansi abu-abu

disisi kiri dan kanan melalui medula spinalis

C. Setiap saraf spinal memiliki satu radiks dorsal atau

satu radiks ventral. Radiks dorsal terdiri dari

kelompok-kelompok serabut sensorik yang memasuki

korda. Radiks ventral adalah penghubung ventral dan

membawa serabut motorik ke korda

1. Setiap radiks yang memasuki atau meninggalkan korda

membentuk tujuh sampai sepuluh cabang radiks

2. Radiks dorsal dan ventral pada setiap sisi segmen

medula spinalis menyatu untuk membentuk saraf

spinal

3. Radiks dorsal ganglia adalah pembesaran radiks

dorsal yang mengandung sel neuron sensorik

Trauma Medula Spinalis| 24

D. Traktus spinal. Substansi putih korda yang terdiri

dari akson termielinisasi dibagi menjadi funikulus

anterior, posterior, lateral. Dalam funikulus

terdapat fasikulus atau traktus. Traktus diberi nama

sesuai dengan lokasi, asal dan tujuannya.

1. Traktus sensorik atau asenden membawa informasi

dari tubuh ke otak. Bagian penting traktus asenden

meliputi:

A. Fasikulus grasilis dan fasikulus kuneatus

a. Origo dan tujuan. Impuls dari sentuhan

reseptor peraba masuk ke medula spinalis

melalui radiks dorsal (neuron I). Akson

memasuki korda, berasenden untuk bersinaps

dengan nuklei grasilis dan kuneatus di medula

bagian bawah (neuron II). Akson menyilang ke

sisi yang berlawanan dan bersinaps dalam

Trauma Medula Spinalis| 25

talamus lateral (neuron III). Terminasinya

berada pada area somestetik korteks serebral

b. Fungsi. Traktus ini menyampaikan informasi

mengenai sentuhan, tekanan, vibrasi, dan

tendon otot

B. Traktus spinoserebelar ventral (anterior)

(berpasangan)

a. Origo dan tujuan. Impuls dari reseptor

kinestetik (kesadaran akan posisi tubuh) pada

otot dan tendon memauki medula spinalis

melalui radiks dorsal (neuron I) dan

bersinaps dalam tanduk posterior (neuron II).

Akson berasenden disisi yang sama atau

berlawanan dan berterminasi pada korteks

serebral

b. Fungsi, Traktus spinoserebelar ventral

membawa informasi mengenai gerakan dan posisi

keseluruhan anggota gerak

C. Traktus spinoserebelar dorsal (posterior)

a. Origo dan tujuan. Impuls dari traktus

spinoserebelar dorsal memiliki awal dan akhir

yang sama dengan impuls dari traktus

spinoserebelar ventral, walaupun demikian,

akson pada neuron II dalam tanduk posterior

Trauma Medula Spinalis| 26

bersenden disisi yang sama menuju korteks

serebral

b. Fungsi. Traktus spinoserebelar dorsal membawa

informasi mengenai propriosepsi bawah sadar

(kesadaran akan posisi tubuh, keseimbangan,

dan arah gerakan)

D. Traktus spinotalamik ventral (anterior)

a. Origo dan tujuan. Impuls dari reseptor taktil

pada kulit masuk ke medulla spinalis melalui

radiks dorsal (neuron I) dan bersinaps dalam

tanduk posterior disisi yang sama (neuron

II). Akson menyilang kesisi yang berlawanan

dan berasenden untuk bersinapsis dalam

talamus (neuron III). Akson berujung dalam

area somestetik korteks serebral

b. Fungsi. Traktus spinotalamik ventral membawa

informasi mengenai sentuhan, suhu dan nyeri

2. Traktus Motorik (Desenden) Mmebawa impuls motorik

dari otak ke medulla spinalis dan saraf spinal

menuju tubuh. Fungsi traktus motorik yang penting

meliputi:

A. Traktus kortikospinal lateral (piramidal)

a. Origo dan tujuan. Neuron I berasal dari area

motorik korteks serebral. Akosn berdesenden

Trauma Medula Spinalis| 27

ke medulla tempat sebagian besar serabut

berdekusasi dan terus memanjang sampai ke

tanduk posterior untuk bersinapsis langsung

atau melalui interneuron dengan neuron

motorik bagian bawah (neuron II) dalam

tanduk anterior. Akson berterminasi pada

lempeng ujung motorik otot rangka.

b. Fungsi. Traktus kortikospinal lateral

menghantar impuls untuk koordiasi dan

ketepatan gerakan volunter

B. Traktus kortikospinal (piramidal) ventral

(anterior)

a.Origo dan tujuan. Neuron I berasal dari

sel piramidal pada area motorik korteks

serebral dan berdesenden sampai ke medulla

spinalis. Disini akson menyilang ke sisi yang

berlawanan tepat sebelum bersinapsis, secara

langsung maupun melalui interneuron dengan

neuron II dalam tanduk anterior

b.Fungsi. Traktus kortikospinal ventral

memiliki fungsi yang sama dengan traktus

kortokospinal lateral. Traktus tersebut

menghantarkan impuls untuk koordinasi dan

ketepatan gerakan volunter.

C.Traktus ekstrapiramidal. Serabut dalam sistem

ini berasal dari pusat lain, misalnya nuklei

motorik dalam korteks serebral dan area

subkortikal di otak

Trauma Medula Spinalis| 28

a.Traktus retikulospinal berasal dari formasi

retikular (neuron I) dan berujung (neuron II)

pada sisi yang sama dineuron motorik bagian

bawah dalam tanduk anterior medula spinalis.

Impuls memberikan semacam pengaruh fasilitas

pada ekstensor tungkai dan fleksor lengan

serta memberikan suatu pengaruh inhibisi yang

berkaitan dengan postur dan tonus otot

b.Traktus vestilospinal lateral berasal dari

nukleus vestribular lateral dalam medulla

(neuron I) dan berdesenden pada sisi yang

sama untuk untuk berujung (neuron II) pada

tanduk anterior medulla spinalis. Impuls

mempertahankan tonus otot dalam aktivitas

refleks

c.Traktus vestibulospinal medial baerasal dari

nukleus vestibular medial dalam medula dan

menyilang ke sisi yang berlawanan untuk

berakhir pada tanduk anterior. Traktus ini

tidak berdesenden ke bawah area serviks.

Traktus ini berkaitan dengan pengendalian

otot-otot kepala dan leher

d.Traktus rubrospinal, yang berasal dari

nukleus merah otak tengah, traktus

olivospinal yang berasal dari olive inferior

medula dan traktus tektospinal yang berasal

dari bagian tektum otak tengah, juga termasuk

jenis traktus ekstrapiramidal yang

berhubungan dengan postur dan tonus otot.

Trauma Medula Spinalis| 29

Saraf Spinal. 31 pasang saraf spinal berawal dari

korda melalui radiks dorsal (posterior) dan ventral

(anterior). Pada bagian distal radiks dorsal ganglion,

dua radiks bergabung membentuk satu saraf spinal. Semua

saraf tersebut adalah saraf gabungan (motorik dan

sensorik), membawa informasi ke korda melalui neuron

aferen dan meninggalkan korda melalui neuron eferen.

1. Divisi. Setelah saraf spinal meninggalkan korda

melalui foramen intervertebral, saraf kemudian

bercabang menjadi 4 divisi

a. Cabang meningeal kecil masuk kembali ke medulla

spinalis melalui foramen sama yang digunakan saraf

untuk keluar dan mempersarafi meninges, pembuluh

darah medula spinalis dan ligamen vertebralis

b. Ramus dorsal (posterior) terdiri dari serabut yang

menyebar kearah posterior untuk mempersarafi otot

dan kulit pada bagian belakang kepala, leher, dan

pada trunkus di regia saraf spinal

c. Cabang ventral (anterior) terdiri dari serabut yang

mensuplai bagian anterior dan lateral pada trunkus

dan anggota gerak

d. Cabang viseral adalah bagian dari SSO. Cabang ini

memiliki ramus komunikans putih dan ramus

komunikans abu-abu yang membentuk hubungan abtara

medula spinalis dan ganglia pada trunkus simpatis

SSO

2. Pleksus adalah jaring-jaring serabut saraf yang

terbentuk dari ramus ventral seluruh saraf spinal,

Trauma Medula Spinalis| 30

kecuali T1 dan T11 , yang merupakan awal saraf

intercostae

a. Pleksus serviks terbentuk dari ramus ventral

keempat saraf serviks pertama- C1, C2, C3, C4- dan

sebagian C5. Saraf ini menginversi otot leher, dan

kulit kepala, leher serta dada. Saraf terpenting

yang berawal dari pleksus ini adalah saraf frenik

yang menginversi diagfragma

b. Pleksus brakhial terbentuk dari ramus ventral saraf

serviks C5, C6, C7, C8, dan saraf toraks pertama T1

dengan melibatkan C4 dan T2. Saraf dari pleksus

brakhial mensuplai lengan atas dan beberapa otot

pada leher dan bahu

c. Pleksus lumbal terbentuk dari ramus saraf lumbal

L1, L2, L3, L4 dengan bantuan T12. Saraf dari

pleksus ini menginversi kulit dan otot dinding

abdomen, paha dan genetalia eksternal. Saraf

terbesar adalah saraf femoral, yang mensuplai otot

fleksor paha dan kulit pada paha anterior, regia

panggul, dan tungkai bawah

d. Pleksus sakral terbentuk dari ramus ventral saraf

sakral S1, S2, dan S3, serta konstribusi dari L4,

L5, dan S4. Saraf dari pleksus ini menginversi

anggota gerak bawah, bokong, dan regia perineal,

saraf terbesar adalah saraf sklatik

e. Pleksus koksiks terbentuk dari ramus ventral S5

dan saraf spinal koksiks, dengan konstribusi dari

ramus S4. Pleksus ini merupakan awal saraf koksiks

yang mensupali regia koksiks.

Trauma Medula Spinalis| 31

Setiap saraf spinal keluar dari sumsum tulang

belakang dengan dua buah akar, yaitu akar depan (anterior)

dan akar belakang (posterior). Setiap akar anterior

dibentuk oleh beberapa benang akar yang meninggalkan

sumsum tulang belakang pada satu alur membujur dan teratur

dalam satu baris. Tempat alaur tersebut sesuai dengan

tempat tanduk depan terletak paling dekat di bawah

permukaan sumsum tulang belakang. Benang-benang akar dari

satu segmen berhimpun untuk membentuk satu akar depan.

Akar posterior pun terdiri atas benang-benang akar serupa,

yang mencapai sumsum tulang belakang pada satu alur di

permukaan belakang sumsum tulang belakang. Setiap akar

belakang mempunyai sebuah kumpulan sel saraf yang

dinamakan simpulsaraf spinal. Akar anterior dan posterior

bertaut satu sama lain membentuk saraf spinal yang

meninggalkan terusan tulang belakang melalui sebuah lubang

antar ruas tulang belakang dan kemudian segera bercabang

menjadi sebuah cabang belakang, cabang depan, dan cabang

penghubung.

Cabang-cabang belakang saraf spinal mempersarafi

otot-otot punggung sejati dan sebagian kecil kulit

punggung. Cabang-cabang depan mempersarafi semua otot

kerangka batang badan dan anggota-anggota gerak serta

kulit tubuh kecuali kulit punggung. Cabang-cabang depan

untuk persarafan lengan membentuk suatu anyaman (plexus),

yaitu anyaman lengan (plexus brachialis). Dari anyaman

Trauma Medula Spinalis| 32

inilah dilepaskan beberapa cabang pendek ke arah bahu dan

ketiak, dan beberapa cabang panjang untuk lengan dan

tangan. Demikian pula dibentuk oleh cabang-cabang depan

untuk anggota-anggota gerak bawah dan untuk panggul sebuah

anyaman yang disebut plexus lumbosakralis, yang juga

mengirimkan beberapa cabang pendek ke arah pangkal paha

dan bokong, serta beberapa cabang panjang untuk tungkai

atas dan tungkai bawah. Yang terbesar adalah saraf tulang

duduk. Saraf ini terletak di bidang posterior tulang paha.

Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula

ada medula ablongata, menjulur kearah kaudal melalu

foramen magnum dan berakhir diantara vertebra-lumbalis

pertama dan kedua. Disini medula spinalis meruncing

sebagai konus medularis, dna kemudian sebuah sambungan

tipis dasri pia meter yang disebut filum terminale, yang

menembus kantong durameter, bergerak menuju koksigis.

Sumsum tulang belakang yang berukuran panjang sekitar 45

cm ini, pada bagian depannya dibelah oleh figura anterior

yang dalam, sementara bagian belakang dibelah oleh sebuah

figura sempit.

Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan,

servikal dan lumbal. Dari penebalan ini, plexus-plexus

saraf bergerak guna melayani anggota badan atas dan bawah

Trauma Medula Spinalis| 33

dan plexus dari daerah thorax membentuk saraf-saraf

interkostalis.

Fungsi sumsum tulang belakang :

1) Organ sensorik : menerima impuls, misalnya

kulit.

2) Serabut saraf sensorik ; mengantarkan impuls-

impuls tersebut menuju sel-sel dalam ganglion

radix pasterior dan selanjutnya menuju

substansi kelabu pada karnu pasterior mendula

spinalis.

3) Sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut

saraf penghubung menghantarkan impuls-impuls

menuju karnu anterior medula spinalis.

4) Sel saraf motorik ; dalam karnu anterior medula

spinalis yang menerima dan mengalihkan impuls

tersebut melalui serabut sarag motorik.

5) Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena

dirangsang oleh impuls saraf motorik.

6) Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya

apabila terputus pada daerah torakal dan lumbal

mengakibatkan (pada daerah torakal) paralisis

beberapa otot interkostal, paralisis pada otot

abdomen dan otot-otot pada kedua anggota gerak

bawah, serta paralisis sfinker pada uretra dan

rektum.

B. Sendi Kolumna Vertebra

Trauma Medula Spinalis| 34

Sendi ini dibentuk oleh bantalan tulang rawan yang

diletakkan diantara setiap dua vertebra, dikuatkan oleh

ligamentum yang berjalan didepan dan dibelakang badan-

badan vertebra sepanjang kolumna vertebralis. Massa otot

disetiap sisi membantu kestabilan tulang belakang

sepenuhnya.

Diskus Intervetebralis atau cakram antar ruas

adalah bantalan tebal dari tulang rawan fibrosa yang

terdapat diantara badan vertebra yang dapat bergerak

C. Meningen Spinal

Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian

dari susunan saraf yang bersiaft non neural. Meningen

terdiri dari jarningan ikat berupa membran yang

menyelubungi seluruh permukaan otak, batang otak dan

medula spinalis. Meningen terdiri dari 3 lapisan, yaitu

Piamater, arakhnoid dan duramater.

Duramater yang merupakan lapisan yang kuat, Membran

fibrosa, Bersatu dengan filum terminale. Piamater berupa

lapisan tipis, kaya pembuluh darah, nyambung dengan medula

spinalis. Rongga antara periosteum dengan duramater

disebut dengan epidural yang merupakan area yang

mengandung banyak pembuluh darah dan lemak. Rongga antara

duramater dengan arachnoid disebut dengan subdural. Sub

dural tidak mengandung CSF. Rongga antara Arachnoid dan

Piamater disebut dengan Subarachnoid. Pada rongga ini

terdapat Cerebro Spinal Fluid, Pembuluh Darah dan akar-

akar syaraf

Piameter merupakan selaput tipis yang melekat pada

permukaan otak yang mengikuti setiap lekukan-lekukan pada

Trauma Medula Spinalis| 35

sulkus-sulkus dan fisura-fisura, juga melekat pada

permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal

sampai ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra.

Arakhnoid mempunyai banyak trabekula halus yang

berhubungan dengan piameter, tetapi tidak mengikuti setiap

lekukan otak.

Diantara arakhnoid dan piameter disebut ruang

subrakhnoid, yang berisi cairan serebrospinal dan

pembuluh-pembuluh darah. Karena arakhnoid tidak mengikuti

lekukanlekukan otak, maka di beberapa tempat ruang

subarakhnoid melebar yang disebut sisterna. Yang paling

besar adalah siterna magna, terletak diantara bagian

inferior serebelum danme oblongata. Lainnya adalah

sisterna pontis di permukaan ventral pons, sisterna

interpedunkularis di permukaan venttralmesensefalon,

sisterna siasmatis di depan lamina terminalis. Pada sudut

antara serebelum dan lamina quadrigemina terdapat sisterna

vena magna serebri. Sisterna ini berhubungan dengan

sisterna interpedunkularis melalui sisterna ambiens. Ruang

subarakhnoid spinal yang merupakan lanjutan dari sisterna

magna dan sisterna pontis merupakan selubung dari medula

spinalis sampai setinggi S2. Ruang subarakhnoid dibawah L2

dinamakan sakus atau teka lumbalis, tempat dimana cairan

serebrospinal diambil pada waktu pungsi lumbal.

1. Ruang Epidural

Trauma Medula Spinalis| 36

Diantara lapisan luar dura dan tulang tengkorak

terdapat jaringan ikat yang mengandung 

kapiler-kapiler halus yang mengisi suatu

ruangan disebut ruang epidural

2. Ruang Subdural

Diantara lapisan dalam durameter dan arakhnoid

yang mengandung sedikit cairan, mengisi suatu

ruang disebut ruang subdural .

D. Cairan SerebroSpinal

Cairan serebrospinal yang berada di ruang

subarakhnoid merupakan salah satu proteksi untuk

melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap

trauma atau gangguan dari luar.

Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih

1700 ml, volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan

serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml) dan darah

sekitar 150 ml. 80% dari jaringan otak terdiri dari

cairan, baik ekstra sel maupun intra sel.

Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak

0,35 ml/menit atau 500 ml/hari, sedangkan total volume

cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Ini

merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan,

sirkulasi dan absorpsi. Untuk mempertahankan jumlah cairan

serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan

serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari. Perubahan

dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar

Trauma Medula Spinalis| 37

patologi suatu kelainan klinik. Pemeriksaan cairan

serebrospinal sangat membantu dalam mendiagnosa penyakit-

penyakit neurologi. Selain itu juga untuk evaluasi

pengobatan dan perjalanan penyakit, serta menentukan

prognosa penyakit. Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah

suatu tindakan yang aman, tidak mahal dan cepat untuk

menetapkan diagnosa, mengidentifikasi organism penyebab

serta dapat untuk melakukan test sensitivitas antibiotika.

