MAKALAH JOGJA
Transcript of MAKALAH JOGJA
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
KATA PENGANTAR
Pertama dan yang paling utama penyusun panjatkan puji
syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas
rahmat dan ridho-Nya lah penyusun dapat menyelesaikan makalah
ini.
Penyusun mengucapkan terima kasih banyak kepada semua
pihak, atas kerja samanya, hingga makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Semoga Yang Maha Kuasa
memberikan ganjaran yang setimpal. Amiin.
Makalah ini berjudul “SEJARAH BUDAYA DAN PARIWISATA
YOGYAKARTA” ditujukan untuk memenuhi tugas ..... SMA Negeri 15
Bandung.
Menilik dari pepatah tiada gading yang tak retak, maka
sesungguhnya kekurangan dari makalah ini adalah suatu kealfaan
yang tidak disengaja. Oleh karena itu, penyusun amat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca
sekalian.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat menambah wawasan
pengetahuan dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi penyusun khususnya, dan umumnya bagi pembaca sekalian.
Bandung, Juni
2010
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................i
DAFTAR ISI........................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................1
1.1 LATAR BELAKANG..............................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH.............................................1
1.3 TUJUAN PENULISAN............................................1
1.4 METODE PENULISAN............................................1
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN.......................................1
BAB II SEJARAH BUDAYA DAN PARIWISATA YOGYAKARTA....................2
2.1. SELAYANG PANDANG YOGYAKARTA.................................2
2.2. WISATA CANDI...............................................11
2.3. WISATA ARSITEKTUR..........................................30
2.4. WISATA PANTAI..............................................36
2.5. WISATA SEJARAH.............................................62
2.6. WISATA BELANJA.............................................76
2.7. WISATA ALAM................................................85
2.8. WISATA ZIARAH..............................................94
2.9. WISATA OLAHRAGA & PETUALANGAN.............................104
2.10................................................WISATA KULINER115
2.11..............................................MUSEUM & MONUMEN120
2.12...............................................KAWASAN MENARIK139
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
2.13............................................TAMAN & ARGOWISATA152
2.14.....................................PERTUNJUKAN SENI & BUDAYA157
2.15.................................................KURSUS SEHARI163
2.16.....................................................LAIN-LAIN168
BAB III GUNUNG MERAPI............................................179
BAB IV PENUTUP...................................................179
KESIMPULAN.....................................................179
DAFTAR PUSTAKA...................................................180
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN PENULISAN
1.4 METODE PENULISANDalam menyusun makalah ini, penulis membutuhkan bahan dan referensi,
oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan tersebut penulis berupaya
mencari dari buku-buku sumber ataupun pustaka yang mengacu pada kajian
yang penulis buat. Untuk melengkapi kajian makalah ini, penulis mencoba
mencari dari web site dan internet, berkenaan dengan tema ini. Dengan
terbatasnya waktu dan pengetahuan yang dimiliki tim penulis, akhirnya
tim penulis berupaya mengembangkan bahan yang ada.
1.5 SISTEMATIKA PENULISANDalam penulisan makalah ini, tim penulis telah menyusun makalah ini
menjadi:
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Memuat tentang latar belakang pembuatan makalah, tujuan penulisan,
metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II SEJARAH BUDAYA DAN PARIWISATA YOGYAKARTA
Memuat tentang sejarah Yogyakarta, tempat-tempat wisata Yogyakarta,
Museum, Taman, Pertunjukan Seni dan Budaya dan lain-lain.
BAB III GUNUNG MERAPI
Memuat tentang kandungan unsur-unsur kimia Gunung Merapi.
BAB IV PENUTUP
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Memuat tentang kesimpulan dari uraian yang telah dibahas yang
terungkap dari pemikiran penulis.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II SEJARAH BUDAYA DAN PARIWISATA YOGYAKARTA
2.1. SELAYANG PANDANG YOGYAKARTAA. Peta Yogyakarta
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
B. Sejarah
Daerah Istimewa Yogyakarta (atau Jogja, Yogya, Yogyakarta, Jogjakarta)
dan seringkali disingkat DIY adalah sebuah provinsi di Indonesiayang
terletak di bagian selatan Pulau Jawa dan berbatasan dengan
Provinsi Jawa Tengah di sebelah utara. Secara geografis Yogyakarta
terletak di pulau Jawa bagian Tengah. Daerah tersebut terkena bencana
gempa pada tanggal 27 Mei 2006 yang mengakibatkan 1,2 juta orang tidak
memiliki rumah.
Provinsi DI. Yogyakarta memiliki lembaga pengawasan pelayanan umum
bernama Ombudsman Daerah Yogyakarta yang dibentuk dengan Keputusan
Gubernur DIY. Sri Sultan HB X pada tahun 2004.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah provinsi yang berdasarkan
wilayah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman.
Selain itu ditambahkan pula mantan-mantan wilayah Kasunanan Surakarta
Hadiningrat dan Praja Mangkunagaran yang sebelumnya merupakan enklave di
Yogyakarta.
Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dirunut asal mulanya dari
tahun 1945, bahkan sebelum itu. Beberapa minggu setelah Proklamasi 17
Agustus 1945, atas desakan rakyat dan setelah melihat kondisi yang
ada, Hamengkubuwono IX mengeluarkan dekrit kerajaan yang dikenal
dengan Amanat 5 September 1945 . Isi dekrit tersebut adalah integrasi
monarki Yogyakarta ke dalam Republik Indonesia. Dekrit dengan isi yang
serupa juga dikeluarkan oleh Paku Alam VIII pada hari yang sama. Dekrit
integrasi dengan Republik Indonesia semacam itu sebenarnya juga dikeluarkan
oleh berbagai monarki di Nusantara, walau tidak sedikit monarki yang
menunggu ditegakkannya pemerintahan Nederland Indische setelah kekalahan
Jepang.
Pada saat itu kekuasaan Kasultanan Yogyakarta meliputi:
1. Kabupaten Kota Yogyakarta dengan bupatinya KRT Hardjodiningrat,
2. Kabupaten Sleman dengan bupatinya KRT Pringgodiningrat,
3. Kabupaten Bantul dengan bupatinya KRT Joyodiningrat,
4. Kabupaten Gunungkidul dengan bupatinya KRT Suryodiningrat,
5. Kabupaten Kulonprogo dengan bupatinya KRT Secodiningrat.
Sedangkan kekuasaan Praja Paku Alaman meliputi:
1. Kabupaten Kota Paku Alaman dengan bupatinya KRT Brotodiningrat,
2. Kabupaten Adikarto dengan bupatinya KRT Suryaningprang.
Dengan memanfaatkan momentum terbentuknya Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia
Daerah Yogyakarta pada 29 Oktober 1945 dengan ketua Moch Saleh dan wakil
ketua S. Joyodiningrat danKi Bagus Hadikusumo, maka sehari sesudahnya,
semufakat dengan Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta, Hamengkubuwono
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
IX dan Paku Alam VIII mengeluarkan dekrit kerajaan bersama (dikenal
dengan Amanat 30 Oktober 1945 ) yang isinya menyerahkan kekuasaan
Legeslatif pada Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta. Mulai saat itu pula kedua
penguasa kerajaan di Jawa bagian selatan mengeluarkan dekrit bersama dan
memulai persatuan dua kerajaan.
Semenjak saat itu dekrit kerajaan tidak hanya ditandatangani kedua penguasa
monarki melainkan juga oleh ketua Badan Pekerja KNI Daerah Yogyakarta
sebagai simbol persetujuan rakyat. Perkembangan monarki persatuan mengalami
pasang dan surut. Pada 18 Mei 1946, secara resmi nama Daerah Istimewa
Yogyakarta mulai digunakan dalam urusan pemerintahan menegaskan persatuan
dua daerah kerajaan untuk menjadi sebuah daerah istimewa dari Negara
Indonesia. Penggunaan nama tersebut ada di dalam Maklumat No 18 tentang
Dewan-Dewan Perwakilan Rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta (lihat Maklumat
Yogyakarta Nomor 18 Tahun 1946 ). Pemerintahan monarki persatuan tetap
berlangsung sampai dikeluarkannya UU No 3 Tahun 1950 tentang pembentukan
Daerah Istimewa Yogyakarta yang mengukuhkan daerah Kesultanan Yogyakarta dan
daerah Paku Alaman adalah bagian integral Negara Indonesia.
"(1) Daerah yang meliputi daerah Kesultanan Yogyakarta dan daerah Paku Alaman ditetapkan
menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta. (2) Daerah Istimewa Yogyakarta adalah setingkat dengan
Provinsi."(Pasal 1 UU No 3 Tahun 1950)
C. Etimologi
Wilayah yang kemudian menjadi keraton dan ibukota Yogyakarta telah
lama dikenal sebelum Sultan Hamengkubuwono 1 memilih tempat itu
sebagai pusat pemerintahannya. Wilayah itu dikenal dalam karya sejarah
tradisional (Babad) maupun dalam leluri dari mulut ke mulut. Babad
Giyanti mengisahkan bahwa Sunan Amengkurat telah mendirikan dalem yang
bernama Gerjiwati di wilayah itu. Kemudian oleh Paku Buwana II
dinamakan Ayogya
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
D. Pemerintahan
Umum
Dasar filosofi pembangunan daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah
Hamemayu Hayuning Bawana, sebagai cita-cita luhur untuk menyempurnakan tata
nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta berdasarkan nilai budaya daerah yang
perlu dilestarikan dan dikembangkan. Dasar filosofi yang lain adalah
Hamangku-Hamengku-Hamengkoni, Tahta Untuk Rakyat, dan Tahta untuk
Kesejahteraan Sosial-kultural.
Provinsi
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta secara legal formal dibentuk
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 (Berita Negara Tahun 1950 Nomor
3) dan UU Nomor 19 Tahun 1950 (Berita Negara Tahun 1950 Nomor 48) yang
diberlakukan mulai 15 Agustus 1950 dengan PP Nomor 31 Tahun 1950 (Berita
Negara Tahun 1950 Nomor 58).
UU Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta
mempunyai isi yang sangat singkat dengan 7 pasal dan sebuah lampiran daftar
kewenangan otonomi. UU tersebut hanya mengatur wilayah dan ibu kota, jumlah
anggota DPRD, macam kewenangan Pemerintah Daerah Istimewa, serta aturan-
aturan yang sifatnya adalah peralihan.
UU Nomor 19 Tahun 1950 sendiri adalah revisi dari UU Nomor 3 Tahun 1950 yang
berisi penambahan kewenangan bagi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Status Yogyakarta pada saat pembentukan adalah Daerah Istimewa setingkat
Provinsi. Baru pada 1965 Yogyakarta dijadikan Provinsi seperti provinsi lain
di Indonesia.
Kabupaten/Kota
Pembentukan
Pembagian Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi kabupaten -kabupaten
dan kota yang berotonomi dan diatur dengan UU Nomor 15 Tahun 1950 (Berita
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Negara Tahun 1950 Nomor 44) dan UU Nomor 16 Tahun 1950 (Berita Negara
Tahun 1950 Nomor 45). Kedua undang-undang tersebut diberlakukan dengan PP
Nomor 32 Tahun 1950 ( Berita Negara Tahun 1950 Nomor 59) yang mengatur
Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi kabupaten-kabupaten:
1. Bantul beribukota di Bantul
2. Sleman beribukota di Beran
3. Gunungkidul beribukota di Wonosari
4. Kulon Progo beribukota di Sentolo
5. Adikarto beribukota di Wates
6. Kota Besar Yogyakarta
Sebelum (1945)
Dengan alasan efisiensi, pada tahun 1951, kabupaten Adikarto yang beribukota
di Wates digabung dengan kabupaten Kulon Progo yang beribukota di Sentolo
menjadi Kabupaten Kulon Progo dengan ibu kota Wates. Penggabungan kedua
daerah ini berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 1951 (Lembaran Negara Tahun 1951
Nomor 101). Semua UU mengenai pembentukan DIY dan Kabupaten dan Kota di
dalam lingkungannya, dibentuk berdasarkan UU Pokok tentang Pemerintah Daerah
(UU No 22 Tahun 1948).
Selanjutnya, demi kelancaran tata pemerintahan, sesuai dengan mosi Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6/1952 tertanggal 24
September 1952, daerah-daerah enclave Imogiri (milik Kasunanan), Kota
Gede (juga milik Kasunanan),
dan Ngawen (milik Mangkunagaran) dilepaskan dari Provinsi Jawa Tengah dan
kabupaten-kabupaten yang bersangkutan kemudian dimasukkan ke dalam wilayahSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Daerah Istimewa Yogyakarta dan kabupaten-kabupaten yang wilayahnya
melingkari daerah-daerah enclave tersebut.
Sesudah (2007)
Penyatuan enclave-enclave ini berdasarkan UU Darurat Nomor 5 Tahun 1957
(Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 5) yang kemudian disetujui oleh DPR
menjadiUU Nomor 14 Tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 1562).
Daftar Kabupaten/Kota
No
.Kabupaten/Kota
Ibu
kota
1 Kabupaten Bantul Bantul
2Kabupaten Gunung
Kidul
Wonosa
ri
3Kabupaten Kulon
ProgoWates
4 Kabupaten Sleman Sleman
5 Kota Yogyakarta -
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Daftar gubernur
No
.Foto Nama Dari
Samp
aiKeterangan
1.
ISKS
Hamengkubuwono
IX
1945/1950 1988
Masa jabatan seumur hidup,
pegawai negara dengan NIP
010000001.
2.KGPAA Paku Alam
VIII1988 1998
Wakil Gubernur,
melaksanakan tugas Gubernur
dalam jabatan Penjabat
Gubernur,
Masa jabatan seumur hidup,
pegawai negara NIP
010064150.
3.
ISKS
Hamengkubuwono
X
3
Oktober 1
998
2003 Masa jabatan pertama.
4.
ISKS
Hamengkubuwono
X
2003 2008 Masa jabatan kedua.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
5.
ISKS
Hamengkubuwono
X
2008 2011Perpanjangan masa jabatan
kedua.
E. Perekonomian
Sebagian besar perekonomian di Yogyakarta disokong oleh hasil cocok
tanam, berdagang, kerajinan (kerajinan perak, kerajinan wayang kulit,
dan kerajinan anyaman), dan wisata. Namun ada juga sebagian warga yang
hidup dari ekspansi dunia pendidikan seperti rumah kost buat
mahasiswa. Merupakan pemandangan yang biasa ketika anda sampai di
Stasiun Yogyakarta atau di halte khusus tempat perhentian bus-bus
pariwisata, anda akan disambut oleh banyak tukang becak. Mereka akan
mengantarkan anda ke tempat tujuan mana saja yang layak untuk anda
nikmati seperti toko baju, toko bakpia, mal, atau sekadar membeli
cinderamata. Anda pun akan heran setelah tukang becak itu mengajak
anda berkeliling kota seharian, mereka hanya akan meminta bayaran yang
rendah. Mengapa bisa demikian? Ternyata mereka juga sudah mendapat
bagian dari mengantarkan anda ke toko-toko tadi.
F. Transportasi
Transportasi yang ada di Yogyakarta terdiri dari transportasi darat
(bus umum, taksi, kereta api, andhong (kereta berkuda), dan becak) dan
udara (pesawat terbang)Bandar Udara Adi Sutjipto. Pada awal Maret
2008, pemerintah DIY telah mengoperasikan bis TransJogja sebagai usaha
untuk membuat transportasi di kota ini nyaman, murah dan andal.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Jalan-jalan di Yogyakarta kini sudah lebih rapi dan bersih
dibandingkan tahun-tahun terdahulu karena komitmen pemerintah daerah
Yogyakarta untuk menjadikan Yogyakarta sebagai kota pariwisata
(terbukti dengan dibuatnya TV raksasa di salah satu jalan raya
Yogyakarta untuk berpromosi dan papan stasiun kereta api). Walaupun
demikian, jalan-jalan di Yogyakarta juga tergolong sering mengalami
kemacetan
G. Pendidikan
Kota Yogyakarta selain dijuluki sebagai Kota Gudeg, juga dijuluki Kota
Pelajar. Di kota ini terdapat universitas negeri tertua di
Indonesia, Universitas Gadjah Mada(UGM) dan juga berbagai universitas
swasta terkenal lainnya seperti UPN "Veteran", AMIKOM, STMIK
AKAKOM,Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan (STTKD),STIE YKPN, STIE
SBI, Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa "APMD", Universitas
Kristen Duta Wacana (UKDW), Universitas Islam Indonesia(UII) yang
merupakan universitas swasta tertua di Indonesia, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Sanata Dharma (USD),
[Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY)],Univrsitas PGRI yogyakarta
(UPY), Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY), Universitas PGRI
Yogyakarta (UPY), dan lain sebagainya, selain Institut Seni Indonesia
Yogyakarta (ISI Yogyakarta) dan Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga (UIN Sunan Kalijaga)dan Universitas Negeri Yogyakarta(UNY)
dan Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Dan beberapa program kejuruan yang
menawarkan jenjang D3 sepereti POLISENI, POLTEKES, dll. Bisa dikatakan
bahwa di kota ini sebagian besar penduduknya relatif memiliki
pendidikan sampai tingkat SMU.[rujukan?]
Yogyakarta International School (YIS) adalah satu satunya sekolah
internasional yang ada di Yogyakarta.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Akademi Angkatan Udara (AAU) adalah sekolah pendidikan TNI Angkatan
Udara di Bandar Udara Adi Sutjipto Yogyakarta, Indonesia. SMK
Penerbangan dan STTA (Sekolah Tinggi Teknologi Adisucipto) berada di
Yogyakarta pula. LPLP Tutuko adalah lembaga
pendidikan aviasi dan maintenance penerbangan (mekanik)
di Surakarta (Jl. Merapi, Surakarta) dan Yogyakarta (Jl. Sorosutan,
Yogyakarta).
Berbagai
pendidikan kesehatan seperti akademi keperawatan dan akademi kebidanan
.
Pendidikan kursus dan pelatihan untuk instansi, organisasi, perorangan
(privat) dan umum
H. Budaya
Yogyakarta masih sangat kental dengan budaya Jawanya. Seni dan budaya
merupakan bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat
Yogyakarta. Sejak masih kanak-kanak sampai dewasa, masyarakat
Yogyakarta akan sangat sering menyaksikan dan bahkan, mengikuti
berbagai acara kesenian dan budaya di kota ini. Bagi masyarakat
Yogyakarta, di mana setiap tahapan kehidupan mempunyai arti
tersendiri, tradisi adalah sebuah hal yang penting dan masih
dilaksanakan sampai saat ini. Tradisi juga pasti tidak lepas dari
kesenian yang disajikan dalam upacara-upacara tradisi tersebut.
Kesenian yang dimiliki masyarakat Yogyakarta sangatlah beragam. Dan
kesenian-kesenian yang beraneka ragam tersebut terangkai indah dalam
sebuah upacara adat. Sehingga bagi masyarakat Yogyakarta, seni dan
budaya benar-benar menjadi suatu bagian tak terpisahkan dari kehidupan
mereka. Kesenian khas di Yogyakarta antara lain adalah kethoprak,
jathilan, dan wayang kulit.yogyakarta juga dikenal dengan perak dan
gaya yang unik membuat batik kain dicelup. ia juga dikenal karena seni
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
kontemporer hidup. Memberikan nama kepada anak masih merupakan hal
pentingNama2 anak jawa. Yogyakarta juga dikenal dengan gamelan musik,
termasuk gaya yang unik gamelan yogyakarta
I. Tempat Wisata Menarik
Objek wisata yang menarik di Yogyakarta: Malioboro, Kebun Binatang
Gembiraloka, Istana Air Taman Sari, Monumen Jogja Kembali, Museum
Keraton Yogyakarta, Museum Sonobudoyo, Lereng Merapi,Kaliurang, Pantai
Parangtritis, Pantai Baron, Pantai Samas, Goa Selarong, Candi
Prambanan, Candi Kalasan, dan Kraton Ratu Boko. Sekitar 40 km dari
barat laut Yogyakarta terdapat Candi Borobudur, yang ditetapkan pada
tahun 1991 sebagai Warisan Dunia UNESCO. Yogyakarta terkenal dengan
makanan yang enak, murah, bergizi sekaligus membuat kangen orang-orang
yang pernah singgah atau berdomisili di kota ini.
Ada angkringan dengan menu khas mahasiswa, ada bakmi godhog di Pojok
Beteng, sate kelinci di Kaliurang plus jadah Mbah Carik, sate
karang Kotagedhe, sego abang Njirak Gunung Kidul dan masih banyak
tempat wisata kuliner yang lain.
Di wilayah selatan kota Yogyakarta, tepatnya di daerah Wonokromo,
terdapat Sate Klathak
2.2. WISATA CANDIA. Candi Borobudur
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Borobudur adalah candi Budha terbesar di abad
ke-9 yang berukuran 123 x 123 meter. Candi Borobudur selesai dibangun
berabad-abad sebelum Angkor Wat di Kamboja.
Siapa tak kenal Candi Borobudur? Candi Budha ini memiliki 1460 relief
dan 504 stupa Budha di kompleksnya. Jutaan orang mendamba untuk
mengunjungi bangunan yang termasuk dalam World Wonder Heritages ini. Tak
mengherankan, sebab secara arsitektural maupun fungsinya sebagai tempat
ibadah, Borobudur memang memikat hati.
Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan
Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Berdasarkan prasasti
Kayumwungan, seorang Indonesia bernama Hudaya Kandahjaya mengungkapkan
bahwa Borobudur adalah sebuah tempat ibadah yang selesai dibangun 26
Mei 824, hampir seratus tahun sejak masa awal dibangun. Nama Borobudur
sendiri menurut beberapa orang berarti sebuah gunung yang berteras-
teras (budhara), sementara beberapa yang lain mengatakan Borobudur
berarti biara yang terletak di tempat tinggi.
Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat.
Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah direnovasi
karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan. Enam tingkat
paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkat di atasnya
berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang berupa stupa Budha
yang menghadap ke arah barat. Setiap tingkatan melambangkan tahapan
kehidupan manusia. Sesuai mahzab Budha Mahayana, setiap orang yang
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
ingin mencapai tingkat sebagai Budha mesti melalui setiap tingkatan
kehidupan tersebut.
Bagian dasar Borobudur, disebut Kamadhatu, melambangkan manusia yang
masih terikat nafsu. Empat tingkat di atasnya disebut Rupadhatu
melambangkan manusia yang telah dapat membebaskan diri dari nafsu namun
masih terikat rupa dan bentuk. Pada tingkat tersebut, patung Budha
diletakkan terbuka. Sementara, tiga tingkat di atasnya dimana Budha
diletakkan di dalam stupa yang berlubang-lubang disebut Arupadhatu,
melambangkan manusia yang telah terbebas dari nafsu, rupa, dan bentuk.
Bagian paling atas yang disebut Arupa melambangkan nirwana, tempat Budha
bersemayam.
Setiap tingkatan memiliki relief-relief indah yang menunjukkan betapa
mahir pembuatnya. Relief itu akan terbaca secara runtut bila anda
berjalan searah jarum jam (arah kiri dari pintu masuk candi). Pada
reliefnya Borobudur bercerita tentang suatu kisah yang sangat
melegenda, yaitu Ramayana. Selain itu, terdapat pula relief yang
menggambarkan kondisi masyarakat saat itu. Misalnya, relief tentang
aktivitas petani yang mencerminkan tentang kemajuan sistem pertanian
saat itu dan relief kapal layar merupakan representasi dari kemajuan
pelayaran yang waktu itu berpusat di Bergotta (Semarang).
Keseluruhan relief yang ada di candi Borobudur mencerminkan ajaran sang
Budha. Karenanya, candi ini dapat dijadikan media edukasi bagi orang-
orang yang ingin mempelajari ajaran Budha. YogYES mengajak anda untuk
mengelilingi setiap lorong-lorong sempit di Borobudur agar dapat
mengerti filosofi agama Budha. Atisha, seorang budhis asal India pada
abad ke 10, pernah berkunjung ke candi yang dibangun 3 abad sebelum
Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini.
Berkat mengunjungi Borobudur dan berbekal naskah ajaran Budha dari
Serlingpa (salah satu raja Kerajaan Sriwijaya), Atisha mampu
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
mengembangkan ajaran Budha. Ia menjadi kepala biara Vikramasila dan
mengajari orang Tibet tentang cara mempraktekkan Dharma. Enam naskah
dari Serlingpa pun diringkas menjadi sebuah inti ajaran disebut "The
Lamp for the Path to Enlightenment" atau yang lebih dikenal dengan
namaBodhipathapradipa.
Salah satu pertanyaan yang kini belum terjawab tentang Borobudur adalah
bagaimana kondisi sekitar candi ketika dibangun dan mengapa candi itu
ditemukan dalam keadaan terkubur. Beberapa mengatakan Borobudur awalnya
berdiri dikitari rawa kemudian terpendam karena letusan Merapi.
Dasarnya adalah prasasti Kalkutta bertuliskan 'Amawa' berarti lautan
susu. Kata itu yang kemudian diartikan sebagai lahar Merapi. Beberapa
yang lain mengatakan Borobudur tertimbun lahar dingin Merapi.
Dengan segala kehebatan dan misteri yang ada, wajar bila banyak orang
dari segala penjru dunia memasukkan Borobudur sebagai tempat yang harus
dikunjungi dalam hidupnya. Selain menikmati candinya, anda juga bisa
berkeliling ke desa-desa sekitar Borobudur, seperti Karanganyar dan
Wanurejo untuk melihat aktivitas warga membuat kerajinan. Anda juga
bisa pergi ke puncak watu Kendil untuk dapat memandang panorama
Borobudur dari atas. Tunggu apa lagi? Tak perlu khawatir gempa 27 Mei
2006, karena Borobudur tidak terkena dampaknya sama sekali.
B. Candi Prambanan
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Candi Prambanan adalah mahakarya kebudayaan
Hindu dari abad ke-10. Bangunannya yang langsing dan menjulang setinggi
47 meter membuat kecantikan arsitekturnya tak tertandingi.
Candi Prambanan adalah bangunan luar biasa cantik yang dibangun di abad
ke-10 pada masa pemerintahan dua raja, Rakai Pikatan dan Rakai
Balitung. Menjulang setinggi 47 meter (5 meter lebih tinggi dari Candi
Borobudur), berdirinya candi ini telah memenuhi keinginan pembuatnya,
menunjukkan kejayaan Hindu di tanah Jawa. Candi ini terletak 17
kilometer dari pusat kota Yogyakarta, di tengah area yang kini dibangun
taman indah.
Ada sebuah legenda yang selalu diceritakan masyarakat Jawa tentang
candi ini. Alkisah, lelaki bernama Bandung Bondowoso mencintai Roro
Jonggrang. Karena tak mencintai, Jonggrang meminta Bondowoso membuat
candi dengan 1000 arca dalam semalam. Permintaan itu hampir terpenuhi
sebelum Jonggrang meminta warga desa menumbuk padi dan membuat api
besar agar terbentuk suasana seperti pagi hari. Bondowoso yang baru
dapat membuat 999 arca kemudian mengutuk Jonggrang menjadi arca yang
ke-1000 karena merasa dicurangi.
Candi Prambanan memiliki 3 candi utama di halaman utama, yaitu Candi
Wisnu, Brahma, dan Siwa. Ketiga candi tersebut adalah lambang Trimurti
dalam kepercayaan Hindu. Ketiga candi itu menghadap ke timur. Setiap
candi utama memiliki satu candi pendamping yang menghadap ke barat,
yaitu Nandini untuk Siwa, Angsa untuk Brahma, dan Garuda untuk Wisnu.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Selain itu, masih terdapat 2 candi apit, 4 candi kelir, dan 4 candi
sudut. Sementara, halaman kedua memiliki 224 candi.
Memasuki candi Siwa yang terletak di tengah dan bangunannya paling
tinggi, anda akan menemui 4 buah ruangan. Satu ruangan utama berisi
arca Siwa, sementara 3 ruangan yang lain masing-masing berisi arca
Durga (istri Siwa), Agastya (guru Siwa), dan Ganesha (putra Siwa). Arca
Durga itulah yang disebut-sebut sebagai arca Roro Jonggrang dalam
legenda yang diceritakan di atas.
Di Candi Wisnu yang terletak di sebelah utara candi Siwa, anda hanya
akan menjumpai satu ruangan yang berisi arca Wisnu. Demikian juga Candi
Brahma yang terletak di sebelah selatan Candi Siwa, anda juga hanya
akan menemukan satu ruangan berisi arca Brahma.
Candi pendamping yang cukup memikat adalah Candi Garuda yang terletak
di dekat Candi Wisnu. Candi ini menyimpan kisah tentang sosok manusia
setengah burung yang bernama Garuda. Garuda merupakan burung mistik
dalam mitologi Hindu yang bertubuh emas, berwajah putih, bersayap
merah, berparuh dan bersayap mirip elang. Diperkirakan, sosok itu
adalah adaptasi Hindu atas sosok Bennu (berarti 'terbit' atau
'bersinar', biasa diasosiasikan dengan Dewa Re) dalam mitologi Mesir
Kuno atau Phoenix dalam mitologi Yunani Kuno. Garuda bisa menyelamatkan
ibunya dari kutukan Aruna (kakak Garuda yang terlahir cacat) dengan
mencuri Tirta Amerta (air suci para dewa).
Kemampuan menyelamatkan itu yang dikagumi oleh banyak orang sampai
sekarang dan digunakan untuk berbagai kepentingan. Indonesia
menggunakannya untuk lambang negara. Konon, pencipta lambang Garuda
Pancasila mencari inspirasi di candi ini. Negara lain yang juga
menggunakannya untuk lambang negara adalah Thailand, dengan alasan sama
tapi adaptasi bentuk dan kenampakan yang berbeda. Di Thailand, Garuda
dikenal dengan istilah Krut atau Pha Krut.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Prambanan juga memiliki relief candi yang memuat kisah Ramayana.
Menurut para ahli, relief itu mirip dengan cerita Ramayana yang
diturunkan lewat tradisi lisan. Relief lain yang menarik adalah pohon
Kalpataru yang dalam agama Hindu dianggap sebagai pohon kehidupan,
kelestarian dan keserasian lingkungan. Di Prambanan, relief pohon
Kalpataru digambarkan tengah mengapit singa. Keberadaan pohon ini
membuat para ahli menganggap bahwa masyarakat abad ke-9 memiliki
kearifan dalam mengelola lingkungannya.
Sama seperti sosok Garuda, Kalpataru kini juga digunakan untuk berbagai
kepentingan. Di Indonesia, Kalpataru menjadi lambang Wahana Lingkungan
Hidup (Walhi). Bahkan, beberapa ilmuwan di Bali mengembangkan konsep Tri
Hita Karana untuk pelestarian lingkungan dengan melihat relief Kalpataru
di candi ini. Pohon kehidupan itu juga dapat ditemukan pada gunungan
yang digunakan untuk membuka kesenian wayang. Sebuah bukti bahwa relief
yang ada di Prambanan telah mendunia.
Kalau cermat, anda juga bisa melihat berbagai relief burung, kali ini
burung yang nyata. Relief-relief burung di Candi Prambanan
begitu natural sehingga para biolog bahkan dapat mengidentifikasinya
sampai tingkat genus. Salah satunya relief Kakatua Jambul Kuning (Cacatua
sulphurea) yang mengundang pertanyaan. Sebabnya, burung itu sebenarnya
hanya terdapat di Pulau Masakambing, sebuah pulau di tengah Laut Jawa.
Lalu, apakah jenis itu dulu pernah banyak terdapat di Yogyakarta?
Jawabannya silakan cari tahu sendiri. Sebab, hingga kini belum ada satu
orang pun yang bisa memecahkan misteri itu.
Nah, masih banyak lagi yang bisa digali di Prambanan. Anda tak boleh
jemu tentunya. Kalau pun akhirnya lelah, anda bisa beristirahat di
taman sekitar candi. Tertarik? Datanglah segera. Sejak tanggal 18
September 2006, anda sudah bisa memasuki zona 1 Candi Prambanan meski
belum bisa masuk ke dalam candi. Beberapa kerusakan akibat gempa 27 Mei
2006 lalu kini sedang diperbaiki.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
C. Candi Ijo
Candi Ijo adalah candi yang letaknya paling
tinggi di Yogyakarta yang menyuguhkan pesona alam dan budaya serta
pesawat yang tengah landing. Candi inilah yang membuat landasan Bandara
Adisutjipto tak bisa diperpanjang ke arah timur.
Menyusuri jalan menuju bagian selatan kompleks Istana Ratu Boko adalah
sebuah perjalanan yang mengasyikkan, terutama bagi penikmat wisata
budaya. Bagaimana tidak, bangunan candi di sana bertebaran bak cendawan
di musim hujan. Satu diantaranya yang belum banyak menjadi perbincangan
adalah Candi Ijo, sebuah candi yang letaknya paling tinggi di antara
candi-candi lain di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Candi Ijo dibangun sekitar abad ke-9, di sebuah bukit yang dikenal
dengan Bukit Hijau atau Gumuk Ijo yang ketinggiannya sekitar 410 m di
atas permukaan laut. Karena ketinggiannya, maka bukan saja bangunan
candi yang bisa dinikmati tetapi juga pemandangan alam di bawahnya
berupa teras-teras seperti di daerah pertanian dengan kemiringan yang
curam. Meski bukan daerah yang subur, pemandangan alam di sekitar candi
sangat indah untuk dinikmati.
Kompleks candi terdiri dari 17 struktur bangunan yang terbagi dalam 11
teras berundak. Teras pertama sekaligus halaman menuju pintu masuk
merupakan teras berundak yang membujur dari barat ke timur. Bangunan
pada teras ke-11 berupa pagar keliling, delapan buah lingga patok,
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
empat bangunan yaitu candi utama, dan tiga candi perwara. Peletakan
bangunan pada tiap teras didasarkan atas kesakralannya. Bangunan pada
teras tertinggi adalah yang paling sakral.
Ragam bentuk seni rupa dijumpai sejak pintu masuk bangunan yang
tergolong candi Hindu ini. Tepat di atas pintu masuk terdapat kala
makara dengan motif kepala ganda dan beberapa atributnya. Motif kepala
ganda dan atributnya yang juga bisa dijumpai pada candi Buddha
menunjukkan bahwa candi itu adalah bentuk akulturasi kebudayaan Hindu
dan Buddha. Beberapa candi yang memiliki motif kala makara serupa
antara lain Ngawen, Plaosan dan Sari.
Ada pula arca yang menggambarkan sosok perempuan dan laki-laki yang
melayang dan mengarah pada sisi tertentu. Sosok tersebut dapat
mempunyai beberapa makna. Pertama, sebagai suwuk untuk mngusir roh
jahat dan kedua sebagai lambang persatuan Dewa Siwa dan Dewi Uma.
Persatuan tersebut dimaknai sebagai awal terciptanya alam semesta.
Berbeda dengan arca di Candi Prambanan, corak naturalis pada arca di
Candi Ijo tidak mengarah pada erotisme.
Menuju bangunan candi perwara di teras ke-11, terdapat sebuah tempat
seperti bak tempat api pengorbanan (homa). Tepat di bagian atas tembok
belakang bak tersebut terdapat lubang-lubang udara atau ventilasi
berbentuk jajaran genjang dan segitiga. Adanya tempat api pengorbanan
merupakan cermin masyarakat Hindu yang memuja Brahma. Tiga candi
perwara menunjukkan penghormatan masyarakat pada Hindu Trimurti, yaitu
Brahma, Siwa, dan Whisnu.
Salah satu karya yang menyimpan misteri adalah dua buah prasasti yang
terletak di bangunan candi pada teras ke-9. Salah satu prasasti yang
diberi kode F bertuliskan Guywan atau Bluyutan berarti pertapaan.
Prasasti lain yang terbuat dari batu berukuran tinggi 14 cm dan tebal 9
cm memuat mantra-mantra yang diperkirakan berupa kutukan. Mantra
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
tersebut ditulis sebanyak 16 kali dan diantaranya yang terbaca adalah
"Om Sarwwawinasa, Sarwwawinasa." Bisa jadi, kedua prasasti tersebut
erat dengan terjadinya peristiwa tertentu di Jawa saat itu. Apakah
peristiwanya? Hingga kini belum terkuak.
Mengunjungi candi ini, anda bisa menjumpai pemandangan indah yang tak
akan bisa dijumpai di candi lain. Bila menghadap ke arah barat dan
memandang ke bawah, anda bisa melihat pesawat take off dan landing di
Bandara Adisutjipto. Pemandangan itu bisa dijumpai karena Pegunungan
Seribu tempat berdiri candi ini menjadi batas bagian timur bandara.
Karena keberadaan candi di pegunungan itu pula, landasan Bandara
Adisutjipto tak bisa diperpanjang ke arah timur.
Setiap detail candi menyuguhkan sesuatu yang bermakna dan mengajak
penikmatnya untuk berefleksi sehingga perjalanan wisata tak sekedar
ajang bersenang-senang. Adanya banyak karya seni rupa hebat tanpa
disertai nama pembuatnya menunjukkan pandangan masyarakat Jawa saat itu
yang lebih menitikberatkan pada pesan moral yang dibawa oleh suatu
karya seni, bukan si pembuat atau kemegahan karya seninya.
D. Candi Sambisari
Setelah terkubur selama ratusan tahun, bongkahan
pertama ditemukan pada tahun 1966. Memerlukan waktu 21 tahun untuk
menggali dan merangkai ratusan keping "puzzle" dari batu itu sebelum
akhirnya Candi Sambisari berhasil direkonstruksi.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Tak ada perasaan aneh yang menghinggapi Karyowinangun pada sebuah pagi
di tahun 1966. Tapi sebuah kejadian langka dialaminya di sawah kala
itu, ketika sedang mengayunkan cangkulnya ke tanah. Cangkul yang
diayunkan ke tanah membentur sebuah batu besar yang setelah dilihat
memiliki pahatan pada permukaannya. Karyowinangun dan warga sekitar pun
merasa heran dengan keberadaan bongkahan batu itu.
Dinas kepurbakalaan yang mengetahui adanya temuan itu pun segera datang
dan selanjutnya menetapkan areal sawah Karyowinangun sebagai suaka
purbakala. Batu berpahat yang ditemukan itu diduga merupakan bagian
dari candi yang mungkin terkubur di bawah areal sawah. Penggalian
akhirnya dilakukan hingga menemukan ratusan bongkahan batu lain beserta
arca-arca kuno. Dan benar, batu-batu itu memang merupakan komponen
sebuah candi.
Selang 21 tahun sesudahnya, keindahan candi akhirnya bisa dinikmati.
Bangunan candi yang dinamai Sambisari itu berdiri megah di Dusun
Sambisari, Kelurahan Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Sleman, 10
kilometer dari pusat kota Yogyakarta. Anda bisa menjangkau dengan
berkendara melewati lintas jalan Yogya-Solo hingga menemukan papan
penunjuk menuju candi ini. Selanjutnya, anda tinggal berbelok ke kiri
mengikuti alur jalan.
YogYES sempat kaget ketika sampai di areal candi. Saat mengarahkan
pandangan ke tengah areal candi, hanya tampak susunan batu atap yang
seolah hanya bertinggi beberapa meter di atas tanah. YogYES bertanya-
tanya, apa benar Candi Sambisari hanya sekecil itu? Setelah mendekat,
barulah kami mendapat jawabannya. Ternyata, Candi Sambisari berada 6,5
meter lebih rendah dari wilayah sekitarnya.
Candi Sambisari diperkirakan dibangun antara tahun 812 - 838 M,
kemungkinan pada masa pemerintahan Rakai Garung. Kompleks candi terdiri
dari 1 buah candi induk dan 3 buah candi pendamping. Terdapat 2 pagar
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
yang mengelilingi kompleks candi, satu pagar telah dipugar sempurna,
sementara satu pagar lainnya hanya ditampakkan sedikit di sebelah timur
candi. Masih sebagai pembatas, terdapat 8 buah lingga patok yang
tersebar di setiap arah mata angin.
Bangunan candi induk cukup unik karena tidak mempunyai alas seperti
candi di Jawa lainnya. Kaki candi sekaligus berfungsi sebagai alas
sehingga sejajar dengan tanah. Bagian kaki candi dibiarkan polos, tanpa
relief atau hiasan apapun. Beragam hiasan yang umumnya berupa simbar
baru dijumpai pada bagian tubuh hingga puncak candi bagian luar. Hiasan
itu sekilas seperti motif-motif batik.
Menaiki tangga pintu masuk candi induk, anda bisa menjumpai hiasan
berupa seekor singa yang berada dalam mulut makara (hewan ajaib dalam
mitologi Hindu) yang menganga. Figur makara di Sambisari dan merupakan
evolusi dari bentuk makara di India yang bisa berupa perpaduan gajah
dengan ikan atau buaya dengan ekor yang membengkok.
Selasar selebar 1 meter akan dijumpai setelah melewati anak tangga
terakhir pintu masuk candi induk. Mengelilinginya, anda akan menjumpai
3 relung yang masing-masing berisi sebuah arca. Di sisi utara, terdapat
arca Dewi Durga (isteri Dewa Siwa) dengan 8 tangan yang masing-masing
menggenggam senjata. Sementara di sisi timur terdapat Arca Ganesha
(anak Dewi Durga). Di sisi selatan, terdapat arca Agastya
dengan aksamala(tasbih) yang dikalungkan di lehernya.
Memasuki bilik utama candi induk, bisa dilihat lingga dan yoni
berukuran cukup besar, kira-kira 1,5 meter. Keberadaannya menunjukkan
bahwa candi ini dibangun sebagai tempat pemujaan Dewa Siwa. Lingga dan
yoni di bilik candi induk ini juga dipakai untuk membuat air suci.
Biasanya, air diguyurkan pada lingga dan dibiarkan mengalir melewati
parit kecil pada yoni, kemudian ditampung dalam sebuah wadah.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Keluar dari candi induk dan menuju ke barat, anda bisa melihat ketiga
candi perwara (pendamping) yang menghadap ke arah berlawanan. Ada dugaan
bahwa candi perwara ini sengaja dibangun tanpa atap sebab ketika
penggalian tak ditemukan batu-batu bagian atap. Bagian dalam
candi perwara tengah memiliki lapik bujur sangkar yang berhias naga
dan padmasana (bunga teratai) berbentuk bulat cembung di atasnya.
Kemungkinan,padmasana dan lapik dipakai sebagai tempat arca atau
sesajen.
Bila telah puas menikmati keindahan candi, anda bisa menuju ke ruang
informasi. Beberapa foto yang menggambarkan lingkungan sawah
Karyowinangun sebelum digali dan kondisi awal candi ketika ditemukan
bisa ditemui. Ada pula foto-foto tentang proses penggalian dan
rekonstruksi candi yang berjalan puluhan tahun, termasuk foto benda-
benda lain yang ditemukan selama penggalian, berupa arca dari perunggu
yang kini disimpan di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala.
Keindahan Candi Sambisari yang kini bisa kita nikmati merupakan hasil
kerja keras para arkeolog selama 21 tahun. Candi yang semula
mirip puzzle raksasa, sepotong demi sepotong disusun kembali demi
lestarinya satu lagi warisan kebudayaan agung di masa silam.
E. Candi Plaosan
Candi Plaosan yang dibangun Rakai Pikatan
memiliki beberapa keunikan dibanding candi lain, yaitu dua candi
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
utamanya yang "kembar" serta teras yang permukaannya halus. Di candi
ini juga terdapat figur Vajrapani, Amitbha, dan Prajnaparamitha.
Anda tak perlu terburu-buru kembali ke penginapan usai berkunjung ke
Candi Prambanan, sebab tidak jauh dari candi Hindu tercantik di dunia
itu anda juga akan menemui candi-candi lain yang sama menariknya.
Melaju ke utara sejauh 1 km, anda akan menemui Candi Plaosan, sebuah
candi yang dibangun oleh Rakai Pikatan untuk permaisurinya,
Pramudyawardani. Terletak di Dusun Bugisan Kecamatan Prambanan,
arsitektur candi ini merupakan perpaduan Hindu dan Budha.
Kompleks Plaosan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu Candi Plaosan Lor dan
Candi Plaosan Kidul. Kedua candi itu memiliki teras berbentuk segi
empat yang dikelilingi oleh dinding, tempat semedi berbentuk gardu di
bagian barat serta stupa di sisi lainnya. Karena kesamaan itu, maka
kenampakan Candi Plaosan Lor dan Kidul hampir serupa jika dilihat dari
jauh sehingga sampai sekarang Candi Plaosan juga sering disebut candi
kembar.
Bangunan Candi Plaosan Lor memiliki halaman tengah yang dikelilingi
oleh dinding dengan pintu masuk di sebelah barat. Pada bagian tengah
halaman itu terdapat pendopo berukuran 21,62 m x 19 m. Pada bagian
timur pendopo terdapat 3 buah altar, yaitu altar utara, timur dan
selatan. Gambaran Amitbha, Ratnasambhava, Vairochana, dan Aksobya
terdapat di altar timur. Stupa Samantabadhara dan figur Ksitigarbha ada
di altar utara, sementara gambaran Manjusri terdapat di altar barat.
Candi Plaosan Kidul juga memiliki pendopo di bagian tengah yang
dikelilingi 8 candi kecil yang terbagi menjadi 2 tingkat dan tiap-tiap
tingkat terdiri dari 4 candi. Ada pula gambaran Tathagata Amitbha,
Vajrapani dengan atribut vajra pada utpala serta Prajnaparamita yang
dianggap sebagai "ibu dari semua Budha". Beberapa gambar lain masih
bisa dijumpai namun tidak pada tempat yang asli. Figur Manujri yang
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
menurut seorang ilmuwan Belanda bernama Krom cukup signifikan juga bisa
dijumpai.
Bagian Bas relief candi ini memiliki gambaran unik pria dan wanita.
Terdapat seorang pria yang digambarkan tengah duduk bersila dengan
tangan menyembah serta figur pria dengan tangan vara mudra dan vas di
kaki yang dikelilingi enam pria yang lebih kecil. Seorang wanita ada
yang digambarkan sedang berdiri dengan tangan vara mudra, sementara di
sekelilingnya terdapat buku, pallet dan vas. Krom berpendapat bahwa
figur pria wanita itu adalah gambaran patron supporter dari dua wihara.
Seluruh kompleks Candi Plaosan memiliki 116 stupa perwara dan 50 candi
perwara. Stupa perwara bisa dilihat di semua sisi candi utama, demikian
pula candi perwara yang ukurannya lebih kecil. Bila berjalan ke bagian
utara, anda bisa melihat bangunan terbuka yang disebut Mandapa. Dua
buah prasati juga bisa ditemui, yaitu prasasti yang di atas keping emas
di sebelah utara candi utama dan prasasti yang ditulis di atas batu di
Candi Perwara baris pertama.
Salah satu kekhasan Candi Plaosan adalah permukaan teras yang halus.
Krom berpendapat teras candi ini berbeda dengan teras candi lain yang
dibangun di masa yang sama. Menurutnya, hal itu terkait dengan fungsi
candi kala itu yang diduga untuk menyimpan teks-teks kanonik milik para
pendeta Budha. Dugaan lain yang berasal dari para ilmuwan Belanda, jika
jumlah pendeta di wilayah itu sedikit maka mungkin teras itu digunakan
sebagai sebuah wihara (tempat ibadah umat Budha).
Jika melihat sekeliling candi, anda akan tahu bahwa Candi Plaosan
sebenarnya merupakan kompleks candi yang luas. Hal itu dapat dilihat
dari adanya pagar keliling sepanjang 460 m dari utara ke selatan serta
290 m dari barat ke timur, juga interior pagar yang terdiri atas parit
sepanjang 440 m dari utara ke selatan dan 270 m dari barat ke timur.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Parit yang menyusun bagian interior pagar itu bisa dilihat dengan
berjalan ke arah timur melewati sisi tengah bangunan bersejarah ini.
F. Candi Tara
Candi Tara adalah candi yang dipersembahkan
untuk Dewi Tara yang dinding luarnya dilapisi semen kuno. Candi Budha
tertua di Yogyakarta ini dibangun oleh Rakai Panangkaran, raja dari
dinasti Syailendra yang juga mengkonsep pendirian Borobudur.
Banyak orang selalu menyebut Borobudur saat membicarakan bangunan candi
Budha. Padahal, ada banyak candi bercorak Budha yang terdapat di
Yogyakarta, salah satu yang berkaitan erat dengan Borobudur adalah
Candi Tara. Candi yang terletak di Kalibening, Kalasan ini dibangun
oleh konseptor yang sama dengan Borobudur, yaitu Rakai Panangkaran.
Karena letaknya di daerah Kalasan, maka candi ini lebih dikenal dengan
nama Candi Kalasan.
Selesai dibangun pada tahun 778 M, Candi Tara menjadi candi Budha
tertua di Yogyakarta. Candi yang berdiri tak jauh dari Jalan Yogya Solo
ini dibangun sebagai penghargaan atas perkawinan Pancapana dari Dinasti
Sanjaya dengan Dyah Pramudya Wardhani dari Dinasti Syailendra. Selain
sebagai hadiah perkawinan, candi itu juga merupakan tanggapan usulan
para raja untuk membangun satu lagi bangunan suci bagi Dewi Tara dan
biara bagi para pendeta.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Candi Tara adalah bangunan berbentuk dasar bujur sangkar dengan setiap
sisi berukuran 45 meter dan tinggi 34 meter. Bangunan candi secara
vertikal terdiri dari tiga bagian, yaitu kaki candi, tubuh candi dan
atap candi. Bagian kaki candi adalah sebuah bangunan yang berdiri di
alas batu berbentuk bujur sangkar dan sebuah batu lebar. Pada bagian
itu terdapat tangga dengan hiasan makara di ujungnya. Sementara, di
sekeliling kaki candi terdapat hiasan sulur-suluran yang keluar dari
sebuah pot.
Tubuh candi memiliki penampilan yang menjorok keluar di sisi tengahnya.
Di bagian permukaan luar tubuh candi terdapat relung yang dihiasi sosok
dewa yang memegang bunga teratai dengan posisi berdiri. Bagian
tenggaranya memiliki sebuah bilik yang di dalamnya terdapat singgasana
bersandaran yang dihiasi motif singa yang berdiri di atas punggung
gajah. Bilik tersebut dapat dimasuki dari bilik penampil yang terdapat
di sisi timur.
Bagian atap candi berbentuk segi delapan dan terdiri dari dua tingkat.
Sebuah arca yang melukiskan manusia Budha terdapat pada tingkat pertama
sementara pada tingkat kedua terdapat arca yang melukiskan Yani Budha.
Bagian puncak candi berupa bujur sangkar yang melambangkan Kemuncak
Semeru dengan hiasan stupa-stupa. Pada bagian perbatasan tubuh candi
dengan atap candi terdapat hiasan bunga makhluk khayangan berbadan
kerdil disebut Gana.
Bila anda mencermati detail candi, anda juga akan menjumpai relief-
relief cantik pada permukaannya. Misalnya relief pohon dewata dan awan
beserta penghuni khayangan yang tengah memainkan bunyi-bunyian. Para
penghuni khayangan itu membawa rebab, kerang dan camara. Ada pula
gambaran kuncup bunga, dedaunan dan sulur-suluran. Relief di Candi Tara
memiliki kekhasan karena dilapisi dengan semen kuno yang disebut
Brajalepha, terbuat dari getah pohon tertentu.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Di sekeliling candi terdapat stupa-stupa dengan tinggi sekitar 4,6 m
berjumlah 52 buah. Meski stupa-stupa itu tak lagi utuh karena bagiannya
sudah tak mungkin dirangkai utuh, anda masih bisa menikmatinya.
Mengunjungi candi yang sejarah berdirinya diketahui berdasarkan
Prasasti Candi yang berhuruf Panagari ini, anda akan semakin mengakui
kehebatan Rakai Panangkaran yang bahkan sempat membangun bangunan suci
di Thailand.
Candi ini juga menjadi bukti bahwa pada masa lalu telah ada upaya untuk
merukunkan pemeluk agama satu dengan yang lain. Terbukti, Panangkaran
yang beragama Hindu membangun Candi Tara atas usulan para pendeta Budha
dan dipersembahkan bagi Pancapana yang juga beragama Budha. Candi ini
pulalah yang menjadi salah satu bangunan suci yang menginspirasi
Atisha, seorang Budhis asal India yang pernah mengunjungi Borobudur dan
menyebarkan Budha ke Tibet.
G. Candi Gampingan
Candi Gampingan yang ditemukan pada tahun 1995
diduga merupakan bagian dari Situs Gampingan. Bagian kaki candi dihiasi
relief beragam jenis hewan, salah satunya burung yang dipercaya mampu
membawa pesan dari nirwana.
Tak semua candi memiliki relief cantik yang khas sebab umumnya hanya
dihias oleh arca dan relief umum yang terdapat hampir di semua candi.
Salah satu yang memiliki relief cantik yang khas itu adalah Candi
Gampingan, sebuah candi yang ditemukan secara tak sengaja oleh
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
pengrajin batu bata di Dusun Gampingan, Piyungan, Bantul pada tahun
1995. Meski ukurannya kecil dan sudah tak utuh lagi, Candi Gampingan
masih kaya akan relief yang mempesona.
Salah satu relief cantik yang bisa dijumpai di candi ini adalah relief
hewan yang ada di kaki candi. Relief hewan di Gampingan begitu natural
hingga bisa diketahui jenis hewan yang digambarkan. Cukup jarang candi
yang memiliki relief demikian, setidaknya hanya Candi Prambanan dan
Mendut yang dikenal memiliki relief serupa. Semua relief itu dihias
dengan latar sulur-suluran, yaitu padmamula (akar tanaman teratai) yang
diyakini sebagai sumber kehidupan.
Saat YogYES berkeliling, tampak jenis hewan yang mendominasi adalah
burung. Terdapat relief burung gagak yang tampak memiliki paruh besar,
tubuh kokoh, sayap mengembang ke atas dan ekor berbentuk kipas. Ada
pula relief burung pelatuk yang digambarkan memiliki jambul di atas
kepala, paruh yang agak panjang dan runcing serta sayap yang tidak
mengembang. Selain itu, ada juga ayam jantan yang memiliki dada
membusung dan sayap mengembang ke bawah.
Pembuatan relief burung dalam jumlah banyak di candi ini berkaitan
keyakinan masyarakat saat itu terhadap kekuatan transedental burung.
Diyakini, burung merupakan perwujudan para dewa sekaligus pembawa pesan
dari alam para dewa atau nirwana. Burung juga berkaitan dengan
kebebasan absolut manusia yang dicapai setelah berhasil meninggalkan
kehidupan duniawi, lambang jiwa manusia yang lepas dari raganya.
Relief hewan lain yang juga banyak digambarkan adalah katak. Masyarakat
saat itu percaya bahwa katak memiliki kekuatan gaib yang mampu
mendatangkan hujan, sehingga katak juga dipercayai mampu meningkatkan
produktivitas, karena air hujan yang didatangkan katak bisa
meningkatkan hasil panen. Katak yang sering muncul dari air juga
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
melambangkan pembaharuan kehidupan dan kebangkitan menuju arah yang
lebih baik.
Hingga kini, relief itu masih menyisakan pertanyaan, apakah
sebuah fabel (cerita hewan yang didongengkan pada anak-anak) seperti di
Candi Mendut atau gambaran hewan yang sengaja dibuat untuk menunjukkan
maksud tertentu. Pertanyaan itu muncul sebab gambaran hewan seperti di
Candi Gampingan tak ditemukan dalam kitab yang memuat fabel, seperti
Jataka, Sukasaptati, Pancatantra dan versi turunannya.
Candi Gampingan yang diperkirakan dibangun antara tahun 730 - 850 M
diyakini merupakan tempat pemujaan Dewa Jambhala (Dewa Rejeki, anak
Dewa Siwa). Hal itu didasari oleh penemuan Arca Jambhala ketika
penggalian. Jambhala digambarkan sedang dalam keadaan semedi, tubuhnya
duduk bersila sementara matanya terpejam. Bagian tubuhnya dihiasi oleh
unsur ikonografis (asana) berupa bunga teratai yang memiliki daun
berjumlah 8 helai sebagai lambang cakra dalam tubuh manusia.
Figur Jambhala di candi ini berbeda dengan yang ada di candi lainnya.
Umumnya, Jambhala di candi lain digambarkan dengan mata lebar yang
menatap ke arah pemujanya disertai dengan beragam hiasan yang
melambangkan kemakmuran dan kemewahan. Diyakini, penggambaran berbeda
ini didasari oleh motivasi pemujaan, bukan untuk memohon kemakmuran
tetapi bimbingan agar dapat mencapai kebahagiaan sejati.
Mengunjungi Candi Gampingan akan membawa kita merenungkan kembali
tentang jalan yang sudah kita tempuh untuk menuju kebahagiaan dan
kesejahteraan. Relief yang didominasi bentuk hewan yang hidup di alam
sekitarnya bisa jadi merupakan wujud kearifan masyarakat setempat pada
jaman itu dalam merepresentasikan sebuah pesan dari nirwana: untuk
hidup sejahtera dan terhindar dari bencana, manusia seharusnya menjaga
keselarasan dengan alam.
H. Candi KedulanSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Candi Kedulan ditemukan pada tahun 1993.
Penemuan candi ini beserta dua buah prasasti di lokasi penggaliannya
mengundang pertanyaan tentang keberadaan desa kuno bernama Pananggaran
dan sebuah bendungan di dekatnya.
Candi Kedulan adalah sebuah candi bercorak Hindu yang terdapat di Dusun
Kedulan, kurang lebih 3 kilometer dari Candi Kalasan. Candi ini
ditemukan secara tak sengaja oleh para penambang pasir pada 24 November
1993. Kesenangan yang berbeda akan didapatkan bila mengunjungi candi
ini, sebab anda bisa menikmati proses rekonstruksi candi yang sangatlah
rumit.
Lokasi penggalian sedalam 7 meter akan langsung ditemui begitu tiba di
kompleks candi ini. Lokasi penggalian itu berisi batu-batu candi yang
tersebar ke segala penjuru dan bagian kaki candi induk yang tampak
masih menyatu. Di lokasi penggalian inilah kompleks Candi Kedulan yang
terdiri dari 1 candi induk dan 3 candi perwara (pendamping) semula
berdiri. Kini, bagian kaki candi induk tengah diuji kekokohannya agar
dapat ditumpangi batu-batu lain pada tahap selanjutnya.
Mengelilingi daerah sekitar lokasi penggalian, akan dijumpai batu-batu
candi yang tengah direkonstruksi dengan cara mencocokkan batu satu
dengan batu lainnya. Batu yang telah berhasil dicocokkan diberi simbol-
simbol tertentu yang ditulis menggunakan kapur. Tampak konstruksi
sementara bangunan pagar pembatas selasar candi, atap, bilik candi dan
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
beberapa bagian tubuh candi lainnya. Terlihat pula lingga dan yoni yang
diduga merupakan komponen yang mengisi bilik candi.
Beberapa ornamen yang menghias candi sudah bisa dinikmati keindahannya
walau candinya sendiri masih dalam tahap rekonstruksi. Misalnya, relief
naga di bawah yoni yang diperkirakan mengisi bilik utama candi induk,
figurnya berbeda dengan naga penghias yoni candi di Jawa Tengah lainnya
sebab terlihat memiliki rahang. Terdapat pula relief dewa di beberapa
bagian dinding candi, hiasan sulur-suluran, roset, serta relief motif
batik.
Selesai berkeliling, YogYES sempat berbincang dengan salah seorang staf
bernama Haryono. Ia bercerita betapa sulitnya menyusun kembali bangunan
yang telah runtuh itu. Ada ratusan batu yang harus dicocokkan agar
candi bisa berdiri lagi, padahal untuk mencocokkannya tak ada petunjuk
sama sekali. Saking sulitnya, seorang pekerja kadang hanya mampu
mencocokkan satu batu dengan satu batu lainnya dalam kurun waktu
seminggu. Betul, bagaikan menyusun sebuah puzzle raksasa.
Kalau memasuki ruang informasi di sebelah lokasi penggalian, anda bisa
mengetahui perkiraan rancangan Candi Kedulan. Dari hasil diperkirakan,
candi induk memiliki tinggi 8 meter, terbagi menjadi bagian kaki, tubuh
dan atap. Tubuh candi terdiri dari 10 lapis batu dengan tinggi 2,4
meter, memiliki beberapa relung yang berisi arca Ganesha (anak Dewa
Siwa), Agastya, Durga (isteri Dewa Siwa), Nandaka dan Nandiswara
(kendaraan Dewi Durga), serta mempunyai selasar sempit yang diduga
hanya bisa dimasuki orang-orang tertentu. Atap candi terdiri atas 13
lapis batu andesit. Dari keterangan diatas bisa diperkirakan bahwa
arsitekturnya secara keseluruhan mirip dengan Candi Sambisari.
Di ruang informasi itu pula, anda bisa melihat puing-puing puing-puing
mangkuk berhias dan barang gerabah yang diduga digunakan dalam ritual
peribadatan di candi ini. Selain itu, ada juga kayu-kayu yang berasal
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
dari pepohonan yang tumbuh semasa candi ini berdiri. Haryono bercerita
pada YogYES bahwa salah satu serpihan kayu pohon itu pernah dibawa
seseorang untuk diukir, namun dikembalikan lagi sebab orang yang
membawanya justru mengalami petaka.
