MAKALAH JOGJA

258
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta KATA PENGANTAR Pertama dan yang paling utama penyusun panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas rahmat dan ridho-Nya lah penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Penyusun mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak, atas kerja samanya, hingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Semoga Yang Maha Kuasa memberikan ganjaran yang setimpal. Amiin. Makalah ini berjudul “SEJARAH BUDAYA DAN PARIWISATA YOGYAKARTA” ditujukan untuk memenuhi tugas ..... SMA Negeri 15 Bandung. Menilik dari pepatah tiada gading yang tak retak, maka sesungguhnya kekurangan dari makalah ini adalah suatu kealfaan yang tidak disengaja. Oleh karena itu, penyusun amat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca sekalian. Akhir kata, semoga makalah ini dapat menambah wawasan pengetahuan dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun khususnya, dan umumnya bagi pembaca sekalian. Bandung, Juni 2010 Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Transcript of MAKALAH JOGJA

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

KATA PENGANTAR

Pertama dan yang paling utama penyusun panjatkan puji

syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas

rahmat dan ridho-Nya lah penyusun dapat menyelesaikan makalah

ini.

Penyusun mengucapkan terima kasih banyak kepada semua

pihak, atas kerja samanya, hingga makalah ini dapat

terselesaikan tepat pada waktunya. Semoga Yang Maha Kuasa

memberikan ganjaran yang setimpal. Amiin.

Makalah ini berjudul “SEJARAH BUDAYA DAN PARIWISATA

YOGYAKARTA” ditujukan untuk memenuhi tugas ..... SMA Negeri 15

Bandung.

Menilik dari pepatah tiada gading yang tak retak, maka

sesungguhnya kekurangan dari makalah ini adalah suatu kealfaan

yang tidak disengaja. Oleh karena itu, penyusun amat

mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca

sekalian.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat menambah wawasan

pengetahuan dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat

bagi penyusun khususnya, dan umumnya bagi pembaca sekalian.

Bandung, Juni

2010

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Penyusun

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................i

DAFTAR ISI........................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................1

1.1 LATAR BELAKANG..............................................1

1.2 RUMUSAN MASALAH.............................................1

1.3 TUJUAN PENULISAN............................................1

1.4 METODE PENULISAN............................................1

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN.......................................1

BAB II SEJARAH BUDAYA DAN PARIWISATA YOGYAKARTA....................2

2.1. SELAYANG PANDANG YOGYAKARTA.................................2

2.2. WISATA CANDI...............................................11

2.3. WISATA ARSITEKTUR..........................................30

2.4. WISATA PANTAI..............................................36

2.5. WISATA SEJARAH.............................................62

2.6. WISATA BELANJA.............................................76

2.7. WISATA ALAM................................................85

2.8. WISATA ZIARAH..............................................94

2.9. WISATA OLAHRAGA & PETUALANGAN.............................104

2.10................................................WISATA KULINER115

2.11..............................................MUSEUM & MONUMEN120

2.12...............................................KAWASAN MENARIK139

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

2.13............................................TAMAN & ARGOWISATA152

2.14.....................................PERTUNJUKAN SENI & BUDAYA157

2.15.................................................KURSUS SEHARI163

2.16.....................................................LAIN-LAIN168

BAB III GUNUNG MERAPI............................................179

BAB IV PENUTUP...................................................179

KESIMPULAN.....................................................179

DAFTAR PUSTAKA...................................................180

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.3 TUJUAN PENULISAN

1.4 METODE PENULISANDalam menyusun makalah ini, penulis membutuhkan bahan dan referensi,

oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan tersebut penulis berupaya

mencari dari buku-buku sumber ataupun pustaka yang mengacu pada kajian

yang penulis buat. Untuk melengkapi kajian makalah ini, penulis mencoba

mencari dari web site dan internet, berkenaan dengan tema ini. Dengan

terbatasnya waktu dan pengetahuan yang dimiliki tim penulis, akhirnya

tim penulis berupaya mengembangkan bahan yang ada.

1.5 SISTEMATIKA PENULISANDalam penulisan makalah ini, tim penulis telah menyusun makalah ini

menjadi:

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

Memuat tentang latar belakang pembuatan makalah, tujuan penulisan,

metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II SEJARAH BUDAYA DAN PARIWISATA YOGYAKARTA

Memuat tentang sejarah Yogyakarta, tempat-tempat wisata Yogyakarta,

Museum, Taman, Pertunjukan Seni dan Budaya dan lain-lain.

BAB III GUNUNG MERAPI

Memuat tentang kandungan unsur-unsur kimia Gunung Merapi.

BAB IV PENUTUP

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Memuat tentang kesimpulan dari uraian yang telah dibahas yang

terungkap dari pemikiran penulis.

DAFTAR PUSTAKA

BAB II SEJARAH BUDAYA DAN PARIWISATA YOGYAKARTA

2.1. SELAYANG PANDANG YOGYAKARTAA. Peta Yogyakarta

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

B. Sejarah

Daerah Istimewa Yogyakarta (atau Jogja, Yogya, Yogyakarta, Jogjakarta)

dan seringkali disingkat DIY adalah sebuah provinsi di Indonesiayang

terletak di bagian selatan Pulau Jawa dan berbatasan dengan

Provinsi Jawa Tengah di sebelah utara. Secara geografis Yogyakarta

terletak di pulau Jawa bagian Tengah. Daerah tersebut terkena bencana

gempa pada tanggal 27 Mei 2006 yang mengakibatkan 1,2 juta orang tidak

memiliki rumah.

Provinsi DI. Yogyakarta memiliki lembaga pengawasan pelayanan umum

bernama Ombudsman Daerah Yogyakarta yang dibentuk dengan Keputusan

Gubernur DIY. Sri Sultan HB X pada tahun 2004.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah provinsi yang berdasarkan

wilayah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman.

Selain itu ditambahkan pula mantan-mantan wilayah Kasunanan Surakarta

Hadiningrat dan Praja Mangkunagaran yang sebelumnya merupakan enklave di

Yogyakarta.

Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dirunut asal mulanya dari

tahun 1945, bahkan sebelum itu. Beberapa minggu setelah Proklamasi 17

Agustus 1945, atas desakan rakyat dan setelah melihat kondisi yang

ada, Hamengkubuwono IX mengeluarkan dekrit kerajaan yang dikenal

dengan Amanat 5 September 1945  . Isi dekrit tersebut adalah integrasi

monarki Yogyakarta ke dalam Republik Indonesia. Dekrit dengan isi yang

serupa juga dikeluarkan oleh Paku Alam VIII pada hari yang sama. Dekrit

integrasi dengan Republik Indonesia semacam itu sebenarnya juga dikeluarkan

oleh berbagai monarki di Nusantara, walau tidak sedikit monarki yang

menunggu ditegakkannya pemerintahan Nederland Indische setelah kekalahan

Jepang.

Pada saat itu kekuasaan Kasultanan Yogyakarta meliputi:

1. Kabupaten Kota Yogyakarta dengan bupatinya KRT Hardjodiningrat,

2. Kabupaten Sleman dengan bupatinya KRT Pringgodiningrat,

3. Kabupaten Bantul dengan bupatinya KRT Joyodiningrat,

4. Kabupaten Gunungkidul dengan bupatinya KRT Suryodiningrat,

5. Kabupaten Kulonprogo dengan bupatinya KRT Secodiningrat.

Sedangkan kekuasaan Praja Paku Alaman meliputi:

1. Kabupaten Kota Paku Alaman dengan bupatinya KRT Brotodiningrat,

2. Kabupaten Adikarto dengan bupatinya KRT Suryaningprang.

Dengan memanfaatkan momentum terbentuknya Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia

Daerah Yogyakarta pada 29 Oktober 1945 dengan ketua Moch Saleh dan wakil

ketua S. Joyodiningrat danKi Bagus Hadikusumo, maka sehari sesudahnya,

semufakat dengan Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta, Hamengkubuwono

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

IX dan Paku Alam VIII mengeluarkan dekrit kerajaan bersama (dikenal

dengan Amanat 30 Oktober 1945  ) yang isinya menyerahkan kekuasaan

Legeslatif pada Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta. Mulai saat itu pula kedua

penguasa kerajaan di Jawa bagian selatan mengeluarkan dekrit bersama dan

memulai persatuan dua kerajaan.

Semenjak saat itu dekrit kerajaan tidak hanya ditandatangani kedua penguasa

monarki melainkan juga oleh ketua Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta

sebagai simbol persetujuan rakyat. Perkembangan monarki persatuan mengalami

pasang dan surut. Pada 18 Mei 1946, secara resmi nama Daerah Istimewa

Yogyakarta mulai digunakan dalam urusan pemerintahan menegaskan persatuan

dua daerah kerajaan untuk menjadi sebuah daerah istimewa dari Negara

Indonesia. Penggunaan nama tersebut ada di dalam Maklumat No 18 tentang

Dewan-Dewan Perwakilan Rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta (lihat Maklumat

Yogyakarta Nomor 18 Tahun 1946  ). Pemerintahan monarki persatuan tetap

berlangsung sampai dikeluarkannya UU No 3 Tahun 1950 tentang pembentukan

Daerah Istimewa Yogyakarta yang mengukuhkan daerah Kesultanan Yogyakarta dan

daerah Paku Alaman adalah bagian integral Negara Indonesia.

"(1) Daerah yang meliputi daerah Kesultanan Yogyakarta dan daerah Paku Alaman ditetapkan

menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta. (2) Daerah Istimewa Yogyakarta adalah setingkat dengan

Provinsi."(Pasal 1 UU No 3 Tahun 1950)

C. Etimologi

Wilayah yang kemudian menjadi keraton dan ibukota Yogyakarta telah

lama dikenal sebelum Sultan Hamengkubuwono 1 memilih tempat itu

sebagai pusat pemerintahannya. Wilayah itu dikenal dalam karya sejarah

tradisional (Babad) maupun dalam leluri dari mulut ke mulut. Babad

Giyanti mengisahkan bahwa Sunan Amengkurat telah mendirikan dalem yang

bernama Gerjiwati di wilayah itu. Kemudian oleh Paku Buwana II

dinamakan Ayogya

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

D. Pemerintahan

Umum

Dasar filosofi pembangunan daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah

Hamemayu Hayuning Bawana, sebagai cita-cita luhur untuk menyempurnakan tata

nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta berdasarkan nilai budaya daerah yang

perlu dilestarikan dan dikembangkan. Dasar filosofi yang lain adalah

Hamangku-Hamengku-Hamengkoni, Tahta Untuk Rakyat, dan Tahta untuk

Kesejahteraan Sosial-kultural.

Provinsi

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta secara legal formal dibentuk

dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950   (Berita Negara Tahun 1950 Nomor

3) dan UU Nomor 19 Tahun 1950   (Berita Negara Tahun 1950 Nomor 48) yang

diberlakukan mulai 15 Agustus 1950 dengan PP Nomor 31 Tahun 1950   (Berita

Negara Tahun 1950 Nomor 58).

UU Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta

mempunyai isi yang sangat singkat dengan 7 pasal dan sebuah lampiran daftar

kewenangan otonomi. UU tersebut hanya mengatur wilayah dan ibu kota, jumlah

anggota DPRD, macam kewenangan Pemerintah Daerah Istimewa, serta aturan-

aturan yang sifatnya adalah peralihan.

UU Nomor 19 Tahun 1950 sendiri adalah revisi dari UU Nomor 3 Tahun 1950 yang

berisi penambahan kewenangan bagi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Status Yogyakarta pada saat pembentukan adalah Daerah Istimewa setingkat

Provinsi. Baru pada 1965 Yogyakarta dijadikan Provinsi seperti provinsi lain

di Indonesia.

Kabupaten/Kota

Pembentukan

Pembagian Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi kabupaten -kabupaten

dan kota yang berotonomi dan diatur dengan UU Nomor 15 Tahun 1950   (Berita

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Negara Tahun 1950 Nomor 44) dan UU Nomor 16 Tahun 1950   (Berita Negara

Tahun 1950 Nomor 45). Kedua undang-undang tersebut diberlakukan dengan PP

Nomor 32 Tahun 1950   ( Berita Negara Tahun 1950 Nomor 59) yang mengatur

Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi kabupaten-kabupaten:

1. Bantul beribukota di Bantul

2. Sleman beribukota di Beran

3. Gunungkidul beribukota di Wonosari

4. Kulon Progo beribukota di Sentolo

5. Adikarto beribukota di Wates

6. Kota Besar Yogyakarta

Sebelum (1945)

Dengan alasan efisiensi, pada tahun 1951, kabupaten Adikarto yang beribukota

di Wates digabung dengan kabupaten Kulon Progo yang beribukota di Sentolo

menjadi Kabupaten Kulon Progo dengan ibu kota Wates. Penggabungan kedua

daerah ini berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 1951   (Lembaran Negara Tahun 1951

Nomor 101). Semua UU mengenai pembentukan DIY dan Kabupaten dan Kota di

dalam lingkungannya, dibentuk berdasarkan UU Pokok tentang Pemerintah Daerah

(UU No 22 Tahun 1948).

Selanjutnya, demi kelancaran tata pemerintahan, sesuai dengan mosi Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6/1952 tertanggal 24

September 1952, daerah-daerah enclave Imogiri (milik Kasunanan), Kota

Gede (juga milik Kasunanan),

dan Ngawen (milik Mangkunagaran) dilepaskan dari Provinsi Jawa Tengah dan

kabupaten-kabupaten yang bersangkutan kemudian dimasukkan ke dalam wilayahSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Daerah Istimewa Yogyakarta dan kabupaten-kabupaten yang wilayahnya

melingkari daerah-daerah enclave tersebut.

Sesudah (2007)

Penyatuan enclave-enclave ini berdasarkan UU Darurat Nomor 5 Tahun 1957   

(Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 5) yang kemudian disetujui oleh DPR

menjadiUU Nomor 14 Tahun 1958   (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 33,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 1562).

Daftar Kabupaten/Kota

No

.Kabupaten/Kota

Ibu

kota

1 Kabupaten Bantul Bantul

2Kabupaten Gunung

Kidul

Wonosa

ri

3Kabupaten Kulon

ProgoWates

4 Kabupaten Sleman Sleman

5 Kota Yogyakarta -

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Daftar gubernur

No

.Foto Nama Dari

Samp

aiKeterangan

1.

ISKS

Hamengkubuwono

IX

1945/1950 1988

Masa jabatan seumur hidup,

pegawai negara dengan NIP

010000001.

2.KGPAA Paku Alam

VIII1988 1998

Wakil Gubernur,

melaksanakan tugas Gubernur

dalam jabatan Penjabat

Gubernur,

Masa jabatan seumur hidup,

pegawai negara NIP

010064150.

3.

ISKS

Hamengkubuwono

X

3

Oktober 1

998

2003 Masa jabatan pertama.

4.

ISKS

Hamengkubuwono

X

2003 2008 Masa jabatan kedua.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

5.

ISKS

Hamengkubuwono

X

2008 2011Perpanjangan masa jabatan

kedua.

E. Perekonomian

Sebagian besar perekonomian di Yogyakarta disokong oleh hasil cocok

tanam, berdagang, kerajinan (kerajinan perak, kerajinan wayang kulit,

dan kerajinan anyaman), dan wisata. Namun ada juga sebagian warga yang

hidup dari ekspansi dunia pendidikan seperti rumah kost buat

mahasiswa. Merupakan pemandangan yang biasa ketika anda sampai di

Stasiun Yogyakarta atau di halte khusus tempat perhentian bus-bus

pariwisata, anda akan disambut oleh banyak tukang becak. Mereka akan

mengantarkan anda ke tempat tujuan mana saja yang layak untuk anda

nikmati seperti toko baju, toko bakpia, mal, atau sekadar membeli

cinderamata. Anda pun akan heran setelah tukang becak itu mengajak

anda berkeliling kota seharian, mereka hanya akan meminta bayaran yang

rendah. Mengapa bisa demikian? Ternyata mereka juga sudah mendapat

bagian dari mengantarkan anda ke toko-toko tadi.

F. Transportasi

Transportasi yang ada di Yogyakarta terdiri dari transportasi darat

(bus umum, taksi, kereta api, andhong (kereta berkuda), dan becak) dan

udara (pesawat terbang)Bandar Udara Adi Sutjipto. Pada awal Maret

2008, pemerintah DIY telah mengoperasikan bis TransJogja sebagai usaha

untuk membuat transportasi di kota ini nyaman, murah dan andal.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Jalan-jalan di Yogyakarta kini sudah lebih rapi dan bersih

dibandingkan tahun-tahun terdahulu karena komitmen pemerintah daerah

Yogyakarta untuk menjadikan Yogyakarta sebagai kota pariwisata

(terbukti dengan dibuatnya TV raksasa di salah satu jalan raya

Yogyakarta untuk berpromosi dan papan stasiun kereta api). Walaupun

demikian, jalan-jalan di Yogyakarta juga tergolong sering mengalami

kemacetan

G. Pendidikan

Kota Yogyakarta selain dijuluki sebagai Kota Gudeg, juga dijuluki Kota

Pelajar. Di kota ini terdapat universitas negeri tertua di

Indonesia, Universitas Gadjah Mada(UGM) dan juga berbagai universitas

swasta terkenal lainnya seperti UPN "Veteran", AMIKOM, STMIK

AKAKOM,Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan (STTKD),STIE YKPN, STIE

SBI, Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa "APMD", Universitas

Kristen Duta Wacana (UKDW), Universitas Islam Indonesia(UII) yang

merupakan universitas swasta tertua di Indonesia, Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Sanata Dharma (USD),

[Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY)],Univrsitas PGRI yogyakarta

(UPY), Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY), Universitas PGRI

Yogyakarta (UPY), dan lain sebagainya, selain Institut Seni Indonesia

Yogyakarta (ISI Yogyakarta) dan Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga (UIN Sunan Kalijaga)dan Universitas Negeri Yogyakarta(UNY)

dan Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Dan beberapa program kejuruan yang

menawarkan jenjang D3 sepereti POLISENI, POLTEKES, dll. Bisa dikatakan

bahwa di kota ini sebagian besar penduduknya relatif memiliki

pendidikan sampai tingkat SMU.[rujukan?]

Yogyakarta International School (YIS) adalah satu satunya sekolah

internasional yang ada di Yogyakarta.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Akademi Angkatan Udara (AAU) adalah sekolah pendidikan TNI Angkatan

Udara di Bandar Udara Adi Sutjipto Yogyakarta, Indonesia. SMK

Penerbangan dan STTA (Sekolah Tinggi Teknologi Adisucipto) berada di

Yogyakarta pula. LPLP Tutuko adalah lembaga

pendidikan aviasi dan maintenance penerbangan (mekanik)

di Surakarta (Jl. Merapi, Surakarta) dan Yogyakarta (Jl. Sorosutan,

Yogyakarta).

Berbagai

pendidikan kesehatan seperti akademi keperawatan dan akademi kebidanan

.

Pendidikan kursus dan pelatihan untuk instansi, organisasi, perorangan

(privat) dan umum

H. Budaya

Yogyakarta masih sangat kental dengan budaya Jawanya. Seni dan budaya

merupakan bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat

Yogyakarta. Sejak masih kanak-kanak sampai dewasa, masyarakat

Yogyakarta akan sangat sering menyaksikan dan bahkan, mengikuti

berbagai acara kesenian dan budaya di kota ini. Bagi masyarakat

Yogyakarta, di mana setiap tahapan kehidupan mempunyai arti

tersendiri, tradisi adalah sebuah hal yang penting dan masih

dilaksanakan sampai saat ini. Tradisi juga pasti tidak lepas dari

kesenian yang disajikan dalam upacara-upacara tradisi tersebut.

Kesenian yang dimiliki masyarakat Yogyakarta sangatlah beragam. Dan

kesenian-kesenian yang beraneka ragam tersebut terangkai indah dalam

sebuah upacara adat. Sehingga bagi masyarakat Yogyakarta, seni dan

budaya benar-benar menjadi suatu bagian tak terpisahkan dari kehidupan

mereka. Kesenian khas di Yogyakarta antara lain adalah kethoprak,

jathilan, dan wayang kulit.yogyakarta juga dikenal dengan perak dan

gaya yang unik membuat batik kain dicelup. ia juga dikenal karena seni

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

kontemporer hidup. Memberikan nama kepada anak masih merupakan hal

pentingNama2 anak jawa. Yogyakarta juga dikenal dengan gamelan musik,

termasuk gaya yang unik gamelan yogyakarta

I. Tempat Wisata Menarik

Objek wisata yang menarik di Yogyakarta: Malioboro, Kebun Binatang

Gembiraloka, Istana Air Taman Sari, Monumen Jogja Kembali, Museum

Keraton Yogyakarta, Museum Sonobudoyo, Lereng Merapi,Kaliurang, Pantai

Parangtritis, Pantai Baron, Pantai Samas, Goa Selarong, Candi

Prambanan, Candi Kalasan, dan Kraton Ratu Boko. Sekitar 40 km dari

barat laut Yogyakarta terdapat Candi Borobudur, yang ditetapkan pada

tahun 1991 sebagai Warisan Dunia UNESCO. Yogyakarta terkenal dengan

makanan yang enak, murah, bergizi sekaligus membuat kangen orang-orang

yang pernah singgah atau berdomisili di kota ini.

Ada angkringan dengan menu khas mahasiswa, ada bakmi godhog di Pojok

Beteng, sate kelinci di Kaliurang plus jadah Mbah Carik, sate

karang Kotagedhe, sego abang Njirak Gunung Kidul dan masih banyak

tempat wisata kuliner yang lain.

Di wilayah selatan kota Yogyakarta, tepatnya di daerah Wonokromo,

terdapat Sate Klathak

2.2. WISATA CANDIA. Candi Borobudur

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Borobudur adalah candi Budha terbesar di abad

ke-9 yang berukuran 123 x 123 meter. Candi Borobudur selesai dibangun

berabad-abad sebelum Angkor Wat di Kamboja.

Siapa tak kenal Candi Borobudur? Candi Budha ini memiliki 1460 relief

dan 504 stupa Budha di kompleksnya. Jutaan orang mendamba untuk

mengunjungi bangunan yang termasuk dalam World Wonder Heritages ini. Tak

mengherankan, sebab secara arsitektural maupun fungsinya sebagai tempat

ibadah, Borobudur memang memikat hati.

Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan

Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Berdasarkan prasasti

Kayumwungan, seorang Indonesia bernama Hudaya Kandahjaya mengungkapkan

bahwa Borobudur adalah sebuah tempat ibadah yang selesai dibangun 26

Mei 824, hampir seratus tahun sejak masa awal dibangun. Nama Borobudur

sendiri menurut beberapa orang berarti sebuah gunung yang berteras-

teras (budhara), sementara beberapa yang lain mengatakan Borobudur

berarti biara yang terletak di tempat tinggi.

Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat.

Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah direnovasi

karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan. Enam tingkat

paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkat di atasnya

berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang berupa stupa Budha

yang menghadap ke arah barat. Setiap tingkatan melambangkan tahapan

kehidupan manusia. Sesuai mahzab Budha Mahayana, setiap orang yang

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

ingin mencapai tingkat sebagai Budha mesti melalui setiap tingkatan

kehidupan tersebut.

Bagian dasar Borobudur, disebut Kamadhatu, melambangkan manusia yang

masih terikat nafsu. Empat tingkat di atasnya disebut Rupadhatu

melambangkan manusia yang telah dapat membebaskan diri dari nafsu namun

masih terikat rupa dan bentuk. Pada tingkat tersebut, patung Budha

diletakkan terbuka. Sementara, tiga tingkat di atasnya dimana Budha

diletakkan di dalam stupa yang berlubang-lubang disebut Arupadhatu,

melambangkan manusia yang telah terbebas dari nafsu, rupa, dan bentuk.

Bagian paling atas yang disebut Arupa melambangkan nirwana, tempat Budha

bersemayam.

Setiap tingkatan memiliki relief-relief indah yang menunjukkan betapa

mahir pembuatnya. Relief itu akan terbaca secara runtut bila anda

berjalan searah jarum jam (arah kiri dari pintu masuk candi). Pada

reliefnya Borobudur bercerita tentang suatu kisah yang sangat

melegenda, yaitu Ramayana. Selain itu, terdapat pula relief yang

menggambarkan kondisi masyarakat saat itu. Misalnya, relief tentang

aktivitas petani yang mencerminkan tentang kemajuan sistem pertanian

saat itu dan relief kapal layar merupakan representasi dari kemajuan

pelayaran yang waktu itu berpusat di Bergotta (Semarang).

Keseluruhan relief yang ada di candi Borobudur mencerminkan ajaran sang

Budha. Karenanya, candi ini dapat dijadikan media edukasi bagi orang-

orang yang ingin mempelajari ajaran Budha. YogYES mengajak anda untuk

mengelilingi setiap lorong-lorong sempit di Borobudur agar dapat

mengerti filosofi agama Budha. Atisha, seorang budhis asal India pada

abad ke 10, pernah berkunjung ke candi yang dibangun 3 abad sebelum

Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini.

Berkat mengunjungi Borobudur dan berbekal naskah ajaran Budha dari

Serlingpa (salah satu raja Kerajaan Sriwijaya), Atisha mampu

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

mengembangkan ajaran Budha. Ia menjadi kepala biara Vikramasila dan

mengajari orang Tibet tentang cara mempraktekkan Dharma. Enam naskah

dari Serlingpa pun diringkas menjadi sebuah inti ajaran disebut "The

Lamp for the Path to Enlightenment" atau yang lebih dikenal dengan

namaBodhipathapradipa.

Salah satu pertanyaan yang kini belum terjawab tentang Borobudur adalah

bagaimana kondisi sekitar candi ketika dibangun dan mengapa candi itu

ditemukan dalam keadaan terkubur. Beberapa mengatakan Borobudur awalnya

berdiri dikitari rawa kemudian terpendam karena letusan Merapi.

Dasarnya adalah prasasti Kalkutta bertuliskan 'Amawa' berarti lautan

susu. Kata itu yang kemudian diartikan sebagai lahar Merapi. Beberapa

yang lain mengatakan Borobudur tertimbun lahar dingin Merapi.

Dengan segala kehebatan dan misteri yang ada, wajar bila banyak orang

dari segala penjru dunia memasukkan Borobudur sebagai tempat yang harus

dikunjungi dalam hidupnya. Selain menikmati candinya, anda juga bisa

berkeliling ke desa-desa sekitar Borobudur, seperti Karanganyar dan

Wanurejo untuk melihat aktivitas warga membuat kerajinan. Anda juga

bisa pergi ke puncak watu Kendil untuk dapat memandang panorama

Borobudur dari atas. Tunggu apa lagi? Tak perlu khawatir gempa 27 Mei

2006, karena Borobudur tidak terkena dampaknya sama sekali.

B. Candi Prambanan

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Candi Prambanan adalah mahakarya kebudayaan

Hindu dari abad ke-10. Bangunannya yang langsing dan menjulang setinggi

47 meter membuat kecantikan arsitekturnya tak tertandingi.

Candi Prambanan adalah bangunan luar biasa cantik yang dibangun di abad

ke-10 pada masa pemerintahan dua raja, Rakai Pikatan dan Rakai

Balitung. Menjulang setinggi 47 meter (5 meter lebih tinggi dari Candi

Borobudur), berdirinya candi ini telah memenuhi keinginan pembuatnya,

menunjukkan kejayaan Hindu di tanah Jawa. Candi ini terletak 17

kilometer dari pusat kota Yogyakarta, di tengah area yang kini dibangun

taman indah.

Ada sebuah legenda yang selalu diceritakan masyarakat Jawa tentang

candi ini. Alkisah, lelaki bernama Bandung Bondowoso mencintai Roro

Jonggrang. Karena tak mencintai, Jonggrang meminta Bondowoso membuat

candi dengan 1000 arca dalam semalam. Permintaan itu hampir terpenuhi

sebelum Jonggrang meminta warga desa menumbuk padi dan membuat api

besar agar terbentuk suasana seperti pagi hari. Bondowoso yang baru

dapat membuat 999 arca kemudian mengutuk Jonggrang menjadi arca yang

ke-1000 karena merasa dicurangi.

Candi Prambanan memiliki 3 candi utama di halaman utama, yaitu Candi

Wisnu, Brahma, dan Siwa. Ketiga candi tersebut adalah lambang Trimurti

dalam kepercayaan Hindu. Ketiga candi itu menghadap ke timur. Setiap

candi utama memiliki satu candi pendamping yang menghadap ke barat,

yaitu Nandini untuk Siwa, Angsa untuk Brahma, dan Garuda untuk Wisnu.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Selain itu, masih terdapat 2 candi apit, 4 candi kelir, dan 4 candi

sudut. Sementara, halaman kedua memiliki 224 candi.

Memasuki candi Siwa yang terletak di tengah dan bangunannya paling

tinggi, anda akan menemui 4 buah ruangan. Satu ruangan utama berisi

arca Siwa, sementara 3 ruangan yang lain masing-masing berisi arca

Durga (istri Siwa), Agastya (guru Siwa), dan Ganesha (putra Siwa). Arca

Durga itulah yang disebut-sebut sebagai arca Roro Jonggrang dalam

legenda yang diceritakan di atas.

Di Candi Wisnu yang terletak di sebelah utara candi Siwa, anda hanya

akan menjumpai satu ruangan yang berisi arca Wisnu. Demikian juga Candi

Brahma yang terletak di sebelah selatan Candi Siwa, anda juga hanya

akan menemukan satu ruangan berisi arca Brahma.

Candi pendamping yang cukup memikat adalah Candi Garuda yang terletak

di dekat Candi Wisnu. Candi ini menyimpan kisah tentang sosok manusia

setengah burung yang bernama Garuda. Garuda merupakan burung mistik

dalam mitologi Hindu yang bertubuh emas, berwajah putih, bersayap

merah, berparuh dan bersayap mirip elang. Diperkirakan, sosok itu

adalah adaptasi Hindu atas sosok Bennu (berarti 'terbit' atau

'bersinar', biasa diasosiasikan dengan Dewa Re) dalam mitologi Mesir

Kuno atau Phoenix dalam mitologi Yunani Kuno. Garuda bisa menyelamatkan

ibunya dari kutukan Aruna (kakak Garuda yang terlahir cacat) dengan

mencuri Tirta Amerta (air suci para dewa).

Kemampuan menyelamatkan itu yang dikagumi oleh banyak orang sampai

sekarang dan digunakan untuk berbagai kepentingan. Indonesia

menggunakannya untuk lambang negara. Konon, pencipta lambang Garuda

Pancasila mencari inspirasi di candi ini. Negara lain yang juga

menggunakannya untuk lambang negara adalah Thailand, dengan alasan sama

tapi adaptasi bentuk dan kenampakan yang berbeda. Di Thailand, Garuda

dikenal dengan istilah Krut atau Pha Krut.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Prambanan juga memiliki relief candi yang memuat kisah Ramayana.

Menurut para ahli, relief itu mirip dengan cerita Ramayana yang

diturunkan lewat tradisi lisan. Relief lain yang menarik adalah pohon

Kalpataru yang dalam agama Hindu dianggap sebagai pohon kehidupan,

kelestarian dan keserasian lingkungan. Di Prambanan, relief pohon

Kalpataru digambarkan tengah mengapit singa. Keberadaan pohon ini

membuat para ahli menganggap bahwa masyarakat abad ke-9 memiliki

kearifan dalam mengelola lingkungannya.

Sama seperti sosok Garuda, Kalpataru kini juga digunakan untuk berbagai

kepentingan. Di Indonesia, Kalpataru menjadi lambang Wahana Lingkungan

Hidup (Walhi). Bahkan, beberapa ilmuwan di Bali mengembangkan konsep Tri

Hita Karana untuk pelestarian lingkungan dengan melihat relief Kalpataru

di candi ini. Pohon kehidupan itu juga dapat ditemukan pada gunungan

yang digunakan untuk membuka kesenian wayang. Sebuah bukti bahwa relief

yang ada di Prambanan telah mendunia.

Kalau cermat, anda juga bisa melihat berbagai relief burung, kali ini

burung yang nyata. Relief-relief burung di Candi Prambanan

begitu natural sehingga para biolog bahkan dapat mengidentifikasinya

sampai tingkat genus. Salah satunya relief Kakatua Jambul Kuning (Cacatua

sulphurea) yang mengundang pertanyaan. Sebabnya, burung itu sebenarnya

hanya terdapat di Pulau Masakambing, sebuah pulau di tengah Laut Jawa.

Lalu, apakah jenis itu dulu pernah banyak terdapat di Yogyakarta?

Jawabannya silakan cari tahu sendiri. Sebab, hingga kini belum ada satu

orang pun yang bisa memecahkan misteri itu.

Nah, masih banyak lagi yang bisa digali di Prambanan. Anda tak boleh

jemu tentunya. Kalau pun akhirnya lelah, anda bisa beristirahat di

taman sekitar candi. Tertarik? Datanglah segera. Sejak tanggal 18

September 2006, anda sudah bisa memasuki zona 1 Candi Prambanan meski

belum bisa masuk ke dalam candi. Beberapa kerusakan akibat gempa 27 Mei

2006 lalu kini sedang diperbaiki.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

C. Candi Ijo

Candi Ijo adalah candi yang letaknya paling

tinggi di Yogyakarta yang menyuguhkan pesona alam dan budaya serta

pesawat yang tengah landing. Candi inilah yang membuat landasan Bandara

Adisutjipto tak bisa diperpanjang ke arah timur.

Menyusuri jalan menuju bagian selatan kompleks Istana Ratu Boko adalah

sebuah perjalanan yang mengasyikkan, terutama bagi penikmat wisata

budaya. Bagaimana tidak, bangunan candi di sana bertebaran bak cendawan

di musim hujan. Satu diantaranya yang belum banyak menjadi perbincangan

adalah Candi Ijo, sebuah candi yang letaknya paling tinggi di antara

candi-candi lain di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Candi Ijo dibangun sekitar abad ke-9, di sebuah bukit yang dikenal

dengan Bukit Hijau atau Gumuk Ijo yang ketinggiannya sekitar 410 m di

atas permukaan laut. Karena ketinggiannya, maka bukan saja bangunan

candi yang bisa dinikmati tetapi juga pemandangan alam di bawahnya

berupa teras-teras seperti di daerah pertanian dengan kemiringan yang

curam. Meski bukan daerah yang subur, pemandangan alam di sekitar candi

sangat indah untuk dinikmati.

Kompleks candi terdiri dari 17 struktur bangunan yang terbagi dalam 11

teras berundak. Teras pertama sekaligus halaman menuju pintu masuk

merupakan teras berundak yang membujur dari barat ke timur. Bangunan

pada teras ke-11 berupa pagar keliling, delapan buah lingga patok,

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

empat bangunan yaitu candi utama, dan tiga candi perwara. Peletakan

bangunan pada tiap teras didasarkan atas kesakralannya. Bangunan pada

teras tertinggi adalah yang paling sakral.

Ragam bentuk seni rupa dijumpai sejak pintu masuk bangunan yang

tergolong candi Hindu ini. Tepat di atas pintu masuk terdapat kala

makara dengan motif kepala ganda dan beberapa atributnya. Motif kepala

ganda dan atributnya yang juga bisa dijumpai pada candi Buddha

menunjukkan bahwa candi itu adalah bentuk akulturasi kebudayaan Hindu

dan Buddha. Beberapa candi yang memiliki motif kala makara serupa

antara lain Ngawen, Plaosan dan Sari.

Ada pula arca yang menggambarkan sosok perempuan dan laki-laki yang

melayang dan mengarah pada sisi tertentu. Sosok tersebut dapat

mempunyai beberapa makna. Pertama, sebagai suwuk untuk mngusir roh

jahat dan kedua sebagai lambang persatuan Dewa Siwa dan Dewi Uma.

Persatuan tersebut dimaknai sebagai awal terciptanya alam semesta.

Berbeda dengan arca di Candi Prambanan, corak naturalis pada arca di

Candi Ijo tidak mengarah pada erotisme.

Menuju bangunan candi perwara di teras ke-11, terdapat sebuah tempat

seperti bak tempat api pengorbanan (homa). Tepat di bagian atas tembok

belakang bak tersebut terdapat lubang-lubang udara atau ventilasi

berbentuk jajaran genjang dan segitiga. Adanya tempat api pengorbanan

merupakan cermin masyarakat Hindu yang memuja Brahma. Tiga candi

perwara menunjukkan penghormatan masyarakat pada Hindu Trimurti, yaitu

Brahma, Siwa, dan Whisnu.

Salah satu karya yang menyimpan misteri adalah dua buah prasasti yang

terletak di bangunan candi pada teras ke-9. Salah satu prasasti yang

diberi kode F bertuliskan Guywan atau Bluyutan berarti pertapaan.

Prasasti lain yang terbuat dari batu berukuran tinggi 14 cm dan tebal 9

cm memuat mantra-mantra yang diperkirakan berupa kutukan. Mantra

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

tersebut ditulis sebanyak 16 kali dan diantaranya yang terbaca adalah

"Om Sarwwawinasa, Sarwwawinasa." Bisa jadi, kedua prasasti tersebut

erat dengan terjadinya peristiwa tertentu di Jawa saat itu. Apakah

peristiwanya? Hingga kini belum terkuak.

Mengunjungi candi ini, anda bisa menjumpai pemandangan indah yang tak

akan bisa dijumpai di candi lain. Bila menghadap ke arah barat dan

memandang ke bawah, anda bisa melihat pesawat take off dan landing di

Bandara Adisutjipto. Pemandangan itu bisa dijumpai karena Pegunungan

Seribu tempat berdiri candi ini menjadi batas bagian timur bandara.

Karena keberadaan candi di pegunungan itu pula, landasan Bandara

Adisutjipto tak bisa diperpanjang ke arah timur.

Setiap detail candi menyuguhkan sesuatu yang bermakna dan mengajak

penikmatnya untuk berefleksi sehingga perjalanan wisata tak sekedar

ajang bersenang-senang. Adanya banyak karya seni rupa hebat tanpa

disertai nama pembuatnya menunjukkan pandangan masyarakat Jawa saat itu

yang lebih menitikberatkan pada pesan moral yang dibawa oleh suatu

karya seni, bukan si pembuat atau kemegahan karya seninya.

D. Candi Sambisari

Setelah terkubur selama ratusan tahun, bongkahan

pertama ditemukan pada tahun 1966. Memerlukan waktu 21 tahun untuk

menggali dan merangkai ratusan keping "puzzle" dari batu itu sebelum

akhirnya Candi Sambisari berhasil direkonstruksi.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Tak ada perasaan aneh yang menghinggapi Karyowinangun pada sebuah pagi

di tahun 1966. Tapi sebuah kejadian langka dialaminya di sawah kala

itu, ketika sedang mengayunkan cangkulnya ke tanah. Cangkul yang

diayunkan ke tanah membentur sebuah batu besar yang setelah dilihat

memiliki pahatan pada permukaannya. Karyowinangun dan warga sekitar pun

merasa heran dengan keberadaan bongkahan batu itu.

Dinas kepurbakalaan yang mengetahui adanya temuan itu pun segera datang

dan selanjutnya menetapkan areal sawah Karyowinangun sebagai suaka

purbakala. Batu berpahat yang ditemukan itu diduga merupakan bagian

dari candi yang mungkin terkubur di bawah areal sawah. Penggalian

akhirnya dilakukan hingga menemukan ratusan bongkahan batu lain beserta

arca-arca kuno. Dan benar, batu-batu itu memang merupakan komponen

sebuah candi.

Selang 21 tahun sesudahnya, keindahan candi akhirnya bisa dinikmati.

Bangunan candi yang dinamai Sambisari itu berdiri megah di Dusun

Sambisari, Kelurahan Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Sleman, 10

kilometer dari pusat kota Yogyakarta. Anda bisa menjangkau dengan

berkendara melewati lintas jalan Yogya-Solo hingga menemukan papan

penunjuk menuju candi ini. Selanjutnya, anda tinggal berbelok ke kiri

mengikuti alur jalan.

YogYES sempat kaget ketika sampai di areal candi. Saat mengarahkan

pandangan ke tengah areal candi, hanya tampak susunan batu atap yang

seolah hanya bertinggi beberapa meter di atas tanah. YogYES bertanya-

tanya, apa benar Candi Sambisari hanya sekecil itu? Setelah mendekat,

barulah kami mendapat jawabannya. Ternyata, Candi Sambisari berada 6,5

meter lebih rendah dari wilayah sekitarnya.

Candi Sambisari diperkirakan dibangun antara tahun 812 - 838 M,

kemungkinan pada masa pemerintahan Rakai Garung. Kompleks candi terdiri

dari 1 buah candi induk dan 3 buah candi pendamping. Terdapat 2 pagar

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

yang mengelilingi kompleks candi, satu pagar telah dipugar sempurna,

sementara satu pagar lainnya hanya ditampakkan sedikit di sebelah timur

candi. Masih sebagai pembatas, terdapat 8 buah lingga patok yang

tersebar di setiap arah mata angin.

Bangunan candi induk cukup unik karena tidak mempunyai alas seperti

candi di Jawa lainnya. Kaki candi sekaligus berfungsi sebagai alas

sehingga sejajar dengan tanah. Bagian kaki candi dibiarkan polos, tanpa

relief atau hiasan apapun. Beragam hiasan yang umumnya berupa simbar

baru dijumpai pada bagian tubuh hingga puncak candi bagian luar. Hiasan

itu sekilas seperti motif-motif batik.

Menaiki tangga pintu masuk candi induk, anda bisa menjumpai hiasan

berupa seekor singa yang berada dalam mulut makara (hewan ajaib dalam

mitologi Hindu) yang menganga. Figur makara di Sambisari dan merupakan

evolusi dari bentuk makara di India yang bisa berupa perpaduan gajah

dengan ikan atau buaya dengan ekor yang membengkok.

Selasar selebar 1 meter akan dijumpai setelah melewati anak tangga

terakhir pintu masuk candi induk. Mengelilinginya, anda akan menjumpai

3 relung yang masing-masing berisi sebuah arca. Di sisi utara, terdapat

arca Dewi Durga (isteri Dewa Siwa) dengan 8 tangan yang masing-masing

menggenggam senjata. Sementara di sisi timur terdapat Arca Ganesha

(anak Dewi Durga). Di sisi selatan, terdapat arca Agastya

dengan aksamala(tasbih) yang dikalungkan di lehernya.

Memasuki bilik utama candi induk, bisa dilihat lingga dan yoni

berukuran cukup besar, kira-kira 1,5 meter. Keberadaannya menunjukkan

bahwa candi ini dibangun sebagai tempat pemujaan Dewa Siwa. Lingga dan

yoni di bilik candi induk ini juga dipakai untuk membuat air suci.

Biasanya, air diguyurkan pada lingga dan dibiarkan mengalir melewati

parit kecil pada yoni, kemudian ditampung dalam sebuah wadah.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Keluar dari candi induk dan menuju ke barat, anda bisa melihat ketiga

candi perwara (pendamping) yang menghadap ke arah berlawanan. Ada dugaan

bahwa candi perwara ini sengaja dibangun tanpa atap sebab ketika

penggalian tak ditemukan batu-batu bagian atap. Bagian dalam

candi perwara tengah memiliki lapik bujur sangkar yang berhias naga

dan padmasana (bunga teratai) berbentuk bulat cembung di atasnya.

Kemungkinan,padmasana dan lapik dipakai sebagai tempat arca atau

sesajen.

Bila telah puas menikmati keindahan candi, anda bisa menuju ke ruang

informasi. Beberapa foto yang menggambarkan lingkungan sawah

Karyowinangun sebelum digali dan kondisi awal candi ketika ditemukan

bisa ditemui. Ada pula foto-foto tentang proses penggalian dan

rekonstruksi candi yang berjalan puluhan tahun, termasuk foto benda-

benda lain yang ditemukan selama penggalian, berupa arca dari perunggu

yang kini disimpan di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala.

Keindahan Candi Sambisari yang kini bisa kita nikmati merupakan hasil

kerja keras para arkeolog selama 21 tahun. Candi yang semula

mirip puzzle raksasa, sepotong demi sepotong disusun kembali demi

lestarinya satu lagi warisan kebudayaan agung di masa silam.

E. Candi Plaosan

Candi Plaosan yang dibangun Rakai Pikatan

memiliki beberapa keunikan dibanding candi lain, yaitu dua candi

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

utamanya yang "kembar" serta teras yang permukaannya halus. Di candi

ini juga terdapat figur Vajrapani, Amitbha, dan Prajnaparamitha.

Anda tak perlu terburu-buru kembali ke penginapan usai berkunjung ke

Candi Prambanan, sebab tidak jauh dari candi Hindu tercantik di dunia

itu anda juga akan menemui candi-candi lain yang sama menariknya.

Melaju ke utara sejauh 1 km, anda akan menemui Candi Plaosan, sebuah

candi yang dibangun oleh Rakai Pikatan untuk permaisurinya,

Pramudyawardani. Terletak di Dusun Bugisan Kecamatan Prambanan,

arsitektur candi ini merupakan perpaduan Hindu dan Budha.

Kompleks Plaosan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu Candi Plaosan Lor dan

Candi Plaosan Kidul. Kedua candi itu memiliki teras berbentuk segi

empat yang dikelilingi oleh dinding, tempat semedi berbentuk gardu di

bagian barat serta stupa di sisi lainnya. Karena kesamaan itu, maka

kenampakan Candi Plaosan Lor dan Kidul hampir serupa jika dilihat dari

jauh sehingga sampai sekarang Candi Plaosan juga sering disebut candi

kembar.

Bangunan Candi Plaosan Lor memiliki halaman tengah yang dikelilingi

oleh dinding dengan pintu masuk di sebelah barat. Pada bagian tengah

halaman itu terdapat pendopo berukuran 21,62 m x 19 m. Pada bagian

timur pendopo terdapat 3 buah altar, yaitu altar utara, timur dan

selatan. Gambaran Amitbha, Ratnasambhava, Vairochana, dan Aksobya

terdapat di altar timur. Stupa Samantabadhara dan figur Ksitigarbha ada

di altar utara, sementara gambaran Manjusri terdapat di altar barat.

Candi Plaosan Kidul juga memiliki pendopo di bagian tengah yang

dikelilingi 8 candi kecil yang terbagi menjadi 2 tingkat dan tiap-tiap

tingkat terdiri dari 4 candi. Ada pula gambaran Tathagata Amitbha,

Vajrapani dengan atribut vajra pada utpala serta Prajnaparamita yang

dianggap sebagai "ibu dari semua Budha". Beberapa gambar lain masih

bisa dijumpai namun tidak pada tempat yang asli. Figur Manujri yang

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

menurut seorang ilmuwan Belanda bernama Krom cukup signifikan juga bisa

dijumpai.

Bagian Bas relief candi ini memiliki gambaran unik pria dan wanita.

Terdapat seorang pria yang digambarkan tengah duduk bersila dengan

tangan menyembah serta figur pria dengan tangan vara mudra dan vas di

kaki yang dikelilingi enam pria yang lebih kecil. Seorang wanita ada

yang digambarkan sedang berdiri dengan tangan vara mudra, sementara di

sekelilingnya terdapat buku, pallet dan vas. Krom berpendapat bahwa

figur pria wanita itu adalah gambaran patron supporter dari dua wihara.

Seluruh kompleks Candi Plaosan memiliki 116 stupa perwara dan 50 candi

perwara. Stupa perwara bisa dilihat di semua sisi candi utama, demikian

pula candi perwara yang ukurannya lebih kecil. Bila berjalan ke bagian

utara, anda bisa melihat bangunan terbuka yang disebut Mandapa. Dua

buah prasati juga bisa ditemui, yaitu prasasti yang di atas keping emas

di sebelah utara candi utama dan prasasti yang ditulis di atas batu di

Candi Perwara baris pertama.

Salah satu kekhasan Candi Plaosan adalah permukaan teras yang halus.

Krom berpendapat teras candi ini berbeda dengan teras candi lain yang

dibangun di masa yang sama. Menurutnya, hal itu terkait dengan fungsi

candi kala itu yang diduga untuk menyimpan teks-teks kanonik milik para

pendeta Budha. Dugaan lain yang berasal dari para ilmuwan Belanda, jika

jumlah pendeta di wilayah itu sedikit maka mungkin teras itu digunakan

sebagai sebuah wihara (tempat ibadah umat Budha).

Jika melihat sekeliling candi, anda akan tahu bahwa Candi Plaosan

sebenarnya merupakan kompleks candi yang luas. Hal itu dapat dilihat

dari adanya pagar keliling sepanjang 460 m dari utara ke selatan serta

290 m dari barat ke timur, juga interior pagar yang terdiri atas parit

sepanjang 440 m dari utara ke selatan dan 270 m dari barat ke timur.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Parit yang menyusun bagian interior pagar itu bisa dilihat dengan

berjalan ke arah timur melewati sisi tengah bangunan bersejarah ini.

F. Candi Tara

Candi Tara adalah candi yang dipersembahkan

untuk Dewi Tara yang dinding luarnya dilapisi semen kuno. Candi Budha

tertua di Yogyakarta ini dibangun oleh Rakai Panangkaran, raja dari

dinasti Syailendra yang juga mengkonsep pendirian Borobudur.

Banyak orang selalu menyebut Borobudur saat membicarakan bangunan candi

Budha. Padahal, ada banyak candi bercorak Budha yang terdapat di

Yogyakarta, salah satu yang berkaitan erat dengan Borobudur adalah

Candi Tara. Candi yang terletak di Kalibening, Kalasan ini dibangun

oleh konseptor yang sama dengan Borobudur, yaitu Rakai Panangkaran.

Karena letaknya di daerah Kalasan, maka candi ini lebih dikenal dengan

nama Candi Kalasan.

Selesai dibangun pada tahun 778 M, Candi Tara menjadi candi Budha

tertua di Yogyakarta. Candi yang berdiri tak jauh dari Jalan Yogya Solo

ini dibangun sebagai penghargaan atas perkawinan Pancapana dari Dinasti

Sanjaya dengan Dyah Pramudya Wardhani dari Dinasti Syailendra. Selain

sebagai hadiah perkawinan, candi itu juga merupakan tanggapan usulan

para raja untuk membangun satu lagi bangunan suci bagi Dewi Tara dan

biara bagi para pendeta.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Candi Tara adalah bangunan berbentuk dasar bujur sangkar dengan setiap

sisi berukuran 45 meter dan tinggi 34 meter. Bangunan candi secara

vertikal terdiri dari tiga bagian, yaitu kaki candi, tubuh candi dan

atap candi. Bagian kaki candi adalah sebuah bangunan yang berdiri di

alas batu berbentuk bujur sangkar dan sebuah batu lebar. Pada bagian

itu terdapat tangga dengan hiasan makara di ujungnya. Sementara, di

sekeliling kaki candi terdapat hiasan sulur-suluran yang keluar dari

sebuah pot.

Tubuh candi memiliki penampilan yang menjorok keluar di sisi tengahnya.

Di bagian permukaan luar tubuh candi terdapat relung yang dihiasi sosok

dewa yang memegang bunga teratai dengan posisi berdiri. Bagian

tenggaranya memiliki sebuah bilik yang di dalamnya terdapat singgasana

bersandaran yang dihiasi motif singa yang berdiri di atas punggung

gajah. Bilik tersebut dapat dimasuki dari bilik penampil yang terdapat

di sisi timur.

Bagian atap candi berbentuk segi delapan dan terdiri dari dua tingkat.

Sebuah arca yang melukiskan manusia Budha terdapat pada tingkat pertama

sementara pada tingkat kedua terdapat arca yang melukiskan Yani Budha.

Bagian puncak candi berupa bujur sangkar yang melambangkan Kemuncak

Semeru dengan hiasan stupa-stupa. Pada bagian perbatasan tubuh candi

dengan atap candi terdapat hiasan bunga makhluk khayangan berbadan

kerdil disebut Gana.

Bila anda mencermati detail candi, anda juga akan menjumpai relief-

relief cantik pada permukaannya. Misalnya relief pohon dewata dan awan

beserta penghuni khayangan yang tengah memainkan bunyi-bunyian. Para

penghuni khayangan itu membawa rebab, kerang dan camara. Ada pula

gambaran kuncup bunga, dedaunan dan sulur-suluran. Relief di Candi Tara

memiliki kekhasan karena dilapisi dengan semen kuno yang disebut

Brajalepha, terbuat dari getah pohon tertentu.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Di sekeliling candi terdapat stupa-stupa dengan tinggi sekitar 4,6 m

berjumlah 52 buah. Meski stupa-stupa itu tak lagi utuh karena bagiannya

sudah tak mungkin dirangkai utuh, anda masih bisa menikmatinya.

Mengunjungi candi yang sejarah berdirinya diketahui berdasarkan

Prasasti Candi yang berhuruf Panagari ini, anda akan semakin mengakui

kehebatan Rakai Panangkaran yang bahkan sempat membangun bangunan suci

di Thailand.

Candi ini juga menjadi bukti bahwa pada masa lalu telah ada upaya untuk

merukunkan pemeluk agama satu dengan yang lain. Terbukti, Panangkaran

yang beragama Hindu membangun Candi Tara atas usulan para pendeta Budha

dan dipersembahkan bagi Pancapana yang juga beragama Budha. Candi ini

pulalah yang menjadi salah satu bangunan suci yang menginspirasi

Atisha, seorang Budhis asal India yang pernah mengunjungi Borobudur dan

menyebarkan Budha ke Tibet.

G. Candi Gampingan

Candi Gampingan yang ditemukan pada tahun 1995

diduga merupakan bagian dari Situs Gampingan. Bagian kaki candi dihiasi

relief beragam jenis hewan, salah satunya burung yang dipercaya mampu

membawa pesan dari nirwana.

Tak semua candi memiliki relief cantik yang khas sebab umumnya hanya

dihias oleh arca dan relief umum yang terdapat hampir di semua candi.

Salah satu yang memiliki relief cantik yang khas itu adalah Candi

Gampingan, sebuah candi yang ditemukan secara tak sengaja oleh

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

pengrajin batu bata di Dusun Gampingan, Piyungan, Bantul pada tahun

1995. Meski ukurannya kecil dan sudah tak utuh lagi, Candi Gampingan

masih kaya akan relief yang mempesona.

Salah satu relief cantik yang bisa dijumpai di candi ini adalah relief

hewan yang ada di kaki candi. Relief hewan di Gampingan begitu natural

hingga bisa diketahui jenis hewan yang digambarkan. Cukup jarang candi

yang memiliki relief demikian, setidaknya hanya Candi Prambanan dan

Mendut yang dikenal memiliki relief serupa. Semua relief itu dihias

dengan latar sulur-suluran, yaitu padmamula (akar tanaman teratai) yang

diyakini sebagai sumber kehidupan.

Saat YogYES berkeliling, tampak jenis hewan yang mendominasi adalah

burung. Terdapat relief burung gagak yang tampak memiliki paruh besar,

tubuh kokoh, sayap mengembang ke atas dan ekor berbentuk kipas. Ada

pula relief burung pelatuk yang digambarkan memiliki jambul di atas

kepala, paruh yang agak panjang dan runcing serta sayap yang tidak

mengembang. Selain itu, ada juga ayam jantan yang memiliki dada

membusung dan sayap mengembang ke bawah.

Pembuatan relief burung dalam jumlah banyak di candi ini berkaitan

keyakinan masyarakat saat itu terhadap kekuatan transedental burung.

Diyakini, burung merupakan perwujudan para dewa sekaligus pembawa pesan

dari alam para dewa atau nirwana. Burung juga berkaitan dengan

kebebasan absolut manusia yang dicapai setelah berhasil meninggalkan

kehidupan duniawi, lambang jiwa manusia yang lepas dari raganya.

Relief hewan lain yang juga banyak digambarkan adalah katak. Masyarakat

saat itu percaya bahwa katak memiliki kekuatan gaib yang mampu

mendatangkan hujan, sehingga katak juga dipercayai mampu meningkatkan

produktivitas, karena air hujan yang didatangkan katak bisa

meningkatkan hasil panen. Katak yang sering muncul dari air juga

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

melambangkan pembaharuan kehidupan dan kebangkitan menuju arah yang

lebih baik.

Hingga kini, relief itu masih menyisakan pertanyaan, apakah

sebuah fabel (cerita hewan yang didongengkan pada anak-anak) seperti di

Candi Mendut atau gambaran hewan yang sengaja dibuat untuk menunjukkan

maksud tertentu. Pertanyaan itu muncul sebab gambaran hewan seperti di

Candi Gampingan tak ditemukan dalam kitab yang memuat fabel, seperti

Jataka, Sukasaptati, Pancatantra dan versi turunannya.

Candi Gampingan yang diperkirakan dibangun antara tahun 730 - 850 M

diyakini merupakan tempat pemujaan Dewa Jambhala (Dewa Rejeki, anak

Dewa Siwa). Hal itu didasari oleh penemuan Arca Jambhala ketika

penggalian. Jambhala digambarkan sedang dalam keadaan semedi, tubuhnya

duduk bersila sementara matanya terpejam. Bagian tubuhnya dihiasi oleh

unsur ikonografis (asana) berupa bunga teratai yang memiliki daun

berjumlah 8 helai sebagai lambang cakra dalam tubuh manusia.

Figur Jambhala di candi ini berbeda dengan yang ada di candi lainnya.

Umumnya, Jambhala di candi lain digambarkan dengan mata lebar yang

menatap ke arah pemujanya disertai dengan beragam hiasan yang

melambangkan kemakmuran dan kemewahan. Diyakini, penggambaran berbeda

ini didasari oleh motivasi pemujaan, bukan untuk memohon kemakmuran

tetapi bimbingan agar dapat mencapai kebahagiaan sejati.

Mengunjungi Candi Gampingan akan membawa kita merenungkan kembali

tentang jalan yang sudah kita tempuh untuk menuju kebahagiaan dan

kesejahteraan. Relief yang didominasi bentuk hewan yang hidup di alam

sekitarnya bisa jadi merupakan wujud kearifan masyarakat setempat pada

jaman itu dalam merepresentasikan sebuah pesan dari nirwana: untuk

hidup sejahtera dan terhindar dari bencana, manusia seharusnya menjaga

keselarasan dengan alam.

H. Candi KedulanSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Candi Kedulan ditemukan pada tahun 1993.

Penemuan candi ini beserta dua buah prasasti di lokasi penggaliannya

mengundang pertanyaan tentang keberadaan desa kuno bernama Pananggaran

dan sebuah bendungan di dekatnya.

Candi Kedulan adalah sebuah candi bercorak Hindu yang terdapat di Dusun

Kedulan, kurang lebih 3 kilometer dari Candi Kalasan. Candi ini

ditemukan secara tak sengaja oleh para penambang pasir pada 24 November

1993. Kesenangan yang berbeda akan didapatkan bila mengunjungi candi

ini, sebab anda bisa menikmati proses rekonstruksi candi yang sangatlah

rumit.

Lokasi penggalian sedalam 7 meter akan langsung ditemui begitu tiba di

kompleks candi ini. Lokasi penggalian itu berisi batu-batu candi yang

tersebar ke segala penjuru dan bagian kaki candi induk yang tampak

masih menyatu. Di lokasi penggalian inilah kompleks Candi Kedulan yang

terdiri dari 1 candi induk dan 3 candi perwara (pendamping) semula

berdiri. Kini, bagian kaki candi induk tengah diuji kekokohannya agar

dapat ditumpangi batu-batu lain pada tahap selanjutnya.

Mengelilingi daerah sekitar lokasi penggalian, akan dijumpai batu-batu

candi yang tengah direkonstruksi dengan cara mencocokkan batu satu

dengan batu lainnya. Batu yang telah berhasil dicocokkan diberi simbol-

simbol tertentu yang ditulis menggunakan kapur. Tampak konstruksi

sementara bangunan pagar pembatas selasar candi, atap, bilik candi dan

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

beberapa bagian tubuh candi lainnya. Terlihat pula lingga dan yoni yang

diduga merupakan komponen yang mengisi bilik candi.

Beberapa ornamen yang menghias candi sudah bisa dinikmati keindahannya

walau candinya sendiri masih dalam tahap rekonstruksi. Misalnya, relief

naga di bawah yoni yang diperkirakan mengisi bilik utama candi induk,

figurnya berbeda dengan naga penghias yoni candi di Jawa Tengah lainnya

sebab terlihat memiliki rahang. Terdapat pula relief dewa di beberapa

bagian dinding candi, hiasan sulur-suluran, roset, serta relief motif

batik.

Selesai berkeliling, YogYES sempat berbincang dengan salah seorang staf

bernama Haryono. Ia bercerita betapa sulitnya menyusun kembali bangunan

yang telah runtuh itu. Ada ratusan batu yang harus dicocokkan agar

candi bisa berdiri lagi, padahal untuk mencocokkannya tak ada petunjuk

sama sekali. Saking sulitnya, seorang pekerja kadang hanya mampu

mencocokkan satu batu dengan satu batu lainnya dalam kurun waktu

seminggu. Betul, bagaikan menyusun sebuah puzzle raksasa.

