LAPORAN IPE KEL 4 A

26
LAPORAN IPE KELOMPOK 4A FAKULTAS KEDOKTERAN FAKULTAS FARMASI, DAN FAKULTAS KEPERAWATAN Disusun Oleh: KEDOKTERANFARMASI KEPERAWATAN Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015 Laela Nurrohmah (J500130048) M.Tangguh Satria (J500130049) Andi Irawan Kisman (J500130050) Esha Putri N S (J500130051) Desy Pristy A (J500130055) Canny Nur C (J500130056) Prala Ayu A P (J500130058) Sasmita Puji R. (J210130084) Ni'mah M. (J210130087) Nadia Zulfa C. (J210130091) Aisyah M. M. ( J210130093) Suci Setiasih (J210130094) Ristia W. (K100120004) Nurita Setyorini (K100120051) Nurul Dini S. (K100120056) Eka Febriyanti (K100120066) Elsa Nurhalinda (K100120084) Jauhar Fatoni (K100120091) Desi Dwi S. (K100120139)

Transcript of LAPORAN IPE KEL 4 A

LAPORAN IPE KELOMPOK 4A

FAKULTAS KEDOKTERAN FAKULTAS FARMASI, DAN FAKULTAS KEPERAWATAN

Disusun Oleh:

KEDOKTERANFARMASI KEPERAWATAN

Universitas Muhammadiyah Surakarta

2015

Laela Nurrohmah(J500130048)

M.Tangguh Satria(J500130049)

Andi Irawan Kisman(J500130050)

Esha Putri N S(J500130051)

Desy Pristy A(J500130055)

Canny Nur C(J500130056)

Prala Ayu A P(J500130058)

Sasmita Puji R. (J210130084)

Ni'mah M. (J210130087)

Nadia Zulfa C.(J210130091)

Aisyah M. M.( J210130093)

Suci Setiasih (J210130094)

Ristia W. (K100120004)

Nurita Setyorini (K100120051)

Nurul Dini S. (K100120056)

Eka Febriyanti (K100120066)

Elsa Nurhalinda (K100120084)

Jauhar Fatoni (K100120091)

Desi Dwi S. (K100120139)

I. PendahuluanDiabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang

timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena

adanya peningatan kadar gula (glukosa) darah akibat

kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo

dalam Padila, 2012: 3). Menurut American Diabetes

Association dalam Ndraha (2014) Diabetes Melitus (DM)

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-

duanya.

Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan

heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa

dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal

bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa

di bentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi.

Insulin, yaitu suatu hormon yang di produksi pankreas,

mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur

produksi dan penyimpanannya (Brunner dan Suddarth,

2002: 1220).

Klasifikasi etiologis DM menurut American Diabetes

Association dalam Ndraha (2014: 10) , dibagi dalam 4

jenis yaitu:

a. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes

Mellitus/IDDM

DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta

pankreas karena sebab autoimun. Pada DM tipe ini

terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin

dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang

jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali.

Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah

ketoasidosis.

b. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes

Mellitus/NIDDM

Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia

tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke

dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang

merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang

pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk

menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena

terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah

tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam

darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin.

Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi

insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi

insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami

desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset DM tipe ini

terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya

asimtomatik. Adanya resistensi yang terjadi perlahan-

lahan akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan

glukosa berkurang. DM tipe ini sering terdiagnosis

setelah terjadi komplikasi.

c. Diabetes Melitus Tipe Lain

DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada

defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja

insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik

endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit

autoimun dan kelainan genetik lain. Penyebab terjadinya

DM tipe lain dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1

Klasifikasi Diabetes melitusI Diabetes tipe I (Dekstruksi sel, umumnya mengarah

kepadadefiiensi insulin absolut)

