case trauma kapitis
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of case trauma kapitis
BAB I
PENDAHULUAN
Trauma kapitis adalah trauma yang mengenai bagian dari
kranium maupun cerebral. Cedera kepala merupakan salah satu
bentuk dari trauma kapitis. Cedera kepala dapat terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas, dan yang lainnya. Cedera tersebut dapat
mengakibatkan luka pada kulit kepala, fraktur tulang tengkorak,
robekan pada selaput otak, kerusakan pembuluh darah dan kerusakan
jaringan otaknya sendiri, dimana kerusakan tersebut bersifat non
degenerative/ non kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik
dari luar sehingga dapat menimbulkan gangguan fisik, kognitif
maupun sosial serta berhubungan dengan atau tanpa penurunan
tingkat kesadaran.
Insidensi trauma kapitis ini mencapai 26% dari semua
kecelakaan dan 33% kematian terjadi karena trauma kapitis.
Insiden trauma kapitis akibat kecelakaan terdapat sekitar 50%
meninggal sebelum tiba di rumah sakit, 40% meninggal dalam 1
hari, 35% meninggal dalam 1 minggu perawatan.
Pada penderita harus diperhatikan pernapasan, peredaran
darah dan kesadaran sehingga tindakan resusitasi, anamnesis, dan
pemeriksaan fisik umum dan neurologis harus dilakukan secara
serentak. Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan
pada saat pasien tiba di rumah sakit. Penatalaksanaan pasien
1
cedera kepala bergantung kepada derajat keparahan cedera kepala
tersebut.
BAB II
STATUS NEUROLOGI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Usia : 54 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status : Janda
2
Alamat : Jl. Talas no.75 RT/RW 002/001 Pamulang -
Tangerang Selatan
Masuk RS : 19 Juni 2014
II. ANAMNESIS
Telah dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis dengan
keluarga pasien di lantai 4 selatan kamar 425 pada tanggal
20 Juni 2014 pukul 14.00 WIB
a. Keluhan Utama
Pingsan post KLL sejak 6 jam SMRS
b. Keluhan Tambahan
Pusing, nyeri kepala, mual, muntah dan nyeri pada lengan
kanan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati diantar oleh
keluarganya atas rujukan dari RS Andika dengan keluhan
pingsan post KLL sejak 6 jam SMRS. Pasien mengalami
kecelakaan lalu lintas pada pukul kira-kira 15.00 WIB sore
hari bersama temannya dengan mengendarai sepeda motor.
Pasien saat itu sedang dibonceng dan menggunakan helm dengan
kecepatan sedang. Pasien terjatuh dari motor akibat
menghindari lubang besar. Pasien terjatuh dengan posisi
3
kepala membentur aspal dan terpental dari motor. Setelah
kejadian pasien tidak sadar dan langsung dilarikan ke RS
terdekat. Saat di RS Andika pasien masih tidak sadar. Pasien
kemudian di foto rontgen dan didapatkan hasil tulang
klavikula kanan pasien patah. Karena keterbatasan alat dan
tenaga medis, pasien segera dirujuk ke RSUP Fatmawati untuk
perawatan lebih lanjut.
Pasien mulai sadar 1 hari kemudian saat dirawat di IGD
RSF. Pasien mengeluhkan kepala terasa pusing dan nyeri,
lengan kanan pasien terasa nyeri saat digerakkan, perut
terasa mual dan muntah. Muntah sebanyak 2-3 kali dan tidak
menyembur. Pasien tidak ingat kejadian saat sebelum dan
sesudah kecelakaan. Pasien mengaku adanya keluar darah dari
hidung dan telinga sebelah kanan. Pasien juga mengeluh
telinga kanan pasien agak tuli namun masih bisa mendengar
sedikit. Keluarga pasien menyangkal adanya BAK/BAB ditempat
kejadian dan kejang. Pasien juga menyangkal sebelum kejadian
mengantuk, meminum alkohol atau minum obat-obatan yang
membuat ngatuk.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami hal seperti ini
sebelumnya. Riwayat tekanan darah tinggi (-), kolesterol
(-), kencing manis (-), penyakit jantung (-), asma (-),
alergi (-), kejang (-).
e. Riwayat Penyakit Keluarga
4
Riwayat tekanan darah tinggi (-), kolesterol (-),
kencing manis (-),penyakit jantung (-), asma (-), alergi
(-), kejang (-).
f. Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan meminum jamu namun jarang.