E. Suplai Darah Medula Spinalis

Medula spinalis menerima darah melalui cabang-

cabang arteri vertebralis (arteri spinatis anterior dan

posterior serta cabang-cabangnya) dan dari pembuluh-

pembuluh segmental regional yang berasal dari aorta

torakalis dan abdominalis (arteri radikularis dan cabang-

cabangnya). Dari tempat percabangannya pada arteri

vertebralis disepanjang medula, arteri spinalis anterior

dan posterior akan berjalan menuju medula spinalis.

Medula spinalis mendapat dua suplai darah dari

dua sumber yaitu: 1) arteri Spinalis anterior yang

merupakan percabangan arteri vertebralis, 2) arteri

Spinalis posterior, yang juga merupakan percabangan arteri

vertebralis.

Antara arteri spinalis tersebut diatas terdapat

banyak anastomosis sehingga merupakan anyaman plexus yang

mengelilingi medulla spinalis dan disebut vasocorona. Vena

di dalam otak tidak berjalan bersama-sama arteri. Vena

jaringan otak bermuara di jalan vena yang terdapat pada

permukaan otak dan dasar otak. Dari anyaman plexus venosus

yang terdapat di dalam spatum subarachnoid darah vena

Trauma Medula Spinalis| 38

dialirkan kedalam sistem sinus venosus yang terdapat di

dalam durameter diantara lapisan periostum dan selaput

otak.

Arteri vertebralis dipercabangkan oleh arteri sub

clavia. Arteri ini berjalan ke kranial melalui foramen

transversus vertebrae ke enam sampai pertama kemudian

membelok ke lateral masuk ke dalam foramen transversus

magnum menuju cavum cranii. Arteri ini kemudian berjalan

ventral dari medula oblongata dorsal dari olivus, caudal

dari tepi caudal pons varolii. Arteri vertabralis kanan

dan kiri akan bersatu menjadi arteri basilaris yang

kemudian berjalan frontal untuk akhirnya bercabang menjadi

dua yaitu arteri cerebri posterior kanan dan kiri.

Daerah yang diperdarahi oleh arteri cerbri

posterior ini adalah facies convexa lobus temporalis

cortex cerebri mulai dari tepi bawah sampai setinggi

sulcus temporalis media, facies convexa

parietooccipitalis, facies medialis lobus occipitalis

cotex cerebri dan lobus temporalis cortex cerebri.

Anastomosis antara arteri-arteri cerebri berfungsi utnuk

menjaga agar aliran darah ke jaringan otak tetap terjaga

secara continue. Sistem carotis yang berasal dari arteri

carotis interna dengan sistem vertebrobasilaris yang

berasal dari arteri vertebralis, dihubungkan oleh circulus

arteriosus willisi membentuk Circle of willis yang

terdapat pada bagian dasar otak.

Trauma Medula Spinalis| 39

Selain itu terdapat anastomosis lain yaitu antara

arteri cerebri media dengan arteri cerebri anterior,

arteri cerebri media dengan arteri cerebri posterior.

F. Refleks Spinal

Refleks merupakan respon bawah sadar terhadap adanyasuatu stimulus internal ataupun eksternal untukmempertahankan keadaan seimbang dari tubuh. Refleks yangmelibatkan otot rangka disebut dengan refleks somatis danRefleks yang melibatkan otot polos, otot jantung ataukelenjar disebut refleks otonom atau visceral.

G. Konsep Refleks

Refleks merupakan kejadian involunter dan tidak

dapat dikendalikan oleh kemauan. Tindakan refleks

merupakan gerakan motorik involunter atau respons

sekretorik yang diperlihatkan jaringan terhadap stimulus

sensorik, seperti refleks menarik diri, bersin, batuk, dan

mengedip (Sue Hinchlift).

Secara fisiologis dengan ringkas dapat dijelaskan

bahwa suatu respons refleks terjadi bila suatu otot rangka

Trauma Medula Spinalis| 40

dengan persarafan untuk diregangkan, otot ini akan

kontraksi. Respons seperti ini disebut refleks regang.

Rangsangan yang membangkitkan refleks regang adalah

regangan pada otot, dan responsnya adalah kontraksi otot

yang diregangkan itu. Reseptor refleks ini adalah kumparan

otot (muscle spindle). Impuls yang tercetus oleh kumparan

otot dihantarkan ke SSP melalui serat saraf sensorik

penghantar cepat. Impuls kemudian diteruskan ke neuron-

neuron motorik yang mempersarafi otot yang teregang itu.

Neurotransmitter di sinaps pusat adalah glutamat.

Refleks-refleks regang merupakan refleks

monosinaptik yang paling banyak digunakan dalam

pemeriksaan neurologis, seperti pada ketukan di tendon

patella yang akan membangkitkan refleks patella, yaitu

refleks regang otot quadriseps femoris, akibat ketukan

pada tendon akan meregangkan otot. Kontraksi serupa akan

timbul bila otot quadriseps diregang secara manual

(Ganong, 1999).

Tahanan otot terhadap regangan kerap disebut tonus.

Bila neuron motorik ke suatu otot dipotong, otot itu

memberikan tahanan yang lemah dan disebut flaksid. Otot

yang hipertonik (spastik) adalah otot yang mempunyai

tahanan yang tinggi terhadap regangan karena adanya

refleks regang yang hiperaktif. Diantara keadaan flaksid

dan spastis terdapat area yang sering kali di salah

artikan sebagai area tonus normal. Otot umumnya hipotonik

bila pelepasan impuls eferennya rendah dan hipertonik bila

tinggi.

Temuan lain yang khas untuk keadaan peningkatan

impuls eferen adalah klonus. Tanda neurologis ini

Trauma Medula Spinalis| 41

merupakan peristiwa kontraksi otot yang teratur dan

berirama akibat regangan yang tiba-tiba dan bertahan.

Klonus pergelangan kaki merupakan contoh yang khas. Klonus

ini dimulai dengan dorsofleksi kaki yang cepat dan mantap,

dan reponsnya adalah plantarfleksi pergelangan kaki

berirama.

Suatu respons fleksor dapat ditimbulkan dengan

rangsangan di kulit atau dengan peregangan otot, tetapi

respons fleksor kuat yang disertai gerakan menarik diri

hanya dibangkitkan oleh suatu rangsang yang berbahaya.

Karena itu, rangsang ini disebut rangsang nosiseptif.

Respons menarik diri dari fleksi ekstremitas yang

dirangsang menjauhkan tungkai dari sumber iritasi dan

ekstensi ekstremtas yang menyangga tubuh. Refleks menarik

diri sangat kuat, refleks ini menguasai jaras-jaras spinal

sehingga membatalkan semua kegiatan refleks lain yang

terjadi pada saat yang bersamaan (Price, 1995).

H. Saraf spinal

Saraf spinal pada manusia dewasa memiliki panjang

sekitar 45 cm dan lebar 14 mm. Pada bagian permukaan

dorsal dari saraf spinal, terdapat alur yang dangkal

secara longitudinal di bagian medial posterior berupa

sulkus dan bagian yang dalam dari anterior berupa fisura.

Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan

saraf dan masing-masing memiliki sepasang saraf spinal

yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramen

intervertebra (lubang pada tulang vertebra). Saraf-saraf

spinal diberi nama sesuai dengan foramen intervertebra

tempat keluarnya saraf-saraf tersebut, kecuali saraf

Trauma Medula Spinalis| 42

servikal pertama yang keluar di antara tulang oksipital

dan vertebra servikal pertama

Tiga puluh satu pasang saraf spinal keluar dari

medula apinalis dan kemudian dari kolumna vertabalis

melalui celah sempit antara ruas-ruas tulang vertebra.

Celah tersebut dinamakan foramina intervertebrelia.

Seluruh saraf spinal merupakan saraf campuran karena

mengandung serat-serat eferen yang membawa impuls baik

sensorik maupun motorik. Mendekati medula spinalis, serat-

serat eferen memisahkan diri dari serat–serat eferen.

Serat eferen masuk ke medula spinalis membentuk akar

belakang (radix dorsalis), sedangkan serat eferen keluar

dari medula spinalis membentuk akar depan (radix

ventralis). Setiap segmen medula spinalis memiliki

sepasang saraf spinal, kanan dan kiri. Sehingga dengan

demikian terdapat 8 pasang saraf spinal servikal, 12

pasang saraf spinal torakal, 5 pasang saraf spinal lumbal,

5 pasang saraf spinal sakral dan satu pasang saraf spinal

koksigeal. Untuk kelangsungan fungsi integrasi, terdapat

neuron-neuron penghubung disebut interneuron yang tersusun

sangat bervariasi mulai dari yang sederhana satu

interneuron sampai yang sangat kompleks banyak

interneuron. Dalam menyelenggarakan fungsinya, tiap saraf

spinal melayani suatu segmen tertentu pada kulit, yang

disebut dermatom. Hal ini hanya untuk fungsi sensorik.

Dengan demikian gangguan sensorik pada dermatom tertentu

dapat memberikan gambaran letak kerusakan.

Adapun ke 31 nervus spinalis, yaitu:

Trauma Medula Spinalis| 43

1. Nervus hipoglossus : Nervus yang mempersarafi

lidah dan sekitarnya.

2. Nervus occipitalis minor : Nervus yang

mempersarafi bagian otak belakang dalam

trungkusnya.

3. Nervus thoracicus : Nervus yang mempersarafi

otot serratus anterior.

4. Nervus radialis: Nervus yang mempersyarafi otot

lengan bawah bagian posterior, mempersarafi otot

triceps brachii, otot anconeus, otot

brachioradialis dan otot ekstensor lengan bawah

dan mempersarafi kulit bagian posterior lengan

atas dan lengan bawah. Merupakan saraf terbesar

dari plexus.

5. Nervus thoracicus longus: Nervus yang

mempersarafi otot subclavius, Nervus thoracicus

longus. berasal dari ramus C5, C6, dan C7,

mempersarafi otot serratus anterior.

6. Nervus thoracodorsalis: Nervus yang mempersarafi

otot deltoideus dan otot trapezius, otot

latissimus dorsi.

7. Nervus axillaris: Nervus ini bersandar pada

collum chirurgicum humeri.

8. Nervus subciavius: Nervus subclavius berasal

dari ramus C5 dan C6, mempersarafi otot

subclavius..

9. Nervus supcapulari: Nervus ini bersal dari ramus

C5, mempersarafi otot rhomboideus major dan

minor serta otot levator scapulae,

Trauma Medula Spinalis| 44

10. Nervus supracaplaris: Berasal dari trunkus

superior, mempersarafi otot supraspinatus dan

infraspinatus.

11. Nervusphrenicus: Nervus phrenicus mempersyarafi

diafragma.

12. Nervus intercostalis

13. Nervus intercostobrachialis: Mempersyarafi

kelenjar getah bening.

14. Nervus cutaneus brachii medialis: Nervus ini

mempersarafi kulit sisi medial lengan atas.

15. Nervus cutaneus antebrachii medialis:

Mempersarafi kulit sisi medial lengan bawah.

16. Nervus ulnaris: Mempersarafi satu setengah otot

fleksor lengan bawah dan otot-otot kecil tangan,

dan kulit tangan di sebelah medial.

17. Nervus medianus: Memberikan cabang C5, C6, C7

untuk nervus medianus.

18. Nervus musculocutaneus: Berasal dari C5 dan C6,

mempersarafi otot coracobrachialis, otot

brachialis, dan otot biceps brachii. Selanjutnya

cabang ini akan menjadi nervus cutaneus

lateralis dari lengan atas.

19. Nervusdorsalis scapulae: Nervus dorsalis

scapulae bersal dari ramus C5, mempersarafi otot

rhomboideus.

20. Nervus transverses colli

21. Nervus nuricularis: Nervus auricularis posterior

berjalan berdekatan menuju foramen,

Letakanatomisnya: sebelah atas dengan lamina

terminalis,

Trauma Medula Spinalis| 45

22. NervusSubcostalis: Mempersarafi sistem kerja

ginjal dan letaknya.

23. Nervus Iliochypogastricus: Nervus

iliohypogastricusberpusat pada medulla spinalis.

24. Nervus Iliongnalis: Nervus yang mempersyarafi

system genetal, atau kelamin manusia.

25. NervusGenitofemularis: Nervus genitofemoralis

berpusat pada medulla spinalis L1-2, berjalan ke

caudal, menembus m. Psoas major setinggi

vertebra lumbalis ¾.

26. Nervus Cutaneus Femoris Lateralis: Mempersyarafi

tungkai atas, bagian lateral tungkai bawah,

serta bagian lateral kaki.

27. NervusFemoralis: Nervus yang mempersyarafi

daerah paha dan otot paha.

28. NervusGluteus Superior: Nervus gluteus superior

(L4, 5, dan paha, walaupun sering dijumpai

percabangan dengan letak yang lebih tinggi.

29. Nervus Ischiadicus: Nervus yang mempersyarafi

pangkal paha

30. NervusCutaneus Femoris Inferior: Nervus yang

mempersyarafi bagian (s2 dan s3) pada bagian

lengan bawah.

31. Nervus Pudendus: Letak nervus pudendus

berdekatan dengan ujung spina ischiadica. Nervus

pudendus, Nervus pudendus menyarafi otot levator

ani, dan otot perineum(ke kiri / kanan ),

sedangkan letak kepalanya dibuat sedikit lebih

rendah.

Trauma Medula Spinalis| 46

Tabel no. 2. Tabel Sistem saraf medulla spinalis

Jumlah Medula spinalis

daerah

Menuju

7 pasang Servix Kulit kepala, leher dan

otot tangan, membentuk

daerah tengkuk.12 pasang Punggung/toraks Organ-organ dalam,

membentuk bagian

belakang torax atau

dada.5 pasang Lumbal/pinggang Paha, membentuk daerah

lumbal atau pinggang.5 pasang Sakral/

kelangkang

Otot betis, kaki dan jari

kaki, membentuk os sakrum

(tulang kelangkang).1 pasang Koksigeal Sekitar  tulang  ekor,

membentuk tulang

koksigeus (tulang

tungging)(Sumber: Sistem Saraf I « Andienchandra’s Blog.htm)

Bila sumsum tulang belakang ini mengalami cidera

ditempat tertentu, maka akan mempengaruhi sistem saraf

disekitarnya, bahkan bisa menyebabkan kelumpuhan di area

bagian bawah tubuh, seperti anggota gerak bawah (kaki).

Trauma Medula Spinalis| 47

Secara fungsi, sumsum tulang belakang bekerja secara

sadar dan tak sadar (saraf otonom). Sumsum tulang belakang

yang bekerja secara sadar di atur oleh otak sedangkan

sistem saraf tidak sadar (saraf otonom) mengontrol

aktivitas yang tidak diatur oleh kerja otak seperti denyut

jantung, sistem pencernaan, sekresi keringat, gerak

peristaltic usus, dan lain-lain.

Trauma Medula Spinalis| 48

Fungsi sumsum tulang belakang yang utama adalah sebagai

berikut.

1. Menghubungkan sistem saraf tepi ke otak. Informasi

melalui neuron sensori ditransmisikan dengan bantuan

interneuron (impuls saraf dari dan ke otak).

2. Memungkinan jalan terpendek dari gerak refleks.

Sehingga sumsum tulang belakang juga biasa disebut

saraf refleks.

3. Mengurusi persarafan tubuh, anggota badan dan kepala

Trauma Medula Spinalis| 49

2.3 Penyebab atau Etiologi dan FaktorResiko trauma Medula Spinalis

Cedera Medula Spinalis disebapkan oleh trauma langsung

yang mengenai tulang belakang dimana trauma tersebut

melampaui batas kemampuan tulang belakang dalam melindungi

saraf-saraf di dalamnya

Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah

tulang belakang dan terbanyak mengenai daerah servikal dan

lumbal.cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi,

kompressi, atau rotasi tulang belakang.didaerah torakal

tidak banyak terjadi karena terlindung dengan struktur

toraks.

Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana,

kompressi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan kerusakan

pada sumsum tulanmg belakang dapat beruypa memar,

contusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa

Trauma Medula Spinalis| 50

gangguan peredaran darah, atau perdarahan.Kelainan

sekunder pada sumsum belakang dapat doisebabkan

hipoksemia dana iskemia.iskamia disebabkan hipotensi,

oedema, atau kompressi.

Perlu disadar bahwa kerusakan pada sumsum belakang

merupakan kerusakan yang permanen karena tidak akan

terjadi regenerasi dari jaringan saraf. Pada fase awal

setelah trauma tidak dapat dipastikan apakah gangguan

fungsi disebabkan oleh kerusakan sebenarnya dari

jaringan saraf atau disebabkan oleh tekanan, memar, atau

oedema.

A. Etiologi cedera spinal adalah:

1. Trauma misalnya kecelakaan lalu lintas,

terjatuh, kegiatan olah raga, luka tusuk atau

luka tembak.

2. Non trauma seperti spondilitis servikal dengan

myelopati, myelitis, osteoporosis, tumor.

Menurut Arif muttaqin (2005, hal. 98) penyebab dari

cedera  medula spinalis adalah

1. Kecelakaan dijalan raya (penyebab paling

sering).

2. Olahraga

3. Menyelan pada air yang dangkal

4. Kecelakaan lain, seperti jatuh dari

pohon atau bangunan

5. Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)

6. Kejatuhan benda keras

7. Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil

atau kondisi patologis yang menimbulkan

Trauma Medula Spinalis| 51

penyakit tulang atau melemahnya tulang.

(Harsono, 2000).

8. Luka tembak atau luka tikam

9. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera

medulla spinalis slompai, yang seperti

spondiliosis servikal dengan mielopati, yang

menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan

cedera progresif terhadap medulla spinalis dan

akar mielitis akibat proses inflamasi infeksi

maupun non infeksi osteoporosis yang disebabkan

oleh fraktur kompresi pada vertebra, singmelia,

tumor infiltrasi maupun kompresi, dan penyakit

vascular.

10.Keganasan yang menyebabkan fraktur patologik

11.Infeksi

12.Osteoporosis

13.Mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan saat

mengendarai mobil atau sepeda motor.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi trauma medulla

spinalis

1. Usia

Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria

di bandingkan pada wanita karena olahraga,

pekerjaan, dan kecelakaan bermotor.

2. Jenis Kelamin

Belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan

pria karena faktor osteoporosis yang di

Trauma Medula Spinalis| 52

asosiasikan dengan perubahan hormonal

(menopause).

3. Status Nutrisi

2.4 PatofisiologiTulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat

menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi

traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi

karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak

langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada

medulla spinalis disebut “whiplash”/trauma indirek.

Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi

berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan

mendadak.Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang

bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah misal; pada

waktu duduk dikendaraan yang sedang cepat berjalan

kemudian berhenti secara mendadak. Atau pada waktu terjun

dari jarak tinggi, menyelam dan masuk air yang dapat

mengakibatkan paraplegia.

Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa

hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan vertical (terutama

pada T.12 sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami

medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap.

Akibat trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis

dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio medulla

spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam beberapa

hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema,

perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh

darah. Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap,

secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi

Trauma Medula Spinalis| 53

lesi, contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu

di medulla spinalis.

Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat

trauma tulang belakang secara langsung karena tertutup

atau peluru yang dapat mematahkan / menggeserkan ruas

tulang belakang (fraktur dan dislokasi). Lesi transversa

medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena

(segmentransversa, hemitransversa, kuadran transversa).

hematomielia adalah perdarahan dalam medulla spinalis yang

berbentuk lonjong dan bertempat di substansia grisea.

Trauma ini bersifat “whiplash “yaitu jatuh dari jarak

tinggi dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk,

terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio. Kompresi

medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla

spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis

vertebralis.

Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh

hematoma ekstra meduler traumatic dan dapat juga tertekan

oleh kepingan tulang yang patah yang terselip diantara

duramater dan kolumna vertebralis. Gejala yang didapat

sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat

tumor, kista dan abses didalam kanalis vertebralis

Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap

radiks saraf spinalis dapat tertarik dan mengalami

jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks columna 5-7 dapat

mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah

nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran

tersebut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis

Trauma Medula Spinalis| 54

traumatik yang reversible. Jika radiks terputus akibat

trauma tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan

motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya

arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan

menimbulkan defisit sensorik motorik pada dermatoma dan

miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema anastomosis

anterial anterior spinal.

Kerusakan medula spinalis berkisar dari komosio

sementara (dimana pasien sembuh sempurna) sampai kontusio,

laserasi dan kompresi substansi medula (baik salah satu

maupun kombinasi). Sampai transeksi lengkap medula (yang

membuat pasien paralisis dibawah tingkat cidera).

Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis, darah

dapat merembes ke extradural subdural atau daerah

subarahnoid pada kanal spinal. Segera Setelah terjadi

kontusio atau robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf

mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke substansia

griseria  medula spinalis menjadi terganggu tidak hanya

hal ini saja yang terjadi pada cidera pembuluh darah

medula spinalis, tetapi proses patogenik dianggap

menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera medula

spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian

yang menimbulkan iskemia, hipoksia, edema dan lesi-lesi

hemoragi, yang pada gilirannya mengakibatkan keruskan

mielin dan akson.

Trauma Medula Spinalis| 55

Reaksi sekunder ini, diyakini penyebab prinsip

desenerasi medula spinalis pada tingkat cidera, sekarang

dianggap reversibel 4 sampai 6 jam setelah cidera. Untuk

itu jika kerusakan medula tidak dapat diperbaiki, maka

beberapa metode mengawali pengobatan dengan menggunakan

kortikosteroid dan obat-obat anti inflamasi lainnya yang

dibutuhkan untuk mencegah kerusakan sebagian dari

perkembangannya, masuk ke dalam kerusakan total dan

menetap

Akibat suatu trauma mengenai vertebrata mengakibatkan

patah tulang belakang. Paling banyak servikalis, lumbalis.

Fraktur dapat berupa  patah tulang sederhana kompresi

dislokasia, sedangkan pada sumsum tulang belakang dapat

berupa memar / kontusio laserasi dengan / tanpa

perdarahan. Blok syaraf simpatis pelepasan mediator  kimia

iskemia, dan hipoksemia, syok spinal, gangguan fungsi

kandung kemih. Lokasi cedera medula spinalis umumnya

mengenai C1 dan C2,C4,C6, dan T11 atau L2. Trauma medulla

spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5

1. Lesi L1: Kehilangan sensorik yaitu sama menyebar

sampai lipat paha dan bagian dari bokong.

2. Lesi L2: Ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3

atas dari anterior paha.

3. Lesi L3: Ekstremitas bagian bawah.

4. Lesi L4: Ekstremitas bagian bawah kecuali

anterior paha.

5. Lesi L5: Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.

Mekanisme utama terjadinya cedera vertebra adalah

karena hiperekstensi, hiperfleksi, trauma kompresi

Trauma Medula Spinalis| 56

vertikal dan rotasi, bisa sendiri atau kombinasi. Cedera

karena hiperekstensi paling umum terjadi pada area

cervikal dan kerusakan terjadi akibat kekuatan akselerasi

– deselerasi. Cedera akibat hiperfleksi terjadi akibat

regangan atau tarikan yang berlebihan, kompresi dan

perubahan bentuk dari medula spinalis secara tiba – tiba.

Kerusakan medula spinalis terjadi akibat kompresi

tulang, herniasi disk, hematoma, edema, regangan jaringa

saraf dan gangguan sirkulasi pada spinal. Adanya

perdarahan akibat trauma dari gray sampai white matter

menurunkan perfusi vaskuler dan menurunkan kadar oksigen

dan menyebabkan iskemia pada daerah cedera. Keadaan

tersebut lebih lanjut mengakibatkan edema sel dan jaringan

menjadi nekrosis. Sirkulasi dalam white matter akan

kembali menjadi normal kurang lenih 24 jam. Perubahan

kimia dan metabolisme yang terjadi adalah meningkatnya

asam laktat dalam jaringan dan menurunnya kadar oksigen

secara cepat 30 enit setelah trauma, meningkatnya

konsentrasi norephineprine. Meningkatnya norephineprine

disebabkan karena efek sikemia, ruptur vaskuler atau

nekrosis jaringan saraf.

Trauma medula spinalis dapat menimbulkan renjatan

spinal (spinal shock) yaitu terjadi jika kerusakan secara

Trauma Medula Spinalis| 57

tranversal sehingga mengakibatkan pemotongan komplit

rangsangan. Pemotongan komplit rangsangan menimbulkan

semua fungsi reflektorik pada semua segmen di bawah garis

kerusakan akan hilang. Fase renjatan ini berlangsung

beberpa minggu sampai beberapa bulan (3 – 6 minggu).

Trauma pada daerah leher dapat bermanifestasi pada

kerusakan struktur kolumna vertebra, kompresi diskus,

sobeknya ligamentum servikalis, dan kompresi medula

spinalis pada setiap sisinya dapat menekan spinal dan

bermanifestasi pada kompresi radiks, dan distribusi saraf

sesuai segmen dari tulang belakang servikal.

TABEL Kondisi Patologis Saraf Spinal Akibat Cedera

Batas Cedera Fungsi yang HilangC1 –C 4 Hilangnya fungsi motorik dan sensorik

leher ke bawah. Paralisis pernafasan,

tidak terkontrolnya bowel dan blader.C5 Hilangnya fungsi motorik dari atas

bahu ke bawah. Hilangnya sensasi di

bawah klavikula. Tidak terkontrolnya

bowel dan blader.C6 Hilangnya fungsi motorik di bawah

batas bahu dan lengan. Sensasi lebih

banyak pada lengan dan jempol.

C7 Fungsi motorik yang kurang sempurna

pada bahu, siku, pergelangan dan

bagian dari lengan. Sensasi lebih

banyak pada lengan dan tangan

dibandingkan pada C6. Yang lain

mengalami fungsi yang sama dengan C5.

Trauma Medula Spinalis| 58

C8 Mampu mengontrol lengan tetapi

beberapa hari lengan mengalami

kelemahan. Hilangnya sensai di bawah

dada.T1-T6 Hilangnya kemampuan motorik dan

sensorik di bawah dada tengah.

Kemungkinan beberapa otot interkosta

mengalami kerusakan. Hilangnya

kontrol bowel dan blader.T6 – T12 Hilangnya kemampuan motorik dan

sensasi di bawah pinggang. Fungsi

pernafasan sempurna tetapi hilangnya

fngsi bowel dan blader.L1 – L3 Hilannya fungsi motorik dari plevis

dan tungkai. Hilangnya sensasi dari

abdomen bagian bawah dan tungkai.

Tidak terkontrolnya bowel dan blader.L4 – S1 Hilangnya bebrapa fungsi motorik pada

pangkal paha, lutut dan kaki. Tidak

terkontrolnya bowel dan blader.S2 – S4 Hilangnya fungsi motorik ankle

plantar fleksor. Hilangnya sensai

pada tungkai dan perineum. Pada

keadaan awal terjadi gangguan bowel

dan blader.

Trauma pada servikal bisa menyebabkan cedera spinal

stabil dan tidak stabil. Cedera stabil adalah cedera yang

komponen vertebralnya tidak akan tergeser oleh gerakan

normal sehingga sumsum tulang yang tidak rusak dan

Trauma Medula Spinalis| 59

biasanya resikonya lebih rendah. Cedera tidak stabil

adalah cedera yang dapat mengalami pergeseran lebih jauh

dimana terjadi perubahan struktur dari oseoligamentosa

posterior (pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang

posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa),

komponen pertengahan (sepertiga bagian posterior badan

vertebral, bagian posterior dari diskus intervertebralis

dan ligamen longitudinal posterior), dan kolumna anterior

(dua-pertiga bagian anterior korpus vertebra, bagian

anterior diskus intervertebralis, dan ligamen longitudinal

anterior).

Pada cedera hiperekstensi servikal, pukulan pada muka

atau dahi akan memaksa kepala kebelakang dan tak ada yang

menyangga oksiput hingga kepala itu membentur bagian atas

punggung. Ligamen anterior dan diskus dapat rusak atau

arkus saraf mungkin mengalami kerusakan.

Pada cedera fleksi akan meremukan badan vertebra

menjadi baji; ini adalah cedera yang stabil dan merupakan

tipe fraktur vertebral yang paling sering ditemukan. Jika

ligamen posterior tersobek, cedera bersifat tak stabil dan

badan vertebra bagian atas dapat miring ke depan diatas

badan vertebra dibawahnya.

Cedera vertebra torako-lumbal bisa disebabkan oleh

trauma langsung pada torakal atau bersifat patologis

seperti pada kondisi osteoporosis yang akan mengalami

fraktur kompresi akibat keruntuhan tulang belakang.

Fraktur kompresi dan fraktur dislokasi biasanya stabil.

Tetapi, kanalis spinalis pada segmen torakalis relatif

sempit, sehingga kerusakan korda sering ditemukan dengan

adanya manifestasi defisit neurologis.

Trauma Medula Spinalis| 60

Kompresi vertikal (aksial); suatu trauma vertikal yang

secara langsung mengenai vertebra yang akan menyebabkan

kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahkan

permukaan serta badan vertebra secara vertikal. Material

diskus akan masuk dalam badan vertebra dan menyebabkan

vertebra menjadi pecah (burst). Pada kondisi ini terjadi

Burst Fracture, kerusakan pada badan tulang belakang dan

medula spinalis secara klinis akan lebih parah di mana

apabila ligamen posterior sobek maka akan terjadi fraktur

spinal tidak stabil.

Akibat kecelakaan, terpeleset, terjatuh dari motor,

jatuh dari ketinggian dalam posisi berdiri menyebabkan

cedera pada kolumna vertebra dan medulla spinalis yang

dapat menyebabkan gangguan pada beberapa system,

diantaranya :

1) Kerusakan jalur simpatetik desending yang

mengakibatkan terputusnya jaringan saraf medulla

spinalis, karena jaringan saraf ini terputus maka

akan menimbulkan paralisis dan paraplegi pada

ekstremitas.

2) Dari cedera tersebut akan menimbulkan perdarahan

makroskopis yang akan menimbulkan reaksi

peradangan, dari reaksi peradangan tersebut akan

melepaskan mediator kimiawi yang menyebabkan

timbulnya nyeri hebat dan akut, nyeri yang timbul

berkepanjangan mengakibatkan syok spinal yang

apabila berkepanjangan dapat menurunkan tingkat

kesadaran. Reaksi peradangan tersebut juga

menimbulkan juga menyebabkan edema yang dapat

Trauma Medula Spinalis| 61

menekan jaringan sekitar sehingga aliran darah

dan oksigen ke jaringan tersebut menjadi

terhambat dan mengalami hipoksia jaringan. Reaksi

anastetik yang ditimbulkan dari reaksi peradangan

tersebut juga menimbulkan kerusakan pada system

eliminasi urine.

3) Blok pada saraf simpatis juga dapat diakibatkan

dari cedera tulang belakang yang menyebabkan

kelumpuhan otot pernapasan sehinggan pemasukan

oksigen ke dalam tubuh akan menurun, dengan

menurunnya kadar oksigen ke dalam tubuh akan

mengakibatkan tubuh berkompensasi dengan

meningkatkan frekuensi pernapasan sehingga timbul

sesak.

Hiperekstensi. Jenis cedera ini umumnya mengenai klien

dengan usia dewasa yang memiliki perubahan degenerative

vertebra,usia muda yang mendapat kecelakaan lalu lintas

saat mengendarai kendaraan, dan usia muda yang mengalami

cedera leher saat menyelam.Jenis cedera ini menyebabkan

medulla spinalis bertentangan dengan ligamentum flava dan

mengakibatkan kontusio kolom dan dislokasi

vertebra.Transeksi lengkap dan medulla spinalis dapat

mengikuti cedera hiperekstensi.Lesi lengkap dari medulla

spinalis mengakibatkan kehilangan pergerakan volunter

menurun pada daerah lesi dan kehilangan fungsi reflex pada

isolasi bagian medulla spinalis.

Kompresi. Cedera kompresi sering disebabkan karena

jatuh atau melompat dari ketinggian dengan posisi kaki

atau bokong (duduk). Tekanan mengakibatkan fraktur

Trauma Medula Spinalis| 62

vertebra dan menekan medulla spinalis .Diskus dan fragmen

tulang dapat masuk ke medulla spinalis .Lumbal dan toraks

vertebra umumnya akan mengalami cedera serta menyebabkan

edema dan perdarahan. Edema pada medulla spinalis

mengakibatkan kehilangan fungsi sensasi.

Trauma pada medula spinalis dapat bermanifestasi pada

kerusakan struktur kolumna vertebra, kompresi diskus,

sobeknya ligamentum servikalis, torakalis, lumbal dan

sakral, serta kompresi medula spinalis pada setiap sisinya

yang dapat bermanifestasi pada kompresi radiks dan

distribusi saraf sesuai segmen dari tulang belakang.

Trauma pada medula spinalis bisa menyebabkan cedera

spinal stabil maupun tidak stabil. Cedera stabil adalah

cedera yang komponen vertebralnya tidak akan tergeser oleh

gerakan normal sehingga sumsum tulang tidak rusak dan

risikonya lebih rendah.

Cedera tidak stabil adalah cedera yang dapat mengalami

pergeseran lebih jauh dimana terjadi perubahan struktur

dari oseoligamentosa posterior (pedikulus, sendi-sendi

permukaan, komponen pertengahan dan kolumna anterior.

Fleksi-rotasi, dislokasi, dislokasi fraktur, umumnya

mengenai servikal pada C5 dan C6. Jika mengenai spina

torakalumbar, terjadi pada T12-L1. Fraktur lumbar adalah

fraktur yang terjadi pada daerah tulang belakng bagian

bawah. Bentuk cedera ini mengenai ligamen, fraktur

vertebra, kerusakan pembuluh darah, dan mengakibatkan

iskemia pada medulla spinalis.

1.5 Mekanisme Terjadinya Cedera Medulla Spinalis

Trauma Medula Spinalis| 63

1.Fleksi

Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan

sedikit kompresi pada vertebra. Vertebra mengalami tekanan

berbentuk remuk yang dapat menyebabkan kerusakan atau

tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila terdapat

kerusakan ligamen posterior, maka fraktur bersifat tidak

stabil dan dapat terjadi subluksasi

2.Fleksi dan rotasi

Trauma jenis ini merupakan suatu trauma fleksi yang

bersama-sama dengan rotasi. Terdapat strain dari ligamen

dan kapsul, juga ditemukan fraktur faset. Pada keadaan ini

terjadi pergerakan kedepan/dislokasi vertebra di atasnya.

Semua fraktur dislokasi bersifat tidak stabil.

3.Kompresi Vertikal (aksial)

Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai

vertebra yang akan menyebabkan kompresi aksial. Nukleus

pulposus akan memecahkan permukaan serta badan vertebra

secara vertikal. Material diskus akan masuk dalam badan

vertebra dan menyebabkan vertebra menjadi rekah (pecah).

Pada trauma ini elemen posterior masih intak sehingga

fraktur yang terjadi bersifat stabil

4.Hiperekstensi atau retrofleksi

Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi

kombinasi distraksi dan ekstensi. Keadaan ini sering

ditemukan pada vertebra servikal dan jarang pada vertebra

Trauma Medula Spinalis| 64

torako-lumbalis. Ligamen anterior dan diskus dapat

mengalami kerusakan atau terjadi fraktur pada arkus

neuralis. Fraktur ini biasanya bersifat stabil.

5.Fleksi lateral

Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan

fleksi lateral akan menyebabkan fraktur pada komponen

lateral, yaitu pedikel, foramen vertebra, dan sendi faset.

6.Fraktur dislokasi

Suatu trauma yang menyebabkan terjadinya fraktur

tulang belakang dan terjadi dislokasi pada ruas tulang

belakang

Berikut ini adalah mekanisme cedera tumpul spinal

menurut Campbell (2004 ; 131) :

1. Hiperektensi

Kepala dan leher bergerak ke belakang / hiperektensi

secara berlebihan.

2. Hiperfleksi

Trauma Medula Spinalis| 65

Ke pala di atas dada bergerak ke depan / heperfleksi

dengan berlebihan.

3. Kompresi

Bobot tubuh dari kepala hingga pelvis mengakibatkan

penekanan pada leher atau batang tubuh.

4. Rotasi

Rotasi yang berlebih dari batang tubuh atau kepala

dan leher sehingga terjadi pergerakan berlawanan arah

dari kolumna spinalis.

5. Penekanan ke samping

Pergerakan ke samping yang berlebih menyebabkan

pergeseran dari kolumna spinalis.

6. Distraksi

Peregangan yang berlebihan dan kolumna spinalis dan

spinal cord.

Faktor yang membedakan cedera medulla

spinalis dengan cedera kranio serebral adalah:

1.Konsentrasi yang tinggi dari traktus dan

pusat saraf yang

penting dalam suatu struktur yang diameternya

relative kecil.

2.Posisi medulla spinalis dalam kolumna vertebralis

3.Adanya osteofit

4.Fariasi suplai pembuluh darah

Trauma Medula Spinalis| 66

Efek pada jaringan saraf paling penting pada medula

spinalis, ada 4 mekanisme yang mendasari:

1. Kompresi oleh tulang, ligamen, benda asing,

dan hematoma. Kerusakan paling berat disebabkan

oleh kompresi tulang, kompresi dari fragmen

korpus vertebra yang tergeser ke belakang, dan

cedera hiperekstensi.