Immune mediated

IdiopatikII Diabetes tipe 2 Diabetes (dari predominan resitensi

insulin dengan defisiensi insulin relative hingga

predominan defek sekresi dengan resistensi insulin)III Tipe lain

Defek genetik dari fungsi sel beta

Defek genetik kerja insulin

Penyakit eksokrine pankreas

Endokrinopati

Imbas obat atau zat kimia

Infeksi

Jenis tidak umum dari diabetes yang

diperantarai imun

Sindrom genetik lainnya yang berhubungan

dengan DMIV Diabetes melitus gestasional

d. Diabetes Melitus Gestasional

DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana

intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa

kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM

gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi

perinatal. Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih

besar untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu

5-10 tahun setelah melahirkan

II. Gejala dan Tanda Serta Hasil Laboratorium dan PenegakanDiagnosisnya.

Sign dan symptom pada kasus :

Tidak sadar kan diri Berkeringat Penderita diabetes 15 tahun Gula darah sewaktu turun Pengkonsumsi glibengklami

Pemeriksaan Fisik dan laboratorium1. Blood pressure : 100/60 mmHg

Normalnya : 120/ 80 mmHg2. HR : 100X/ Menit

Normalnya : 60-100X/ menit3. RR : 20X/ Menit

Normalnya :16-20X/ Menit4. Suhu : 36,8 O C

Normalnya : 36,6 O C – 37,2 O C5. Gukosa low (Menunjukan Hipoglikemia)

Normalnya : GDP : < 126 mg/dl Gula darah 2 jam setelah makan :<140 mg/dl GDS :< 140 mg/dl HBA1C : 6,5 %

6. HB : 9 g/dl ( menunjukan anemia)Normalnya : Perempuan : 12 -16 g/dl

Laki- laki : 12-18 g/dl

7.BUN : 50 (Fungsi ginjal terganggu) Normalnya : 20- 40

8.Creatinin 5 (kelainan pada ginjal)

Normalnya : 0,5 – 1,5 mg/dl

LFG : 10,625 (Gagal ginjal kronik stadium 5)

Normalnya : 90 - 120

LFG = (140-Umur) X beret Badan

72 X Kreatinin pLasma (mg/dl)

Perempuan dikalikan 0.85

9. kalium : 4 mmol/l

Normalnya : 3,5 -5,0 mmol/l

Jadi kasus pada skenario adalah DM TIPE 2 dengan komplikasinefropati diabetik dan hipoglikemia karena penggunaan obatsulfoniurea yang lama.

DM TIPE 2 Adalah Kelainan metabolik di tandai denganhiperglikemia karena difesiensi insuslin yang relatif denganatau tanpa gejalah klasik yaitu poliuri,polifagi,polifagidan berat bandan turun.

Nefropati Diabetika adalah penyakit ginjal akibatpenyakit DM yang merupakan penyebab utama gagal ginjal diEropa dan USA.(5) Ada 5 fase Nefropati Diabetika. Fase I,adalah hiperfiltrasi dengan peningkatan GFR, AER (albuminekretion rate) dan hipertropi ginjal. Fase II ekresi albuminrelative normal (<30mg/24j) pada beberapa penderita mungkinmasih terdapat hiperfiltrasi yang mempunyai resiko lebih

tinggi dalam berkembang menjadi Nefropati Diabetik. FaseIII, terdapat mikro albuminuria (30-300mg/24j). Fase IV,Difstick positif proteinuria, ekresi albumin >300mg/24j,pada fase ini terjadi penurunan GFR dan hipertensi biasanyaterdapat. Fase V merupakan End Stage Renal Disease (ESRD),dialisa biasanya dimulai ketika GFRnya sudah turun sampai15ml/mnt.(2)

Hipoglikemia adalah keadaan kadar gula darah di bawahnilai normal ( < 45 – 50 mg / dL). Hipoglikemia perludicegah pada pasien diabetes yang mendapatkan terapipengendalian kadar glukosa darah karena dapat menyebabkankematian apabila kadar gula darah tidak segera ditingkatkan.

III. Klasifikasi dan etiologi

Klasifikasi

Etiologi nefropati diabetik

Hipertensi atau tekanan darah yang tinggi merupakankomplikasi dari penyakit DM dipercaya paling banyakmenyebabkan secara langsung terjadinya Nefropati Diabetika.Hipertensi yang tak terkontrol dapat meningkatkanprogresifitas untuk mencapai fase Nefropati Diabetika yanglebih tinggi (Fase V Nefropati Diabetika).

