Makalah Karet

24
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatan‐ peralatan yang menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah apabila terjatuh dari suatu tempat. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan tersebut secara langsung kebutuhan karet juga meningkat dengan sendirinya sesuai kebutuhan manusia. Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai latex) yang diperoleh dari getah beberapa jenis tumbuhan pohon karet tetapi dapat juga diproduksi secara sintetis. Sumber utama barang dagang dari latex yang digunakan untuk menciptakan karet adalah pohon karet Hevea brasiliensis (Euphorbiaceae). Ini dilakukan dengan cara melukai kulit pohon sehingga pohon akan memberikan respons yang menghasilkan lebih banyak latex lagi. Pohon jenis lainnya yang mengandung lateks termasuk fig, euphorbia dan dandelion. Pohon‐pohon tersebut tidak menjadi sumber utama karet, dikarenakan pada perang dunia II persediaan karet orang Jerman dihambat, sehingga Jerman mencoba mencari sumber‐sumber alternatif lain, sebelum penciptaan karet sintetis. Lebih dari setengah produksi karet yang digunakan sekarang ini adalah sintetik, tetapi beberapa juta ton karet alami masih tetap diproduksi setiap tahun, dan masih merupakan bahan penting bagi beberapa industri termasuk otomotif dan militer.

Transcript of Makalah Karet

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatan‐

peralatan yang menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak

mudah pecah apabila terjatuh dari suatu tempat. Dengan semakin

meningkatnya kebutuhan tersebut secara langsung kebutuhan

karet juga meningkat dengan sendirinya sesuai kebutuhan

manusia.

Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari

emulsi kesusuan (dikenal sebagai latex) yang diperoleh dari

getah beberapa jenis tumbuhan pohon karet tetapi dapat juga

diproduksi secara sintetis. Sumber utama barang dagang dari

latex yang digunakan untuk menciptakan karet adalah pohon

karet Hevea brasiliensis (Euphorbiaceae). Ini dilakukan dengan cara

melukai kulit pohon sehingga pohon akan memberikan respons

yang menghasilkan lebih banyak latex lagi.

Pohon jenis lainnya yang mengandung lateks termasuk fig,

euphorbia dan dandelion. Pohon‐pohon tersebut tidak menjadi

sumber utama karet, dikarenakan pada perang dunia II

persediaan karet orang Jerman dihambat, sehingga Jerman

mencoba mencari sumber‐sumber alternatif lain, sebelum

penciptaan karet sintetis.

Lebih dari setengah produksi karet yang digunakan

sekarang ini adalah sintetik, tetapi beberapa juta ton karet

alami masih tetap diproduksi setiap tahun, dan masih merupakan

bahan penting bagi beberapa industri termasuk otomotif dan

militer.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Karet

Karet merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Latin,

khususnya Brasil. Karenanya nama ilmiahnya Herea brasiliensis.

Sebelum dipopulerkan sebagai tanaman budidaya yang dikebunkan

secara besar-besaran, penduduk asli Amerika Selatan, Afrika,

dan Asia sebenarnya telah memanfaatkan beberapa jenis tanaman

penghasil getah. Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis.

Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zona antara

15°LS dan 15°LU, curah hujan yang cocok tidak kurang dari 2000

mm. Optimal 2500-4000 mm/tahun. Tanaman karet tumbuh optimal

pada dataran rendah yaitu pada ketinggian 200 m di atas

permukaan laut sampai 600 m di atas permukaan laut, dengan

suhu 25°-30°C. Tanaman karet termasuk famili Euphorbiare atau

tanaman getah-getahan. Dinamakan demikian karena golongan

famili ini mempunyai jaringan tanaman yang banyak mengandung

getah (latex) dan getah tersebut mengalir keluar apabila

jaringan tanaman terlukai. Mengingat manfaat dan kegunaannya,

tanaman ini digolongkan ke dalam tanaman industri.

Klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut:

Divisi               : Spermatophyta

Subdivisi         : Angiospermae

Kelas               : Dicotyledonae

Ordo                : Euphorbiales

Family             : Euphorbiaceae

Genus              : Hevea

Spesies            : Hevea brasiliensis Muell Arg

Saat ini Asia menjadi sumber karet alami. Awal mulanya

karet hanya hidup di Amerika Selatan, namun sekarang sudah

berhasil dikembangkan di Asia Tenggara. Kehadiran karet

di Asia Tenggara berkat jasa dari Henry Wickham. saat ini,

negara-negara Asia menghasilkan 93% produksi karet alam, yang

terbesar adalah Thailand, diikuti oleh Indonesia, dan

Malaysia.

