case trauma kapitis

36
BAB I PENDAHULUAN Trauma kapitis adalah trauma yang mengenai bagian dari kranium maupun cerebral. Cedera kepala merupakan salah satu bentuk dari trauma kapitis. Cedera kepala dapat terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, dan yang lainnya. Cedera tersebut dapat mengakibatkan luka pada kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan pada selaput otak, kerusakan pembuluh darah dan kerusakan jaringan otaknya sendiri, dimana kerusakan tersebut bersifat non degenerative/ non kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar sehingga dapat menimbulkan gangguan fisik, kognitif maupun sosial serta berhubungan dengan atau tanpa penurunan tingkat kesadaran. Insidensi trauma kapitis ini mencapai 26% dari semua kecelakaan dan 33% kematian terjadi karena trauma kapitis. Insiden trauma kapitis akibat kecelakaan terdapat sekitar 50% meninggal sebelum tiba di rumah sakit, 40% meninggal dalam 1 hari, 35% meninggal dalam 1 minggu perawatan. Pada penderita harus diperhatikan pernapasan, peredaran darah dan kesadaran sehingga tindakan resusitasi, anamnesis, dan pemeriksaan fisik umum dan neurologis harus dilakukan secara serentak. Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan pada saat pasien tiba di rumah sakit. Penatalaksanaan pasien 1

Transcript of case trauma kapitis

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma kapitis adalah trauma yang mengenai bagian dari

kranium maupun cerebral. Cedera kepala merupakan salah satu

bentuk dari trauma kapitis. Cedera kepala dapat terjadi akibat

kecelakaan lalu lintas, dan yang lainnya. Cedera tersebut dapat

mengakibatkan luka pada kulit kepala, fraktur tulang tengkorak,

robekan pada selaput otak, kerusakan pembuluh darah dan kerusakan

jaringan otaknya sendiri, dimana kerusakan tersebut bersifat non

degenerative/ non kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik

dari luar sehingga dapat menimbulkan gangguan fisik, kognitif

maupun sosial serta berhubungan dengan atau tanpa penurunan

tingkat kesadaran.

Insidensi trauma kapitis ini mencapai 26% dari semua

kecelakaan dan 33% kematian terjadi karena trauma kapitis.

Insiden trauma kapitis akibat kecelakaan terdapat sekitar 50%

meninggal sebelum tiba di rumah sakit, 40% meninggal dalam 1

hari, 35% meninggal dalam 1 minggu perawatan.

Pada penderita harus diperhatikan pernapasan, peredaran

darah dan kesadaran sehingga tindakan resusitasi, anamnesis, dan

pemeriksaan fisik umum dan neurologis harus dilakukan secara

serentak. Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan

pada saat pasien tiba di rumah sakit. Penatalaksanaan pasien

1

cedera kepala bergantung kepada derajat keparahan cedera kepala

tersebut.

BAB II

STATUS NEUROLOGI

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S

Usia : 54 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : Tamat SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Status : Janda

2

Alamat : Jl. Talas no.75 RT/RW 002/001 Pamulang -

Tangerang Selatan

Masuk RS : 19 Juni 2014

II. ANAMNESIS

Telah dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis dengan

keluarga pasien di lantai 4 selatan kamar 425 pada tanggal

20 Juni 2014 pukul 14.00 WIB

a. Keluhan Utama

Pingsan post KLL sejak 6 jam SMRS

b. Keluhan Tambahan

Pusing, nyeri kepala, mual, muntah dan nyeri pada lengan

kanan.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati diantar oleh

keluarganya atas rujukan dari RS Andika dengan keluhan

pingsan post KLL sejak 6 jam SMRS. Pasien mengalami

kecelakaan lalu lintas pada pukul kira-kira 15.00 WIB sore

hari bersama temannya dengan mengendarai sepeda motor.