2. Tarikan/regangan jaringan: regangan yang

berlebihan yang menyebabkan

gangguan jaringan biasanya setelah hiperfleksi. 

Toleransi regangan pada mendula spinalis

menurun sesuai dengan usia yang bertambah.

3. Edema medula spinalis timbul segera dan

menimbulkan gangguan sirkulasi kapiler lebih

lanjut serta aliran balik vena, yang menyertai

cedera primer.

4. Gangguan sirkulasi merupakan hasil kompresi oleh

tulang atau struktur lain pada sistem arteri

spinalis posterior atau anterior.

Menurut Arif Mutaqim, (2005, hal. 99) jenis-jenis

trauma pada sumsum tulang belakang dan saraf tulang

belakang adalah:

a. Transeksi tidak total.

Trauma Medula Spinalis| 67

Transeksi tidak total disebabkan oleh trauma

fleksi atau ekstensi karena terjadi pergeseran

lamina di atap dan pinggir vertebra yang

mengatami fraktur di sebelah bawah. Selain itu,

dapat terjadi perdarahan pada sumsum tulang yang

disebut hematomielia.

b. Transeksi total.

Transeksi total terjadi akibat suatu trauma yang

menyebabkan fraktur dislokasi. Fraktur tersebut

disebabkan oleh fleksi atau rotasi yang dapat

menyebabkan hilangnya fungsi segmen di bawah

trauma.

1.6 Klasifikasi Cedera Medulla Spinalis

Berdasarkan sifat kondisi fraktur yang terjadi,

Kelly dan Whitesides mengkategorikan cedera spinal menjadi

cedera stabil dan cedera non-stabil. Cedera stabil

mencakup cedera kompresi korpus vertebra baik anterior

atau lateral dan burst fracture derajat ringan. Sedangkan

cedera yang tidak stabil mencakup cedera fleksi-dislokasi,

fleksi-rotasi, dislokasi-fraktur (slice injury), dan burst

fracture hebat.

1.Cedera stabil

Trauma Medula Spinalis| 68

Bila kemampuan fragmen tulang tidak memengaruhi

kemampuan untuk bergeser lebih jauh selain yang terjadi

saat cedera. Komponen arkus neural intak serta ligament

yang menghubungkan ruas tulang belakang, terutama ligament

longitudinal posterior tidak robek. Cedera stabil

disebabkan oleh tenga fleksi, ekstensi, dan kompresi yang

sederhana terhadap kolumna tulang belakang dan paling

sering tampakd pada daerah toraks bawah serta lumbal

(fruktur baji badan ruas tulang belakang sering disebabkan

oleh fleksi akut pada tulang belakang).

a.Fleksi

Cedera fleksi akibat fraktura kompresi baji dari

vertebra torakolumbal umum ditemukan dan stabil.

Kerusakan neurologik tidak lazim ditemukan.

Cedera ini menimbulkan rasa sakit, dan

penatalaksanaannya terdiri atas perawatan di

rumah sakit selama beberapa hari istorahat total

di tempat tidur dan observasi terhadap paralitik

ileus sekunder terhadap keterlibatan ganglia

simpatik. Jika baji lebih besar daripada 50

persen, brace atau gips dalam ekstensi

dianjurkan. Jika tidak, analgetik, korset, dan

ambulasi dini diperlukan. Ketidaknyamanan yang

berkepanjangan tidak lazim ditemukan.

b. Fleksi ke Lateral dan Ekstensi

Cedera ini jarang ditemukan pada daerah

torakolumbal. Cedera ini stabil, dan defisit

neurologik jarang. Terapi untuk kenyamanan pasien

(analgetik dan korset) adalah semua yang

dibutuhkan.

Trauma Medula Spinalis| 69

c. Kompresi Vertikal

Tenaga aksial mengakibatkan kompresi aksial dari

2 jenis : (1) protrusi diskus ke dalam lempeng

akhir vertebral, (2) fraktura ledakan. Yang

pertama terjadi pada pasien muda dengan protrusi

nukleus melalui lempeng akhir vertebra ke dalam

tulang berpori yang lunak. Ini merupakan fraktura

yang stabil, dan defisit neurologik tidak

terjadi. Terapi termasuk analgetik, istirahat di

tempat tidur selama beberapa hari, dan korset

untuk beberapa minggu. Meskipun fraktura

”ledakan” agak stabil, keterlibatan neurologik

dapat terjadi karena masuknya fragmen ke dalam

kanalis spinalis. CT-Scan memberikan informasi

radiologik yang lebih berharga pada cedera. Jika

tidak ada keterlibatan neurologik, pasien

ditangani dengan istirahat di tempat tidur sampai

gejala-gejala akut menghilang. Brace atau jaket

gips untuk menyokong vertebra yang digunakan

selama 3 atau 4 bulan direkomendasikan. Jika ada

keterlibatan neurologik, fragmen harus

dipindahkan dari kanalis neuralis. Pendekatan

bisa dari anterior, lateral atau posterior.

Stabilisasi dengan batang kawat, plat atau graft

tulang penting untuk mencegah ketidakstabilan

setelah dekompresi.

Trauma Medula Spinalis| 70

2.Cedera Tidak Stabil

Fraktur memengaruhi kemampuan untuk bergeser lebih

jauh. Hal ini disebabkan oleh adanyan elemen rotasi

terhadap cedera fleksi atau ekstensi yang cukup untuk

merobek ligament longitudinal posterior serta merusak

keutuhan arkus neural, baik akibat fraktur pada fedekel

dan lamina, maupun oleh dislokasi sendi apofiseal.

a.Cedera Rotasi – Fleksi

Kombinasi dari fleksi dan rotasi dapat

mengakibatkan fraktura dislokasi dengan vertebra

yang sangat tidak stabil. Karena cedera ini

sangat tidak stabil, pasien harus ditangani

dengan hati-hati untuk melindungi medula spinalis

dan radiks. Fraktura dislokasi ini paling sering

terjadi pada daerah transisional T10 sampai L1

dan berhubungan dengan insiden yang tinggi dari

gangguan neurologik. Setelah radiografik yang

akurat didapatkan (terutama CT-Scan), dekompresi

dengan memindahkan unsur yang tergeser dan

stabilisasi spinal menggunakan berbagai alat

metalik diindikasikan.

b.Fraktura ”Potong”

Vertebra dapat tergeser ke arah anteroposterior

atau lateral akibat trauma parah. Pedikel atau

prosesus artikularis biasanya patah. Jika cedera

terjadi pada daerah toraks, mengakibatkan

paraplegia lengkap. Meskipun fraktura ini sangat

tidak stabil pada daerah lumbal, jarang terjadi

gangguan neurologi karena ruang bebas yang luas

Trauma Medula Spinalis| 71

pada kanalis neuralis lumbalis. Fraktura ini

ditangani seperti pada cedera fleksi-rotasi.

c.Cedera Fleksi-Rotasi

Change fracture terjadi akibat tenaga distraksi

seperti pada cedera sabuk pengaman. Terjadi

pemisahan horizontal, dan fraktura biasanya tidak

stabil. Stabilisasi bedah direkomendasikan.

Klasifikasi trauma Medula Spinalis

Trauma medula spinalis dapat diklasifikasikan :

1.Komosio modula spinalis adalah suatu keadaan dimana

fungsi mendula spinalis hilang sementara tanpa

disertai gejala sisa atau sembuh secara sempurna.

Kerusakan pada komosio medula spinalis dapat berupa

edema, perdarahan verivaskuler kecil-kecil dan

infark pada sekitar pembuluh darah.

2.Komprensi medula spinalis berhubngan dengan cedera

vertebral, akibat dari tekanan pada edula spinalis.

3.Kontusio adalah  kondisi dimana terjadi kerusakan pada

vertebrata, ligament dengan terjadinya perdarahan,

edema perubahan neuron dan reaksi peradangan.

4.Laserasio medula spinalis merupakan kondisi yang berat

karena terjadi kerusakan medula spinalis. Biasanya

disebabkan karena dislokasi, luka tembak. Hilangnya

fungsi medula spinalis umumnya bersifat permanen.

Trauma Medula Spinalis| 72

2.5 Manifestasi KlinisGambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya

kerusakan yang terjadi. Kerusakan meningitis;lintang

memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi motorik maupun

sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai shock

spinal. Shock spinal terjadi pada kerusakan mendadak

sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang yang

berasal dari pusat. Peristiwa ini umumnya berlangsung

selama 1-6 minggu, kadang lebih lama. Tandanya adalah

kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi, hilangnya

fersfirasi, gangguan fungsi rectum dan kandung kemih,

triafismus, bradikardia dan hipotensi. Setelah shock

spinal pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi terlihat

pula pada tanda gangguan fungsi otonom, berupa kulit

kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik

serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi

(Price &Wilson (1995).

Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan

kelumpuhan otot lurik dibawah tempat kerusakan disertai

hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua sisinya,

sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu (Price

&Wilson (1995).

Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan.

Keadaan ini pada umumnnya terjadi akibat cedera didaerah

servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi mendadak

sehinnga sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh

ligamentum flavum yang terlipat.cedera tersebut dapat

terjadi pada orang yang memikul barang berat diatas

kepala, kemudian terjadi gangguan keseimbangan yang

mendadak sehingga beban jatuh dan tulang belakang

Trauma Medula Spinalis| 73

sekonyong-konyong di hiperekstensi. Gambaran klinik berupa

tetraparese parsial. Gangguan pada ekstremitas atas lebih

ringan daripada ekstremitas atas sedangkan daerah perianal

tidak terganggu (Aston. J.N, 1998).

Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra lumbal 1

dan 2 mengakibatkan anaestesia perianal, gangguan fungsi

defekasi, miksi, impotensi serta hilangnya refleks anal

dan refleks bulbokafernosa (Aston. J.N, 1998).

Manifestasi Klinis Trauma Medula Spinalis (Brunner dan

Suddarth, 2001)

a. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar

sepanjang saraf yang terkena

b. Paraplegia

c. Tingkat neurologik

d. Paralisis sensorik motorik total

e. Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine,

distensi kandung kemih)

f. Penurunan keringat dan tonus vasomoto

g. Penurunan fungsi pernafasan

h. Gagal nafas

i. Pasien biasanya mengatakan takut leher atau tulang

punggungnya patah

j. Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar

k. Biasanay terjadi retensi urine, dan distensi

kandung kemih, penurunan keringat dan tonus

Trauma Medula Spinalis| 74

vasomotor, penurunan tekana darah diawalai dengan

vaskuler perifer.

l. Penurunan fungsi pernafasan sampai pada kegagalan

pernafasan

m. Kehilangan kesadaran

n. Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari

ekstermitas bawah

o. Penurunan keringat dan tonus vasomotor

2.8 Tanda dan GejalaTanda spinal shock (pemotongan komplit ransangan),

meliputi: Flaccid paralisis dibawah batas luka, hilangnya

sensasi dibawah batas luka, hilangnya reflek-reflek spinal

dibawah batas luka, hilangnya tonus vaso motor

(Hipotensi),Tidak ada keringat dibawah batas luka,

inkontinensia urine dan retensi feses berlangsung lama

hiperreflek/paralisis spastic

Trauma Medula Spinalis| 75

Pemotongan sebagian rangsangan: tidak simetrisnya

flaccid paralisis, tidak simetrisnya hilangnya reflek

dibawah batas luka, beberapa sensasi tetap utuh dibawah

batas luka, vasomotor menurun, menurunnya blader atau

bowel, berkurangnya keluarnya keringat satu sisi tubuh.

Tanda dan Gejala Cedera Medula Spinalis

Tanda dan gejala cedera medula spinalis tergantung

dari tingkat kerusakan dan lokasi kerusakan. Dibawah garis

kerusakan terjadi misalnya hilangnya gerakan volunter,

hilangnya sensasi nyeri, temperature, tekanan dan

proprioseption, hilangnya fungsi bowel dan bladder dan

hilangnya fungsi spinal dan refleks autonom.

1.

1.Perubahan refleks

Setelah terjadi cedera medula spinalis terjadi

edema medula spinalis sehingga stimulus refleks

juga terganggu misalnya rfeleks p[ada blader,

refleks ejakulasi dan aktivitas viseral.

2. Spasme otot

Gangguan spame otot terutama terjadi pada trauma

komplit transversal, dimana pasien trejadi

ketidakmampuan melakukan pergerakan.

2.Spinal shock

Tanda dan gejala spinal shock meliputi flacid

paralisis di bawah garis kerusakan, hilangnya

sensasi, hilangnya refleks – refleks spinal,

hilangnya tonus vasomotor yang mengakibatkan tidak

stabilnya tekanan darah, tidak adanya keringat di

Trauma Medula Spinalis| 76

bawah garis kerusakan dan inkontinensia urine dan

retensi feses.

3.Autonomik dysrefleksia

Terjadi pada cedera T6 keatas, dimana pasien

mengalami gangguan refleks autonom seperti

terjadinya bradikardia, hipertensi paroksismal,

distensi bladder.

4.Gangguan fungsi seksual.

Banyak kasus memperlihatkan pada laki – laki adanya

impotensi, menurunnya sensai dan kesulitan

ejakulasi. Pasien dapat ereksi tetapi tidak dapat

ejakulasi.

Menurut menurut ENA (2000 : 426), tanda dan gejala

adalah sebagai berikut:

1) Pernapasan dangkal

2) Penggunaan otot-otot pernapasan

3) Pergerakan dinding dada

4) Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg)

5) Bradikardi

6) Kulit teraba hangat dan kering

7) Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh,

yang mana suhu tubuh bergantung pada suhu

lingkungan)

8) Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan

bergerak

9) Kehilangan sensasi

10) Terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau

quadriparesis/quadriplegia

11) Adanya spasme otot, kekakuan

Trauma Medula Spinalis| 77

Menurut menurut Campbell (2004 ; 133)

1) Kelemahan otot

2) Adanya deformitas tulang belakang

3) Adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak

4) Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal

akibat cedera

5) Kehilangan control dalam eliminasi urin dan

feses,

6) Terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)

2.9 PrognosisPasien dengan cedera medula spinalis komplet hanya

mempunyai harapan untuk sembuh kurang dari 5%. Jika

kelumpuhan total telah terjadi selama 72 jam, maka peluang

untuk sembuh menjadi tidak ada. Jika sebagian fungsi

sensorik masih ada, maka pasien mempunyai kesempatan untuk

dapat berjalan kembali sebesar 50%. Secara umum, 90%

penderita cedera medula spinalis dapat sembuh dan mandiri

1. Sumsum tulang belakang memiliki kekuatan

regenerasi.yang sangat terbatas

Trauma Medula Spinalis| 78

2. Pasien dengan complete cord injury memiliki kesempatan

recovery yang sangat rendah, terutama jika paralysis

berlangsung selama lebih dari 72 jam.

3. Prognosis jauh lebih baik untuk incomplete cord

syndromes

4. Prognosis untuk cervical spine fractures and dislocations

sangat bervariasi, tergantung pada tingkat

kecacatan neurologis

5. Prognosis untuk defisit neurologis tergantung

pada besarnya kerusakansaraf tulang belakang pada saat

onset.

6. Selain disfungsi neurologis, prognosis juga

ditentukan oleh pencegahandan keefektifan pengobatan

infeksi - misalnya, pneumonia, dan infeksisaluran

kemih.

7. Secara umum, sebagian besar individu mendapatkan

kembali beberapafungsi motorik, terutama dalam enam

bulan pertama, meskipun mungkinada perbaikan lebih

lanjut yang perlu diamati diamati di tahun akan

dating.(Tidy, 2014)

Trauma Medula Spinalis| 79

2.10 KomplikasiEfek  dari cedera kord spinal akut mungkin 

mengaburkan penilaian  atas  cedera lain dan mungkin 

juga  merubah  respon terhadap terapi. 60% lebih pasien

dengan  cedera kord spinal bersamaan dengan cedera major:

kepala  atau otak,  toraks,  abdominal, atau vaskuler. 

Berat  serta jangkauan cedera penyerta yang berpotensi

didapat  dari penilaian primer yang sangat teliti dan

penilaian ulang yang  sistematik  terhadap pasien setelah 

cedera  kord spinal. Dua penyebab kematian utama setelah

cedera kord spinal adalah aspirasi dan syok. (Wikipedia,

Maret, 2009).

Kerusakan medula spinalis dari komorsio sementara

(dimana pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi,

dan komperensi substansi medula (baik salah satu atau

dalam kombinasi), sampai transaksi lengkap medula  (yang

membuat pasien paralisis dibawah tingkat cidera).

Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis, darah

dapat merembes keekstra dural, subdural, atau daerah

subarakhloid pada kanal spinal. Setelah terjadi kontisio

atau robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf mulai

membengkak dan hancur. Sirkulsi darah kesubtansia grisea

medula spinalis menjadi terganggu.

Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering

mengalami herniasi nukleus pulposus. Kandungan air diskus

berkurang bersamaa dengan bertambahnya usia. Selain itu,

serabut-serabut itu menjadi kasar dan mengalami

hialinisasi yang ikut membantu terjadinya perubahan kearah

Trauma Medula Spinalis| 80

hernia nukleus pulposus melalui anulus, dan menekan radiks

saraf spinal.

1.Pendarahan mikroskopik

Pada semua cedera madula spinalis atau vertebra,

terjadi perdarahan-perdarahan kecil. Yang disertai reaksi

peradangan, sehingga menyebabkan pembengkakan dan edema

dan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan didalam

dan disekitar korda. Peningkatan tekanan menekan saraf dan

menghambat aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan

secara drastis meningkatkan luas cidera korda. Dapat

timbul jaringan ikat sehingga saraf didarah tersebut

terhambat atau terjerat.

2.Hilangnya sensasi, kontrol motorik, dan refleks.

Pada cedera spinal yang parah, sensasi, kontrol

motorik, dan refleks setinggi dan dibawah cidera korda

lenyap. Hilangnya semua refleks disebut syok spinal.

Pembengkakan dan edema yang mengelilingi korda dapat

meluas kedua segmen diatas kedua cidera. Dengan demkian

lenyapnya fungsi sensorik dan motorik serta syok spinal

dapat terjadi mulai dari dua segmen diatas cidera. Syok

spnal biasanya menghilang sendiri, tetap hilangnya kontrol

sensorik dan motorik akan tetap permanen apabila korda

terputus akan terjadi pembengkakan dan hipoksia yang

parah.

3.Syok spinal.