Beberapa foto benda-benda lain yang ditemukan selama penggalian juga
bisa dilihat di ruang informasi. Ada foto arca dewa berbahan perunggu
dan foto prasasti Pananggaran dan Sumudul yang ditemukan pada tahun
2003. Pada dinding ruangan, terdapat gambaran lapisan tanah tempat
batu-batu candi ditemukan, serta foto-foto yang menggambarkan proses
penggalian yang berlangsung selama bertahun-tahun.
Pada 12 Juni 2003, ditemukan 2 buah prasasti di lokasi penggalian.
Prasasti yang ditulis dalam huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta
tersebut sudah berhasil dibaca oleh dua epigraf dari Jurusan Arkeologi
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, yaitu Dr Riboet Darmoseotopo dan
Tjahjono Prasodjo MA. Berangka tahun 791 Saka (869 Masehi, atau sekitar
10 tahun setelah candi Prambanan berdiri), isinya tentang pembebasan
pajak tanah di Desa Pananggaran dan Parhyangan, pembuatan bendungan
untuk irigasi, pendirian bangunan suci bernama Tiwaharyyan serta
ancaman kutukan bagi siapapun yang tidak mematuhi aturan.
Beberapa arkeolog menduga bahwa prasasti tersebut berkaitan dengan
pendirian Candi Kedulan. Bangunan suci Tiwaharyyan diduga merupakan
Candi Kedulan itu sendiri. Desa Pananggaran yang diceritakan pada
prasasti diduga berada di wilayah sekitar candi, begitu pula bendungan
yang dimaksud. Namun sampai kini belum ditemukan jejak bendungan kuno
yang dimaksud. Mungkin bendungan itu dibangun di Sungai Opak yang
berjarak ±4 km dari lokasi candi, atau mungkin juga di sungai yang kini
sudah tidak ada lagi karena tertutup lahar letusan Gunung Merapi seribu
tahun silam.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Banyaknya teka-teki yang menunggu untuk dipecahkan beserta pesona
komponen candi menjadikan berwisata ke Candi Kedulan menarik untuk
dilakukan. Kondisi candi yang masih dalam tahap rekonstruksi justru
menambah kesenangan ketika mengunjunginya.
I. Candi Mendut
Candi Mendut lebih tua dari Candi Borobudur. Ada
cerita untuk anak-anak pada dinding-dindingnya.
Candi Mendut terletak 3 km ke arah timur dari Candi Borobudur,
merupakan candi Budha yang dibangun tahun 824 Masehi oleh Raja Indera
dari wangsa Syailendra. Di dalam Candi Mendut terdapat 3 (tiga) patung
besar.
1. Cakyamuni yang sedang duduk bersila dengan posisi tangan memutar
roda dharma.
2. Awalokiteswara sebagai Bodhi Satwa membantu umat manusia
Awalokiteswara merupakan patung amitabha yang berada di atas
mahkotanya, Vajrapani. Ia sedang memegang bunga teratai merah yang
diletakkan di atas telapak tangan.
3. Maitreya sebagai penyelamat manusia di masa depan
Ada cerita untuk anak-anak pada dinding-dindingnya. Candi ini sering
dipergunakan untuk merayakan upacara Waisak setiap Mei pada malam bulan
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
purnama dan dikunjungi para peziarah dari Indonesia maupun manca
negara.
Candi ini lebih tua dari Candi Borobudur. Arsitekturnya persegi empat
dan mempunyai pintu masuk di atas tangganya. Atapnya juga persegi empat
dan bertingkat-tingkat, ada stupa di atasnya.
J. Candi Pawon
Candi Pawon bukan sebuah makam, melainkan
sebagai tempat untuk menyimpan senjata Raja Indera yang bernama
Vajranala.
Candi Pawon terletak 1,5 km ke arah barat dari Candi Mendut dan ke arah
timur dari Candi Borobudur, juga merupakan sebuah candi Budha. Saat
diteliti secara lengkap pada reliefnya, ternyata merupakan permulaan
relief Candi Borobudur.
Banyak orang mengira Candi Pawon merupakan sebuah makam, namun setelah
diteliti ternyata merupakan tempat untuk menyimpan senjata Raja Indera
yang bernama Vajranala. Candi ini terbuat dari batu gunung berapi.
Ditinjau dari seni bangunannya merupakan gabungan seni bangunan Hindu
Jawa kuno dan India. Candi Pawon terletak tepat di sumbu garis yang
menghubungkan Candi Borobudur dan Candi Mendut.
Kemungkinan candi ini dibangun untuk kubera. Candi ini berada di atas
teras dan tangga yang agak lebar. Semua bagian-bagiannya dihiasi dengan
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
stupa (dagoba) dan dinding-dinding luarnya dengan gambar-gambar
simbolis.
K. Istana Ratu Boko
Istana Ratu Boko adalah kompleks istana megah
yang dibangun pada abad ke-8. Bangunan yang bisa dikatakan termegah di
jamannya itu dibangun oleh salah satu kerabat pendiri Borobudur.
Istana Ratu Boko adalah sebuah bangunan megah yang dibangun pada masa
pemerintahan Rakai Panangkaran, salah satu keturunan Wangsa Syailendra.
Istana yang awalnya bernama Abhayagiri Vihara (berarti biara di bukit yang
penuh kedamaian) ini didirikan untuk tempat menyepi dan memfokuskan
diri pada kehidupan spiritual. Berada di istana ini, anda bisa
merasakan kedamaian sekaligus melihat pemandangan kota Yogyakarta dan
Candi Prambanan dengan latar Gunung Merapi.
Istana ini terletak di 196 meter di atas permukaan laut. Areal istana
seluas 250.000 m2 terbagi menjadi empat, yaitu tengah, barat, tenggara,
dan timur. Bagian tengah terdiri dari bangunan gapura utama, lapangan,
Candi Pembakaran, kolam, batu berumpak, dan Paseban. Sementara, bagian
tenggara meliputi Pendopo, Balai-Balai, 3 candi, kolam, dan kompleks
Keputren. Kompleks gua, Stupa Budha, dan kolam terdapat di bagian
timur. Sedangkan bagian barat hanya terdiri atas perbukitan.
Bila masuk dari pintu gerbang istana, anda akan langsung menuju ke
bagian tengah. Dua buah gapura tinggi akan menyambut anda. Gapura
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
pertama memiliki 3 pintu sementara gapura kedua memiliki 5 pintu. Bila
anda cermat, pada gapura pertama akan ditemukan tulisan 'Panabwara'.
Kata itu, berdasarkan prasasti Wanua Tengah III, dituliskan oleh Rakai
Panabwara, (keturunan Rakai Panangkaran) yang mengambil alih istana.
Tujuan penulisan namanya adalah untuk melegitimasi kekuasaan, memberi
'kekuatan' sehingga lebih agung dan memberi tanda bahwa bangunan itu
adalah bangunan utama.
Sekitar 45 meter dari gapura kedua, anda akan menemui bangungan candi
yang berbahan dasar batu putih sehingga disebut Candi Batu Putih. Tak
jauh dari situ, akan ditemukan pula Candi Pembakaran. Candi itu
berbentuk bujur sangkar (26 meter x 26 meter) dan memiliki 2 teras.
Sesuai namanya, candi itu digunakan untuk pembakaran jenasah. Selain
kedua candi itu, sebuah batu berumpak dan kolam akan ditemui kemudian
bila anda berjalan kurang lebih 10 meter dari Candi Pembakaran.
Sumur penuh misteri akan ditemui bila berjalan ke arah tenggara dari
Candi Pembakaran. Konon, sumur tersebut bernama Amerta Mantana yang
berarti air suci yang diberikan mantra. Kini, airnya pun masih sering
dipakai. Masyarakat setempat mengatakan, air sumur itu dapat membawa
keberuntungan bagi pemakainya. Sementara orang-orang Hindu
menggunakannya untuk Upacara Tawur agung sehari sebelum Nyepi.
Penggunaan air dalam upacara diyakini dapat mendukung tujuannya, yaitu
untuk memurnikan diri kembali serta mengembalikan bumi dan isinya pada
harmoni awalnya. YogYES menyarankan anda berkunjung ke Candi Prambanan
sehari sebelum Nyepi jika ingin melihat proses upacaranya.
Melangkah ke bagian timur istana, anda akan menjumpai dua buah gua,
kolam besar berukuran 20 meter x 50 meter dan stupa Budha yang terlihat
tenang. Dua buah gua itu terbentuk dari batuan sedimen yang disebut
Breksi Pumis. Gua yang berada lebih atas dinamakan Gua Lanang sedangkan
yang berada di bawah disebut Gua Wadon. Persis di muka Gua Lanang
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
terdapat sebuah kolam dan tiga stupa. Berdasarkan sebuah penelitian,
diketahui bahwa stupa itu merupakan Aksobya, salah satu Pantheon Budha.
Meski didirikan oleh seorang Budha, istana ini memiliki unsur-unsur
Hindu. Itu dapat dilihat dengan adanya Lingga dan Yoni, arca Ganesha,
serta lempengan emas yang bertuliskan "Om Rudra ya namah swaha" sebagai
bentuk pemujaan terhadap Dewa Rudra yang merupakan nama lain Dewa Siwa.
Adanya unsur-unsur Hindu itu membuktikan adanya toleransi umat beragama
yang tercermin dalam karya arsitektural. Memang, saat itu Rakai
Panangkaran yang merupakan pengikut Budha hidup berdampingan dengan
para pengikut Hindu.
Sedikit yang tahu bahwa istana ini adalah saksi bisu awal kejayaan di
tanah Sumatera. Balaputradewa sempat melarikan diri ke istana ini
sebelum ke Sumatera ketika diserang oleh Rakai Pikatan. Balaputradewa
memberontak karena merasa sebagai orang nomor dua di pemerintahan
Kerajaan Mataram Kuno akibat pernikahan Rakai Pikatan dengan
Pramudhawardani (saudara Balaputradewa. Setelah ia kalah dan melarikan
diri ke Sumatera, barulah ia menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya.
Sebagai sebuah bangunan peninggalan, Istana Ratu Boko memiliki keunikan
dibanding peninggalan lain. Jika bangunan lain umumnya berupa candi
atau kuil, maka sesuai namanya istana ini menunjukkan ciri-ciri sebagai
tempat tinggal. Itu ditunjukkan dari adanya bangunan berupa tiang dan
atap yang terbuat dari bahan kayu, meski kini yang tertinggal hanya
batur-batur dari batu saja. Telusurilah istana ini, maka anda akan
mendapatkan lebih banyak lagi, salah satunya pemandangan senja yang
sangat indah. Seorang turis asal Amerika Serikat mengatakan, "Inilah
senja yang terindah di bumi."
2.3. WISATA ARSITEKTURA. Loji
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Sejumlah loji bangunan Belanda yang memiliki
fungsi beragam kini bisa dinikmati kemegahannya. Loji Kecil, Loji
Besar, Loji Kebon bahkan Loji Setan, semua menyuguhkan cerita sejarah
tersendiri.
Selama ratusan tahun mendiami Indonesia, termasuk Yogyakarta, Belanda
meninggalkan sejumlah bangunan bersejarah. Bangunan-bangunan itu oleh
warga Yogyakarta sering disebut loji karena ukurannya yang besar dengan
halaman yang luas. Beberapa loji peninggalan itu kini bisa dinikmati
keindahannya dengan sedikit biaya, hanya perlu menyusuri kawasan pusat
kota Yogyakarta, bermula dari perempatan Kantor Pos Besar atau
kilometer 0.
Loji tertua di Yogyakarta terletak persis di seberang Kantor Pos Besar,
yaitu sebuah bangunan yang kini dinamai Benteng Vredeburg. Bangunan
benteng yang sering disebut Loji Besar atau Loji Gede itu dibangun pada
tahun 1776 - 1778, hanya dua tahun berselang setelah berdirinya Kraton
Ngayogyakarta Hadiningrat, salah satu pecahan kerajaan Mataram. Benteng
yang semula bernama Rustenburg itu konon sengaja didirikan di poros
Kraton - Tugu agar bisa mengawasi gerak-gerik Kraton.
Sebagai sebuah benteng, kawasan Loji Besar dilengkapi dengan beragam
bangunan yang mendukung, misalnya tempat pengintaian hingga
peristirahatan bagi para serdadu. Semasa Loji Besar masih digunakan
sebagai benteng, terdapat sebuah meriam yang sengaja diarahkan ke
Kraton dalam posisi siaga tembak sehingga memudahkan penyerangan. Hal
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
itu dilakukan agar pihak Kraton mengakui bahwa Belanda memiliki
kekuatan.
Kini, anda bisa menyusuri setiap sudut Loji Besar tersebut karena
kawasan itu telah dibuka untuk umum. Selain bangunan benteng yang
memiliki rancang bangun khas Eropa, anda juga bisa melihat diorama
perjuangan Indonesia meraih kemerdekaan. Satu yang janggal dari benteng
ini adalah namanya yang tak cocok dengan gambaran sebuah
benteng, Rust berarti istirahat, vrede berarti perdamaian sedangkan burg
berarti benteng. Rustenberg yang berarti benteng peristirahatan atau
Vredeburg yang berarti benteng perdamaian jelas bukan nama yang tepat.
Dari Vredeburg, sebuah loji yang paling terlihat adalah Loji Kebon,
kini dikenal dengan nama Gedung Agung. Bangunan yang juga bergaya eropa
itu didirikan tahun 1824 dan digunakan sebagai Gedung Karesidenan.
Halaman Loji Kebon sangat luas dan dihiasi arca-arca yang dikumpulkan
para pejabat Belanda dari penjuru kota Yogyakarta. Tahun 1912, kompleks
Loji Kebon dilengkapi dengan bangunan Societeit de Vereniging, tempat
pejabat Belanda berdansa dengan iringan biola.
Seperti halnya Loji Besar, Loji Kebon pun juga menjadi saksi sejarah.
Pembangunan gedung yang dirancang A Payen ini sempat berhenti karena
Perang Diponegoro tahun 1825 - 1830 yang hampir membuat pemerintah
Belanda bangkrut. Pada Masa Jepang, gedung ini menjadi kediaman
petinggi Jepang bernama Koochi Zimmukyoku Tyookan. Demikian pula sejak
ibukota Indonesia berpindah ke Yogyakarta 6 Januari 1946, gedung ini
menjadi istana kepresidenan. Hingga kini, meski ibukota Indonesia
berpindah lagi ke Jakarta, gedung ini tetap berstatus istana
kepresidenan.
Kawasan loji lain adalah Loji Kecil yang berlokasi di sebelah timur
Vredeburg kini, tetapnya wilayah Shopping hingga hampir perempatan
Gondomanan. Berbeda dengan Loji Besar yang berfungsi sebagai benteng
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
dan Loji Kecil yang berfungsi sebagai gedung pemerintahan, Loji Kecil
berfungsi sebagai wilayah hunian. Kini, meski tinggal segelintir, anda
masih bisa menikmati beberapa bangunan lawas itu, diantaranya yang
berada di kompleks Taman Pintar. Di kawasan itu juga terdapat Gedung
Societet Militair yang dahulu digunakan sebagai tempat para serdadu
militer Belanda bersantai.
Kawasan Loji kecil merupakan pusat kawasan hunian orang Belanda pertama
di Yogyakarta. Sejumlah fasilitas pendukung kini juga masih bisa
dinikmati keindahannya, misalnya gereja Protestansche Kerk yang berdiri
tahun 1857 (kini menjadi Gereja Kristen Marga Mulya, berlokasi di utara
Gedung Agung) dan Gereja Fransiskus Xaverius Kudul Loji (bangunan lama)
yang berdiri tahun 1870, berada di sebelah selatan kawasan Loji Kecil.
Satu kawasan loji lain yang tak kalah menarik adalah Loji Setan.
Dinamakan demikian karena gedung yang hingga kini tak diketahui tahun
pembangunannya itu dikenal angker. Banyak orang mengatakan, pada ruang
sebelah timur dan aula tengah sering terdengar suara orang minta tolong
dan suara iringan musik dansa. Gedung yang kini berfungsi sebagai
kantor DPRD ini menurut cerita pernah disinggahi Gubernur Jendral
Raffles pada tanggal 15 Mei 1812, saat Belanda sudah berkuasa di
Yogyakarta.
Loji Setan sejak beberapa lama memiliki beragam fungsi. Di masa lalu,
gedung ini sering digunakan untuk tempat bermeditasi dan sebagai ruang
pameran, misalnya pameran oleh Luch Bescherming Dienst pada tahun 1940.
Pasca Kemerdekaan, gedung yang pada awalnya bernama Loji Marlborough
ini digunakan sebagai kantor Komite Nasional Indonesia (1945 - 1949),
kantor Dewan Pertahanan Negara dan penyelenggaraan sidang Kabinet
(1948).
Kelilingilah setiap loji, sepenggal demi sepenggal cerita yang didapat
akan memperkaya wawasan sejarah anda.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
B. Bintaran
Bintaran berkembang seiring laju jaman. Bermula
dari wilayah kediaman Pangeran Haryo Bintoro pada masa Sri Sultan
Hamengku Buwono, kawasan ini berkembang menjadi area pemukiman Indische
pada tahun 1930an.
Sama seperti Kotabaru, Bintaran merupakan kawasan hunian alternatif
bagi orang Belanda yang menetap di wilayah Indonesia, berkembang
setelah kawasan Loji Kecil tak lagi memadai. Dari segi fisik, kawasan
yang bisa ditempuh dengan berjalan ke timur dari perempatan Gondomanan
itu tak begitu pesat perkembangannya seperti Kotabaru. Salah satu
faktornya adalah letaknya yang masih dekat dengan Loji Kecil sehingga
beragam fasilitas masih bisa diakses dengan mudah.
Sebelum berkembang menjadi pemukiman Indisch, Bintaran dikenal sebagai
tempat berdirinya Ndalem Mandara Giri, kediaman Bendara Pangeran Haryo
Bintoro, salah satu trah Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Perkembangan
Bintaran sebagai pemukiman Indische diperkirakan dimulai tahun 1930an
ditandai pembangunan rumah, fasilitas seperti gereja dan bahkan
penjara. Umumnya, orang Belanda yang bermukim di Bintaran adalah yang
bekerja sebagai opsir dan pegawai pabrik gula.
Seperti halnya kampung Indische lainnya, ketika YogYES berkunjung,
Bintaran dihiasi dengan bangunan-bangunan yang berarsitektur khas
Eropa. Meski demikian, ciri bangunan di wilayah Bintaran berbeda dengan
bangunan di Loji Kecil ataupun Kotabaru. Halaman bangunan yang berdiri
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
di kawasan Bintaran lebih luas, sementara bagian depan rumah lebih
kecil, mempunyai banyak pilar, daun pintu luar berbentuk krepyak serta
daun pintu dalam dihiasi kaca.
Bangunan menawan secara arsitektural dan bernilai sejarah yang terdapat
di tempat ini tentu saja adalah Ndalem Mandara Giri. Arsitektur
bangunan ndalem tersebut merupakan perpaduan Jawa dan Belanda. Ciri
Jawa terlihat dari adanya pendopo yang bahan-bahannya khusus
didatangkan dari Demak pada tahun 1908. Sementara, ciri bangunan
Belanda terlihat dari ruangan yang lebar dan berdinding tinggi serta
jendela khas Belanda yang besar dan memiliki dua daun.
Setelah ditinggalkan Pangeran Haryo Bintoro, bangunan ini sempat
ditinggali oleh trah kraton lainnya. Pendopo ndalem yang cukup lebar
sejak lama telah digunakan sebagai ruang pameran keris, bahkan setelah
rumahnya sendiri dikosongkan sejak tahun 1997. Kini, bangunan yang bisa
ditemui dengan di pertigaan pertama setelah berbelok ke kiri dari Jalan
Sultan Agung ini dimanfaatkan sebagai kantor Karta Pustaka, sebuah
lembaga Indonesia Belanda.
Bangunan bersejarah lain juga bisa ditemukan tak jauh dari Ndalem
Mandara Giri. Salah satunya adalah Gedung Sasmitaloka Jenderal
Soedirman yang bisa ditemui persis di sisi kiri jalan Jalan Bintaran.
Dahulu, bangunan yang berdiri tahun 1890 itu dimanfaatkan sebagai
kediaman pejabat keuangan puro Paku alam VII bernama Wijnschenk.
Bangunan itu juga sempat menjadi rumah dinas Jendral Soedirman,
kemudian kediaman Kompi Tukul setelah kemerdekaan.
Sementara, bangunan Museum Biologi yang berada di Jalan Sultan Agung
dahulu dimanfaatkan sebagai tempat tinggal pengawas militer daerah
Pakualaman. Kediaman seorang warga Belanda bernama Henry Paul Sagers,
kini dimanfaatkan sebagai kantor Komando Pemadam Kebakaran. Bangunan
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
bersejarah lain adalah penjara Belanda yang kini digunakan sebagai
Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan.
Seperti umumnya pemukiman Indis, Bintaran juga memiliki fasilitas
gereja. Yang unik, gereja Bintaran didirikan atas ide orang Jawa yang
merasa tidak sreg dengan cara berdoa orang Belanda. H. van Driessche.
SJ, seorang keturunan Belanda Indonesia menjadi koordinator pendirian
gereja yang berlokasi di ujung selatan Jalan Bintaran ini. Penamaan
gereja yang berdiri tahun 1931 ini menjadi Gereja Santo Yusuf berkaitan
dengan permohonan Driessche pada Santo Yusuf ketika sulit mencari
lokasi gereja.
Selain semua bangunan dan sejarahnya, Bintaran kini juga menawarkan
pesona lain, yaitu kulinernya. Salah satu yang cukup terkenal adalah
Bakmi Kadin yang berlokasi di Bintaran barat.
C. Kotabaru
Kawasan Indische yang layak disebut sebagai
salah satu wilayah paling maju di jamannya. Dibangun dengan konsep kota
taman yang berpola radial, Kotabaru menjadi sebuah kawasan yang sejajar
dengan Menteng, sebuah kawasan Indische di Jakarta.
Udara sejuk akan menyapa begitu anda melintasi kawasan timur laut
Malioboro, kawasan di seberang timur Sungai Code yang kini dinamai
Kotabaru. Pohon-pohon rindang tumbuh di tengah ruas jalan, menaungi
dari terik sinar matahari sekaligus membatasi lajur dua arah yang
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
berbeda. Dengan bangunan-bangunan tua yang masih berdiri kokoh di sisi
kanan kiri jalan, kawasan Kotabaru menjadi sebuah kawasan yang terlalu
sayang untuk sekedar dilintasi.
Kotabaru, atau dulu disebut Nieuwe Wijk, adalah sebuah kawasan yang
berkembang mulai tahun 1920 sebagai konsekuensi kian padatnya kawasan
Loji Kecil. Kemajuan industri gula, perkebunan dan meningkatnya
ketertarikan mengembangkan pendidikan dan kesehatan menyebabkan jumlah
orang Belanda yang menetap di Yogyakarta semakin meningkat. Kotabaru
menjadi kawasan hunian alternatif yang berfasilitas lengkap, sejajar
dengan kawasan Menteng di Jakarta.
Kesan berbeda akan didapat begitu memasuki kawasan ini. Rancangan
kawasannya tertata mengikuti pola radial seperti kota-kota di Belanda
umumnya, berbeda dengan kawasan Yogyakarta lainnya yang kebanyakan
masih tertata mengikuti arah mata angin. Pohon-pohon besar, tanaman
berbunga dan tanaman buah yang banyak terdapat di kawasan ini
menandakan bahwa Kotabaru dirancang sebagai garden city, dilengkapi
boulevard dan ruas jalan yang cukup lebar.
Setiap sudut Kotabaru tidak saja indah, tetapi juga menyimpan cerita.
Jalan Kewek yang menjadi gerbang selatan kawasan ini misalnya,
menyimpan cerita yang cukup jenaka. Jalan berupa jembatan yang
menghubungkan seberang timur dan barat Sungai Code itu sebenarnya
dinamai Jalan Kerkweg, namun karena banyak orang Jawa sulit
melafalkannya, namanya pun berubah menjadi Kewek. Karena berupa
jembatan, jalan yang kini bernama Abubakar Ali itu juga disebut Kreteg
Kewek.
Berjalan ke utara dari Kreteg Kewek, anda akan menemukan bangunan
Gereja Santo Antonius Kotabaru. Ciri khas bangunan Eropa tampak pada
bangunan menara tinggi di bagian depan gereja, tiang-tiang besar dari
semen cor sebanyak 16 buah, juga plafon berbentuk sungkup. Gereja yang
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
berdiri tahun 1926 dan semula bernama Santo Antonius van Padua ini
mulai berkembang saat tempat ibadah semula di rumah Mr Perquin (depan
Masjid Syuhada) sudah tak mencukupi lagi.
Memasuki relung Kotabaru selanjutnya, sejumlah gedung bersejarah akan
dijumpai, diantaranya Gedung Kolese Santo Ignatius yang dulu digunakan
sebagai kantor Kementrian Pertahanan, Gedung SMAN 3 sebagai gedung AMS,
Gedung SMP 5 yang dahulu dipakai Normalschool, juga gedung SMU BOPKRI I
yang digunakan sebagai gedung Christelijke MULO dan Akademi Militer.
Anda juga akan menemui kantor Dinas Pariwisata yang menjadi tempat
berakhirnya gerilya Jendral Soedirman, pahlawan nasional Indonesia yang
terkenal dengan perjuangan gerilyanya.
Sebuah bangunan yang menonjol secara arsitektur adalah bangunan Gedung
Bimo. Gedung tersebut dirancang dengan konsep art deco, sebuah rancang
bangun yang berkembang pesat pada tahun 1920-1930-an, mengutamakan
unsur tradisional setempat dengan tetap terbuka pada hal baru dan
disertai semangat untuk berbeda dari bangunan umum yang sudah ada.
Bentuk bangunan Gedung Bimo memanjang seperti bangunan khas Eropa
lainnya, namun bagian atas depan tampil beda dengan bentuk lengkung.
Bangunan lain yang cukup menonjol dan bernilai sejarah adalah kantor
Asuransi Jiwasraya. Pada masa Belanda, gedung ini dipakai sebagai rumah
salah satu pegawai Asuransi Nill Maatschappij, sementara pada masa
Jepang dipakai sebagai tempat tinggal Butaico Mayor Otsuka, perwira
tinggi angkatan bersenjata Jepang. Tanggal 6 Oktober 1945, bangunan ini
dipakai sebagai tempat perundingan Moh Saleh Bardosono dengan Otsuka
dalam rangka penyerahan senjata.
Bila masih belum puas juga melihat bangunan-bangunan kuno, anda bisa
menyusuri setiap relung Kotabaru. Sederetan bangunan kuno berarsitektur
Belanda akan ditemui dengan mudah. Beberapa yang mempunyai nilai
sejarah adalah gedung bekas Kementrian Luar Negeri yang berlokasi di
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
simpul jalan menuju Jembatan Gondolayu, rumah Brigjend Katamso yang
berada di sebelah timur Stadion Kridosono, serta bangunan gardu listrik
rancangan khas Belanda.
Sudut-sudut Kotabaru kini berkembang dinamis. Terdapat sejumlah kafe
tempat beristirahat setelah berwisata menikmati pesona kota tua, sebuah
galeri seni tempat dilangsungkannya beragam pameran, juga tak
ketinggalan tempat mencicipi berbagai masakan, bahkan tempat
berolahraga. Pesona Kotabaru sebagai kota taman pun hingga kini masih
bisa dinikmati dengan duduk dan berteduh di sisi kanan kiri jalan.
2.4. WISATA PANTAIA. Pantai Siung
Pantai Siung kaya akan karang-karang raksasa.
Tebing karangnya memiliki 250 jalur pemanjatan, juga tempat tepat untuk
menikmati panorama pantai. Ada pula karang menyerupai siung wanara yang
menjadi dasar penamaan pantai.
Pantai Siung terletak di sebuah wilayah terpencil di Kabupaten Gunung
Kidul, tepatnya sebelah selatan kecamatan Tepus. Jaraknya sekitar 70 km
dari pusat kota Yogyakarta, atau sekitar 2 jam perjalanan. Menjangkau
pantai ini dengan sepeda motor atau mobil menjadi pilihan banyak orang,
sebab memang sulit menemukan angkutan umum. Colt atau bis dari kota
Wonosari biasanya hanya sampai ke wilayah Tepus, itupun mesti menunggu
berjam-jam.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Stamina yang prima dan performa kendaraan yang baik adalah modal utama
untuk bisa menjangkau pantai ini. Maklum, banyak tantangan yang mesti
ditaklukkan, mulai dari tanjakan, tikungan tajam yang kadang disertai
turunan hingga panas terik yang menerpa kulit saat melalui jalan yang
dikelilingi perbukitan kapur dan ladang-ladang palawija. Semuanya
menghadang sejak di Pathuk (kecamatan pertama di Gunung Kidul yang
dijumpai) hingga pantainya.
Seolah tak ada pilihan untuk lari dari tantangan itu. Jalur Yogyakarta
- Wonosari yang berlanjut ke Jalur Wonosari - Baron dan Baron - Tepus
adalah jalur yang paling mudah diakses, jalan telah diaspal mulus dan
sempurna. Jalur lain melalui Yogyakarta - Imogiri - Gunung Kidul
memiliki tantangan yang lebih berat karena banyak jalan yang berlubang,
sementara jalur Wonogiri - Gunung Kidul terlalu jauh bila ditempuh dari
kota Yogyakarta.
Seperti sebuah ungkapan, "bersakit-sakit dahulu bersenang-senang
kemudian", begitulah kiranya perjalanan ke Pantai Siung. Kesenangan,
kelegaan dan kedamaian baru bisa dirasakan ketika telah sampai di
pantai. Birunya laut dan putihnya pasir yang terjaga kebersihannya akan
mengobati raga yang lelah.Tersedia sejumlah rumah-rumah kayu di pantai,
tempat untuk bersandar dan bercengkrama sambil menikmati indahnya
pemandangan.
Satu pesona yang menonjol dari Pantai Siung adalah batu karangnya.
Karang-karang yang berukuran raksasa di sebelah barat dan timur pantai
memiliki peran penting, tak cuma menjadi penambah keindahan dan
pembatas dengan pantai lain. Karang itu juga yang menjadi dasar
penamaan pantai, saksi kejayaan wilayah pantai di masa lampau dan
pesona yang membuat pantai ini semakin dikenal, setidaknya di wilayah
Asia.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Batu karang yang menjadi dasar penamaan pantai ini berlokasi agak
menjorok ke lautan. Nama pantai diambil dari bentuk batu karang yang
menurut Wastoyo, seorang sesepuh setempat, menyerupai gigi kera atau
Siung Wanara. Hingga kini, batu karang ini masih bisa dinikmati
keindahannya, berpadu dengan ombak besar yang kadang menerpanya, hingga
celah-celahnya disusuri oleh air laut yang mengalir perlahan,
menyajikan sebuah pemandangan dramatis.
Karang gigi kera yang hingga kini masih tahan dari gerusan ombak lautan
ini turut menjadi saksi kejayaan wilayah Siung di masa lalu. Menurut
cerita Wastoyo, wilayah Siung pada masa para wali menjadi salah satu
pusat perdagangan di wilayah Gunung Kidul. Tak jauh dari pantai,
tepatnya di wilayah Winangun, berdiri sebuah pasar. Di tempat ini pula,
berdiam Nyai Kami dan Nyai Podi, istri abdi dalem Kraton Yogyakarta dan
Surakarta.
Sebagian besar warga Siung saat itu berprofesi sebagai petani garam.
Mereka mengandalkan air laut dan kekayaan garamnya sebagai sumber
penghidupan. Garam yang dihasilkan oleh warga Siung inilah yang saat
itu menjadi barang dagangan utama di pasar Winangun. Meski kaya beragam
jenis ikan, tak banyak warga yang berani melaut saat itu. Umumnya,
mereka hanya mencari ikan di tepian.
Keadaan berangsur sepi ketika pasar Winangun, menurut penuturan
Wastoyo, diboyong ke Yogyakarta. Pasar pindahan dari Winangun ini konon
di Yogyakarta dinamai Jowinangun, singkatan dari Jobo Winangun atau di
luar wilayah Winganun. Warga setempat kehilangan mata pencaharian dan
tak banyak lagi orang yang datang ke wilayah ini. Tidak jelas usaha apa
yang ditempuh penduduk setempat untuk bertahan hidup.
Di tengah masa sepi itulah, keindahan batu karang Pantai Siung kembali
berperan. Sekitar tahun 1989, grup pecinta alam dari Jepang
memanfaatkan tebing-tebing karang yang berada di sebelah barat pantai
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
sebagai arena panjat tebing. Kemudian, pada dekade 90-an, berlangsung
kompetisi Asian Climbing Gathering yang kembali memanfaatkan tebing
karang Pantai Siung sebagai arena perlombaan. Sejak itulah, popularitas
Pantai Siung mulai pulih lagi.
Kini, sebanyak 250 jalur pemanjatan terdapat di Pantai Siung,
memfasilitasi penggemar olah raga panjat tebing. Jalur itu kemungkinan
masih bisa ditambah, melihat adanya aturan untuk dapat meneruskan jalur
yang ada dengan seijin pembuat jalur sebelumnya. Banyak pihak telah
memanfaatkan jalur pemanjatan di pantai ini, seperti sekelompok
mahasiswa dari Universitas Negeri Yogyakarta yang tengah bersiap
melakukan panjat tebing ketika YogYES mengunjungi pantai ini.
Fasilitas lain juga mendukung kegiatan panjat tebing adalah ground camp
yang berada di sebelah timur pantai. Di ground camp ini, tenda-tenda
bisa didirikan dan acara api unggun bisa digelar untuk melewatkan
malam. Syarat menggunakannya hanya satu, tidak merusak lingkungan dan
mengganggu habitat penyu, seperti tertulis dalam sebuah papan
peringatan yang terdapat di ground camp yang juga bisa digunakan bagi
yang sekedar ingin bermalam.
Tak jauh dari ground camp, terdapat sebuah rumah panggung kayu yang
bisa dimanfaatkan sebagai base camp, sebuah pilihan selain mendirikan
tenda. Ukuran base camp cukup besar, cukup untuk 10 - 15 orang. Bentuk
rumah panggung membuat mata semakin leluasa menikmati keeksotikan
pantai. Cukup dengan berbicara pada warga setempat, mungkin dengan
disertai beberapa rupiah, base camp ini sudah bisa digunakan untuk
bermalam.
Saat malam atau kala sepi pengunjung, sekelompok kera ekor panjang akan
turun dari puncak tebing karang menuju pantai. Kera ekor panjang yang
kini makin langka masih banyak dijumpai di pantai ini. Keberadaan kera
ekor panjang ini mungkin juga menjadi salah satu alasan mengapa batu
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
karang yang menjadi dasar penamaan dipadankan bentuknya dengan gigi
kera, bukan jenis hewan lainnya.
Wastoyo mengungkapkan, berdasarkan penuturan para winasih (orang-orang
yang mampu membaca masa depan), Pantai Siung akan rejomulyo atau kembali
kejayaannya dalam waktu yang tak lama lagi. Semakin banyaknya
pengunjung dan popularitasnya sebagai arena panjat tebing menjadi salah
satu pertanda bahwa pantai ini sedang menuju kejayaan. Kunjungan
wisatawan, termasuk anda, tentu akan semakin mempercepat teraihnya
kejayaan itu.
B. Pantai Sadeng
Jalur dan muara Bengawan Solo Purba bisa disaksikan bila mengunjungi
Pantai Sadeng. Melihat kondisi kini dan membayangkan kondisi masa
lalunya, seperti menyaksikan proses evolusi. Mata pun akan memandang
takjub.
Dahulu kala Sungai Bengawan Solo mengalir tenang
dari hulunya di wilayah utara hingga bermuara di Pantai Sadeng yang
kini berada di Kabupaten Gunung Kidul. Namun, empat juta tahun yang
silam, sebuah proses geologi terjadi. Lempeng Australia menghujam ke
bawah Pulau Jawa, menyebabkan dataran Pulau Jawa perlahan terangkat.
Arus sungai akhirnya tak bisa melawan hingga akhirnya aliran pun
berbalik ke utara. Jalur semula akhirnya tinggal jejak yang perlahan
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
mengering karena tak ada lagi air yang mengalirinya. Wilayah ini
menjadi kaya akan bukit-bukit kapur yang menurut beberapa penelitian,
semula merupakan karang-karang yang berada di bawah permukaan laut.
Kini, bekas aliran sungai yang populer lewat lagu keroncong berjudul
Bengawan Solo ciptaan Gesang itu menjadi objek wisata menarik. Tak
ketinggalan Pantai Sadeng yang menjadi muaranya, selain menjadi objek
wisata juga menjadi salah satu pelabuhan perikanan besar di Yogyakarta.
Keduanya menjadi jejak geologi yang berharga. Beberapa waktu lalu,
sempat diadakan paket wisata menyusuri jalur Bengawan Solo Purba hingga
muaranya.
Dalam perjalanan menuju Pantai Sadeng, beberapa ratus meter jalur
aliran Bengawan Solo Purba bisa dinikmati pemandangannya. Jalur aliran
itu bisa dilihat setelah sampai di dekat plang biru bertuliskan
"Girisubo - Ibukota Kecamatan". Berhenti sejenak di pinggir jalan
menuju pantai atau berjalan perlahan adalah cara paling tepat untuk
menikmati pemandangan bekas aliran ini, sekaligus memberi kesempatan
mengabadikannya dengan kamera.
Tampak dua buah perbukitan kapur yang tinggi memanjang mengapit sebuah
dataran rendah yang semula adalah jalur aliran. Dataran rendah yang
kini menjadi lahan berladang palawija penduduk setempat itu berkelok
indah, memanjang sejauh 7 kilometer ke arah utara, hingga wilayah
Pracimantoro di Kabupaten Wonogiri. Kelokannya membuat mata tergoda
untuk menyusurinya ke utara hingga ke tempat pembalikan aliran
sungainya.
Jalur aliran juga bisa disusuri ke arah selatan hingga bekas muaranya
di Pantai Sadeng. Menurut penuturan salah seorang nelayan, muara
Bengawan Solo Purba berada di pantai sebelah timur, wilayah yang kini
termasuk areal pelabuhan perikanan. Meski demikian, penyusuran ke
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
selatan tak akan seindah ke utara, sebab jalan yang menuju ke Pantai
Sadeng tidak searah dengan jalur aliran sungai terbesar di Jawa itu.
Bila telah sampai ke pantainya, maka pemandangan berbeda akan dijumpai.
Wilayah pantai juga telah mengalami perubahan, seperti jalur aliran
yang kini menjadi ladang-ladang penduduk. Pantai Sadeng kini menjadi
pelabuhan perikanan di Yogyakarta yang paling maju, terbukti dengan
kelengkapan sarana pendukungnya, seperti perahu motor yang berukuran
lebih besar, terminal pengisian bahan bakar, rumah pondokan nelayan
hingga tempat pelelangan ikan dan koperasi.
Berkembangnya Sadeng sebagai pelabuhan ikan pun punya cerita
tersendiri. Sekitar tahun 1983, serombongan nelayan ikan dari Gombong,
Jawa Tengah datang ke tempat ini. Mereka menganggap Sadeng sangat
berpotensi sebagai tempat melaut. Tantangannya cukup berat, bukan hanya
karena ombak laut selatan yang besar, tetapi juga kepercayaan penduduk
setempat yang tak memperbolehkan melaut dan wilayah pantai yang konon
wingit.
Namun, salah satu nelayan bernama Pairo yang ditemui YogYES,
mengungkapkan bahwa nelayan Gombong saat itu berkeyakinan, "Sopo Wae
mlebu Sadeng Sedeng". Berarti, siapa saja berani tinggal di Sadeng akan
diberi kekuatan untuk hidup. Akhirnya, bertahanlah serombongan nelayan
dari Gombong itu, sedikit demi sedikit hingga hasil tangkapan ikan pun
terus meningkat dan mereka mampu bertahan hidup.
Kemajuan pun terus dicapai. Tahun 1986, didirikan tempat pelelangan
ikan dan dibangun pelabuhan yang dilengkapi mercusuar untuk mendukung
aktivitas perikanan. Sekitar tahun 1989, berdiri sebuah koperasi untuk
membantu para nelayan. Hingga akhirnya pada tahun 1995, berdiri kantor
yang mengurus hasil tangkapan ikan sekaligus pondokan serupa rumah
petak yang dikontrakkan untuk para nelayan.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Berkeliling ke penjuru pantai adalah cara untuk menikmati kemajuan
perikanan di Sadeng. Akan tampak sekelompok nelayan yang membersihkan
perahu, mengangkut ikan dari perahu ke tempat pelelangan, menggiling es
batu untuk dimasukkan dalam kotak ikan sebelum didistribusikan, hingga
ibu-ibu nelayan yang mengasuh anak-anak di pondokan. Seluruh warga
pantai seolah sibuk dengan aktivitas perikanannya.
Selain itu, bisa juga menyusuri bibir pantai di sebelah timur dan
menuju gundukan pasir yang berada di dekat mercusuar. Pemandangan laut
lepas akan tampak jelas, beserta deburan ombaknya yang besar. Tak
seperti pantai di Gunung Kidul umumnya, Sadeng tak banyak memiliki
karang-karang raksasa sehingga pandangan mata tak akan terhalang.
Kadang, bisa juga disaksikan perahu nelayan yang tengah melaut.
Mengunjungi Sadeng bagaikan menyaksikan sebuah proses evolusi. Selama
perjalanan, bisa dikenang evolusi dataran rendah jalur aliran Bengawan
Solo Purba dari tempat mengalirnya air hingga menjadi ladang palawija
yang produktif. Sementara, mengunjungi pantainya seolah mengenang
pantai yang semula muara sungai menjadi daerah sepi dan akhirnya
berkembang menjadi pelabuhan perikanan terbesar di Yogyakarta.
C. Pantai Sepanjang
Tak harus mahal-mahal ke Pantai Kuta di Bali
kalau hanya ingin berjemur. Ke Pantai Sepanjang saja sudah bisa
berjemur namun dengan suasana yang lebih asri.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Bila ingin bernostalgia menikmati nuansa Pantai Kuta tempo doeloe,
Pantai Sepanjang adalah tempat yang tepat. Sepanjang memiliki garis
pantai yang panjang, pasir berwarna putih yang masih terjaga, dan ombak
yang sedang. Anda tinggal memilih, ingin berjemur di atas pasir
menikmati terik matahari, membelah ombak dengan papan selancar, ataupun
hanya melihat keindahan pantai. Semuanya bisa Anda nikmati begitu tiba
di pantai yang berjarak beberapa kilometer dari Pantai Sundak ini.
Pantai Sepanjang merupakan salah satu pantai yang baru dibuka. Nama
"Sepanjang" diberikan karena ciri khas pantai ini yang memiliki garis
pantai terpanjang di antara semua pantai di Kabupaten Gunung Kidul.
Suasana pantai ini sangat alami. Bibir pantai dihiasi tumbuhan palem
dan gubug-gubug beratap daun kering. Karang di wilayah pasang surut
pantai pun masih terawat. Hempasan ombak masih memantulkan warna biru
menandai air laut yang belum banyak tercemar. Dengan suasana itu, tak
salah bila pemerintah daerah maupun investor berencana menjadikan
pantai ini sebagai Pantai Kuta kedua.
Suasana alami itulah yang menjadikan Pantai Sepanjang lebih dari Pantai
Kuta. Sepanjang tidak menawarkan hal-hal klise seperti beach
cafe dan cottage mewah, tetapi sebuah kedekatan dengan alam. Buktinya,
anda akan tetap bisa menggeledah karang-karang untuk menemukan berbagai
jenis kerang-kerangan (Mollusca) dan bintang laut (Echinodermata). Anda
juga tetap bisa menemukan limpet di batuan sekitar pantai dan
mencerabut rumput laut yang tertanam. Tentu dengan berhati-hati agar
tak tertancap duri landak laut. Jelas kan, Anda tak akan menemuinya di
Pantai Kuta?
Kebudayaan masyarakat pantai juga masih sangat kental. Tak ada bangunan
permanen di pinggir pantai, hanya beberapa gubug yang ditinggali oleh
masyarakat setempat. Masih di pinggir pantai, terdapat ladang yang
digunakan penduduk untuk menanam kedelai. Pantai yang landai dan
langsung diterpa ombak menyebabkan tak ada penduduk yang melaut. Bila
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
melihat ke belakang, akan tampak dua buah bukit yang bagian lerengnya
digunakan penduduk setempat untuk menanam jagung sebagai sumber makanan
pokok. Tanah di puncak bukit tersebut telah dibeli oleh investor untuk
dibangun sebuah villa yang harapannya bisa digunakan sebagai penginapan
wisatawan.
Sepanjang juga memiliki situs bersejarah, yaitu Banyusepuh. "Banyu"
berarti air dan "sepuh" berarti basuh atau membasuh. Sesuai namanya,
tempat yang tadinya berupa mata air ini digunakan untuk membasuh atau
memandikan. Penggunanya konon adalah para wali yang biasanya membasuh
pusakanya. Situs ini tak akan diketahui keberadaannya bila tak bertanya
ke penduduk setempat. Ketika YogYES melihat, situs ini hanya tinggal
kubangan kering yang ditumbuhi tanaman liar.
Capek berkeliling, maka istirahatlah. Gubug-gubug yang berada di
pinggir pantai biasanya digunakan penduduk untuk menjual makanan dan
minuman yang sekiranya cukup untuk melepas lapar dan dahaga. Disediakan
pulalincak (tempat duduk yang disusun dari bambu) untuk tempat ngobrol dan
menikmati semilirnya angin pantai. YogYES sempat merasakan betapa
sejuknya berteduh di bawah gubug. Kalau senja tiba, tengoklah ke barat
untuk menyaksikan kepergian matahari. Walau kini belum ada villa, namun
penduduk setempat cukup terbuka bila ada yang menginap.
Soal oleh-oleh jika pulang, pengunjung tak perlu berpusing-pusing
mencari. Bukankah oleh-oleh tak harus selalu berbentuk makanan?
Beberapa penduduk yang tinggal beberapa kilometer dari pantai sudah
membuat kerajinan tangan berbahan dasar cangkang kerang-kerangan yang
kemudian dipasarkan oleh penduduk pantai. Meski tak sekomersil di
Malaysia, kerajinan tangan yang dibuat oleh penduduk cukup bervariasi.
Ada kreasi berbentuk kereta kencana, orang-orangan, barong, jepitan,
ataupun yang hanya sekedar dikeringkan dan dipendam di dalam pasir.
Beberapa di antaranya dilukis sederhana menggunakan cat. Harganya pun
tak mahal, cuma Rp 5.000 per biji.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Harga kerajinan yang murah tak berarti bernilai rendah. Kerajinan
berbahan dasar Mollusca sebenarnya memiliki nilai historis yang besar.
Jika pernah membaca buku ataupun artikel tentang Conchology, Anda akan
mengetahui bahwa kerajinan tersebut adalah bentuk kebudayaan maha
tinggi yang berkembang di masyarakat pesisir. Orang-orang Hawaii di
Amerika Serikat, Kepulauan Melanesia, atapun Maori di Selandia Baru
mengembangkan kerajinan serupa. Mereka merangkai cangkang kerang-
kerangan menjadi kalung, rok, ikat pinggang, hingga memahat dan
melukisnya menjadi seni rupa maha dahsyat.
Apabila uang di dompet sedang mepet, pengunjung dapat mengkoleksi
cangkang yang ada di pinggiran pantai. Benda kecil ini dapat menjadi
hadiah menarik bila diproses lebih lanjut. Ambil beberapa buah cangkang
yang masih utuh kemudian masukkan dalam kantong plastik. Sesampainya di
rumah, belilah tembakau atau mint dan campurkan dengan alkohol 90%.
Setelah direndam sehari semalam, ambil cangkang dan gosok perlahan.
Langkah itu akan menghilangkan lapisan kapur pada cangkang sehingga
yang tinggal hanya lapisan tengahnya saja (lapisan prismatik). Gosokan
akan membuat warna cangkang lebih cemerlang.
Nah, sangat menarik bukan berwisata di tempat Sepanjang? Jadi, tunggu
apa lagi? Anda tinggal melaju dengan sepeda motor atau menginjak pedal
gas mobil Anda. Tak usah menggubris naik turunnya medan ataupun jalan
bebatuan menuju pantai ini sebab keindahan alam dan budaya yang akan
dinikmati jauh lebih dari pengorbanan Anda. Percayalah, semua akan
terbayar dan Anda pun akan berkata seperti salah seorang turis asal
Belanda yang ditemui YogYES, "Ini betul-betul si Kuta baru. Banyak
pantai di sini dan Bali sudah sangat turistik, tapi di sini pantai
tenang. Sangat menyenangkan."
D. Pantai Parangtritis
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Parangtritis yang menjadi pantai paling terkenal
di Yogyakarta menawarkan pengalaman wisata yang bervariasi. Mulai
menikmati pemandangan dengan bendi atau kuda hingga melihat perayaan
Peh Cun dengan atraksi telur berdiri.
Pantai Parangtritis adalah salah satu pantai yang mesti dikunjungi,
bukan cuma karena merupakan pantai yang paling populer di Yogyakarta,
tetapi juga memiliki keterkaitan erat dengan beragam objek wisata
lainnya, seperti Kraton Yogyakarta, Pantai Parangkusumo dan kawasan
Merapi. Pantai yang terletak 27 kilometer dari pusat kota Yogyakarta
ini juga merupakan bagian dari kekuasaan Ratu Kidul.
Penamaan Parangtritis memiliki kesejarahan tersendiri. Konon, seseorang
bernama Dipokusumo yang merupakan pelarian dari Kerajaan Majapahit
datang ke daerah ini beratus-ratus tahun lalu untuk melakukan semedi.
Ketika melihat tetesan-tetesan air yang mengalir dari celah batu
karang, ia pun menamai daerah ini menjadi parangtritis, dari
kata parang (=batu) dan tumaritis (=tetesan air). Pantai yang terletak di
daerah itu pun akhirnya dinamai serupa.
Pantai Parangtritis merupakan pantai yang penuh mitos, diyakini
merupakan perwujudan dari kesatuan trimurti yang terdiri dari Gunung
Merapi, Kraton Yogyakarta dan Parangtritis. Pantai ini juga diyakini
sebagai tempat bertemunya Panembahan Senopati dengan Sunan Kalijaga
sesaat setelah selesai menjalani pertapaan. Dalam pertemuan itu,
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Senopati diingatkan agar tetap rendah hati sebagai penguasa meskipun
memiliki kesaktian.
Sejumlah pengalaman wisata bisa dirasakan di pantai ini. Menikmati
pemandangan alam tentu menjadi yang paling utama. Pesona alam itu bisa
diintip dari berbagai lokasi dan cara sehingga pemandangan yang dilihat
lebih bervariasi dan anda pun memiliki pengalaman yang berbeda. Bila
anda berdiri di tepian pantainya, pesona alam yang tampak adalah
pemandangan laut lepas yang maha luas dengan deburan ombak yang keras
serta tebing-tebing tinggi di sebelah timurnya.
Untuk menikmatinya, anda bisa sekedar berjalan dari arah timur ke barat
dan memandang ke arah selatan. Selain itu, anda juga bisa menyewa jasa
bendi yang akan mengantar anda melewati rute serupa tanpa lelah. Ada
pula tawaran menunggang kuda untuk menjelajahi pantai. Biayanya, anda
bisa membicarakan dengan para penyewa jasa.
Usai menikmati pemandangan Parangtritis dari tepian pantai, anda bisa
menuju arah Gua Langse untuk merasakan pengalaman yang berbeda. Di
jalan tanah menuju Gua Langse, anda bisa melihat ke arah barat dan
menyaksikan keindahan lain Parangtritis. Gulungan ombak besar yang
menuju tepian pantai akan terlihat berwarna perak karena sinar
matahari, dan akan berwarna menyerupai emas bila sinar matahari mulai
memerah atau menjelang senja. Pemandangan eksotik ini sempat dinikmati
YogYES ketika berkunjung beberapa hari lalu.
Puas dengan pemandangan alamnya anda bisa menikmati pengalaman wisata
lain dengan menuju tempat-tempat bersejarah yang terdapat di sekitar
Pantai Parangtritis. Salah satunya adalah Makam Syeh Bela Belu yang
terletak di jalan menuju pantai. Anda bisa naik melalui tangga yang
menghubungkan jalan raya dengan bukit tempat makam sakral ini. Umumnya,
banyak peziarah datang pada hari Selasa kliwon.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Selesai mengunjungi makam, anda bisa menantang diri untuk menuju Gua
Langse, gua yang harus ditempuh dengan berjalan kaki sejauh 3 km dan
melalui tebing setinggi 400 meter dengan sudut kemiringan hampir 900.
Untuk memasuki gua yang juga sering disebut sebagai Gua Ratu Kidul ini,
anda harus meminta ijin pada juru kuncinya terlebih dahulu. Menurut
salah seorang penjaga Pantai Depok yang di waktu mudanya sering
menuruni gua, anda bisa melihat pemandangan laut selatan yang lebih
indah begitu berhasil memasuki gua.
Pada tanggal 5 bulan 5 dalam penanggalan Cina, anda bisa melihat
prosesi upacara Peh Cun di Parangtritis. Peh Cun, berasal dari
kata peh yang berarti dayung dan cun yang berarti perahu, merupakan
bentuk syukur masyarakat Tioghoa kepada Tuhan. Perayaan ini juga
bermaksud mengenang Khut Gwan (Qi Yuan), seorang patriot dan sekaligus
menteri pada masa kerajaan yang dikenal loyalitasnya pada raja hingga
ia difitnah oleh rekannya dan memilih bunuh diri.
Perayaan Peh Cun di Parangtritis tergolong unik karena tidak diisi
dengan atraksi mendayung perahu berhias naga seperti di tempat lain,
tetapi dengan atraksi telur berdiri. Atraksi dimulai sekitar pukul
11.00 dan memuncak pada pukul 12.00. Pada tengah hari, menurut
kepercayaan, telur bisa berdiri tegak tanpa disangga. Namun, begitu
memasuki pukul 13.00, telur akan terjatuh dengan sendirinya dan tak
bisa didirikan lagi.
Untuk mencapai Parangtritis, anda bisa memilih dua rute. Pertama, rute
Yogyakarta - Imogiri - Siluk - Parangtritis yang menawarkan pemandangan
sungai dan bukit karang. Kedua, melewati rute Yogyakarta - Parangtritis
yang bisa ditempuh dengan mdah karena jalan yang relatif baik.
Disarankan, anda tidak mengenakan baju berwarna hijau untuk menghormati
penduduk setempat yang percaya bahwa baju hijau bisa membawa petaka.
E. Pantai Ngobaran
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Pantai Ngobaran ternyata kaya pesona budaya;
mulai dari pura, masjid yang menghadap ke selatan, hingga potensi
kuliner terpendam yaitu landak laut goreng.
Datang ke Pantai Ngrenehan dan menikmati ikan bakarnya belum lengkap
kalau tak mampir di pantai sebelahnya, Ngobaran. Letak pantai yang
bertebing tinggi ini hanya kurang lebih dua kilometer dari Pantai
Ngrenehan. Tak jauh bukan? Penduduk Pantai Ngrenehan saja sering
membicarakan dan mampir ke Pantai Ngobaran, mengapa anda tidak?
Ngobaran merupakan pantai yang cukup eksotik. Kalau air surut, anda
bisa melihat hamparan alga (rumput laut) baik yang berwarna hijau maupun
coklat. Jika dilihat dari atas, hamparan alga yang tumbuh di sela-sela
karang tampak seperti sawah di wilayah padat penduduk. Puluhan jenis
binatang laut juga terdapat di sela-sela karang, mulai dari landak
laut, bintang laut, hingga golongan kerang-kerangan.
Tapi yang tak terdapat di pantai lain adalah pesona budayanya, mulai
dari bangunan hingga makanan penduduk setempat. Satu diantaranya yang
menarik adalah adanya tempat ibadah untuk empat agama atau kepercayaan
berdiri berdekatan. Apakah itu bentuk multikulturalisme? Siapa tahu.
Bangunan yang paling jelas terlihat adalah tempat ibadah semacam pura
dengan patung-patung dewa berwarna putih. Tempat peribadatan itu
didirikan tahun 2003 untuk memperingati kehadiran Brawijaya V, salah
satu keturunan raja Majapahit, di Ngobaran. Orang yang beribadah di
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
tempat ini adalah penganut kepercayaan Kejawan (bukan Kejawen lho). Nama
"Kejawan" menurut cerita berasal dari nama salah satu putra Brawijaya
V, yaitu Bondhan Kejawan. Pembangun tempat peribadatan ini mengaku
sebagai keturunan Brawijaya V dan menunjuk salah satu warga untuk
menjaga tempat ini.
Berjalan ke arah kiri dari tempat peribadatan tersebut, Anda akan
menemui sebuah Joglo yang digunakan untuk tempat peribadatan pengikut
Kejawen. Saat YogYES berkunjung ke tempat ini, beberapa pengikut
Kejawen sedang melakukan sembahyangan. Menurut penduduk setempat,
kepercayaan Kejawen berbeda dengan Kejawan. Namun mereka sendiri tak
begitu mampu menjelaskan perbedaannya.
Bila terus menyusuri jalan setapak yang ada di depan Joglo, anda akan
menemukan sebuah kotak batu yang ditumbuhi tanaman kering. Tanaman
tersebut dipagari dengan kayu berwarna abu-abu. Titik dimana ranting
kering ini tumbuh konon merupakan tempat Brawijaya V berpura-pura
membakar diri. Langkah itu ditempuhnya karena Brawijaya V tidak mau
berperang melawan anaknya sendiri, Raden Patah (Raja I Demak).
Kebenaran cerita tentang Brawijaya V ini kini banyak diragukan oleh
banyak sejarahwan. Sebabnya, jika memang Raden Patah menyerang
Brawijaya V maka akan memberi kesan seolah-olah Islam disebarkan dengan
cara kekerasan. Banyak sejarahwan beranggapan bahwa bukti sejarah yang
ada tak cukup kuat untuk menyatakan bahwa Raden Patah melakukan
penyerangan. Selengkapnya bagaimana, mungkin Anda bisa mencari sendiri.
Beberapa meter dari kotak tempat ranting kering tumbuh terdapat pura
untuk tempat peribadatan umat Hindu. Tak jelas kapan berdirinya pura
tersebut.
Di bagian depan tempat ranting tumbuh terdapat sebuah masjid berukuran
kurang lebih 3x4 meter. Bangunan masjid cukup sederhana karena
lantainya pun berupa pasir. Seolah menyatu dengan pantainya. Uniknya,Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
jika kebanyakan masjid di Indonesia menghadap ke Barat, masjid ini
menghadap ke selatan. Bagian depan tempat imam memimpin sholat terbuka
sehingga langsung dapat melihat lautan. Ketika YOGYES menanyakan pada
penduduk setempat, tak banyak yang tahu tentang alasannya. Bahkan,
penduduk setempat sendiri heran karena yang membangun pun salah satu
Kyai terkenal pengikut Nahdatul Ulama yang tinggal di Panggang, Gunung
Kidul. Sebagai petunjuk bagi yang akan sholat, penduduk setempat
memberi tanda di tembok dengan pensil merah tentang arah kiblat yang
sebenarnya.
Setelah puas terheran-heran dengan situs peribadatannya, Anda bisa
berjalan turun ke pantai. Kalau datang pagi, maka pengunjung akan
menjumpai masyarakat pantai tengah memanen rumput laut untuk dijual
kepada tengkulak. Mereka biasanya menjual rumput laut dengan harga Rp
1.000 hingga Rp 1.500 per kilo. Hasilnya lumayan untuk mencukupi
kebutuhan hidup mereka.
Namun, kalau datang sore, biasanya Anda akan menjumpai warga tengah
mencari landak laut untuk dijadikan makanan malam harinya. Untuk bisa
dimakan, landak laut dikepras dulu durinya hingga rata dan kemudian
dipecah menggunakan sabit. Daging yang ada di bagian dalam landak laut
kemudioan dicongkel. Biasanya warga mencari landak hanya berbekal
ember, saringan kelapa, sabit, dan topi kepala untuk menghindari panas.
Landak laut yang didapat biasanya diberi bumbu berupa garam dan cabe
kemudian digoreng. Menurut penduduk, daging landak laut cukup kenyal
dan lezat. Sayangnya, tak banyak penduduk yang menjual makanan yang
eksotik itu. Tapi kalau mau memesan, coba saja meminta pada salah satu
penduduk untuk memasakkan. Siapa tahu, anda juga bisa berbagi ide
tentang bagaimana memasak landak laut sehingga warga pantai Ngobaran
bisa memakai pengetahuan itu untuk berbisnis meningkatkan taraf
kehidupannya.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Lengkap bukan? Dari keindahan pantai, pesona tempat peribadatan hingga
hidangan yang menggoda. Mungkin tak ada di tempat lain.