Pasien saat itu sedang dibonceng dan menggunakan helm dengan

kecepatan sedang. Pasien terjatuh dari motor akibat

menghindari lubang besar. Pasien terjatuh dengan posisi

3

kepala membentur aspal dan terpental dari motor. Setelah

kejadian pasien tidak sadar dan langsung dilarikan ke RS

terdekat. Saat di RS Andika pasien masih tidak sadar. Pasien

kemudian di foto rontgen dan didapatkan hasil tulang

klavikula kanan pasien patah. Karena keterbatasan alat dan

tenaga medis, pasien segera dirujuk ke RSUP Fatmawati untuk

perawatan lebih lanjut.

Pasien mulai sadar 1 hari kemudian saat dirawat di IGD

RSF. Pasien mengeluhkan kepala terasa pusing dan nyeri,

lengan kanan pasien terasa nyeri saat digerakkan, perut

terasa mual dan muntah. Muntah sebanyak 2-3 kali dan tidak

menyembur. Pasien tidak ingat kejadian saat sebelum dan

sesudah kecelakaan. Pasien mengaku adanya keluar darah dari

hidung dan telinga sebelah kanan. Pasien juga mengeluh

telinga kanan pasien agak tuli namun masih bisa mendengar

sedikit. Keluarga pasien menyangkal adanya BAK/BAB ditempat

kejadian dan kejang. Pasien juga menyangkal sebelum kejadian

mengantuk, meminum alkohol atau minum obat-obatan yang

membuat ngatuk.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami hal seperti ini

sebelumnya. Riwayat tekanan darah tinggi (-), kolesterol

(-), kencing manis (-), penyakit jantung (-), asma (-),

alergi (-), kejang (-).

e. Riwayat Penyakit Keluarga

4

Riwayat tekanan darah tinggi (-), kolesterol (-),

kencing manis (-),penyakit jantung (-), asma (-), alergi

(-), kejang (-).

f. Riwayat Kebiasaan

Pasien memiliki kebiasaan meminum jamu namun jarang.

Pasien jarang berolahraga. Pasien makan 3x sehari dan tidak

ada pantangan dalam hal makanan. Pasien menyangkal memiliki

kebiasaan merokok (-), minum alkohol (-), mengkonsumsi obat-

obatan terlarang (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK ( Tanggal 20 Juni 2014 )

a. Status generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : E4M6V5 = 15 (Compos Mentis)

Sikap : Berbaring

Koperasi : Kooperatif

Keadaan Gizi : Cukup

Tekanan Darah

110/70 mmHg

Suhu

36,70CNadi

72 x/mnt

Pernafasan

18 x/mnt

5

b. Keadaan Lokal

Kepala : Normocephal, Cephal hematom (+) di regio

parietotemporal dekstra

Mata : Sclera ikterik -/-, konjungtiva pucat -/-,

raccoon eyes -/-

Hidung : Perdarahan aktif -/-, clotting -/-

Telinga : Perdarahan aktif -/-, clotting -/- , Battle Sign

+/-

Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar, jejas

(-)

Thorax : Jejas (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas kanan : ICS III linea sternalis dekstra

Batas kiri : ICS V 1 jari medial linea

midklavikularis sinistra

Pinggang jantung : ICS III-V linea

parasternalis dekstra

6

Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 reguler, murmur (-), gallop

(-)

Paru

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris saat

statis dan dinamis

Palpasi : Vocal fremitus simetris kanan dan kiri.

Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-.

Abdomen

Inspeksi : Datar, jejas (-)

Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba membesar,

Nyeri tekan (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising Usus (+) normal

Ekstremitas

Akral hangat : + +

+ +

Edema : - -

- -

7

Pembuluh Darah Perifer : Capillary Refill Time < 2 detik

Trauma Stigmata : Vulnus ekskoriasi digiti pedis

dekstra

Columna Vertebralis : Letak ditengah, skoliosis (-),

lordosis (-)

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Rangsang Selaput

OtakKanan Kiri

Kaku Kuduk (-)Laseque > 70° > 70°Kernig > 135° > 135°

Brudzinski I (-) (-)Brudzinski II (-) (-)

Peningkatan Tekanan Intrakranial

Muntah proyektil : (-)