Trauma Medula Spinalis| 81

Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua

refleks-refleks dari dua segmen diatas dan dibawah tempat

cidera. Refleks-refleks yang hilang adalah refleks yang

mengontrol postur, fungsi kandung kemih dan rektum,

tekanan darah, dan pemeliharaan suhu tubuh. Syok spinal

terjadi akibat hilangnya secara akut semua muatan tonik

yang secara normal dibawah neuron asendens dari otak, yang

bekerja untuk mempertahankan fungsi refleks. Syok spinl

biasanya berlangsung antara 7 dan 12 hari, tetapi dapat

lebih lama. Suatu syok spinal berkurang dapat tmbul

hiperreflekssia, yang ditadai oleh spastisitas otot serta

refleks, pengosongan kandung kemih dan rektum.

4.Hiperrefleksia otonom.

Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan saraf-

saraf simpatis secar refleks, yang meneyebabkan

peningkatan tekanan darah. Hiper refleksia otonom dapat

timbul setiap saat setelah hilangnya syok spinal. Suatu

rangsangan sensorik nyeri disalurkan kekorda spnalis dan

mencetukan suatu refleks yang melibatkan pengaktifan

sistem saraf simpatis. Dengan diaktifkannya sistem

simpatis, maka terjadi konstriksi pembuluh-pembuluh darah

dan penngkatan tekanan darah sistem

Pada orang yang korda spinalisnya utuh, tekanan

darahnya akan segera diketahui oleh baroreseptor. Sebagai

Trauma Medula Spinalis| 82

respon terhadap pengaktifan baroreseptor, pusat

kardiovaskuler diotak akan meningkatkan stimulasi

parasimpatis kejantung sehingga kecepatan denyut jantunhg

melambat,demikian respon saraf simpatis akan terhenti dan

terjadi dilatasi pembuluh darah. Respon parasimpatis dan

simpatis bekerja untuk secara cepat memulihkan tekanan

darah kenormal. Pada individu yang mengalami lesi korda,

pengaktifan parasimpatis akan memperlambat kecepatan

denyut jantung dan vasodilatasi diatas tempat cedera,

namun saraf desendens tidak dapat melewati lesi korda

sehngga vasokontriksi akibat refleks simpatis dibawah

tingkat tersebut terus berlangsung.

Pada hiperrefleksia otonom, tekanan darah dapat

meningkat melebihi 200 mmHg sistolik, sehingga terjadi

stroke atau infark  miokardium. Rangsangan biasanya

menyebabkan hiperrefleksia otonom adalah distensi kandung

kemih atau rektum,atau stimulasi reseptor-reseptor

permukaan untuk nyeri.

1.Paralisis

Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan

motorik volunter. Pada transeksi korda spinal, paralisis

bersifat permanen. Paralisis ekstremitas atas dan bawah

terjadi pada transeksi korda setinggi C6 atau lebih tinggi

dan disebut kuadriplegia. Paralisis separuh bawah tubuh

terjadi pada transeksi korda dibawah C6 dan disebut

paraplegia. Apabila hanya separuh korda yang mengalami

transeksi maka dapat terjadi hemiparalisis.

2.Autonomic Dysreflexia

Trauma Medula Spinalis| 83

Terjadi adanya lesi diatas T6 dan Cervical.

Bradikardia, hipertensi paroksimal, berkeringat banyak,

sakit kepala berat, goose flesh, nasal stuffness

3.Fungsi Seksual

Impotensi, menurunnya sensasi dan kesulitan

ejakulasi, pada wanita kenikmatan seksual berubah

4.Syok hipovolemik

Akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke

Jaringan yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah

dalam jumlah besar akibat trauma.

5.Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler

diseminata (KID).

Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada

fraktur terbuka atau pada saat pembedahan dan mungkin pula

disebabkan oleh pemasangan alat seperti plate, paku pada

fraktur.

6.Emboli lemak

Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah

karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan

kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit dan

membentuk emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah

kecil, yang memasok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain.

Adapun komplikasinya adalah sebagai berikut :

1. Neurogenik shock

2. Hipoksia

3. Gangguan paru-paru

4. Instabilitas spinal

Trauma Medula Spinalis| 84

5. Orthostatic hypotensi

6. Ileus paralitik

7. Infeksi saluran kemih

8. Kontraktur

9. Dekubitus

10. Inkontinensia bladder

11. Konstipasi

12. Trombosis vena profunda

13. Gagal napas

14. Hiperefleksia autonomik

15. Infeksi

2.11 Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Diagnostik Meliputi:

a. Pemeriksaan neurologis lengkap secara teliti

segera setelah pasien tiba di rumah sakit

b. Pemeriksaan tulang belakang: deformasi,

pembengkakan, nyeri tekan, gangguan

gerakan(terutama leher)

c. Pemerikaan Radiologis: foto polos vertebra AP dan

lateral. Pada servikal diperlukan proyeksi khusus

mulut terbuka (odontoid).

Trauma Medula Spinalis| 85

d. Bila hasil meragukan lakukan ST-Scan,bila

terdapat defisit neurologi harus dilakukan MRI

atau CT mielografi.

Pemeriksan diagnostik dengan cara :

a. Sinar X spinal

Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan

(fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran, reduksi

setelah dilakukan traksi atau operasi

b. CT-Scan

Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi

ganggaun struktural

c. MRI

Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal,

edema dan kompresi

d. Mielografi.

Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal

vertebral) jika faktor putologisnya tidak jelas

atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub

anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan

dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).

e. Foto rontgen thorak, memperlihatkan keadan paru

(contoh : perubahan pada diafragma, atelektasis)

f. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume

tidal) : mengukur volume inspirasi maksimal

khususnya pada pasien dengan trauma servikat

bagian bawah atau pada trauma torakal dengan

gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal).

g. GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau

upaya ventilasi

Trauma Medula Spinalis| 86

h. Serum kimia, adanya hiperglikemia atau

hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit,

kemungkinan menurunnya Hb dan Hmt.

i. Urodinamik, proses pengosongan bladder.

Gambaran anatomi dari servikal memberikan parameter

pada perawat setiap adanya kelainan atau perubahan yang

didapat pada pemeriksaan diahnostik. Pada pemeriksaan

radiologis servikal didapatkan:

1.Fraktur odontoid didapatkan gambaran

pergeseran tengkorak ke depan

2.Fraktur C2 didapatkan gambaran fraktur

3.Fraktur pada badan vertebra

4.Fraktur kompresi

5.Subluksasi pada tulang belakang servikal

6.Dislokasi pada tulang belakang servikal

Pemeriksaan Diagnostik

Rontgen foto

Pemeriksaan positif AP, lateral dan obliq dilakukan

untuk menilai:

1. Diameter anteroposterior kanal spinal

2. Kontur, bentuk, dan kesejajaran vertebra

3. Pergerakan fragmen tulang dalam kanal spinal

4. Keadaan simetris dari pedikel dan prosesus

spinosus

5. Ketinggian ruangan diskus intervertebralis

Fraktur dapat menyebabkan fragmen tulang terpisah

dari vertebra atau menglami penekanan disertai hilangnya

Trauma Medula Spinalis| 87

ketinggian dari badan vertebra, yang sering kali disertai

desakan dibagian anterior. Mungkin terdapat kehilangan

kurvatura aspek posterior yang normal dari badan vertebra.

Fragmen-fragmen tulang dapat bergeser ke posterior ke

dalam kanalis spinalis sehingga terjadi defisit

neurologis.

CT Scan dan MRI

CT Scan dan MRI bermanfaat untuk menunjukkan tingkat

penyumbatan kanalis spinalis. Pada fraktur dislokasi

cedera paling sering terjadi pada sambungan torako-lumbal

dan biasanya disertai dengan kerusakan pada bagian

terbawah korda atau kauda ekuina. Klien harus diperiksa

dengan sangat hati-hati agar tidak membahayakan korda atau

akar saraf lebih jauh.

2.12 Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Kedaruratan

 Pasien segera ditempat kejadian adalah sangat

penting, karena penatalaksanaan yang tidak tepat dapat

menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi neurologik. Korban

kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan berkendara,

Trauma olahraga kontak, jatuh, atau trauma langsung pada

kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami

Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini

disingkirkan.

Trauma Medula Spinalis| 88

1) Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi

pada papan spinal (punggung), dengan kepala dan

leher dalam posisi netral, untuk mencegah Trauma

komplit.

2) Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala

pasien untuk mencegah fleksi, rotasi atau

ekstensi kepala.

3) Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga

untuk mempertahankan traksi dan kesejajaran

sementara papan spinalatau alat imobilisasi

servikal dipasang.

4) Paling sedikit empat orangharus mengangkat korban

dengan hati- hati keatas papan untuk memindahkan

memindahkan kerumah sakit. Adanya gerakan

memuntir dapat merusak medula spinais ireversibel

yang menyebabkan fragmen tulang vertebra

terputus, patah, atau memotong medula komplit.

Sebaiknya pasien dirujuk ke Trauma spinal regional

atau pusat trauma karena personel multidisiplin dan

pelayanan pendukung dituntut untuk menghadapi perubahan

dekstruktif yang tejadi beberapa jam pertama setelah

Trauma. Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen

kedaruratan dan radiologi, pasien dipertahankan diatas

papan pemindahan. Pemindahan pasien ketempat tidur

menunjukkan masalah perawat yang pasti. Pasien harus

Trauma Medula Spinalis| 89

dipertahankan dalam posisi eksternal. Tidak ada bagian

tubuh yang terpuntir atau tertekuk, juga tidak boleh

pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.

Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau

kerangka pembalik lain ketika merencanakan pemindahan

ketempat tidur. Selanjutnya jika sudah terbukti bahwa ini

bukan Trauma medula, pasien dapat dipindahkan ketempat

tidur biasa tanpa bahaya.Sebaliknya kadang-kadang tindakan

ini tidak benar. Jika stryker atau kerangka pembalik lain

tidak tersedia pasien harus ditempatkan diatas matras

padat dengan papan tempat tidur dibawahnya.

b. Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis (Fase Akut)

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma

medula spinalis lebih lanjut dan untuk mengobservasi

gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan resusitasi

sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan

kardiovaskuler.

Trauma Medula Spinalis| 90

Penatalaksanaan medis

1. Terjadi dilakukan untuk mempertahankan fungsi

neurologis yang masih ada, memaksimalkan

pemulihan neurologis, tindakan atau cedera lain

yang menyertai, mencegah, serta metu rnengobati

komplikasi dan kerusakan neurallebih lanjut.

Reabduksi atau sublukasi (dislokasi sebagian pada

sendi di salah satu tulang-ed). Untuk

mendekopresi koral spiral dan tindakan

imobilisasi tulang belakang untuk melindungi

koral spiral.

2. Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi

neural, fiksasi internal,atau debridement luka

terbuka.

3. Fiksasi internal elektif dilakukan pada klien

dengan ketidak stabilan tulang belakang, cedera

ligamen tanpa fraktur, deformitas tulang

belakang, progresif, cedara yang tak dapat di

reabduksi, dan fraktur non-union.

4. Terapi steroid, nomidipin, atau dopamin untuk

perbaikan aliran darah koral spiral. Dosis

tertinggi metil prednisolin/bolus adalah 30 mg/kg

BB diikuti 5,4 mg/kgBB/jamberikutnya. Bila

diberikan dalam 8 jam sejak cedera akan

memperbaiki pemulihan neurologis. Gangliosida

mungkin juga akan memperbaiki pemulihan setelah

cedera koral spiral.

Trauma Medula Spinalis| 91

5. Penilaian keadaan neurologis setiap jam, termasuk

pengamatan fungsi sensorik, motorik, dan penting

untuk melacak defisit yang progresif atau

asenden.

6. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat,

fungsi ventilasi, dan mecak keadaan dekompensasi.

7. Pengelolaan cedera stabil tanpa defisit

neurologis seperti angulasi atau baji dari badan

ruas tulang belakang, fraktur proses transverses,

spinous,dan lainnya. Tindakannya simptomatis

(istirahat baring hingga nyeri berkurang),

imobilisasi dengan fisioterapi untuk pemulihan

kekuatan otot secara bertahap.

8. Cedera tak stabil disertai defisit neurologis.

Bila terjadi pergeseran, fraktur memerlukan

reabduksi dan posisi yang sudah baik harus

dipertahankan.

a. Metode reabduksi antara lain:

a) Traksi memakai sepit (tang) mental yang

dipasang pada tengkorak. Beban 20 kg

tergantung dari tingkat ruas tulang

belakang mulai sekitar 2,5 kg pada fraktur

C1

b) Menipulasi dengan anestensi umum

c) Reabduksi terbuka melalui operasi

b. Metode imobilisasi antara lain:

a) Ranjang khusu,rangka, atau selubung plester

Trauma Medula Spinalis| 92

b) Traksi tengkorak perlu beban sedeng untuk

mempertahankan cedera yang sudah

direabduksi

c) Plester paris dan splin eksternal lain

d) Operasi

9. Cedera stabil diseratai defisit neurologis.

Bilafraktur stabil, kerusakan neurologis

disebabkan oleh:

a.Pergeseran yang cukup besar yang terjadi saat

cedera menyebabkan trauma langsung terhadap

koral spiral atau kerusakan vascular.

b.Tulang belakang yang sebetulnya sudah rusak

akibat penyakit sebelumnya seperti spondiliosis

servikal.

c.Fragmen tulang atau diskus terdorong kekanal

spiral.

Pengelolaan kelompok ini tergantung derajat

kerusakan neurologis yang tampak pada saat pertama kali

diperiksa:

a) Transeksi neurologis lengkap terbaik dirawat

konservatif.

b) Cedera di daerah servikal, leher dimobilisasi

dengan kolar atau sepit (caliper) dan diberi

metil prednisolon.

c) Pemeriksaan penunjang MRI

d) Cedera neurologis tak lengkap konservatif.

e) Bila terdapat atau didasari kerusakan adanya

spondiliosis servikal. Traksi tengkorak, dan

metil prednisolon.

Trauma Medula Spinalis| 93

f) Bedah bila spondiliosis sudah ada sebelumnya.

g) Bila tak ada perbaikan atau ada perbaikan tetapi

keadaan memburk maka lakukan mielografi.

h) Cedera tulang tak stabil.

i) Bila lesinya total, dilakukan reabduksi yang

diikuti imbolisasi, melindungi dengan

imobilisasi seperti penambahan perawatan

paraplegia.

j) Bila defisitneurologis tak lengkap, dilakukan

reabduksi, diikuti imobilisasi untuk sesui jenis

cederanya.

k) Bila diperlukan operasi dekompresi kenal spiral

dilakukan pada saat yang sama.

l) Cedera yang menyertai dan komplikasi:

a) Cedera mayor berupa cedera kepala atau otak,

toraks, berhubungan dengan ominal, dari

vascular.

b) Cedera berat yang dapat menyebabkan

kematian, aspirasi dan syok.

Menurut Muttaqim, (2008 hlm.111) penatalaksanaan pada

trauma tulang belakang yaitu :

A.    Pemeriksaan klinik secara teliti:

a) Pemeriksaan neurologis secara teliti

tentang fungsi motorik, sensorik, dan

refleks.

b) Pemeriksaan nyeri lokal dan nyeri tekan

serta kifosis yang menandakan adanya

fraktur dislokasi.

c) Keadaan umum penderita.

Trauma Medula Spinalis| 94

B.    Penatalaksanaan fraktur tulang belakang:

a) Resusitasi klien.

b) Pertahankan pemberian cairan dan nutrisi.

c) Perawatan kandung kemih dan usus.

d) Mencegah dekubitus.

e) Mencegah kontraktur pada anggota gerak

serta rangkaian rehabiIitasi lainnya.

Farmakoterapy.

a) Analgesik.

Obat-obatan anti-inflammatory drugs (NSAID) dapat

membantu mengurangi rasa sakit dan mengurangi

peradangan di sekitar saraf. Dokter mungkin

merekomendasikan NSAID dngan dosis tinggi jika

sakit tergolong parah. "Obat anti inflamasi (anti radang) non

steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID (Non

Steroidal Anti-inflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat yang

memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun

panas), dan antiinflamasi (anti radang). Istilah "non steroid"

digunakan untuk membedakan jenis obat-obatan ini dengan steroid,

yang juga memiliki khasiat serupa. NSAID bukan tergolong obat-

obatan jenis narkotika"

b) Suntikan.

Trauma Medula Spinalis| 95

Suntikan kortikosteroid. Disuntikkan ke daerah yang

terkena, ini dapat membantu mengurangi rasa sakit

dan peradangan. "Kortikosteroid adalah kelas obat yang terkait

dengan kortison, steroid. Obat-obat dari kelasini dapat mengurangi

peradangan. Mereka digunakan untuk mengurangi peradangan

yang disebabkan oleh berbagai penyakit". 

c) Fisioterapi 

Fisioterapi merupakan suatu bentuk pelayanan

kesehatan guna memelihara dan memulihkan gerak dan

fungsi tubuh dengan penanganan secara manual maupun

dengan menggunakan peralatan.

Seorang terapi fisik dapat mengajarkan latihan

stretching / exercises yang memperkuat dan

meregangkan otot-otot di daerah yang terkena untuk

mengurangi tekanan pada saraf.

d) Stimulasi Listrik 

Bentuk yang paling umum dari stimulasi listrik yang

digunakan dalam manajemen nyeri saraf stimulasi

listrik (TENS / Transcutaneus Electrical Nerve

Stimulation) perangkat di gunakan  untuk merangsang

Trauma Medula Spinalis| 96

saraf melalui permukaan kulit. Tens adalah salah satu dari

sekian banyak modalitas/alat fisioterapi yang di gunakan untuk

mengurangi nyeri dengan mengalirkan arus listrik. Cara kerjanya

dengan merangsang saraf tertentu sehingga nyeri berkurang, tanpa

efek samping yang berarti. 

e) Ultrasound 

Suatu terapi dengan menggunakan getaran mekanik

gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20.000

Hz. Yang digunakan dalam Fisioterapi adalah 0,5-5

MHz dengan tujuan untuk menimbulkan efek terapeutik

melalui proses tertentu.

f) Traksi tulang 

Alat terapi yang menggunakan kekuatan tarikan yang

di gunakan pada satu bagian tubuh, sementara bagian

tubuh lainnya di tarik berlawanan. 

Terapifisik

Trauma Medula Spinalis| 97

a) Terapi fisik 

Untuk saraf terjepit harus tetap konservatif di

awal untuk menghindari lebih parah kondisi.