Kalau memasuki ruang informasi di sebelah lokasi penggalian, anda bisa

mengetahui perkiraan rancangan Candi Kedulan. Dari hasil diperkirakan,

candi induk memiliki tinggi 8 meter, terbagi menjadi bagian kaki, tubuh

dan atap. Tubuh candi terdiri dari 10 lapis batu dengan tinggi 2,4

meter, memiliki beberapa relung yang berisi arca Ganesha (anak Dewa

Siwa), Agastya, Durga (isteri Dewa Siwa), Nandaka dan Nandiswara

(kendaraan Dewi Durga), serta mempunyai selasar sempit yang diduga

hanya bisa dimasuki orang-orang tertentu. Atap candi terdiri atas 13

lapis batu andesit. Dari keterangan diatas bisa diperkirakan bahwa

arsitekturnya secara keseluruhan mirip dengan Candi Sambisari.

Di ruang informasi itu pula, anda bisa melihat puing-puing puing-puing

mangkuk berhias dan barang gerabah yang diduga digunakan dalam ritual

peribadatan di candi ini. Selain itu, ada juga kayu-kayu yang berasal

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

dari pepohonan yang tumbuh semasa candi ini berdiri. Haryono bercerita

pada YogYES bahwa salah satu serpihan kayu pohon itu pernah dibawa

seseorang untuk diukir, namun dikembalikan lagi sebab orang yang

membawanya justru mengalami petaka.

Beberapa foto benda-benda lain yang ditemukan selama penggalian juga

bisa dilihat di ruang informasi. Ada foto arca dewa berbahan perunggu

dan foto prasasti Pananggaran dan Sumudul yang ditemukan pada tahun

2003. Pada dinding ruangan, terdapat gambaran lapisan tanah tempat

batu-batu candi ditemukan, serta foto-foto yang menggambarkan proses

penggalian yang berlangsung selama bertahun-tahun.

Pada 12 Juni 2003, ditemukan 2 buah prasasti di lokasi penggalian.

Prasasti yang ditulis dalam huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta

tersebut sudah berhasil dibaca oleh dua epigraf dari Jurusan Arkeologi

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, yaitu Dr Riboet Darmoseotopo dan

Tjahjono Prasodjo MA. Berangka tahun 791 Saka (869 Masehi, atau sekitar

10 tahun setelah candi Prambanan berdiri), isinya tentang pembebasan

pajak tanah di Desa Pananggaran dan Parhyangan, pembuatan bendungan

untuk irigasi, pendirian bangunan suci bernama Tiwaharyyan serta

ancaman kutukan bagi siapapun yang tidak mematuhi aturan.

Beberapa arkeolog menduga bahwa prasasti tersebut berkaitan dengan

pendirian Candi Kedulan. Bangunan suci Tiwaharyyan diduga merupakan

Candi Kedulan itu sendiri. Desa Pananggaran yang diceritakan pada

prasasti diduga berada di wilayah sekitar candi, begitu pula bendungan

yang dimaksud. Namun sampai kini belum ditemukan jejak bendungan kuno

yang dimaksud. Mungkin bendungan itu dibangun di Sungai Opak yang

berjarak ±4 km dari lokasi candi, atau mungkin juga di sungai yang kini

sudah tidak ada lagi karena tertutup lahar letusan Gunung Merapi seribu

tahun silam.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Banyaknya teka-teki yang menunggu untuk dipecahkan beserta pesona

komponen candi menjadikan berwisata ke Candi Kedulan menarik untuk

dilakukan. Kondisi candi yang masih dalam tahap rekonstruksi justru

menambah kesenangan ketika mengunjunginya.

I. Candi Mendut

Candi Mendut lebih tua dari Candi Borobudur. Ada

cerita untuk anak-anak pada dinding-dindingnya.

Candi Mendut terletak 3 km ke arah timur dari Candi Borobudur,

merupakan candi Budha yang dibangun tahun 824 Masehi oleh Raja Indera

dari wangsa Syailendra. Di dalam Candi Mendut terdapat 3 (tiga) patung

besar.

1. Cakyamuni yang sedang duduk bersila dengan posisi tangan memutar

roda dharma.

2. Awalokiteswara sebagai Bodhi Satwa membantu umat manusia

Awalokiteswara merupakan patung amitabha yang berada di atas

mahkotanya, Vajrapani. Ia sedang memegang bunga teratai merah yang

diletakkan di atas telapak tangan.

3. Maitreya sebagai penyelamat manusia di masa depan

Ada cerita untuk anak-anak pada dinding-dindingnya. Candi ini sering

dipergunakan untuk merayakan upacara Waisak setiap Mei pada malam bulan

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

purnama dan dikunjungi para peziarah dari Indonesia maupun manca

negara.

Candi ini lebih tua dari Candi Borobudur. Arsitekturnya persegi empat

dan mempunyai pintu masuk di atas tangganya. Atapnya juga persegi empat

dan bertingkat-tingkat, ada stupa di atasnya.

J. Candi Pawon

Candi Pawon bukan sebuah makam, melainkan

sebagai tempat untuk menyimpan senjata Raja Indera yang bernama

Vajranala.

Candi Pawon terletak 1,5 km ke arah barat dari Candi Mendut dan ke arah

timur dari Candi Borobudur, juga merupakan sebuah candi Budha. Saat

diteliti secara lengkap pada reliefnya, ternyata merupakan permulaan

relief Candi Borobudur.

Banyak orang mengira Candi Pawon merupakan sebuah makam, namun setelah

diteliti ternyata merupakan tempat untuk menyimpan senjata Raja Indera

yang bernama Vajranala. Candi ini terbuat dari batu gunung berapi.

Ditinjau dari seni bangunannya merupakan gabungan seni bangunan Hindu

Jawa kuno dan India. Candi Pawon terletak tepat di sumbu garis yang

menghubungkan Candi Borobudur dan Candi Mendut.

Kemungkinan candi ini dibangun untuk kubera. Candi ini berada di atas

teras dan tangga yang agak lebar. Semua bagian-bagiannya dihiasi dengan

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

stupa (dagoba) dan dinding-dinding luarnya dengan gambar-gambar

simbolis.

K. Istana Ratu Boko

Istana Ratu Boko adalah kompleks istana megah

yang dibangun pada abad ke-8. Bangunan yang bisa dikatakan termegah di

jamannya itu dibangun oleh salah satu kerabat pendiri Borobudur.

Istana Ratu Boko adalah sebuah bangunan megah yang dibangun pada masa

pemerintahan Rakai Panangkaran, salah satu keturunan Wangsa Syailendra.

Istana yang awalnya bernama Abhayagiri Vihara (berarti biara di bukit yang

penuh kedamaian) ini didirikan untuk tempat menyepi dan memfokuskan

diri pada kehidupan spiritual. Berada di istana ini, anda bisa

merasakan kedamaian sekaligus melihat pemandangan kota Yogyakarta dan

Candi Prambanan dengan latar Gunung Merapi.

Istana ini terletak di 196 meter di atas permukaan laut. Areal istana

seluas 250.000 m2 terbagi menjadi empat, yaitu tengah, barat, tenggara,

dan timur. Bagian tengah terdiri dari bangunan gapura utama, lapangan,

Candi Pembakaran, kolam, batu berumpak, dan Paseban. Sementara, bagian

tenggara meliputi Pendopo, Balai-Balai, 3 candi, kolam, dan kompleks

Keputren. Kompleks gua, Stupa Budha, dan kolam terdapat di bagian

timur. Sedangkan bagian barat hanya terdiri atas perbukitan.

Bila masuk dari pintu gerbang istana, anda akan langsung menuju ke

bagian tengah. Dua buah gapura tinggi akan menyambut anda. Gapura

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

pertama memiliki 3 pintu sementara gapura kedua memiliki 5 pintu. Bila

anda cermat, pada gapura pertama akan ditemukan tulisan 'Panabwara'.

Kata itu, berdasarkan prasasti Wanua Tengah III, dituliskan oleh Rakai

Panabwara, (keturunan Rakai Panangkaran) yang mengambil alih istana.

Tujuan penulisan namanya adalah untuk melegitimasi kekuasaan, memberi

'kekuatan' sehingga lebih agung dan memberi tanda bahwa bangunan itu

adalah bangunan utama.

Sekitar 45 meter dari gapura kedua, anda akan menemui bangungan candi

yang berbahan dasar batu putih sehingga disebut Candi Batu Putih. Tak

jauh dari situ, akan ditemukan pula Candi Pembakaran. Candi itu

berbentuk bujur sangkar (26 meter x 26 meter) dan memiliki 2 teras.

Sesuai namanya, candi itu digunakan untuk pembakaran jenasah. Selain

kedua candi itu, sebuah batu berumpak dan kolam akan ditemui kemudian

bila anda berjalan kurang lebih 10 meter dari Candi Pembakaran.

Sumur penuh misteri akan ditemui bila berjalan ke arah tenggara dari

Candi Pembakaran. Konon, sumur tersebut bernama Amerta Mantana yang

berarti air suci yang diberikan mantra. Kini, airnya pun masih sering

dipakai. Masyarakat setempat mengatakan, air sumur itu dapat membawa

keberuntungan bagi pemakainya. Sementara orang-orang Hindu

menggunakannya untuk Upacara Tawur agung sehari sebelum Nyepi.

Penggunaan air dalam upacara diyakini dapat mendukung tujuannya, yaitu

untuk memurnikan diri kembali serta mengembalikan bumi dan isinya pada

harmoni awalnya. YogYES menyarankan anda berkunjung ke Candi Prambanan

sehari sebelum Nyepi jika ingin melihat proses upacaranya.

Melangkah ke bagian timur istana, anda akan menjumpai dua buah gua,

kolam besar berukuran 20 meter x 50 meter dan stupa Budha yang terlihat

tenang. Dua buah gua itu terbentuk dari batuan sedimen yang disebut

Breksi Pumis. Gua yang berada lebih atas dinamakan Gua Lanang sedangkan

yang berada di bawah disebut Gua Wadon. Persis di muka Gua Lanang

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

terdapat sebuah kolam dan tiga stupa. Berdasarkan sebuah penelitian,

diketahui bahwa stupa itu merupakan Aksobya, salah satu Pantheon Budha.

Meski didirikan oleh seorang Budha, istana ini memiliki unsur-unsur

Hindu. Itu dapat dilihat dengan adanya Lingga dan Yoni, arca Ganesha,

serta lempengan emas yang bertuliskan "Om Rudra ya namah swaha" sebagai

bentuk pemujaan terhadap Dewa Rudra yang merupakan nama lain Dewa Siwa.

Adanya unsur-unsur Hindu itu membuktikan adanya toleransi umat beragama

yang tercermin dalam karya arsitektural. Memang, saat itu Rakai

Panangkaran yang merupakan pengikut Budha hidup berdampingan dengan

para pengikut Hindu.

Sedikit yang tahu bahwa istana ini adalah saksi bisu awal kejayaan di

tanah Sumatera. Balaputradewa sempat melarikan diri ke istana ini

sebelum ke Sumatera ketika diserang oleh Rakai Pikatan. Balaputradewa

memberontak karena merasa sebagai orang nomor dua di pemerintahan

Kerajaan Mataram Kuno akibat pernikahan Rakai Pikatan dengan

Pramudhawardani (saudara Balaputradewa. Setelah ia kalah dan melarikan

diri ke Sumatera, barulah ia menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya.

Sebagai sebuah bangunan peninggalan, Istana Ratu Boko memiliki keunikan

dibanding peninggalan lain. Jika bangunan lain umumnya berupa candi

atau kuil, maka sesuai namanya istana ini menunjukkan ciri-ciri sebagai

tempat tinggal. Itu ditunjukkan dari adanya bangunan berupa tiang dan

atap yang terbuat dari bahan kayu, meski kini yang tertinggal hanya

batur-batur dari batu saja. Telusurilah istana ini, maka anda akan

mendapatkan lebih banyak lagi, salah satunya pemandangan senja yang

sangat indah. Seorang turis asal Amerika Serikat mengatakan, "Inilah

senja yang terindah di bumi."

2.3. WISATA ARSITEKTURA. Loji

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Sejumlah loji bangunan Belanda yang memiliki

fungsi beragam kini bisa dinikmati kemegahannya. Loji Kecil, Loji

Besar, Loji Kebon bahkan Loji Setan, semua menyuguhkan cerita sejarah

tersendiri.

Selama ratusan tahun mendiami Indonesia, termasuk Yogyakarta, Belanda

meninggalkan sejumlah bangunan bersejarah. Bangunan-bangunan itu oleh

warga Yogyakarta sering disebut loji karena ukurannya yang besar dengan

halaman yang luas. Beberapa loji peninggalan itu kini bisa dinikmati

keindahannya dengan sedikit biaya, hanya perlu menyusuri kawasan pusat

kota Yogyakarta, bermula dari perempatan Kantor Pos Besar atau

kilometer 0.

Loji tertua di Yogyakarta terletak persis di seberang Kantor Pos Besar,

yaitu sebuah bangunan yang kini dinamai Benteng Vredeburg. Bangunan

benteng yang sering disebut Loji Besar atau Loji Gede itu dibangun pada

tahun 1776 - 1778, hanya dua tahun berselang setelah berdirinya Kraton

Ngayogyakarta Hadiningrat, salah satu pecahan kerajaan Mataram. Benteng

yang semula bernama Rustenburg itu konon sengaja didirikan di poros

Kraton - Tugu agar bisa mengawasi gerak-gerik Kraton.

Sebagai sebuah benteng, kawasan Loji Besar dilengkapi dengan beragam

bangunan yang mendukung, misalnya tempat pengintaian hingga

peristirahatan bagi para serdadu. Semasa Loji Besar masih digunakan

sebagai benteng, terdapat sebuah meriam yang sengaja diarahkan ke

Kraton dalam posisi siaga tembak sehingga memudahkan penyerangan. Hal

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

itu dilakukan agar pihak Kraton mengakui bahwa Belanda memiliki

kekuatan.

Kini, anda bisa menyusuri setiap sudut Loji Besar tersebut karena

kawasan itu telah dibuka untuk umum. Selain bangunan benteng yang

memiliki rancang bangun khas Eropa, anda juga bisa melihat diorama

perjuangan Indonesia meraih kemerdekaan. Satu yang janggal dari benteng

ini adalah namanya yang tak cocok dengan gambaran sebuah

benteng, Rust berarti istirahat, vrede berarti perdamaian sedangkan burg

berarti benteng. Rustenberg yang berarti benteng peristirahatan atau

Vredeburg yang berarti benteng perdamaian jelas bukan nama yang tepat.

Dari Vredeburg, sebuah loji yang paling terlihat adalah Loji Kebon,

kini dikenal dengan nama Gedung Agung. Bangunan yang juga bergaya eropa

itu didirikan tahun 1824 dan digunakan sebagai Gedung Karesidenan.

Halaman Loji Kebon sangat luas dan dihiasi arca-arca yang dikumpulkan

para pejabat Belanda dari penjuru kota Yogyakarta. Tahun 1912, kompleks

Loji Kebon dilengkapi dengan bangunan Societeit de Vereniging, tempat

pejabat Belanda berdansa dengan iringan biola.

Seperti halnya Loji Besar, Loji Kebon pun juga menjadi saksi sejarah.

Pembangunan gedung yang dirancang A Payen ini sempat berhenti karena

Perang Diponegoro tahun 1825 - 1830 yang hampir membuat pemerintah

Belanda bangkrut. Pada Masa Jepang, gedung ini menjadi kediaman

petinggi Jepang bernama Koochi Zimmukyoku Tyookan. Demikian pula sejak

ibukota Indonesia berpindah ke Yogyakarta 6 Januari 1946, gedung ini

menjadi istana kepresidenan. Hingga kini, meski ibukota Indonesia

berpindah lagi ke Jakarta, gedung ini tetap berstatus istana

kepresidenan.

Kawasan loji lain adalah Loji Kecil yang berlokasi di sebelah timur

Vredeburg kini, tetapnya wilayah Shopping hingga hampir perempatan

Gondomanan. Berbeda dengan Loji Besar yang berfungsi sebagai benteng

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

dan Loji Kecil yang berfungsi sebagai gedung pemerintahan, Loji Kecil

berfungsi sebagai wilayah hunian. Kini, meski tinggal segelintir, anda

masih bisa menikmati beberapa bangunan lawas itu, diantaranya yang

berada di kompleks Taman Pintar. Di kawasan itu juga terdapat Gedung

Societet Militair yang dahulu digunakan sebagai tempat para serdadu

militer Belanda bersantai.

Kawasan Loji kecil merupakan pusat kawasan hunian orang Belanda pertama

di Yogyakarta. Sejumlah fasilitas pendukung kini juga masih bisa

dinikmati keindahannya, misalnya gereja Protestansche Kerk yang berdiri

tahun 1857 (kini menjadi Gereja Kristen Marga Mulya, berlokasi di utara

Gedung Agung) dan Gereja Fransiskus Xaverius Kudul Loji (bangunan lama)

yang berdiri tahun 1870, berada di sebelah selatan kawasan Loji Kecil.

Satu kawasan loji lain yang tak kalah menarik adalah Loji Setan.

Dinamakan demikian karena gedung yang hingga kini tak diketahui tahun

pembangunannya itu dikenal angker. Banyak orang mengatakan, pada ruang

sebelah timur dan aula tengah sering terdengar suara orang minta tolong

dan suara iringan musik dansa. Gedung yang kini berfungsi sebagai

kantor DPRD ini menurut cerita pernah disinggahi Gubernur Jendral

Raffles pada tanggal 15 Mei 1812, saat Belanda sudah berkuasa di

Yogyakarta.

Loji Setan sejak beberapa lama memiliki beragam fungsi. Di masa lalu,

gedung ini sering digunakan untuk tempat bermeditasi dan sebagai ruang

pameran, misalnya pameran oleh Luch Bescherming Dienst pada tahun 1940.

Pasca Kemerdekaan, gedung yang pada awalnya bernama Loji Marlborough

ini digunakan sebagai kantor Komite Nasional Indonesia (1945 - 1949),

kantor Dewan Pertahanan Negara dan penyelenggaraan sidang Kabinet

(1948).

Kelilingilah setiap loji, sepenggal demi sepenggal cerita yang didapat

akan memperkaya wawasan sejarah anda.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

B. Bintaran

Bintaran berkembang seiring laju jaman. Bermula

dari wilayah kediaman Pangeran Haryo Bintoro pada masa Sri Sultan

Hamengku Buwono, kawasan ini berkembang menjadi area pemukiman Indische

pada tahun 1930an.

Sama seperti Kotabaru, Bintaran merupakan kawasan hunian alternatif

bagi orang Belanda yang menetap di wilayah Indonesia, berkembang

setelah kawasan Loji Kecil tak lagi memadai. Dari segi fisik, kawasan

yang bisa ditempuh dengan berjalan ke timur dari perempatan Gondomanan

itu tak begitu pesat perkembangannya seperti Kotabaru. Salah satu

faktornya adalah letaknya yang masih dekat dengan Loji Kecil sehingga

beragam fasilitas masih bisa diakses dengan mudah.

Sebelum berkembang menjadi pemukiman Indisch, Bintaran dikenal sebagai

tempat berdirinya Ndalem Mandara Giri, kediaman Bendara Pangeran Haryo

Bintoro, salah satu trah Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Perkembangan

Bintaran sebagai pemukiman Indische diperkirakan dimulai tahun 1930an

ditandai pembangunan rumah, fasilitas seperti gereja dan bahkan

penjara. Umumnya, orang Belanda yang bermukim di Bintaran adalah yang

bekerja sebagai opsir dan pegawai pabrik gula.

Seperti halnya kampung Indische lainnya, ketika YogYES berkunjung,

Bintaran dihiasi dengan bangunan-bangunan yang berarsitektur khas

Eropa. Meski demikian, ciri bangunan di wilayah Bintaran berbeda dengan

bangunan di Loji Kecil ataupun Kotabaru. Halaman bangunan yang berdiri

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

di kawasan Bintaran lebih luas, sementara bagian depan rumah lebih

kecil, mempunyai banyak pilar, daun pintu luar berbentuk krepyak serta

daun pintu dalam dihiasi kaca.

Bangunan menawan secara arsitektural dan bernilai sejarah yang terdapat

di tempat ini tentu saja adalah Ndalem Mandara Giri. Arsitektur

bangunan ndalem tersebut merupakan perpaduan Jawa dan Belanda. Ciri

Jawa terlihat dari adanya pendopo yang bahan-bahannya khusus

didatangkan dari Demak pada tahun 1908. Sementara, ciri bangunan

Belanda terlihat dari ruangan yang lebar dan berdinding tinggi serta

jendela khas Belanda yang besar dan memiliki dua daun.

Setelah ditinggalkan Pangeran Haryo Bintoro, bangunan ini sempat

ditinggali oleh trah kraton lainnya. Pendopo ndalem yang cukup lebar

sejak lama telah digunakan sebagai ruang pameran keris, bahkan setelah

rumahnya sendiri dikosongkan sejak tahun 1997. Kini, bangunan yang bisa

ditemui dengan di pertigaan pertama setelah berbelok ke kiri dari Jalan

Sultan Agung ini dimanfaatkan sebagai kantor Karta Pustaka, sebuah

lembaga Indonesia Belanda.

Bangunan bersejarah lain juga bisa ditemukan tak jauh dari Ndalem

Mandara Giri. Salah satunya adalah Gedung Sasmitaloka Jenderal

Soedirman yang bisa ditemui persis di sisi kiri jalan Jalan Bintaran.

Dahulu, bangunan yang berdiri tahun 1890 itu dimanfaatkan sebagai

kediaman pejabat keuangan puro Paku alam VII bernama Wijnschenk.

Bangunan itu juga sempat menjadi rumah dinas Jendral Soedirman,

kemudian kediaman Kompi Tukul setelah kemerdekaan.

Sementara, bangunan Museum Biologi yang berada di Jalan Sultan Agung

dahulu dimanfaatkan sebagai tempat tinggal pengawas militer daerah

Pakualaman. Kediaman seorang warga Belanda bernama Henry Paul Sagers,

kini dimanfaatkan sebagai kantor Komando Pemadam Kebakaran. Bangunan

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

bersejarah lain adalah penjara Belanda yang kini digunakan sebagai

Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan.

Seperti umumnya pemukiman Indis, Bintaran juga memiliki fasilitas

gereja. Yang unik, gereja Bintaran didirikan atas ide orang Jawa yang

merasa tidak sreg dengan cara berdoa orang Belanda. H. van Driessche.

SJ, seorang keturunan Belanda Indonesia menjadi koordinator pendirian

gereja yang berlokasi di ujung selatan Jalan Bintaran ini. Penamaan

gereja yang berdiri tahun 1931 ini menjadi Gereja Santo Yusuf berkaitan

dengan permohonan Driessche pada Santo Yusuf ketika sulit mencari

lokasi gereja.

Selain semua bangunan dan sejarahnya, Bintaran kini juga menawarkan

pesona lain, yaitu kulinernya. Salah satu yang cukup terkenal adalah

Bakmi Kadin yang berlokasi di Bintaran barat.

C. Kotabaru

Kawasan Indische yang layak disebut sebagai

salah satu wilayah paling maju di jamannya. Dibangun dengan konsep kota

taman yang berpola radial, Kotabaru menjadi sebuah kawasan yang sejajar

dengan Menteng, sebuah kawasan Indische di Jakarta.

Udara sejuk akan menyapa begitu anda melintasi kawasan timur laut

Malioboro, kawasan di seberang timur Sungai Code yang kini dinamai

Kotabaru. Pohon-pohon rindang tumbuh di tengah ruas jalan, menaungi

dari terik sinar matahari sekaligus membatasi lajur dua arah yang

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

berbeda. Dengan bangunan-bangunan tua yang masih berdiri kokoh di sisi

kanan kiri jalan, kawasan Kotabaru menjadi sebuah kawasan yang terlalu

sayang untuk sekedar dilintasi.

Kotabaru, atau dulu disebut Nieuwe Wijk, adalah sebuah kawasan yang

berkembang mulai tahun 1920 sebagai konsekuensi kian padatnya kawasan

Loji Kecil. Kemajuan industri gula, perkebunan dan meningkatnya

ketertarikan mengembangkan pendidikan dan kesehatan menyebabkan jumlah

orang Belanda yang menetap di Yogyakarta semakin meningkat. Kotabaru

menjadi kawasan hunian alternatif yang berfasilitas lengkap, sejajar

dengan kawasan Menteng di Jakarta.

Kesan berbeda akan didapat begitu memasuki kawasan ini. Rancangan

kawasannya tertata mengikuti pola radial seperti kota-kota di Belanda

umumnya, berbeda dengan kawasan Yogyakarta lainnya yang kebanyakan

masih tertata mengikuti arah mata angin. Pohon-pohon besar, tanaman

berbunga dan tanaman buah yang banyak terdapat di kawasan ini

menandakan bahwa Kotabaru dirancang sebagai garden city, dilengkapi

boulevard dan ruas jalan yang cukup lebar.

Setiap sudut Kotabaru tidak saja indah, tetapi juga menyimpan cerita.

Jalan Kewek yang menjadi gerbang selatan kawasan ini misalnya,

menyimpan cerita yang cukup jenaka. Jalan berupa jembatan yang

menghubungkan seberang timur dan barat Sungai Code itu sebenarnya

dinamai Jalan Kerkweg, namun karena banyak orang Jawa sulit

melafalkannya, namanya pun berubah menjadi Kewek. Karena berupa

jembatan, jalan yang kini bernama Abubakar Ali itu juga disebut Kreteg

Kewek.

Berjalan ke utara dari Kreteg Kewek, anda akan menemukan bangunan

Gereja Santo Antonius Kotabaru. Ciri khas bangunan Eropa tampak pada

bangunan menara tinggi di bagian depan gereja, tiang-tiang besar dari

semen cor sebanyak 16 buah, juga plafon berbentuk sungkup. Gereja yang

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

berdiri tahun 1926 dan semula bernama Santo Antonius van Padua ini

mulai berkembang saat tempat ibadah semula di rumah Mr Perquin (depan

Masjid Syuhada) sudah tak mencukupi lagi.

Memasuki relung Kotabaru selanjutnya, sejumlah gedung bersejarah akan

dijumpai, diantaranya Gedung Kolese Santo Ignatius yang dulu digunakan

sebagai kantor Kementrian Pertahanan, Gedung SMAN 3 sebagai gedung AMS,

Gedung SMP 5 yang dahulu dipakai Normalschool, juga gedung SMU BOPKRI I

yang digunakan sebagai gedung Christelijke MULO dan Akademi Militer.

Anda juga akan menemui kantor Dinas Pariwisata yang menjadi tempat

berakhirnya gerilya Jendral Soedirman, pahlawan nasional Indonesia yang

terkenal dengan perjuangan gerilyanya.

Sebuah bangunan yang menonjol secara arsitektur adalah bangunan Gedung

Bimo. Gedung tersebut dirancang dengan konsep art deco, sebuah rancang

bangun yang berkembang pesat pada tahun 1920-1930-an, mengutamakan

unsur tradisional setempat dengan tetap terbuka pada hal baru dan

disertai semangat untuk berbeda dari bangunan umum yang sudah ada.

Bentuk bangunan Gedung Bimo memanjang seperti bangunan khas Eropa

lainnya, namun bagian atas depan tampil beda dengan bentuk lengkung.

Bangunan lain yang cukup menonjol dan bernilai sejarah adalah kantor

Asuransi Jiwasraya. Pada masa Belanda, gedung ini dipakai sebagai rumah

salah satu pegawai Asuransi Nill Maatschappij, sementara pada masa

Jepang dipakai sebagai tempat tinggal Butaico Mayor Otsuka, perwira

tinggi angkatan bersenjata Jepang. Tanggal 6 Oktober 1945, bangunan ini

dipakai sebagai tempat perundingan Moh Saleh Bardosono dengan Otsuka

dalam rangka penyerahan senjata.

Bila masih belum puas juga melihat bangunan-bangunan kuno, anda bisa

menyusuri setiap relung Kotabaru. Sederetan bangunan kuno berarsitektur

Belanda akan ditemui dengan mudah. Beberapa yang mempunyai nilai

sejarah adalah gedung bekas Kementrian Luar Negeri yang berlokasi di

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

simpul jalan menuju Jembatan Gondolayu, rumah Brigjend Katamso yang

berada di sebelah timur Stadion Kridosono, serta bangunan gardu listrik

rancangan khas Belanda.

Sudut-sudut Kotabaru kini berkembang dinamis. Terdapat sejumlah kafe

tempat beristirahat setelah berwisata menikmati pesona kota tua, sebuah

galeri seni tempat dilangsungkannya beragam pameran, juga tak

ketinggalan tempat mencicipi berbagai masakan, bahkan tempat

berolahraga. Pesona Kotabaru sebagai kota taman pun hingga kini masih

bisa dinikmati dengan duduk dan berteduh di sisi kanan kiri jalan.

2.4. WISATA PANTAIA. Pantai Siung

Pantai Siung kaya akan karang-karang raksasa.

Tebing karangnya memiliki 250 jalur pemanjatan, juga tempat tepat untuk

menikmati panorama pantai. Ada pula karang menyerupai siung wanara yang

menjadi dasar penamaan pantai.

Pantai Siung terletak di sebuah wilayah terpencil di Kabupaten Gunung

Kidul, tepatnya sebelah selatan kecamatan Tepus. Jaraknya sekitar 70 km

dari pusat kota Yogyakarta, atau sekitar 2 jam perjalanan. Menjangkau

pantai ini dengan sepeda motor atau mobil menjadi pilihan banyak orang,

sebab memang sulit menemukan angkutan umum. Colt atau bis dari kota

Wonosari biasanya hanya sampai ke wilayah Tepus, itupun mesti menunggu

berjam-jam.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Stamina yang prima dan performa kendaraan yang baik adalah modal utama

untuk bisa menjangkau pantai ini. Maklum, banyak tantangan yang mesti

ditaklukkan, mulai dari tanjakan, tikungan tajam yang kadang disertai

turunan hingga panas terik yang menerpa kulit saat melalui jalan yang

dikelilingi perbukitan kapur dan ladang-ladang palawija. Semuanya

menghadang sejak di Pathuk (kecamatan pertama di Gunung Kidul yang

dijumpai) hingga pantainya.

Seolah tak ada pilihan untuk lari dari tantangan itu. Jalur Yogyakarta

- Wonosari yang berlanjut ke Jalur Wonosari - Baron dan Baron - Tepus

adalah jalur yang paling mudah diakses, jalan telah diaspal mulus dan

sempurna. Jalur lain melalui Yogyakarta - Imogiri - Gunung Kidul

memiliki tantangan yang lebih berat karena banyak jalan yang berlubang,

sementara jalur Wonogiri - Gunung Kidul terlalu jauh bila ditempuh dari

kota Yogyakarta.

Seperti sebuah ungkapan, "bersakit-sakit dahulu bersenang-senang

kemudian", begitulah kiranya perjalanan ke Pantai Siung. Kesenangan,

kelegaan dan kedamaian baru bisa dirasakan ketika telah sampai di

pantai. Birunya laut dan putihnya pasir yang terjaga kebersihannya akan

mengobati raga yang lelah.Tersedia sejumlah rumah-rumah kayu di pantai,

tempat untuk bersandar dan bercengkrama sambil menikmati indahnya

pemandangan.

Satu pesona yang menonjol dari Pantai Siung adalah batu karangnya.

Karang-karang yang berukuran raksasa di sebelah barat dan timur pantai

memiliki peran penting, tak cuma menjadi penambah keindahan dan

pembatas dengan pantai lain. Karang itu juga yang menjadi dasar

penamaan pantai, saksi kejayaan wilayah pantai di masa lampau dan

pesona yang membuat pantai ini semakin dikenal, setidaknya di wilayah

Asia.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Batu karang yang menjadi dasar penamaan pantai ini berlokasi agak

menjorok ke lautan. Nama pantai diambil dari bentuk batu karang yang

menurut Wastoyo, seorang sesepuh setempat, menyerupai gigi kera atau

Siung Wanara. Hingga kini, batu karang ini masih bisa dinikmati

keindahannya, berpadu dengan ombak besar yang kadang menerpanya, hingga

celah-celahnya disusuri oleh air laut yang mengalir perlahan,

menyajikan sebuah pemandangan dramatis.

Karang gigi kera yang hingga kini masih tahan dari gerusan ombak lautan

ini turut menjadi saksi kejayaan wilayah Siung di masa lalu. Menurut

cerita Wastoyo, wilayah Siung pada masa para wali menjadi salah satu

pusat perdagangan di wilayah Gunung Kidul. Tak jauh dari pantai,

tepatnya di wilayah Winangun, berdiri sebuah pasar. Di tempat ini pula,

berdiam Nyai Kami dan Nyai Podi, istri abdi dalem Kraton Yogyakarta dan

Surakarta.

Sebagian besar warga Siung saat itu berprofesi sebagai petani garam.

Mereka mengandalkan air laut dan kekayaan garamnya sebagai sumber

penghidupan. Garam yang dihasilkan oleh warga Siung inilah yang saat

itu menjadi barang dagangan utama di pasar Winangun. Meski kaya beragam

jenis ikan, tak banyak warga yang berani melaut saat itu. Umumnya,

mereka hanya mencari ikan di tepian.

Keadaan berangsur sepi ketika pasar Winangun, menurut penuturan

Wastoyo, diboyong ke Yogyakarta. Pasar pindahan dari Winangun ini konon

di Yogyakarta dinamai Jowinangun, singkatan dari Jobo Winangun atau di

luar wilayah Winganun. Warga setempat kehilangan mata pencaharian dan

tak banyak lagi orang yang datang ke wilayah ini. Tidak jelas usaha apa

yang ditempuh penduduk setempat untuk bertahan hidup.

Di tengah masa sepi itulah, keindahan batu karang Pantai Siung kembali

berperan. Sekitar tahun 1989, grup pecinta alam dari Jepang

memanfaatkan tebing-tebing karang yang berada di sebelah barat pantai

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

sebagai arena panjat tebing. Kemudian, pada dekade 90-an, berlangsung

kompetisi Asian Climbing Gathering yang kembali memanfaatkan tebing

karang Pantai Siung sebagai arena perlombaan. Sejak itulah, popularitas

Pantai Siung mulai pulih lagi.

Kini, sebanyak 250 jalur pemanjatan terdapat di Pantai Siung,

memfasilitasi penggemar olah raga panjat tebing. Jalur itu kemungkinan

masih bisa ditambah, melihat adanya aturan untuk dapat meneruskan jalur

yang ada dengan seijin pembuat jalur sebelumnya. Banyak pihak telah

memanfaatkan jalur pemanjatan di pantai ini, seperti sekelompok

mahasiswa dari Universitas Negeri Yogyakarta yang tengah bersiap

melakukan panjat tebing ketika YogYES mengunjungi pantai ini.

Fasilitas lain juga mendukung kegiatan panjat tebing adalah ground camp

yang berada di sebelah timur pantai. Di ground camp ini, tenda-tenda

bisa didirikan dan acara api unggun bisa digelar untuk melewatkan

malam. Syarat menggunakannya hanya satu, tidak merusak lingkungan dan

mengganggu habitat penyu, seperti tertulis dalam sebuah papan

peringatan yang terdapat di ground camp yang juga bisa digunakan bagi

yang sekedar ingin bermalam.

Tak jauh dari ground camp, terdapat sebuah rumah panggung kayu yang

bisa dimanfaatkan sebagai base camp, sebuah pilihan selain mendirikan

tenda. Ukuran base camp cukup besar, cukup untuk 10 - 15 orang. Bentuk

rumah panggung membuat mata semakin leluasa menikmati keeksotikan

pantai. Cukup dengan berbicara pada warga setempat, mungkin dengan

disertai beberapa rupiah, base camp ini sudah bisa digunakan untuk

bermalam.

Saat malam atau kala sepi pengunjung, sekelompok kera ekor panjang akan

turun dari puncak tebing karang menuju pantai. Kera ekor panjang yang

kini makin langka masih banyak dijumpai di pantai ini. Keberadaan kera

ekor panjang ini mungkin juga menjadi salah satu alasan mengapa batu

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

karang yang menjadi dasar penamaan dipadankan bentuknya dengan gigi

kera, bukan jenis hewan lainnya.

Wastoyo mengungkapkan, berdasarkan penuturan para winasih (orang-orang

yang mampu membaca masa depan), Pantai Siung akan rejomulyo atau kembali

kejayaannya dalam waktu yang tak lama lagi. Semakin banyaknya

pengunjung dan popularitasnya sebagai arena panjat tebing menjadi salah

satu pertanda bahwa pantai ini sedang menuju kejayaan. Kunjungan

wisatawan, termasuk anda, tentu akan semakin mempercepat teraihnya

kejayaan itu.

B. Pantai Sadeng

Jalur dan muara Bengawan Solo Purba bisa disaksikan bila mengunjungi

Pantai Sadeng. Melihat kondisi kini dan membayangkan kondisi masa

lalunya, seperti menyaksikan proses evolusi. Mata pun akan memandang

takjub.

Dahulu kala Sungai Bengawan Solo mengalir tenang

dari hulunya di wilayah utara hingga bermuara di Pantai Sadeng yang

kini berada di Kabupaten Gunung Kidul. Namun, empat juta tahun yang

silam, sebuah proses geologi terjadi. Lempeng Australia menghujam ke

bawah Pulau Jawa, menyebabkan dataran Pulau Jawa perlahan terangkat.

Arus sungai akhirnya tak bisa melawan hingga akhirnya aliran pun

berbalik ke utara. Jalur semula akhirnya tinggal jejak yang perlahan

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

mengering karena tak ada lagi air yang mengalirinya. Wilayah ini

menjadi kaya akan bukit-bukit kapur yang menurut beberapa penelitian,

semula merupakan karang-karang yang berada di bawah permukaan laut.

Kini, bekas aliran sungai yang populer lewat lagu keroncong berjudul

Bengawan Solo ciptaan Gesang itu menjadi objek wisata menarik. Tak

ketinggalan Pantai Sadeng yang menjadi muaranya, selain menjadi objek

wisata juga menjadi salah satu pelabuhan perikanan besar di Yogyakarta.

Keduanya menjadi jejak geologi yang berharga. Beberapa waktu lalu,

sempat diadakan paket wisata menyusuri jalur Bengawan Solo Purba hingga

muaranya.

Dalam perjalanan menuju Pantai Sadeng, beberapa ratus meter jalur

aliran Bengawan Solo Purba bisa dinikmati pemandangannya. Jalur aliran

itu bisa dilihat setelah sampai di dekat plang biru bertuliskan

"Girisubo - Ibukota Kecamatan". Berhenti sejenak di pinggir jalan

menuju pantai atau berjalan perlahan adalah cara paling tepat untuk

menikmati pemandangan bekas aliran ini, sekaligus memberi kesempatan

mengabadikannya dengan kamera.

Tampak dua buah perbukitan kapur yang tinggi memanjang mengapit sebuah

dataran rendah yang semula adalah jalur aliran. Dataran rendah yang

kini menjadi lahan berladang palawija penduduk setempat itu berkelok

indah, memanjang sejauh 7 kilometer ke arah utara, hingga wilayah

Pracimantoro di Kabupaten Wonogiri. Kelokannya membuat mata tergoda

untuk menyusurinya ke utara hingga ke tempat pembalikan aliran

sungainya.

Jalur aliran juga bisa disusuri ke arah selatan hingga bekas muaranya

di Pantai Sadeng. Menurut penuturan salah seorang nelayan, muara

Bengawan Solo Purba berada di pantai sebelah timur, wilayah yang kini

termasuk areal pelabuhan perikanan. Meski demikian, penyusuran ke

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

selatan tak akan seindah ke utara, sebab jalan yang menuju ke Pantai

Sadeng tidak searah dengan jalur aliran sungai terbesar di Jawa itu.

Bila telah sampai ke pantainya, maka pemandangan berbeda akan dijumpai.

Wilayah pantai juga telah mengalami perubahan, seperti jalur aliran

yang kini menjadi ladang-ladang penduduk. Pantai Sadeng kini menjadi

pelabuhan perikanan di Yogyakarta yang paling maju, terbukti dengan

kelengkapan sarana pendukungnya, seperti perahu motor yang berukuran

lebih besar, terminal pengisian bahan bakar, rumah pondokan nelayan

hingga tempat pelelangan ikan dan koperasi.

Berkembangnya Sadeng sebagai pelabuhan ikan pun punya cerita

tersendiri. Sekitar tahun 1983, serombongan nelayan ikan dari Gombong,

Jawa Tengah datang ke tempat ini. Mereka menganggap Sadeng sangat

berpotensi sebagai tempat melaut. Tantangannya cukup berat, bukan hanya

karena ombak laut selatan yang besar, tetapi juga kepercayaan penduduk

setempat yang tak memperbolehkan melaut dan wilayah pantai yang konon

wingit.

Namun, salah satu nelayan bernama Pairo yang ditemui YogYES,

mengungkapkan bahwa nelayan Gombong saat itu berkeyakinan, "Sopo Wae

mlebu Sadeng Sedeng". Berarti, siapa saja berani tinggal di Sadeng akan

diberi kekuatan untuk hidup. Akhirnya, bertahanlah serombongan nelayan

dari Gombong itu, sedikit demi sedikit hingga hasil tangkapan ikan pun

terus meningkat dan mereka mampu bertahan hidup.

Kemajuan pun terus dicapai. Tahun 1986, didirikan tempat pelelangan

ikan dan dibangun pelabuhan yang dilengkapi mercusuar untuk mendukung

aktivitas perikanan. Sekitar tahun 1989, berdiri sebuah koperasi untuk

membantu para nelayan. Hingga akhirnya pada tahun 1995, berdiri kantor

yang mengurus hasil tangkapan ikan sekaligus pondokan serupa rumah

petak yang dikontrakkan untuk para nelayan.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Berkeliling ke penjuru pantai adalah cara untuk menikmati kemajuan

perikanan di Sadeng. Akan tampak sekelompok nelayan yang membersihkan

perahu, mengangkut ikan dari perahu ke tempat pelelangan, menggiling es

batu untuk dimasukkan dalam kotak ikan sebelum didistribusikan, hingga

ibu-ibu nelayan yang mengasuh anak-anak di pondokan. Seluruh warga

pantai seolah sibuk dengan aktivitas perikanannya.

Selain itu, bisa juga menyusuri bibir pantai di sebelah timur dan

menuju gundukan pasir yang berada di dekat mercusuar. Pemandangan laut

lepas akan tampak jelas, beserta deburan ombaknya yang besar. Tak

seperti pantai di Gunung Kidul umumnya, Sadeng tak banyak memiliki

karang-karang raksasa sehingga pandangan mata tak akan terhalang.

Kadang, bisa juga disaksikan perahu nelayan yang tengah melaut.

Mengunjungi Sadeng bagaikan menyaksikan sebuah proses evolusi. Selama

perjalanan, bisa dikenang evolusi dataran rendah jalur aliran Bengawan

Solo Purba dari tempat mengalirnya air hingga menjadi ladang palawija

yang produktif. Sementara, mengunjungi pantainya seolah mengenang

pantai yang semula muara sungai menjadi daerah sepi dan akhirnya

berkembang menjadi pelabuhan perikanan terbesar di Yogyakarta.

C. Pantai Sepanjang

Tak harus mahal-mahal ke Pantai Kuta di Bali

kalau hanya ingin berjemur. Ke Pantai Sepanjang saja sudah bisa

berjemur namun dengan suasana yang lebih asri.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Bila ingin bernostalgia menikmati nuansa Pantai Kuta tempo doeloe,

Pantai Sepanjang adalah tempat yang tepat. Sepanjang memiliki garis

pantai yang panjang, pasir berwarna putih yang masih terjaga, dan ombak

yang sedang. Anda tinggal memilih, ingin berjemur di atas pasir

menikmati terik matahari, membelah ombak dengan papan selancar, ataupun

hanya melihat keindahan pantai. Semuanya bisa Anda nikmati begitu tiba

di pantai yang berjarak beberapa kilometer dari Pantai Sundak ini.

Pantai Sepanjang merupakan salah satu pantai yang baru dibuka. Nama

"Sepanjang" diberikan karena ciri khas pantai ini yang memiliki garis

pantai terpanjang di antara semua pantai di Kabupaten Gunung Kidul.

Suasana pantai ini sangat alami. Bibir pantai dihiasi tumbuhan palem

dan gubug-gubug beratap daun kering. Karang di wilayah pasang surut

pantai pun masih terawat. Hempasan ombak masih memantulkan warna biru

menandai air laut yang belum banyak tercemar. Dengan suasana itu, tak

salah bila pemerintah daerah maupun investor berencana menjadikan

pantai ini sebagai Pantai Kuta kedua.

Suasana alami itulah yang menjadikan Pantai Sepanjang lebih dari Pantai

Kuta. Sepanjang tidak menawarkan hal-hal klise seperti beach

cafe dan cottage mewah, tetapi sebuah kedekatan dengan alam. Buktinya,

anda akan tetap bisa menggeledah karang-karang untuk menemukan berbagai

jenis kerang-kerangan (Mollusca) dan bintang laut (Echinodermata). Anda

juga tetap bisa menemukan limpet di batuan sekitar pantai dan

mencerabut rumput laut yang tertanam. Tentu dengan berhati-hati agar

tak tertancap duri landak laut. Jelas kan, Anda tak akan menemuinya di

Pantai Kuta?

Kebudayaan masyarakat pantai juga masih sangat kental. Tak ada bangunan

permanen di pinggir pantai, hanya beberapa gubug yang ditinggali oleh

masyarakat setempat. Masih di pinggir pantai, terdapat ladang yang

digunakan penduduk untuk menanam kedelai. Pantai yang landai dan

langsung diterpa ombak menyebabkan tak ada penduduk yang melaut. Bila

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

melihat ke belakang, akan tampak dua buah bukit yang bagian lerengnya

digunakan penduduk setempat untuk menanam jagung sebagai sumber makanan

pokok. Tanah di puncak bukit tersebut telah dibeli oleh investor untuk

dibangun sebuah villa yang harapannya bisa digunakan sebagai penginapan

wisatawan.

Sepanjang juga memiliki situs bersejarah, yaitu Banyusepuh. "Banyu"

berarti air dan "sepuh" berarti basuh atau membasuh. Sesuai namanya,

tempat yang tadinya berupa mata air ini digunakan untuk membasuh atau

memandikan. Penggunanya konon adalah para wali yang biasanya membasuh

pusakanya. Situs ini tak akan diketahui keberadaannya bila tak bertanya

ke penduduk setempat. Ketika YogYES melihat, situs ini hanya tinggal

kubangan kering yang ditumbuhi tanaman liar.

Capek berkeliling, maka istirahatlah. Gubug-gubug yang berada di

pinggir pantai biasanya digunakan penduduk untuk menjual makanan dan

minuman yang sekiranya cukup untuk melepas lapar dan dahaga. Disediakan

pulalincak (tempat duduk yang disusun dari bambu) untuk tempat ngobrol dan

menikmati semilirnya angin pantai. YogYES sempat merasakan betapa

sejuknya berteduh di bawah gubug. Kalau senja tiba, tengoklah ke barat

untuk menyaksikan kepergian matahari. Walau kini belum ada villa, namun

penduduk setempat cukup terbuka bila ada yang menginap.

Soal oleh-oleh jika pulang, pengunjung tak perlu berpusing-pusing

mencari. Bukankah oleh-oleh tak harus selalu berbentuk makanan?

Beberapa penduduk yang tinggal beberapa kilometer dari pantai sudah

membuat kerajinan tangan berbahan dasar cangkang kerang-kerangan yang

kemudian dipasarkan oleh penduduk pantai. Meski tak sekomersil di

Malaysia, kerajinan tangan yang dibuat oleh penduduk cukup bervariasi.

Ada kreasi berbentuk kereta kencana, orang-orangan, barong, jepitan,

ataupun yang hanya sekedar dikeringkan dan dipendam di dalam pasir.

Beberapa di antaranya dilukis sederhana menggunakan cat. Harganya pun

tak mahal, cuma Rp 5.000 per biji.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Harga kerajinan yang murah tak berarti bernilai rendah. Kerajinan

berbahan dasar Mollusca sebenarnya memiliki nilai historis yang besar.

Jika pernah membaca buku ataupun artikel tentang Conchology, Anda akan

mengetahui bahwa kerajinan tersebut adalah bentuk kebudayaan maha

tinggi yang berkembang di masyarakat pesisir. Orang-orang Hawaii di

Amerika Serikat, Kepulauan Melanesia, atapun Maori di Selandia Baru

mengembangkan kerajinan serupa. Mereka merangkai cangkang kerang-

kerangan menjadi kalung, rok, ikat pinggang, hingga memahat dan

melukisnya menjadi seni rupa maha dahsyat.

Apabila uang di dompet sedang mepet, pengunjung dapat mengkoleksi

cangkang yang ada di pinggiran pantai. Benda kecil ini dapat menjadi

hadiah menarik bila diproses lebih lanjut. Ambil beberapa buah cangkang

yang masih utuh kemudian masukkan dalam kantong plastik. Sesampainya di

rumah, belilah tembakau atau mint dan campurkan dengan alkohol 90%.

Setelah direndam sehari semalam, ambil cangkang dan gosok perlahan.

Langkah itu akan menghilangkan lapisan kapur pada cangkang sehingga

yang tinggal hanya lapisan tengahnya saja (lapisan prismatik). Gosokan

akan membuat warna cangkang lebih cemerlang.

Nah, sangat menarik bukan berwisata di tempat Sepanjang? Jadi, tunggu

apa lagi? Anda tinggal melaju dengan sepeda motor atau menginjak pedal

gas mobil Anda. Tak usah menggubris naik turunnya medan ataupun jalan

bebatuan menuju pantai ini sebab keindahan alam dan budaya yang akan

dinikmati jauh lebih dari pengorbanan Anda. Percayalah, semua akan

terbayar dan Anda pun akan berkata seperti salah seorang turis asal

Belanda yang ditemui YogYES, "Ini betul-betul si Kuta baru. Banyak

pantai di sini dan Bali sudah sangat turistik, tapi di sini pantai

tenang. Sangat menyenangkan."

D. Pantai Parangtritis

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Parangtritis yang menjadi pantai paling terkenal

di Yogyakarta menawarkan pengalaman wisata yang bervariasi. Mulai

menikmati pemandangan dengan bendi atau kuda hingga melihat perayaan

Peh Cun dengan atraksi telur berdiri.

Pantai Parangtritis adalah salah satu pantai yang mesti dikunjungi,

bukan cuma karena merupakan pantai yang paling populer di Yogyakarta,

tetapi juga memiliki keterkaitan erat dengan beragam objek wisata

lainnya, seperti Kraton Yogyakarta, Pantai Parangkusumo dan kawasan

Merapi. Pantai yang terletak 27 kilometer dari pusat kota Yogyakarta

ini juga merupakan bagian dari kekuasaan Ratu Kidul.

Penamaan Parangtritis memiliki kesejarahan tersendiri. Konon, seseorang

bernama Dipokusumo yang merupakan pelarian dari Kerajaan Majapahit

datang ke daerah ini beratus-ratus tahun lalu untuk melakukan semedi.

Ketika melihat tetesan-tetesan air yang mengalir dari celah batu

karang, ia pun menamai daerah ini menjadi parangtritis, dari

kata parang (=batu) dan tumaritis (=tetesan air). Pantai yang terletak di

daerah itu pun akhirnya dinamai serupa.

Pantai Parangtritis merupakan pantai yang penuh mitos, diyakini

merupakan perwujudan dari kesatuan trimurti yang terdiri dari Gunung

Merapi, Kraton Yogyakarta dan Parangtritis. Pantai ini juga diyakini

sebagai tempat bertemunya Panembahan Senopati dengan Sunan Kalijaga

sesaat setelah selesai menjalani pertapaan. Dalam pertemuan itu,

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Senopati diingatkan agar tetap rendah hati sebagai penguasa meskipun

memiliki kesaktian.

Sejumlah pengalaman wisata bisa dirasakan di pantai ini. Menikmati

pemandangan alam tentu menjadi yang paling utama. Pesona alam itu bisa

diintip dari berbagai lokasi dan cara sehingga pemandangan yang dilihat

lebih bervariasi dan anda pun memiliki pengalaman yang berbeda. Bila

anda berdiri di tepian pantainya, pesona alam yang tampak adalah

pemandangan laut lepas yang maha luas dengan deburan ombak yang keras

serta tebing-tebing tinggi di sebelah timurnya.

Untuk menikmatinya, anda bisa sekedar berjalan dari arah timur ke barat

dan memandang ke arah selatan. Selain itu, anda juga bisa menyewa jasa

bendi yang akan mengantar anda melewati rute serupa tanpa lelah. Ada

pula tawaran menunggang kuda untuk menjelajahi pantai. Biayanya, anda

bisa membicarakan dengan para penyewa jasa.

Usai menikmati pemandangan Parangtritis dari tepian pantai, anda bisa

menuju arah Gua Langse untuk merasakan pengalaman yang berbeda. Di

jalan tanah menuju Gua Langse, anda bisa melihat ke arah barat dan

menyaksikan keindahan lain Parangtritis. Gulungan ombak besar yang

menuju tepian pantai akan terlihat berwarna perak karena sinar

matahari, dan akan berwarna menyerupai emas bila sinar matahari mulai

memerah atau menjelang senja. Pemandangan eksotik ini sempat dinikmati

YogYES ketika berkunjung beberapa hari lalu.

Puas dengan pemandangan alamnya anda bisa menikmati pengalaman wisata

lain dengan menuju tempat-tempat bersejarah yang terdapat di sekitar

Pantai Parangtritis. Salah satunya adalah Makam Syeh Bela Belu yang

terletak di jalan menuju pantai. Anda bisa naik melalui tangga yang

menghubungkan jalan raya dengan bukit tempat makam sakral ini. Umumnya,

banyak peziarah datang pada hari Selasa kliwon.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Selesai mengunjungi makam, anda bisa menantang diri untuk menuju Gua

Langse, gua yang harus ditempuh dengan berjalan kaki sejauh 3 km dan

melalui tebing setinggi 400 meter dengan sudut kemiringan hampir 900.

Untuk memasuki gua yang juga sering disebut sebagai Gua Ratu Kidul ini,

anda harus meminta ijin pada juru kuncinya terlebih dahulu. Menurut

salah seorang penjaga Pantai Depok yang di waktu mudanya sering

menuruni gua, anda bisa melihat pemandangan laut selatan yang lebih

indah begitu berhasil memasuki gua.

Pada tanggal 5 bulan 5 dalam penanggalan Cina, anda bisa melihat

prosesi upacara Peh Cun di Parangtritis. Peh Cun, berasal dari

kata peh yang berarti dayung dan cun yang berarti perahu, merupakan

bentuk syukur masyarakat Tioghoa kepada Tuhan. Perayaan ini juga

bermaksud mengenang Khut Gwan (Qi Yuan), seorang patriot dan sekaligus

menteri pada masa kerajaan yang dikenal loyalitasnya pada raja hingga

ia difitnah oleh rekannya dan memilih bunuh diri.

Perayaan Peh Cun di Parangtritis tergolong unik karena tidak diisi

dengan atraksi mendayung perahu berhias naga seperti di tempat lain,

tetapi dengan atraksi telur berdiri. Atraksi dimulai sekitar pukul

11.00 dan memuncak pada pukul 12.00. Pada tengah hari, menurut

kepercayaan, telur bisa berdiri tegak tanpa disangga. Namun, begitu

memasuki pukul 13.00, telur akan terjatuh dengan sendirinya dan tak

bisa didirikan lagi.

Untuk mencapai Parangtritis, anda bisa memilih dua rute. Pertama, rute

Yogyakarta - Imogiri - Siluk - Parangtritis yang menawarkan pemandangan

sungai dan bukit karang. Kedua, melewati rute Yogyakarta - Parangtritis

yang bisa ditempuh dengan mdah karena jalan yang relatif baik.

Disarankan, anda tidak mengenakan baju berwarna hijau untuk menghormati

penduduk setempat yang percaya bahwa baju hijau bisa membawa petaka.

E. Pantai Ngobaran

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Pantai Ngobaran ternyata kaya pesona budaya;

mulai dari pura, masjid yang menghadap ke selatan, hingga potensi

kuliner terpendam yaitu landak laut goreng.

Datang ke Pantai Ngrenehan dan menikmati ikan bakarnya belum lengkap

kalau tak mampir di pantai sebelahnya, Ngobaran. Letak pantai yang

bertebing tinggi ini hanya kurang lebih dua kilometer dari Pantai

Ngrenehan. Tak jauh bukan? Penduduk Pantai Ngrenehan saja sering

membicarakan dan mampir ke Pantai Ngobaran, mengapa anda tidak?

Ngobaran merupakan pantai yang cukup eksotik. Kalau air surut, anda

bisa melihat hamparan alga (rumput laut) baik yang berwarna hijau maupun

coklat. Jika dilihat dari atas, hamparan alga yang tumbuh di sela-sela

karang tampak seperti sawah di wilayah padat penduduk. Puluhan jenis

binatang laut juga terdapat di sela-sela karang, mulai dari landak

laut, bintang laut, hingga golongan kerang-kerangan.

Tapi yang tak terdapat di pantai lain adalah pesona budayanya, mulai

dari bangunan hingga makanan penduduk setempat. Satu diantaranya yang

menarik adalah adanya tempat ibadah untuk empat agama atau kepercayaan

berdiri berdekatan. Apakah itu bentuk multikulturalisme? Siapa tahu.

Bangunan yang paling jelas terlihat adalah tempat ibadah semacam pura

dengan patung-patung dewa berwarna putih. Tempat peribadatan itu

didirikan tahun 2003 untuk memperingati kehadiran Brawijaya V, salah

satu keturunan raja Majapahit, di Ngobaran. Orang yang beribadah di

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

tempat ini adalah penganut kepercayaan Kejawan (bukan Kejawen lho). Nama

"Kejawan" menurut cerita berasal dari nama salah satu putra Brawijaya

V, yaitu Bondhan Kejawan. Pembangun tempat peribadatan ini mengaku

sebagai keturunan Brawijaya V dan menunjuk salah satu warga untuk

menjaga tempat ini.

Berjalan ke arah kiri dari tempat peribadatan tersebut, Anda akan

menemui sebuah Joglo yang digunakan untuk tempat peribadatan pengikut

Kejawen. Saat YogYES berkunjung ke tempat ini, beberapa pengikut

Kejawen sedang melakukan sembahyangan. Menurut penduduk setempat,

kepercayaan Kejawen berbeda dengan Kejawan. Namun mereka sendiri tak

begitu mampu menjelaskan perbedaannya.

Bila terus menyusuri jalan setapak yang ada di depan Joglo, anda akan

menemukan sebuah kotak batu yang ditumbuhi tanaman kering. Tanaman

tersebut dipagari dengan kayu berwarna abu-abu. Titik dimana ranting

kering ini tumbuh konon merupakan tempat Brawijaya V berpura-pura

membakar diri. Langkah itu ditempuhnya karena Brawijaya V tidak mau

berperang melawan anaknya sendiri, Raden Patah (Raja I Demak).

Kebenaran cerita tentang Brawijaya V ini kini banyak diragukan oleh

banyak sejarahwan. Sebabnya, jika memang Raden Patah menyerang

Brawijaya V maka akan memberi kesan seolah-olah Islam disebarkan dengan

cara kekerasan. Banyak sejarahwan beranggapan bahwa bukti sejarah yang

ada tak cukup kuat untuk menyatakan bahwa Raden Patah melakukan

penyerangan. Selengkapnya bagaimana, mungkin Anda bisa mencari sendiri.

Beberapa meter dari kotak tempat ranting kering tumbuh terdapat pura

untuk tempat peribadatan umat Hindu. Tak jelas kapan berdirinya pura

tersebut.

Di bagian depan tempat ranting tumbuh terdapat sebuah masjid berukuran

kurang lebih 3x4 meter. Bangunan masjid cukup sederhana karena

lantainya pun berupa pasir. Seolah menyatu dengan pantainya. Uniknya,Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

jika kebanyakan masjid di Indonesia menghadap ke Barat, masjid ini

menghadap ke selatan. Bagian depan tempat imam memimpin sholat terbuka

sehingga langsung dapat melihat lautan. Ketika YOGYES menanyakan pada

penduduk setempat, tak banyak yang tahu tentang alasannya. Bahkan,

penduduk setempat sendiri heran karena yang membangun pun salah satu

Kyai terkenal pengikut Nahdatul Ulama yang tinggal di Panggang, Gunung

Kidul. Sebagai petunjuk bagi yang akan sholat, penduduk setempat

memberi tanda di tembok dengan pensil merah tentang arah kiblat yang

sebenarnya.

Setelah puas terheran-heran dengan situs peribadatannya, Anda bisa

berjalan turun ke pantai. Kalau datang pagi, maka pengunjung akan

menjumpai masyarakat pantai tengah memanen rumput laut untuk dijual

kepada tengkulak. Mereka biasanya menjual rumput laut dengan harga Rp

1.000 hingga Rp 1.500 per kilo. Hasilnya lumayan untuk mencukupi

kebutuhan hidup mereka.

Namun, kalau datang sore, biasanya Anda akan menjumpai warga tengah

mencari landak laut untuk dijadikan makanan malam harinya. Untuk bisa

dimakan, landak laut dikepras dulu durinya hingga rata dan kemudian

dipecah menggunakan sabit. Daging yang ada di bagian dalam landak laut

kemudioan dicongkel. Biasanya warga mencari landak hanya berbekal

ember, saringan kelapa, sabit, dan topi kepala untuk menghindari panas.