F. Pantai Wediombo
Memancing dari bukit karang untuk mendapat ikan
besar tentu bukan wisata biasa. Pengalaman itu bisa didapatkan di
Pantai Wediombo, bersama pengalaman mencicipi ikan Panjo dan
menyaksikan upacara Ngalangi.
Sebuah imajinasi tentang pasir putih maha luas yang memungkinkan mata
untuk leluasa meneropong ke berbagai sudut mungkin akan muncul bila
mendengar pantai bernama Wediombo (wedi=pasir, ombo=lebar). Namun,
sebenarnya pantai Wediombo tak mempunyai hamparan pasir yang luas itu.
Bagian barat dan timur pantai diapit oleh bukit karang, membuat
hamparan pasir pantai ini tak seluas Parangtritis, Glagah, atau mungkin
Kuta.
Penduduk setempat memang mengungkapkan bahwa nama pantai ini yang
diberikan oleh nenek moyang tak sesuai dengan keadaannya. Ada yang
mengungkapkan, pantai ini lebih pantas menyandang nama Teluk Ombo,
sebab keadaan pantai memang menyerupai teluk yang lebar. Terdapat batu
karang yang mengapit, air lautnya menjorok ke daratan, namun memiliki
luas yang lebih lebar dibanding teluk biasa.
Tapi, di luar soal nama yang kurang tepat itu, Wediombo tetap
menyuguhkan pemandangan pantai yang luar biasa. Air lautnya masih biru,
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
tak seperti pantai wisata lainnya yang telah tercemar hingga airnya
berwarna hijau. Pasir putihnya masih sangat terjaga, dihiasi cangkang-
cangkang yang ditinggalkan kerangnya. Suasana pantai juga sangat
tenang, jauh dari riuh wisatawan yang berjemur atau lalu lalang
kendaraan. Tempat yang tepat untuk melepas jenuh.
Wediombo terletak di Desa Jepitu, Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunung
Kidul. Pantai ini sangat mudah dijangkau bila sebelumnya telah datang
ke Pantai Siung. Cukup kembali ke pertigaan di Tepus sebelum menuju ke
Siung, kemudian belok kanan mengikuti alur jalan hingga menemukan papan
petunjuk belok ke kanan untuk menuju Wediombo.
Letak pantai ini jauh lebih ke bawah dibanding daratan sekitarnya.
Beberapa puluh anak tangga mesti dituruni dulu sebelum dapat menjangkau
pantai dan menikmati keelokan panoramanya. Sambil turun, di kanan kiri
dapat dilihat beberapa ladang penduduk setempat, rumah-rumah tinggal
dan vegetasi mangrove yang masih tersisa. Lalu lalang penduduk yang
membawa rerumputan atau merawat ternak di kandang juga bisa dijumpai.
Selain panorama pantai yang mengagumkan, Wediombo juga menawarkan
pengalaman wisata unik, bahkan ekstrim, yaitu memancing di ketinggian
bukit karang. Saat ini jenis wisata yang bermula dari kebiasaan
memancing penduduk setempat ini tengah digemari oleh pehobi dari kota
Yogyakarta dan Wonogiri. Menurut penuturan penduduk setempat pada
YogYES, mendapatkan ikan ukuran besar adalah tujuan para pehobi itu.
Bukan hal mudah untuk memancing di bukit karang, sebab letaknya yang
jauh dari pantai. Bukit karang itu baru bisa dijangkau setelah berjalan
ke arah timur menyusuri bibir pantai, naik turun karang di tepian
pantai yang terjal, licin dan kadang dihempas ombak besar, kemudian
naik lagi hingga puncak bukit karang yang langsung berhadapan dengan
laut lepas yang dalam. Bagi yang telah terbiasa saja, perjalanan menuju
bukit karang bisa memakan waktu satu jam.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Namun, hasil yang luar biasa bisa dituai setelah mengalahkan segala
rintangan itu. Penduduk setempat mengungkapkan, ikan-ikan berukuran
besar sering didapat oleh para turis lokal. Minimal, pemancing akan
mendapatkan ikan cucut, atau ikan panjo dalam istilah setempat. Ikan
yang panjangnya setara dengan lengan manusia dewasa ini punya 2 jenis,
yang berbentuk gilig (silinder) banyak ditemui pada musim kemarau,
sementara yanggepeng (pipih) ditemui pada musim hujan.
Untuk memancing, modalnya hanya umpan berupa ikan teri yang bahkan bisa
didapatkan di tepian pantai. Tinggal menggunakan pancing atau
merentangkan jaring kecil, maka umpan bisa didapat. Murah dan mudah,
bukan?
Bagi yang tak cukup punya nyali untuk menuju bukit karang, membeli ikan
hasil pancingan mungkin adalah cukup memuaskan. Beberapa pemancing
menjual ikan panjo hasil tangkapannya hanya seharga Rp 3.000,00 per
ekor, atau kadang dijual per ikat berisi 5 - 6 ekor ikan seharga Rp
20.000. Beberapa warga menawarkan jasa memasak ikan bila ingin
mencicipinya segera. Bila tidak, ikan bisa dibawa pulang mentah-mentah,
tapi tentu cukup merepotkan.
Paket masakan ikan panjo goreng juga tersedia. Nasi, seekor ikan panjo
goreng yang telah diiris kecil beserta sambal mentah dijual sangat
murah, hanya Rp 7.000,00. Nasinya dihidangkan dalam bakul kecil,
sementara sambalnya dalam cobek. Porsinya cukup banyak, bahkan untuk 2
orang. YogYES sempat mencoba masakan ini di warung yang berlokasi
beberapa meter di atas tempat parkir. Ada juga landak laut goreng yang
rasanya mirip daging ayam.
Pada saat-saat tertentu, anda bisa melihat upacara Ngalangi yang
digelar oleh penduduk setempat. Upacara ini digelar sekali setahun,
mirip upacara labuhan besar, tujuannya adalah mengungkapkan syukur pada
Tuhan atas anugerah yang diberikan dan memohon rejeki lebih untuk masa
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
mendatang. Anugerah yang dimaksud terutama adalah hasil tangkapan ikan
yang jumlahnya lumayan, hingga bisa mencukupi kebutuhan.
Prosesi upacaranya cukup unik, dimulai dengan acara
merentangkan gawar atau jaring yang dibuat dari pohon wawar. Jenis
jaring ini konon digunakan untuk menangkap ikan sebelum adanya jaring
dari senar yang dipakai sekarang. Gawar direntangkan dari bukit
Kedongkowok hingga wilayah pasang surut pantai. Perentangan dilakukan
saat air pasang, tujuannya adalah menjebak ikan yang terbawa ombak
sehingga tak dapat kembali ke lautan.
Setelah air surut, ikan-ikan diambil. Warga kemudian sibuk membersihkan
dan memasak ikan tangkapan. Sebagian kecil ikan dilabuh lagi ke lautan
bersama nasi dan sesaji. Sebagian besar lainnya dibagi sesuai dengan
jumlah keluarga penduduk setempat dan diantar ke rumah-rumah warga.
Acara mengantar ikan ke rumah- rumah warga ini sering disebut kendurian
besar, wujud kearifan lokal bahwa semua ikan adalah rejeki bersama.
Kecuali upacara Ngalangi, seluruh pesona pantai bisa dinikmati setiap
harinya. Retribusi masuk pantai hanya Rp 5.000,00 untuk dua orang plus
parkir kendaraan. Bila ingin bermalam atau menggelar sebuah acara yang
dihadiri sekelompok kecil orang, terdapat sebuah gubug yang terletak
tak jauh dari warung-warung yang berjejer di pantai. Sangat
mengasyikkan dan mampu menebus rasa lelah ketika menuju ke pantai ini.
G. Pantai Congot
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Pantai Congot menghadirkan nuansa pantai nelayan
yang begitu kental. Aktivitas nelayan mencari ikan, perahu bermotor,
jual beli ikan hingga memancing di tepian bisa dilakukan di pantai ini.
Pantai Congot adalah pantai wisata yang paling tepat dikunjungi setelah
bertandang di Pantai Glagah. Kedua pantai itu berjarak sangat dekat dan
dihubungkan oleh jalan beraspal halus yang bahkan cukup mudah ditempuh
menggunakan sepeda. Terletak di Desa Jangkaran, Kecamatan Temon,
Kabupaten Kulon Progo, Pantai Congot menjadi pusat kegiatan warga
sekitar yang menggantungkan hidup dengan mencari ikan.
Keindahan pemandangan bisa dijumpai bahkan selagi anda masih dalam
perjalanan menuju pantai ini. Sepanjang jalan yang menghubungkan Wates
dengan Pantai Congot, anda bisa bisa menyaksikan hamparan sawah hijau
dan aktivitas warga desa di Kulon Progo yang umumnya menjadi petani.
Seperti dataran dekat pantai di wilayah lain, jalan-jalan menuju Pantai
Congot juga dihiasi oleh deretan pohon kelapa.
Pantai Congot memiliki pesona tersendiri dibanding pantai-pantai
lainnya sebab nuansa nelayan dan perikanannya yang begitu kuat. Di
sepanjang garis pantainya, anda bisa melihat aktivitas warga sekitar
dan wisatawan lokal memuaskan kegemaran memancing. Di sudut lain,
terdapat para nelayan yang tengah menjala ikan di tepi pantai,
menghancurkan cangkang rajungan yang melekat di jala ataupun
membersihkan perahu.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Hiruk pikuk para nelayan dengan rentetan aktvititas hariannya bisa
disaksikan bila anda berkunjung pada jam yang tepat. Pagi hari,
biasanya para nelayan berangkat menuju lautan dengan menggunakan
perahu-perahu bermotor yang dimilikinya. Sementara menjelang siang,
seperti saat YogYES berkunjung, para nelayan biasanya telah kembali
membawa ikan hasil tangkapan yang kemudian disetor ke tempat pelelangan
ikan wilayah setempat.
Menuju tempat pelelangan ikan, anda bisa melihat aktivitas para wanita
nelayan yang membersihkan ikan hasil tangkapan dan menjualnya kepada
beberapa pembeli. Sementara aktivitas jual beli berlangsung di tempat
pelelangan ikan, pria-pria nelayan biasanya sibuk membersihkan kapal
dan menghancurkan rajungan yang biasa melekat pada jala dan seringkali
membuatnya sobek. Seluruhnya berlangsung dari tengah hari hingga
menjelang sore.
Bila menggemari aktivitas memancing atau mencari ikan, anda bisa
memuaskannya di pantai ini. Cukup membawa peralatan memacing, anda
sudah bisa menjajal peruntungan untuk mendapat ikan. Bila tak memiliki
alat pancing, anda bisa menggunakan jala kecil dan menyusuri tepi
pantai untuk mencari ikan. Berkunjung dengan rekan dan memancing
bersama pasti akan menjadi kegiatan yang menyenangkan dan mengakrabkan.
Meski tak begitu banyak jumlahnya, sejumlah warga sekitar membuka
warung kecil yang menjajakan sea food sebagai menu utamanya. Menikmati
hidangan sambil melihat aktivitas para nelayan tentu memberikan nuansa
berbeda dibanding jika menikmatinya di restaurant tengah kota. Bau
sedap ikan goreng dan bakar akan segera menyergap hidung ketika
hidangan tengah dimasak, mengundang selera untuk segera menikmatinya.
Usai menikmati aktivitas nelayan dan menikmati hidangan sea food, anda
bisa berjalan ke barat untuk menikmati pemandangan muara Sungai
Bogowonto. Anda bisa berdiri di bangunan jetty (semacam tanggul) yang
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
berada di tepian hilir sungai atau batu-batuan di tepian muaranya.
Pertemuan air tawar sungai dan air asin laut inilah yang membuat
wilayah tepi Pantai Congot kaya beragam jenis ikan. Di muara sungai
itulah, beragam jenis ikan terdapat dalam jumlah yang cukup banyak.
Untuk berkunjung ke Pantai Congot, anda tak perlu membayar biaya
tambahan. Kunjungan ke pantai ini sudah termasuk dalam tiket wisata
menuju Pantai Glagah. Letak Pantai Congot yang sangat dekat dengan
Pantai Glagah tentu cukup menjadi alasan untuk mengunjunginya. Nuansa
nelayan dan perikanan yang begitu kuat menjadikan pantai ini tetap
memiliki kekhasan dan tak bisa begitu saja disamakan dengan Pantai
Glagah.
H. Pantai Depok
Pantai Depok menyajikan hidangan ikan segar dan
sejumlah hasil tangkapan laut lainnya dalam nuansa khas restaurant
pesisir. Tak jauh dari pantai ini, anda bisa menikmati panorama gumuk
pasir satu-satunya di kawasan Asia Tenggara.
Di antara pantai-pantai lain di wilayah Bantul, Pantai Depok-lah yang
tampak paling dirancang menjadi pusat wisata kuliner menikmati sea food.
Di pantai ini, tersedia sejumlah warung makan tradisional yang
menjajakansea food, berderet tak jauh dari bibir pantai. Beberapa warung
makan bahkan sengaja dirancang menghadap ke selatan, jadi sambil
menikmati hidangan laut, anda bisa melihat pemandangan laut lepas
dengan ombaknya yang besar.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Nuansa khas warung makan pesisir dan aktivitas nelayan Pantai Depok
telah berkembang sejak 10 tahun lalu. Menurut cerita, sekitar tahun
1997, beberapa nelayan yang berasal dari Cilacap menemukan tempat
pendaratan yang memadai di Pantai Depok. Para nelayan itu membawa hasil
tangkapan yang cukup banyak sehingga menggugah warga Pantai Depok yang
umumnya berprofesi sebagai petani lahan pasir untuk ikut menangkap
ikan.
Sejumlah warga pantai pun mulai menjadi "tekong", istilah lokal untuk
menyebut pencari ikan. Para tekong melaut dengan bermodal perahu
bermotor yang dilengkapi cadik. Kegiatan menangkap ikan dilakukan
hampir sepanjang tahun, kecuali pada hari-hari tertentu yang dianggap
keramat, yaitu Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon. Di luar musim paceklik
ikan yang berlangsung antara bulan Juni - September, jumlah hasil
tangkapan cukup lumayan.
Karena jumlah tangkapan yang cukup besar, maka warga setempat pun
membuka Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yang kemudian dilengkapi dengan
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) bernama Mina Bahari 45. Tempat pelelangan
ikan di pantai ini bahkan menerima setoran ikan yang ditangkap oleh
nelayan di pantai-pantai lain. Saat YogYES berkunjung, tempat
pelelangan ini tengah ramai dikunjungi oleh para wisatawan.
Seiring makin banyaknya pengunjung pantai yang berjarak 1,5 kilometer
dari Parangtritis ini, maka dibukalah warung makan-warung makan sea food.
Umumnya, warung makan yang berdiri di pantai ini menawarkan nuansa
tradisional. Bangunan warung makan tampak sederhana dengan atap
limasan, sementara tempat duduk dirancang lesehan menggunakan tikar dan
meja-meja kecil. Meski sederhana, warung makan tampak bersih dan
nyaman.
Beragam hidangan sea food bisa dicicipi. Hidangan ikan yang paling
populer dan murah adalah ikan cakalang, seharga Rp 8.000,00 per
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
kilogram, setara dengan 5 - 6 ekor ikan. Jenis ikan lain yang bisa
dinikmati adalah kakap putih dan kakap merah dengan kisaran harga Rp
17.000,00 - Rp 25.000,00 per kilogram. Jenis ikan yang harganya cukup
mahal adalah bawal, seharga Rp 27.000,00 - Rp 60.000 per kilogram.
Selain ikan, ada juga kepiting, udang dan cumi-cumi.
Hidangan sea food biasanya dimasak dengan dibakar atau digoreng. Jika
ingin memesannya, anda bisa menuju tempat pelelangan ikan untuk memesan
ikan atau tangkapan laut yang lain. Setelah itu, anda biasanya akan
diantar menuju salah satu warung makan yang ada di pantai itu oleh
salah seorang warga. Tak perlu khawatir akan harga mahal, setengah kilo
ikan cakalang plus minuman seperti yang YogYES cicipi, hanya dijual Rp
22.000,00 termasuk jasa memasak.
Puas menikmati hidangan sea food, anda bisa keluar pantai dan berbelok ke
kanan menuju arah Parangkusumo dan Parangtritis. Di sana, anda akan
menjumpai pemandangan alam yang langka dan menakjubkan, yaitu gumuk
pasir. Gumuk pasir yang ada di pantai ini adalah satu-satunya di
kawasan Asia Tenggara dan merupakan suatu fenomena yang jarang dijumpai
di wilayah tropis. Di sini, anda bisa menikmati hamparan pasir luas,
bagai di sebuah gurun.
Gumuk pasir yang terdapat di dekat Pantai Depok terbentuk selama ribuan
tahun lewat proses yang cukup unik. Dahulu, ada beragam tipe yang
terbentuk, yaitu barchan dune, comb dune, parabolic dune danlongitudinal dune.
Saat ini hanya beberapa saja yang tedapat, yaitu barchan dan longitudinal.
Angin laut dan bukit terjal di sebelah timur menerbangkan pasir hasil
aktivitas Merapi yang terendap di dekat sungai menuju daratan,
membentuk bukit pasir atau gumuk.
Untuk menikmati hidangan laut sekaligus pemandangan gumuk pasir ini,
anda bisa melalui rute yang sama dengan Parangtritis dari Yogyakarta.
Setelah sampai di dekat pos retribusi Parangtritis, anda bisa berbelok
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
ke kanan menuju Pantai Depok. Biaya masuk menuju Pantai Depok hanya Rp
4.000,00 untuk dua orang dan satu motor. Bila membawa mobil, anda
dikenai biaya Rp 5.000,00 plus biaya perorangan.
I. Pantai Glagah
Pantai Glagah menawarkan wisata pantai yang
lengkap, mulai pemandangan laguna yang indah, fasilitas biking dan
motorcross hingga agrowisata pantai.
Sebuah dataran pantai yang lapang akan segera menyapa jika berkunjung
ke Pantai Glagah. Kelapangan dataran pantai ini memberi anda kesempatan
untuk merentangkan pandangan ke seluruh penjuru. Merentang pandangan ke
depan, anda bisa melihat garis horizon maha panjang yang mempertemukan
langit dan lautan. Sementara keindahan kelokan garis pantai akan
memanjakan mata bila mengalihkan pandangan ke barat atau timur.
Dataran pantai yang lapang dan garis pantai yang panjang juga
memberikan anda sejumlah lokasi alternatif untuk melihat keindahan
pemandangan pantai. Masing-masing lokasi seolah memiliki nuansa yang
berbeda walau masih terletak dalam satu kawasan. Di setiap lokasi itu,
anda bisa menikmati seluruh keindahan pantai dengan leluasa, sama
sekali tak ada karang-karang raksasa yang kadang menghalangi pandangan
mata.
Lokasi pertama yang sangat tepat untuk melihat pemandangan pantai
adalah sebuah lokasi yang akan dijadikan pelabuhan beberapa tahun ke
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
depan. Anda bisa menjumpainya bila telah sampai di belokan pertama dari
pos retribusi, tandanya adalah sebuah plang bertuliskan PP. Pertemuan
aliran sungai dengan ombak lautan yang penuh harmoni bisa disaksikan
dengan menaiki sebuah gardu pandang yang terdapat di sana.
Sepanjang lokasi pertama hingga beberapa ratus meter ke arah barat,
anda bisa menjumpai sebuah laguna dengan aliran air yang menuju ke arah
muara sungai. Laguna ini membagi kawasan pantai menjadi dua, lokasi
yang masih ditumbuhi oleh beberapa tumbuhan pantai dan rerumputan dan
lokasi gundukan pasir yang langsung berbatasan dengan lautan. Anda bisa
menyeberang ke lokasi gundukan pasir melewati jalan penghubung yang
terletak tak jauh dari muara sungai.
Berjalan lebih ke barat, anda bisa menyaksikan aktivitas warga sekitar
dan beberapa wisatawan memancing ikan. Saat YogYES berkunjung, mereka
tampak berdiri dan berbaris, berderet mengikuti garis pantai sambil
memegang peralatan memancingnya. Daerah pantai yang cukup landai
memberi anugerah ikan dalam jumlah yang cukup besar. Sejumlah kios yang
menjajakan sea food juga terdapat, menyajikan beragam menu yang pantas
untuk dicoba.
Selain pemandangan pantai yang indah, Pantai Glagah juga memiliki
beragam fasilitas wisata pantai. Salah satu adalah area motor cross
yang terletak persis di pinggir pantai dengan luas yang cukup besar,
memberi kepuasan bagi anda penggemar olahraga ini. Sementara itu, jalan
beraspal yang menghubungkan pantai Glagah dengan pantai-pantai lain
bisa dimanfaatkan sebagai arena olah raga sepeda pantai.
Anda bahkan bisa menikmati fasilitas agrowisata pantai dengan
mengunjungi perkebunan Kusumo Wanadri. Di sana, anda bisa mengamati
proses budidaya beragam tanaman obat mujarab, seperti buah naga dan
bunga roselle. Selain itu, anda juga bisa menyewa gethek, kano dan
bebek dayung yang bisa digunakan untuk tur menyusuri laguna atau
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
sekedar menyeberang lewat jembatan kayu menuju lokasi gundukan pasir di
tepi pantai.
Lelah berkeliling, anda bisa beristirahat di gubug lesehan dalam
kawasan areal perkebunan Kusumo Wanadri. Sejumlah menu makanan dan
minuman eksotik pantas untuk dicoba. Anda bisa mencicipi jus buah naga
yang menyegarkan dan dikenal mampu menyembuhkan beragam penyakit, atau
memesan es sirup bunga roselle yang mampu melepas dahaga sekaligus
menetralisir beragam jenis racun dalam tubuh.
Untuk menikmati keseluruhan keindahan pemandangan pantai Glagah, anda
bisa melaju melintasi dua alternatif jalan. Pertama, berjalan ke
selatan melewati jalan Bantul dan berbelok ke kanan menuju jalur Bantul
- Purworejo setelah sampai di Palbapang. Kedua, berjalan ke barat
melewati lintasan jalan Yogyakarta - Wates - Purworejo dan berbelok ke
kiri setelah menjumpai plang menuju Pantai Glagah. Anda bisa
menggunakan kendaraan pribadi untuk lebih mudah mengaksesnya.
Perjalanan ke pantai ini tak sesulit perjalanan menuju pantai di
wilayah Gunung Kidul. Jalan-jalan yang dilalui cenderung datar dan tak
banyak tanjakan sehingga anda bisa menempuhnya sambil bersantai.
Lintasan menuju kota Purworejo itu juga menghubungkan Pantai Glagah
dengan pantai-pantai lain di Kabupaten Kulon Progo. Jadi, sekali
mengayuh dayung, dua tiga pulau terlampaui, anda bisa mengunjungi
pantai-pantai lain setelahnya.
J. Pantai Ngrenehan
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Di Pantai Ngrenehan para wisatawan dapat
menyaksikan aktivitas kegiatan nelayan dan menikmati ikan siap saji
atau membawa ikan segar sebagai oleh-oleh.
Terletak di desa Kanigoro Kecamatan Saptosari kurang lebih 30 km di
sebelah selatan kota Wonosari. Suatu pantai berupa teluk yang
dikelilingi hamparan perbukitan kapur dan memiliki panorama yang sangat
memukau dengan deburan ombak menerpa pasir putih. Para wisatawan dapat
menyaksikan aktivitas kegiatan nelayan dan menikmati ikan siap saji
atau membawa ikan segar sebagai oleh-oleh.
Masih dalam satu kawasan dengan Pantai Ngrenehan kurang lebih 1 km di
sebelah Barat terdapat Pantai Ngobaran dan Pantai Nguyahan. Setiap
bulan purnama pada hari raya Nyepi di Pantai Ngobaran di laksanakan
upacara Melasti.
K. Pantai Parangkusumo
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Pantai Parangkusumo mengajak anda merasakan
pengalaman spiritual tak terlupakan, melawati Batu Cinta sekaligus
mengenang pertemuan Panembahan Senopati dengan Ratu Kidul.
Nuansa sakral akan segera terasa sesaat setelah memasuki kompleks
Pantai Parangkusumo, pantai yang terletak 30 km dari pusat kota
Yogyakarta dan diyakini sebagai pintu gerbang masuk ke istana laut
selatan. Wangi kembang setaman akan segera tercium ketika melewati
deretan penjual bunga yang dengan mudah dijumpai, berpadu dengan wangi
kemenyan yang dibakar sebagai salah satu bahan sesajen. Sebuah nuansa
yang jarang ditemui di pantai lain.
Kesakralan semakin terasa ketika anda melihat taburan kembang setaman
dan serangkaian sesajen di Batu Cinta yang terletak di dalam Puri
Cepuri, tempat Panembahan senopati bertemu dengan Ratu Kidul dan
membuat perjanjian. Senopati kala itu duduk bertapa di batu yang
berukuran lebih besar di sebelah utara sementara Ratu Kidul menghampiri
dan duduk di batu yang lebih kecil di sebelah selatan.
Pertemuan Senopati dengan Ratu Kidul itu mempunyai rangkaian cerita
yang unik dan berpengaruh terhadap hubungan Kraton Yogyakarta dengan
Kraton Bale Sokodhomas yang dikuasai Ratu Kidul. Semuanya bermula
ketika Senopati melakukan tapa ngeli untuk menyempurnakan kesaktian.
Sampai di saat tertentu pertapaan, tiba-tiba di pantai terjadi badai,
pohon-pohon di tepian tercabut akarnya, air laut mendidih dan ikan-ikan
terlempar ke daratan.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Kejadian itu membuat Ratu Kidul menampakkan diri ke permukaan lautan,
menemui Senopati dan akhirnya jatuh cinta. Senopati mengungkapkan
keinginannya agar dapat memerintah Mataram dan memohon bantuan Ratu
Kidul. Sang Ratu akhirnya menyanggupi permintaan itu dengan syarat
Senopati dan seluruh keturunannya mau menjadi suami Ratu Kidul.
Senopati akhirnya setuju dengan syarat perkawinan itu tidak
menghasilkan anak.
Perjanjian itu membuat Kraton Yogyakarta sebagai salah satu pecahan
Mataram memiliki hubungan erat dengan istana laut selatan. Buktinya
adalah dilaksanakannya upacara labuhan alit setiap tahun sebagai bentuk
persembahan. Salah satu bagian dari prosesi labuhan, yaitu penguburan
potongan kuku dan rambut serta pakaian Sultan berlangsung dalam areal
Puri Cepuri. Anda bisa melihat kalender wisata Yogyakarta di YogYES.COM
untuk bisa melihat proses labuhan ini.
Tapa Senopati yang membuahkan hasil juga membuat banyak orang percaya
bahwa segala jenis permintaan akan terkabul bila mau memanjatkan
permohonan di dekat Batu Cinta. Tak heran, ratusan orang tak terbatas
kelas dan agama kerap mendatangi kompleks ini pada hari-hari yang
dianggap sakral. Ziarah ke Batu Cinta diyakini juga dapat membantu
melepaskan beban berat yang ada pada diri seseorang dan menumbuhkan
kembali semangat hidup.
Selain melawati Batu Cinta dan melihat prosesi labuhan, anda juga bisa
berkeliling pantai dengan naik kereta kuda. Anda akan diantar menuju
setiap sudut Parangkusumo, dari sisi timur ke barat. Sambil naik kereta
kuda, anda dapat menikmati pemandangan hempasan ombak besar dan desau
angin yang semilir. Ongkos sewa kereta kuda dan kusir sendiri tak
terlampau mahal, hanya Rp 20.000,00 untuk sekali keliling.
Bila lelah, Parangkusumo memiliki sejumlah warung yang menjajakan
makanan. Banyaknya jumlah peziarah membuat wilayah pantai ini hampir
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
selalu ramai dikunjungi, bahkan hingga malam hari. Cukup banyak pula
para peziarah yang menginap di pantai ini untuk memanjatkan doa. Bagi
anda yang ingin merasakan pengalaman spiritual di Parangkusumo bisa
bergabung dengan para peziarah itu untuk bersama berdoa.
L. Pantai Sundak
Bukan cuma ombak saja yang bisa dinikmati ketika
ke pantai, tetapi juga bukti sejarah dan berkah yang ada; misalnya gua
karang yang menjadi tempat perkelahian asu (anjing) dan landak.
Pantai Sundak tak hanya memiliki pemandangan alam yang mengasyikkan,
tetapi juga menyimpan cerita. Nama Sundak ternyata mengalami evolusi
yang bukti-buktinya bisa dilacak secara geologis.
Agar tahu bagaimana evolusinya, maka pengunjung mesti tahu dulu kondisi
pinggiran Pantai Sundak dulu dan kini. Di bagian pinggir barat pantai
ketika YogYES berkunjung terdapat masjid dan ruang kosong yang sekarang
dimanfaatkan sebagai tempat parkir. Sementara di sebelah timur terdapat
gua yang terbentuk dari batu karang berketinggian kurang lebih 12
meter. Memasuki gua, akan dijumpai sumur alami tempat penduduk
mendapatkan air tawar.
Wilayah yang diuraikan di atas sebelum tahun 1930 masih terendam
lautan. Konon, air sampai ke wilayah yang kini dibangun masjid, batu
karang yang membentuk gua pun masih terendam air. Seiring proses
geologi di pantai selatan, permukaan laut menyusut dan air lebih
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
menjorok ke laut. Batu karang dan wilayah di dekat masjid akhirnya
menjadi daratan baru yang kemudian dimanfaatkan penduduk pantai untuk
aktivitas ekonominya hingga saat ini.
Ada fenomena alam unik akibat aktivitas tersebut yang akhirnya menjadi
titik tolak penamaan pantai ini. Jika musim hujan tiba, banyak air dari
daratan yang mengalir menuju lautan. Akibatnya, dataran di sebelah
timur pantai membelah sehingga membentuk bentukan seperti sungai. Air
yang mengalir seperti mbedah (membelah) pasir. Bila kemarau datang,
belahan itu menghilang dan seiring dengannya air laut datang membawa
pasir. Fenomena alam inilah yang menyebabkan nama pantai
menjadi Wedibedah (pasir yang terbelah). Saat YogYES datang wedi tengah
tidak terbelah.
Perubahan nama berlangsung beberapa puluh tahun kemudian. Sekitar tahun
1976, ada sebuah kejadian menarik. Suatu siang, seekor anjing sedang
berlarian di daerah pantai dan memasuki gua karang bertemu dengan
seekor landak laut. Karena lapar, si anjing bermaksud memakan landak
laut itu tetapi si landak menghindar. Terjadilah sebuah perkelahian
yang akhirnya dimenangkan si anjing dengan berhasil memakan setengah
tubuh landak laut dan keluar gua dengan rasa bangga. Perbuatan si
anjing diketahui pemiliknya, bernama Arjasangku, yang melihat setengah
tubuh landak laut di mulut anjing. Mengecek ke dalam gua, ternyata
pemilik menemukan setengah tubuh landak laut yang tersisa. Nah, sejak
itu, nama Wedibedah berubah menjadi Sundak, singkatan dari asu (anjing)
dan landak.
Tak dinyana, perkelahian itu membawa berkah bagi penduduk setempat.
Setelah selama puluhan tahun kekurangan air, akhirnya penduduk
menemukan mata air. Awalnya, si pemilik anjing heran karena anjingnya
keluar gua dengan basah kuyup. Hipotesanya, di gua tersebut terdapat
air dan anjingnya sempat tercebur ketika mengejar landak. Setelah
mencoba menyelidiki dengan beberapa warga, ternyata perkiraan tersebut
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
benar. Jadilah kini, air dalam gua dimanfaatkan untuk keperluan hidup
penduduk. Dari dalam gua, kini dipasang pipa untuk menghubungkan dengan
penduduk. Temuan mata air ini mengobati kekecewaan penduduk karena
sumur yang dibangun sebelumnya tergenang air laut.
Nah, bila kondisi tahun 1930 saja seperti yang dikatakan di atas, dapat
diperkirakan kondisi ratusan tahun sebelumnya. Tentu sangat banyak
organisme laut yang memanfaatkan bagian bawah karang yang kini menjadi
gua dan wilayah yang kini menjadi daratan. Karenanya, banyak arkeolog
percaya bahwa sebagai konsekuensi dari proses geologis yang ada, banyak
organisme laut yang tertinggal dan kini tertimbun menjadi fosil. Soal
fosil apa yang ditemukan, memang hingga kini belum banyak penelitian
yang mengungkapkan.
Selain menawarkan saksi bisu sejarahnya, Sundak juga menawarkan suasana
malam yang menyenangkan. Anda bisa menikmati angin malam dan bulan
sambil memesan ikan mentah untuk dibakar beramai-ramai bersama teman.
Dengan membayar beberapa ribu, Anda dapat membeli kayu untuk bahan
bakar. Kalau malas, pesan saja yang matang sehingga siap santap. Yang
jelas, tak perlu bingung mencari tempat menginap. Pengunjung bisa tidur
di mana saja, mendirikan tenda, atau tidur saja di bangku warung yang
kalau malam tak terpakai. Kegelapan tak perlu diributkan, bukankah
membosankan jika hidup terus terang benderang?
Kalau mau, berinteraksi dengan penduduk bisa menjadi suatu pencerahan.
Anda bisa mengetahui bagaimana penduduk hidup, kebudayaan mereka, dan
tentu saja orang baru yang mungkin saja mampu mengubah pandangan hidup
anda. Menemui Mbah Tugiman yang biasa berjaga di tempat parkir
atau Mbah Arjasangku bisa jadi pilihan. Mereka merupakan salah satu
sesepuh di pantai Sundak. Bercakap dengan mereka membuat anda tidak
sekedar menyaksikan bukti sejarah tetapi juga mendapat cerita dari
orang yang menyaksikan bagaimana sejarah terukir. Datanglah, semua yang
di sana sudah menunggu!
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
M. Pantai Trisik
Pantai Trisik menawarkan suasana pedesaan
pesisir yang asri dan sederhana. Anda bisa menikmati pemandangan pantai
nelayan dan menyaksikan aktivitas warga pesisir, mulai melaut hingga
menjemur tanaman bahan baku kerajinan.
Pantai Trisik merupakan pantai pertama di Kabupaten Kulon Progo yang
akan ditemui bila anda melaju melewati lintasan Bantul - Purworejo,
melewati Palbapang dan Srandakan. Berlokasi di wilayah Brosot,
Kabupaten Kulon Progo, berjarak sekitar 37 kilometer dari pusat kota
Yogyakarta. Pantai Trisik terletak sangat dekat dengan jalan raya
sehingga sangat mudah dijangkau menggunakan kendaraan pribadi.
Perjalanan ke Pantai Trisik akan terasa menyenangkan dan tak begitu
melelahkan meski jaraknya cukup jauh. Jalan menuju pantai ini sangat
halus dan minim tanjakan, terdapat pula warung makan di kanan kiri
jalan yang bisa menjadi tempat beristirahat bila lelah. Melewati jalur
Palbapang dan Srandakan, anda juga akan dapat menikmati pemandangan
Sungai Progo ketika melewati jembatan penghubung Kabupaten Bantul dan
Kabupaten Kulon Progo.
Pantai Trisik memiliki kekhasan dibanding pantai-pantai lainnya di
Kulon Progo, yaitu suasana pedesaan pesisir yang begitu terasa. Pantai,
rumah-rumah warga, gubug-gubug yang menjajakan makanan dan jalan
penghubung desa dengan kota terletak saling berdekatan. Beragam
aktivitas warga sekitar yang memanfaatkan wilayah pesisir dan laut
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
sebagai sumber penghidupan juga turut meperkuat suasana pedesaan
pesisir itu.
Tempat pelelangan ikan adalah salah satu tempat yang akan dijumpai
ketika memasuki wilayah pantai ini. Tempat ini menjadi jantung bagi
warga Trisik yang berprofesi sebagai nelayan, sebab di situlah
aktivitas jual beli ikan berlangsung. Biasanya, tempat ini ramai sejak
sesaat ketika nelayan selesai melaut mencari ikan. Saat YogYES
berkunjung, terdapat salah seolah nelayan yang tengah mengangkut ikan
pari hasil tangkapannya.
Eksotisme pedesaan pesisir dengan dunia perikanan sebagai keseharian
akan dijumpai begitu anda sampai di pantai. Jejeran perahu-perahu motor
yang biasa digunakan warga untuk mencari bisa dijumpai. Tak jauh
darinya, terdapat beberapa jala yang berserakan menunjukkan baru saja
selesai digunakan. Sejuymlah kecil warga membuka warung-warung dari
gedheg bagia beberapa wisatawan yang berkunjung, menjajakan minuman
sekedarnya.
Di waktu tertentu, anda bisa menyasikan beragam jenis burung berlaga di
angkasa pantai ini. Diyakini, Pantai Trisik adalah salah satu
persinggahan burung migran dari berbagai wilayah. Jenis burung migran
yang bisa dilihat antara lain trinil rawa, trinil pantai, trinil semak,
kedidi leher merah, cerek kernyut, cerek kalung kecil dan layang-layang
asia. Sementara itu, terdapat pula burung-burung non migran seperti
kuntul kerbau, walet sapi dan udang biru.
Bila berjalan ke barat mengikuti arah jalan aspal menuju Pantai Glagah,
anda akan menemukan aktivitas lain warga desa pesisir Trisik. Di kanan-
kiri jalan itu, anda bisa menjumpai warga desa memanfaatkan panas
matahari di wilayah pantai untuk mengeringkan eceng gondok yang
diperoleh warga dari daerah Ambarawa. Saat YogYES berkunjung menjelang
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
sore hari, mereka tengah mengumpulkan eceng gondok kering dan
membaginya dalam beberapa ikat.
Eceng gondok yang telah dikeringkan itu disetor pada para pengrajin
untuk dibuat tas, sandal dan beragam boks. Hasil kerajinan biasanya
didistribusikan ke kota atau disetor pada pengusaha kerajinan di
berbagai wilayah untuk diproses lebih lanjuut. Para pengrajin di kota
biasanya melakukan proses finishing dengan menambah beragam aksosoris
untuk mempercantik. Meski dalam skala kecil, aktivitas menjemur eceng
gondok ini mampu memberi penghidupan pada warga.
Dengan nuansa pedesaan pesisir yang begitu kental, tentu Pantai Trisik
sangat pantas untuk dimasukkan dalam agenda wisata anda. Tak banyak
pantai yang memiliki nuansa yang masih asri dan sederhana seperti
Pantai Trisik.
2.5. WISATA SEJARAHA. Kotagede
Kotagede merupakan saksi bisu dari tumbuhnya
Kerajaan Mataram Islam yang pernah menguasai hampir seluruh Pulau Jawa.
Makam para pendiri Kerajaan Mataram Islam, reruntuhan tembok benteng,
dan peninggalan lain bisa kita temukan di Kotagede.
Pada abad ke-8, wilayah Mataram (sekarang disebut Yogyakarta) merupakan
pusat Kerajaan Mataram Hindu yang menguasai seluruh Pulau Jawa.
Kerajaan ini memiliki kemakmuran dan peradaban yang luar biasa sehingga
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
mampu membangun candi-candi kuno dengan arsitektur yang megah, seperti
Candi Prambanan dan Candi Borobudur. Namun pada abad ke-10, entah
kenapa kerajaan tersebut memindahkan pusat pemerintahannya ke wilayah
Jawa Timur. Rakyatnya berbondong-bondong meninggalkan Mataram dan
lambat laun wilayah ini kembali menjadi hutan lebat.
Enam abad kemudian Pulau Jawa berada di bawah kekuasaan Kesultanan
Pajang yang berpusat di Jawa Tengah. Sultan Hadiwijaya yang berkuasa
saat itu menghadiahkan Alas Mentaok (alas = hutan) yang luas kepada Ki
Gede Pemanahan atas keberhasilannya menaklukkan musuh kerajaan. Ki Gede
Pemanahan beserta keluarga dan pengikutnya lalu pindah ke Alas Mentaok,
sebuah hutan yang sebenarnya merupakan bekas Kerajaan Mataram Hindu
dahulu.
Desa kecil yang didirikan Ki Gede Pemanahan di hutan itu mulai makmur.
Setelah Ki Gede Pemanahan wafat, beliau digantikan oleh putranya yang
bergelar Senapati Ingalaga. Di bawah kepemimpinan Senapati yang
bijaksana desa itu tumbuh menjadi kota yang semakin ramai dan makmur,
hingga disebut Kotagede (=kota besar). Senapati lalu membangun benteng
dalam (cepuri) yang mengelilingi kraton dan benteng luar (baluwarti) yang
mengelilingi wilayah kota seluas ± 200 ha. Sisi luar kedua benteng ini
juga dilengkapi dengan parit pertahanan yang lebar seperti sungai.
Sementara itu, di Kesultanan Pajang terjadi perebutan takhta setelah
Sultan Hadiwijaya wafat. Putra mahkota yang bernama Pangeran Benawa
disingkirkan oleh Arya Pangiri. Pangeran Benawa lalu meminta bantuan
Senapati karena pemerintahan Arya Pangiri dinilai tidak adil dan
merugikan rakyat Pajang. Perang pun terjadi. Arya Pangiri berhasil
ditaklukkan namun nyawanya diampuni oleh Senapati. Pangeran Benawa lalu
menawarkan takhta Pajang kepada Senapati namun ditolak dengan halus.
Setahun kemudian Pangeran Benawa wafat namun ia sempat berpesan agar
Pajang dipimpin oleh Senapati. Sejak itu Senapati menjadi raja pertama
Mataram Islam bergelar Panembahan. Beliau tidak mau memakai gelar
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Sultan untuk menghormati Sultan Hadiwijaya dan Pangeran Benawa. Istana
pemerintahannya terletak di Kotagede.
Selanjutnya Panembahan Senapati memperluas wilayah kekuasaan Kerajaan
Mataram Islam hingga ke Pati, Madiun, Kediri, dan Pasuruan. Panembahan
Senapati wafat pada tahun 1601 dan dimakamkan di Kotagede berdekatan
dengan makam ayahnya. Kerajaan Mataram Islam kemudian menguasai hampir
seluruh Pulau Jawa (kecuali Banten dan Batavia) dan mencapai puncak
kejayaannya di bawah pimpinan raja ke-3, yaitu Sultan Agung (cucu
Panembahan Senapati). Pada tahun 1613, Sultan Agung memindahkan pusat
kerajaan ke Karta (dekat Plered) dan berakhirlah era Kotagede sebagai
pusat kerajaan Mataram Islam.
Peninggalan Sejarah
Dalam perkembangan selanjutnya Kotagede tetap ramai meskipun sudah
tidak lagi menjadi ibukota kerajaan. Berbagai peninggalan sejarah
seperti makam para pendiri kerajaan, Masjid Kotagede, rumah-rumah
tradisional dengan arsitektur Jawa yang khas, toponim perkampungan yang
masih menggunakan tata kota jaman dahulu, hingga reruntuhan benteng
bisa ditemukan di Kotagede.
Pasar Kotagede
Tata kota kerajaan Jawa biasanya menempatkan kraton, alun-alun dan
pasar dalam poros selatan - utara. Kitab Nagarakertagama yang ditulis
pada masa Kerajaan Majapahit (abad ke-14) menyebutkan bahwa pola ini
sudah digunakan pada masa itu. Pasar tradisional yang sudah ada sejak
jaman Panembahan Senopati masih aktif hingga kini. Setiap pagi legi dalam
kalender Jawa, penjual, pembeli, dan barang dagangan tumpah ruah di
pasar ini. Bangunannya memang sudah direhabilitasi, namun posisinya
tidak berubah. Bila ingin berkelana di Kotagede, Anda bisa memulainya
dari pasar ini lalu berjalan kaki ke arah selatan menuju makam,
reruntuhan benteng dalam, dan beringin kurung.Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Kompleks Makam Pendiri Kerajaan
Berjalan 100 meter ke arah selatan dari Pasar Kotagede, kita akan
menemukan kompleks makam para pendiri kerajaan Mataram Islam yang
dikelilingi tembok yang tinggi dan kokoh. Gapura ke kompleks makam ini
memiliki ciri arsitektur Hindu. Setiap gapura memiliki pintu kayu yang
tebal dan dihiasi ukiran yang indah. Beberapa abdi dalem berbusana adat
Jawa menjaga kompleks ini 24 jam sehari.
Kita akan melewati 3 gapura sebelum sampai ke gapura terakhir yang
menuju bangunan makam. Untuk masuk ke dalam makam, kita harus
mengenakan busana adat Jawa (bisa disewa di sana). Pengunjung hanya
diperbolehkan masuk ke dalam makam pada Hari Minggu, Senin, Kamis, dan
Jumat pukul 08.00 - 16.00. Untuk menjaga kehormatan para pendiri
Kerajaan Mataram yang dimakamkan di sini, pengunjung dilarang
memotret / membawa kamera dan mengenakan perhiasan emas di dalam
bangunan makam. Tokoh-tokoh penting yang dimakamkan di sini meliputi:
Sultan Hadiwiijaya, Ki Gede Pemanahan, Panembahan Senopati, dan
keluarganya.
Masjid Kotagede
Berkelana ke Kotagede tidak akan lengkap jika tidak berkunjung
ke Masjid Kotagede, masjid tertua di Yogyakarta yang masih berada di
kompleks makam. Setelah itu tak ada salahnya untuk berjalan kaki
menyusuri lorong sempit di balik tembok yang mengelilingi kompleks
makam untuk melihat arsitekturnya secara utuh dan kehidupan sehari-hari
masyarakat Kotagede.
Rumah Tradisional
Persis di seberang jalan dari depan kompleks makam, kita bisa melihat
sebuah rumah tradisional Jawa. Namun bila mau berjalan 50 meter ke arah
selatan, kita akan melihat sebuah gapura tembok dengan rongga yang
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
rendah dan plakat yang yang bertuliskan "cagar budaya". Masuklah ke
dalam, di sana Anda akan melihat rumah-rumah tradisional Kotagede yang
masih terawat baik dan benar-benar berfungsi sebagai rumah tinggal.
Kedhaton
Berjalan ke selatan sedikit lagi, Anda akan melihat 3 Pohon Beringin
berada tepat di tengah jalan. Di tengahnya ada bangunan kecil yang
menyimpan "watu gilang", sebuah batu hitam berbentuk bujur sangkar yang
permukaannya terdapat tulisan yang disusun membentuk lingkaran: ITA
MOVENTUR MUNDU S - AINSI VA LE MONDE - Z00 GAAT DE WERELD - COSI VAN IL
MONDO. Di luar lingkaran itu terdapat tulisan AD ATERN AM MEMORIAM
INFELICS - IN FORTUNA CONSOERTES DIGNI VALETE QUIDSTPERIS INSANI VIDETE
IGNARI ET RIDETE, CONTEMNITE VOS CONSTEMTU - IGM (In Glorium Maximam).
Entah apa maksudnya, barangkali Anda bisa mengartikannya untuk kami?
Dalam bangunan itu juga terdapat "watu cantheng", tiga bola yang
terbuat dari batu berwarna kekuning-kuningan. Masyarakat setempat
menduga bahwa "bola" batu itu adalah mainan putra Panembahan Senapati.
Namun tidak tertutup kemungkinan bahwa benda itu sebenarnya merupakan
peluru meriam kuno.
Reruntuhan Benteng
Panembahan Senopati membangun benteng dalam (cepuri) lengkap dengan
parit pertahanan di sekeliling kraton, luasnya kira-kira 400 x 400
meter. Reruntuhan benteng yang asli masih bisa dilihat di pojok barat
daya dan tenggara. Temboknya setebal 4 kaki terbuat dari balok batu
berukuran besar. Sedangkan sisa parit pertahanan bisa dilihat di sisi
timur, selatan, dan barat.
Berjalan-jalan menyusuri Kotagede akan memperkaya wawasan sejarah
terkait Kerajaan Mataram Islam yang pernah berjaya di Pulau Jawa.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Selain itu, Anda juga bisa melihat dari dekat kehidupan masyarakat yang
ratusan tahun silam berada di dalam benteng kokoh.
B. Kraton
Terletak di tengah poros utama yang membujur dari
utara ke selatan, serta poros sekunder dari timur ke barat. Dikelilingi
barisan pegunungan yang disebut Cakrawala sebagai tepian jagad.
Membentang antara Tugu sebagai batas utara dan Panggung Krapyak di
batas selatan, antara Sungai Code di timur dan Sungai Winongo sebelah
barat. Antara Gunung Merapi dan Laut Selatan, Kraton dalam pikiran
masyarakat Jawa, diartikan sebagai pusat dunia yang digambarkan sebagai
pusat jagad.
Sejarah Kraton Yogyakarta
Setelah Perjanjian Giyanti, Pangeran Mangkubumi diberi wilayah
Yogyakarta. Untuk menjalankan pemerintahannya, Pangeran Mangkubumi
membangun sebuah istana pada tahun 1755 di wilayah Hutan Beringan.
Tanah ini dinilai cukup baik karena diapit dua sungai, sehingga
terlindung dari kemungkinan banjir. Raja pertama di Kesultanan
Yogyakarta adalah Pangeran Mangkubumi dengan gelar Sri Sultan Hamengku
Buwono I (HB I).
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Penamaan dan Makna Tata Letak
Karaton, Keraton atau Kraton, berasal dari kata ka-ratu-an, yang berarti
tempat tinggal ratu/raja. Sedang arti lebih luas, diuraikan secara
sederhana, bahwa seluruh struktur dan bangunan wilayah Kraton
mengandung arti berkaitan dengan pandangan hidup Jawa yang essensial,
yakni Sangkan Paraning Dumadi (dari mana asalnya manusia dan kemana
akhirnya manusia setelah mati).
Garis besarnya, wilayah Kraton memanjang 5 km ke arah selatan hingga
Krapyak dan 2 km ke utara berakhir di Tugu. Pada garis ini terdapat
garis linier dualisme terbalik, sehingga bisa dibaca secara simbolik
filosofis. Dari arah selatan ke utara, sebagai lahirnya manusia dari
tempat tinggi ke alam fana, dan sebaliknya sebagai proses kembalinya
manusia ke sisi Dumadi (Tuhan dalam pandangan Jawa). Sedangkan Kraton
sebagai jasmani dengan raja sebagai lambang jiwa sejati yang hadir ke
dalam badan jasmani.
Kraton menuju Tugu juga diartikan sebagai jalan hidup yang penuh
godaan. Pasar Beringharjo melambangkan godaan wanita. Sedangkan godaan
akan kekuasaan dilambangkan lewat Gedung Kepatihan. Keduanya terletak
di sebelah kanan. Jalan lurus itu sendiri sebagai lambing manusia yang
dekat dengan Pencipta (Sankan Paraning Dumadi).
Secara sederhana, Tugu perlambangan Lingga (laki-laki) dan Krapyak
sebagai Yoni (perempuan). Dan Kraton sebagai jasmani yang berasal dari
keduanya.
Makna Tata Ruang Kraton Yogyakarta
Setelah diguncang gempa tahun 1867, Kraton mengalami kerusakan berat.
Pada masa HB VII tahun 1889, bangunan tersebut dipugar. Meski tata
letaknya masih dipertahankan, namun bentuk bangunan diubah seperti yang
terlihat sekarang
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Tugu dan Bangsal Manguntur Tangkil atau Bangsal Kencana (tempat
singgasana raja), terletak dalam garis lurus, ini mengandung arti,
ketika Sultan duduk di singgasananya dan memandang ke arah Tugu, maka
beliau akan selalu mengingat rakyatnya (manunggaling kawula gusti).
Tatanan Kraton sama seperti Kraton Dinasti Mataram pada umumnya.
Bangsal Kencana yang menjadi tempat raja memerintah, menyatu dengan
Bangsal Prabayeksa sebagai tempat menyimpan senjata-senjata pusaka
Kraton (di ruangan ini terdapat lampu minyak Kyai Wiji, yang selalu
dijaga abdi dalem agar tidak padam), berfungsi sebagai pusat. Bangsal
tersebut dilingkupi oleh pelataran Kedhaton, sehingga untuk mencapai
pusat, harus melewati halaman yang berlapis-lapis menyerupai rangkaian
bewa (ombak) di atas lautan.
Tatanan spasial Kraton ini sangat mirip dengan konstelasi gunung dan
dataran Jambu Dwipa, yang dipandang sebagai benua pusatnya jagad raya.
Dari utara ke selatan area Kraton berturut-turut terdapat Alun-Alun
Utara, Siti Hinggil Utara, Kemandhungan Utara, Srimanganti, Kedhaton,
Kemagangan, Kemandhungan Selatan, Siti Hinggil Selatan dan Alun-Alun
Selatan (pelataran yang terlindung dinding tinggi).
Sedangkan pintu yang harus dilalui untuk sampai ke masing-masing tempat
berjumlah sembilan, disebut Regol. Dari utara terdapat gerbang,
pangurukan, tarub agung, brajanala, srimanganti, kemagangan, gadhung
mlati, kemandhungan dan gading.
Brongtodiningrat memandang penting bilangan ini, sebagai bilangan
tertinggi yang menggambarkan kesempurnaan. Hal ini terkait dengan
sembilan lubang dalam diri manusia yang lazim disebut babahan hawa sanga.
Kesakralan setiap bangunan Kraton, diindikasikan dari frekuensi serta
intensitas kegiatan Sultan pada tempat tersebut.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Alun-Alun, Pagelaran, dan Siti Hinggil, pada tempat ini Sultan hanya
hadir tiga kali dalam setahun, yakni pada saat Pisowan Ageng Grebeg
Maulud, Sawal dan Besar. Serta kesempatan yang sangat insidental yang
sangat khusus misal pada saat penobatan Sultan dan Penobatan Putra
Mahkota atau Pangeran Adipati Anom.
Kraton Yogyakarta memanglah bangunan tua, pernah rusak dan dipugar.
Dilihat sekilas seperti bangunan Kraton umumnya. Tetapi bila kita
mendalami Kraton Yogyakarta, yang merupakan contoh terbesar dan
terindah dengan makna simbolis, sebuah filosofi kehidupan, hakikat
seorang manusia, bagaimana alam bekerja dan manusia menjalani hidupnya
dan berbagai perlambangan eksistensi kehidupan terpendam di dalamnya.
C. Tamansari
Berkunjunglah ke Tamansari (Taman Sari). Anda
akan merasakan nuansa masa lalu yang unik di dalamnya.
Tamansari adalah taman kerajaan atau pesanggrahan Sultan Yogya dan
keluarganya. Sebenarnya selain Taman Sari, Kesultanan Yogyakata
memiliki beberapa pesanggrahan seperti Warungboto, Manukberi,
Ambarbinangun dan Ambarukmo. Kesemuanya berfungsi sebagai tempat
tetirah dan bersemadi Sultan beserta keluarga. Disamping komponen-
komponen yang menunjukkan sebagai tempat peristirahatan, pesanggrahan-
pesanggrahan tersebut selalu memiliki komponen pertahanan. Begitu juga
hanya dengan Tamansari.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Letak Tamansari hanya sekitar 0,5 km sebelah selatan Kraton Yogyakarta.
Arsitek bangunan ini adalah bangsa Portugis, sehingga selintas seolah-
olah bangunan ini memiliki seni arsitektur Eropa yang sangat kuat,
disamping makna-makna simbolik Jawa yang tetap dipertahankan. Namun
jika kita amati, makna unsur bangunan Jawa lebih dominan di sini.
Tamansari dibangun pada masa Sultan Hamengku Buwono I atau sekitar
akhir abad XVII M. Tamansari bukan hanya sekedar taman kerajaan, namun
bangunan ini merupakan sebuah kompleks yang terdiri dari kolam
pemandian, kanal air, ruangan-ruangan khusus dan sebuah kolam yang
besar (apabila kanal air terbuka).
Bagian - bagian Tamansari:
1. Bagian Sakral
Bagian sakral Tamansari ditunjukkan dengan sebuah bangunan yang agak
menyendiri. Ruangan ini terdiri dari sebuah bangunan berfungsi sebagai
tempat pertapaan Sultan dan keluarganya.
2. Bagian Kolam Pemandian
Bagian ini merupakan bagian yang digunakan untuk Sultan dan keluarganya
bersenang-senang. Bagian ini terdiri dari dua buah kolam yang
dipisahkan dengan bangunan bertingkat. Air kolam keluar dari pancuran
berbentuk binatang yang khas. Bangunan kolam ini sangat unik dengan
pot-pot besar didalamnya.
3. Bagian Pulau Kenanga
Bagian ini terdiri dari beberapa bangunan yaitu Pulau Kenanga atau
Pulau Cemeti, Sumur Gemuling, dan lorong-lorong bawah tanah.
Pulau Kenanga atau Pulau Cemeti adalah sebuah bangunan tinggi yang
berfungsi sebagai tempat beristirahat, sekaligus sebagai tempat
pengintaian. Bangunan inilah satu-satunya yang akan kelihatan apabila
kanal air terbuka dan air mengenangi kawasan Pulau Kenanga ini.
Disebutkan bahwa jika dilihat dari atas, bangunan seolah-olah sebuah
bunga teratai di tengah kolam sangat besar.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Sumur Gemuling adalah sebuah bangunan melingkar yang berbentuk seperti
sebuah sumur didalamnya terdapat ruangan-ruangan yang konon dahulu
difungsikan sebagai tempat sholat.
Sementara itu lorong-lorong yang ada di kawasan ini dahulu konon
berfungsi sebagai jalan rahasia yang menghubungkan Tamansari dengan
Kraton Yogyakarta. Bahkan ada legenda yang menyebutkan bahwa lorong ini
tembus ke pantai selatan dan merupakan jalan bagi Sultan Yogyakarta
untuk bertemu dengan Nyai Roro Kidul yang konon menjadi istri bagi
raja-raja Kasultanan Yogayakarta. Bagian ini memang merupakan bagian
yang berfungsi sebagai tempat pertahanan atau perlindungan bagi
keluarga Sultan apabila sewaktu-waktu ada serangan dari musuh.
Tamansari adalah sebuah tempat yang cukup menarik untuk dikunjungi.
Selain letaknya yang tidak terlalu jauh dari Kraton Yogyakarta yang
merupakan obyek wisata utama kota ini, Tamansari memiliki beberapa
keistimewaan. Keistimewaan Tamansari antara lain terletak pada
bangunannya sendiri yang relatif utuh dan terawat serta lingkungannya
yang sangat mendukung keberadaannya sebagai obyek wisata.
Di lingkungan Tamansari ini dapat dijumpai masjid Saka Tunggal yang
memiliki satu buah tiang. Meskipun masjid ini dibangun pada abad XX,
namun keunikannya tetap dapat menjadi aset dikompleks ini. Disamping
itu, kawasan Tamansari dengan kampung tamam-nya ini sangat terkenal
dengan kerajinan batiknya. Kita dapat berbelanja maupun melihat secara
langsung pembuatan batik-batik yang berupa lukisan maupun konveksi.
Kampung Tamansari ini sangat dikenal sehingga banyak mendapat kunjungan
baik dari wisatawan mancanegara maupun wisata nusantara. Tidak jauh
dari Tamansari, dapat dijumpai Pasar ngasem yang merupakan pasar
tradisional dan pasar burung terbesar di Yogyakarta. Beberapa daya
tarik pendukung inilah yang membuat Tamansari menjadi salah satu tujuan
wisata Yogyakarta Kraton Yogyakarta.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
D. Gua Siluman
Gua Siluman atau Gua Seluman? Itulah salah satu
misteri di pesanggrahan yang meski namanya masih misterius lebih sering
disebut Gua Siluman. Kunjungi dan nikmati situs bersejarah yang
memiliki lorong di bawah jalan aspal ini.
Tak banyak yang mengenal Pesanggrahan Gua Siluman. Maklum, pesanggrahan
yang dibangun oleh Hamengku Buwono II ini memang tidak setenar Istana
Air Taman Sari. Tapi, di balik ketidakpopulerannya, pesanggrahan ini
sebenarnya pernah berfungsi penting bagi kalangan Kraton Yogyakarta,
sebagai tempat bertapa. Bersama Pesanggrahan Warungboto, tempat ini
disebut dalam salah satu tembang macapat yang berkisah tentang kemajuan
yang diraih selama pemerintahan Hamengku Buwono II di Yogyakarta.
Pesanggrahan Gua Siluman terletak di wilayah Wonocatur, Sleman,
tepatnya di jalan yang menghubungkan Ring Road Timur Yogyakarta dengan
wilayah Berbah, Bantul. Anda yang ingin berkunjung bisa melewati Jalan
Raya Janti sampai perempatan Blok O, kemudian berbelok ke kanan.
Setelah menemukan papan penunjuk ke arah Berbah, anda tinggal berbelok
ke kiri. Pesanggrahan terletak persis di pinggi jalan, ditandai adanya
tembok tinggi setebal 75 cm yang warnanya sudah mulai menghitam.
Areal pesanggrahan mencakup wilayah kanan dan kiri jalan. Mungkin
sedikit mengherankan, tapi itu benar. Apakah ada bagian bangunan yang
terpotong dengan keberadaan jalan? Ternyata tidak. YogYES memastikannya
dengan melihat bagian bangunan di kiri jalan yang merupakan pintu
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
gerbang masuk pesanggrahan ini. Pintu itu bersambungan dengan lorong
menuju areal bangunan yang berada di kanan jalan. Artinya, lorong yang
menghubungkan kompleks di kanan dan kiri jalan itu berada di persis di
bawah jalan raya menuju Berbah itu.