IV. Patofisiologi dan Patogenesis

Patofisiologi

Pada diabetes perubahan pertama yang terlihat pada ginjaladalah pembesaran ukuran ginjal dan hiperfiltrasi.Glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh tubulusdan sekaligus membawa natrium, bersamaan dengan efekinsulin (eksogen pada IDDM dan endogen pada NIDDM) yangmerangsang reabsorbsi tubuler natrium, akan menyebabkan

volume ekstrasel meningkat, terjalah hiperfiltrasi. Padadiabetes, arteriole eferen, lebih sensitive terhadappengaruh angiotensin II dibanding arteriole aferen,danmungkin inilah yang dapat menerangkan mengapa padadiabetes yang tidak terkendali tekanan intraglomerulernaik dan ada hiperfiltrasi glomerus.

Patogenesis

Patogenesis terjadinya kelainan ginjal pada

penderita diabetes tidak dapat diterangkan dengan pasti.

Gangguan awal pada jaringan ginjal sebagai dasar

terjadinya nefropati adalah terjadinya proses

hiperfiltrasi-hiperfasi membran basal glomerulus.

Tampaknya berbagai factor berperan dalam terjadinya

kelainan tersebut. Peningkatan glukosa yang menahun

(glukotoksisitas) pada penderita yang mempunyai

predisposisi genetik merupakan factor-faktor utama yang

menimbulkan nefropati. Glukotoksisitas terhadap membran

basal dapat melalui 2 alur, yaitu :

    Alur Metabolik (metabolic pathway) : Glukosa dapat

bereaksi secara proses non-enzimatik dengan asam amino

bebas menghasilkan AGE’s (advance glycosylation end –

products). Peningkatan AGE’s akan menimbulkan kerusakan

pada glomerulus ginjal.

    Alur Poliol (polyol pathway) : Terjadi peningkatan

sarbitol dalam jaringan akibat meningkatnya reduksi

glukosa oleh aktivitas enzim aldose reduktase.

Peningkatan sarbitol akan mengakibatkan berkurangnya

kadar mioinositol yang menyebabkan gangguan osmolaritas

membran basal

Kunci perubahan pada glomerulopati diabetik adalah

bertambahnya zat-zat extraseluler abnormalitas morfologi

yang paling dini pada nefropati diabetik adalah penebalan

membran basement glomerulus (GBM) dan perluasan mesangial

selama penumpukan zat-zat ekstraselular.

V. Urutan hipotesis terjadinya nefropati diabetik :

1. Akibat diabetes, diperberat dengan adaanya hipertensi,

maka pada ginjal timbul gangguan hemodinamik (Abnormal

Renal Hemodynamics). Dari keadaan tersebut, timbullah 2

efek yang merugikan, yaitu :

Auto regulasi ginjal hilang (loss of renal

autoregulation). Akibatnya, arteriol aferen mengalami

dilatasi bersamaan dengan konstriksi pada arteriol

eferen, dan menyebabkan intraglomerulus meningkat

(increased intraglomerular pressure)

    Peningkatan kepekaan dari arteri eferen terhadap

angiotensin-II,  norepineprin, dan vasopressine, sehingga

timbullah vasokonstriksi pada arteriol eferen (efferent

arteriolar constriction). Seperti disebutkan pada butir

a, bersamaan dengan afferent arteriolar dilation

terjadilah increased intraglomerular pressure (IIP)

2. Increased Intraglomerular pressure mempunyai 2 efek

negatif, yaitu:

Merangsang sintesis radikal bebas (RB) Merangsang

pelepasan sitokin (increased cytokines released = ICR)

seperti : ET1, VPF1, A-II, TGF-ß, dan PDGF.

RB, hiperglikemia, dan AGE juga merangsang terjadinya

ICR.

3. Selain itu, hiperglikemia merangsang terbentuknya AGE,

Glycated albumin. Glycated albumin ini akan merangsang

terjadinya ekspansi matriks mesangium. Terakhir, Fisher

et al., (1996) menyatakan bahwa hipergklikemia dapat

mendesak atau mengganti matriks plasminogen.