Landak laut yang didapat biasanya diberi bumbu berupa garam dan cabe

kemudian digoreng. Menurut penduduk, daging landak laut cukup kenyal

dan lezat. Sayangnya, tak banyak penduduk yang menjual makanan yang

eksotik itu. Tapi kalau mau memesan, coba saja meminta pada salah satu

penduduk untuk memasakkan. Siapa tahu, anda juga bisa berbagi ide

tentang bagaimana memasak landak laut sehingga warga pantai Ngobaran

bisa memakai pengetahuan itu untuk berbisnis meningkatkan taraf

kehidupannya.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Lengkap bukan? Dari keindahan pantai, pesona tempat peribadatan hingga

hidangan yang menggoda. Mungkin tak ada di tempat lain. 

F. Pantai Wediombo

Memancing dari bukit karang untuk mendapat ikan

besar tentu bukan wisata biasa. Pengalaman itu bisa didapatkan di

Pantai Wediombo, bersama pengalaman mencicipi ikan Panjo dan

menyaksikan upacara Ngalangi.

Sebuah imajinasi tentang pasir putih maha luas yang memungkinkan mata

untuk leluasa meneropong ke berbagai sudut mungkin akan muncul bila

mendengar pantai bernama Wediombo (wedi=pasir, ombo=lebar). Namun,

sebenarnya pantai Wediombo tak mempunyai hamparan pasir yang luas itu.

Bagian barat dan timur pantai diapit oleh bukit karang, membuat

hamparan pasir pantai ini tak seluas Parangtritis, Glagah, atau mungkin

Kuta.

Penduduk setempat memang mengungkapkan bahwa nama pantai ini yang

diberikan oleh nenek moyang tak sesuai dengan keadaannya. Ada yang

mengungkapkan, pantai ini lebih pantas menyandang nama Teluk Ombo,

sebab keadaan pantai memang menyerupai teluk yang lebar. Terdapat batu

karang yang mengapit, air lautnya menjorok ke daratan, namun memiliki

luas yang lebih lebar dibanding teluk biasa.

Tapi, di luar soal nama yang kurang tepat itu, Wediombo tetap

menyuguhkan pemandangan pantai yang luar biasa. Air lautnya masih biru,

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

tak seperti pantai wisata lainnya yang telah tercemar hingga airnya

berwarna hijau. Pasir putihnya masih sangat terjaga, dihiasi cangkang-

cangkang yang ditinggalkan kerangnya. Suasana pantai juga sangat

tenang, jauh dari riuh wisatawan yang berjemur atau lalu lalang

kendaraan. Tempat yang tepat untuk melepas jenuh.

Wediombo terletak di Desa Jepitu, Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunung

Kidul. Pantai ini sangat mudah dijangkau bila sebelumnya telah datang

ke Pantai Siung. Cukup kembali ke pertigaan di Tepus sebelum menuju ke

Siung, kemudian belok kanan mengikuti alur jalan hingga menemukan papan

petunjuk belok ke kanan untuk menuju Wediombo.

Letak pantai ini jauh lebih ke bawah dibanding daratan sekitarnya.

Beberapa puluh anak tangga mesti dituruni dulu sebelum dapat menjangkau

pantai dan menikmati keelokan panoramanya. Sambil turun, di kanan kiri

dapat dilihat beberapa ladang penduduk setempat, rumah-rumah tinggal

dan vegetasi mangrove yang masih tersisa. Lalu lalang penduduk yang

membawa rerumputan atau merawat ternak di kandang juga bisa dijumpai.

Selain panorama pantai yang mengagumkan, Wediombo juga menawarkan

pengalaman wisata unik, bahkan ekstrim, yaitu memancing di ketinggian

bukit karang. Saat ini jenis wisata yang bermula dari kebiasaan

memancing penduduk setempat ini tengah digemari oleh pehobi dari kota

Yogyakarta dan Wonogiri. Menurut penuturan penduduk setempat pada

YogYES, mendapatkan ikan ukuran besar adalah tujuan para pehobi itu.

Bukan hal mudah untuk memancing di bukit karang, sebab letaknya yang

jauh dari pantai. Bukit karang itu baru bisa dijangkau setelah berjalan

ke arah timur menyusuri bibir pantai, naik turun karang di tepian

pantai yang terjal, licin dan kadang dihempas ombak besar, kemudian

naik lagi hingga puncak bukit karang yang langsung berhadapan dengan

laut lepas yang dalam. Bagi yang telah terbiasa saja, perjalanan menuju

bukit karang bisa memakan waktu satu jam.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Namun, hasil yang luar biasa bisa dituai setelah mengalahkan segala

rintangan itu. Penduduk setempat mengungkapkan, ikan-ikan berukuran

besar sering didapat oleh para turis lokal. Minimal, pemancing akan

mendapatkan ikan cucut, atau ikan panjo dalam istilah setempat. Ikan

yang panjangnya setara dengan lengan manusia dewasa ini punya 2 jenis,

yang berbentuk gilig (silinder) banyak ditemui pada musim kemarau,

sementara yanggepeng (pipih) ditemui pada musim hujan.

Untuk memancing, modalnya hanya umpan berupa ikan teri yang bahkan bisa

didapatkan di tepian pantai. Tinggal menggunakan pancing atau

merentangkan jaring kecil, maka umpan bisa didapat. Murah dan mudah,

bukan?

Bagi yang tak cukup punya nyali untuk menuju bukit karang, membeli ikan

hasil pancingan mungkin adalah cukup memuaskan. Beberapa pemancing

menjual ikan panjo hasil tangkapannya hanya seharga Rp 3.000,00 per

ekor, atau kadang dijual per ikat berisi 5 - 6 ekor ikan seharga Rp

20.000. Beberapa warga menawarkan jasa memasak ikan bila ingin

mencicipinya segera. Bila tidak, ikan bisa dibawa pulang mentah-mentah,

tapi tentu cukup merepotkan.

Paket masakan ikan panjo goreng juga tersedia. Nasi, seekor ikan panjo

goreng yang telah diiris kecil beserta sambal mentah dijual sangat

murah, hanya Rp 7.000,00. Nasinya dihidangkan dalam bakul kecil,

sementara sambalnya dalam cobek. Porsinya cukup banyak, bahkan untuk 2

orang. YogYES sempat mencoba masakan ini di warung yang berlokasi

beberapa meter di atas tempat parkir. Ada juga landak laut goreng yang

rasanya mirip daging ayam.

Pada saat-saat tertentu, anda bisa melihat upacara Ngalangi yang

digelar oleh penduduk setempat. Upacara ini digelar sekali setahun,

mirip upacara labuhan besar, tujuannya adalah mengungkapkan syukur pada

Tuhan atas anugerah yang diberikan dan memohon rejeki lebih untuk masa

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

mendatang. Anugerah yang dimaksud terutama adalah hasil tangkapan ikan

yang jumlahnya lumayan, hingga bisa mencukupi kebutuhan.

Prosesi upacaranya cukup unik, dimulai dengan acara

merentangkan gawar atau jaring yang dibuat dari pohon wawar. Jenis

jaring ini konon digunakan untuk menangkap ikan sebelum adanya jaring

dari senar yang dipakai sekarang. Gawar direntangkan dari bukit

Kedongkowok hingga wilayah pasang surut pantai. Perentangan dilakukan

saat air pasang, tujuannya adalah menjebak ikan yang terbawa ombak

sehingga tak dapat kembali ke lautan.

Setelah air surut, ikan-ikan diambil. Warga kemudian sibuk membersihkan

dan memasak ikan tangkapan. Sebagian kecil ikan dilabuh lagi ke lautan

bersama nasi dan sesaji. Sebagian besar lainnya dibagi sesuai dengan

jumlah keluarga penduduk setempat dan diantar ke rumah-rumah warga.

Acara mengantar ikan ke rumah- rumah warga ini sering disebut kendurian

besar, wujud kearifan lokal bahwa semua ikan adalah rejeki bersama.

Kecuali upacara Ngalangi, seluruh pesona pantai bisa dinikmati setiap

harinya. Retribusi masuk pantai hanya Rp 5.000,00 untuk dua orang plus

parkir kendaraan. Bila ingin bermalam atau menggelar sebuah acara yang

dihadiri sekelompok kecil orang, terdapat sebuah gubug yang terletak

tak jauh dari warung-warung yang berjejer di pantai. Sangat

mengasyikkan dan mampu menebus rasa lelah ketika menuju ke pantai ini.

G. Pantai Congot

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Pantai Congot menghadirkan nuansa pantai nelayan

yang begitu kental. Aktivitas nelayan mencari ikan, perahu bermotor,

jual beli ikan hingga memancing di tepian bisa dilakukan di pantai ini.

Pantai Congot adalah pantai wisata yang paling tepat dikunjungi setelah

bertandang di Pantai Glagah. Kedua pantai itu berjarak sangat dekat dan

dihubungkan oleh jalan beraspal halus yang bahkan cukup mudah ditempuh

menggunakan sepeda. Terletak di Desa Jangkaran, Kecamatan Temon,

Kabupaten Kulon Progo, Pantai Congot menjadi pusat kegiatan warga

sekitar yang menggantungkan hidup dengan mencari ikan.

Keindahan pemandangan bisa dijumpai bahkan selagi anda masih dalam

perjalanan menuju pantai ini. Sepanjang jalan yang menghubungkan Wates

dengan Pantai Congot, anda bisa bisa menyaksikan hamparan sawah hijau

dan aktivitas warga desa di Kulon Progo yang umumnya menjadi petani.

Seperti dataran dekat pantai di wilayah lain, jalan-jalan menuju Pantai

Congot juga dihiasi oleh deretan pohon kelapa.

Pantai Congot memiliki pesona tersendiri dibanding pantai-pantai

lainnya sebab nuansa nelayan dan perikanannya yang begitu kuat. Di

sepanjang garis pantainya, anda bisa melihat aktivitas warga sekitar

dan wisatawan lokal memuaskan kegemaran memancing. Di sudut lain,

terdapat para nelayan yang tengah menjala ikan di tepi pantai,

menghancurkan cangkang rajungan yang melekat di jala ataupun

membersihkan perahu.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Hiruk pikuk para nelayan dengan rentetan aktvititas hariannya bisa

disaksikan bila anda berkunjung pada jam yang tepat. Pagi hari,

biasanya para nelayan berangkat menuju lautan dengan menggunakan

perahu-perahu bermotor yang dimilikinya. Sementara menjelang siang,

seperti saat YogYES berkunjung, para nelayan biasanya telah kembali

membawa ikan hasil tangkapan yang kemudian disetor ke tempat pelelangan

ikan wilayah setempat.

Menuju tempat pelelangan ikan, anda bisa melihat aktivitas para wanita

nelayan yang membersihkan ikan hasil tangkapan dan menjualnya kepada

beberapa pembeli. Sementara aktivitas jual beli berlangsung di tempat

pelelangan ikan, pria-pria nelayan biasanya sibuk membersihkan kapal

dan menghancurkan rajungan yang biasa melekat pada jala dan seringkali

membuatnya sobek. Seluruhnya berlangsung dari tengah hari hingga

menjelang sore.

Bila menggemari aktivitas memancing atau mencari ikan, anda bisa

memuaskannya di pantai ini. Cukup membawa peralatan memacing, anda

sudah bisa menjajal peruntungan untuk mendapat ikan. Bila tak memiliki

alat pancing, anda bisa menggunakan jala kecil dan menyusuri tepi

pantai untuk mencari ikan. Berkunjung dengan rekan dan memancing

bersama pasti akan menjadi kegiatan yang menyenangkan dan mengakrabkan.

Meski tak begitu banyak jumlahnya, sejumlah warga sekitar membuka

warung kecil yang menjajakan sea food sebagai menu utamanya. Menikmati

hidangan sambil melihat aktivitas para nelayan tentu memberikan nuansa

berbeda dibanding jika menikmatinya di restaurant tengah kota. Bau

sedap ikan goreng dan bakar akan segera menyergap hidung ketika

hidangan tengah dimasak, mengundang selera untuk segera menikmatinya.

Usai menikmati aktivitas nelayan dan menikmati hidangan sea food, anda

bisa berjalan ke barat untuk menikmati pemandangan muara Sungai

Bogowonto. Anda bisa berdiri di bangunan jetty (semacam tanggul) yang

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

berada di tepian hilir sungai atau batu-batuan di tepian muaranya.

Pertemuan air tawar sungai dan air asin laut inilah yang membuat

wilayah tepi Pantai Congot kaya beragam jenis ikan. Di muara sungai

itulah, beragam jenis ikan terdapat dalam jumlah yang cukup banyak.

Untuk berkunjung ke Pantai Congot, anda tak perlu membayar biaya

tambahan. Kunjungan ke pantai ini sudah termasuk dalam tiket wisata

menuju Pantai Glagah. Letak Pantai Congot yang sangat dekat dengan

Pantai Glagah tentu cukup menjadi alasan untuk mengunjunginya. Nuansa

nelayan dan perikanan yang begitu kuat menjadikan pantai ini tetap

memiliki kekhasan dan tak bisa begitu saja disamakan dengan Pantai

Glagah.

H. Pantai Depok

Pantai Depok menyajikan hidangan ikan segar dan

sejumlah hasil tangkapan laut lainnya dalam nuansa khas restaurant

pesisir. Tak jauh dari pantai ini, anda bisa menikmati panorama gumuk

pasir satu-satunya di kawasan Asia Tenggara.

Di antara pantai-pantai lain di wilayah Bantul, Pantai Depok-lah yang

tampak paling dirancang menjadi pusat wisata kuliner menikmati sea food.

Di pantai ini, tersedia sejumlah warung makan tradisional yang

menjajakansea food, berderet tak jauh dari bibir pantai. Beberapa warung

makan bahkan sengaja dirancang menghadap ke selatan, jadi sambil

menikmati hidangan laut, anda bisa melihat pemandangan laut lepas

dengan ombaknya yang besar.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Nuansa khas warung makan pesisir dan aktivitas nelayan Pantai Depok

telah berkembang sejak 10 tahun lalu. Menurut cerita, sekitar tahun

1997, beberapa nelayan yang berasal dari Cilacap menemukan tempat

pendaratan yang memadai di Pantai Depok. Para nelayan itu membawa hasil

tangkapan yang cukup banyak sehingga menggugah warga Pantai Depok yang

umumnya berprofesi sebagai petani lahan pasir untuk ikut menangkap

ikan.

Sejumlah warga pantai pun mulai menjadi "tekong", istilah lokal untuk

menyebut pencari ikan. Para tekong melaut dengan bermodal perahu

bermotor yang dilengkapi cadik. Kegiatan menangkap ikan dilakukan

hampir sepanjang tahun, kecuali pada hari-hari tertentu yang dianggap

keramat, yaitu Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon. Di luar musim paceklik

ikan yang berlangsung antara bulan Juni - September, jumlah hasil

tangkapan cukup lumayan.

Karena jumlah tangkapan yang cukup besar, maka warga setempat pun

membuka Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yang kemudian dilengkapi dengan

Tempat Pelelangan Ikan (TPI) bernama Mina Bahari 45. Tempat pelelangan

ikan di pantai ini bahkan menerima setoran ikan yang ditangkap oleh

nelayan di pantai-pantai lain. Saat YogYES berkunjung, tempat

pelelangan ini tengah ramai dikunjungi oleh para wisatawan.

Seiring makin banyaknya pengunjung pantai yang berjarak 1,5 kilometer

dari Parangtritis ini, maka dibukalah warung makan-warung makan sea food.

Umumnya, warung makan yang berdiri di pantai ini menawarkan nuansa

tradisional. Bangunan warung makan tampak sederhana dengan atap

limasan, sementara tempat duduk dirancang lesehan menggunakan tikar dan

meja-meja kecil. Meski sederhana, warung makan tampak bersih dan

nyaman.

Beragam hidangan sea food bisa dicicipi. Hidangan ikan yang paling

populer dan murah adalah ikan cakalang, seharga Rp 8.000,00 per

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

kilogram, setara dengan 5 - 6 ekor ikan. Jenis ikan lain yang bisa

dinikmati adalah kakap putih dan kakap merah dengan kisaran harga Rp

17.000,00 - Rp 25.000,00 per kilogram. Jenis ikan yang harganya cukup

mahal adalah bawal, seharga Rp 27.000,00 - Rp 60.000 per kilogram.

Selain ikan, ada juga kepiting, udang dan cumi-cumi.

Hidangan sea food biasanya dimasak dengan dibakar atau digoreng. Jika

ingin memesannya, anda bisa menuju tempat pelelangan ikan untuk memesan

ikan atau tangkapan laut yang lain. Setelah itu, anda biasanya akan

diantar menuju salah satu warung makan yang ada di pantai itu oleh

salah seorang warga. Tak perlu khawatir akan harga mahal, setengah kilo

ikan cakalang plus minuman seperti yang YogYES cicipi, hanya dijual Rp

22.000,00 termasuk jasa memasak.

Puas menikmati hidangan sea food, anda bisa keluar pantai dan berbelok ke

kanan menuju arah Parangkusumo dan Parangtritis. Di sana, anda akan

menjumpai pemandangan alam yang langka dan menakjubkan, yaitu gumuk

pasir. Gumuk pasir yang ada di pantai ini adalah satu-satunya di

kawasan Asia Tenggara dan merupakan suatu fenomena yang jarang dijumpai

di wilayah tropis. Di sini, anda bisa menikmati hamparan pasir luas,

bagai di sebuah gurun.

Gumuk pasir yang terdapat di dekat Pantai Depok terbentuk selama ribuan

tahun lewat proses yang cukup unik. Dahulu, ada beragam tipe yang

terbentuk, yaitu barchan dune, comb dune, parabolic dune danlongitudinal dune.

Saat ini hanya beberapa saja yang tedapat, yaitu barchan dan longitudinal.

Angin laut dan bukit terjal di sebelah timur menerbangkan pasir hasil

aktivitas Merapi yang terendap di dekat sungai menuju daratan,

membentuk bukit pasir atau gumuk.

Untuk menikmati hidangan laut sekaligus pemandangan gumuk pasir ini,

anda bisa melalui rute yang sama dengan Parangtritis dari Yogyakarta.

Setelah sampai di dekat pos retribusi Parangtritis, anda bisa berbelok

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

ke kanan menuju Pantai Depok. Biaya masuk menuju Pantai Depok hanya Rp

4.000,00 untuk dua orang dan satu motor. Bila membawa mobil, anda

dikenai biaya Rp 5.000,00 plus biaya perorangan.

I. Pantai Glagah

Pantai Glagah menawarkan wisata pantai yang

lengkap, mulai pemandangan laguna yang indah, fasilitas biking dan

motorcross hingga agrowisata pantai.

Sebuah dataran pantai yang lapang akan segera menyapa jika berkunjung

ke Pantai Glagah. Kelapangan dataran pantai ini memberi anda kesempatan

untuk merentangkan pandangan ke seluruh penjuru. Merentang pandangan ke

depan, anda bisa melihat garis horizon maha panjang yang mempertemukan

langit dan lautan. Sementara keindahan kelokan garis pantai akan

memanjakan mata bila mengalihkan pandangan ke barat atau timur.

Dataran pantai yang lapang dan garis pantai yang panjang juga

memberikan anda sejumlah lokasi alternatif untuk melihat keindahan

pemandangan pantai. Masing-masing lokasi seolah memiliki nuansa yang

berbeda walau masih terletak dalam satu kawasan. Di setiap lokasi itu,

anda bisa menikmati seluruh keindahan pantai dengan leluasa, sama

sekali tak ada karang-karang raksasa yang kadang menghalangi pandangan

mata.

Lokasi pertama yang sangat tepat untuk melihat pemandangan pantai

adalah sebuah lokasi yang akan dijadikan pelabuhan beberapa tahun ke

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

depan. Anda bisa menjumpainya bila telah sampai di belokan pertama dari

pos retribusi, tandanya adalah sebuah plang bertuliskan PP. Pertemuan

aliran sungai dengan ombak lautan yang penuh harmoni bisa disaksikan

dengan menaiki sebuah gardu pandang yang terdapat di sana.

Sepanjang lokasi pertama hingga beberapa ratus meter ke arah barat,

anda bisa menjumpai sebuah laguna dengan aliran air yang menuju ke arah

muara sungai. Laguna ini membagi kawasan pantai menjadi dua, lokasi

yang masih ditumbuhi oleh beberapa tumbuhan pantai dan rerumputan dan

lokasi gundukan pasir yang langsung berbatasan dengan lautan. Anda bisa

menyeberang ke lokasi gundukan pasir melewati jalan penghubung yang

terletak tak jauh dari muara sungai.

Berjalan lebih ke barat, anda bisa menyaksikan aktivitas warga sekitar

dan beberapa wisatawan memancing ikan. Saat YogYES berkunjung, mereka

tampak berdiri dan berbaris, berderet mengikuti garis pantai sambil

memegang peralatan memancingnya. Daerah pantai yang cukup landai

memberi anugerah ikan dalam jumlah yang cukup besar. Sejumlah kios yang

menjajakan sea food juga terdapat, menyajikan beragam menu yang pantas

untuk dicoba.

Selain pemandangan pantai yang indah, Pantai Glagah juga memiliki

beragam fasilitas wisata pantai. Salah satu adalah area motor cross

yang terletak persis di pinggir pantai dengan luas yang cukup besar,

memberi kepuasan bagi anda penggemar olahraga ini. Sementara itu, jalan

beraspal yang menghubungkan pantai Glagah dengan pantai-pantai lain

bisa dimanfaatkan sebagai arena olah raga sepeda pantai.

Anda bahkan bisa menikmati fasilitas agrowisata pantai dengan

mengunjungi perkebunan Kusumo Wanadri. Di sana, anda bisa mengamati

proses budidaya beragam tanaman obat mujarab, seperti buah naga dan

bunga roselle. Selain itu, anda juga bisa menyewa gethek, kano dan

bebek dayung yang bisa digunakan untuk tur menyusuri laguna atau

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

sekedar menyeberang lewat jembatan kayu menuju lokasi gundukan pasir di

tepi pantai.

Lelah berkeliling, anda bisa beristirahat di gubug lesehan dalam

kawasan areal perkebunan Kusumo Wanadri. Sejumlah menu makanan dan

minuman eksotik pantas untuk dicoba. Anda bisa mencicipi jus buah naga

yang menyegarkan dan dikenal mampu menyembuhkan beragam penyakit, atau

memesan es sirup bunga roselle yang mampu melepas dahaga sekaligus

menetralisir beragam jenis racun dalam tubuh.

Untuk menikmati keseluruhan keindahan pemandangan pantai Glagah, anda

bisa melaju melintasi dua alternatif jalan. Pertama, berjalan ke

selatan melewati jalan Bantul dan berbelok ke kanan menuju jalur Bantul

- Purworejo setelah sampai di Palbapang. Kedua, berjalan ke barat

melewati lintasan jalan Yogyakarta - Wates - Purworejo dan berbelok ke

kiri setelah menjumpai plang menuju Pantai Glagah. Anda bisa

menggunakan kendaraan pribadi untuk lebih mudah mengaksesnya.

Perjalanan ke pantai ini tak sesulit perjalanan menuju pantai di

wilayah Gunung Kidul. Jalan-jalan yang dilalui cenderung datar dan tak

banyak tanjakan sehingga anda bisa menempuhnya sambil bersantai.

Lintasan menuju kota Purworejo itu juga menghubungkan Pantai Glagah

dengan pantai-pantai lain di Kabupaten Kulon Progo. Jadi, sekali

mengayuh dayung, dua tiga pulau terlampaui, anda bisa mengunjungi

pantai-pantai lain setelahnya.

J. Pantai Ngrenehan

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Di Pantai Ngrenehan para wisatawan dapat

menyaksikan aktivitas kegiatan nelayan dan menikmati ikan siap saji

atau membawa ikan segar sebagai oleh-oleh.

Terletak di desa Kanigoro Kecamatan Saptosari kurang lebih 30 km di

sebelah selatan kota Wonosari. Suatu pantai berupa teluk yang

dikelilingi hamparan perbukitan kapur dan memiliki panorama yang sangat

memukau dengan deburan ombak menerpa pasir putih. Para wisatawan dapat

menyaksikan aktivitas kegiatan nelayan dan menikmati ikan siap saji

atau membawa ikan segar sebagai oleh-oleh.

Masih dalam satu kawasan dengan Pantai Ngrenehan kurang lebih 1 km di

sebelah Barat terdapat Pantai Ngobaran dan Pantai Nguyahan. Setiap

bulan purnama pada hari raya Nyepi di Pantai Ngobaran di laksanakan

upacara Melasti.

K. Pantai Parangkusumo

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Pantai Parangkusumo mengajak anda merasakan

pengalaman spiritual tak terlupakan, melawati Batu Cinta sekaligus

mengenang pertemuan Panembahan Senopati dengan Ratu Kidul.

Nuansa sakral akan segera terasa sesaat setelah memasuki kompleks

Pantai Parangkusumo, pantai yang terletak 30 km dari pusat kota

Yogyakarta dan diyakini sebagai pintu gerbang masuk ke istana laut

selatan. Wangi kembang setaman akan segera tercium ketika melewati

deretan penjual bunga yang dengan mudah dijumpai, berpadu dengan wangi

kemenyan yang dibakar sebagai salah satu bahan sesajen. Sebuah nuansa

yang jarang ditemui di pantai lain.

Kesakralan semakin terasa ketika anda melihat taburan kembang setaman

dan serangkaian sesajen di Batu Cinta yang terletak di dalam Puri

Cepuri, tempat Panembahan senopati bertemu dengan Ratu Kidul dan

membuat perjanjian. Senopati kala itu duduk bertapa di batu yang

berukuran lebih besar di sebelah utara sementara Ratu Kidul menghampiri

dan duduk di batu yang lebih kecil di sebelah selatan.

Pertemuan Senopati dengan Ratu Kidul itu mempunyai rangkaian cerita

yang unik dan berpengaruh terhadap hubungan Kraton Yogyakarta dengan

Kraton Bale Sokodhomas yang dikuasai Ratu Kidul. Semuanya bermula

ketika Senopati melakukan tapa ngeli untuk menyempurnakan kesaktian.

Sampai di saat tertentu pertapaan, tiba-tiba di pantai terjadi badai,

pohon-pohon di tepian tercabut akarnya, air laut mendidih dan ikan-ikan

terlempar ke daratan.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Kejadian itu membuat Ratu Kidul menampakkan diri ke permukaan lautan,

menemui Senopati dan akhirnya jatuh cinta. Senopati mengungkapkan

keinginannya agar dapat memerintah Mataram dan memohon bantuan Ratu

Kidul. Sang Ratu akhirnya menyanggupi permintaan itu dengan syarat

Senopati dan seluruh keturunannya mau menjadi suami Ratu Kidul.

Senopati akhirnya setuju dengan syarat perkawinan itu tidak

menghasilkan anak.

Perjanjian itu membuat Kraton Yogyakarta sebagai salah satu pecahan

Mataram memiliki hubungan erat dengan istana laut selatan. Buktinya

adalah dilaksanakannya upacara labuhan alit setiap tahun sebagai bentuk

persembahan. Salah satu bagian dari prosesi labuhan, yaitu penguburan

potongan kuku dan rambut serta pakaian Sultan berlangsung dalam areal

Puri Cepuri. Anda bisa melihat kalender wisata Yogyakarta di YogYES.COM

untuk bisa melihat proses labuhan ini.

Tapa Senopati yang membuahkan hasil juga membuat banyak orang percaya

bahwa segala jenis permintaan akan terkabul bila mau memanjatkan

permohonan di dekat Batu Cinta. Tak heran, ratusan orang tak terbatas

kelas dan agama kerap mendatangi kompleks ini pada hari-hari yang

dianggap sakral. Ziarah ke Batu Cinta diyakini juga dapat membantu

melepaskan beban berat yang ada pada diri seseorang dan menumbuhkan

kembali semangat hidup.

Selain melawati Batu Cinta dan melihat prosesi labuhan, anda juga bisa

berkeliling pantai dengan naik kereta kuda. Anda akan diantar menuju

setiap sudut Parangkusumo, dari sisi timur ke barat. Sambil naik kereta

kuda, anda dapat menikmati pemandangan hempasan ombak besar dan desau

angin yang semilir. Ongkos sewa kereta kuda dan kusir sendiri tak

terlampau mahal, hanya Rp 20.000,00 untuk sekali keliling.

Bila lelah, Parangkusumo memiliki sejumlah warung yang menjajakan

makanan. Banyaknya jumlah peziarah membuat wilayah pantai ini hampir

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

selalu ramai dikunjungi, bahkan hingga malam hari. Cukup banyak pula

para peziarah yang menginap di pantai ini untuk memanjatkan doa. Bagi

anda yang ingin merasakan pengalaman spiritual di Parangkusumo bisa

bergabung dengan para peziarah itu untuk bersama berdoa.

L. Pantai Sundak

Bukan cuma ombak saja yang bisa dinikmati ketika

ke pantai, tetapi juga bukti sejarah dan berkah yang ada; misalnya gua

karang yang menjadi tempat perkelahian asu (anjing) dan landak.

Pantai Sundak tak hanya memiliki pemandangan alam yang mengasyikkan,

tetapi juga menyimpan cerita. Nama Sundak ternyata mengalami evolusi

yang bukti-buktinya bisa dilacak secara geologis.

Agar tahu bagaimana evolusinya, maka pengunjung mesti tahu dulu kondisi

pinggiran Pantai Sundak dulu dan kini. Di bagian pinggir barat pantai

ketika YogYES berkunjung terdapat masjid dan ruang kosong yang sekarang

dimanfaatkan sebagai tempat parkir. Sementara di sebelah timur terdapat

gua yang terbentuk dari batu karang berketinggian kurang lebih 12

meter. Memasuki gua, akan dijumpai sumur alami tempat penduduk

mendapatkan air tawar.

Wilayah yang diuraikan di atas sebelum tahun 1930 masih terendam

lautan. Konon, air sampai ke wilayah yang kini dibangun masjid, batu

karang yang membentuk gua pun masih terendam air. Seiring proses

geologi di pantai selatan, permukaan laut menyusut dan air lebih

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

menjorok ke laut. Batu karang dan wilayah di dekat masjid akhirnya

menjadi daratan baru yang kemudian dimanfaatkan penduduk pantai untuk

aktivitas ekonominya hingga saat ini.

Ada fenomena alam unik akibat aktivitas tersebut yang akhirnya menjadi

titik tolak penamaan pantai ini. Jika musim hujan tiba, banyak air dari

daratan yang mengalir menuju lautan. Akibatnya, dataran di sebelah

timur pantai membelah sehingga membentuk bentukan seperti sungai. Air

yang mengalir seperti mbedah (membelah) pasir. Bila kemarau datang,

belahan itu menghilang dan seiring dengannya air laut datang membawa

pasir. Fenomena alam inilah yang menyebabkan nama pantai

menjadi Wedibedah (pasir yang terbelah). Saat YogYES datang wedi tengah

tidak terbelah.

Perubahan nama berlangsung beberapa puluh tahun kemudian. Sekitar tahun

1976, ada sebuah kejadian menarik. Suatu siang, seekor anjing sedang

berlarian di daerah pantai dan memasuki gua karang bertemu dengan

seekor landak laut. Karena lapar, si anjing bermaksud memakan landak

laut itu tetapi si landak menghindar. Terjadilah sebuah perkelahian

yang akhirnya dimenangkan si anjing dengan berhasil memakan setengah

tubuh landak laut dan keluar gua dengan rasa bangga. Perbuatan si

anjing diketahui pemiliknya, bernama Arjasangku, yang melihat setengah

tubuh landak laut di mulut anjing. Mengecek ke dalam gua, ternyata

pemilik menemukan setengah tubuh landak laut yang tersisa. Nah, sejak

itu, nama Wedibedah berubah menjadi Sundak, singkatan dari asu (anjing)

dan landak.

Tak dinyana, perkelahian itu membawa berkah bagi penduduk setempat.

Setelah selama puluhan tahun kekurangan air, akhirnya penduduk

menemukan mata air. Awalnya, si pemilik anjing heran karena anjingnya

keluar gua dengan basah kuyup. Hipotesanya, di gua tersebut terdapat

air dan anjingnya sempat tercebur ketika mengejar landak. Setelah

mencoba menyelidiki dengan beberapa warga, ternyata perkiraan tersebut

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

benar. Jadilah kini, air dalam gua dimanfaatkan untuk keperluan hidup

penduduk. Dari dalam gua, kini dipasang pipa untuk menghubungkan dengan

penduduk. Temuan mata air ini mengobati kekecewaan penduduk karena

sumur yang dibangun sebelumnya tergenang air laut.

Nah, bila kondisi tahun 1930 saja seperti yang dikatakan di atas, dapat

diperkirakan kondisi ratusan tahun sebelumnya. Tentu sangat banyak

organisme laut yang memanfaatkan bagian bawah karang yang kini menjadi

gua dan wilayah yang kini menjadi daratan. Karenanya, banyak arkeolog

percaya bahwa sebagai konsekuensi dari proses geologis yang ada, banyak

organisme laut yang tertinggal dan kini tertimbun menjadi fosil. Soal

fosil apa yang ditemukan, memang hingga kini belum banyak penelitian

yang mengungkapkan.

Selain menawarkan saksi bisu sejarahnya, Sundak juga menawarkan suasana

malam yang menyenangkan. Anda bisa menikmati angin malam dan bulan

sambil memesan ikan mentah untuk dibakar beramai-ramai bersama teman.

Dengan membayar beberapa ribu, Anda dapat membeli kayu untuk bahan

bakar. Kalau malas, pesan saja yang matang sehingga siap santap. Yang

jelas, tak perlu bingung mencari tempat menginap. Pengunjung bisa tidur

di mana saja, mendirikan tenda, atau tidur saja di bangku warung yang

kalau malam tak terpakai. Kegelapan tak perlu diributkan, bukankah

membosankan jika hidup terus terang benderang?

Kalau mau, berinteraksi dengan penduduk bisa menjadi suatu pencerahan.

Anda bisa mengetahui bagaimana penduduk hidup, kebudayaan mereka, dan

tentu saja orang baru yang mungkin saja mampu mengubah pandangan hidup

anda. Menemui Mbah Tugiman yang biasa berjaga di tempat parkir

atau Mbah Arjasangku bisa jadi pilihan. Mereka merupakan salah satu

sesepuh di pantai Sundak. Bercakap dengan mereka membuat anda tidak

sekedar menyaksikan bukti sejarah tetapi juga mendapat cerita dari

orang yang menyaksikan bagaimana sejarah terukir. Datanglah, semua yang

di sana sudah menunggu!

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

M. Pantai Trisik

Pantai Trisik menawarkan suasana pedesaan

pesisir yang asri dan sederhana. Anda bisa menikmati pemandangan pantai

nelayan dan menyaksikan aktivitas warga pesisir, mulai melaut hingga

menjemur tanaman bahan baku kerajinan.

Pantai Trisik merupakan pantai pertama di Kabupaten Kulon Progo yang

akan ditemui bila anda melaju melewati lintasan Bantul - Purworejo,

melewati Palbapang dan Srandakan. Berlokasi di wilayah Brosot,

Kabupaten Kulon Progo, berjarak sekitar 37 kilometer dari pusat kota

Yogyakarta. Pantai Trisik terletak sangat dekat dengan jalan raya

sehingga sangat mudah dijangkau menggunakan kendaraan pribadi.

Perjalanan ke Pantai Trisik akan terasa menyenangkan dan tak begitu

melelahkan meski jaraknya cukup jauh. Jalan menuju pantai ini sangat

halus dan minim tanjakan, terdapat pula warung makan di kanan kiri

jalan yang bisa menjadi tempat beristirahat bila lelah. Melewati jalur

Palbapang dan Srandakan, anda juga akan dapat menikmati pemandangan

Sungai Progo ketika melewati jembatan penghubung Kabupaten Bantul dan

Kabupaten Kulon Progo.

Pantai Trisik memiliki kekhasan dibanding pantai-pantai lainnya di

Kulon Progo, yaitu suasana pedesaan pesisir yang begitu terasa. Pantai,

rumah-rumah warga, gubug-gubug yang menjajakan makanan dan jalan

penghubung desa dengan kota terletak saling berdekatan. Beragam

aktivitas warga sekitar yang memanfaatkan wilayah pesisir dan laut

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

sebagai sumber penghidupan juga turut meperkuat suasana pedesaan

pesisir itu.

Tempat pelelangan ikan adalah salah satu tempat yang akan dijumpai

ketika memasuki wilayah pantai ini. Tempat ini menjadi jantung bagi

warga Trisik yang berprofesi sebagai nelayan, sebab di situlah

aktivitas jual beli ikan berlangsung. Biasanya, tempat ini ramai sejak

sesaat ketika nelayan selesai melaut mencari ikan. Saat YogYES

berkunjung, terdapat salah seolah nelayan yang tengah mengangkut ikan

pari hasil tangkapannya.

Eksotisme pedesaan pesisir dengan dunia perikanan sebagai keseharian

akan dijumpai begitu anda sampai di pantai. Jejeran perahu-perahu motor

yang biasa digunakan warga untuk mencari bisa dijumpai. Tak jauh

darinya, terdapat beberapa jala yang berserakan menunjukkan baru saja

selesai digunakan. Sejuymlah kecil warga membuka warung-warung dari

gedheg bagia beberapa wisatawan yang berkunjung, menjajakan minuman

sekedarnya.

Di waktu tertentu, anda bisa menyasikan beragam jenis burung berlaga di

angkasa pantai ini. Diyakini, Pantai Trisik adalah salah satu

persinggahan burung migran dari berbagai wilayah. Jenis burung migran

yang bisa dilihat antara lain trinil rawa, trinil pantai, trinil semak,

kedidi leher merah, cerek kernyut, cerek kalung kecil dan layang-layang

asia. Sementara itu, terdapat pula burung-burung non migran seperti

kuntul kerbau, walet sapi dan udang biru.

Bila berjalan ke barat mengikuti arah jalan aspal menuju Pantai Glagah,

anda akan menemukan aktivitas lain warga desa pesisir Trisik. Di kanan-

kiri jalan itu, anda bisa menjumpai warga desa memanfaatkan panas

matahari di wilayah pantai untuk mengeringkan eceng gondok yang

diperoleh warga dari daerah Ambarawa. Saat YogYES berkunjung menjelang

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

sore hari, mereka tengah mengumpulkan eceng gondok kering dan

membaginya dalam beberapa ikat.

Eceng gondok yang telah dikeringkan itu disetor pada para pengrajin

untuk dibuat tas, sandal dan beragam boks. Hasil kerajinan biasanya

didistribusikan ke kota atau disetor pada pengusaha kerajinan di

berbagai wilayah untuk diproses lebih lanjuut. Para pengrajin di kota

biasanya melakukan proses finishing dengan menambah beragam aksosoris

untuk mempercantik. Meski dalam skala kecil, aktivitas menjemur eceng

gondok ini mampu memberi penghidupan pada warga.

Dengan nuansa pedesaan pesisir yang begitu kental, tentu Pantai Trisik

sangat pantas untuk dimasukkan dalam agenda wisata anda. Tak banyak

pantai yang memiliki nuansa yang masih asri dan sederhana seperti

Pantai Trisik.

2.5. WISATA SEJARAHA. Kotagede

Kotagede merupakan saksi bisu dari tumbuhnya

Kerajaan Mataram Islam yang pernah menguasai hampir seluruh Pulau Jawa.

Makam para pendiri Kerajaan Mataram Islam, reruntuhan tembok benteng,

dan peninggalan lain bisa kita temukan di Kotagede.

Pada abad ke-8, wilayah Mataram (sekarang disebut Yogyakarta) merupakan

pusat Kerajaan Mataram Hindu yang menguasai seluruh Pulau Jawa.

Kerajaan ini memiliki kemakmuran dan peradaban yang luar biasa sehingga

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

mampu membangun candi-candi kuno dengan arsitektur yang megah, seperti

Candi Prambanan dan Candi Borobudur. Namun pada abad ke-10, entah

kenapa kerajaan tersebut memindahkan pusat pemerintahannya ke wilayah

Jawa Timur. Rakyatnya berbondong-bondong meninggalkan Mataram dan

lambat laun wilayah ini kembali menjadi hutan lebat.

Enam abad kemudian Pulau Jawa berada di bawah kekuasaan Kesultanan

Pajang yang berpusat di Jawa Tengah. Sultan Hadiwijaya yang berkuasa

saat itu menghadiahkan Alas Mentaok (alas = hutan) yang luas kepada Ki

Gede Pemanahan atas keberhasilannya menaklukkan musuh kerajaan. Ki Gede

Pemanahan beserta keluarga dan pengikutnya lalu pindah ke Alas Mentaok,

sebuah hutan yang sebenarnya merupakan bekas Kerajaan Mataram Hindu

dahulu.

Desa kecil yang didirikan Ki Gede Pemanahan di hutan itu mulai makmur.

Setelah Ki Gede Pemanahan wafat, beliau digantikan oleh putranya yang

bergelar Senapati Ingalaga. Di bawah kepemimpinan Senapati yang

bijaksana desa itu tumbuh menjadi kota yang semakin ramai dan makmur,

hingga disebut Kotagede (=kota besar). Senapati lalu membangun benteng

dalam (cepuri) yang mengelilingi kraton dan benteng luar (baluwarti) yang

mengelilingi wilayah kota seluas ± 200 ha. Sisi luar kedua benteng ini

juga dilengkapi dengan parit pertahanan yang lebar seperti sungai.

Sementara itu, di Kesultanan Pajang terjadi perebutan takhta setelah

Sultan Hadiwijaya wafat. Putra mahkota yang bernama Pangeran Benawa

disingkirkan oleh Arya Pangiri. Pangeran Benawa lalu meminta bantuan

Senapati karena pemerintahan Arya Pangiri dinilai tidak adil dan

merugikan rakyat Pajang. Perang pun terjadi. Arya Pangiri berhasil

ditaklukkan namun nyawanya diampuni oleh Senapati. Pangeran Benawa lalu

menawarkan takhta Pajang kepada Senapati namun ditolak dengan halus.

Setahun kemudian Pangeran Benawa wafat namun ia sempat berpesan agar

Pajang dipimpin oleh Senapati. Sejak itu Senapati menjadi raja pertama

Mataram Islam bergelar Panembahan. Beliau tidak mau memakai gelar

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Sultan untuk menghormati Sultan Hadiwijaya dan Pangeran Benawa. Istana

pemerintahannya terletak di Kotagede.

Selanjutnya Panembahan Senapati memperluas wilayah kekuasaan Kerajaan

Mataram Islam hingga ke Pati, Madiun, Kediri, dan Pasuruan. Panembahan

Senapati wafat pada tahun 1601 dan dimakamkan di Kotagede berdekatan

dengan makam ayahnya. Kerajaan Mataram Islam kemudian menguasai hampir

seluruh Pulau Jawa (kecuali Banten dan Batavia) dan mencapai puncak

kejayaannya di bawah pimpinan raja ke-3, yaitu Sultan Agung (cucu

Panembahan Senapati). Pada tahun 1613, Sultan Agung memindahkan pusat

kerajaan ke Karta (dekat Plered) dan berakhirlah era Kotagede sebagai

pusat kerajaan Mataram Islam.

Peninggalan Sejarah

Dalam perkembangan selanjutnya Kotagede tetap ramai meskipun sudah

tidak lagi menjadi ibukota kerajaan. Berbagai peninggalan sejarah

seperti makam para pendiri kerajaan, Masjid Kotagede, rumah-rumah

tradisional dengan arsitektur Jawa yang khas, toponim perkampungan yang

masih menggunakan tata kota jaman dahulu, hingga reruntuhan benteng

bisa ditemukan di Kotagede.

Pasar Kotagede

Tata kota kerajaan Jawa biasanya menempatkan kraton, alun-alun dan

pasar dalam poros selatan - utara. Kitab Nagarakertagama yang ditulis

pada masa Kerajaan Majapahit (abad ke-14) menyebutkan bahwa pola ini

sudah digunakan pada masa itu. Pasar tradisional yang sudah ada sejak

jaman Panembahan Senopati masih aktif hingga kini. Setiap pagi legi dalam

kalender Jawa, penjual, pembeli, dan barang dagangan tumpah ruah di

pasar ini. Bangunannya memang sudah direhabilitasi, namun posisinya

tidak berubah. Bila ingin berkelana di Kotagede, Anda bisa memulainya

dari pasar ini lalu berjalan kaki ke arah selatan menuju makam,

reruntuhan benteng dalam, dan beringin kurung.Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Kompleks Makam Pendiri Kerajaan

Berjalan 100 meter ke arah selatan dari Pasar Kotagede, kita akan

menemukan kompleks makam para pendiri kerajaan Mataram Islam yang

dikelilingi tembok yang tinggi dan kokoh. Gapura ke kompleks makam ini

memiliki ciri arsitektur Hindu. Setiap gapura memiliki pintu kayu yang

tebal dan dihiasi ukiran yang indah. Beberapa abdi dalem berbusana adat

Jawa menjaga kompleks ini 24 jam sehari.

Kita akan melewati 3 gapura sebelum sampai ke gapura terakhir yang

menuju bangunan makam. Untuk masuk ke dalam makam, kita harus

mengenakan busana adat Jawa (bisa disewa di sana). Pengunjung hanya

diperbolehkan masuk ke dalam makam pada Hari Minggu, Senin, Kamis, dan

Jumat pukul 08.00 - 16.00. Untuk menjaga kehormatan para pendiri

Kerajaan Mataram yang dimakamkan di sini, pengunjung dilarang

memotret / membawa kamera dan mengenakan perhiasan emas di dalam

bangunan makam. Tokoh-tokoh penting yang dimakamkan di sini meliputi:

Sultan Hadiwiijaya, Ki Gede Pemanahan, Panembahan Senopati, dan

keluarganya.

Masjid Kotagede

Berkelana ke Kotagede tidak akan lengkap jika tidak berkunjung

ke Masjid Kotagede, masjid tertua di Yogyakarta yang masih berada di

kompleks makam. Setelah itu tak ada salahnya untuk berjalan kaki

menyusuri lorong sempit di balik tembok yang mengelilingi kompleks

makam untuk melihat arsitekturnya secara utuh dan kehidupan sehari-hari

masyarakat Kotagede.

Rumah Tradisional

Persis di seberang jalan dari depan kompleks makam, kita bisa melihat

sebuah rumah tradisional Jawa. Namun bila mau berjalan 50 meter ke arah

selatan, kita akan melihat sebuah gapura tembok dengan rongga yang

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

rendah dan plakat yang yang bertuliskan "cagar budaya". Masuklah ke

dalam, di sana Anda akan melihat rumah-rumah tradisional Kotagede yang

masih terawat baik dan benar-benar berfungsi sebagai rumah tinggal.

Kedhaton

Berjalan ke selatan sedikit lagi, Anda akan melihat 3 Pohon Beringin

berada tepat di tengah jalan. Di tengahnya ada bangunan kecil yang

menyimpan "watu gilang", sebuah batu hitam berbentuk bujur sangkar yang

permukaannya terdapat tulisan yang disusun membentuk lingkaran: ITA

MOVENTUR MUNDU S - AINSI VA LE MONDE - Z00 GAAT DE WERELD - COSI VAN IL

MONDO. Di luar lingkaran itu terdapat tulisan AD ATERN AM MEMORIAM

INFELICS - IN FORTUNA CONSOERTES DIGNI VALETE QUIDSTPERIS INSANI VIDETE

IGNARI ET RIDETE, CONTEMNITE VOS CONSTEMTU - IGM (In Glorium Maximam).

Entah apa maksudnya, barangkali Anda bisa mengartikannya untuk kami?

Dalam bangunan itu juga terdapat "watu cantheng", tiga bola yang

terbuat dari batu berwarna kekuning-kuningan. Masyarakat setempat

menduga bahwa "bola" batu itu adalah mainan putra Panembahan Senapati.

Namun tidak tertutup kemungkinan bahwa benda itu sebenarnya merupakan

peluru meriam kuno.

Reruntuhan Benteng

Panembahan Senopati membangun benteng dalam (cepuri) lengkap dengan

parit pertahanan di sekeliling kraton, luasnya kira-kira 400 x 400

meter. Reruntuhan benteng yang asli masih bisa dilihat di pojok barat

daya dan tenggara. Temboknya setebal 4 kaki terbuat dari balok batu

berukuran besar. Sedangkan sisa parit pertahanan bisa dilihat di sisi

timur, selatan, dan barat.

Berjalan-jalan menyusuri Kotagede akan memperkaya wawasan sejarah

terkait Kerajaan Mataram Islam yang pernah berjaya di Pulau Jawa.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Selain itu, Anda juga bisa melihat dari dekat kehidupan masyarakat yang

ratusan tahun silam berada di dalam benteng kokoh.

B. Kraton

Terletak di tengah poros utama yang membujur dari

utara ke selatan, serta poros sekunder dari timur ke barat. Dikelilingi

barisan pegunungan yang disebut Cakrawala sebagai tepian jagad.

Membentang antara Tugu sebagai batas utara dan Panggung Krapyak di

batas selatan, antara Sungai Code di timur dan Sungai Winongo sebelah

barat. Antara Gunung Merapi dan Laut Selatan, Kraton dalam pikiran

masyarakat Jawa, diartikan sebagai pusat dunia yang digambarkan sebagai

pusat jagad.

Sejarah Kraton Yogyakarta

Setelah Perjanjian Giyanti, Pangeran Mangkubumi diberi wilayah

Yogyakarta. Untuk menjalankan pemerintahannya, Pangeran Mangkubumi

membangun sebuah istana pada tahun 1755 di wilayah Hutan Beringan.

Tanah ini dinilai cukup baik karena diapit dua sungai, sehingga

terlindung dari kemungkinan banjir. Raja pertama di Kesultanan

Yogyakarta adalah Pangeran Mangkubumi dengan gelar Sri Sultan Hamengku

Buwono I (HB I).

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Penamaan dan Makna Tata Letak

Karaton, Keraton atau Kraton, berasal dari kata ka-ratu-an, yang berarti

tempat tinggal ratu/raja. Sedang arti lebih luas, diuraikan secara

sederhana, bahwa seluruh struktur dan bangunan wilayah Kraton

mengandung arti berkaitan dengan pandangan hidup Jawa yang essensial,

yakni Sangkan Paraning Dumadi (dari mana asalnya manusia dan kemana

akhirnya manusia setelah mati).

Garis besarnya, wilayah Kraton memanjang 5 km ke arah selatan hingga

Krapyak dan 2 km ke utara berakhir di Tugu. Pada garis ini terdapat

garis linier dualisme terbalik, sehingga bisa dibaca secara simbolik

filosofis. Dari arah selatan ke utara, sebagai lahirnya manusia dari

tempat tinggi ke alam fana, dan sebaliknya sebagai proses kembalinya

manusia ke sisi Dumadi (Tuhan dalam pandangan Jawa). Sedangkan Kraton

sebagai jasmani dengan raja sebagai lambang jiwa sejati yang hadir ke

dalam badan jasmani.

Kraton menuju Tugu juga diartikan sebagai jalan hidup yang penuh

godaan. Pasar Beringharjo melambangkan godaan wanita. Sedangkan godaan

akan kekuasaan dilambangkan lewat Gedung Kepatihan. Keduanya terletak

di sebelah kanan. Jalan lurus itu sendiri sebagai lambing manusia yang

dekat dengan Pencipta (Sankan Paraning Dumadi).

Secara sederhana, Tugu perlambangan Lingga (laki-laki) dan Krapyak

sebagai Yoni (perempuan). Dan Kraton sebagai jasmani yang berasal dari

keduanya.

Makna Tata Ruang Kraton Yogyakarta

Setelah diguncang gempa tahun 1867, Kraton mengalami kerusakan berat.

Pada masa HB VII tahun 1889, bangunan tersebut dipugar. Meski tata

letaknya masih dipertahankan, namun bentuk bangunan diubah seperti yang

terlihat sekarang

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Tugu dan Bangsal Manguntur Tangkil atau Bangsal Kencana (tempat

singgasana raja), terletak dalam garis lurus, ini mengandung arti,

ketika Sultan duduk di singgasananya dan memandang ke arah Tugu, maka

beliau akan selalu mengingat rakyatnya (manunggaling kawula gusti).

Tatanan Kraton sama seperti Kraton Dinasti Mataram pada umumnya.

Bangsal Kencana yang menjadi tempat raja memerintah, menyatu dengan

Bangsal Prabayeksa sebagai tempat menyimpan senjata-senjata pusaka

Kraton (di ruangan ini terdapat lampu minyak Kyai Wiji, yang selalu

dijaga abdi dalem agar tidak padam), berfungsi sebagai pusat. Bangsal

tersebut dilingkupi oleh pelataran Kedhaton, sehingga untuk mencapai

pusat, harus melewati halaman yang berlapis-lapis menyerupai rangkaian

bewa (ombak) di atas lautan.

Tatanan spasial Kraton ini sangat mirip dengan konstelasi gunung dan

dataran Jambu Dwipa, yang dipandang sebagai benua pusatnya jagad raya.

Dari utara ke selatan area Kraton berturut-turut terdapat Alun-Alun

Utara, Siti Hinggil Utara, Kemandhungan Utara, Srimanganti, Kedhaton,

Kemagangan, Kemandhungan Selatan, Siti Hinggil Selatan dan Alun-Alun

Selatan (pelataran yang terlindung dinding tinggi).

Sedangkan pintu yang harus dilalui untuk sampai ke masing-masing tempat

berjumlah sembilan, disebut Regol. Dari utara terdapat gerbang,

pangurukan, tarub agung, brajanala, srimanganti, kemagangan, gadhung

mlati, kemandhungan dan gading.

Brongtodiningrat memandang penting bilangan ini, sebagai bilangan

tertinggi yang menggambarkan kesempurnaan. Hal ini terkait dengan

sembilan lubang dalam diri manusia yang lazim disebut babahan hawa sanga.

Kesakralan setiap bangunan Kraton, diindikasikan dari frekuensi serta

intensitas kegiatan Sultan pada tempat tersebut.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Alun-Alun, Pagelaran, dan Siti Hinggil, pada tempat ini Sultan hanya

hadir tiga kali dalam setahun, yakni pada saat Pisowan Ageng Grebeg

Maulud, Sawal dan Besar. Serta kesempatan yang sangat insidental yang

sangat khusus misal pada saat penobatan Sultan dan Penobatan Putra

Mahkota atau Pangeran Adipati Anom.

Kraton Yogyakarta memanglah bangunan tua, pernah rusak dan dipugar.

Dilihat sekilas seperti bangunan Kraton umumnya. Tetapi bila kita

mendalami Kraton Yogyakarta, yang merupakan contoh terbesar dan

terindah dengan makna simbolis, sebuah filosofi kehidupan, hakikat

seorang manusia, bagaimana alam bekerja dan manusia menjalani hidupnya

dan berbagai perlambangan eksistensi kehidupan terpendam di dalamnya. 

C. Tamansari

Berkunjunglah ke Tamansari (Taman Sari). Anda

akan merasakan nuansa masa lalu yang unik di dalamnya.

Tamansari adalah taman kerajaan atau pesanggrahan Sultan Yogya dan

keluarganya. Sebenarnya selain Taman Sari, Kesultanan Yogyakata

memiliki beberapa pesanggrahan seperti Warungboto, Manukberi,

Ambarbinangun dan Ambarukmo. Kesemuanya berfungsi sebagai tempat

tetirah dan bersemadi Sultan beserta keluarga. Disamping komponen-

komponen yang menunjukkan sebagai tempat peristirahatan, pesanggrahan-

pesanggrahan tersebut selalu memiliki komponen pertahanan. Begitu juga

hanya dengan Tamansari.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Letak Tamansari hanya sekitar 0,5 km sebelah selatan Kraton Yogyakarta.

Arsitek bangunan ini adalah bangsa Portugis, sehingga selintas seolah-

olah bangunan ini memiliki seni arsitektur Eropa yang sangat kuat,

disamping makna-makna simbolik Jawa yang tetap dipertahankan. Namun

jika kita amati, makna unsur bangunan Jawa lebih dominan di sini.

Tamansari dibangun pada masa Sultan Hamengku Buwono I atau sekitar

akhir abad XVII M. Tamansari bukan hanya sekedar taman kerajaan, namun

bangunan ini merupakan sebuah kompleks yang terdiri dari kolam

pemandian, kanal air, ruangan-ruangan khusus dan sebuah kolam yang

besar (apabila kanal air terbuka).

Bagian - bagian Tamansari:

1. Bagian Sakral

Bagian sakral Tamansari ditunjukkan dengan sebuah bangunan yang agak

menyendiri. Ruangan ini terdiri dari sebuah bangunan berfungsi sebagai

tempat pertapaan Sultan dan keluarganya.

2. Bagian Kolam Pemandian

Bagian ini merupakan bagian yang digunakan untuk Sultan dan keluarganya

bersenang-senang. Bagian ini terdiri dari dua buah kolam yang

dipisahkan dengan bangunan bertingkat. Air kolam keluar dari pancuran

berbentuk binatang yang khas. Bangunan kolam ini sangat unik dengan

pot-pot besar didalamnya.

3. Bagian Pulau Kenanga

Bagian ini terdiri dari beberapa bangunan yaitu Pulau Kenanga atau

Pulau Cemeti, Sumur Gemuling, dan lorong-lorong bawah tanah.

Pulau Kenanga atau Pulau Cemeti adalah sebuah bangunan tinggi yang

berfungsi sebagai tempat beristirahat, sekaligus sebagai tempat

pengintaian. Bangunan inilah satu-satunya yang akan kelihatan apabila

kanal air terbuka dan air mengenangi kawasan Pulau Kenanga ini.

Disebutkan bahwa jika dilihat dari atas, bangunan seolah-olah sebuah

bunga teratai di tengah kolam sangat besar.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Sumur Gemuling adalah sebuah bangunan melingkar yang berbentuk seperti

sebuah sumur didalamnya terdapat ruangan-ruangan yang konon dahulu

difungsikan sebagai tempat sholat.

Sementara itu lorong-lorong yang ada di kawasan ini dahulu konon

berfungsi sebagai jalan rahasia yang menghubungkan Tamansari dengan

Kraton Yogyakarta. Bahkan ada legenda yang menyebutkan bahwa lorong ini

tembus ke pantai selatan dan merupakan jalan bagi Sultan Yogyakarta

untuk bertemu dengan Nyai Roro Kidul yang konon menjadi istri bagi

raja-raja Kasultanan Yogayakarta. Bagian ini memang merupakan bagian

yang berfungsi sebagai tempat pertahanan atau perlindungan bagi

keluarga Sultan apabila sewaktu-waktu ada serangan dari musuh.

Tamansari adalah sebuah tempat yang cukup menarik untuk dikunjungi.

Selain letaknya yang tidak terlalu jauh dari Kraton Yogyakarta yang

merupakan obyek wisata utama kota ini, Tamansari memiliki beberapa

keistimewaan. Keistimewaan Tamansari antara lain terletak pada

bangunannya sendiri yang relatif utuh dan terawat serta lingkungannya

yang sangat mendukung keberadaannya sebagai obyek wisata.

Di lingkungan Tamansari ini dapat dijumpai masjid Saka Tunggal yang

memiliki satu buah tiang. Meskipun masjid ini dibangun pada abad XX,

namun keunikannya tetap dapat menjadi aset dikompleks ini. Disamping

itu, kawasan Tamansari dengan kampung tamam-nya ini sangat terkenal

dengan kerajinan batiknya. Kita dapat berbelanja maupun melihat secara

langsung pembuatan batik-batik yang berupa lukisan maupun konveksi.

Kampung Tamansari ini sangat dikenal sehingga banyak mendapat kunjungan

baik dari wisatawan mancanegara maupun wisata nusantara. Tidak jauh

dari Tamansari, dapat dijumpai Pasar ngasem yang merupakan pasar

tradisional dan pasar burung terbesar di Yogyakarta. Beberapa daya

tarik pendukung inilah yang membuat Tamansari menjadi salah satu tujuan

wisata Yogyakarta Kraton Yogyakarta.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

D. Gua Siluman

Gua Siluman atau Gua Seluman? Itulah salah satu

misteri di pesanggrahan yang meski namanya masih misterius lebih sering

disebut Gua Siluman. Kunjungi dan nikmati situs bersejarah yang

memiliki lorong di bawah jalan aspal ini.

Tak banyak yang mengenal Pesanggrahan Gua Siluman. Maklum, pesanggrahan

yang dibangun oleh Hamengku Buwono II ini memang tidak setenar Istana

Air Taman Sari. Tapi, di balik ketidakpopulerannya, pesanggrahan ini

sebenarnya pernah berfungsi penting bagi kalangan Kraton Yogyakarta,

sebagai tempat bertapa. Bersama Pesanggrahan Warungboto, tempat ini

disebut dalam salah satu tembang macapat yang berkisah tentang kemajuan

yang diraih selama pemerintahan Hamengku Buwono II di Yogyakarta.

Pesanggrahan Gua Siluman terletak di wilayah Wonocatur, Sleman,

tepatnya di jalan yang menghubungkan Ring Road Timur Yogyakarta dengan

wilayah Berbah, Bantul. Anda yang ingin berkunjung bisa melewati Jalan

Raya Janti sampai perempatan Blok O, kemudian berbelok ke kanan.

Setelah menemukan papan penunjuk ke arah Berbah, anda tinggal berbelok

ke kiri. Pesanggrahan terletak persis di pinggi jalan, ditandai adanya

tembok tinggi setebal 75 cm yang warnanya sudah mulai menghitam.