Pada bangunan pintu gerbang itu, kami menjumpai relief burung Beri di
bagian atasnya. Bentuknya yang unik masih dapat dilihat jelas meski
beberapa bagian sudah mengalami kerusakan karena dimakan usia.
Sementara pada bagian bawah pintu, terdapat beberapa anak tangga yang
menghubungkan bagian luar dengan lorong. Bila masuk lebih ke dalam,
akan dijumpai lagi sebuah pintu yang bagian atasnya berbentuk lengkung,
mungkin berfungsi sebagai penanda sudah memasuki lorong.
YogYES sebenarnya ingin menelusuri lorong, namun kami urungkan dan
lebih memilih menyeberang jalan. Selanjutnya, kami menuruni bangunan
yang berada di kanan jalan dan menemunkan sebuah pintu yang berbentuk
persegi. Pintu itu merupakan tembusan dari lorong yang menghubungkan
bagian kanan dan kiri jalan. Tak seperti pintu utara yang dihiasi
dengan relief burung Beri, pintu selatan ini sederhana, tanpa hiasan
apa pun.
Lewat pintu selatan itulah, YogYES bisa mengintip bagian pesanggrahan
yang lain. Terdapat bangunan yang memanjang ke timur, bersambungan
langsung dengan lorong. Bangunan tersebut terbagi menjadi beberapa
ruang yang masing-masing juga dihubungkan dengan sebuah pintu. Tak jauh
dari pintu yang menghubungkan ke ruangan paling timur, terdapat sebuah
sekat yang dihiasi ornamen-ornamen indah serupa motif kain batik.
Sementara, di ruangan paling timur sendiri terdapat kolam segi empat
yang hingga kini masih terisi air.
Seperti banyak pesanggrahan pada masa awal Kraton Yogyakarta, Gua
Siluman juga memiliki areal taman dan kolam. Saat ini, di areal taman
itu ditanam beragam tanaman hias sehingga areal ini tampak hijau.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Tanaman hias itu tumbuh di pinggir dua buah kolam segi empat yang juga
merupakan bagian dari bangunan pesanggrahan. Bagian pinggir dan dasar
kedua kolam itu sebenarnya terbuat dari plesteran yang cukup bagus,
namun sayang tak bisa dilihat karena airnya tak begitu bening.
Berkeliling ke sisi barat daya, terdapat satu buah kolam air lagi yang
berbentuk lingkaran. Kolam itu dihiasi dengan arca burung Beri dengan
paruhnya yang menonjol. Bentuknya sangat unik, terutama karena paruhnya
sekaligus berfungsi sebagai pancuran air. Kolam serupa sebenarnya juga
terdapat di sebelah tenggara, namun arcanya sudah mengalami kerusakan
dan kolamnya mulai terpendam tanah.
Hingga saat ini, beragam aktivitas kalangan Kraton selain semedi yang
dilakukan di Pesanggrahan Gua Siluman belum bisa terjawab, termasuk
siapa saja yang pernah bersemedi di tempat ini. Hal lain yang masih
jadi misteri adalah nama bangunannya sendiri. Tembang macapat yang
memuat pendirian bangunan ini mengatakan nama bangunan adalah Gua
Seluman, namun papan nama yang ada di kompleks bangunan sekarang
menyebut nama bangunannya Gua Siluman. Apakah Seluman dan Siluman
berarti sama?
Dahulu, banyak orang menganggap bangunan ini angker sehingga tak
sembarangan orang bisa memasukinya. Namun kini anggapan itu sudah tak
ada sebab beberapa orang bahkan menggunakan areal pesanggrahan untuk
tempat ngobrol. Jadi, anda bisa mengunjungi salah satu situs bersejarah
ini tanpa merasa takut.
E. Panggung Krapyak
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Panggung Krapyak adalah bangunan yang berusia
hampir 250 tahun dikenal sebagai tempat berburu raja-raja Kasultanan
Yogyakarta. Berdiri di wilayah yang dulu dikenal dengan Hutan Krapyak,
tempat putra Panembahan Senopati wafat.
Alkisah wilayah Krapyak, yang kini berada di selatan Kraton Yogyakarta,
dahulu merupakan hutan lebat. Beragam jenis hewan liar terdapat di
sini, salah satunya rusa atau dalam bahasa Jawa disebut menjangan. Tak
heran bila wilayah ini dulu banyak digunakan sebagai tempat berburu
oleh Raja-Raja Mataram.
Raden Mas Jolang yang bergelar Prabu Hanyokrowati, raja kedua Kerajaan
Mataram Islam dan putra Panembahan Senopati, adalah salah satu raja
yang memanfaatkan Hutan Krapyak sebagai tempat berburu. Pada tahun
1613, beliau mengalami kecelakaan dalam perburuan dan akhirnya
meninggal di sini. Beliau dimakamkan di Kotagede dan diberi gelar
Panembahan Seda Krapyak (berarti raja yang meninggal di Hutan Krapyak).
Raja lain yang gemar berburu di Hutan Krapyak adalah Pangeran
Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono I). Beliau-lah yang mendirikan
Panggung Krapyak lebih dari 140 tahun setelah wafatnya Prabu
Hanyokrowati di hutan ini. Panggung Krapyak merupakan petunjuk sejarah
bahwa wilayah Krapyak pernah dijadikan sebagai area berburu. Bila
berminat, anda bisa mendatanginya dengan melaju ke selatan dari Alun-
Alun Kidul, melewati Plengkung Gading dan Jalan D.I Panjaitan. Panggung
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Krapyak akan ditemukan setelah melaju kurang lebih 3 kilometer, berada
tepat di tengah jalan.
Bangunan Panggung Krapyak berbentuk persegi empat seluas 17,6 m x 15 m.
Dindingnya terbuat dari bata merah yang dilapisi semen cor dan disusun
ke atas setinggi 10 m. Bagian dinding kini tampak berwarna hitam,
menunjukkan usianya yang hampir menyamai usia Kota Yogyakarta,
seperempat milenium. Bangunan tampak masih kokoh, walau beberapa bagian
mengalami kerusakan akibat gempa 27 Mei 2006 lalu.
Arsitektur bangunan panggung ini cukup unik. Setiap sisi bangunan
memiliki sebuah pintu dan dua buah jendela. Pintu dan jendela itu hanya
berupa sebuah lubang, tanpa penutup. Bagian bawah pintu dan jendela
berbentuk persegi tetapi bagian atasnya melengkung, seperti rancangan
pintu dan jendela di masjid-masijd.
Bangunan panggung terbagi menjadi dua lantai. Lantai pertama memiliki 4
ruang dan lorong pendek yang menghubungkan pintu dari setiap sisi.
Kalau matahari bersinar terang, cahayanya akan menembus ke dalam lantai
pertama bangunan lewat pintu dan jendela. Adanya sinar matahari membuat
nuansa tua yang tercipta dari kondisi bangunan serta udara yang lebih
lembab dan dingin akan langsung menyergap.
Jika menuju salah satu ruang di bagian tenggara dan barat daya bangunan
dan menatap ke atas, anda bisa melihat sebuah lubang yang cukup lebar.
Dari lubang itulah raja-raja yang hendak berburu menuju ke lantai dua
(berguna sebagai tempat berburu) dengan dibantu sebuah tangga kayu yang
kini sudah tidak dapat dijumpai lagi. Dengan menatap ke atas pula, anda
bisa mengetahui bahwa terdapat sebuah atap untuk menaungi lubang yang
kini telah ambruk, mungkin berguna untuk mencegah air masuk.
Sekilas, bangunan ini menggambarkan kenyamanan yang diperoleh raja,
bahkan saat berburu. Ketinggian bangunan membuat raja berburu dengan
rasa nyaman dan aman, leluasa mengintai tanpa perlu khawatir diserangSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
oleh hewan buas ketika berburu. Lantai dua tempat ini pun cukup nyaman,
berupa ruangan terbuka yang cukup luas dan dibatasi oleh pagar
berlubang dengan ketinggian sedang.
Ketinggian bangunan ini menyebabkan beberapa orang menduga bahwa
Panggung Krapyak juga digunakan sebagai pos pertahanan. Konon, dari
tempat ini gerakan musuh dari arah selatan bisa dipantau sehingga bisa
memberikan peringatan dini kepada Kraton Yogyakarta bila terjadi
serangan. Para prajurit secara bergantian ditugaskan untuk berjaga di
tempat ini, sekaligus berlatih berburu dan olah kanuragan (kemampuan
berperang).
Panggung Krapyak termasuk bangunan yang terletak di poros imajiner kota
Yogyakarta, menghubungkan Gunung Merapi, Tugu Jogja, Kraton Yogyakarta,
Panggung Krapyak dan Laut Selatan. Poros Panggung Krapyak hingga Kraton
menggambarkan perjalanan manusia dari lahir hingga dewasa. Wilayah
sekitar panggung melambangkan kehidupan manusia saat masih dalam
kandungan, ditandai dengan adanya kampung Mijen di sebelah utara
Panggung Krapyak sebagai lambang benih manusia.
F. Warungboto
Sebuah taman air kuno yang indah dan dirancang
sangat privat bisa ditemukan di wilayah Warungboto. Taman air itu
berada di antara Pesanggarahan Warungboto yang kini tinggal puing.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Bila melewati Jalan Veteran (jalan yang mengarah ke kanan dari
perempatan sebelum Kebun Binatang Gembira Loka) dan menjumpai sisa-sisa
bangunan seperti rumah, anda mungkin akan melewatkannya saja dan
menyangka bahwa bangunan itu merupakan bangunan biasa saja. Tapi, mulai
sekarang, anda mesti tahu bahwa bangunan itu cukup bersejarah sebab
merupakan salah satu pesanggrahan yang dibangun oleh Hamengku Buwono
II.
Bukti bahwa bangunan tersebut bersejarah adalah termuatnya nama
bangunan dalam sebuah tembang macapat yang berkisah tentang Hamengku
Buwono II. Dalam tembang tersebut, bangunan ini tidak disebut dengan
nama Pesanggrahan Warungboto sebagaimana banyak orang menyebutnya
sekarang, tetapi dengan nama Pesanggrahan Rejowinangun. Secara
keseluruhan, tembang macapat itu sendiri bercerita tentang kemajuan
yang dicapai semasa Hamengku Buwono II.
Mengunjungi pesanggrahan ini bagi beberapa orang mungkin dianggap
membosankan, sebab tak ada lagi kemegahan yang bisa dinikmati. Namun,
bukankah wisata tak harus mengunjungi tempat-tempat megah? Tempat-
tempat sederhana, bahkan yang tinggal puing pun, pasti memiliki daya
tarik. YogYES yang mengunjungi tempat ini beberapa hari lalu masih bisa
menemukan keindahan di beberapa sudut meski banyak bagian bangunan yang
telah mengalami kerusakan.
Kami mulai menjelajahi bangunan mulai dari bagian terdepan atau yang
berbatasan langsung dengan jalan raya. Bagian terdepan ini berbentuk
bujur sangkar dengan lantai yang terbuat dari bahan semacam semen.
Karena terletak di depan, mungkin bagian ini berfungsi sebagai bangsal
atau lobby seperti pada banyak bangunan yang ada sekarang. Dari bagian
terdepan, bisa dilihat pemandangan seluruh kompleks pesanggrahan.
Di sebelah kiri bagian terdepan terdapat tangga turun yang cukup
sempit. Kami langsung bisa menduga bahwa bangunan pesanggrahan ini
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
mulanya terdiri dari dua lantai, seperti bangunan pesanggrahan lainnya
yang terdiri dari lantai dasar dan bawah tanah. Untuk menuruninya perlu
hati-hati, sebab bagian kanan kirinya tidak memiliki pegangan dan
banyak bagian yang telah ditumbuhi lumut sehingga licin.
Di lantai bawah tanah inilah, banyak bagian bangunan yang mempesona
bisa dilihat. Bagian yang paling indah adalah areal taman yang
dilengkapi dengan dua buah kolam. Kolam pertama berbentuk lingkaran
berdiameter 4,5 meter dan bagian tengahnya memiliki sumber pancuran air
atau umbul. Sementara, kolam kedua berbentuk bujur sangkar dengan
ukuran sisi 10 meter x 4 meter. Kedua kolam itu saling berhubungan,
ditandai dengan adanya lubang saluran air yang bisa dilihat jelas dari
kolam kedua.
Kami sungguh merasa kagum dengan arsitektur bangunan pesanggrahan
ketika berada di areal taman ini. Bagaimana tidak, pesanggrahan yang
dibangun tahun 1800-an ini sudah merancang adanya taman beserta kolam
yang sifatnya pribadi, dikelilingi oleh bangunan sekitarnya sehingga
tak terlihat dari luar. Selain itu, tembok-tembok yang mengelilinginya
juga tampak tinggi dan tebal, menandakan kekokohan bangunannya di masa
lalu.
Di sebelah utara dan selatan kolam terdapat pintu bertinggi sedang yang
cukup lebar. Pintu itu menghubungkan dengan bagian lain ruangan bawah
tanah. Di bagian timur kolam akan dijumpai jendela-jendela berjumlah
tiga buah, satu berbentuk kotak dan dua lainnya berbentuk lengkung pada
bagian atasnya.. Sementara di bagian barat kolam terdapat satu pintu
yang bagian atasnya melengkung, menghgubungkan dengan dua pintu
lengkung berikutnya yang dilengkapi dengan beberapa anak tangga. Dua
pintu terakhir menghubungkan areal taman yang berada di bawah tanah
dengan lantai dasar.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Kalau kembali ke lantai dasar dan menjelajahi sisi selatan bangunan,
akan dijumpai beberapa puing tembok. Kemungkinan, tembok itu merupakan
pembatas antar ruang pesanggrahan. Terdapat bagian tembok yang unik,
sebab permukaannya tidak halus, mungkin dulu memiliki ornamen. Satu
tembok yang masih sangat kokoh berada di bagian paling depan sisi
selatan. Pada tembok itu, terdapat beberapa jendela berbentuk persegi.
Sebenarnya, saat didata oleh Dinas Purbakala pada tahun 1980, masih ada
beberapa hiasan yang bisa dijumpai. Diantaranya berupa patung burung
garuda yang ada di sisi selatan, patung naga yang ada di sisi timur dan
pot bunga yang merupakan salah satu komponen dari kolam. Sayang, YogYES
tidak menjumpainya saat berkunjung walau sudah menjelajah ke setiap
sudut. Mungkin anda bisa mencarinya jika mengunjungi tempat ini. Siapa
tahu hanya kami yang melewatkannya?
Jika ingin berkunjung, anda bisa melewati beberapa alternatif jalan.
Paling mudah bila anda mengunjungi sebelum atau sesudah berwisata ke
kawasan Kotagede. Jika berkunjung sebelum ke Kotagede, anda bisa
melewati Jalan Kusumanegara hingga sampai di perempatan pabrik susu
SGM, kemudian berbelok ke kanan. Sementara, jika berkunjung setelah ke
Kotagede, anda tinggal melewati Jalan Ngeksigondo ke arah barat hingga
perempatan pos pengisian bahan bakar Gambiran dan berbelok ke kanan.
Pesanggrahan ini cukup mudah dijangkau dan bisa dikunjungi tanpa
mengeluarkan biaya sepeser pun. Satu yang pasti, wisata anda ke
Yogyakarta akan semakin lengkap sebab bisa mengunjungi Pesanggrahan
Warungboto yang konon dipakai oleh kalangan Kraton Ngayogyakarta
Hadiningrat untuk bersemedi dan menjalani laku prihatin.
2.6. WISATA BELANJA
A. Malioboro
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Menyusuri jalanan sepanjang satu kilometer
tentunya akan sangat melelahkan, tapi cerita kenangan dari bangunan tua
dan taburan cinderamata akan mengobatinya.
Membentang di atas sumbu imajiner yang menghubungkan Kraton Yogyakarta,
Tugu dan puncak Gunung Merapi, jalan ini terbentuk menjadi suatu
lokalitas perdagangan setelah Sri Sultan Hamengku Buwono I
mengembangkan sarana perdagangan melalui sebuah pasar tradisional
semenjak tahun 1758. Setelah berlalu 248 tahun, tempat itu masih
bertahan sebagai suatu kawasan perdagangan bahkan menjadi salah satu
ikon Yogyakarta yang dikenal dengan Malioboro.
Terletak sekitar 800 meter dari Kraton Yogyakarta, tempat ini dulunya
dipenuhi dengan karangan bunga setiap kali Kraton melaksanakan
perayaan. Malioboro yang dalam bahasa sansekerta berarti "karangan
bunga" menjadi dasar penamaan jalan tersebut.
Diapit pertokoan, perkantoran, rumah makan, hotel berbintang dan
bangunan bersejarah, jalan yang dulunya sempat menjadi basis perjuangan
saat agresi militer Belanda ke-2 pada tahun 1948 juga pernah menjadi
lahan pengembaraan para seniman yang tergabung dalam komunitas Persada
Studi Klub (PSK) pimpinan seniman Umbul Landu Paranggi semenjak tahun
1970-an hingga sekitar tahun 1990.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Surga Cinderamata
Menikmati pengalaman berbelanja, berburu cinderamata khas Jogja,
wisatawan bisa berjalan kaki sepanjang bahu jalan yang berkoridor
(arcade). Di sini akan ditemui banyak pedagang kaki lima yang menggelar
dagangannya. Mulai dari produk kerajinan lokal seperti batik, hiasan
rotan, wayang kulit, kerajinan bambu (gantungan kunci, lampu hias dan
lain sebagainya) juga blangkon (topi khas Jawa/Jogja) serta barang-
barang perak, hingga pedagang yang menjual pernak pernik umum yang
banyak ditemui di tempat perdagangan lain. Sepanjang arcade, wisatawan
selain bisa berbelanja dengan tenang dalam kondisi cerah maupun hujan,
juga bisa menikmati pengalaman belanja yang menyenangkan saat menawar
harga. Jika beruntung, bisa berkurang sepertiga atau bahkan separohnya.
Jangan lupa untuk menyisakan sedikit tenaga. Masih ada pasar
tradisional yang harus dikunjungi. Di tempat yang dikenal dengan Pasar
Beringharjo, selain wisatawan bisa menjumpai barang-barang sejenis yang
dijual di sepanjang arcade, pasar ini menyediakan beraneka produk
tradisional yang lebih lengkap. Selain produk lokal Jogja, juga
tersedia produk daerah tetangga seperti batik Pekalongan atau batik
Solo. Mencari batik tulis atau batik print, atau sekedar mencari tirai
penghias jendela dengan motif unik serta sprei indah bermotif batik.
Tempat ini akan memuaskan hasrat berbelanja barang-barang unik dengan
harga yang lebih murah.
Berbelanja di kawasan Malioboro serta Beringharjo, pastikan tidak
tertipu dengan harga yang ditawarkan. Biasanya para penjual menaikkan
harga dari biasanya bagi para wisatawan.
Benteng Vredeburg dan Gedung Agung
Di penghujung jalan "karangan bunga" ini, wisatawan dapat mampir
sebentar di Benteng Vredeburg yang berhadapan dengan Gedung Agung.
Benteng ini dulunya merupakan basis perlindungan Belanda dariSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
kemungkinan serangan pasukan Kraton. Seperti lazimnya setiap benteng,
tempat yang dibangun tahun 1765 ini berbentuk tembok tinggi persegi
melingkari areal di dalamnya dengan menara pemantau di empat penjurunya
yang digunakan sebagai tempat patroli. Dari menara paling selatan,
YogYES sempat menikmati pemandangan ke Kraton Kesultanan Yogyakarta
serta beberapa bangunan historis lainnya.
Sedangkan Gedung Agung yang terletak di depannya pernah menjadi tempat
kediaman Kepala Administrasi Kolonial Belanda sejak tahun 1946 hingga
1949. Selain itu sempat menjadi Istana Negara pada masa kepresidenan
Soekarno ketika Ibukota Negara dipindahkan ke Yogyakarta.
Lesehan Malioboro
Saat matahari mulai terbenam, ketika lampu-lampu jalan dan pertokoan
mulai dinyalakan yang menambah indahnya suasana Malioboro, satu persatu
lapak lesehan mulai digelar. Makanan khas Jogja seperti gudeg atau
pecel lele bisa dinikmati disini selain masakan oriental ataupun sea
food serta masakan Padang. Serta hiburan lagu-lagu hits atau tembang
kenangan oleh para pengamen jalanan ketika bersantap.
Bagi para wisatawan yang ingin mencicipi masakan di sepanjang jalan
Malioboro, mintalah daftar harga dan pastikan pada penjual, untuk
menghindari naiknya harga secara tidak wajar.
Mengunjungi Yogyakarta yang dikenal dengan "Museum Hidup Kebudayaan
Jawa", terasa kurang lengkap tanpa mampir ke jalan yang telah banyak
menyimpan berbagai cerita sejarah perjuangan Bangsa Indonesia serta
dipenuhi dengan beraneka cinderamata. Surga bagi penikmat sejarah dan
pemburu cinderamata.
B. Pasar Beringharjo
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Pasar Beringharjo telah digunakan sebagai tempat
jual beli sejak tahun 1758. Tawarannya kini kian lengkap; mulai dari
batik, jajanan pasar, jejamuan, hingga patung Budha seharga ratusan
ribu.
Pasar Beringharjo menjadi sebuah bagian dari Malioboro yang sayang
untuk dilewatkan. Bagaimana tidak, pasar ini telah menjadi pusat
kegiatan ekonomi selama ratusan tahun dan keberadaannya mempunyai makna
filosofis. Pasar yang telah berkali-kali dipugar ini melambangkan satu
tahapan kehidupan manusia yang masih berkutat dengan pemenuhan
kebutuhan ekonominya. Selain itu, Beringharjo juga merupakan salah satu
pilar 'Catur Tunggal' (terdiri dari Kraton, Alun-Alun Utara, Kraton,
dan Pasar Beringharjo) yang melambangkan fungsi ekonomi.
Wilayah Pasar Beringharjo mulanya merupakan hutan beringin. Tak lama
setelah berdirinya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, tepatnya tahun
1758, wilayah pasar ini dijadikan tempat transaksi ekonomi oleh warga
Yogyakarta dan sekitarnya. Ratusan tahun kemudian, pada tahun 1925,
barulah tempat transaksi ekonomi ini memiliki sebuah bangunan permanen.
Nama 'Beringharjo' sendiri diberikan oleh Hamengku Buwono IX, artinya
wilayah yang semula pohon beringin (bering) diharapkan dapat memberikan
kesejahteraan (harjo). Kini, para wisatawan memaknai pasar ini sebagai
tempat belanja yang menyenangkan.
Bagian depan dan belakang bangunan pasar sebelah barat merupakan tempat
yang tepat untuk memanjakan lidah dengan jajanan pasar. Di sebelah
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
utara bagian depan, dapat dijumpai brem bulat dengan tekstur lebih
lembut dari brem Madiun dan krasikan (semacam dodol dari tepung beras,
gula jawa, dan hancuran wijen). Di sebelah selatan, dapat ditemui
bakpia isi kacang hijau yang biasa dijual masih hangat dan kue basah
seperti hung kwe dan nagasari. Sementara bagian belakang umumnya
menjual panganan yang tahan lama seperti ting-ting yang terbuat dari
karamel yang dicampur kacang.
Bila hendak membeli batik, Beringharjo adalah tempat terbaik karena
koleksi batiknya lengkap. Mulai batik kain maupun sudah jadi pakaian,
bahan katun hingga sutra, dan harga puluhan ribu sampai hampir sejuta
tersedia di pasar ini. Koleksi batik kain dijumpai di los pasar bagian
barat sebelah utara. Sementara koleksi pakaian batik dijumpai hampir di
seluruh pasar bagian barat. Selain pakaian batik, los pasar bagian
barat juga menawarkan baju surjan, blangkon, dan sarung tenun maupun
batik. Sandal dan tas yang dijual dengan harga miring dapat dijumpai di
sekitar eskalator pasar bagian barat.
Berjalan ke lantai dua pasar bagian timur, jangan heran bila mencium
aroma jejamuan. Tempat itu merupakan pusat penjualan bahan dasar jamu
Jawa dan rempah-rempah. Bahan jamu yang dijual misalnya kunyit yang
biasa dipakai untuk membuat kunyit asam dan temulawak yang dipakai
untuk membuat jamu terkenal sangat pahit. Rempah-rempah yang ditawarkan
adalah jahe (biasa diolah menjadi minuman ronde ataupun hanya dibakar,
direbus dan dicampur gula batu) dan kayu (dipakai untuk memperkaya
citarasa minuman seperti wedang jahe, kopi, teh dan kadang digunakan
sebagai pengganti bubuk coklat pada cappucino).
Pasar ini juga tempat yang tepat untuk berburu barang antik. Sentra
penjualan barang antik terdapat di lantai 3 pasar bagian timur. Di
tempat itu, anda bisa mendapati mesin ketik tua, helm buatan tahun 60-
an yang bagian depannya memiliki mika sebatas hidung dan sebagainya. Di
lantai itu pula, anda dapat memburu barang bekas berkualitas bila mau.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Berbagai macam barang bekas impor seperti sepatu, tas, bahkan pakaian
dijual dengan harga yang jauh lebih murah daripada harga aslinya dengan
kualitas yang masih baik. Tentu butuh kejelian dalam memilih.
Puas berkeliling di bagian dalam pasar, tiba saatnya untuk menjelajahi
daerah sekitar pasar dengan tawarannya yang tak kalah menarik. Kawasan
Lor Pasar yang dahulu dikenal dengan Kampung Pecinan adalah wilayah
yang paling terkenal. Anda bisa mencari kaset-kaset oldies dari musisi
tahun 50-an yang jarang ditemui di tempat lain dengan harga paling
mahal Rp 50.000,00. Selain itu, terdapat juga kerajinan logam berupa
patung Budha dalam berbagai posisi seharga Rp 250.000,00. Bagi
pengoleksi uang lama, tempat ini juga menjual uang lama dari berbagai
negara, bahkan yang digunakan tahun 30-an.
Jika haus, meminum es cendol khas Yogyakarta adalah adalah pilihan
jitu. Es cendol Yogyakarta memiliki citarasa yang lebih kaya dari es
cendol Banjarnegara dan Bandung. Isinya tidak hanya cendol, tetapi juga
cam cau (semacam agar-agar yang terbuat dari daun cam cau) dan cendol
putih yang terbuat dari tepung beras. Minuman lain yang tersedia adalah
es kelapa muda dengan sirup gula jawa dan jamu seperti kunyit asam dan
beras kencur. Harga minuman pun tak mahal, hanya sekitar Rp. 1000
sampai Rp. 2000.
Meski pasar resmi tutup pukul 17.00 WIB, tetapi dinamika pedagang tidak
berhenti pada jam itu. Bagian depan pasar masih menawarkan berbagai
macam panganan khas. Martabak dengan berbagai isinya, terang bulan yang
legit bercampur coklat dan kacang, serta klepon isi gula jawa yang
lezat bisa dibeli setiap sorenya. Sekitar pukul 18.00 WIB hingga lewat
tengah malam, biasanya terdapat penjual gudeg di depan pasar yang juga
menawarkan kikil dan varian oseng-oseng. Sambil makan, anda bisa
mendengarkan musik tradisional Jawa yang diputar atau bercakap dengan
penjual yang biasanya menyapa dengan akrab. Lengkap sudah.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
C. Kasongan
Melihat lebih dekat pembuatan kerajinan keramik
yang telah diwariskan turun-temurun sambil memburu koleksi-koleksi
indah hasil keahlian tangan.
Pada masa penjajahan Belanda, di salah satu daerah selatan Yogyakarta
pernah terjadi peristiwa yang mengejutkan bahkan menakutkan warga
setempat dengan ditemukannya seekor kuda milik Reserse Belanda yang
mati di atas tanah sawah milik seorang warga. Karena takut akan
hukuman, warga tersebut melepaskan hak tanahnya dan tidak mengakui
tanahnya lagi. Hal ini diikuti oleh warga lainnya. Tanah yang telah
dilepas inipun akhirnya diakui oleh penduduk desa lain. Akibat dari
tidak memiliki tanah persawahan lagi, warga setempat akhirnya memilih
menjadi pengrajin keramik untuk mainan dan perabot dapur hingga kini.
Hal ini terungkap dalam hasil wawancara Prof. Gustami dkk dengan
sesepuh setempat pada tahun 1980-an.
Daerah itulah yang kita kenal dengan nama Kasongan hingga hari ini.
Sebuah desa di Padukuhan Kajen yang terletak di pegunungan rendah
bertanah gamping. Berjarak 15-20 menit berkendara dari pusat kota.
Desa Kasongan merupakan wilayah pemukiman para kundi, yang berarti
buyung atau gundi (orang yang membuat sejenis buyung, gendi, kuali dan
lainnya yang tergolong barang dapur juga barang hias).
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
"Berawal dari keseharian nenek moyang yang mengempal-ngempal tanah yang
ternyata tidak pecah bila disatukan, lalu mulai membentuk-bentuknya
menjadi berbagai fungsi yang cenderung untuk jadi mainan anak-anak atau
barang keperluan dapur. Akhirnya kebiasaan itu mulai diturunkan hingga
generasi sekarang" tutur Pak Giman, salah satu pekerja di sanggar Loro
Blonyo.
Berkunjung ke desa Kasongan, wisatawan akan disambut dengan hangat oleh
penduduk setempat. Sekedar melihat-lihat ruang pajang atau ruang pamer
yang dipenuhi berbagai hasil kerajinan keramik. Dan jika tertarik
melihat pembuatan keramik, wisatawan dapat mengunjungi beberapa galeri
keramik yang memproduksi langsung kerajinan khas itu di tempat. Mulai
dari penggilingan, pembentukan bahan menggunakan perbot, penjemuran
produk yang biasanya memakan waktu 2-4 hari. Produk yang telah dijemur
itu kemudian dibakar, sebelum akhirnya di-finishing menggunakan cat
tembok atau cat genteng.
Bekerja secara kolektif, biasanya sebuah galeri adalah usaha keluarga
secara turun temurun. Meski sekarang pembuatan keramik melibatkan
tetangga sekitar tempat tinggal pemilik galeri, namun pihak keluarga
tetap bertanggung jawab untuk pemilihan bahan dan pengawasan produksi.
Sentuhan Desain Modern
Pada awalnya keramik ini tidak memiliki corak sama sekali. Namun
legenda matinya seekor kuda telah menginspirasi para pengrajin untuk
memunculkan motif kuda pada banyak produk, terutama kuda-kuda
pengangkut gerabah atau gendeng lengkap dengan keranjang yang
diletakkan di atas kuda, selain dari motif katak, jago dan gajah.
Seiring perkembangan, dengan masuknya pengaruh modern dan budaya luar
melalui berbagai media, setelah pertama kali diperkenalkan tentang
Kasongan oleh Sapto Hudoyo sekitar 1971-1972 dengan sentuhan seni dan
komersil serta dikomersilkan dalam skala besar oleh Sahid KeramikSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
sekitar tahun 1980-an, kini wisatawan dapat menjumpai berbagai aneka
motif pada keramik. Bahkan wisatawan dapat memesan jenis motif menurut
keinginan seperti burung merak, naga, bunga mawar dan banyak lainnya.
Jenis produksi sendiri sudah mencakup banyak jenis. Tidak lagi berkutat
pada mainan anak-anak (alat bunyi-bunyian, katak, celengan) serta
keperluan dapur saja (kuali, pengaron, kendil, dandang, kekep dan
lainnya). Memasuki gapura Kasongan, akan tersusun galeri-galeri keramik
sepanjang bahu jalan yang menjual berbagai barang hias. Bentuk dan
fungsinya pun sudah beraneka ragam, mulai dari asbak rokok kecil atau
pot bunga yang tingginya mencapai bahu orang dewasa. Barang hias pun
tidak hanya yang memiliki fungsi, tetapi juga barang-barang yang hanya
sekedar menjadi pajangan.
Patung Keramik Loro Blonyo
Salah satu keramik pajangan yang cukup terkenal adalah sepasang patung
pengantin yang sedang duduk sopan. Sepasang patung ini dikenal dengan
sebutan Loro Blonyo yang pertama kali dibuat oleh sanggar Loro Blonyo
milik pak Walujo. Patung ini diadopsi dari sepasang patung pengantin
milik Kraton Yogyakarta. Secara pengartian Jawa, Loro berarti dua atau
sepasang, sementara Blonyo bermakna dirias melalui prosesi pemandian
dan didandani. "Akan tetapi makna sebenarnya akan Loro Blonyo masih
menjadi pertanyaan para pekerja di Kasongan" ungkap Pak Giman.
Adanya kepercayaan patung Loro Blonyo akan membawa hoki dan membuat
kehidupan rumah tangga langgeng bila diletakkan di dalam rumah, menurut
penuturan Pak Giman pada YogYES, justru membawa pengaruh positif
terhadap penjualan sepasang patung keramik ini. Sementara beberapa
wisatawan manca negara yang menyukai bentuknya, memesan khusus dengan
berbagai bentuk seperti penari, pemain gitar, pragawati dan lain
sebagainya. Pakaiannya pun tidak lagi memakai pakem Jawa, selain
mengadopsi pakaian khas beberapa negara, yang paling banyak memakai
motif Bali dan Thailand. Beberapa galeri keramik sekarang telah menjual
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
sepasang patung unik ini yang masih terus diproduksi dengan beberapa
bentuk yang berbeda-beda.
Desa Wisata
Semenjak akhir abad ke 20, setelah Indonesia mengalami krisis, kini di
Kasongan wisatawan dapat menjumpai berbagai produk selain gerabah.
Masuknya pendatang yang membuka galeri di Kasongan adalah salah satu
pengaruhnya. Produk yang dijual juga masih termasuk kerajinan lokal
seperti kerajinan kayu kelapa, kerajinan tumbuhan yang dikeringkan atau
kerajinan kerang. "Yang namanya usaha itukan mengikuti arus dan
perkembangan, melihat peluang yang ada" kata Pak Giman. Akan tetapi
kerajinan gerabah tetaplah menjadi tonggak utama mata pencaharian warga
setempat. "Udah bakatnya, lagian tidak punya kemampuan lain. Lha wong
paling tinggi pendidikan kita SLTA, itupun beberapa" tambahnya.
Kerajinan keramik dengan berbagai bentuk dan motif yang modern bahkan
artistik, dan berbagai kerajinan lainnya sebagai tambahan adalah daya
tarik Kasongan saat ini. Sebuah tempat wisata penuh cerita serta barang
indah hasil keahlian tangan penduduk setempat mengaduk tanah liat.
Dua bulan pasca gempa, kini di Kasongan telah banyak galeri yang aktif
kembali, meski beberapa masih dalam tahap pembangunan ulang. Sejauh ini
tidak terlihat lagi tanda-tanda kekhawatiran dari pemilik maupun
pekerja. Penduduk setempat berharap wisatawan akan kembali mengunjungi
Kasongan seperti saat sebelum gempa.
D. Pasar Seni Gabusan
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Pasar Seni Gabusan yang menampung 444 pengrajin
telah menjadi surga kerajinan Bantul. Dilengkapi dengan pusat
informasi, secara bertahap pasar ini akan menampung 8015 unit kerajinan
dari seluruh Bantul.
Ada cara lain untuk menikmati karya seni warga Bantul tanpa harus
kelelahan menjelajahi setiap dusun yang memproduksinya, yaitu dengan
mendatangi Pasar Seni Gabusan. Pasar yang berlokasi di Jalan
Parangtritis km 9 ini selama 2 tahun terakhir telah menjadi pusat jual
beli kerajinan dari seluruh Bantul. Bukan sekedar pasar, Gabusan juga
dilengkapi dengan fasilitas lain, seperti tempat jajan, akses teknologi
informasi hingga toko kebutuhan sehari-hari.
Sejak awal dibangun, Gabusan dirancang untuk membuka akses pengrajin ke
pasar internasional. Karenanya, tak seperti pasar lain, desain pasar
yang menampung sekitar 444 pengrajin ini juga bertaraf internasional.
Perancangan bangunan pasar ini tak hanya melibatkan arsitek dalam
negeri saja, tetapi juga mancanegara, tentu dengan menonjolkan
arsitektur lokal. Terbagi dalam 16 los, Gabusan menjual kerajinan dari
ragam bahan dasar, mulai dari kulit, logam, kayu, tanah liat hingga
eceng gondok.
Tiba di kawasan Pasar seni Gabusan, anda akan disapa oleh gerbang yang
didesain sangat menarik. Di gerbang itu, tersedia resto yang akan
memanjakan lidah, tempat penyebrangan dan ramp. Bersantap di resto itu,
selain menikmati lezatnya hidangan anda juga dapat melihat pemandangan
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
seluruh kawasan Gabusan dari atas. Tak jauh dari wilayah itu, terdapat
ruko sebagai pusat informasi sekaligus tempat pelayanan kebutuhan
wisatawan. Desain ruko itu sengaja dibuat artistik sehingga memiliki
daya tarik tersendiri.
Memasuki los pertama, anda dapat menikmati kerajinan tas yang terbuat
dari bahan semacam rotan. Anyaman tas yang sangat rapi memberi kesan
kuat dan paduan kain sebagai aksesori akan menjadi nilai tambah yang
berarti. Ragam desain tas yang unik sekaligus elegan menjadikannya
multifungsi dan bisa dipakai kemana pun. Jenis kerajinan lain yang
terdapat di los itu adalah kotak yang terbuat dari anyaman bambu. Meski
sederhana secara desain maupun fungsinya, kotak itu tetap memiliki
keunikan, apalagi tersedia dalam ragam warna cerah.
Bila hendak berbelanja hiasan di meja ruang tamu berupa tempat lilin,
anda dapat mengunjungi los delapan. Bermacam tempat lilin dari berbagai
bahan dasar ada di kios-kios los tersebut. Terdapat tempat lilin yang
berbentuk seperti mangkuk kecil berwarna coklat dengan hiasan tali di
sekelilingnya. Ada pula tempat lilin yang dibuat dari bambu yang
dibelah beberapa sisinya sehingga digunakan sebagai bagian kaki dengan
hiasan berupa tali juga. Selain memiliki fungsi sebagai wadah lilin
sumber penerang, tentu desain yang cantik akan memikat tamu anda di
rumah.
Masih berkisar soal hiasan rumah, di los enam dapat dijumpai variasi
topeng menarik. Beberapa topeng berbahan dasar kulit ditatah dengan
sangat bagus dengan warna menarik. Selain itu, bila senang dengan
tanaman hias buatan seperti bunga kayu, tentu guci-guci yang terdapat
di los 13 sangat memikat. Terbuat dari bahan kayu maupun tanah liat,
biasanya permukaan luar guci tersebut dihiasi oleh motif-motif
tertentu. Jika kurang menyukai yang bermotif, tersedia guci yang
permukaannya polos dengan desain yang tidak kalah menarik.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Pernak-pernik kecil yang fungsional bagi anda maupun keluarga juga
terdapat di pasar ini. Tentu dengan desain yang lebih artistik sehingga
memiliki nilai tambah di samping fungsi utamanya. Sebuah pigura,
misalnya, banyak yang didesain menarik meski dengan bentuk yang
standar. Ada yang bagian pinggirnya dihiasi motif tertentu, misalnya
motif seperti naga, sehingga semakin mempercantik. Pernik lain seperti
tempat pensil juga terdapat dalam berbagai variasi. Ada sebuah tempat
pensil yang berbentuk orang sedang duduk dengan hiasan rambut berwarna
putih di bagian kepalanya, sementara lubang tempat pensilnya terdapat
di bagian depan. Akan lebih banyak lagi pernak-pernik hasil kreatifitas
warga Bantul yang dapat dijumpai, seperti baki (alat penyaji minuman)
dengan desainnya yang beragam.
Sebuah pusat informasi yang terdapat di ruko yang terletak di kawasan
ini akan membantu anda mencari produk kerajinan yang diinginkan. Di
pusat informasi itu, anda bisa melihat detail produk beserta harga dan
di kios mana memesan. Terhubung dengan jaringan internet, adanya pusat
informasi ini sekaligus memberi petunjuk bagia anda bahwa semua barang
yang tersedia di Pasar Seni Gabusan bisa dipesan secara online. Secara
bertahap, pusat informasi maupun Pasar Seni Gabusan akan menampung 8015
unit kerajinan yang ada di seantero Bantul. Anda yang tinggal jauh dari
Yogyakarta tentu tak perlu repot lagi. Meski pasar ini terkena dampak
gempa Yogyakarta 27 Mei 2006 lalu, namun kerusakan kini sedang
diperbaiki. Tanggal 26 Oktober mendatang, rencananya akan diadakan
pameran seni di pasar ini yang diikuti sekitar 270 pengrajin.
2.7. WISATA ALAM
A. Kaliadem
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Kaliadem adalah tempat melihat keindahan Gunung
Merapi dan jejak ganasnya letusan gunung itu pada tahun 2006 lalu.
Kata orang-orang, pagi hari adalah saat terbaik untuk menikmati
pemandangan Gunung Merapi sebelum berselimut kabut. Jadi pukul 07.00
pagi kami sudah berangkat menuju Kaliadem, sebuah kawasan sejuk yang
berada di kaki Gunung Merapi, sekitar 25 km utara Kota Jogja. Kami
memilih jalur alternatif lewat Maguwo karena jalur itu memiliki lebih
banyak sawah ketimbang lewat Jalan Kaliurang. Benar saja, baru beberapa
kilometer menjauhi kota, pemandangan hijaunya sawah langsung memanjakan
mata, bagaikan lukisan-lukisan Mooi Indie. Udara sejuk pun segera
menyergap lewat jendela mobil yang dibiarkan terbuka. Samar-samar
tercium aroma batang padi; baunya segar, seperti bau rumput sehabis
dimandikan hujan.
Matahari belum tinggi ketika YogYES tiba di Kaliadem, beberapa penduduk
setempat tampak mulai bersiap-siap mencari rumput untuk ternak mereka.
Walau ada kabut tipis, Gunung Merapi memang terlihat utuh seperti yang
diharapkan. Berdiri menjulang hingga 2980 meter di atas permukaan laut,
gunung itu benar-benar terlihat gagah. Punggungnya tampak berkilauan
ditimpa sinar matahari pagi, sementara puncaknya mengeluarkan asap
tipis. Hadirin sekalian, inilah salah satu gunung berapi paling aktif
di Indonesia!
Di balik penampilannya yang begitu tenang, Gunung Merapi menyimpan
kekuatan alam yang dahsyat. Sebagian ilmuwan menduga letusan besar
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Gunung Merapi adalah penyebab kerajaan Mataram Kuno berpindah ke Jawa
Timur pada abad ke-10. Ketika meletus, Gunung Merapi sanggup
menyemburkan awan panas (800-1000 derajat celcius) yang meluncur ke
bawah dengan kecepatan hingga 70 km/jam. Pada tahun 1930, awan panas
dari letusan Gunung Merapi menghanguskan hutan, 13 desa, dan 1400
penduduk dalam sekejap.
Letusan terakhir Gunung Merapi terjadi pada tahun 2006 lalu. Jutaan
kubik material vulkanik tumpah di Kali Gendol dan Kali Krasak, sebagian
kecil sisanya menerjang Kaliadem dan meninggalkan jejak yang masih bisa
kita saksikan. Kaliadem yang dulunya merupakan hutan pinus kini
tertimbun pasir, batu, dan material vulkanik lainnya. Di sebelah timur
tampak reruntuhan warung yang tertimbun material vulkanik hingga
setengah bangunan. Di sebelah barat ada sebuah bunker perlindungan yang
ironisnya juga tertimbun material vulkanik setebal 3 meter. Letusan
Gunung Merapi tahun 2006 ini turut menewaskan 2 orang yang berlindung
dalam bunker tersebut. Butuh waktu berminggu-minggu setelah letusan
barulah material vulkanik yang menimbun Kaliadem itu mendingin dan
kawasan tersebut bisa dikunjungi lagi.
Namun seperti unjuk kekuatan alam lainnya, letusan Gunung Merapi juga
memiliki sisi baik. Abu vulkanik dari Gunung Merapi memberikan
kesuburan bagi tanah di kaki gunung dan ribuan hektar sawah di
bawahnya. Jutaan kubik pasir yang dimuntahkan juga telah menghidupi
ratusan penduduk setempat yang mencari nafkah dengan menambang pasir.
Empat tahun setelah letusan, kawasan Kaliadem sudah hijau dan sejuk
lagi. Pohon-pohon pinus yang dulu hangus, kini sudah mulai tumbuh.
Kaliadem sekarang menjadi obyek wisata alam tempat menikmati keindahan
Gunung Merapi sekaligus menyaksikan bukti bahwa alam memiliki
keseimbangannya sendiri.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Mbah Maridjan, Juru Kunci Gunung Merapi
Sebelum pulang, YogYES singgah sebentar ke rumah Mbah Maridjan di
sebelah selatan Kaliadem. Kakek kelahiran 1927 ini adalah abdi dalem
yang diberi mandat oleh Sultan Yogyakarta untuk menjadi Juru Kunci
Gunung Merapi, meneruskan jabatan ayahnya.
Sebagai juru kunci, beliau bertugas untuk "menjaga" Gunung Merapi.
Setiap tahun beliau juga bertugas memimpin ritual Labuhan Merapi,
ratusan orang mendaki hingga ke dekat puncak Gunung Merapi lalu berdoa
bersama untuk memohon perlindungan pada Sang Khalik. Tradisi tersebut
dilaksanakan setiap bulan Rajab dalam penanggalan Jawa.
Sosok Mbah Maridjan menjadi sangat populer menjelang meletusnya Gunung
Merapi tahun 2006 lalu. Awal Mei tahun itu, Gunung Merapi mulai
mengeluarkan lava pijar. Komputer canggih yang dilengkapi sensor sudah
memperkirakan Gunung Merapi akan segera meletus. Namun Mbah Maridjan
menolak untuk mengungsi dengan alasan melaksanakan tugas diamanatkan
Sultan padanya. Beberapa hari kemudian Mbah Maridjan malah mendaki
Gunung Merapi dan berdoa sepanjang hari agar Tuhan melindungi jiwa dan
rumah penduduk. Percaya atau tidak, Gunung Merapi lalu mereda dan
Presiden SBY pun sempat meninjau lokasi. Sebagian dari 11.0000 penduduk
yang sudah dievakuasi lalu diperbolehkan pulang ke rumah masing-masing.
Gunung Merapi baru meletus sebulan kemudian dan jutaan kubik
materialnya menimbun Kali Gendol, Kali Krasak, dan Kaliadem; namun
tidak ada korban jiwa selain 2 orang yang tewas di dalam bunker. Sejak
peristiwa itu nama Mbah Maridjan sangat populer di Indonesia akibat
liputan media massa yang bertubi-tubi. Banyak orang lalu mengaitkan
sosok beliau dengan kekuatan supranatural, bahkan tidak sedikit yang
mendatangi beliau untuk meminta "berkah".
Sesungguhnya, Mbah Maridjan bukanlah seperti anggapan orang-orang. Mbah
Maridjan adalah sosok yang bersahaja, ramah, sekaligus religius. KetikaSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
kami tiba di rumah beliau, Mbah Maridjan sedang menemui tamu namun kami
tetap dipersilahkan masuk. Obrolan ringan pun mengalir dalam bahasa
Jawa dan Mbah Maridjan berkali-kali melontarkan guyonan. Semua tamu
disuguhi minuman dan hidangan seadanya.
Seorang tamu lalu mengutarakan niatnya untuk meminta "berkah" agar
bisnisnya sukses namun Mbah Maridjan menolaknya. "Setahu saya, yang
bisa memberikan berkah itu hanyalah Gusti Allah; lainnya ndak bisa,
apalagi saya," tegas Mbah Maridjan.
Obrolan lalu berlanjut ke berbagai topik, antara lain tentang Gunung
Merapi. Mbah Maridjan bercerita bahwa setiap kali gunung itu
memperlihatkan tanda-tanda akan meletus, beliau adalah orang yang
paling kerepotan. Siang malam rumah Juru Kunci Gunung Merapi itu akan
dibanjiri ratusan tamu hingga kakek yang sudah renta itu nyaris tidak
bisa beristirahat. Tamu-tamu itu biasanya menanyakan hal yang sama:
kapan kira-kira gunung itu akan meletus? Jawaban Mbah Maridjan pun
selalu sama, "Jangan tanya saya. Tanyalah pada Gusti Allah yang Maha
Berkehendak."
Sebagai abdi dalem, beliau menerima gaji sebesar Rp. 5.800 / bulan.
Jumlah itu sebenarnya hanya bisa untuk membeli 1 liter beras, namun
Mbah Maridjan (seperti juga ribuan abdi dalem lainnya) merasa sudah
cukup dengan hidup bersahaja. "Hidup itu jangan berlebihan, harus
sering melihat ke bawah," nasehat Mbah Maridjan pada tamunya.
Tak lama kemudian adzan dzuhur berkumandang dari masjid dekat situ.
Mbah Maridjan pun pamit pada tamu-tamunya untuk melaksanakan ibadah
sholat di masjid, kami juga pamit untuk pulang.
Begitulah Yogyakarta, sobat. Banyak hal tidaklah sesederhana yang
terlihat di layar kaca. Kaliadem, Gunung Merapi, dan Mbah Maridjan
menggambarkan persahabatan penduduk setempat dengan alam sekitarnya dan
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
kesetiaan sebagian masyarakat Yogyakarta pada tradisi Jawa tanpa perlu
berbenturan dengan keyakinan agama.
B. Kaliurang
Menikmati pesona alam di ujung utara Yogyakarta.
Bersentuhan dengan udara sejuk dan meresapi suasana romantis ala nyonya
dan meneer Belanda tempo doeloe di Kaliurang yang terletak di kaki
Gunung Merapi.
Pada awal abad ke-19, sejumlah ahli geologi Belanda yang tinggal di
Yogyakarta, bermaksud mencari tempat peristirahatan bagi keluarganya.
Mereka menyusuri kawasan utara yang merupakan dataran tinggi.
Sesampainya di Kaliurang yang berada di ketinggian 900 meter dari
permukaan laut, para "meneer" tersebut terpesona dengan keindahan dan
kesejukan alam di kaki gunung itu. Mereka akhirnya membangun bungalow-
bungalow dan memutuskan kawasan itu sebagai tempat peristirahatan
mereka.
Pesona Alam Kaliurang dan Bangunan Sejarah
Perjalanan menuju kaliurang dari arah Jogja akan mengingatkan kita pada
lukisan pemandangan saat masih di taman kanak-kanak. Sebuah gunung
dengan jalan di tengahnya serta hamparan hijau yang membentang di kedua
sisinya dihiasi dengan rumah penduduk, akan menghilangkan penat dalam
bingkai lukisan alam.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Diselimuti angin yang berhembus sejuk, bahkan di saat mentari tepat di
atas kepala, kesejukan itu masih terasa. Udara yang menari melewati
pepohonan dan turun dengan gemulai, memberi rasa segar ketika menerpa
tubuh.
Pemandangan Gunung Merapi memberi sensasi tersendiri di kawasan ini.
Bagaikan seorang gadis desa yang menutup tabirnya bila sengaja
diperhatikan, gunung ini akan tertutup kabut seolah malu bila sengaja
datang untuk melihatnya.
Menyusur sisi barat Bukit Plawangan sejauh 1100 meter, menempuh
perjalanan lintas alam, melalui jalan tanah yang diapit pepohonan dan
lereng rimbun, deretan 22 gua peninggalan Jepang menjadi salah satu
keunikan wisata alam Kaliurang.
Di samping keindahan alamnya, Kaliurang juga mempunyai beberapa
bangunan peninggalan sejarah. Diantaranya adalah Wisma Kaliurang dan
Pesangrahan Dalem Ngeksigondo milik Kraton yang pernah dipakai sebagai
tempat berlangsungnya Komisi Tiga Negara. Atau Museum Ullen Sentalu
yang sebagian bangunannya berada di bawah tanah. Museum ini menguak
misteri kebudayaan dan nilai-nilai sejarah Jawa, terutama yang
berhubungan dengan putri Kraton Yogyakarta dan Surakarta pada abad ke-
19.
Kawasan Rekreasi Keluarga
Berjarak 28 kilometer dari pusat kota Yogyakarta, Kaliurang kini
menjadi sebuah kawasan wisata alam dan budaya yang memikat, serta
menjadi tempat yang menyenangkan untuk rekreasi keluarga.
Bersantai dengan keluarga, orang tua bisa bersantai sambil mengawasi
anak-anak bermain di Taman Rekreasi Kaliurang. Di dalam taman seluas
10.000 meter persegi anak-anak bisa bermain ayunan, perosotan, atau
berenang di kolam renang mini. Selain itu di taman yang dihiasi oleh
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
patung jin ala kisah 1001 malam dan beberapa jenis hewan ini, anak-anak
juga bisa bermain mini car atau memasuki mulut patung seekor naga yang
membentuk lorong kecil dan berakhir di bagian ekornya.
Sekitar 300 meter ke arah timur laut dari taman rekreasi terdapat Taman
Wisata Plawangan Turgo. Di kawasan taman wisata ini terdapat kolam
renang Tlogo Putri yang airnya berasal dari mata air di lereng Bukit
Plawangan. Bermain ayunan atau bercanda bersama keluarga di taman
bermain yang berada di dalam taman wisata, rasa lelah akan lebur dalam
rimbunnya taman perhutani.
Melangkahkan kaki menyusuri sisi timur, melihat beberapa ekor monyet
yang berloncatan dan berayun di dahan, menikmati kicau burung di jalur
berbatu susun dan tangga berundak di jalan menanjak sejauh 900 meter;
mungkin akan sedikit melelahkan, tetapi pemandangan Gunung Merapi di
saat cuaca cerah dari Bukit Pronojiwo, akan menggantikan rasa lelah
dengan kekaguman. Pada perjalanan ke puncak Pronojiwo, YogYES sempat
adu lari dengan seorang turis asing asal Inggris bernama Nick (47
tahun). Meski memenangkan adu lari, tapi perasaan menyatu dengan
suasana alamlah yang paling membahagiakan. Air minum yang dijual oleh
wanita penjaja minuman di puncak Pronojiwo bisa melepas rasa dahaga
sambil menikmati Merapi yang berdiri tegak di tengah rimbunnya hamparan
hijau. Setiap hari libur, Merapi bisa dilihat melalui teropong yang
disewakan dengan tarif Rp.3000 selama 30 menit.
Sesampainya kembali di lokasi taman bermain, bersantailah sejenak di
Tlogo Muncar. Meredakan letih sambil menikmati air yang terjun di sela-
sela bebatuan. Biasanya air akan mengalir dengan deras di musim
penghujan.
Jika ingin menikmati pemandangan Kaliurang, para pengunjung bisa
berkeliling menggunakan kereta kelinci yang dikenal dengan istilah
sepoer. Kendaraan ini biasa mangkal di depan taman wisata yang dipenuhi
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
dengan kios-kios penjaja makanan. Jalur yang dilaluinya mengitari
kawasan wisata Kaliurang dari timur ke barat. Melewati gardu pandang
yang terletak di sebelah barat, Merapi akan terlihat jelas ketika cuaca
cerah. Tarif untuk menaiki kendaraan ini Rp.3.000 per orang jika yang
naik minimal tujuh orang. Untuk perjalanan eksklusif, Rp.20.000 akan
membuat perjalanan layaknya seorang bangsawan.
Bila ingin merasakan sejuknya angin dan heningnya malam di Kaliurang,
berbagai villa, bungalow, pesanggrahan atau pondok wisata bisa menjadi
pilihan. Tarifnya juga beragam, mulai dari yang 25 ribuan hingga 200
ribuan. Beberapa penginapan yang bisa anda nikmati, antara lain: Bukit
Surya (paling disarankan), Puri Indah Inn (bintang 3), Wisma Sejahtera,
dll.
Sebelum pulang pastikan untuk membawa sedikit oleh-oleh yang dijajakan.
Mulai dari buah-buahan produksi petani lokal hingga makanan khas yakni
tempe dan tahu bacem serta jadah (makanan yang terbuat dari beras ketan
dan parutan kelapa).
C. Puncak Suroloyo
Puncak Suroloyo yang menjadi tempat pertapaan
Sultan Agung dan kiblat pancering bumi di tanah Jawa memberi anda
kesempatan melihat empat gunung besar di Pulau Jawa, Candi Borobudur
dan pemandangan matahari terbit.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Matahari muncul dalam warna kemerahan kurang lebih pada pukul 5.00 WIB,
menyembul di antara ranting pohon yang berwarna hijau. Sinarnya membuat
langit terbagi dalam tiga warna utama, biru, jingga dan kuning.
Serentak saat warna langit mulai terbagi, sekelompok burung berwarna
hitam mulai meramaikan angkasa dan membuat suara serangga tanah yang
semula kencang perlahan melirih.
Empat gunung besar di Pulau Jawa, yaitu Merapi, Merbabu, Sumbing dan
Sindoro menyembul di antara kabut putih. Ketebalan kabut putih itu
tampak seperti ombak yang menenggelamkan daratan hingga yang tersisa
hanya sawah yang membentuk susunan tapak siring dan pepohonan yang
terletak di dataran yang lebih tinggi. Dari balik kabut putih itu pula,
stupa puncak Candi Borobudur yang tampak berwarna hitam muncul di
permukaan lautan kabut.
Itulah pemandangan yang bisa dilihat saat fajar ketika berdiri di
Puncak Suroloyo, buykit tertinggi di Pegunungan Menoreh yang berada
pada 1.091 meter di atas permukaan laut. Untuk menikmatinya, anda harus
melewati jalan berkelok tajam serta menakhlukkan tanjakan yang cukup
curam, dan memulai perjalanan setidaknya pada pukul 2 dini hari. Dua
jalur bisa dipilih, pertama rute Jalan Godean - Sentolo - Kalibawang
dan kedua rute Jalan Magelang - Pasar Muntilan - Kalibawang. Rute
pertama lebih baik dipilih karena akan membawa anda lebih cepat sampai.
Tentu anda mesti berada dalam kondisi fisik prima, demikian juga
kendaraan yang mesti berisi bahan bakar penuh serta bila perlu membawa
ban cadangan.
Setelah berjalan kurang lebih 40 km, anda akan menemui papan penunjuk
ke arah Sendang Sono. Anda bisa berbelok ke kiri untuk menuju Puncak
Suroloyo, namun disarankan anda berjalan terus dahulu sejauh 500 meter
hingga menemui pertigaan kecil dan berbelok ke kiri karena jalannya
lebih halus. Dari situ, anda masih harus menanjak lagi sejauh 15 km
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
untuk menuju Puncak Suroloyo. Sebuah perjalanan yang melelahkan memang,
namun terbayar dengan keindahan pemandangan yang dapat dilihat.
Pertanda anda telah sampai di bukit Suroloyo adalah terlihatnya tiga
buah gardu pandang yang juga dikenal dengan istilah pertapaan, yang
masing-masing bernama Suroloyo, Sariloyo dan Kaendran. Suroloyo adalah
pertapaan yang pertama kali dijumpai, bisa dijangkau dengan berjalan
kaki menaiki 286 anak tangga dengan kemiringan 300 - 600. Dari puncak,
anda bisa melihat Candi Borobudur dengan lebih jelas, Gunung Merapi dan
Merbabu, serta pemandangan kota Magelang bila kabut tak menutupi.
Pertapaan Suroloyo merupakan yang paling legendaris. Menurut cerita, di
pertapaan inilah Raden Mas Rangsang yang kemudian bergelar Sultan Agung
Hanyokrokusumo bertapa untuk menjalankan wangsit yang datang padanya.
Dalam kitab Cabolek karya Ngabehi Yosodipuro yang ditulis pada abad 18,
Sultan Agung mendapat dua wangsit, pertama bahwa ia akan menjadi
penguasa tanah Jawa sehingga mendorongnya berjalan ke arah barat
Kotagede hingga sampai di Pegunungan Menoreh, keduia bahwa ia harus
melakuykan tapa kesatrian agar bisa menjadi penguasa.
Menuju pertapaan lain, anda akan melihat pemandangan yang berbeda pula.
Di puncak Sariloyo yang terletak 200 meter barat pertapaan Suroloyo,
anda akan melihat Gunung Sumbing dan Sindoro dengan lebih jelas.
Sebelum mencapai pertapaan itu, anda bisa melihat tugu pembatas
propinsi DIY dengan Jawa Tengah yang berdiri di tanah datar Tegal
Kepanasan. Dari pertapaan Sariloyo, bila berjalan 250 meter dan naik ke
pertapaan Kaendran, anda akan dapat melihat pemandangan kota Kulon
Progo dan keindahan panati Glagah.
Usai melihat pemandangan di ketiga pertapaan, anda bisa berkeliling
wilayah Puncak Suroloyo dan melihat aktivitas penduduk di pagi hari.
Biasanya, mulai sekitar pukul 5 pagi penduduk sudah berangkat ke sawah
sambil menghisap rokok linting. Bila anda berjalan di dekat para
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
penduduk itu, aroma sedap kemenyan akan menyapa indra penciuman sebab
kebanyakan pria yang merokok mencampur tembakau linting dengan kemenyan
untuk menyedapkan aroma.