Penekanan akan di istirahat, mengurangi peradangan,

beban dan stres pada daerah yang terkena. Setelah

peradangan awal telah berkurang,

program exercise dan penguatan akan dimulai untuk

mengembalikan fleksibilitas pada sendi dan otot

yang terlibat, sambil meningkatkan kekuatan dan

stabilitas pada tulang belakang.

b) Akupunktur 

Praktek Cina kuno melibatkan memasukkan jarum yang

sangat tipis pada titik tertentu pada kulit untuk

menghilangkan rasa sakit. 

c) Stimulator KWD 

Alat terapi yang berfungsi sebagai stimulator pada

pangkal jarum akupunktur sehingga menghasilkan

berbagai jenis getaran rangsangan yang bertujuan

untuk menstimulasi titik akupunktur/ acupoint. 

d) Chiropractic 

Trauma Medula Spinalis| 98

Perawatan terapi alternatif yang sangat umum untuk

nyeri kronis dan dapat membantu untuk mengobati

sakit punggung, terapis chiropractic menggunakan

penyesuaian tulang belakang dengan tujuan

meningkatkan mobilitas antara tulang belakang.

Penyesuaian tersebut untuk membantu mengembalikan

tulang ke posisi yang lebih normal, membantu gerak

juga menghilangkan atau mengurangi rasa sakit.

Penatalaksanaan Medik trauma Medula Spinalis

Prinsip penatalaksanaan medik trauma medula spinalis

adalah sebagai berikut:

1. Segera dilakukan imobilisasi.

2. Stabilisasi daerah tulang yang mengalami cedera

seperti dilakukan pemasangan collar servical,

atau dengan menggunakan bantalan pasir.

3. Mencegah progresivitas gangguan medula spinalis

misalnya dengan pemberian oksigen, cairan

intravena, pemasangan NGT.

4. Terapi Pengobatan :

a. Kortikosteroid seperti dexametason untuk

mengontrol edema.

b. Antihipertensi seperti diazolxide untuk

mengontrol tekanan darah akibat autonomic

hiperrefleksia akut.

c. Kolinergik seperti bethanechol chloride untuk

menurunkan aktifitas bladder.

d. Anti depresan seperti imipramine hyidro

chklorida untuk meningkatkan tonus leher

bradder.

Trauma Medula Spinalis| 99

e. Antihistamin untuk menstimulus beta –

reseptor dari bladder dan uretra.

f. Agen antiulcer seperti ranitidine

g. Pelunak fases seperti docusate sodium.

5.    Tindakan operasi, di lakukan dengan indikasi

tertentu seperti adanya fraktur dengan fragmen

yang menekan lengkung saraf.

6.     Rehabilisasi di lakukan untuk mencegah

komplikasi, mengurangi cacat dan mempersiapkan

pasien untuk hidup di masyarakat.

Pencegahan.

Faktor – faktor resiko dominan untuk Trauma medula

spinalis meliputi usia dan jenis kelamin. Frekuensi dengan

mana faktor- faktor resiko ini dikaitkan dengan Trauma

medula spinalisbertindak untuk menekankan pentingnya

pencegahan primer. Untuk mencegah kerusakan dan bencana

ini , langkah- langkah berikut perlu dilakukan :

1) Menurunkan kecepatan berkendara.

2) Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu.

3) Menggunakan helm untuk pengendara motor dan

sepeda.

Trauma Medula Spinalis| 100

4) Program pendidikaan langsung untuk mencegah

berkendara sambil mabuk.

5) Mengajarkan penggunaan air yang aman.

6) Mencegah jatuh.

7) Menggunakan alat- alat pelindung dan tekhnik

latihan.

Personel paramedis diajarkan pentingnya memindahkan

korban kecelakaan mobil dari mobilnya dengan tepat dan

mengikuti metode pemindahan korban yang tepat kebagian

kedaruratan rumah sakit untuk menghindari kemungkinan

kerusakan lanjut dan menetap pada medula spinalis.

BAB III

Asuhan Keperawatan

Trauma Medula Spinalis| 101

3.1 PengkajianPenting bagi perawat untuk mengetahui bahwa setiap

adanya riwayat trauma pada servikal merupakan hal yang

penting diwaspadai. Tingkat kehati-hatian dari perawat

yang tinggi dapat mencegah cedera spinal servikal yang

stabil dapat tidak menjadi cedera spinal yang tidak stabil

karena pada setiap fase awal kondisi trauma servikal,

perawat adalah orang pertama dan paling sering melakukan

intervensi.

Implikasi dari hal-hal diatas adalah kewaspadaan

perawat untuk menjaga kesejajaran dari tulang belakang

untuk menghindari resiko tinggi injuri pada korda, maka

pada saat pengkajian harus dilakukan secara sistematis dan

rasional agar pada fase pengkajian dan pada setiap

intervensi yang diberikan tidak merusak kestabilan dari

tulang belakang.

Adanya riwayat trauma servikal harus dikaji

sepenuhnya untuk mencari ada tidaknya cedera spinal. Untuk

melakukan hal tersebut, pakaiannya mungkin terpaksa harus

dipotong dari badannya sehingga sesedikit mungkin

mengganggu posisi kenetralan leher. Adanya keluhan nyeri

atau kekakuan pada leher atau punggung harus ditanggapi

secara serius, sekalipun klien dapat berjalan atau

bergerak tanpa banyak menglamai gangguan. Tanyakan

mengenai rasa baal, paraestesia, atau kelemahan pada

ekstremitas atas dan bawah.

Trauma Medula Spinalis| 102

Manipulasi pada tulang belakang yang tidak rasional dapatmerusak kestabilan dari struktur servikal (tulang, diskus, ligamen, dan medula spinalis)

Mekanisme trauma dari riwayat kecelakaan dapat

memberi petunjuk yang penting seperti jatuh dari tempat

tinggi, cedera akibat terjun, benturan pada kepala,

tertimpa reruntuhan atau ambruknya langit-langit, atau

sentakan mendadak pada leher akibat tubrukan dari belakang

(whiplash injury) ini semua merupakan penyebab kerusakan

spinal yang sering ditemukan. Tanyakan apakah klien yang

mengalami cedera sebelumnya, menggunakan obat-obatan, atau

jatuh setelah menggunkan alkohol.

Pada status emergency klien dengan riwayat trauma

servikal yang jelas dan diindikasikan cedera spinal tidak

stabil, apabila pengkajian anamnesis dapat dilakukan maka

status jalan napas klien optimal dan anamnesis diusahakan

terfokus pada pengkajian primer, karena pada fase ini

klien beresiko tinggi untuk mengalami kompresi korda yang

berdampak pada henti jantung-paru. Implikasi dari situasi

ini adalah pengkajian primer dilakukan disertai intervensi

dengan suatu hal yang prinsip untuk selalu menjaga posisi

leher/servikal dalam posisi netral dan kalau perlu klien

dipasang ban servikal. Apabila pada kondisi di tempat

kejadian dimana klien mengalami cedera spinal servikal

tetapi masih memaki helm, maka diperlukan teknis melepas

helm dengan tetap menjaga posisi leher dalam posisi

netral. Selanjutnya, peran perawat dalam melakukan

transportasi dari tempat kejadian ke tempat intervensi

lanjutan trauma servikal dirumah sakit harus dilakukan

secara hat-hati, peran memonitoring dan kolaborasi untuk

dilakukan stabilisasi.

Trauma Medula Spinalis| 103

Pengkajian lanjutan dirumah sakit tetap

memperhatikan kondisi stabilisasi pada servikal dan

memonitoring pada jalan napas. Pada setiap melakukan

transportasi klien, perawat tetap memprioritaskan

kesejajaran kurvatura tulang belakang dengan tujuan untuk

menghindari resiko injury pada spinal dengan teknik

pengangkatan cara log rolling dan/atau menggunakan long

backboard.

Kaji keadaan umum (KU), tanda-tanda vital, adanya

defisit neurologis, dan status kesadaran pada fase awak

kejadian trauma, terutama pada klien yang diindikasikan

cedera spinal tidak stabil. Setiap didapatkan adanya

perubahan pada KU, TTV, defisit neurologis, dan tingkat

kesadaran secara bermakna harus secepatnya dilakukan

kolaborasi dengan dokter.

Defek neurologis ditentukan oleh lokasi dan kekuatan

trauma. Syok spinal terjadi bila trauma terjadi pada

servikal atau setinggi toraksik. Teknik pemeriksaan colok

dubur dengan menilai refleks bulbokavernosus untuk

merasakan adanya refleks jepitan pada sfingter ani pada

jari akibat stimulus nyeri yang kita berikan pada glands

penis atau klitoris atau dengan menarik kateter untuk

menilai apakah klien mengalami syok spinal.

Gejala awal syok, klien mengalami paralisis,

kehilangan refleks tendon dan abdominal, refleks babinsky

positif dan terjadinya retensi urine dan retensi alvi,

dapat pula diikuti syok. Apabila adanya kompresi korda

Trauma Medula Spinalis| 104

penilaian fungsi respirasi dimana kapasitas vital menurun.

Dalam keadaan ini diperlukan intubasi dan ventilasi

mekanik. Kelumpuhan saraf perifer memerlukan evaluasi

sampai diputuskan untuk dilakukan operasi.

Klien dengan cedera spinal stabil, keadaan umum,

TTV, defisit neurologis, dan status kesadaran biasanya

tidak mengalami perubahan.

Pada pengkajian fokus lihat adanya deformitas pada

leher. Kaji adanya memar (pada fase awal cedera) baik

leher, muka, dan bagian belakang telinga. Tanda memar pada

wajah, mata atau dagu merupakan salah satu tanda adanya

cedera hiperekstensi pada leher. Memar pada muka atau

abrasi dangkal pada dahi menunjukkan adanya kekuatan yang

menyebabkan hiperekstensi. Leher mungkin berposisi miring

atau klien dapat menyangga kepala dengan tangannya. Bila

klien terlentang, dada dan perut dapat diperiksa untuk

mencari ada tidaknya cedera yang menyertai. Kemudian

tungkai dengan cepat diperiksa untuk mencari ada tidaknya

tanda-tanda defisit neurologis.

Untuk memeriksa punggung, klien diputar pada satu

sisi dengan sangat berhati-hati dengan menggunakan teknik

log rolling (menggulingkan kayu).

Pada pemeriksaan primer pakaian klien tidak dilepas

dan hanya diperiksa dengan cara palpasi punggung. Pada

pemeriksaan sekunder di rumah sakit, pakaian perlu dibuka

untuk menilai adanya kelainan pada punggung. Adanya memar

menunjukkan kemungkinan adanya tingkat cedera. Prosesus

spinosus dipalpasi dengan hati-hati. Kadang-kadang suatu

celah dapat terbuka bila ligamen tersobel; keadaan ini

atau hematoma pada spinal merupakan tanda yang menakutkan

Trauma Medula Spinalis| 105

(berbahaya). Tulang dan jaringan lunak diperiksa dengan

pelan-pelan untuk mencari ada tidaknya nyeri tekan.

Gerakan pada spinal dapat berbahaya karena dapat

membahayakan korda, jadi manipulasi gerakan berlebihan

harus dihindari sebelum diagnosis ditegakkan.

Pemeriksaan neurologis penuh dilakukan pada semua

hal, pemeriksaan ini mungkin harus diulangi beberapa kali

selama beberapa hari pertama. Pada awalnya, selama fase

syok spinal mungkin terdapat paralisis lengkap dan

hilangnya perasaan dibawah tingkat cedera. Keadaan ini

dapat berlangsung selama 48 jam atau lebih dan selama

periode ini sulit diketahui apakah lesi neurologis lengkap

atau tidak lengkap. Penting untuk menguji ada tidaknya

refleks primitif kulit anal dan sensasi perianal. Sekali

refleks primitif muncul kembali, syok spinal telah

berakhir, kalau semua fungsi sensorik dan motorik masih

tidak ada, lesi neurologis bersifat lengkap. Sensasi

perianal yang utuh menunjukkan lesi yang tidak lengkap dan

dapat terjadi penyembuhan lebih jauh.

TABEL 8. Pengkajian pada Trauma Servikal

Segmen Fungsi fisiologis Kondisi patologisC1 Segmen keluar

pleksus kardiak

dalam kontrol

jantung dan

pernapasan

Beban berat yang mendadak

diatas kepala dapat

menyebabkan kekuatan

kompresi yang dapat

menyebabkan fraktur pada

Trauma Medula Spinalis| 106

cincin atlas. Gangguan

pada segmen ini dapat

merusak fungsi jantung

paru.C2 Segmen keluar

pleksus kardiak

dalam kontrol

jantung dan

pernapasan

Fraktur C2 terutama pada

kecelakaan mobil dimana

kepala membentur kaca

depan, memaksa leher

berhiperekstensi. Kalau

kedua pedikulus mengalami

fraktur dan bergeser

secara hebat, kerusakannya

akan menyebabkan kematianC3 Segmen keluar

pleksus kardiak

dalam kontrol

jantung dan

pernapasan

Cedera hiperekstensi C3

tulang tidak rusak, tetapi

ligamen longitudinal

anterior sobek. Kerusakan

neurologis bervariasi dan

mungkin akibat terjadi

akibat kompresi antara

diskus dan ligamentum

flavum; edema spinalis

sentral akutC4 Kontrol kepala,

mulut, menaikkan

bahu dan skapula.

Kontrol gerakan

diafragma

Subluksasi dan dislokasi

pada segmen ini, merupakan

cedera fleksi murni;

tulang tetap untuh tetapi

ligamen posterior sobek.

Satu vertebra miring ke

depan di alas vertebra

Trauma Medula Spinalis| 107

yang ada dibawahnya,

sehingga ruang

interspinosa di bagian

posterior terbuka.C5 Fleksi bahu,

fleksi siku

Segmen C5-C6 merupakan

kurvatura yang paling

menonjol dari servikal

sehingga mempunyai resiko

tinggi cederaC6 Fleksi siku,

rotasi dan abduksi

bahu, ekstensi ibu

jari

Fraktur kompresi pada

segmen ini sering

disebabkan cedera fleksi,

korpus terkompresi tetapi

ligamen posterior tetap

utuh dan fraktur stabilC7 Ekstensi siku,

gerakan bahu,

ekstensi ruas

jari-jari tangan

Fraktur avulsi pada

prosesus spinosus C7 dapat

terjadi oleh kontraksi

otot yang hebat

Pengumpulan data subjektif maupun objektif pada

gangguan sistem muskuloskeletal dan sistem persarafan

sehubungan dengan cedera tulang belakang tergantung dari

bentuk, lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi pada

organ vital lainnya. Pengkajian keperawatan cedera tulang

belakang meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien intuk

meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan

kelumpuhan ekstremitas, inkontinensia defekasi dan urine,

Trauma Medula Spinalis| 108

nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma,

dan mengalami deformitas pada daerah trauma. Untuk

memperoleh pengkajian klien dilakukan PQRST.

1. Provoking incident, yang menjadi faktor

presipitasi nyeri adalah adanya trauma pada

tulang belakang

2. Quality of pain, seperti apa rasa nyeri yang

dirasakan menusuk

3. Region, radiation, relief, apakah rasa sakit

bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau

menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi

4. Severity (scale) of pain, skala nyeri biasanya

3-4 (0-4) pada penilaian skala nyeri

5. Time, berapa lama nyeri berlangsung, kapan,

apakah bertambah buruk pada malam hari atau

siang hari.

A.Identitas

Trauma medula spinalis dapat terjadi pada semua usia

dan jenis kelamin meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi

pada. usia muda),  jenis kelamin (kebanyakan laki-laki

karena sering mengebut saat mengendarai motor tanpa pengaman

helm), pendidikan, alamat,pekerjaan, agama, suku bangsa,

tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan

diagnosis medis.

B.Keluhan utama

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta

pertolongan kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan

Trauma Medula Spinalis| 109

ekstremitas, inkontinensia urine dan inkontinensia alvi,

nyeri tekan otot,hiperestesia tepat di atas daerah trauma,

dan deformitas pada daerah trauma.

C.Riwayat penyakit sekarang

Adanya riwayat trauma yang mengenai tulang belakang

akibat dari kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga,

kecelakaan industri, kecelakaan lain seperti jatuh dari

pohon atau bangunan, luka tusuk, luka tembak, trauma

karena tali pengaman dan kejatuhan benda keras. Pengkajian

yang didapat meliputi hilangnya sensibilitas, paralisis

(dimulai dari paralisis layu disertai hilangnya

sensibilitas yang total dan melemah/menghilangnya refleks

alat diam). Ini merupakan gejala awal dari tahap syok

spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa

minggu, ileus paralitik, retensi urine, dan hilangnya

refleks-refleks.

Kaji adanya riwayat trauma tulang belakang akibat

kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan

industri, jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk, luka

tembak, trauma karena tali pengaman (fraktur chance), dan

kejatuhan benda keras. Pengkajian yang didapat meliputi

hilangnya sensibilitas, paralisis (dimulai dari paralisis

layu disertai hilangnya sensibilitassecara total dan

melemah/menghilangnya refleks alat dalam) ileus paralitik,

retensi urine, dan hilangnya refleks-refleks.

Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang

mengantar klien atau bila klien tidak sadar tentang

penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan alkohol yang

Trauma Medula Spinalis| 110

sering terjadi pada beberapa klien yang suka kebut-

kebutan.

D.Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya

riwayat penyakit degeneratif pada tulang belakang seperti

osteoporosis, osteoartritis, spondilitis,

spondilolistesis, spinal stenosis yang memungkinkan

terjadinya kelainan pada tulang belakang. Penyakit lainnya

seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,

anemia, penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin,

vasodilator, obat-obatan adiktif perlu ditanyakan untuk

menambah komprehensifnya pengkajian.

Merupakan data yang diperlukan untuk mengetahui

kondisi kesehatan klien sebelum menderita penyakit

sekarang , berupa riwayat trauma medula spinalis. Biasanya

ada trauma/ kecelakaan.

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya

riwayat penyakit degeneratif pada tulang belakang, seperti

osteoporosis, osteoartritis, spondilitis,

spondilolistesis, spinal stenosis yang memungkinkan

terjadinya kelainan pada tulang belakang (Masalah

penggunaan obat-obatan adiktif dan alkohol).

Trauma Medula Spinalis| 111

E.Riwayat penyakit keluarga

Kaji apakah dalam keluarga pasien ada yang menderita

hipertensi, DM, penyakit jantung untuk menambah

komprehensifnya pengkajian (Untuk mengetahui ada penyebab

herediter atau tidak)

F.Riwayat psiko-sosio

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien

untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang

dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga.

Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul

seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa

ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,

dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra

tubuh). Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak

bawah memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap

klien yang mengalami cedera tulang belakang.

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien

untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang

dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga.

Apakah ada dampak yang timbul pada klien,yaitu timbul

seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidak

mampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal dan

pandangan terhadap dirinya yang salah.