Areal pesanggrahan mencakup wilayah kanan dan kiri jalan. Mungkin

sedikit mengherankan, tapi itu benar. Apakah ada bagian bangunan yang

terpotong dengan keberadaan jalan? Ternyata tidak. YogYES memastikannya

dengan melihat bagian bangunan di kiri jalan yang merupakan pintu

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

gerbang masuk pesanggrahan ini. Pintu itu bersambungan dengan lorong

menuju areal bangunan yang berada di kanan jalan. Artinya, lorong yang

menghubungkan kompleks di kanan dan kiri jalan itu berada di persis di

bawah jalan raya menuju Berbah itu.

Pada bangunan pintu gerbang itu, kami menjumpai relief burung Beri di

bagian atasnya. Bentuknya yang unik masih dapat dilihat jelas meski

beberapa bagian sudah mengalami kerusakan karena dimakan usia.

Sementara pada bagian bawah pintu, terdapat beberapa anak tangga yang

menghubungkan bagian luar dengan lorong. Bila masuk lebih ke dalam,

akan dijumpai lagi sebuah pintu yang bagian atasnya berbentuk lengkung,

mungkin berfungsi sebagai penanda sudah memasuki lorong.

YogYES sebenarnya ingin menelusuri lorong, namun kami urungkan dan

lebih memilih menyeberang jalan. Selanjutnya, kami menuruni bangunan

yang berada di kanan jalan dan menemunkan sebuah pintu yang berbentuk

persegi. Pintu itu merupakan tembusan dari lorong yang menghubungkan

bagian kanan dan kiri jalan. Tak seperti pintu utara yang dihiasi

dengan relief burung Beri, pintu selatan ini sederhana, tanpa hiasan

apa pun.

Lewat pintu selatan itulah, YogYES bisa mengintip bagian pesanggrahan

yang lain. Terdapat bangunan yang memanjang ke timur, bersambungan

langsung dengan lorong. Bangunan tersebut terbagi menjadi beberapa

ruang yang masing-masing juga dihubungkan dengan sebuah pintu. Tak jauh

dari pintu yang menghubungkan ke ruangan paling timur, terdapat sebuah

sekat yang dihiasi ornamen-ornamen indah serupa motif kain batik.

Sementara, di ruangan paling timur sendiri terdapat kolam segi empat

yang hingga kini masih terisi air.

Seperti banyak pesanggrahan pada masa awal Kraton Yogyakarta, Gua

Siluman juga memiliki areal taman dan kolam. Saat ini, di areal taman

itu ditanam beragam tanaman hias sehingga areal ini tampak hijau.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Tanaman hias itu tumbuh di pinggir dua buah kolam segi empat yang juga

merupakan bagian dari bangunan pesanggrahan. Bagian pinggir dan dasar

kedua kolam itu sebenarnya terbuat dari plesteran yang cukup bagus,

namun sayang tak bisa dilihat karena airnya tak begitu bening.

Berkeliling ke sisi barat daya, terdapat satu buah kolam air lagi yang

berbentuk lingkaran. Kolam itu dihiasi dengan arca burung Beri dengan

paruhnya yang menonjol. Bentuknya sangat unik, terutama karena paruhnya

sekaligus berfungsi sebagai pancuran air. Kolam serupa sebenarnya juga

terdapat di sebelah tenggara, namun arcanya sudah mengalami kerusakan

dan kolamnya mulai terpendam tanah.

Hingga saat ini, beragam aktivitas kalangan Kraton selain semedi yang

dilakukan di Pesanggrahan Gua Siluman belum bisa terjawab, termasuk

siapa saja yang pernah bersemedi di tempat ini. Hal lain yang masih

jadi misteri adalah nama bangunannya sendiri. Tembang macapat yang

memuat pendirian bangunan ini mengatakan nama bangunan adalah Gua

Seluman, namun papan nama yang ada di kompleks bangunan sekarang

menyebut nama bangunannya Gua Siluman. Apakah Seluman dan Siluman

berarti sama?

Dahulu, banyak orang menganggap bangunan ini angker sehingga tak

sembarangan orang bisa memasukinya. Namun kini anggapan itu sudah tak

ada sebab beberapa orang bahkan menggunakan areal pesanggrahan untuk

tempat ngobrol. Jadi, anda bisa mengunjungi salah satu situs bersejarah

ini tanpa merasa takut.

E. Panggung Krapyak

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Panggung Krapyak adalah bangunan yang berusia

hampir 250 tahun dikenal sebagai tempat berburu raja-raja Kasultanan

Yogyakarta. Berdiri di wilayah yang dulu dikenal dengan Hutan Krapyak,

tempat putra Panembahan Senopati wafat.

Alkisah wilayah Krapyak, yang kini berada di selatan Kraton Yogyakarta,

dahulu merupakan hutan lebat. Beragam jenis hewan liar terdapat di

sini, salah satunya rusa atau dalam bahasa Jawa disebut menjangan. Tak

heran bila wilayah ini dulu banyak digunakan sebagai tempat berburu

oleh Raja-Raja Mataram.

Raden Mas Jolang yang bergelar Prabu Hanyokrowati, raja kedua Kerajaan

Mataram Islam dan putra Panembahan Senopati, adalah salah satu raja

yang memanfaatkan Hutan Krapyak sebagai tempat berburu. Pada tahun

1613, beliau mengalami kecelakaan dalam perburuan dan akhirnya

meninggal di sini. Beliau dimakamkan di Kotagede dan diberi gelar

Panembahan Seda Krapyak (berarti raja yang meninggal di Hutan Krapyak).

Raja lain yang gemar berburu di Hutan Krapyak adalah Pangeran

Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono I). Beliau-lah yang mendirikan

Panggung Krapyak lebih dari 140 tahun setelah wafatnya Prabu

Hanyokrowati di hutan ini. Panggung Krapyak merupakan petunjuk sejarah

bahwa wilayah Krapyak pernah dijadikan sebagai area berburu. Bila

berminat, anda bisa mendatanginya dengan melaju ke selatan dari Alun-

Alun Kidul, melewati Plengkung Gading dan Jalan D.I Panjaitan. Panggung

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Krapyak akan ditemukan setelah melaju kurang lebih 3 kilometer, berada

tepat di tengah jalan.

Bangunan Panggung Krapyak berbentuk persegi empat seluas 17,6 m x 15 m.

Dindingnya terbuat dari bata merah yang dilapisi semen cor dan disusun

ke atas setinggi 10 m. Bagian dinding kini tampak berwarna hitam,

menunjukkan usianya yang hampir menyamai usia Kota Yogyakarta,

seperempat milenium. Bangunan tampak masih kokoh, walau beberapa bagian

mengalami kerusakan akibat gempa 27 Mei 2006 lalu.

Arsitektur bangunan panggung ini cukup unik. Setiap sisi bangunan

memiliki sebuah pintu dan dua buah jendela. Pintu dan jendela itu hanya

berupa sebuah lubang, tanpa penutup. Bagian bawah pintu dan jendela

berbentuk persegi tetapi bagian atasnya melengkung, seperti rancangan

pintu dan jendela di masjid-masijd.

Bangunan panggung terbagi menjadi dua lantai. Lantai pertama memiliki 4

ruang dan lorong pendek yang menghubungkan pintu dari setiap sisi.

Kalau matahari bersinar terang, cahayanya akan menembus ke dalam lantai

pertama bangunan lewat pintu dan jendela. Adanya sinar matahari membuat

nuansa tua yang tercipta dari kondisi bangunan serta udara yang lebih

lembab dan dingin akan langsung menyergap.

Jika menuju salah satu ruang di bagian tenggara dan barat daya bangunan

dan menatap ke atas, anda bisa melihat sebuah lubang yang cukup lebar.

Dari lubang itulah raja-raja yang hendak berburu menuju ke lantai dua

(berguna sebagai tempat berburu) dengan dibantu sebuah tangga kayu yang

kini sudah tidak dapat dijumpai lagi. Dengan menatap ke atas pula, anda

bisa mengetahui bahwa terdapat sebuah atap untuk menaungi lubang yang

kini telah ambruk, mungkin berguna untuk mencegah air masuk.

Sekilas, bangunan ini menggambarkan kenyamanan yang diperoleh raja,

bahkan saat berburu. Ketinggian bangunan membuat raja berburu dengan

rasa nyaman dan aman, leluasa mengintai tanpa perlu khawatir diserangSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

oleh hewan buas ketika berburu. Lantai dua tempat ini pun cukup nyaman,

berupa ruangan terbuka yang cukup luas dan dibatasi oleh pagar

berlubang dengan ketinggian sedang.

Ketinggian bangunan ini menyebabkan beberapa orang menduga bahwa

Panggung Krapyak juga digunakan sebagai pos pertahanan. Konon, dari

tempat ini gerakan musuh dari arah selatan bisa dipantau sehingga bisa

memberikan peringatan dini kepada Kraton Yogyakarta bila terjadi

serangan. Para prajurit secara bergantian ditugaskan untuk berjaga di

tempat ini, sekaligus berlatih berburu dan olah kanuragan (kemampuan

berperang).

Panggung Krapyak termasuk bangunan yang terletak di poros imajiner kota

Yogyakarta, menghubungkan Gunung Merapi, Tugu Jogja, Kraton Yogyakarta,

Panggung Krapyak dan Laut Selatan. Poros Panggung Krapyak hingga Kraton

menggambarkan perjalanan manusia dari lahir hingga dewasa. Wilayah

sekitar panggung melambangkan kehidupan manusia saat masih dalam

kandungan, ditandai dengan adanya kampung Mijen di sebelah utara

Panggung Krapyak sebagai lambang benih manusia.

F. Warungboto

Sebuah taman air kuno yang indah dan dirancang

sangat privat bisa ditemukan di wilayah Warungboto. Taman air itu

berada di antara Pesanggarahan Warungboto yang kini tinggal puing.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Bila melewati Jalan Veteran (jalan yang mengarah ke kanan dari

perempatan sebelum Kebun Binatang Gembira Loka) dan menjumpai sisa-sisa

bangunan seperti rumah, anda mungkin akan melewatkannya saja dan

menyangka bahwa bangunan itu merupakan bangunan biasa saja. Tapi, mulai

sekarang, anda mesti tahu bahwa bangunan itu cukup bersejarah sebab

merupakan salah satu pesanggrahan yang dibangun oleh Hamengku Buwono

II.

Bukti bahwa bangunan tersebut bersejarah adalah termuatnya nama

bangunan dalam sebuah tembang macapat yang berkisah tentang Hamengku

Buwono II. Dalam tembang tersebut, bangunan ini tidak disebut dengan

nama Pesanggrahan Warungboto sebagaimana banyak orang menyebutnya

sekarang, tetapi dengan nama Pesanggrahan Rejowinangun. Secara

keseluruhan, tembang macapat itu sendiri bercerita tentang kemajuan

yang dicapai semasa Hamengku Buwono II.

Mengunjungi pesanggrahan ini bagi beberapa orang mungkin dianggap

membosankan, sebab tak ada lagi kemegahan yang bisa dinikmati. Namun,

bukankah wisata tak harus mengunjungi tempat-tempat megah? Tempat-

tempat sederhana, bahkan yang tinggal puing pun, pasti memiliki daya

tarik. YogYES yang mengunjungi tempat ini beberapa hari lalu masih bisa

menemukan keindahan di beberapa sudut meski banyak bagian bangunan yang

telah mengalami kerusakan.

Kami mulai menjelajahi bangunan mulai dari bagian terdepan atau yang

berbatasan langsung dengan jalan raya. Bagian terdepan ini berbentuk

bujur sangkar dengan lantai yang terbuat dari bahan semacam semen.

Karena terletak di depan, mungkin bagian ini berfungsi sebagai bangsal

atau lobby seperti pada banyak bangunan yang ada sekarang. Dari bagian

terdepan, bisa dilihat pemandangan seluruh kompleks pesanggrahan.

Di sebelah kiri bagian terdepan terdapat tangga turun yang cukup

sempit. Kami langsung bisa menduga bahwa bangunan pesanggrahan ini

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

mulanya terdiri dari dua lantai, seperti bangunan pesanggrahan lainnya

yang terdiri dari lantai dasar dan bawah tanah. Untuk menuruninya perlu

hati-hati, sebab bagian kanan kirinya tidak memiliki pegangan dan

banyak bagian yang telah ditumbuhi lumut sehingga licin.

Di lantai bawah tanah inilah, banyak bagian bangunan yang mempesona

bisa dilihat. Bagian yang paling indah adalah areal taman yang

dilengkapi dengan dua buah kolam. Kolam pertama berbentuk lingkaran

berdiameter 4,5 meter dan bagian tengahnya memiliki sumber pancuran air

atau umbul. Sementara, kolam kedua berbentuk bujur sangkar dengan

ukuran sisi 10 meter x 4 meter. Kedua kolam itu saling berhubungan,

ditandai dengan adanya lubang saluran air yang bisa dilihat jelas dari

kolam kedua.

Kami sungguh merasa kagum dengan arsitektur bangunan pesanggrahan

ketika berada di areal taman ini. Bagaimana tidak, pesanggrahan yang

dibangun tahun 1800-an ini sudah merancang adanya taman beserta kolam

yang sifatnya pribadi, dikelilingi oleh bangunan sekitarnya sehingga

tak terlihat dari luar. Selain itu, tembok-tembok yang mengelilinginya

juga tampak tinggi dan tebal, menandakan kekokohan bangunannya di masa

lalu.

Di sebelah utara dan selatan kolam terdapat pintu bertinggi sedang yang

cukup lebar. Pintu itu menghubungkan dengan bagian lain ruangan bawah

tanah. Di bagian timur kolam akan dijumpai jendela-jendela berjumlah

tiga buah, satu berbentuk kotak dan dua lainnya berbentuk lengkung pada

bagian atasnya.. Sementara di bagian barat kolam terdapat satu pintu

yang bagian atasnya melengkung, menghgubungkan dengan dua pintu

lengkung berikutnya yang dilengkapi dengan beberapa anak tangga. Dua

pintu terakhir menghubungkan areal taman yang berada di bawah tanah

dengan lantai dasar.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Kalau kembali ke lantai dasar dan menjelajahi sisi selatan bangunan,

akan dijumpai beberapa puing tembok. Kemungkinan, tembok itu merupakan

pembatas antar ruang pesanggrahan. Terdapat bagian tembok yang unik,

sebab permukaannya tidak halus, mungkin dulu memiliki ornamen. Satu

tembok yang masih sangat kokoh berada di bagian paling depan sisi

selatan. Pada tembok itu, terdapat beberapa jendela berbentuk persegi.

Sebenarnya, saat didata oleh Dinas Purbakala pada tahun 1980, masih ada

beberapa hiasan yang bisa dijumpai. Diantaranya berupa patung burung

garuda yang ada di sisi selatan, patung naga yang ada di sisi timur dan

pot bunga yang merupakan salah satu komponen dari kolam. Sayang, YogYES

tidak menjumpainya saat berkunjung walau sudah menjelajah ke setiap

sudut. Mungkin anda bisa mencarinya jika mengunjungi tempat ini. Siapa

tahu hanya kami yang melewatkannya?

Jika ingin berkunjung, anda bisa melewati beberapa alternatif jalan.

Paling mudah bila anda mengunjungi sebelum atau sesudah berwisata ke

kawasan Kotagede. Jika berkunjung sebelum ke Kotagede, anda bisa

melewati Jalan Kusumanegara hingga sampai di perempatan pabrik susu

SGM, kemudian berbelok ke kanan. Sementara, jika berkunjung setelah ke

Kotagede, anda tinggal melewati Jalan Ngeksigondo ke arah barat hingga

perempatan pos pengisian bahan bakar Gambiran dan berbelok ke kanan.

Pesanggrahan ini cukup mudah dijangkau dan bisa dikunjungi tanpa

mengeluarkan biaya sepeser pun. Satu yang pasti, wisata anda ke

Yogyakarta akan semakin lengkap sebab bisa mengunjungi Pesanggrahan

Warungboto yang konon dipakai oleh kalangan Kraton Ngayogyakarta

Hadiningrat untuk bersemedi dan menjalani laku prihatin.

2.6. WISATA BELANJA

A. Malioboro

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Menyusuri jalanan sepanjang satu kilometer

tentunya akan sangat melelahkan, tapi cerita kenangan dari bangunan tua

dan taburan cinderamata akan mengobatinya.

Membentang di atas sumbu imajiner yang menghubungkan Kraton Yogyakarta,

Tugu dan puncak Gunung Merapi, jalan ini terbentuk menjadi suatu

lokalitas perdagangan setelah Sri Sultan Hamengku Buwono I

mengembangkan sarana perdagangan melalui sebuah pasar tradisional

semenjak tahun 1758. Setelah berlalu 248 tahun, tempat itu masih

bertahan sebagai suatu kawasan perdagangan bahkan menjadi salah satu

ikon Yogyakarta yang dikenal dengan Malioboro.

Terletak sekitar 800 meter dari Kraton Yogyakarta, tempat ini dulunya

dipenuhi dengan karangan bunga setiap kali Kraton melaksanakan

perayaan. Malioboro yang dalam bahasa sansekerta berarti "karangan

bunga" menjadi dasar penamaan jalan tersebut.

Diapit pertokoan, perkantoran, rumah makan, hotel berbintang dan

bangunan bersejarah, jalan yang dulunya sempat menjadi basis perjuangan

saat agresi militer Belanda ke-2 pada tahun 1948 juga pernah menjadi

lahan pengembaraan para seniman yang tergabung dalam komunitas Persada

Studi Klub (PSK) pimpinan seniman Umbul Landu Paranggi semenjak tahun

1970-an hingga sekitar tahun 1990.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Surga Cinderamata

Menikmati pengalaman berbelanja, berburu cinderamata khas Jogja,

wisatawan bisa berjalan kaki sepanjang bahu jalan yang berkoridor

(arcade). Di sini akan ditemui banyak pedagang kaki lima yang menggelar

dagangannya. Mulai dari produk kerajinan lokal seperti batik, hiasan

rotan, wayang kulit, kerajinan bambu (gantungan kunci, lampu hias dan

lain sebagainya) juga blangkon (topi khas Jawa/Jogja) serta barang-

barang perak, hingga pedagang yang menjual pernak pernik umum yang

banyak ditemui di tempat perdagangan lain. Sepanjang arcade, wisatawan

selain bisa berbelanja dengan tenang dalam kondisi cerah maupun hujan,

juga bisa menikmati pengalaman belanja yang menyenangkan saat menawar

harga. Jika beruntung, bisa berkurang sepertiga atau bahkan separohnya.

Jangan lupa untuk menyisakan sedikit tenaga. Masih ada pasar

tradisional yang harus dikunjungi. Di tempat yang dikenal dengan Pasar

Beringharjo, selain wisatawan bisa menjumpai barang-barang sejenis yang

dijual di sepanjang arcade, pasar ini menyediakan beraneka produk

tradisional yang lebih lengkap. Selain produk lokal Jogja, juga

tersedia produk daerah tetangga seperti batik Pekalongan atau batik

Solo. Mencari batik tulis atau batik print, atau sekedar mencari tirai

penghias jendela dengan motif unik serta sprei indah bermotif batik.

Tempat ini akan memuaskan hasrat berbelanja barang-barang unik dengan

harga yang lebih murah.

Berbelanja di kawasan Malioboro serta Beringharjo, pastikan tidak

tertipu dengan harga yang ditawarkan. Biasanya para penjual menaikkan

harga dari biasanya bagi para wisatawan.

Benteng Vredeburg dan Gedung Agung

Di penghujung jalan "karangan bunga" ini, wisatawan dapat mampir

sebentar di Benteng Vredeburg yang berhadapan dengan Gedung Agung.

Benteng ini dulunya merupakan basis perlindungan Belanda dariSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

kemungkinan serangan pasukan Kraton. Seperti lazimnya setiap benteng,

tempat yang dibangun tahun 1765 ini berbentuk tembok tinggi persegi

melingkari areal di dalamnya dengan menara pemantau di empat penjurunya

yang digunakan sebagai tempat patroli. Dari menara paling selatan,

YogYES sempat menikmati pemandangan ke Kraton Kesultanan Yogyakarta

serta beberapa bangunan historis lainnya.

Sedangkan Gedung Agung yang terletak di depannya pernah menjadi tempat

kediaman Kepala Administrasi Kolonial Belanda sejak tahun 1946 hingga

1949. Selain itu sempat menjadi Istana Negara pada masa kepresidenan

Soekarno ketika Ibukota Negara dipindahkan ke Yogyakarta.

Lesehan Malioboro

Saat matahari mulai terbenam, ketika lampu-lampu jalan dan pertokoan

mulai dinyalakan yang menambah indahnya suasana Malioboro, satu persatu

lapak lesehan mulai digelar. Makanan khas Jogja seperti gudeg atau

pecel lele bisa dinikmati disini selain masakan oriental ataupun sea

food serta masakan Padang. Serta hiburan lagu-lagu hits atau tembang

kenangan oleh para pengamen jalanan ketika bersantap.

Bagi para wisatawan yang ingin mencicipi masakan di sepanjang jalan

Malioboro, mintalah daftar harga dan pastikan pada penjual, untuk

menghindari naiknya harga secara tidak wajar.

Mengunjungi Yogyakarta yang dikenal dengan "Museum Hidup Kebudayaan

Jawa", terasa kurang lengkap tanpa mampir ke jalan yang telah banyak

menyimpan berbagai cerita sejarah perjuangan Bangsa Indonesia serta

dipenuhi dengan beraneka cinderamata. Surga bagi penikmat sejarah dan

pemburu cinderamata.

B. Pasar Beringharjo

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Pasar Beringharjo telah digunakan sebagai tempat

jual beli sejak tahun 1758. Tawarannya kini kian lengkap; mulai dari

batik, jajanan pasar, jejamuan, hingga patung Budha seharga ratusan

ribu.

Pasar Beringharjo menjadi sebuah bagian dari Malioboro yang sayang

untuk dilewatkan. Bagaimana tidak, pasar ini telah menjadi pusat

kegiatan ekonomi selama ratusan tahun dan keberadaannya mempunyai makna

filosofis. Pasar yang telah berkali-kali dipugar ini melambangkan satu

tahapan kehidupan manusia yang masih berkutat dengan pemenuhan

kebutuhan ekonominya. Selain itu, Beringharjo juga merupakan salah satu

pilar 'Catur Tunggal' (terdiri dari Kraton, Alun-Alun Utara, Kraton,

dan Pasar Beringharjo) yang melambangkan fungsi ekonomi.

Wilayah Pasar Beringharjo mulanya merupakan hutan beringin. Tak lama

setelah berdirinya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, tepatnya tahun

1758, wilayah pasar ini dijadikan tempat transaksi ekonomi oleh warga

Yogyakarta dan sekitarnya. Ratusan tahun kemudian, pada tahun 1925,

barulah tempat transaksi ekonomi ini memiliki sebuah bangunan permanen.

Nama 'Beringharjo' sendiri diberikan oleh Hamengku Buwono IX, artinya

wilayah yang semula pohon beringin (bering) diharapkan dapat memberikan

kesejahteraan (harjo). Kini, para wisatawan memaknai pasar ini sebagai

tempat belanja yang menyenangkan.

Bagian depan dan belakang bangunan pasar sebelah barat merupakan tempat

yang tepat untuk memanjakan lidah dengan jajanan pasar. Di sebelah

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

utara bagian depan, dapat dijumpai brem bulat dengan tekstur lebih

lembut dari brem Madiun dan krasikan (semacam dodol dari tepung beras,

gula jawa, dan hancuran wijen). Di sebelah selatan, dapat ditemui

bakpia isi kacang hijau yang biasa dijual masih hangat dan kue basah

seperti hung kwe dan nagasari. Sementara bagian belakang umumnya

menjual panganan yang tahan lama seperti ting-ting yang terbuat dari

karamel yang dicampur kacang.

Bila hendak membeli batik, Beringharjo adalah tempat terbaik karena

koleksi batiknya lengkap. Mulai batik kain maupun sudah jadi pakaian,

bahan katun hingga sutra, dan harga puluhan ribu sampai hampir sejuta

tersedia di pasar ini. Koleksi batik kain dijumpai di los pasar bagian

barat sebelah utara. Sementara koleksi pakaian batik dijumpai hampir di

seluruh pasar bagian barat. Selain pakaian batik, los pasar bagian

barat juga menawarkan baju surjan, blangkon, dan sarung tenun maupun

batik. Sandal dan tas yang dijual dengan harga miring dapat dijumpai di

sekitar eskalator pasar bagian barat.

Berjalan ke lantai dua pasar bagian timur, jangan heran bila mencium

aroma jejamuan. Tempat itu merupakan pusat penjualan bahan dasar jamu

Jawa dan rempah-rempah. Bahan jamu yang dijual misalnya kunyit yang

biasa dipakai untuk membuat kunyit asam dan temulawak yang dipakai

untuk membuat jamu terkenal sangat pahit. Rempah-rempah yang ditawarkan

adalah jahe (biasa diolah menjadi minuman ronde ataupun hanya dibakar,

direbus dan dicampur gula batu) dan kayu (dipakai untuk memperkaya

citarasa minuman seperti wedang jahe, kopi, teh dan kadang digunakan

sebagai pengganti bubuk coklat pada cappucino).

Pasar ini juga tempat yang tepat untuk berburu barang antik. Sentra

penjualan barang antik terdapat di lantai 3 pasar bagian timur. Di

tempat itu, anda bisa mendapati mesin ketik tua, helm buatan tahun 60-

an yang bagian depannya memiliki mika sebatas hidung dan sebagainya. Di

lantai itu pula, anda dapat memburu barang bekas berkualitas bila mau.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Berbagai macam barang bekas impor seperti sepatu, tas, bahkan pakaian

dijual dengan harga yang jauh lebih murah daripada harga aslinya dengan

kualitas yang masih baik. Tentu butuh kejelian dalam memilih.

Puas berkeliling di bagian dalam pasar, tiba saatnya untuk menjelajahi

daerah sekitar pasar dengan tawarannya yang tak kalah menarik. Kawasan

Lor Pasar yang dahulu dikenal dengan Kampung Pecinan adalah wilayah

yang paling terkenal. Anda bisa mencari kaset-kaset oldies dari musisi

tahun 50-an yang jarang ditemui di tempat lain dengan harga paling

mahal Rp 50.000,00. Selain itu, terdapat juga kerajinan logam berupa

patung Budha dalam berbagai posisi seharga Rp 250.000,00. Bagi

pengoleksi uang lama, tempat ini juga menjual uang lama dari berbagai

negara, bahkan yang digunakan tahun 30-an.

Jika haus, meminum es cendol khas Yogyakarta adalah adalah pilihan

jitu. Es cendol Yogyakarta memiliki citarasa yang lebih kaya dari es

cendol Banjarnegara dan Bandung. Isinya tidak hanya cendol, tetapi juga

cam cau (semacam agar-agar yang terbuat dari daun cam cau) dan cendol

putih yang terbuat dari tepung beras. Minuman lain yang tersedia adalah

es kelapa muda dengan sirup gula jawa dan jamu seperti kunyit asam dan

beras kencur. Harga minuman pun tak mahal, hanya sekitar Rp. 1000

sampai Rp. 2000.

Meski pasar resmi tutup pukul 17.00 WIB, tetapi dinamika pedagang tidak

berhenti pada jam itu. Bagian depan pasar masih menawarkan berbagai

macam panganan khas. Martabak dengan berbagai isinya, terang bulan yang

legit bercampur coklat dan kacang, serta klepon isi gula jawa yang

lezat bisa dibeli setiap sorenya. Sekitar pukul 18.00 WIB hingga lewat

tengah malam, biasanya terdapat penjual gudeg di depan pasar yang juga

menawarkan kikil dan varian oseng-oseng. Sambil makan, anda bisa

mendengarkan musik tradisional Jawa yang diputar atau bercakap dengan

penjual yang biasanya menyapa dengan akrab. Lengkap sudah.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

C. Kasongan

Melihat lebih dekat pembuatan kerajinan keramik

yang telah diwariskan turun-temurun sambil memburu koleksi-koleksi

indah hasil keahlian tangan.

Pada masa penjajahan Belanda, di salah satu daerah selatan Yogyakarta

pernah terjadi peristiwa yang mengejutkan bahkan menakutkan warga

setempat dengan ditemukannya seekor kuda milik Reserse Belanda yang

mati di atas tanah sawah milik seorang warga. Karena takut akan

hukuman, warga tersebut melepaskan hak tanahnya dan tidak mengakui

tanahnya lagi. Hal ini diikuti oleh warga lainnya. Tanah yang telah

dilepas inipun akhirnya diakui oleh penduduk desa lain. Akibat dari

tidak memiliki tanah persawahan lagi, warga setempat akhirnya memilih

menjadi pengrajin keramik untuk mainan dan perabot dapur hingga kini.

Hal ini terungkap dalam hasil wawancara Prof. Gustami dkk dengan

sesepuh setempat pada tahun 1980-an.

Daerah itulah yang kita kenal dengan nama Kasongan hingga hari ini.

Sebuah desa di Padukuhan Kajen yang terletak di pegunungan rendah

bertanah gamping. Berjarak 15-20 menit berkendara dari pusat kota.

Desa Kasongan merupakan wilayah pemukiman para kundi, yang berarti

buyung atau gundi (orang yang membuat sejenis buyung, gendi, kuali dan

lainnya yang tergolong barang dapur juga barang hias).

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

"Berawal dari keseharian nenek moyang yang mengempal-ngempal tanah yang

ternyata tidak pecah bila disatukan, lalu mulai membentuk-bentuknya

menjadi berbagai fungsi yang cenderung untuk jadi mainan anak-anak atau

barang keperluan dapur. Akhirnya kebiasaan itu mulai diturunkan hingga

generasi sekarang" tutur Pak Giman, salah satu pekerja di sanggar Loro

Blonyo.

Berkunjung ke desa Kasongan, wisatawan akan disambut dengan hangat oleh

penduduk setempat. Sekedar melihat-lihat ruang pajang atau ruang pamer

yang dipenuhi berbagai hasil kerajinan keramik. Dan jika tertarik

melihat pembuatan keramik, wisatawan dapat mengunjungi beberapa galeri

keramik yang memproduksi langsung kerajinan khas itu di tempat. Mulai

dari penggilingan, pembentukan bahan menggunakan perbot, penjemuran

produk yang biasanya memakan waktu 2-4 hari. Produk yang telah dijemur

itu kemudian dibakar, sebelum akhirnya di-finishing menggunakan cat

tembok atau cat genteng.

Bekerja secara kolektif, biasanya sebuah galeri adalah usaha keluarga

secara turun temurun. Meski sekarang pembuatan keramik melibatkan

tetangga sekitar tempat tinggal pemilik galeri, namun pihak keluarga

tetap bertanggung jawab untuk pemilihan bahan dan pengawasan produksi.

Sentuhan Desain Modern

Pada awalnya keramik ini tidak memiliki corak sama sekali. Namun

legenda matinya seekor kuda telah menginspirasi para pengrajin untuk

memunculkan motif kuda pada banyak produk, terutama kuda-kuda

pengangkut gerabah atau gendeng lengkap dengan keranjang yang

diletakkan di atas kuda, selain dari motif katak, jago dan gajah.

Seiring perkembangan, dengan masuknya pengaruh modern dan budaya luar

melalui berbagai media, setelah pertama kali diperkenalkan tentang

Kasongan oleh Sapto Hudoyo sekitar 1971-1972 dengan sentuhan seni dan

komersil serta dikomersilkan dalam skala besar oleh Sahid KeramikSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

sekitar tahun 1980-an, kini wisatawan dapat menjumpai berbagai aneka

motif pada keramik. Bahkan wisatawan dapat memesan jenis motif menurut

keinginan seperti burung merak, naga, bunga mawar dan banyak lainnya.

Jenis produksi sendiri sudah mencakup banyak jenis. Tidak lagi berkutat

pada mainan anak-anak (alat bunyi-bunyian, katak, celengan) serta

keperluan dapur saja (kuali, pengaron, kendil, dandang, kekep dan

lainnya). Memasuki gapura Kasongan, akan tersusun galeri-galeri keramik

sepanjang bahu jalan yang menjual berbagai barang hias. Bentuk dan

fungsinya pun sudah beraneka ragam, mulai dari asbak rokok kecil atau

pot bunga yang tingginya mencapai bahu orang dewasa. Barang hias pun

tidak hanya yang memiliki fungsi, tetapi juga barang-barang yang hanya

sekedar menjadi pajangan.

Patung Keramik Loro Blonyo

Salah satu keramik pajangan yang cukup terkenal adalah sepasang patung

pengantin yang sedang duduk sopan. Sepasang patung ini dikenal dengan

sebutan Loro Blonyo yang pertama kali dibuat oleh sanggar Loro Blonyo

milik pak Walujo. Patung ini diadopsi dari sepasang patung pengantin

milik Kraton Yogyakarta. Secara pengartian Jawa, Loro berarti dua atau

sepasang, sementara Blonyo bermakna dirias melalui prosesi pemandian

dan didandani. "Akan tetapi makna sebenarnya akan Loro Blonyo masih

menjadi pertanyaan para pekerja di Kasongan" ungkap Pak Giman.

Adanya kepercayaan patung Loro Blonyo akan membawa hoki dan membuat

kehidupan rumah tangga langgeng bila diletakkan di dalam rumah, menurut

penuturan Pak Giman pada YogYES, justru membawa pengaruh positif

terhadap penjualan sepasang patung keramik ini. Sementara beberapa

wisatawan manca negara yang menyukai bentuknya, memesan khusus dengan

berbagai bentuk seperti penari, pemain gitar, pragawati dan lain

sebagainya. Pakaiannya pun tidak lagi memakai pakem Jawa, selain

mengadopsi pakaian khas beberapa negara, yang paling banyak memakai

motif Bali dan Thailand. Beberapa galeri keramik sekarang telah menjual

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

sepasang patung unik ini yang masih terus diproduksi dengan beberapa

bentuk yang berbeda-beda.

Desa Wisata

Semenjak akhir abad ke 20, setelah Indonesia mengalami krisis, kini di

Kasongan wisatawan dapat menjumpai berbagai produk selain gerabah.

Masuknya pendatang yang membuka galeri di Kasongan adalah salah satu

pengaruhnya. Produk yang dijual juga masih termasuk kerajinan lokal

seperti kerajinan kayu kelapa, kerajinan tumbuhan yang dikeringkan atau

kerajinan kerang. "Yang namanya usaha itukan mengikuti arus dan

perkembangan, melihat peluang yang ada" kata Pak Giman. Akan tetapi

kerajinan gerabah tetaplah menjadi tonggak utama mata pencaharian warga

setempat. "Udah bakatnya, lagian tidak punya kemampuan lain. Lha wong

paling tinggi pendidikan kita SLTA, itupun beberapa" tambahnya.

Kerajinan keramik dengan berbagai bentuk dan motif yang modern bahkan

artistik, dan berbagai kerajinan lainnya sebagai tambahan adalah daya

tarik Kasongan saat ini. Sebuah tempat wisata penuh cerita serta barang

indah hasil keahlian tangan penduduk setempat mengaduk tanah liat.

Dua bulan pasca gempa, kini di Kasongan telah banyak galeri yang aktif

kembali, meski beberapa masih dalam tahap pembangunan ulang. Sejauh ini

tidak terlihat lagi tanda-tanda kekhawatiran dari pemilik maupun

pekerja. Penduduk setempat berharap wisatawan akan kembali mengunjungi

Kasongan seperti saat sebelum gempa. 

D. Pasar Seni Gabusan

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Pasar Seni Gabusan yang menampung 444 pengrajin

telah menjadi surga kerajinan Bantul. Dilengkapi dengan pusat

informasi, secara bertahap pasar ini akan menampung 8015 unit kerajinan

dari seluruh Bantul.

Ada cara lain untuk menikmati karya seni warga Bantul tanpa harus

kelelahan menjelajahi setiap dusun yang memproduksinya, yaitu dengan

mendatangi Pasar Seni Gabusan. Pasar yang berlokasi di Jalan

Parangtritis km 9 ini selama 2 tahun terakhir telah menjadi pusat jual

beli kerajinan dari seluruh Bantul. Bukan sekedar pasar, Gabusan juga

dilengkapi dengan fasilitas lain, seperti tempat jajan, akses teknologi

informasi hingga toko kebutuhan sehari-hari.

Sejak awal dibangun, Gabusan dirancang untuk membuka akses pengrajin ke

pasar internasional. Karenanya, tak seperti pasar lain, desain pasar

yang menampung sekitar 444 pengrajin ini juga bertaraf internasional.

Perancangan bangunan pasar ini tak hanya melibatkan arsitek dalam

negeri saja, tetapi juga mancanegara, tentu dengan menonjolkan

arsitektur lokal. Terbagi dalam 16 los, Gabusan menjual kerajinan dari

ragam bahan dasar, mulai dari kulit, logam, kayu, tanah liat hingga

eceng gondok.

Tiba di kawasan Pasar seni Gabusan, anda akan disapa oleh gerbang yang

didesain sangat menarik. Di gerbang itu, tersedia resto yang akan

memanjakan lidah, tempat penyebrangan dan ramp. Bersantap di resto itu,

selain menikmati lezatnya hidangan anda juga dapat melihat pemandangan

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

seluruh kawasan Gabusan dari atas. Tak jauh dari wilayah itu, terdapat

ruko sebagai pusat informasi sekaligus tempat pelayanan kebutuhan

wisatawan. Desain ruko itu sengaja dibuat artistik sehingga memiliki

daya tarik tersendiri.

Memasuki los pertama, anda dapat menikmati kerajinan tas yang terbuat

dari bahan semacam rotan. Anyaman tas yang sangat rapi memberi kesan

kuat dan paduan kain sebagai aksesori akan menjadi nilai tambah yang

berarti. Ragam desain tas yang unik sekaligus elegan menjadikannya

multifungsi dan bisa dipakai kemana pun. Jenis kerajinan lain yang

terdapat di los itu adalah kotak yang terbuat dari anyaman bambu. Meski

sederhana secara desain maupun fungsinya, kotak itu tetap memiliki

keunikan, apalagi tersedia dalam ragam warna cerah.

Bila hendak berbelanja hiasan di meja ruang tamu berupa tempat lilin,

anda dapat mengunjungi los delapan. Bermacam tempat lilin dari berbagai

bahan dasar ada di kios-kios los tersebut. Terdapat tempat lilin yang

berbentuk seperti mangkuk kecil berwarna coklat dengan hiasan tali di

sekelilingnya. Ada pula tempat lilin yang dibuat dari bambu yang

dibelah beberapa sisinya sehingga digunakan sebagai bagian kaki dengan

hiasan berupa tali juga. Selain memiliki fungsi sebagai wadah lilin

sumber penerang, tentu desain yang cantik akan memikat tamu anda di

rumah.

Masih berkisar soal hiasan rumah, di los enam dapat dijumpai variasi

topeng menarik. Beberapa topeng berbahan dasar kulit ditatah dengan

sangat bagus dengan warna menarik. Selain itu, bila senang dengan

tanaman hias buatan seperti bunga kayu, tentu guci-guci yang terdapat

di los 13 sangat memikat. Terbuat dari bahan kayu maupun tanah liat,

biasanya permukaan luar guci tersebut dihiasi oleh motif-motif

tertentu. Jika kurang menyukai yang bermotif, tersedia guci yang

permukaannya polos dengan desain yang tidak kalah menarik.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Pernak-pernik kecil yang fungsional bagi anda maupun keluarga juga

terdapat di pasar ini. Tentu dengan desain yang lebih artistik sehingga

memiliki nilai tambah di samping fungsi utamanya. Sebuah pigura,

misalnya, banyak yang didesain menarik meski dengan bentuk yang

standar. Ada yang bagian pinggirnya dihiasi motif tertentu, misalnya

motif seperti naga, sehingga semakin mempercantik. Pernik lain seperti

tempat pensil juga terdapat dalam berbagai variasi. Ada sebuah tempat

pensil yang berbentuk orang sedang duduk dengan hiasan rambut berwarna

putih di bagian kepalanya, sementara lubang tempat pensilnya terdapat

di bagian depan. Akan lebih banyak lagi pernak-pernik hasil kreatifitas

warga Bantul yang dapat dijumpai, seperti baki (alat penyaji minuman)

dengan desainnya yang beragam.

Sebuah pusat informasi yang terdapat di ruko yang terletak di kawasan

ini akan membantu anda mencari produk kerajinan yang diinginkan. Di

pusat informasi itu, anda bisa melihat detail produk beserta harga dan

di kios mana memesan. Terhubung dengan jaringan internet, adanya pusat

informasi ini sekaligus memberi petunjuk bagia anda bahwa semua barang

yang tersedia di Pasar Seni Gabusan bisa dipesan secara online. Secara

bertahap, pusat informasi maupun Pasar Seni Gabusan akan menampung 8015

unit kerajinan yang ada di seantero Bantul. Anda yang tinggal jauh dari

Yogyakarta tentu tak perlu repot lagi. Meski pasar ini terkena dampak

gempa Yogyakarta 27 Mei 2006 lalu, namun kerusakan kini sedang

diperbaiki. Tanggal 26 Oktober mendatang, rencananya akan diadakan

pameran seni di pasar ini yang diikuti sekitar 270 pengrajin.

2.7. WISATA ALAM

A. Kaliadem

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Kaliadem adalah tempat melihat keindahan Gunung

Merapi dan jejak ganasnya letusan gunung itu pada tahun 2006 lalu.

Kata orang-orang, pagi hari adalah saat terbaik untuk menikmati

pemandangan Gunung Merapi sebelum berselimut kabut. Jadi pukul 07.00

pagi kami sudah berangkat menuju Kaliadem, sebuah kawasan sejuk yang

berada di kaki Gunung Merapi, sekitar 25 km utara Kota Jogja. Kami

memilih jalur alternatif lewat Maguwo karena jalur itu memiliki lebih

banyak sawah ketimbang lewat Jalan Kaliurang. Benar saja, baru beberapa

kilometer menjauhi kota, pemandangan hijaunya sawah langsung memanjakan

mata, bagaikan lukisan-lukisan Mooi Indie. Udara sejuk pun segera

menyergap lewat jendela mobil yang dibiarkan terbuka. Samar-samar

tercium aroma batang padi; baunya segar, seperti bau rumput sehabis

dimandikan hujan.

Matahari belum tinggi ketika YogYES tiba di Kaliadem, beberapa penduduk

setempat tampak mulai bersiap-siap mencari rumput untuk ternak mereka.

Walau ada kabut tipis, Gunung Merapi memang terlihat utuh seperti yang

diharapkan. Berdiri menjulang hingga 2980 meter di atas permukaan laut,

gunung itu benar-benar terlihat gagah. Punggungnya tampak berkilauan

ditimpa sinar matahari pagi, sementara puncaknya mengeluarkan asap

tipis. Hadirin sekalian, inilah salah satu gunung berapi paling aktif

di Indonesia!

Di balik penampilannya yang begitu tenang, Gunung Merapi menyimpan

kekuatan alam yang dahsyat. Sebagian ilmuwan menduga letusan besar

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Gunung Merapi adalah penyebab kerajaan Mataram Kuno berpindah ke Jawa

Timur pada abad ke-10. Ketika meletus, Gunung Merapi sanggup

menyemburkan awan panas (800-1000 derajat celcius) yang meluncur ke

bawah dengan kecepatan hingga 70 km/jam. Pada tahun 1930, awan panas

dari letusan Gunung Merapi menghanguskan hutan, 13 desa, dan 1400

penduduk dalam sekejap.

Letusan terakhir Gunung Merapi terjadi pada tahun 2006 lalu. Jutaan

kubik material vulkanik tumpah di Kali Gendol dan Kali Krasak, sebagian

kecil sisanya menerjang Kaliadem dan meninggalkan jejak yang masih bisa

kita saksikan. Kaliadem yang dulunya merupakan hutan pinus kini

tertimbun pasir, batu, dan material vulkanik lainnya. Di sebelah timur

tampak reruntuhan warung yang tertimbun material vulkanik hingga

setengah bangunan. Di sebelah barat ada sebuah bunker perlindungan yang

ironisnya juga tertimbun material vulkanik setebal 3 meter. Letusan

Gunung Merapi tahun 2006 ini turut menewaskan 2 orang yang berlindung

dalam bunker tersebut. Butuh waktu berminggu-minggu setelah letusan

barulah material vulkanik yang menimbun Kaliadem itu mendingin dan

kawasan tersebut bisa dikunjungi lagi.

Namun seperti unjuk kekuatan alam lainnya, letusan Gunung Merapi juga

memiliki sisi baik. Abu vulkanik dari Gunung Merapi memberikan

kesuburan bagi tanah di kaki gunung dan ribuan hektar sawah di

bawahnya. Jutaan kubik pasir yang dimuntahkan juga telah menghidupi

ratusan penduduk setempat yang mencari nafkah dengan menambang pasir.

Empat tahun setelah letusan, kawasan Kaliadem sudah hijau dan sejuk

lagi. Pohon-pohon pinus yang dulu hangus, kini sudah mulai tumbuh.

Kaliadem sekarang menjadi obyek wisata alam tempat menikmati keindahan

Gunung Merapi sekaligus menyaksikan bukti bahwa alam memiliki

keseimbangannya sendiri.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Mbah Maridjan, Juru Kunci Gunung Merapi

Sebelum pulang, YogYES singgah sebentar ke rumah Mbah Maridjan di

sebelah selatan Kaliadem. Kakek kelahiran 1927 ini adalah abdi dalem

yang diberi mandat oleh Sultan Yogyakarta untuk menjadi Juru Kunci

Gunung Merapi, meneruskan jabatan ayahnya.

Sebagai juru kunci, beliau bertugas untuk "menjaga" Gunung Merapi.

Setiap tahun beliau juga bertugas memimpin ritual Labuhan Merapi,

ratusan orang mendaki hingga ke dekat puncak Gunung Merapi lalu berdoa

bersama untuk memohon perlindungan pada Sang Khalik. Tradisi tersebut

dilaksanakan setiap bulan Rajab dalam penanggalan Jawa.

Sosok Mbah Maridjan menjadi sangat populer menjelang meletusnya Gunung

Merapi tahun 2006 lalu. Awal Mei tahun itu, Gunung Merapi mulai

mengeluarkan lava pijar. Komputer canggih yang dilengkapi sensor sudah

memperkirakan Gunung Merapi akan segera meletus. Namun Mbah Maridjan

menolak untuk mengungsi dengan alasan melaksanakan tugas diamanatkan

Sultan padanya. Beberapa hari kemudian Mbah Maridjan malah mendaki

Gunung Merapi dan berdoa sepanjang hari agar Tuhan melindungi jiwa dan

rumah penduduk. Percaya atau tidak, Gunung Merapi lalu mereda dan

Presiden SBY pun sempat meninjau lokasi. Sebagian dari 11.0000 penduduk

yang sudah dievakuasi lalu diperbolehkan pulang ke rumah masing-masing.

Gunung Merapi baru meletus sebulan kemudian dan jutaan kubik

materialnya menimbun Kali Gendol, Kali Krasak, dan Kaliadem; namun

tidak ada korban jiwa selain 2 orang yang tewas di dalam bunker. Sejak

peristiwa itu nama Mbah Maridjan sangat populer di Indonesia akibat

liputan media massa yang bertubi-tubi. Banyak orang lalu mengaitkan

sosok beliau dengan kekuatan supranatural, bahkan tidak sedikit yang

mendatangi beliau untuk meminta "berkah".

Sesungguhnya, Mbah Maridjan bukanlah seperti anggapan orang-orang. Mbah

Maridjan adalah sosok yang bersahaja, ramah, sekaligus religius. KetikaSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

kami tiba di rumah beliau, Mbah Maridjan sedang menemui tamu namun kami

tetap dipersilahkan masuk. Obrolan ringan pun mengalir dalam bahasa

Jawa dan Mbah Maridjan berkali-kali melontarkan guyonan. Semua tamu

disuguhi minuman dan hidangan seadanya.

Seorang tamu lalu mengutarakan niatnya untuk meminta "berkah" agar

bisnisnya sukses namun Mbah Maridjan menolaknya. "Setahu saya, yang

bisa memberikan berkah itu hanyalah Gusti Allah; lainnya ndak bisa,

apalagi saya," tegas Mbah Maridjan.

Obrolan lalu berlanjut ke berbagai topik, antara lain tentang Gunung

Merapi. Mbah Maridjan bercerita bahwa setiap kali gunung itu

memperlihatkan tanda-tanda akan meletus, beliau adalah orang yang

paling kerepotan. Siang malam rumah Juru Kunci Gunung Merapi itu akan

dibanjiri ratusan tamu hingga kakek yang sudah renta itu nyaris tidak

bisa beristirahat. Tamu-tamu itu biasanya menanyakan hal yang sama:

kapan kira-kira gunung itu akan meletus? Jawaban Mbah Maridjan pun

selalu sama, "Jangan tanya saya. Tanyalah pada Gusti Allah yang Maha

Berkehendak."

Sebagai abdi dalem, beliau menerima gaji sebesar Rp. 5.800 / bulan.

Jumlah itu sebenarnya hanya bisa untuk membeli 1 liter beras, namun

Mbah Maridjan (seperti juga ribuan abdi dalem lainnya) merasa sudah

cukup dengan hidup bersahaja. "Hidup itu jangan berlebihan, harus

sering melihat ke bawah," nasehat Mbah Maridjan pada tamunya.

Tak lama kemudian adzan dzuhur berkumandang dari masjid dekat situ.

Mbah Maridjan pun pamit pada tamu-tamunya untuk melaksanakan ibadah

sholat di masjid, kami juga pamit untuk pulang.

Begitulah Yogyakarta, sobat. Banyak hal tidaklah sesederhana yang

terlihat di layar kaca. Kaliadem, Gunung Merapi, dan Mbah Maridjan

menggambarkan persahabatan penduduk setempat dengan alam sekitarnya dan

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

kesetiaan sebagian masyarakat Yogyakarta pada tradisi Jawa tanpa perlu

berbenturan dengan keyakinan agama.

B. Kaliurang

Menikmati pesona alam di ujung utara Yogyakarta.

Bersentuhan dengan udara sejuk dan meresapi suasana romantis ala nyonya

dan meneer Belanda tempo doeloe di Kaliurang yang terletak di kaki

Gunung Merapi.

Pada awal abad ke-19, sejumlah ahli geologi Belanda yang tinggal di

Yogyakarta, bermaksud mencari tempat peristirahatan bagi keluarganya.

Mereka menyusuri kawasan utara yang merupakan dataran tinggi.

Sesampainya di Kaliurang yang berada di ketinggian 900 meter dari

permukaan laut, para "meneer" tersebut terpesona dengan keindahan dan

kesejukan alam di kaki gunung itu. Mereka akhirnya membangun bungalow-

bungalow dan memutuskan kawasan itu sebagai tempat peristirahatan

mereka.

Pesona Alam Kaliurang dan Bangunan Sejarah

Perjalanan menuju kaliurang dari arah Jogja akan mengingatkan kita pada

lukisan pemandangan saat masih di taman kanak-kanak. Sebuah gunung

dengan jalan di tengahnya serta hamparan hijau yang membentang di kedua

sisinya dihiasi dengan rumah penduduk, akan menghilangkan penat dalam

bingkai lukisan alam.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Diselimuti angin yang berhembus sejuk, bahkan di saat mentari tepat di

atas kepala, kesejukan itu masih terasa. Udara yang menari melewati

pepohonan dan turun dengan gemulai, memberi rasa segar ketika menerpa

tubuh.

Pemandangan Gunung Merapi memberi sensasi tersendiri di kawasan ini.

Bagaikan seorang gadis desa yang menutup tabirnya bila sengaja

diperhatikan, gunung ini akan tertutup kabut seolah malu bila sengaja

datang untuk melihatnya.

Menyusur sisi barat Bukit Plawangan sejauh 1100 meter, menempuh

perjalanan lintas alam, melalui jalan tanah yang diapit pepohonan dan

lereng rimbun, deretan 22 gua peninggalan Jepang menjadi salah satu

keunikan wisata alam Kaliurang.

Di samping keindahan alamnya, Kaliurang juga mempunyai beberapa

bangunan peninggalan sejarah. Diantaranya adalah Wisma Kaliurang dan

Pesangrahan Dalem Ngeksigondo milik Kraton yang pernah dipakai sebagai

tempat berlangsungnya Komisi Tiga Negara. Atau Museum Ullen Sentalu

yang sebagian bangunannya berada di bawah tanah. Museum ini menguak

misteri kebudayaan dan nilai-nilai sejarah Jawa, terutama yang

berhubungan dengan putri Kraton Yogyakarta dan Surakarta pada abad ke-

19.

Kawasan Rekreasi Keluarga

Berjarak 28 kilometer dari pusat kota Yogyakarta, Kaliurang kini

menjadi sebuah kawasan wisata alam dan budaya yang memikat, serta

menjadi tempat yang menyenangkan untuk rekreasi keluarga.

Bersantai dengan keluarga, orang tua bisa bersantai sambil mengawasi

anak-anak bermain di Taman Rekreasi Kaliurang. Di dalam taman seluas

10.000 meter persegi anak-anak bisa bermain ayunan, perosotan, atau

berenang di kolam renang mini. Selain itu di taman yang dihiasi oleh

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

patung jin ala kisah 1001 malam dan beberapa jenis hewan ini, anak-anak

juga bisa bermain mini car atau memasuki mulut patung seekor naga yang

membentuk lorong kecil dan berakhir di bagian ekornya.

Sekitar 300 meter ke arah timur laut dari taman rekreasi terdapat Taman

Wisata Plawangan Turgo. Di kawasan taman wisata ini terdapat kolam

renang Tlogo Putri yang airnya berasal dari mata air di lereng Bukit

Plawangan. Bermain ayunan atau bercanda bersama keluarga di taman

bermain yang berada di dalam taman wisata, rasa lelah akan lebur dalam

rimbunnya taman perhutani.

Melangkahkan kaki menyusuri sisi timur, melihat beberapa ekor monyet

yang berloncatan dan berayun di dahan, menikmati kicau burung di jalur

berbatu susun dan tangga berundak di jalan menanjak sejauh 900 meter;

mungkin akan sedikit melelahkan, tetapi pemandangan Gunung Merapi di

saat cuaca cerah dari Bukit Pronojiwo, akan menggantikan rasa lelah

dengan kekaguman. Pada perjalanan ke puncak Pronojiwo, YogYES sempat

adu lari dengan seorang turis asing asal Inggris bernama Nick (47

tahun). Meski memenangkan adu lari, tapi perasaan menyatu dengan

suasana alamlah yang paling membahagiakan. Air minum yang dijual oleh

wanita penjaja minuman di puncak Pronojiwo bisa melepas rasa dahaga

sambil menikmati Merapi yang berdiri tegak di tengah rimbunnya hamparan

hijau. Setiap hari libur, Merapi bisa dilihat melalui teropong yang

disewakan dengan tarif Rp.3000 selama 30 menit.

Sesampainya kembali di lokasi taman bermain, bersantailah sejenak di

Tlogo Muncar. Meredakan letih sambil menikmati air yang terjun di sela-

sela bebatuan. Biasanya air akan mengalir dengan deras di musim

penghujan.

Jika ingin menikmati pemandangan Kaliurang, para pengunjung bisa

berkeliling menggunakan kereta kelinci yang dikenal dengan istilah

sepoer. Kendaraan ini biasa mangkal di depan taman wisata yang dipenuhi

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

dengan kios-kios penjaja makanan. Jalur yang dilaluinya mengitari

kawasan wisata Kaliurang dari timur ke barat. Melewati gardu pandang

yang terletak di sebelah barat, Merapi akan terlihat jelas ketika cuaca

cerah. Tarif untuk menaiki kendaraan ini Rp.3.000 per orang jika yang

naik minimal tujuh orang. Untuk perjalanan eksklusif, Rp.20.000 akan

membuat perjalanan layaknya seorang bangsawan.

Bila ingin merasakan sejuknya angin dan heningnya malam di Kaliurang,

berbagai villa, bungalow, pesanggrahan atau pondok wisata bisa menjadi

pilihan. Tarifnya juga beragam, mulai dari yang 25 ribuan hingga 200

ribuan. Beberapa penginapan yang bisa anda nikmati, antara lain: Bukit

Surya (paling disarankan), Puri Indah Inn (bintang 3), Wisma Sejahtera,

dll.

Sebelum pulang pastikan untuk membawa sedikit oleh-oleh yang dijajakan.

Mulai dari buah-buahan produksi petani lokal hingga makanan khas yakni

tempe dan tahu bacem serta jadah (makanan yang terbuat dari beras ketan

dan parutan kelapa).

C. Puncak Suroloyo

Puncak Suroloyo yang menjadi tempat pertapaan

Sultan Agung dan kiblat pancering bumi di tanah Jawa memberi anda

kesempatan melihat empat gunung besar di Pulau Jawa, Candi Borobudur

dan pemandangan matahari terbit.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Matahari muncul dalam warna kemerahan kurang lebih pada pukul 5.00 WIB,

menyembul di antara ranting pohon yang berwarna hijau. Sinarnya membuat

langit terbagi dalam tiga warna utama, biru, jingga dan kuning.

Serentak saat warna langit mulai terbagi, sekelompok burung berwarna

hitam mulai meramaikan angkasa dan membuat suara serangga tanah yang

semula kencang perlahan melirih.

Empat gunung besar di Pulau Jawa, yaitu Merapi, Merbabu, Sumbing dan

Sindoro menyembul di antara kabut putih. Ketebalan kabut putih itu

tampak seperti ombak yang menenggelamkan daratan hingga yang tersisa

hanya sawah yang membentuk susunan tapak siring dan pepohonan yang

terletak di dataran yang lebih tinggi. Dari balik kabut putih itu pula,

stupa puncak Candi Borobudur yang tampak berwarna hitam muncul di

permukaan lautan kabut.

Itulah pemandangan yang bisa dilihat saat fajar ketika berdiri di

Puncak Suroloyo, buykit tertinggi di Pegunungan Menoreh yang berada

pada 1.091 meter di atas permukaan laut. Untuk menikmatinya, anda harus

melewati jalan berkelok tajam serta menakhlukkan tanjakan yang cukup

curam, dan memulai perjalanan setidaknya pada pukul 2 dini hari. Dua

jalur bisa dipilih, pertama rute Jalan Godean - Sentolo - Kalibawang

dan kedua rute Jalan Magelang - Pasar Muntilan - Kalibawang. Rute

pertama lebih baik dipilih karena akan membawa anda lebih cepat sampai.

Tentu anda mesti berada dalam kondisi fisik prima, demikian juga

kendaraan yang mesti berisi bahan bakar penuh serta bila perlu membawa

ban cadangan.

Setelah berjalan kurang lebih 40 km, anda akan menemui papan penunjuk

ke arah Sendang Sono. Anda bisa berbelok ke kiri untuk menuju Puncak

Suroloyo, namun disarankan anda berjalan terus dahulu sejauh 500 meter

hingga menemui pertigaan kecil dan berbelok ke kiri karena jalannya

lebih halus. Dari situ, anda masih harus menanjak lagi sejauh 15 km

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

untuk menuju Puncak Suroloyo. Sebuah perjalanan yang melelahkan memang,

namun terbayar dengan keindahan pemandangan yang dapat dilihat.

Pertanda anda telah sampai di bukit Suroloyo adalah terlihatnya tiga

buah gardu pandang yang juga dikenal dengan istilah pertapaan, yang

masing-masing bernama Suroloyo, Sariloyo dan Kaendran. Suroloyo adalah

pertapaan yang pertama kali dijumpai, bisa dijangkau dengan berjalan

kaki menaiki 286 anak tangga dengan kemiringan 300 - 600. Dari puncak,

anda bisa melihat Candi Borobudur dengan lebih jelas, Gunung Merapi dan

Merbabu, serta pemandangan kota Magelang bila kabut tak menutupi.

Pertapaan Suroloyo merupakan yang paling legendaris. Menurut cerita, di

pertapaan inilah Raden Mas Rangsang yang kemudian bergelar Sultan Agung

Hanyokrokusumo bertapa untuk menjalankan wangsit yang datang padanya.

Dalam kitab Cabolek karya Ngabehi Yosodipuro yang ditulis pada abad 18,

Sultan Agung mendapat dua wangsit, pertama bahwa ia akan menjadi

penguasa tanah Jawa sehingga mendorongnya berjalan ke arah barat

Kotagede hingga sampai di Pegunungan Menoreh, keduia bahwa ia harus

melakuykan tapa kesatrian agar bisa menjadi penguasa.

Menuju pertapaan lain, anda akan melihat pemandangan yang berbeda pula.

Di puncak Sariloyo yang terletak 200 meter barat pertapaan Suroloyo,

anda akan melihat Gunung Sumbing dan Sindoro dengan lebih jelas.

Sebelum mencapai pertapaan itu, anda bisa melihat tugu pembatas

propinsi DIY dengan Jawa Tengah yang berdiri di tanah datar Tegal

Kepanasan. Dari pertapaan Sariloyo, bila berjalan 250 meter dan naik ke

pertapaan Kaendran, anda akan dapat melihat pemandangan kota Kulon

Progo dan keindahan panati Glagah.

Usai melihat pemandangan di ketiga pertapaan, anda bisa berkeliling

wilayah Puncak Suroloyo dan melihat aktivitas penduduk di pagi hari.