Karet telah digunakan sejak lama untuk berbagai macam

keperluan antara lain bola karet, penghapus pensil, baju tahan

air, dll. Saat Christopher Columbus dan rombongannya menemukan

benua Amerika pada tahun 1476, mereka terheran-heran melihat

bola yang dimainkan orang-orang Indian yang dapat melantun

bila dijatuhkan ke tanah. Di sinilah sejarah karet dimulai,

tetapi baru pada tahun 1530 ada laporan tertulis mengenai

gummi optimum, sebutan Pietro Martire d’Anghiera untuk karet.

Pada tahn 1535, ahli sejarah mengenai bangsa Indian, Captain

Gonzale Fernandez de Oveida menulis bahwa dia melihat 2 tim

orang Indian yang bermain bola. Bola itu terbuat dari campuran

akar, kayu, dan rumput, yang dicampur dengan suatu bahan

(latex) kemudian dipanaskan di atas unggun dan dibulatkan

seperti bola. Bola orang Indian ini bisa melambung lebih

tinggi daripada bola yang umum dibuat orang-orang Eropa waktu

itu. Oviedo mengatakan bahwa bila bola buatan Indian itu

dijatuhkan, bola itu bisa melambung lebih tinggi dan kemudian

jatuh, lalu melambung lagi walaupun agak rendah daripada

lambungan yang pertama, dan seterusnya. Pada tahun 1615

seorang penulis, F.J. Torquemada melaporkan bahwa orang Indian

Mexico membuat sepatu tahan air dari bahan latex atau karet.

Tentara Spanyol juga dilaporkan mengoleskan latex ke mantel

mereka, saat hujan menjadi tahan air, tetapi di musim panas

menjadi lengket. Walaupun banyak cerita menarik tentang bahan

tersebut, penyelidikan oleh para ilmuwan baru dimulai tahun

1731.  Saat itu French Academy mengirim C.M. de la Condamine

ke Amerika Selatan. Fresnau seorang ahli Perancis melaporkan

bahwa banyak tanaman yang dapat menghasilkan latex atau karet,

di antaranya dari jenis Hevea brasiliensis yang tumbuh di

hutan Amazon di Brazil yang sekarang menjadi tanaman penghasil

karet utama dan sudah dibudidayakan di Asia Tenggara yang

menjadi penghasil karet utama di dunia saat ini. Pada tahun

1770, seorang ahli kimia bangsa Inggris, Joseph Priestly,

melaporkan bahwa karet dapat menhapus tulisan pensil. Pada

tahun 1775 karet mulai digunakan sebagai bahan penghapus

tulisan pensil dan jadilah karet itu di Inggris disebut dengan

nama rubber (karet). Sebelum itu, remah roti biasa digunakan

orang untuk menghapus tulisan pensil. Barang-barang karet yang

diproduksi waktu itu selalu menjadi kaku di musim dingin dan

lengket di musim panas. Banyak percobaan yang telah dilakukan

untuk mendapatkan sifat karet yang tidak terpengaruh oleh

cuaca. Percobaan mula-mula dilakukan oleh E.C.F. Leuchs pada

tahun 1831. Setahun sesudah itu, N. Hayward mendapatkan bahwa

jika belerang yang ditambahkan ke dalam larutan karet atau

biji belerang dioleskan pada karet akan menyebabkan karet

lebih cepat menjadi kering. Thomas Hancock menulis dalam

bukunya yang terbit pada tahun 1985 bahwa pada tahun 1842,

Brockedon memperlihatkan kepadanya sepotong contoh karet

berasal dari Amerika yang tidak terpengaruh oleh cuaca ataupun

oleh minyak. Thomas Hancock melihat bahwa potongan itu sedikit

kekuningan pada bagian dalamnya dan berbau belerang. Dalam

percobaan selanjutnya, Hancock akhirnya berhasil menemukan

bahwa bila karet dicampur dengan belerang dan dipanaskan maka

akan berubah sifatnya menjadi elastis dan tidak terpengaruh

lagi oleh perubahan cuaca. Proses perubahan ini lalu

dipatenkan pada tahun 1843 dan sesuai usul temannya, Mr.

Brockedon, proses ini dinamai vulkanisasi, yang kemudian nama

ini diterima di Inggris, Amerika, dan dunia pada umumnya

sampai sekarang. Sebelum itu pada tahun 1838, Charles Goodyear

di Amerika sudah terlibat dalam penelitian kompon karet dengan

menggunakan belerang dan panas untuk mendapatkan kompon karet

yang tidak terpengaruh oleh cuaca,yang dibuktikan dengan

surat-surat yang diterimanya dari beberapa orang yang melihat

atau mendapat contoh karet hasil percobaannya pada tahun 1839.

Baru pada tahun 1844 dia mendapatkan paten untuk penemuannya.

Dari beberapa tulisan yang membahas penemuan vulkanisasi ini,

dan berdasarkan tulisan Hancock sendiri yang menyatakan bahwa

Brokedon meperlihatkan contoh karet yang berasal dari Amerika

yang tidak terpengaruh oleh cuaca, maka kebanyakan penulis

sepakat kalau penemu pertama proses vulkanisai hendaknya

diberikan kepada Charles Goodyear. Penemuan besar proses

vulkanisasi ini akhirnya dapat disebut sebagai awal dari

perkembangan industri karet. Pada waktu pendudukan Jepang di

Asia Tenggara dalam perang dunia kedua, persediaan karet alam

di negara sekutu menjadi kritis dan diperkirakan akan habis

dalam beberapa bulan. Pemerintah Amerika mendorong penelitian

dan produksi untuk menghasilkan karet sintetik untuk memenuhi

kebutuhan yang mendesak. Usaha besar ini membuahkan hasil

dalam waktu singkat dan terus berkembang sesudah berakhirnya

perang dunia kedua, 1/3 karet yang dikonsumsi dunia adalah

karet sintetik. Karet sintetik cukup mendominasi industri

karet, tetapi pemakaian karet alam pun masih sangat penting

saat ini antara lain industri militer dan otomotif. Pada

tahun 1983, hampir 4 juta ton karet alam dikonsumsi oleh

dunia, tetapi karet sintetik yang digunakan sudah melebihi 8

juta ton.

B. Budidaya Karet

Pembiakan tanaman karet dapat dilakukan secara generatif

maupun vegetatif. Namun demikian, cara pembiakan yang lebih

menguntungkan adalah secara vegetatif yaitu dengan okulasi

tanaman. Pemupukan tanaman karet produktif yang dilakukan

dengan dosis yang tepat dan teratur dapat mempercepat

pemulihan bidang sadapan, memberi kenaikan produksi 10-20%,

meningkatkan resistensi tanaman terhadap gangguan hama

penyakit dan tingkat produksi yang tinggi dapat dipertahankan

dalam jangka waktu lebih lama. Sedangkan penyiangan dalam

budidaya karet bertujuan membebaskan tanaman karet dari

gangguan gulma yang tumbuh di lahan. Karenanya, kegiatan

penyiangan sebenarnya bisa dilakukan setiap saat, yaitu ketika

pertumbuhan gulma sudah mulai mengganggu perkembangan tanaman

karet. Meskipun demikian, umumnya penyiangan dilakukan 3 kali

dalam setahun untuk menghemat tenaga. Pemungutan hasil tanaman

karet disebut penyadapan karet. Pada tanaman muda, penyadapan

umumnya dimulai pada umur 5-6 tahun tergantung pada kesuburan

pertumbuhannya. Semakin bertambah umur tanaman semakin

meningkat produksi lateksnya. Mulai umur 16 tahun produksi

lateksnya dapat dikatakan stabil sedangkan sesudah berumur 28

tahun produksinya akan menurun. Apabila sudah terjadi

penurunan produksi lateks karena umur tua, maka tanaman karet

sudah waktunya untuk diremajakan.

Penyadapan dilakukan dengan memotong kulit pohon karet

sampai batas kambium dengan menggunakan pisau sadap. Bentuk

irisan berupa saluran kecil, melingkar batang arah miring ke

bawah. Melalui saluran irisan akan mengalir lateks selama 1-2

jam. Sesudah itu lateks akan mengental. Sebatang pohon karet

telah dapat dikatakan memenuhi syarat untuk disadap bila pohon

tersebut telah mencapai lilit batang 45 cm pada ketinggian 100

cm di atas pertautan untuk tanaman yang berasal dari bibit

okulasi atau pada ketinggian 100 cm dari permukaan tanah untuk

tanaman asal biji. Sadapan dilakukan dengan memotong kulit

kayu dari kiri atas ke arah kanan bawah dengan sudut

kemiringan 30° dari horizontal. Pisau sadapan berbentu V

dengan demikian aliran lateks akan tertampung pada daerah

dasarnya.