Pendesakan/penggantian plasminogen oleh glukosa ini

menyebabkan degradasi mesangium berkurang dan terjadilah

ekspansi mesangium yang khas untuk ND.

4. Fase akhir dari patogenesis ND adalah terjadinya

mesangial matrix expansion yang dipacu oleh sitokin,

glycated albumin (lihat butir 3), hiperglikemia (melalui

displacement matrix plasminogen oleh glukosa), dan TXB2.

5. Dengan adanya mesangial matrix expansion pada DM disertai

albuminuria persisten, maka diagnosis nefropati diabetik

klinik dapat ditegakkan.

6. Cilostazol (CS) dan albuminuria :

Dalam glomeruli terdapat kelainan mnetabolisme

prostaglandin. Pada DM produksi TXB2 (metabolit TXA2) di

glomerulirenalis diduga meningkat, ekskresi TXB2 melalui

urin juga meningkat dan mempunyai peran penting pada

patogenesis terjadinya befropatik diabetik.

VI. Analisis kasus pada skenario

Data yang didapatkan pada pasien antara lain pada:

1. Anamnesis

Dari anamnesis kita dapatkan.

Tidak sadar kan diri Berkeringat Penderita diabetes 15 tahun Gula darah sewaktu turun Pengkonsumsi glibengklami Perut terasa penuh

2.Pemeriksaan Laboratorium dan pemeriksaan Fisik

Bool pressure : 100/60 mmHgNormalnya : 120/ 80 mmHg

HR : 100X/ Menit

Normalnya : 60-100X/ menit RR : 20X/ Menit

Normalnya :16-20X/ Menit Suhu : 36,8 O C

Normalnya : 36,6 O C – 37,2 O C Gukosa low (Menunjukan Hipoglikemia)

Normalnya : GDP : < 126 mg/dl Gula darah 2 jam setelah makan :<140 mg/dl GDS : < 140 mg/dl HBA1C : 6,5 %

HB : 9 g/dl ( menunjukan anemia)Normalnya : Perempuan : 12 -16 g/dl

Laki- laki : 12-18 g/dl . .BUN : 50 (Fungsi ginjal terganggu)

Normalnya : 20- 40 Creatinin 5 (kelainan pada ginjal)

Normalnya : 0,5 – 1,5 mg/dl

LFG : 10,625 (Gagal ginjal kronikstadium 5)

Normalnya : 90 - 120

LFG = (140-Umur) X beret Badan

72 X Kreatinin pLasma(mg/dl)

Perempuan dikalikan 0.85

kalium : 4 mmol/l

Normalnya : 3,5 -5,0 mmol/l

Dari analisis kasus di dapat kan diagnosis kerja yaitu DM TIPE 2 dengan komplikasi nefropati diabetik dan hipoglikemia.

Komplikasi dari scenarioAkut dm - koma hipoglikemia

-ketoasidosis-koma hiperosmolar nonketotikKronis dm- makroangiopati , mengenai pembuluh darah besar : pembuluh darah jantung , pembuluh darah tepi , pembuluh darah otaj -mikroangiopati , mengenai pembuluh darah kecil : retinopati diabetik , nefropati diabetik, -neuropati diabetik, -rentan infeksi , seperti tuberkulosis paru , gingivitas , daninfeksi saluran kemih -kaki diabetik

Komplikasi gagal ginjal kronik

1. Anemia karena gangguan pada produksi hormon eritropoietin yang bertugas mematangkan seDarah.

2. Osteodistofi kelainan tulang akibat kehilangan kalsium akibat gangguan metabolisme mineral

3. Gagal jantung 4. Disfungsi ereksi5. Aidosis metabolik

Prognosis dm- harapan hidup yang terkena diabetes pada usia 40 tahun, 5-10 tahun kuranf dari ratarata populasi.-serangan jantung adalah komplikasi paling bahaya yang sering menjadi pembunuh pasien diabetes-dengan kontrol gula yang teratur dan terjaga gaya hidup serta menjaga kadar lemak dalam darah secara ketat dapat meningkatkan harapan hidup lebih tinggi