Pasien jarang berolahraga. Pasien makan 3x sehari dan tidak
ada pantangan dalam hal makanan. Pasien menyangkal memiliki
kebiasaan merokok (-), minum alkohol (-), mengkonsumsi obat-
obatan terlarang (-).
III. PEMERIKSAAN FISIK ( Tanggal 20 Juni 2014 )
a. Status generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : E4M6V5 = 15 (Compos Mentis)
Sikap : Berbaring
Koperasi : Kooperatif
Keadaan Gizi : Cukup
Tekanan Darah
110/70 mmHg
Suhu
36,70CNadi
72 x/mnt
Pernafasan
18 x/mnt
5
b. Keadaan Lokal
Kepala : Normocephal, Cephal hematom (+) di regio
parietotemporal dekstra
Mata : Sclera ikterik -/-, konjungtiva pucat -/-,
raccoon eyes -/-
Hidung : Perdarahan aktif -/-, clotting -/-
Telinga : Perdarahan aktif -/-, clotting -/- , Battle Sign
+/-
Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar, jejas
(-)
Thorax : Jejas (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan : ICS III linea sternalis dekstra
Batas kiri : ICS V 1 jari medial linea
midklavikularis sinistra
Pinggang jantung : ICS III-V linea
parasternalis dekstra
6
Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 reguler, murmur (-), gallop
(-)
Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris saat
statis dan dinamis
Palpasi : Vocal fremitus simetris kanan dan kiri.
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-.
Abdomen
Inspeksi : Datar, jejas (-)
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba membesar,
Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Ekstremitas
Akral hangat : + +
+ +
Edema : - -
- -
7
Pembuluh Darah Perifer : Capillary Refill Time < 2 detik
Trauma Stigmata : Vulnus ekskoriasi digiti pedis
dekstra
Columna Vertebralis : Letak ditengah, skoliosis (-),
lordosis (-)
IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Rangsang Selaput
OtakKanan Kiri
Kaku Kuduk (-)Laseque > 70° > 70°Kernig > 135° > 135°
Brudzinski I (-) (-)Brudzinski II (-) (-)
Peningkatan Tekanan Intrakranial
Muntah proyektil : (-)
Sakit kepala hebat : (-)
Papil edema : (-)
Nervus Kranialis Kanan Kiri
8
N. I ( N.
Olfaktorius )Normosmia Normosmia
N. II ( N. Optikus ) Kanan KiriAcies Visus Baik BaikVisus Campus Baik BaikMelihat Warna Baik BaikFunduskopi Tidak dilakukan
karena keterbatasan
alat
Tidak dilakukan
karena keterbatasan
alat
N. III ( N. Okulomotorius ), N. IV ( N. Trokhlearis ), N. VI ( N.
Abdusen )Kanan Kiri
Kedudukan Bola Mata Orthoposisi OrthoposisiPergerakan Bola Mata
Ke Nasal Baik BaikKe Temporal Baik BaikKe Nasal Atas Baik BaikKe Temporal Atas Baik BaikKe Temporal Bawah Baik Baik
Eksopthalmus (-) (-)Nistagmus (-) (-)Pupil Isokhor IsokhorBentuk Bulat, Ø 3mm Bulat, Ø 3mmRefleks Cahaya (+) (+)
9
LangsungRefleks Cahaya Tak
Langsung(+) (+)
Akomodasi Baik BaikKonvergensi Baik Baik
N. V ( N. Trigeminus
)Kanan Kiri
Cabang Motorik (M.
Maseter dan M.
Temporalis)
Baik Baik
Cabang SesorikOptahalmik Baik BaikMaxilla Baik BaikMandibularis Baik Baik
N. VII ( N. Fasialis
)Kanan Kiri
Motorik
OrbitofrontalBaik Baik
Motorik Orbicularis Baik BaikPengecap Lidah Baik Baik
N. VIII ( N. Vestibulo- kokhlearis)Kanan Kiri
VestibularVertigo (-)