Sakit kepala hebat : (-)

Papil edema : (-)

Nervus Kranialis Kanan Kiri

8

N. I ( N.

Olfaktorius )Normosmia Normosmia

N. II ( N. Optikus ) Kanan KiriAcies Visus Baik BaikVisus Campus Baik BaikMelihat Warna Baik BaikFunduskopi Tidak dilakukan

karena keterbatasan

alat

Tidak dilakukan

karena keterbatasan

alat

N. III ( N. Okulomotorius ), N. IV ( N. Trokhlearis ), N. VI ( N.

Abdusen )Kanan Kiri

Kedudukan Bola Mata Orthoposisi OrthoposisiPergerakan Bola Mata

Ke Nasal Baik BaikKe Temporal Baik BaikKe Nasal Atas Baik BaikKe Temporal Atas Baik BaikKe Temporal Bawah Baik Baik

Eksopthalmus (-) (-)Nistagmus (-) (-)Pupil Isokhor IsokhorBentuk Bulat, Ø 3mm Bulat, Ø 3mmRefleks Cahaya (+) (+)

9

LangsungRefleks Cahaya Tak

Langsung(+) (+)

Akomodasi Baik BaikKonvergensi Baik Baik

N. V ( N. Trigeminus

)Kanan Kiri

Cabang Motorik (M.

Maseter dan M.

Temporalis)

Baik Baik

Cabang SesorikOptahalmik Baik BaikMaxilla Baik BaikMandibularis Baik Baik

N. VII ( N. Fasialis

)Kanan Kiri

Motorik

OrbitofrontalBaik Baik

Motorik Orbicularis Baik BaikPengecap Lidah Baik Baik

N. VIII ( N. Vestibulo- kokhlearis)Kanan Kiri

VestibularVertigo (-)

10

Nistagmus (-) (-)Cochlear

Tuli Konduktif (+) (-)Tuli Perspeptif (-) (-)Test berbisik Menurun Baik

N. IX ( N. Glosofaringeus ) , N. X ( N. Vagus )Kanan Kiri

Motorik Baik BaikSensorik Baik Baik

N. XI ( N.

Aksesorius )Kanan Kiri

Mengangkat Bahu Baik BaikMenoleh Baik Baik

N. XII ( N.

Hipoglosus )Kanan Kiri

Pergerakan Lidah SimetrisAtrofi (-)Fasikulasi (-)Tremor (-)

Sistem Motorik

Ekstremitas Atas Proksimal Distal : TVD / 5 5 5 5

Ekstremitas Bawah Proksimal Distal : 5 5 5 5 / 5 5 5 5

11

Gerakan Involunter

Tremor : (-)

Chorea : (-)

Atetose : (-)

Mioklonik : (-)

Tics : (-)

Sistem Sensorik

Proprioseptif : baik/baik

Eksteroseptif : baik/baik

Fungsi Cerebellar dan Koordinasi

Ataxia : Tidak dilakukan

Tes Rhomberg : Tidak dilakukan

Disdiadokinesia : Baik

Jari-Jari : Baik/Baik

Jari-Hidung : Baik/Baik

Tumit-Lutut : Baik/Baik

12

Rebound Pheomenon : (-)

Hipotoni : (-)

Fungsi Luhur

Astereognosia : (-)

Apraksia : (-)

Afasia : (-)

Fungsi Otonom

Miksi : Inkontinensia urin (-)

Defekasi : Inkontinensia alvi (-)

Sekresi Keringat : Baik

Keadaan Psikis

Intelegensia : baik

Tanda regresi : (-)

Demensi : (-)

Refleks-refleks Kanan Kiri

13

FisiologisBisep (++) (++)Trisep (++) (++)Patella (++) (++)Achilles (++) (++)

Refleks-refleks

Patologis

Kanan Kiri

Babinsky (-) (-)Chaddock (-) (-)Gordon (-) (-)Gonda (-) (-)Schaeffer (-) (-)Hoffman Tromner (-) (-)

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM ( 19 Juni 2014 )