Prognosis gagal ginjal kronik

Transplantasi ginjal pada anak di bawah 6 tahun memperoleh prognosis 5 year actuarial survival sebanyak 90 persen setelah di pakai siklosporin A Sebagai obat imunosufresif untuk mencegah reaksi penoloakan tubuh

VII. ASSESMENT

A. Diagnosis/ Diagnosis Sementara (Diagnosis/ Provisional

Diagnosis)

Nefropati diabetik ( CKD)

B. Data Penggunaan Obat yang diresepkan

Glibenklamid 5 mg 1 kali diminum tiap pagi.

C. Algoritme Terapi

Gagal ginjal kronis timbul karena destruksi struktur

ginjal yang progesif dan terus-menerus. Selain itu, pada

individu yang rentan, nefropati analgesic, destruksi

papilla ginjal yang yang terkait dengan pemakaian harian

obat-obatan analgesic selama bertahun-tahun dapat

menyebabkan gagal ginjal kronis. Apa pun sebabnya,

terjadi perburukan fungsi ginjal secara progesif yang

ditandai dengan penurunan GFR yang progresif.

Manifestasi klinis gagal ginjal kronis minimal

karena nefron-nefron lain yang sehat mengambil alih

fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa

meningkatkan laju filtrasi, reabsorpsi dan sekresinya

serta mengalami hipertrofi dalam proses tersebut. Seiring

dengan penyusutan progesif nefron, terjadi pembentukan

jaringan parut dan penurunan aliran darah ginjal.

Pelepasan renin dapat meningkat, bersama dengan kelebihan

beban cairan dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi

mempercepat gagal ginjal dengan meningkatkan filtrasi

protein plasma dan menimbulkan stress oksidatif.

Kegagalan ginjal membentuk eritropoietin dalam

jumlah yang adekuat sering kali menimbulkan anemia dan

keletihan. Anemia kronis dapat menyebabkan penurunan

oksigenasi jaringan di seluruh tubuh, Sehingga dapat

menurunkan tekanan darah perubahan tersebut menyebabkan

individu yang menderita gagal ginjal mengalami gagal

jantung kongestif sehingga penyakit gagal ginjal kronis

menjadi salah satu faktor resiko yang terkait dengan

penyakit jantung.

(Corwin, 2009)

Dialisis harus dimulai secara elektif daripada dalam keadaan

mendesak pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Karena

adanya progresif dari sifat penyakit dimana perencanaan untuk

dilakukukannya dialisis harus dimulai setelah kreatinin pasien

( ClCr ) turun di bawah 30 mL / menit per 1.73m2. (Dipiro)

tetapi pada penderita gagal ginjal yang mengalami hemodialisis

juga perlu diwaspadai karena hemodialisis juga memiliki

komplikasi yang perlu diawasi.

VIII. Evaluasi 4T dan 1W

Tepat Obat

Tidak tepat, setelah dihitung MDRD ClCr :

(186−5(−1,154))x65(−0,203)x0,742=9,22mL/menit (<15

mL/menit) dan merupakan gagal ginjal kronis stage 5.

Tepat Indikasi

Tepat karena glibenklamid digunakan untuk diabetes

tipe 2.

Tepat Dosis

Tepat dosis yang digunakan 1x 5 mg tiap pagi.

Tepat Pasien

Sudah tepat pasien, tetapi jangka lama dapat

memperburuk fungsi ginjal

Waspada Efek Samping

Dapat menyebabkan gangguan pencernaan, mual, muntah,

diare dan konstipasi . selain itu golongan

sulfonilurea dapat memperparah fungsi ginjal dan

liver.

IX. Drug Therapy Problem List

Jenis DRP Rekomendasi

Gagal ginjal berpotensiterjadi anemia

Perlu dilakukanpemeriksaan laboratoriumlebih lanjut untukmenegakkan diagnosis.

Glibenklamidkontraindikasi denganpasien gagal ginjal

Glibenklamid digantidengan insulin mix.

Gagal ginjal belumdiatasi.