10
Nistagmus (-) (-)Cochlear
Tuli Konduktif (+) (-)Tuli Perspeptif (-) (-)Test berbisik Menurun Baik
N. IX ( N. Glosofaringeus ) , N. X ( N. Vagus )Kanan Kiri
Motorik Baik BaikSensorik Baik Baik
N. XI ( N.
Aksesorius )Kanan Kiri
Mengangkat Bahu Baik BaikMenoleh Baik Baik
N. XII ( N.
Hipoglosus )Kanan Kiri
Pergerakan Lidah SimetrisAtrofi (-)Fasikulasi (-)Tremor (-)
Sistem Motorik
Ekstremitas Atas Proksimal Distal : TVD / 5 5 5 5
Ekstremitas Bawah Proksimal Distal : 5 5 5 5 / 5 5 5 5
11
Gerakan Involunter
Tremor : (-)
Chorea : (-)
Atetose : (-)
Mioklonik : (-)
Tics : (-)
Sistem Sensorik
Proprioseptif : baik/baik
Eksteroseptif : baik/baik
Fungsi Cerebellar dan Koordinasi
Ataxia : Tidak dilakukan
Tes Rhomberg : Tidak dilakukan
Disdiadokinesia : Baik
Jari-Jari : Baik/Baik
Jari-Hidung : Baik/Baik
Tumit-Lutut : Baik/Baik
12
Rebound Pheomenon : (-)
Hipotoni : (-)
Fungsi Luhur
Astereognosia : (-)
Apraksia : (-)
Afasia : (-)
Fungsi Otonom
Miksi : Inkontinensia urin (-)
Defekasi : Inkontinensia alvi (-)
Sekresi Keringat : Baik
Keadaan Psikis
Intelegensia : baik
Tanda regresi : (-)
Demensi : (-)
Refleks-refleks Kanan Kiri
13
FisiologisBisep (++) (++)Trisep (++) (++)Patella (++) (++)Achilles (++) (++)
Refleks-refleks
Patologis
Kanan Kiri
Babinsky (-) (-)Chaddock (-) (-)Gordon (-) (-)Gonda (-) (-)Schaeffer (-) (-)Hoffman Tromner (-) (-)
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM ( 19 Juni 2014 )
Pemeriksaan Hasil Nilai RujukanHematologiHemoglobin 12.6 g/dL 13.2 – 17.3Hematokrit 37 % 33 – 45Leukosit 17.3 ribu/ul 5.0 – 10.0Trombosit 336 ribu/ul 150 – 440Eritrosit 4.19 juta/ul 4.40 – 5.90VER/HER/KHER/RDWVER 88.3 fl 80 – 100HER 30.1 pg 26 – 34
14
KHER 34.1 g/dl 32 – 36RDW 15.1 % 11.5 – 14.5
VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK ( 19 Juni 2014 )
Rontgen Shoulder Dekstra
Kesan :
- Fraktur tertutup klavikula dekstra
CT Scan Kepala Tanpa Kontras
15
Kesan :
- Subgaleal hematom di region parietotemporal kanan
- Sinusitis sphenoid dan maksila kanan
- Mastoiditis kanan dan tampak fraktur pada os mastoid
kanan
- Tidak tampak perdarahan intraparenkimal, subarachnoid
ataupun subdural/epidural hematom
VII. RESUME
Pasien seorang perempuan usia 54 tahun diantar ke RSUP
Fatmawati dibawa oleh keluarganya atas rujukan dari RS
Andika dengan keluhan pingsan post KLL sejak 6 jam SMRS.
Pasien terjatuh dari motor dengan posisi kepala membentur
aspal dan terpental dari motor. Setelah kejadian pasien
16
tidak sadar. Pasien kemudian di foto rontgen dan didapatkan
hasil tulang klavikula pasien patah. Pasien mulai sadar 1
hari kemudian saat dirawat di IGD RSF. Pasien mengeluhkan
kepala terasa pusing (+), nyeri kepala (+), lengan kanan
pasien terasa nyeri (+), mual (+) dan muntah (+) sebanyak 2-
3 kali dan tidak menyembur, keluar darah dari hidung dan
telinga sebelah kanan, amnesia retrograde (+), telinga kanan
pasien agak tuli namun masih bisa mendengar sedikit.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak
sakit sedang, kesadaran Compos Mentis, GCS E4M6V5, Cephal
hematom (+) di regio parietotemporal dekstra, Battle Sign
+/-, Vulnus ekskoriasi digiti pedis dekstra. Pada
pemeriksaan status neurologis didapatkan tuli konduktif pada
telinga kanan. Pada pemeriksaan penunjang laboratorium
leukositosis, rontgen shoulder dekstra kesan fraktur
tertutup klavikula dekstra, CT scan kepala kesan subgaleal
hematom di region parietotemporal kanan, sinusitis sphenoid
dan maksila kanan, mastoiditis kanan dan tampak fraktur pada
os mastoid kanan.
VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Cefalgia sekunder, Nausea, Vomitus,
Amnesia retrograde,
vulnus ekskoriasi digiti pedis dekstra,
riwayat sinkop,
17
fraktur tertutup klavikula dekstra, tuli
konduktif AD.
Diagnosis Etiologi : Contusio Cerebri dd/ Fraktur basis
cranii
Diagnosis Topis : Subgaleal hematom di region
parietotemporal kanan
IX. PENATALAKSANAAN
Non-Medika Mentosa
1. Elevasi kepala 30°
2. O2 3 L/menit
3. Konsul dokter spesialis ortopedi
4. Konsul dokter spesialis THT
Medika Mentosa
1. IVFD NaCl 0,9% 500 cc/12 jam
2. Ceftriaxone 1 x 2gr vial IV
3. ATS 1 x 1 amp IV
4. Citicholin 2 x 500mg IV
5. Ranitidin 2 x 1 amp IV
6. Ondansetron 2 x 1 amp IV
7. Paracetamol 3 x 500 mg PO
8. Betahistin 2 x 1 tab PO
18
X. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungtionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
TRAUMA KAPITIS
Trauma kapitis atau cedera kepala adalah kerusakan otak
akibat trauma mekanik yang terjadi langsung saat trauma (primer)
maupun tidak langsung, sesaat sesudah trauma (sekunder). Tulang
tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi otak. Tetapi
meskipun memiliki helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai
jenis cedera. Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang
menembus tengkorak. Cedera kepala paling sering disebabkan oleh
kecelakaan bermotor bermotor sering dihubungkan dengan konsumsi
alkohol yang berlebihan.
19
Patofisiologi
Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut
lesi primer. Lesi primer ini dapat dijumpai pada kulit dan
jaringan subkutan, tulang tengkorak, jaringan otak, saraf otak
maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar otak. Pada
tulang tengkorak dapat terjadi fraktur linier (±70% dari fraktur
tengkorak), fraktur impresi maupun perforasi. Fraktur linier pada
daerah temporal dapat merobek atau menimbulkan aneurisma pada
20
arteria meningea media dan cabang-cabangnya; pada dasar tengkorak
dapat merobek atau menimbulkan aneurisma a. karotis interna dan
terjadi perdarahan lewat hidung, mulut dan telinga. Fraktur yang
mengenai lamina kribriform dan daerah telinga tengah dapat
menimbulkan rinoroe dan otoroe (keluarnya cairan serebro spinal
lewat hidung atau telinga).
Trauma kepala dapat menyebabkan cedera pada otak karena
adanya aselerasi, deselerasi dan rotasi dari kepala dan isinya.
Karena perbedaan densitas antara tengkorak dan isinya, bila ada
aselerasi, gerakan cepat yang mendadak dari tulang tengkorak
diikuti dengan lebih lambat oleh otak. Ini mengakibatkan benturan
dan goresan antara otak dengan bagian-bagian dalam tengkorak yang
menonjol atau dengan sekat-sekat duramater. Bila terjadi
deselerasi (pelambatan gerak), terjadi benturan karena otak masih
bergerak cepat pada saat tengkorak sudah bergerak lambat atau
berhenti. Mekanisme yang sama terjadi bila ada rotasi kepala yang
mendadak. Tenaga gerakan ini menyebabkan cedera pada otak karena
kompresi (penekanan) jaringan, peregangan maupun penggelinciran
suatu bagian jaringan di atas jaringan yang lain. Ketiga hal ini
biasanya terjadi bersama-sama atau berturutan.
Kerusakan jaringan otak dapat terjadi di tempat benturan
(coup), maupun di tempat yang berlawanan (countre coup). Diduga
countre coup terjadi karena gelombang tekanan dari sisi benturan
(sisi coup) dijalarkan di dalam jaringan otak ke arah yang
berlawanan; teoritis pada sisi countre coup ini terjadi tekanan
21
yang paling rendah, bahkan sering kali negatif hingga timbul
kavitasi dengan robekan jaringan. Selain itu, kemungkinan gerakan
rotasi isi tengkorak pada setiap trauma merupakan penyebab utama
terjadinya countre coup, akibat benturan-benturan otak dengan
bagian dalam tengkorak maupun tarikan dan pergeseran antar
jaringan dalam tengkorak. Yang seringkali menderita kerusakan-
kerusakan ini adalah daerah lobus temporalis, frontalis dan
oksipitalis.