Pemeriksaan Hasil Nilai RujukanHematologiHemoglobin 12.6 g/dL 13.2 – 17.3Hematokrit 37 % 33 – 45Leukosit 17.3 ribu/ul 5.0 – 10.0Trombosit 336 ribu/ul 150 – 440Eritrosit 4.19 juta/ul 4.40 – 5.90VER/HER/KHER/RDWVER 88.3 fl 80 – 100HER 30.1 pg 26 – 34

14

KHER 34.1 g/dl 32 – 36RDW 15.1 % 11.5 – 14.5

VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK ( 19 Juni 2014 )

Rontgen Shoulder Dekstra

Kesan :

- Fraktur tertutup klavikula dekstra

CT Scan Kepala Tanpa Kontras

15

Kesan :

- Subgaleal hematom di region parietotemporal kanan

- Sinusitis sphenoid dan maksila kanan

- Mastoiditis kanan dan tampak fraktur pada os mastoid

kanan

- Tidak tampak perdarahan intraparenkimal, subarachnoid

ataupun subdural/epidural hematom

VII. RESUME

Pasien seorang perempuan usia 54 tahun diantar ke RSUP

Fatmawati dibawa oleh keluarganya atas rujukan dari RS

Andika dengan keluhan pingsan post KLL sejak 6 jam SMRS.

Pasien terjatuh dari motor dengan posisi kepala membentur

aspal dan terpental dari motor. Setelah kejadian pasien

16

tidak sadar. Pasien kemudian di foto rontgen dan didapatkan

hasil tulang klavikula pasien patah. Pasien mulai sadar 1

hari kemudian saat dirawat di IGD RSF. Pasien mengeluhkan

kepala terasa pusing (+), nyeri kepala (+), lengan kanan

pasien terasa nyeri (+), mual (+) dan muntah (+) sebanyak 2-

3 kali dan tidak menyembur, keluar darah dari hidung dan

telinga sebelah kanan, amnesia retrograde (+), telinga kanan

pasien agak tuli namun masih bisa mendengar sedikit.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak

sakit sedang, kesadaran Compos Mentis, GCS E4M6V5, Cephal

hematom (+) di regio parietotemporal dekstra, Battle Sign

+/-, Vulnus ekskoriasi digiti pedis dekstra. Pada

pemeriksaan status neurologis didapatkan tuli konduktif pada

telinga kanan. Pada pemeriksaan penunjang laboratorium

leukositosis, rontgen shoulder dekstra kesan fraktur

tertutup klavikula dekstra, CT scan kepala kesan subgaleal

hematom di region parietotemporal kanan, sinusitis sphenoid

dan maksila kanan, mastoiditis kanan dan tampak fraktur pada

os mastoid kanan.

VIII. DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : Cefalgia sekunder, Nausea, Vomitus,

Amnesia retrograde,

vulnus ekskoriasi digiti pedis dekstra,

riwayat sinkop,

17

fraktur tertutup klavikula dekstra, tuli

konduktif AD.

Diagnosis Etiologi : Contusio Cerebri dd/ Fraktur basis

cranii

Diagnosis Topis : Subgaleal hematom di region

parietotemporal kanan

IX. PENATALAKSANAAN

Non-Medika Mentosa

1. Elevasi kepala 30°

2. O2 3 L/menit

3. Konsul dokter spesialis ortopedi

4. Konsul dokter spesialis THT

Medika Mentosa

1. IVFD NaCl 0,9% 500 cc/12 jam

2. Ceftriaxone 1 x 2gr vial IV

3. ATS 1 x 1 amp IV

4. Citicholin 2 x 500mg IV

5. Ranitidin 2 x 1 amp IV

6. Ondansetron 2 x 1 amp IV

7. Paracetamol 3 x 500 mg PO

8. Betahistin 2 x 1 tab PO

18

X. PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad fungtionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : ad bonam

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

TRAUMA KAPITIS

Trauma kapitis atau cedera kepala adalah kerusakan otak

akibat trauma mekanik yang terjadi langsung saat trauma (primer)

maupun tidak langsung, sesaat sesudah trauma (sekunder). Tulang

tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi otak. Tetapi

meskipun memiliki helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai

jenis cedera. Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang

menembus tengkorak. Cedera kepala paling sering disebabkan oleh

kecelakaan bermotor bermotor sering dihubungkan dengan konsumsi

alkohol yang berlebihan.