I. Pengkajian Primer

1) Airway.

Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas

kemungkinan besar dalam keadaan adekuat.

Trauma Medula Spinalis| 112

Obstruksi jalan napas sering terjadi pada

penderita yang tidak sadar, yang dapat

disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya

pangkal lidah, atau akibat fraktur tulang wajah.

Usaha untuk membebaskan jalan napas harus

melindungi vertebra servikalis (cervical spine

control), yaitu tidak boleh melakukan ekstensi,

fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher.

Dalam hal ini, kita dapat melakukan chin lift

atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas

yang keluar melalui hidung.

Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan

cara membersihkan dengan jari atau suction jika

tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas

selanjutnya dilakukan pemasangan pipa orofaring.

Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu bantuan

napas.

2) Breathing.

Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat

bermanfaat. Apabila tersedia, O2 dapat diberikan

dalam jumlah yang memadai. Jika penguasaan jalan

napas belum dapat memberikan oksigenasi yang

adekuat, bila memungkinkan sebaiknya dilakukan

intubasi endotrakheal.1,3,5,6,7,8.

3) Circulation.

Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat

dengan memeriksa tingkat kesadaran dan denyut

nadi Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah

mencari ada tidaknya perdarahan eksternal,

menilai warna serta temperatur kulit, dan

Trauma Medula Spinalis| 113

mengukur tekanan darah. Denyut nadi perifer yang

teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan

status sirkulasi yang relatif normovolemik.

4) Disability.

Melihat secara keseluruhan kemampuan pasien

diantaranya kesadaran pasien.

5) Exprosure,

Melihat secara keseluruhan keadaan pasien.

Pasien dalam keadaan sadar (GCS 15)

dengan :Simple head injury bila tanpa deficit

neurology

a. Dilakukan rawat luka

b. Pemeriksaan radiology

c. Pasien dipulangkan dan keluarga diminta

untuk observasi bila terjadi penurunan

kesadaran segera bawa ke rumah sakit

II. Pengkajian Skunder.

1) Aktifitas /Istirahat.

Tanda:

Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok

spinal pada bawah lesi. Kelemahan umum /

kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi

saraf).

2) Sirkulasi.

Trauma Medula Spinalis| 114

Gejala: berdebar-debar, pusing saat melakukan

perubahan posisi.

Tanda:hipotensi, Hipotensi posturak,

bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.

Hilangnya keringat pada daerah yang

terkena.

3) Eliminasi.

Tanda: retensi urine, distensi abdomen,

peristaltik usus hilang, melena, emisis

berwarna seperti kopi tanah /hematemesis,

Inkontinensia defekasi berkemih.

4) Integritas Ego.

Gejala: menyangkal, tidak percaya, sedih,

marah.Tanda: takut, cemas, gelisah, menarik diri.

5) Makanan /cairan.

Tanda: mengalami distensi abdomen yang

berhubungan dengan omentum.,

peristaltik usus hilang (ileus

paralitik)

6) Higiene.

Tanda: sangat ketergantungan dalam melakukan

aktifitas sehari-hari (bervariasi)

7) Neurosensori.

Tanda: kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat

berkembang saat terjadi perubahan pada

syok spinal). Kehilangan sensasi (derajat

bervariasi dapat kembaki normak setelah

syok spinal sembuh). Kehilangan tonus

otot /vasomotor, kehilangan refleks

Trauma Medula Spinalis| 115

/refleks asimetris termasuk tendon dalam.

Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya

keringat bagian tubuh yang terkena karena

pengaruh trauma spinal.

Gejala: kebas, kesemutan, rasa terbakar pada

lengan atau kaki, paralisis flaksid atau

spastisitas dapat terjadi saat syok

spinal teratasi, bergantung pada area

spinal yang sakit.

8) Nyeri /kenyamanan.

Gejala: Nyeri atau nyeri tekan otot dan

hiperestesia tepat di atas daerah trauma,

Tanda: mengalami deformitas, postur, nyeri

tekan vertebral.

9) Pernapasan.

Gejala: napas pendek, kekurangan oksigen, sulit

bernapas.

Tanda: pernapasan dangkal /labored, periode

apnea, penurunan bunyi napas, ronki,

pucat, sianosis.

10) Keamanan.

Suhu yang berfluktasi (suhu tubuh ini diambil

dalam suhu kamar).

11) Seksualitas.

Gejala: keinginan untuk kembali berfungsi

normal.

Tanda: ereksi tidak terkendali (priapisme),

menstruasi tidak teratur.

Trauma Medula Spinalis| 116

Pengkajian Secara Umum Meliputi:1. Riwayat keperawatan : trauma, tumor, masalah

medis yang lain (misalnya, kelainan paru,kelainan koogulasi, ulkus), merokok danpenggunaan alcohol.

2. Pemeriksaan fisik: fungsi motorik (ergerakan,kekuatan, tonus), fungsi sensorik, reflex,status pernapasan, gejala gejala spinal syok,tidak adanya keringat di batas luka,fungsi  bowel dan bldder, gejala autonomicdysreflexia.

3. Psikososial: usia, jenis kelamin, gaya hidup,pekerjaan, peran dan tanggung jawab, sistimdukungan, strategi koping, reaksi emosi terhadapcidera.

4. Pengetahuan klien dan keluarga: anatomi danfisiolgimedula spinalis: pengobatan, progonosis/tujuan yang di harapkan tingkat pengetahuan,kemampuan belajar dan pengetahuan, kemampuanmembaca dan kesiapan belajar.

Pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan fisik sangat berguna untuk

mendukung data pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik

sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus

pemeriksaan B3 (Brain) dan B6 (Bone) yang terarah dan

dihubungkan dengan keluhan klien.

1.Pernapasan.

Perubahan sistem pernapasan bergantung pada gradasi

blok saraf parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otot-

otot pernapasan) dan perubahan karena adanya kerusakan

jalur simpatik desenden akibat trauma pada tulang belakang

Trauma Medula Spinalis| 117

sehingga jaringan saraf di medula spinalis

terputus. Dalam beberapa keadaan trauma sumsum tulang

belakang pada daerah servikal dan toraks diperoleh hasil

pemeriksaan fisik sebagai berikut.

a. Inspeksi. Didapatkan klien batuk, peningkatan

produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot

bantu napas, peningkatan frekuensi pemapasan,

retraksi interkostal, dan pengembangan paru

tidak simetris. Respirasi paradoks (retraksi

abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat

terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu

mcnggerakkan dinding dada akibat adanya blok

saraf parasimpatis.

b. Palpasi. Fremitus yang menurun dibandingkan

dengan sisi yang lain akan didapatkan apabila

trauma terjadi pada rongga toraks.

c. Perkusi. Didapatkan adanya suara redup sampai

pekak apabila trauma terjadi pada

toraks/hematoraks.

d. Auskultasi. Suara napas tambahan, seperti napas

berbunyi, stridor, ronchi pada klien dengan

peningkatan produksi sekret, dan kemampuan batuk

menurun sering didapatkan pada klien

cedera tulang belakang yang mengalami penurunan

tingkat kesadaran (koma).

Trauma Medula Spinalis| 118

2.Kardiovaskular

Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien

cedera tulang belakang didapatkan renjatan (syok

hipovolemik) dengan intensitas sedang dan berat. Hasil

pemeriksaan kardiovaskular kliencedera tulang belakang

pada beberapa keadaan adalah tekanan darah menurun,

bradikardia, berdebar-debar, pusing saat melakukan

perubahan posisi, dan ekstremitas dingin atau pucat.

3.Persyarafan

Tingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan dan respons

terhadap Iingkungan adalah indikator paling sensitif untuk

disfungsi sistem persarafan. Pemeriksaan fungsi serebral.

Pemeriksaan dilakukan dengan mengobservasi penampilan,

tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas

motorik klien. Klien yang telah lama mengalami cedera

tulang belakang biasanya mengalami perubahan status

mental. Pemeriksaan Saraf kranial:

a. Saraf  I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien

cedera tulang belakang dan tidak ada kelainan

fungsi penciuman.

b. Saraf  II. Setelah dilakukan tes, ketajaman

penglihatan dalam kondisi normal.

c. Saraf  III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada

gangguan mengangkat kelopak mata dan pupil

isokor.

d. Saraf V. Klien cedera tulang belakang umumnya tidak

mengalami paralisis pada otot wajah dan refleks

kornea biasanya tidak ada kelainan

Trauma Medula Spinalis| 119

e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas

normal dan wajah simetris.

f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli

konduktif dan tuli persepsi.

g. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot

sternokleidomastoideus dan trapezius. Ada usaha

klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku

kuduk

h. Saraf  XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi

pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi, Indra

pengecapan normal.

 Pemeriksaan refleks:

a. Pemeriksaan refleks dalam. Refleks Achilles

menghilang dan refleks patela biasanya melemah

karena kelemahan pada otot hamstring.

b. Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut

refleks fisiologis akan menghilang. Setelah

beberapa hari refleks fisiologis akan muncul

kembali yang didahului dengan refleks patologis.

c. Refleks Bullbo Cavemosus positif menandakan adanya

syok spinal

d. Pemeriksaan sensorik. Apabila klien mengalami

trauma pada kaudaekuina, mengalami hilangnya

sensibilitas secara me-netap pada kedua bokong,

perineum, dan anus. Pemeriksaan sensorik

superfisial dapat memberikan petunjuk mengenai

lokasi cedera akibat trauma di daerah tulang

belakang

Trauma Medula Spinalis| 120

4.Perkemihan

Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan

karakteristik urine, termasuk berat jenis urine.

Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan

dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal.

5.Pencernaan.

Pada keadaan syok spinal dan neuropraksia, sering

dida-patkan adanya ileus paralitik. Data klinis

menunjukkan hilangnya bising usus serta kembung dan

defekasi tidak ada. Hal ini merupakan gejala awal dari

syok spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai

beberapa minggu. Pemenuhan nutrisi berkurang karena

adanya mual dan kurangnya asupan nutrisi.

6.Muskuloskletal.

Paralisis motor dan paralisis alat-alat dalam

bergantung pada ketinggian terjadinya trauma. Gejala

gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental dari

saraf yang terkena

Pemeriksaan Sistem Perkemihan dan Pencernaan

1. Bila terjadi lesi pada kauda ekuina (kandung kemih

dikontrol oleh pusat S1-S4) atau dibawah pusat

spinal kandung kemih akan menyebabkan interupsi

hubungan antara kandung kemih dan pusat spinal.

Pengosongan kandung kemih secara periodik

Trauma Medula Spinalis| 121

tergantung dari refleks lokal dinding kandung

kemih. Pada keadaan ini pengosongan dilakukan

oleh aksi otot-otot destrusor dan harus diawali

dengan kompresi secara manual pada dinding perut

atau dengan meregangkan perut. Pengosongan

kandung kemih yang bersifat otomatis seperti ini

disebut kandung kemih otonom. Trauma pada kauda

ekuina klien mengalami hilangnya refleks kandung

kemih yang bersifat sementara dan klien mungkin

mengalami inkontinensia urine, ketidakmampuan

mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan

untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol

motorik dan postural. Selama periode ini,

dilakukan kateterisasi intermitten dengan teknik

steril

2. Pada keadaan syok spinal, neuropraksia sering

didapatkan adanya ileus paralitik, dimana klinis

didapatkan hilangnya bowel sound, kembung, dan

defekasi tidak ada. Ini merupakan gejala awal

dari tahap syok spinal yang akan berlangsung

beberapa hari sampai beberapa minggu. Pemenuhan

nutrisi berkurang karena adanya mual dan intake

nutrisi yang kurang

3. Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan

penilaian ada tidaknya lesi pada mulut atau

perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya

dehidrasi.

Trauma Medula Spinalis| 122

Pemeriksaan Motorik

Paralisis motorik dan paralisis alat-alat dalam

tergantung dari ketinggian terjadinya trauma. Gejala

gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental dari

saraf yang terkena.

Pemeriksaan lokalis

Look. Adanya perubahan warna kulit, abrasi dan memar

pada punggung. Pada klien yang telah lama dirawat dirumah

sering didapatkan adanya dekubitus pada bokong. Adanya

hambatan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan

sensorik, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola

aktivitas dan istirahat.

Feel. Prosesus spinosus dipalpasi untuk mengkaji

adanya suatu celah yang dapat diraba akibat sobeknya

ligamentum posterior menandakan cedera yang tidak stabil.

Sering didapatkan adanya nyeri tekan pada area lesi

Move. Gerakan tulang punggung atau spinal tidak boleh

dikaji. Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan dan

kelumpuhan pada seluruh ekstremitas bawah. Kekuatan otot,

pada penilaian dengan menggunakan derajat kekuatan otot

didapatkan.

Trauma Medula Spinalis| 123

3.2 Analisa Data

No Data Etiologi Problem1 DS: klien/keluarga

mengatakan adanya

kesulitan bernapas,sesak napas.

DO :

a. penurunan tekanan

alat inspirasi dan

respirasi

b. penurunan menit

ventilasi

c. pemakaianotot

pernapasan

Kecelakaan kerja

Dislokasi C4

Disfungsi C4

Disfungsineuromuscular

Gangguan pada ototdiagragma

Ketidakefektifan

pola napas

Trauma Medula Spinalis| 124

d. pernapasan cuping

hidung

e. dispnea/napas

pendek dan cepat

f. orthopnea

g. pernapasan lewat

mulut

h. frekuensi dan

kedalaman

pernapasan abnormal

i. penurunan kapasitas

vital paru

Pola napas tidakefektif

2 DS : klien/keluarga

mengatakan adanya

kesulitan bergerak

klien mengatakan

tangan dan tungkai

tidak bisa

digerakkan

DO:

a.

parestesia

b.

c.

koordinasi

d.

Kecelakaan kerja

Dislokasi C4

Disfungsi C4

Disfungsineuromuscular

Gangguan pada otot-otot tubuh

Kerusakan fungsi

motorik

Gangguan atau

kerusakan mobilitas

fisik

Trauma Medula Spinalis| 125

rentang gerak

e.

otot

f.

tidak bisa

digerakkan

Hambatan mobilitas

fisik3 DS: Pasien mengeluh

nyeri pada bagian

belakang leher

DO: Pasien terlihat

kesakitan, skala

nyeri 8

Kecelakaan kerja

Dislokasi C4

Disfungsi C4

Kompresi akar saraf

servikal

Penjepitan saraf pada

diskus intervertebralis

Tekanan di daerah

distribusi ujung saraf

Respons nyeri

Nyeri akut

Nyeri akut

Trauma Medula Spinalis| 126

4 DS: Pasien mengatakan

urine keluar

menetes

DO: Nyeri tekan pada

abdomen dan

keinginan kencing

saat palpasi

Kecelakaan kerja

Cedera medula

spinalis

Kelumpuhan saraf

perkemihan

Kandung kemih terisi

penuh

Otot destrusor tidak

bereaksi

Perubahan pola

eliminasi urine

Gangguan pemenuhan

eliminasi urine

5 DS : klien/keluarga

mengatakan klien

mengalami

kebingungan

DO:

a.

kesadaran

(bingung, letargi,

stupor, koma)

b.

vital

c.

Kecelakaan kerja

Kompresi kordaDislokasi C4

Disfungsi C4

Disfungsineurovascular

Gangguan pada otot-otot jantung

Penurunan kontraksi

Aktual/resiko tinggi

penurunan curah

jantung

Trauma Medula Spinalis| 127

pendarahan pada

otak

d.

e.

hebat

otot jantung jantung

Penurunan denyut

jantung

Hilangnya kontrol

pengiriman dari refleks

baroreseptor

Penurunan curah jantung

6 DS: Pasien mengatakan

ada rasa

ketidaknyamanan

pada sistem gerak

bagian ekstremitas

DO: Pasien mengalami

paralisis dan

paraplegia yang

mengakibatkan

kelumpuhan

Kecelakaan kerja

Kompresi korda

Dislokasi C4

Disfungsi C4

Penekanan setempatjaringan sekunder

Kelumpuhan gerak

ekstremitas bawah

Paraplegia

Aktual/resiko tinggi

gangguan intergritas

kulit

3.3 Diagnosa Keperawatan

Trauma Medula Spinalis| 128

1. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan

kerusakan kerusakan tulang punggung, disfungsi

neurovascular, kerusakan sistem muskuloskletal.

2. Gangguan atau kerusakan mobilitas fisik yang

berhubungan dengan gangguan neurovascular

3. Aktual/resiko tinggi penurunan curah jantung yang

berhubungan dengan penurunan denyut jantung, dilatasi

pembuluh darah, penurunan kontraksi otot jantung

jantung sekunder dari hilangnya kontrol pengiriman

dari refleks baroreseptor akibat kompresi korda

4. Gangguan pemenuhan eliminasi urine yang berhubungan

dengan gangguan fungsi miksi sekunder dari kompresi

medula spinalis

5. Nyeri akut yang berhubungan dengan kompresi akar

saraf servikal, spasme otot servikalis sekunder dari

cedera spinal stabil dan tidak stabil serta

berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus

intervertebralis, tekanan di daerah distribusi ujung

saraf

6. Aktual/resiko tinggi gangguan intergritas kulit yang

berhubungan dengan penekanan setempat jaringan

sekunder dari kelumpuhan gerak ekstremitas bawah,

paraplegia

Trauma Medula Spinalis| 129

3.5 EvaluasiHasil yang diharapkan

1. Memperlihatkan peningkatan pertukaran gas dan

bersihan jalan napas dari sekresi yang

diperlihatkan oleh bunyi nafas normal pada

pengkajian auskultasi.

a. Bernapas dengan mudah tanpa napas pendek.

b. Melatih napas dalam setiap jam, batuk efektif

dan paru-paru bersih dari secret.

c. Bebas dari infeksi paru-paru (misal, suhu

normal, frekuensi nadi dan pernapasan normal,

bunyi napas normal, tidak ada sputum

purulen.)

2. Bergerak dalam batas disfungsi dan

memperlihatkan usaha melakukan latihan dalam

fungsi napas

3. Mendemostrasikan integritas kulit dengan

optimal.

a. Memperlihatkan turgor kulit normal dan

kulit bebas dari kemerahan atau kerusakan

Trauma Medula Spinalis| 130

b. Berpartisipasi dalam perawatan kulit dan

memantau prosedur dalam keterbatasan

fungsi

4. Mencapai fungsi kandung kemih

a. Tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi

saluran urine. (mis. suhu normal, berkemih

jernih, urine encer)

b. Mengosumsi asupan cairan adekuat.

c. Berpartisipasi dalam program latihan dalam

batasan fungsi.  