Fraktur impresi dapat menyebabkan peningkatan volume dalam
tengkorak, hingga menimbulkan herniasi batang otak lewat foramen
magnum. Juga secara langsung menyebabkan kerusakan pada meningen
dan jaringan otak di bawahnya akibat penekanan. Pada jaringan
otak akan terdapat kerusakan-kerusakan yang hemoragik pada daerah
coup dan countre coup. Kontusio yang berat di daerah frontal dan
temporal sering kali disertai adanya perdarahan subdural dan
intra serebral yang akut. Tekanan dan trauma pada kepala akan
22
menjalar lewat batang otak kearah kanalis spinalis; karena adanya
foramen magnum, gelombang tekanan ini akan disebarkan ke dalam
kanalis spinalis. Akibatnya terjadi gerakan ke bawah dari batang
otak secara mendadak, hingga mengakibatkan kerusakan kerusakan di
batang otak. Saraf otak dapat terganggu akibat trauma langsung
pada saraf, kerusakan pada batang otak, ataupun sekunder akibat
meningitis atau kenaikan tekanan intrakranial.
Kerusakan pada saraf otak I kebanyakan disebabkan oleh
fraktur lamina kribriform di dasar fosa anterior maupun countre
coup dari trauma di daerah oksipital. Pada gangguan yang ringan
dapat sembuh dalam waktu 3 bulan. Dinyatakan bahwa ± 5% penderita
tauma kapitis menderita gangguan ini. Gangguan pada saraf otak II
biasanya akibat trauma di daerah frontal. Mungkin traumanya hanya
ringan saja (terutama pada anak-anak), dan tidak banyak yang
mengalami fraktur di orbita maupun foramen optikum. Dari saraf-
saraf penggerak otot mata, yang sering terkena adalah saraf VI
karena letaknya di dasar tengkorak. Ini menyebabkan diplopia yang
dapat segera timbul akibat trauma, atau sesudah beberapa hari
akibat dari edema otak.
Gangguan saraf III yang biasanya menyebabkan ptosis,
midriasis dan refleks cahaya negatif sering kali diakibatkan
hernia tentorii. Gangguan pada saraf V biasanya hanya pada cabang
supraorbitalnya, tapi sering kali gejalanya hanya berupa anestesi
daerah dahi hingga terlewatkan pada pemeriksaan. Saraf VII dapat
segera memperlihatkan gejala, atau sesudah beberapa hari
23
kemudian. Yang timbulnya lambat biasanya cepat dapat pulih
kembali, karena penyebabnya adalah edema. Kerusakannya terjadi di
kanalis fasialis, dan seringkali disertai perdarahan lewat lubang
telinga. Banyak didapatkan gangguan saraf VIII pada. trauma
kepala, misalnya gangguan pendengaran maupun keseimbangan. Edema
juga merupakan salah satu penyebab gangguan. Gangguan pada saraf
IX, X dan XI jarang didapatkan, mungkin karena kebanyakan
penderitanya meninggal bila trauma sampai dapat menimbulkan
gangguan pada saraf-saraf tersebut. Akibat dari trauma pada
pembuluh darah, selain robekan terbuka yang dapat langsung
terjadi karena benturan atau tarikan, dapat juga timbul kelemahan
dinding arteri. Bagian ini kemudian berkembang menjadi aneurisma.
Tipe trauma kepala:
a. Trauma kepala terbuka
Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak
dan laserasi duramater. Kerusakan otak dapat terjadi bila
tulang tengkorak menusuk otak. Fraktur longitudinal sering
menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, foramen
jugularis dan tuba eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak
24
battle sign (warna biru dibelakang telinga diatas os
mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga).
Perdarahan dari telinga dengan trauma kepala hampir selalu
disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak. Fraktur basis
tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto rontgen,
karena terjadi sangat dasar. Tanda-tanda klinik yang dapat
membantu mendiagnosa adalah :
a. Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga
di atas os mastoid )
b. Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )
c. Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma
langsung )
d. Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )
e. Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)
Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi,
meningitis dan perdarahan.