Selain memiliki pemandangan yang mengagumkan, Puncak Suroloyo juga
menyimpan mitos. Puncak ini diyakini sebagai kiblat pancering bumi (pusat
dari empat penjuru) di tanah Jawa. Masyarakat setempat percaya bahwa
puncak ini adalah pertemuan dua garis yang ditarik dari utara ke
selatan dan dari arah barat ke timur Pulau Jawa. Dengan mitos, sejarah
beserta pemandangan alamnya, tentu tempat ini sangat tepat untuk
dikunjungi pada hari pertama di tahun baru.
D. Wanagama
Tekad seorang srikandi masa kini bernama Oemi
Han'in mampu mengubah lahan kritis bukit kapur menjadi hutan hijau.
Sebuah mahakarya reboisasi yang telah membuat Pangeran Charles
berkunjung ke Wanagama dan meninggalkan kenang-kenangan di sana.
Wanagama meliputi empat desa di Kecamatan Patuk dan Playen, Gunung
Kidul, yang berjarak tempuh satu jam perjalanan menggunakan kendaraan
bermotor. Sepanjang perjalanan berjarak 35 kilometer tersebut, kita
dapat melihat pemandangan indah kota Yogyakarta dari ketinggian. Sampai
di perempatan lampu merah setelah Rest Area Bunder, terdapat plang
penunjuk jalan dengan tulisan Wanagama dan panah kanan. YogYES kemudian
berbelok ke kanan menyusuri jalan yang mengecil namun tetap beraspal.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Gapura bertuliskan Hutan Wanagama seolah memberitahu pengunjung bahwa
mereka telah tiba di hutan yang mulai dibangun sejak 1964 ini.
Menghijaukan lahan kritis
Menyusuri Wanagama di masa sekarang, kita tak akan menyangka bahwa
dahulunya tempat ini tandus dan gersang. Sebuah keadaan yang disebabkan
oleh penebangan liar.
Keprihatinan akan kritis dan tandusnya lahan tersebut menggerakkan
beberapa akademisi dari Fakultas Kehutanan Gadjah Mada untuk
menghijaukannya. Dimulailah pekerjaan besar mereboisasi daerah yang
berjenis tanah mediteran coklat kemerahan tersebut.
Proyek penghijauan itu dipelopori oleh Prof. Oemi Hani'in Suseno dan
menggeliat sejak tahun 1964. Dengan bermodal uang pribadi, guru besar
peraih anugerah Kalpataru (penghargaan tertinggi di Indonesia untuk
urusan lingkungan) tersebut menanami Wanagama yang pada saat itu hanya
seluas 10 hektar.
Kegigihan Prof. Oemi dan rekan-rekannya menanami lahan kritis menarik
perhatian banyak pihak seperti pemerintah dan pecinta lingkungan.
Mereka saling bekerjasama untuk mewujudkan Wanagama sehingga berupa
hamparan hijau seluas 600 hektar seperti sekarang ini.
Miniatur hutan beragam tanaman
Hutan memang menawarkan sensasi kembali ke alam yang kental. Hal itu
pula yang bisa didapat saat berwisata ke Wanagama. Di Wanagama kita
seperti sedang berada di miniatur hutan yang berisikan banyak tanaman
dari berbagai daerah.
Terdapat barisan jenis pepohonan yang akan menemani perjalanan
menyusuri hijaunya Wanagama. Dimulai oleh pohon akasia, pohon penghasil
bubur kayu yang menjadi primadona banyak perusahaan HTI (Hutan TanamanSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Industri) di Indonesia. Dilanjutkan dengan pohon kayuputih, tanaman
yang terkenal dengan minyak atsiri-nya yang berkhasiat untuk
menghangatkan badan.
Selain itu ada juga barisan pohon pinus (Pinus merkusii). Deretan pohon yang
banyak ditemukan di Sumatera bagian tengah ini cukup meneduhkan kala
matahari bersinar dengan teriknya.
Wanagama masih memiliki banyak pepohonan, misalnya eboni (Diospyros
celebica) Si Kayu Hitam dari Sulawesi, cendana (Santalum album) Si Pohon
Wangi, murbei (Morus Alba) dan jati (Tectona grandis).
Selain tanaman, Wanagama juga memiliki keindahan lain berupa tiga
aliran air yakni Sungai Oya, Sendang Ayu, dan Banyu Tibo. Ketiganya
menawarkan kesegaran dan kesejukan saat lelah menghampiri setelah
mengelilingi Wanagama.
Peninggalan Pangeran Charles di Gunung Kidul
Wanagama memiliki satu pohon yang membuat tempat wisata ini mendunia.
Tanaman itu adalah jati (Tectona grandis) yang ditanam Pangeran Charles
saat berkunjung ke Wanagama pada tahun 1989. Konon terdapat hubungan
unik antara pohon yang terkenal dengan sebutan Jati Londo ini dengan
pernikahan Pangeran Charles dan Putri Diana. Saat bertinggi 1 m, pohon
ini mengering berbarengan dengan pengumuman perpisahan pasangan
Kerajaan Inggris tersebut. Entah apakah si pohon jati ikut berduka atas
perceraian penanamnya.
Selain Jati Londo, Pangeran Charles juga meninggalkan rute yang menjadi
favorit para pengunjung Wanagama. Rute tersebut berawal dari Wisma
Cendana dan berakhir di Bukit Hell. Jalan menuju bukit itu hanya
sepanjang 50 meter yang di kanan kirinya terdapat banyak pohon cendana.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Jati adalah salah satu jenis pohon yang paling banyak terdapat di
Wanagama. Tanaman ini terkenal karena keawetan dan kekuatannya.
Kelebihan jati amat terkenal hingga diwaspadai oleh angkatan laut
Kerajaan Inggris. Manual kelautan Inggris menyarankan untuk menghindari
kapal jung Tiongkok yang terbuat dari jati karena dapat merusak baja
kapal marinir Inggris jika berbenturan (Wikipedia).
Wanagama dan Masyarakat sekitar
Wanagama tak hanya menjadi tempat tumbuh dan hidup berbagai jenis
pepohonan, namun juga tempat bergantung hidup masyarakat sekitarnya.
Masyarakat dan Wanagama bermitra serta menjalin hubungan yang saling
menguntungkan kedua belah pihak.
Beternak sapi merupakan mata pencarian sebagian besar masyarakat
sekitar Wanagama. Masyarakat diperbolehkan menanam rumput kalanjana di
sela-sela lahan kosong Wanagama. Rumput tersebut menjadi makanan bagi
sapi-sapi milik warga. Sebagai timbal baliknya, Wanagama mendapat pupuk
kandang yang berasal dari kotoran ternak.
Selain itu, terdapat pula beberapa anggota masyarakat yang berjualan
madu. Madu didapat dari peternakan lebah yang terdapat di sebelah timur
laut Wanagama. Sama seperti rumput kalanjana, peternakan lebah juga
berada di tengah rimbun lahan Wanagama. Stok madu biasanya berlimpah
saat musim hujan, karena pada saat itu bunga bermekaran. Jika ingin
membawa madu sebagai buah tangan, cukup mengeluarkan sekitar Rp 80.000
per botolnya.
Mengelilingi Wanagama memang cukup meletihkan, namun semua sebanding
dengan kepuasan yang didapat. Kita akan terkagum dengan mahakarya
reboisasi ini.
2.8. WISATA ZIARAH
A. Dusun Mlangi
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Kampung Mlangi akan menyapa ketika anda haus
kebutuhan spritual lewat masjid yang berusia ratusan tahun hingga
pesantren yang legendaris.
Jalan beraspal yang kanan kirinya ditumbuhi pohon kelapa akan ditemui
bila berjalan ke arah utara melewati ring road barat Yogyakarta. Melaju
mengikuti arah jalan itu, anda akan sampai ke sebuah dusun bernama
Mlangi, tepatnya di sebuah masjid bernama Jami' Mlangi. Sekeliling
masjid itu berupa kompleks pemakaman dengan yang paling terkenal adalah
makam Kyai Nur Iman.
Nama Mlangi tak lepas dari sosok Kyai Nur Iman yang sebenarnya adalah
kerabat Hamengku Buwono I, bernama asli Pangeran Hangabehi Sandiyo.
Kisahnya, Nur Iman yang sudah lama membina pesantren di Jawa Timur
diberi hadiah berupa tanah oleh Hamengku Buwono I. Tanah itulah yang
kemudian dinamai 'mlangi', dari kata bahasa Jawa 'mulangi' yang berarti
mengajar. Dinamai demikian sebab daerah itu kemudian digunakan untuk
mengajar agama Islam.
Masjid Jami' Mlangi adalah bangunan paling legendaris di dusun ini
karena dibangun pada masa Kyai Nur Iman, sekitar tahun 1760-an. Meski
telah mengalami renovasi dan beberapa perubahan, arsitektur aslinya
masih dapat dinikmati. Diantaranya adalah gapura masjid dan dinding
sekitar masjid yang didesain seperti bangunan di daerah Kraton. Di
dalam masjid yang oleh warga sekitar disebut "Masjid Gedhe" itu juga
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
tersimpan sebuah mimbar berwarna putih yang digunakan sejak Kyai Nur
Iman mengajar Islam.
Makam Kyai Nur Iman dapat dijangkau dengan melewati jalan di sebelah
selatan masjid atau melompati sebuah kolam kecil yang ada di sebelah
tempat wudlu. Makam itu terletak di sebuah bangunan seperti rumah dan
dikelilingi cungkup dari bahan kayu. Makam itu selalu ramai sepanjang
tahun, terutama pada tanggal 15 Suro yang merupakan tanggal wafatnya
Kyai Nur Iman dan bulan Ruwah. Hanya pada bulan ramadan saja makam itu
agak sepi. Biasanya, para peziarah membaca surat-surat Al-Qur'an dengan
duduk di samping atau depan cungkup makam.
Berkeliling ke dusun Mlangi, anda akan menjumpai setidaknya 10
pesantren. Diantaranya, sebelah selatan masjid pesantren As-Salafiyah,
sebelah timur Al-Huda, dan sebelah utara Al-Falakiyah. Pesantren As-
Salafiyah merupakan yang paling tua, dibangun sejak 5 Juli 1921 oleh
K.H. Masduki. Mulanya, As-Salafiyah bukanlah pesantren, hanya komunitas
yang belajar agama di sebuah mushola kecil. Komunitas itu lantas
berkembang menjadi pesantren karena banyak yang berminat. Meski
bangunannya tak begitu besar, pesantren ini memiliki 300-an santri dan
menggunakan metode mengajar yang tak kalah maju dengan sekolah umum.
Keakraban penduduk dengan Islam bukan sesuatu yang dibuat-buat.
Buktinya dapat dilihat dari cara berpakaian penduduk. Di Mlangi, para
lelaki biasa memakai sarung, baju muslim, dan peci meski tidak hendak
pergi ke masjid. Sementara hampir semua perempuan di dusun ini
mengenakan jilbab di dalam maupun di luar rumah. Pengamalan ajaran
Islam seolah menjadi prioritas bagi warga Mlangi. Konon, warga rela
menjual harta bendanya agar bisa naik haji.
Meski banyak warga punya kesibukan dalam mendalami agama Islam, tak
berarti mereka tidak maju dalam hal duniawi. Dusun Mlangi sejak lama
dikenal sebagai salah satu penghasil tekstil terkemuka, hanya jenis
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
produknya saja yang berubah sesuai perkembangan jaman. Pada tahun 1920-
an, usaha tenun dan batik cetak marak di kampung ini hingga tahun 1965-
an. Usaha itu mulai pudar sejak batik sablon menguasai pasar dan harga
kain bahan batik terus meningkat. Akhirnya, hanya tersisa beberapa
pengusaha batik, diantaranya Batik Sultan agung yang juga mulai meredup
akhir 1980-an. Kini, usaha yang sedang berkembang adalah celana batik,
peci, jilbab, net bulutangkis, dan papan karambol.
Setiap Ramadan, dusun ini selalu ramai dengan ritual ibadah yang
dijalankan warganya. Mulai dari tadarus, pengajian anak-anak, dan
sebagainya. Tak sedikit pula masyarakat dari luar Mlangi yang datang
untuk 'wisata' agama, semacam pesantren kilat. Nah, bila anda ingin
berkunjung ke Mlangi, inilah saat yang tepat. Sepanjang siang selama
bulan Ramadhan, anda juga akan melihat betapa akrab anak-anak bermain
petasan.
B. Gereja Ganjuran
Gereja Ganjuran yang berdiri tahun 1927 bukanlah
sekedar tempat tepat untuk merenung, tapi juga tempat yang menawarkan
kesempatan bertemu Yesus yang global dalam wajah lokal, yang mengenakan
surjan dan mendengarkan gamelan.
Gereja Hati Kudus Yesus Ganjuran, demikian nama lengkapnya, bisa
dijangkau dengan mengendarai kendaraan bermotor sejauh kurang lebih 20
km dari pusat kota Yogyakarta. Pemandang sawah yang hijau dan pohon
serupa cemara akan menyambut anda begitu memasuki Desa Ganjuran, tempat
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
gereja ini berdiri. Mengunjungi gereja ini, anda akan mengetahui
tentang sejarah gereja dan inkulturasi Katolik dengan budaya Jawa,
terakhir mendapatkan ketenangan hati.
Kompleks gereja Ganjuran mulai dibangun pada tahun 1924 atas prakarsa
dua bersaudara keturunan Belanda, Joseph Smutzer dan Julius Smutzer.
Gereja ini merupakan salah satu bangunan yang didirikan sejak dua
bersaudara itu mulai mengelola Pabrik Gula Gondang Lipuro di daerah
tersebut pada tahun 1912. Bangunan lain yang didirikan adalah 12
sekolah dan sebuah klinik yang menjadi cikal bakal Rumah Sakit Panti
Rapih.
Pembangunan gereja yang dirancang oleh arsitek Belanda J Yh van Oyen
ini adalah salah satu bentuk semangat sosial gereja (Rerum Navarum)
yang dimiliki Smutzer bersaudara, yaitu semangat mencintai sesama,
khususnya kesejahteraan masyarakat setempat yang kebanyakan menjadi
karyawan di Pabrik Gula Gondang Lipuro yang mencapai masa keemasan pada
tahun 1918 - 1930.
Dalam perkembangannya, kompleks gereja ini disempurnakan dengan
pembangunan candi yang dinamai Candi Hati Kudus Yesus pada tahun 1927.
Candi dengan teras berhias relief bunga teratai dan patung Kristus
dengan pakaian Jawa itu kemudian menjadi pilihan lain tempat
melaksanakan misa dan ziarah, selain di dalam gereja, yang menawarkan
kedekatan dengan budaya Jawa.
Berjalan keliling gereja, anda akan menyadari bahwa bangunan ini
dirancang dengan perpaduan gaya Eropa, Hindu dan Jawa. Gaya Eropa dapat
ditemui pada bentuk bangunan berupa salib bila dilihat dari udara,
sementara gaya Jawa bisa dilihat pada atap yang berbentuk tajug, bisa
digunakan sebagai atap tempat ibadah. Atap itu disokong oleh empat
tiang kayu jati, melambangkan empat penulis Injil, yaitu Matius,
Markus, Lukas dan Yohanes.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Nuansa Jawa juga terlihat pada altar, sancristi (tempat menyimpan
peralatan misa), doopvont (wadah air untuk baptis) dan chatevummenen
(tempat katekis). Patung Yesus dan Bunda Maria yang tengah menggendong
putranya juga digambarkan tengah memakai pakaian Jawa. Demikian pula
relief-relief pada tiap pemberhentian jalan salib, Yesus digambarkan
memiliki rambut mirip seorang pendeta Hindu.
Anda yang ingin berziarah bisa menuju tempat pengambilan air suci yang
berada di sebelah kiri candi. Setelah mengambil air suci, anda bisa
duduk bersimpuh di depan candi dan memanjatkan doa permohonan. Prosesi
ibadah diakhiri dengan masuk ke dalam candi dan memanjatkan doa di
depan patung Kristus. Beberapa peziarah sering mengambil air suci dan
memasukkannya dalam botol, kemudian membawa pulang air itu setelah
didoakan.
Bila ingin mengikuti misa dalam bahasa Jawa dan nyanyian lagu yang
diiringi gamelan, anda bisa datang ke gereja ini setiap hari kamis
hingga Minggu pukul 5.30, setiap malam Jumat pertama, setiap malam
Natal dan setiap Sabtu Sore pukul 17.00. Misa dalam bahasa Jawa itu
digelar di pelataran candi, kecuali misa harian setiap pukul 5.30 yang
diadakan di dalam gereja.
Usai melaksanakan ibadah atau ziarah, sempatkanlah untuk berbincang
dengan warga setempat untuk mengetahui sejarah tentang Ganjuran
sendiri, tempat gereja ini berdiri. Dalam Babad tanah Jawa, Ganjuran
adalah sebuah wilayah Alas Mentaok yang dinamakan Lipuro. Tempat itu
dahulu sempat digunakan Panembahan Senopati untuk bertapa dan
direncanakan menjadi pusat kerajaan Mataram, namun batal.
Perubahan nama menjadi Ganjuran sendiri berkaitan dengan kisah
percintaan Ki Ageng Mangir dan Rara Pembayun yang diasingkan oleh
Mataram. Kisah cinta dua orang tersebut yang kemudian mengilhami
penciptaan tembang Kala Ganjur, berarti tali pengikat dasar manusia
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
dalam mengarungi kehidupan bersama dengan dasar cinta. Nah, dari nama
tembang tersebutlah desa yang dulu bernama Lipuro itu berubah menjadi
Ganjuran.
Jika anda mau berbincang dengan penduduk setempat, akan banyak lagi
cerita yang bisa digali, misalnya alasan dibatalkannya Lipuro menjadi
pusat kerajaan Mataram, alasan pengasingan Ki Ageng Mangir dan Roro
Pembayun dan sebagainya.
C. Mesjid Kotagede
Masjid Kotagede yang usianya lebih tua dibanding
Masjid Agung Kauman memiliki perangkat unik berupa mimbar khotbah
dengan ukiran indah, bedug yang usianya sudah ratusan tahun, serta
tembok berperekat air aren.
Berkelana ke Kotagede tidak akan lengkap jika tidak berkunjung ke
Masjid Kotagede, bangunan tempat ibadah islam yang tertua di
Yogyakarta. Bangunan itu merupakan tempat yang seringkali hanya
dilewati ketika wisatawan hendak menuju kompleks pemakaman raja
Mataram, padahal pesona bangunannya tak kalah menarik. Tentu, banyak
pula cerita yang ada pada setiap piranti di masjid yang berdiri sekitar
tahun 1640-an ini.
Sebelum memasuki kompleks masjid, akan ditemui sebuah pohon beringin
yang konon usianya sudah ratusan tahun. Pohon itu tumbuh di lokasi yang
kini dimanfaatkan untuk tempat parkir. Karena usianya yang tua,
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
penduduk setempat menamainya "Wringin Sepuh" dan menganggapnya
mendatangkan berkah. Keinginan seseorang, menurut cerita, akan
terpenuhi bila mau bertapa di bawah pohon tersebut hingga mendapatkan
dua lembar daun jatuh, satu tertelungkup dan satu lagi terentang.
Berjalan mendekat ke arah kompleks masjid, akan ditemui sebuah gapura
yang berbentuk paduraksa. Persis di bagian depan gapura, akan ditemui
sebuah tembok berbentuk huruf L. Pada tembok itu terpahat beberapa
gambar yang merupakan lambang kerajaan. Bentuk paduraksa dan tembok L
itu adalah wujud toleransi Sultan Agung pada warga yang ikut membangun
masjid yang masih memeluk agama Hindu dan Budha.
Memasuki halaman masjid, akan ditemui sebuah prasasti yang berwarna
hijau. Prasasti bertinggi 3 meter itu merupakan pertanda bahwa Paku
Buwono pernah merenovasi masjid ini. Bagian dasar prasasti berbentuk
bujur sangkar dan di bagian puncaknya terdapat mahkota lambang
Kasunanan surakarta. Sebuah jam diletakkan di sisi selatan prasasti
sebagai acuan waktu sholat.
Adanya prasasti itu membuktikan bahwa masjid Kotagede mengalami dua
tahap pembangunan. Tahap pertama yang dibangun pada masa Sultan Agung
hanya merupakan bangunan inti masjid yang berukuran kecil. Karena
kecilnya, masjid itu dulunya disebut Langgar. Bangunan kedua dibangun
oleh raja Kasunanan Surakarta, Paku Buwono X. Perbedaan bagian masjid
yang dibangun oleh Sultan Agung dan Paku Buwono X ada pada tiangnya.
Bagian yang dibangun Sultan agung tiangnya berbahan kayu sedangkan yang
dibangun Paku Buwono tiangnya berbahan besi.
Bangunan inti masjid merupakan bangunan Jawa berbentuk limasan. Cirinya
dapat dilihat pada atap yang berbentuk limas dan ruangan yang terbagi
dua, yaitu inti dan serambi.
Sebuah parit yang mengelilingi masjid akan dijumpai sebelum memasuki
bangunan inti masjid. Parit itu di masa lalu digunakan sebagai saluranSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
drainase setelah air digunakan wudlu di sebelah utara masjid. Kini,
warga setempat memperbaiki parit dengan memasang porselen di bagian
dasar parit dan menggunakannya sebagai tempat memelihara ikan. Untuk
memudahkan warga yang ingin beribadah, dibuat sebuah jembatan kecil
yang terbuat dari kayu-kayu yang disusun berderet.
Pada bagian luar inti masjid terdapat bedug tua yang bersebelahan
dengan kentongan. Bedug yang usianya tak kalah tua dengan masjidnya itu
merupakan hadiah dari seseorang bernama Nyai Pringgit yang berasal dari
desa Dondong, wilayah di Kabupaten Kulon Progo. Atas jasanya memberikan
bedug itu, keturunan Nyai Pringgit diberi hak untuk menempati wilayah
sekitar masjid yang kemudian dinamai Dondongan. Sementara bedug
pemberiannya, hingga kini masih dibunyikan sebagai penanda waktu
sholat.
Sebuah mimbar untuk berkhotbah yang terbuat dari bahan kayu yang diukir
indah dapat dijumpai di bagian dalam masjid, sebelah tempat imam
memimpin sholat. Mimbar itu juga merupakan pemberian. Saat Sultan Agung
menunaikan ibadah haji, ia mampir ke Palembang untuk menjenguk salah
satu adipati di tempat itu. Sebagai penghargaannya, adipati Palembang
memberikan mimbar tersebut. Mimbar itu kini jarang digunakan karena
sengaja dijaga agar tidak rusak. Sebagai pengganti mimbar itu, warga
setempat menggunakan mimbar kecil untuk kepentingan ibadah sehari-hari.
Berjalan mengelilingi halaman masjid, akan dijumpai perbedaan pada
tembok yang mengelilingi bangunan masjid. Tembok bagian kiri terdiri
dari batu bata yang ukurannya lebih besar, warna yang lebih merah,
serta terdapat batu seperti marmer yang di permukaannya ditulis aksara
Jawa. Sementara tembok yang lain memiliki batu bata berwarna agak muda,
ukuran lebih kecil, dan polos. Tembok yang ada di kiri masjid itulah
yang dibangun pada masa Sultan agung, sementara tembok yang lain
merupakan hasil renovasi Paku Buwono X. Tembok yang dibangun pada masa
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Sultan agung berperekat air aren yang dapat membatu sehingga lebih
kuat.
Masjid yang usianya telah ratusan tahun itu hingga kini masih terlihat
hidup. Warga setempat masih menggunakannya sebagai tempat melaksanakan
kegiatan keagamaan. Bila datang saat waktu sholat, akan dilihat puluhan
warga menunaikan ibadah. Di luar waktu sholat, banyak warga yang
menggunakan masjid untuk tempat berkomunikasi, belajar Al Qur'an, dan
lain-lain.
D. Sendang Sono
Sendang Sono adalah tempat yang sarat cerita,
keindahan dan ketenangan. Anda bisa mengunjungi makam Sarikromo,
menikmati arsitekturnya yang meraih Aga Khan Awards dan berkirim surat
pada Tuhan di depan Gua Maria.
Sendang Sono bisa dijangkau setelah melewati jalan berliku di kaki
bukit Menoreh. Anda bisa memilih dua jalur jika ingin menjangkaunya
dari pusat kota Yogyakarta, melewati Jalan Godean hingga Sentolo
kemudian belok ke kanan, atau melewati Jalan Magelang hingga pertigaan
Pasar Muntilan kemudian belok ke kiri. Jaraknya sekitar 45 kilometer,
atau satu jam perjalanan dengan menggunakan kendaraan bermotor.
Sebuah pintu dengan dinding samping terbuat dari batu akan mengantar
anda masuk ke kompleks ziarah yang luas, terbagi atas kapel-kapel
kecil, lokasi Jalan Salib, Gua Maria, pendopo, sungai dan tempat
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
penjualan perlengkapan ibadah. Udara sejuk akan menyapa anda begitu
memasuki kompleks ziarah, tak heran sebab kompleks ini ditumbuhi banyak
pepohonan.
Sendang Sono dinamai berdasarkan letaknya. Sendang berarti mata air,
sementara Sono berarti pohon sono, sehingga nama itu menunjukkan bahwa
sendang ini terletak di bawah pohon sono. Sendang beserta pohon sono
dapat dijumpai dengan berbelok ke kanan dari pintu masuk, sayangnya
anda tak bisa melihat sendang dengan leluasa karena bilik sendang kini
ditutup dengan kotak kaca.
Sebelum tahun 1904, sendang ini lebih dikenal dengan nama Sendang
Semagung, berfungsi sebagai persinggahan para bhikku yang ingin menuju
daerah Boro, wilayah sebelah selatan Sendang Sono. Namun, sejak 20 Mei
1904 atau kedatangan Pastur Van Lith dan pembaptisan 173 warga
Kalibawang menggunakan air sendang, tempat ini mulai berubah fungsi
sebagai tempat ziarah umat Katholik.
Memasuki kapel utama di kompleks ziarah ini, anda bisa mengenang
peristiwa pembaptisan yang terjadi 102 tahun lampau itu, sebab di kapel
itu terdapat sebuah relief yang menggambarkan prosesi pembaptisan.
Sementara memasuki Kapel bunda Maria dan Kapel Para Rasul, anda akan
mengingat perjuangan Bunda Maria dan 12 rasul pertama Kristus.
Jika ingin mengenang perjuangan salah satu warga penggerak komunitas
Katholik Sendang Sono, anda bisa menuju ke pemakaman di dekat Kapel
bunda Maria. Di sana, anda akan menemukan makam Barnabas Sarikromo,
sahabat baik Pastur Van Lith yang juga menjadi salah satu warga yang
dibaptis pada tahun 1904 dan ditetapkan sebagai katekis pertama di
daerah tersebut.
Sarikromo yang dilahirkan pada tahun 1874 bisa dikatakan seorang yang
menerima rahmat karena senantiasa mendekatkan diri pada Tuhan. Ketika
muda, ia menderita sakit kaki yang sulit disembuhkan. Dalam doa danSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
janjinya untuk mengabdikan diri pada Tuhan jika kakinya disembuhkan, ia
bertemu dengan Pastur Van Lith yang kemudian membantu pengobatannya ke
seorang bruder hingga sembuh.
Jalan salib pendek bisa menjadi pilihan ibadah untuk mengenang
kesengsaraan Kristus memanggul kayu Salib. Di setiap pemberhentian
jalan salib itu, anda bisa menyalakan lilin sekaligus berdoa dan
mengingat peristiwa-peristiwa penting dalam perjalanan Kristus menuju
Bukit Golgota, seperti saat kristus jatuh dua kali saat memanggul kayu
salib, saat Veronica mengusap wajah Kristus dengan sapu tangannya
hingga saat akhir menjelang kematian Kristus.
Berdoa di depan Gua Maria yang terletak di belakang pohon sono juga
bisa menjadi pilihan untuk mencari ketenangan batin. Banyak orang
memanjatkan doa dengan bersimpuh dan menyalakan lilin di depan gua ini.
Anda bahkan bisa menuliskan permohonan atau curahan hati anda dalam
secarik kertas, lalu memasukkannya dalam pot tempat pembakaran surat
agar Tuhan menerimanya. Asal tahu, patung Bunda Maria yang ada di
kompleks ini didatangkan khusus dari Spanyol.
Selain menenangkan diri dan berdoa, anda juga bisa menikmati keindahan
arsitektur kompleks yang dirancang oleh Y.B Mangunwijaya Pr dan meraih
Aga Khan Awards ini. Anda bisa duduk santai di pendopo sanbil menikmati
bangunan sekeliling yang didominasi bahan batu, atau berdiri di
jembatan kecil sambil menikmati indahnya sungai yang mengalir di
bawahnya.
Saat hendak pulang, jangan lupa mengambil air sendang dengan cara
menuju keran-keran air yang terdapat di sisi kanan sungai. Membawa
pulang air sendang dan meminumnya, dipercaya dapat mendatangkan berkah.
Dengan membawa air sendang itu, tentu perenungan dan permohonan yang
disampaikan selama ibadah akan lebih komplit.
E. Sendang SriningsihSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Sendang Sriningsih yang ditemukan tahun 1934
adalah tempat ziarah Katholik di Prambanan, kawasan yang terkenal
dengan objek wisata religius Hindu Budha. Gua Maria dan air sendang
yang bertuah akan menjadi perantara rahmat Tuhan.
Kecamatan prambanan yang selama ini lebih dikenal dengan objek wisata
candi yang sarat nuansa Hindu-Budha ternyata juga mempunyai objek
wisata lain yang sarat nuansa Kristiani. Sendang Sriningsih salah
satunya, tempat ziarah berupa mata air abadi dan Gua Maria yang
terletak di Gayamharjo, antara Bukit Ijo dan Mintorogo. Bisa dijangkau
dengan kendaraan bermotor, berjalan ke selatan setelah sampai di
pertigaan pertama setelah Candi Prambanan.
Riwayat Sendang Sriningsih dimulai pada tahun 1934, ketika seorang
Jesuit bernama D Hardjosuwondo SJ yang ditugaskan di Dusun Jali
berkunjung ke sendang yang dulu masih bernama Sendang Duren. Terpesona
oleh aura spiritualnya, ia kemudian membangun lokasi sekitar sendang
itu menjadi tempat ziarah dan kemudian menamai ulang sendang menjadi
Sendang Sriningsih, artinya perantara rahmat Tuhan pada umatnya.
Begitu sampai, anda bisa langsung memulai proses ibadah dengan
mengikuti rute jalan salib. Rute itu dirancang berupa tangga-tangga
yang menanjak ke atas, kurang lebih panjangnya 900 meter. Seperti di
rute jalan salib umumnya, di sepanjang jalan itu terdapat relief-relief
yang menceritakan perjalanan Yesus memanggul kayu salib. Selama
mengikuti rute itu pula, anda juga bisa memanjatkan doa.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Jalan Salib diakhiri ketika anda sampai di pertigaan kecil, berbelok ke
kanan dan menjumpai sebuah salib besar dengan patung Yesus terpaku di
kayu salib. Lokasi tempat salib itu berdiri dinamai persisi seperti
nama bukit tempat Yesus disalibkan, yaitu bukit Golgota. Anda bisa
menyalakan lilin di bawah salib dan memanjatkan doa. Cukup banyak orang
yang berdoa di tempat ini ketika YogYES berkunjung.
Jika ingin menuju ke lokasi sendang dan Gua Maria, anda bisa berbelok
ke kiri dari pertigaan kecil tersebut. Sendang Sriningsih, menurut
cerita sudah menjadi danau bawah tanah, sekarang bagian pinggirnya
telah disemen dan bagian atasnya ditutup dengan seng untuk menjaga
kebersihan air. Jika ingin mengambil air sendang, anda bisa menyalakan
kran air yang ada di sebelah kanan belik sendang. Konon, air sendang
ini bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Gua Maria setinggi empat meter tempat peziarah biasa berdevosi terletak
di sebelah kanan sendang. Cukup luas tempat bagi peziarah untuk berdoa
dan cukup sejuk karena berada di bawah pohon besar. Saat menjelang
Natal, seperti saat YogYES berkunjung, cukup banyak peziarah yang
berdoa di Gua Maria ini. Biasanya, para peziarah datang berombongan
bersama keluarga atau teman sekolah.
Berjalan ke kiri dari Gua Maria dan naik ke atas, anda bisa memandang
Salib berukuran besar yang di belakangnya tertulis tertier millenium,
sebuah lambang pergantian millenium. Sementara bila anda menatap ke
depan, anda bisa melihat pemandang bukit yang hijau dan perkampungan
yang ada di sekelilingnya. Bila lelah, anda bisa beristirahat di
pendopo yang tersedia sambil menikmati sejuknya udara di sendang
tersebut.
Ritual ibadah di sendang ini diselenggarakan sembilan kali setahun
setiap malam Jumat Kliwon, hari keramat dalam masyarakat Jawa. Saat
itu, digelar doa dan misa dengan jumlah peziarah mencapai 3000 orang.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Ritual ibadah di malan Jumat Kliwon itu sekaligus menunjukkan adanya
perpaduan budaya Jawa dan budaya Katolik di wilayah itu.
Salah satu daya tarik lain sendang ini sehingga ramai dikunjungi adalah
air sendang yang bertuah dan dianggap bisa memberi keselamatan dan
membebaskan dari penyakit.
2.9. WISATA OLAHRAGA & PETUALANGAN
A. Extreme Yogyakarta
Berada dalam jangkauan awan panas Merapi, di tengah arus Sungai Progo
yang menggila, menerobos kedalaman bumi di Gua Jomblang, merayap di
tebing karang Pantai Siung, dan medan off road lereng Merapi adalah
lima tempat berpetualang paling maut di Jogja.
Yogyakarta tidak hanya dikenal dengan Malioboro, Keraton, dan budaya
Jawanya yang khas. Yogyakarta juga mempunyai berbagai tempat yang
sangat menantang untuk para penggiat olahraga dan wisata ekstrem, dari
gemuruh Sungai Progo yang dahsyat hingga Gua Jomblang yang tenang
tetapi menyeramkan. YogYES bersama beberapa penggiat olahraga dan
wisata ekstrem ini akan mengulasnya untuk Anda.
Sungai Progo Bawah yang Benar-Benar Ganas
Gemuruh sungai besar ini pasti akan membuat hati para rafter berdebar-
debar. Gelombang air sungai yang cukup tinggi dan arus yang cukup deras
membuat jantung siapa saja akan berdegup lebih kencang. Airnya yang
berwarna coklat tua benar-benar tampak buruk dan tidak bersahabat.
Debit airnya naik turun dengan cepat seiring besar kecilnya curah hujan
di hulu sungai. "Sungai Progo dalam hal ini Sungai Progo Bawah memang
ganas apalagi di bulan Februari ketika debit air sedang tinggi-
tingginya. Tak jarang terjadi banjir bandang yang berbahaya
bagi rafter yang sedang mengarungi sungai ini," demikian dituturkan oleh
Adit dari Palapsi (Pecinta Alam Fakultas Psikologi UGM) yang memang
jago di olahraga arung jeram.Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Pria berperawakan kurus ini menambahkan bahwa skipper atau kapten kapal
harus lebih sering berteriak untuk mengomando rekan-rekannya setiap
akan melewati jeram yang hampir semuanya terhitung ganas. Bahkan
terkadang harus diperlukan pengintaian jeram agar kapal dapat tepat
memasuki jeram, meloloskan diri, dan tidak terjebak di dalamnya. Perahu
yang terbalik pun adalah hal yang wajar dan ombak-ombak besar setinggi
tiga meteran juga menjadi pemandangan yang sangat biasa. Sungai yang
mempunyai grade atau tingkat kesulitan I-V ini memang menegangkan dan
pastinya akan membuat darah mengalir lebih kencang.
Sungai yang berhulu di Jumprit di daerah Gunung Sindoro ini juga
mempunyai Jeram Boedhil yang sangat ganas. Sungai ini adalah tempat
meninggalnya empat orang penggiat arung jeram di tahun 80-an. Siapa
saja yang berniat mengarungi sungai ini meskipun memakai pelampung
tetap harus bisa berenang. Skipper juga haruslah orang yang berpengalaman
mengarungi sungai-sungai yang sekelas.
Meskipun terkesan menyeramkan tetapi bagi penggiat olahraga arung jeram
atau yang memang menyukai tantangan, sungai ini akan memberikan
kepuasan yang luar biasa dalam berpetualang. Perjalanan atau dalam
bahasarafting disebut trip dimulai dari Jembatan Klangon dan berakhir di
Dekso dengan panjang rute 25 km yang ditempuh selama 4 jam. Untuk
mencoba petualangan ini bisa menghubungi Sekretariat Palapsi UGM,
Fakultas Psikologi UGM, Jalan Tevisia, Kompleks UGM, Bulaksumur. Kontak
: Adit +62 81227464424 atau Fredy +62 85643482929.
Angkernya Gua Jomblang
Bukan perkara mudah untuk mencapai dasar gua vertikal sedalam 40 meter.
Tetapi bagi mereka yang bernyali dan menyukai tantangan, tentu hal ini
menjadi keasyikan tersendiri. Orang yang awam dengan gua vertikal harus
mendapat kursus SRT (Single Rope Technique), yaitu teknik menuruni dan
menaiki medan vertikal dengan lintasan tali, karena hanya dengan
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
menuruni tali, gua seperti ini dapat ditelusuri. "Tetapi kalau memang
benar-benar berani ya langsung turun saja, meskipun tetap kita
dampingi," ujar Uci dari ASC Jogja (Acintyacunyata Speleological Club),
klub pecinta alam yang khusus berpetualang di gua-gua.
Tali dan alat pengaman yang akan digunakan untuk menuruni gua harus
dipastikan benar-benar dalam keadaan aman. Memang terkesan ribet tetapi
sebenarnya itu adalah prosedur standar yang mesti harus dilakukan. Uci
yang telah terbiasa keluar masuk gua ini menyatakan bahwa tidak ada
kesalahan sedikitpun dalam aktivitas alam ini. Benar-benar kegiatan
yang beresiko tetapi mengasyikan. Gua Jomblang yang mempunyai mulut gua
cukup lebar ini terletak daerah Semanu, Gunung Kidul, Yogyakarta.
Di dasar gua terdapat hutan kecil yang cukup lebat. Sebuah fenomena
yang menakjubkan karena lingkungan sekitar Gua Jomblang adalah tanah
kapur yang tandus. Dari dasar gua perjalanan dapat dilanjutkan memasuki
lorong Gua Jomblang menuju Gua Grubug. Sebuah gua vertikal yang
mempunyai rongga yang besar dengan mulut gua yang kecil. Gua ini
mempunyai sungai bawah tanah dengan debit air yang cukup besar. Tepat
pada jam 12 siang, mulut gua akan membentuk tiang cahaya dari sinar
matahari yang masuk tegak lurus ke dalam gua. Benar-benar pemandangan
yang sangat indah dan spektakuler.
Menuruni Gua Grubug memang lebih menantang karena caver akan menuruni
gua dengan tali yang berputar-putar setinggi lebih dari 50 meter. Kedua
gua ini memang mempunyai kisah yang menyeramkan karena menjadi tempat
pembantaian aktivis PKI di tahun 60-an. Selain itu sampai tahun 90-an
di Gua Grubug masih ditemukan mayat korban penembakan misterius yang
sengaja dimasukkan ke dalam gua. Diduga mayat-mayat itu adalah para
penjahat yang sudah tidak mempan lagi dipenjara.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Untuk menikmati ketegangan penelusuran gua ini dapat menghubungi ASC
Jogja, Jalan Kusumanegara 278 Yogyakarta. Telepon +62 274 328117, +62
81392544165 (Uci).
Merayap di Tebing Karang Pantai Siung
Tebing yang terjal dengan kemiringan 90 derajat bukanlah sesuatu yang
menakutkan bagi para climber. Justru tebing-tebing yang belum banyak
dipanjat orang dan sulit ditaklukan adalah tebing-tebing yang lebih
diminati. Bagaimana strategi pemanjatan, teknik-teknik yang digunakan,
hingga kesulitan-kesulitan yang dialami semisal dalam pembukaan jalur
menjadi tantangan tersendiri bagi setiap climber yang mendaki tebing-
tebing Pantai Siung.
Deburan ombak dan tiupan angin yang menderu-deru akan menambah semangat
dan gairah para climber untuk menaklukan tebing-tebing di pantai ini.
Angin yang bertiup kencang sedikit banyak mempengaruhi proses
pemanjatan. Meskipun demikian memanjat tebing-tebing Pantai Siung
memang menjadi pengalaman tersendiri. Di tengah-tengah jalur
pemanjatan climber akan melihat keindahan pantai berpasir putih yang
mempunyai batu-batu raksasa. Pemandangan indah ini akan
menjadi setting pemanjatan di pantai ini. Robert Antonius, salah
seorang climber Jogja, mengatakan bahwa di pantai ini tidak sekedar
memanjat tebing tetapi juga menikmati serunya pemanjatan dan indahnya
pemandangan.
Pantai Siung di kawasan pantai selatan Gunung Kidul mempunyai banyak
tebing yang dapat digunakan untuk pemanjatan dengan tingkat kesulitan
yang bervariasi. Total ada 250 jalur yang dapat digunakan untuk
pemanjatan. Tebing-tebing ini pada tahun 2005 pernah digunakan untuk
event Asian Climbing Gathering yang melibatkan ratusan pemanjat tebing
Asia.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Selain di Pantai Siung, Yogyakarta juga mempunyai tebing-tebing lain
yang tidak kalah menantang dan mempunyai karakteristik yang beragam,
seperti Tebing Bedoyo di kawasan kapur Semanu (Gunung Kidul), Tebing
Samigaluh di dataran Tinggi Menoreh (Kulon Progo), dan Tebing
Parangendog di Pantai Parantritis. Meskipun demikian, tebing Pantai
Siung adalah yang paling menarik dan menantang. Bahkan menurut Robert
Antonius, Pantai Siung ini adalah surganya para pemanjat tebing. Untuk
mencoba tantangan ini Anda dapat menghubungi Robert Antonius, Wonocatur
329 RT.05/24, Banguntapan, Yogyakarta. Telepon: +62 81578777240.
Off Road di Kemiringan Lereng Merapi
Berada di dalam mobil 4x4 yang nyaris terguling memang menegangkan,
apalagi ketika mobil di posisi medan yang miring dan terjal. Tidak
hanya driver yang darahnya berdesir kencang, semua yang terlibat dalam
penjelajahan ini pasti akan dibuat lebih tegang. Adrenalin mengalir
deras sementara otak juga berpikir keras dan cepat agar mobil segera
melewati rintangan dan kesulitan yang menghadang.
Kaki gunung Merapi di sebelah selatan adalah medan off road yang bisa
digolongkan ekstrem. Track yang bervariasi dengan hutan, lereng terjal,
dan sungai berbatu dapat membuat mobil terjebak dan mungkin harus
membutuhkan pertolongan mobil lainnya. Demikian diungkapkan oleh
Basyori Buyung, pengelola Dian Wisata yang biasa membawa wisatawan
melalui track di lereng selatan Merapi.
"Selain track-nya yang menantang, lereng selatan Merapi juga mempunyai
pemandangan alam dan suasana pedesaan yang sangat eksotis. Wisatawan
dapat menikmati kehangatan masyarakat pedesaan dan berbagai kearifan
budaya masyarakat desa," tambah Buyung lagi.
Wisata Off Road memang menegangkan tetapi juga mengasyikan. Dalam
keadaan mobil terjebak, wisatawan juga aktif terlibat menarik mobil
atau membuat jalur agar mobil dapat keluar. Mobil Jeep Willys dipilihSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
karena kendaraan jenis ini telah terbukti dan teruji di berbagai medan
dan kondisi. Selain berkesan klasik, mobil ini juga sangat tangguh di
medan off road.
Untuk mencoba serunya menginjak pedal gas di track lereng Merapi bagian
selatan, anda dapat menghubungi Dian Wisata yang menyajikan paket Jogja
Fun Off Road Tour, dijamin "berangkat bersih pulang kotor", demikian
petuah sakti dari Basyori Buyung yang telah berpengalaman dalam off
road tour ini. Untuk mencoba petualangan seru ini anda dapat
menghubungi Dian Wisata, Jalan Sukoharjo No. 3E Condong Catur,
Yogyakarta. Telepon +62 274 889429 atau langsung dengan Basyori Buyung
+62 811250229
"Mendidih" di Puncak Merapi
Butuh lebih dari sekedar keberanian untuk berada di kubah pasir yang
begitu dekat dengan mulut kawah gunung Merapi. Tetapi juga perhitungan
matang dan kecermatan dalam membaca situasi gunung yang masih aktif
ini. Berada persis di Puncak Garuda, puncak tertinggi di Gunung Merapi
adalah petualangan bagi mereka yang benar-benar berani dan bernyali.
Para penggiat Mermounc (Merbabu Mountaneer Club) Jogja adalah para
pemburu Merapi yang tidak hanya pemberani tetapi juga telah memahami
berbagai kondisi Merapi. Demikian diungkapkan oleh Pak Buyung, salah
satu anggota Mermounc yang cukup senior.
Bila dinyatakan dalam keadaan aman, gunung Merapi memang bersahabat.
Para pendaki dapat menikmati keindahannya dari puncak gunung setinggi
2914 meter ini. Meskipun demikian, Gunung Merapi, yang merupakan gunung
berapi paling aktif di dunia ini, sewaktu-waktu dapat memuntahkan lahar
dan awan panas yang memang menjadi ciri dari gunung ini.
Letusan dahsyat terakhir Merapi terjadi pada tahun 1994 ketika beberapa
desa di lereng selatan Merapi hangus karena semburan awan panas yang
juga terkenal dengan sebutan wedhus gembel. Letusan yang cukup besar jugaSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
terjadi pada tahun 2006 dengan korban dua orang relawan yang meninggal
di bungker yang hancur karena terjangan awan panas Merapi. Konon gunung
ini juga meletus dengan sangat hebat pada tahun 1006, yang
mengakibatkan candi-candi besar seperti Borobudur dan Prambanan
mengalami kerusakan dan Kerajaan Mataram Hindu harus berpindah ke Jawa
Timur.
Meskipun berbahaya, banyak orang justru ingin melihat dari dekat
aktivitas Merapi yang memang sangat menarik. Karakteristik Merapi
sebagai gunung berapi yang sangat aktif tidak menyurutkan niat dan
nyali orang untuk mengamatinya dari jarak yang sangat dekat. Beberapa
penggiat Mermounc sampai hari ini masih aktif naik turun Gunung Merapi,
baik yang sekedar meneruskan hobi naik gunung hingga mengantar tamu
yang ingin melihat dari dekat kedahsyatan Merapi.
B. Citra Elo
Perlu kegiatan wisata yang asyik dan seru
bersama keluarga dan rekan? Mari menikmati sensasi wisata sambil
bertualang bersama kami. Arung jeram, outdoor games (airsoft games,
paintball, flying fox), management training dan riverside restaurant.
CitraElo adalah perusahaan resmi dan profesional penyelenggara jasa
wisata dan pelatihan minat khusus yang telah beroperasi sejak tahun
1999. Layanan yang diadakan oleh perusahaan ini adalah arung jeram,
outdoor games, management training dan riverside restaurant.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Seluruh layanan CitraElo dipusatkan di Base Camp CitraElo yang asri dan
nyaman, terpisah dari keramaian oleh akses masuk khusus sejauh 600 m
dan dikelilingi oleh area persawahan dan sungai. Base Camp ini dapat
dicapai dengan kendaraan dari Candi Mendut (5 menit), Candi Borobudur
(10 menit), Kota Magelang (20 menit) dan Kota Yogyakarta (40 menit).
Base Camp CitraElo dilengkapi oleh berbagai fasilitas, seperti: Main
lobby, Riverside restaurant, Sarana kebersihan, Bungy tower, Bungy
pool, Open space, Tempat parkir luas serta Keamanan internal.
CitraElo mengemas arung jeram dalam bentuk paket wisata yang aman dan
nyaman, sehingga dapat diikuti oleh berbagai kalangan dengan tidak
mensyaratkan kemampuan berenang bagi pesertanya. Dengan komitmen untuk
tetap mempertahankan predikat Zero Accident, CitraElo menyediakan
perlengkapan dan peralatan yang memenuhi standar keamanan internasional
yang wajib dikenakan oleh seluruh peserta, serta RiverGuide yang handal
dan sarat pengalaman yang akan mendampingi peserta selama pengarungan.
Paket wisata arung jeram dapat dipilih sesuai dengan minat dan
kemampuan peserta:
ELO TRIP (Sungai Elo, Magelang)
Ideal untuk Family & Corporate Gathering serta Pelatihan
Tingkat kesulitan: Pemula (Grade I - III+)
Panjang lintasan: 12,5 km (ditempuh dalam ± 2,5 - 3 jam)
Jadwal trip: Tiap hari (Trip I: 08.00, Trip II: 13.00)
Tarif: Rp. 750.000 per boat (1 boat untuk maksimal 5 peserta)
SERAYU TRIP (Sungai Serayu, Banjarnegara)
Ideal untuk wisata arung jeram yang lebih menantang
Tingkat kesulitan: Menengah (Grade II - IV+)
Panjang lintasan: 24 km (ditempuh dalam ± 3 jam)
Jadwal trip: sesuai pemesanan (One-Day Trip, dimulai pukul 07.00)
Tarif: Rp. 1.500.000 per boat (1 boat untuk maksimal 5 peserta)
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
LOWER PROGO TRIP (Sungai Progo, Kulon Progo)
Ideal untuk adrenaline rush yang ekstrim
Tingkat kesulitan: Mahir (Grade III - V+)
Panjang lintasan: 8 km (ditempuh dalam ± 45 menit)
Jadwal trip: sesuai pemesanan (dimulai pukul 08.00)
Tarif: Rp. 1.500.000 per boat (1 boat untuk maksimal 4 peserta)
Cakupan layanan CitraElo Rafting:
Asuransi.
Sewa peralatan dan perlengkapan arung jeram + RiverGuide
Welcome Tea
1x Snack ringan saat Trip Break
1x Makan setelah pengarungan
Transport lokal dari finish ke start point
Pemakaian sarana kebersihan
Sertifikat
Khusus untuk Serayu Trip ada 1x makan pagi dan transport ekonomi Base
Camp CitraElo - Banjarnegara pp.
CitraElo melayani paket-paket kegiatan lainnya seperti outdoor games
(airsoft games, paintball, flying fox) dan outdoor management training.
Tersedia pula Riverside Restaurant dengan spesialisasi menu
tradisional. Silakan hubungi kami untuk informasi lebih detail.
C. Merapi Golf
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Bersantai bermain golf di ketinggian 800 meter
di atas permukaan laut, dengan iklim sempurna dan pemandangan alam yang
segar ke arah Gunung Merapi dan pedesaan Yogyakarta serta Samudera
Hindia, sungguh memberi manfaat besar untuk dicoba.
Lapangan dengan 18 hole, 6370 meter par 72 terletak 30 menit berkendara
dari kota kuno Yogyakarta. Rancangan LAPANGAN GOLF MERAPI yang
mempesona sungguh merupakan mahakarya lapangan golf, yang diciptakan
oleh master lapangan golf: Thomson, Woverride & Perret.
Perpaduan keindahan alam dan kesegaran cuaca pegunungan, lansekap
berbukit-bukit yang menantang dengan bebatuan gunung yang telah berumur
berjuta-juta tahun menjadikan lapangan golf ini sebagai salah satu
lapangan yang paling menarik di Jawa Tengah dan tak mudah dilupakan.
Masing-masing hole dirancang dan ditempatkan dengan hati-hati dan lain
dari yang lain dengan kesulitannya tersendiri, menyajikan ujian yang
hebat untuk clubbing.
Lingkungan yang tenang dan damai, pemandangan yang indah menakjubkan,
menjadikan para pegolf menikmati permainan dan tentu saja tidak akan
melewatkan lapangan yang menantang ini. Lapangan ini sungguh menjadi
tempat para pecinta golf bermain tanpa gangguan udara panas ataupun
polusi.
Green Fee:
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Senin s/d
Kamis:
Rp. 300.000 +
Pajak 10%
Jumat &
Minggu:
Rp. 600.000 +
Pajak 10%
Sabtu & Hari
Libur:
Rp. 650.000 +
Pajak 10%
Canddy Fee :Rp. 35.000 +
Pajak 10%
Golf Car :Rp. 200.000 +
Pajak 10%
Rent
Club/Stick:
Rp. 200.000 +
Pajak 10%
Rent Shoes :Rp. 50.000 +
Pajak 10%
Paket Golf JOGLOSEMAR Rp. 275.000
Harga sudah termasuk: Green fee, caddy fee, golf cart
No rain check
Uang paket tidak dapat ditarik kembali
Tidak berlaku untuk hari libur nasional
Memiliki KTP JOGLOSEMAR dan sekitarnya
Bersedia untuk di foto copy
Rent Car:
Kijang /
Xenia:
Rp. 100.000 + Tax 10%
(sekali jalan)
L 300 :Rp. 150.000 + Tax 10%
(sekali jalan)
D. Selokan Mattaram
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Bila anda dibesarkan sebagai "orang kota",
menyusuri Selokan Mataram bisa menjadi petualangan kecil yang
menyenangkan untuk menikmati pemandangan sawah nan hijau,
penggembala, off road dan menyeberangi Kali Krasak sambil memanggul
sepeda.
Pada masa penjajahan Jepang, banyak rakyat Indonesia dikirim ke
berbagai daerah untuk dijadikan tenaga kerja paksa atau romusha. Mereka
dipaksa untuk membangun beragam infrastruktur yang mendukung
kepentingan militer Jepang melawan Sekutu. Rakyat yang
menjadi romusha sangat menderita, tidak diberi makan yang cukup dan
diperlakukan dengan kejam sehingga banyak yang tewas.
Hal ini membuat Sri Sultan Hamengku Buwono IX prihatin dan berusaha
menghindarkan warga Yogyakarta dari kewajiban menjadi romusha. Beliau
lalu memerintahkan rakyatnya membangun saluran irigasi sepanjang 30 km,
dari Sungai Progo ke Sungai Opak, dan menolak rakyatnya
dijadikan romusha dengan alasan tenaga mereka masih dibutuhkan untuk
menyelesaikan proyek itu. Saluran yang semula bernama Kanal Yoshiro itu
sekarang dikenal sebagai Selokan Mataram dan hingga kini masih
menjalankan fungsinya untuk mengairi belasan ribu hektar sawah.
Menyusuri saluran irigasi bersejarah ini dengan menggunakan sepeda
motor atau MTB (sepeda gunung) menjanjikan pengalaman yang menyenangkan
bila dilakukan pada bulan Oktober - Mei, karena bulan Juni - September
biasanya selokan ini dikeringkan untuk memutus siklus hama.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Start yang sempurna adalah dari perempatan MM UGM di Jalan Kaliurang.
Dari sini, ada dua pilihan rute. Pertama, menyusuri Selokan Mataram ke
arah barat hingga bertemu hulunya di Sungai Progo, Dusun Ancol,
Kabupaten Magelang. Kedua, menyusuri Selokan Mataram ke arah timur
hingga berakhir di Sungai Opak, Kalasan. Memulai perjalanan pada pagi
hari, kurang lebih pukul 06.00 WIB, adalah yang paling menyenangkan
sebab udara masih sejuk, sinar matahari belum terik dan banyak
aktivitas masyarakat agraris yang bisa dilihat.
Ke Arah Barat
Bila memilih berjalan ke arah barat, setelah melewati Ring Road barat
pemandangan sawah nan hijau akan segera menyapa. Jangan lupa untuk
menoleh sebentar ke arah timur ketika matahari mulai tinggi. Matahari
tampak bersinar cerah di atas sawah hijau dan pohon kelapa, bayangannya
tampak di permukaan air selokan yang mengalir tenang. Sore hari,
kadang-kadang beberapa mahasiswa pecinta alam berlatih mendayung kano
di sini.
Setelah berjalan sejauh 16 kilometer, anda akan memasuki Dusun
Barongan. Di sini, perjalanan akan serupa dengan off road, sebab anda
harus melewati jalan setapak yang becek dan licin, perlu hati-hati agar
tak tergelincir. Di kanan-kiri tampak pintu air yang menghubungkan
selokan dengan sawah penduduk sekitar. Anda akan menyadari bahwa aliran
selokan ini merupakan urat nadi pertanian di Kabupaten Sleman,
Yogyakarta.
Selama "off road" ini pula, YogYES sempat merasakan beberapa pengalaman
menyenangkan, seperti saat menyaksikan penduduk sekitar
sedang angon (menggembala) bebek, kerbau, dan kambing. Setelah melalui
perjalanan melelahkan di lintasan tanah sepanjang kurang lebih 1
kilometer, anda akan menemui jalan buntu, terhalang Kali Krasak yang
membentuk cerukan sedalam 5 meter. Bila sebelumnya selokan akan melalui
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
jembatan yang melintas di atas sungai, di sini jembatan itu tidak ada.
Lalu lewat mana selokan tersebut mengalir? Ternyata turun ke bawah,
mengalir lewat saluran di bawah tanah, lalu naik lagi di seberangnya,
hebatnya adalah tak ada pompa sama sekali! Hukum fisika bahwa permukaan
air akan selalu rata digunakan di sini. Karena tak ada jembatan, anda
harus berputar arah melewati jalan aspal bila mengendarai sepeda motor.
Bila menggunakan sepeda gunung, anda bisa mencoba pengalaman
mengasyikkan melintasi kali yang airnya dangkal ini dengan memanggul
sepeda gunung.
Kurang lebih 5 kilometer dari Kali Krasak, anda akan sampai di dusun
Ngluwar. Dan anda lagi-lagi akan kebingungan sebab aliran Selokan
Mataram seolah tiba-tiba saja menghilang. Tapi jangan dulu menyangka
bahwa anda telah sampai di hulu aliran, sebab aliran selokan sebenarnya
masih berlanjut, melewati terowongan di bawah desa. Mengagumkan bukan?
Dua kilometer di sebelah barat dusun itu, anda akan sampai di hulu
Selokan Mataram, yaitu Sungai Progo. Tampak bendungan kecil, bernama
Bendung Karang Talun, membendung aliran Sungai Progo. Air dari
bendungan itulah yang kemudian mengalir ke Selokan Mataram. Dari
Jembatan Ancol di atas bendungan itu, anda bisa mengagumi derasnya
aliran Sungai Progo yang juga digunakan sebagai arena arung jeram.
Perjalanan anda tuntas sudah di sini.
Ke Arah Timur
Pemandangan berbeda akan dijumpai bila memilih menyusuri selokan sesuai
arah alirannya, ke arah timur. Beberapa wilayah yang akan dilewati
adalah Gejayan, Depok, Maguwoharjo dan Kalasan. Nuansa perkotaan akan
lebih sering dijumpai dari Gejayan hingga Depok dengan banyaknya
bangunan dan warung kaki lima. Bila belum mengisi perut, tak ada
salahnya mampir di SGPC (sego pecel atau nasi pecel) Bu Wiryo di sebelah
utara Fakultas Peternakan UGM.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Sawah hijau baru akan dijumpai bila telah sampai di wilayah
Maguwoharjo. Di beberapa desa, anda pun harus melintasi jalan tanah
karena jalan aspal yang dibangun ternyata tak selalu searah dengan
aliran Selokan Mataram. Jalan tanah di wilayah timur ini umumnya kering
sehingga tak licin, tapi mesti tetap berhati-hari karena ruas jalan
yang sempit, salah-salah anda bisa tercebur ke selokan. Meski kalaupun
tercebur rasanya akan baik-baik saja, tapi malunya tentu tak
tertahankan.
Setelah sampai di wilayah Kalasan, anda bisa melihat panorama yang
mengesankan. Dari jalan tanah di sisi kanan selokan, anda bisa melihat
bagian tengah hingga puncak Candi Tara. Hamparan sawah dan pepohonan
tinggi menjadi latar depannya. Terdapat jalan aspal ke arah kanan bila
anda hendak mampir ke candi yang menjadi peninggalan kebudayaan Budha
tertua di Yogyakarta itu.
Dari sini, anda masih harus berjalan ke arah timur untuk sampai ke
hilir Selokan Mataram. Di tengah perjalanan, anda akan menjumpai
selokan mengalir di bawah rel kereta api. Kurang lebih 1 kilometer
kemudian, anda akan menemui hilir aliran Selokan Mataram. Tampak air
selokan mengalir deras ke bawah, bersatu dengan Sungai Opak yang
mengalir ke selatan menuju Samudra Indonesia. Pemandangan sekitar pun
cukup indah. Terlihat pohon-pohon tinggi tumbuh di tepian Sungai Opak.
Pemandangan itu menjadi pertanda akhir perjalanan menyusuri aliran
Selokan Mataram ke arah timur.
Menyenangkan dan Mengagumkan
Menyusuri aliran Selokan Mataram, selain memberi pengalaman
menyenangkan, akan membuat kita mengagumi perancangnya. Bagaimana
tidak, alirannya yang dari barat ke timur seakan "melawan" hukum alam
karena Gunung Merapi di utara Yogyakarta menyebabkan aliran sungai di
sini biasanya dari utara ke selatan yang lebih rendah. Selokan yang
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
melintas di atas belasan kali kecil dan melewati terowongan di bawah
Kali Krasak dengan memanfaatkan hukum fisika, telah puluhan tahun
memberi air bagi belasan ribu hektar sawah dan menjadi salah
satu landmark Yogyakarta.