Biasanya, mulai sekitar pukul 5 pagi penduduk sudah berangkat ke sawah

sambil menghisap rokok linting. Bila anda berjalan di dekat para

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

penduduk itu, aroma sedap kemenyan akan menyapa indra penciuman sebab

kebanyakan pria yang merokok mencampur tembakau linting dengan kemenyan

untuk menyedapkan aroma.

Selain memiliki pemandangan yang mengagumkan, Puncak Suroloyo juga

menyimpan mitos. Puncak ini diyakini sebagai kiblat pancering bumi (pusat

dari empat penjuru) di tanah Jawa. Masyarakat setempat percaya bahwa

puncak ini adalah pertemuan dua garis yang ditarik dari utara ke

selatan dan dari arah barat ke timur Pulau Jawa. Dengan mitos, sejarah

beserta pemandangan alamnya, tentu tempat ini sangat tepat untuk

dikunjungi pada hari pertama di tahun baru.

D. Wanagama

Tekad seorang srikandi masa kini bernama Oemi

Han'in mampu mengubah lahan kritis bukit kapur menjadi hutan hijau.

Sebuah mahakarya reboisasi yang telah membuat Pangeran Charles

berkunjung ke Wanagama dan meninggalkan kenang-kenangan di sana.

Wanagama meliputi empat desa di Kecamatan Patuk dan Playen, Gunung

Kidul, yang berjarak tempuh satu jam perjalanan menggunakan kendaraan

bermotor. Sepanjang perjalanan berjarak 35 kilometer tersebut, kita

dapat melihat pemandangan indah kota Yogyakarta dari ketinggian. Sampai

di perempatan lampu merah setelah Rest Area Bunder, terdapat plang

penunjuk jalan dengan tulisan Wanagama dan panah kanan. YogYES kemudian

berbelok ke kanan menyusuri jalan yang mengecil namun tetap beraspal.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Gapura bertuliskan Hutan Wanagama seolah memberitahu pengunjung bahwa

mereka telah tiba di hutan yang mulai dibangun sejak 1964 ini.

Menghijaukan lahan kritis

Menyusuri Wanagama di masa sekarang, kita tak akan menyangka bahwa

dahulunya tempat ini tandus dan gersang. Sebuah keadaan yang disebabkan

oleh penebangan liar.

Keprihatinan akan kritis dan tandusnya lahan tersebut menggerakkan

beberapa akademisi dari Fakultas Kehutanan Gadjah Mada untuk

menghijaukannya. Dimulailah pekerjaan besar mereboisasi daerah yang

berjenis tanah mediteran coklat kemerahan tersebut.

Proyek penghijauan itu dipelopori oleh Prof. Oemi Hani'in Suseno dan

menggeliat sejak tahun 1964. Dengan bermodal uang pribadi, guru besar

peraih anugerah Kalpataru (penghargaan tertinggi di Indonesia untuk

urusan lingkungan) tersebut menanami Wanagama yang pada saat itu hanya

seluas 10 hektar.

Kegigihan Prof. Oemi dan rekan-rekannya menanami lahan kritis menarik

perhatian banyak pihak seperti pemerintah dan pecinta lingkungan.

Mereka saling bekerjasama untuk mewujudkan Wanagama sehingga berupa

hamparan hijau seluas 600 hektar seperti sekarang ini.

Miniatur hutan beragam tanaman

Hutan memang menawarkan sensasi kembali ke alam yang kental. Hal itu

pula yang bisa didapat saat berwisata ke Wanagama. Di Wanagama kita

seperti sedang berada di miniatur hutan yang berisikan banyak tanaman

dari berbagai daerah.

Terdapat barisan jenis pepohonan yang akan menemani perjalanan

menyusuri hijaunya Wanagama. Dimulai oleh pohon akasia, pohon penghasil

bubur kayu yang menjadi primadona banyak perusahaan HTI (Hutan TanamanSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Industri) di Indonesia. Dilanjutkan dengan pohon kayuputih, tanaman

yang terkenal dengan minyak atsiri-nya yang berkhasiat untuk

menghangatkan badan.

Selain itu ada juga barisan pohon pinus (Pinus merkusii). Deretan pohon yang

banyak ditemukan di Sumatera bagian tengah ini cukup meneduhkan kala

matahari bersinar dengan teriknya.

Wanagama masih memiliki banyak pepohonan, misalnya eboni (Diospyros

celebica) Si Kayu Hitam dari Sulawesi, cendana (Santalum album) Si Pohon

Wangi, murbei (Morus Alba) dan jati (Tectona grandis).

Selain tanaman, Wanagama juga memiliki keindahan lain berupa tiga

aliran air yakni Sungai Oya, Sendang Ayu, dan Banyu Tibo. Ketiganya

menawarkan kesegaran dan kesejukan saat lelah menghampiri setelah

mengelilingi Wanagama.

Peninggalan Pangeran Charles di Gunung Kidul

Wanagama memiliki satu pohon yang membuat tempat wisata ini mendunia.

Tanaman itu adalah jati (Tectona grandis) yang ditanam Pangeran Charles

saat berkunjung ke Wanagama pada tahun 1989. Konon terdapat hubungan

unik antara pohon yang terkenal dengan sebutan Jati Londo ini dengan

pernikahan Pangeran Charles dan Putri Diana. Saat bertinggi 1 m, pohon

ini mengering berbarengan dengan pengumuman perpisahan pasangan

Kerajaan Inggris tersebut. Entah apakah si pohon jati ikut berduka atas

perceraian penanamnya.

Selain Jati Londo, Pangeran Charles juga meninggalkan rute yang menjadi

favorit para pengunjung Wanagama. Rute tersebut berawal dari Wisma

Cendana dan berakhir di Bukit Hell. Jalan menuju bukit itu hanya

sepanjang 50 meter yang di kanan kirinya terdapat banyak pohon cendana.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Jati adalah salah satu jenis pohon yang paling banyak terdapat di

Wanagama. Tanaman ini terkenal karena keawetan dan kekuatannya.

Kelebihan jati amat terkenal hingga diwaspadai oleh angkatan laut

Kerajaan Inggris. Manual kelautan Inggris menyarankan untuk menghindari

kapal jung Tiongkok yang terbuat dari jati karena dapat merusak baja

kapal marinir Inggris jika berbenturan (Wikipedia).

Wanagama dan Masyarakat sekitar

Wanagama tak hanya menjadi tempat tumbuh dan hidup berbagai jenis

pepohonan, namun juga tempat bergantung hidup masyarakat sekitarnya.

Masyarakat dan Wanagama bermitra serta menjalin hubungan yang saling

menguntungkan kedua belah pihak.

Beternak sapi merupakan mata pencarian sebagian besar masyarakat

sekitar Wanagama. Masyarakat diperbolehkan menanam rumput kalanjana di

sela-sela lahan kosong Wanagama. Rumput tersebut menjadi makanan bagi

sapi-sapi milik warga. Sebagai timbal baliknya, Wanagama mendapat pupuk

kandang yang berasal dari kotoran ternak.

Selain itu, terdapat pula beberapa anggota masyarakat yang berjualan

madu. Madu didapat dari peternakan lebah yang terdapat di sebelah timur

laut Wanagama. Sama seperti rumput kalanjana, peternakan lebah juga

berada di tengah rimbun lahan Wanagama. Stok madu biasanya berlimpah

saat musim hujan, karena pada saat itu bunga bermekaran. Jika ingin

membawa madu sebagai buah tangan, cukup mengeluarkan sekitar Rp 80.000

per botolnya.

Mengelilingi Wanagama memang cukup meletihkan, namun semua sebanding

dengan kepuasan yang didapat. Kita akan terkagum dengan mahakarya

reboisasi ini.

2.8. WISATA ZIARAH

A. Dusun Mlangi

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Kampung Mlangi akan menyapa ketika anda haus

kebutuhan spritual lewat masjid yang berusia ratusan tahun hingga

pesantren yang legendaris.

Jalan beraspal yang kanan kirinya ditumbuhi pohon kelapa akan ditemui

bila berjalan ke arah utara melewati ring road barat Yogyakarta. Melaju

mengikuti arah jalan itu, anda akan sampai ke sebuah dusun bernama

Mlangi, tepatnya di sebuah masjid bernama Jami' Mlangi. Sekeliling

masjid itu berupa kompleks pemakaman dengan yang paling terkenal adalah

makam Kyai Nur Iman.

Nama Mlangi tak lepas dari sosok Kyai Nur Iman yang sebenarnya adalah

kerabat Hamengku Buwono I, bernama asli Pangeran Hangabehi Sandiyo.

Kisahnya, Nur Iman yang sudah lama membina pesantren di Jawa Timur

diberi hadiah berupa tanah oleh Hamengku Buwono I. Tanah itulah yang

kemudian dinamai 'mlangi', dari kata bahasa Jawa 'mulangi' yang berarti

mengajar. Dinamai demikian sebab daerah itu kemudian digunakan untuk

mengajar agama Islam.

Masjid Jami' Mlangi adalah bangunan paling legendaris di dusun ini

karena dibangun pada masa Kyai Nur Iman, sekitar tahun 1760-an. Meski

telah mengalami renovasi dan beberapa perubahan, arsitektur aslinya

masih dapat dinikmati. Diantaranya adalah gapura masjid dan dinding

sekitar masjid yang didesain seperti bangunan di daerah Kraton. Di

dalam masjid yang oleh warga sekitar disebut "Masjid Gedhe" itu juga

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

tersimpan sebuah mimbar berwarna putih yang digunakan sejak Kyai Nur

Iman mengajar Islam.

Makam Kyai Nur Iman dapat dijangkau dengan melewati jalan di sebelah

selatan masjid atau melompati sebuah kolam kecil yang ada di sebelah

tempat wudlu. Makam itu terletak di sebuah bangunan seperti rumah dan

dikelilingi cungkup dari bahan kayu. Makam itu selalu ramai sepanjang

tahun, terutama pada tanggal 15 Suro yang merupakan tanggal wafatnya

Kyai Nur Iman dan bulan Ruwah. Hanya pada bulan ramadan saja makam itu

agak sepi. Biasanya, para peziarah membaca surat-surat Al-Qur'an dengan

duduk di samping atau depan cungkup makam.

Berkeliling ke dusun Mlangi, anda akan menjumpai setidaknya 10

pesantren. Diantaranya, sebelah selatan masjid pesantren As-Salafiyah,

sebelah timur Al-Huda, dan sebelah utara Al-Falakiyah. Pesantren As-

Salafiyah merupakan yang paling tua, dibangun sejak 5 Juli 1921 oleh

K.H. Masduki. Mulanya, As-Salafiyah bukanlah pesantren, hanya komunitas

yang belajar agama di sebuah mushola kecil. Komunitas itu lantas

berkembang menjadi pesantren karena banyak yang berminat. Meski

bangunannya tak begitu besar, pesantren ini memiliki 300-an santri dan

menggunakan metode mengajar yang tak kalah maju dengan sekolah umum.

Keakraban penduduk dengan Islam bukan sesuatu yang dibuat-buat.

Buktinya dapat dilihat dari cara berpakaian penduduk. Di Mlangi, para

lelaki biasa memakai sarung, baju muslim, dan peci meski tidak hendak

pergi ke masjid. Sementara hampir semua perempuan di dusun ini

mengenakan jilbab di dalam maupun di luar rumah. Pengamalan ajaran

Islam seolah menjadi prioritas bagi warga Mlangi. Konon, warga rela

menjual harta bendanya agar bisa naik haji.

Meski banyak warga punya kesibukan dalam mendalami agama Islam, tak

berarti mereka tidak maju dalam hal duniawi. Dusun Mlangi sejak lama

dikenal sebagai salah satu penghasil tekstil terkemuka, hanya jenis

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

produknya saja yang berubah sesuai perkembangan jaman. Pada tahun 1920-

an, usaha tenun dan batik cetak marak di kampung ini hingga tahun 1965-

an. Usaha itu mulai pudar sejak batik sablon menguasai pasar dan harga

kain bahan batik terus meningkat. Akhirnya, hanya tersisa beberapa

pengusaha batik, diantaranya Batik Sultan agung yang juga mulai meredup

akhir 1980-an. Kini, usaha yang sedang berkembang adalah celana batik,

peci, jilbab, net bulutangkis, dan papan karambol.

Setiap Ramadan, dusun ini selalu ramai dengan ritual ibadah yang

dijalankan warganya. Mulai dari tadarus, pengajian anak-anak, dan

sebagainya. Tak sedikit pula masyarakat dari luar Mlangi yang datang

untuk 'wisata' agama, semacam pesantren kilat. Nah, bila anda ingin

berkunjung ke Mlangi, inilah saat yang tepat. Sepanjang siang selama

bulan Ramadhan, anda juga akan melihat betapa akrab anak-anak bermain

petasan.

B. Gereja Ganjuran

Gereja Ganjuran yang berdiri tahun 1927 bukanlah

sekedar tempat tepat untuk merenung, tapi juga tempat yang menawarkan

kesempatan bertemu Yesus yang global dalam wajah lokal, yang mengenakan

surjan dan mendengarkan gamelan.

Gereja Hati Kudus Yesus Ganjuran, demikian nama lengkapnya, bisa

dijangkau dengan mengendarai kendaraan bermotor sejauh kurang lebih 20

km dari pusat kota Yogyakarta. Pemandang sawah yang hijau dan pohon

serupa cemara akan menyambut anda begitu memasuki Desa Ganjuran, tempat

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

gereja ini berdiri. Mengunjungi gereja ini, anda akan mengetahui

tentang sejarah gereja dan inkulturasi Katolik dengan budaya Jawa,

terakhir mendapatkan ketenangan hati.

Kompleks gereja Ganjuran mulai dibangun pada tahun 1924 atas prakarsa

dua bersaudara keturunan Belanda, Joseph Smutzer dan Julius Smutzer.

Gereja ini merupakan salah satu bangunan yang didirikan sejak dua

bersaudara itu mulai mengelola Pabrik Gula Gondang Lipuro di daerah

tersebut pada tahun 1912. Bangunan lain yang didirikan adalah 12

sekolah dan sebuah klinik yang menjadi cikal bakal Rumah Sakit Panti

Rapih.

Pembangunan gereja yang dirancang oleh arsitek Belanda J Yh van Oyen

ini adalah salah satu bentuk semangat sosial gereja (Rerum Navarum)

yang dimiliki Smutzer bersaudara, yaitu semangat mencintai sesama,

khususnya kesejahteraan masyarakat setempat yang kebanyakan menjadi

karyawan di Pabrik Gula Gondang Lipuro yang mencapai masa keemasan pada

tahun 1918 - 1930.

Dalam perkembangannya, kompleks gereja ini disempurnakan dengan

pembangunan candi yang dinamai Candi Hati Kudus Yesus pada tahun 1927.

Candi dengan teras berhias relief bunga teratai dan patung Kristus

dengan pakaian Jawa itu kemudian menjadi pilihan lain tempat

melaksanakan misa dan ziarah, selain di dalam gereja, yang menawarkan

kedekatan dengan budaya Jawa.

Berjalan keliling gereja, anda akan menyadari bahwa bangunan ini

dirancang dengan perpaduan gaya Eropa, Hindu dan Jawa. Gaya Eropa dapat

ditemui pada bentuk bangunan berupa salib bila dilihat dari udara,

sementara gaya Jawa bisa dilihat pada atap yang berbentuk tajug, bisa

digunakan sebagai atap tempat ibadah. Atap itu disokong oleh empat

tiang kayu jati, melambangkan empat penulis Injil, yaitu Matius,

Markus, Lukas dan Yohanes.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Nuansa Jawa juga terlihat pada altar, sancristi (tempat menyimpan

peralatan misa), doopvont (wadah air untuk baptis) dan chatevummenen

(tempat katekis). Patung Yesus dan Bunda Maria yang tengah menggendong

putranya juga digambarkan tengah memakai pakaian Jawa. Demikian pula

relief-relief pada tiap pemberhentian jalan salib, Yesus digambarkan

memiliki rambut mirip seorang pendeta Hindu.

Anda yang ingin berziarah bisa menuju tempat pengambilan air suci yang

berada di sebelah kiri candi. Setelah mengambil air suci, anda bisa

duduk bersimpuh di depan candi dan memanjatkan doa permohonan. Prosesi

ibadah diakhiri dengan masuk ke dalam candi dan memanjatkan doa di

depan patung Kristus. Beberapa peziarah sering mengambil air suci dan

memasukkannya dalam botol, kemudian membawa pulang air itu setelah

didoakan.

Bila ingin mengikuti misa dalam bahasa Jawa dan nyanyian lagu yang

diiringi gamelan, anda bisa datang ke gereja ini setiap hari kamis

hingga Minggu pukul 5.30, setiap malam Jumat pertama, setiap malam

Natal dan setiap Sabtu Sore pukul 17.00. Misa dalam bahasa Jawa itu

digelar di pelataran candi, kecuali misa harian setiap pukul 5.30 yang

diadakan di dalam gereja.

Usai melaksanakan ibadah atau ziarah, sempatkanlah untuk berbincang

dengan warga setempat untuk mengetahui sejarah tentang Ganjuran

sendiri, tempat gereja ini berdiri. Dalam Babad tanah Jawa, Ganjuran

adalah sebuah wilayah Alas Mentaok yang dinamakan Lipuro. Tempat itu

dahulu sempat digunakan Panembahan Senopati untuk bertapa dan

direncanakan menjadi pusat kerajaan Mataram, namun batal.

Perubahan nama menjadi Ganjuran sendiri berkaitan dengan kisah

percintaan Ki Ageng Mangir dan Rara Pembayun yang diasingkan oleh

Mataram. Kisah cinta dua orang tersebut yang kemudian mengilhami

penciptaan tembang Kala Ganjur, berarti tali pengikat dasar manusia

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

dalam mengarungi kehidupan bersama dengan dasar cinta. Nah, dari nama

tembang tersebutlah desa yang dulu bernama Lipuro itu berubah menjadi

Ganjuran.

Jika anda mau berbincang dengan penduduk setempat, akan banyak lagi

cerita yang bisa digali, misalnya alasan dibatalkannya Lipuro menjadi

pusat kerajaan Mataram, alasan pengasingan Ki Ageng Mangir dan Roro

Pembayun dan sebagainya.

C. Mesjid Kotagede

Masjid Kotagede yang usianya lebih tua dibanding

Masjid Agung Kauman memiliki perangkat unik berupa mimbar khotbah

dengan ukiran indah, bedug yang usianya sudah ratusan tahun, serta

tembok berperekat air aren.

Berkelana ke Kotagede tidak akan lengkap jika tidak berkunjung ke

Masjid Kotagede, bangunan tempat ibadah islam yang tertua di

Yogyakarta. Bangunan itu merupakan tempat yang seringkali hanya

dilewati ketika wisatawan hendak menuju kompleks pemakaman raja

Mataram, padahal pesona bangunannya tak kalah menarik. Tentu, banyak

pula cerita yang ada pada setiap piranti di masjid yang berdiri sekitar

tahun 1640-an ini.

Sebelum memasuki kompleks masjid, akan ditemui sebuah pohon beringin

yang konon usianya sudah ratusan tahun. Pohon itu tumbuh di lokasi yang

kini dimanfaatkan untuk tempat parkir. Karena usianya yang tua,

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

penduduk setempat menamainya "Wringin Sepuh" dan menganggapnya

mendatangkan berkah. Keinginan seseorang, menurut cerita, akan

terpenuhi bila mau bertapa di bawah pohon tersebut hingga mendapatkan

dua lembar daun jatuh, satu tertelungkup dan satu lagi terentang.

Berjalan mendekat ke arah kompleks masjid, akan ditemui sebuah gapura

yang berbentuk paduraksa. Persis di bagian depan gapura, akan ditemui

sebuah tembok berbentuk huruf L. Pada tembok itu terpahat beberapa

gambar yang merupakan lambang kerajaan. Bentuk paduraksa dan tembok L

itu adalah wujud toleransi Sultan Agung pada warga yang ikut membangun

masjid yang masih memeluk agama Hindu dan Budha.

Memasuki halaman masjid, akan ditemui sebuah prasasti yang berwarna

hijau. Prasasti bertinggi 3 meter itu merupakan pertanda bahwa Paku

Buwono pernah merenovasi masjid ini. Bagian dasar prasasti berbentuk

bujur sangkar dan di bagian puncaknya terdapat mahkota lambang

Kasunanan surakarta. Sebuah jam diletakkan di sisi selatan prasasti

sebagai acuan waktu sholat.

Adanya prasasti itu membuktikan bahwa masjid Kotagede mengalami dua

tahap pembangunan. Tahap pertama yang dibangun pada masa Sultan Agung

hanya merupakan bangunan inti masjid yang berukuran kecil. Karena

kecilnya, masjid itu dulunya disebut Langgar. Bangunan kedua dibangun

oleh raja Kasunanan Surakarta, Paku Buwono X. Perbedaan bagian masjid

yang dibangun oleh Sultan Agung dan Paku Buwono X ada pada tiangnya.

Bagian yang dibangun Sultan agung tiangnya berbahan kayu sedangkan yang

dibangun Paku Buwono tiangnya berbahan besi.

Bangunan inti masjid merupakan bangunan Jawa berbentuk limasan. Cirinya

dapat dilihat pada atap yang berbentuk limas dan ruangan yang terbagi

dua, yaitu inti dan serambi.

Sebuah parit yang mengelilingi masjid akan dijumpai sebelum memasuki

bangunan inti masjid. Parit itu di masa lalu digunakan sebagai saluranSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

drainase setelah air digunakan wudlu di sebelah utara masjid. Kini,

warga setempat memperbaiki parit dengan memasang porselen di bagian

dasar parit dan menggunakannya sebagai tempat memelihara ikan. Untuk

memudahkan warga yang ingin beribadah, dibuat sebuah jembatan kecil

yang terbuat dari kayu-kayu yang disusun berderet.

Pada bagian luar inti masjid terdapat bedug tua yang bersebelahan

dengan kentongan. Bedug yang usianya tak kalah tua dengan masjidnya itu

merupakan hadiah dari seseorang bernama Nyai Pringgit yang berasal dari

desa Dondong, wilayah di Kabupaten Kulon Progo. Atas jasanya memberikan

bedug itu, keturunan Nyai Pringgit diberi hak untuk menempati wilayah

sekitar masjid yang kemudian dinamai Dondongan. Sementara bedug

pemberiannya, hingga kini masih dibunyikan sebagai penanda waktu

sholat.

Sebuah mimbar untuk berkhotbah yang terbuat dari bahan kayu yang diukir

indah dapat dijumpai di bagian dalam masjid, sebelah tempat imam

memimpin sholat. Mimbar itu juga merupakan pemberian. Saat Sultan Agung

menunaikan ibadah haji, ia mampir ke Palembang untuk menjenguk salah

satu adipati di tempat itu. Sebagai penghargaannya, adipati Palembang

memberikan mimbar tersebut. Mimbar itu kini jarang digunakan karena

sengaja dijaga agar tidak rusak. Sebagai pengganti mimbar itu, warga

setempat menggunakan mimbar kecil untuk kepentingan ibadah sehari-hari.

Berjalan mengelilingi halaman masjid, akan dijumpai perbedaan pada

tembok yang mengelilingi bangunan masjid. Tembok bagian kiri terdiri

dari batu bata yang ukurannya lebih besar, warna yang lebih merah,

serta terdapat batu seperti marmer yang di permukaannya ditulis aksara

Jawa. Sementara tembok yang lain memiliki batu bata berwarna agak muda,

ukuran lebih kecil, dan polos. Tembok yang ada di kiri masjid itulah

yang dibangun pada masa Sultan agung, sementara tembok yang lain

merupakan hasil renovasi Paku Buwono X. Tembok yang dibangun pada masa

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Sultan agung berperekat air aren yang dapat membatu sehingga lebih

kuat.

Masjid yang usianya telah ratusan tahun itu hingga kini masih terlihat

hidup. Warga setempat masih menggunakannya sebagai tempat melaksanakan

kegiatan keagamaan. Bila datang saat waktu sholat, akan dilihat puluhan

warga menunaikan ibadah. Di luar waktu sholat, banyak warga yang

menggunakan masjid untuk tempat berkomunikasi, belajar Al Qur'an, dan

lain-lain.

D. Sendang Sono

Sendang Sono adalah tempat yang sarat cerita,

keindahan dan ketenangan. Anda bisa mengunjungi makam Sarikromo,

menikmati arsitekturnya yang meraih Aga Khan Awards dan berkirim surat

pada Tuhan di depan Gua Maria.

Sendang Sono bisa dijangkau setelah melewati jalan berliku di kaki

bukit Menoreh. Anda bisa memilih dua jalur jika ingin menjangkaunya

dari pusat kota Yogyakarta, melewati Jalan Godean hingga Sentolo

kemudian belok ke kanan, atau melewati Jalan Magelang hingga pertigaan

Pasar Muntilan kemudian belok ke kiri. Jaraknya sekitar 45 kilometer,

atau satu jam perjalanan dengan menggunakan kendaraan bermotor.

Sebuah pintu dengan dinding samping terbuat dari batu akan mengantar

anda masuk ke kompleks ziarah yang luas, terbagi atas kapel-kapel

kecil, lokasi Jalan Salib, Gua Maria, pendopo, sungai dan tempat

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

penjualan perlengkapan ibadah. Udara sejuk akan menyapa anda begitu

memasuki kompleks ziarah, tak heran sebab kompleks ini ditumbuhi banyak

pepohonan.

Sendang Sono dinamai berdasarkan letaknya. Sendang berarti mata air,

sementara Sono berarti pohon sono, sehingga nama itu menunjukkan bahwa

sendang ini terletak di bawah pohon sono. Sendang beserta pohon sono

dapat dijumpai dengan berbelok ke kanan dari pintu masuk, sayangnya

anda tak bisa melihat sendang dengan leluasa karena bilik sendang kini

ditutup dengan kotak kaca.

Sebelum tahun 1904, sendang ini lebih dikenal dengan nama Sendang

Semagung, berfungsi sebagai persinggahan para bhikku yang ingin menuju

daerah Boro, wilayah sebelah selatan Sendang Sono. Namun, sejak 20 Mei

1904 atau kedatangan Pastur Van Lith dan pembaptisan 173 warga

Kalibawang menggunakan air sendang, tempat ini mulai berubah fungsi

sebagai tempat ziarah umat Katholik.

Memasuki kapel utama di kompleks ziarah ini, anda bisa mengenang

peristiwa pembaptisan yang terjadi 102 tahun lampau itu, sebab di kapel

itu terdapat sebuah relief yang menggambarkan prosesi pembaptisan.

Sementara memasuki Kapel bunda Maria dan Kapel Para Rasul, anda akan

mengingat perjuangan Bunda Maria dan 12 rasul pertama Kristus.

Jika ingin mengenang perjuangan salah satu warga penggerak komunitas

Katholik Sendang Sono, anda bisa menuju ke pemakaman di dekat Kapel

bunda Maria. Di sana, anda akan menemukan makam Barnabas Sarikromo,

sahabat baik Pastur Van Lith yang juga menjadi salah satu warga yang

dibaptis pada tahun 1904 dan ditetapkan sebagai katekis pertama di

daerah tersebut.

Sarikromo yang dilahirkan pada tahun 1874 bisa dikatakan seorang yang

menerima rahmat karena senantiasa mendekatkan diri pada Tuhan. Ketika

muda, ia menderita sakit kaki yang sulit disembuhkan. Dalam doa danSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

janjinya untuk mengabdikan diri pada Tuhan jika kakinya disembuhkan, ia

bertemu dengan Pastur Van Lith yang kemudian membantu pengobatannya ke

seorang bruder hingga sembuh.

Jalan salib pendek bisa menjadi pilihan ibadah untuk mengenang

kesengsaraan Kristus memanggul kayu Salib. Di setiap pemberhentian

jalan salib itu, anda bisa menyalakan lilin sekaligus berdoa dan

mengingat peristiwa-peristiwa penting dalam perjalanan Kristus menuju

Bukit Golgota, seperti saat kristus jatuh dua kali saat memanggul kayu

salib, saat Veronica mengusap wajah Kristus dengan sapu tangannya

hingga saat akhir menjelang kematian Kristus.

Berdoa di depan Gua Maria yang terletak di belakang pohon sono juga

bisa menjadi pilihan untuk mencari ketenangan batin. Banyak orang

memanjatkan doa dengan bersimpuh dan menyalakan lilin di depan gua ini.

Anda bahkan bisa menuliskan permohonan atau curahan hati anda dalam

secarik kertas, lalu memasukkannya dalam pot tempat pembakaran surat

agar Tuhan menerimanya. Asal tahu, patung Bunda Maria yang ada di

kompleks ini didatangkan khusus dari Spanyol.

Selain menenangkan diri dan berdoa, anda juga bisa menikmati keindahan

arsitektur kompleks yang dirancang oleh Y.B Mangunwijaya Pr dan meraih

Aga Khan Awards ini. Anda bisa duduk santai di pendopo sanbil menikmati

bangunan sekeliling yang didominasi bahan batu, atau berdiri di

jembatan kecil sambil menikmati indahnya sungai yang mengalir di

bawahnya.

Saat hendak pulang, jangan lupa mengambil air sendang dengan cara

menuju keran-keran air yang terdapat di sisi kanan sungai. Membawa

pulang air sendang dan meminumnya, dipercaya dapat mendatangkan berkah.

Dengan membawa air sendang itu, tentu perenungan dan permohonan yang

disampaikan selama ibadah akan lebih komplit.

E. Sendang SriningsihSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Sendang Sriningsih yang ditemukan tahun 1934

adalah tempat ziarah Katholik di Prambanan, kawasan yang terkenal

dengan objek wisata religius Hindu Budha. Gua Maria dan air sendang

yang bertuah akan menjadi perantara rahmat Tuhan.

Kecamatan prambanan yang selama ini lebih dikenal dengan objek wisata

candi yang sarat nuansa Hindu-Budha ternyata juga mempunyai objek

wisata lain yang sarat nuansa Kristiani. Sendang Sriningsih salah

satunya, tempat ziarah berupa mata air abadi dan Gua Maria yang

terletak di Gayamharjo, antara Bukit Ijo dan Mintorogo. Bisa dijangkau

dengan kendaraan bermotor, berjalan ke selatan setelah sampai di

pertigaan pertama setelah Candi Prambanan.

Riwayat Sendang Sriningsih dimulai pada tahun 1934, ketika seorang

Jesuit bernama D Hardjosuwondo SJ yang ditugaskan di Dusun Jali

berkunjung ke sendang yang dulu masih bernama Sendang Duren. Terpesona

oleh aura spiritualnya, ia kemudian membangun lokasi sekitar sendang

itu menjadi tempat ziarah dan kemudian menamai ulang sendang menjadi

Sendang Sriningsih, artinya perantara rahmat Tuhan pada umatnya.

Begitu sampai, anda bisa langsung memulai proses ibadah dengan

mengikuti rute jalan salib. Rute itu dirancang berupa tangga-tangga

yang menanjak ke atas, kurang lebih panjangnya 900 meter. Seperti di

rute jalan salib umumnya, di sepanjang jalan itu terdapat relief-relief

yang menceritakan perjalanan Yesus memanggul kayu salib. Selama

mengikuti rute itu pula, anda juga bisa memanjatkan doa.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Jalan Salib diakhiri ketika anda sampai di pertigaan kecil, berbelok ke

kanan dan menjumpai sebuah salib besar dengan patung Yesus terpaku di

kayu salib. Lokasi tempat salib itu berdiri dinamai persisi seperti

nama bukit tempat Yesus disalibkan, yaitu bukit Golgota. Anda bisa

menyalakan lilin di bawah salib dan memanjatkan doa. Cukup banyak orang

yang berdoa di tempat ini ketika YogYES berkunjung.

Jika ingin menuju ke lokasi sendang dan Gua Maria, anda bisa berbelok

ke kiri dari pertigaan kecil tersebut. Sendang Sriningsih, menurut

cerita sudah menjadi danau bawah tanah, sekarang bagian pinggirnya

telah disemen dan bagian atasnya ditutup dengan seng untuk menjaga

kebersihan air. Jika ingin mengambil air sendang, anda bisa menyalakan

kran air yang ada di sebelah kanan belik sendang. Konon, air sendang

ini bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit.

Gua Maria setinggi empat meter tempat peziarah biasa berdevosi terletak

di sebelah kanan sendang. Cukup luas tempat bagi peziarah untuk berdoa

dan cukup sejuk karena berada di bawah pohon besar. Saat menjelang

Natal, seperti saat YogYES berkunjung, cukup banyak peziarah yang

berdoa di Gua Maria ini. Biasanya, para peziarah datang berombongan

bersama keluarga atau teman sekolah.

Berjalan ke kiri dari Gua Maria dan naik ke atas, anda bisa memandang

Salib berukuran besar yang di belakangnya tertulis tertier millenium,

sebuah lambang pergantian millenium. Sementara bila anda menatap ke

depan, anda bisa melihat pemandang bukit yang hijau dan perkampungan

yang ada di sekelilingnya. Bila lelah, anda bisa beristirahat di

pendopo yang tersedia sambil menikmati sejuknya udara di sendang

tersebut.

Ritual ibadah di sendang ini diselenggarakan sembilan kali setahun

setiap malam Jumat Kliwon, hari keramat dalam masyarakat Jawa. Saat

itu, digelar doa dan misa dengan jumlah peziarah mencapai 3000 orang.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Ritual ibadah di malan Jumat Kliwon itu sekaligus menunjukkan adanya

perpaduan budaya Jawa dan budaya Katolik di wilayah itu.

Salah satu daya tarik lain sendang ini sehingga ramai dikunjungi adalah

air sendang yang bertuah dan dianggap bisa memberi keselamatan dan

membebaskan dari penyakit.

2.9. WISATA OLAHRAGA & PETUALANGAN

A. Extreme Yogyakarta

Berada dalam jangkauan awan panas Merapi, di tengah arus Sungai Progo

yang menggila, menerobos kedalaman bumi di Gua Jomblang, merayap di

tebing karang Pantai Siung, dan medan off road lereng Merapi adalah

lima tempat berpetualang paling maut di Jogja.

Yogyakarta tidak hanya dikenal dengan Malioboro, Keraton, dan budaya

Jawanya yang khas. Yogyakarta juga mempunyai berbagai tempat yang

sangat menantang untuk para penggiat olahraga dan wisata ekstrem, dari

gemuruh Sungai Progo yang dahsyat hingga Gua Jomblang yang tenang

tetapi menyeramkan. YogYES bersama beberapa penggiat olahraga dan

wisata ekstrem ini akan mengulasnya untuk Anda.

Sungai Progo Bawah yang Benar-Benar Ganas

Gemuruh sungai besar ini pasti akan membuat hati para rafter berdebar-

debar. Gelombang air sungai yang cukup tinggi dan arus yang cukup deras

membuat jantung siapa saja akan berdegup lebih kencang. Airnya yang

berwarna coklat tua benar-benar tampak buruk dan tidak bersahabat.

Debit airnya naik turun dengan cepat seiring besar kecilnya curah hujan

di hulu sungai. "Sungai Progo dalam hal ini Sungai Progo Bawah memang

ganas apalagi di bulan Februari ketika debit air sedang tinggi-

tingginya. Tak jarang terjadi banjir bandang yang berbahaya

bagi rafter yang sedang mengarungi sungai ini," demikian dituturkan oleh

Adit dari Palapsi (Pecinta Alam Fakultas Psikologi UGM) yang memang

jago di olahraga arung jeram.Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Pria berperawakan kurus ini menambahkan bahwa skipper atau kapten kapal

harus lebih sering berteriak untuk mengomando rekan-rekannya setiap

akan melewati jeram yang hampir semuanya terhitung ganas. Bahkan

terkadang harus diperlukan pengintaian jeram agar kapal dapat tepat

memasuki jeram, meloloskan diri, dan tidak terjebak di dalamnya. Perahu

yang terbalik pun adalah hal yang wajar dan ombak-ombak besar setinggi

tiga meteran juga menjadi pemandangan yang sangat biasa. Sungai yang

mempunyai grade atau tingkat kesulitan I-V ini memang menegangkan dan

pastinya akan membuat darah mengalir lebih kencang.

Sungai yang berhulu di Jumprit di daerah Gunung Sindoro ini juga

mempunyai Jeram Boedhil yang sangat ganas. Sungai ini adalah tempat

meninggalnya empat orang penggiat arung jeram di tahun 80-an. Siapa

saja yang berniat mengarungi sungai ini meskipun memakai pelampung

tetap harus bisa berenang. Skipper juga haruslah orang yang berpengalaman

mengarungi sungai-sungai yang sekelas.

Meskipun terkesan menyeramkan tetapi bagi penggiat olahraga arung jeram

atau yang memang menyukai tantangan, sungai ini akan memberikan

kepuasan yang luar biasa dalam berpetualang. Perjalanan atau dalam

bahasarafting disebut trip dimulai dari Jembatan Klangon dan berakhir di

Dekso dengan panjang rute 25 km yang ditempuh selama 4 jam. Untuk

mencoba petualangan ini bisa menghubungi Sekretariat Palapsi UGM,

Fakultas Psikologi UGM, Jalan Tevisia, Kompleks UGM, Bulaksumur. Kontak

: Adit +62 81227464424 atau Fredy +62 85643482929.

Angkernya Gua Jomblang

Bukan perkara mudah untuk mencapai dasar gua vertikal sedalam 40 meter.

Tetapi bagi mereka yang bernyali dan menyukai tantangan, tentu hal ini

menjadi keasyikan tersendiri. Orang yang awam dengan gua vertikal harus

mendapat kursus SRT (Single Rope Technique), yaitu teknik menuruni dan

menaiki medan vertikal dengan lintasan tali, karena hanya dengan

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

menuruni tali, gua seperti ini dapat ditelusuri. "Tetapi kalau memang

benar-benar berani ya langsung turun saja, meskipun tetap kita

dampingi," ujar Uci dari ASC Jogja (Acintyacunyata Speleological Club),

klub pecinta alam yang khusus berpetualang di gua-gua.

Tali dan alat pengaman yang akan digunakan untuk menuruni gua harus

dipastikan benar-benar dalam keadaan aman. Memang terkesan ribet tetapi

sebenarnya itu adalah prosedur standar yang mesti harus dilakukan. Uci

yang telah terbiasa keluar masuk gua ini menyatakan bahwa tidak ada

kesalahan sedikitpun dalam aktivitas alam ini. Benar-benar kegiatan

yang beresiko tetapi mengasyikan. Gua Jomblang yang mempunyai mulut gua

cukup lebar ini terletak daerah Semanu, Gunung Kidul, Yogyakarta.

Di dasar gua terdapat hutan kecil yang cukup lebat. Sebuah fenomena

yang menakjubkan karena lingkungan sekitar Gua Jomblang adalah tanah

kapur yang tandus. Dari dasar gua perjalanan dapat dilanjutkan memasuki

lorong Gua Jomblang menuju Gua Grubug. Sebuah gua vertikal yang

mempunyai rongga yang besar dengan mulut gua yang kecil. Gua ini

mempunyai sungai bawah tanah dengan debit air yang cukup besar. Tepat

pada jam 12 siang, mulut gua akan membentuk tiang cahaya dari sinar

matahari yang masuk tegak lurus ke dalam gua. Benar-benar pemandangan

yang sangat indah dan spektakuler.

Menuruni Gua Grubug memang lebih menantang karena caver akan menuruni

gua dengan tali yang berputar-putar setinggi lebih dari 50 meter. Kedua

gua ini memang mempunyai kisah yang menyeramkan karena menjadi tempat

pembantaian aktivis PKI di tahun 60-an. Selain itu sampai tahun 90-an

di Gua Grubug masih ditemukan mayat korban penembakan misterius yang

sengaja dimasukkan ke dalam gua. Diduga mayat-mayat itu adalah para

penjahat yang sudah tidak mempan lagi dipenjara.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Untuk menikmati ketegangan penelusuran gua ini dapat menghubungi ASC

Jogja, Jalan Kusumanegara 278 Yogyakarta. Telepon +62 274 328117, +62

81392544165 (Uci).

Merayap di Tebing Karang Pantai Siung

Tebing yang terjal dengan kemiringan 90 derajat bukanlah sesuatu yang

menakutkan bagi para climber. Justru tebing-tebing yang belum banyak

dipanjat orang dan sulit ditaklukan adalah tebing-tebing yang lebih

diminati. Bagaimana strategi pemanjatan, teknik-teknik yang digunakan,

hingga kesulitan-kesulitan yang dialami semisal dalam pembukaan jalur

menjadi tantangan tersendiri bagi setiap climber yang mendaki tebing-

tebing Pantai Siung.

Deburan ombak dan tiupan angin yang menderu-deru akan menambah semangat

dan gairah para climber untuk menaklukan tebing-tebing di pantai ini.

Angin yang bertiup kencang sedikit banyak mempengaruhi proses

pemanjatan. Meskipun demikian memanjat tebing-tebing Pantai Siung

memang menjadi pengalaman tersendiri. Di tengah-tengah jalur

pemanjatan climber akan melihat keindahan pantai berpasir putih yang

mempunyai batu-batu raksasa. Pemandangan indah ini akan

menjadi setting pemanjatan di pantai ini. Robert Antonius, salah

seorang climber Jogja, mengatakan bahwa di pantai ini tidak sekedar

memanjat tebing tetapi juga menikmati serunya pemanjatan dan indahnya

pemandangan.

Pantai Siung di kawasan pantai selatan Gunung Kidul mempunyai banyak

tebing yang dapat digunakan untuk pemanjatan dengan tingkat kesulitan

yang bervariasi. Total ada 250 jalur yang dapat digunakan untuk

pemanjatan. Tebing-tebing ini pada tahun 2005 pernah digunakan untuk

event Asian Climbing Gathering yang melibatkan ratusan pemanjat tebing

Asia.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Selain di Pantai Siung, Yogyakarta juga mempunyai tebing-tebing lain

yang tidak kalah menantang dan mempunyai karakteristik yang beragam,

seperti Tebing Bedoyo di kawasan kapur Semanu (Gunung Kidul), Tebing

Samigaluh di dataran Tinggi Menoreh (Kulon Progo), dan Tebing

Parangendog di Pantai Parantritis. Meskipun demikian, tebing Pantai

Siung adalah yang paling menarik dan menantang. Bahkan menurut Robert

Antonius, Pantai Siung ini adalah surganya para pemanjat tebing. Untuk

mencoba tantangan ini Anda dapat menghubungi Robert Antonius, Wonocatur

329 RT.05/24, Banguntapan, Yogyakarta. Telepon: +62 81578777240.

Off Road di Kemiringan Lereng Merapi

Berada di dalam mobil 4x4 yang nyaris terguling memang menegangkan,

apalagi ketika mobil di posisi medan yang miring dan terjal. Tidak

hanya driver yang darahnya berdesir kencang, semua yang terlibat dalam

penjelajahan ini pasti akan dibuat lebih tegang. Adrenalin mengalir

deras sementara otak juga berpikir keras dan cepat agar mobil segera

melewati rintangan dan kesulitan yang menghadang.

Kaki gunung Merapi di sebelah selatan adalah medan off road yang bisa

digolongkan ekstrem. Track yang bervariasi dengan hutan, lereng terjal,

dan sungai berbatu dapat membuat mobil terjebak dan mungkin harus

membutuhkan pertolongan mobil lainnya. Demikian diungkapkan oleh

Basyori Buyung, pengelola Dian Wisata yang biasa membawa wisatawan

melalui track di lereng selatan Merapi.

"Selain track-nya yang menantang, lereng selatan Merapi juga mempunyai

pemandangan alam dan suasana pedesaan yang sangat eksotis. Wisatawan

dapat menikmati kehangatan masyarakat pedesaan dan berbagai kearifan

budaya masyarakat desa," tambah Buyung lagi.

Wisata Off Road memang menegangkan tetapi juga mengasyikan. Dalam

keadaan mobil terjebak, wisatawan juga aktif terlibat menarik mobil

atau membuat jalur agar mobil dapat keluar. Mobil Jeep Willys dipilihSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

karena kendaraan jenis ini telah terbukti dan teruji di berbagai medan

dan kondisi. Selain berkesan klasik, mobil ini juga sangat tangguh di

medan off road.

Untuk mencoba serunya menginjak pedal gas di track lereng Merapi bagian

selatan, anda dapat menghubungi Dian Wisata yang menyajikan paket Jogja

Fun Off Road Tour, dijamin "berangkat bersih pulang kotor", demikian

petuah sakti dari Basyori Buyung yang telah berpengalaman dalam off

road tour ini. Untuk mencoba petualangan seru ini anda dapat

menghubungi Dian Wisata, Jalan Sukoharjo No. 3E Condong Catur,

Yogyakarta. Telepon +62 274 889429 atau langsung dengan Basyori Buyung

+62 811250229

"Mendidih" di Puncak Merapi

Butuh lebih dari sekedar keberanian untuk berada di kubah pasir yang

begitu dekat dengan mulut kawah gunung Merapi. Tetapi juga perhitungan

matang dan kecermatan dalam membaca situasi gunung yang masih aktif

ini. Berada persis di Puncak Garuda, puncak tertinggi di Gunung Merapi

adalah petualangan bagi mereka yang benar-benar berani dan bernyali.

Para penggiat Mermounc (Merbabu Mountaneer Club) Jogja adalah para

pemburu Merapi yang tidak hanya pemberani tetapi juga telah memahami

berbagai kondisi Merapi. Demikian diungkapkan oleh Pak Buyung, salah

satu anggota Mermounc yang cukup senior.

Bila dinyatakan dalam keadaan aman, gunung Merapi memang bersahabat.

Para pendaki dapat menikmati keindahannya dari puncak gunung setinggi

2914 meter ini. Meskipun demikian, Gunung Merapi, yang merupakan gunung

berapi paling aktif di dunia ini, sewaktu-waktu dapat memuntahkan lahar

dan awan panas yang memang menjadi ciri dari gunung ini.

Letusan dahsyat terakhir Merapi terjadi pada tahun 1994 ketika beberapa

desa di lereng selatan Merapi hangus karena semburan awan panas yang

juga terkenal dengan sebutan wedhus gembel. Letusan yang cukup besar jugaSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

terjadi pada tahun 2006 dengan korban dua orang relawan yang meninggal

di bungker yang hancur karena terjangan awan panas Merapi. Konon gunung

ini juga meletus dengan sangat hebat pada tahun 1006, yang

mengakibatkan candi-candi besar seperti Borobudur dan Prambanan

mengalami kerusakan dan Kerajaan Mataram Hindu harus berpindah ke Jawa

Timur.

Meskipun berbahaya, banyak orang justru ingin melihat dari dekat

aktivitas Merapi yang memang sangat menarik. Karakteristik Merapi

sebagai gunung berapi yang sangat aktif tidak menyurutkan niat dan

nyali orang untuk mengamatinya dari jarak yang sangat dekat. Beberapa

penggiat Mermounc sampai hari ini masih aktif naik turun Gunung Merapi,

baik yang sekedar meneruskan hobi naik gunung hingga mengantar tamu

yang ingin melihat dari dekat kedahsyatan Merapi. 

B. Citra Elo

Perlu kegiatan wisata yang asyik dan seru

bersama keluarga dan rekan? Mari menikmati sensasi wisata sambil

bertualang bersama kami. Arung jeram, outdoor games (airsoft games,

paintball, flying fox), management training dan riverside restaurant.

CitraElo adalah perusahaan resmi dan profesional penyelenggara jasa

wisata dan pelatihan minat khusus yang telah beroperasi sejak tahun

1999. Layanan yang diadakan oleh perusahaan ini adalah arung jeram,

outdoor games, management training dan riverside restaurant.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Seluruh layanan CitraElo dipusatkan di Base Camp CitraElo yang asri dan

nyaman, terpisah dari keramaian oleh akses masuk khusus sejauh 600 m

dan dikelilingi oleh area persawahan dan sungai. Base Camp ini dapat

dicapai dengan kendaraan dari Candi Mendut (5 menit), Candi Borobudur

(10 menit), Kota Magelang (20 menit) dan Kota Yogyakarta (40 menit).

Base Camp CitraElo dilengkapi oleh berbagai fasilitas, seperti: Main

lobby, Riverside restaurant, Sarana kebersihan, Bungy tower, Bungy

pool, Open space, Tempat parkir luas serta Keamanan internal.

CitraElo mengemas arung jeram dalam bentuk paket wisata yang aman dan

nyaman, sehingga dapat diikuti oleh berbagai kalangan dengan tidak

mensyaratkan kemampuan berenang bagi pesertanya. Dengan komitmen untuk

tetap mempertahankan predikat Zero Accident, CitraElo menyediakan

perlengkapan dan peralatan yang memenuhi standar keamanan internasional

yang wajib dikenakan oleh seluruh peserta, serta RiverGuide yang handal

dan sarat pengalaman yang akan mendampingi peserta selama pengarungan.

Paket wisata arung jeram dapat dipilih sesuai dengan minat dan

kemampuan peserta:

ELO TRIP (Sungai Elo, Magelang)

Ideal untuk Family & Corporate Gathering serta Pelatihan

Tingkat kesulitan: Pemula (Grade I - III+)

Panjang lintasan: 12,5 km (ditempuh dalam ± 2,5 - 3 jam)

Jadwal trip: Tiap hari (Trip I: 08.00, Trip II: 13.00)

Tarif: Rp. 750.000 per boat (1 boat untuk maksimal 5 peserta)

SERAYU TRIP (Sungai Serayu, Banjarnegara)

Ideal untuk wisata arung jeram yang lebih menantang

Tingkat kesulitan: Menengah (Grade II - IV+)

Panjang lintasan: 24 km (ditempuh dalam ± 3 jam)

Jadwal trip: sesuai pemesanan (One-Day Trip, dimulai pukul 07.00)

Tarif: Rp. 1.500.000 per boat (1 boat untuk maksimal 5 peserta)

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

LOWER PROGO TRIP (Sungai Progo, Kulon Progo)

Ideal untuk adrenaline rush yang ekstrim

Tingkat kesulitan: Mahir (Grade III - V+)

Panjang lintasan: 8 km (ditempuh dalam ± 45 menit)

Jadwal trip: sesuai pemesanan (dimulai pukul 08.00)

Tarif: Rp. 1.500.000 per boat (1 boat untuk maksimal 4 peserta)

Cakupan layanan CitraElo Rafting:

Asuransi.

Sewa peralatan dan perlengkapan arung jeram + RiverGuide

Welcome Tea

1x Snack ringan saat Trip Break

1x Makan setelah pengarungan

Transport lokal dari finish ke start point

Pemakaian sarana kebersihan

Sertifikat

Khusus untuk Serayu Trip ada 1x makan pagi dan transport ekonomi Base

Camp CitraElo - Banjarnegara pp.

CitraElo melayani paket-paket kegiatan lainnya seperti outdoor games

(airsoft games, paintball, flying fox) dan outdoor management training.

Tersedia pula Riverside Restaurant dengan spesialisasi menu

tradisional. Silakan hubungi kami untuk informasi lebih detail.

C. Merapi Golf

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Bersantai bermain golf di ketinggian 800 meter

di atas permukaan laut, dengan iklim sempurna dan pemandangan alam yang

segar ke arah Gunung Merapi dan pedesaan Yogyakarta serta Samudera

Hindia, sungguh memberi manfaat besar untuk dicoba.

Lapangan dengan 18 hole, 6370 meter par 72 terletak 30 menit berkendara

dari kota kuno Yogyakarta. Rancangan LAPANGAN GOLF MERAPI yang

mempesona sungguh merupakan mahakarya lapangan golf, yang diciptakan

oleh master lapangan golf: Thomson, Woverride & Perret.

Perpaduan keindahan alam dan kesegaran cuaca pegunungan, lansekap

berbukit-bukit yang menantang dengan bebatuan gunung yang telah berumur

berjuta-juta tahun menjadikan lapangan golf ini sebagai salah satu

lapangan yang paling menarik di Jawa Tengah dan tak mudah dilupakan.

Masing-masing hole dirancang dan ditempatkan dengan hati-hati dan lain

dari yang lain dengan kesulitannya tersendiri, menyajikan ujian yang

hebat untuk clubbing.

Lingkungan yang tenang dan damai, pemandangan yang indah menakjubkan,

menjadikan para pegolf menikmati permainan dan tentu saja tidak akan

melewatkan lapangan yang menantang ini. Lapangan ini sungguh menjadi

tempat para pecinta golf bermain tanpa gangguan udara panas ataupun

polusi.

Green Fee:

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Senin s/d

Kamis:

Rp. 300.000 +

Pajak 10%

Jumat &

Minggu:

Rp. 600.000 +

Pajak 10%

Sabtu & Hari

Libur:

Rp. 650.000 +

Pajak 10%

Canddy Fee :Rp. 35.000 +

Pajak 10%

Golf Car :Rp. 200.000 +

Pajak 10%

Rent

Club/Stick:

Rp. 200.000 +

Pajak 10%

Rent Shoes :Rp. 50.000 +

Pajak 10%

Paket Golf JOGLOSEMAR Rp. 275.000

Harga sudah termasuk: Green fee, caddy fee, golf cart

No rain check

Uang paket tidak dapat ditarik kembali

Tidak berlaku untuk hari libur nasional

Memiliki KTP JOGLOSEMAR dan sekitarnya

Bersedia untuk di foto copy

Rent Car:

Kijang /

Xenia:

Rp. 100.000 + Tax 10%

(sekali jalan)

L 300 :Rp. 150.000 + Tax 10%

(sekali jalan)

D. Selokan Mattaram

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Bila anda dibesarkan sebagai "orang kota",

menyusuri Selokan Mataram bisa menjadi petualangan kecil yang

menyenangkan untuk menikmati pemandangan sawah nan hijau,

penggembala, off road dan menyeberangi Kali Krasak sambil memanggul

sepeda.

Pada masa penjajahan Jepang, banyak rakyat Indonesia dikirim ke

berbagai daerah untuk dijadikan tenaga kerja paksa atau romusha. Mereka

dipaksa untuk membangun beragam infrastruktur yang mendukung

kepentingan militer Jepang melawan Sekutu. Rakyat yang

menjadi romusha sangat menderita, tidak diberi makan yang cukup dan

diperlakukan dengan kejam sehingga banyak yang tewas.

Hal ini membuat Sri Sultan Hamengku Buwono IX prihatin dan berusaha

menghindarkan warga Yogyakarta dari kewajiban menjadi romusha. Beliau

lalu memerintahkan rakyatnya membangun saluran irigasi sepanjang 30 km,

dari Sungai Progo ke Sungai Opak, dan menolak rakyatnya

dijadikan romusha dengan alasan tenaga mereka masih dibutuhkan untuk

menyelesaikan proyek itu. Saluran yang semula bernama Kanal Yoshiro itu

sekarang dikenal sebagai Selokan Mataram dan hingga kini masih

menjalankan fungsinya untuk mengairi belasan ribu hektar sawah.

Menyusuri saluran irigasi bersejarah ini dengan menggunakan sepeda

motor atau MTB (sepeda gunung) menjanjikan pengalaman yang menyenangkan

bila dilakukan pada bulan Oktober - Mei, karena bulan Juni - September

biasanya selokan ini dikeringkan untuk memutus siklus hama.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Start yang sempurna adalah dari perempatan MM UGM di Jalan Kaliurang.

Dari sini, ada dua pilihan rute. Pertama, menyusuri Selokan Mataram ke

arah barat hingga bertemu hulunya di Sungai Progo, Dusun Ancol,

Kabupaten Magelang. Kedua, menyusuri Selokan Mataram ke arah timur

hingga berakhir di Sungai Opak, Kalasan. Memulai perjalanan pada pagi

hari, kurang lebih pukul 06.00 WIB, adalah yang paling menyenangkan

sebab udara masih sejuk, sinar matahari belum terik dan banyak

aktivitas masyarakat agraris yang bisa dilihat.

Ke Arah Barat

Bila memilih berjalan ke arah barat, setelah melewati Ring Road barat

pemandangan sawah nan hijau akan segera menyapa. Jangan lupa untuk

menoleh sebentar ke arah timur ketika matahari mulai tinggi. Matahari

tampak bersinar cerah di atas sawah hijau dan pohon kelapa, bayangannya

tampak di permukaan air selokan yang mengalir tenang. Sore hari,

kadang-kadang beberapa mahasiswa pecinta alam berlatih mendayung kano

di sini.

Setelah berjalan sejauh 16 kilometer, anda akan memasuki Dusun

Barongan. Di sini, perjalanan akan serupa dengan off road, sebab anda

harus melewati jalan setapak yang becek dan licin, perlu hati-hati agar

tak tergelincir. Di kanan-kiri tampak pintu air yang menghubungkan

selokan dengan sawah penduduk sekitar. Anda akan menyadari bahwa aliran

selokan ini merupakan urat nadi pertanian di Kabupaten Sleman,

Yogyakarta.

Selama "off road" ini pula, YogYES sempat merasakan beberapa pengalaman

menyenangkan, seperti saat menyaksikan penduduk sekitar

sedang angon (menggembala) bebek, kerbau, dan kambing. Setelah melalui

perjalanan melelahkan di lintasan tanah sepanjang kurang lebih 1

kilometer, anda akan menemui jalan buntu, terhalang Kali Krasak yang

membentuk cerukan sedalam 5 meter. Bila sebelumnya selokan akan melalui

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

jembatan yang melintas di atas sungai, di sini jembatan itu tidak ada.

Lalu lewat mana selokan tersebut mengalir? Ternyata turun ke bawah,

mengalir lewat saluran di bawah tanah, lalu naik lagi di seberangnya,

hebatnya adalah tak ada pompa sama sekali! Hukum fisika bahwa permukaan

air akan selalu rata digunakan di sini. Karena tak ada jembatan, anda

harus berputar arah melewati jalan aspal bila mengendarai sepeda motor.

Bila menggunakan sepeda gunung, anda bisa mencoba pengalaman

mengasyikkan melintasi kali yang airnya dangkal ini dengan memanggul

sepeda gunung.

Kurang lebih 5 kilometer dari Kali Krasak, anda akan sampai di dusun

Ngluwar. Dan anda lagi-lagi akan kebingungan sebab aliran Selokan

Mataram seolah tiba-tiba saja menghilang. Tapi jangan dulu menyangka

bahwa anda telah sampai di hulu aliran, sebab aliran selokan sebenarnya

masih berlanjut, melewati terowongan di bawah desa. Mengagumkan bukan?

Dua kilometer di sebelah barat dusun itu, anda akan sampai di hulu

Selokan Mataram, yaitu Sungai Progo. Tampak bendungan kecil, bernama

Bendung Karang Talun, membendung aliran Sungai Progo. Air dari

bendungan itulah yang kemudian mengalir ke Selokan Mataram. Dari

Jembatan Ancol di atas bendungan itu, anda bisa mengagumi derasnya

aliran Sungai Progo yang juga digunakan sebagai arena arung jeram.

Perjalanan anda tuntas sudah di sini.

Ke Arah Timur

Pemandangan berbeda akan dijumpai bila memilih menyusuri selokan sesuai

arah alirannya, ke arah timur. Beberapa wilayah yang akan dilewati

adalah Gejayan, Depok, Maguwoharjo dan Kalasan. Nuansa perkotaan akan

lebih sering dijumpai dari Gejayan hingga Depok dengan banyaknya

bangunan dan warung kaki lima. Bila belum mengisi perut, tak ada

salahnya mampir di SGPC (sego pecel atau nasi pecel) Bu Wiryo di sebelah

utara Fakultas Peternakan UGM.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Sawah hijau baru akan dijumpai bila telah sampai di wilayah

Maguwoharjo. Di beberapa desa, anda pun harus melintasi jalan tanah

karena jalan aspal yang dibangun ternyata tak selalu searah dengan

aliran Selokan Mataram. Jalan tanah di wilayah timur ini umumnya kering

sehingga tak licin, tapi mesti tetap berhati-hari karena ruas jalan

yang sempit, salah-salah anda bisa tercebur ke selokan. Meski kalaupun

tercebur rasanya akan baik-baik saja, tapi malunya tentu tak

tertahankan.

Setelah sampai di wilayah Kalasan, anda bisa melihat panorama yang

mengesankan. Dari jalan tanah di sisi kanan selokan, anda bisa melihat

bagian tengah hingga puncak Candi Tara. Hamparan sawah dan pepohonan

tinggi menjadi latar depannya. Terdapat jalan aspal ke arah kanan bila

anda hendak mampir ke candi yang menjadi peninggalan kebudayaan Budha

tertua di Yogyakarta itu.

Dari sini, anda masih harus berjalan ke arah timur untuk sampai ke

hilir Selokan Mataram. Di tengah perjalanan, anda akan menjumpai

selokan mengalir di bawah rel kereta api. Kurang lebih 1 kilometer

kemudian, anda akan menemui hilir aliran Selokan Mataram. Tampak air

selokan mengalir deras ke bawah, bersatu dengan Sungai Opak yang

mengalir ke selatan menuju Samudra Indonesia. Pemandangan sekitar pun

cukup indah. Terlihat pohon-pohon tinggi tumbuh di tepian Sungai Opak.

Pemandangan itu menjadi pertanda akhir perjalanan menyusuri aliran

Selokan Mataram ke arah timur.