Direkomendasikan dilakukanhemodialisis.

X. Data obat yang akan diberikan

No NamaObat

Potensi Rute Dosis Frekuensi

Efikasi Toksisitas

1 InsulinMix70/30

Antidiabetes

S.C TerganungKebutuhan DanDitentukanOlehDokter

Tiap 12Jam

Mengontrol GulaDarah

Hipoglikemia

XI. KONSELING

a. Batasi asupan kalori untuk menurunkan bb

b. Turunkan bb sesuai bmi

c. Menjelaskan cara penyimpanan pen insulin dan lama

penyimpanannya

d. Menjelaskan cara penggunaan pen insulin

e. Menjelaskan tanda-tanda hipoglikemi pada pasien

f. Menyarankan pada pasien untuk selalu membawa

permen/makanan tinggi gula

(Dipiro, 2008)

XII.MONITORING

a. Kadar HbA1C ≤ 6,5%

b. GDP ≤ 110mg/dL

c. GDPP ≤ 140-180 mg/dL

d. Kadar Hb (monitoring anemia)

e. Kadar klirens kreatinin (setelah hemodialisis)

XIII.Data obat yang yang akan diberikan

No NamaObat Potensi Rute Dosis Frekue

nsi Efikasi Toksisitas

1

InsulinMix70/30

Antidiabetes S.C

TerganungKebutuhan DanDitentukanOlehDokter

Tiap12 Jam

Mengontrol GulaDarah

Hipoglikemia

XIV.RESUME EBM

Pada pasien usia lanjut, penggunaan insulin campuran

memiliki tingkat efektivitas lebih tinggi dan lebih lama

dari pada insulin kerja panjang. Penggunaan insulin

campuran dapat meningkatkan kepatuhan pasien karena

memliki durasi yang panjang sehingga frekuensi penggunaan

lebih rendah.

(Jovanovic et al., 2014)

XV. PERENCANAAN KEPERAWATAN

1. DIET DM

a. Tepat Jenis

Karbohidrat komplek, seperti nasi, kentang, mie (kuning,

putih), singkong, roti tawar, crackers, jagung, makaroni.

Protein

Protein hewani, seperti ikan, daging sapi, ayam (tanpa

kulit), telur ayam / bebek.

Protein Nabati, buah alpukat, kacang-kacangan (tahu atau

tempe).

Lemak, seperti minyak kelapa, mentega (dalam jumlah

terbatas).

Sayur, semua sayuran dianjurkan.

Buah, semua boleh (tapi dalam takaran tertentu), misalnya

pepaya 1 potong, nanas 1 potong, semangka 1 potong,

mangga setengah buah.

Olahan makanan untuk pasien DM sebaiknya direbus,

dikukus, dibakar tapi jangan di goreng sebaiknya

memperbanyak sayur dan buah.

b. Tepat Jumlah

Tentukan berat badan ideal

Berat badan ideal = (TB-100) 10%

Catatan: Untuk wanita <150 cm dan pria <160 cm, tidak

dikurangi 10% lagi.

BB < 90% BB ideal

BB normal= 90-110% BB ideal

BB lebih = 110-120% idaman

Gemuk = >120% BB ideal

c. Tepat Jadwal

Untuk jadwal diet pasien DM ada 5 waktu: 3x makan besar

dan 2x makan kecil.

Misalnya, jam 7 pagi makan besar, jam 10 pagi makan

cemilan, jam 13.00 makan siang, jam 16.00 makan cemilan,

jam 19.00 makan besar. Bila makan mie instan harus

dilengkapi dengan sayuran, tidak boleh dengan nasi karena

mie sudah merupakan sumber karbohidrat.

2. Diet Gagal Ginjal Kronis

Diet rendah protein (DRP), diet rendah garam (DRG)

Terapi diet hanya bersifat membantu memperlambat

progresivitas gagal ginjal kronis. Pemberian suplemen

seperti zat besi, asam folat, kalsium, dan vitamin D

mungkin diperlukan. Suplemen vitaminA tidak dibutuhkan

sementara asupan mineral fosfor, magnesium, dan

elektrolit tertentu seperti kalium dan natrium mungkin

harus dikurangi. Pemberian suplemen vitamin- mineral pada

gagal ginjal kronis harus mengacu kepada hasil-hasil

pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, kadar

kalium, natrium, dan klorida.