2.10. WISATA KULINER
A. Bakmi Shibitsu
Bakmi Shibitsu menghadirkan pengalaman membisu
ganda saat mencicipnya. Penjual yang bekerja tanpa kata menyiratkan
etos kerja keras dan rasa bakmi yang sanggup membuat anda kehilangan
kata singgah ke lidah.
Jika anda adalah salah satu penggemar berat bakmi, ketika sedang berada
di Yogyakarta cobalah untuk mampir mengunjungi warung makan bakmi
Shibishu yang terletak di Jalan Raya Bantul No.106. Tempat ini dapat
ditempuh sekitar lima menit dari Malioboro, tepatnya 500 meter selatan
Pojok Beteng Kulon. Jangan terkecoh oleh namanya yang agak berbau
Jepang, bakmi ini dimiliki oleh orang Yogya asli dan sudah beroperasi
sejak 25 tahun lalu.Warung makan ini adalah yang paling banyak
dikunjungi dibandingkan warung-warung makan lain yang ada di
sekitarnya.
Selain keramaiannya tersebut pada awalnya saya cukup bingung dengan apa
yang akan saya temui di warung makan ini. Tempat ini terkenal dengan
nama 'bakmi bisu'. Ada beberapa pikiran iseng saya berkenaan dengan
istilah tersebut. Pertama, bakmi tersebut saking enaknya sehingga
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
ketika mencobanya, kita akan membisu alias tidak bisa berkata-kata.
Pikiran yang kedua, yang menjajakan bakmi ini alias si penjual adalah
orang yang tuna wicara atau bisu. Saat memesan satu porsi bakmi goreng
kepada seorang wanita paruh baya yang sedang meracik bumbu saya mengira
tebakan iseng saya yang kedua sudah gugur, karena si ibu tersebut
ternyata bisa bicara. Tapi kemudian pada akhirnya saya mengetahui satu
dari dua tebakan saya ada yang benar, begini cerita lengkapnya.
Selain memesan bakmi goreng, saya juga memesan teh manis hangat sebagai
pendamping makan. Saat menunggu pesanan tiba, perlahan saya mulai
mengerti salah satu alasan kenapa tempat ini terkenal dengan nama bakmi
bisu. Ternyata pelayan yang mendistribusikan pesanan ke para pelanggan
adalah seorang wanita tuna wicara (bisu). Ada satu orang lagi yang
membantu ibu peracik dan pemasak bakmi yang sepanjang pengamatan saya
juga 'membisu' atau tidak bicara sepanjang melakukan pekerjaannya
sebagai pengipas bara api di anglo.
Cukup lama pesanan saya tiba. Bisa dimaklumi karena warung ini hanya
menggunakan sebuah anglo berbahan bakar arang untuk memasak semua
pesanan pelanggannya. Sambil menunggu pesanan bakmi, suguhan yang
datang terlebih dahulu adalah teh manis hangat. Cukup berbeda dari
tempat lain yang menyajikan teh hanya dengan menggunakan gelas. Di sini
juga diberi tambahan sebuah teko kecil untuk jog jika air teh yang ada
di gelas sudah habis. Selain berbeda dalam penyajian, teh ini juga
berbeda dalam hal rasa jika dibandingkan dengan teh di tempat lain.
Sruputan pertama ketika mencecap teh ini meninggalkan sensasi
tersendiri. Jika boleh meminjam tag line sebuah produk teh, ini adalah
sensasi wasgitel (wangi, sepet, legi, dan kentel). Aroma yang keluar
dari panasnya kopi menimbulkan wangi aroma teh yang khas. Warna teh
yang coklat kehitaman menunjukkan kekentalan dan rasa sepet yang
membekas di ujung lidah. Kemudian dilengkapi dengan manis yang elegan
dari gula batu yang dicelupkan ke dalam teh. Sudah lama saya tidak
merasakan teh yang seperti ini. Terakhir, saya mencicipi teh yang enakSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
beberapa tahun yang lalu ketika melakukan penelitian sosial budaya di
daerah Tegal Utara.
Setelah hampir 20 menit menunggu akhirnya pesanan bakmi goreng saya
diantar oleh si wanita bisu. Tampilan bakmi goreng ini sekilas hampir
sama dengan bakmi di tempat lain, hanya saja warnanya lebih terang
sedikit mungkin karena tidak terlalu banyak menggunakan kecap. Bakmi
ini terbuat dari dua jenis mi, yakni mi kuning dan bihun. Kemudian
dilengkapi dengan potongan-potongan kecil daging ayam dan seledri.
Suapan pertama ketika mencoba bakmi bisu ini membuat saya hampir
kehilangan kata. Bumbu yang menyelimuti bakmi ini amat terasa tebal dan
meresap ke dalam mi. Sekilas rasa mi ini seperti agak berlebihan bumbu,
namun itu semua hilang ketika disusul oleh suapan-suapan selanjutnya.
Di meja penyajian juga disediakan cabe rawit yang sangat nikmat
jika diceplus berbarengan dengan mi. Hal yang tidak terlupakan dari makan
di bakmi bisu ini adalah ketika setelah selesai makan mi dilanjutkan
dengan teh panas wasgitel. Dua hal ini-mi dan teh- seakan saling
melengkapi dengan kelebihannya masing-masing untuk menjadikan
pengalaman wisata kuliner yang sulit dilupakan bagi anda. Pada
akhirnya, saya cukup senang karena dua tebakan saya di awal tulisan ada
yang benar. Bakmi Shibishu membuat saya kehilangan kata dan membisu
untuk sesaat karena kelezatannya.
B. Nasi Goreng Beringharjo
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Menikmati Nasi Goreng Beringharjo sama dengan
mendengar sepiring cerita seputar perpaduan budaya Jawa Cina di
Indonesia, terutama soal kuliner, bukan cuma kelezatannya saja.
Nasi Goreng Beringharjo, kini bisa dijumpai di Jalan Mataram, tepat di
pertigaan ketiga sebelah kiri jalan yang menuju ke pasar bersejarah di
Yogyakarta itu. Sebelum penghujung tahun 2004, tepatnya sebelum ada
pembersihan pedagang kaki lima di wilayah tersebut, nasi goreng itu
bisa ditemui di pertigaan menuju kawasan Shopping yang kini dirombak
menjadi Taman Pintar, Taman Budaya Yogyakarta dan Pusat Penjualan Buku.
Nasi goreng ini adalah salah satu yang pantas dicicipi sebab
kelezatannya telah diakui banyak orang dan dikenal sejak tahun 1960-an,
saat sang penjual memulai bisnisnya. Tak perlu menunggu lama jika
hendak mencicipinya, sebab penjual biasanya memasak nasi goreng
langsung dalam jumlah besar sehingga bisa dihidangkan dalam waktu
cepat. Anda bisa datang mulai pukul 18.00 WIB hingga sekitar pukul
23.00 WIB bila ingin mencicipinya, serta bisa memilih ingin duduk
lesehan atau di kursi yang tersedia.
Menyantap nasi goreng ini, anda akan merasa seperti mendengarkan
sepiring cerita tentang akulturasi Jawa Cina. Jenis masakan nasi goreng
sendiri misalnya, sebenarnya berasal dari daratan Cina yang kemudian
'bermigrasi' ke Indonesia. Mulanya, nasi goreng muncul dari tradisi
bangsa Cina yang tak ingin membuang nasi sisa, sehingga nasi tersebut
diolah dengan bumbu-bumbu yang tersedia, seperti bawang merah, bawang
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
putih dan kecap. Ketika bangsa Cina mulai berdatangan ke Indonesia,
masakan itu pun mulai dikenal oleh warga negara Indonesia dan berangsur
menjadi satu dengan masakan Indonesia sendiri.
Bukti akulturasinya adalah adanya berbagai variasi nasi goreng, mulai
nasi goreng ayam, nasi goreng sea food, nasi goreng kambing, bahkan
nasi goreng pete yang notabene bumbu khas Indonesia. Rasanya pun
bermacam-macam, ada yang lebih menonjolkan citarasa bawang putih, ada
pula yang menonjolkan citarasa bahan tambahannya, misalnya ayam. Nasi
goreng Beringharjo memilih memasak nasi goreng ayam dan babi.
Bicara tentang kecap sebagai salah satu bumbunya, itu pun menyimpan
cerita tentang penyesuaian bangsa Cina ketika tinggal di Jawa. Kecap,
sebenarnya bernama kie tjap, dibuat dari sari ikan yang
difermentasikan. Ketika bangsa Cina tinggal di Jawa dan menemukan bahwa
kedelai lebih murah dibandingkan ikan, bahan baku pembuatan kie tjap
pun diubah menjadi dari kedelai. Akibatnya, kie tjap pun tidak lagi
memiliki citarasa ikan, tetapi hanya berasa manis untuk kecap manis,
begitu pula nasi goreng. Citarasa bawang putih yang sangat kuat pun
juga menjadi ciri masakan-masakan yang berasal dari Cina.
Meski akibat akulturasi itu terdapat banyak sekali nasi goreng di
hampir setiap sudut gang, Nasi Goreng Beringharjo tetap memiliki
kekhasan. Proses memasak misalnya, tak seperti nasi goreng lain yang
memasak dalam jumlah kecil. Sekali masak, penjual bisa menuangkan nasi
sebanyak setengah bakul di wajan super besar yang telah diisi oleh
bumbu khusus. Disebut bumbu khusus karena ia tak lagi meracik di tempat
penjualan, tetapi sudah dalam bentuk campuran yang siap untuk
melezatkan nasi goreng.
Daging ayam atau babi ditambahkan pada saat nasi goreng telah ditaruh
dalam piring. Selain itu, ditambahkan pula beberapa iris tomat, kol,
daun seledri, telur dadar bulat dan acar sebagai pelengkap. Sepiring
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
nasi goreng berharga Rp 5.000,00 untuk daging ayam dan Rp 6.000,00
untuk daging babi. Karena lezat, banyak pengunjung memesan nasi dalam
porsi yang lebih besar, mulai dari 1,5 hingga 2 porsi langsung untuk
satu orang.
Rasa nasi goreng ini bisa dikatakan pas, tak terlalu manis juga tidak
terlalu asin. Aroma bawang putihnya tak begitu kuat namun tetap terasa.
Nah, bagaimana, tertarik mencicipinya? Selain nasi goreng, tersedia
juga bakmi dan bihun serta babi kecap yang tak kalah nikmat.
C. Pecel Baywatch
Jika saat mengunjungi Kasongan anda tiba-tiba
diserang lapar setelah seharian mencari kerajinan gerabah, tak perlu
panik karena Mbah Warno "Anderson" siap menyelamatkan anda dengan
'pecel Baywatch'.
Semula saya sempat bingung dengan julukan Pecel Baywatch yang disandang
oleh pecel Mbah Warno. Terlintaslah imajinasi nakal tentang sosok
penjual pecel yang mengenakan bikini seperti Mbak Pamela Anderson atau
setidaknya warung ini berada di pinggir pantai. Ternyata salah semua.
Beginilah cerita lengkapnya.
Warung Mbah Warno terletak di daerah Kasongan, tepatnya berada di jalan
menuju Gunung Sempu. Warung yang sudah berdiri sejak 35 tahun lalu ini
sangat sederhana. Papan nama warung pecel Mbah Warno ini hanya
berukuran 30 x 20 cm2 yang pasti terlewat jika tak benar-benar
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
memerhatikannya. Interior warung diisi oleh perabot yang fungsional dan
apa adanya. Hanya terdapat beberapa meja dan kursi kayu serta satu
dipan bambu. Di belakang meja tempat meletakkan dagangannya, terdapat
dapur berisikan beberapa anglo yang selalu mengepulkan asap. Sebuah
posisi yang tak disengaja sebenarnya, sebab dapur dalam konsep Jawa
biasanya terletak di bagian belakang. Mbah Warno meletakkan dapur di
bagian depan warung pasca gempa Mei 2006 yang meruntuhkan bangunan
rumahnya. "Belum punya uang untuk membangun dapur baru", ujarnya.
Mbah Warno menjajakan menu utama pecel dengan beragam lauk sebagai
pengiringnya. Mulai dari lele dan belut goreng kering, tahu bacem,
mangut belut (belut bersantan yang dibumbui cabai), hingga bakmi
goreng. YogYES memesan semuanya agar dapat merasakan aneka rasa masakan
Mbah Warno ini.
Sambil menunggu, pikiran saya melayang menelusuri asal-usul pecel yang
sama tidak jelasnya dengan soto. Banyak daerah di Jawa memiliki pecel
dengan ciri khasnya masing-masing, misalnya Pecel Madiun, Pecel Blitar,
Pecel Madura, Pecel Slawi dan lain-lain. Namun setidaknya, seorang
sejarawan Belanda bernama H.J Graaf pernah mengungkapkan bahwa ketika
Ki Ageng Pemanahan melaksanakan titah Sultan Hadiwijaya untuk hijrah ke
hutan yang disebut Alas Mentaok (sekarang Kotagede), rombongan beliau
disambut masyarakat di pinggir Sungai Opak dan dijamu dengan berbagai
jenis masakan, termasuk pecel.
Lamunan saya terputus saat pecel dan beberapa makanan pengiring tiba di
meja. Seporsi pecel, lele goreng, dan tahu bacem seolah menantang untuk
secepatnya dinikmati. Terdapat empat jenis sayuran dalam hidangan
berlumur bumbu kacang ini yakni daun bayam, daun pepaya, kembang turi
(Sesbania grandiflora), dan kecambah / taoge. Kita akan disergap rasa manis
dari bumbu kacang yang menggelitik lidah. Saat menguyah kembang turi
yang agak getir, rasa manis tadi berpadu sehingga menghasilkan
kelezatan yang sulit diungkapkan.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Pecel dengan kembang turi merupakan ciri khas pecel "ndeso". Jaman
sekarang sudah sulit untuk menemukan penjual pecel seperti ini. Konon
kembang turi memiliki khasiat meringankan panas dalam dan sakit kepala
ringan. Jadi tidak heran bila orang Jawa, India, dan Suriname (masih
keturunan Jawa juga sih, hehehe) sering menyantap kembang turi muda
sebagai sayuran.
Pecel akan bertambah nikmat jika ditambah dengan lele goreng atau tahu
bacem. Lele goreng di tempat ini dimasak hingga kering
sehingga crispy ketika digigit. Sedangkan tahu bacem yang berukuran cukup
besar dapat dinikmati sebagai cemilan bersama cabai rawit. Selain itu
juga terdapat hidangan lain seperti belut goreng dengan dua variasinya.
Pertama, belut goreng kering yang berukuran kecil dan belut goreng
basah yang lebih besar. Ada juga bakmi goreng dan mangut belut bagi
anda yang menggemari makanan pedas. Asap dari anglo menambah sensasi
rasa dari hidangan di warung ini.
Entah karena kenyang atau efek kembang turi, selesai makan kepala saya
terasa lebih cerdas dari biasanya. Sambil ngobrol ringan dengan Mbah
Warno dan asistennya, saya jadi paham kenapa pecel di tempat ini
dijuluki Pecel Baywatch. Hal itu karena Mbah Warno dan asistennya
selalu mengenakan sejenis baju yang disebut kaus kutang. Pakaian yang
sangat nyaman untuk dikenakan di tengah udara pedesaan Kasongan Bantul
yang kering dan panas.
Walau penjual pecel ada dimana-mana, Pecel Baywatch tetap menawarkan
sesuatu yang lain bagi anda. Sebuah kombinasi kelezatan makanan,
suasana pedesaan yang kental, dan keramahan Mbah Warno "Anderson".
2.11. MUSEUM & MONUMEN
A. Monumen Jogja Kembali (monjali)
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Dalam enam jam pasukan Belanda kocar-kacir.
Sebuah serangan yang menjadi awal kembalinya kedaulatan Republik
Indonesia.
Bunyi sirene tanda istirahat dibunyikan dari pos pertahanan Belanda. Di
bawah komando Letkol Soeharto, Komandan Brigade 10 daerah Wehrkreise
III, mulai menggempur pertahanan Belanda setelah mendapat persetujuan
dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX selaku penggagas serangan. Pasukan
Belanda yang satu bulan semenjak Agresi Militer Belanda II bulan
Desember 1948 disebar pada pos-pos kecil, terpencar dan melemah. Selama
enam jam Tentara Nasional Indonesia (TNI) berhasil menduduki Kota
Yogyakarta, setelah memaksa mundur pasukan Belanda. Tepat pukul 12.00
siang, sesuai dengan rencana, semua pasukan TNI menarik diri dari pusat
kota ketika bantuan Belanda datang. Sebuah kekalahan telak bagi pihak
Belanda.
Republik Indonesia Masih Ada
Pertempuran yang dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret inilah yang
menjadi awal pembuktian pada dunia internasional bahwa TNI masih
mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan serta menyatakan bahwa
Republik Indonesia masih ada. Hal ini terpicu setelah Pemerintah
Belanda yang telah menangkap dan mengasingkan Bung Karno dan Bung Hatta
ke Sumatera, memunculkan propaganda dengan menyatakan Republik
Indonesia sudah tidak ada.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Berita perlawanan selama enam jam ini kemudian dikabarkan ke Wonosari,
diteruskan ke Bukit Tinggi, lalu Birma, New Delhi (India), dan berakhir
di kantor pusat PBB New York. Dari kabar ini, PBB yang menganggap
Indonesia telah merdeka memaksa mengadakan Komisi Tiga Negara (KTN).
Dalam pertemuan yang berlangsung di Hotel Des Indes Jakarta pada
tanggal 14 April 1949 ini, wakil Indonesia yang dipimpin Moh. Roem dan
wakil Belanda yang dipimpin Van Royen, menghasilkan sebuah perjanjian
yang ditanda tangani pada tanggal 7 Mei 1949. perjanjian ini kemudian
disebut dengan perjanjian Roem Royen (Roem Royen Statement). Dalam
perjanjian ini Belanda dipaksa untuk menarik pasukannya dari Indonesia,
serta memulangkan Presiden dan Wakil Presiden, Soekarno-Hatta ke Jogja.
Hingga akhirnya pada tanggal 27 Desember 1949 secara resmi Belanda
menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia.
Makna Yang Tersirat dan Tersurat Dalam Tetengger Sejarah
Untuk mengenang peristiwa sejarah perjuangan bangsa, pada tanggal 29
Juni 1985 dibangun Monumen Yogya Kembali (Monjali). Peletakkan batu
pertama monumen setinggi 31,8 meter dilakukan oleh HB IX setelah
melakukan upacara tradisional penanaman kepala kerbau. Empat tahun
kemudian, tepatnya pada tanggal 6 Juli 1989, bangunan ini selesai
dibangun. Pembukaannya diresmikan oleh Presiden Suharto dengan
penandatanganan Prasasti.
Monumen yang terletak di Dusun Jongkang, Kelurahan Sariharjo, Kecamatan
Ngaglik, Kapubaten Sleman ini berbentuk gunung, yang menjadi perlambang
kesuburan juga mempunyai makna melestarikan budaya nenek moyang pra
sejarah. Peletakan bangunanpun mengikuti budaya Jogja, terletak pada
sumbu imajiner yang menghubungkan Merapi, Tugu, Kraton, Panggung
Krapyak dan Parang Tritis. " Poros Makro Kosmos atau Sumbu Besar
Kehidupan" begitu menurut Pak Gunadi pada YogYES. Titik imajiner pada
bangunan yang berdiri di atas tanah seluas 5,6 hektar ini bisa dilihat
pada lantai tiga, tepatnya pada tempat berdirinya tiang bendera.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Nama Monumen Yogya Kembali merupakan perlambang berfungsinya kembali
Pemerintahan Republik Indonesia dan sebagai tetengger sejarah ditarik
mundurnya tentara Belanda dari Ibukota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni
1949 dan kembalinya Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta
dan petinggi lainnya pada tanggal 6 Juli 1949 di Yogyakarta.
Replika Pesawat Hingga Ruang Hening
Memasuki area monumen yang terletak sekitar tiga kilometer dari pusat
kota Jogja ini, pengunjung akan disambut dengan replika Pesawat Cureng
di dekat pintu timur serta replika Pesawat Guntai di dekat pintu barat.
Menaiki podium di barat dan timur pengunjung bisa melihat dua senjata
mesin beroda lengkap dengan tempat duduknya, sebelum turun menuju
pelataran depan kaki gunung Monumen. Di ujung selatan pelataran berdiri
tegak sebuah dinding yang memuat 420 nama pejuang yang gugur antara 19
Desember 1948 hingga 29 Juni 1949 serta puisi Karawang Bekasi-nya
Chairil Anwar untuk pahlawan yang tidak diketahui namanya.
Monumen dikelilingi oleh kolam (jagang) yang dibagi oleh empat jalan
menuju bangunan utama. Jalan barat dan timur menghubungkan dengan pintu
masuk lantai satu yang terdiri dari empat ruang museum yang menyajikan
sedikitnya 1.000 koleksi tentang Satu Maret, perjuangan sebelum
kemerdekaan hingga Kota Yogyakarta menjadi ibukota RI. Seragam Tentara
Pelajar dan kursi tandu Panglima Besar Jenderal Sudirman yang masih
tersimpan rapi di sana. Di samping itu, ada juga ruang Sidang Utama,
yang letaknya di sebelah ruang museum I. Ruangan berbentuk lingkaran
dengan diameter sekitar 25 meter ini berfungsi sebagai ruang serbaguna,
karena biasa disewakan untuk keperluan seminar atau pesta pernikahan.
Sementara itu jalan utara dan selatan terhubung dengan tangga menuju
lantai dua pada dinding luar yang melingkari bangunan terukir 40 relief
yang menggambarkan peristiwa perjuangan bangsa mulai dari 17 Agustus
1945 hingga 28 Desember 1949. sejumlah peristiwa sejarah seperti
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
perjuangan fisik dan diplomasi sejak masa Proklamasi Kemerdekaan,
kembalinya Presiden dan Wakil Persiden ke Yogyakarta hingga pembentukan
Tentara Keamanan Rakyat tergambar di relief tersebut. Sedangkan di
dalam bangunan, berisi 10 diorama melingkari bangunan yang
menggambarkaan rekaan situasi saat Belanda menyerang Maguwo pada
tanggal 19 Desember 1948, SU Satu Maret, Perjanjian Roem Royen, hingga
peringatan Proklamasi 17 Agustus 1949 di Gedung Agung Yogyakarta.
Lantai teratas merupakan tempat hening berbentuk lingkaran, dilengkapi
dengan tiang bendera yang dipasangi bendera merah putih di tengah
ruangan, relief gambar tangan yang menggambarkan perjuangan fisik pada
dinding barat dan perjuangan diplomasi pada dinding timur. Ruangan
bernama Garbha Graha itu berfungsi sebagai tempat mendoakan para
pahlawan dan merenungi perjuangan mereka.
Selama ini perjuangan bangsa hanya bisa didengar melalui guru-guru
sejarah di sekolah, atau cerita seorang kakek pada cucunya. Monumen
Yogya Kembali memberikan gambaran yang lebih jelas bagaimana
kemerdekaan itu tercapai. Melihat berbagai diorama, relief yang terukir
atau koleksi pakaian hingga senjata yang pernah dipakai oleh para
pejuang kemerdekaan. Satu tempat yang akan memuaskan segala keingin
tahuan tentang perjalanan Bangsa Indonesia meraih kemerdekaan.
B. Museum Affandi
Museum affandi adalah seluruh bagian dari
kehidupan Affandi sebagai maestro seni lukis. Di wilayah tepi sungai
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Gajah Wong itu, Affandi hidup, berkarya, mentransformasikan ilmunya dan
bersemayam di rumah abadinya.
Mengunjungi Museum Affandi yang terletak di Jalan Raya Yogyakarta-Solo,
atau tepatnya tepi barat Sungai Gajah Wong, memberi kesempatan bagi
anda untuk menjejaki seluruh bagian berarti dari kehidupan Affandi.
Anda bisa melihat karya-karya agung semasa sang maestro hidup, karya
para pelukis lain yang ditampungnya, alat transportasi yang dipakainya
dahulu, rumah yang ditinggali hingga sebuah sanggar yang kini dipakai
untuk membina bakat melukis anak.
Kompleks museum terdiri dari 3 buah galeri dengan galeri I sebagai
tempat pembelian tiket dan permulaan tur. Galeri I yang dibuka secara
pribadi oleh affandi sejak tahun 1962 dan diresmikan tahun 1974 ini
memuat sejumlah lukisan Affandi dari awal berkarya hingga masa akhir
hidupnya. Lukisan yang umumnya berupa lukisan sktesa dan karya
reproduksi ini ditempatkan dalam 2 larik atas bawah dan memanjang
memenuhi ruangan berbentuk lengkung.
Masih di Galeri I, anda bisa melihat sejumlah barang berharga semasa
Affandi hidup. Di ujung ruangan, anda bisa melihat mobil Colt Gallan
tahun 1976 yang berwarna kuning kehijauan yang dimodifikasi sehingga
menyerupai bentuk ikan, juga sebuah sepeda onthel kuno yang tampak
mengkilap sebagai alat transportasi. Anda juga bisa melihat reproduksi
patung karyanya berupa potret diri bersama putrinya, Kartika.
Menuju Galeri II, anda bisa melihat sejumlah lukisan para pelukis, baik
pemula maupun senior, yang ditampungnya dalam museum. Galeri yang
diresmikan tahun 1988 ini terdiri dari dua lantai dengan lukisan yang
dapat dilihat dari sudut pandang berbeda. Lantai pertama banyak berisi
lukisan-lukisan yang bersifat abstrak, sementara lantai 2 memuat
lukisan dengan corak realis namun memiliki ketegasan.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Galeri III yang menjadi tujuan selanjutnya merupakan bangunan berbentuk
garis melengkung dengan atap membentuk pelepah daun pisang. Bisa
dikatakan, galeri berlantai 3 ini multifungsi, lantai pertama berfungsi
sebagai ruang pameran sekaligus lokasi "Sanggar Gajah Wong" tempat bagi
anak-anak untuk mengasah bakat melukis, lantai kedua sebagai ruang
perawatan dan perbaikan lukisan, sementara lantai bawah tanah sebagai
tempat menyimpan koleksi lukisan.
Tak jauh dari Galeri III, terdapat sebuah menara yang bisa digunakan
sebagai tempat melihat pemandangan. Anda bisa melihat panorama seluruh
bagian museum, Sungai Gajahwong hingga hiruk pikuk jalan raya. Turun
dan berjalan ke barat dari menara itu, anda bisa melihat rumah
berarsitektur unik yang digunakan Affandi sebagai tempat tinggal
bersama istri dan anak.
Rumah tersebut dibangun dengan konsep rumah panggung dengan tiang
penyangga utama berbahan beton dan tiang lain berbahan kayu. Atap rumah
berbahan sirap yang berbentuk pelepah daun pisang dan bangunannya
berbentuk lengkung. Lantai bawah rumah ini kini dipakai sebagai lokasi
Kafe Loteng, tempat penjuualan makanan dan minuman bagi para
pengunjung, sementara laintai atas rumah merupakan kamar pribadi
Affandi.
Di sebelah kiri rumah, terdapat sebuah gerobak yang kini berfungsi
sebagai mushola. Gerobak tersebut merupakan salah satu elemen pelengkap
kompleks rumah Affandi yang berfungsi sebagai tempat peristirahatan
istri Affandi, Maryati. Semula, Maryati menginginkan adanya sebuah
caravan yang banyak digunakan sebagai tempat tinggal berpindah bagi
orang Amerika. Affandi menyetujui konsep bangunan itu, namun dengan
wujud yang lebih meng-Indonesia, yaitu gerobak.
Sebelum pulang, anda bisa singgah di rumah abadi sang maestro yang
wafat 23 Mei 1990, berada di antara Galeri I dan II. Rumah abadi
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Affandi tersebut berdampingan dengan rumah abadi milik sang istri.
Halaman rumah abadi tersebut dihiasi oleh rimbunan pohon mawar.
Untuk berkunjung ke Museum Affandi, anda hanya perlu mengeluarkan biaya
Rp 10.000,00 sebagai tiket masuk untuk wisatawan domestik dan Rp
20.000,00 untuk wisatawan mancanegara, serta tambahan Rp 10.000,00
sebagai biaya tambahan bila ingin memotret.
C. Museum Kekayon
Sebuah rekaman sejarah bangsa Indonesia yang
berupa replika yang menandai setiap babak perkembangannya bisa
disaksikan di Museum Kekayon. Termasuk di dalamnya, sejarah kesenian
wayang yang mendunia.
Rekaman video yang menggambarkan sejarah bangsa Indonesia mungkin sudah
biasa disaksikan, tetapi rekaman berupa sejumlah replika yang
menguraikan sejarah Indonesia sejak jaman purba hingga proklamasi
kemerdekaan tentu jarang disaksikan, apalagi rekaman yang juga mencakup
sejarah kesenian wayang dari abad 6 hingga 20. Museum Kekayon
menyajikan rekaman yang langka itu di lokasi berdirinya, kurang lebih 1
km dari Ring Road Timur Wonosari.
Museum yang menggambarkan sejarah bangsa Indonesia sekaligus kesenian
wayang ini didirikan pada 23 Juli 1990 oleh Soedjono Prawirohadikusumo,
seorang dokter spesialis kesehatan jiwa. Ia mempercayai bahwa kesenian
wayang mampu mengantarkan seseorang memahami ilmu pengetahuan sekaligus
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
tata krama serta menuju kedewasaan, dalam arti seseorang dapat
mentransformasikan ilmunya pada generasi penerus.
Begitu memasuki halaman museum, anda sudah bisa memulai memutar rekaman
sejarah Indonesia itu. Di pojok kiri depan museum, terdapat kompleks
bangunan manusia purba yang menggambarkan asal muasal manusia
Indonesia. Tak jauh darinya, terdapat kompleks Austronesia,
menggambarkan masuknya peradaban baru ke Indonesia sehingga pertanian
dan perdagangan menjadi maju, terutama berkat kedatangan orang-orang
Cina.
Di bagian depan halaman museum, terdapat patung singa Borobudur,
menandai masuknya peradaban Hindu Budha abad 1 - 7 dengan Candi
Borobudur sebagai puncak keagungan kebudayaannya. Kompleks menara air
dengan atap berbentuk candi terletak di bagian kanan belakang museum,
menggambarkan kejayaan Majapahit yang berhasil mempersatukan hampir
seluruh wilayah Indonesia saat ini, bahkan hingga wilayah Malaysia dan
Thailand sekarang.
Simbol kemajuan peradaban Islam yang menjadi babak sejarah berikutnya
di Indonesia setelah kejayaan Hindu Budha dilambangkan oleh Menara
Kudus. Sementara, Kompleks Pancuran Bidadari yang berada di kiri tengah
museum melambangkan pengaruh bangsa Belanda yang menjajah Indonesia
selama 350 tahun. Kedua kompleks tersebut mencerminkan peristiwa-
peristiwa yang terjadi di Indonesia pada abad 16.
Satu babak perkembangan kesenian wayang juga dibuatkan replikanya,
berupa Gunungan Kartasura yang terletak di kiri belakang museum,
menggamabarkan penyempurnaan cerita wayang pada abad 18 oleh pujangga
Kraton Surakarta bernama Yododipuro dari Kakawin Ramayana menjadi Serat
Ramayana. Kompleks Baleranu Mangkubumi, Patung Jepang dan patung
Proklamasi melambangkan babak sejarah Indonesia sebelum kemerdekaan.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Memasuki ruangan museum yang terdiri dari 4 bagian, anda akan melihat
koleksi beragam jenis wayang yang dimiliki Soedjono. Terdapat koleksi
wayang yang usianya tertua, yaitu wayang purwa (pertama), yang
dipentaskan sejak masa kerajaan Kediri. Ragam wayang purwa yang
tersedia adalah jenis yang dibuat dari kulit kerbau dengan atau tanpa
dilengkapi aksesoris. Ruang 1 dan 2 adalah tempat penyiompanan koleksi
wayang itu.
Ruangan 3 menyimpan wayang jenis lain, misalnya Wayang Madya yang
muncul pada jaman Kediri-Majapahit, menceritakan era pasca perang
Bharatayudha. Sel;ain itu juga terdapat wayang gedhog yang memuat
cerita Dewi Candrakirana, wayang klithik yang mengisahkan Damarwulan
dan Minakjinggo, wayang Dupara yang menceritakan perjuangan Diponegoro
dan Wayang Suluh yang bercerita tentang perjuangan Indonesia mencapai
kemerdekaan.
Yang unik, museum ini juga memuat Wayang Kancil yang menceritakan si
kancil yang mencuri mentimun, sebuah cerita wayang yang diadaptasi
menjadi dongeng yang terkenal di kalangan orang tua dan anak. Terdapat
pula beragam jenis Wayang Golek yang berasal dari Jawa Barat, juga
patung beberapa tokoh pewayangan seperti Dewi Shinta dan Rahwana.
Di museum ini pula, anda bisa mencocokkan zodiak anda dengan tokoh-
tokoh dalam pewayangan dan meramal perwatakan anda lewat poster
seukuran A3 yang digantung, anda bisa membacanya dengan jelas. Ada pula
poster lain yang menggambarkan strategi perang yang dipakai ketika
Perang Barathayudha, baik oleh Pandawa maupun Kurawa, yang berhasil
diterapkan untuk menakhlukkan lawan. Beberapa strateginya adaladalah
strategi Sapit Urang dan Gajah.
Tak banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk mengunjungi museum ini,
hanya Rp 3.000,00 per pengunjung dan biaya tambahan Rp 2.000,00 jika
ingin memperoleh buku panduan. Sebelum berkeliling, anda akan disambut
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
pemandu yang akan menerangkan sejarah dan bagian-bagian museum.
Menjangkau museum ini pun cukup mudah, anda bisa memakai angkutan umum
berupa bis jurusan Jogja-Wonosari atau menggunakan taksi.
D. Museum Sasmitaloka
Berjiwa kebapakan, teguh pada prinsip dan
keyakinan, selalu mengedepankan kepentingan masyarakat banyak dan
bangsa. Dialah Panglima sekaligus Jenderal pertama dan termuda Republik
Indonesia.
"Anak-anakku, Tentara Indonesia, kamu bukanlah serdadu sewaan, tetapi prajurit yang
berideologi, yang sanggup berjuang dan menempuh maut untuk keluhuran tanah airmu.
Percaya dan yakinlah, bahwa kemerdekaan suatu negara yang didirikan di atas timbunan
runtuhan ribuan jiwa harta benda dari rakyat dan bangsanya, tidak akan dapat dilenyapkan
oleh manusia, siapapun juga" (Panglima Besar Jenderal Sudirman).
Kehidupan Sang Guru
Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga,
Karisidenan Banyumas menjadi saksi lahirnya seorang bocah kecil pada
hari senin pon tanggal 24 Januari 1916. Tangisnya merupakan tanda awal
lahirnya salah satu tokoh besar dalam revolusi Bangsa Indonesia.
Ayahnya Karsid Kartawiraji dan Siyem, ibu yang melahirkan sang bocah
memberikannya nama Sudirman. Sedangkan ayah angkatnya Raden Cokro
Sunaryo menambahkan nama Raden di depan nama Sudirman.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Menjalani pendidikan formal di Taman Siswa, lalu melanjutkan pendidikan
di HIK Muhammadiyah Solo. Pada tahun 1934 Raden Sudirman yang juga
aktif dalam Organisasi Kepanduan Islam Hizbul Wathon, menjadi Kepala
Sekolah Dasar Muhammadiyah di Cilacap. Sebagai Kepala Sekolah, beliau
bersikap terbuka, mau mendengarkan pendapat orang lain serta selalu
siap memberi jalan pemecahan terhadap setiap masalah yang timbul di
kalangan para guru. Selain menjadi Kepala Sekolah, beliau juga menjadi
tenaga pengajar di Sekolah Menengah Muhammadiyah Cilacap.
Perjalanan Menjadi Seorang Jenderal
Karir militer Pak Dirman (panggilan akrab Beliau sewaktu bergerilya)
diawali ketika mengikuti latihan perwira tentara Pembela Tanah Air
(PETA) di Bogor. Selesai mengikuti latihan, Pak Dirman diangkat menjadi
Daidancho (Komandan Daidan setara Batlyon) di Banyumas.
Beberapa bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, pasukan
Jepang dipaksa menyerahkan senjata kepada tentara Indonesia oleh pihak
sekutu. Ketidakrelaan Jepang menyerahkan inventaris negara, berubah
menjadi baku tembak yang menelan banyak korban dari kedua belah pihak.
Tetapi beda halnya dengan Banyumas. Berkat kearifan Pak Dirman (saat
itu telah diangkat menjadi Panglima Divisi V/Banyumas dengan pangkat
Kolonel) dalam berunding, tidak ada darah yang tertumpah dalam proses
penyerahan senjata. Atas segala jasa dan prestasinya, Pak Dirman yang
dinilai teguh hati, lemah lembut tutur katanya, dan bersikap kebapakan
dalam mengayomi para bawahan, terpilih menjadi Panglima Besar Tentara
Keamanan Rakyat (TKR) pada tanggal 12 Nopember 1945, dan dilantik pada
tanggal 18 Desember 1945, lewat pelantikan presiden.
Meski saat itu Pak Dirman masih sangat muda, dalam usia 29 tahun beliau
sudah mampu menjadi pemimpin yang cepat mengambil keputusan, serta
langsung ditindaki dengan tegas. Prestasinya mempersatukan berbagai
laskar ke dalam tubuh ketentaraan, pada tanggal 3 juni 1947, pangkat
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Jenderal tetap diembankan kepada Beliau setelah TKR menjadi TRI
(Tentara Republik Indonesia) sebelum akhirnya menjadi Angkatan Perang
Republik Indonesia (APRI)
Perjalanan Panglima Besar Jenderal Sudirman untuk menempati posisi
tertinggi APRI pada tanggal 3 Juni 1947 melewati banyak peperangan.
Mulai dari perang kemerdekaan melawan Jepang hingga mendesak mundur
pasukan Sekutu ke Semarang pada tanggal 15 Desember 1945 dari Ambarawa
(Palagan Ambarawa). Setelah menjabat Panglima Besar APRI, Jenderal
Sudirman tidak langsung berpangku tangan. Meski dalam keadaan sakit dan
harus ditandu oleh bawahannya, Beliau tetap bergerilya melawan Belanda.
Mulai dari Agresi Militer I hingga mengatur taktik perang pada Agresi
Militer II yang dilakoninya dengan berpindah-pindah. Perjalanan
marathon sejauh lebih dari 1000 km selama enam bulan itu akhirnya
berakhir dengan ditandatanganinya Perjanjian Roem Royen. Panglima Besar
ini akhirnya kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.
Sejarah Kediaman Sang Guru
Rumah yang terletak di Jalan Bintaran Wetan no.3 Yogyakarta, merupakan
bekas kediaman Panglima Besar Jenderal Sudirman yang sekarang menjadi
Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman. Sasmitaloka dalam
bahasa Jawa berarti tempat untuk mengingat, mengenang. Museum ini
merupakan tempat untuk mengenang pengabdian dan pengorbanan dari
Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Gedung yang dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda pada tahun
1890 ini memiliki mempunyai sejarah yang sangat panjang. Di awal
berdirinya, bangunan bersejarah ini diperuntukkan bagi pejabat keuangan
Pura Paku Alam VII, Tuan Winschenk. Pada masa penjajahan Jepang
bangunan dikosongkan dan barang-barangnya disita. Pada masa kemerdekaan
Republik Indonesia, dipakai sebagai Markas Kompi Tukul dari batalion
Suharto. Sejak tanggal 18 Desember 1945 sampai 19 Desember 1948,
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
menjadi kediaman resmi Jenderal Sudirman setelah menjadi Panglima
Tertinggi TKR. Selanjutnya saat Agresi Belanda II digunakan oleh
Belanda sebagai Markas IVG Brigade T dan setelah kedaulatan Republik
Indonesia tanggal 27 Desember 1949, berturut-turut digunakan sebagai
kantor Komando Militer Kota Yogyakarta, kemudian dipakai untuk asrama
Resimen Infantri XIII dan penderita cacat (invalid). Tanggal 17 Juni
1968 dipakai untuk Museum Pusat Angkatan Darat, sebelum akhirnya
diresmikan sebagai Museum Sasmitaloka Panglima Besar (Pangsar) Jenderal
Sudirman pada tanggal 30 Agustus 1982.
Menjelajahi Sasmitaloka
Memasuki Museum Sasmitaloka dari pintu utara, pengunjung akan melihat
Prasasti Pangsar Jenderal Sudirman. Sementara itu di halaman depan
bangunan induk Monumen Pangsar Jenderal Sudirman berdiri dengan
gagahnya. Monumen tersebut berupa patung Pak Dirman yang sedang
menunggangi kuda dengan tulisan di keempat sisinya. Salah satunya
seperti yang tertulis di awal artikel ini. Sementara di sisi utara
monumen terdapat satu senjata mesin, dan sebuah meriam di sisi
selatannya.
Bangunan induk memiliki tiga pintu di bagian depannya dan sebuah pintu
di bagian belakang yang menghubungkan dengan aula. Bangunan induk
terdiri dari enam ruangan yang saling berhubungan. Di bagian depan
merupakan ruang tamu. Di ruangan yang menjadi tempat Pangsar Jenderal
Sudirman menerima tamu-tamu resmi terdapat empat kursi satu meja,
masing-masing satu set di bagian utara dan satu set di bagian selatan.
Di antara kedua ruang tamu terdapat medali kehormatan yang diberikan
kepada Pangsar Jenderal Sudirman. Di belakangnya terdapat ruang santai.
Terletak di tengah-tengah gedung induk hanya berfungsi sebagai ruang
keluarga namun juga digunakan sebagai ruang tamu keluarga Pangsar
Jenderal Sudirman. Di ruangan santai terdapat dua set kursi serta
sebuah radio kuno milik Pangsar Jenderal Sudirman. Di sebelah utara
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
ruang santai pengunjung bisa memasuki ruang kerja di bagian barat yang
terhubung dengan ruang tidur tamu di bagian timur. Pada ruang kerja
terdapat senjata-senjata rampasan perang serta senjata yang biasa
digunakan oleh Pangsar Jenderal Sudirman. Di ruangan ini, YogYES sempat
berhenti sebentar untuk membaca tulisan Buya Hamka tentang Jenderal
Sudirman. Sementara di bagian selatan ruang santai terdapat ruang tidur
Pangsar Jenderal Sudirman yang terhubung dengan ruang tidur putra-putri
Beliau di bagian barat. Sedangkan ruang aula yang Dipergunakan untuk
ruang makan Beliau dan tempat bermain, bercengkerama dengan putra-putri
Beliau, terletak di sebelah timur ruang santai. Rumah induk ditata
serupa mungkin dengan keadaan ketika Pangsar Jenderal Sudirman dan
keluarga menempati rumah tersebut.
Di sayap utara rumah induk terdapat bangunan dengan tiga ruangan.
Ruangan terdepan merupakan ruang sekretariat, dipakai sebagai ruangan
untuk menyimpan meja kursi yang dipakai Letkol Sudirman sewaktu
pengusulan Kolonel Sudirman Komandan Divisi V Purwokerto sebagai
Panglima Tertinggi TKR. Ruang sekretariat terhubung dengan ruang
Palagan Ambarawa di bagian timur. Di ruangan ini terdapat senjata
rampasan dari Jepang yang digunakan untuk melawan sekutu di Palagan
Ambarawa, juga senjata Inggris yang direbut pada peperangan tersebut,
serta diorama dari perang Palagan Ambarawa. Di ujung timur bangunan
terdapat ruang Panti Rapih. Pada ruangan ini terlihat diorama salah
Pangsar Jenderal Sudirman ketika dirawat di salah satu ruangan Rumah
Sakit Panti Rapih. Juga terdapat alat-alat yang pernah digunakan
Pangsar Jenderal Sudirman ketika dirawat.
Setelah melihat-lihat ruang panti rapih, pengunjung bisa melihat ruang
sobo dan pacitan, yang terletak di ujung timur bangunan yang terletak
di bagian sayap selatan rumah induk. Dalam ruangan ini terdapat alat-
alat sederhana yang pernah dipakai Pangsar Jenderal Sudirman selama
perang gerilya. Manunggalnya antara rakyat dan TNI diwujudkan dalam
keikhlasan rakyat memberikan harta bendanya demi mempertahankanSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
kemerdekaan RI. Berdampingan di sebelah barat ruang ini terdapat ruang
diorama perang gerilya. Terdapat tiga diorama yang menggambarkan
diawalinya perang gerilya dan situasi betapa sulitnya perjuangan yang
harus ditempuh Pangsar Jenderal Sudirman untuk berkoordinasi dengan
pasukan yang ada di daerah. Di ruangan ini juga terdapat tandu yang
pernah dipakai Pangsar Jenderal Sudirman ketika bergerilya. Di
sebelahnya terdapat ruang pakaian. Koleksi pakaian yang pernah dipakai
Jenderal Sudirman diantaranya mantel wool yang selalu dipakai waktu
melakukan perang gerilya, terdapat di ruangan ini. Di antara ruang
diorama dan ruang pakaian terdapat sebuah lorong yang dindingnya berisi
beberapa surat yang pernah ditulis oleh Pangsar Jenderal Sudirman.
Foto-foto kegiatan Pak Dirman pada waktu sebelum perang gerilya sampai
pada saat wafatnya, serta dua stel baju dinas Pak Dirman bisa dilihat
di ruang foto dan dokumentasi yang terletak di ujung barat bangunan.
Pahlawan Besar Itu Telah Tiada
17 agustus 1949, proklamasi diperingati di Gedung Agung Yogyakarta,
setelah kepulangan Soekarno-Hatta dari pulau Bangka pada tanggal 6 Juli
1949 dan Pangsar Jenderal Sudirman dari perjalanan gerilya Beliau pada
tanggal 10 Juli 1949.
Tanggal 27 Desember berdasarkan Konfrensi Meja Bundar di Den Haag,
Belanda secara resmi menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia.
Sayangnya Pangsar Jenderal Sudirman tidak dapat menyaksikan hasil
perjuangannya lebih lanjut. Kuman tuberkulosis yang semakin parah
menggerogoti paru-paru Beliau setelah berbulan-bulan keluar masuk
hutan, akhirnya mengalahkan Panglima Besar itu. 29 Januari 1950 di
Rumah Peristirahatan Tentara Badakan, Magelang, Pangsar Jenderal
Sudirman menghembuskan nafas terakhirnya. Jasadnya kini disemayamkan di
Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Panglima Besar itu juga seorang manusia biasa. Dia memiliki tempat
tinggal dan keluarga yang diayominya. Melalui gambaran visual, museum
ini bercerita lebih banyak tentang kehidupan Pangsar Jenderal Sudirman
sebagai seorang suami dan ayah, serta pemimpin tertinggi dalam
kemiliteran. Seorang Jenderal yang tidak pernah menyerah pada
penjajahan, bahkan oleh penyakit yang dideritanya. Bagaikan memasuki
lorong waktu, untuk bisa membayangkan lebih dekat bagaimana Pangsar
Jenderal Sudirman menjalani hari-harinya sebagai seorang Pemimpin.
E. Museum Sonobudoyo
Sebanyak 1200-an dari penjuru nusantara bisa
dinikmati jika berkunjung Museum Sonobudoyo. Mulai dari keris
Yogyakarta, Solo, Madura, hingga keris Kalimantan atau Mandau dan keris
Sulawesi.
Mengunjungi Museum Sonobudoyo adalah salah satu alternatif bila ingin
melihat beragam koleksi keris dari penjuru nusantara dan benda-benda
yang berkaitan dengannya. Museum yang menyimpan sekitar 1200-an koleksi
keris (sebagian besar merupakan sumbangan Java Institut) ini akan
mengobati kekecewaan anda, sebab Kraton Yogyakarta yang menyimpan
keris-keris pusaka hingga kini tak memperbolehkan pengunjung menikmati
koleksinya.
Museum Sonobudoyo dapat dijangkau dengan mudah dari Kraton Yogyakarta,
berada di seberang Alun Alun Utara Yogyakarta. Untuk memasukinya, anda
hanya perlu membayar tiket seharga Rp 3.000,00. Sementara, untuk
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
melihat beragam koleksi keris, prosedurnya cukup sulit karena mesti
meminta ijin pada pimpinan museum. Hal itu disebabkan karena banyak
koleksi keris masih disimpan di ruang koleksi, belum ditampilkan untuk
umum.
Benda pertama yang akan dijumpai berkaitan dengan keris adalah wesi
budha, merupakan bahan baku pembuatan keris yang digunakan sekitar tahun
700-an Masehi, atau di jaman kejayaan Kerajaan Mataram Hindu.Wesi
Budha tersebut bisa dilihat du ruangan tengah yang menyimpan sejumlah
koleksi dari kejayaan peradaban Budha di Indonesia. Bersama wesi budha,
tersimpan pula beragam peralatan rumah tangga, persenjataan dan
kerajinan dari masa yang sama.
Masuk lebih ke dalam, anda bisa melihat beberapa koleksi keris, meski
dalam jumlah yang relatif terbatas. Beberapa keris yang dipasang
merupakan keris lurus, keris luk (secara sederhana merupakan tonjolan
yang ada di sisi kanan dan kiri keris) 7, keris luk 11 dan keris luk
13. Umumnya, keris yang disimpan pada ruangan pameran yang bisa dilihat
umum ini merupakan keris dari Jawa. Bersama koleksi keris itu, disimpan
pula kain batik dengan beragam motif.
Koleksi keris yang lebih lengkap bisa dijumpai di ruang koleksi, berada
di belakang ruang perpustakaan museum. Menurut penuturan petugas museum
pada YogYES, ruang koleksi tersebut menyimpan beragam keris dari
berbagai penjuru nusantara, koleksi aksesoris seperti pendok dari
Yogyakarta dan Solo dan tangkai keris. Koleksi lebih banyak berasal
dari luar Yogyakarta, sebab konon ada larangan untuk mengoleksi keris
Yogyakarta melebihi koleksi Kraton.
Keris-keris Jawa yang disimpan berupa keris luk 7, 11, 13 dan keris
lurus dengan pamor yang beranekja ragam, seperti beras wutah (pamor yang
tak disengaja muncul karena penempaan, berupa pusar yang menyambung),
sekar pakis (berbentuk bunga pakis) dan sebagainya. Keris-keris dari
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
luar Jawa yang disimpan antara lain rencong khas Aceh, mandau dari
Kalimantan, keris-keris Madura dan Bali, serta keris dari Sulawesi.
Di ruangan koleksi tersebut, anda juga bisa melihat beragam tangkai
keris tua yang didesain menarik. Terdapat tangkai keris yang berbentuk
kepala manusia, manusia utuh, ular naga, singa dan sebagainya. Terdapat
pula sejumlah pendok yang jumlahnya ratusan, terbagi dalam dua gaya
yaitu Yogyakarta dan Solo. Tak seperti tangkai keris yang memiliki
beragam desain, pendok keris memiliki bentuk yang relatif seragam.
Jumlah koleksi yang mencapai ribuan tentu akan menebus sulitnya
menjangkau ruangan koleksi ini. Menurut penuturan petugas museum pada
YogYES, seluruh keris yang ada di ruangan koleksi itu akan dipajang di
ruangan pameran yang akan dibuat beberapa waktu ke depan. Mungkin saja
saat berkunjung nanti, anda sudah dapat melihat seluruh koleksi tanpa
ijin.
F. Sasana Wiratama
Berdarah Ningrat, keturunan langsung Raja
Yogyakarta, tetapi lebih memilih hidup bersahaja bersama rakyat jelata.
Pangeran Diponegoro merupakan salah satu pejuang yang ditakuti penjajah
Belanda.
Dari luar tembok terdengar letusan senjata tiga kali, perang telah
dimulai. Sisi utara, timur dan selatan telah dikepung pasukan Belanda.
Laskar yang tinggal di sisi barat melakukan perlawanan keras. Di bawah
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
pimpinan Joyomustopo dan Joyoprawiro, laskar terdesak mundur. Kekuatan
berbeda jauh. Seorang pria berjubah putih dengan sorban putih yang
terlilit di kepalanya, dengan tenang dan bijaksana memilih menjebol
tembok barat puri. Dengan beberapa kali gebrakan tembok itu jebol. Satu
komando untuk menyelamatkan keluarga dan laskar yang tersisa. Dengan
seluruh pasukannya, pria berjubah putih itu lebih memilih menjauh ke
barat. Sebuah keputusan berat demi keselamatan keluarga dan laskarnya.
"Perang sesungguhnya baru saja akan dimulai" batinnya dalam hati.
Kanjeng Pangeran Diponegoro
Lahir di Kraton Yogyakarta pada tanggal 11 November 1785, bernama kecil
Bandoro Raden Mas Ontowiryo dan setelah dewasa bergelar Kanjeng
Pangeran Diponegoro merupakan putra sulung Raden Ayu Mangkorowati
(putri Bupati Pacitan) selir dari Sri Sultan Hamengku Buwono III (HB
III).
Pangeran Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan
kesetaraan dengan rakyat, sehingga Beliau lebih memilih tinggal di Desa
Tegalrejo.
Perang Jawa
Pada masa kepemimpinan HB V (1822), Pangeran Diponegoro tidak
menyetujui jika sistem pemerintahan dipegang oleh Patih Danurejo
bersama Reserse Belanda. Pemberontakan ini memuncak pada tahun 1825,
setelah Belanda membuat jalan yang menghubungkan Yogyakarta dan
Magelang melewati halaman rumah Beliau (sekarang rel kereta api).
Belanda yang tidak meminta izin kepada Pangeran mendapatkan perlawanan
dari Pangeran dan laskarnya. Belanda yang mempunyai alasan untuk
menangkap Pangeran Diponegoro karena dinilai telah memberontak, pada 20
Juli 1825 mengepung kediaman beliau. Terdesak, Pangeran beserta
keluarga dan pasukannya menyelamatkan diri menuju barat hingga Desa
Dekso di Kabupaten Kulonprogo, dan meneruskan ke arah selatan hinggaSefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
tiba di Goa Selarong yang terletak lima kilometer arah barat dari Kota
Bantul.
Sementara Belanda yang tidak berhasil menangkap Pangeran Diponegoro
membakar habis kediaman Pangeran.
Di Goa Selarong yang terletak di Dusun Kentolan Lor, Guwosari Pajangan
Bantul, menjadi basis Pangeran Diponegoro untuk menyusun strategi
gerilya melawan Belanda. Pangeran menempati goa sebelah barat yang
disebut Goa Kakung, yang juga menjadi tempat pertapaan beliau.
Sedangkan Raden Ayu Retnaningsih (selir yang paling setia menemani
Pangeran setelah dua istrinya wafat) dan pengiringnya menempati Goa
Putri di sebelah timur.
Perang Diponegoro yang dalam buku-buku sejarah karangan penulis Belanda
disebut Java Oorlog (Perang Jawa), berlangsung hingga tahun 1830. Dalam
perang ini, kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara
serta menghabiskan dana hingga 20 juta gulden.
Sejarah Pembuatan Sasana Wiratama
Terletak sekitar 4 kilometer dari pusat kota Jogja, tanah seluas 2,5
hektar yang awalnya dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan,
diserahkan oleh ahli waris Pangeran Diponegoro, Raden Ayu Kanjangteng
Diponegoro, untuk dijadikan Monumen setelah menandatangani surat
penyerahan bersama Nyi Hadjar Dewantara dan Kanjeng Raden Tumenggung
Purejodiningrat. Di atas tanah yang kini menjadi milik Kraton
Yogyakarta itu mulai pertengahan tahun 1968 hingga 19 agustus 1969
dibangun sebuah monumen pada bangunan pringgitan yang menyatu dengan
pendopo tepat di tengah komplek yang diprakarsai oleh Mayjen Surono
yang saat itu menjabat Panglima Kodam (PANGDAM) serta diresmikan oleh
Presiden Suharto. Tempat ini kemudian dinamakan Sasana Wiratama yang
artinya tempat prajurit.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Monumen Pangeran Diponegoro merupakan pahatan relief pada dinding
pringgitan dengan panjang 20 meter dan tinggi 4 meter, menceritakan
keadaan Desa Tegalrejo yang damai dan tentram, perang Pangeran
Diponegoro melawan Pemerintahan Belanda hingga tertangkap di Magelang.
Monumen ini dipahat oleh seniman patung Drs. Saptoto dari Akademi Seni
Rupa Indonesia (ASRI), dibantu Sutopo, Sokodiharjo, dan Askabul. Di
kedua sisi monumen terdapat terdapat lukisan diri Pangeran di sebelah
barat dan lukisan Pangeran sedang menunggang kuda hitam siap untuk
berperang di sebelah timur.
Melewati gerbang utama, berputar ke arah barat, pendopo dikelilingi
oleh museum, tembok jebol, mess dan perpustakaan. Bangunan tambahan
selain pendopo termasuk gerbang dibuat pada tahun 1970 hingga 1973
dipimpin Alm. Mayjen Widodo. Sedangkan tembok jebol merupakan
peninggalan Pangeran Diponegoro beserta sebuah Padasan (tempat berwudlu
Pangeran) yang terletak di depan pendopo serta Batu Comboran (tempat
makan dan minum kuda-kuda Pangeran) di bagian tenggara pendopo.
Di depan bangunan yang terletak di jalan H.O.S Cokroaminoto di Desa
Tegalrejo, terdapat patung Letjen Urip Soemohardjo yang bertuliskan
"Orde. Contre-Ordre. Desordre!" pada sisi timur serta Panglima Besar
Jenderal Sudirman bertuliskan "Jangan Lengah" di sisi barat. Patung ini
hanya perlambang sebagai suatu tempat untuk mengenang perjuangan Bangsa
Indonesia mencapai kemerdekaan. Setelah melewati gerbang terdapat
sebuah dinding setinggi dua setengah meter lebih berbentuk seperti
kubah mesjid di bagian atas bergambar sesosok raksasa melawan seekor
naga. "Gambar tersebut bermakna Butho Mekso Basuki ning Bawono yang
merupakan Suryo Sengkolo Memet, sengkalan yang memakai gambar" tutur
Pak Budiman pada YogYES. Setiap Sengkalan yang telah diketahui artinya
dibaca secara terbalik. Sengkalan yang berarti 5281 ini mempunyai makna
1825 sebagai tanda pecahnya perang Pangeran Diponegoro.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Barang-Barang Peninggalan
Koleksi Museum Diponegoro berjumlah 100 buah, yang terdiri dari
berbagai senjata asli laskar Diponegoro mulai dari senjata perang,
koin, batu akik hingga alat rumah tangga. Berbagai senjata seperti
tombak, keris, pedang, panah, "bandil" (semacam martil yang terbuat
dari besi), "patrem" (senjata prajurit perempuan), hingga "candrasa"
(senjata tajam yang bentuknya mirip tusuk konde) yang biasa digunakan
"telik sandi" (mata-mata) perempuan. Sedangkan sejumlah alat rumah
tangga buatan tahun 1700-an yang terbuat dari kuningan terdiri dari
tempat sirih dan "kecohan"-nya (tempat mebuang ludah), tempat "canting"
(alat untuk membatik), teko "bingsing", bokor hingga berbagai bentuk
"kacip" (alat membelah pinang untuk makan sirih).
Di museum ini juga tersimpan dua senjata keramat, yaitu sebuah keris
dengan lekukan 21 bernama Kyai Omyang, buatan seornag empu yang hidup
pada masa Kerajaan Majapahit dan pedang yang berasal dari Kerajaan
Demak. Kedua senjata tersebut dipercaya dapat menolak bala.
Selain itu juga terdapat sebuah patung Ganesha berukuran kecil, tali
Kuda untuk menarik kereta kuda pemberian HB VIII, sepasang patung Loro
Blonyo serta sepasang lampu hias. Di dalam pendopo bisa dilihat
seperangkat alat gamelan milik HB II buatan tahun 1752 berupa ketipung
(gendang kecil) dan wilahan boning penembung yang terbuat dari kayu dan
perunggu berwarna merah dan kuning. Seluruh "wilahan" atau besinya
masih asli, hanya kayu gamelan saja yang sudah diganti karena lapuk
termakan usia. Juga terdapat sepasang meriam di depan serta satu meriam
di sebelah timur pendopo.
Selain tembok jebol, Padasan dan Batu Comboran, peninggalan pangeran
lainnya terdapat di Magelang (Kitab Al Qur'an, Cangkir dan Teko, Jubah
Pangeran serta Empat Kursi Satu Meja), di Museum Satria Mandala Jakarta
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
(Pelana Kuda dan Tombak) serta sebuah keris milik Pangeran yang belum
dikembalikan dan masih disimpan di Belanda.
Kepergian Seorang Pejuang Besar
Setelah perang selama lima tahun dan menderita kerugian besar serta
menjajikan imbalan 50.000 gulden bagi yang bisa menagkap Pangeran
Diponegoro, Belanda belum juga mampu membekuk Pangeran.
16 Februari 1830, Kolonel Cleerens menemui Pangeran Diponegoro di Remo
Kamal, Bagelan, Purworejo, untuk mengajak berunding di Magelang. Usul
ini disetujui Pangeran.