2. Trauma kepala tertutup
a. Komusio serebri ( Gegar otak )
Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana
terjadi pingsan (kurang dari 10 menit ). Gejala lain
mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan mata dan
linglung. Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan
kadang ingatan) sekejap, setelah terjadinya cedera pada
otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata.
25
Konkusio menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak
menyebabkan kerusakan struktural yang nyata. Hal ini
bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan,
tergantung kepada goncangan yang menimpa otak di dalam
tulang tengkorak. Konkusio bisa menyebabkan
kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang
abnormal; sebagian besar penderita mengalami
penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari.
Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam
berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau
perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini
bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa
minggu, jarang lebih dari beberapa minggu.
Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja,
belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut
sindroma pasca konkusio. Sindroma pasca konkusio masih
merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa
sindroma ini biasanya terjadi setelah suatu cedera
kepala yang ringan. Para ahli belum sepakat, apakah
penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau faktor
psikis. Pemberian obat-obatan dan terapi psikis bisa
membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih
perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio
adalah gejala-gejala yang lebih serius yang bisa timbul
dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah
terjadinya cedera. Jika sakit kepala, kebingungan dan
26
rasa mengantuk bertambah parah, sebaiknya segera
mencari pertolongan medis. Biasanya, jika terbukti
tidak terdapat kerusakan yang lebih berat, maka tidak
diperlukan pengobatan. Setiap orang yang mengalami
cedera kepala diberitahu mengenai pertanda memburuknya
fungsi otak. Selama gejalanya tidak semakin parah,
biasanya untuk meredakan nyeri diberikan asetaminofen.
Jika cederanya tidak parah, aspirin bisa digunakan
setelah 3-4 hari pertama.
b. Kontusio serebri ( Memar otak )
Merupakan perdarahan kecil / petechie pada
jaringan otak akibat pecahnya pembuluh darah kapiler.
Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal
sering kali disertai adanya perdarahan subdural dan
intra serebral yang akut. Sebagai kelanjutan dari
kontusio akan terjadi edema otak. Penyebab utamanya
adalah vasogenik, yaitu akibat kerusakan B.B.B. (blood
27
brain barrier). Disini dinding kapiler mengalami
kerusakan ataupun peregangan pada sel-sel endotelnya.
Cairan akan keluar dari pembuluh darah ke dalam
jaringan otak karena beda tekanan intra vaskuler dan
interstisial yang disebut ekanan perfusi. Bila tekanan
arterial meningkat akan mempercepat terjadinya edema
dan sebaliknya bila turun akan memperlambat. Edema
jaringan menyebabkan penekanan pada pembuluh-pembuluh
darah yang mengakibatkan aliran darah berkurang.
Akibatnya terjadi iskemia dan hipoksia. Asidosis yang
terjadi akibat hipoksia ini selanjutnya menimbulkan
vasodilatasi dan hilangnya auto regulasi aliran darah,
sehingga edema semakin hebat. Hipoksia karena sebab-
sebab lain juga memberikan akibat yang sama. Jika otak
membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut
pada jaringan otak; pembengkakan yang sangat hebat bisa
menyebabkan herniasi otak.
Gejala dari kontusio adalah pusing, kesulitan
dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi
atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Biasanya
gejala berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa
minggu. Sindroma pasca konkusio yaitu kesulitan dalam
bekerja, belajar dan bersosialisasi. Kontusio serebri
dan robekan otak lebih serius daripada konkusio. MRI
menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa ringan
28
atau bisa menyebabkan kelemahan pada satu sisi tubuh
yang diserati dengan kebingungan atau bahkan koma.
c. Perdarahan intrakranial
Merupakan penimbunan darah di dalam otak atau
diantara otak dengan tulang tengkorak. Hematoma
intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke.
Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam
pembungkus otak sebelah luar (hematoma subdural) atau
diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang
tengkorak (hematoma epidural). Kedua jenis perdarahan
diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI.
Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan
menimbulkan gejala dalam beberapa menit. Perdarahan
menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada
usia lanjut dan membesar secara perlahan serta
menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari.
Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan
pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan
otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak
bagian atas atau batang otak mengalami herniasi. Pada
perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan
kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau
kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan
jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi
29
kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia
lanjut.
Hematoma epidural
Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang
terletak diantara meningens dan tulang tengkorak, yaitu arteri
meningea media. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak
telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan
lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar. Gejala berupa sakit
kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru muncul
beberapa jam kemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi
beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih parah dari
sebelumnya.
Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa
ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma. Diagnosis dini sangat
penting dan biasanya tergantung kepada CT scan darurat. Hematoma
epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam
tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga
dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.
Hematoma subdural
Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di
sekeliling otak. Perdarahan bisa terjadi segera setelah
30
terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian
setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma
subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering
terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada
alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan;
selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil
pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan
darah. Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala
bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan
lunak. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali
diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang
menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui
pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini
adalah:
1. Sakit kepala yang menetap
2. Rasa mengantuk yang hilang-timbul
3. Linglung
4. Perubahan ingatan
5. Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
Kriteria cedera kepala yang digunakan untuk diagnosis, bergantung
berat-ringannya cedera otak yang terjadi, oleh sebab itu terbagai
menjadi :
1. Minimal = simple head injury
- GCS = 15 (normal)
31
- Kesadaran baik
- Tidak ada amnesia
- Dapat disertai gejala : mual,muntah, sakit kepala,
vertigo.
- Defisit neurologis (-)
- CT-Scan normal
2. Cedera kepala ringan
- GCS = 13 - 15
- Penurunan kesadaran ≤ 10 menit
- Amnesia pasca cedera kepala kurang dari 1 jam
- Dapat disertai gejala : mual,muntah, sakit kepala,
vertigo.
- Defisit neurologis (-)
- CT-Scan normal
3. Cedera kepala sedang
- GCS = 9 – 12
- Penurunan kesadaran >10 menit tetapi ≤ 6 jam
- Dapat/tidak disertai oleh defisit neurologis
- Amnesia pasca cedera selama 1 – 24 jam
- CT-Scan abnormal
4. Cedera kepala berat
32
- GCS = 5 – 8
- Penurunan kesadaran > 6 jam
- Terdapat defisit neurologi
- Amnesia pasca cedera > 24 hari
- CT-Scan abnormal
Tatalaksana cedera kepala, berdasarkan kriteria untuk diagnosis,
sebagai berikut:
1. Minimal
- Tirah baring, kepala ditinggikan 30O
- Istirahat dirumah
- Kontrol ke rumah sakit bila ada tanda-tanda perdarahan
epidural
2. Cedera otak ringan
- Tirah baring, kepala ditinggikan 30O
- Observasi di rumah sakit selama 2 hari
- Beri obat simptomatis
- Antibiotik (dengan indikasi)
3. Cedera otak sedang dan berat
- Terapi umum : ABC, terapi cairan, jaga keseimbangan gas
darah
33
- Terapi khusus: medikamentosa, atasi peningkatan TIK,
simptomatis,antibiotik, antiepilepsi, operasi (dengan
indikasi)
- Rehabilitasi
Prognosis
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa
mengalami penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan
tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang
terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa
area, sehingga area yang tidak mengalami kerusakan bisa
menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan.
Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk
menggantikan fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang.
Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh beberapa area
di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area.
Jika hemisfer kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8
tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa.
Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung
menyebabkan kelainan yang menetap. Beberapa fungsi (misalnya
penglihatan serta pergerakan lengan dan tungkai) dikendalikan
oleh area khusus pada salah satu sisi otak. Kerusakan pada area
ini biasanya menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari
kerusakan ini bisa diminimalkan dengan menjalani terapi
rehabilitasi. Penderita cedera kepala berat kadang mengalami
34
amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan
sesudah terjadinya penurunan kesadaran. Jika kesadaran telah
kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan
pulih kembali.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat,
Patofisiologi, edisi 4, Anugrah P. EGC, Jakarta,1995, 1014-
1016
2. Anonym, Intracranial Hemorrhage, www.ispub.com
3. Buergener F.A, Differential Diagnosis in Computed
Tomography, Baert A.L. Thieme Medical Publisher, New
York,1996, 22
4. Dahnert W, MD, Brain Disorders, Radioogy Review Manual,
second edition, Williams & Wilkins, Arizona, 1993, 117 – 178
5. Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi
kedua, Harsono, Gajah Mada University Press, Yogyakarta,
2005, 314
6. Mardjono M. Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf,
Neurologi Kilinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2003, 254-259
7. Sain I, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Trauma Kapitis,
http://iwansain.wordpress.com/2011
36