Menyenangkan dan Mengagumkan

Menyusuri aliran Selokan Mataram, selain memberi pengalaman

menyenangkan, akan membuat kita mengagumi perancangnya. Bagaimana

tidak, alirannya yang dari barat ke timur seakan "melawan" hukum alam

karena Gunung Merapi di utara Yogyakarta menyebabkan aliran sungai di

sini biasanya dari utara ke selatan yang lebih rendah. Selokan yang

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

melintas di atas belasan kali kecil dan melewati terowongan di bawah

Kali Krasak dengan memanfaatkan hukum fisika, telah puluhan tahun

memberi air bagi belasan ribu hektar sawah dan menjadi salah

satu landmark Yogyakarta.

2.10. WISATA KULINER

A. Bakmi Shibitsu

Bakmi Shibitsu menghadirkan pengalaman membisu

ganda saat mencicipnya. Penjual yang bekerja tanpa kata menyiratkan

etos kerja keras dan rasa bakmi yang sanggup membuat anda kehilangan

kata singgah ke lidah.

Jika anda adalah salah satu penggemar berat bakmi, ketika sedang berada

di Yogyakarta cobalah untuk mampir mengunjungi warung makan bakmi

Shibishu yang terletak di Jalan Raya Bantul No.106. Tempat ini dapat

ditempuh sekitar lima menit dari Malioboro, tepatnya 500 meter selatan

Pojok Beteng Kulon. Jangan terkecoh oleh namanya yang agak berbau

Jepang, bakmi ini dimiliki oleh orang Yogya asli dan sudah beroperasi

sejak 25 tahun lalu.Warung makan ini adalah yang paling banyak

dikunjungi dibandingkan warung-warung makan lain yang ada di

sekitarnya.

Selain keramaiannya tersebut pada awalnya saya cukup bingung dengan apa

yang akan saya temui di warung makan ini. Tempat ini terkenal dengan

nama 'bakmi bisu'. Ada beberapa pikiran iseng saya berkenaan dengan

istilah tersebut. Pertama, bakmi tersebut saking enaknya sehingga

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

ketika mencobanya, kita akan membisu alias tidak bisa berkata-kata.

Pikiran yang kedua, yang menjajakan bakmi ini alias si penjual adalah

orang yang tuna wicara atau bisu. Saat memesan satu porsi bakmi goreng

kepada seorang wanita paruh baya yang sedang meracik bumbu saya mengira

tebakan iseng saya yang kedua sudah gugur, karena si ibu tersebut

ternyata bisa bicara. Tapi kemudian pada akhirnya saya mengetahui satu

dari dua tebakan saya ada yang benar, begini cerita lengkapnya.

Selain memesan bakmi goreng, saya juga memesan teh manis hangat sebagai

pendamping makan. Saat menunggu pesanan tiba, perlahan saya mulai

mengerti salah satu alasan kenapa tempat ini terkenal dengan nama bakmi

bisu. Ternyata pelayan yang mendistribusikan pesanan ke para pelanggan

adalah seorang wanita tuna wicara (bisu). Ada satu orang lagi yang

membantu ibu peracik dan pemasak bakmi yang sepanjang pengamatan saya

juga 'membisu' atau tidak bicara sepanjang melakukan pekerjaannya

sebagai pengipas bara api di anglo.

Cukup lama pesanan saya tiba. Bisa dimaklumi karena warung ini hanya

menggunakan sebuah anglo berbahan bakar arang untuk memasak semua

pesanan pelanggannya. Sambil menunggu pesanan bakmi, suguhan yang

datang terlebih dahulu adalah teh manis hangat. Cukup berbeda dari

tempat lain yang menyajikan teh hanya dengan menggunakan gelas. Di sini

juga diberi tambahan sebuah teko kecil untuk jog jika air teh yang ada

di gelas sudah habis. Selain berbeda dalam penyajian, teh ini juga

berbeda dalam hal rasa jika dibandingkan dengan teh di tempat lain.

Sruputan pertama ketika mencecap teh ini meninggalkan sensasi

tersendiri. Jika boleh meminjam tag line sebuah produk teh, ini adalah

sensasi wasgitel (wangi, sepet, legi, dan kentel). Aroma yang keluar

dari panasnya kopi menimbulkan wangi aroma teh yang khas. Warna teh

yang coklat kehitaman menunjukkan kekentalan dan rasa sepet yang

membekas di ujung lidah. Kemudian dilengkapi dengan manis yang elegan

dari gula batu yang dicelupkan ke dalam teh. Sudah lama saya tidak

merasakan teh yang seperti ini. Terakhir, saya mencicipi teh yang enakSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

beberapa tahun yang lalu ketika melakukan penelitian sosial budaya di

daerah Tegal Utara.

Setelah hampir 20 menit menunggu akhirnya pesanan bakmi goreng saya

diantar oleh si wanita bisu. Tampilan bakmi goreng ini sekilas hampir

sama dengan bakmi di tempat lain, hanya saja warnanya lebih terang

sedikit mungkin karena tidak terlalu banyak menggunakan kecap. Bakmi

ini terbuat dari dua jenis mi, yakni mi kuning dan bihun. Kemudian

dilengkapi dengan potongan-potongan kecil daging ayam dan seledri.

Suapan pertama ketika mencoba bakmi bisu ini membuat saya hampir

kehilangan kata. Bumbu yang menyelimuti bakmi ini amat terasa tebal dan

meresap ke dalam mi. Sekilas rasa mi ini seperti agak berlebihan bumbu,

namun itu semua hilang ketika disusul oleh suapan-suapan selanjutnya.

Di meja penyajian juga disediakan cabe rawit yang sangat nikmat

jika diceplus berbarengan dengan mi. Hal yang tidak terlupakan dari makan

di bakmi bisu ini adalah ketika setelah selesai makan mi dilanjutkan

dengan teh panas wasgitel. Dua hal ini-mi dan teh- seakan saling

melengkapi dengan kelebihannya masing-masing untuk menjadikan

pengalaman wisata kuliner yang sulit dilupakan bagi anda. Pada

akhirnya, saya cukup senang karena dua tebakan saya di awal tulisan ada

yang benar. Bakmi Shibishu membuat saya kehilangan kata dan membisu

untuk sesaat karena kelezatannya.

B. Nasi Goreng Beringharjo

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Menikmati Nasi Goreng Beringharjo sama dengan

mendengar sepiring cerita seputar perpaduan budaya Jawa Cina di

Indonesia, terutama soal kuliner, bukan cuma kelezatannya saja.

Nasi Goreng Beringharjo, kini bisa dijumpai di Jalan Mataram, tepat di

pertigaan ketiga sebelah kiri jalan yang menuju ke pasar bersejarah di

Yogyakarta itu. Sebelum penghujung tahun 2004, tepatnya sebelum ada

pembersihan pedagang kaki lima di wilayah tersebut, nasi goreng itu

bisa ditemui di pertigaan menuju kawasan Shopping yang kini dirombak

menjadi Taman Pintar, Taman Budaya Yogyakarta dan Pusat Penjualan Buku.

Nasi goreng ini adalah salah satu yang pantas dicicipi sebab

kelezatannya telah diakui banyak orang dan dikenal sejak tahun 1960-an,

saat sang penjual memulai bisnisnya. Tak perlu menunggu lama jika

hendak mencicipinya, sebab penjual biasanya memasak nasi goreng

langsung dalam jumlah besar sehingga bisa dihidangkan dalam waktu

cepat. Anda bisa datang mulai pukul 18.00 WIB hingga sekitar pukul

23.00 WIB bila ingin mencicipinya, serta bisa memilih ingin duduk

lesehan atau di kursi yang tersedia.

Menyantap nasi goreng ini, anda akan merasa seperti mendengarkan

sepiring cerita tentang akulturasi Jawa Cina. Jenis masakan nasi goreng

sendiri misalnya, sebenarnya berasal dari daratan Cina yang kemudian

'bermigrasi' ke Indonesia. Mulanya, nasi goreng muncul dari tradisi

bangsa Cina yang tak ingin membuang nasi sisa, sehingga nasi tersebut

diolah dengan bumbu-bumbu yang tersedia, seperti bawang merah, bawang

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

putih dan kecap. Ketika bangsa Cina mulai berdatangan ke Indonesia,

masakan itu pun mulai dikenal oleh warga negara Indonesia dan berangsur

menjadi satu dengan masakan Indonesia sendiri.

Bukti akulturasinya adalah adanya berbagai variasi nasi goreng, mulai

nasi goreng ayam, nasi goreng sea food, nasi goreng kambing, bahkan

nasi goreng pete yang notabene bumbu khas Indonesia. Rasanya pun

bermacam-macam, ada yang lebih menonjolkan citarasa bawang putih, ada

pula yang menonjolkan citarasa bahan tambahannya, misalnya ayam. Nasi

goreng Beringharjo memilih memasak nasi goreng ayam dan babi.

Bicara tentang kecap sebagai salah satu bumbunya, itu pun menyimpan

cerita tentang penyesuaian bangsa Cina ketika tinggal di Jawa. Kecap,

sebenarnya bernama kie tjap, dibuat dari sari ikan yang

difermentasikan. Ketika bangsa Cina tinggal di Jawa dan menemukan bahwa

kedelai lebih murah dibandingkan ikan, bahan baku pembuatan kie tjap

pun diubah menjadi dari kedelai. Akibatnya, kie tjap pun tidak lagi

memiliki citarasa ikan, tetapi hanya berasa manis untuk kecap manis,

begitu pula nasi goreng. Citarasa bawang putih yang sangat kuat pun

juga menjadi ciri masakan-masakan yang berasal dari Cina.

Meski akibat akulturasi itu terdapat banyak sekali nasi goreng di

hampir setiap sudut gang, Nasi Goreng Beringharjo tetap memiliki

kekhasan. Proses memasak misalnya, tak seperti nasi goreng lain yang

memasak dalam jumlah kecil. Sekali masak, penjual bisa menuangkan nasi

sebanyak setengah bakul di wajan super besar yang telah diisi oleh

bumbu khusus. Disebut bumbu khusus karena ia tak lagi meracik di tempat

penjualan, tetapi sudah dalam bentuk campuran yang siap untuk

melezatkan nasi goreng.

Daging ayam atau babi ditambahkan pada saat nasi goreng telah ditaruh

dalam piring. Selain itu, ditambahkan pula beberapa iris tomat, kol,

daun seledri, telur dadar bulat dan acar sebagai pelengkap. Sepiring

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

nasi goreng berharga Rp 5.000,00 untuk daging ayam dan Rp 6.000,00

untuk daging babi. Karena lezat, banyak pengunjung memesan nasi dalam

porsi yang lebih besar, mulai dari 1,5 hingga 2 porsi langsung untuk

satu orang.

Rasa nasi goreng ini bisa dikatakan pas, tak terlalu manis juga tidak

terlalu asin. Aroma bawang putihnya tak begitu kuat namun tetap terasa.

Nah, bagaimana, tertarik mencicipinya? Selain nasi goreng, tersedia

juga bakmi dan bihun serta babi kecap yang tak kalah nikmat.

C. Pecel Baywatch

Jika saat mengunjungi Kasongan anda tiba-tiba

diserang lapar setelah seharian mencari kerajinan gerabah, tak perlu

panik karena Mbah Warno "Anderson" siap menyelamatkan anda dengan

'pecel Baywatch'.

Semula saya sempat bingung dengan julukan Pecel Baywatch yang disandang

oleh pecel Mbah Warno. Terlintaslah imajinasi nakal tentang sosok

penjual pecel yang mengenakan bikini seperti Mbak Pamela Anderson atau

setidaknya warung ini berada di pinggir pantai. Ternyata salah semua.

Beginilah cerita lengkapnya.

Warung Mbah Warno terletak di daerah Kasongan, tepatnya berada di jalan

menuju Gunung Sempu. Warung yang sudah berdiri sejak 35 tahun lalu ini

sangat sederhana. Papan nama warung pecel Mbah Warno ini hanya

berukuran 30 x 20 cm2 yang pasti terlewat jika tak benar-benar

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

memerhatikannya. Interior warung diisi oleh perabot yang fungsional dan

apa adanya. Hanya terdapat beberapa meja dan kursi kayu serta satu

dipan bambu. Di belakang meja tempat meletakkan dagangannya, terdapat

dapur berisikan beberapa anglo yang selalu mengepulkan asap. Sebuah

posisi yang tak disengaja sebenarnya, sebab dapur dalam konsep Jawa

biasanya terletak di bagian belakang. Mbah Warno meletakkan dapur di

bagian depan warung pasca gempa Mei 2006 yang meruntuhkan bangunan

rumahnya. "Belum punya uang untuk membangun dapur baru", ujarnya.

Mbah Warno menjajakan menu utama pecel dengan beragam lauk sebagai

pengiringnya. Mulai dari lele dan belut goreng kering, tahu bacem,

mangut belut (belut bersantan yang dibumbui cabai), hingga bakmi

goreng. YogYES memesan semuanya agar dapat merasakan aneka rasa masakan

Mbah Warno ini.

Sambil menunggu, pikiran saya melayang menelusuri asal-usul pecel yang

sama tidak jelasnya dengan soto. Banyak daerah di Jawa memiliki pecel

dengan ciri khasnya masing-masing, misalnya Pecel Madiun, Pecel Blitar,

Pecel Madura, Pecel Slawi dan lain-lain. Namun setidaknya, seorang

sejarawan Belanda bernama H.J Graaf pernah mengungkapkan bahwa ketika

Ki Ageng Pemanahan melaksanakan titah Sultan Hadiwijaya untuk hijrah ke

hutan yang disebut Alas Mentaok (sekarang Kotagede), rombongan beliau

disambut masyarakat di pinggir Sungai Opak dan dijamu dengan berbagai

jenis masakan, termasuk pecel.

Lamunan saya terputus saat pecel dan beberapa makanan pengiring tiba di

meja. Seporsi pecel, lele goreng, dan tahu bacem seolah menantang untuk

secepatnya dinikmati. Terdapat empat jenis sayuran dalam hidangan

berlumur bumbu kacang ini yakni daun bayam, daun pepaya, kembang turi

(Sesbania grandiflora), dan kecambah / taoge. Kita akan disergap rasa manis

dari bumbu kacang yang menggelitik lidah. Saat menguyah kembang turi

yang agak getir, rasa manis tadi berpadu sehingga menghasilkan

kelezatan yang sulit diungkapkan.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Pecel dengan kembang turi merupakan ciri khas pecel "ndeso". Jaman

sekarang sudah sulit untuk menemukan penjual pecel seperti ini. Konon

kembang turi memiliki khasiat meringankan panas dalam dan sakit kepala

ringan. Jadi tidak heran bila orang Jawa, India, dan Suriname (masih

keturunan Jawa juga sih, hehehe) sering menyantap kembang turi muda

sebagai sayuran.

Pecel akan bertambah nikmat jika ditambah dengan lele goreng atau tahu

bacem. Lele goreng di tempat ini dimasak hingga kering

sehingga crispy ketika digigit. Sedangkan tahu bacem yang berukuran cukup

besar dapat dinikmati sebagai cemilan bersama cabai rawit. Selain itu

juga terdapat hidangan lain seperti belut goreng dengan dua variasinya.

Pertama, belut goreng kering yang berukuran kecil dan belut goreng

basah yang lebih besar. Ada juga bakmi goreng dan mangut belut bagi

anda yang menggemari makanan pedas. Asap dari anglo menambah sensasi

rasa dari hidangan di warung ini.

Entah karena kenyang atau efek kembang turi, selesai makan kepala saya

terasa lebih cerdas dari biasanya. Sambil ngobrol ringan dengan Mbah

Warno dan asistennya, saya jadi paham kenapa pecel di tempat ini

dijuluki Pecel Baywatch. Hal itu karena Mbah Warno dan asistennya

selalu mengenakan sejenis baju yang disebut kaus kutang. Pakaian yang

sangat nyaman untuk dikenakan di tengah udara pedesaan Kasongan Bantul

yang kering dan panas.

Walau penjual pecel ada dimana-mana, Pecel Baywatch tetap menawarkan

sesuatu yang lain bagi anda. Sebuah kombinasi kelezatan makanan,

suasana pedesaan yang kental, dan keramahan Mbah Warno "Anderson".

2.11. MUSEUM & MONUMEN

A. Monumen Jogja Kembali (monjali)

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Dalam enam jam pasukan Belanda kocar-kacir.

Sebuah serangan yang menjadi awal kembalinya kedaulatan Republik

Indonesia.

Bunyi sirene tanda istirahat dibunyikan dari pos pertahanan Belanda. Di

bawah komando Letkol Soeharto, Komandan Brigade 10 daerah Wehrkreise

III, mulai menggempur pertahanan Belanda setelah mendapat persetujuan

dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX selaku penggagas serangan. Pasukan

Belanda yang satu bulan semenjak Agresi Militer Belanda II bulan

Desember 1948 disebar pada pos-pos kecil, terpencar dan melemah. Selama

enam jam Tentara Nasional Indonesia (TNI) berhasil menduduki Kota

Yogyakarta, setelah memaksa mundur pasukan Belanda. Tepat pukul 12.00

siang, sesuai dengan rencana, semua pasukan TNI menarik diri dari pusat

kota ketika bantuan Belanda datang. Sebuah kekalahan telak bagi pihak

Belanda.

Republik Indonesia Masih Ada

Pertempuran yang dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret inilah yang

menjadi awal pembuktian pada dunia internasional bahwa TNI masih

mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan serta menyatakan bahwa

Republik Indonesia masih ada. Hal ini terpicu setelah Pemerintah

Belanda yang telah menangkap dan mengasingkan Bung Karno dan Bung Hatta

ke Sumatera, memunculkan propaganda dengan menyatakan Republik

Indonesia sudah tidak ada.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Berita perlawanan selama enam jam ini kemudian dikabarkan ke Wonosari,

diteruskan ke Bukit Tinggi, lalu Birma, New Delhi (India), dan berakhir

di kantor pusat PBB New York. Dari kabar ini, PBB yang menganggap

Indonesia telah merdeka memaksa mengadakan Komisi Tiga Negara (KTN).

Dalam pertemuan yang berlangsung di Hotel Des Indes Jakarta pada

tanggal 14 April 1949 ini, wakil Indonesia yang dipimpin Moh. Roem dan

wakil Belanda yang dipimpin Van Royen, menghasilkan sebuah perjanjian

yang ditanda tangani pada tanggal 7 Mei 1949. perjanjian ini kemudian

disebut dengan perjanjian Roem Royen (Roem Royen Statement). Dalam

perjanjian ini Belanda dipaksa untuk menarik pasukannya dari Indonesia,

serta memulangkan Presiden dan Wakil Presiden, Soekarno-Hatta ke Jogja.

Hingga akhirnya pada tanggal 27 Desember 1949 secara resmi Belanda

menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia.

Makna Yang Tersirat dan Tersurat Dalam Tetengger Sejarah

Untuk mengenang peristiwa sejarah perjuangan bangsa, pada tanggal 29

Juni 1985 dibangun Monumen Yogya Kembali (Monjali). Peletakkan batu

pertama monumen setinggi 31,8 meter dilakukan oleh HB IX setelah

melakukan upacara tradisional penanaman kepala kerbau. Empat tahun

kemudian, tepatnya pada tanggal 6 Juli 1989, bangunan ini selesai

dibangun. Pembukaannya diresmikan oleh Presiden Suharto dengan

penandatanganan Prasasti.

Monumen yang terletak di Dusun Jongkang, Kelurahan Sariharjo, Kecamatan

Ngaglik, Kapubaten Sleman ini berbentuk gunung, yang menjadi perlambang

kesuburan juga mempunyai makna melestarikan budaya nenek moyang pra

sejarah. Peletakan bangunanpun mengikuti budaya Jogja, terletak pada

sumbu imajiner yang menghubungkan Merapi, Tugu, Kraton, Panggung

Krapyak dan Parang Tritis. " Poros Makro Kosmos atau Sumbu Besar

Kehidupan" begitu menurut Pak Gunadi pada YogYES. Titik imajiner pada

bangunan yang berdiri di atas tanah seluas 5,6 hektar ini bisa dilihat

pada lantai tiga, tepatnya pada tempat berdirinya tiang bendera.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Nama Monumen Yogya Kembali merupakan perlambang berfungsinya kembali

Pemerintahan Republik Indonesia dan sebagai tetengger sejarah ditarik

mundurnya tentara Belanda dari Ibukota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni

1949 dan kembalinya Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta

dan petinggi lainnya pada tanggal 6 Juli 1949 di Yogyakarta.

Replika Pesawat Hingga Ruang Hening

Memasuki area monumen yang terletak sekitar tiga kilometer dari pusat

kota Jogja ini, pengunjung akan disambut dengan replika Pesawat Cureng

di dekat pintu timur serta replika Pesawat Guntai di dekat pintu barat.

Menaiki podium di barat dan timur pengunjung bisa melihat dua senjata

mesin beroda lengkap dengan tempat duduknya, sebelum turun menuju

pelataran depan kaki gunung Monumen. Di ujung selatan pelataran berdiri

tegak sebuah dinding yang memuat 420 nama pejuang yang gugur antara 19

Desember 1948 hingga 29 Juni 1949 serta puisi Karawang Bekasi-nya

Chairil Anwar untuk pahlawan yang tidak diketahui namanya.

Monumen dikelilingi oleh kolam (jagang) yang dibagi oleh empat jalan

menuju bangunan utama. Jalan barat dan timur menghubungkan dengan pintu

masuk lantai satu yang terdiri dari empat ruang museum yang menyajikan

sedikitnya 1.000 koleksi tentang Satu Maret, perjuangan sebelum

kemerdekaan hingga Kota Yogyakarta menjadi ibukota RI. Seragam Tentara

Pelajar dan kursi tandu Panglima Besar Jenderal Sudirman yang masih

tersimpan rapi di sana. Di samping itu, ada juga ruang Sidang Utama,

yang letaknya di sebelah ruang museum I. Ruangan berbentuk lingkaran

dengan diameter sekitar 25 meter ini berfungsi sebagai ruang serbaguna,

karena biasa disewakan untuk keperluan seminar atau pesta pernikahan.

Sementara itu jalan utara dan selatan terhubung dengan tangga menuju

lantai dua pada dinding luar yang melingkari bangunan terukir 40 relief

yang menggambarkan peristiwa perjuangan bangsa mulai dari 17 Agustus

1945 hingga 28 Desember 1949. sejumlah peristiwa sejarah seperti

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

perjuangan fisik dan diplomasi sejak masa Proklamasi Kemerdekaan,

kembalinya Presiden dan Wakil Persiden ke Yogyakarta hingga pembentukan

Tentara Keamanan Rakyat tergambar di relief tersebut. Sedangkan di

dalam bangunan, berisi 10 diorama melingkari bangunan yang

menggambarkaan rekaan situasi saat Belanda menyerang Maguwo pada

tanggal 19 Desember 1948, SU Satu Maret, Perjanjian Roem Royen, hingga

peringatan Proklamasi 17 Agustus 1949 di Gedung Agung Yogyakarta.

Lantai teratas merupakan tempat hening berbentuk lingkaran, dilengkapi

dengan tiang bendera yang dipasangi bendera merah putih di tengah

ruangan, relief gambar tangan yang menggambarkan perjuangan fisik pada

dinding barat dan perjuangan diplomasi pada dinding timur. Ruangan

bernama Garbha Graha itu berfungsi sebagai tempat mendoakan para

pahlawan dan merenungi perjuangan mereka.

Selama ini perjuangan bangsa hanya bisa didengar melalui guru-guru

sejarah di sekolah, atau cerita seorang kakek pada cucunya. Monumen

Yogya Kembali memberikan gambaran yang lebih jelas bagaimana

kemerdekaan itu tercapai. Melihat berbagai diorama, relief yang terukir

atau koleksi pakaian hingga senjata yang pernah dipakai oleh para

pejuang kemerdekaan. Satu tempat yang akan memuaskan segala keingin

tahuan tentang perjalanan Bangsa Indonesia meraih kemerdekaan.

B. Museum Affandi

Museum affandi adalah seluruh bagian dari

kehidupan Affandi sebagai maestro seni lukis. Di wilayah tepi sungai

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Gajah Wong itu, Affandi hidup, berkarya, mentransformasikan ilmunya dan

bersemayam di rumah abadinya.

Mengunjungi Museum Affandi yang terletak di Jalan Raya Yogyakarta-Solo,

atau tepatnya tepi barat Sungai Gajah Wong, memberi kesempatan bagi

anda untuk menjejaki seluruh bagian berarti dari kehidupan Affandi.

Anda bisa melihat karya-karya agung semasa sang maestro hidup, karya

para pelukis lain yang ditampungnya, alat transportasi yang dipakainya

dahulu, rumah yang ditinggali hingga sebuah sanggar yang kini dipakai

untuk membina bakat melukis anak.

Kompleks museum terdiri dari 3 buah galeri dengan galeri I sebagai

tempat pembelian tiket dan permulaan tur. Galeri I yang dibuka secara

pribadi oleh affandi sejak tahun 1962 dan diresmikan tahun 1974 ini

memuat sejumlah lukisan Affandi dari awal berkarya hingga masa akhir

hidupnya. Lukisan yang umumnya berupa lukisan sktesa dan karya

reproduksi ini ditempatkan dalam 2 larik atas bawah dan memanjang

memenuhi ruangan berbentuk lengkung.

Masih di Galeri I, anda bisa melihat sejumlah barang berharga semasa

Affandi hidup. Di ujung ruangan, anda bisa melihat mobil Colt Gallan

tahun 1976 yang berwarna kuning kehijauan yang dimodifikasi sehingga

menyerupai bentuk ikan, juga sebuah sepeda onthel kuno yang tampak

mengkilap sebagai alat transportasi. Anda juga bisa melihat reproduksi

patung karyanya berupa potret diri bersama putrinya, Kartika.

Menuju Galeri II, anda bisa melihat sejumlah lukisan para pelukis, baik

pemula maupun senior, yang ditampungnya dalam museum. Galeri yang

diresmikan tahun 1988 ini terdiri dari dua lantai dengan lukisan yang

dapat dilihat dari sudut pandang berbeda. Lantai pertama banyak berisi

lukisan-lukisan yang bersifat abstrak, sementara lantai 2 memuat

lukisan dengan corak realis namun memiliki ketegasan.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Galeri III yang menjadi tujuan selanjutnya merupakan bangunan berbentuk

garis melengkung dengan atap membentuk pelepah daun pisang. Bisa

dikatakan, galeri berlantai 3 ini multifungsi, lantai pertama berfungsi

sebagai ruang pameran sekaligus lokasi "Sanggar Gajah Wong" tempat bagi

anak-anak untuk mengasah bakat melukis, lantai kedua sebagai ruang

perawatan dan perbaikan lukisan, sementara lantai bawah tanah sebagai

tempat menyimpan koleksi lukisan.

Tak jauh dari Galeri III, terdapat sebuah menara yang bisa digunakan

sebagai tempat melihat pemandangan. Anda bisa melihat panorama seluruh

bagian museum, Sungai Gajahwong hingga hiruk pikuk jalan raya. Turun

dan berjalan ke barat dari menara itu, anda bisa melihat rumah

berarsitektur unik yang digunakan Affandi sebagai tempat tinggal

bersama istri dan anak.

Rumah tersebut dibangun dengan konsep rumah panggung dengan tiang

penyangga utama berbahan beton dan tiang lain berbahan kayu. Atap rumah

berbahan sirap yang berbentuk pelepah daun pisang dan bangunannya

berbentuk lengkung. Lantai bawah rumah ini kini dipakai sebagai lokasi

Kafe Loteng, tempat penjuualan makanan dan minuman bagi para

pengunjung, sementara laintai atas rumah merupakan kamar pribadi

Affandi.

Di sebelah kiri rumah, terdapat sebuah gerobak yang kini berfungsi

sebagai mushola. Gerobak tersebut merupakan salah satu elemen pelengkap

kompleks rumah Affandi yang berfungsi sebagai tempat peristirahatan

istri Affandi, Maryati. Semula, Maryati menginginkan adanya sebuah

caravan yang banyak digunakan sebagai tempat tinggal berpindah bagi

orang Amerika. Affandi menyetujui konsep bangunan itu, namun dengan

wujud yang lebih meng-Indonesia, yaitu gerobak.

Sebelum pulang, anda bisa singgah di rumah abadi sang maestro yang

wafat 23 Mei 1990, berada di antara Galeri I dan II. Rumah abadi

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Affandi tersebut berdampingan dengan rumah abadi milik sang istri.

Halaman rumah abadi tersebut dihiasi oleh rimbunan pohon mawar.

Untuk berkunjung ke Museum Affandi, anda hanya perlu mengeluarkan biaya

Rp 10.000,00 sebagai tiket masuk untuk wisatawan domestik dan Rp

20.000,00 untuk wisatawan mancanegara, serta tambahan Rp 10.000,00

sebagai biaya tambahan bila ingin memotret.

C. Museum Kekayon

Sebuah rekaman sejarah bangsa Indonesia yang

berupa replika yang menandai setiap babak perkembangannya bisa

disaksikan di Museum Kekayon. Termasuk di dalamnya, sejarah kesenian

wayang yang mendunia.

Rekaman video yang menggambarkan sejarah bangsa Indonesia mungkin sudah

biasa disaksikan, tetapi rekaman berupa sejumlah replika yang

menguraikan sejarah Indonesia sejak jaman purba hingga proklamasi

kemerdekaan tentu jarang disaksikan, apalagi rekaman yang juga mencakup

sejarah kesenian wayang dari abad 6 hingga 20. Museum Kekayon

menyajikan rekaman yang langka itu di lokasi berdirinya, kurang lebih 1

km dari Ring Road Timur Wonosari.

Museum yang menggambarkan sejarah bangsa Indonesia sekaligus kesenian

wayang ini didirikan pada 23 Juli 1990 oleh Soedjono Prawirohadikusumo,

seorang dokter spesialis kesehatan jiwa. Ia mempercayai bahwa kesenian

wayang mampu mengantarkan seseorang memahami ilmu pengetahuan sekaligus

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

tata krama serta menuju kedewasaan, dalam arti seseorang dapat

mentransformasikan ilmunya pada generasi penerus.

Begitu memasuki halaman museum, anda sudah bisa memulai memutar rekaman

sejarah Indonesia itu. Di pojok kiri depan museum, terdapat kompleks

bangunan manusia purba yang menggambarkan asal muasal manusia

Indonesia. Tak jauh darinya, terdapat kompleks Austronesia,

menggambarkan masuknya peradaban baru ke Indonesia sehingga pertanian

dan perdagangan menjadi maju, terutama berkat kedatangan orang-orang

Cina.

Di bagian depan halaman museum, terdapat patung singa Borobudur,

menandai masuknya peradaban Hindu Budha abad 1 - 7 dengan Candi

Borobudur sebagai puncak keagungan kebudayaannya. Kompleks menara air

dengan atap berbentuk candi terletak di bagian kanan belakang museum,

menggambarkan kejayaan Majapahit yang berhasil mempersatukan hampir

seluruh wilayah Indonesia saat ini, bahkan hingga wilayah Malaysia dan

Thailand sekarang.

Simbol kemajuan peradaban Islam yang menjadi babak sejarah berikutnya

di Indonesia setelah kejayaan Hindu Budha dilambangkan oleh Menara

Kudus. Sementara, Kompleks Pancuran Bidadari yang berada di kiri tengah

museum melambangkan pengaruh bangsa Belanda yang menjajah Indonesia

selama 350 tahun. Kedua kompleks tersebut mencerminkan peristiwa-

peristiwa yang terjadi di Indonesia pada abad 16.

Satu babak perkembangan kesenian wayang juga dibuatkan replikanya,

berupa Gunungan Kartasura yang terletak di kiri belakang museum,

menggamabarkan penyempurnaan cerita wayang pada abad 18 oleh pujangga

Kraton Surakarta bernama Yododipuro dari Kakawin Ramayana menjadi Serat

Ramayana. Kompleks Baleranu Mangkubumi, Patung Jepang dan patung

Proklamasi melambangkan babak sejarah Indonesia sebelum kemerdekaan.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Memasuki ruangan museum yang terdiri dari 4 bagian, anda akan melihat

koleksi beragam jenis wayang yang dimiliki Soedjono. Terdapat koleksi

wayang yang usianya tertua, yaitu wayang purwa (pertama), yang

dipentaskan sejak masa kerajaan Kediri. Ragam wayang purwa yang

tersedia adalah jenis yang dibuat dari kulit kerbau dengan atau tanpa

dilengkapi aksesoris. Ruang 1 dan 2 adalah tempat penyiompanan koleksi

wayang itu.

Ruangan 3 menyimpan wayang jenis lain, misalnya Wayang Madya yang

muncul pada jaman Kediri-Majapahit, menceritakan era pasca perang

Bharatayudha. Sel;ain itu juga terdapat wayang gedhog yang memuat

cerita Dewi Candrakirana, wayang klithik yang mengisahkan Damarwulan

dan Minakjinggo, wayang Dupara yang menceritakan perjuangan Diponegoro

dan Wayang Suluh yang bercerita tentang perjuangan Indonesia mencapai

kemerdekaan.

Yang unik, museum ini juga memuat Wayang Kancil yang menceritakan si

kancil yang mencuri mentimun, sebuah cerita wayang yang diadaptasi

menjadi dongeng yang terkenal di kalangan orang tua dan anak. Terdapat

pula beragam jenis Wayang Golek yang berasal dari Jawa Barat, juga

patung beberapa tokoh pewayangan seperti Dewi Shinta dan Rahwana.

Di museum ini pula, anda bisa mencocokkan zodiak anda dengan tokoh-

tokoh dalam pewayangan dan meramal perwatakan anda lewat poster

seukuran A3 yang digantung, anda bisa membacanya dengan jelas. Ada pula

poster lain yang menggambarkan strategi perang yang dipakai ketika

Perang Barathayudha, baik oleh Pandawa maupun Kurawa, yang berhasil

diterapkan untuk menakhlukkan lawan. Beberapa strateginya adaladalah

strategi Sapit Urang dan Gajah.

Tak banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk mengunjungi museum ini,

hanya Rp 3.000,00 per pengunjung dan biaya tambahan Rp 2.000,00 jika

ingin memperoleh buku panduan. Sebelum berkeliling, anda akan disambut

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

pemandu yang akan menerangkan sejarah dan bagian-bagian museum.

Menjangkau museum ini pun cukup mudah, anda bisa memakai angkutan umum

berupa bis jurusan Jogja-Wonosari atau menggunakan taksi.

D. Museum Sasmitaloka

Berjiwa kebapakan, teguh pada prinsip dan

keyakinan, selalu mengedepankan kepentingan masyarakat banyak dan

bangsa. Dialah Panglima sekaligus Jenderal pertama dan termuda Republik

Indonesia.

"Anak-anakku, Tentara Indonesia, kamu bukanlah serdadu sewaan, tetapi prajurit yang

berideologi, yang sanggup berjuang dan menempuh maut untuk keluhuran tanah airmu.

Percaya dan yakinlah, bahwa kemerdekaan suatu negara yang didirikan di atas timbunan

runtuhan ribuan jiwa harta benda dari rakyat dan bangsanya, tidak akan dapat dilenyapkan

oleh manusia, siapapun juga" (Panglima Besar Jenderal Sudirman).

Kehidupan Sang Guru

Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga,

Karisidenan Banyumas menjadi saksi lahirnya seorang bocah kecil pada

hari senin pon tanggal 24 Januari 1916. Tangisnya merupakan tanda awal

lahirnya salah satu tokoh besar dalam revolusi Bangsa Indonesia.

Ayahnya Karsid Kartawiraji dan Siyem, ibu yang melahirkan sang bocah

memberikannya nama Sudirman. Sedangkan ayah angkatnya Raden Cokro

Sunaryo menambahkan nama Raden di depan nama Sudirman.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Menjalani pendidikan formal di Taman Siswa, lalu melanjutkan pendidikan

di HIK Muhammadiyah Solo. Pada tahun 1934 Raden Sudirman yang juga

aktif dalam Organisasi Kepanduan Islam Hizbul Wathon, menjadi Kepala

Sekolah Dasar Muhammadiyah di Cilacap. Sebagai Kepala Sekolah, beliau

bersikap terbuka, mau mendengarkan pendapat orang lain serta selalu

siap memberi jalan pemecahan terhadap setiap masalah yang timbul di

kalangan para guru. Selain menjadi Kepala Sekolah, beliau juga menjadi

tenaga pengajar di Sekolah Menengah Muhammadiyah Cilacap.

Perjalanan Menjadi Seorang Jenderal

Karir militer Pak Dirman (panggilan akrab Beliau sewaktu bergerilya)

diawali ketika mengikuti latihan perwira tentara Pembela Tanah Air

(PETA) di Bogor. Selesai mengikuti latihan, Pak Dirman diangkat menjadi

Daidancho (Komandan Daidan setara Batlyon) di Banyumas.

Beberapa bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, pasukan

Jepang dipaksa menyerahkan senjata kepada tentara Indonesia oleh pihak

sekutu. Ketidakrelaan Jepang menyerahkan inventaris negara, berubah

menjadi baku tembak yang menelan banyak korban dari kedua belah pihak.

Tetapi beda halnya dengan Banyumas. Berkat kearifan Pak Dirman (saat

itu telah diangkat menjadi Panglima Divisi V/Banyumas dengan pangkat

Kolonel) dalam berunding, tidak ada darah yang tertumpah dalam proses

penyerahan senjata. Atas segala jasa dan prestasinya, Pak Dirman yang

dinilai teguh hati, lemah lembut tutur katanya, dan bersikap kebapakan

dalam mengayomi para bawahan, terpilih menjadi Panglima Besar Tentara

Keamanan Rakyat (TKR) pada tanggal 12 Nopember 1945, dan dilantik pada

tanggal 18 Desember 1945, lewat pelantikan presiden.

Meski saat itu Pak Dirman masih sangat muda, dalam usia 29 tahun beliau

sudah mampu menjadi pemimpin yang cepat mengambil keputusan, serta

langsung ditindaki dengan tegas. Prestasinya mempersatukan berbagai

laskar ke dalam tubuh ketentaraan, pada tanggal 3 juni 1947, pangkat

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Jenderal tetap diembankan kepada Beliau setelah TKR menjadi TRI

(Tentara Republik Indonesia) sebelum akhirnya menjadi Angkatan Perang

Republik Indonesia (APRI)

Perjalanan Panglima Besar Jenderal Sudirman untuk menempati posisi

tertinggi APRI pada tanggal 3 Juni 1947 melewati banyak peperangan.

Mulai dari perang kemerdekaan melawan Jepang hingga mendesak mundur

pasukan Sekutu ke Semarang pada tanggal 15 Desember 1945 dari Ambarawa

(Palagan Ambarawa). Setelah menjabat Panglima Besar APRI, Jenderal

Sudirman tidak langsung berpangku tangan. Meski dalam keadaan sakit dan

harus ditandu oleh bawahannya, Beliau tetap bergerilya melawan Belanda.

Mulai dari Agresi Militer I hingga mengatur taktik perang pada Agresi

Militer II yang dilakoninya dengan berpindah-pindah. Perjalanan

marathon sejauh lebih dari 1000 km selama enam bulan itu akhirnya

berakhir dengan ditandatanganinya Perjanjian Roem Royen. Panglima Besar

ini akhirnya kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.

Sejarah Kediaman Sang Guru

Rumah yang terletak di Jalan Bintaran Wetan no.3 Yogyakarta, merupakan

bekas kediaman Panglima Besar Jenderal Sudirman yang sekarang menjadi

Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman. Sasmitaloka dalam

bahasa Jawa berarti tempat untuk mengingat, mengenang. Museum ini

merupakan tempat untuk mengenang pengabdian dan pengorbanan dari

Panglima Besar Jenderal Sudirman.

Gedung yang dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda pada tahun

1890 ini memiliki mempunyai sejarah yang sangat panjang. Di awal

berdirinya, bangunan bersejarah ini diperuntukkan bagi pejabat keuangan

Pura Paku Alam VII, Tuan Winschenk. Pada masa penjajahan Jepang

bangunan dikosongkan dan barang-barangnya disita. Pada masa kemerdekaan

Republik Indonesia, dipakai sebagai Markas Kompi Tukul dari batalion

Suharto. Sejak tanggal 18 Desember 1945 sampai 19 Desember 1948,

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

menjadi kediaman resmi Jenderal Sudirman setelah menjadi Panglima

Tertinggi TKR. Selanjutnya saat Agresi Belanda II digunakan oleh

Belanda sebagai Markas IVG Brigade T dan setelah kedaulatan Republik

Indonesia tanggal 27 Desember 1949, berturut-turut digunakan sebagai

kantor Komando Militer Kota Yogyakarta, kemudian dipakai untuk asrama

Resimen Infantri XIII dan penderita cacat (invalid). Tanggal 17 Juni

1968 dipakai untuk Museum Pusat Angkatan Darat, sebelum akhirnya

diresmikan sebagai Museum Sasmitaloka Panglima Besar (Pangsar) Jenderal

Sudirman pada tanggal 30 Agustus 1982.

Menjelajahi Sasmitaloka

Memasuki Museum Sasmitaloka dari pintu utara, pengunjung akan melihat

Prasasti Pangsar Jenderal Sudirman. Sementara itu di halaman depan

bangunan induk Monumen Pangsar Jenderal Sudirman berdiri dengan

gagahnya. Monumen tersebut berupa patung Pak Dirman yang sedang

menunggangi kuda dengan tulisan di keempat sisinya. Salah satunya

seperti yang tertulis di awal artikel ini. Sementara di sisi utara

monumen terdapat satu senjata mesin, dan sebuah meriam di sisi

selatannya.

Bangunan induk memiliki tiga pintu di bagian depannya dan sebuah pintu

di bagian belakang yang menghubungkan dengan aula. Bangunan induk

terdiri dari enam ruangan yang saling berhubungan. Di bagian depan

merupakan ruang tamu. Di ruangan yang menjadi tempat Pangsar Jenderal

Sudirman menerima tamu-tamu resmi terdapat empat kursi satu meja,

masing-masing satu set di bagian utara dan satu set di bagian selatan.

Di antara kedua ruang tamu terdapat medali kehormatan yang diberikan

kepada Pangsar Jenderal Sudirman. Di belakangnya terdapat ruang santai.

Terletak di tengah-tengah gedung induk hanya berfungsi sebagai ruang

keluarga namun juga digunakan sebagai ruang tamu keluarga Pangsar

Jenderal Sudirman. Di ruangan santai terdapat dua set kursi serta

sebuah radio kuno milik Pangsar Jenderal Sudirman. Di sebelah utara

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

ruang santai pengunjung bisa memasuki ruang kerja di bagian barat yang

terhubung dengan ruang tidur tamu di bagian timur. Pada ruang kerja

terdapat senjata-senjata rampasan perang serta senjata yang biasa

digunakan oleh Pangsar Jenderal Sudirman. Di ruangan ini, YogYES sempat

berhenti sebentar untuk membaca tulisan Buya Hamka tentang Jenderal

Sudirman. Sementara di bagian selatan ruang santai terdapat ruang tidur

Pangsar Jenderal Sudirman yang terhubung dengan ruang tidur putra-putri

Beliau di bagian barat. Sedangkan ruang aula yang Dipergunakan untuk

ruang makan Beliau dan tempat bermain, bercengkerama dengan putra-putri

Beliau, terletak di sebelah timur ruang santai. Rumah induk ditata

serupa mungkin dengan keadaan ketika Pangsar Jenderal Sudirman dan

keluarga menempati rumah tersebut.

Di sayap utara rumah induk terdapat bangunan dengan tiga ruangan.

Ruangan terdepan merupakan ruang sekretariat, dipakai sebagai ruangan

untuk menyimpan meja kursi yang dipakai Letkol Sudirman sewaktu

pengusulan Kolonel Sudirman Komandan Divisi V Purwokerto sebagai

Panglima Tertinggi TKR. Ruang sekretariat terhubung dengan ruang

Palagan Ambarawa di bagian timur. Di ruangan ini terdapat senjata

rampasan dari Jepang yang digunakan untuk melawan sekutu di Palagan

Ambarawa, juga senjata Inggris yang direbut pada peperangan tersebut,

serta diorama dari perang Palagan Ambarawa. Di ujung timur bangunan

terdapat ruang Panti Rapih. Pada ruangan ini terlihat diorama salah

Pangsar Jenderal Sudirman ketika dirawat di salah satu ruangan Rumah

Sakit Panti Rapih. Juga terdapat alat-alat yang pernah digunakan

Pangsar Jenderal Sudirman ketika dirawat.

Setelah melihat-lihat ruang panti rapih, pengunjung bisa melihat ruang

sobo dan pacitan, yang terletak di ujung timur bangunan yang terletak

di bagian sayap selatan rumah induk. Dalam ruangan ini terdapat alat-

alat sederhana yang pernah dipakai Pangsar Jenderal Sudirman selama

perang gerilya. Manunggalnya antara rakyat dan TNI diwujudkan dalam

keikhlasan rakyat memberikan harta bendanya demi mempertahankanSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

kemerdekaan RI. Berdampingan di sebelah barat ruang ini terdapat ruang

diorama perang gerilya. Terdapat tiga diorama yang menggambarkan

diawalinya perang gerilya dan situasi betapa sulitnya perjuangan yang

harus ditempuh Pangsar Jenderal Sudirman untuk berkoordinasi dengan

pasukan yang ada di daerah. Di ruangan ini juga terdapat tandu yang

pernah dipakai Pangsar Jenderal Sudirman ketika bergerilya. Di

sebelahnya terdapat ruang pakaian. Koleksi pakaian yang pernah dipakai

Jenderal Sudirman diantaranya mantel wool yang selalu dipakai waktu

melakukan perang gerilya, terdapat di ruangan ini. Di antara ruang

diorama dan ruang pakaian terdapat sebuah lorong yang dindingnya berisi

beberapa surat yang pernah ditulis oleh Pangsar Jenderal Sudirman.

Foto-foto kegiatan Pak Dirman pada waktu sebelum perang gerilya sampai

pada saat wafatnya, serta dua stel baju dinas Pak Dirman bisa dilihat

di ruang foto dan dokumentasi yang terletak di ujung barat bangunan.

Pahlawan Besar Itu Telah Tiada

17 agustus 1949, proklamasi diperingati di Gedung Agung Yogyakarta,

setelah kepulangan Soekarno-Hatta dari pulau Bangka pada tanggal 6 Juli

1949 dan Pangsar Jenderal Sudirman dari perjalanan gerilya Beliau pada

tanggal 10 Juli 1949.

Tanggal 27 Desember berdasarkan Konfrensi Meja Bundar di Den Haag,

Belanda secara resmi menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia.

Sayangnya Pangsar Jenderal Sudirman tidak dapat menyaksikan hasil

perjuangannya lebih lanjut. Kuman tuberkulosis yang semakin parah

menggerogoti paru-paru Beliau setelah berbulan-bulan keluar masuk

hutan, akhirnya mengalahkan Panglima Besar itu. 29 Januari 1950 di

Rumah Peristirahatan Tentara Badakan, Magelang, Pangsar Jenderal

Sudirman menghembuskan nafas terakhirnya. Jasadnya kini disemayamkan di

Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Panglima Besar itu juga seorang manusia biasa. Dia memiliki tempat

tinggal dan keluarga yang diayominya. Melalui gambaran visual, museum

ini bercerita lebih banyak tentang kehidupan Pangsar Jenderal Sudirman

sebagai seorang suami dan ayah, serta pemimpin tertinggi dalam

kemiliteran. Seorang Jenderal yang tidak pernah menyerah pada

penjajahan, bahkan oleh penyakit yang dideritanya. Bagaikan memasuki

lorong waktu, untuk bisa membayangkan lebih dekat bagaimana Pangsar

Jenderal Sudirman menjalani hari-harinya sebagai seorang Pemimpin.

E. Museum Sonobudoyo

Sebanyak 1200-an dari penjuru nusantara bisa

dinikmati jika berkunjung Museum Sonobudoyo. Mulai dari keris

Yogyakarta, Solo, Madura, hingga keris Kalimantan atau Mandau dan keris

Sulawesi.

Mengunjungi Museum Sonobudoyo adalah salah satu alternatif bila ingin

melihat beragam koleksi keris dari penjuru nusantara dan benda-benda

yang berkaitan dengannya. Museum yang menyimpan sekitar 1200-an koleksi

keris (sebagian besar merupakan sumbangan Java Institut) ini akan

mengobati kekecewaan anda, sebab Kraton Yogyakarta yang menyimpan

keris-keris pusaka hingga kini tak memperbolehkan pengunjung menikmati

koleksinya.

Museum Sonobudoyo dapat dijangkau dengan mudah dari Kraton Yogyakarta,

berada di seberang Alun Alun Utara Yogyakarta. Untuk memasukinya, anda

hanya perlu membayar tiket seharga Rp 3.000,00. Sementara, untuk

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

melihat beragam koleksi keris, prosedurnya cukup sulit karena mesti

meminta ijin pada pimpinan museum. Hal itu disebabkan karena banyak

koleksi keris masih disimpan di ruang koleksi, belum ditampilkan untuk

umum.

Benda pertama yang akan dijumpai berkaitan dengan keris adalah wesi

budha, merupakan bahan baku pembuatan keris yang digunakan sekitar tahun

700-an Masehi, atau di jaman kejayaan Kerajaan Mataram Hindu.Wesi

Budha tersebut bisa dilihat du ruangan tengah yang menyimpan sejumlah

koleksi dari kejayaan peradaban Budha di Indonesia. Bersama wesi budha,

tersimpan pula beragam peralatan rumah tangga, persenjataan dan

kerajinan dari masa yang sama.

Masuk lebih ke dalam, anda bisa melihat beberapa koleksi keris, meski

dalam jumlah yang relatif terbatas. Beberapa keris yang dipasang

merupakan keris lurus, keris luk (secara sederhana merupakan tonjolan

yang ada di sisi kanan dan kiri keris) 7, keris luk 11 dan keris luk

13. Umumnya, keris yang disimpan pada ruangan pameran yang bisa dilihat

umum ini merupakan keris dari Jawa. Bersama koleksi keris itu, disimpan

pula kain batik dengan beragam motif.

Koleksi keris yang lebih lengkap bisa dijumpai di ruang koleksi, berada

di belakang ruang perpustakaan museum. Menurut penuturan petugas museum

pada YogYES, ruang koleksi tersebut menyimpan beragam keris dari

berbagai penjuru nusantara, koleksi aksesoris seperti pendok dari

Yogyakarta dan Solo dan tangkai keris. Koleksi lebih banyak berasal

dari luar Yogyakarta, sebab konon ada larangan untuk mengoleksi keris

Yogyakarta melebihi koleksi Kraton.

Keris-keris Jawa yang disimpan berupa keris luk 7, 11, 13 dan keris

lurus dengan pamor yang beranekja ragam, seperti beras wutah (pamor yang

tak disengaja muncul karena penempaan, berupa pusar yang menyambung),

sekar pakis (berbentuk bunga pakis) dan sebagainya. Keris-keris dari

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

luar Jawa yang disimpan antara lain rencong khas Aceh, mandau dari

Kalimantan, keris-keris Madura dan Bali, serta keris dari Sulawesi.

Di ruangan koleksi tersebut, anda juga bisa melihat beragam tangkai

keris tua yang didesain menarik. Terdapat tangkai keris yang berbentuk

kepala manusia, manusia utuh, ular naga, singa dan sebagainya. Terdapat

pula sejumlah pendok yang jumlahnya ratusan, terbagi dalam dua gaya

yaitu Yogyakarta dan Solo. Tak seperti tangkai keris yang memiliki

beragam desain, pendok keris memiliki bentuk yang relatif seragam.

Jumlah koleksi yang mencapai ribuan tentu akan menebus sulitnya

menjangkau ruangan koleksi ini. Menurut penuturan petugas museum pada

YogYES, seluruh keris yang ada di ruangan koleksi itu akan dipajang di

ruangan pameran yang akan dibuat beberapa waktu ke depan. Mungkin saja

saat berkunjung nanti, anda sudah dapat melihat seluruh koleksi tanpa

ijin.

F. Sasana Wiratama

Berdarah Ningrat, keturunan langsung Raja

Yogyakarta, tetapi lebih memilih hidup bersahaja bersama rakyat jelata.

Pangeran Diponegoro merupakan salah satu pejuang yang ditakuti penjajah

Belanda.

Dari luar tembok terdengar letusan senjata tiga kali, perang telah

dimulai. Sisi utara, timur dan selatan telah dikepung pasukan Belanda.

Laskar yang tinggal di sisi barat melakukan perlawanan keras. Di bawah

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

pimpinan Joyomustopo dan Joyoprawiro, laskar terdesak mundur. Kekuatan

berbeda jauh. Seorang pria berjubah putih dengan sorban putih yang

terlilit di kepalanya, dengan tenang dan bijaksana memilih menjebol

tembok barat puri. Dengan beberapa kali gebrakan tembok itu jebol. Satu

komando untuk menyelamatkan keluarga dan laskar yang tersisa. Dengan

seluruh pasukannya, pria berjubah putih itu lebih memilih menjauh ke

barat. Sebuah keputusan berat demi keselamatan keluarga dan laskarnya. 

"Perang sesungguhnya baru saja akan dimulai" batinnya dalam hati.

Kanjeng Pangeran Diponegoro

Lahir di Kraton Yogyakarta pada tanggal 11 November 1785, bernama kecil

Bandoro Raden Mas Ontowiryo dan setelah dewasa bergelar Kanjeng

Pangeran Diponegoro merupakan putra sulung Raden Ayu Mangkorowati

(putri Bupati Pacitan) selir dari Sri Sultan Hamengku Buwono III (HB

III).

Pangeran Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan

kesetaraan dengan rakyat, sehingga Beliau lebih memilih tinggal di Desa

Tegalrejo.

Perang Jawa

Pada masa kepemimpinan HB V (1822), Pangeran Diponegoro tidak

menyetujui jika sistem pemerintahan dipegang oleh Patih Danurejo

bersama Reserse Belanda. Pemberontakan ini memuncak pada tahun 1825,

setelah Belanda membuat jalan yang menghubungkan Yogyakarta dan

Magelang melewati halaman rumah Beliau (sekarang rel kereta api).

Belanda yang tidak meminta izin kepada Pangeran mendapatkan perlawanan

dari Pangeran dan laskarnya. Belanda yang mempunyai alasan untuk

menangkap Pangeran Diponegoro karena dinilai telah memberontak, pada 20

Juli 1825 mengepung kediaman beliau. Terdesak, Pangeran beserta

keluarga dan pasukannya menyelamatkan diri menuju barat hingga Desa

Dekso di Kabupaten Kulonprogo, dan meneruskan ke arah selatan hinggaSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

tiba di Goa Selarong yang terletak lima kilometer arah barat dari Kota

Bantul.

Sementara Belanda yang tidak berhasil menangkap Pangeran Diponegoro

membakar habis kediaman Pangeran.

Di Goa Selarong yang terletak di Dusun Kentolan Lor, Guwosari Pajangan

Bantul, menjadi basis Pangeran Diponegoro untuk menyusun strategi

gerilya melawan Belanda. Pangeran menempati goa sebelah barat yang

disebut Goa Kakung, yang juga menjadi tempat pertapaan beliau.

Sedangkan Raden Ayu Retnaningsih (selir yang paling setia menemani

Pangeran setelah dua istrinya wafat) dan pengiringnya menempati Goa

Putri di sebelah timur.

Perang Diponegoro yang dalam buku-buku sejarah karangan penulis Belanda

disebut Java Oorlog (Perang Jawa), berlangsung hingga tahun 1830. Dalam

perang ini, kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara

serta menghabiskan dana hingga 20 juta gulden.

Sejarah Pembuatan Sasana Wiratama

Terletak sekitar 4 kilometer dari pusat kota Jogja, tanah seluas 2,5

hektar yang awalnya dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan,

diserahkan oleh ahli waris Pangeran Diponegoro, Raden Ayu Kanjangteng

Diponegoro, untuk dijadikan Monumen setelah menandatangani surat

penyerahan bersama Nyi Hadjar Dewantara dan Kanjeng Raden Tumenggung

Purejodiningrat. Di atas tanah yang kini menjadi milik Kraton

Yogyakarta itu mulai pertengahan tahun 1968 hingga 19 agustus 1969

dibangun sebuah monumen pada bangunan pringgitan yang menyatu dengan

pendopo tepat di tengah komplek yang diprakarsai oleh Mayjen Surono

yang saat itu menjabat Panglima Kodam (PANGDAM) serta diresmikan oleh

Presiden Suharto. Tempat ini kemudian dinamakan Sasana Wiratama yang

artinya tempat prajurit.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Monumen Pangeran Diponegoro merupakan pahatan relief pada dinding

pringgitan dengan panjang 20 meter dan tinggi 4 meter, menceritakan

keadaan Desa Tegalrejo yang damai dan tentram, perang Pangeran

Diponegoro melawan Pemerintahan Belanda hingga tertangkap di Magelang.

Monumen ini dipahat oleh seniman patung Drs. Saptoto dari Akademi Seni

Rupa Indonesia (ASRI), dibantu Sutopo, Sokodiharjo, dan Askabul. Di

kedua sisi monumen terdapat terdapat lukisan diri Pangeran di sebelah

barat dan lukisan Pangeran sedang menunggang kuda hitam siap untuk

berperang di sebelah timur.

Melewati gerbang utama, berputar ke arah barat, pendopo dikelilingi

oleh museum, tembok jebol, mess dan perpustakaan. Bangunan tambahan

selain pendopo termasuk gerbang dibuat pada tahun 1970 hingga 1973

dipimpin Alm. Mayjen Widodo. Sedangkan tembok jebol merupakan

peninggalan Pangeran Diponegoro beserta sebuah Padasan (tempat berwudlu

Pangeran) yang terletak di depan pendopo serta Batu Comboran (tempat

makan dan minum kuda-kuda Pangeran) di bagian tenggara pendopo.

Di depan bangunan yang terletak di jalan H.O.S Cokroaminoto di Desa

Tegalrejo, terdapat patung Letjen Urip Soemohardjo yang bertuliskan

"Orde. Contre-Ordre. Desordre!" pada sisi timur serta Panglima Besar

Jenderal Sudirman bertuliskan "Jangan Lengah" di sisi barat. Patung ini

hanya perlambang sebagai suatu tempat untuk mengenang perjuangan Bangsa

Indonesia mencapai kemerdekaan. Setelah melewati gerbang terdapat

sebuah dinding setinggi dua setengah meter lebih berbentuk seperti

kubah mesjid di bagian atas bergambar sesosok raksasa melawan seekor

naga. "Gambar tersebut bermakna Butho Mekso Basuki ning Bawono yang

merupakan Suryo Sengkolo Memet, sengkalan yang memakai gambar" tutur

Pak Budiman pada YogYES. Setiap Sengkalan yang telah diketahui artinya

dibaca secara terbalik. Sengkalan yang berarti 5281 ini mempunyai makna

1825 sebagai tanda pecahnya perang Pangeran Diponegoro.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Barang-Barang Peninggalan

Koleksi Museum Diponegoro berjumlah 100 buah, yang terdiri dari

berbagai senjata asli laskar Diponegoro mulai dari senjata perang,

koin, batu akik hingga alat rumah tangga. Berbagai senjata seperti

tombak, keris, pedang, panah, "bandil" (semacam martil yang terbuat

dari besi), "patrem" (senjata prajurit perempuan), hingga "candrasa"

(senjata tajam yang bentuknya mirip tusuk konde) yang biasa digunakan

"telik sandi" (mata-mata) perempuan. Sedangkan sejumlah alat rumah

tangga buatan tahun 1700-an yang terbuat dari kuningan terdiri dari

tempat sirih dan "kecohan"-nya (tempat mebuang ludah), tempat "canting"

(alat untuk membatik), teko "bingsing", bokor hingga berbagai bentuk

"kacip" (alat membelah pinang untuk makan sirih).

Di museum ini juga tersimpan dua senjata keramat, yaitu sebuah keris

dengan lekukan 21 bernama Kyai Omyang, buatan seornag empu yang hidup

pada masa Kerajaan Majapahit dan pedang yang berasal dari Kerajaan

Demak. Kedua senjata tersebut dipercaya dapat menolak bala.

Selain itu juga terdapat sebuah patung Ganesha berukuran kecil, tali

Kuda untuk menarik kereta kuda pemberian HB VIII, sepasang patung Loro

Blonyo serta sepasang lampu hias. Di dalam pendopo bisa dilihat

seperangkat alat gamelan milik HB II buatan tahun 1752 berupa ketipung

(gendang kecil) dan wilahan boning penembung yang terbuat dari kayu dan

perunggu berwarna merah dan kuning. Seluruh "wilahan" atau besinya

masih asli, hanya kayu gamelan saja yang sudah diganti karena lapuk

termakan usia. Juga terdapat sepasang meriam di depan serta satu meriam

di sebelah timur pendopo.

Selain tembok jebol, Padasan dan Batu Comboran, peninggalan pangeran

lainnya terdapat di Magelang (Kitab Al Qur'an, Cangkir dan Teko, Jubah

Pangeran serta Empat Kursi Satu Meja), di Museum Satria Mandala Jakarta

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

(Pelana Kuda dan Tombak) serta sebuah keris milik Pangeran yang belum

dikembalikan dan masih disimpan di Belanda.