Pada Tanggal 28 Maret 1830, bersama laskarnya, Pangeran Diponegoro
menemui Letnan Gubernur Jenderal Markus de Kock. Pada pertemuan
tersebut De Kock memaksa Pangeran untuk menghentikan perang. Permintaan
itu ditolak Pangeran. Tetapi Belanda, melalui Kolonel Du Perron telah
menyiapkan penyergapan dengan teliti. Pangeran dan seluruh laskarnya
berhasil dilumpuhkan. Hari itu juga Pangeran diasingkan ke Ungaran
kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang.
Pada tanggal 5 April 1830 dibawa ke Batavia menggunakan Kapal Pollux.
11 April 1830 sesampainya di Batavia, beliau ditahan di Stadhuis
(sekarang Gedung Museum Fatahillah).
30 April 1830, Gubernur Jenderal Van den Bosch menjatuhkan hukuman
pengasingan atas Pangeran Diponegoro, Retnaningsih, Tumenggung Diposono
dan istri, serta pengikut lainnya seperti Mertoleksono, Banteng Wereng
juga Nyai Sotaruno ke Manado.
3 Mei 1830, rombongan Pangeran diberangkatkan dengan Kapal Pollux dan
ditawan di Benteng Amsterdam. Belanda yang merasa Pangeran masih
menjadi ancaman, karena di tempat ini masih bisa melakukan komunikasi
dengan rakyat.
Pada tahun 1834 diasingkan secara terpisah. Pangeran bersama
Retnaningsih diasingkan ke Makassar, Sulawesi Selatan, dan di tahan di
Benteng Roterdam dalam pengawasan ketat.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Di benteng ini, Pangeran tidak lagi bebas bergerak. Menghabiskan hari-
harinya bersama Retnaningsih, Pangeran Diponegoro akhirnya
menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 8 Januari 1855. Jasad
beliau disemayamkan di Kampung Melayu Makassar, berdampingan dengan
makam Retnaningsih.
Setelah 151 tahun, kepergian Beliau tetap menjadi sebuah kehilangan
besar bagi Bangsa Indonesia. Sebuah semangat perjuangan tanpa kenal
kata menyerah.
G. Tugu Jogja
Tugu Jogja memendam makna filosofis tentang
semangat perlawanan atas penjajahan dan kini menjadi landmark yang
sangat lekat dengan Kota Jogja. Ada juga tradisi memeluk atau mencium
tugu ini ketika lulus kuliah.
Tugu Jogja merupakan landmark Kota Yogyakarta yang paling terkenal.
Monumen ini berada tepat di tengah perempatan Jalan Pangeran
Mangkubumi, Jalan Jendral Soedirman, Jalan A.M Sangaji dan Jalan
Diponegoro. Tugu Jogja yang berusia hampir 3 abad memiliki makna yang
dalam sekaligus menyimpan beberapa rekaman sejarah kota Yogyakarta.
Tugu Jogja kira-kira didirikan setahun setelah Kraton Yogyakarta
berdiri. Pada saat awal berdirinya, bangunan ini secara tegas
menggambarkan Manunggaling Kawula Gusti, semangat persatuan rakyat dan
penguasa untuk melawan penjajahan. Semangat persatuan atau yang
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
disebut golong gilig itu tergambar jelas pada bangunan tugu, tiangnya
berbentuk gilig (silinder) dan puncaknya berbentuk golong (bulat),
sehingga disebut Tugu Golong-Gilig.
Secara rinci, bangunan Tugu Jogja saat awal dibangun berbentuk tiang
silinder yang mengerucut ke atas. Bagian dasarnya berupa pagar yang
melingkar sementara bagian puncaknya berbentuk bulat. Ketinggian
bangunan tugu pada awalnya mencapai 25 meter.
Semuanya berubah pada tanggal 10 Juni 1867. Gempa yang mengguncang
Yogyakarta saat itu membuat bangunan tugu runtuh. Bisa dikatakan, saat
tugu runtuh ini merupakan keadaan transisi, sebelum makna persatuan
benar-benar tak tercermin pada bangunan tugu.
Keadaan benar-benar berubah pada tahun 1889, saat pemerintah Belanda
merenovasi bangunan tugu. Tugu dibuat dengan bentuk persegi dengan tiap
sisi dihiasi semacam prasasti yang menunjukkan siapa saja yang terlibat
dalam renovasi itu. Bagian puncak tugu tak lagi bulat, tetapi berbentuk
kerucut yang runcing. Ketinggian bangunan juga menjadi lebih rendah,
hanya setinggi 15 meter atau 10 meter lebih rendah dari bangunan
semula. Sejak saat itu, tugu ini disebut juga sebagai De Witt Paal atau
Tugu Pal Putih.
Perombakan bangunan itu sebenarnya merupakan taktik Belanda untuk
mengikis persatuan antara rakyat dan raja. Namun, melihat perjuangan
rakyat dan raja di Yogyakarta yang berlangsung sesudahnya, bisa
diketahui bahwa upaya itu tidak berhasil.
Bila anda ingin memandang Tugu Jogja sepuasnya sambil mengenang makna
filosofisnya, tersedia bangku yang menghadap ke tugu di pojok Jl.
Pangeran Mangkubumi. Pukul 05.00 - 06.00 pagi hari merupakan saat yang
tepat, saat udara masih segar dan belum banyak kendaraan bermotor yang
lalu lalang. Sesekali mungkin anda akan disapa dengan senyum ramah
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
loper koran yang hendak menuju kantor sirkulasi harian Kedaulatan
Rakyat.
Sore hingga tengah malam, ada penjual gudeg (masakan khas Yogyakarta)
di pojok Jl. Diponegoro. Gudeg di sini terkenal enak dan harganya
wajar. Anda bisa makan secara lesehan sambil menikmati pemandangan ke
arah Tugu Jogja yang sedang bermandikan cahaya.
Begitu identiknya Tugu Jogja dengan Kota Yogyakarta, membuat banyak
mahasiswa perantau mengungkapkan rasa senangnya setelah dinyatakan
lulus kuliah dengan memeluk atau mencium Tugu Jogja. Mungkin hal itu
juga sebagai ungkapan sayang kepada Kota Yogyakarta yang akan segera
ditinggalkannya, sekaligus ikrar bahwa suatu saat nanti ia pasti akan
mengunjungi kota tercinta ini lagi.
2.12. KAWASAN MENARIKA. Banyusumurup
Desa Banyusumurup menawarkan wisata menikmati
pembuatan aksesoris keris, mulai warangka hingga pendok.
Menikmati proses pembuatan beragam aksesoris keris adalah agenda paling
tepat setelah melihat beragamn koleksi keris dan proses menghias keris.
Anda akan semakin mendapat gambaran lengkap tentang bagaimana keris dan
aksesorisnya diproduksi. Desa Banyusumurup adalah lokasi tempat anda
bisa menikmatinya, sebuah desa yang sejak tahun 1950-an berkembang
menjadi sentra kerajinan aksesoris keris.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Desa Banyusumurup memproduksi warangka atau sarung keris dan pendok
atau bagian tangkai keris yang berfungsi sebagai pegangan. Wilayah ini
bisa dijangkau dengan berjalan lurus ke selatan dari perempatan
Terminal Giwangan dan kemudian mengambil lajur kanan setelah sampai di
pertigaan menuju makam Imogiri. Anda mesti menempuhnya dengan kendaraan
pribadi atau taksi, sebab tak ada angkytan umum seperti bis yang
melewatinya.
Suasana sejuk pedesaan akan segera menyapa setelah anda sampai di
wilayah ini. Meski telah berkembang sebagai desa kerajinan, suasana
desa ini masih seperti desa pada umumnya, tak banyak papan penunjuk
seperti halnya di desa Kasongan. Sebagian besar pengrajin memproduksi
aksesoris keris dalam skala rumah tangga dan hingga kini belum
berkembang sanggar atau merek khusus aksesoris keris. Namun, ada satu
yang terkenal, yaitu milik Pak Jiwo.
Di kediaman Pak Jiwo, anda bisa menyaksikan proses pembuatan warangka
keris yang umumnya dibuat dari bahan lempengan kuningan. Hampir sama
seperti proses menatah keris, pembuatan warangka juga menggunakan alat-
alat yang sederhana, berupa palu, paku tatah dan alas yang juga terbuat
dari bahan aspal. Prosesnya bisa dikatakan lebih sederhana dari membuat
hiasan keris sebab tak perlu melebur bahan terlebih dahulu.
Lempengan kuningan sebagai bahan baku terlebih dahulu dibuat bentukan
sarung keris kemudian dipatri. Selanjutnya, untuk membantu proses
penatahan, sarung keris yang masih polos dilekatkan pada permukaan alas
yang terbuat dari aspal. Proses penatahan pun dimulai sesuai motif yang
ingin dibuat. Pengrajin menuturkan pada YogYES, biasanya warangka
didominasi dengan gambaran bunga-bunga.
Selesai ditatah, warangka kemudian memasuki tahap finishing. Pada tahap
ini, warangka yang telah ditatah dipertegas bentuknya dengan
menggunakan batang besi. Agar warna lebih cerah, warangka dipoles
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
dengan larutan yang bersifat asam. Dahulu, banyak pengrajin menggunakan
air jeruk untuk mencerahkan warna, namun kini lebih banyak pengrajin
yang menggunakan larutan HCl sebab lebih praktis.
Jika anda berjalan ke rumah-rumah produksi aksesoris lain, anda juga
bisa melihat proses pembuatan pendok. Umumnya, banyak pendok terbuat
dari kayu asem dengan dua bentuk, gaya Solo yang lebih besar dan
lengkung dan gaya Yogyakarta yang lebih kecil. Ada pula yang membuat
tangkai keris yang didesain beragam, mulai dari figur binatang seperti
singa dan naga hingga figur manusia. Untuk menghasilkannya, kayu-kayu
itu diukir sesuai desain yang diinginkan.
Berbeda dengan para pengrajin di kampung Serangan yang masih cenderung
mengandalkan pesanan, pengrajin aksesoris keris di Banyusumurup selalu
memproduksi aksesoris baru setiap harinya. Saat YogYES bertanya pada
salah seorang pegawai di kediaman Pak Jiwo, rata-rata satu orang mampu
memproduksi minimal 2 warangka per harinya.
B. Kampung Kauman
Kampung Kauman yang kecil ternyata menyimpan
pesona yang besar. Mulai dari perpustakaan Mabulir yang merakyat hingga
Masjid Agung seluas 13.000 m2. Pesonanya telah melahirkan sejumlah tokoh
Islam terpandang di Indonesia.
Sebuah persimpangan akan dijumpai sesampai di ujung Jalan Malioboro.
Orang seolah dihadapkan pada pilihan hendak ke mana kemudian. Hingga
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
hari ini, lebih banyak orang memilih untuk berjalan terus ke kawasan
Kraton tanpa sadar mereka telah melewatkan salah satu pesona yang
tersimpan di kawasan itu, Kampung Kauman. Daerah yang akan dijumpai
bila memilih berbelok ke kanan, melewati Jalan K.H. Ahmad Dahlan, dan
masuk ke sebuah gapura yang ada di kiri jalan.
Kampung Kauman pada jaman kerajaan merupakan tempat bagi 9 ketib atau
penghulu yang ditugaskan Kraton untuk membawahi urusan agama. Sejak
ratusan tahun lampau, kampung ini memiliki peran besar dalam gerakan
keagamaan Islam. Di masa perjuangan kemerdekaan, kampung ini menjadi
tempat berdirinya gerakan Islam Muhammadyah. Saat itu, seorang muslim
bernama K.H Ahmad Dahlan yang menjadi pendiri gerakan tersebut merasa
prihatin karena banyak warga terjebak dalam hal-hal mistik. Di luar
itu, K.H. Ahmad Dahlan juga menyempurnakan kiblat sholat 24 derajat ke
arah barat laut (arah Masjid al Haram di Mekkah) serta menghilangkan
kebiasaan selamatan untuk orang meninggal.
Gapura yang bagian atasnya berbentuk lengkung akan menyambut sebelum
memasuki Kauman. Bentuk lengkung itu merupakan salah satu ciri bangunan
Islam yang banyak mendapat pengaruh dari Timur Tengah. Di bagian atas
gapura, akan ditemui gambaran berbentuk lingkaran berwarna hijau dengan
matahari bersinar 12 yang berwarna kuning di dalamnya. Gambaran
tersebut sampai saat ini masih dipakai Muhammadyah sebagai lambang
organisasi sekaligus institusi lain yang bernaung di dalamnya.
Menyusuri gang-gang kampung Kauman harus dengan berjalan kaki. Selain
ada tanda dilarang memakai kendaraan yang dipasang di dekat gapura,
jalan di Kauman sengaja dirancang agar menyulitkan kendaraan masuk.
Perancangan itu bermaksud agar kebisingan tidak mengganggu kesibukan
para santri belajar dan sebagai wujud filsafat kesetaraan di Kauman
dimana setiap orang yang masuk diwajibkan menangggalkan status
sosialnya dengan berjalan kaki.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Di kanan kiri gang, anda akan melihat ragam bangunan dengan berbagai
desain rancang bangunnya. Sebuah rumah berwarna kuning yang kini
dipakai penghuninya membuka retail akan ditemui tak jauh dari gapura.
Rumah tersebut memiliki pintu, jendela, dan ruangan besar, serta
ventilasi yang berhias kaca warna menunjukkan pengaruh arsitektur
Eropa. Berjalan ke ujung gang dan berbelok ke kanan, akan dijumpai
rumah berwarna putih dengan kusen jendela dan pintu berwarna coklat.
Daun jendela yang bagian atasnya berbentuk lengkung menunjukkan kuatnya
pengaruh Timur Tengah. Tepat di depan rumah itu, terdapat rumah
berwarna biru dengan desain atap mirip rumah Kalang di Kotagede.
Di ujung gang sebelum berbelok, bila cermat anda akan menemukan sebuah
monumen yang dikelilingi taman kecil. di monumen itu terdapat tulisan
"Syuhada bin Fisabillillah", tahun 1945 - 1948, dan daftar nama yang
memuat 25 orang. Monumen itu didirikan untuk memperingati jasa warga
Kauman yang meninggal ketika ikut berperang memperjuangkan kemerdekaan.
Kata 'Syuhada' menunjukkan bahwa warga Kauman yang tinggal kini
menganggap para pejuang tersebut mati syahid.
Selain bisa melihat nama-nama pejuang kemerdekaan yang meninggal pada
masa perang, anda juga bisa menemui salah satu pejuang yang kini masih
hidup. Satu diantaranya adalah H. Dauzan Farook yang tinggal tak jauh
dari pintu keluar kampung Kauman. Menurut ceritanya, saat perang
kemerdekaan, ia ikut bergerilya bersama Panglima Besar Jendral
Sudirman. Beberapa foto bersama sang panglima besar, newsletter pada
masa perang kemerdekaan, dan berita-berita dari koran saat itu hingga
kini masih disimpannya.
Di rumah Dauzan, anda juga akan mengetahui bahwa sampai kini pun ia
masih berjuang. Ia mendirikan sebuah perpustakaan yang dikelola mandiri
bernama Perpustakaan Mabulir. Setiap hari ia berkeliling dengan sepeda
untuk menawarkan buku kepada masyarakat. Semua bukunya dipinjamkan
hanya dengan satu syarat, orang yang dipinjami mesti mengumpulkan
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
setidaknya 5 orang. Menurutnya, itu merupakan suatu bentuk kepedulian
pada orang lain dan ajakan agar ilmu tidak dipendam untuk diri sendiri.
Sebuah sekolah lanjutan yang telah berdiri sejak 1919 juga dapat
dijumpai di kampung ini. Awal berdirinya, sekolah itu bernama Hooge
School Muhammadyah dan kemudian diganti menjadi Kweek School pada tahun
1923. sekolah yang juga didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan itu pada tahun
1930 dipecah menjadi dua, untuk laki-laki dan perempuan. Sekolah untuk
laki-laki dinamai Mualimin dan untuk Perempuan dinamai Mualimat.
Selanjutnya, istri Ahmad Dahlan juga mendirikan Yayasan Aisyah untuk
kaum perempuan.
Bangunan paling dikenal yang termasuk dalam kompleks Kampung Kauman
adalah Masjid Agung. Masjid yang menjadi masjid pusat di wilayah
Kesultanan itu didirikan sejak 16 tahun setelah berdirinya Kraton
Yogyakarta. Arsitektur masjid yang sepenuhnya bercorak Jawa dirancang
oleh Tumenggung Wiryakusuma. Bangunan masjid terdiri atas inti,
serambi, dan halaman yang keseluruhannya seluas 13.000 meter2. Bangunan
serambi dibedakan dari bangunan inti. Tiang-tiang penyangga masjid
misalnya, pada bangunan inti berbentuk bulat polos sebanyak 36
sedangkan pada bagian serambi tiangnya memiliki umpak batu bermotif
awan sebanyak 24 buah.
Kalau sudah menjelajahi semuanya, anda akan mengakui kehebatan warga
kampung kecil ini dan mempercayai bahwa Islam telah membawa perbaikan.
Buktinya, sejumlah tokoh Islam Indonesia seperti Abdurrahman Wahid dan
Amien Rais pernah belajar di kampung ini. Namun, jika belum puas
berkelana, masih ada satu tempat lagi yang bisa dijajaki, yaitu Langgar
Ahmad Dahlan. Dahulu, bangunan itu digunakan K.H. Ahmad Dahlan untuk
mengadakan acara Sidratul Muntaha, sebuah pelajaran mengaji dan
berdakwah. Langgar lain yang cukup legendaris adalah Langgar Putri Ar
Rosyad yang merupakan langgar putri pertama di Indonesia. Bagaimana,
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
cukup memuaskan? Jika sudah puas, barulah anda menuju ke kompleks
Kraton lewat pintu keluar kampung.
C. Kampung Serangan
Kampung Serangan mengajak anda menikmati
aktivitas penatah keris, profesi yang begitu penting berkaitan dengan
keris namun kadang terlupa. Mereka menghias keris dengan ukiran dan
pernik dari emas hingga berlian.
Mengunjungi Kampung Serangan akan membuat anda semakin mengagumi
keagungan keris, senjata tradisional sekaligus kerajinan yang kini
telah diakui dunia sebagai salah satu hasil kebudayaan teragung. Anda
dapat melihat aktivitas para penatah keris, satu profesi yang begitu
penting dalam pembuatan keris namun kadang terlupa karena banyak orang
terlalu mengagumi empu sang pembuatnya.
Kampung Serangan dapat dijangkau dengan berjalan ke arah barat dari
perempatan Kantor Pos Besar, atau berbelok ke kiri bila anda berjalan
dari Malioboro. Anda akan sampai ke kampung ini setelah melewatkan
2traffic light dan berbelok ke kiri di sebuah gang yang terletak belakang
kompleks terminal Serangan. Anda bisa menggunakan taksi atau naik bis
jalur 9 dan 12 bila tak memiliki kendaraan pribadi.
Bila telah sampai di rumah para penatah keris itu, anda bisa melihat
secara langsung proses menghias keris dengan ukiran-ukiran dan beragam
pernik. Proses menghias ini biasanya dimulai dengan melebur dahulu
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
bahan baku penghias yang dapat berupa perak atau emas. Selanjutnya,
hasil peleburan ditempelkan pada permukaan keris dan ditatah dengan
sesuai motif yang diinginkan.
Sebelum penatahan dimulai, alas dari bahan aspal terlebih dahulu
dibakar sehingga keris dapat menempel. Hal ini perlu dilakukan karena
proses menatah atau membuat hiasan untuk satu keris bisa memakan waktu
hingga dua bulan. Penatahan kemudian dilakukan dengan cara yang unik,
hanya menggunakan alat-alat yang sangat tradisional, berupa palu dan
satu set paku tatah dengan ragam bentuk.
Para penatah biasanya menghias keris dengan motih hiasan yang
dikembangkan pada masa kejayaan kerajaan Jawa, mulai kerajaan Majapahit
hingga Mataram. Motif-motif yang banyak digunakan antara lain motif
bunga-bungaan yang melambangkan kejayaan suatu kerajaan hingga motif
naga panjang yang melambangkan kemampuan untuk meluaskan wilayah
jajahan. Hingga kini, belum ada inovasi motif baru dari para penatah.
Selain hanya menggunakan alat yang sederhana, proses menatah keris juga
tidak didahului dengan proses menggambar pola di permukaan keris. Para
penatah hanya mendasarkan pada sketsa gambar yang dibuat di atas
kertas. Tentu hal ini adalah kehebatan tersendiri sebab proses
penatahan ini juga tak memberikan kesempatan untuk salah. Sekali saja
melakukan kesalahan, keris yang begitu berharga bisa jadi tak bernilai
lagi.
Selain mengamati proses menatah, anda juga bisa memesan keris dengan
hiasan yang diinginkan. Anda bisa membawa keris yang sudah dipunyai
untuk dihias ataupun memesan keris sekaligus hiasannya. Tentu untuk
mendapatkan kualitas hiasan yang baik, anda harus membayarnya dengan
nilai yang sepadan. Untuk memesan satu hiasan keris yang paling
sederhana dengan bahan baku emas, anda mesti mengeluarkan biaya minimal
10 juta rupiah.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Meski mahal, anda tak akan kecewa dengan hasilnya. Hasil tatahan para
penatah keris di kampung Serangan telah dikenal kualitasnya hingga ke
mancanegara. Tatahan keris Prawirodiprojo misalnya, hingga kini telah
menembus pasar Jerman, Belanda, Australia dan Amerika. Jika memesan,
yang diperlukan hanya kesabaran, sebab anda mesti rela menunggu
berbulan-bulan hingga pesanan sampai ke tangan anda karena waktu
penggarapan yang cukup lama.
D. Pecinan
Kampung Pecinan Yogyakarta adalah salah satu
kampung cina bersejarah di Indonesia. Kampung ini adalah tempat
dimulainya kesuksesan pedagang Cina di Yogyakarta, menyimpan toko dan
kios jasa yang berusia puluhan tahun.
Sebuah kampung bersejarah sebenarnya selalu dilewati banyak orang jika
berjalan ke selatan Malioboro, namun kadang pesonanya terlewatkan
karena orang sudah terlalu asyik berbelanja. Kampung bernama Kampung
Pecinan (kini Jalan Pecinan diganti dengan nama Jalan Ahmad Yani) itu
adalah tempat dimulainya kesuksesan pedagang Cina di Yogyakarta.
Mengelilinginya, anda akan menjumpai beberapa toko dan kios bersejarah
yang berusia puluhan tahun.
Anda bisa memulai perjalanan keliling dari bagian samping kampung itu,
tepatnya di jalan sebelah Toko Batik Terang Bulan. Sampai di gang
pertama, anda bisa berbelok ke kiri untuk menemukan tempat pengobatan
Cina yang cukup legendaris. Di tempat itulah dulu seorang tabib ampuh
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
mengobati penyakit patah tulang, hanya bermodalkan bubuk campuran
tanaman obat yang ditempelkan pada permukaan kulit bagian tubuh yang
tulangnya patah.
Berjalan keluar dari gang itu dan menuju arah timur, anda bisa
menemukan berbagai kios-kios barang dan jasa dengan dinding umumnya
berwarna putih. Salah satunya adalah kios permak gigi tradisional Cina
yang melayani pemutihan gigi, penambahan aksesoris gigi untuk
mempercantiknya hingga bermacam perawatan untuk menjadikannya semakin
menawan. Kios jasa perawatan gigi itu biasanya memiliki tembok berwarna
krem dengan jendela depan bergambar gigi.
Selain kios jasa perawatan gigi, anda pun bisa menemukan kios-kios yang
menjual masakan cina seperti bakmi, cap cay, kwe tiau dan sebagainya.
Kios-kios lain hingga kini bertahan dengan barang dagangan bahan-bahan
kue, bakal pakaian, aksesoris dan sembako.
Dari toko Terang Bulan, bila anda berjalan ke barat, tepatnya menyusuri
Jalan Pajeksan, anda juga akan menemui kios-kios serupa. Namun yang
khas, di ujung jalan itu anda akan menemui rumah yang digunakan sebagai
tempat berkumpul anggota Perhimpunan Fu Ching. Perhimpunan itu
beranggotakan warga Indonesia keturunan Tionghoa yang tinggal atau
berdagang di wilayah itu. Pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada hari
raya Imlek, anggota perhimpunan itu menggelar acara kesenian
tradisional Cina.
Usai menyusuri kawasan tersebut, anda bisa menuju ke arah selatan dari
toko batik Terang Bulan. Anda akan menemui sebuah toko roti bernama
'Djoen'. Sejak hampir seratus tahun lalu, toko bernama lengkap
'Perusahaan Roti dan Kuwe Djoen' itu telah menjadi kebanggaan
masyarakat Jogja. Ketuaan usianya bisa dilihat jika anda berdiri di
seberang jalannya, ditandai dengan nama toko yang tertulis di
temboknya, sebuah ciri toko-toko di kawasan itu pada masa lalu. Kini,
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
produknya telah menyesuaikan dengan selera pasar dengan mempertahankan
beberapa yang khas, misalnya kue bantal, yaitu roti tawar bertabur
wijen yang berbentuk pipih oval.
Sampai di kawasan Lor Pasar, anda bisa menemui kios-kios tradisional
yang menjual berbagai kebutuhan, mulai dari elektronik, peralatan
menjahit dan aksesoris pakaian, peralatan memasak hingga perhiasan
emas. Kawasan ini sejak lama telah dikenal masyarakat Jogja sebagai
salah satu tempat mendapatkan kebutuhan dengan harga murah. Selain
menjual barang-barang baru, beberapa kios juga menjual barang bekas.
Di kawasan Pecinan yang terletak di seberang Pasar Beringharjo,
terdapat sebuah toko obat yang sudah cukup lama berdiri, yaitu 'Toko
Obat Bah Gemuk'. Di toko obat itulah dijual berbagai macam obat
tradisional Cina yang kemanjurannya telah dikenal di seluruh penjuru
dunia.
E. Prawirotaman
Kampung Prawirotaman memiliki sederet penginapan
terjangkau yang kebanyakan masih dikelola oleh satu keturunan. Kawasan
berpredikat 'kampung internasional' ini pernah menjadi markas pejuang
kemerdekaan hingga usaha batik ternama.
Prawirotaman, sebuah kawasan yang terletak sekitar lima kilometer dari
pusat kota Yogyakarta bisa menjadi alternatif ketika bingung mencari
tempat penginapan. Kawasan itu tidak hanya menyediakan penginapan yang
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
unik dan terjangkau, tetapi juga sederet artshop, cafe, toko buku,
pasar tradisional, dan sebuah batu tulis yang tentu bisa menjadi
alternatif wisata pula.
Prawirotaman sebagai sebuah kampung dikenal sejak abad ke-19, saat
seorang bangsawan kraton bernama Prawirotomo menerima hadiah sepetak
tanah dari kraton. Sejak awal, kampung ini memang mempunyai peran yang
tak kecil bagi Yogyakarta. Masa pra kemerdekaan, kampung ini menjadi
konsentrasi laskar pejuang. Pasca kemerdekaan, tepatnya tahun 60-an,
kampung ini dikenal sebagai pusat industri batik cap yang dikelola oleh
keturunan Prawirotomo. Sementara sejak tahun 70-an, seiring meredupnya
industri batik cap, para keturunan Prawirotomo banting setir ke jasa
penginapan dan Prawirotaman pun mulai dikenal sebagai kampung turis.
Memasuki kawasan Prawirotaman, anda akan disambut dengan nuansa kampung
tengah kota, mulai dari lalu lalang kendaraan hingga sapaan warga yang
umumnya dapat berbahasa Inggris. Sederetan penginapan dengan keunikan
rancang bangunnya, mulai Jawa klasik hingga hotel masa kini terdapat di
kawasan ini. Fasilitas yang disediakan penginapan pun cukup menggoda
dengan harga yang terjangkau, mulai Rp 50.000 - Rp 300.000. Meski ada
yang telah berpindah tangan, kebanyakan penginapan masih dikelola oleh
keturunan Prawirotomo, terdiri dari tiga keluarga besar yaitu
Werdoyoprawiro, Suroprawiro, dan Mangunprawiro.
Kawasan Prawirotaman I atau biasa disebut Prawirotaman saja adalah
daerah yang paling terkenal. Selain penginapan, di kawasan ini juga
terdapat fasilitas wisata lainnya seperti agen tour travel, warnet dan
wartel, cafe dan resto, hingga bookshop. Di cafe dan resto yang
tersedia, anda bisa menikmati banyak masakan khas Jawa, Eropa, maupun
paduan keduanya. Bookshop yang tersedia menyediakan buku-buku bagus
dengan harga yang lebih murah. Buku-buku impor yang harganya bisa
ratusan ribu bisa didapat dengan hanya mengeluarkan Rp 35.000 - Rp
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
60.000 saja. Kadang, ada pula turis mancanegara yang mau bertukar
koleksi bukunya.
Beberapa artshop juga berjejer menjajakan pernak-pernik seni yang unik.
Ada meja yang terbuat dari bambu, kain batik, lemari yang dibuat dari
kayu glondongan hingga barang-barang antik seperti lampu hias dan keris
berusia tua. Salah satu benda antik yang sangat laris di kalangan turis
mancanegara adalah cap batik. Biasanya, cap itu digunakan untuk hiasan
daun meja, angin-angin ventilasi rumah kayu atau sekedar sebagai
koleksi karena dianggap mempunyai nilai seni berupa detail motif yang
sangat menarik dan nilai sejarah yang cukup tinggi. Seorang warga
Jerman pernah memborong 1000 buah cap batik dari sebuah perusahaan
batik yang kini sudah tidak beroperasi.
Di sebelah selatan kawasan Prawirotaman I merupakan Prawirotaman II
yang berbatasan langsung dengan pasar tradisional di tempat itu.
Berjalan-jalan di pasar tradisional pada pagi hari merupakan alternatif
wisata yang menarik. Selain bisa menyaksikan hiruk pikuk warga yang
tengah berbelanja, anda juga bisa mencicipi panganan khas Yogyakarta
yang banyak dijual. Bila menuju ke sebelah selatan lagi, anda akan
bertemu dengan daerah Prawirotaman III yang tak kalah ramainya. Di
Prawirotaman III, anda akan lebih banyak menjumpai rumah penduduk.
Meski nama sebenarnya dari dua bagian paling selatan Prawirotaman
adalah Prawirotaman II dan Prawirotaman III, namun daerah itu lebih
dikenal dengan nama Jalan Gerilya. Menurut cerita, kawasan itu
merupakan markas Prajurit Hantu Maut (laskar jaman perjuangan
kemerdekaan Indonesia) yang dipimpin oleh Pak Tulus. Di salah satu
sudut jalan, anda bisa menemukan sebuah batu tulis yang dibuat untuk
memperingati perjuangan pasukan tersebut. Selain Pasukan Hantu Maut,
laskar prajurit yang pernah bermarkas di kawasan ini adalah Prajurit
Prawirotomo.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Tak perlu khawatir jika hendak memulai perjalanan wisata. Sejumlah
tempat menyediakan jasa penyewaan sepeda motor dan mobil, bahkan
fasilitas antar jemput. Jika belum memiliki rencana wisata, sejumlah
agen memiliki cukup referensi tentang tempat wisata menarik di
Yogyakarta. Mulai dari wisata budaya seperti candi dan kraton hingga
petualangan seperti trekking.
F. Sosrokusuman
Kampung Sosrokusuman bukan cuma penyedia
penginapan terjangkau. Kampung yang menghubungkan Jalam Malioboro
dengan Jalan Mataram ini juga memiliki pesona lain seperti wayang
kancil, mural dan pusat oleh-oleh.
Sebuah nuansa kampung yang berdampingan dengan nuansa kota metropolitan
dapat dijumpai di Kampung Sosrokusuman. Bangunan yang berdekatan,
keakraban antar warga dan warung-warung kecil gaya kampung tengah kota
persis bersebelahan dengan kemewahan Malioboro Mall. Terletak di
jantung kota Yogyakarta, kampung Sosrokusuman sejak lama telah menjadi
persinggahan wisatawan yang mengunjungi kota wisata kedua di Indonesia
ini.
Kampung ini membentang ke arah selatan dari Malioboro Mall hingga Hotel
Mutiara. Sebuah gapura sederhana yang bagian atasnya berbentuk lengkung
dapat dijadikan tanda bahwa anda telah memasuki wilayah kampung ini.
Untuk memasuki wilayah kampung ini, anda dapat melewati 2 gang. Gang
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
pertama persis terletak di sebelah Malioboro Mall sementara gang kedua
ada di dapat ditemui jika berjalan ke selatan lagi.
Tepat di gapura gang pertama, anda akan menemui warung-warung kecil
yang menjajakan makanan. Ada penjual nasi rames, pecel, kupat tahu
hingga soto ayam. Kelezatan makanan itu bisa dinikmati dengan hanya
mengeluarkan uang kurang dari Rp 5.000,00, termasuk minumannya.
Sejumlah retail yang dibuka warga setempat juga mudah dijumpai jadi tak
perlu repot jika hendak mencari kebutuhan sehari-hari selama wisata.
Melangkah ke dalam kampung yang menghubungkan Jalan Malioboro dengan
Jalan Mataram ini, anda akan menemukan sederetan penginapan yang
umumnya berbentuk losmen. Tarif sewa penginapan pun cukup terjangkau,
kebanyakan kurang dari Rp 250.000 per malam. Meski demikian, suasana
penginapan cukup menarik, seperti sebuah penginapan di ujung gang kedua
yang menyediakan tempat bersantai di luar ruangan beserta kursi kayu
yang nyaman serta sebuah kafe kecil.
Sampai di ujung gang pertama, jika berbelok ke kanan anda akan
menemukan beberapa kios oleh-oleh khas Yogyakarta. Bermacam panganan
khas, baik tradisional maupun modern dapat ditemukan di kios tersebut.
Misalnya, geplak (makanan manis yang terbuat dari parutan kelapa yang
dicampur gula dengan warna menarik), tape ketan (hasil fermentasi ketan
yang diberi pewarna hijau), ting-ting (karamel gula yang dicampur
kacang), bakpia hingga aneka macam brownies.
Jika menghendaki oleh-oleh dalam bentuk souvenir, anda dapat menuju
gang kedua. Salah satu rumah penduduk di gang tersebut menjual
kerajinan yang menarik, seperti lilin warna, orang-orangan dari bahan
kayu dan sebagainya. Di bagian depan gang pertama juga terdapat kios
yang menjual kaos, topi dan bandana dengan harga terjangkau. Desainnya
pun lumayan menarik, ada kaos yang bertuliskan Yogyakarta atau
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
bergambar Borobudur serta bandana berwarna dengan bagian pinggirnya
diberi motif batik.
Di Sosrokusuman, anda juga dapat bertemu dengan seorang pegiat wayang
kancil (jenis kesenian wayang yang awalnya merupakan salah satu serat
yang ditulis di Surakarta untuk pengembangan agama Islam), yaitu Ledjar
Subroto. Tokoh-tokoh wayang kancil yang diciptakannya kini telah
diabadikan di Taman Mini Indonesia Indah dan merambah negara asing,
seperti Belanda, Jerman, Amerika, Jepang, dan Australia. Berbagai
pementasan wayang kancil yang pernah digelar di banyak negara pun
melibatkan Ledjar sebagai konseptornya. Bahkan, wayang kancil yang
dikembangkan oleh pria asal Bondowoso ini telah menjadi kurikulum
pendidikan di banyak negara dan digunakan untuk menanamkan budi
pekerti.
Bentuk kesenian lain yang bisa dinikmati di Sosrokusuman adalah mural
yang ada di beberapa bagian tembok gang kedua. Seni rupa itu tentu
memberi nuansa berbeda dibanding kampung-kampung lain. Jika masih belum
puas menikmati mural di dalam kampung ini, anda juga dapat melihat
mural lain di sebelah utara Malioboro Mall. Bagaimana, Sosrokusuman
bukan sekedar tempat strategis untuk memulai wisata bukan?
G. Sosrowijayan
Sosrowijayan merupakan kampung turis kedua
paling terkenal setelah Prawirotaman. Terletak di pusat kota
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Yogyakarta, kampung ini menawarkan penginapan terjangkau sekaligus
bangunan hotel kuno, studio dan kursus batik hingga bookshop.
Berjalan sekitar 200 meter dari Stasiun Tugu, anda akan menemukan
kawasan Sosrowijayan yang ditandai oleh sebuah jalan kecil ke arah
barat yang bernama sama. Menghubungkan Jalan Jogonegaran dan Jalan
Malioboro, Sosrowijayan dibagi menjadi dua daerah, yaitu Sosrowijayan
Wetan dan Sosrowijayan Kulon. Daerah Sosrowijayan Wetan-lah yang
kemudian dikenal sebagai kampung turis kedua di Yogyakarta setelah
Prawirotaman.
Begitu sampai di pertigaan jalan yang dinamai berdasarkan penguasanya
dahulu ini (Sosrowijoyo), anda akan disambut oleh sapa ramah pengayuh
becak. Biasanya, mereka menawarkan anda untuk mencari penginapan,
berkeliling ke Malioboro, atau membeli bakpia Pathuk. Karena kampung
turis, banyak pula guide yang jika diminta bersedia mengantar anda
untuk menunjukkan penginapan sesuai keinginan anda. Mereka juga akan
bercerita seputar tempat wisata di Yogyakarta dan kekhasannya.
Melangkah memasuki Sosrowijayan, anda akan melihat sebuah bangunan tua
yang digunakan sebagai penginapan, yaitu Hotel Aziatic. Bangunan yang
berdiri sejak jaman Belanda itu memiliki arsitektur khas Eropa.
Bangunan itu memiliki tembok berwarna putih dan tiga pintu dengan
beberapa pilar sebagai penyangga di bagian paling depan, sementara
tulisan nama hotel digoreskan langsung pada tembok dengan cat warna
hitam. Meski sepertinya tidak terpakai lagi, hotel ini pernah dijadikan
lokasi syuting film 'Daun di Atas Bantal' yang pernah diputar di Cannes
Film Festival.
Dua buah bookshop seperti di Prawirotaman akan ditemukan bila memasuki
gang pertama. Sebagian besar buku yang dijual di bookshop tersebut
adalah novel berbahasa Inggris dan sebagian kecil buku-buku berbahasa
Indonesia. Di bookshop itu, anda bisa memilih buku dengan leluasa
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
sekaligus melihat sekilas isinya karena tak ada buku yang disegel
plastik. Meski buku bekas, kualitas fisik buku masih terjaga sehingga
masih layak pula dijadikan koleksi. Soal harga sangat bervariasi,
tetapi yang jelas lebih murah dibanding di toko buku.
Hal lain yang ditawarkan kampung Sosrowijayan adalah kursus membatik
yang ditawarkan oleh salah satu penginapan di gang kedua. Kini, tempat
kursus itu tengah sepi sehingga anda bisa memanfaatkan untuk belajar
membatik lebih intensif. Tak jauh dari penginapan itu juga terdapat
studio batik yang dikelola oleh seorang warga Sosrowijayan. Jenis batik
yang digarap di studio ini adalah batik lukis, seperti yang ditemukan
di kampung Taman, sebelah Kompleks Istana Air Tamansari. Nilai lebih
batik lukis adalah warnanya yang lebih bervariasi dan bercorak masa
kini.
Sebagai kampung turis, tentu di Sosrowijayan juga terdapat penginapan.
Lain dengan di Prawirotaman, penginapan di kampung ini lebih menyatu
dengan penduduk karena kebanyakan terletak di gang. Tentu hal itu
memberi kelebihan karena anda bisa berinteraksi dengan penduduk
setempat. Namun, jika menginginkan penginapan yang lebih privat, anda
bisa memilih hotel yang ada di pinggir Jalan Sosrowijayan. Tarif sewa
penginapan di kampung terletak di sebelah selatan kawasan Pasar Kembang
ini tak jauh berbeda dengan di Prawirotaman.
Saat sore, sambil bersantai setelah lelah mengelilingi Yogyakarta, anda
bisa melihat kehidupan anak-anak Sosrowijayan. Biasanya, beberapa anak
perempuan bermain lompat tali atau dolanan bocah lainnya sementara anak
laki-laki sekedar bercakap di salah satu rumah. Sementara remaja
kampung ini banyak yang duduk santai sambil bermain gitar sambil
menyanyikan lagu-lagu hits Indonesia. Remaja yang juga tergabung dalam
Komunitas Seni Malioboro itu kadang berpentas ketika ada acara
tertentu, misalnya Ulang Tahun Yogyakarta.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Layanan jasa wisata juga dengan mudah ditemui di Sosrowijayan. Di
pinggir jalan banyak terdapat money changer, warnet dan wartel,
persewaan sepeda motor dan mobil, agen travel, dan sebagainya. Bila
lapar, anda bisa mendatangi warung yang dibuka warga kampung ini. Di
ujung gang pertama misalnya, terdapat sebuah warung yang meski
sederhana banyak dimanfaatkan turis asing untuk mengisi perut.
Masakannya berupa macam-masam oseng, mie goreng, dan lauk pauk yang
lezat. Beberapa resto juga menyediakan jenis masakan seperti steak
dengan harga miring.
Menginjak malam, Sosrowijayan semakin marak. Banyak anak muda berkumpul
di tepi jalan sementara beberapa cafe menyediakan live music sebagai
alternatif hiburan. Berpadu dengan suasana Malioboro, Sosrowijayan
menjadi hidup. Sebuah warung kecil bertenda oranye yang biasa disebut
warga Yogyakarta sebagai angkringan menjadi tempat bercengkerama yang
asyik. Sambil bercakap, anda bisa menikmati teh panas dengan wangi
melati, wedang jahe, hingga sate usus yang lezat.
Catatan:
Mohon bersikap hati-hati terhadap tawaran penarik becak untuk
mengantarkan anda berwisata keliling kota dengan bayaran Rp. 5000 saja
(apalagi kurang dari itu). Banyak kejadian wisatawan yang dibawa
berkeliling sekaligus "dipaksa" membeli souvenir di toko-toko yang
disinggahi karena oknum penarik becak tersebut akan mendapatkan komisi
50% dari transaksi itu. Kejadian lain adalah tarif dinaikkan secara
sepihak di tengah perjalanan. Bila anda mengalami kejadian di atas,
mintalah bantuan pada Polisi Pariwisata.
2.13. TAMAN & ARGOWISATA
A. Aagrowisata Turi
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Menikmati hamparan petak-petak kebun salak
pondoh di Agrowisata Turi sambil memetik sendiri buahnya di dalam kebun
untuk dinikmati, memberi sensasi berbeda dari tempat wisata biasanya.
Salak pondoh merupakan tanaman unik, dengan bentuk pohon seperti bagian
atas pohon kelapa sawit dengan sentuhan sedikit corak pakis, menjadi
keunikan tersendiri bila disusun berjajar. Buahnya yang tumbuh di
pangkal bawah, berbentuk kecil dengan daging buah yang kenyal serta
tidak menempel dengan biji, juga rasanya yang sangat manis, menjadi
nilai jual bagi buah ini.
Tahun 1958, Prof. Dr. drg Sudibyo yang masih duduk di bangku SMP telah
menemukan cara pemindahan tanaman salak agar tidak mati. Setelah ia
mampu mengembangkan salak pondoh di kebun orang tuanya, Sudibyo
mengajak masyarakat setempat untuk ikut mengembangkannya. Penanaman
salak pondoh yang harus mengorbankan tanaman lain awalnya mendapat
penolakan keras. Melalui kegigihan, masyarakat mulai mengikuti
jejaknya. Puncaknya pada tahun 1988 ketika Sudibyo memprakarsai
berdirinya Agrowisata Salak Pondoh Turi.
Menikmati Suasana Alam
Menuju Agrowisata Turi, bisa melalui Jalan Palagan Tentara Pelajar atau
dari Jalan Magelang. Memasuki kecamatan Turi, pemandangan pohon salak
yang ditanam berjajar di bahu jalan menjadi sensasi nuansa pedesaan
setelah melewati hamparan sawah dan kebun milik penduduk.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Jika lazimnya di halaman rumah ditanami pohon mangga atau rangkaian
kebun mawar. Tidak demikian halnya dengan kawasan ini. Beberapa halaman
rumah penduduk dijadikan sepetak kebun salak pondoh. Bahkan ada
beberapa rumah yang dikelilingi tanaman salak pondoh dan hanya
menyisakan sedikit jalan yang bisa dilalui mobil pickup kecil.
Dalam perjalanan menuju Agrowisata, papan penunjuk yang bertebaran akan
memudahkan menuju lokasi ini. Bahkan jika kebingungan, penduduk
setempat akan dengan ramah memberikan arahnya.
Mengitari Taman Buah
Agrowisata Turi merupakan tanah seluas 27 hektar yang disulap menjadi
kompleks taman salak pondoh, tempat bermain anak-anak, pemancingan dan
kolam renang. Komplek wisata ini terletak di Kampung Gadung, Desa
Bangunkerto, Kecamatan Turi Kabupaten Sleman.
Setelah menempuh perjalanan 25 km dari pusat kota Jogja ke arah utara,
sebuah pintu gerbang bertuliskan Wisata Agro akan menyambut anda.
Memasuki lokasi wisata yang mulai dibuka untuk umum pada tahun 1994
ini, pengunjung cukup membayar Rp. 8.000 dengan tarif ini, seorang
pengantar akan menemani pengunjung mengelilingi taman salak, sebelum
akhirnya bersantai di salah satu kebun untuk menikmati salak pondoh
yang terkenal manis. Atau cukup membayar Rp. 2.000 jika hanya ingin
melihat-lihat.
Terletak di ketinggian 200 meter dari permukaan laut, suhunya sangat
baik untuk pengembangan salak pondoh. Suasana sejuk masih terasa di
area ini, memberikan kenyamanan ketika mengitari taman. Bahkan bila
berjalan di antara pepohonan salak, akan terdengar desau angin seperti
suara angin laut, serasa berjalan di desa pinggir pantai.
Salah satu andalan Agrowisata Turi adalah Kebun Nusantara. Tidak kurang
dari 17 jenis tanaman salak bisa dijumpai di kebun seluas dua hektar
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
tersebut. Mulai dari salak pondoh super, salak pondoh kuning, salak
pondoh hitam, salak condet, salak manggala, salak gading, salak bali,
salak semeru hingga salak tanonjaya.
Selain taman buah, disini juga terdapat taman obat-obatan. Tanamannya
merupakan jenis ramuan tradisional seperti jahe, temulawak, blimbing
wuluh, kencur dan bermacam lainnya yang terus dikembangkan.
Bersantai Dengan Keluarga
Pada saat libur, Agrowisata Turi bisa menjadi alternatif bersantai
dengan keluarga. Memancing di tempat pemancingan, atau bermain perahu
dayung di kolam yang terletak di samping kolam renang.
Menggelar tikar di samping kolam pemancingan, atau di pondokan yang
berada di tengah kolam pemancingan. Membuka bekal dan menikmatinya
bersama keluarga akan menjadi piknik yang menyenangkan. Sambil menatap
birunya langit dan burung yang sesekali melintas, atau riak air yang
melingkar ketika ikan muncul ke permukaan.
Sekali waktu, sempatkanlah mengunjungi Agrowisata Turi di penghujung
tahun. Selama bulan november dan desember, kawasan ini sedang panen
raya. Salak-salak kecil dan kenyal dengan rasa yang manis menghiasi
pohon-pohon salak betina.
Jika ingin membawa sedikit oleh-oleh, koperasi Agrowisata Turi
menyediakan beraneka ragam makanan khas. Salah satunya adalah keripik
salak yang merupakan salah satu terobosan dari drg. Sudibyo untuk
menanggulangi kelebihan produksi salak. Keripik ini berasal dari salak
pondoh yang dikeringkan, selanjutnya dibuat keripik. YogYES sempat
mencicipi salak ini yang rasanya cukup menyegarkan.
Untuk salak pondoh sendiri, di sepanjang jalan Turi, begitu banyak
penduduk yang menjual buah ini. Harganya berkisar Rp. 2.500 hingga Rp.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
3.000 perkilo bila sedang musimnya, namun bisa mencapai Rp. 4.000
hingga Rp. 5.000 perkilo jika sedang tidak musim.
B. Taman Pintar Yogyakarta
Pernah terbayang ada parabola yang bisa
berbisik? Atau dinding yang bisa berdendang? Semuanya ada di Taman
Pintar.
Siang itu Angga (5) nampak sedang komat kamit sambil menempelkan
kupingnya ke sebuah parabola. Doni (6), teman sekelasnya, juga nampak
melakukan hal yang sama di parabola lainnya. Bukan, mereka bukan sedang
mencoba mengajak parabola itu bicara, namun mereka sedang bermain
Parabola Berbisik, salah satu jenis permainan yang ada di Taman Pintar.
Terletak di Jl Panembahan Senopati No 1-3, Taman Pintar Yogyakarta
mulai menarik minat banyak orang. Ketika YogYES berkunjung, nampak
ratusan anak kecil memadati area depan tempat wisata ini.
Begitu memasuki pintu gerbang, kita langsung disambut oleh area yang
disebut sebagai Playground Arena. Jalan masuk dari pintu gerbang
terpecah menjadi 2 oleh sebuah koridor yang terdiri atas 3 tiang
berbentuk segitiga di masing-masing sisinya. Air akan menyembur dari
masing-masing tiang tersebut hingga membentuk sebuah koridor air. Namun
sayang, koridor ini hanya dioperasikan pada saat-saat tertentu saja. Di
ujung koridor ada sebuah gong bertuliskan "Gong perdamaian Nusantara
(sarana persaudaraan dan pemersatu bangsa)". Di sekeliling gong
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
tersebut nampak logo dari semua propinsi dan kabupaten yang ada di
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berbagai permainan menarik dan mendidik dengan nama menggelitik
terdapat di Playground Arena ini. Selain Koridor Air, ada Parabola
Berbisik, Dinding Berdendang, Pipa Bercerita, Cakram Spektrum Warna,
Air Menari, Forum batu, Tapak pintar, Desaku Permai, Sistem Katrol,
Rumah pohon, Jembatan Goyang, Jungkat-jungkit, dan Istana Pasir.
Permainan-permainan ini dirancang sedemikian rupa untuk meningkatkan
minat anak terhadap sains. Parabola berbisik misalnya, adalah 2 orang
yang berdiri saling membelakangi di depan 2 buah parabola yang berjarak
sekitar 10 meter. Jika salah satu orang membisikkan sebuah kalimat ke
parabola yang ada di depannya, maka orang lain yang ada di depan
parabola yang satunya lagi akan bisa mendengar kalimat itu. Permainan
ini mengajarkan tentang prinsip penghantaran rambat gelombang. Jadi
parabola itu berfungsi untuk menghantarkan rambat gelombang suara ke
masing-masing titik focus. Sementara itu Dinding Berdendang adalah
sebidang tembok berwarna merah yang ditempeli gendang-gendang dengan
berbagai macam ukuran yang jika dipukul akan menghasilkan suara-suara
dengan nada yang berbeda. Permainan ini menggambarkan hubungan antara
tinggi rendahnya nada dengan luas permukaan gendang.
Juga terdapat pohon-pohon rindang dan taman-taman rumput lengkap dengan
papan bertuliskan "tolong jangan injak aku". Namun sayangnya, entah
karena tidak melihat tulisan tersebut atau karena memang tidak peduli,
beberapa orangtua yang sedang mengantar anaknya justru duduk seenaknya
di atas rerumputan itu sambil menggelar makanan seolah sedang piknik.
Playground Arena ini juga dilengkapi dengan beberapa stand yang menjual
minuman dan aneka makanan kecil.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Zona khusus anak
Di antara Playground Arena terdapat Zona Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) yang khusus diperuntukkan bagi anak usia 2-7 tahun. Zona ini
terbagi atas 2 gedung yaitu gedung barat dan gedung timur.
Karena sudah tidak memenuhi persyaratan umur, YogYES tidak bisa masuk
ke dalam kedua gedung ini. Namun dari papan yang terpampang di depan
gedung-gedung tersebut, kita bisa tahu bahwa gedung PAUD barat terdiri
atas Ruang Tunggu, Ruang Sains dan Teknologi, Perpustakaan, Ruang
Profesi, Ruang Budaya dan Religi. Sementara gedung PAUD timur terdiri
atas Ruang Tunggu, Ruang Komputer Kids, Ruang Puzzle Balok, Ruang
Pertunjukan dan Karaoke, serta Ruang Petualangan.
Gedung Oval
Setelah mengitari Playground Arena dan melihat gedung-gedung PAUD dari
depan, YogYES memutuskan untuk masuk ke dalam Gedung Oval. Untuk masuk
ke dalam gedung ini, anak-anak hanya harus membayar Rp. 5000 rupiah,
orang dewasa Rp. 10.000 rupiah, sementara tersedia harga khusus bagi
tamu rombongan siswa dan guru.
Begitu masuk, kita akan sampai di ruang depan, dimana terdapat layar TV
di lantai di sayap kanan dan kiri ruangan yang menayangkan video
penelitian tentang terbentuknya alam semesta, kehidupan pra sejarah,
dll. Dari ruang depan itu nampak sebuah terowongan pendek yang ternyata
adalah sebuah terowongan bawah air yang menembus Aquarium Air Tawar.
Dari balik kaca yang memisahkan terowongan dengan aquarium, nampak
aneka jenis ikan air tawar mulai dari lele, gurami, dsb berenang-renang
dengan bebas.
Keluar dari terowongan, YogYES dikejutkan oleh sebuah patung dinosaurus
besar yang meraung mengerikan. Ternyata patung itu adalah "sambutan"
bagi kita yang akan segera memasuki Dome Area (area kubah). Sebuah
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
ruangan berbentuk lingkaran yang besar dan tinggi segera nampak. Di
pinggir ruangan ini ada beberapa stand yang memeragakan alat-alat iptek
sederhana seperti Whimshurst Machine, Generator Van de Graft, Air track
(rel udara), peta kenampakan alam Indonesia lengkap dengan lampu-lampu
kecil warna-warni yang menandai letak gunung, sungai, danau, dsb,
pemadam kebakaran otomatis, pendeteksi banjir, tempat wudhu otomatis
yang langsung menyala begitu kita injak lantainya, dsb. Beberapa gambar
dan diorama kehidupan pra sejarah juga terdapat di lantai ini.
Setelah itu ada jalan memutar naik ke lantai 2 dengan foto tokoh-tokoh
dunia seperti Copernicus, Einstein, dsb serta poster planet-planet tata
surya kita di sepanjang dindingnya. Lantai 2 gedung oval berisi alat
peraga tentang alam semesta, bumi kita, simulator gempa, simulator dan
detector tsunami, peraga listrik, teknologi konstruksi, zona
telekomunikasi dan try science around the world.
Selain Gedung Oval, masih ada lagi Gedung Kotak. Dalam gedung ini
terdapat bioskop 4 Dimensi yang dapat Anda nikmati bersama kelurga.
Cukup membayar Rp. 15.000 per orang untuk menonton satu film.
Rencananya di Gedung Kotak ini juga akan terdapat Exhibition Hall,
Ruang Audiovisual, Radio Anak jogja, Souvenir Counter, zona materi
dasar dan penerapan iptek, laboratorium sains, serta Courses Classes.
2.14. PERTUNJUKAN SENI & BUDAYA
A. Pertunjukan Gamelan
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Gamelan adalah musik yang tercipta dari paduan
bunyi gong, kenong dan alat musik Jawa lainnya. Irama musik yang lembut
dan mencerminkan keselarasan hidup orang Jawa akan segera menyapa dan
menenangkan jiwa begitu didengar.
Gamelan jelas bukan musik yang asing. Popularitasnya telah merambah
berbagai benua dan telah memunculkan paduan musik baru jazz-gamelan,
melahirkan institusi sebagai ruang belajar dan ekspresi musik gamelan,
hingga menghasilkan pemusik gamelan ternama. Pagelaran musik gamelan
kini bisa dinikmati di berbagai belahan dunia, namun Yogyakarta adalah
tempat yang paling tepat untuk menikmati gamelan karena di kota inilah
anda bisa menikmati versi aslinya.
Gamelan yang berkembang di Yogyakarta adalah Gamelan Jawa, sebuah
bentuk gamelan yang berbeda dengan Gamelan Bali ataupun Gamelan Sunda.
Gamelan Jawa memiliki nada yang lebih lembut dan slow, berbeda dengan
Gamelan Bali yang rancak dan Gamelan Sunda yang sangat mendayu-dayu dan
didominasi suara seruling. Perbedaan itu wajar, karena Jawa memiliki
pandangan hidup tersendiri yang diungkapkan dalam irama musik
gamelannya.
Pandangan hidup Jawa yang diungkapkan dalam musik gamelannya adalah
keselarasan kehidupan jasmani dan rohani, keselarasan dalam berbicara
dan bertindak sehingga tidak memunculkan ekspresi yang meledak-ledak
serta mewujudkan toleransi antar sesama. Wujud nyata dalam musiknya
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
adalah tarikan tali rebab yang sedang, paduan seimbang bunyi kenong,
saron kendang dan gambang serta suara gong pada setiap penutup irama.
Tidak ada kejelasan tentang sejarah munculnya gamelan. Perkembangan
musik gamelan diperkirakan sejak kemunculan kentongan, rebab, tepukan
ke mulut, gesekan pada tali atau bambu tipis hingga dikenalnya alat
musik dari logam. Perkembangan selanjutnya setelah dinamai gamelan,
musik ini dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang, dan tarian.
Barulah pada beberapa waktu sesudahnya berdiri sebagai musik sendiri
dan dilengkapi dengan suara para sinden.
Seperangkat gamelan terdiri dari beberapa alat musik, diantaranya satu
set alat musik serupa drum yang disebut kendang, rebab dan celempung,
gambang, gong dan seruling bambu. Komponen utama yang menyusun alat-alat
musik gamelan adalah bambu, logam, dan kayu. Masing-masing alat
memiliki fungsi tersendiri dalam pagelaran musik gamelan, misalnya gong
berperan menutup sebuah irama musik yang panjang dan memberi
keseimbangan setelah sebelumnya musik dihiasi oleh irama gending.
Gamelan Jawa adalah musik dengan nada pentatonis. Satu permainan
gamelan komplit terdiri dari dua putaran, yaitu slendro dan pelog. Slendro
memiliki 5 nada per oktaf, yaitu 1 2 3 5 6 [C- D E+ G A] dengan
perbedaan interval kecil. Pelog memiliki 7 nada per oktaf, yaitu 1 2 3
4 5 6 7 [C+ D E- F# G# A B] dengan perbedaan interval yang besar.
Komposisi musik gamelan diciptakan dengan beberapa aturan, yaitu
terdiri dari beberapa putaran dan pathet, dibatasi oleh
satu gongan serta melodinya diciptakan dalam unit yang terdiri dari 4
nada.
Anda bisa melihat gamelan sebagai sebuah pertunjukan musik tersendiri
maupun sebagai pengiring tarian atau seni pertunjukan seperti wayang
kulit dan ketoprak. Sebagai sebuah pertunjukan tersendiri, musik
gamelan biasanya dipadukan dengan suara para penyanyi Jawa (penyanyi
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
pria disebut wiraswara dan penyanyi wanita disebut waranggana).
Pertunjukan musik gamelan yang digelar kini bisa merupakan gamelan
klasik ataupun kontemporer. Salah satu bentuk gamelan kontemporer
adalah jazz-gamelan yang merupakan paduan paduan musik bernada
pentatonis dan diatonis.
Salah satu tempat di Yogyakarta dimana anda bisa melihat pertunjukan
gamelan adalah Kraton Yogyakarta. Pada hari Kamis pukul 10.00 - 12.00
WIB digelar gamelan sebagai sebuah pertunjukan musik tersendiri. Hari
Sabtu pada waktu yang sama digelar musik gamelan sebagai pengiring
wayang kulit, sementara hari Minggu pada waktu yang sama digelar musik
gamelan sebagai pengiring tari tradisional Jawa. Untuk melihat
pertunjukannya, anda bisa menuju Bangsal Sri Maganti. Sementara untuk
melihat perangkat gamelan tua, anda bisa menuju bangsal kraton lain
yang terletak lebih ke belakang.
B. Pertunjukan Wayang Kulit
Seni pertunjukan yang telah berusia lebih dari
lima abad. Membawa kisah Ramayana dan Mahabharata, pagelaran selama
semalam suntuk ini menjadi ruang yang tepat untuk melewatkan malam,
berefleksi dan memahami filosofi hidup Jawa.
Malam di Yogyakarta akan terasa hidup jika anda melewatkannya dengan
melihat wayang kulit. Irama gamelan yang rancak berpadu dengan suara
merdu para sinden takkan membiarkan anda jatuh dalam kantuk. Cerita
yang dibawakan sang dalang akan membawa anda larut seolah ikut masuk
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
menjadi salah satu tokoh dalam kisah yang dibawakan. Anda pun dengan
segera akan menyadari betapa agungnya budaya Jawa di masa lalu.