5. Mencapai fungsi defekasi

a. Melaporkan pola defekasi teratur.

b. Mengkonsumsi makanan berserat yang adekuat

dan cairan melalui oral.

c. Berpartisipasi dalam program latihan

defekasi dalam batas fungsi

6. Melaporkan tidak ada nyeri dan ketidaknyamanan.

7. Bebas komplikasi

a. Memperlihatkan tidak ada tanda

tromboflebitis, trombosis vena provunda,

atau emboli paru.

b. Tidak menunjukkan adanya manifestasi

emboli paru (misal. tidak nyeri dada atau

panas pendek : gas darah arteri normal)

c. Mempertahankan tekanan darah dalam batas

normal.

d. Tidak mengalami sakit kepala dengan

perubahan posisi

e. Tidak menunjukkan adanya hiperefleksia

autonom (mis. tidak sakit kepala,

Trauma Medula Spinalis| 131

diaforesis, hidung tersumbat, atau

bradikardia diaforesis)

Trauma Medula Spinalis| 132

BAB IV

Sistem Layanan Kesehatan pada Pasien dengan Gangguan

Sistem Persyarafan

Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari

pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan dasar dan

pelayanan rujukan. Pelayanan keperawatan oleh tenaga

perawat dalam pelayanannya memiliki tugas,

diantaranya memberikan keperawatan keluarga,

komunitas dalam pelayanan kesehatan dasar dan akan

memberikan asuhan keperawatn secara umum pada

pelayanan rujukan.

Pada lingkup pelayanan rujukan, tugas perawat

adalah memberikan asuhan keperawatan pada ruang atau

lingkup rujukannya seperti pada anak, maka perawat

Trauma Medula Spinalis| 133

memberikan asuhan keperwatan elalui pendekatan proses

keperawatan anak, untuk lingkup keperawatan jiwa,

perawat akan memberikan asuhan keperawatn pada pasien

gangguan jiwa dan lain-lain.

4.1 Sistem Rujukan

Menurut SK Menteri Kesehatan RI No 32 tahun 1972

sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan

pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan

tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus

masalah kesehatan secara vertical dalam arti dari

unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih

mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-

unit yang setingkat kemampuanya. Dari batasan

tersebut dapat dilihat bahwa hal yang dirujuk bukan

hanya pasien saja tapi juga masalah-masalah kesehatan

lain, teknologi, sarana, bahan-bahan laboratorium,

dan sebagainya. Disamping itu rujukan tidak berarti

berasal dari fasilitas yang lebih rendah ke fasilitas

yang lebih tinggi tetapi juga dapat dilakukan

diantara fasilitas-fasilitas kesehatan yang

setingkat.

Tujuan

Trauma Medula Spinalis| 134

 Tujuan rujukan adalah dihasilkannya pemerataan

upaya kesehatan dalam rangka penyelesaian masalah

kesehatan secara berdaya dan berhasil guna.

 Tujuan Sistem Rujukan adalah agar pasien

mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan

kesehatan yang lebih mampu sehingga jiwanya dapat

terselamatkan, dengan demikian dapat menurunkan angka

kematian.

Jenis Rujukan

Sistim Kesehatan Nasional membedakannya menjadi

dua macam yaitu:

1). Rujukan Kesehatan

Rujukan ini berkaitan dengan upaya pelayanan

kesehatan dalam pencegahan penyakit dan

peningkatan derajat kesehatan. Rujukan ini

dibedakan menjadi tiga yaitu :

1. Rujukan teknologi

2. Rujukan sarana

3. Rujukan Operasional

2). Rujukan Medik

Rujukan ini berkaitan dengan upaya pelayanan

kedokteran dalam penyembuhan penyakit serta

pemulihan kesehatan. Rujukan medic terdiri

Trauma Medula Spinalis| 135

dari penderita, pengetahuan, dan bahan

laboratorium :

1. Transfer of patient : konsultasi

penderita untuk keperluan diagnostic,

pengobatan, tindakan operatif dll.

2. Transfer of knowledge : pengiriman

tenaga kesehatan yang lebih kompeten atau

ahli untuk meningkatkan mutu layanan

setempat.

3. Transfer of specimen : pengiriman bahan

untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih

lengkap.

Alur rujukan

Pengaturan sistem rujukan pelayanan kesehatan.

Tujuan pengaturan ini yaitu

1. Pelayanan kesehatan menjadi efisien

2. Pelayanan mulai tingkat bawah (puskesmas)

kemudian dirujuk ke RS jika diperlukan

3. Pelayanan kesehatan lebih cepat

4.1.1 Program

1. Pelayanan Kesehatan Gratis Jamkesda adalah

pelayanan kesehatan dasar dan rujukan

tertentu bagi masyarakat seluruh Indonesia

yang biayanya ditanggung oleh Pemerintah.

Trauma Medula Spinalis| 136

2. Pelayanan dasar     : pelayanan kesehatan di

puskesmas

3. Pelayanan rujukan  : pelayanan kelas III

rumah sakit

4. Masyarakat Indonesia   : masyarakat yang

memiliki kartu identitas dan belum ditanggung

oleh asuransi lain

5. Pemerintah Daerah dan Kab/kota.

4.1.2 Kepersertaan

1. Seluruh penduduk Indonesia

2. Mempunyai kartu identitas (Kartu Peserta atau

KTP/Kartu keluarga)

3. Bukan merupakan masyarakat yang sudah

mempunyai jaminan kesehatan lain (Askes PNS,

Jamkesmas, Jamsostek, Asabri, Askes

Komersial, dsb)

4.1.3 Manfaat

Jenis pelayanan yang ditanggung :

1. Rawat Jalan

2. Rawat Inap

3. UGD/Emergency

4. Pelayanan penunjang lainnya

Jenis pelayanan yang tidak ditanggung :

Trauma Medula Spinalis| 137

1. Operasi jantung, kateterisasi jantung dan

pemasangan cincin jantung

2. CT scan dan MRI

3. Bedah syaraf dan bedah plastic

4. Penyakit kelamin dan atau penyakit akibat

hubungan seksual

5. Alat bantu kesehatan

4.2 JamKesMas

Jamkesmas ( Jaminan Kesehatan Masyarakat )

adalah sebuah program jaminan kesehatan untuk warga

Indonesia yang memberikan perlindungan sosial

dibidang kesehatan untuk menjamin masyarakat miskin

dan tidak mampu yang iurannya dibayar oleh pemerintah

agar kebutuhan dasar kesehatannya yang layak dapat

terpenuhi.Program ini dijalankan olehDepartemen

Kesehatan sejak 2008. Program Jaminan Kesehatan

Masyarakat (Jamkesmas) diselenggarakan berdasarkan

konsep asuransi sosial.

Tujuan

1) Mewujudkan portabilitas pelayanan sehingga

pelayanan rujukan tertinggi yang disediakan

Jamkesmas dapat diakses oleh seluruh peserta

dari berbagai wilayah.

Trauma Medula Spinalis| 138

2) Agar terjadi subsidi silang dalam rangka

mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh

bagi masyarakat miskin.

Kepesertaan Jamkesmas

Peserta Program Jamkesmas adalah setiap orang

miskin dan tidakmampu yang terdaftar dan memiliki

kartu dan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.

Jumlah sasaran peserta sebesar 19,1 juta Rumah Tangga

Miskin (RTM) atau sekitar 76,4 juta jiwa. Jumlah

tersebut berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)

tahun 2009, yang dijadikan dasar penetapan jumlah

sasaran peserta secara nasional oleh Menkes.

Berdasarkan Jumlah Sasaran Nasional tersebut Menkes

membagi alokasi sasaran kuota Kabupaten/Kota.

Bupati/Walikota wajib menetapkan peserta

Jamkesmas Kabupaten/Kota dalam satuan jiwa berisi

nomor, nama dan alamat peserta dalam bentuk Keputusan

Bupati/Walikota.

1. Permenkes RI

No.1097/Menkes/Per/VI/2011 tentang petunjuk

teknis pelayanan kesehatan dasar Jamkesmas.

2. Kepesertaan Jamkesmas

Peserta Program Jamkesmas adalah setiap

orang miskin dan tidak mampu yang terdaftar

Trauma Medula Spinalis| 139

dan memiliki kartu dan berhak mendapatkan

pelayanan kesehatan.

4.2.1 Tatalaksana Pelayanan Kesehatan

Setiap peserta Jamkesmas berhak mendapat

pelayanan kesehatan dasar meliputi pelayanan

kesehatan rawat jalan (RJ), rawat inap (RI), serta

pelayanan kesehatan rujukan rawat jalan tingkat

lanjutan (RJTL), rawat inap tingkat lanjutan (RITL)

dan pelayanan gawat darurat.

1. Prosedur Pelayanan Kesehatan bagi Peserta

JamKesMas :

a.         Pelayanan rawat jalan tingkat pertama

diberikan di Puskesmas dan jaringannya.

            Pelayanan rawat jalan lanjutan

diberikan di Balai Kesehatan Mata

Masyarakat (BKMM), Balai Besar Kesehatan

Paru Masyarakat (BBKPM), BKPM/BP4/BKIM dan

rumah sakit (RS).

b.   Pelayanan rawat inap diberikan di

Puskesmas Perawatan dan ruang rawat inap

kelas III (tiga) di RS Pemerintah termasuk

RS Khusus, RS TNI/POLRI dan RS Swasta yang

bekerjasama dengan Departemen Kesehatan.

c. Pada keadaan gawat darurat

(emergency) seluruh Pemberi Pelayanan

Trauma Medula Spinalis| 140

Kesehatan (PPK) wajib memberikan pelayanan

kepada peserta walaupun tidak memiliki

perjanjian kerjasama. Penggantian biaya

pelayanan kesehatan diklaimkan ke

Departemen Kesehatan melalui Tim Pengelola

Kabupaten/Kota setempat setelah

diverifikasi sesuai dengan ketentuan yang

berlaku pada program ini.

2. Alur Pelayanan Jamkesmas, yang akan berobat ke

Puskesmas :

1. Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan

dasar berkunjung ke Puskesmas.

2. Peserta harus menunjukkan kartu Jamkesmas,

(Yang keabsahan kepesertaannya merujuk

kepada daftar masyarakat miskin yang

ditetapkan oleh Bupati/Walikota setempat.

SKTM hanya berlaku untuk setiap kali

pelayanan kecuali pada kondisi pelayanan

lanjutan terkait dengan penyakitnya)

3. Apabila peserta memerlukan pelay. kes

rujukan, maka yang bersangkutan dirujuk ke

fasilitas pelayanan kesehatan. rujukan

disertai surat rujukan dan kartu peserta,

kecuali pada kasus emergency.

Trauma Medula Spinalis| 141

3. Alur Pelayanan Jamkesmas, yang akan berobat ke

RS:

Melengkapi persyaratan administrasi :

1. Rujukan dari Puskesmas

2. Fotocopy Kartu JAMKESMAS

3. Fotocopy KTP

4. Fotocopy KK

Semua persyaratan yang telah disiapkan kemudian

dibawa ke loket ASKES untuk di

stempel JamKesMas, baru kemudian dipakai mendaftar

berobat.

4. Alur Pelayanan Jamkesmas, yang akan berobat ke RS

yang lebih lengkap:

Bagi pasien yang dirujuk ke Rumah Sakit yang

lebih lengkap, ada beberapa hal yang harus

dilengkapi :

a) Melengkapi semua persyaratan di atas

b) Surat Rujukan dari Ruangan/Rawat Inap atau

Rawat Jalan yang ditandatangani dokter yang

merujuk

c) Surat Jalan Ambulance yang telah ditanda

tangani dokter yang merujuk dan pasien yang

dirujuk

5. Pembagian Model JamKesMas

1. Non Emergency :

Trauma Medula Spinalis| 142

Harus ada rujukan dari Puskesmas, KTP,KK.

Kalau pasien dari kabupaten, harus ada rujukan

dari Rumah Sakit Kabupaten beserta Surat

Keabsahan Peserta (SKP) yang dikeluarkan oleh

bagian ASKES di RS (kepesertaannya dikelola

ASKES RS). Rujukan ditujukan ke RS. Rujukan

(Mis : RS.Daya) kemudian merujuk ke RS.

Wahidin jika diperlukan

2. Emergency :

Cukup membawa Kartu Jamkesmas, KTP, KK (Jika

rawat inap, maka dikasi waktu: 2 x 24 Jam utk

pengurusan administarsi, tanpa rujukan dan

masuk melalui UGD.

 

4.3 Gakin

Jaminan pemeliharan kesehatan bagi keluarga

miskin dan kurang mampu (GAKIN) adalah jaminan

pemeliharaan kesehatan yang diberikan kepada keluarga

miskin dan kurang mampu yang membutuhkan pelayanan

kesehatan meliputi rawat jalan dan rawat inap

sebagaimana yang ditetapkan, baik di Puskesmas maupun

di Rumah Sakit yang ditunjuk di Wilayah.

Prosedur Mendapatkan Layanan Program JPK GAKIN

1. Kartu GAKIN, RASKIN, BLT PKH, Kader

Kesehatan (Program Pemerintah lainnya)

2. Foto kopi kartu keluarga (KK)

Trauma Medula Spinalis| 143

3. Rujukan dari puskesmas, tidak perlu apabila

emergensi

4. KTP

4.4 Lembaga Pelayanan Kesehatan

Lembaga pelayanan kesehatan merupakan tempat

pemberian pelayanan kesehatan pada masyarakat dalam

rangka meningkatkan status kesehatan. Tempat

pelayanan kesehatan ini sangat bervariasi berdasarkan

tujuan pemberian pelayanan kesehatan. Tempat

pelayanan kesehatan dapat berupa rawat jalan,

institusi kesehatan, community based agency, dan

hospice.

a. Rawat Jalan

Lembaga pelayana kesehatan ini bertujuan

memberikan pelayanan kesehatan pada tingkat

pelaksanaan diagnosis dan pengobatan pada

penyakit yang akut atau mendadak dan kronis

yang dimungkinkan tidak terjadi rawat inap.

Lembaga ini dapat dilaksanakan pada klinik-

klinik kesehatan, seperti klinik dokter

spesialis, klinik petawatan spesialis dan

lain-lain.

b. Institusi

Institusi merupakan lembaga pelayanan

kesehatan yang fasilitasnya cukup dalam

memberikan berbagai tingkat pelayanan

Trauma Medula Spinalis| 144

kesehatan, pusat rehabilitasi, dan lain-

lain.

c. Hospice

Lembaga ini bertujuan memberikan pelayan

kesehatan yang difokuskan kepada klien yang

sakit terminal agar lebih tenang dan dapat

melewati masa-masa terminalnya dengan

tenang. Lembaga ini biasanya digunakan dalam

home care.

d. Community Based Agency

Merupakan bagian dari lembaga pelayanan

kesehatan yang dilakukan pada klien pada

keluarganya sebagaimana pelaksanaan

perawatan keluarga seperti praktek perawatai

keluarga dan lain-lain.

Trauma Medula Spinalis| 145

BAB V

PENUTUP

5.1 KesimpulanTrauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi

neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah

medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001). Penyebab dari

Trauma medulla spinalis yaitu: kecelakaan otomobil,

industri terjatuh, olah-raga, menyelam, luka tusuk, tembak

dan tumor.

Cedera medula spinalis adalah suatu trauma yang

mengenai medula spinalis atau sumsum tulang akibat dari

suatu trauma langsung yang mengenai tulang belakang.

Penyebab cedera medula spinalis adalh kejadian-kejadian

yang secara langsung dapat mengakibatkan terjadinya

kompresi pada medula spinalis seperti terjatuh dari tempat

yang tinggi, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olaghara

dan lain-lain.

Cedera medula spinalis dapat menyebabkan terjadinya

kelumpuhan jika mengenai saraf-saraf yang berperan

terhadap suatu organ maupun otot. Cedera medula spinalis

Trauma Medula Spinalis| 146

ini terbagi menjadi 2 yaitu cedera medula spinalis stabil

dan tidak stabil.

Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis,

darah dapat merembes ke ekstradul subdural atau daerah

suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum terjadi

kontusio atau robekan pada Trauma, serabut-serabut saraf

mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla

spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi

proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi pada

Trauma medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder

kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia, hipoksia,

edema, lesi, hemorargi.

Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian

adalah sangat penting, karena penatalaksanaan yang tidak

tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi

neurologik.Pada kepala dan leher dan leher harus

dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis sampai

bukti Trauma ini disingkirkan. Memindahkan pasien, selama

pengobatan didepartemen kedaruratan dan radiologi,pasien

dipertahankan diatas papan pemindahan.

Penatalaksanaan untuk cedera medula spinalis adalah

dengan pemberian obat kortikosteroid dan melihat kepada

sistem pernapasan, jika terjadi gangguan maka perlu

diberikan oksigen.

Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien cedera

medula spinalis adalah melihat kepada diagnosa apa saja

yang muncul. Intinya pemberian asuhan keperawatan pada

pasien dengan cedera medula spinalis adalah memperhatikan

posisi dalam mobilisasi pasien sehingga tidak memperparah

cedera yang terjadi.

Trauma Medula Spinalis| 147

Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien dengan

Trauma medula spinalis berbeda penanganannya dengan

perawatan terhadap penyakit lainnya,karena kesalah dalam

memberikan asuhan keperawatan dapat menyebabkan Trauma

semakin komplit dan dapat menyebabkan kematian

5.2 SaranCedera medula spinalis adalah suatu kejadian yang

sering terjadi dimasyarakat. Tingkat kejadiannya cukup

tinggi karena bisa terjadi pada siapa saja dan dimana

saja. Sehingga perlu tingkat kehati-hatian yang tinggi

dalam melakukan setiap aktivitas agar tidak terjadi suatu

kecelakaan yang dapat mengakibatkan cedera ini.

Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada

mahasiswa agar dapat menjaga kesehatannya terutama pada

bagian tulang belakang agar Trauma medula spinalis dapat

terhindar. Adapun jika sudah terjadi, mahasiswa dapat

melakukan perawatan seperti yang telah tertulis dalam

makalah ini

Trauma Medula Spinalis| 148

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah. Edisi 8, volume 2.  Jakarta : EGC.

Guyton, Arthur. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit.

Edisi 3, Jakarta : EGC

Laurralee Sherwood. .2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2,

Jakarta : EGC

Sylvia and Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses

Penyakit. Edisi 6, volume 2. Jakarta : EGC.

W.F.Ganong. 2005. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22.

Jakarta: EGCs

Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A

Holistic Approach, JB Lippincott company,

Philadelpia.

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM,

(2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk

perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien,

EGC, Jakarta.

Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah,

Binarupa Aksara, Jakarta.

Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of

Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott

Company, Philadelphia.

Trauma Medula Spinalis| 149