Kepergian Seorang Pejuang Besar

Setelah perang selama lima tahun dan menderita kerugian besar serta

menjajikan imbalan 50.000 gulden bagi yang bisa menagkap Pangeran

Diponegoro, Belanda belum juga mampu membekuk Pangeran.

16 Februari 1830, Kolonel Cleerens menemui Pangeran Diponegoro di Remo

Kamal, Bagelan, Purworejo, untuk mengajak berunding di Magelang. Usul

ini disetujui Pangeran.

Pada Tanggal 28 Maret 1830, bersama laskarnya, Pangeran Diponegoro

menemui Letnan Gubernur Jenderal Markus de Kock. Pada pertemuan

tersebut De Kock memaksa Pangeran untuk menghentikan perang. Permintaan

itu ditolak Pangeran. Tetapi Belanda, melalui Kolonel Du Perron telah

menyiapkan penyergapan dengan teliti. Pangeran dan seluruh laskarnya

berhasil dilumpuhkan. Hari itu juga Pangeran diasingkan ke Ungaran

kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang.

Pada tanggal 5 April 1830 dibawa ke Batavia menggunakan Kapal Pollux.

11 April 1830 sesampainya di Batavia, beliau ditahan di Stadhuis

(sekarang Gedung Museum Fatahillah).

30 April 1830, Gubernur Jenderal Van den Bosch menjatuhkan hukuman

pengasingan atas Pangeran Diponegoro, Retnaningsih, Tumenggung Diposono

dan istri, serta pengikut lainnya seperti Mertoleksono, Banteng Wereng

juga Nyai Sotaruno ke Manado.

3 Mei 1830, rombongan Pangeran diberangkatkan dengan Kapal Pollux dan

ditawan di Benteng Amsterdam. Belanda yang merasa Pangeran masih

menjadi ancaman, karena di tempat ini masih bisa melakukan komunikasi

dengan rakyat.

Pada tahun 1834 diasingkan secara terpisah. Pangeran bersama

Retnaningsih diasingkan ke Makassar, Sulawesi Selatan, dan di tahan di

Benteng Roterdam dalam pengawasan ketat.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Di benteng ini, Pangeran tidak lagi bebas bergerak. Menghabiskan hari-

harinya bersama Retnaningsih, Pangeran Diponegoro akhirnya

menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 8 Januari 1855. Jasad

beliau disemayamkan di Kampung Melayu Makassar, berdampingan dengan

makam Retnaningsih.

Setelah 151 tahun, kepergian Beliau tetap menjadi sebuah kehilangan

besar bagi Bangsa Indonesia. Sebuah semangat perjuangan tanpa kenal

kata menyerah.

G. Tugu Jogja

Tugu Jogja memendam makna filosofis tentang

semangat perlawanan atas penjajahan dan kini menjadi landmark yang

sangat lekat dengan Kota Jogja. Ada juga tradisi memeluk atau mencium

tugu ini ketika lulus kuliah.

Tugu Jogja merupakan landmark Kota Yogyakarta yang paling terkenal.

Monumen ini berada tepat di tengah perempatan Jalan Pangeran

Mangkubumi, Jalan Jendral Soedirman, Jalan A.M Sangaji dan Jalan

Diponegoro. Tugu Jogja yang berusia hampir 3 abad memiliki makna yang

dalam sekaligus menyimpan beberapa rekaman sejarah kota Yogyakarta.

Tugu Jogja kira-kira didirikan setahun setelah Kraton Yogyakarta

berdiri. Pada saat awal berdirinya, bangunan ini secara tegas

menggambarkan Manunggaling Kawula Gusti, semangat persatuan rakyat dan

penguasa untuk melawan penjajahan. Semangat persatuan atau yang

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

disebut golong gilig itu tergambar jelas pada bangunan tugu, tiangnya

berbentuk gilig (silinder) dan puncaknya berbentuk golong (bulat),

sehingga disebut Tugu Golong-Gilig.

Secara rinci, bangunan Tugu Jogja saat awal dibangun berbentuk tiang

silinder yang mengerucut ke atas. Bagian dasarnya berupa pagar yang

melingkar sementara bagian puncaknya berbentuk bulat. Ketinggian

bangunan tugu pada awalnya mencapai 25 meter.

Semuanya berubah pada tanggal 10 Juni 1867. Gempa yang mengguncang

Yogyakarta saat itu membuat bangunan tugu runtuh. Bisa dikatakan, saat

tugu runtuh ini merupakan keadaan transisi, sebelum makna persatuan

benar-benar tak tercermin pada bangunan tugu.

Keadaan benar-benar berubah pada tahun 1889, saat pemerintah Belanda

merenovasi bangunan tugu. Tugu dibuat dengan bentuk persegi dengan tiap

sisi dihiasi semacam prasasti yang menunjukkan siapa saja yang terlibat

dalam renovasi itu. Bagian puncak tugu tak lagi bulat, tetapi berbentuk

kerucut yang runcing. Ketinggian bangunan juga menjadi lebih rendah,

hanya setinggi 15 meter atau 10 meter lebih rendah dari bangunan

semula. Sejak saat itu, tugu ini disebut juga sebagai De Witt Paal atau

Tugu Pal Putih.

Perombakan bangunan itu sebenarnya merupakan taktik Belanda untuk

mengikis persatuan antara rakyat dan raja. Namun, melihat perjuangan

rakyat dan raja di Yogyakarta yang berlangsung sesudahnya, bisa

diketahui bahwa upaya itu tidak berhasil.

Bila anda ingin memandang Tugu Jogja sepuasnya sambil mengenang makna

filosofisnya, tersedia bangku yang menghadap ke tugu di pojok Jl.

Pangeran Mangkubumi. Pukul 05.00 - 06.00 pagi hari merupakan saat yang

tepat, saat udara masih segar dan belum banyak kendaraan bermotor yang

lalu lalang. Sesekali mungkin anda akan disapa dengan senyum ramah

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

loper koran yang hendak menuju kantor sirkulasi harian Kedaulatan

Rakyat.

Sore hingga tengah malam, ada penjual gudeg (masakan khas Yogyakarta)

di pojok Jl. Diponegoro. Gudeg di sini terkenal enak dan harganya

wajar. Anda bisa makan secara lesehan sambil menikmati pemandangan ke

arah Tugu Jogja yang sedang bermandikan cahaya.

Begitu identiknya Tugu Jogja dengan Kota Yogyakarta, membuat banyak

mahasiswa perantau mengungkapkan rasa senangnya setelah dinyatakan

lulus kuliah dengan memeluk atau mencium Tugu Jogja. Mungkin hal itu

juga sebagai ungkapan sayang kepada Kota Yogyakarta yang akan segera

ditinggalkannya, sekaligus ikrar bahwa suatu saat nanti ia pasti akan

mengunjungi kota tercinta ini lagi.

2.12. KAWASAN MENARIKA. Banyusumurup

Desa Banyusumurup menawarkan wisata menikmati

pembuatan aksesoris keris, mulai warangka hingga pendok.

Menikmati proses pembuatan beragam aksesoris keris adalah agenda paling

tepat setelah melihat beragamn koleksi keris dan proses menghias keris.

Anda akan semakin mendapat gambaran lengkap tentang bagaimana keris dan

aksesorisnya diproduksi. Desa Banyusumurup adalah lokasi tempat anda

bisa menikmatinya, sebuah desa yang sejak tahun 1950-an berkembang

menjadi sentra kerajinan aksesoris keris.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Desa Banyusumurup memproduksi warangka atau sarung keris dan pendok

atau bagian tangkai keris yang berfungsi sebagai pegangan. Wilayah ini

bisa dijangkau dengan berjalan lurus ke selatan dari perempatan

Terminal Giwangan dan kemudian mengambil lajur kanan setelah sampai di

pertigaan menuju makam Imogiri. Anda mesti menempuhnya dengan kendaraan

pribadi atau taksi, sebab tak ada angkytan umum seperti bis yang

melewatinya.

Suasana sejuk pedesaan akan segera menyapa setelah anda sampai di

wilayah ini. Meski telah berkembang sebagai desa kerajinan, suasana

desa ini masih seperti desa pada umumnya, tak banyak papan penunjuk

seperti halnya di desa Kasongan. Sebagian besar pengrajin memproduksi

aksesoris keris dalam skala rumah tangga dan hingga kini belum

berkembang sanggar atau merek khusus aksesoris keris. Namun, ada satu

yang terkenal, yaitu milik Pak Jiwo.

Di kediaman Pak Jiwo, anda bisa menyaksikan proses pembuatan warangka

keris yang umumnya dibuat dari bahan lempengan kuningan. Hampir sama

seperti proses menatah keris, pembuatan warangka juga menggunakan alat-

alat yang sederhana, berupa palu, paku tatah dan alas yang juga terbuat

dari bahan aspal. Prosesnya bisa dikatakan lebih sederhana dari membuat

hiasan keris sebab tak perlu melebur bahan terlebih dahulu.

Lempengan kuningan sebagai bahan baku terlebih dahulu dibuat bentukan

sarung keris kemudian dipatri. Selanjutnya, untuk membantu proses

penatahan, sarung keris yang masih polos dilekatkan pada permukaan alas

yang terbuat dari aspal. Proses penatahan pun dimulai sesuai motif yang

ingin dibuat. Pengrajin menuturkan pada YogYES, biasanya warangka

didominasi dengan gambaran bunga-bunga.

Selesai ditatah, warangka kemudian memasuki tahap finishing. Pada tahap

ini, warangka yang telah ditatah dipertegas bentuknya dengan

menggunakan batang besi. Agar warna lebih cerah, warangka dipoles

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

dengan larutan yang bersifat asam. Dahulu, banyak pengrajin menggunakan

air jeruk untuk mencerahkan warna, namun kini lebih banyak pengrajin

yang menggunakan larutan HCl sebab lebih praktis.

Jika anda berjalan ke rumah-rumah produksi aksesoris lain, anda juga

bisa melihat proses pembuatan pendok. Umumnya, banyak pendok terbuat

dari kayu asem dengan dua bentuk, gaya Solo yang lebih besar dan

lengkung dan gaya Yogyakarta yang lebih kecil. Ada pula yang membuat

tangkai keris yang didesain beragam, mulai dari figur binatang seperti

singa dan naga hingga figur manusia. Untuk menghasilkannya, kayu-kayu

itu diukir sesuai desain yang diinginkan.

Berbeda dengan para pengrajin di kampung Serangan yang masih cenderung

mengandalkan pesanan, pengrajin aksesoris keris di Banyusumurup selalu

memproduksi aksesoris baru setiap harinya. Saat YogYES bertanya pada

salah seorang pegawai di kediaman Pak Jiwo, rata-rata satu orang mampu

memproduksi minimal 2 warangka per harinya.

B. Kampung Kauman

Kampung Kauman yang kecil ternyata menyimpan

pesona yang besar. Mulai dari perpustakaan Mabulir yang merakyat hingga

Masjid Agung seluas 13.000 m2. Pesonanya telah melahirkan sejumlah tokoh

Islam terpandang di Indonesia.

Sebuah persimpangan akan dijumpai sesampai di ujung Jalan Malioboro.

Orang seolah dihadapkan pada pilihan hendak ke mana kemudian. Hingga

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

hari ini, lebih banyak orang memilih untuk berjalan terus ke kawasan

Kraton tanpa sadar mereka telah melewatkan salah satu pesona yang

tersimpan di kawasan itu, Kampung Kauman. Daerah yang akan dijumpai

bila memilih berbelok ke kanan, melewati Jalan K.H. Ahmad Dahlan, dan

masuk ke sebuah gapura yang ada di kiri jalan.

Kampung Kauman pada jaman kerajaan merupakan tempat bagi 9 ketib atau

penghulu yang ditugaskan Kraton untuk membawahi urusan agama. Sejak

ratusan tahun lampau, kampung ini memiliki peran besar dalam gerakan

keagamaan Islam. Di masa perjuangan kemerdekaan, kampung ini menjadi

tempat berdirinya gerakan Islam Muhammadyah. Saat itu, seorang muslim

bernama K.H Ahmad Dahlan yang menjadi pendiri gerakan tersebut merasa

prihatin karena banyak warga terjebak dalam hal-hal mistik. Di luar

itu, K.H. Ahmad Dahlan juga menyempurnakan kiblat sholat 24 derajat ke

arah barat laut (arah Masjid al Haram di Mekkah) serta menghilangkan

kebiasaan selamatan untuk orang meninggal.

Gapura yang bagian atasnya berbentuk lengkung akan menyambut sebelum

memasuki Kauman. Bentuk lengkung itu merupakan salah satu ciri bangunan

Islam yang banyak mendapat pengaruh dari Timur Tengah. Di bagian atas

gapura, akan ditemui gambaran berbentuk lingkaran berwarna hijau dengan

matahari bersinar 12 yang berwarna kuning di dalamnya. Gambaran

tersebut sampai saat ini masih dipakai Muhammadyah sebagai lambang

organisasi sekaligus institusi lain yang bernaung di dalamnya.

Menyusuri gang-gang kampung Kauman harus dengan berjalan kaki. Selain

ada tanda dilarang memakai kendaraan yang dipasang di dekat gapura,

jalan di Kauman sengaja dirancang agar menyulitkan kendaraan masuk.

Perancangan itu bermaksud agar kebisingan tidak mengganggu kesibukan

para santri belajar dan sebagai wujud filsafat kesetaraan di Kauman

dimana setiap orang yang masuk diwajibkan menangggalkan status

sosialnya dengan berjalan kaki.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Di kanan kiri gang, anda akan melihat ragam bangunan dengan berbagai

desain rancang bangunnya. Sebuah rumah berwarna kuning yang kini

dipakai penghuninya membuka retail akan ditemui tak jauh dari gapura.

Rumah tersebut memiliki pintu, jendela, dan ruangan besar, serta

ventilasi yang berhias kaca warna menunjukkan pengaruh arsitektur

Eropa. Berjalan ke ujung gang dan berbelok ke kanan, akan dijumpai

rumah berwarna putih dengan kusen jendela dan pintu berwarna coklat.

Daun jendela yang bagian atasnya berbentuk lengkung menunjukkan kuatnya

pengaruh Timur Tengah. Tepat di depan rumah itu, terdapat rumah

berwarna biru dengan desain atap mirip rumah Kalang di Kotagede.

Di ujung gang sebelum berbelok, bila cermat anda akan menemukan sebuah

monumen yang dikelilingi taman kecil. di monumen itu terdapat tulisan

"Syuhada bin Fisabillillah", tahun 1945 - 1948, dan daftar nama yang

memuat 25 orang. Monumen itu didirikan untuk memperingati jasa warga

Kauman yang meninggal ketika ikut berperang memperjuangkan kemerdekaan.

Kata 'Syuhada' menunjukkan bahwa warga Kauman yang tinggal kini

menganggap para pejuang tersebut mati syahid.

Selain bisa melihat nama-nama pejuang kemerdekaan yang meninggal pada

masa perang, anda juga bisa menemui salah satu pejuang yang kini masih

hidup. Satu diantaranya adalah H. Dauzan Farook yang tinggal tak jauh

dari pintu keluar kampung Kauman. Menurut ceritanya, saat perang

kemerdekaan, ia ikut bergerilya bersama Panglima Besar Jendral

Sudirman. Beberapa foto bersama sang panglima besar, newsletter pada

masa perang kemerdekaan, dan berita-berita dari koran saat itu hingga

kini masih disimpannya.

Di rumah Dauzan, anda juga akan mengetahui bahwa sampai kini pun ia

masih berjuang. Ia mendirikan sebuah perpustakaan yang dikelola mandiri

bernama Perpustakaan Mabulir. Setiap hari ia berkeliling dengan sepeda

untuk menawarkan buku kepada masyarakat. Semua bukunya dipinjamkan

hanya dengan satu syarat, orang yang dipinjami mesti mengumpulkan

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

setidaknya 5 orang. Menurutnya, itu merupakan suatu bentuk kepedulian

pada orang lain dan ajakan agar ilmu tidak dipendam untuk diri sendiri.

Sebuah sekolah lanjutan yang telah berdiri sejak 1919 juga dapat

dijumpai di kampung ini. Awal berdirinya, sekolah itu bernama Hooge

School Muhammadyah dan kemudian diganti menjadi Kweek School pada tahun

1923. sekolah yang juga didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan itu pada tahun

1930 dipecah menjadi dua, untuk laki-laki dan perempuan. Sekolah untuk

laki-laki dinamai Mualimin dan untuk Perempuan dinamai Mualimat.

Selanjutnya, istri Ahmad Dahlan juga mendirikan Yayasan Aisyah untuk

kaum perempuan.

Bangunan paling dikenal yang termasuk dalam kompleks Kampung Kauman

adalah Masjid Agung. Masjid yang menjadi masjid pusat di wilayah

Kesultanan itu didirikan sejak 16 tahun setelah berdirinya Kraton

Yogyakarta. Arsitektur masjid yang sepenuhnya bercorak Jawa dirancang

oleh Tumenggung Wiryakusuma. Bangunan masjid terdiri atas inti,

serambi, dan halaman yang keseluruhannya seluas 13.000 meter2. Bangunan

serambi dibedakan dari bangunan inti. Tiang-tiang penyangga masjid

misalnya, pada bangunan inti berbentuk bulat polos sebanyak 36

sedangkan pada bagian serambi tiangnya memiliki umpak batu bermotif

awan sebanyak 24 buah.

Kalau sudah menjelajahi semuanya, anda akan mengakui kehebatan warga

kampung kecil ini dan mempercayai bahwa Islam telah membawa perbaikan.

Buktinya, sejumlah tokoh Islam Indonesia seperti Abdurrahman Wahid dan

Amien Rais pernah belajar di kampung ini. Namun, jika belum puas

berkelana, masih ada satu tempat lagi yang bisa dijajaki, yaitu Langgar

Ahmad Dahlan. Dahulu, bangunan itu digunakan K.H. Ahmad Dahlan untuk

mengadakan acara Sidratul Muntaha, sebuah pelajaran mengaji dan

berdakwah. Langgar lain yang cukup legendaris adalah Langgar Putri Ar

Rosyad yang merupakan langgar putri pertama di Indonesia. Bagaimana,

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

cukup memuaskan? Jika sudah puas, barulah anda menuju ke kompleks

Kraton lewat pintu keluar kampung.

C. Kampung Serangan

Kampung Serangan mengajak anda menikmati

aktivitas penatah keris, profesi yang begitu penting berkaitan dengan

keris namun kadang terlupa. Mereka menghias keris dengan ukiran dan

pernik dari emas hingga berlian.

Mengunjungi Kampung Serangan akan membuat anda semakin mengagumi

keagungan keris, senjata tradisional sekaligus kerajinan yang kini

telah diakui dunia sebagai salah satu hasil kebudayaan teragung. Anda

dapat melihat aktivitas para penatah keris, satu profesi yang begitu

penting dalam pembuatan keris namun kadang terlupa karena banyak orang

terlalu mengagumi empu sang pembuatnya.

Kampung Serangan dapat dijangkau dengan berjalan ke arah barat dari

perempatan Kantor Pos Besar, atau berbelok ke kiri bila anda berjalan

dari Malioboro. Anda akan sampai ke kampung ini setelah melewatkan

2traffic light dan berbelok ke kiri di sebuah gang yang terletak belakang

kompleks terminal Serangan. Anda bisa menggunakan taksi atau naik bis

jalur 9 dan 12 bila tak memiliki kendaraan pribadi.

Bila telah sampai di rumah para penatah keris itu, anda bisa melihat

secara langsung proses menghias keris dengan ukiran-ukiran dan beragam

pernik. Proses menghias ini biasanya dimulai dengan melebur dahulu

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

bahan baku penghias yang dapat berupa perak atau emas. Selanjutnya,

hasil peleburan ditempelkan pada permukaan keris dan ditatah dengan

sesuai motif yang diinginkan.

Sebelum penatahan dimulai, alas dari bahan aspal terlebih dahulu

dibakar sehingga keris dapat menempel. Hal ini perlu dilakukan karena

proses menatah atau membuat hiasan untuk satu keris bisa memakan waktu

hingga dua bulan. Penatahan kemudian dilakukan dengan cara yang unik,

hanya menggunakan alat-alat yang sangat tradisional, berupa palu dan

satu set paku tatah dengan ragam bentuk.

Para penatah biasanya menghias keris dengan motih hiasan yang

dikembangkan pada masa kejayaan kerajaan Jawa, mulai kerajaan Majapahit

hingga Mataram. Motif-motif yang banyak digunakan antara lain motif

bunga-bungaan yang melambangkan kejayaan suatu kerajaan hingga motif

naga panjang yang melambangkan kemampuan untuk meluaskan wilayah

jajahan. Hingga kini, belum ada inovasi motif baru dari para penatah.

Selain hanya menggunakan alat yang sederhana, proses menatah keris juga

tidak didahului dengan proses menggambar pola di permukaan keris. Para

penatah hanya mendasarkan pada sketsa gambar yang dibuat di atas

kertas. Tentu hal ini adalah kehebatan tersendiri sebab proses

penatahan ini juga tak memberikan kesempatan untuk salah. Sekali saja

melakukan kesalahan, keris yang begitu berharga bisa jadi tak bernilai

lagi.

Selain mengamati proses menatah, anda juga bisa memesan keris dengan

hiasan yang diinginkan. Anda bisa membawa keris yang sudah dipunyai

untuk dihias ataupun memesan keris sekaligus hiasannya. Tentu untuk

mendapatkan kualitas hiasan yang baik, anda harus membayarnya dengan

nilai yang sepadan. Untuk memesan satu hiasan keris yang paling

sederhana dengan bahan baku emas, anda mesti mengeluarkan biaya minimal

10 juta rupiah.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Meski mahal, anda tak akan kecewa dengan hasilnya. Hasil tatahan para

penatah keris di kampung Serangan telah dikenal kualitasnya hingga ke

mancanegara. Tatahan keris Prawirodiprojo misalnya, hingga kini telah

menembus pasar Jerman, Belanda, Australia dan Amerika. Jika memesan,

yang diperlukan hanya kesabaran, sebab anda mesti rela menunggu

berbulan-bulan hingga pesanan sampai ke tangan anda karena waktu

penggarapan yang cukup lama.

D. Pecinan

Kampung Pecinan Yogyakarta adalah salah satu

kampung cina bersejarah di Indonesia. Kampung ini adalah tempat

dimulainya kesuksesan pedagang Cina di Yogyakarta, menyimpan toko dan

kios jasa yang berusia puluhan tahun.

Sebuah kampung bersejarah sebenarnya selalu dilewati banyak orang jika

berjalan ke selatan Malioboro, namun kadang pesonanya terlewatkan

karena orang sudah terlalu asyik berbelanja. Kampung bernama Kampung

Pecinan (kini Jalan Pecinan diganti dengan nama Jalan Ahmad Yani) itu

adalah tempat dimulainya kesuksesan pedagang Cina di Yogyakarta.

Mengelilinginya, anda akan menjumpai beberapa toko dan kios bersejarah

yang berusia puluhan tahun.

Anda bisa memulai perjalanan keliling dari bagian samping kampung itu,

tepatnya di jalan sebelah Toko Batik Terang Bulan. Sampai di gang

pertama, anda bisa berbelok ke kiri untuk menemukan tempat pengobatan

Cina yang cukup legendaris. Di tempat itulah dulu seorang tabib ampuh

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

mengobati penyakit patah tulang, hanya bermodalkan bubuk campuran

tanaman obat yang ditempelkan pada permukaan kulit bagian tubuh yang

tulangnya patah.

Berjalan keluar dari gang itu dan menuju arah timur, anda bisa

menemukan berbagai kios-kios barang dan jasa dengan dinding umumnya

berwarna putih. Salah satunya adalah kios permak gigi tradisional Cina

yang melayani pemutihan gigi, penambahan aksesoris gigi untuk

mempercantiknya hingga bermacam perawatan untuk menjadikannya semakin

menawan. Kios jasa perawatan gigi itu biasanya memiliki tembok berwarna

krem dengan jendela depan bergambar gigi.

Selain kios jasa perawatan gigi, anda pun bisa menemukan kios-kios yang

menjual masakan cina seperti bakmi, cap cay, kwe tiau dan sebagainya.

Kios-kios lain hingga kini bertahan dengan barang dagangan bahan-bahan

kue, bakal pakaian, aksesoris dan sembako.

Dari toko Terang Bulan, bila anda berjalan ke barat, tepatnya menyusuri

Jalan Pajeksan, anda juga akan menemui kios-kios serupa. Namun yang

khas, di ujung jalan itu anda akan menemui rumah yang digunakan sebagai

tempat berkumpul anggota Perhimpunan Fu Ching. Perhimpunan itu

beranggotakan warga Indonesia keturunan Tionghoa yang tinggal atau

berdagang di wilayah itu. Pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada hari

raya Imlek, anggota perhimpunan itu menggelar acara kesenian

tradisional Cina.

Usai menyusuri kawasan tersebut, anda bisa menuju ke arah selatan dari

toko batik Terang Bulan. Anda akan menemui sebuah toko roti bernama

'Djoen'. Sejak hampir seratus tahun lalu, toko bernama lengkap

'Perusahaan Roti dan Kuwe Djoen' itu telah menjadi kebanggaan

masyarakat Jogja. Ketuaan usianya bisa dilihat jika anda berdiri di

seberang jalannya, ditandai dengan nama toko yang tertulis di

temboknya, sebuah ciri toko-toko di kawasan itu pada masa lalu. Kini,

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

produknya telah menyesuaikan dengan selera pasar dengan mempertahankan

beberapa yang khas, misalnya kue bantal, yaitu roti tawar bertabur

wijen yang berbentuk pipih oval.

Sampai di kawasan Lor Pasar, anda bisa menemui kios-kios tradisional

yang menjual berbagai kebutuhan, mulai dari elektronik, peralatan

menjahit dan aksesoris pakaian, peralatan memasak hingga perhiasan

emas. Kawasan ini sejak lama telah dikenal masyarakat Jogja sebagai

salah satu tempat mendapatkan kebutuhan dengan harga murah. Selain

menjual barang-barang baru, beberapa kios juga menjual barang bekas.

Di kawasan Pecinan yang terletak di seberang Pasar Beringharjo,

terdapat sebuah toko obat yang sudah cukup lama berdiri, yaitu 'Toko

Obat Bah Gemuk'. Di toko obat itulah dijual berbagai macam obat

tradisional Cina yang kemanjurannya telah dikenal di seluruh penjuru

dunia.

E. Prawirotaman

Kampung Prawirotaman memiliki sederet penginapan

terjangkau yang kebanyakan masih dikelola oleh satu keturunan. Kawasan

berpredikat 'kampung internasional' ini pernah menjadi markas pejuang

kemerdekaan hingga usaha batik ternama.

Prawirotaman, sebuah kawasan yang terletak sekitar lima kilometer dari

pusat kota Yogyakarta bisa menjadi alternatif ketika bingung mencari

tempat penginapan. Kawasan itu tidak hanya menyediakan penginapan yang

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

unik dan terjangkau, tetapi juga sederet artshop, cafe, toko buku,

pasar tradisional, dan sebuah batu tulis yang tentu bisa menjadi

alternatif wisata pula.

Prawirotaman sebagai sebuah kampung dikenal sejak abad ke-19, saat

seorang bangsawan kraton bernama Prawirotomo menerima hadiah sepetak

tanah dari kraton. Sejak awal, kampung ini memang mempunyai peran yang

tak kecil bagi Yogyakarta. Masa pra kemerdekaan, kampung ini menjadi

konsentrasi laskar pejuang. Pasca kemerdekaan, tepatnya tahun 60-an,

kampung ini dikenal sebagai pusat industri batik cap yang dikelola oleh

keturunan Prawirotomo. Sementara sejak tahun 70-an, seiring meredupnya

industri batik cap, para keturunan Prawirotomo banting setir ke jasa

penginapan dan Prawirotaman pun mulai dikenal sebagai kampung turis.

Memasuki kawasan Prawirotaman, anda akan disambut dengan nuansa kampung

tengah kota, mulai dari lalu lalang kendaraan hingga sapaan warga yang

umumnya dapat berbahasa Inggris. Sederetan penginapan dengan keunikan

rancang bangunnya, mulai Jawa klasik hingga hotel masa kini terdapat di

kawasan ini. Fasilitas yang disediakan penginapan pun cukup menggoda

dengan harga yang terjangkau, mulai Rp 50.000 - Rp 300.000. Meski ada

yang telah berpindah tangan, kebanyakan penginapan masih dikelola oleh

keturunan Prawirotomo, terdiri dari tiga keluarga besar yaitu

Werdoyoprawiro, Suroprawiro, dan Mangunprawiro.

Kawasan Prawirotaman I atau biasa disebut Prawirotaman saja adalah

daerah yang paling terkenal. Selain penginapan, di kawasan ini juga

terdapat fasilitas wisata lainnya seperti agen tour travel, warnet dan

wartel, cafe dan resto, hingga bookshop. Di cafe dan resto yang

tersedia, anda bisa menikmati banyak masakan khas Jawa, Eropa, maupun

paduan keduanya. Bookshop yang tersedia menyediakan buku-buku bagus

dengan harga yang lebih murah. Buku-buku impor yang harganya bisa

ratusan ribu bisa didapat dengan hanya mengeluarkan Rp 35.000 - Rp

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

60.000 saja. Kadang, ada pula turis mancanegara yang mau bertukar

koleksi bukunya.

Beberapa artshop juga berjejer menjajakan pernak-pernik seni yang unik.

Ada meja yang terbuat dari bambu, kain batik, lemari yang dibuat dari

kayu glondongan hingga barang-barang antik seperti lampu hias dan keris

berusia tua. Salah satu benda antik yang sangat laris di kalangan turis

mancanegara adalah cap batik. Biasanya, cap itu digunakan untuk hiasan

daun meja, angin-angin ventilasi rumah kayu atau sekedar sebagai

koleksi karena dianggap mempunyai nilai seni berupa detail motif yang

sangat menarik dan nilai sejarah yang cukup tinggi. Seorang warga

Jerman pernah memborong 1000 buah cap batik dari sebuah perusahaan

batik yang kini sudah tidak beroperasi.

Di sebelah selatan kawasan Prawirotaman I merupakan Prawirotaman II

yang berbatasan langsung dengan pasar tradisional di tempat itu.

Berjalan-jalan di pasar tradisional pada pagi hari merupakan alternatif

wisata yang menarik. Selain bisa menyaksikan hiruk pikuk warga yang

tengah berbelanja, anda juga bisa mencicipi panganan khas Yogyakarta

yang banyak dijual. Bila menuju ke sebelah selatan lagi, anda akan

bertemu dengan daerah Prawirotaman III yang tak kalah ramainya. Di

Prawirotaman III, anda akan lebih banyak menjumpai rumah penduduk.

Meski nama sebenarnya dari dua bagian paling selatan Prawirotaman

adalah Prawirotaman II dan Prawirotaman III, namun daerah itu lebih

dikenal dengan nama Jalan Gerilya. Menurut cerita, kawasan itu

merupakan markas Prajurit Hantu Maut (laskar jaman perjuangan

kemerdekaan Indonesia) yang dipimpin oleh Pak Tulus. Di salah satu

sudut jalan, anda bisa menemukan sebuah batu tulis yang dibuat untuk

memperingati perjuangan pasukan tersebut. Selain Pasukan Hantu Maut,

laskar prajurit yang pernah bermarkas di kawasan ini adalah Prajurit

Prawirotomo.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Tak perlu khawatir jika hendak memulai perjalanan wisata. Sejumlah

tempat menyediakan jasa penyewaan sepeda motor dan mobil, bahkan

fasilitas antar jemput. Jika belum memiliki rencana wisata, sejumlah

agen memiliki cukup referensi tentang tempat wisata menarik di

Yogyakarta. Mulai dari wisata budaya seperti candi dan kraton hingga

petualangan seperti trekking.

F. Sosrokusuman

Kampung Sosrokusuman bukan cuma penyedia

penginapan terjangkau. Kampung yang menghubungkan Jalam Malioboro

dengan Jalan Mataram ini juga memiliki pesona lain seperti wayang

kancil, mural dan pusat oleh-oleh.

Sebuah nuansa kampung yang berdampingan dengan nuansa kota metropolitan

dapat dijumpai di Kampung Sosrokusuman. Bangunan yang berdekatan,

keakraban antar warga dan warung-warung kecil gaya kampung tengah kota

persis bersebelahan dengan kemewahan Malioboro Mall. Terletak di

jantung kota Yogyakarta, kampung Sosrokusuman sejak lama telah menjadi

persinggahan wisatawan yang mengunjungi kota wisata kedua di Indonesia

ini.

Kampung ini membentang ke arah selatan dari Malioboro Mall hingga Hotel

Mutiara. Sebuah gapura sederhana yang bagian atasnya berbentuk lengkung

dapat dijadikan tanda bahwa anda telah memasuki wilayah kampung ini.

Untuk memasuki wilayah kampung ini, anda dapat melewati 2 gang. Gang

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

pertama persis terletak di sebelah Malioboro Mall sementara gang kedua

ada di dapat ditemui jika berjalan ke selatan lagi.

Tepat di gapura gang pertama, anda akan menemui warung-warung kecil

yang menjajakan makanan. Ada penjual nasi rames, pecel, kupat tahu

hingga soto ayam. Kelezatan makanan itu bisa dinikmati dengan hanya

mengeluarkan uang kurang dari Rp 5.000,00, termasuk minumannya.

Sejumlah retail yang dibuka warga setempat juga mudah dijumpai jadi tak

perlu repot jika hendak mencari kebutuhan sehari-hari selama wisata.

Melangkah ke dalam kampung yang menghubungkan Jalan Malioboro dengan

Jalan Mataram ini, anda akan menemukan sederetan penginapan yang

umumnya berbentuk losmen. Tarif sewa penginapan pun cukup terjangkau,

kebanyakan kurang dari Rp 250.000 per malam. Meski demikian, suasana

penginapan cukup menarik, seperti sebuah penginapan di ujung gang kedua

yang menyediakan tempat bersantai di luar ruangan beserta kursi kayu

yang nyaman serta sebuah kafe kecil.

Sampai di ujung gang pertama, jika berbelok ke kanan anda akan

menemukan beberapa kios oleh-oleh khas Yogyakarta. Bermacam panganan

khas, baik tradisional maupun modern dapat ditemukan di kios tersebut.

Misalnya, geplak (makanan manis yang terbuat dari parutan kelapa yang

dicampur gula dengan warna menarik), tape ketan (hasil fermentasi ketan

yang diberi pewarna hijau), ting-ting (karamel gula yang dicampur

kacang), bakpia hingga aneka macam brownies.

Jika menghendaki oleh-oleh dalam bentuk souvenir, anda dapat menuju

gang kedua. Salah satu rumah penduduk di gang tersebut menjual

kerajinan yang menarik, seperti lilin warna, orang-orangan dari bahan

kayu dan sebagainya. Di bagian depan gang pertama juga terdapat kios

yang menjual kaos, topi dan bandana dengan harga terjangkau. Desainnya

pun lumayan menarik, ada kaos yang bertuliskan Yogyakarta atau

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

bergambar Borobudur serta bandana berwarna dengan bagian pinggirnya

diberi motif batik.

Di Sosrokusuman, anda juga dapat bertemu dengan seorang pegiat wayang

kancil (jenis kesenian wayang yang awalnya merupakan salah satu serat

yang ditulis di Surakarta untuk pengembangan agama Islam), yaitu Ledjar

Subroto. Tokoh-tokoh wayang kancil yang diciptakannya kini telah

diabadikan di Taman Mini Indonesia Indah dan merambah negara asing,

seperti Belanda, Jerman, Amerika, Jepang, dan Australia. Berbagai

pementasan wayang kancil yang pernah digelar di banyak negara pun

melibatkan Ledjar sebagai konseptornya. Bahkan, wayang kancil yang

dikembangkan oleh pria asal Bondowoso ini telah menjadi kurikulum

pendidikan di banyak negara dan digunakan untuk menanamkan budi

pekerti.

Bentuk kesenian lain yang bisa dinikmati di Sosrokusuman adalah mural

yang ada di beberapa bagian tembok gang kedua. Seni rupa itu tentu

memberi nuansa berbeda dibanding kampung-kampung lain. Jika masih belum

puas menikmati mural di dalam kampung ini, anda juga dapat melihat

mural lain di sebelah utara Malioboro Mall. Bagaimana, Sosrokusuman

bukan sekedar tempat strategis untuk memulai wisata bukan?

G. Sosrowijayan

Sosrowijayan merupakan kampung turis kedua

paling terkenal setelah Prawirotaman. Terletak di pusat kota

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Yogyakarta, kampung ini menawarkan penginapan terjangkau sekaligus

bangunan hotel kuno, studio dan kursus batik hingga bookshop.

Berjalan sekitar 200 meter dari Stasiun Tugu, anda akan menemukan

kawasan Sosrowijayan yang ditandai oleh sebuah jalan kecil ke arah

barat yang bernama sama. Menghubungkan Jalan Jogonegaran dan Jalan

Malioboro, Sosrowijayan dibagi menjadi dua daerah, yaitu Sosrowijayan

Wetan dan Sosrowijayan Kulon. Daerah Sosrowijayan Wetan-lah yang

kemudian dikenal sebagai kampung turis kedua di Yogyakarta setelah

Prawirotaman.

Begitu sampai di pertigaan jalan yang dinamai berdasarkan penguasanya

dahulu ini (Sosrowijoyo), anda akan disambut oleh sapa ramah pengayuh

becak. Biasanya, mereka menawarkan anda untuk mencari penginapan,

berkeliling ke Malioboro, atau membeli bakpia Pathuk. Karena kampung

turis, banyak pula guide yang jika diminta bersedia mengantar anda

untuk menunjukkan penginapan sesuai keinginan anda. Mereka juga akan

bercerita seputar tempat wisata di Yogyakarta dan kekhasannya.

Melangkah memasuki Sosrowijayan, anda akan melihat sebuah bangunan tua

yang digunakan sebagai penginapan, yaitu Hotel Aziatic. Bangunan yang

berdiri sejak jaman Belanda itu memiliki arsitektur khas Eropa.

Bangunan itu memiliki tembok berwarna putih dan tiga pintu dengan

beberapa pilar sebagai penyangga di bagian paling depan, sementara

tulisan nama hotel digoreskan langsung pada tembok dengan cat warna

hitam. Meski sepertinya tidak terpakai lagi, hotel ini pernah dijadikan

lokasi syuting film 'Daun di Atas Bantal' yang pernah diputar di Cannes

Film Festival.

Dua buah bookshop seperti di Prawirotaman akan ditemukan bila memasuki

gang pertama. Sebagian besar buku yang dijual di bookshop tersebut

adalah novel berbahasa Inggris dan sebagian kecil buku-buku berbahasa

Indonesia. Di bookshop itu, anda bisa memilih buku dengan leluasa

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

sekaligus melihat sekilas isinya karena tak ada buku yang disegel

plastik. Meski buku bekas, kualitas fisik buku masih terjaga sehingga

masih layak pula dijadikan koleksi. Soal harga sangat bervariasi,

tetapi yang jelas lebih murah dibanding di toko buku.

Hal lain yang ditawarkan kampung Sosrowijayan adalah kursus membatik

yang ditawarkan oleh salah satu penginapan di gang kedua. Kini, tempat

kursus itu tengah sepi sehingga anda bisa memanfaatkan untuk belajar

membatik lebih intensif. Tak jauh dari penginapan itu juga terdapat

studio batik yang dikelola oleh seorang warga Sosrowijayan. Jenis batik

yang digarap di studio ini adalah batik lukis, seperti yang ditemukan

di kampung Taman, sebelah Kompleks Istana Air Tamansari. Nilai lebih

batik lukis adalah warnanya yang lebih bervariasi dan bercorak masa

kini.

Sebagai kampung turis, tentu di Sosrowijayan juga terdapat penginapan.

Lain dengan di Prawirotaman, penginapan di kampung ini lebih menyatu

dengan penduduk karena kebanyakan terletak di gang. Tentu hal itu

memberi kelebihan karena anda bisa berinteraksi dengan penduduk

setempat. Namun, jika menginginkan penginapan yang lebih privat, anda

bisa memilih hotel yang ada di pinggir Jalan Sosrowijayan. Tarif sewa

penginapan di kampung terletak di sebelah selatan kawasan Pasar Kembang

ini tak jauh berbeda dengan di Prawirotaman.

Saat sore, sambil bersantai setelah lelah mengelilingi Yogyakarta, anda

bisa melihat kehidupan anak-anak Sosrowijayan. Biasanya, beberapa anak

perempuan bermain lompat tali atau dolanan bocah lainnya sementara anak

laki-laki sekedar bercakap di salah satu rumah. Sementara remaja

kampung ini banyak yang duduk santai sambil bermain gitar sambil

menyanyikan lagu-lagu hits Indonesia. Remaja yang juga tergabung dalam

Komunitas Seni Malioboro itu kadang berpentas ketika ada acara

tertentu, misalnya Ulang Tahun Yogyakarta.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Layanan jasa wisata juga dengan mudah ditemui di Sosrowijayan. Di

pinggir jalan banyak terdapat money changer, warnet dan wartel,

persewaan sepeda motor dan mobil, agen travel, dan sebagainya. Bila

lapar, anda bisa mendatangi warung yang dibuka warga kampung ini. Di

ujung gang pertama misalnya, terdapat sebuah warung yang meski

sederhana banyak dimanfaatkan turis asing untuk mengisi perut.

Masakannya berupa macam-masam oseng, mie goreng, dan lauk pauk yang

lezat. Beberapa resto juga menyediakan jenis masakan seperti steak

dengan harga miring.

Menginjak malam, Sosrowijayan semakin marak. Banyak anak muda berkumpul

di tepi jalan sementara beberapa cafe menyediakan live music sebagai

alternatif hiburan. Berpadu dengan suasana Malioboro, Sosrowijayan

menjadi hidup. Sebuah warung kecil bertenda oranye yang biasa disebut

warga Yogyakarta sebagai angkringan menjadi tempat bercengkerama yang

asyik. Sambil bercakap, anda bisa menikmati teh panas dengan wangi

melati, wedang jahe, hingga sate usus yang lezat.

Catatan:

Mohon bersikap hati-hati terhadap tawaran penarik becak untuk

mengantarkan anda berwisata keliling kota dengan bayaran Rp. 5000 saja

(apalagi kurang dari itu). Banyak kejadian wisatawan yang dibawa

berkeliling sekaligus "dipaksa" membeli souvenir di toko-toko yang

disinggahi karena oknum penarik becak tersebut akan mendapatkan komisi

50% dari transaksi itu. Kejadian lain adalah tarif dinaikkan secara

sepihak di tengah perjalanan. Bila anda mengalami kejadian di atas,

mintalah bantuan pada Polisi Pariwisata.

2.13. TAMAN & ARGOWISATA

A. Aagrowisata Turi

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Menikmati hamparan petak-petak kebun salak

pondoh di Agrowisata Turi sambil memetik sendiri buahnya di dalam kebun

untuk dinikmati, memberi sensasi berbeda dari tempat wisata biasanya.

Salak pondoh merupakan tanaman unik, dengan bentuk pohon seperti bagian

atas pohon kelapa sawit dengan sentuhan sedikit corak pakis, menjadi

keunikan tersendiri bila disusun berjajar. Buahnya yang tumbuh di

pangkal bawah, berbentuk kecil dengan daging buah yang kenyal serta

tidak menempel dengan biji, juga rasanya yang sangat manis, menjadi

nilai jual bagi buah ini.

Tahun 1958, Prof. Dr. drg Sudibyo yang masih duduk di bangku SMP telah

menemukan cara pemindahan tanaman salak agar tidak mati. Setelah ia

mampu mengembangkan salak pondoh di kebun orang tuanya, Sudibyo

mengajak masyarakat setempat untuk ikut mengembangkannya. Penanaman

salak pondoh yang harus mengorbankan tanaman lain awalnya mendapat

penolakan keras. Melalui kegigihan, masyarakat mulai mengikuti

jejaknya. Puncaknya pada tahun 1988 ketika Sudibyo memprakarsai

berdirinya Agrowisata Salak Pondoh Turi.

Menikmati Suasana Alam

Menuju Agrowisata Turi, bisa melalui Jalan Palagan Tentara Pelajar atau

dari Jalan Magelang. Memasuki kecamatan Turi, pemandangan pohon salak

yang ditanam berjajar di bahu jalan menjadi sensasi nuansa pedesaan

setelah melewati hamparan sawah dan kebun milik penduduk.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Jika lazimnya di halaman rumah ditanami pohon mangga atau rangkaian

kebun mawar. Tidak demikian halnya dengan kawasan ini. Beberapa halaman

rumah penduduk dijadikan sepetak kebun salak pondoh. Bahkan ada

beberapa rumah yang dikelilingi tanaman salak pondoh dan hanya

menyisakan sedikit jalan yang bisa dilalui mobil pickup kecil.

Dalam perjalanan menuju Agrowisata, papan penunjuk yang bertebaran akan

memudahkan menuju lokasi ini. Bahkan jika kebingungan, penduduk

setempat akan dengan ramah memberikan arahnya.

Mengitari Taman Buah

Agrowisata Turi merupakan tanah seluas 27 hektar yang disulap menjadi

kompleks taman salak pondoh, tempat bermain anak-anak, pemancingan dan

kolam renang. Komplek wisata ini terletak di Kampung Gadung, Desa

Bangunkerto, Kecamatan Turi Kabupaten Sleman.

Setelah menempuh perjalanan 25 km dari pusat kota Jogja ke arah utara,

sebuah pintu gerbang bertuliskan Wisata Agro akan menyambut anda.

Memasuki lokasi wisata yang mulai dibuka untuk umum pada tahun 1994

ini, pengunjung cukup membayar Rp. 8.000 dengan tarif ini, seorang

pengantar akan menemani pengunjung mengelilingi taman salak, sebelum

akhirnya bersantai di salah satu kebun untuk menikmati salak pondoh

yang terkenal manis. Atau cukup membayar Rp. 2.000 jika hanya ingin

melihat-lihat.

Terletak di ketinggian 200 meter dari permukaan laut, suhunya sangat

baik untuk pengembangan salak pondoh. Suasana sejuk masih terasa di

area ini, memberikan kenyamanan ketika mengitari taman. Bahkan bila

berjalan di antara pepohonan salak, akan terdengar desau angin seperti

suara angin laut, serasa berjalan di desa pinggir pantai.

Salah satu andalan Agrowisata Turi adalah Kebun Nusantara. Tidak kurang

dari 17 jenis tanaman salak bisa dijumpai di kebun seluas dua hektar

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

tersebut. Mulai dari salak pondoh super, salak pondoh kuning, salak

pondoh hitam, salak condet, salak manggala, salak gading, salak bali,

salak semeru hingga salak tanonjaya.

Selain taman buah, disini juga terdapat taman obat-obatan. Tanamannya

merupakan jenis ramuan tradisional seperti jahe, temulawak, blimbing

wuluh, kencur dan bermacam lainnya yang terus dikembangkan.

Bersantai Dengan Keluarga

Pada saat libur, Agrowisata Turi bisa menjadi alternatif bersantai

dengan keluarga. Memancing di tempat pemancingan, atau bermain perahu

dayung di kolam yang terletak di samping kolam renang.

Menggelar tikar di samping kolam pemancingan, atau di pondokan yang

berada di tengah kolam pemancingan. Membuka bekal dan menikmatinya

bersama keluarga akan menjadi piknik yang menyenangkan. Sambil menatap

birunya langit dan burung yang sesekali melintas, atau riak air yang

melingkar ketika ikan muncul ke permukaan.

Sekali waktu, sempatkanlah mengunjungi Agrowisata Turi di penghujung

tahun. Selama bulan november dan desember, kawasan ini sedang panen

raya. Salak-salak kecil dan kenyal dengan rasa yang manis menghiasi

pohon-pohon salak betina.

Jika ingin membawa sedikit oleh-oleh, koperasi Agrowisata Turi

menyediakan beraneka ragam makanan khas. Salah satunya adalah keripik

salak yang merupakan salah satu terobosan dari drg. Sudibyo untuk

menanggulangi kelebihan produksi salak. Keripik ini berasal dari salak

pondoh yang dikeringkan, selanjutnya dibuat keripik. YogYES sempat

mencicipi salak ini yang rasanya cukup menyegarkan.

Untuk salak pondoh sendiri, di sepanjang jalan Turi, begitu banyak

penduduk yang menjual buah ini. Harganya berkisar Rp. 2.500 hingga Rp.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

3.000 perkilo bila sedang musimnya, namun bisa mencapai Rp. 4.000

hingga Rp. 5.000 perkilo jika sedang tidak musim.

B. Taman Pintar Yogyakarta

Pernah terbayang ada parabola yang bisa

berbisik? Atau dinding yang bisa berdendang? Semuanya ada di Taman

Pintar.

Siang itu Angga (5) nampak sedang komat kamit sambil menempelkan

kupingnya ke sebuah parabola. Doni (6), teman sekelasnya, juga nampak

melakukan hal yang sama di parabola lainnya. Bukan, mereka bukan sedang

mencoba mengajak parabola itu bicara, namun mereka sedang bermain

Parabola Berbisik, salah satu jenis permainan yang ada di Taman Pintar.

Terletak di Jl Panembahan Senopati No 1-3, Taman Pintar Yogyakarta

mulai menarik minat banyak orang. Ketika YogYES berkunjung, nampak

ratusan anak kecil memadati area depan tempat wisata ini.

Begitu memasuki pintu gerbang, kita langsung disambut oleh area yang

disebut sebagai Playground Arena. Jalan masuk dari pintu gerbang

terpecah menjadi 2 oleh sebuah koridor yang terdiri atas 3 tiang

berbentuk segitiga di masing-masing sisinya. Air akan menyembur dari

masing-masing tiang tersebut hingga membentuk sebuah koridor air. Namun

sayang, koridor ini hanya dioperasikan pada saat-saat tertentu saja. Di

ujung koridor ada sebuah gong bertuliskan "Gong perdamaian Nusantara

(sarana persaudaraan dan pemersatu bangsa)". Di sekeliling gong

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

tersebut nampak logo dari semua propinsi dan kabupaten yang ada di

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berbagai permainan menarik dan mendidik dengan nama menggelitik

terdapat di Playground Arena ini. Selain Koridor Air, ada Parabola

Berbisik, Dinding Berdendang, Pipa Bercerita, Cakram Spektrum Warna,

Air Menari, Forum batu, Tapak pintar, Desaku Permai, Sistem Katrol,

Rumah pohon, Jembatan Goyang, Jungkat-jungkit, dan Istana Pasir.

Permainan-permainan ini dirancang sedemikian rupa untuk meningkatkan

minat anak terhadap sains. Parabola berbisik misalnya, adalah 2 orang

yang berdiri saling membelakangi di depan 2 buah parabola yang berjarak

sekitar 10 meter. Jika salah satu orang membisikkan sebuah kalimat ke

parabola yang ada di depannya, maka orang lain yang ada di depan

parabola yang satunya lagi akan bisa mendengar kalimat itu. Permainan

ini mengajarkan tentang prinsip penghantaran rambat gelombang. Jadi

parabola itu berfungsi untuk menghantarkan rambat gelombang suara ke

masing-masing titik focus. Sementara itu Dinding Berdendang adalah

sebidang tembok berwarna merah yang ditempeli gendang-gendang dengan

berbagai macam ukuran yang jika dipukul akan menghasilkan suara-suara

dengan nada yang berbeda. Permainan ini menggambarkan hubungan antara

tinggi rendahnya nada dengan luas permukaan gendang.

Juga terdapat pohon-pohon rindang dan taman-taman rumput lengkap dengan

papan bertuliskan "tolong jangan injak aku". Namun sayangnya, entah

karena tidak melihat tulisan tersebut atau karena memang tidak peduli,

beberapa orangtua yang sedang mengantar anaknya justru duduk seenaknya

di atas rerumputan itu sambil menggelar makanan seolah sedang piknik.

Playground Arena ini juga dilengkapi dengan beberapa stand yang menjual

minuman dan aneka makanan kecil.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Zona khusus anak

Di antara Playground Arena terdapat Zona Pendidikan Anak Usia Dini

(PAUD) yang khusus diperuntukkan bagi anak usia 2-7 tahun. Zona ini

terbagi atas 2 gedung yaitu gedung barat dan gedung timur.

Karena sudah tidak memenuhi persyaratan umur, YogYES tidak bisa masuk

ke dalam kedua gedung ini. Namun dari papan yang terpampang di depan

gedung-gedung tersebut, kita bisa tahu bahwa gedung PAUD barat terdiri

atas Ruang Tunggu, Ruang Sains dan Teknologi, Perpustakaan, Ruang

Profesi, Ruang Budaya dan Religi. Sementara gedung PAUD timur terdiri

atas Ruang Tunggu, Ruang Komputer Kids, Ruang Puzzle Balok, Ruang

Pertunjukan dan Karaoke, serta Ruang Petualangan.

Gedung Oval

Setelah mengitari Playground Arena dan melihat gedung-gedung PAUD dari

depan, YogYES memutuskan untuk masuk ke dalam Gedung Oval. Untuk masuk

ke dalam gedung ini, anak-anak hanya harus membayar Rp. 5000 rupiah,

orang dewasa Rp. 10.000 rupiah, sementara tersedia harga khusus bagi

tamu rombongan siswa dan guru.

Begitu masuk, kita akan sampai di ruang depan, dimana terdapat layar TV

di lantai di sayap kanan dan kiri ruangan yang menayangkan video

penelitian tentang terbentuknya alam semesta, kehidupan pra sejarah,

dll. Dari ruang depan itu nampak sebuah terowongan pendek yang ternyata

adalah sebuah terowongan bawah air yang menembus Aquarium Air Tawar.

Dari balik kaca yang memisahkan terowongan dengan aquarium, nampak

aneka jenis ikan air tawar mulai dari lele, gurami, dsb berenang-renang

dengan bebas.

Keluar dari terowongan, YogYES dikejutkan oleh sebuah patung dinosaurus

besar yang meraung mengerikan. Ternyata patung itu adalah "sambutan"

bagi kita yang akan segera memasuki Dome Area (area kubah). Sebuah

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

ruangan berbentuk lingkaran yang besar dan tinggi segera nampak. Di

pinggir ruangan ini ada beberapa stand yang memeragakan alat-alat iptek

sederhana seperti Whimshurst Machine, Generator Van de Graft, Air track

(rel udara), peta kenampakan alam Indonesia lengkap dengan lampu-lampu

kecil warna-warni yang menandai letak gunung, sungai, danau, dsb,

pemadam kebakaran otomatis, pendeteksi banjir, tempat wudhu otomatis

yang langsung menyala begitu kita injak lantainya, dsb. Beberapa gambar

dan diorama kehidupan pra sejarah juga terdapat di lantai ini.

Setelah itu ada jalan memutar naik ke lantai 2 dengan foto tokoh-tokoh

dunia seperti Copernicus, Einstein, dsb serta poster planet-planet tata

surya kita di sepanjang dindingnya. Lantai 2 gedung oval berisi alat

peraga tentang alam semesta, bumi kita, simulator gempa, simulator dan

detector tsunami, peraga listrik, teknologi konstruksi, zona

telekomunikasi dan try science around the world.

Selain Gedung Oval, masih ada lagi Gedung Kotak. Dalam gedung ini

terdapat bioskop 4 Dimensi yang dapat Anda nikmati bersama kelurga.

Cukup membayar Rp. 15.000 per orang untuk menonton satu film.

Rencananya di Gedung Kotak ini juga akan terdapat Exhibition Hall,

Ruang Audiovisual, Radio Anak jogja, Souvenir Counter, zona materi

dasar dan penerapan iptek, laboratorium sains, serta Courses Classes.

2.14. PERTUNJUKAN SENI & BUDAYA

A. Pertunjukan Gamelan

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Gamelan adalah musik yang tercipta dari paduan

bunyi gong, kenong dan alat musik Jawa lainnya. Irama musik yang lembut

dan mencerminkan keselarasan hidup orang Jawa akan segera menyapa dan

menenangkan jiwa begitu didengar.

Gamelan jelas bukan musik yang asing. Popularitasnya telah merambah

berbagai benua dan telah memunculkan paduan musik baru jazz-gamelan,

melahirkan institusi sebagai ruang belajar dan ekspresi musik gamelan,

hingga menghasilkan pemusik gamelan ternama. Pagelaran musik gamelan

kini bisa dinikmati di berbagai belahan dunia, namun Yogyakarta adalah

tempat yang paling tepat untuk menikmati gamelan karena di kota inilah

anda bisa menikmati versi aslinya.

Gamelan yang berkembang di Yogyakarta adalah Gamelan Jawa, sebuah

bentuk gamelan yang berbeda dengan Gamelan Bali ataupun Gamelan Sunda.

Gamelan Jawa memiliki nada yang lebih lembut dan slow, berbeda dengan

Gamelan Bali yang rancak dan Gamelan Sunda yang sangat mendayu-dayu dan

didominasi suara seruling. Perbedaan itu wajar, karena Jawa memiliki

pandangan hidup tersendiri yang diungkapkan dalam irama musik

gamelannya.

Pandangan hidup Jawa yang diungkapkan dalam musik gamelannya adalah

keselarasan kehidupan jasmani dan rohani, keselarasan dalam berbicara

dan bertindak sehingga tidak memunculkan ekspresi yang meledak-ledak

serta mewujudkan toleransi antar sesama. Wujud nyata dalam musiknya

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

adalah tarikan tali rebab yang sedang, paduan seimbang bunyi kenong,

saron kendang dan gambang serta suara gong pada setiap penutup irama.

Tidak ada kejelasan tentang sejarah munculnya gamelan. Perkembangan

musik gamelan diperkirakan sejak kemunculan kentongan, rebab, tepukan

ke mulut, gesekan pada tali atau bambu tipis hingga dikenalnya alat

musik dari logam. Perkembangan selanjutnya setelah dinamai gamelan,

musik ini dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang, dan tarian.

Barulah pada beberapa waktu sesudahnya berdiri sebagai musik sendiri

dan dilengkapi dengan suara para sinden.

Seperangkat gamelan terdiri dari beberapa alat musik, diantaranya satu

set alat musik serupa drum yang disebut kendang, rebab dan celempung,

gambang, gong dan seruling bambu. Komponen utama yang menyusun alat-alat

musik gamelan adalah bambu, logam, dan kayu. Masing-masing alat

memiliki fungsi tersendiri dalam pagelaran musik gamelan, misalnya gong

berperan menutup sebuah irama musik yang panjang dan memberi

keseimbangan setelah sebelumnya musik dihiasi oleh irama gending.

Gamelan Jawa adalah musik dengan nada pentatonis. Satu permainan

gamelan komplit terdiri dari dua putaran, yaitu slendro dan pelog. Slendro

memiliki 5 nada per oktaf, yaitu 1 2 3 5 6 [C- D E+ G A] dengan

perbedaan interval kecil. Pelog memiliki 7 nada per oktaf, yaitu 1 2 3

4 5 6 7 [C+ D E- F# G# A B] dengan perbedaan interval yang besar.

Komposisi musik gamelan diciptakan dengan beberapa aturan, yaitu

terdiri dari beberapa putaran dan pathet, dibatasi oleh

satu gongan serta melodinya diciptakan dalam unit yang terdiri dari 4

nada.

Anda bisa melihat gamelan sebagai sebuah pertunjukan musik tersendiri

maupun sebagai pengiring tarian atau seni pertunjukan seperti wayang

kulit dan ketoprak. Sebagai sebuah pertunjukan tersendiri, musik

gamelan biasanya dipadukan dengan suara para penyanyi Jawa (penyanyi

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

pria disebut wiraswara dan penyanyi wanita disebut waranggana).

Pertunjukan musik gamelan yang digelar kini bisa merupakan gamelan

klasik ataupun kontemporer. Salah satu bentuk gamelan kontemporer

adalah jazz-gamelan yang merupakan paduan paduan musik bernada

pentatonis dan diatonis.

Salah satu tempat di Yogyakarta dimana anda bisa melihat pertunjukan

gamelan adalah Kraton Yogyakarta. Pada hari Kamis pukul 10.00 - 12.00

WIB digelar gamelan sebagai sebuah pertunjukan musik tersendiri. Hari

Sabtu pada waktu yang sama digelar musik gamelan sebagai pengiring

wayang kulit, sementara hari Minggu pada waktu yang sama digelar musik

gamelan sebagai pengiring tari tradisional Jawa. Untuk melihat

pertunjukannya, anda bisa menuju Bangsal Sri Maganti. Sementara untuk

melihat perangkat gamelan tua, anda bisa menuju bangsal kraton lain

yang terletak lebih ke belakang.

B. Pertunjukan Wayang Kulit

Seni pertunjukan yang telah berusia lebih dari

lima abad. Membawa kisah Ramayana dan Mahabharata, pagelaran selama

semalam suntuk ini menjadi ruang yang tepat untuk melewatkan malam,

berefleksi dan memahami filosofi hidup Jawa.

Malam di Yogyakarta akan terasa hidup jika anda melewatkannya dengan

melihat wayang kulit. Irama gamelan yang rancak berpadu dengan suara

merdu para sinden takkan membiarkan anda jatuh dalam kantuk. Cerita

yang dibawakan sang dalang akan membawa anda larut seolah ikut masuk

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

menjadi salah satu tokoh dalam kisah yang dibawakan. Anda pun dengan

segera akan menyadari betapa agungnya budaya Jawa di masa lalu.

