LAPORAN IPE KELOMPOK 4A
FAKULTAS KEDOKTERAN FAKULTAS FARMASI, DAN FAKULTAS KEPERAWATAN
Disusun Oleh:
KEDOKTERANFARMASI KEPERAWATAN
Universitas Muhammadiyah Surakarta
2015
Laela Nurrohmah(J500130048)
M.Tangguh Satria(J500130049)
Andi Irawan Kisman(J500130050)
Esha Putri N S(J500130051)
Desy Pristy A(J500130055)
Canny Nur C(J500130056)
Prala Ayu A P(J500130058)
Sasmita Puji R. (J210130084)
Ni'mah M. (J210130087)
Nadia Zulfa C.(J210130091)
Aisyah M. M.( J210130093)
Suci Setiasih (J210130094)
Ristia W. (K100120004)
Nurita Setyorini (K100120051)
Nurul Dini S. (K100120056)
Eka Febriyanti (K100120066)
Elsa Nurhalinda (K100120084)
Jauhar Fatoni (K100120091)
Desi Dwi S. (K100120139)
I. PendahuluanDiabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang
timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena
adanya peningatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo
dalam Padila, 2012: 3). Menurut American Diabetes
Association dalam Ndraha (2014) Diabetes Melitus (DM)
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya.
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan
heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa
dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal
bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa
di bentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi.
Insulin, yaitu suatu hormon yang di produksi pankreas,
mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur
produksi dan penyimpanannya (Brunner dan Suddarth,
2002: 1220).
Klasifikasi etiologis DM menurut American Diabetes
Association dalam Ndraha (2014: 10) , dibagi dalam 4
jenis yaitu:
a. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes
Mellitus/IDDM
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta
pankreas karena sebab autoimun. Pada DM tipe ini
terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin
dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang
jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali.
Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah
ketoasidosis.
b. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes
Mellitus/NIDDM
Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia
tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke
dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang
merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena
terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah
tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam
darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin.
Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi
insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi
insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami
desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset DM tipe ini
terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya
asimtomatik. Adanya resistensi yang terjadi perlahan-
lahan akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan
glukosa berkurang. DM tipe ini sering terdiagnosis
setelah terjadi komplikasi.
c. Diabetes Melitus Tipe Lain
DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada
defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja
insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik
endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit
autoimun dan kelainan genetik lain. Penyebab terjadinya
DM tipe lain dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1
Klasifikasi Diabetes melitusI Diabetes tipe I (Dekstruksi sel, umumnya mengarah
kepadadefiiensi insulin absolut)
Immune mediated
IdiopatikII Diabetes tipe 2 Diabetes (dari predominan resitensi
insulin dengan defisiensi insulin relative hingga
predominan defek sekresi dengan resistensi insulin)III Tipe lain
Defek genetik dari fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrine pankreas
Endokrinopati
Imbas obat atau zat kimia
Infeksi
Jenis tidak umum dari diabetes yang
diperantarai imun
Sindrom genetik lainnya yang berhubungan
dengan DMIV Diabetes melitus gestasional
d. Diabetes Melitus Gestasional
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana
intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa
kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM
gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi
perinatal. Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih
besar untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu
5-10 tahun setelah melahirkan
II. Gejala dan Tanda Serta Hasil Laboratorium dan PenegakanDiagnosisnya.
Sign dan symptom pada kasus :
Tidak sadar kan diri Berkeringat Penderita diabetes 15 tahun Gula darah sewaktu turun Pengkonsumsi glibengklami
Pemeriksaan Fisik dan laboratorium1. Blood pressure : 100/60 mmHg
Normalnya : 120/ 80 mmHg2. HR : 100X/ Menit
Normalnya : 60-100X/ menit3. RR : 20X/ Menit
Normalnya :16-20X/ Menit4. Suhu : 36,8 O C
Normalnya : 36,6 O C – 37,2 O C5. Gukosa low (Menunjukan Hipoglikemia)
Normalnya : GDP : < 126 mg/dl Gula darah 2 jam setelah makan :<140 mg/dl GDS :< 140 mg/dl HBA1C : 6,5 %
6. HB : 9 g/dl ( menunjukan anemia)Normalnya : Perempuan : 12 -16 g/dl
Laki- laki : 12-18 g/dl
7.BUN : 50 (Fungsi ginjal terganggu) Normalnya : 20- 40
8.Creatinin 5 (kelainan pada ginjal)
Normalnya : 0,5 – 1,5 mg/dl
LFG : 10,625 (Gagal ginjal kronik stadium 5)
Normalnya : 90 - 120
LFG = (140-Umur) X beret Badan
72 X Kreatinin pLasma (mg/dl)
Perempuan dikalikan 0.85
9. kalium : 4 mmol/l
Normalnya : 3,5 -5,0 mmol/l
Jadi kasus pada skenario adalah DM TIPE 2 dengan komplikasinefropati diabetik dan hipoglikemia karena penggunaan obatsulfoniurea yang lama.
DM TIPE 2 Adalah Kelainan metabolik di tandai denganhiperglikemia karena difesiensi insuslin yang relatif denganatau tanpa gejalah klasik yaitu poliuri,polifagi,polifagidan berat bandan turun.
Nefropati Diabetika adalah penyakit ginjal akibatpenyakit DM yang merupakan penyebab utama gagal ginjal diEropa dan USA.(5) Ada 5 fase Nefropati Diabetika. Fase I,adalah hiperfiltrasi dengan peningkatan GFR, AER (albuminekretion rate) dan hipertropi ginjal. Fase II ekresi albuminrelative normal (<30mg/24j) pada beberapa penderita mungkinmasih terdapat hiperfiltrasi yang mempunyai resiko lebih
tinggi dalam berkembang menjadi Nefropati Diabetik. FaseIII, terdapat mikro albuminuria (30-300mg/24j). Fase IV,Difstick positif proteinuria, ekresi albumin >300mg/24j,pada fase ini terjadi penurunan GFR dan hipertensi biasanyaterdapat. Fase V merupakan End Stage Renal Disease (ESRD),dialisa biasanya dimulai ketika GFRnya sudah turun sampai15ml/mnt.(2)
Hipoglikemia adalah keadaan kadar gula darah di bawahnilai normal ( < 45 – 50 mg / dL). Hipoglikemia perludicegah pada pasien diabetes yang mendapatkan terapipengendalian kadar glukosa darah karena dapat menyebabkankematian apabila kadar gula darah tidak segera ditingkatkan.
III. Klasifikasi dan etiologi
Klasifikasi
Etiologi nefropati diabetik
Hipertensi atau tekanan darah yang tinggi merupakankomplikasi dari penyakit DM dipercaya paling banyakmenyebabkan secara langsung terjadinya Nefropati Diabetika.Hipertensi yang tak terkontrol dapat meningkatkanprogresifitas untuk mencapai fase Nefropati Diabetika yanglebih tinggi (Fase V Nefropati Diabetika).
IV. Patofisiologi dan Patogenesis
Patofisiologi
Pada diabetes perubahan pertama yang terlihat pada ginjaladalah pembesaran ukuran ginjal dan hiperfiltrasi.Glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh tubulusdan sekaligus membawa natrium, bersamaan dengan efekinsulin (eksogen pada IDDM dan endogen pada NIDDM) yangmerangsang reabsorbsi tubuler natrium, akan menyebabkan
volume ekstrasel meningkat, terjalah hiperfiltrasi. Padadiabetes, arteriole eferen, lebih sensitive terhadappengaruh angiotensin II dibanding arteriole aferen,danmungkin inilah yang dapat menerangkan mengapa padadiabetes yang tidak terkendali tekanan intraglomerulernaik dan ada hiperfiltrasi glomerus.
Patogenesis
Patogenesis terjadinya kelainan ginjal pada
penderita diabetes tidak dapat diterangkan dengan pasti.
Gangguan awal pada jaringan ginjal sebagai dasar
terjadinya nefropati adalah terjadinya proses
hiperfiltrasi-hiperfasi membran basal glomerulus.
Tampaknya berbagai factor berperan dalam terjadinya
kelainan tersebut. Peningkatan glukosa yang menahun
(glukotoksisitas) pada penderita yang mempunyai
predisposisi genetik merupakan factor-faktor utama yang
menimbulkan nefropati. Glukotoksisitas terhadap membran
basal dapat melalui 2 alur, yaitu :
Alur Metabolik (metabolic pathway) : Glukosa dapat
bereaksi secara proses non-enzimatik dengan asam amino
bebas menghasilkan AGE’s (advance glycosylation end –
products). Peningkatan AGE’s akan menimbulkan kerusakan
pada glomerulus ginjal.
Alur Poliol (polyol pathway) : Terjadi peningkatan
sarbitol dalam jaringan akibat meningkatnya reduksi
glukosa oleh aktivitas enzim aldose reduktase.
Peningkatan sarbitol akan mengakibatkan berkurangnya
kadar mioinositol yang menyebabkan gangguan osmolaritas
membran basal
Kunci perubahan pada glomerulopati diabetik adalah
bertambahnya zat-zat extraseluler abnormalitas morfologi
yang paling dini pada nefropati diabetik adalah penebalan
membran basement glomerulus (GBM) dan perluasan mesangial
selama penumpukan zat-zat ekstraselular.
V. Urutan hipotesis terjadinya nefropati diabetik :
1. Akibat diabetes, diperberat dengan adaanya hipertensi,
maka pada ginjal timbul gangguan hemodinamik (Abnormal
Renal Hemodynamics). Dari keadaan tersebut, timbullah 2
efek yang merugikan, yaitu :
Auto regulasi ginjal hilang (loss of renal
autoregulation). Akibatnya, arteriol aferen mengalami
dilatasi bersamaan dengan konstriksi pada arteriol
eferen, dan menyebabkan intraglomerulus meningkat
(increased intraglomerular pressure)
Peningkatan kepekaan dari arteri eferen terhadap
angiotensin-II, norepineprin, dan vasopressine, sehingga
timbullah vasokonstriksi pada arteriol eferen (efferent
arteriolar constriction). Seperti disebutkan pada butir
a, bersamaan dengan afferent arteriolar dilation
terjadilah increased intraglomerular pressure (IIP)
2. Increased Intraglomerular pressure mempunyai 2 efek
negatif, yaitu:
Merangsang sintesis radikal bebas (RB) Merangsang
pelepasan sitokin (increased cytokines released = ICR)
seperti : ET1, VPF1, A-II, TGF-ß, dan PDGF.
RB, hiperglikemia, dan AGE juga merangsang terjadinya
ICR.
3. Selain itu, hiperglikemia merangsang terbentuknya AGE,
Glycated albumin. Glycated albumin ini akan merangsang
terjadinya ekspansi matriks mesangium. Terakhir, Fisher
et al., (1996) menyatakan bahwa hipergklikemia dapat
mendesak atau mengganti matriks plasminogen.
Pendesakan/penggantian plasminogen oleh glukosa ini
menyebabkan degradasi mesangium berkurang dan terjadilah
ekspansi mesangium yang khas untuk ND.
4. Fase akhir dari patogenesis ND adalah terjadinya
mesangial matrix expansion yang dipacu oleh sitokin,
glycated albumin (lihat butir 3), hiperglikemia (melalui
displacement matrix plasminogen oleh glukosa), dan TXB2.
5. Dengan adanya mesangial matrix expansion pada DM disertai
albuminuria persisten, maka diagnosis nefropati diabetik
klinik dapat ditegakkan.
6. Cilostazol (CS) dan albuminuria :
Dalam glomeruli terdapat kelainan mnetabolisme
prostaglandin. Pada DM produksi TXB2 (metabolit TXA2) di
glomerulirenalis diduga meningkat, ekskresi TXB2 melalui
urin juga meningkat dan mempunyai peran penting pada
patogenesis terjadinya befropatik diabetik.
VI. Analisis kasus pada skenario
Data yang didapatkan pada pasien antara lain pada:
1. Anamnesis
Dari anamnesis kita dapatkan.
Tidak sadar kan diri Berkeringat Penderita diabetes 15 tahun Gula darah sewaktu turun Pengkonsumsi glibengklami Perut terasa penuh
2.Pemeriksaan Laboratorium dan pemeriksaan Fisik
Bool pressure : 100/60 mmHgNormalnya : 120/ 80 mmHg
HR : 100X/ Menit
Normalnya : 60-100X/ menit RR : 20X/ Menit
Normalnya :16-20X/ Menit Suhu : 36,8 O C
Normalnya : 36,6 O C – 37,2 O C Gukosa low (Menunjukan Hipoglikemia)
Normalnya : GDP : < 126 mg/dl Gula darah 2 jam setelah makan :<140 mg/dl GDS : < 140 mg/dl HBA1C : 6,5 %
HB : 9 g/dl ( menunjukan anemia)Normalnya : Perempuan : 12 -16 g/dl
Laki- laki : 12-18 g/dl . .BUN : 50 (Fungsi ginjal terganggu)
Normalnya : 20- 40 Creatinin 5 (kelainan pada ginjal)
Normalnya : 0,5 – 1,5 mg/dl
LFG : 10,625 (Gagal ginjal kronikstadium 5)
Normalnya : 90 - 120
LFG = (140-Umur) X beret Badan
72 X Kreatinin pLasma(mg/dl)
Perempuan dikalikan 0.85
kalium : 4 mmol/l
Normalnya : 3,5 -5,0 mmol/l
Dari analisis kasus di dapat kan diagnosis kerja yaitu DM TIPE 2 dengan komplikasi nefropati diabetik dan hipoglikemia.
Komplikasi dari scenarioAkut dm - koma hipoglikemia
-ketoasidosis-koma hiperosmolar nonketotikKronis dm- makroangiopati , mengenai pembuluh darah besar : pembuluh darah jantung , pembuluh darah tepi , pembuluh darah otaj -mikroangiopati , mengenai pembuluh darah kecil : retinopati diabetik , nefropati diabetik, -neuropati diabetik, -rentan infeksi , seperti tuberkulosis paru , gingivitas , daninfeksi saluran kemih -kaki diabetik
Komplikasi gagal ginjal kronik
1. Anemia karena gangguan pada produksi hormon eritropoietin yang bertugas mematangkan seDarah.
2. Osteodistofi kelainan tulang akibat kehilangan kalsium akibat gangguan metabolisme mineral
3. Gagal jantung 4. Disfungsi ereksi5. Aidosis metabolik
Prognosis dm- harapan hidup yang terkena diabetes pada usia 40 tahun, 5-10 tahun kuranf dari ratarata populasi.-serangan jantung adalah komplikasi paling bahaya yang sering menjadi pembunuh pasien diabetes-dengan kontrol gula yang teratur dan terjaga gaya hidup serta menjaga kadar lemak dalam darah secara ketat dapat meningkatkan harapan hidup lebih tinggi
Prognosis gagal ginjal kronik
Transplantasi ginjal pada anak di bawah 6 tahun memperoleh prognosis 5 year actuarial survival sebanyak 90 persen setelah di pakai siklosporin A Sebagai obat imunosufresif untuk mencegah reaksi penoloakan tubuh
VII. ASSESMENT
A. Diagnosis/ Diagnosis Sementara (Diagnosis/ Provisional
Diagnosis)
Nefropati diabetik ( CKD)
B. Data Penggunaan Obat yang diresepkan
Glibenklamid 5 mg 1 kali diminum tiap pagi.
C. Algoritme Terapi
Gagal ginjal kronis timbul karena destruksi struktur
ginjal yang progesif dan terus-menerus. Selain itu, pada
individu yang rentan, nefropati analgesic, destruksi
papilla ginjal yang yang terkait dengan pemakaian harian
obat-obatan analgesic selama bertahun-tahun dapat
menyebabkan gagal ginjal kronis. Apa pun sebabnya,
terjadi perburukan fungsi ginjal secara progesif yang
ditandai dengan penurunan GFR yang progresif.
Manifestasi klinis gagal ginjal kronis minimal
karena nefron-nefron lain yang sehat mengambil alih
fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa
meningkatkan laju filtrasi, reabsorpsi dan sekresinya
serta mengalami hipertrofi dalam proses tersebut. Seiring
dengan penyusutan progesif nefron, terjadi pembentukan
jaringan parut dan penurunan aliran darah ginjal.
Pelepasan renin dapat meningkat, bersama dengan kelebihan
beban cairan dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi
mempercepat gagal ginjal dengan meningkatkan filtrasi
protein plasma dan menimbulkan stress oksidatif.
Kegagalan ginjal membentuk eritropoietin dalam
jumlah yang adekuat sering kali menimbulkan anemia dan
keletihan. Anemia kronis dapat menyebabkan penurunan
oksigenasi jaringan di seluruh tubuh, Sehingga dapat
menurunkan tekanan darah perubahan tersebut menyebabkan
individu yang menderita gagal ginjal mengalami gagal
jantung kongestif sehingga penyakit gagal ginjal kronis
menjadi salah satu faktor resiko yang terkait dengan
penyakit jantung.
(Corwin, 2009)
Dialisis harus dimulai secara elektif daripada dalam keadaan
mendesak pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Karena
adanya progresif dari sifat penyakit dimana perencanaan untuk
dilakukukannya dialisis harus dimulai setelah kreatinin pasien
( ClCr ) turun di bawah 30 mL / menit per 1.73m2. (Dipiro)
tetapi pada penderita gagal ginjal yang mengalami hemodialisis
juga perlu diwaspadai karena hemodialisis juga memiliki
komplikasi yang perlu diawasi.
VIII. Evaluasi 4T dan 1W
Tepat Obat
Tidak tepat, setelah dihitung MDRD ClCr :
(186−5(−1,154))x65(−0,203)x0,742=9,22mL/menit (<15
mL/menit) dan merupakan gagal ginjal kronis stage 5.
Tepat Indikasi
Tepat karena glibenklamid digunakan untuk diabetes
tipe 2.
Tepat Dosis
Tepat dosis yang digunakan 1x 5 mg tiap pagi.
Tepat Pasien
Sudah tepat pasien, tetapi jangka lama dapat
memperburuk fungsi ginjal
Waspada Efek Samping
Dapat menyebabkan gangguan pencernaan, mual, muntah,
diare dan konstipasi . selain itu golongan
sulfonilurea dapat memperparah fungsi ginjal dan
liver.
IX. Drug Therapy Problem List
Jenis DRP Rekomendasi
Gagal ginjal berpotensiterjadi anemia
Perlu dilakukanpemeriksaan laboratoriumlebih lanjut untukmenegakkan diagnosis.
Glibenklamidkontraindikasi denganpasien gagal ginjal
Glibenklamid digantidengan insulin mix.
Gagal ginjal belumdiatasi.
Direkomendasikan dilakukanhemodialisis.
X. Data obat yang akan diberikan
No NamaObat
Potensi Rute Dosis Frekuensi
Efikasi Toksisitas
1 InsulinMix70/30
Antidiabetes
S.C TerganungKebutuhan DanDitentukanOlehDokter
Tiap 12Jam
Mengontrol GulaDarah
Hipoglikemia
XI. KONSELING
a. Batasi asupan kalori untuk menurunkan bb
b. Turunkan bb sesuai bmi
c. Menjelaskan cara penyimpanan pen insulin dan lama
penyimpanannya
d. Menjelaskan cara penggunaan pen insulin
e. Menjelaskan tanda-tanda hipoglikemi pada pasien
f. Menyarankan pada pasien untuk selalu membawa
permen/makanan tinggi gula
(Dipiro, 2008)
XII.MONITORING
a. Kadar HbA1C ≤ 6,5%
b. GDP ≤ 110mg/dL
c. GDPP ≤ 140-180 mg/dL
d. Kadar Hb (monitoring anemia)
e. Kadar klirens kreatinin (setelah hemodialisis)
XIII.Data obat yang yang akan diberikan
No NamaObat Potensi Rute Dosis Frekue
nsi Efikasi Toksisitas
1
InsulinMix70/30
Antidiabetes S.C
TerganungKebutuhan DanDitentukanOlehDokter
Tiap12 Jam
Mengontrol GulaDarah
Hipoglikemia
XIV.RESUME EBM
Pada pasien usia lanjut, penggunaan insulin campuran
memiliki tingkat efektivitas lebih tinggi dan lebih lama
dari pada insulin kerja panjang. Penggunaan insulin
campuran dapat meningkatkan kepatuhan pasien karena
memliki durasi yang panjang sehingga frekuensi penggunaan
lebih rendah.
(Jovanovic et al., 2014)
XV. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. DIET DM
a. Tepat Jenis
Karbohidrat komplek, seperti nasi, kentang, mie (kuning,
putih), singkong, roti tawar, crackers, jagung, makaroni.
Protein
Protein hewani, seperti ikan, daging sapi, ayam (tanpa
kulit), telur ayam / bebek.
Protein Nabati, buah alpukat, kacang-kacangan (tahu atau
tempe).
Lemak, seperti minyak kelapa, mentega (dalam jumlah
terbatas).
Sayur, semua sayuran dianjurkan.
Buah, semua boleh (tapi dalam takaran tertentu), misalnya
pepaya 1 potong, nanas 1 potong, semangka 1 potong,
mangga setengah buah.
Olahan makanan untuk pasien DM sebaiknya direbus,
dikukus, dibakar tapi jangan di goreng sebaiknya
memperbanyak sayur dan buah.
b. Tepat Jumlah
Tentukan berat badan ideal
Berat badan ideal = (TB-100) 10%
Catatan: Untuk wanita <150 cm dan pria <160 cm, tidak
dikurangi 10% lagi.
BB < 90% BB ideal
BB normal= 90-110% BB ideal
BB lebih = 110-120% idaman
Gemuk = >120% BB ideal
c. Tepat Jadwal
Untuk jadwal diet pasien DM ada 5 waktu: 3x makan besar
dan 2x makan kecil.
Misalnya, jam 7 pagi makan besar, jam 10 pagi makan
cemilan, jam 13.00 makan siang, jam 16.00 makan cemilan,
jam 19.00 makan besar. Bila makan mie instan harus
dilengkapi dengan sayuran, tidak boleh dengan nasi karena
mie sudah merupakan sumber karbohidrat.
2. Diet Gagal Ginjal Kronis
Diet rendah protein (DRP), diet rendah garam (DRG)
Terapi diet hanya bersifat membantu memperlambat
progresivitas gagal ginjal kronis. Pemberian suplemen
seperti zat besi, asam folat, kalsium, dan vitamin D
mungkin diperlukan. Suplemen vitaminA tidak dibutuhkan
sementara asupan mineral fosfor, magnesium, dan
elektrolit tertentu seperti kalium dan natrium mungkin
harus dikurangi. Pemberian suplemen vitamin- mineral pada
gagal ginjal kronis harus mengacu kepada hasil-hasil
pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, kadar
kalium, natrium, dan klorida.
3. Aktivitas Fisik
Untuk edukasi pasien DM terdapat 5 pilar: 1) Diet, 2)
Exercise, 3) monitoring, 4) Farmakoterapi, 5) Education.
Sejak 50-60 tahun yang lalu telah dikenal tiga cara utama
penatalaksanaan penyakit DM yaitu : diet, obat-obatan dan
olahraga. Keseimbangan tiga cara utama ini penting agar
penanganan penyakit DM berhasil. Dianjurkan pada
penderita DM latihan jasmani secara teratur bisa
dilakukan tiga sampai empat kali dalam seminggu, selama
kurang lebih 30 menit yang bersifat ringan dan tidak
membebani. Sebagai contoh olahraga ringan berjalan kaki
selama 30 menit.
4. Jumlah Asupan Cairan
Untuk mengetahui jumlah cairan yang diminum atau konsumsi
oleh pasien maka kita harus mengetahui output atau
keluaran oleh pasien dengan menghitung output atau urine
ditambah dengan IWL (Insensible Water Loss) atau jumlah
keringat yang keluar dari tubuh pasien serta ditambah
dengan output lain seperti muntah, diare, BAB. Dalam
kasus belum terdapat urine atau keluaran lain, hanya
terdapat IWL.
Rumus IWL:
Rumus Balance cairan : Input – (Output + IWL)
XVI. ASUHAN KEPERAWATAN
Keadaan Umum : Lemah
Tingakat Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital : TD : 100/60
N : 100x/menit
S : 36, 8°C
RR : 20 x/menit
BB : 60 kg
TB : 155 cm
IAPP/IPPA
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Dada
Jantung
Abdomen
Genetalia
Teraphy
XVII.PUSTAKA
British National Formulary (bnf.org)
Dipiro, Joseph T et al., 2006, Pharmacotherapy Handbook, Sixth
edition, Mc Graw Hill.
Jovanovic, L., Peters, A. L., Jiang, H.H., Hardin, D. S.,
2014, Durability of glycemic control with insulin lispro mix 75/25
versus insulin. glargine for older patients with type
diabetes, Aging Clin Exp Res, Eli Lilly and Company,
Indianapolis, 26: 115-121.
American Diabetes Association. 2004. Hypertension Managementin adults with diabetes(position statement). Diabetes Care(Suppl 1): S65-S67.
American Diabetes Association. 1994. Standards of medical carefor patients with diabetes mellitus. Diabetes Care : pp. 616-623.
Beetham W. P. 1963. Visual Prognosis of Proliferating DiabeticRetinopathy. Brit. J. Opth. P. 611.
Bergstroom J. 1999. Mechanism of Uremic Supression of Apetite.Journal of Renal Nutrition. hal 129-132.
Daniel W. Foster. 1994. Diabetes Mellitus in Harrison Prinsip-PrinsipIlmu Penyakit Dalam. Edisi 13, EGC. Jakarta. Hal 2212-2213.
Djokomuljanto R. 1999. Insulin Resistance and Other Factors in thePatogenesis of Diabetic Nephropathy. Simposium NefropatiDiabetik. Konggres Pernefri.
Imam Parsudi A. 1993. “Nefropati Diabetik” konggres NasionalPerkemi III 1993: 225-235.
Lestariningsih. 2004. Hipergensi pada Diabetik PIT V PERKENI 2004.Semarang. hal 1-5.
Saweins Walaa. 2004. The Renal Unit at the Royal Informary ofEdinburgh. Scotland, Uk, Renal @ed.ac.uk.
Sukandar E. 1997. Tinjauan Umum Nefropati Diabetik in NefropatiKlinik.
Edisi ke-2. Penerbit ITB. Bandung. Hal 274-281.