3. Aktivitas Fisik

Untuk edukasi pasien DM terdapat 5 pilar: 1) Diet, 2)

Exercise, 3) monitoring, 4) Farmakoterapi, 5) Education.

Sejak 50-60 tahun yang lalu telah dikenal tiga cara utama

penatalaksanaan penyakit DM yaitu : diet, obat-obatan dan

olahraga. Keseimbangan tiga cara utama ini penting agar

penanganan penyakit DM berhasil. Dianjurkan pada

penderita DM latihan jasmani secara teratur bisa

dilakukan tiga sampai empat kali dalam seminggu, selama

kurang lebih 30 menit yang bersifat ringan dan tidak

membebani. Sebagai contoh olahraga ringan berjalan kaki

selama 30 menit.

4. Jumlah Asupan Cairan

Untuk mengetahui jumlah cairan yang diminum atau konsumsi

oleh pasien maka kita harus mengetahui output atau

keluaran oleh pasien dengan menghitung output atau urine

ditambah dengan IWL (Insensible Water Loss) atau jumlah

keringat yang keluar dari tubuh pasien serta ditambah

dengan output lain seperti muntah, diare, BAB. Dalam

kasus belum terdapat urine atau keluaran lain, hanya

terdapat IWL.

Rumus IWL:

Rumus Balance cairan : Input – (Output + IWL)

XVI. ASUHAN KEPERAWATAN

Keadaan Umum : Lemah

Tingakat Kesadaran : Composmentis

Tanda-tanda vital : TD : 100/60

N : 100x/menit

S : 36, 8°C

RR : 20 x/menit

BB : 60 kg

TB : 155 cm

IAPP/IPPA

Kepala

Mata

Telinga

Hidung

Mulut

Leher

Dada

Jantung

Abdomen

Genetalia

Teraphy

XVII.PUSTAKA

British National Formulary (bnf.org)

Dipiro, Joseph T et al., 2006, Pharmacotherapy Handbook, Sixth

edition, Mc Graw Hill.

Jovanovic, L., Peters, A. L., Jiang, H.H., Hardin, D. S.,

2014, Durability of glycemic control with insulin lispro mix 75/25

versus insulin. glargine for older patients with type

diabetes, Aging Clin Exp Res, Eli Lilly and Company,

Indianapolis, 26: 115-121.

American Diabetes Association. 2004. Hypertension Managementin adults with diabetes(position statement). Diabetes Care(Suppl 1): S65-S67.

American Diabetes Association. 1994. Standards of medical carefor patients with diabetes mellitus. Diabetes Care : pp. 616-623.

Beetham W. P. 1963. Visual Prognosis of Proliferating DiabeticRetinopathy. Brit. J. Opth. P. 611.

Bergstroom J. 1999. Mechanism of Uremic Supression of Apetite.Journal of Renal Nutrition. hal 129-132.

Daniel W. Foster. 1994. Diabetes Mellitus in Harrison Prinsip-PrinsipIlmu Penyakit Dalam. Edisi 13, EGC. Jakarta. Hal 2212-2213.

Djokomuljanto R. 1999. Insulin Resistance and Other Factors in thePatogenesis of Diabetic Nephropathy. Simposium NefropatiDiabetik. Konggres Pernefri.

Imam Parsudi A. 1993. “Nefropati Diabetik” konggres NasionalPerkemi III 1993: 225-235.

Lestariningsih. 2004. Hipergensi pada Diabetik PIT V PERKENI 2004.Semarang. hal 1-5.

Saweins Walaa. 2004. The Renal Unit at the Royal Informary ofEdinburgh. Scotland, Uk, Renal @ed.ac.uk.

Sukandar E. 1997. Tinjauan Umum Nefropati Diabetik in NefropatiKlinik.

Edisi ke-2. Penerbit ITB. Bandung. Hal 274-281.