Wayang kulit adalah seni pertunjukan yang telah berusia lebih dari

setengah milenium. Kemunculannya memiliki cerita tersendiri, terkait

dengan masuknya Islam Jawa. Salah satu anggota Wali Songo

menciptakannya dengan mengadopsi Wayang Beber yang berkembang pada masa

kejayaan Hindu-Budha. Adopsi itu dilakukan karena wayang terlanjur

lekat dengan orang Jawa sehingga menjadi media yang tepat untuk dakwah

menyebarkan Islam, sementara agama Islam melarang bentuk seni rupa.

Alhasil, diciptakan wayang kulit dimana orang hanya bisa melihat

bayangan.

Pagelaran wayang kulit dimainkan oleh seorang yang kiranya bisa disebut

penghibur publik terhebat di dunia. Bagaimana tidak, selama semalam

suntuk, sang dalang memainkan seluruh karakter aktor wayang kulit yang

merupakan orang-orangan berbahan kulit kerbau dengan dihias motif hasil

kerajinan tatah sungging (ukir kulit). Ia harus mengubah karakter suara,

berganti intonasi, mengeluarkan guyonan dan bahkan menyanyi. Untuk

menghidupkan suasana, dalang dibantu oleh musisi yang memainkan gamelan

dan para sinden yang menyanyikan lagu-lagu Jawa.

Tokoh-tokoh dalam wayang keseluruhannya berjumlah ratusan. Orang-

orangan yang sedang tak dimainkan diletakkan dalam batang pisang yang

ada di dekat sang dalang. Saat dimainkan, orang-orangan akan tampak

sebagai bayangan di layar putih yang ada di depan sang dalang. Bayangan

itu bisa tercipta karena setiap pertunjukan wayang memakai lampu minyak

sebagai pencahayaan yang membantu pemantulan orang-orangan yang sedang

dimainkan.

Setiap pagelaran wayang menghadirkan kisah atau lakon yang berbeda.

Ragam lakon terbagi menjadi 4 kategori yaitu lakon pakem, lakon

carangan, lakon gubahan dan lakon karangan. Lakon pakem memiliki cerita

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

yang seluruhnya bersumber pada perpustakaan wayang sedangkan pada lakon

carangan hanya garis besarnya saja yang bersumber pada perpustakaan

wayang. Lakon gubahan tidak bersumber pada cerita pewayangan tetapi

memakai tempat-tempat yang sesuai pada perpustakaan wayang, sedangkan

lakon karangan sepenuhnya bersifat lepas.

Cerita wayang bersumber pada beberapa kitab tua misalnya Ramayana,

Mahabharata, Pustaka Raja Purwa dan Purwakanda. Kini, juga terdapat

buku-buku yang memuat lakon gubahan dan karangan yang selama ratusan

tahun telah disukai masyarakat Abimanyu kerem, Doraweca, Suryatmaja

Maling dan sebagainya. Diantara semua kitab tua yang dipakai, Kitab

Purwakanda adalah yang paling sering digunakan oleh dalang-dalang dari

Kraton Yogyakarta. Pagelaran wayang kulit dimulai ketika sang dalang

telah mengeluarkan gunungan. Sebuah pagelaran wayang semalam suntuk

gaya Yogyakarta dibagi dalam 3 babak yang memiliki 7 jejeran (adegan)

dan 7 adegan perang. Babak pertama, disebut pathet lasem, memiliki 3

jejeran dan 2 adegan perang yang diiringi gending-gending pathet lasem.

Pathet Sanga yang menjadi babak kedua memiliki 2 jejeran dan 2 adegan

perang, sementara Pathet Manura yang menjadi babak ketiga mempunyai 2

jejeran dan 3 adegan perang. Salah satu bagian yang paling dinanti

banyak orang pada setiap pagelaran wayang adalah gara-gara yang

menyajikan guyonan-guyonan khas Jawa.

Sasono Hinggil yang terletak di utara alun-Alun Selatan adalah tempat

yang paling sering menggelar acara pementasan wayang semalam suntuk,

biasanya diadakan setiap minggu kedua dan keempat mulai pukul 21.00

WIB. Tempat lainnya adalah Bangsal Sri Maganti yang terletak di Kraton

Yogyakarta. Wayang Kulit di bangsal tersebut dipentaskan selama 2 jam

mulai pukul 10.00 WIB setiap hari Sabtu dengan tiket Rp 5.000,00.

C. Ramayana Ballet

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Visualisasi mengagumkan dari epos legendaris

dalam kebudayaan Jawa, Ramayana. Dipentaskan di panggung terbuka,

Sendratari Ramayana mengajak anda menikmati cerita dalam rangkaian

gerak tari khas Jawa yang diiringi musik gamelan.

Sendratari Ramayana adalah seni pertunjukan yang cantik, mengagumkan

dan sulit tertandingi. Pertunjukan ini mampu menyatukan ragam kesenian

Jawa berupa tari, drama dan musik dalam satu panggung dan satu momentum

untuk menyuguhkan kisah Ramayana, epos legendaris karya Walmiki yang

ditulis dalam bahasa Sanskerta.

Kisah Ramayana yang dibawakan pada pertunjukan ini serupa dengan yang

terpahat pada Candi Prambanan. Seperti yang banyak diceritakan, cerita

Ramayana yang terpahat di candi Hindu tercantik mirip dengan cerita

dalam tradisi lisan di India. Jalan cerita yang panjang dan menegangkan

itu dirangkum dalam empat lakon atau babak, penculikan Sinta, misi

Anoman ke Alengka, kematian Kumbakarna atau Rahwana, dan pertemuan

kembali Rama-Sinta.

Seluruh cerita disuguhkan dalam rangkaian gerak tari yang dibawakan

oleh para penari yang rupawan dengan diiringi musik gamelan. Anda

diajak untuk benar-benar larut dalam cerita dan mencermati setiap

gerakan para penari untuk mengetahui jalan cerita. Tak ada dialog yang

terucap dari para penari, satu-satunya penutur adalah sinden yang

menggambarkan jalan cerita lewat lagu-lagu dalam bahasa Jawa dengan

suaranya yang khas.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Cerita dimulai ketika Prabu Janaka mengadakan sayembara untuk

menentukan pendamping Dewi Shinta (puterinya) yang akhirnya dimenangkan

Rama Wijaya. Dilanjutkan dengan petualangan Rama, Shinta dan adik

lelaki Rama yang bernama Laksmana di Hutan Dandaka. Di hutan itulah

mereka bertemu Rahwana yang ingin memiliki Shinta karena dianggap

sebagai jelmaan Dewi Widowati, seorang wanita yang telah lama

dicarinya.

Untuk menarik perhatian Shinta, Rahwana mengubah seorang pengikutnya

yang bernama Marica menjadi Kijang. Usaha itu berhasil karena Shinta

terpikat dan meminta Rama memburunya. Laksama mencari Rama setelah lama

tak kunjung kembali sementara Shinta ditinggalkan dan diberi

perlindungan berupa lingkaran sakti agar Rahwana tak bisa menculik.

Perlindungan itu gagal karena Shinta berhasil diculik setelah Rahwana

mengubah diri menjadi sosok Durna.

Di akhir cerita, Shinta berhasil direbut kembali dari Rahwana oleh

Hanoman, sosok kera yang lincah dan perkasa. Namun ketika dibawa

kembali, Rama justru tak mempercayai Shinta lagi dan menganggapnya

telah ternoda. Untuk membuktikan kesucian diri, Shinta diminta membakar

raganya. Kesucian Shinta terbukti karena raganya sedikit pun tidak

terbakar tetapi justru bertambah cantik. Rama pun akhirnya menerimanya

kembali sebagai istri.

Anda tak akan kecewa bila menikmati pertunjukan sempurna ini sebab tak

hanya tarian dan musik saja yang dipersiapkan. Pencahayaan disiapkan

sedemikian rupa sehingga tak hanya menjadi sinar yang bisu, tetapi

mampu menggambarkan kejadian tertentu dalam cerita. Begitu pula riasan

pada tiap penari, tak hanya mempercantik tetapi juga mampu

menggambarkan watak tokoh yang diperankan sehingga penonton dapat

dengan mudah mengenali meski tak ada dialog.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Anda juga tak hanya bisa menjumpai tarian saja, tetapi juga adegan

menarik seperti permainan bola api dan kelincahan penari berakrobat.

Permainan bola api yang menawan bisa dijumpai ketik Hanoman yang semula

akan dibakar hidup-hidup justru berhasil membakar kerajaan

Alengkadiraja milik Rahwana. Sementara akrobat bisa dijumpai ketika

Hanoman berperang dengan para pengikut Rahwana. Permainan api ketika

Shinta hendak membakar diri juga menarik untuk disaksikan.

Di Yogyakarta, terdapat dua tempat untuk menyaksikan Sendratari

Ramayana. Pertama, di Purawisata Yogyakarta yang terletak di Jalan

Brigjen Katamso, sebelah timur Kraton Yogyakarta. Di tempat yang telah

memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) pada tahun 2002 setelah

mementaskan sendratari setiap hari tanpa pernah absen selama 25 tahun

tersebut, anda akan mendapatkan paket makan malam sekaligus melihat

sendratari. Tempat menonton lainnya adalah di Candi Prambanan, tempat

cerita Ramayana yang asli terpahat di relief candinya.

Sendratari Ramayana di Purawisata Yogyakarta

Harga Tiket: Rp. 175.000

Fasilitas:

Makan malam di Jimbaran Resto

Melihat pentas gamelan selama makan malam

Kunjungan ke backstage untuk melihat persiapan penari jika datang lebih

awal

Dapat memotret selama pertunjukan

Foto bersama para penari setelah pertunjukan

Jadwal Pementasan:

Pukul 18.00 - 21.30 WIB

Setiap hari.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

2.15. KURSUS SEHARI

A. Kursus Membatik

Sejumlah tempat di Yogyakarta menyediakan

fasilitas belajar membatik. Anda bisa menyelami budaya batik tulis

hingga lukis dan mempraktekkan pembuatan motif-motif batik legendaris.

Mengunjungi Yogyakarta, anda tak hanya bisa membeli dan menikmati karya

seni batik yang mengagumkan, tetapi juga berkesempatan untuk

mempelajari teknik pembuatannya. Kesempatan yang sangat berharga itu

dikemas dalam paket wisata menarik dengan durasi yang cukup singkat dan

harga yang terjangkau, pasti akan sangat menyenangkan.

Ragam batik yang bisa dipelajari meliputi batik tulis, batik cap dan

batik lukis. Setiap tempat yang menawarkan biasanya memiliki

spesifikasi tersendiri tentang jenis batik yang diajarkan. Selama

sehari, biasanya dibagi dalam dua sesi, anda akan belajar seluruh

proses pembuatan batik yang umumnya terdiri dari pembuatan motif,

pewarnaan kain, proses ngorot malam dan penjemuran.

Proses pembuatan motif dimulai ketika seluruh bahan, terutama kain

mori, telah siap. Pembuatan motif ini dilakukan dengan bahan utama

lilin atau malam yang digunakan sebagai zat perintang warna. Bila ingin

membuat batik tulis, maka pembuatan motif digunakan dengan alat bantu

canting sementara batik cap menggunakan cap batik yang telah didesain

sesuai motif yang diinginkan.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Biasanya, anda bebas memilih motif yang hendak dibuat. Motif-motif unik

yang bisa dibuat misalnya motif ceplok, motif cecek sawut dan motif

semen. Semua motif itu terdapat pada bangunan-bangunan bersejarah di

Indonesia. Motif ceplok terdapat pada Candi Borobudur, motif cecek

sawut terdapat pada hiasan genderang perunggu pada Zaman Perunggu

sementara motif semen terdapat pada makan Ratu Kalinyamat.

Proses dilanjutkan dengan mewarnai kain. Caranya, kain yang telah

dimotif dicelupkan dalam ember yang berisi zat warna. Sepertinya proses

ini sederhana, namun sebenarnya cukup sulit, apalagi bila menginginkan

batik lebih dari dua warna. Banyak pembatik masih menggunakan pewarna

alami yang terbuat dari bahan alam tertentu, namun banyak pula yang

menggunakan pewarna sintetik.

Usai mewarnai kain hingga merata, proses pembuatan batik dilanjutkan

dengan nglorot malam, atau melarutkan lilin yang melekat di kain.

Mulanya, disiapkan dulu air mendidih yang dicampur dengan abu soda dan

akhirnya kain dicelupkan hingga seluruh lilin larut dalam air. Bila

lilin belum juga larut, maka harus dibersihkan dahulu pasca pelorotan.

Tahap akhirnya adalah pencucian. Bila menggunakan pewarna alami, maka

pencuciannya tidak bisa menggunakan deterjen sebab akan merusak warna.

Setelah dicuci, kain dijemur dengan cara diangin-anginkan agar warna

tak pudar. Setelah dijemur inilah anda bisa melihat perbedaan batik

yang diwarnai dengan pewarna alami, biasanya warnanya akan lebih kusam.

Tempat-tempat kursus batik di Yogyakarta menyediakan instruktur-

instruktur profesional sehingga bisa membuat anda mahir meski kursus

dalam jangka waktu singkat. Beberapa tempat juga memiliki instruktur

yang menguasai bahasa asing, umumnya Bahasa Inggris, sehingga

memudahkan anda memahami materi yang diberikan.

Beberapa tempat yang menyediakan jasa kursus batik antara lain Sanggar

Kalpika yang berada di Kampung Taman, sebelah barat Tamansari. Di sana,Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

anda akan ditawari belajar batik lukis. Bagi anda yang ingin

mempelajari batik tulis dan cap (cetak), Balai Batik adalah tempat yang

tepat. Lembaga yang berlokasi di Jalan Kusumanegara ini menyiapak

tenaga dan ruangan khusus bagia anda yang ingin belajar membatik. Biaya

yang dikeluarkan bervariasi sesuai durasi kursus yang diinginkan,

berkisar antara Rp 250.000,00 hingga Rp 1.500.000,00.

Selain belajar membatik, anda juga bisa mengamati aktivitas dan hasil

karya pembatik Kampung Taman yang sejak 30 tahun lampau mengembangkan

batik lukis. Anda juga bisa melihat beragam karya batik nusantara yang

dipamerkan di Balai Batik.

B. Kursus Membatik Wayang Kayu

Membatik dengan media kain bisa jadi sudah biasa

bagi anda, tapi tentu tidak dengan media kayu. Dusun Krebet menawarkan

paket wisata belajar membatik di atas wayang berbahan kayu.

Wayang boleh saja berawal dari prakarsa Sunan Kudus yang menyebarkan

Islam ke tanah Jawa, namun tentu jenis wayang yang ada kini tak hanya

berdasar pada yang dikembangkan oleh sang sunan. Wayang klithik

misalnya, adalah jenis wayang berbahan dasar kayu yang berkembang

beberapa saat setelah jaman Sunan Kudus.

Sejak tahun 1970-an, Dusun Krebet menjadi salah satu pionir yang

mengembangkan kerajinan kayu dengan mengadopsi bentuk wayang klithik.

Tak berapa lama kemudian, kurang lebih tahun 1992, muncul inovasi baru

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

dari dusun itu yang memadukan kerajinan wayang tersebut dengan motif

batik klasik. Permukaan wayang tak lagi polos, namun berhias motif a la

Kraton Yogyakarta.

Kini, setelah lebih dari sepuluh tahun berkembang, kesenian wayang

batik di Dusun Krebet tak hanya bisa dibeli, tetapi juga bisa

dipelajari. Anda bisa memesan paket wisata ke dusun tersebut, maka

paket belajar membuat wayang batik akan termasuk di dalamnya. Tentu

hanya proses membatiknya saja yang akan dipelajari, sebab untuk membuat

wayang butuh waktu lama.

Proses membatik mungkin sudah banyak disaksikan dan dipelajari di

tempat lain, namun membatik dengan media wayang tentu akan memberikan

sensasi yang berbeda. Proses membatik dengan media ini tentu akan lebih

membutuhkan ketelitian sebab polanya secara otomatis dibuat manual,

tidak dicetak seperti ketika membatik dengan media kain.

Sensasi lain, motif yang dipelajari selama belajar membuat wayang batik

di dusun ini adalah motif klasik Kraton, seperti parangrusak,

parangbarong, kawung, garuda, sidomukti, sidorahayu dan puluhan motif

lain. Karena motif itulah, kerajinan wayang batik di dusun ini terkenal

dan diminati di pasar mancanegara.

Memang, fasilitas belajar membatik di dusun ini tergolong sederhana dan

belum tersedia pula instruktur yang bisa berbahasa asing. Namun, dengan

mengamati aktivitas para pengrajin mulai membuat wayang dan membatik,

tentu sudah memberi modal yang cukup untuk mulai membatik. Anda juga

bisa memilih sendiri motif batik yang hendak dibuat.

Untuk menikmati proses belajar membuat wayang batik ini, anda perlu

mengeluarkan biaya sekitar Rp 200.000,00. Sekilas tampak mahal, tapi

akan terasa murah karena tak hanya proses belajar membuat wayang saja

yang bisa dinikmati. Selama berwisata, anda juga akan menginap di rumah

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

penduduk yang dijadikan semacam homestay di dusun ini tanpa biaya

tambahan.

Untuk menuju Dusun Krebet, anda bisa melewati Jalan Bantul dan terus ke

arah selatan. Beberapa alternatif jalan bisa dipilih kemudian, misalnya

melewati desa wisata Kasongan atau berbelok ke kanan setelah sampai

Masjid Agung bantul. Anda harus menyiapkan kendaraan pribadi atau

menghubungi agen tur yang menyediakan jasa menuju dusun tersebut, sebab

tak ada angkutan umum yang menjangkau dusun ini.

Selain belajar membatik wayang, anda juga bisa berlatih memanjat pohon

kelapa dan mengambil nira yang biasa digunakan sebagai bahan baku gula

merah. Anda juga akan mendapatkan paket tur keliling hutan jati dengan

menggunakan jeep. Saat lelah, anda bisa menikmati hidangan khas dusun

tersebut, berupa sayur lodeh, gudeg manggar, tempe garit, peyek serta

wedang legen.

C. Kursus Kerajinan Perak

Perhiasan perak khas Kotagede yang telah

mendunia kini tak hanya bisa dibeli, tetapi juga bisa dipelajari

pembuatannya. Sejumlah tempat menawarkan kesempatan langka itu dengan

durasi sesuai kebutuhan anda.

Kotagede tak bisa dipungkiri lagi telah menjadi sentra kerajinan perak

terbesar di Indonesia, melebihi Bali, Lombok dan Kendari. Beragam

kerajinan perak yang diolah menjadi beragam bentuk lewat beragam cara

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

dihasilkan dari tempat yang berlokasi 10 km dari pusat kota Yogyakarta.

Sejak tahun 70an, kerajinan perak produksi Kotagede telah diminati

wisatawan mancanegara, baik yang berbentuk perhiasan, peralatan rumah

tangga ataupun aksesoris penghias.

Kini, Kotagede tak hanya menawarkan kemewahan kerajinan perak

produksinya, tetapi juga kesempatan untuk mempelajari proses pembuatan

peraknya. Sebuah kursus singkat yang berdurasi tiga jam hingga dalam

hitungan hari menawarkan pada anda paket wisata alternatif meliputi

merancang desain perhiasan perak, membuatnya dan akhirnya membawa

pulang hasil buatan anda sendiri. Salah satu tempat dimana anda bisa

menikmati paket wisata itu adalah di Studio 76.

Tahap awal kursus adalah perancangan desain perhiasan. Anda dibebaskan

untuk memilih jenis perhiasan dan desain yang akan dibuat. Setelah

desain ditentukan, proses dilanjutkan dengan pemindahan desain ke

cetakan dan penempaan. Setelah ditempa, lempengan kuningan atau tembaga

yang digunakan sebagai bahan dasar ditempa menggunakan timah lunak.

Selanjutnya, bahan dirangkai sesuai keinginan dan dipoles dengan perak

melalui penyepuhan.

Bila memiliki lebih banyak waktu, anda bisa memilih membuat perhiasan

perak yang lebih indah. Untuk membuatnya, anda harus berlatih memahat

lempengan bahan dasar perhiasan sebelum memolesnya. Anda juga bisa

memilih membuat perhiasan yang bentuknya bagai anyaman kawat-kawat

tipis berlapis perak pada bagian luarnya. Tentu, semakin indah dan

detail perhiasan yang ingin dibuat, akan semakin berharga pula benda

itu di mata orang lain.

Seluruh proses perancangan dan pembuatan kerajinan adalah hak anda.

Selama proses pembuatan, instruktur hanya akan membimbing dan

memperbaiki beberapa detail yang masih kurang bagus. Pengalaman

instruktur dalam membimbing dan membuat kerajinan perak selama

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

bertahun-tahun akan membantu anda belajar dalam waktu cepat. Ditunjang

dengan keahlian instruktur berbahasa asing, tentu akan sangat

memudahkan anda.

Selama waktu kursus, anda juga akan mendapat berbagai penjelasan

tentang kerajinan perak dan Kotagede. Diantaranya, penjelasan tentang

sejarah kerajinan perak di Kotagede dan penjelasan tentang berbagai

teknik pembuatan kerajinan perak. Anda tentu juga dapat berkeliling

lokasi produksi kerajinan dan menyaksikan para pengrajin sedang

bekerja, disamping melihat berbagai produk yang telah siap dijual.

Bila memilih paket wisata membuat perak di Studio 76, ada beberapa

pilihan waktu dan durasi sesuai keinginan anda. Bila hanya memiliki

sedikit waktu saja, anda bisa memilih Short Course yang berdurasi 3

jam, namun bila memiliki banyak waktu anda bisa memilih Full Day Course

yang berlangsung dari pagi hingga sore hari. Jika masih juga kurang

puas, anda bisa memilih Arraged Course yang jangka waktunya

menyesuaikan dengan target dan keinginan anda.

Biaya kursus berkisar antara Rp 100.000,00 hingga Rp 2.000.000,00 per

orang, tergantung pada pilihan paket kursusnya. Semakin lama jangka

waktu kursus, maka biaya akan semakin mahal pula. Namun tak perlu

khawatir, karena proses belajar pun akan lebih detail dan perhiasan

perak yang ditawarkan pun memiliki gram yang lebih tinggi. Perhiasan

yang dihasilkan dari Short Course maksimal hanya 5 gram, tetapi Full

Day Course mencapai 10 gram.

Untuk mengikuti kursus ini, anda harus menghubungi lebih dulu beberapa

sanggar atau penyedia jasa kursus sehingga instruktur dan peralatan

pembuatan perak bisa dipersiapkan. Untuk menuju Studio 76, anda bisa

melaju ke arah Kotagede dan kemudian berjalan ke Jalan Purbayan. Studio

tersebut menyediakan instruktur yang menguasai Bahasa Inggris dan

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Perancis. Nah, tertarik menghasilkan kerajinan perak buah tangan anda

sendiri?

2.16. LAIN-LAIN

A. Alun-alun Kidul

Alun-Alun Kidul yang disimbolkan dengan gajah

yang berwatak tenang menawarkan paket wisata untuk menenangkan hati,

menghangatkan malam dengan ronde dan bajigur, serta mencari berkah

lewat Masangin.

Anda yang pernah tinggal di Yogyakarta, tentu takkan bisa melupakan

nuansa akrab di Alun-alun Kidul. Di tengah malam bersama teman kuliah,

anda mungkin pernah duduk di tikar yang tersedia di warung sekitar

sambil berbincang tentang tugas kuliah hingga adik kelas pujaan. Bisa

jadi pula anda sering menikmati kehangatan minuman sambil bercengkrama

dengan tetangga sekampung atau rekan sekerja semasa di Yogyakarta.

YogYES mengajak anda mengenang semua memori itu dan berkunjung lagi ke

Yogyakarta untuk menyapa teman dan merasakan lagi nuansa Alun-Alun

Kidul. Bagi yang belum pernah ke Yogyakarta, tulisan ini akan

memperkenalkan kehangatan dan keakraban kawasan yang sering disingkat

dengan nama Alkid ini. Anda akan tahu bahwa nuansa Alun-Alun Kidul bisa

dinikmati siapa pun tanpa kenal status sosial dan menjadi semakin ramai

ketika malam menjelang.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Alun-Alun Kidul merupakan wilayah di belakang kompleks bangunan Kraton

Yogyakarta yang bisa dijangkau dengan berjalan ke arah selatan dari

Sentra Makanan Khas Gudeg Wijilan. Disimbolkan dengan gajah yang

memiliki watak tenang, Alun-Alun Kidul merupakan penyeimbang Alun-Alun

Utara yang memiliki watak ribut. Karenanya, Alun-Alun Kidul dianggap

tempat palereman (istirahat) para Dewa. Dan jelas kini sudah menjadi

tempat ngleremke ati (menenangkan hati) bagi banyak orang.

Pukul lima sore adalah awal keramaian Alun-Alun Kidul. Tenda-tenda

pedagang mulai didirikan dan bahan makanan atau minuman yang akan

dijajakan pun disiapkan. Begitu gelap, anda bisa mulai menjajal makanan

dan minuman yang dijajakan. Bila berjalan ke salah satu sudutnya, anda

akan menemukan kedai ronde, sebuah minuman berkomposisi wedang jahe,

kacang, kolang kaling dan bulatan dari tepung beras berisi gula jawa

cair yang hangat. Harganya pun cukup murah, hanya sekitar Rp 2.500,00.

Tak jauh dari penjaja ronde, anda akan menemukan penjual wedang

bajigur. Walau tetap menyuguhkan minuman bercitarasa jahe, namun

komposisi minuman itu tetap berbeda. Kuah wedang bajigur terbuat dari

santan kelapa, jahe, bubuk kopi dan sirup gula jawa. Biasanya, wedang

itu diisi irisan roti tawar, kelapa yang diiris kotak dan kolang-

kaling. Kehangatannya bisa menyapu dinginnya malam dan meramaikan

suasana berkumpul anda.

Jika lapar, anda juga dapat menyantap berbagai hidangan. Bebakaran

seperti jagung bakar, pisang bakar dan roti bakar adalah teman yang

tepat jika anda memesan wedang bajigur. Jagung bakar yang dijual di

sini dibakar dengan mentega dan saus sambal hingga matang namun tak

gosong, sementara pisang bakarnya diberi coklat yang akan melumer jika

dibakar. Keduanya benar-benar mampu memanjakan lidah. Roti bakarnya pun

tersedia dalam ragam rasa sehingga mampu menggugah selera.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Pilihan lauk bila ingin bersantap dengan nasi juga tersedia. Ayam

bakar, berbagai macam ikan bakar hingga tempe tersedia. Masakannya

mungkin biasa, tetapi bila mampu menjadikan nuansa alun-alun kidul

sebagai bumbu masakannya, tentu akan menjadi luar biasa. Dengan konsep

lesehan, umumnya warung makan di kawasan alun-alun ini menjajakan

makanan dengan harga tak mahal. Anda bisa kenyang dengan hanya

mengeluarkan Rp 5000,00 saja.

Usai memanjakan lidah, anda bisa mencoba atraksi yang dinamai Masangin,

yaitu melewati jalan antara dua beringin yang ada di tengah alun-alun

dengan mata ditutup kain hitam. Konon, jika orang mampu melewatinya dan

tak serong atau menabrak maka ia akan mendapat berkah tak terhingga.

Tapi, jangan mencoba untuk mengintip, sebab jika dilakukan anda akan

masuk ke dunia lain. Anda akan mendapati alun-alun dalam keadaan sepi

dan sulit untuk kembali ke alam nyata lagi.Untuk mencobanya, anda cukup

menyewa kain hitam seharga Rp 3.000,00.

Anda juga bisa berbincang dengan salah satu penyewa kain hitam bernama

Albertus Harjo Suwito yang telah menjadikan alun-Alun Kidul sebagai

tempat mencari nafkah selama 30 tahun. Menurutnya, usaha persewaan kain

hitam tak cuma bisnis tetapi juga bentuk pelestarian budaya dan

kepercayaan masyarakat jaman dahulu. Ritual melewati dua pohon beringin

yang disebutnya Ngalah Berkah itu bukanlah takhayul, tetapi sebuah sarana

untuk menghantarkan permohonan pada Tuhan. Terkabul atau tidaknya

tergantung pada Sang Kuasa.

Di waktu-waktu tertentu, anda dapat melihat pagelaran wayang di Sasono

Hinggil Dwi Abad. Namun, untuk melihatnya anda perlu persiapan karena

umumnya wayang digelar semalam suntuk. Anda juga dapat melihat

persiapan para prajurit kraton untuk merayakan Grebeg (perayaan

memperingati Maulud Nabi). Di alun-alun inilah semua prajurit berkumpul

untuk melaksanakan gladi resik sehari sebelum perayaan dan berangkat ke

alun-alun utara pada hari perayaan.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Selain malam hari, anda juga bisa mengunjungi alun-alun ini, tentu

untuk menyaksikan sesuatu yang berbeda. Anda bisa melihat gajah kraton

di Kandang Gajah di siang hari atau melihat pertandingan sepak bola

anak-anak dan remaja sekitar alun-alun di sore hari. Di pinggir alun-

alun ini pula saat siang banyak pedagang klithikan yang berjualan. Anda

bisa berburu barang-barang antik di situ.

B. Angkringan Lik Man

Angkringan Lik Man dikelola oleh putra Mbah

Pairo, penjual angkringan pertama di Yogyakarta. Memiliki minuman khas

Kopi Joss, angkringan ini pernah menjadi tempat melewatkan malam

sejumlah tokoh terpandang di Indonesia.

Tahukah anda sebuah tempat di Yogyakarta tempat mahasiswa,

komunitas cyber seperti blogger dan chatter, wartawan, seniman, budayawan,

tukang becak, hingga penjaja cinta bisa berbincang santai? Jika anda

pernah belajar di Yogyakarta, dimana anda dulu berembug bersama teman

tentang tema skripsi atau tugas sekolah? Di antara sekian tempat yang

anda sebutkan, pasti angkringan Lik Man yang terletak di sebelah utara

Stasiun Tugu menjadi salah satunya. Wajar, sebab tempat itu telah

menjadi favorit banyak orang.

YogYES mengajak anda untuk menikmati nuansa Angkringan Lik Man yang

pernah dirasakan oleh banyak orang. Anda bisa berjalan ke utara dari

arah Malioboro atau Stasiun Tugu hingga menemukan jalan kecil ke arah

barat, kemudian berbelok. Anda akan menemukan angkringan yang dimaksud

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

tak jauh dari belokan, tepatnya di sebelah kiri jalan. Cirinya, ada dua

buah bakul yang dihubungkan dengan bambu, anglo dengan arang yang

membara, serta deretan gelas yang ditata.

Angkringan Lik Man merupakan angkringan legendaris, sebab pedagangnya

adalah generasi awal pedagang angkringan di Yogyakarta yang umumnya

berasal dari Klaten. Lik Man yang bernama asli Siswo Raharjo merupakan

putra Mbah Pairo, pedagang angkringan pertama di Yogyakarta yang

berjualan sejak tahun 1950-an. Warung berkonsep angkringan yang dulu

disebut 'ting ting hik' diwariskan kepada Lik Man tahun 1969. Sejak itu,

menjamurlah angkringan-angkringan lain.

Begitu sampai di angkringan yang buka pukul 18.00 ini, anda bisa

memesan bermacam minuman yang ditawarkan, panas maupun dingin. Pilihan

minuman favorit adalah Kopi Joss, kopi yang disajikan panas dengan

diberi arang. Kelebihan kopi itu adalah kadar kafeinnya yang rendah

karena dinetralisir oleh arang. Tak usah khawatir itu hanya mitos,

sebab Kopi Joss lahir dari penelitian mahasiwa Universitas Gadjah Mada

yang kebetulan sering nongkrong di Angkringan Lik Man.

Berbagai makanan juga disediakan, ada sego kucing berlauk oseng tempe

dan sambal teri hingga gorengan dan jadah (makanan dari ketan yang

dipadatkan berasa gurih) bakar. Sego kucing di Angkringan Lik Man yang

harganya Rp 1.000,00 tak kalah lezat dengan masakan lainnya sebab

nasinya pulen dan oseng tempe dan sambal terinya berbumbu pas.

Menikmati sego kucing yang selalu disajikan dalam keadaan hangat dengan

lauk gorengan atau sate telur selain lezat juga tak menguras uang.

Jika menjumpai makanan dalam keadaan dingin, anda dapat meminta penjual

untuk menghangatkannya dengan cara dibakar. Lauk pauk yang menjadi

lebih lezat ketika dibakar adalah mendoan (tempe goreng tepung), tahu

susur, tempe bacem, endas (kepala ayam) dan tentu saja jadah. Bila tak

nyaman makan dengan bungkus nasi saja atau anda makan dalam jumlah

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

banyak, penjual angkringan menyediakan piring untuk menyamankan acara

makan anda.

Anda bisa memilih tempat duduk di dua tempat yang disediakan. Jika

ingin berbincang dengan pedagang, anda bisa duduk di dekat bakul atau

anglo. Selain dapat bercerita dengan Lik Man, duduk di dekat bakul akan

mempermudah jika ingin tambah makanan. Tetapi bila ingin lebih

berakraban dengan teman, anda bisa duduk di tikar yang digelar

memanjang di trotoar seberang jalan. Tak perlu khawatir ruang yang

tidak cukup sebab panjang trotoar yang digelari tikar hampir 100 meter.

Sambil duduk, anda diberi kebebasan untuk berbicara apapun. Orang-orang

yang sering datang ke angkringan ini membicarakan berbagai hal, mulai

tema-tema serius seperti rencana demostrasi dan tema edisi di majalah

mahasiswa hingga yang ringan seperti kemana hendak liburan atau sekedar

tertawaan tak jelas yang sering disebut dengan gojeg kere. Tak ada

larangan formal, tetapi yang jelas perlu menjaga budaya angkringan,

yaitu tepo sliro (toleransi), kemauan untuk berbagi dan biso

rumongso (menjaga perasaan orang lain). Bisa diartikan tak perlu berebut

tempat dan menghargai orang lain yang duduk berdekatan.

Sejumlah tokoh terpandang telah menjadikan Angkringan Lik Man sebagai

tempat menikmati malam. Ada Butet Kertarajasa, Djaduk Ferianto, Emha

ainun Nadjib, Bondan Nusantara hingga Marwoto. Maka, tak seharusnya

anda melewatkan suasana malam kota Yogyakarta tanpa berkunjung ke

Angkringan Lik Man. Nikmatilah nuansa yang pernah dinikmati oleh banyak

orang Yogyakarta dan sejumlah tokoh yang disebut di atas.

C. Bioskop Permata

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Bioskop Permata yang berdiri sejak tahun 1940-an

seolah diremajakan oleh Aaron Noble, seorang muralis asal San

Fransisco. Karya mural yang berjudul "Matahari" itu seakan bermaksud

untuk memberi 'terang' dalam senjakala Bioskop Permata.

Sekitar tahun 1940-an, berdirilah sebuah bioskop di Yogyakarta, dinamai

Permata. Sesuai namanya, bioskop itu benar-benar menjadi permata bagi

warga Jogja, terutama anak-anak muda. Bioskop Permata tidak hanya

menjadi tempat menonton film, tetapi juga tempat berkumpul, melakukan

keisengan serta berbagai romantisme masa muda lainnya. Keberadaan

bioskop ini bisa sampai mengubah wilayah berdirinya bioskop yang

sebelumnya hanya dikenal dengan Jalan Sultan Agung menjadi wilayah

Permata.

Begitu fenomenalnya Bioskop Permata di kala itu, terutama era 60 hingga

70-an, hingga seolah tak memberi hak bagi anak muda Jogja untuk tidak

menapakinya. Bioskop ini adalah tempat wajib dikunjungi saat itu,

menjadi simbol prestise bagi di kalangan anak muda, sama seperti mal

dan kafe pada masa sekarang. Di bioskop ini pula, beragam film-film

Indonesia yang fenomenal pernah diputar, seperti Badai Pasti Berlalu

versi tahun 70-an, dan Gita Cinta di SMA.

Namun waktu terus melaju, seperti pagi yang mau tak mau harus beranjak

menuju senja. Begitu pun Bioskop Permata, sinar kejayaannya kini mulai

memudar, beranjak menuju senjakala bisnisnya. Karyawan yang semula

berjumlah puluhan sekarang tinggal beberapa. Cabang-cabang yang

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

tersebar hingga ke Wonosobo juga mulai berjatuhan. Bioskop Permata tak

lagi dikenal dengan film-filmnya yang bermutu, tetapi justru dikenal

sebagai bioskop yang memutar film-film semacam "Gairah Nakal", dsb.

Bioskop Permata hampir saja tak digubris eksistensinya, gedungnya saja

seperti dilupakan keberadaannya, hanya sesekali orang melirik ke arah

spanduk film yang diputar. Untung saja sebuah komunitas seni bernama

Apotik Komik melakukan kegiatan membuat mural, bekerja sama dengan para

seniman mural asal San Fransisco. Aksi me-mural yang merupakan salah

satu rangkaian dalam Sama-Sama/Together Project itu berhasil 'menyelamatkan'

bioskop ini, memberi terang di tengah kesuramannya.

Mengapa aksi me-mural itu bisa memberi terang? Bukan saja karena warna-

warni mural yang cerah, tetapi juga karena gambaran mural yang dinamai

"Matahari". Seolah tak ingin membiarkan bioskop itu meninggalkan

senjakalanya, mural itu berusaha memberi terang hingga bioskop tak

sampai di gelapnya malam, alias punah. Sejujurnya, memang mural yang

hadir sejak tahun 2003 inilah yang menjadi daya tarik utama Bioskop

Permata saat ini, sebab selain keindahan, mural itu juga menggambarkan

sosok tertentu.

"Matahari" merupakan hasil imajinasi Aaron Noble, muralis asal San

Fransisco yang membuat karya mural di Bioskop Permata, akan sosok

superhero. Ia membayangkan sosok superhero baru, yang bukan lagi

seorang Superman atau Batman seperti superhero dalam komik Amerika,

bukan pula Gatotkaca atau Hanoman dalam cerita wayang Indonesia. Ia

mengimajinasikan sosok superhero yang memiliki karakter dan kekuatan

super paduan superhero Amerika dan Indonesia. Imajinasi itu mungkin tak

lepas dari kenangan masa kecil Aaron, yang tumbuh di kota kecil dengan

film-film superhero yang mungkin sering ditontonnya.

Bila melihat mural "Matahari" yang bisa dijumpai di dinding barat

Bioskop Permata ini, mungkin saja anda bingung tentang siapa superhero

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

yang dipadukan dan bagaimana karakternya. Kebingungan yang sama juga

ada di pikiran YogYES saat melihatnya hingga membuat kami harus

bertanya ke Samuel Indratma, salah satu pentolan Apotik Komik yang

turut serta dalam Sama-Sama/Together Project. Namun, saat ditanya, Samuel

sendiri tidak mengetahui secara pasti hingga ia pun berkata bahwa hal

tersebut bisa ditafsirkan oleh setiap orang yang melihat. Justru,

menurutnya, jika banyak orang yang menafsirkan maka mural tersebut bisa

dikatakan karya seni yang berhasil.

Meski tak jelas siapa yang dipadukan, namun gambaran superhero itu bisa

dilihat detail. Superhero yang diciptakan Aaron digambarkan sedang

bertarung melawan tokoh lain yang mungkin merupakan musuh bebuyutannya.

Superhero itu tampak perkasa, tampil dengan cengkeraman tangan yang

kuat serta menggenggam pisau yang berbentuk semacam tanduk dan dihiasi

pita-pita yang melingkar. Tubuh superhero itu digambarkan berwarna

hitam dan berukuran besar, berada di atas latar yang berwarna ungu.

Sebenarnya, "Matahari" yang ada sekarang sudah mengalami beberapa

perubahan. Mulanya, pisau yang digenggam oleh superhero itu tampak

jelas, mata pisaunya tampak mengkilat, hingga akhirnya menimbulkan

sedikit kebingungan di kalangan muralis lainnya, apakah tidak terlalu

"gelap" jika karya superhero itu hadir di dinding sebuah bioskop yang

terkenal memutar film-film asmara itu. Karena itulah, sedikit perubahan

pun dilakukan dengan mengubah pisau menjadi berbentuk tanduk kerbau

serta melakukan perubahan kecil pada bagian lainnya.

Terlepas dari karyanya yang membuat bingung, yang sepertinya memang

harus dimiliki oleh sebuah karya seni, mural "Matahari" merupakan karya

seni yang istimewa. Mural ini tidak hanya dibuat dengan mengandalkan

kreativitas semata, tetapi juga pengalaman personal dan kesenangan sang

pembuat. Saat dipilihkan lokasi dinding bioskop, Aaron benar-benar

mendapatkan kesenangan. Ia seperti mengenang kembali pengalamannya

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

dengan bioskop yang diakrabinya selama bertahun-tahun, saat ia bekerja

di sebuah bioskop di kotanya.

Tertarik melihat superhero kolaborasi yang lahir dari persatuan

kreativitas dan pengalaman pribadi Aaron? Datang saja ke Bioskop

Permata. Anda bisa menjangkaunya dengan berjalan ke timur dari

perempatan Kantor Pos Besar hingga menemukan persimpangan kedua. Mural

"Matahari" persisi ada di dinding atas sebelah barat bioskop itu,

berbelok ke kiri dari persimpangan kemudian menolehkan pandangan ke

kanan atas.

Bila mau, anda bisa juga masuk ke dalam bioskop untuk menonton film

yang diputar setiap pukul 10.00, 15.00, 17.00 dan 21.00. Kalau tidak,

anda bisa juga meminta ijin masuk ke ruang operator, sekedar melihat

aktivitas karyawan yang memutar mesin rol film yang pastinya sudah

berusia puluhan tahun. Jika pernah menonton film "Janji Joni" yang

memenangkan penghargaan di Singapore Film Festival, anda pasti akan

merasa haru melihat para operator mesin pemutar rol itu bekerja.

D. Pabrik Gula Madukismo

Perasaan takjub akan menghinggapi anda ketika

mengunjungi pabrik yang berdiri tahun 1955 in. Madukismo tak hanya

legendaris karena usia tuanya, tapi juga karena besi bekasnya digunakan

untuk membangun Jembatan Kwai yang legendaris.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Mengunjungi Pabrik Gula Madukismo, anda akan merasakan nuansa awal era

industri. Sebuah bangunan besar berusia tua dengan halaman luas, mesin-

mesin kuno serta rel-rel kereta yang menjadi jalan kereta pengangkut

tebu akan menyapa dan menguatkan kesan itu. Pabrik ini menawarkan

kenikmatan berwisata yang berbeda dengan tempat lainnya. Seluruhnya

dikemas dalam Paket Agrowisata Madukismo, anda bisa menikmatinya dengan

mendaftar dulu sebagai peserta wisata jauh hari sebelumnya karena paket

wisata ini tak bisa dinikmati setiap saat.

Begitu sampai, anda akan disambut di Gedung Madu Chandya yang terletak

tak jauh dari areal pabrik. Anda akan mendapat penjelasan tentang

proses pembuatan gula dari tebu dan pembuatan spiritus dari hasil

samping produksi gula. Sedikitnya, penjelasan yang diberikan akan

membantu anda menikmati proses produksi di dalam pabrik. Tak perlu

merasa bosan karena penjelasan dikemas secara audio visual sehingga

menarik untuk disaksikan.

Perjalanan menggunakan kereta api tua bisa dinikmati usai mendapat

penjelasan tentang proses produksi. Anda bisa merasakan nuansa

perjalanan dengan kereta pada masa lampau ketika berada di dalam

gerbong yang ditarik oleh lokomotif tua bermesin diesel buatan Jerman.

Dengan kereta itu, anda akan diantar dari Madu Chandya menuju areal

pabrik melewati rel-rel tua dan perkebunan yang ada di dekat pabrik.

Begitu turun dari kereta, anda akan menuju lokasi Pabrik Gula

Madukismo. Jika datang pada bulan Mei - September, anda bisa

menyaksikan proses produksi gula secara langsung. Produksi gula

melewati tahap pemerahan nira untuk mendapatkan sari gula, pemurnian

nira dengan sulfitasi, penguapan nira, kristalisasi, puteran gula, dan

pengemasan. Sambil mencermati proses produksinya, anda juga bisa

melihat mesin-mesin tua yang menjadi alat produksi di pabrik ini.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Keluar dari lokasi produksi gula, anda akan menuju Pabrik Spiritus

Madukismo yang terletak di sebelah barat pabrik gula. Di pabrik yang

berdiri di pada tahun yang sama dengan pabrik gula ini, anda juga bisa

melihat seluruh proses produksi spiritus yang meliputi tahap

pengenceran bahan baku, peragian atau fermentasi dan penyulingan.

Spiritus dan produk alkohol lainnya yang dihasilkan oleh pabrik ini

diolah dari tetes tebu, hasil samping produksi gula.

Meski paket wisata telah usai sehabis mengunjungi pabrik spiritus, anda

tak perlu terburu-buru pulang. Masih banyak objek menarik lainnya yang

perlu dinikmati, misalnya dengan berkeliling ke wilayah di sekitar

pabrik. Anda bisa melakukan napak tilas melewati rel-rel kereta yang

dulu digunakan untuk mengangkut tebu dari desa-desa di wilayah Bantul

ke lokasi pabrik sambil melihat pemandangan sawah yang hijau. Di

wilayah sebelah timur pabrik, anda juga bisa menemui gerbong-gerbong

pengangkut tebu yang kini juga sudah tidak terpakai.

Besi-besi bekas dari lokasi pabrik ini pernah diangkut ke Thailand

untuk membangun Jembatan Sungai Kwai, jembatan penghubung Thailand dan

Burma yang merupakan lokasi pertempuran seru pada masa Perang Dunia ke

2 dan pernah diangkat dalam film The Bridge of the River Kwai yang memenangkan

7 Oscar pada tahun 1957, termasuk Best Movie. Kini, jembatan yang

dibangun dari besi-besi bekas di Madukismo menjadi salah satu objek

wisata ziarah andalan Thailand karena mengingatkan tragedi penyerbuan

oleh Sekutu dan para pekerja romusa.

Jika datang pada awal masa penggilingan tebu (Mei - September), anda

dapat menyaksikan ritual cembengan yang diadakan oleh warga sekitar dan

karyawan pabrik. Ritual tersebut bertujuan memohon berkat agar proses

penggilingan dapat berlangsung dengan lancar. Selama ritual itu

berlangsung, anda bisa menyaksikan kirab tebu temanten dan penggilingan

pertama, kesenian jathilan, pasar rakyat, penanaman kepala kerbau dan

sapi, sesajian, pembacaan ayat-ayat suci Alquran.dan pagelaran wayang

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

kulit selama semalam suntuk. Selesai mengunjungi pabrik ini, anda bisa

langsung menuju Desa Wisata Kasongan yang terletak beberapa kilometer

ke arah selatan pabrik.

E. Pabrik Tegel Kunci

Sebuah pabrik legendaris yang ikut ambil bagian

dalam produksi simbol kemewahan masa lalu dan kini. Berdiri sejak tahun

1929, Pabrik Tegel Kunci menghasilkan ubin-ubin klasik yang turut

menghiasi lantai Kraton Yogyakarta.

Jalan Pathuk yang selama ini hanya dikenal industri bakpia yang

berkembang sejak tahun 1920-an ternyata juga memiliki industri lain

yang mulai berkembang pada periode yang sama. Adalah Pabrik Tegel

Kunci, sebuah pabrik yang berdiri sejak sejak 16 Desember 1929 dan

memproduksi ubin-ubin bernuansa klasik dengan motif unik. Mengunjungi

pabrik ini, anda akan mengetahui bagaimana ubin sebagai sebuah simbol

kemewahan diproduksi.

Pabrik Tegel Kunci dapat dijangkau dengan berjalan ke arah barat dari

toko penjualan Bakpia Pathuk 25. Sebuah plang besar bertuliskan "Pabrik

Tegel dan Beton Kunci" akan dijumpai di sebelah kiri jalan sebagai

penanda bahwa anda telah sampai. Dulu, pabrik ini memang memproduksi

beton, tetapi sekarang memilih memfokuskan pada produksi tegel, jenis

ubin yang terbuat dari bahan dasar berupa campuran pasir dan semen yang

dihiasi dengan pewarnaan polos dan bermotif.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Begitu sampai, anda akan disambut oleh pekarangan luas dan bangunan

bercorak Eropa. Wajar, sebab pabrik ini memang semula didirikan oleh

dua warga negara Belanda yang tinggal di Indonesia, yaitu Louis Maria

Stacker dan Julies Gerrir Corrane. Memasuki bagian depan pabrik yang

semula bernama "Firma Tegelfabrik Midden Java" ini, anda dapat melihat

tegel-tegel unik yang diproduksi pada awal berdirinya pabrik ini karena

tegel-tegel itu dipasang pada lantai ruang tamu.

Menuju bagian dalam pabrik, anda dapat melihat langsung proses produksi

tegel yang dikerjakan oleh 30-an pekerja. Hingga kini, pembuatan tegel

di pabrik ini masih memakai cara yang diterapkan sejak puluhan tahun

lampau. Secara umum, proses produksi meliputi tahap pengayakan bahan,

pencetakan, penyablonan untuk memberi warna, pengeringan awal,

perendaman, pengeringan akhir dan pengepakan. Semua dikerjakan masih

dengan mesin sederhana, jadi mengandalkan keahlian pembuat.

Di bagian paling kiri, anda bisa melihat proses pencetakan dan

penyablonan. Meski terlihat sederhana, proses itu sebenarnya rumit,

sebab tegel terdiri dari 4 lapisan, yaitu matras, kalungan, kancingan

dan stempel. Pekerja harus membuat formula berbeda untuk setiap

lapisan. Untuk matras, perbandingannya adalah 7 ember pasir dan 1 ember

semen, sementara untuk stempel mesti ditambah cat. Semakin rumit ketika

membuat tegel bermotif, sebab harus membuat pola dari lempengan besi

dahulu.

Menuju ke sebelah rak pengeringan awal, anda bisa melihat bak

perendaman. Bak itu digunakan untuk merendam tegel yang telah melalui

pengeringan tahap awal. Perendaman selama 24 jam berfungsi untuk

merapatkan pori-pori tegel dan memperkuat strukturnya sehingga tak

mudah pecah. Setelah direndam, barulah tegel memasuki tahap pengeringan

akhir selama 4 - 5 hari di rak yang terdapat di sebelah kanan bak

perendaman.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

Jika ingin melihat hasil akhirnya, anda bisa menuju ke ruang pameran

yang berada di sebelah timur ruang produksi. Di sana, anda bisa melihat

koleksi tegel menarik, seperti tegel-tegel bermotif bunga, daun dan

batik. Ada pula tegel-tegel yang akan membentuk objek tertentu

(misalnya kupu-kupu) jika dirangkai, jadi seperti puzzle. Banyak tegel-

tegel bermotif produksi pabrik ini yang menghiasi lantai bangunan

bersejarah, diantaranya Kraton Yogyakarta, Gedung Wilis, dan bangunan

tua lainnya.

Selain menikmati proses produksi, anda juga bisa mengetahui sejarah

pabrik tegel legendaris ini jika bercakap dengan beberapa pekerja atau

pemiliknya. Selama puluhan tahun berdiri, pabrik ini berkali-kali

berganti pemilik. Tanggal 24 Oktober 1931, seorang warga negara

Indonesia bernama Lim Ing Hwie menggantikan Julies, sementara Louis

bertahan hingga akhir penjajahan Belanda. Saat maraknya pengambilan

aset perusahaan milik Belanda, pabrik ini ikut diambil negara dan baru

dikembalikan pada ahli warisnya pada tahun 1973.

Jika menginginkan, anda pun bisa membeli tegel dari pabrik ini untuk

menghiasi lantai rumah anda. Tegel polos dijual dengan harga Rp

59.000,00 / m2 sedangkan tegel bermotif dengan warna dominan gelap

dijual dengan harga Rp 159.000,00 / m2. Menggunakan tegel sebenarnya

lebih menguntungkan daripada porselen karena tegel memiliki pori-pori

sehingga tidak pecah jika panas, berbeda dengan porselen yang mudah

pecah.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

BAB III GUNUNG MERAPI

Merapi adalah nama sebuah gunungberapi di provinsi JawaTengah dan Yogyakarta, Indonesia yangmasih sangat aktif hingga saat ini.Sejak tahun1548, gunung ini sudahmeletus sebanyak 68 kali. Letaknya cukupdekat dengan Kota Yogyakarta dan masihterdapat desa-desa di lerengnya sampaiketinggian 1700 m. Bagi masyarakat di

tempat tersebut, Merapi membawa berkah material pasir, sedangkanbagi pemerintah daerah, Gunung Merapi menjadi obyek wisata bagi parawisatawan. Kini Merapi termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional GunungMerapi.

3.1. SEJARAH GEOLOGISGunung Merapi adalah yang termuda dalam kumpulan gunung berapi di

bagian selatan Pulau Jawa. Gunung ini terletak di zona subduksi,dimanaLempeng Indo-Australia terus bergerak ke bawah Lempeng Eurasia.Letusan di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000 tahun lalu, dansampai 10.000 tahun lalu jenis letusannya adalah efusif. Setelah itu,letusannya menjadi eksplosif, dengan lava kental yang menimbulkankubah-kubah lava.

Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besarsekitar 10-15 tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besarantara lain di tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan besarpada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungiabu. Diperkirakan, letusan tersebut menyebabkan kerajaan MataramKuno harus berpindah ke Jawa Timur. Letusannya ditahun 1930 menghancurkan 13 desa dan menewaskan 1400 orang.

Letusan pada November 1994 menyebabkan hembusan awan panas ke bawahhingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban puluhan jiwamanusia. Letusan 19 Juli 1998 cukup besar namun mengarah ke atassehingga tidak memakan korban jiwa. Catatan letusan terakhir gunung iniadalah pada tahun 2001-2003 berupa aktivitas tinggi yang berlangsungterus-menerus.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

3.2. RUTE PENDAKIANGunung Merapi merupakan obyek pendakian yang popular. Jalur

pendakian yang paling umum dan dekat adalah melalui sisi utaradari Sèlo, satu kecamatan di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, yangterletak di antara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Pendakian melaluiSelo memakan waktu rata-rata 5 jam hingga ke puncak.

Jalur populer lain adalah melalui Kaliurang,Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta di sisi selatan. Jalurini lebih terjal dan memakan waktu sekitar 6-7 jam hingga ke puncak.Jalur alternatif yang lain adalah melalui sisi barat laut, dimulaidari Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah dan melalui sisitenggara, dari arah Deles, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, JawaTengah.

3.3. STATUS TERKINIDi bulan April dan Mei 2006, mulai muncul tanda-tanda bahwa Merapi

akan meletus kembali, ditandai dengan gempa-gempa dan deformasi.Pemerintah daerah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta sudah mempersiapkanupaya-upaya evakuasi. Instruksi juga sudah dikeluarkan oleh kedua pemdatersebut agar penduduk yang tinggal di dekat Merapi segera mengungsi ketempat-tempat yang telah disediakan.

Pada tanggal 15 Mei 2006 akhirnya Merapi meletus. Lalu pada 4 Juni,dilaporkan bahwa aktivitas Gunung Merapi telah melampaui status awas.Kepala BPPTK Daerah Istimewa Yogyakarta, Ratdomo Purbo menjelaskanbahwa sekitar 2-4 Juni volume lava di kubah Merapi sudah mencapai 4juta meter kubik - artinya lava telah memenuhi seluruh kapasitas kubahMerapi sehingga tambahan semburan lava terbaru akan langsung keluardari kubah Merapi.

1 Juni, Hujan abu vulkanik dari luncuran awan panas Gunung Merapiyang lebat, tiga hari belakangan ini terjadi di KotaMagelang dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Muntilan sekitar 14kilometer dari Puncak Merapi, paling merasakan hujan abu ini. 

8 Juni, Gunung Merapi pada pukul 09:03 WIB meletus dengansemburan awan panas yang membuat ribuan warga di wilayah lereng GunungMerapi panik dan berusaha melarikan diri ke tempat aman. Hari initercatat dua letusan Merapi, letusan kedua terjadi sekitar pukul 09:40WIB. Semburan awam panas sejauh 5 km lebih mengarah ke hulu KaliGendol (lereng selatan) dan menghanguskan sebagian kawasan hutan diutara Kaliadem di wilayah Kabupaten Sleman.

3.4. UNSUR-UNSUR KIMIA YANG TERKANDUNG1. Awan Panas, merupakan campuran material letusan antara gas

danbebatuan (segala ukuran) terdorong ke bawah akibat densitas yangtinggidan merupakan adonan yang jenuh menggulung secara turbulensi

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

bagaikangunung awan yang menyusuri lereng. Selain suhunya sangattinggi, antara300 - 700º Celcius, kecepatan lumpurnyapun sangattinggi, > 70km/jam (tergantung kemiringan lereng). 

2. Lontaran Material (pijar),terjadi ketika letusan(magmatik)berlangsung. Jauh lontarannya sangat tergantung daribesarnya energiletusan, bisa mencapai ratusan meter jauhnya. Selainsuhunya tinggi(>200ºC), ukuran materialnya pun besar dengandiameter > 10 cmsehingga mampu membakar sekaligus melukai, bahkanmematikan mahlukhidup. Lazim juga disebut sebagai "bom vulkanik". 

3. Hujan Abu lebat, terjadi ketika letusan gunung apisedangberlangsung. Material yang berukuran halus (abu dan pasirhalus) yangditerbangkan angin dan jatuh sebagai hujan abu danarahnya tergantungdari arah angin. Karena ukurannya yang halus,material ini akan sangatberbahaya bagi pernafasan, mata, pencemaranair tanah, pengrusakantumbuh-tumbuhan dan mengandung unsur-unsurkimia yang bersifat asamsehingga mampu mengakibatkan korositerhadap seng dan mesin pesawat. 

4. Lava, merupakan magma yang mencapai permukaan, sifatnyaliquid(cairan kental dan bersuhu tinggi, antara 700 - 1200ºC.Karena cair,maka lava umumnya mengalir mengikuti lereng danmembakar apa saja yangdilaluinya. Bila lava sudah dingin, makawujudnya menjadi batu (batuanbeku) dan daerah yang dilaluinya akanmenjadi ladang batu. 

5. Gas Racun, muncul tidak selalu didahului oleh letusan gunungapisebab gas ini dapat keluar melalui rongga-rongga ataupunrekahan-rekahan yang terdapat di daerah gunung api. Gas utama yangbiasanyamuncul adalah CO2, H2S, HCl, SO2, dan CO. Yang kerapmenyebabkankematian adalah gas CO2.

BAB IV PENUTUP

KESIMPULAN

Daerah Istimewa Yogyakarta atau Jogja,Yogya, Yogyakarta, Jogjakartadan seringkali disingkat DIY adalah sebuah provinsi di Indonesia yangterletak di bagian selatan Pulau Jawa dan berbatasan dengan ProvinsiJawa Tengahdi sebelah utara. Secara geografis Yogyakarta terletak diPulau Jawa bagian tengah. Daerah tersebut terkena bencana gempa pada

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

tanggal 27 Mei 2006 yang mengakibatkan 1,2 juta orang tidak memilikirumah.

Objek wisata yang menarik di Yogyakarta: Malioboro, Kebun BinatangGembiraloka, Istana Air Taman Sari, Monumen Jogja Kembali, MuseumKeraton Yogyakarta, Museum Sonobudoyo, Lereng Merapi,Kaliurang, PantaiParangtritis, Pantai Baron, Pantai Samas, Goa Selarong, CandiPrambanan, Candi Kalasan, dan Kraton Ratu Boko. Sekitar 40 km daribarat laut Yogyakarta terdapat Candi Borobudur, yang ditetapkan padatahun 1991 sebagai Warisan Dunia UNESCO. Yogyakarta terkenal denganmakanan yang enak, murah, bergizi sekaligus membuat kangen orang-orangyang pernah singgah atau berdomisili di kota ini. Ada angkringan denganmenu khas mahasiswa, ada bakmi godhog di Pojok Beteng, sate kelincidi Kaliurang plus jadah Mbah Carik, sate karang Kotagedhe, sego abangNjirak Gunung Kidul dan masih banyak tempat wisata kuliner yang lain.

Merapi adalah nama sebuah gunung berapi diprovinsi JawaTengah dan Yogyakarta, Indonesia yang masih sangat aktifhingga saat ini. Sejak tahun1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68kali. Letaknya cukup dekat dengan Kota Yogyakarta dan masih terdapatdesa-desa di lerengnya sampai ketinggian 1700 m. Bagi masyarakat ditempat tersebut, Merapi membawa berkah material pasir, sedangkanbagi pemerintah daerah, Gunung Merapi menjadi obyek wisata bagi parawisatawan. Kini Merapi termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional GunungMerapi.

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung

Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta

DAFTAR PUSTAKA

Utomo, Yunanto Wiji. (2007). Wisata Yogyakarta. [Online]. Tersedia :http://www.yogyes.com [17 Juni 2010]

Wikipedia. (2010). Gunung Merapi. [Online]. Tersedia :http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Merapi [17 Juni 2010]

Administrator.(2010). Gunung Merapi.[Online]. Tersedia :http://www.basarnas.go.id [18 Juni 2010]

Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung