Makalah Hukuman Mati di Indonesia

22
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah penyalahgunaan obat narkotika dan obat berbahaya (narkoba) telah menjadi permasalahan besar di Indonesia. Di Indonesia, narkoba menjadi salah satu permasalahan terbesar dalam membentuk generasi penerus bangsa. Hal ini selaras dengan pertambahan penggunaa maupun pengedar narkoba di Indonesia. Narkoba yang kian melalang buana mendasari sebuah dilemma di masyarakat. Narkoba seakan tak bisa lenyap dari sistem masyarakat di Indonesia dan mengharuskan adanya tindakan keras dalam menanggapi permasalahan ini. Berdasarkan Pasal 113 ayat (2) Undang Undang No. 35 Tahun 2009 ayat (2) yang mana berbunyi; Dalam hal perbuatan, memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud 1

Transcript of Makalah Hukuman Mati di Indonesia

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah penyalahgunaan obat narkotika dan obat

berbahaya (narkoba) telah menjadi permasalahan

besar di Indonesia. Di Indonesia, narkoba

menjadi salah satu permasalahan terbesar dalam

membentuk generasi penerus bangsa. Hal ini

selaras dengan pertambahan penggunaa maupun

pengedar narkoba di Indonesia.

Narkoba yang kian melalang buana mendasari

sebuah dilemma di masyarakat. Narkoba seakan tak

bisa lenyap dari sistem masyarakat di Indonesia

dan mengharuskan adanya tindakan keras dalam

menanggapi permasalahan ini.

Berdasarkan Pasal 113 ayat (2) Undang Undang No.

35 Tahun 2009 ayat (2) yang mana berbunyi;

‘Dalam hal perbuatan, memproduksi, mengimpor, mengekspor,

atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud

1

pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu)

kilogram atau melebihi (5) lima batang pohon atau dala bentuk

bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku

dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup,

atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling

lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).’

Dari dasar undang – undang tersebut, maka

hukuman mati menjadi salah satu hukuman bagi

tersangka tindak pidana narkotika di Indonesia.

Hal tersebut bertentangan dengan Undang Undang

Dasar 1945 yang mana terdapat pada Pasal 28 I

ayat (1) UUD 1945 menegaskan ; ‘Hak untuk hidup,

hak untuk disiksa, hak kemderdekaan pikiran dan hati nurani,

hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui

sebagai pribadi di hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut

atas dasar hokum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia

yang tidak dapat dikurang dalam keadaan apa pun.’

Inilah yang menjadi polemik permasalahan,

kontroversi hukuman mati bagi tindak pidana

narkotika dan Psikotropika.

2

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat

dikemukakan rumusan permasalahan sebagai

berikut;

1. Apa yang mendasari hukuman mati bagi tindak

pidana narkotika dan psikotropika ?

2. Mengapa hukuman mati bagi tindak pidana

narkotika dan psikotropika dipermasalahkan ?

3. Apakah hukuman mati melanggar hak asasi

manusia ?

C. Tujuan

Tujuan adanya makalah ini yaitu untuk mengkaji

lebih dalam permasalahan pengambilan hukuman

mati bagi tindak pidana narkotika.

BAB II

ISI

A. Pengertian

3

Definisi Narkoba dan Psikotropika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari

tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun

semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan

atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,

mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan

dapat menimbulkan ketergantungan. (Pasal 1 angka

1 UU No. 22. / Tahun 1997). Pengertian zat

adiktif adalah bahan yang penggunaannya dapat

menimbulkan ketergantungan psikis, (Pasal 1

angka 12 UU No. 23. Th. 1992). Selanjutnya

pengamanan penggunaan produksi dan peredarannya

diatur dalam Pasal 44 Undang – Undang tersebut.

Menurut Smith Kline dan French Clinical Staff

(1968) membuat definisi sebagai

berikut ;“Narcotics are drugs which produce insensibility or

stupor due to their depressant effect on the central nervous

system. Included in this definition are opium, opium derivates

(morphine, codein, heroin) and synthetic opiates (meperidine,

methodone)”.

4

Sedangkan definisi lainnya dari Biro Bea dan

Cukai Amerika Serikat dalam buku “Narcotic

Identification Manual” (1973) antara lain

mengatakan; Bahwa yang dimaksud dengan narkotika

ialah candu, ganja, cocaine, zat – zat, obat –

obat yang tergolong dalam Hallucinogen,

Depressant dan Stimulant.

Definisi Hukuman Mati

Hukuman mati atau Death Penalty adalah suatu

hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan

(atau tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman

terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat

perbuatannya.

Saat ini terdapat 68 negara yang masih

menerapkan praktik pidana mati, termasuk

Indonesia. Sedangkan negara yang menghapuskan

pidana mati untuk seluruh jenis kejahatan adalah

sebanyak 75 negara. Selain itu, terdapat 14

negara yang menghapuskan pidana mati untuk

kategori kejahatan de facto tidak menerapkan

pidana mati walaupun terdapat ketentuan mati.

5

Menurut keputusan MK No. 2-3 /PUU-V/2007

menyatakan di masa yang akan datang perumusan,

penerapan, maupun pelaksaan pidana mati

hendaklah memperhatikan empat hal penting.

Pertama, pidana mati bukan lagi merupakan pidana

pokok, melainkan sebagai pidana bersifat khusus

dan alternative. Kedua, pidana mati dapat

dijatuhkan dengan masa percobaan selama sepuluh

tahun apabila terpidana berkelakuan terpuji

dapat diubah dengan pidana penjara seumur hidup

atau selama 20 tahun. Ketiga, pidana mati tidak

dapat dijatuhkan terhadap anak – anak yang belum

dewasa. Keempat, eksekusi pidana mati terhadap

perempuan hamil dan seseorang yang sakit jika

ditangguhkan sampai perempuan hamil tersebut

melahirkan dan terpidana yang sakit jiwa sembuh.

B. Tindak Pidana Narkotika di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara dengan

kasus narkoba yang melalang buana. Hal ini

6

menjadikan Indonesia sebagai sasaran empuk

pengedar narkoba dalam menjalankan bisnisnya.

Berikut adalah data kasus pidana narkotika dan

obat – obatan terlarang di Indonesia pada tahun

2001 – 2005;

No. Kasus

TahunJumlah

Total

Rata –

Rata

Per

Tahun2001 2002 2003 2004 2005

1. Narkotika 1.907 2.040 3.929 3.874 8.171 19.921 3.984

2. Psikotropika 1.648 1.632 2.590 3.887 6.733 16.490 3.398

3. Bahan Adiktif 62 79 621 648 1.348 2.758 552

Jumlah 3.617 3.751 7.140 8.409 16.252 39.169 7.834

% Kenaikan - 3.7 90.3 17.8 93.3 205 51.3

Dari tabel di atas adalah setelah dikeluarkan UU

No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang mana

telah ada tindak pidana mati yang terdapat di

Pasal 82 ayat (1) huruf a yang mana berbunyi;

‘Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum: mengimpor,

mengekspor, menawarkan untuk menyerahkan, menerima,

menjadi perantara dalam jual beli, atau menukar Narkotika

golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara

7

seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh)

tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu milyar

rupiah).’ T telah terjadi lonjakan tajam sejak

diterapkannya UU No. 22 Tahun 1997 yang kemudian

direvisi di tahun 2009 dalam UU No. 35 Tahun

2009 tentang Narkotika yang bertujuan untuk

mengurangi dan membatasi peredaran bebas

narkotika di masyarakat.

C. Pelaksanaan Hukuman Mati di Indonesia

Indonesia adalah satu negara yang masih

menerapkan hukuman mati di dunia. Beberapa data

yang telah dihimpun yaitu menunjukkan jumlah

eksekusi hukuman mati di Indonesia yaitu

Terpidana Mati yang telah dieksekusi

No. Kasus Jumlah1. Narkotika dan Psikotropika 66 Kasus

2. Pembunuhan 33 Kasus3. Terorisme 12 KasusJumlah 111 Kasus

8

Jumlah orang yang divonis mati berdasarkan tahun

No

.Tahun Jumlah

1. 1998 5 Orang2. 2000 10 Orang3. 2001 17 Orang4. 2002 9 Orang5. 2003 12 Orang6. 2004 10 Orang7. 2005 9 Orang8. 2006 15 Orang9. 2007 10 Orang10

.

November 2008 8 Orang

Jumlah 105 Orang

Warga Negara Asing yang Divonis Mati

No. Negara Jumlah1. Nigeria 10 orang2. Australia 7 orang

9

3. Nepal 6 orang 4. China 5 oramh5. Malawi 2 orang6. Zimbabwe 2 orang7. Pakistan 2 orang8. Thailand 2 orang 9. Brazil 2 orang10. Belanda 2 orang 11. Angola 1 orang12. Malaysia 1 orang 13. Afrika Selatan 1 orang14. Siere Leone 1 orang15. Ghana 1 orang16. Senegal 1 orang17. India 1 orang18. Perancis 1 orang

Jumlah 48 Orang

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa

Indonesia menerapkan eksekusi mati terbanyak

pada tindak pidana narkotika dan psikotropika.

D. Kontroversi Hukuman Mati

10

Hukuman mati menjadi salah satu ganjaran atau

hukuman yang telah diterapkan di Indonesia. Hal

ini menimbulkan perdebatan di masyarakat, adanya

pro untuk tetap menerapkan hukuman mati dan juga

kontra terhadap hukuman mati.

Dalam konteks Indonesia, perdebatan hukuman mati

memiliki makna tersendiri mengingat posisi

Indonesia sebagai negara demokrasi muslim

terbesar di dunia. Dalam hal ini, hukum sebagai

bentuk norma masyarakat serta hukuman dalam arti

keputusan hukum. Von Savigny mengatakan bahwa

hukum adalah bagian dari budaya masyarakat,

tidak lahir dari suatu tindakan bebas (arbitrary act

of legislator), tetapi dibangun dan dapat ditemukan

di jiwa masyarakat. Hukum berasal dari kebiasaan

dan selanjutnya dibuat melalui suatu aktivitas

hukum (juristic activity) yang merupakan produk dari

kesadaran sejarah masyarakatnya.

Kesadaran sejarah senantiasa berkembang dengan

perubahan sosial dan munculnya pemikiran –

pemikiran baru. Hal itu juga dilakukan dengan

11

perubahan norma hukum. Oleh karena itu,

kesadaran sejarah masyarakat Indonesia belum

menerima adanya penghapusan pidana mati. Pidana

mati masih dipahami sebagai sesuatu secara hukum

maupun moral. Kalaupun pidana mati melanggar hak

hidup, pelanggaran tersebut dibenarkan sebagai

hukuman atau tindak pidana tertentu. (Prof. Dr. Jimly

Asshiddiqie, S.H.)

Dasar dilakukannya hukuman mati bagi tindak

pidana narkotika dan psikotropika adalah pada UU

No. 35 Tahun 2009. Pasal 113 ayat (2) berbunyi ;

‘Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor,

atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu)

kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam

bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku

dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup,

atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling

lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).’

12

Pasal 118 ayat (2) berbunyi; ‘Dalam hal perbuatan

memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan

Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

beratnya melebih 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana

mati, pidahan penjara seumur hidup, atau pidana penjara

paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)

tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).’

13

Dalam hal ini ada 3 golongan yang terlampir

dalam UU No. 35 Tahun 2009 yaitu sebagai

berikut;

Narkotika golongan I adalah narkotika yang

hanya dapat digunakan untuk tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak

digunakan daam terapi serta mempunyai potensi

sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Narkotika Golongan II adalah narkotika yang

berkhasiat pengobatan digunakan sebagai

pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam

terapi dan / atau untuk tujuan pengembangan

ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi

tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Narkotika Golongan III adalah narkotika yang

berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan

dalam terapi dan / atau tujuan pengembangan

ilmu pengetauan serta mempunyai potensi ringan

mengakibatkan ketergantungan (Penjelasan Pasal

2 UU No. 22 / Th. 1997)

14

Dalam kedua Pasal tersebut dengan jelaskan

tertera tentang Pidana Mati yang mana hingga saat

ini masih diperdebatkan tentang pro dan kontra

dengan hak asasi manusia yang dilanggar atau

tidak. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945

Pasal 28 I ayat (2) tentang hak untuk hidup yang

merupakan non-derogable rights atau hak yang tidak

bisa diganggu gugat dan pembatasannya dalam

Pasal 28 J ayat (2).

Hal ini secara eksplisit timbullah permasalahan

dalam UU ini untuk dasar tindak pidana mati. Di

mana berdasarkan UU No. 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi Pasal 10 ayat (1) huruf (a)

mengatakan; ‘Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili

pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat

final untuk; menguji undang – undang terhadap Undang Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,…’

Ada sejumlah alasan kontra dalam hukuman mati

yaitu;

Adanya ketentuan umum dalam traktat –

traktat hak asasi manusia (human rights

15

treaties) bahwa dalam keadaan darurat negara

dapat mengurangi kewajibannya (untuk

memajukan atau melindungi hak asasi) yang

diatur berdasarkan traktat – traktat

tersebut. Namun, hal ini tidk dapat

diterapkan pada semua jenis hak asasi. Ada

sejumlah hak asasi yang sangat penting yang

tidak diizinkan dilakukan pengurangan

kewajiban dalam keadaan darurat sekalipun.

Hak tersebut dikenal dengan istilah non-

derogable rights.

Hak – hak asasi yang digolongkan sebagai

non-derogable rights menurut Pasal 4 ayat

(2) ICCPR sangat mirip dengan hak asasi

manusia yang diatur dalam Pasal 28 I ayat

(1) UUD 1945 yaitu; hak untuk hidup, hak untuk

tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,

hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk

diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, hak untuk tidak

dituntut atas dasar hukum yang berlaku.

Pemerintah yang walaupun mengetahui tentang

kelemahan sistem hukum pidana dan

16

irreversibilitas dari hukuman mati, namun

tidak mengambil tindakan untuk menghapus

hukuman mati (dan misalnya menggantikkannya

dengan hukuman seumur hidup) dapat dianggap

melanggar Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945 yang

menyatakan: ‘perlindungan, pemajuan, penegakan,

dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung

jawab negara, terutama pemerintah.’

Menurut Prof. Jeffrey Fagan (Guru besar

bidang hukum dan kesehatan masyarakat di

Universitas Columbia, Amerika Serikat)

yaitu tingkat kesalahan dalam hukuman mati

sedemikian tingginya- antara 41 persen

hingga 68 persen – hingga tidak dapat

diterima dan keadaan ini meningkatkan

resiko eksekusi orang yang bersalah, tidak

terdapat bukti di manapun bahwa hukuman

mati itu menjerakan peredaran narkoba

ataupun kejahatan narkoba lainnya dan beban

biaya keuangan dari hukuman mati sangatlah

tinggi.

Ada sejumlah alasan pro dalam hukuman mati yaitu;

17

Narkotika, Korupsi dan Teroris masuk ke

dalam kategori kejahatan luar biasa yang

perlu diambil langkah hukum eksra luar

biasa. Karena keadaan negara Indonesia yang

menerapkan urgensi penting pada kasus

Narkoba untuk generasi bangsa.

Kejahatan narkoba merupakan kejahatan luar

biasa yang menistakan perikemanusiaan

Kejahatan narkoba merupakan kejahatan

kemanusiaan yang merengut hak hidup tidak

hanya satu orang, melainkan banyak manusia.

Narkoba meruapakan bentuk perampasan hak

asasi untuk mendapatkan kehidupan normal.

Karena efek dari penggunaan narkoba akan

tetap ada walaupun telah direhabilitasi dan

tak dapat sembuh 100% sehingga berdampak

pada kehidupan selanjutnya bagi pengguna.

Dari catatan amnesty internasional dan PBB

melakukan survey efek jera dari hukuman

mati dampaknya lebih buruk daripada hukuman

seumur hidup.

18

Pemerintah dan BNN mengemukakan bahwa

pidana mati memiliki daya tangkal terhadap

pelaku kejahatan dan sangat dibutuhkan

untuk menegah semakin merajalelanya

kejahatan narkoba, yang telah membawa

korban yang besar jumlahnya, serta

membahanyakan masa depan bangsa.

19

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hukuman mati bagi tindak pidana narkoba

memiliki kontroversional Pro dan Kontranya. Di

mana dari kedua sisi mereka mengunggulkan

kedua alasan mereka.

Dalam pihak Pro, narkoba dianggap sebagai

suatu permasalahan hak asasi manusia yang mana

merengut banyak jiwa manusia dan merusak

generasi penerus bangsa sehingga memerlukan

sebuah tindakan tegas untuk memberantas

kejahatan narkoba.

Dalam pihak kontra, hukuman mati akan

melanggar hak asasi manusia untuk hidup di

mana pemerintah tidak dapat menganggu gugat

non-derogable rights yang telah ada pada DUHAM

dan bahkan UUD 1945.

B. Saran

20

Hukuman mati akan tetap menjadi pro dan kontra

selama masih ada perbedaan – perbedaan

pendapat. Kita tidak dapat memilih salah satu

mana yang baik sehingga dalam menentukan

apakah seseorang layak dihukum mati harus

mempertimbangkan segala aspek yang harus

dilihat baik bagi terdakwa maupun pihak

keadilannya sendiri.

21

DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Todung Mulya, Alexander

Lay.2009.Kontroversi Hukuman Mati.Jakarta:

Kompas

Sasangka, Hari.2003.Narkotika dan Psikotropika

dalam Hukum Pidana untuk Mahasiswa dan

Praktisi serta Penyuluhan Masalah

Narkoba.Bandung:Penerbit Mandar Maju

setkab.go.id/pro-kontra-hukuman-mati-bagi-

pelaku-kejahatan-narkoba/

m.hukumonline.com/berita/baca/

It548e9fcb51d1d/penerapan-hukuman-mati-

dinilai-tidak-melanggar-konstitusi

22