C. Varietas Tanaman Karet

1. Jenis varietas yang dikembangkan

a. Klon IRR 5

Potensi keunggulan:

1) Pertumbuhan cepat dan berpotensi sebagai penghasil

lateks dan kayu.

2) Rata‐rata produksi 1,8 ton/ha/tahun.

3) Lilit batang 51,7 cm pada umur 5 tahun.

4) Kadar karet kering (KKK) 34,5%.

5) Lateks sangat sesuai diolah menjadi SIR 3 WF, SIR 5

dan SIR 10.

6) Resisten terhadap gangguan penyakit gugur daun

Colletotrichum dan Corynespora.

7) Pada daerah beriklim basah, klon IRR 5 digolongkan

moderat terhadap gangguan penyakit cabang (jamur upas)

dan mouldirot.

b. Klon IRR 42

Potensi keunggulan:

1) Pertumbuhan cepat dan berpotensi sebagai penghasil

lateks dan kayu.

2) Rata‐rata produksi 5,68 kg/pohon/tahun.

3) Lilit batang 51,4 cm pada umur 5 tahun.

4) Resisten terhadap penyakit gugur daun Colletotrichum,

Corynespora dan Oidium.

5) Kadar karet kering (KKK) 36,5%.

6) Lateks dapat diproses menjadi SIR‐5.

c. Klon IRR 118

Potensi keunggulan:

1) Pertumbuhannya cepat dan berpotensi sebagai penghasil

lateks dan kayu.

2) Rata‐rata produksi 2,1 ton/ha/tahun.

3) Lilit batang 48,9 cm pada umur 5 tahun.

4) Lateks dapat digunakan untuk produksi SIR 3 CV dan

produk RSS, serta SIR 3L, SIR 5 dan SIR 10/20.

5) Cukup tahan terhadap penyakit Corynespora dan

Colletotrichum.

d. Karet Busa Alam

Potensi keunggulan:

1) Karet busa sintetis umumnya dibuat dari karet

EVA/poliuretan karena ringan dan murah. Konsumsi busa

sintetis di dalam negeri setiap tahun berkisar 19 juta

lembar (Rp47 miliar), busa plastik 722.000 m2 (Rp665

juta), dan busa jok mobil 4.500 unit (Rp186 juta).

2) Proses produksi busa sintetis berisiko tinggi karena

bahan bakunya (isosianat) beracun dan bersifat

karsinogenik. Kondisi ini menyebabkan permintaan

terhadap busa alam meningkat.

3) Busa alam lebih unggul dibanding busa sintetis dalam

hal kenyamanan dan umur pakai. Untuk memberikan nilai

kepegasan yang sama, busa alam hanya memerlukan

ketebalan sepertiga dari busa sintetis.

2. Syarat pertumbuhan pohon karet

a. Iklim

1) Suhu udara yang baik bagi pertumbuhan tanaman antara

24‐28 derajat C.

2) Kelembaban tinggi sangat diperlukan untuk pertumbuhan

tanaman karet.

3) Curah hujan optimal antara 1.500‐2.000 mm/tahun.

4) Tanaman karet memerlukan lahan dengan penyinaran

matahari antara 5‐7 jam/hari.

b. Media Tanam

1) Hasil karet maksimal didapatkan jika ditanam di tanah

subur, berpasir, dapat melalukan air dan tidak

berpadas (kedalaman padas yang dapat ditolerir adalah

2‐3 meter).

2) Tanah Ultisol yang kurang subur banyak ditanami tanaman

karet dengan pemupukan dan pengelolaan yang baik.

Tanah latosol dan aluvial juga dapat ditanami karet.

3) Keasaman tanah yang baik antara pH 5‐6 (batas

toleransi 4‐8)

c. Ketinggian Lahan

Walaupun demikian karet masih bisa berproduksi di

dataran menengah dan tinggi tetapi dengan waktu

penyadapan yang makin panjang, tanaman karet tumbuh

dengan optimum pada ketinggian 200 m dpl. Korelasi

antara ketinggian tempat dan umur sadap dapat dilihat

berikut ini:

1) 0‐200 m dpl: < 6 tahun

2) 200‐400 m dpl: 7 tahun

3) 400‐600 m dpl: 7,5 tahun

4) 600‐800 m dpl: 8,6 tahun

5) 800‐1.000 m dpl: 10,2 tahun

D. Industri Karet

Karet merupakan hasil bumi yang bila diolah dapat

menghasilkan berbagai macam produk yang amat dibutuhkan dalam

kehidupan. Teknologi karet sendiri semakin berkembang dan akan

terus berkembang seiring berjalannya waktu dan akan semakin

banyak produk yang dihasilkan dari industri ini. Ada dua jenis

karet yang biasa digunakan dalam industri yaitu karet alam dan

karet sintesis. Karet alam (natural rubber) merupakan air getah

dari tumbuhan Hevea brasiliensis, yang merupakan polimer alam

dengan monomer isoprena, sedangkan karet sintetis sebagian

besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi.

Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah

pohon karet

(atau dikenal dengan istilah lateks), maupun produksi manusia

(sintetis). Saat pohon karet dilukai, maka getah yang

dihasilkan akan jauh lebih banyak. Saat ini Asia menjadi

sumber karet alami. Karet telah digunakan sejak lama untuk

berbagai macam keperluan antara lain bola karet, penghapus

pensil, baju tahan air, dll. Untuk menjaga kualitas dan

kontinuitas bahan baku, maka dilakukan pengawasan pada tiap

penyadap. Dari hasil penyadapan, dapat ditentukan:

1. Bobot atau isi lateks: Penyadap menuangkan lateks dari

ember-ember pengumpul ke dalam ember-ember takaran

melalui sebuah saringan kasar dengan ukuran lubang 2 mm,

maksudnya untuk menahan lump yang terjadi karena

prakoagulasi.

2. Kadar Karet Kering (KKK): Penentuan kadar karet kering

(KKK) sangat penting dalam usaha mencegah terjadinya

kecurangan para penyadap.

Lateks sebagai bahan baku berbagai hasil karet, harus memiliki

kualitas yang baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi

kualitas lateks, sebagai berikut:

1. Faktor dari kebun (jenis klon, sistem sadap, kebersihan

pohon, dan lain-lain).

2. Iklim (musim hujan mendorong terjadinya prakoagulasi,

musim kemarau keadaan lateks tidak stabil).

3. Alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan dan

pengangkutan (yang baik terbuat dari aluminium atau baja

tahan karat).

4. Pengangkutan (goncangan, keadaan tangki, jarak, jangka

waktu).

5. Kualitas air dalam pengolahan.

6. Bahan-bahan kimia yang digunakan.

7. Komposisi lateks.

Pada saat mulai keluar dari pohon hingga beberapa jam lateks

masih berupa cairan, tetapi setelah kira kira 8 jam lateks

mulai mengental dan selanjutnya membentuk gumpalan karet atau

yang lebih dikenal dengan istilah prakoagulasi. Penyebab

terjadinya prakoagulasi antara lain sebagai berikut:

1. Penambahan asam

Penambahan asam organik ataupun anorganik mengakibatkan

turunnya pH lateks sehingga lateks kebun membeku.

2. Mikroorganisme

Lateks segar merupakan media yang baik bagi pertumbuhan

mikroorganisme, mikroorganisme banyak terdapat dilingkungan

perkebunan karet, mikroorganisme ini menghasilkan asam yang

menurunkan pH, serta menimbulkan bau karena terbentuknya asam

yang mudah menguap. Bila banyak organisme maka senyawa asam

yang dihasilkan akan banyak pula. Suhu udara yang tinggi akan

lebih mengaktifkan kegiatan bakteri sehingga dalam penyadapan

ataupun pengangkutan diusahakan pada suhu rendah atau pagi.

3. Iklim

Air hujan akan membawa zat kotoran dan garam yang larut dari

kulit batang. Zat-zat ini akan mengkatalisis terjadinya

prakoagulasi. Lateks yang baru disadap juga mudah menggumpal

jika terkena sinar matahari yang terik karena kestabilan

koloidnya rusak oleh panas yang terjadi.

4. Pengangkutan

Pengangkutan yang terlambat atau pun jarak yang jauh

menyebabkan lateks baru tiba ditempat pengolahan pada siang

hari dan sempat terkena matahari sehingga mengganggu

kestabilan lateks. Jalan yang buruk atau angkutan yang

terguncang-guncang mengakibatkan lateks yang terangkut

terkocok-kocok secara kuat sehingga merusak kestabilan koloid.

5. Kotoran atau bahan bahan lain yang ikut tercampur

Lateks akan mengalami prakoagulasi bila dicampur dengan air

kotor, terutama air yang mengandung logam atau elektrolit.

Prakoagulasi juga sering terjadi karena tercampurnya kotoran

atau bahan lain yang mengandung kapur atau asam.

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah

terjadinya prakoagulasi antara lain sebagai berikut:

1) Menjaga kebersihan alat alat yang digunakan dalam

penyadapan, penampungan, maupun pengangkutan. Selama

pengangkutan dari kebun ke pabrik pengolahan, lateks

dijaga agar tidak mengalami banyak guncangan.

2) Mencegah pengenceran lateks dari kebun dengan air kotor,

misalnya air sungai, air saluran atau got.

3) Memulai penyadapan pada pagi hari sebelum matahari terbit

untuk membantuagar lateks dapat sampai ke pabrik atau

tempat pengolahan sebelum udaramenjadi panas. Apabila

langkah langkah pencegahan diatas sudah dilakukan tetapi

hasilnya belum seperti yang diinginkan, maka zat

antikoagulan dapat digunakan. Zat antikoagulan ada

beberapa macam, tetapi harus dipilih yang paling tepat.

Pilihan disesuaikan dengan kondisi lokasi, harga, dan

kadar bahaya zat tersebut dan yang terpenting adalah

kemampuan zat tersebut dalam mencegah prakoagulasi.

Dalam pemakaiannya zat antikoagulan biasa digabung untuk

menambah daya anti koagulasinya, bisa 2 macam menjadi satu

atau tiga macam campuran sekaligus. Berikut ini contoh

beberapa antikoagulan yang banyak dipakai di perusahaan atau

tempat tempat pengolahan karet diantaranya:

Soda atau natrium karbonat (Na2CO3)

Amonia (NH3)

Formaldehid

Natrium sulfit (Na2SO3) (Syamsulbahri, 1996).

E. Proses Pembuatan Lembaran Karet

Adapun tahapan dalam proses pembentukan lembaran karet,

yaitu sebagai berikut:

1. Penyadapan

Proses penyadapan ini dilakukan pada pagi hari

sekitar pukul 04.00 sampai pada pukul 08.00. Hasil

sadapan ini berupa lateks yang di tampung dalam sebuah

wadah besar.

2. Pengangkutan Lateks Segar

Pihak pabrik telah menyediakan beberapa truk untuk

mengangkut hasil penyadapan karet yang diambil dari kebun

karet yang jauh dari pabrik tersebut yang telah

dilengkapi dengan tangki besar untuk menampung lateks

segar yang ada pada kebun karet tersebut.

3. Penerimaan Lateks

Dipabrik karet telah disediakan tempat atau bak

penampungan untuk menampung semua hasil penyadapan yang

berbentuk lateks. Sebelum di masukan ke dalam bak

penampungan, lateks sebelumnya ditambahkan Amonia. Proses

penambahan ammonia tersebut ditambahkan untuk mencegah

terjadinya proses penggumpalan oleh latex itu sendiri.

Lateks yang sudah di tambahkan Amonia kemudian di

tuangkan ke bak penampungan untuk di saring terlebih

dahulu. Proses penyaringan ini di lakukan untuk menyaring

adanya bahan bahan campuran seperti plastik, daun-daun,

karet yang menggumpal dan masih banyak lagi kandungan

yang lainnya. Lateks hasil saringan ini kemudian di

tampung lagi dalam sebuah wadah atau bak yang berbentuk

sumur.

Pada wadah yang berbentuk sumur ini semua karet hasil

penyaringan ditampung untuk diaduk agar supaya busa dari

lateks tersebut dapat diambil dan dibuang. Pabrik

menyediakan tiga buah wadah berbentuk sumur untuk

menampung hasil dari lateks yang di kumpulkan dari kebun

karet.

4. Ketersediaan Air Bersih

Tersedianya air bersih adalah salah satu bagian

terpenting dari proses pengolahan lateks menjadi lembaran

karet. Ketersediaan air ini sangat berpengaruh terhadap

hasil yang di dapatkan. Pada proses pengolahan lateks,

air yang di perlukan harus mengalir setiap saat, karena

semuah kebersihan tempat pengolahan akan di bersihkan

dengan menggunakan air, sehingga karet tidak mudah

lengket pada wadah atau pada bak penampungan cairan

lateks.

Pihak pabrik menyediakan air bersih sesuai prosedur yang

ada. Air bersih ini selain digunakan untuk proses

pembersihan tempat pengolahan, air bersih ini juga

digunakan untuk merendam lateks yang ditampung dalam

wadah atau bak yang diberi sekat sekat, dan juga

digunakan untuk mengalirkan lateks yang telah digumpalkan

ketempat penggilingan.

5. Pengaliran Cairan Lateks

Pada pengolahan cairan lateks, cairan lateks yang

sudah disaring dan diberi amonia dialirkan melalui wadah

panjang terbuka, dengan lebar kurang lebih 20 cm. Cairan

lateks tersebut di alirkan dan kemudian di tampung dalam

40 wadah atau bak yang diberi 26 sekat yang telah di

bersikan sebelumnya.

Wadah atau bak pengaliran cairan lateks ini di beri

lubang setiap satu meter, untuk memudahkan menampung

cairan lateks tersebut pada wadah tempat untuk

menggumpalkan karet, dapat menggunakan potongan-potongan

pengalir cairan ini untuk menampungnya di wadah

berikutnya. Panjang dari potongan potongan tersebut

kurang lebih dua meter.

6. Proses Penggumpalan

Proses penggumpalan adalah proses untuk

menggumpalkan cairan lateks yang akan membentuk persegi

panjang dengan panjang kurang lebih 1 – 1,5 meter.

Sebelum digumpalkan, cairan lateks sebelumnya di alirkan

dan di tampung kedalam wadah atau bak yang memiliki

panjang 2 -2,5 meter dan lebar 1 – 1,5 yang kemudian di

beri 26 sekat untuk membentuk 26 lembaran gumpalan

lateks.

Lateks yang di tampung pada bak tersebut mempunyai ukuran

banyaknya cairan lateks yang akan di tampung pada wadah

tersebut. Wadah atau bak penampung tersebut memiliki

tinggi 75 cm, sedangkan setiap wadah hanya dapat di isi

kurang lebih 24 cm cairan lateks untuk di gumpalkan.

Setelah wadah atau bak tersebut di isi dengan ukuran

tersebut, maka 1 centi meternya di isi dengan asam semut.

Berarti semua cairan dalam wadah tersebut memiliki tinggi

25 cm yang berisi lateks dan asam semut itu sendiri,

kemudian cairan dalam wadah tersebut diaduk sebanyak

empat kali adukan secara bertahap.

Proses pengadukan ini bertujuan untuk mengambil busa

busa cairan lateks yang kemudian di buang pada tempat

pembuangan yang tersalur pada penampungan limbah.

Kemudian sekat sekat tesebut di pasang dengan antara

setiap sekatnya kurang lebih 20 cm.

Proses penambahan asam semut disini, bertujuan untuk

mempercepat penggumpalan lateks. Setelah proses

pemasangan sekat selesai, wadah tersebut di tutup dengan

menggunakan terpal untuk mencegah terjadinya oksidasi

oleh udara. Dengan menunggu sekitar satu jam, lateks

tersebut dengan sendirinya akan menggumpal. Kemudian

lateks yang telah menggumpal pada wadah tesebut di isi

air, dengan tujuan lateks tersebut tidak melekat pada

wadah tersebut sehingga mudah untuk di angkat dan di

keluarkan. Dengan menunggu sekitar satu jam, barulah

karet di angkat kemudian di alirkan dengan air pada

tempat penggilingan.

7. Proses Penggilingan

Proses penggilingan di lakukan setelah menunggu satu

jam gumpalan karet yang di diamkan pada pengaliran menuju

alat penggilingan. Setelah menunggu kurang lebih satu

jam, barulah gumpalan lateks tersebut di giling sehingga

membentuk lembaran lembaran karet dengan ketebalan pada

setiap lembaran karet tersebut setebal tiga centi

meter.Lembaran lembaran karet hasil penggilingan tersebut

kemudian di keringkan dahulu sebelum diangkut ke proses

pengasapan. Lembaran lateks yang di giling tersebut harus

berbentuk lembaran panjang dan di usahakan supaya tidak

terbentuk lembaran pendek. Lembaran karet tersebut tudak

membentuk lembaran rata, akan tetapi lembaran terbentuk

dengan lembaran berbintik bintik yang telah di buat pada

alat penggilingan. Proses pembuatan bintik bintik ini

supaya karet tidak mudah rusak oleh jamur dan pengaruh

lainya. Setelah kering, kemudian lembaran karet di angkut

ke ruang pengasapan.

8. Proses Pengasapan

Proses pengasapan adalah proses yang di lakukan

untuk merubah warna lembaran karet dari warna putih

menjadi warna cokelat. Pada proses pengasapan ini juga di

lakukan untuk mengeringkan lembaran karet. Proses

pengasapan di lakukan pada sebuah ruangan yang di sebut

kamar asap. Proses pengasapan di lakukan sebanyak lima

hari dengan bahan bakar yang di gunakan adalah kayu karet

2,5 sampai dengan 3 M3/ton setiap harinya.

Setiap harinya proses pengasapan di lakukan dengan kemar

asap yang mempunyai suhu yang berbeda beda. Suhu kamar

sesuai hari lembaran karet dalam kamar asap sebagai

berikut:

Hari pertama suhu yang digunakan adalah 40 derajat

celcius

Hari kedua suhu yang digunakan adalah 45 derajat

celcius

Hari ketiga suhu yang digunakan adalah 50 derajat

celcius

Hari keempat suhu yang digunakan adalah 55 derajat

celcius

Hari kelima atau hari terakhir suhu yang digunakan

adalah 60 derajat celcius

Setiap kamar asap, suhu tidak boleh kurang atau

lebih. Jika suhu kurang atau melebihi suhu yang di

tentukan, maka akan sangat berpengaruh pada hasil yang

didapatkan. Setelah lima hari berada di dalam kamar asap,

kemudian lembaran lembaran karet di angkut keruang

sortasi dengan warna lembaran karet yang sudah ditentukan

dan layak masuk kedalam ruang sortasi.

9. Sortasi

Sortasi adalah proses pengumpulan lembaran lembaran

karet sebelum pengepakan. Pada ruang sortasi ini lembaran

lembaran karet akan di pisahkan sesuai warna dari karet

yang di sebut Riber Smoked sheat dan di singkat dengan RSS.

Dalam proses sortasi, lembaran karet di bedakan dengan

empat RSS yaitu RSS 1, RSS 2, RSS 3, dan RSS 4. Setiap

RSS di bedakan dengan warna dari lembaran karet tersebut.

RSS 1,2,3, dan 4 mempunyai warna sama yaitu warna cokelat

tetapi ada perbedaan di setiap RSS seperti contoh RSS1

lebih cokelat di bandingkan RSS4 yang mempunyai warna

cokelat kehitaman, begitu juga pada RSS2 dan RSS3 dimana

keempatnya mempunyai warna mirip namun berbeda. Setelah

proses pembedaan di setiap RSSnya, di lakukan proses

selanjutnya yang dinamakan cutting atau proses

pengguntingan.

Proses cutting juga dilakukan di dalam ruang sortasi.

Proses cutting, dilakukan pemeriksaan terhadap karet karet

yang rusak. Kerusakan pada karet dapat di lihat dengan

adanya warna putih pada lembaran lembaran karet dengan

menggunakan lampu neon warana putih, kemudian lembaran

karet yang mempunyai warna bintik bintik putih di

dalamnya akan di gunting. Lembaran karet yang bersih dari

bintik bintik berwarna putih di simpan sesuai warna RSS

masing masing dan lembaran karet yang memiliki warna

bintik bintik putih di simpan untuk di daur ulang.

10. Pengepakan

Proses pengepakan dilakukan di dalam ruang sortasi.

Pengepakan di lakukan dengan melakukan penimbangan

terlebih dahulu. Untuk RSS yang utuh berat yang harus

ditimbang untuk pengepakan adalah 113/ball, sedangkan

untuk cutting 116/ball. Namun setiap pengepakan tidak

semuanya mempunyai berat seperti yang di tentukan di

atas. Berat dari pengepakan dapat di sesuaikan dengan

pesanan pemasok. Sebelum di lakukan pengepakan, lembaran

karet tersebut di pres terlebih dahulu dan kemudian

dilakukan pengepakan setelah itu lembaran karet tersebut

dibungkus yang dinamakan pembungkusan ball dan di beri

merk.

Diagram Alir

Penyadapan Pengangkutan Latex Segar

Penerimaan Latex Pembersihan

PenampunganPenggilinganPengasapanSortasi

Pengepakan

BAB III

KESIMPULAN

Sumber: Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia DepartemenPerindustrian

F. Daftar Pustaka

http://industrikaret.wordpress.com/category/industri-

karet/

http://sustainablemovement.wordpress.com/tag/karet/

Departemen Perindustrian, 2007. Gambaran Sekilas Industri Karet