19

Patofisiologi

Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut

lesi primer. Lesi primer ini dapat dijumpai pada kulit dan

jaringan subkutan, tulang tengkorak, jaringan otak, saraf otak

maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar otak. Pada

tulang tengkorak dapat terjadi fraktur linier (±70% dari fraktur

tengkorak), fraktur impresi maupun perforasi. Fraktur linier pada

daerah temporal dapat merobek atau menimbulkan aneurisma pada

20

arteria meningea media dan cabang-cabangnya; pada dasar tengkorak

dapat merobek atau menimbulkan aneurisma a. karotis interna dan

terjadi perdarahan lewat hidung, mulut dan telinga. Fraktur yang

mengenai lamina kribriform dan daerah telinga tengah dapat

menimbulkan rinoroe dan otoroe (keluarnya cairan serebro spinal

lewat hidung atau telinga).

Trauma kepala dapat menyebabkan cedera pada otak karena

adanya aselerasi, deselerasi dan rotasi dari kepala dan isinya.

Karena perbedaan densitas antara tengkorak dan isinya, bila ada

aselerasi, gerakan cepat yang mendadak dari tulang tengkorak

diikuti dengan lebih lambat oleh otak. Ini mengakibatkan benturan

dan goresan antara otak dengan bagian-bagian dalam tengkorak yang

menonjol atau dengan sekat-sekat duramater. Bila terjadi

deselerasi (pelambatan gerak), terjadi benturan karena otak masih

bergerak cepat pada saat tengkorak sudah bergerak lambat atau

berhenti. Mekanisme yang sama terjadi bila ada rotasi kepala yang

mendadak. Tenaga gerakan ini menyebabkan cedera pada otak karena

kompresi (penekanan) jaringan, peregangan maupun penggelinciran

suatu bagian jaringan di atas jaringan yang lain. Ketiga hal ini

biasanya terjadi bersama-sama atau berturutan.

Kerusakan jaringan otak dapat terjadi di tempat benturan

(coup), maupun di tempat yang berlawanan (countre coup). Diduga

countre coup terjadi karena gelombang tekanan dari sisi benturan

(sisi coup) dijalarkan di dalam jaringan otak ke arah yang

berlawanan; teoritis pada sisi countre coup ini terjadi tekanan

21

yang paling rendah, bahkan sering kali negatif hingga timbul

kavitasi dengan robekan jaringan. Selain itu, kemungkinan gerakan

rotasi isi tengkorak pada setiap trauma merupakan penyebab utama

terjadinya countre coup, akibat benturan-benturan otak dengan

bagian dalam tengkorak maupun tarikan dan pergeseran antar

jaringan dalam tengkorak. Yang seringkali menderita kerusakan-

kerusakan ini adalah daerah lobus temporalis, frontalis dan

oksipitalis.

Fraktur impresi dapat menyebabkan peningkatan volume dalam

tengkorak, hingga menimbulkan herniasi batang otak lewat foramen

magnum. Juga secara langsung menyebabkan kerusakan pada meningen

dan jaringan otak di bawahnya akibat penekanan. Pada jaringan

otak akan terdapat kerusakan-kerusakan yang hemoragik pada daerah

coup dan countre coup. Kontusio yang berat di daerah frontal dan

temporal sering kali disertai adanya perdarahan subdural dan

intra serebral yang akut. Tekanan dan trauma pada kepala akan

22

menjalar lewat batang otak kearah kanalis spinalis; karena adanya

foramen magnum, gelombang tekanan ini akan disebarkan ke dalam

kanalis spinalis. Akibatnya terjadi gerakan ke bawah dari batang

otak secara mendadak, hingga mengakibatkan kerusakan kerusakan di

batang otak. Saraf otak dapat terganggu akibat trauma langsung

pada saraf, kerusakan pada batang otak, ataupun sekunder akibat

meningitis atau kenaikan tekanan intrakranial.

