Laporan Praktikum

25
Laporan Praktikum Hari/Tanggal :Rabu/7 November 2012 M.K Sanitasi Higiene PJ Dosen :Neny Mariyani, STP Asisten :Yuvita Alfa Nurani Wirayani Febi Haloho UJI DESINFEKTAN/ANTISEPTIK METODE DIFUSI SUMUR DAN CAKRAM KERTAS SARING Kelompok 6/B-P2 Aiydi Basytin Hanif J3E111018 Ayu Putri Dharma J3E111050 Nova Tenri Dewi J3E111091 Andal Jumenda K J3E211157 Zaky Satrio P J3E211160

Transcript of Laporan Praktikum

Laporan Praktikum Hari/Tanggal :Rabu/7 November 2012

M.K Sanitasi Higiene PJ Dosen :NenyMariyani, STP Asisten

:Yuvita Alfa Nurani Wirayani Febi

Haloho

UJI DESINFEKTAN/ANTISEPTIK METODE DIFUSI SUMUR

DAN CAKRAM KERTAS SARING Kelompok 6/B-P2

Aiydi Basytin Hanif J3E111018

Ayu Putri Dharma J3E111050

Nova Tenri Dewi J3E111091

Andal Jumenda K J3E211157

Zaky Satrio P J3E211160

SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN

PROGRAM DIPLOMA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang 

Disinfektan adalah bahan kimia yang digunakan

untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran oleh

jasad renik atau obat untuk membasmi kuman penyakit

Pengertian lain dari disinfektan adalah senyawa kimia

yang bersifat toksik dan memiliki kemampuan membunuh

mikroorganisme yang terpapar secara langsung oleh

disinfektan. Disinfektan tidak memiliki daya penetrasi

sehingga tidak mampu membunuh mikroorganisme yang

terdapat di dalam celah atau cemaran mineral. Selain

itu disinfektan tidak dapat membunuh spora bakteri

sehingga dibutuhkan metode lain seperti sterilisasi

dengan autoklaf

Efektivitas disinfektan dipengaruhi oleh beberapa

faktor, diantaranya lama paparan, suhu, konsentrasi

disinfektan, pH, dan ada tidaknya bahan pengganggu. pH

merupakan faktor penting dalam menentukan efektivitas

disinfektan, misalnya saja senyawa klorin akan

kehilangan aktivitas disinfeksinya pada pH lingkungan

lebih dari 10. Contoh senyawa pengganggu yang dapat

menurunkan efektivitas disinfektan adalah senyawa

organik.

Untuk menguji kekuatan disinfektan dalm menghambat

pertumbhan mikroba dapat digunakan dengan metode cakram

kertas saring. Metode cakram kertas saring merupakan

metode yang sering digunakan untuk menguji aktivitas

antimikroba suatu antibiotik terhadap mikroorganisme

pathogen penyebab suatu penyakit. Metode cakram kertas

saring juga dapat dilakukan dengan menggunakan silinder

tidak beralas atau sumur dan diisi dengan sejumlah

antibiotic dalam jumlah tertentu (lay, 1994). Kepekaan

mikroorganisme terhadapa antibiotic terlihatdari ukuran

zona bening yang terbentuk ( Cappuccino dan Sherman,

2001). Zona bening adalah area bening disekitar cakram

kertas yang nantinya kan digunakan sebagai indikasi

tidak adannya atau terhambatnya pertumbuhan

mikroorganisme dikarenakan ekskresi zat antimikroba

oleh kompetitornya.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk

mempelajari sifat efektivitas dari beberapa disinfektan

serta untuk mempelajari penerapan metode cakram kertas

untuk mengevaluasi efektivitas dan aktivitas beberapa

jenis disinfektan

BAB II

HASIL PENGAMATAN

2.1 Hasil PengamatanTabel 1. Hasil pengamatan metode cakram kelompok 1

METODE CAKRAMLubang IODIUM KOMERSIL FORMALDEHID

1 1,74 1,08 2,022 1,82 0,76 0,823 0 0 1,564 0 0 1,52

5 (KONTROL AIR) 0 0 0

Tabel 2. Hasil pengamatan metode sumur kelompok 1

METODE SUMURLubang IODIUM KOMERSIAL FORMALDEHID

1 0 0 1,742 0 0 1,543 0 0 2,144 0 0 2,18

5 (KONTROL AIR) 0 0 0

Tabel 3. Hasil pengamatan metode cakram kelompok 2

METODE CAKRAMLubang IODIUM KOMERSIL FORMALDEHID

1 0 0,66 1,172 0 1,28 1,683 0 1,09 1,594 0 1,19 2,94

5 (KONTROL AIR) 0 0 0

Tabel 4. Hasil pengamatan metode sumur kelompok 2

METODE SUMURLubang IODIUM KOMERSIL FORMALDEHID

1 0 1,60 1,70

2 0 1,46 1,683 0 1,38 1,504 0 1,54 1,60

5 (KONTROL AIR) 0 0 1,82

Tabel 5. Hasil pengamatan metode cakram kelompok 3

METODE CAKRAMLubang IODIUM KOMERSIL FORMALDEHID

1 0 0,60 1,922 0 0,54 1,373 0 0,68 1,444 0 0,54 1,54

5 (KONTROL AIR) 0 0 0

Tabel 6. Hasil pengamatan metode sumur kelompok 3

METODE SUMURLubang IODIUM KOMERSIL FORMALDEHID

1 0 0 1,442 0 0 1,343 0 0 1,554 0 0 1,91

5 (KONTROL AIR) 0 0 0

Tabel 7. Hasil pengamatan metode cakram kelompok 4

METODE CAKRAMLubang IODIUM KOMERSIL FORMALDEHID

1 0 1,64 1,522 0 1,68 1,703 0 0 2,074 0 0 1,59

5 (KONTROL AIR) 0 0 0

Tabel 8. Hasil pengamatan metode sumur kelompok 4

METODE SUMURLubang IODIUM KOMERSIL FORMALDEHID

1 0 0 1,832 0 0 1,52

3 0 0 1,684 0 0 1,44

5 (KONTROL AIR) 0 0 0

Tabel 9. Hasil pengamatan metode cakram kelompok 5

METODE CAKRAMLubang IODIUM KOMERSIL FORMALDEHID

1 0 0 2,302 0 0 1,853 0 0 1,804 0 0 1,29

5 (KONTROL AIR) 0 0 0

Tabel 20. Hasil pengamatan metode sumur kelompok 5

METODE SUMURLubang IODIUM KOMERSIL FORMALDEHID

1 1,35 0 1,482 0,68 0 1,313 0,51 0 1,314 0,94 0 1,51

5 (KONTROL AIR) 0 0 0

Tabel 13. Hasil pengamatan metode cakram kelompok 6

METODE CAKRAMLubang IODIUM KOMERSIL FORMALDEHID

1 0 0 1,202 0 0 1,613 0 0 1,054 0 0 0

5 (KONTROL AIR) 0 0 0

Tabel 42. Hasil pengamatan metode sumur kelompok 6

METODE SUMURLubang IODIUM KOMERSIL FORMALDEHID

1 0 2,05 1,642 0 1,89 1,713 0 0 1,784 0 0 1,83

5 (KONTROL AIR) 0 0 0

Tabel 53. Hasil pengamatan metode cakram kelompok 7

METODE CAKRAMLubang IODIUM KOMERSIL FORMALDEHID

1 0 0 2,102 0 0 1,703 0 0 1,504 0 0 1,19

5 (KONTROL AIR) 0 0 0

Tabel 64. Hasil pengamatan metode sumur kelompok 7

METODE SUMURLubang IODIUM KOMERSIL FORMALDEHID

1 0,62 0,72 1,572 0,61 0,70 1,183 0,79 1,20 2,114 1,01 1,00 3,37

5 (KONTROL AIR) 0 0,82 0

*Keterangan : 0 = Tidak ada areal bening

BAB III

PEMBAHASAN

3.2 Pembahasan

Desinfeksi adalah suatu proses yang membunuh sel

vegetatif penyebab infeksi namun tidek sealu mematikan

sporanya. Desinfeksi dapat dengan cara kimiawi atau

fisik. Desinfekan adalah suatu bahan biasanya zat kimia

yang mampu membunuh sel vegetatif, namun belum tentu

membunuh bentuk spora bakteri penyebab penyakit.

Istilah ini umumnya dipakai untuk substansi yang

diaplikasikan terhadap benda mati. Sedangkan antiseptik

adalah suatu substansi yang melawan infeksi (sepsis)

atau mencegah pertumbuhan mikroba dengan cara membunuh

mikroba atau menghambat pertumbuhan serta aktivitasnya.

Istilah ini umumnya digunakan untuk substansi yang

diaplikasikan terhadap tubuh. Untuk menguji kekuatan

desinfektan maupun ntiseptik dalam menghambat

pertumbuhan mikroba, selain digunakan metode cakram

kertas (filter paper dish method), dapat pula digunakan

metode difusi sumur (well diffusion method).

3.2.1 Metode Cakram (E. coli & S.aureus)

Menetapkan kerentangan organisme terhadap

antimikroba adalah dengan biakan dan membiarkan

antimikroba berdifusi ke media agar. Prinsip metode

cakram atau disebut metode Kirby-Baurer adalah meletakkan

cakram di permukaan pelat agar yang mengandung

organisme yang diuji. Konsentrasi antimikroba dapat

menurun sebanding dengan luas bidang difusi. Pada

luasan yang telah diberi cakram antimikroba akan

terdifusi sampai pada titik antimikroba tersebut tidak

lagi menghambat pertumbuhan mikroba. Efektivitas

antimikroba ditunjukkan oleh zona penghambat. Zona

hambatan tampak sebagai area jernih atau bersih yang

mengelilingi cakram tempat zat dengan aktivitas

antimikroba terdifusi. Diameter zona bening ini

selanjutnya diukur untuk menghasilkan hasil eksperimen

yang disebut satu antibiogram.

Pada praktikum uji disinfektan/antiseptik dengan

metode cakram bahan disinfektan/antiseptik yang diuji

adalah iodium, formaldehid, komersial, dan air sebagai

kontrol. Dan biakan yang digunakan oleh kelompok ganjil

(1,3 dan 5) adalah Staphylococcus aureus.

a. Iodium

Menurut Harvey (1980), Iodium sebagai antiseptik

merupakan agen yang sangat berharga karena

efektivitasnya, nilai ekonomisnya dan toksisitasnya

rendah terhadap jaringan. Selain itu, larutan yang

mengandung elemen iodium merupakan antiseptik dengan

aktivitas antimikroba berspektrum luas, walaupun

aktivitas mereka akan berkurang dengan adanya substansi

lain yang bersifat alkali dan adanya zat organik.

Dari hasil pengamatan setelah inkubasi pada seluruh

kelompok ganjil rata-rata kelompok tidak positif adanya

zona penghambat. Hanya terdapat pada kelompok 1 dan

hanya pada 2 cakram sebesar 1,74 dan 1,82. Hal ini

dikarenakan adanya zat-zat tertentu yang dapat

menghambat aktivitas iodium sebagai antimikroba atau

kesalahan teknis praktikan.

Seperti dikatakan oleh Kojima (1940), adanya zat-

zat organik dan anorganik tertentu akan menetralisir

efek iodium. Senyawa organik penetralisir efek iodium

antara lain : serum, gliserin, syrup, feses, telur,

susu, urine, dahak dan sebagainya, sedang substansi

anorganik penetralisir efek iodium antara lain sodium

tiosulfat, logam merkuri dan ammonia. Selain zat-zat

tersebut, keefektifan iodium juga dapat berubah dengan

adanya protein atau zat-zat organik yang lain.

Dengan adanya zat organik, iodium berikatan secara

kovalen, tetapi kebanyakan berikatan tidak kuat,

sehingga iodium dapat dilepaskan dengan lambat. Oleh

karena itu efektifitasnya sedikit berkurang. Cara

bekerjanya Iodium membunuh bakteri belum dapat

diketahui dengan pasti. Namun demikian, McCulloch

(1932) percaya, iodium termusnahkan mikroorganisme

dengan cara membentuk garam dengan protein melalui

halogenasi langsung. Sedangkan Sollman (1948)

mengatakan, elemen iodium akan mempresipitasi protein

sebagian iodium akan diabsorpsi, sebagian iodium

berikatan tidak kuat dan sebagian akan diubah menjadi

ion-ion iodida. Ion-ion ini berikatan tidak kuat dan

akan terus menetrasi sehingga aktivitasnya meluas ke

dalam.

b. Formaldehid

Formaldehida atau dikenal juga sebagai formalin,

dengan konsentasi efektif sekitar 8%. Formaldehida

merupakan disinfektan yangbersifat karsinogenik pada

konsentrasi tinggi namun tidak korosif terhadap metal.

Senyawa ini memiliki daya inaktivasi mikroba

denganspektrum luas. Formaldehida juga dapat

terinaktivasi oleh senyawa organik.

Dari hasil pengamatan setelah inkubasi pada seluruh

kelompok ganjil rata-rata kelompok positif adanya zona

penghambat berupa terlihatnya zona bening pada keempat

cakramnya. Seperti pada kelompok 4 diameter zona bening

sebesar 2,3; 1,85; 1,8; dan 1,29, Maka telah terbukti

bahwa formaldehid mampu membunuh Staphylococcus aureus

sebesar 90%. Tetapi penggunaannya harus dilakukan secara

hati-hati karena konsentrasi tinggi dapat menyebakan

iritasi pada mata, kulit, dan pernapasan.

c. Komersial

Antiseptik atau disinfektan yang digunakan pada uji

ini merupakan bahan yang biasa dijual di pasaran dengan

brand-brand tertentu. Bahan ini biasanya merupakan

campuran dari beberapa disinfektan atau antiseptik,

air, alkohol, dan pewangi untuk memberikan aroma.

Dari hasil pengamatan setelah inkubasi pada seluruh

kelompok ganjil ada 2 kelompok yang seluruh cakram

membentuk zona bening, 2 cakram membentuk zona bening,

dan tidak adanya zona bening pada seluruh cakram.

Perbedaan ini dapat disebabkan kesalahan teknis dari

praktikan dalam pengujian atau faktor lain yang

bersumber dari disinfektan/antiseptik tersebut. Faktor

lain yang bersumber dari disinfektan adalah konsentrasi

disinfektan yang lebih rendah dibandingkan bahan

pendukung lain seperti air atau zat-zat organik atau

anorganik.

d. Air (kontrol)

Pada uji ini digunakan air sebagai kontrol. Air

meruapakan bahan yang memiliki pH netral dan suhu

stabil. Sehingga mikroba dapat tumbuh dengan baik pada

air. Mikroba pada air dapat bersifat patogen dan non

patogen. Seperit koliform yang merupakan indikator

sanitasi yang berada pada air. Maka dimungkinkan air

yang belum dilakukan monitoring terhadap kualitas air

postif adanya koliform. Dari hasil pengujian juga

terbukti perlakuan penggunaan air sebagai kontrol

negatif adanya zona bening.

3.2.3 Metode Sumur (Escherichia coli)

Dalam praktikum kali ini digunakan metode untuk

menguji aktifitas antimikroba yaitu dengan metode

difusi sumur. Digunakan dua macam bakteri untuk

pengujinya yaitu S. aureus (kelompok ganjil) dan E. coli

(kelompok genap). Pada metode difusi sumur digunakan

beberapa senyawa antimikroba diantaranya iodium,

formaldehid dan senyawa antimikroba komersial x untuk

kelompok genap dan komersial y untuk kelompok ganjil

yang tidak diketahui jenis dan merknya. Metode difusi

sumur dilakukan dengan cara melubangi media agar yang

telah diberi mikroba penguji sebelumnya menjadi 5

lubang yang kemudian pada masing-masing lubang

dimasukkan senyawa antimikroba yang akan diuji

kefektifanya dengan melihat area bening yang ada pada

sekitar lubang tersebut.

Dilakukan pula uji kontrol pada lubang ke-5 dengan

mengisinya dengan air. Setelah proses inkubasi

dilakukan pengukuran diameter hambat berupa zona bening

di sekitar sumur yang menunjukkan penghambatan

pertumbuhan mikroba (Pelczar dan Chan, 1988). Nilai

diameter hambat masing-masing kelompok uji di rata-

ratakan, kemudian hasilnya dibandingkan dengan nilai

rata-rata diameter hambat kelompok kontrol.

Setelah inkubasi selama 2 hari maka dapat diamati

dengan mengukur diameter zona bening disekitar sumur.

Hasil diamter yg didapatkan dari metode sumur untuk

kelompok genap yang menggunakan desinfekatan komersial

x yaitu kelompok 2, kelompok 4, kelompok 6 adalah

sebagai berikut. Kelompok 2 pada cawan petri yang

berisi iodium tidak terdapat zona bening , pada cawan

yang berisi formaldehid terdapat zona bening secara

berturut dari lubang 1 hingga 5 yaitu 1,70 ; 1,68 ;

1,50 ; 1,60 ; 1,82 cm. Pada cawan yang menggunakan

larutan komersil secara berturut-turut dari lubang 1

hingga 4 yaitu 1,60 ; 146 ; 1,38 ; 1,54 cm, pada lubang

5 tidak terdapat zona bening.

Hasil pengukuran diameter zona bening metode

difusi sumur pada kelompok 4 adalah pada cawan yang

menggunakan larutan iodium sebagai desinfektan didapati

tidak terbentuk zona bening pada setiap lubangnya. Pada

cawan yang menggunakan desinfektan komersil x tidak

terdapat zona bening pada semua lubang. Pada cawan yang

menggunakan formaldehid secara beturut-turut terdapat

zona bening pada lubang 1 hingga 4 yaitu 1,83 ; 1,52 ;

1,68 ; 1,44 cm.

Hasil pengukuran diameter zona bening metode

difusi sumur kelompok 6 adalah sebagai berikut , pada

cawan yang menggunakan iodium tidak terdapat zona

bening , cawan yang berisi iodium pada lubangnya tidak

terdapat zona bening . Pada cawan yang menggunakan

komersil terdapat zona bening pada lubang 1 dan 2 yaitu

2,05 dan 1,89 cm. Pada cawan yang menggunakna

formaldehid terdapat zona bening pada empat lubangnya

yaitu secara berturut-turut 1,64; 1,71; 1,78; 1,83 cm

dan pada lubang 5 tidak terdapat zona bening.

Dari hasil didapatkan bahwa zat desinfektan yang

paling efektif adalah formaldehid karena pada setiap

cawan kelompok genap yang berisi E. coli yang menggnakan

formaldehid sebagai zat anti-mikroba memiliki zona

bening yang paling luas dari pada yang menggunakan zat

komersil x. Hasil tersebut berlaku untuk setiap setiap

kelompok. Pada kelompok 4 tidak terdapat area bening

pada setiap lubang dan pada kelompok 6 area bening

hanya terdapat pada lubang 1 dan 2. Berdasarkan data

tersebut dapat dilihat bahwa aktifitas antimikroba

senyawa komersial x cukup baik pada kelompok 2 dan 6,

namun tidak pada kelompok 4. Hal tersebut mungkin

disebabkan karena pada saat mendifusikan senyawa

antimikroba tersebut tidak dikerjakan secara aseptik

yang kemungkinan akan menambah jumlah mikroba pada

cawan. Selain itu mungkin pada saat mendifusikan

senyawa antimikroba tidak tepat pada lubang atau

mungkin tumpah atau tidak sampai terisi penuh yang

menyebabkan kerja senyawa tersebut kurang efektif.

Pada kelompok 2 terdapat zona bening yang muncul

pada kontrol atau lubang 5 ini diduga karena saat

pemipetan larutan antimikroba terjadi tumpah atau

tetesanya masuk ke lubang tersebut sehingga terjadi

penghamatan pertumbuhan mikroba pda lubang 5. Pada

cawan yang berisi iodium sama sekali tidak terdapat

adanya zona bening. Hasil ini diduga karena konsentrasi

iodium yang digunakan terlalu kecil. Iodium termasuk

zat kimia yang digolongkan antiseptik yaitu yodium 3%

produk alkohol berisi yodium atau tincture (yodium

tinktur). (Syaifudin, 2005).

Larutan yodium 3% sangat efektif dan tersedia

dalam bentuk cair (lugol) dan tinktur (yodium dalam

alkohol 70%). Iodofor 7,5-10% adalah larutan yodium

dicampur dengan polivinil pirolidon (providon) yang

mengeluarkan yodium jumlah kecil. PVI adalah iodofor

yang umum dan tersedia di mana-mana. Keuntungan

penggunaan iodium adalah efek antimicrobial spectrum

luas , preparat iodium cair murah , efektif , dan

tersedia dimana-mana , tidak mengiritasi kulit atau

daerah intim , larutan 3% tidak menodai kulit. Jadi

iodium baik digunakan sebgai antiseptik . (Syaifuddin,

2005)

Formaldehida atau dikenal juga sebagai formalin,

dengan konsentasi efektif sekitar 8%. Formaldehida

merupakan disinfektan yang bersifat karsinogenik pada

konsentrasi tinggi namun tidak korosif terhadap metal,

dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan

pernapasan. Senyawa ini memiliki daya inaktivasi

mikroba dengan spektrum luas. Formaldehida juga dapat

terinaktivasi oleh senyawa organik.

Keefektifan desinfektan yang lebih kecil dari

formalin mungkin dikarenakan produk desinfektan

tersebut dibuat dengan konsentrasi yang rendah tapi

cukup efektif untuk disinfeksi sehingga tidak merusak

kulit masyarakat yang menggunakan produk tersebut.

3.2.4 Metode Sumur (Staphylococcus aureus)

Pada metode ini secara aseptik dibuat lubang pada

media agar cawan yang telah diinokulasikan mikroba uji,

yaitu S. aureus. Cara pengerjaan ini sama dengan

pengujian antibiotika. Kedalam lubang sumur dimasukkan

sejumlah larutan formaldehid, iodium, serta antiseptik

komersial dan diinkubasi selama 48 jam. Bila terlihat

zona jernih di sekeliling lubang, maka desinfektan

menghambat pertumbuhan mikroba, lubang ini dinamakan

zona jernih. Luas daerah terang ini menjadi ukuran

kekuatan daya kerja desinfektan.

Dari desinfektan yang telah diuji, yaitu

formaldehid, iodium dan desinfektan komersial. Zona

jernih yang paling luas terdapat pada cawan yang

menggunakan dsinfektan formaldehida. S. aureus yang

merupakan inokulan yang diuji dapat dihambat oleh

formaldehid. Kebanyakan spesies S. aureus bersifat

patogen dan memproduksi enterotoksin yang tahan panas,

dimana ketahanan panasnya melebihi sel vegetatifnya.

Staphylococcus aureus terdapat pada bahan pangan dingin,

produk-produk susu terutama jika menggunakan bahan baku

susu mentah.

Cara kerja formaldehid (senyawa aldehid), yaitu

berikatan dengan gugus amino dalam protein mikroba atau

mendenaturasi protein pada sel mikroba. Formaldehid

adalah desinfektan yang baik apabila digunakan sebagai

gas. Agen ini sangat efektif di daerah di daerah

tertutup sebagai formalin bila dalam larutan cair

sekitar 37%. Formaldehid (atau formalin) menghancurkan

spora bakteri dan fungi, namun  uapnya yang sangat

tajam mengganggu penggunaannya. Formaldehid aktif pada

konsentrasi 8%. Keuntungannya dapat membunuh spora

bakteri, virus dan jamur, tidak korosif dan digunakan

untuk bahan yang tidak panas. Kelemahan dari

formaldehid ialah membutuhkan waktu relatif lama

sebagai desinfekan, tidak bisa digunakan untuk jaringan

tubuh manusia, kecuali untuk menyimpan cadaver atau

mayat. (Fardiaz 1992).

Dalam praktikum kali ini iodium yang digunakan

tidak dapat secara efektif menghambat pertumbuhan

bakteri. Kemungkinan konsentrasi iodium yang dipakai

terlalu kecil sehingga belum mampu menghambat

pertumbuhan bakteri. Cara bekerja Iodium membunuh

bakteri belum dapat diketahui dengan pasti.

Pada lubang sumur yang telah diberi Iodium kurang

mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Iodium merupakan

salah satu antibakteri yang baik, seperti telah

dibuktikan oleh Lebduska dan Pidra (1940), mereka telah

memeriksa 128 senyawa untuk mengetahui kemampuan

menghambat pertumbuhan Staphylococcus. aureus dan Escherichia

coli yang diinokulasikan pada plate agar. Dari pernyataan

diatas diketahui bahwa iodium dapat menghambat

pertumbuhan Staphylococcus aureus, tetapi pada praktikum

sanitasi dan hygiene kali ini mengenai kekuatan

desinfektan, ternyata iodium kurang dapat menghambat

pertumbuhan mikroba, terlihat dari luas zona jernih

yang timbul. Kemungkinan konsentrasi Iodium yang

dipakai lebih sedikit sehingga kurang mampu menghambat

pertumbuhan mikroba.

Sedangkan pada lubang yang menggunakan desinfektan

komersial kurang mampu menghambat pertumbuhan mikroba.

Komposisi dari desinfektan komersial umumnya adalah

alkohol, Aqua, PEG/PPG-17/6 Copolymer, Propylene

Glycol, Acrylates/C 10-30 Alkyl Acrylate Crosspolymer,

Tetrahydroxypropyl Ethylenedimine, dan parfum.

Desinfektan komersial ini mengandung alkohol. alkohol

tidak mempunyai efek membunuh yang persisten,

pengurangan cepat mikroorganisme di kulit, melindungi

organisme tumbuh kembali bahkan di bawah sarung tangan

selama beberapa jam. Oleh karena itu pada lubang yang

telah diberi desinfektan komersial (x) kurang dapat

menghambat pertumbuhan, terlihat dari luas zona jernih

yang terbentuk hanya sedikit bahkan tidak terbentuk

zona jernih sama sekali. Hal ini disebabkan karena

bahan aktif yang paling banyak terdapat pada

desinfektan komersial ini adalah alkohol. Alkohol tidak

mempunyai efek membunuh mikroba secara persisten.

Keaktifan suatu disinfektan bergantung

pada lama tidaknya waktu kontak. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Volk (1993 : 223) bahwa dalam penggunaan

disinfektan keefektifannya bergantung pada waktu

kontak. Reaksi-reaksi kimia atau fisika yang akan

terjadi memerlukan waktu yang cukup untuk bergabung dan

waktu yang diperlukan ini bergantung pada sifat

disinfektan, konsentrasi, pH, suhu, dan sifat organisme

yang dihadapi dan perlu diperhatikan bahwa sel-sel

dalam populasi bakteri memiliki kesensitifan yang

berbeda-beda terhadap disinfektan.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Pada percobaan yang dilakukan untuk melihat

sanitasi pekerja, ruang dan udara dapat dilakukan

dengan beberapa cara. Dapat dilakukan dengan pengamatan

secara kualitatif maupun kuantitatif untuk lebih

akurat. Pada sanitasi ruang dapat dilihat bahwa udara

disekitar kita mengandung kontaminasi dari lingkungan

sekitar yang membuat udara mengandung mikroorganisme.

Tempat yang berbeda akan merupakan kontaminasi yang

berbeda pula.

Metode cakram kertas ini memiliki kelebihan dan

kekurangan. kelebihannya adalah mudah dilakukan dan

tidak perlu memerlukan peralatan khusus dan murah,

sedangkan kelemahannnya adalah ukuran zona bening yang

terbentuk tergantung oleh kondisi inkubasi inokulum,

predifusi dan preinkubasi serta ketebalan medium.

4.2 Saran

Dalam melakukan pengolahan di laboratorium,

tentunya praktikan harus bekerja secara benar untuk

menghindari terjadinya kontaminasi yang dapat mencemari

atau mengubah hasil percobaan menjadi tidak tepat

sasaran atau hasil yang diinginkan tidak sesuai dengan

literatur yang ada. Penggunaan jenis media yang

digunakan untuk pertumbuhan mikroba atau mikroorganisme

harus disesuaikan dengan karakteristik mikroba tersebut

dan sesuai dengan apa yang ingin dilihat.

Sebagai praktikan yang nantinya akan bekerja di

industri pangan kita harus lebih memiliki kepedulian

lebih dan dalam hidup bermasyarakat kita tidak boleh

membuang sampah di sembarang tempat. Serta mematuhi

peraturan yang ada, misalnya memakai hairnet,

membersihkan tangan dan melepaskan asesoris saat

bekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Cappuccino dan Sherman, 200.1 Paper Disk Clear Zone. PrenticeHall. Englewood Cliff.

Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pengelolaan PanganPangan. Departemen Pendidikan dan KebudayaanDirektorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat AntarUniversitas Pangan dan Gizi. Institut PertanianBogor. Bogor.

Lay S. (1994). Metode silinder (sumur). Jakarta: RinekaCipta.

Pelczar M.J. dan Chan. 1988.  Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid1. Jakarta : UI Press.

Simanjuntak, Herna Julin. 2012. Pengembangan Sensor OptikKimia Untuk Penentuan Formaldehida Pada Makanan. Skripsi:Universita Negeri Medan, Fakultas Matematika danIlmu Pengetahuan Alam, Jurusan Kimia.

Suwandi, Usman. 1992. Aktivitas lodium Sebagai GermisidaSarkoidosis. http://www.kalbefarma.com. [6 November2012]

Syaifuddin, 2005. Panduan Pencegahan Infeksi untukFasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber DayaTerbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka SarwonoPrawirohardjo.

Tim Pengajar SJMP. 2012. Modul Praktikum Sanitasi danHigiene. Program Diploma Institut Pertanian Bogor.

Volk, W.A. and Wheeler. M. F. 1992. Basic MicrobiologySeventh Edition. Harper Collin Publisher. Inc. New York.