Wayang kulit adalah seni pertunjukan yang telah berusia lebih dari
setengah milenium. Kemunculannya memiliki cerita tersendiri, terkait
dengan masuknya Islam Jawa. Salah satu anggota Wali Songo
menciptakannya dengan mengadopsi Wayang Beber yang berkembang pada masa
kejayaan Hindu-Budha. Adopsi itu dilakukan karena wayang terlanjur
lekat dengan orang Jawa sehingga menjadi media yang tepat untuk dakwah
menyebarkan Islam, sementara agama Islam melarang bentuk seni rupa.
Alhasil, diciptakan wayang kulit dimana orang hanya bisa melihat
bayangan.
Pagelaran wayang kulit dimainkan oleh seorang yang kiranya bisa disebut
penghibur publik terhebat di dunia. Bagaimana tidak, selama semalam
suntuk, sang dalang memainkan seluruh karakter aktor wayang kulit yang
merupakan orang-orangan berbahan kulit kerbau dengan dihias motif hasil
kerajinan tatah sungging (ukir kulit). Ia harus mengubah karakter suara,
berganti intonasi, mengeluarkan guyonan dan bahkan menyanyi. Untuk
menghidupkan suasana, dalang dibantu oleh musisi yang memainkan gamelan
dan para sinden yang menyanyikan lagu-lagu Jawa.
Tokoh-tokoh dalam wayang keseluruhannya berjumlah ratusan. Orang-
orangan yang sedang tak dimainkan diletakkan dalam batang pisang yang
ada di dekat sang dalang. Saat dimainkan, orang-orangan akan tampak
sebagai bayangan di layar putih yang ada di depan sang dalang. Bayangan
itu bisa tercipta karena setiap pertunjukan wayang memakai lampu minyak
sebagai pencahayaan yang membantu pemantulan orang-orangan yang sedang
dimainkan.
Setiap pagelaran wayang menghadirkan kisah atau lakon yang berbeda.
Ragam lakon terbagi menjadi 4 kategori yaitu lakon pakem, lakon
carangan, lakon gubahan dan lakon karangan. Lakon pakem memiliki cerita
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
yang seluruhnya bersumber pada perpustakaan wayang sedangkan pada lakon
carangan hanya garis besarnya saja yang bersumber pada perpustakaan
wayang. Lakon gubahan tidak bersumber pada cerita pewayangan tetapi
memakai tempat-tempat yang sesuai pada perpustakaan wayang, sedangkan
lakon karangan sepenuhnya bersifat lepas.
Cerita wayang bersumber pada beberapa kitab tua misalnya Ramayana,
Mahabharata, Pustaka Raja Purwa dan Purwakanda. Kini, juga terdapat
buku-buku yang memuat lakon gubahan dan karangan yang selama ratusan
tahun telah disukai masyarakat Abimanyu kerem, Doraweca, Suryatmaja
Maling dan sebagainya. Diantara semua kitab tua yang dipakai, Kitab
Purwakanda adalah yang paling sering digunakan oleh dalang-dalang dari
Kraton Yogyakarta. Pagelaran wayang kulit dimulai ketika sang dalang
telah mengeluarkan gunungan. Sebuah pagelaran wayang semalam suntuk
gaya Yogyakarta dibagi dalam 3 babak yang memiliki 7 jejeran (adegan)
dan 7 adegan perang. Babak pertama, disebut pathet lasem, memiliki 3
jejeran dan 2 adegan perang yang diiringi gending-gending pathet lasem.
Pathet Sanga yang menjadi babak kedua memiliki 2 jejeran dan 2 adegan
perang, sementara Pathet Manura yang menjadi babak ketiga mempunyai 2
jejeran dan 3 adegan perang. Salah satu bagian yang paling dinanti
banyak orang pada setiap pagelaran wayang adalah gara-gara yang
menyajikan guyonan-guyonan khas Jawa.
Sasono Hinggil yang terletak di utara alun-Alun Selatan adalah tempat
yang paling sering menggelar acara pementasan wayang semalam suntuk,
biasanya diadakan setiap minggu kedua dan keempat mulai pukul 21.00
WIB. Tempat lainnya adalah Bangsal Sri Maganti yang terletak di Kraton
Yogyakarta. Wayang Kulit di bangsal tersebut dipentaskan selama 2 jam
mulai pukul 10.00 WIB setiap hari Sabtu dengan tiket Rp 5.000,00.
C. Ramayana Ballet
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Visualisasi mengagumkan dari epos legendaris
dalam kebudayaan Jawa, Ramayana. Dipentaskan di panggung terbuka,
Sendratari Ramayana mengajak anda menikmati cerita dalam rangkaian
gerak tari khas Jawa yang diiringi musik gamelan.
Sendratari Ramayana adalah seni pertunjukan yang cantik, mengagumkan
dan sulit tertandingi. Pertunjukan ini mampu menyatukan ragam kesenian
Jawa berupa tari, drama dan musik dalam satu panggung dan satu momentum
untuk menyuguhkan kisah Ramayana, epos legendaris karya Walmiki yang
ditulis dalam bahasa Sanskerta.
Kisah Ramayana yang dibawakan pada pertunjukan ini serupa dengan yang
terpahat pada Candi Prambanan. Seperti yang banyak diceritakan, cerita
Ramayana yang terpahat di candi Hindu tercantik mirip dengan cerita
dalam tradisi lisan di India. Jalan cerita yang panjang dan menegangkan
itu dirangkum dalam empat lakon atau babak, penculikan Sinta, misi
Anoman ke Alengka, kematian Kumbakarna atau Rahwana, dan pertemuan
kembali Rama-Sinta.
Seluruh cerita disuguhkan dalam rangkaian gerak tari yang dibawakan
oleh para penari yang rupawan dengan diiringi musik gamelan. Anda
diajak untuk benar-benar larut dalam cerita dan mencermati setiap
gerakan para penari untuk mengetahui jalan cerita. Tak ada dialog yang
terucap dari para penari, satu-satunya penutur adalah sinden yang
menggambarkan jalan cerita lewat lagu-lagu dalam bahasa Jawa dengan
suaranya yang khas.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Cerita dimulai ketika Prabu Janaka mengadakan sayembara untuk
menentukan pendamping Dewi Shinta (puterinya) yang akhirnya dimenangkan
Rama Wijaya. Dilanjutkan dengan petualangan Rama, Shinta dan adik
lelaki Rama yang bernama Laksmana di Hutan Dandaka. Di hutan itulah
mereka bertemu Rahwana yang ingin memiliki Shinta karena dianggap
sebagai jelmaan Dewi Widowati, seorang wanita yang telah lama
dicarinya.
Untuk menarik perhatian Shinta, Rahwana mengubah seorang pengikutnya
yang bernama Marica menjadi Kijang. Usaha itu berhasil karena Shinta
terpikat dan meminta Rama memburunya. Laksama mencari Rama setelah lama
tak kunjung kembali sementara Shinta ditinggalkan dan diberi
perlindungan berupa lingkaran sakti agar Rahwana tak bisa menculik.
Perlindungan itu gagal karena Shinta berhasil diculik setelah Rahwana
mengubah diri menjadi sosok Durna.
Di akhir cerita, Shinta berhasil direbut kembali dari Rahwana oleh
Hanoman, sosok kera yang lincah dan perkasa. Namun ketika dibawa
kembali, Rama justru tak mempercayai Shinta lagi dan menganggapnya
telah ternoda. Untuk membuktikan kesucian diri, Shinta diminta membakar
raganya. Kesucian Shinta terbukti karena raganya sedikit pun tidak
terbakar tetapi justru bertambah cantik. Rama pun akhirnya menerimanya
kembali sebagai istri.
Anda tak akan kecewa bila menikmati pertunjukan sempurna ini sebab tak
hanya tarian dan musik saja yang dipersiapkan. Pencahayaan disiapkan
sedemikian rupa sehingga tak hanya menjadi sinar yang bisu, tetapi
mampu menggambarkan kejadian tertentu dalam cerita. Begitu pula riasan
pada tiap penari, tak hanya mempercantik tetapi juga mampu
menggambarkan watak tokoh yang diperankan sehingga penonton dapat
dengan mudah mengenali meski tak ada dialog.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Anda juga tak hanya bisa menjumpai tarian saja, tetapi juga adegan
menarik seperti permainan bola api dan kelincahan penari berakrobat.
Permainan bola api yang menawan bisa dijumpai ketik Hanoman yang semula
akan dibakar hidup-hidup justru berhasil membakar kerajaan
Alengkadiraja milik Rahwana. Sementara akrobat bisa dijumpai ketika
Hanoman berperang dengan para pengikut Rahwana. Permainan api ketika
Shinta hendak membakar diri juga menarik untuk disaksikan.
Di Yogyakarta, terdapat dua tempat untuk menyaksikan Sendratari
Ramayana. Pertama, di Purawisata Yogyakarta yang terletak di Jalan
Brigjen Katamso, sebelah timur Kraton Yogyakarta. Di tempat yang telah
memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) pada tahun 2002 setelah
mementaskan sendratari setiap hari tanpa pernah absen selama 25 tahun
tersebut, anda akan mendapatkan paket makan malam sekaligus melihat
sendratari. Tempat menonton lainnya adalah di Candi Prambanan, tempat
cerita Ramayana yang asli terpahat di relief candinya.
Sendratari Ramayana di Purawisata Yogyakarta
Harga Tiket: Rp. 175.000
Fasilitas:
Makan malam di Jimbaran Resto
Melihat pentas gamelan selama makan malam
Kunjungan ke backstage untuk melihat persiapan penari jika datang lebih
awal
Dapat memotret selama pertunjukan
Foto bersama para penari setelah pertunjukan
Jadwal Pementasan:
Pukul 18.00 - 21.30 WIB
Setiap hari.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
2.15. KURSUS SEHARI
A. Kursus Membatik
Sejumlah tempat di Yogyakarta menyediakan
fasilitas belajar membatik. Anda bisa menyelami budaya batik tulis
hingga lukis dan mempraktekkan pembuatan motif-motif batik legendaris.
Mengunjungi Yogyakarta, anda tak hanya bisa membeli dan menikmati karya
seni batik yang mengagumkan, tetapi juga berkesempatan untuk
mempelajari teknik pembuatannya. Kesempatan yang sangat berharga itu
dikemas dalam paket wisata menarik dengan durasi yang cukup singkat dan
harga yang terjangkau, pasti akan sangat menyenangkan.
Ragam batik yang bisa dipelajari meliputi batik tulis, batik cap dan
batik lukis. Setiap tempat yang menawarkan biasanya memiliki
spesifikasi tersendiri tentang jenis batik yang diajarkan. Selama
sehari, biasanya dibagi dalam dua sesi, anda akan belajar seluruh
proses pembuatan batik yang umumnya terdiri dari pembuatan motif,
pewarnaan kain, proses ngorot malam dan penjemuran.
Proses pembuatan motif dimulai ketika seluruh bahan, terutama kain
mori, telah siap. Pembuatan motif ini dilakukan dengan bahan utama
lilin atau malam yang digunakan sebagai zat perintang warna. Bila ingin
membuat batik tulis, maka pembuatan motif digunakan dengan alat bantu
canting sementara batik cap menggunakan cap batik yang telah didesain
sesuai motif yang diinginkan.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Biasanya, anda bebas memilih motif yang hendak dibuat. Motif-motif unik
yang bisa dibuat misalnya motif ceplok, motif cecek sawut dan motif
semen. Semua motif itu terdapat pada bangunan-bangunan bersejarah di
Indonesia. Motif ceplok terdapat pada Candi Borobudur, motif cecek
sawut terdapat pada hiasan genderang perunggu pada Zaman Perunggu
sementara motif semen terdapat pada makan Ratu Kalinyamat.
Proses dilanjutkan dengan mewarnai kain. Caranya, kain yang telah
dimotif dicelupkan dalam ember yang berisi zat warna. Sepertinya proses
ini sederhana, namun sebenarnya cukup sulit, apalagi bila menginginkan
batik lebih dari dua warna. Banyak pembatik masih menggunakan pewarna
alami yang terbuat dari bahan alam tertentu, namun banyak pula yang
menggunakan pewarna sintetik.
Usai mewarnai kain hingga merata, proses pembuatan batik dilanjutkan
dengan nglorot malam, atau melarutkan lilin yang melekat di kain.
Mulanya, disiapkan dulu air mendidih yang dicampur dengan abu soda dan
akhirnya kain dicelupkan hingga seluruh lilin larut dalam air. Bila
lilin belum juga larut, maka harus dibersihkan dahulu pasca pelorotan.
Tahap akhirnya adalah pencucian. Bila menggunakan pewarna alami, maka
pencuciannya tidak bisa menggunakan deterjen sebab akan merusak warna.
Setelah dicuci, kain dijemur dengan cara diangin-anginkan agar warna
tak pudar. Setelah dijemur inilah anda bisa melihat perbedaan batik
yang diwarnai dengan pewarna alami, biasanya warnanya akan lebih kusam.
Tempat-tempat kursus batik di Yogyakarta menyediakan instruktur-
instruktur profesional sehingga bisa membuat anda mahir meski kursus
dalam jangka waktu singkat. Beberapa tempat juga memiliki instruktur
yang menguasai bahasa asing, umumnya Bahasa Inggris, sehingga
memudahkan anda memahami materi yang diberikan.
Beberapa tempat yang menyediakan jasa kursus batik antara lain Sanggar
Kalpika yang berada di Kampung Taman, sebelah barat Tamansari. Di sana,Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
anda akan ditawari belajar batik lukis. Bagi anda yang ingin
mempelajari batik tulis dan cap (cetak), Balai Batik adalah tempat yang
tepat. Lembaga yang berlokasi di Jalan Kusumanegara ini menyiapak
tenaga dan ruangan khusus bagia anda yang ingin belajar membatik. Biaya
yang dikeluarkan bervariasi sesuai durasi kursus yang diinginkan,
berkisar antara Rp 250.000,00 hingga Rp 1.500.000,00.
Selain belajar membatik, anda juga bisa mengamati aktivitas dan hasil
karya pembatik Kampung Taman yang sejak 30 tahun lampau mengembangkan
batik lukis. Anda juga bisa melihat beragam karya batik nusantara yang
dipamerkan di Balai Batik.
B. Kursus Membatik Wayang Kayu
Membatik dengan media kain bisa jadi sudah biasa
bagi anda, tapi tentu tidak dengan media kayu. Dusun Krebet menawarkan
paket wisata belajar membatik di atas wayang berbahan kayu.
Wayang boleh saja berawal dari prakarsa Sunan Kudus yang menyebarkan
Islam ke tanah Jawa, namun tentu jenis wayang yang ada kini tak hanya
berdasar pada yang dikembangkan oleh sang sunan. Wayang klithik
misalnya, adalah jenis wayang berbahan dasar kayu yang berkembang
beberapa saat setelah jaman Sunan Kudus.
Sejak tahun 1970-an, Dusun Krebet menjadi salah satu pionir yang
mengembangkan kerajinan kayu dengan mengadopsi bentuk wayang klithik.
Tak berapa lama kemudian, kurang lebih tahun 1992, muncul inovasi baru
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
dari dusun itu yang memadukan kerajinan wayang tersebut dengan motif
batik klasik. Permukaan wayang tak lagi polos, namun berhias motif a la
Kraton Yogyakarta.
Kini, setelah lebih dari sepuluh tahun berkembang, kesenian wayang
batik di Dusun Krebet tak hanya bisa dibeli, tetapi juga bisa
dipelajari. Anda bisa memesan paket wisata ke dusun tersebut, maka
paket belajar membuat wayang batik akan termasuk di dalamnya. Tentu
hanya proses membatiknya saja yang akan dipelajari, sebab untuk membuat
wayang butuh waktu lama.
Proses membatik mungkin sudah banyak disaksikan dan dipelajari di
tempat lain, namun membatik dengan media wayang tentu akan memberikan
sensasi yang berbeda. Proses membatik dengan media ini tentu akan lebih
membutuhkan ketelitian sebab polanya secara otomatis dibuat manual,
tidak dicetak seperti ketika membatik dengan media kain.
Sensasi lain, motif yang dipelajari selama belajar membuat wayang batik
di dusun ini adalah motif klasik Kraton, seperti parangrusak,
parangbarong, kawung, garuda, sidomukti, sidorahayu dan puluhan motif
lain. Karena motif itulah, kerajinan wayang batik di dusun ini terkenal
dan diminati di pasar mancanegara.
Memang, fasilitas belajar membatik di dusun ini tergolong sederhana dan
belum tersedia pula instruktur yang bisa berbahasa asing. Namun, dengan
mengamati aktivitas para pengrajin mulai membuat wayang dan membatik,
tentu sudah memberi modal yang cukup untuk mulai membatik. Anda juga
bisa memilih sendiri motif batik yang hendak dibuat.
Untuk menikmati proses belajar membuat wayang batik ini, anda perlu
mengeluarkan biaya sekitar Rp 200.000,00. Sekilas tampak mahal, tapi
akan terasa murah karena tak hanya proses belajar membuat wayang saja
yang bisa dinikmati. Selama berwisata, anda juga akan menginap di rumah
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
penduduk yang dijadikan semacam homestay di dusun ini tanpa biaya
tambahan.
Untuk menuju Dusun Krebet, anda bisa melewati Jalan Bantul dan terus ke
arah selatan. Beberapa alternatif jalan bisa dipilih kemudian, misalnya
melewati desa wisata Kasongan atau berbelok ke kanan setelah sampai
Masjid Agung bantul. Anda harus menyiapkan kendaraan pribadi atau
menghubungi agen tur yang menyediakan jasa menuju dusun tersebut, sebab
tak ada angkutan umum yang menjangkau dusun ini.
Selain belajar membatik wayang, anda juga bisa berlatih memanjat pohon
kelapa dan mengambil nira yang biasa digunakan sebagai bahan baku gula
merah. Anda juga akan mendapatkan paket tur keliling hutan jati dengan
menggunakan jeep. Saat lelah, anda bisa menikmati hidangan khas dusun
tersebut, berupa sayur lodeh, gudeg manggar, tempe garit, peyek serta
wedang legen.
C. Kursus Kerajinan Perak
Perhiasan perak khas Kotagede yang telah
mendunia kini tak hanya bisa dibeli, tetapi juga bisa dipelajari
pembuatannya. Sejumlah tempat menawarkan kesempatan langka itu dengan
durasi sesuai kebutuhan anda.
Kotagede tak bisa dipungkiri lagi telah menjadi sentra kerajinan perak
terbesar di Indonesia, melebihi Bali, Lombok dan Kendari. Beragam
kerajinan perak yang diolah menjadi beragam bentuk lewat beragam cara
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
dihasilkan dari tempat yang berlokasi 10 km dari pusat kota Yogyakarta.
Sejak tahun 70an, kerajinan perak produksi Kotagede telah diminati
wisatawan mancanegara, baik yang berbentuk perhiasan, peralatan rumah
tangga ataupun aksesoris penghias.
Kini, Kotagede tak hanya menawarkan kemewahan kerajinan perak
produksinya, tetapi juga kesempatan untuk mempelajari proses pembuatan
peraknya. Sebuah kursus singkat yang berdurasi tiga jam hingga dalam
hitungan hari menawarkan pada anda paket wisata alternatif meliputi
merancang desain perhiasan perak, membuatnya dan akhirnya membawa
pulang hasil buatan anda sendiri. Salah satu tempat dimana anda bisa
menikmati paket wisata itu adalah di Studio 76.
Tahap awal kursus adalah perancangan desain perhiasan. Anda dibebaskan
untuk memilih jenis perhiasan dan desain yang akan dibuat. Setelah
desain ditentukan, proses dilanjutkan dengan pemindahan desain ke
cetakan dan penempaan. Setelah ditempa, lempengan kuningan atau tembaga
yang digunakan sebagai bahan dasar ditempa menggunakan timah lunak.
Selanjutnya, bahan dirangkai sesuai keinginan dan dipoles dengan perak
melalui penyepuhan.
Bila memiliki lebih banyak waktu, anda bisa memilih membuat perhiasan
perak yang lebih indah. Untuk membuatnya, anda harus berlatih memahat
lempengan bahan dasar perhiasan sebelum memolesnya. Anda juga bisa
memilih membuat perhiasan yang bentuknya bagai anyaman kawat-kawat
tipis berlapis perak pada bagian luarnya. Tentu, semakin indah dan
detail perhiasan yang ingin dibuat, akan semakin berharga pula benda
itu di mata orang lain.
Seluruh proses perancangan dan pembuatan kerajinan adalah hak anda.
Selama proses pembuatan, instruktur hanya akan membimbing dan
memperbaiki beberapa detail yang masih kurang bagus. Pengalaman
instruktur dalam membimbing dan membuat kerajinan perak selama
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
bertahun-tahun akan membantu anda belajar dalam waktu cepat. Ditunjang
dengan keahlian instruktur berbahasa asing, tentu akan sangat
memudahkan anda.
Selama waktu kursus, anda juga akan mendapat berbagai penjelasan
tentang kerajinan perak dan Kotagede. Diantaranya, penjelasan tentang
sejarah kerajinan perak di Kotagede dan penjelasan tentang berbagai
teknik pembuatan kerajinan perak. Anda tentu juga dapat berkeliling
lokasi produksi kerajinan dan menyaksikan para pengrajin sedang
bekerja, disamping melihat berbagai produk yang telah siap dijual.
Bila memilih paket wisata membuat perak di Studio 76, ada beberapa
pilihan waktu dan durasi sesuai keinginan anda. Bila hanya memiliki
sedikit waktu saja, anda bisa memilih Short Course yang berdurasi 3
jam, namun bila memiliki banyak waktu anda bisa memilih Full Day Course
yang berlangsung dari pagi hingga sore hari. Jika masih juga kurang
puas, anda bisa memilih Arraged Course yang jangka waktunya
menyesuaikan dengan target dan keinginan anda.
Biaya kursus berkisar antara Rp 100.000,00 hingga Rp 2.000.000,00 per
orang, tergantung pada pilihan paket kursusnya. Semakin lama jangka
waktu kursus, maka biaya akan semakin mahal pula. Namun tak perlu
khawatir, karena proses belajar pun akan lebih detail dan perhiasan
perak yang ditawarkan pun memiliki gram yang lebih tinggi. Perhiasan
yang dihasilkan dari Short Course maksimal hanya 5 gram, tetapi Full
Day Course mencapai 10 gram.
Untuk mengikuti kursus ini, anda harus menghubungi lebih dulu beberapa
sanggar atau penyedia jasa kursus sehingga instruktur dan peralatan
pembuatan perak bisa dipersiapkan. Untuk menuju Studio 76, anda bisa
melaju ke arah Kotagede dan kemudian berjalan ke Jalan Purbayan. Studio
tersebut menyediakan instruktur yang menguasai Bahasa Inggris dan
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Perancis. Nah, tertarik menghasilkan kerajinan perak buah tangan anda
sendiri?
2.16. LAIN-LAIN
A. Alun-alun Kidul
Alun-Alun Kidul yang disimbolkan dengan gajah
yang berwatak tenang menawarkan paket wisata untuk menenangkan hati,
menghangatkan malam dengan ronde dan bajigur, serta mencari berkah
lewat Masangin.
Anda yang pernah tinggal di Yogyakarta, tentu takkan bisa melupakan
nuansa akrab di Alun-alun Kidul. Di tengah malam bersama teman kuliah,
anda mungkin pernah duduk di tikar yang tersedia di warung sekitar
sambil berbincang tentang tugas kuliah hingga adik kelas pujaan. Bisa
jadi pula anda sering menikmati kehangatan minuman sambil bercengkrama
dengan tetangga sekampung atau rekan sekerja semasa di Yogyakarta.
YogYES mengajak anda mengenang semua memori itu dan berkunjung lagi ke
Yogyakarta untuk menyapa teman dan merasakan lagi nuansa Alun-Alun
Kidul. Bagi yang belum pernah ke Yogyakarta, tulisan ini akan
memperkenalkan kehangatan dan keakraban kawasan yang sering disingkat
dengan nama Alkid ini. Anda akan tahu bahwa nuansa Alun-Alun Kidul bisa
dinikmati siapa pun tanpa kenal status sosial dan menjadi semakin ramai
ketika malam menjelang.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Alun-Alun Kidul merupakan wilayah di belakang kompleks bangunan Kraton
Yogyakarta yang bisa dijangkau dengan berjalan ke arah selatan dari
Sentra Makanan Khas Gudeg Wijilan. Disimbolkan dengan gajah yang
memiliki watak tenang, Alun-Alun Kidul merupakan penyeimbang Alun-Alun
Utara yang memiliki watak ribut. Karenanya, Alun-Alun Kidul dianggap
tempat palereman (istirahat) para Dewa. Dan jelas kini sudah menjadi
tempat ngleremke ati (menenangkan hati) bagi banyak orang.
Pukul lima sore adalah awal keramaian Alun-Alun Kidul. Tenda-tenda
pedagang mulai didirikan dan bahan makanan atau minuman yang akan
dijajakan pun disiapkan. Begitu gelap, anda bisa mulai menjajal makanan
dan minuman yang dijajakan. Bila berjalan ke salah satu sudutnya, anda
akan menemukan kedai ronde, sebuah minuman berkomposisi wedang jahe,
kacang, kolang kaling dan bulatan dari tepung beras berisi gula jawa
cair yang hangat. Harganya pun cukup murah, hanya sekitar Rp 2.500,00.
Tak jauh dari penjaja ronde, anda akan menemukan penjual wedang
bajigur. Walau tetap menyuguhkan minuman bercitarasa jahe, namun
komposisi minuman itu tetap berbeda. Kuah wedang bajigur terbuat dari
santan kelapa, jahe, bubuk kopi dan sirup gula jawa. Biasanya, wedang
itu diisi irisan roti tawar, kelapa yang diiris kotak dan kolang-
kaling. Kehangatannya bisa menyapu dinginnya malam dan meramaikan
suasana berkumpul anda.
Jika lapar, anda juga dapat menyantap berbagai hidangan. Bebakaran
seperti jagung bakar, pisang bakar dan roti bakar adalah teman yang
tepat jika anda memesan wedang bajigur. Jagung bakar yang dijual di
sini dibakar dengan mentega dan saus sambal hingga matang namun tak
gosong, sementara pisang bakarnya diberi coklat yang akan melumer jika
dibakar. Keduanya benar-benar mampu memanjakan lidah. Roti bakarnya pun
tersedia dalam ragam rasa sehingga mampu menggugah selera.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Pilihan lauk bila ingin bersantap dengan nasi juga tersedia. Ayam
bakar, berbagai macam ikan bakar hingga tempe tersedia. Masakannya
mungkin biasa, tetapi bila mampu menjadikan nuansa alun-alun kidul
sebagai bumbu masakannya, tentu akan menjadi luar biasa. Dengan konsep
lesehan, umumnya warung makan di kawasan alun-alun ini menjajakan
makanan dengan harga tak mahal. Anda bisa kenyang dengan hanya
mengeluarkan Rp 5000,00 saja.
Usai memanjakan lidah, anda bisa mencoba atraksi yang dinamai Masangin,
yaitu melewati jalan antara dua beringin yang ada di tengah alun-alun
dengan mata ditutup kain hitam. Konon, jika orang mampu melewatinya dan
tak serong atau menabrak maka ia akan mendapat berkah tak terhingga.
Tapi, jangan mencoba untuk mengintip, sebab jika dilakukan anda akan
masuk ke dunia lain. Anda akan mendapati alun-alun dalam keadaan sepi
dan sulit untuk kembali ke alam nyata lagi.Untuk mencobanya, anda cukup
menyewa kain hitam seharga Rp 3.000,00.
Anda juga bisa berbincang dengan salah satu penyewa kain hitam bernama
Albertus Harjo Suwito yang telah menjadikan alun-Alun Kidul sebagai
tempat mencari nafkah selama 30 tahun. Menurutnya, usaha persewaan kain
hitam tak cuma bisnis tetapi juga bentuk pelestarian budaya dan
kepercayaan masyarakat jaman dahulu. Ritual melewati dua pohon beringin
yang disebutnya Ngalah Berkah itu bukanlah takhayul, tetapi sebuah sarana
untuk menghantarkan permohonan pada Tuhan. Terkabul atau tidaknya
tergantung pada Sang Kuasa.
Di waktu-waktu tertentu, anda dapat melihat pagelaran wayang di Sasono
Hinggil Dwi Abad. Namun, untuk melihatnya anda perlu persiapan karena
umumnya wayang digelar semalam suntuk. Anda juga dapat melihat
persiapan para prajurit kraton untuk merayakan Grebeg (perayaan
memperingati Maulud Nabi). Di alun-alun inilah semua prajurit berkumpul
untuk melaksanakan gladi resik sehari sebelum perayaan dan berangkat ke
alun-alun utara pada hari perayaan.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Selain malam hari, anda juga bisa mengunjungi alun-alun ini, tentu
untuk menyaksikan sesuatu yang berbeda. Anda bisa melihat gajah kraton
di Kandang Gajah di siang hari atau melihat pertandingan sepak bola
anak-anak dan remaja sekitar alun-alun di sore hari. Di pinggir alun-
alun ini pula saat siang banyak pedagang klithikan yang berjualan. Anda
bisa berburu barang-barang antik di situ.
B. Angkringan Lik Man
Angkringan Lik Man dikelola oleh putra Mbah
Pairo, penjual angkringan pertama di Yogyakarta. Memiliki minuman khas
Kopi Joss, angkringan ini pernah menjadi tempat melewatkan malam
sejumlah tokoh terpandang di Indonesia.
Tahukah anda sebuah tempat di Yogyakarta tempat mahasiswa,
komunitas cyber seperti blogger dan chatter, wartawan, seniman, budayawan,
tukang becak, hingga penjaja cinta bisa berbincang santai? Jika anda
pernah belajar di Yogyakarta, dimana anda dulu berembug bersama teman
tentang tema skripsi atau tugas sekolah? Di antara sekian tempat yang
anda sebutkan, pasti angkringan Lik Man yang terletak di sebelah utara
Stasiun Tugu menjadi salah satunya. Wajar, sebab tempat itu telah
menjadi favorit banyak orang.
YogYES mengajak anda untuk menikmati nuansa Angkringan Lik Man yang
pernah dirasakan oleh banyak orang. Anda bisa berjalan ke utara dari
arah Malioboro atau Stasiun Tugu hingga menemukan jalan kecil ke arah
barat, kemudian berbelok. Anda akan menemukan angkringan yang dimaksud
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
tak jauh dari belokan, tepatnya di sebelah kiri jalan. Cirinya, ada dua
buah bakul yang dihubungkan dengan bambu, anglo dengan arang yang
membara, serta deretan gelas yang ditata.
Angkringan Lik Man merupakan angkringan legendaris, sebab pedagangnya
adalah generasi awal pedagang angkringan di Yogyakarta yang umumnya
berasal dari Klaten. Lik Man yang bernama asli Siswo Raharjo merupakan
putra Mbah Pairo, pedagang angkringan pertama di Yogyakarta yang
berjualan sejak tahun 1950-an. Warung berkonsep angkringan yang dulu
disebut 'ting ting hik' diwariskan kepada Lik Man tahun 1969. Sejak itu,
menjamurlah angkringan-angkringan lain.
Begitu sampai di angkringan yang buka pukul 18.00 ini, anda bisa
memesan bermacam minuman yang ditawarkan, panas maupun dingin. Pilihan
minuman favorit adalah Kopi Joss, kopi yang disajikan panas dengan
diberi arang. Kelebihan kopi itu adalah kadar kafeinnya yang rendah
karena dinetralisir oleh arang. Tak usah khawatir itu hanya mitos,
sebab Kopi Joss lahir dari penelitian mahasiwa Universitas Gadjah Mada
yang kebetulan sering nongkrong di Angkringan Lik Man.
Berbagai makanan juga disediakan, ada sego kucing berlauk oseng tempe
dan sambal teri hingga gorengan dan jadah (makanan dari ketan yang
dipadatkan berasa gurih) bakar. Sego kucing di Angkringan Lik Man yang
harganya Rp 1.000,00 tak kalah lezat dengan masakan lainnya sebab
nasinya pulen dan oseng tempe dan sambal terinya berbumbu pas.
Menikmati sego kucing yang selalu disajikan dalam keadaan hangat dengan
lauk gorengan atau sate telur selain lezat juga tak menguras uang.
Jika menjumpai makanan dalam keadaan dingin, anda dapat meminta penjual
untuk menghangatkannya dengan cara dibakar. Lauk pauk yang menjadi
lebih lezat ketika dibakar adalah mendoan (tempe goreng tepung), tahu
susur, tempe bacem, endas (kepala ayam) dan tentu saja jadah. Bila tak
nyaman makan dengan bungkus nasi saja atau anda makan dalam jumlah
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
banyak, penjual angkringan menyediakan piring untuk menyamankan acara
makan anda.
Anda bisa memilih tempat duduk di dua tempat yang disediakan. Jika
ingin berbincang dengan pedagang, anda bisa duduk di dekat bakul atau
anglo. Selain dapat bercerita dengan Lik Man, duduk di dekat bakul akan
mempermudah jika ingin tambah makanan. Tetapi bila ingin lebih
berakraban dengan teman, anda bisa duduk di tikar yang digelar
memanjang di trotoar seberang jalan. Tak perlu khawatir ruang yang
tidak cukup sebab panjang trotoar yang digelari tikar hampir 100 meter.
Sambil duduk, anda diberi kebebasan untuk berbicara apapun. Orang-orang
yang sering datang ke angkringan ini membicarakan berbagai hal, mulai
tema-tema serius seperti rencana demostrasi dan tema edisi di majalah
mahasiswa hingga yang ringan seperti kemana hendak liburan atau sekedar
tertawaan tak jelas yang sering disebut dengan gojeg kere. Tak ada
larangan formal, tetapi yang jelas perlu menjaga budaya angkringan,
yaitu tepo sliro (toleransi), kemauan untuk berbagi dan biso
rumongso (menjaga perasaan orang lain). Bisa diartikan tak perlu berebut
tempat dan menghargai orang lain yang duduk berdekatan.
Sejumlah tokoh terpandang telah menjadikan Angkringan Lik Man sebagai
tempat menikmati malam. Ada Butet Kertarajasa, Djaduk Ferianto, Emha
ainun Nadjib, Bondan Nusantara hingga Marwoto. Maka, tak seharusnya
anda melewatkan suasana malam kota Yogyakarta tanpa berkunjung ke
Angkringan Lik Man. Nikmatilah nuansa yang pernah dinikmati oleh banyak
orang Yogyakarta dan sejumlah tokoh yang disebut di atas.
C. Bioskop Permata
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Bioskop Permata yang berdiri sejak tahun 1940-an
seolah diremajakan oleh Aaron Noble, seorang muralis asal San
Fransisco. Karya mural yang berjudul "Matahari" itu seakan bermaksud
untuk memberi 'terang' dalam senjakala Bioskop Permata.
Sekitar tahun 1940-an, berdirilah sebuah bioskop di Yogyakarta, dinamai
Permata. Sesuai namanya, bioskop itu benar-benar menjadi permata bagi
warga Jogja, terutama anak-anak muda. Bioskop Permata tidak hanya
menjadi tempat menonton film, tetapi juga tempat berkumpul, melakukan
keisengan serta berbagai romantisme masa muda lainnya. Keberadaan
bioskop ini bisa sampai mengubah wilayah berdirinya bioskop yang
sebelumnya hanya dikenal dengan Jalan Sultan Agung menjadi wilayah
Permata.
Begitu fenomenalnya Bioskop Permata di kala itu, terutama era 60 hingga
70-an, hingga seolah tak memberi hak bagi anak muda Jogja untuk tidak
menapakinya. Bioskop ini adalah tempat wajib dikunjungi saat itu,
menjadi simbol prestise bagi di kalangan anak muda, sama seperti mal
dan kafe pada masa sekarang. Di bioskop ini pula, beragam film-film
Indonesia yang fenomenal pernah diputar, seperti Badai Pasti Berlalu
versi tahun 70-an, dan Gita Cinta di SMA.
Namun waktu terus melaju, seperti pagi yang mau tak mau harus beranjak
menuju senja. Begitu pun Bioskop Permata, sinar kejayaannya kini mulai
memudar, beranjak menuju senjakala bisnisnya. Karyawan yang semula
berjumlah puluhan sekarang tinggal beberapa. Cabang-cabang yang
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
tersebar hingga ke Wonosobo juga mulai berjatuhan. Bioskop Permata tak
lagi dikenal dengan film-filmnya yang bermutu, tetapi justru dikenal
sebagai bioskop yang memutar film-film semacam "Gairah Nakal", dsb.
Bioskop Permata hampir saja tak digubris eksistensinya, gedungnya saja
seperti dilupakan keberadaannya, hanya sesekali orang melirik ke arah
spanduk film yang diputar. Untung saja sebuah komunitas seni bernama
Apotik Komik melakukan kegiatan membuat mural, bekerja sama dengan para
seniman mural asal San Fransisco. Aksi me-mural yang merupakan salah
satu rangkaian dalam Sama-Sama/Together Project itu berhasil 'menyelamatkan'
bioskop ini, memberi terang di tengah kesuramannya.
Mengapa aksi me-mural itu bisa memberi terang? Bukan saja karena warna-
warni mural yang cerah, tetapi juga karena gambaran mural yang dinamai
"Matahari". Seolah tak ingin membiarkan bioskop itu meninggalkan
senjakalanya, mural itu berusaha memberi terang hingga bioskop tak
sampai di gelapnya malam, alias punah. Sejujurnya, memang mural yang
hadir sejak tahun 2003 inilah yang menjadi daya tarik utama Bioskop
Permata saat ini, sebab selain keindahan, mural itu juga menggambarkan
sosok tertentu.
"Matahari" merupakan hasil imajinasi Aaron Noble, muralis asal San
Fransisco yang membuat karya mural di Bioskop Permata, akan sosok
superhero. Ia membayangkan sosok superhero baru, yang bukan lagi
seorang Superman atau Batman seperti superhero dalam komik Amerika,
bukan pula Gatotkaca atau Hanoman dalam cerita wayang Indonesia. Ia
mengimajinasikan sosok superhero yang memiliki karakter dan kekuatan
super paduan superhero Amerika dan Indonesia. Imajinasi itu mungkin tak
lepas dari kenangan masa kecil Aaron, yang tumbuh di kota kecil dengan
film-film superhero yang mungkin sering ditontonnya.
Bila melihat mural "Matahari" yang bisa dijumpai di dinding barat
Bioskop Permata ini, mungkin saja anda bingung tentang siapa superhero
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
yang dipadukan dan bagaimana karakternya. Kebingungan yang sama juga
ada di pikiran YogYES saat melihatnya hingga membuat kami harus
bertanya ke Samuel Indratma, salah satu pentolan Apotik Komik yang
turut serta dalam Sama-Sama/Together Project. Namun, saat ditanya, Samuel
sendiri tidak mengetahui secara pasti hingga ia pun berkata bahwa hal
tersebut bisa ditafsirkan oleh setiap orang yang melihat. Justru,
menurutnya, jika banyak orang yang menafsirkan maka mural tersebut bisa
dikatakan karya seni yang berhasil.
Meski tak jelas siapa yang dipadukan, namun gambaran superhero itu bisa
dilihat detail. Superhero yang diciptakan Aaron digambarkan sedang
bertarung melawan tokoh lain yang mungkin merupakan musuh bebuyutannya.
Superhero itu tampak perkasa, tampil dengan cengkeraman tangan yang
kuat serta menggenggam pisau yang berbentuk semacam tanduk dan dihiasi
pita-pita yang melingkar. Tubuh superhero itu digambarkan berwarna
hitam dan berukuran besar, berada di atas latar yang berwarna ungu.
Sebenarnya, "Matahari" yang ada sekarang sudah mengalami beberapa
perubahan. Mulanya, pisau yang digenggam oleh superhero itu tampak
jelas, mata pisaunya tampak mengkilat, hingga akhirnya menimbulkan
sedikit kebingungan di kalangan muralis lainnya, apakah tidak terlalu
"gelap" jika karya superhero itu hadir di dinding sebuah bioskop yang
terkenal memutar film-film asmara itu. Karena itulah, sedikit perubahan
pun dilakukan dengan mengubah pisau menjadi berbentuk tanduk kerbau
serta melakukan perubahan kecil pada bagian lainnya.
Terlepas dari karyanya yang membuat bingung, yang sepertinya memang
harus dimiliki oleh sebuah karya seni, mural "Matahari" merupakan karya
seni yang istimewa. Mural ini tidak hanya dibuat dengan mengandalkan
kreativitas semata, tetapi juga pengalaman personal dan kesenangan sang
pembuat. Saat dipilihkan lokasi dinding bioskop, Aaron benar-benar
mendapatkan kesenangan. Ia seperti mengenang kembali pengalamannya
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
dengan bioskop yang diakrabinya selama bertahun-tahun, saat ia bekerja
di sebuah bioskop di kotanya.
Tertarik melihat superhero kolaborasi yang lahir dari persatuan
kreativitas dan pengalaman pribadi Aaron? Datang saja ke Bioskop
Permata. Anda bisa menjangkaunya dengan berjalan ke timur dari
perempatan Kantor Pos Besar hingga menemukan persimpangan kedua. Mural
"Matahari" persisi ada di dinding atas sebelah barat bioskop itu,
berbelok ke kiri dari persimpangan kemudian menolehkan pandangan ke
kanan atas.
Bila mau, anda bisa juga masuk ke dalam bioskop untuk menonton film
yang diputar setiap pukul 10.00, 15.00, 17.00 dan 21.00. Kalau tidak,
anda bisa juga meminta ijin masuk ke ruang operator, sekedar melihat
aktivitas karyawan yang memutar mesin rol film yang pastinya sudah
berusia puluhan tahun. Jika pernah menonton film "Janji Joni" yang
memenangkan penghargaan di Singapore Film Festival, anda pasti akan
merasa haru melihat para operator mesin pemutar rol itu bekerja.
D. Pabrik Gula Madukismo
Perasaan takjub akan menghinggapi anda ketika
mengunjungi pabrik yang berdiri tahun 1955 in. Madukismo tak hanya
legendaris karena usia tuanya, tapi juga karena besi bekasnya digunakan
untuk membangun Jembatan Kwai yang legendaris.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Mengunjungi Pabrik Gula Madukismo, anda akan merasakan nuansa awal era
industri. Sebuah bangunan besar berusia tua dengan halaman luas, mesin-
mesin kuno serta rel-rel kereta yang menjadi jalan kereta pengangkut
tebu akan menyapa dan menguatkan kesan itu. Pabrik ini menawarkan
kenikmatan berwisata yang berbeda dengan tempat lainnya. Seluruhnya
dikemas dalam Paket Agrowisata Madukismo, anda bisa menikmatinya dengan
mendaftar dulu sebagai peserta wisata jauh hari sebelumnya karena paket
wisata ini tak bisa dinikmati setiap saat.
Begitu sampai, anda akan disambut di Gedung Madu Chandya yang terletak
tak jauh dari areal pabrik. Anda akan mendapat penjelasan tentang
proses pembuatan gula dari tebu dan pembuatan spiritus dari hasil
samping produksi gula. Sedikitnya, penjelasan yang diberikan akan
membantu anda menikmati proses produksi di dalam pabrik. Tak perlu
merasa bosan karena penjelasan dikemas secara audio visual sehingga
menarik untuk disaksikan.
Perjalanan menggunakan kereta api tua bisa dinikmati usai mendapat
penjelasan tentang proses produksi. Anda bisa merasakan nuansa
perjalanan dengan kereta pada masa lampau ketika berada di dalam
gerbong yang ditarik oleh lokomotif tua bermesin diesel buatan Jerman.
Dengan kereta itu, anda akan diantar dari Madu Chandya menuju areal
pabrik melewati rel-rel tua dan perkebunan yang ada di dekat pabrik.
Begitu turun dari kereta, anda akan menuju lokasi Pabrik Gula
Madukismo. Jika datang pada bulan Mei - September, anda bisa
menyaksikan proses produksi gula secara langsung. Produksi gula
melewati tahap pemerahan nira untuk mendapatkan sari gula, pemurnian
nira dengan sulfitasi, penguapan nira, kristalisasi, puteran gula, dan
pengemasan. Sambil mencermati proses produksinya, anda juga bisa
melihat mesin-mesin tua yang menjadi alat produksi di pabrik ini.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Keluar dari lokasi produksi gula, anda akan menuju Pabrik Spiritus
Madukismo yang terletak di sebelah barat pabrik gula. Di pabrik yang
berdiri di pada tahun yang sama dengan pabrik gula ini, anda juga bisa
melihat seluruh proses produksi spiritus yang meliputi tahap
pengenceran bahan baku, peragian atau fermentasi dan penyulingan.
Spiritus dan produk alkohol lainnya yang dihasilkan oleh pabrik ini
diolah dari tetes tebu, hasil samping produksi gula.
Meski paket wisata telah usai sehabis mengunjungi pabrik spiritus, anda
tak perlu terburu-buru pulang. Masih banyak objek menarik lainnya yang
perlu dinikmati, misalnya dengan berkeliling ke wilayah di sekitar
pabrik. Anda bisa melakukan napak tilas melewati rel-rel kereta yang
dulu digunakan untuk mengangkut tebu dari desa-desa di wilayah Bantul
ke lokasi pabrik sambil melihat pemandangan sawah yang hijau. Di
wilayah sebelah timur pabrik, anda juga bisa menemui gerbong-gerbong
pengangkut tebu yang kini juga sudah tidak terpakai.
Besi-besi bekas dari lokasi pabrik ini pernah diangkut ke Thailand
untuk membangun Jembatan Sungai Kwai, jembatan penghubung Thailand dan
Burma yang merupakan lokasi pertempuran seru pada masa Perang Dunia ke
2 dan pernah diangkat dalam film The Bridge of the River Kwai yang memenangkan
7 Oscar pada tahun 1957, termasuk Best Movie. Kini, jembatan yang
dibangun dari besi-besi bekas di Madukismo menjadi salah satu objek
wisata ziarah andalan Thailand karena mengingatkan tragedi penyerbuan
oleh Sekutu dan para pekerja romusa.
Jika datang pada awal masa penggilingan tebu (Mei - September), anda
dapat menyaksikan ritual cembengan yang diadakan oleh warga sekitar dan
karyawan pabrik. Ritual tersebut bertujuan memohon berkat agar proses
penggilingan dapat berlangsung dengan lancar. Selama ritual itu
berlangsung, anda bisa menyaksikan kirab tebu temanten dan penggilingan
pertama, kesenian jathilan, pasar rakyat, penanaman kepala kerbau dan
sapi, sesajian, pembacaan ayat-ayat suci Alquran.dan pagelaran wayang
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
kulit selama semalam suntuk. Selesai mengunjungi pabrik ini, anda bisa
langsung menuju Desa Wisata Kasongan yang terletak beberapa kilometer
ke arah selatan pabrik.
E. Pabrik Tegel Kunci
Sebuah pabrik legendaris yang ikut ambil bagian
dalam produksi simbol kemewahan masa lalu dan kini. Berdiri sejak tahun
1929, Pabrik Tegel Kunci menghasilkan ubin-ubin klasik yang turut
menghiasi lantai Kraton Yogyakarta.
Jalan Pathuk yang selama ini hanya dikenal industri bakpia yang
berkembang sejak tahun 1920-an ternyata juga memiliki industri lain
yang mulai berkembang pada periode yang sama. Adalah Pabrik Tegel
Kunci, sebuah pabrik yang berdiri sejak sejak 16 Desember 1929 dan
memproduksi ubin-ubin bernuansa klasik dengan motif unik. Mengunjungi
pabrik ini, anda akan mengetahui bagaimana ubin sebagai sebuah simbol
kemewahan diproduksi.
Pabrik Tegel Kunci dapat dijangkau dengan berjalan ke arah barat dari
toko penjualan Bakpia Pathuk 25. Sebuah plang besar bertuliskan "Pabrik
Tegel dan Beton Kunci" akan dijumpai di sebelah kiri jalan sebagai
penanda bahwa anda telah sampai. Dulu, pabrik ini memang memproduksi
beton, tetapi sekarang memilih memfokuskan pada produksi tegel, jenis
ubin yang terbuat dari bahan dasar berupa campuran pasir dan semen yang
dihiasi dengan pewarnaan polos dan bermotif.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Begitu sampai, anda akan disambut oleh pekarangan luas dan bangunan
bercorak Eropa. Wajar, sebab pabrik ini memang semula didirikan oleh
dua warga negara Belanda yang tinggal di Indonesia, yaitu Louis Maria
Stacker dan Julies Gerrir Corrane. Memasuki bagian depan pabrik yang
semula bernama "Firma Tegelfabrik Midden Java" ini, anda dapat melihat
tegel-tegel unik yang diproduksi pada awal berdirinya pabrik ini karena
tegel-tegel itu dipasang pada lantai ruang tamu.
Menuju bagian dalam pabrik, anda dapat melihat langsung proses produksi
tegel yang dikerjakan oleh 30-an pekerja. Hingga kini, pembuatan tegel
di pabrik ini masih memakai cara yang diterapkan sejak puluhan tahun
lampau. Secara umum, proses produksi meliputi tahap pengayakan bahan,
pencetakan, penyablonan untuk memberi warna, pengeringan awal,
perendaman, pengeringan akhir dan pengepakan. Semua dikerjakan masih
dengan mesin sederhana, jadi mengandalkan keahlian pembuat.
Di bagian paling kiri, anda bisa melihat proses pencetakan dan
penyablonan. Meski terlihat sederhana, proses itu sebenarnya rumit,
sebab tegel terdiri dari 4 lapisan, yaitu matras, kalungan, kancingan
dan stempel. Pekerja harus membuat formula berbeda untuk setiap
lapisan. Untuk matras, perbandingannya adalah 7 ember pasir dan 1 ember
semen, sementara untuk stempel mesti ditambah cat. Semakin rumit ketika
membuat tegel bermotif, sebab harus membuat pola dari lempengan besi
dahulu.
Menuju ke sebelah rak pengeringan awal, anda bisa melihat bak
perendaman. Bak itu digunakan untuk merendam tegel yang telah melalui
pengeringan tahap awal. Perendaman selama 24 jam berfungsi untuk
merapatkan pori-pori tegel dan memperkuat strukturnya sehingga tak
mudah pecah. Setelah direndam, barulah tegel memasuki tahap pengeringan
akhir selama 4 - 5 hari di rak yang terdapat di sebelah kanan bak
perendaman.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
Jika ingin melihat hasil akhirnya, anda bisa menuju ke ruang pameran
yang berada di sebelah timur ruang produksi. Di sana, anda bisa melihat
koleksi tegel menarik, seperti tegel-tegel bermotif bunga, daun dan
batik. Ada pula tegel-tegel yang akan membentuk objek tertentu
(misalnya kupu-kupu) jika dirangkai, jadi seperti puzzle. Banyak tegel-
tegel bermotif produksi pabrik ini yang menghiasi lantai bangunan
bersejarah, diantaranya Kraton Yogyakarta, Gedung Wilis, dan bangunan
tua lainnya.
Selain menikmati proses produksi, anda juga bisa mengetahui sejarah
pabrik tegel legendaris ini jika bercakap dengan beberapa pekerja atau
pemiliknya. Selama puluhan tahun berdiri, pabrik ini berkali-kali
berganti pemilik. Tanggal 24 Oktober 1931, seorang warga negara
Indonesia bernama Lim Ing Hwie menggantikan Julies, sementara Louis
bertahan hingga akhir penjajahan Belanda. Saat maraknya pengambilan
aset perusahaan milik Belanda, pabrik ini ikut diambil negara dan baru
dikembalikan pada ahli warisnya pada tahun 1973.
Jika menginginkan, anda pun bisa membeli tegel dari pabrik ini untuk
menghiasi lantai rumah anda. Tegel polos dijual dengan harga Rp
59.000,00 / m2 sedangkan tegel bermotif dengan warna dominan gelap
dijual dengan harga Rp 159.000,00 / m2. Menggunakan tegel sebenarnya
lebih menguntungkan daripada porselen karena tegel memiliki pori-pori
sehingga tidak pecah jika panas, berbeda dengan porselen yang mudah
pecah.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
BAB III GUNUNG MERAPI
Merapi adalah nama sebuah gunungberapi di provinsi JawaTengah dan Yogyakarta, Indonesia yangmasih sangat aktif hingga saat ini.Sejak tahun1548, gunung ini sudahmeletus sebanyak 68 kali. Letaknya cukupdekat dengan Kota Yogyakarta dan masihterdapat desa-desa di lerengnya sampaiketinggian 1700 m. Bagi masyarakat di
tempat tersebut, Merapi membawa berkah material pasir, sedangkanbagi pemerintah daerah, Gunung Merapi menjadi obyek wisata bagi parawisatawan. Kini Merapi termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional GunungMerapi.
3.1. SEJARAH GEOLOGISGunung Merapi adalah yang termuda dalam kumpulan gunung berapi di
bagian selatan Pulau Jawa. Gunung ini terletak di zona subduksi,dimanaLempeng Indo-Australia terus bergerak ke bawah Lempeng Eurasia.Letusan di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000 tahun lalu, dansampai 10.000 tahun lalu jenis letusannya adalah efusif. Setelah itu,letusannya menjadi eksplosif, dengan lava kental yang menimbulkankubah-kubah lava.
Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besarsekitar 10-15 tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besarantara lain di tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan besarpada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungiabu. Diperkirakan, letusan tersebut menyebabkan kerajaan MataramKuno harus berpindah ke Jawa Timur. Letusannya ditahun 1930 menghancurkan 13 desa dan menewaskan 1400 orang.
Letusan pada November 1994 menyebabkan hembusan awan panas ke bawahhingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban puluhan jiwamanusia. Letusan 19 Juli 1998 cukup besar namun mengarah ke atassehingga tidak memakan korban jiwa. Catatan letusan terakhir gunung iniadalah pada tahun 2001-2003 berupa aktivitas tinggi yang berlangsungterus-menerus.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
3.2. RUTE PENDAKIANGunung Merapi merupakan obyek pendakian yang popular. Jalur
pendakian yang paling umum dan dekat adalah melalui sisi utaradari Sèlo, satu kecamatan di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, yangterletak di antara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Pendakian melaluiSelo memakan waktu rata-rata 5 jam hingga ke puncak.
Jalur populer lain adalah melalui Kaliurang,Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta di sisi selatan. Jalurini lebih terjal dan memakan waktu sekitar 6-7 jam hingga ke puncak.Jalur alternatif yang lain adalah melalui sisi barat laut, dimulaidari Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah dan melalui sisitenggara, dari arah Deles, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, JawaTengah.
3.3. STATUS TERKINIDi bulan April dan Mei 2006, mulai muncul tanda-tanda bahwa Merapi
akan meletus kembali, ditandai dengan gempa-gempa dan deformasi.Pemerintah daerah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta sudah mempersiapkanupaya-upaya evakuasi. Instruksi juga sudah dikeluarkan oleh kedua pemdatersebut agar penduduk yang tinggal di dekat Merapi segera mengungsi ketempat-tempat yang telah disediakan.
Pada tanggal 15 Mei 2006 akhirnya Merapi meletus. Lalu pada 4 Juni,dilaporkan bahwa aktivitas Gunung Merapi telah melampaui status awas.Kepala BPPTK Daerah Istimewa Yogyakarta, Ratdomo Purbo menjelaskanbahwa sekitar 2-4 Juni volume lava di kubah Merapi sudah mencapai 4juta meter kubik - artinya lava telah memenuhi seluruh kapasitas kubahMerapi sehingga tambahan semburan lava terbaru akan langsung keluardari kubah Merapi.
1 Juni, Hujan abu vulkanik dari luncuran awan panas Gunung Merapiyang lebat, tiga hari belakangan ini terjadi di KotaMagelang dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Muntilan sekitar 14kilometer dari Puncak Merapi, paling merasakan hujan abu ini.
8 Juni, Gunung Merapi pada pukul 09:03 WIB meletus dengansemburan awan panas yang membuat ribuan warga di wilayah lereng GunungMerapi panik dan berusaha melarikan diri ke tempat aman. Hari initercatat dua letusan Merapi, letusan kedua terjadi sekitar pukul 09:40WIB. Semburan awam panas sejauh 5 km lebih mengarah ke hulu KaliGendol (lereng selatan) dan menghanguskan sebagian kawasan hutan diutara Kaliadem di wilayah Kabupaten Sleman.
3.4. UNSUR-UNSUR KIMIA YANG TERKANDUNG1. Awan Panas, merupakan campuran material letusan antara gas
danbebatuan (segala ukuran) terdorong ke bawah akibat densitas yangtinggidan merupakan adonan yang jenuh menggulung secara turbulensi
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
bagaikangunung awan yang menyusuri lereng. Selain suhunya sangattinggi, antara300 - 700º Celcius, kecepatan lumpurnyapun sangattinggi, > 70km/jam (tergantung kemiringan lereng).
2. Lontaran Material (pijar),terjadi ketika letusan(magmatik)berlangsung. Jauh lontarannya sangat tergantung daribesarnya energiletusan, bisa mencapai ratusan meter jauhnya. Selainsuhunya tinggi(>200ºC), ukuran materialnya pun besar dengandiameter > 10 cmsehingga mampu membakar sekaligus melukai, bahkanmematikan mahlukhidup. Lazim juga disebut sebagai "bom vulkanik".
3. Hujan Abu lebat, terjadi ketika letusan gunung apisedangberlangsung. Material yang berukuran halus (abu dan pasirhalus) yangditerbangkan angin dan jatuh sebagai hujan abu danarahnya tergantungdari arah angin. Karena ukurannya yang halus,material ini akan sangatberbahaya bagi pernafasan, mata, pencemaranair tanah, pengrusakantumbuh-tumbuhan dan mengandung unsur-unsurkimia yang bersifat asamsehingga mampu mengakibatkan korositerhadap seng dan mesin pesawat.
4. Lava, merupakan magma yang mencapai permukaan, sifatnyaliquid(cairan kental dan bersuhu tinggi, antara 700 - 1200ºC.Karena cair,maka lava umumnya mengalir mengikuti lereng danmembakar apa saja yangdilaluinya. Bila lava sudah dingin, makawujudnya menjadi batu (batuanbeku) dan daerah yang dilaluinya akanmenjadi ladang batu.
5. Gas Racun, muncul tidak selalu didahului oleh letusan gunungapisebab gas ini dapat keluar melalui rongga-rongga ataupunrekahan-rekahan yang terdapat di daerah gunung api. Gas utama yangbiasanyamuncul adalah CO2, H2S, HCl, SO2, dan CO. Yang kerapmenyebabkankematian adalah gas CO2.
BAB IV PENUTUP
KESIMPULAN
Daerah Istimewa Yogyakarta atau Jogja,Yogya, Yogyakarta, Jogjakartadan seringkali disingkat DIY adalah sebuah provinsi di Indonesia yangterletak di bagian selatan Pulau Jawa dan berbatasan dengan ProvinsiJawa Tengahdi sebelah utara. Secara geografis Yogyakarta terletak diPulau Jawa bagian tengah. Daerah tersebut terkena bencana gempa pada
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
tanggal 27 Mei 2006 yang mengakibatkan 1,2 juta orang tidak memilikirumah.
Objek wisata yang menarik di Yogyakarta: Malioboro, Kebun BinatangGembiraloka, Istana Air Taman Sari, Monumen Jogja Kembali, MuseumKeraton Yogyakarta, Museum Sonobudoyo, Lereng Merapi,Kaliurang, PantaiParangtritis, Pantai Baron, Pantai Samas, Goa Selarong, CandiPrambanan, Candi Kalasan, dan Kraton Ratu Boko. Sekitar 40 km daribarat laut Yogyakarta terdapat Candi Borobudur, yang ditetapkan padatahun 1991 sebagai Warisan Dunia UNESCO. Yogyakarta terkenal denganmakanan yang enak, murah, bergizi sekaligus membuat kangen orang-orangyang pernah singgah atau berdomisili di kota ini. Ada angkringan denganmenu khas mahasiswa, ada bakmi godhog di Pojok Beteng, sate kelincidi Kaliurang plus jadah Mbah Carik, sate karang Kotagedhe, sego abangNjirak Gunung Kidul dan masih banyak tempat wisata kuliner yang lain.
Merapi adalah nama sebuah gunung berapi diprovinsi JawaTengah dan Yogyakarta, Indonesia yang masih sangat aktifhingga saat ini. Sejak tahun1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68kali. Letaknya cukup dekat dengan Kota Yogyakarta dan masih terdapatdesa-desa di lerengnya sampai ketinggian 1700 m. Bagi masyarakat ditempat tersebut, Merapi membawa berkah material pasir, sedangkanbagi pemerintah daerah, Gunung Merapi menjadi obyek wisata bagi parawisatawan. Kini Merapi termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional GunungMerapi.
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung
Sejarah Budaya & Pariwisata Yogyakarta
DAFTAR PUSTAKA
Utomo, Yunanto Wiji. (2007). Wisata Yogyakarta. [Online]. Tersedia :http://www.yogyes.com [17 Juni 2010]
Wikipedia. (2010). Gunung Merapi. [Online]. Tersedia :http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Merapi [17 Juni 2010]
Administrator.(2010). Gunung Merapi.[Online]. Tersedia :http://www.basarnas.go.id [18 Juni 2010]
Sefridani Faulika – XI IPA 3 SMAN 15 Bandung