Kerusakan pada saraf otak I kebanyakan disebabkan oleh

fraktur lamina kribriform di dasar fosa anterior maupun countre

coup dari trauma di daerah oksipital. Pada gangguan yang ringan

dapat sembuh dalam waktu 3 bulan. Dinyatakan bahwa ± 5% penderita

tauma kapitis menderita gangguan ini. Gangguan pada saraf otak II

biasanya akibat trauma di daerah frontal. Mungkin traumanya hanya

ringan saja (terutama pada anak-anak), dan tidak banyak yang

mengalami fraktur di orbita maupun foramen optikum. Dari saraf-

saraf penggerak otot mata, yang sering terkena adalah saraf VI

karena letaknya di dasar tengkorak. Ini menyebabkan diplopia yang

dapat segera timbul akibat trauma, atau sesudah beberapa hari

akibat dari edema otak.

Gangguan saraf III yang biasanya menyebabkan ptosis,

midriasis dan refleks cahaya negatif sering kali diakibatkan

hernia tentorii. Gangguan pada saraf V biasanya hanya pada cabang

supraorbitalnya, tapi sering kali gejalanya hanya berupa anestesi

daerah dahi hingga terlewatkan pada pemeriksaan. Saraf VII dapat

segera memperlihatkan gejala, atau sesudah beberapa hari

23

kemudian. Yang timbulnya lambat biasanya cepat dapat pulih

kembali, karena penyebabnya adalah edema. Kerusakannya terjadi di

kanalis fasialis, dan seringkali disertai perdarahan lewat lubang

telinga. Banyak didapatkan gangguan saraf VIII pada. trauma

kepala, misalnya gangguan pendengaran maupun keseimbangan. Edema

juga merupakan salah satu penyebab gangguan. Gangguan pada saraf

IX, X dan XI jarang didapatkan, mungkin karena kebanyakan

penderitanya meninggal bila trauma sampai dapat menimbulkan

gangguan pada saraf-saraf tersebut. Akibat dari trauma pada

pembuluh darah, selain robekan terbuka yang dapat langsung

terjadi karena benturan atau tarikan, dapat juga timbul kelemahan

dinding arteri. Bagian ini kemudian berkembang menjadi aneurisma.

Tipe trauma kepala:

a. Trauma kepala terbuka

Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak

dan laserasi duramater. Kerusakan otak dapat terjadi bila

tulang tengkorak menusuk otak. Fraktur longitudinal sering

menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, foramen

jugularis dan tuba eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak

24

battle sign (warna biru dibelakang telinga diatas os

mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga).

Perdarahan dari telinga dengan trauma kepala hampir selalu

disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak. Fraktur basis

tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto rontgen,

karena terjadi sangat dasar. Tanda-tanda klinik yang dapat

membantu mendiagnosa adalah :

a. Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga

di atas os mastoid )

b. Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )

c. Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma

langsung )

d. Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )

e. Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)

Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi,

meningitis dan perdarahan.

2. Trauma kepala tertutup

a. Komusio serebri ( Gegar otak )

Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana

terjadi pingsan (kurang dari 10 menit ). Gejala lain

mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan mata dan

linglung. Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan

kadang ingatan) sekejap, setelah terjadinya cedera pada

otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata.

25

Konkusio menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak

menyebabkan kerusakan struktural yang nyata. Hal ini

bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan,

tergantung kepada goncangan yang menimpa otak di dalam

tulang tengkorak. Konkusio bisa menyebabkan

kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang

abnormal; sebagian besar penderita mengalami

penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari.

Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam

berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau

perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini

bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa

minggu, jarang lebih dari beberapa minggu.

Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja,

belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut

sindroma pasca konkusio. Sindroma pasca konkusio masih

merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa

sindroma ini biasanya terjadi setelah suatu cedera

kepala yang ringan. Para ahli belum sepakat, apakah

penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau faktor

psikis. Pemberian obat-obatan dan terapi psikis bisa

membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih

perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio

adalah gejala-gejala yang lebih serius yang bisa timbul

dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah

terjadinya cedera. Jika sakit kepala, kebingungan dan

26

rasa mengantuk bertambah parah, sebaiknya segera

mencari pertolongan medis. Biasanya, jika terbukti

tidak terdapat kerusakan yang lebih berat, maka tidak

diperlukan pengobatan. Setiap orang yang mengalami

cedera kepala diberitahu mengenai pertanda memburuknya

fungsi otak. Selama gejalanya tidak semakin parah,

biasanya untuk meredakan nyeri diberikan asetaminofen.

Jika cederanya tidak parah, aspirin bisa digunakan

setelah 3-4 hari pertama.

b. Kontusio serebri ( Memar otak )

Merupakan perdarahan kecil / petechie pada

jaringan otak akibat pecahnya pembuluh darah kapiler.

Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal

sering kali disertai adanya perdarahan subdural dan

intra serebral yang akut. Sebagai kelanjutan dari

kontusio akan terjadi edema otak. Penyebab utamanya

adalah vasogenik, yaitu akibat kerusakan B.B.B. (blood

27

brain barrier). Disini dinding kapiler mengalami

kerusakan ataupun peregangan pada sel-sel endotelnya.

Cairan akan keluar dari pembuluh darah ke dalam

jaringan otak karena beda tekanan intra vaskuler dan

interstisial yang disebut ekanan perfusi. Bila tekanan

arterial meningkat akan mempercepat terjadinya edema

dan sebaliknya bila turun akan memperlambat. Edema

jaringan menyebabkan penekanan pada pembuluh-pembuluh

darah yang mengakibatkan aliran darah berkurang.

Akibatnya terjadi iskemia dan hipoksia. Asidosis yang

terjadi akibat hipoksia ini selanjutnya menimbulkan

vasodilatasi dan hilangnya auto regulasi aliran darah,

sehingga edema semakin hebat. Hipoksia karena sebab-

sebab lain juga memberikan akibat yang sama. Jika otak

membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut

pada jaringan otak; pembengkakan yang sangat hebat bisa

menyebabkan herniasi otak.

Gejala dari kontusio adalah pusing, kesulitan

dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi

atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Biasanya

gejala berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa

minggu. Sindroma pasca konkusio yaitu kesulitan dalam

bekerja, belajar dan bersosialisasi. Kontusio serebri

dan robekan otak lebih serius daripada konkusio. MRI

menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa ringan

28

atau bisa menyebabkan kelemahan pada satu sisi tubuh

yang diserati dengan kebingungan atau bahkan koma.

c. Perdarahan intrakranial

Merupakan penimbunan darah di dalam otak atau

diantara otak dengan tulang tengkorak. Hematoma

intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke.

Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam

pembungkus otak sebelah luar (hematoma subdural) atau

diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang

tengkorak (hematoma epidural). Kedua jenis perdarahan

diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI.

Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan

menimbulkan gejala dalam beberapa menit. Perdarahan

menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada

usia lanjut dan membesar secara perlahan serta

menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari.

Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan

pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan

otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak

bagian atas atau batang otak mengalami herniasi. Pada

perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan

kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau

kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan

jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi

29

kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia

lanjut.

Hematoma epidural

Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang

terletak diantara meningens dan tulang tengkorak, yaitu arteri

meningea media. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak

telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan

lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar. Gejala berupa sakit

kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru muncul

beberapa jam kemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi

beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih parah dari

sebelumnya.

Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa

ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma. Diagnosis dini sangat

penting dan biasanya tergantung kepada CT scan darurat. Hematoma

epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam

tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga

dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.

