MAKALAH THAHARAH

26
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna dan dimuliakan, seperti tertera dalam surat At-Tien ayat 4 yang artinya “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” Karena manusia diciptakan oleh Allah bukan sekedar untuk hidup didunia ini kemudian meninggal tanpa pertanggung jawab, tetapi manusia diciptakan oleh Allah hidup didunia untuk beribadah. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu” (Q.S Adz- Dzaariyaat ayat 56). “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus” (Q.S Al-Bayyinah ayat 5). Karena Allah Maha Mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia terjaga hidupnya, taqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diwajibkan beribadah, agar manusia itu mencapai taqwa. Isi pembahasan ibadah menurut Ibnu Abidin, membagi persoalan ibadah pada lima kitab, yakni : Sholat, Zakat, Shiyam, Hajji, dan Jihad. Umumnya 1

Transcript of MAKALAH THAHARAH

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk Allah yang paling

sempurna dan dimuliakan, seperti tertera dalam

surat At-Tien ayat 4 yang artinya “Sesungguhnya

Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang

sebaik-baiknya.” Karena manusia diciptakan oleh

Allah bukan sekedar untuk hidup didunia ini

kemudian meninggal tanpa pertanggung jawab, tetapi

manusia diciptakan oleh Allah hidup didunia untuk

beribadah.

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia

melainkan supaya mereka menyembahKu” (Q.S Adz-

Dzaariyaat ayat 56). “Padahal mereka tidak disuruh

kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan

keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama

dengan lurus” (Q.S Al-Bayyinah ayat 5). Karena

Allah Maha Mengetahui tentang kejadian manusia,

maka agar manusia terjaga hidupnya, taqwa, diberi

kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diwajibkan

beribadah, agar manusia itu mencapai taqwa.

Isi pembahasan ibadah menurut Ibnu Abidin,

membagi persoalan ibadah pada lima kitab, yakni :

Sholat, Zakat, Shiyam, Hajji, dan Jihad. Umumnya

1

Ulama memasukan soal Thaharah pada pembahasan

ibadah. Prof.Hashbi dalam Pengantar Fiqh

mengemukakan bahwa yang wajar, pembahasan ibadah

itu meliputi : Thaharah, Shalat, Jinayah, Shiyam,

Zakat, Zakat Fitrah, Hajji, Jihad, Nazar, Qurban,

Dzabihah, Shaid, Aqiqah, makanan dan minuman.1

Pada isi pembahasan ibadah menurut

Prof.Hashbi disebutkan yang pertama adalah

pembahasan mengenai thaharah. Thaharah bagi umat

muslim adalah hal yang sangat mendasar dalam

kehidupan sehari-hari. Tetapi pada kenyataannya

masih banyak umat muslim yang masih minim

pengetahuannya tentang thaharah. Untuk itu,

makalah ini dapat dijadikan media pembelajaran

dalam mempelajari thaharah yang sesuai dengan

kaidah-kaidah islamiah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Thaharah?

2. Apa yang dimaksud dengan Wudlu, Mandi dan

Tayamum?

3. Bagaimana tata cara Wudlu, Mandi dan Tayamum?

C. Tujuan Rumusan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian Thaharah.

2. Mengetahui pengertian Wudlu, Mandi dan Tayamum.

3. Menjelaskan tata cara Wudlu, Mandi dan Tayamum.

1 Djamal Murni, Ilmu Fiqh, Jakarta, 1983, hlm.9.

2

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Thaharah

Ath-Thaharah, menurut bahasa, artinya

kebersihan atau bersih dari berbagai kotoran, baik

yang bersifat hissiyah (nyata), seperti najis berupa

3

air seni dan yang selainnya, maupun yang bersifat

maknawiyah, seperti aib dan perbuatan maksiat. At-

Tathir bermakna tanzhif (membersihkan), yaitu

pembersihan pada tempat yang terkotori.2

Menurut pengertian syari’at

(terminologi), thaharah berarti tindakan

menghilangkan hadats dengan air atau debu yang

bisa menyucikan. Juga berarti upaya meglenyapkan

najis dan kotoran. Berarti, thaharah menghilangkan

sesuatu yang ada di tubuh yang menjadi penghalang

bagi pelaksanaan shalat dan ibadah semisalnya.3

Ulama Fiqh menyatakan bahwa thaharah adalah

membersihkan diri dari segala hal baik hadas

maupun najis yang menghalangi seseorang untuk

melakukan sholat, dengan menggunakan air atau

tanah. Menurut Al-Hanafiah thaharah adalah bersih

dari hadas dan najis. Pengertian thaharah pun

dikemukakan oleh Al-Malikiyah yakni suatu sifat

yang menurut pandangan syara membolehkan orang

yang mempunyai sifat itu mengerjakan sholat dengan

pakaian yang dikenakananya di tempat yang ia

gunakan untuk mengerjakan sholat, sedangkan

menurut Asy-Syafi’iah adalah suatu perbuatan yangmembolehkan seseorang mengerjakan sholat seperti

2 Allubab Syarh al-Kitab (1/10); dan ad-Dur al-Mukhtar (1/79)3 kitab al-Mughni (II/12) karya Ibnu Qudamah dan kitab Taudhiihul Ahkam min Buluughil Maraam karya Abdullah al-Basam (I/87)

4

whudu, mandi dan menghilangkan najis serta

hilangnya hadast, najis atau semisalnya seperti

tayamum dan mandi sunah.

B. Pengertian Wudlu

Wudlu merupakan sebuah rangkaian ibadah

bersuci untuk menghilangkan hadas kecil. Wudlu

merupakan syarat sah sholat, yang artinya

seseorang dinilai tidak sah sholatnya jika dia

melakukan tanpa berwudlu.4

Sementara menurut istilah fiqih, para ulama

mazhab mendefinisikan wudhu menjadi beberapa

pengertian. Mazhab Al-Hanafiah mendeskripsikan

Wudlu adalah membasuh dan menyapu dengan air pada

anggota badan tertentu. Al-Malikiah

mendeskripsikan Wudlu adalah thaharah dengan

menggunakan air yang mencakup anggota badan

tertentu, yaitu empat anggota badan, dengan tata

cara tertentu.5 Sedangkan Asy-Syafi’iyah

mendeskripsikan Wudhu’ adalah penggunaan air pada

anggotabadan tertentu dimulai dengan niat.6 Serta

Hambaliyah mendeskripsikan Wudhu adalah penggunaan

air yang suci pada keempat anggota tubuh yaitu

wajah, kedua tangan,kepala dan kedua kaki, dengan

4 Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah, 2012, hlm. 7.5 Al-Ikhtiar jilid 1 halaman 7.6 Asy-Syarhushshaghir wal hasyiatu alaihi jilid 1 halaman 104.

5

tata cara tertentu seusai dengan syariah, yang

dilakukan secara berurutan dengan sisa furudh.7

C. Pengertian Mandi

Mandi merupakan aktivitas mengalirkan air

pada seluruh anggota tubuh dengan niat tertentu.8

Menurut arti syara’ mandi adalah sampainya air

yang suci keseluruh badan dengan cara tertentu.

Sedangkan menurut ulama’ bermadzhab Sayafi’i

mendefisikan mandi yaitu mengalirkan air keseluruh

badan disertai dengan niat. Adapun ulama’

bermadzhab Maliki juga membuat suatu pengertian

mandi yakni sampainya air keseluruh badan

disertai dengan proses menggosok dengan niat

diperbolehkannya untuk melakukan sholat.

Adapun tujuan dari mandi itu sendiri yaitu selain

kita melaksanakan suatu ‘ibadah yang berupa

bersuci dari hadats besar, tapi kita juga

membersihkan tubuh kita dari segala kotoran dan

itu sangat dianjurkan oleh nabi seperti dalam

hadist yang artinya “Kesucian adalah sebagian dari

iman”.

D. Pengertian Tayamum

Tayamum secara harfiah memiliki arti

menyengaja. Sedangkan menurut syara, tayamum

7 Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halaman 47.8 Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah, 2012, hlm. 13.

6

adalah menempelkan debu yang suci pada wajah dan

tangan sebagai pengganti wudlu, mandi, atau

membasuh anggota tubuh dengan syarat-syarat

tertentu.9

Di dalam Kamus Istilah Fiqh pula

mendefinisikan tayammum yaitu menyapukan debu atau

tanah ke wajah dan kedua tangan hingga kedua siku

dengan beberapa syarat, yang berfungsi sebagai

pengganti wudlu atau mandi sebagai rukhsah

(kemudahan) bagi mereka yang berhalangan atau

tidak dapat menggunakan air.10

9 Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah, 2012, hlm. 18.10 M. Abd. Mujieb, Mabruri Tholhah, Syafi'iyah Am. 1997: 382-383

7

BAB III

ANALISIS

A. Thaharah

Thaharah atau bersuci, dalam hukum islam soal

bersuci dan segala seluk-beluknya termasuk bagian

ilmu dan amalan yang penting, terutama karena

diantara syarat-syarat shalat telah ditetapkan

bahwa seseorang yang akan mengerjakan sholat

diwajibkan suci dari hadas dan suci pula badan,

pakaian, dan tempatnya dari najis.

Bersuci hukumnya wajib, berdasar firman Allah

swt dan sunnah Nabi SAW. Adapun firman Allah swt

dalam Q.S Al-Baqarah ayat 222 yang artinya “

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang

taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan

diri.” Dan Sabda Rasulullah SAW yang artinya

“Bersuci adalah separuh dari Iman.”

Thaharah menurut bahasa artinya bersih dan

suci. Menurut istilah (ahli fikih) berarti

membersihkan diri dari hadas atau najis, seperti

mandi, berwudlu atau tayamum. Thaharah sendiri

secara harfiah juga memiliki arti sisa air yang

8

telah digunakan (musta’mal) karena berfungsi

sebagai pembersih untuk bersuci.11 Banyak para

ahli atau ulama mendefinisikan thaharah, namun

dapat disimpulkan bahwa Thaharah adalah tindakan

membersihkan atau menyucikan diri dari hadast dan

najis.

Air yang dapat digunakan untuk bersuci secara

sah atau benar dikategorikan ke dalam 7 macam,

antara lain:

Air hujan

Air laut atau air asin

Air sungai

Air sumur

Air sumber

Air es atau salju

Air embun

Ketujuh air tersebut terbagi menjadi dua

golongan, yaitu air yang turun dari langit dan air

sumber yang keluar dari bumi. Air dapat dibagi

menjadi empat macam, yakni air mutlak, air suci

yang menyucikan, air suci yang tidak bisa

digunakan untuk bersuci, dan air najis

(mutanajjis).12

11 Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah, 2012, hlm. 2.12 Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah, 2012, hlm. 3.

9

Air Mutlak adalah air yang keberadaannya suci

dan dapat dipakai untuk bersuci, serta dapat

menyucikan benda lain. Atau dengan kata lain air

mutlak adalah air yang menyucikan dan tidak makruh

untuk bersuci. Air mutlak ini bisa untuk

menghilangkan hadas dan najis. Contoh air mutlak

adalah air hujan, air salju dan air es, air laut,

dan air zamzam.

Air suci yang menyucikan. Jika digunakan

untuk menyucikan badan hukumnya bisa berubah

menjadi makruh. Namun jika digunakan untuk

menyucikan pakaian, hukumnya tidak makruh. Air ini

adalah air musyammas, yaitu air yang panas akibat

terkena sinar matahari. Hukum makruh ini

menggunakan dasar bahwa air ini berbahaya untuk

kesehatan manusia. Namun, menurut Imam Nawawi

menjelaskan bahwa air panas yang akibat terkena

sinar matahari, hukumnya mutlak dan tidak makruh,

kecuali air itu dalam keadaan terlalu panas atau

terlalu dingin.

Air suci yang tidak bisa digunakan untuk

bersuci, disebut air musta’mal. Air musta’mal

adalah air sisa yang mengenai badan manusia karena

telah digunakan untuk wudlu dan mandi. Apabila air

itu tidak bertambah jumlahnya setelah digunakan,

10

air itu tetap suci namun tidak bisa digunakan

untuk bersuci.

Air najis (mutanajjis) adalah air yang hukumnya

najis dan jelas tidak bisa digunakan untuk

bersuci. Air yang sedikit atau banyak yang terkena

najis sehingga berubah warna dan baunya. Kalau air

itu sedikit, menjadi najis sebab bercampur dengan

najis, baik berubah atau tidak. Tetapi kalau air

itu banyak, menjadi najis sebab bercampur dengan

najis sampai berubah rasa atau baunya. Yang

dimaksud air yang sedikit ialah air yang kurang

dari dua kulah, dan air banyak adalah kalau sudah

sampai dua kulah. Ukuran dua kulah kurang lebih

200 liter.13

B. Wudlu

Wudlu, menurut bahasa berarti baik dan

bersih. Menurut istilah syara’, wudlu ialah

membasuh muka, dan kedua tangan sampai siku,

mengusap sebagian kepala dan membasuh kaki yang

sidahului dengan niat dan dilakukan dengan

tertib.14

Wudlu merupakan sebuah rangkaian ibadah

bersuci untuk menghilangkan hadas kecil. Wudlu

13 Abdul Fatah Idris, abu ahmadi, Fikih Islam Lengkap,Jakarta, Rineka Cipta, hlm.4.14 Ilmu Fiqh, Pembina Perguruan Tinggi Agama Islam, 1982, hlm. 40.

11

merupakan syarat sah sholat, yang artinya

seseorang dinilai tidak sah shalatnya jika dia

melakukan tanpa berwudlu.15 Syarat sah wudlu ada 5

perkara, yaitu islam,tamyiz16, airnya suci, tidak

ada halangan bathin (seperti akal tidak sehat),

tidak ada halangan dari agama (seperti sedang

haid, nifas, dan lain-lain. Fardhu wudhu meliputi

enam perkara, yakni :

1. Niat didalam hati, yang dilakukan diawal

membasuh muka, bukan sebelum membasuh muka.

Ketika membasuh muka, dalam hati niatkan

berwudlu untuk menghilangkan hadas kecil,

sehingga wudlunya menjadi benar atau sah.

Apabila dalam berwudlu tidak disertai niat,

wudlu itu menjadi tidak sah.

2. Membasuh seluruh bagian muka secara merata.

Batas bagian muka dimulai dari tempat

tumbuhnya rambut kepala sampai dagu bagian

bawah dan antara telinga kanan dan telinga

kiri. Hal ini berarti pada janggut yang

tertutup oleh jenggot tipis yang terlihat

yang nyata kulitnya oleh orang yang diajak

bicara, maka wajib dibasuh pada bagian

kulitnya, yakni tempat tumbuhnya jenggot

15 Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah, 2012, hlm. 7.16 Bisa membedakan atau sudah berakal.

12

tersebut. Wajib membasuh satu kali dan sunnah

membasuh kebanyak tiga kali.

3. Membasuh kedua tangan sampai dengan siku

serta wajib membasuh apa saja yang ada pada

tangan seperti bulu-bulu, lipatan-lipatan,

dan kotoran yang mencegah masuknya atau

meresapnya air, termasuk kotoran yang ada

pada kuku.

4. Mengusap kepala dengan tangan yang dibasahi

air. Sedang dalam mengusap kepala dapat

difahami tidak seluruh kepala, tetapi dengan

mengusap sebagiannya cukup. Atau cukup

mengusap sebagian rambut sebatas kepala.

Namun dalam hal ini banyak hadist yang

berbeda memberikan pengertian dalam menyapu

kepala, ada yang berpendapat hanya sebagian

dan ada pula yang menyatakan seluruh bagian

kepala. Seperti Hadist yang ditakhrijkan

(berasal dari kata takhrij17) oleh Imam

Bukhari dan muslim dan Al-Mughirah bin

Syu’bah yang bertentangan dengan Hadist yang

17 kata takhrij berasal dari kata kharaja-yukhariju-takhrijan yang artinyamenampakkan, mengeluarkan, menerbitkan, menyebutkan, danmenumbuhkan. Maksudnya, menampakkan sesuatu yang tidak atausesuatu yang masih tersembunyi. Penampakan dan pengeluaran di sinitidak mesti berbentuk fisik, tetapi mencakup nonfisik yang hanyamemerlukan tenaga dan pikiran seperti makna kata istikhraj yangberarti mengeluarkan hukum dari nash al-Qur’an dan hadits.

13

diriwayatkan oleh Al-Jam’ah dari Abdullah bin

Zaid.

5. Membasuh kedua kaki sampai dengan mata kaki,

berdasar firman Allah swt yang artinya “Dan

(basuhlah) kakimu beserta kedua mata kaki.”.

Bagi umat yang memakai muzah (sepatu) maka

wajib membasuh kedua muzah dan membasuh kedua

kaki. Membasuh kedua kaki ini juga termasuk

membasuh bulu bulu, jari-jari dan lipatannya,

seperti ketentuan pada membasuh tangan

diatas.

6. Tertib atau berurutan sesuai urutan ketentuan

rukun atau fardhunya wudlu yang telah

ditetapkan. Apabila seseorang lupa bahwa

wudhunya tadi tertib atau tidak, maka

wudlunya harus di ulang. Demikian juga ketika

seseorang sakit dan diwudlukan oleh empat

saudaranya secara bersamaan, masing-masing

membasuh muka, tangan, sebagian kepala, dan

kaki. Maka yang dianggap sah dalam ketentuan

tertib berwudlu adalah yang membasuh muka.

Wudlu juga memiliki sunnah dalam

menjalankannya, diantaranya adalah :

a. Membaca Basmallah ketika mulai berwudlu.

14

b. Mencuci kedua telapak tangan sampai

pergelangan terlebih dahulu sebelum

memasukkan kedua tangan kedalam air dua

kulah yang akan dipergunakan untuk

berwudlu.

c. Berkumur, setelah mencuci kedua telapak

tangan.

d. Memasukan air ke hidung, juga beralasan

pada amal Rasulullah SAW yang diriwayatkan

Bukhari dan muslim.

e. Mengusap seluruh bagian kepala dengan air.

Untuk yang berkerudung atau memakai surban

cukup diusap sebagian tanpa membukanya.

f. Mengusap dua telinga, yaitu daun telinga

bagian luar dan dalam dengan air yang baru

diambil, bukan dengan air bekas basuhan

muka atau kepala. Caranya adalah dengan

memasukan jari telunjuk ka bagian dalam

telinga. Kedua jari ini dijalankan untuk

membersihkan telinga bagian dalam dan

bagian luar. Yang terakhir, kedua telapak

tangan digosok-gosokkan ke telinga sampai

terasa bersih.

g. Mengusap air ke sela-sela jenggot dengan

jari diletakkan ke sela-sela jenggot. Hal

ini ditujukan untuk lebih memudahkan kulit

15

tempat tumbuh jenggot terbasuh oleh air

ketika membasuh seluruh muka.

h. Mengusap sela-sela jari dan membasahinya.

i. Mendahulukan bagian yang kanan dan

mengakhirkan bagian yang kiri.

j. Mengulang tiga kali pada setiap anggota

yang dibersihkan dan diusap.

k. Bersambung antara membasuh anggota yang

satu dan anggota yang berikutnya, dalam

artian tidak berhenti antara keduanya.

l. Menjaga agar percikan air itu jangan

kembali ke badan.

m. Menggosok anggota wudlu agar menjadi lebih

bersih.

n. Membaca dua kalimat syahadat dan menghadap

kiblat ketika wudlu.

o. Berdoa sesudah selesai wudlu.

p. Membaca dua kalimat syahadat sesudah

selesai wudlu.

Selain sunnah dalam menjalankan wudlu, apa

pula hal-hal yang dapat merusak wudlu atau disebut

juga hal-hal yang menyebabkan hadas kecil.

Diantaranya adalah lima perkara sebagai berikut :

1) Adanya sesuatu yang keluar dari jalan

depan (qubul) atau jalan belakang (dubur)

16

orang yang memiliki wudlu, yang berbentuk

nyata, baik air maupun feses atau yang

menyerupainya seperti darah dan batu, atau

hewan kecil dan air mani.

2) Tidur, Kecuali tidur itu dalam keadaan

duduk di tanah atau lantai yang apabila ia

terbangun masih dalam posisi yang tetap.

3) Hilangnya ingatan akibat mabuk, gila,

kambuhnya ayan, pingsan dan lain-lain.

4) Seorang pria yang menyentuh wanita yang

bukan mahramnya walaupun yang dipegangnya

itu adalah mayat.

5) Memegang farji atau alat vital dengan

telapak tangan, baik pria maupun wanita.

C. Mandi

Mandi berarti mengguyur air ke seluruh badan.

Berdasarkan firman Allah dalam Q.S Al-Maidah ayat

6 yang artinya : “Dan jika kamu junub maka

mandilah”. Pengertian lain mengenai mandi adalah

aktivitas mengalirkan air pada seluruh tubuh

dengan niat tertentu.18 Adapun sebab-sebab yang

mewajibkan mandi, yakni :

1. Bersetubuh, berdasar Q.S Al-Maidah ayat 6 yang

artinya “Apabila kamu sekalian dalam keadaan

18 Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah, 2012, hlm. 13.

17

junub maka mandilah.” Dalam hal ini, baik keluar

mani atau tidak tetap diwajibkan mandi.(Sabda

Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim).

2. Mengeluarkan mani dalam mimpi bersetubuh

(ihtilam). Yakni keluarnya sperma dari penis

(laki-laki) atau vagina (bagi perempuan), baik

disertai kenikmatan yang nyata maupun yang tidak

nyata, misalnya orang mimpi basah yang mendapati

kemaluannya basah namun tidak merasakan syahwat.

Kewajiban ini berdasarkan hadits narasi Abu

Sa’id19, ia berkata : Rasulullah bersabda , yang

artinya:”Sesungguhnya air (mandi wajib) karena

keluarnya air (sperma)”.

3. Selesainya haid dan nifas. Wanita yang datang

bulan atau melahirkan anak, apabila telah

berhenti tidak lagi mengeluarkan darah, maka ia

wajib mandi. Adapun kewajiban mandi bagi wanita

yang selesai nifas didasarkan pada ijma’ sahabat

bahwa nifas sama dengan haid.

4. Persalinan Tanpa Pendarahan. Kalangan ulama

mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi’I

menyatakan kewajiban mandi atas perempuan yang

melahirkan, meskipun ia tidak melihat adanya

bercak darah. Hal ini demi sikap kehati-hatian,19 HR. Imam Muslim, dalam shahih Muslim, Kitab Al-Haidh, dalam bab Bayan Anna Al-Ghusla Yajibu bi Al-Jima’

18

karena tidak mungkin perempuan melahirkan tanpa

disertai bercak darah. Sedangkan Imam Abu Yusuf,

Muhammad Asy-Syaibani (keduanya dari mazhab

Hanafi), dan ulama-ulama mazhab Hanbali

berpendapat bahwa tidak dijumpai bercak darah

maka tidak wajib mandi, sebab dalam hal ini

tidak ada nash maupun yang semakna dengan nash

yang menyatakan kewajiban demikian.

5. Meninggal Dunia. Para ulama sepakat bahwa

hukumnya fardhu kifayah bagi orang-orang yang

hidup untuk memandikan mayat muslim yang yang

tidak dilarang untuk dimandikan.

6. Masuk islam. Jika orang kafir masuk islam maka

ia wajib mandi , sebab ketika beberapa orang

sahabat masuk islam , mereka disuruh Nabi mandi.

Menurut hadis,”Dari Qais bin Asim. Ketika ia

masuk islam , Rasulullah SAW menyuruhnya mandi

dengan air dan daun bidara.”

Hal-hal yang diharamkan bagi orang junubOrang yang sedang dalam keadaan junub tidakdiperbolehkan dan diharamkan melakukan hal-halsebagai berikut:1. Shalat2. Thawaf3. Menyentuh dan membawa mushaf (Al-Qur’an)4. Membaca Al-Qur’an5. Berdiam diri dimasjid

19

Mandi-mandi sunnahMandi sunnah adalah mandi yang dilakukan orangmukallaf maka ia mendapatkan pujian atastindakannya , dan jika meninggalkan maka ia tidakterkena celaan atau hukuman.Adapun yang termasuk mandi sunnah adalah sebagaiberikut:1. Mandi hari jum’atMandi hari jum’at disunatkan bagi orang yangbermaksud akan mengerjakan shalat jum’at, agarbau yang kurang enak tidak mengganggu orangdisekitar tempat duduknya.

2. Mandi Hari Raya Idul Fitri dan Hari RayaKurban

3. Mandi orang gila apabila ia sembuh darigilanya, karena ada kemungkinan ia keluar mani.

4. Mandi tatkala hendak ihram haji atau umrah5. Mandi sehabis memandikan mayat.Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. Yangartinya : “Barang siapa memandikan mayat,hendaklah ia mandi, dan barang siapa yangmembawa mayat, hendaklah ia berwudhu.” (riwayatTirmidzi dan dikatakan Hadits Hasan).

6. Mandi seorang kafir setelah memeluk agamaIslam, sebab ketika beberapa orang sahabatmasuk islam, Nabi menyuruh mereka untuk mandi.

Fardu (rukun) Mandi1. Niat. Orang yang junub hendaklah berniat

(menyengaja) menghilangkan hadas junubnya,perempuan yang baru selesai haid atau nifashendaklah berniat menghilangkan hadaskotorannya.

2. Mengalirkan air ke seluruh badan.

20

3. Bagi orang yang bernajis pada bagian tubuhnya,maka wajib menghilangkan najisnya terlebihdahulu, baru kemudian berniat mandi untukmenghilangkan hadas.

4. Membasahi seluruh rambut dan kulit diseluruhtubuh dengan air.

Sunah-sunah Mandi1. Membaca basmallah pada permulaan mandi.2. Berwudhu sebelum mandi.3. Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan.4. Mendahulukan yang kanan daripada yang kiri.5. Berurutan.

D. Tayamum

Apabila seseorang junub atau seseorang akan

mengerjakan sembahyang, orang tadi tidak

mendapatkan air untuk mandi atau untuk wudlu, maka

sebagai ganti untuk menghilangkan hadast besar

atau kecil tadi dengan melakukan tayamum.

Tayamum menurut bahasa sama dengan Qasad

artinya menuju. Secara harfiah memiliki arti

menyengaja, sedangkan menurut syara, tayamum

adalah menempelkan debu yang suci pada wajah dan

tangan sebagai pengganti wudlu, mandi, atau

membasuh anggota tubuh dengan syarat-syarat

tertentu.

Sebab / Alasan Melakukan Tayamum adalah :

Dalam perjalanan jauh

21

Jumlah air tidak mencukupi karena

jumlahnya sedikit

Telah berusaha mencari air tapi tidak

diketemukan

Air yang ada suhu atau kondisinya

mengundang kemudharatan.

Air yang ada hanya untuk minum.

Air berada di tempat yang jauh yang

dapat membuat telat shalat

Pada sumber air yang ada memiliki bahaya

Sakit dan tidak boleh terkena air

Adapun Syarat Sah Tayamum adalah sebagai

berikut :

Telah masuk waktu sholat.

Memakai tanah berdebu yang bersih dari

najis dan kotoran.

Memenuhi alasan atau sebab melakukan

tayamum.

Sudah berupaya / berusaha mencari air

namun tidak ketemu.

Tidak haid maupun nifas bagi wanita /

perempuan.

Menghilangkan najis yang yang melekat

pada tubuh

22

Selain Syarat sah Tayamum, ada pula Sunah

etika melaksanakan Tayamum :

Membaca basmalah

Menghadap ke arah kiblat

Membaca doa ketika selesai tayamum

Medulukan kanan dari pada kiri

Meniup debu yang ada di telapak tangan

Menggodok sela jari setelah menyapu

tangan hingga siku

Rukun Tayamum, meliputi :

Niat Tayamum

Menyapu muka dengan debu atau tanah.

Menyapu kedua tangan dengan debu atau

tanah hingga ke siku.

Hal-hal yang membatalkan tayamum, antara lain

:

1. Segala sesuatu yang membatalkan wudlu,

berlaku pula pada tayamum.

2. Melihat air. Bagi orang yang bertayamum

karena kesulitan mendapatkan air lalu

melihat air sebelum masuk waktu sholat

maka tayamumnya batal. Apabila seorang

yang bermukim bertayamum dan sedang

sholat, dan dia melihat air, sholat itu

harus diulang. Namun, bila orang itu

23

adalah musafir, sholatnya tidak harus

diulang. Apabila seorang bertayamum

karena sakit kemudian ia melihat air,

tayamumnya tidak batal dan tetap sah

sholatnya.20

3. Murtad, artinya terputus Islamnya.

Bagi orang yang sakit, jika tangannya

diperban maka cukup perbannya saja yang

diusap debu. Setiap bertayamum hanya berlaku

satu kali sholat fardhu, atau satu kali

tawaf.

20 Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah, 2012, hlm. 20.

24

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengertian Thaharah adalah tindakan

membersihkan atau menyucikan diri dari hadast dan

najis. Thaharah atau Bersuci beberapa macam-

macamnya adalah wudlu, mandi, dan tayamum.

Wudlu merupakan sebuah rangkaian ibadah

bersuci untuk menghilangkan hadas kecil. Wudlu

merupakan syarat sah sholat, yang artinya

seseorang dinilai tidak sah shalatnya jika dia

melakukan tanpa berwudlu. Yang didalamnya ada

ketentuan atau syarat-syarat serta rukun dan hal-

hal yang merusak wudlu.

Mandi adalah aktivitas mengalirkan air pada

seluruh tubuh dengan niat tertentu. Sedangkan

tayamum adalah mengusapkan tanah ke muka dan kedua

tangan sampai siku dengan beberapa syarat. Tayamum

adalah pengganti wudlu atau mandi, sebagai rukhsah

(keringanan) untuk orang yang tidak dapat memakai

air karena beberapa halangan (uzur), yaitu Uzur

karena sakit, karena dalam perjalanan dan karena

tidak ada air.

25

B. Saran

1. Dalam kehidupan sehari-hari tentu umat muslim

tidak terlepas dari thaharah atau bersuci yang

didalamnya terdapat macam-macamnya seperti

wudlu, mandi dan tayamum, untuk itu aplikasikan

ilmu sesuai dengan syariat islam, dan tentunya

menyempurnakan ibadah kita terhadap Allah swt.

2. Dalam kehidupan tidaklah semuanya sefaham,

dalam ilmu fiqh pun mengenal beberapa mazhab

yang terkenal seperti Mazhab Hanafi, Mazhab

Maliki, Mazhab Syafi’I dan Mazhab Hanbali. Hal

ini menyebabkan beberapa perbedaan didalam

mazhabnya termasuk perbedaan dalam fiqh ibadah,

namun semua itu kembali pada diri setiap

individu umat muslim mana yang dipilihnya,

karena setiap mazhab sama-sama bersumber pada

Al-Qur’an dan Hadist, dan dibantu pula dengan

Ijma’ dan Qiyas.

26