Hematoma subdural

Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di

sekeliling otak. Perdarahan bisa terjadi segera setelah

30

terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian

setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma

subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering

terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada

alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan;

selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil

pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan

darah. Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala

bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan

lunak. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali

diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang

menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui

pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini

adalah:

1. Sakit kepala yang menetap

2. Rasa mengantuk yang hilang-timbul

3. Linglung

4. Perubahan ingatan

5. Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

Kriteria cedera kepala yang digunakan untuk diagnosis, bergantung

berat-ringannya cedera otak yang terjadi, oleh sebab itu terbagai

menjadi :

1. Minimal = simple head injury

- GCS = 15 (normal)

31

- Kesadaran baik

- Tidak ada amnesia

- Dapat disertai gejala : mual,muntah, sakit kepala,

vertigo.

- Defisit neurologis (-)

- CT-Scan normal

2. Cedera kepala ringan

- GCS = 13 - 15

- Penurunan kesadaran ≤ 10 menit

- Amnesia pasca cedera kepala kurang dari 1 jam

- Dapat disertai gejala : mual,muntah, sakit kepala,

vertigo.

- Defisit neurologis (-)

- CT-Scan normal

3. Cedera kepala sedang

- GCS = 9 – 12

- Penurunan kesadaran >10 menit tetapi ≤ 6 jam

- Dapat/tidak disertai oleh defisit neurologis

- Amnesia pasca cedera selama 1 – 24 jam

- CT-Scan abnormal

4. Cedera kepala berat

32

- GCS = 5 – 8

- Penurunan kesadaran > 6 jam

- Terdapat defisit neurologi

- Amnesia pasca cedera > 24 hari

- CT-Scan abnormal

Tatalaksana cedera kepala, berdasarkan kriteria untuk diagnosis,

sebagai berikut:

1. Minimal

- Tirah baring, kepala ditinggikan 30O

- Istirahat dirumah

- Kontrol ke rumah sakit bila ada tanda-tanda perdarahan

epidural

2. Cedera otak ringan

- Tirah baring, kepala ditinggikan 30O

- Observasi di rumah sakit selama 2 hari

- Beri obat simptomatis

- Antibiotik (dengan indikasi)

3. Cedera otak sedang dan berat

- Terapi umum : ABC, terapi cairan, jaga keseimbangan gas

darah

33

- Terapi khusus: medikamentosa, atasi peningkatan TIK,

simptomatis,antibiotik, antiepilepsi, operasi (dengan

indikasi)

- Rehabilitasi

Prognosis

Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa

mengalami penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan

tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang

terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa

area, sehingga area yang tidak mengalami kerusakan bisa

menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan.

Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk

menggantikan fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang.

Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh beberapa area

di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area.

Jika hemisfer kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8

tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa.

Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung

menyebabkan kelainan yang menetap. Beberapa fungsi (misalnya

penglihatan serta pergerakan lengan dan tungkai) dikendalikan

oleh area khusus pada salah satu sisi otak. Kerusakan pada area

ini biasanya menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari

kerusakan ini bisa diminimalkan dengan menjalani terapi

rehabilitasi. Penderita cedera kepala berat kadang mengalami

34

amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan

sesudah terjadinya penurunan kesadaran. Jika kesadaran telah

kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan

pulih kembali.

35

DAFTAR PUSTAKA

1. Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat,

Patofisiologi, edisi 4, Anugrah P. EGC, Jakarta,1995, 1014-

1016

2. Anonym, Intracranial Hemorrhage, www.ispub.com

3. Buergener F.A, Differential Diagnosis in Computed

Tomography, Baert A.L. Thieme Medical Publisher, New

York,1996, 22

4. Dahnert W, MD, Brain Disorders, Radioogy Review Manual,

second edition, Williams & Wilkins, Arizona, 1993, 117 – 178

5. Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi

kedua, Harsono, Gajah Mada University Press, Yogyakarta,

2005, 314

6. Mardjono M. Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf,

Neurologi Kilinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2003, 254-259

7. Sain I, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Trauma Kapitis,

http://iwansain.wordpress.com/2011

36