Makalah SAG Kel 1 Jagung

41
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki pengaruh dalam perekonomian nasional. Kondisi makro ekonomi nasional ke depan semakin penuh dengan tantangan. Karakteristik pertanian nasional yang masih tradisional, tercermin dari mayoritas produk pertanian yang diperdagangkan dari sentra produksi yang masih berupa komoditas sehingga belum memiliki nilai tambah. Pada tahun 2005-2008 peningkatan produksi jagung di Indonesia berlangsung cukup cepat sehingga swasembada jagung dapat tercapai pada tahun 2008. Jagung memiliki peranan strategis perekonomian nasioanal karena jagung dapat dimanfaatkan untuk pangan, pakan, bahan industri, makanan ringan, dan susu jagung. Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan kedua setelah padi. Selain itu, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri pakan dan industri lainnya. Meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industir pangan dan pakan di Indonesia maka terjadi peningkatan pula akan kebutuhan jagung di dalam negeri. Oleh karena itu, produksi jagung dalam negeri perlu ditingkatkan sehingga volume impor dapat dikurangi dan bahkan ditiadakan (swasembada jagung). Ketergantungan akan impor jagung akan memberikan dampak yang negatif bagi penyedia jagung di dalam 1

Transcript of Makalah SAG Kel 1 Jagung

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian memiliki pengaruh dalam

perekonomian nasional. Kondisi makro ekonomi nasional

ke depan semakin penuh dengan tantangan. Karakteristik

pertanian nasional yang masih tradisional, tercermin

dari mayoritas produk pertanian yang diperdagangkan

dari sentra produksi yang masih berupa komoditas

sehingga belum memiliki nilai tambah.

Pada tahun 2005-2008 peningkatan produksi jagung

di Indonesia berlangsung cukup cepat sehingga

swasembada jagung dapat tercapai pada tahun 2008.

Jagung memiliki peranan strategis perekonomian

nasioanal karena jagung dapat dimanfaatkan untuk

pangan, pakan, bahan industri, makanan ringan, dan susu

jagung. Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan

kedua setelah padi. Selain itu, jagung juga digunakan

sebagai bahan baku industri pakan dan industri lainnya.

Meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industir

pangan dan pakan di Indonesia maka terjadi peningkatan

pula akan kebutuhan jagung di dalam negeri. Oleh karena

itu, produksi jagung dalam negeri perlu ditingkatkan

sehingga volume impor dapat dikurangi dan bahkan

ditiadakan (swasembada jagung).

Ketergantungan akan impor jagung akan memberikan

dampak yang negatif bagi penyedia jagung di dalam1

negeri karena akan mengalami persaingan harga yang

sangat besar mengingat biaya yang dikeluarkan untuk

memproduksi jagung di dalam negeri masih besar

(menggunakan tradisional). Sedangkan di luar negeri

sudah menggunakan teknologi yang lebih modern sehingga

lebih efisien dan menghemat biaya dan tenaga dalam

memproduksi sebuah produk. Selain itu, komoditas ini

juga digunakan sebagai bahan baku bioenergi di Negara

penghasil komoditas tersebut seperti Amerika.

Apabila kebutuhan jagung terus meningkat dan masih

ketergantungan pada impor maka dikhawtirkan akan

mematikan industri pangan dan pakan yang berbasis

jagung karena berkurangnya pasokan bahan baku. Oleh

karena itu, kegiatan sektor hilirisasi jagung perlu

didorong agar terus tumbuh. Kebijakan pemerintah baik

dalam hal pengembangan kelembagaan pertanian,

penyuluhan dan aplikasi teknologi hilirisasi,

permodalan usaha kecil menengah, dukungan sistem

transportasi nasional dan regulasi memiliki peran yang

penting terhadap proses hilirisasi.

1.2. Identifikasi Masalah

Upaya pemerintah yang terus berupaya menumbuhkan

usaha-usaha sektor hilir pertanian kontra-produktif

dengan masih tingginya perdagangan hasil pertanian

dalam bentuk komoditas. Hal ini perlu dicermati,

2

faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hilirisasi

tersebut.

1.3. Pembatasan Masalah dan Metodologi

Pembahasan permasalahan dalam makalah ini

dibatasi, yaitu dalam lingkup sektor hilir dengan

komoditas pertanian yang dipilih adalah jagung.

Permasalahan yang diungkap terbatas pada faktor-faktor

yang mempengaruhi hilirisasi komoditas jagung. Medode

yang digunakan adalah studi literatur dengan

mengumpulkan data dari sumber internet kemudian diolah

dan dianalisis.

1.4. Tujuan

Secara umum tujuan elaborasi permasalahan ini

adalah agar mahasiswa memperoleh wawasan tentang

kondisi hilirisasi pertanian yang terjadi di Indonesia.

Secara khusus adalah sebagai salah satu tugas mahasiswa

dalam mata kuliah Sistem Agrobisnis dan Agroindustri.

3

II. TINJAUAN PUSTAKA2.

2.1. Tinjauan Teori

2.1.1. Jagung

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman

pangan dunia yang terpenting dan terbanyak ditanam,

selain gandum dan padi. Jagung merupakan tanaman

semusim. Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150

hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap

pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap

pertumbuhan generatif.

Gambar 2.1 Tanaman Jagung (kiri); Variasi Jagung

(kanan)

Jagung termasuk kelompok tanaman rumput berumah

satu, tegak, dengan sistem perakaran terdiri dari akar

serabut. Batang biasanya tunggal. Daun tumbuh berseling

pada sisi yang berlainan pada buku. Perbungaan jantan

dan betina terpisah pada satu tumbuhan yang sama.

Perbuahan yang masak dalam bentuk tongkol. Bijinya4

biasanya lonjong, warna bervariasi dari putih hingga

kuning, merah atau keunguan hingga hitam.

Jagung sampai saat ini masih merupakan komoditi

strategis kedua setelah padi karena di beberapa daerah,

jagung masih merupakan bahan makanan pokok kedua

setelah beras. Jagung juga mempunyai arti penting dalam

pengembangan industri di Indonesia karena merupakan

bahan baku untuk industri pangan maupun industri pakan

ternak khusus pakan ayam. Dengan semakin berkembangnya

industri pengolahan pangan di Indonesia maka kebutuhan

akan jagung akan semakin meningkat pula.

2.1.2. Agrobisnis

Agrobisnis dapat berarti segala kegiatan disektor

pertanian dalam arti luas, baik dilakukan perorangan

atau badan hukum dengan tujuan untuk memperoleh

keuntungan finansial pelakunya. Komoditas yang diolah

dalam kegiatan agrobisnis meliputi komoditas pertanian,

peternakan dan perikanan.

2.1.3. Sistem Agrobisnis Jagung

Sistem agribisnis merupakan satu kesatuan kinerja

agribisnis yang terdiri dari lima sub-sistem yaitu, (1)

sub-sistem agribisnis hulu, (2) sub-sistem usahatani,

(3) sub-sistem pengolahan, (4) sub-sistem pemasaran dan

(5) sub-sistem jasa pendukung (Saragih, 2002 dalam

Subhana, 2005). 5

Sistem agrobisnis jagung terdapat lima sub-sistem,

yaitu (1) sub-sistem hulu yang menyediakan benih, pupuk

dan pestisida, (2) sub-sistem usahatani yaitu proses

budidaya jagung dilahan kering atau sawah tadah hujan,

(3) sub-sistem hilir yang meliputi industri pakan

ternak, industri makanan dan industri minyak jagung,

(4) sub-sistem pemasaran yang menyangkut tata niaga

dari panen hingga ke indusri pengolahan dan (5) sub-

sistem jasa terutama jasa perbankan yang menyangkut

pinjaman modal kerja dan investasi untuk pengadaan

mesin pengering (Martodireso et.al. 2002 dalam Subhana,

2005).

Rantai pemasaran jagung ditunjukkan Gambar 2.2 di

mana setiap lembaga pemasaran melakukan fungsi

pemasaran agrobisnis.

Gambar 2.2 Diagram Rantai Pemasaran Jagung (Martodireso et.al. 2002 dalam Subhana, 2005).

2.1.4. Hilirisasi

6

Petani

PedagangTingkat Desa(Tengkulak)

PedagangTingkatKecamatan

PedagangTingkatKabupaten

PedagangTingkatPropinsi

Industri Pakan Ternak

Industri Makanan Olahan

Hilirisasi adalah meningkatkan nilai tambah

komoditas melalui proses pengolahan dalam suatu

industri baik skala kecil maupun besar sehingga dalam

konteks nasional Indonesia bukan lagi menjadi pedagang

bahan baku tetapi juga mendapatkan nilai tambah suatu

komoditas secara optimal. Banyak tantangan yang muncul

dalam proses hilirisasi. Tantangan tersebut bila

diantisipasi dan dikelola dengan terukur akan

mendatangkan keuntungan namun bila tidak siap

menghadapinya akan menjadi hambatan.

7

III. PEMBAHASAN

3.1. Agrobisnis Jagung

3.1.1. Industri Pakan Ternak

Industri pakan ternak merupakan pasar utama bagi

aktivitas agribisnis jagung. Badan Standardisasi

Nasional telah menetapkan SNI untuk jagung sebagai

bahan baku pakan ternak sebagai berikut,

Tabel 3.1 Persyaratan Mutu Jagung untuk Bahan BakuPakan Ternak

(SNI-01-4483-1998)

Kadar Air (%) 14Kadar protein kasarMin.Kadar serat kasar Maks.Kadar abu Maks.Kadar lemak Min.

(%)(%)(%)(%)

7,53,02,03,0

Mikotoksin:-Alfatoksin Maks.-Okratoksin Maks.

(ppb)(ppb)

505

Butir Pecah Maks.Warna lain Maks.

(%)(%)

55

8

Benda asing Maks.Kepadatan Min.

(%)Kg/cm3

2700

BPS merilis data tahun 2013 untuk Jumlah Pabrik

pakan dan Produksi Jagung di Indonesia dimana terlihat

konsentrasi industri pengolahan pakan terkonsentrasi di

pulau Jawa dan Sumatera. Sementara produksi jagung

regional di pulau tersebut mendukung, tercatat pulau

Jawa berkontribusi 54,03% terhadap total produksi

jagung nasional dan pulau Sumatera memberikan 22,71%.Pada Tabel 3.2 dibawah ini dapat dilihat bahwa jumlah pabrik

pakan jagung di Pulau Jawa lebih banyak dibandingkan dengan

Pulau lainnya di Indonesia. Hal ini dikarenakan struktur

tanah di Pulau Jawa lebih baik dibandingkan dengan Pulau

yang lain.

Tabel 3.2 Jumlah Pabrik Pakan dan Produksi Jagung di

Indonesia

LokasiJumlah Pabrik

PakanKapasitan Produksi

(ton)Produksi jagung

(ton)Pulau Bali, NTB, NTT 0 0 1,340,275Maluku dan Papua 0 0 49,971Pulau Sulawesi 5 1,250,000 2,705,238Pulau Kalimantan 1 250,000 286,726Pulau  Jawa 49 13,000,000 10,177,972Pulau Sumatera 13 4,000,000 4,278,347

Indonesia 68 18,500,000 18,838,529Sumber: BPS, 2013 (Diolah)

9

3.1.2. Industri Lainnya

Tabel 3.3 Produk Agroindustri Jagung

Produk Utama ProdukMakanan

ProdukIndustri

PakanTernak

Gula Jagung Makanan bayiBahan rotiBuah kalengSusu manis

Kimia Farmasi

Mixed rations

Sirup jagung Produk rotiBuah kalengEs krimJellySirup meja

Leather tanningKertasFarmasi Textile Tobacco curing

Pati Jagung (Corn starch)

BumbuMentegaSalad dressingTable oil

DekstrinPerekatMetal castingsKeramik

Corn glutenMeal

Minyak jagung (crude oil corn)

Penyamak kulitCatSabunPernis

Corn oil meal

Steewater Concentrates

Farmasi

Alcohol Etanol Pelarut organik

Sumber: Gumbira-Sa’id, 2002 dalam Subhana, 2005

Pada Tabel 3.3 di atas menunjukka bahwa produk-

produk agroindustri jagung dibagi menjadi lima produk

10

utama, yaitu gula jagung, sirup jagung, pati jagung,

minyak jagung, steepwater concentrates dan alkohol. Produk

utama tersebut kemudian digunakan dalam produk makanan,

berbagai industri dan juga pakan ternak,.

3.2. Kondisi Jagung Nasional

Produksi jagung pipilan kering pada tahun 2013

diperkirakan sebesar 18,51 juta ton atau turun -4,25%

dari tahun lalu, setelah 4 tahun ke belakang (tahun

2009 – 2012) terus mengalami kenaikan. Penurunan

tersebut berkorelasi lurus dengan luas panen yang juga

diperkirakan menurun menjadi 3,86 juta Ha atau turun

sebesar -2,53% dari tahun sebelumnya.

Produksi jagung di Indonesia mulai meningkat tajam

setelah tahun 2002 dengan laju 9,14% per tahun. Pada

tahun 2005, produksi jagung mencapai 12,5 juta ton.

Sebelum tahun 1990, penggunaan jagung di Indonesia

lebih banyak (86%) untuk konsumsi langsung, hanya

sekitar 6% untuk industri pakan. Penggunaan jagung

untuk industri pangan juga masih rendah, baru sekitar

7,5%. Walaupun sebagian besar penggunaan jagung untuk

konsumsi langsung, tetapi sudah mulai tampak penggunaan

untuk industri pangan dan bahkan pangsanya sudah di

atas penggunaan untuk industri pakan (Tabel 2.4).

Dalam periode 1990-2002 telah terjadi pergesaran

penggunaan jagung walaupun masih didominasi untuk

konsumsi langsung. Setelah tahun 2002, penggunaan11

jagung lebih banyak untuk kebutuhan industri pakan

selain industri pangan. Selama tahun 2000-2005,

penggunaan jagung untuk konsumsi menurun sekitar

2,0%/th. Sebaliknya, penggunaan jagung untuk industri

pakan dan industri pangan meningkat masing-masing 5,86%

dan 3,01%/th. Permintaan jagung di pasar domestik dan

pasar dunia terus meningkat seiring dengan

berkembangnya industri pakan dan pangan. Meningkatnya

pendapatan per kapita menyebabkan meningkatnya

permintaan terhadap produk turunan jagung.

Tabel 3.4. Perkembangan Penggunaan Jagung Dalam Negeri,(1000 Ton)

12

Dalam periode 1990-2001 pangsa penggunaan jagung

impor sebagai bahan baku industri pakan dalam negeri

meningkat dengan laju 11,8% pertahun. Sebaliknya,

pangsa penggunaan jagung produksi domestik turun

sebesar 3,77% per tahun. Mulai tahun 1994,

ketergantungan pabrik pakan dalam negeri terhadap

jagung impor sangat tinggi, mencapai 40,3%. Pada tahun

2000 penggunaan jagung impor dan jagung domestik untuk

industri pakan ternak hampir berimbang, 47,0% dan

53,0%. Hal ini mengindikasikan bahwa produksi jagung

dalam negeri semakin meningkat dan dapat menggantikan

sebagian produk impor untuk memenuhi kebutuhan industri

pakan. Dengan demikian impor jagung diharapkan akan

menurun.

Sejak tahun 2000, impor jagung meningkat secara

nyata meskipun produksi dalam negeri juga meningkat.

Impor jagung pada tahun 2000 mencapai 1,28 juta ton,

tiga tahun kemudian naik menjadi 1,39 juta ton dan pada

2004 meningkat menjadi 2,73 juta ton. Sementara

produksi jagung nasional dalam lima tahun terakhir juga

mengalami peningkatan, yakni dari 9,6 juta ton pada

2002 menjadi 10,9 juta ton pada 2003 dan meningkat lagi

menjadi 12,5 juta ton pada 2005. Produksi pada tahun

2006 mengalami penurunan 7,3% menjadi 11,6 juta ton.

Produksi jagung nasional pada 2007 diperkirakan akan

mencapai 13,5 juta ton. Peningkatan produksi tersebut

13

akan dapat menghemat devisa karena impor akan menurun

tajam.

Dilihat dari kebutuhan jagung dalam negeri,

sebetulnya masih terdapat surplus yang potensial untuk

diekspor. Selama ini Indonesia juga telah mengekspor

3,36 juta ton pada 2000 namun menurun menjadi 1,67 juta

ton pada 2003 dan meningkat lagi menjadi 3,67 juta ton

pada 2004. Ekspor jagung terutama ke Hongkong,

Malaysia, Jepang, Filipina, dan Thailand. Terjadinya

ekspor dan impor jagung diduga terkait dengan kondisi

pertanaman jagung di Indonesia. Sebagian besar jagung

diusahakan pada lahan kering yang penanamannya pada

musim hujan, sehingga terjadi perbedaan jumlah produksi

yang nyata antara pertanaman musim hujan dengan

pertanaman musim kemarau. Hal ini menyebabkan

ketersediaan jagung pada bulan-bulan tertentu melebihi

kebutuhan, di samping keterbatasan kapasitas gudang

penampungan yang terkait dengan sifat jagung yang

kurang tahan disimpan dalam waktu lama, sehingga

mendorong dilakukannya ekspor. Harga jagung yang

dipanen pada musim hujan relatif lebih murah

dibandingkan dengan yang dipanen pada musim kemarau.

Sebaliknya, pada musim kemarau ketersediaan jagung

untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri sangat

kurang karena luas areal panen terbatas sehingga harga

jagung relatif lebih mahal. Kondisi ini mendorong

pemerintah untuk mengimpor jagung.

14

Pada tahun 2005 produksi jagung nasional telah

mencapai 12,5 juta ton sementara kebutuhan 11,8 juta

ton. Laju peningkatan produksi jagung selama 2000-2005

mencapai 5,5%, sementara laju peningkatan kebutuhan

2,04%, sehingga produksi nasional diperkirakan akan

melebihi kebutuhan, bahkan berpeluang untuk ekspor. Di

sisi lain, volume jagung yang diperdagangkan dipasar

dunia dalam periode 1990-2003 hanya 75,5 juta ton atau

13,5% dari total produksi dunia, dan menurun 0,02%

pertahun.

Kondisi ini menunjukkan bahwa pasar jagung dunia

relatif tipis (thin market). Namun sejak 2006, negara

penghasil utama jagung dunia seperti Amerika dan Cina

mulai mengurangi ekspor untuk memenuhi kebutuhan dalam

negerinya terkait dengan pemanfaatan jagung sebagai

bahan baku energi. Untuk itu, peluang ekspor jagung

Indonesia cukup besar mengingat rata-rata produktivitas

nasional masih rendah (3,47 t/ha).

3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hilirisasi

3.3.1. Kebijakan Pemerintah

Perkembangan produksi Komoditas Jagung Indonesia

masih mengalami kendala. Badan Pusat Statistik (BPS)

melaporkan, produksi jagung nasional tahun 2011

mencapai 17,64 juta ton pipilan kering atau turun

684,39 ribu ton dibandingkan 2010. Penurunan produksi

15

terjadi di Jawa sebesar 477,29 ribu ton dan di luar

Jawa sebesar 207.10 ribu ton. Badan Pusat Statistik

(BPS) memprediksi, produksi jagung nasional tahun 2012

diperkirakan sebesar 18,95 juta ton pipilan kering

atau mengalami peningkatan sebesar 1,30 juta ton

dibandingkan 2011. Peningkatan produksi diperkirakan di

Jawa sebesar 0,80 juta ton dan di luar Jawa sebesar

0,51 juta ton. Peningkatan produksi terjadi karena

adanya perkiraan luas panen seluas 132,78 ribu hektar

dan produktivitas sebesar 1,74 kuintal/hektar.

Peningkatan produksi jagung tahun 2012 yang relatif

besar terdapat di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah,

Nusa Tenggara Barat, Nusa tenggara Timur, dan

Yogyakarta. Sedangkan penurunan produksi terdapat di

Provinsi Aceh, Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan,

Banten dan Riau.Sebagai salah satu lumbung Jagung,

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

menargetkan produksi jagung sebanyak 613.496 ton pada

2013 untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan

Hortikultura NTB menginformasikan, target produksi

jagung pada 2013 lebih tinggi dibandingkan target

produksi pada 2012 sebanyak 471.920 ton. Dalam lima

tahun terakhir Produksi jagung di NTB terus mengalami

peningkatan karena luas panen yang bertambah dan adanya

penerapan teknologi serta harga jagung yang terus

membaik. Dibanding tahun-tahun sebelumnya, produksi

16

jagung pada 2009 mencapai 308.863 ton atau lebih tinggi

dibandingkan target yang ditetapkan 238.043 ton. Tahun

2010 produksi mengalami kenaikan lagi, yakni mencapai

371.862 ton, lebih tinggi dari yang ditargetkan 290.414

ton.Produksi jagung terus mengalami peningkatan, pada

tahun 2011 produksi mencapai 456.915 ton, lebih tinggi

dari yang ditargetkan sebanyak 407.000 ton. Begitupun

untuk tahun 2012 target produksi mencapai 471.920 ton

dari 100.975 hektare luas lahan tanam, lebih tinggi

dibandingkan realisasi pada 2011. Pemerintah NTB

berharap realisasi produksi pada 2012 lebih tinggi

dibandingkan yang ditargetkan. Pemerintah NTB sudah

menetapkan langkahlangkah untuk mewujudkan peningkatan

produksi jagung secara ber-kesinambungan, yakni

melalui pengem-bangan Sekolah Lapang Pengelolaan

Tanaman Terpadu (SL-PTT) seluas 6.000 ha pada 2012. Ini

merupakan program terpadu yang akan memberikan tambahan

persediaan pangan nasional. Disamping itu Pemerintah

juga menyalurkan bantuan langsung benih unggul melalui

APBD I seluas 5.000 ha pada 2012. Memang kondisi saat

ini, secara nasional produksi Jagung berpotensi

mengalami penurunan di tengah cuaca ekstrim yang

ternyata terjadi di hampir seluruh negara produsen

Jagung di dunia. Ini berarti distribusi Jagung pun akan

menurun, akibatnya dengan tingginya permintaan akan

menyebabkan terjadinya kenaikan harga.Begitu juga

dengan lumbung Jagung di Sumatera Utara. Program

17

bantuan benih seyogyanya dapat meringankan beban

petani, namun penyaluran diharapkan petani hendaknya

sesuai dengan kebutuhan agar program bantuan itu tidak

sia-sia. Petani mengharapkan bantuan tersebut sudah

dilakukan analisis terlebih dahulu, sehingga benih yang

disalurkan sesuai dengan karakteristik tanah yang

dikelola petani di masing-masing daerah. Bantuan benih

akan dapat menghasilkan produksi jagung yang optimal

(informasi dari paparan Ketua Himpunan Petani Jagung

Indonesia. Kurang pasokan serta menurunnya produksi

jagung dalam negeri membuat pemerintah berencana untuk

melakukan impor. Impor jagung tersebut rencananya

berasal dari Argentina dan India.

Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka

Komoditi (Bappebti) Syahrul R Sempurnajaya menyebutkan,

produksi jagung pada 2011 turun 1,1 juta ton atau 5,99

persen menjadi 17,23 juta ton pipilan kering

dibandingkan produksi sepanjang 2010. Sementara

kebutuhan jagung di dalam negeri pada tahun ini

mencapai 22 juta ton, sehingga kebutuhan jagung harus

dipasok melalui impor. Argentina sejauh ini

berkontribusi memasok kebutuhan jagung dalam negeri

sekira 70 persen terhadap total volume impor per bulan.

Kemudian disusul India, yang berkontribusi sekira 10

persen. Sementara itu di pasar internasional, menurut

dia terjadi kenaikan harga jagung. Kenaikan itu dipicu

kekhawatiran adanya potensi penurunan produksi jagung

18

di Amerika Selatan. Melemahnya dolar, juga menjadi

salah satu pendorong kenaikan harga komoditas ini.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak

(GPMT) Sudirman menyebutkan, untuk memenuhi kebutuhan

jagung dalam negeri, impor tak terhindarkan. Dia

berharap ada peningkatan produksi jagung di dalam

negeri agar impor jagung bisa berkurang. Karena

produksi jagung yang terus merosot, angka impor jagung

selama Januari sampai November 2011 mencapai 3 juta

ton. Data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik

menyebutkan, nilai impor jagung sepanjang periode

Januari–November 2011 mencapai USD967,33 juta. Nilai

impor ini melampaui realisasi impor jagung selama

jangka waktu yang sama pada 2010 sebesar 1,52 juta ton

dengan nilai USD369,07 juta. Infomasi dari Bappebti,

bahwa harga jagung berjangka untuk kontrak pengiriman

bulan Maret 2012 mengalami sebesar 8.5 sen, ditutup

pada posisi 6.52 dolar per bushel. Sedangkan untuk

kontrak pengiriman bulan Mei 2012 mengalami kenaikan

harga sebesar 8.75 sen, ditutup pada posisi 6.5950

dolar per bushel. Kenaikan harga jagung ini terjadi

karena kekhawatiran beberapa buyer mengenai potensi

penurunan produksi jagung di Amerika Selatan.

Salah satu pendorong kenaikan harga komoditas ini

adalah melemahnya indeks dolar. Disamping itu

permintaan luar negeri akan menguat karena komoditas

Jagung yang diperdagangkan dalam dolar menjadi relative

19

lebih murah akibat dari melemahnya nilai tukar dolar.

Diperkirakan bahwa pasokan akhir jagung untuk periode

2011/12 akan berada di level 753 juta bushel. Namun

kenyataan dilapangan, menurut Kementerian Pertanian

produksi Jagung Indonesia mengalami penurunan sebesar

1.1 juta ton atau 5.99% menjadi 17,23 juta ton pipilan

kering dibandingkan produksi tahun 2010. Kementerian

Pertanian memberikan gambaran bahwa target produksi

pada tahun 2012 sebesar 24 juta ton. Mengacu pada

angka ramalan (Aram) III Badan Pusat Statistik (BPS),

panen jagung tahun 2011 sebesar 17,23 juta ton. Jumlah

itu lebih sedikit dibandingkan dengan produksi tahun

2010 sebesar 18,33 juta ton. Disamping itu kebutuhan

jagung di dalam negeri pada tahun 2012 mencapai 22

juta ton sehingga kebutuhan Jagung dipasok melalui

impor. Realisasi impor dilihat dari konsumsi Jagung

dalam periode Oktober 2011 sudah mencapai 2,9 juta ton.

Sebagian besar Jagung impor tersebut berasal dari

Argentina. Kontribusi negara ini sekitar 70 persen dari

total volume impor nasional per bulan, sedangkan 10%

konsumen Jagung nasional dipasok oleh India.

3.3.2. Kebijakan Pemerintah Daerah yang pro pasar (studi

kasus Provinsi Gorontalo)

Kemajuan pembangunan sektor pertanian yang

dilaksanakan di Provinsi Gorontalo, memberikan

pelajaran sangat berharga bagi para perencana dan20

penyelenggara kebijakan pembangunan di pusat dan

daerah. Hasil kajian Pranadji (2008) bahwa pelajaran

yang berharga dari keberhasilan penyelenggaraan

pemerintahan di Provinsi Gorontalo tersebut, adalah :

Pertama, bahwa dengan pendekatan outward looking

dan visi kebersamaan membangun industri pertanian

berbasis masyarakat petani di perdesaan yang propasar,

menjadikan sektor pertanian di Gorontalo berkembang

pesat dan berkelanjutan.

Kedua, adanya penguatan strategi industrialisasi

pertanian di perdesaan dan reforma agraria, selain akan

memperkokoh sektor pertanian juga berimplikasi sangat

positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat

petani.

Ketiga, bahwa perkembangan sektor pertanian sangat

dipengaruhi oleh kepemimpinan penyelenggara

pembangunan yang berintegritas tinggi dan memiliki

kompetensi yang dapat diandalkan, dan

Keempat, terpeliharanya budaya kemandirian,

semangat kerja dan modal sosial setempat sangat besar

pengaruhnya terhadap kemajuan pembangunan pertanian di

perdesaan Gorontalo. Di sisi lain, komitmen yang telah

dibangun oleh semua pihak yang terkait di jajaran

pemerintahan daerah, dari Tingkat Provinsi hingga desa,

para pelaku kegiatan ekonomi maupun masyarakat secara

luas dalam satu kesatuan pandangan dan persepsi

kepentingan yang sama, telah menjadi modal atas

21

keberhasilan program yang dicanangkan oleh Provinsi

Gorontalo dalam pengembangan pola pengusahaan komoditas

jagung. Jagung sebagai komoditas strategis, secara

perlahan dapat meningkatkan perekonomian daerah serta

secara langsung mendorong peningkatan pendapatan para

petani yang mengusahakannya. Adanya pengaturan

pewilayahan komoditas serta pembagian regional

prioritas bagi komoditas lainnya, juga telah

menumbuhkan sistem subsidi silang bagi kegiatan sektor

riil lain serta kegiatan perekonomian antar daerah di

wilayah provinsi Gorontalo. Letak geografis Provinsi

Gorontalo yang cukup strategis dan berbatasan dengan

negara tetangga merupakan satu peluang yang cukup

potensial untuk kegiatan ekspor komoditas yang

dihasilkan, sehingga mempunyai daya saing yang cukup

kompetitif dengan beberapa wilayah yang ada di tanah

air, khususnya bagi kegiatan ekspor komoditas sejenis

(jagung).

Kebijakan Pemerintah Daerah melakukan penjaringan

peluang pasar bagi komoditas pertanian khususnya untuk

komoditas jagung, dan kemudian diikuti dengan pembukaan

pasar komoditas dengan beberapa negara lain dalam

kegiatan ekspor, telah mendorong pada upaya

pengembangan usaha pertanaman jagung dibeberapa sentra

produksi. Adanya kepastian penyerapan pasar bagi

produksi jagung yang dihasilkan, maupun insentif harga

berdasarkan jaminan kwalitas produk yang dihasilkan,

22

menjadikan usahatani jagung yang dilakukan masyarakat

secara intensif terus berkembang dengan pesat.

Penerapan inovasi teknologi yang difasilitasi oleh

kebijakan Pemda senantiasa dilakukan, diantaranya

dengan membangun Pusat Penelitan dan Pengembangan

Jagung bertaraf internasional, selain inovasi untuk

meningkatkan produksi, produktivitas juga dalam kaitan

peningkatan mutu dan kwalitas produk jagung yang

dihasilkan para petani, sehingga dapat memenuhi

permintaan sesuai standar yang sudah dipersyaratkan

oleh buyers/importir.

Gambar 3.1 Pasar sebagai lokomotif kegiatan usahatani

jagung di Gorontalo

Regulasi dan penyederhanaan aturan yang berkaitan

dengan pelaksanaan kegiatan agribisnis jagung, juga

dilakukan oleh Pemda setempat sehingga manajemen

ekonomi biaya tinggi bisa diminimalisasi. Pengaturan

harga pembelian dan penjualan produk jagung secara

ketat dikontrol oleh Pemda setempat, bahkan pada kasus-

kasus tertentu aparat turun ke lapangan dan memberikan23

sangsi bagi para pelaku terkait yang tidak mengikuti

aturan yang sudah ditetapkan, baik dalam Perda maupun

Surat Keputusan Gubernur yang terkait dengan komoditas

jagung. Intervensi kebijakan Pemda untuk menjaga

stabilitas harga pembelian jagung di tingkat petani,

dilakukan dengan pembentukan Badan Usaha Milik Daerah

(BUMD), dimana salah satu tugasnya melakukan pembelian

jagung petani dengan harga standar, pada saat harga

jagung mengalami fluiktuasi hingga menurun. BUMD juga

menjadi lembaga penjamin kontinuitas pasokan untuk

pemenuhan kebutuhan jagung domestik maupun untuk tujuan

ekspor (PT. Gorontalo Fitrah Mandiri (GFM), 2006).

Insentif yang disediakan Pemda selain

diperuntukkan bagi aparat yang berhasil dalam

peningkatan kinerja pengembangan jagung di wilayahnya,

juga dalam upaya mendukung pemenuhan input produksi

yang dilakukan dengan pemberian subsidi benih, pupuk

serta sarana produksi lainnya. Melalui integrasi

kebijakan Gubernur, penyediaan modal usaha pertainan

juga wajib disediakan oleh pihak perbankan, termasuk

dalam mengikutsertakan peran perbankan dan lembaga

keuangan yang ada di wilayah Provinsi Gorontalo untuk

mendukung program pengembangan agropolitan jagung.

Integrasi kebijakan pimpinan daerah dalam penyediaan

sarana dan prasarana pendukung serta kerjasama

investasi sejalan dengan program pengembangan

agropolitan jagung, telah melibatkan berbagai instansi

24

teknis terkait lintas sektoral, lintas provinsi bahkan

lintas negara.

Perkembangan infomasi terakhir dari hasil kajian

Pranadji (2008), tentang pertanian di Gorontalo,

menunjukkan bahwa pada saat ini kegiatan pertanian di

Gorontalo sedang dirancang secara serius untuk memasuki

arena pasar global; keterbukaan terhadap globalisasi

pasar diantisipasi melalui perencanaan dan

penyelenggaraan pembangunan pertanian secara

komprehenship dan terarah. Berbagai program dan

rancangan untuk menjalin kerjasama yang saling

menguntungkan dengan banyak negara secara langsung

telah dilakukan oleh pimpinan daerah. Kerjasama yang

dimaksud bukan hanya terkait dengan pengembangan pasar

produk pertanian yang dihasilkan petani di perdesaan,

melainkan juga pada pengembangan pertanian yang

berwawasan industri. Konsep agropolitan berskala

provinsi dan bahkan secara lebih luas dengan mengajak

beberapa propinsi sekitar (Sulawesi Tengah, Sulawesi

Selatan dan Sulawesi Utara) dalam jaringan CCB (Celebes

Corn Belt), sekaligus merupakan bagian dari langkah

awal yang strategis untuk menempatkan Gorontalo sebagai

pusat pertanian agropolitan jagung dari Timur

Indonesia.Peran Pemerintah Daerah ke depan Fenomena

pergantian kepemimpinan daerah pada umumnya banyak

menyisakan permasalahan ketidaksinambungan program

pembangunan di daerah.

25

Kesinambungan dan keberlanjutan seringkali

terhambat dengan perbedaan pemahaman dan misi dari

sebuah jabatan kepemimpinan. Maka tidak mengherankan

pada saat terjadi pergantian suatu jabatan

kepemimpinan, senantiasa diikuti dengan pergantian

seluruh atau sebagian perangkat terkait didalamnya yang

terkadang jauh dari kompetensi. Perubahan kebijakan

maupun program pembangunan juga seringkali menjadi

imbas dari perubahan jabatan kepemimpinan baru sehingga

kebijakan yang sudah dijalankan sebelumnya menjadi

terabaikan. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat

pergantian jabatan kepemimpinan, bisa saja menunjukkan

kinerja lebih baik dari sebelumnya atau bahkan

seringkali terjadi sebaliknya. Secara umum, leadership

pembangunan pertanian yang dilakukan di Provinsi

Gorontalo tidak terlepas dari peran serta dan

keberpihakan pimpinan.

3.3.3. Transportasi dan Distribusi

Sektor transportasi berperan menunjang kegiatan

perekonomian khususnya dalam distribusi barang dan

jasa. Biaya transportasi timbul sebagai akibat adanya

aktivitas distribusi barang dan jasa ke pelaku ekonomi.

Karakteristik kegiatan perekonomian dari usahatani

(sektor produksi pertanian) di Indonesia yang tersebar

di pedesaan menuntut aksesibilitas infrastruktur

transportasi yang memadai agar komoditas pertanian bisa26

didistribusi keluar untuk dijual langsung kepada

konsumen maupun diserap sebagai bahan baku oleh

industri pengolahan. Jarak kawasan sentra produksi dan

sentra konsumsi atau industri pengolah relatif jauh,

sehingga beberapa diantaranya tidak cukup hanya

menggunakan moda transportasi darat, tetapi juga

menggunakan moda transportasi darat dan laut.

Pada pemasaran jagung di sentra produksi, terdapat

para pelaku dalam pemasaran yaitu petani, pedangang,

penungumpul/penebas, pedagang besar, peternak dan

pabrik pakan (Saleh, C, et.al, 2005 dalam Subhana,

2005). Secara umum, petani yang menjual jagung untuk

non konsumsi menjual jagung dalam bentuk pipilan.

Industri pakan ternak berbahan baku jagung menyerap

>50% produksi jagung dalam negeri. Pabrik pakan

terkonsentrasi di pulau Jawa dan Sumatera. Pada pulau

Jawa, pabrik pakan memiliki kapasitas di atas produksi

jagung sedangkan di pulau Sulawesi terjadi surplus

produksi melebihi kapasitas pengolahannya sehingga akan

terjadi distribusi komoditas jagung antar pulau.

Kondisi Indonesia yang luas tersebut harus didukung

dengan sistem transportasi nasional yang efektif dan

efisien agar biaya logistik dapat ditekan.

Biaya transportasi darat merupakan komponen

terbesar biaya logistik di Indonesia yaitu 66,8%

(Wirabrata, 2013), sisanya adalah biaya administrasi

dan ongkos penanganan persediaan serta ditambah lagi

27

dengan biaya bongkar muat, parkir, hingga pungutan

liar. Pada laporan World Economic Forum 2012 kualitas

infrastruktur Indonesia berada pada peringkat 82 dari

134 negara. Jenis kualitas infrastruktur yang memiliki

peringkat terendah adalah kualitas infrastruktur

pelabuhan yang berada pada peringkat 103.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Armida

Alisjahbana dalam situs berita dijital tempo.co (22

Juli 2013) mengungkapkan kualitas kemantapan jalan

nasional pada 2012 telah mencapai 90,5%. Sementara itu,

berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional, tingkat kemantapan jalan provinsi hanya

mencapai 60% persen dan jalan milik pemerintah kota

atau kabupaten hanya 40%. Dimana dari total 39 ribu

kilometer total panjang jalan di Indonesia persentase

jalan nasional hanya mencapai 8%, sementara persentase

jalan daerah mencapai 81%. Hal ini menjadi ironi

mengingat karakteristik usaha tani di Indonesia yang

menyebar di wilayah pedesaan.

Sebagai contoh, studi transportasi barang yang

dilakukan di NTT yang memasok 7,11% produksi jagung

nasional (BPS tahun 2013, Pulau Bali, NTB, dan NTT),

mengungkapkan secara umum kondisi infrastruktur di NTT

yang masih terbatas (LPEM-FEUI, 2010). Jaringan jalan

ke daerah-daerah terpencil terbatas mengakibatkan

distribusi barang terhambat dan banyak komoditas

pertanian tidak memiliki akses pasar yang memadai.

28

Pelabuhan laut komersial kemampuannya masih terbatas

untuk melayani kegiatan bongkar muat namun disisi lain

penggunaan moda transportasi laut adalah dominan baik

menggunakan kapal laut untuk perdagangan antar provinsi

maupun truk dan feri untuk perdagangan antar pulau.

Dukungan sektor transportasi yang baik akan

meningkatkan efisiensi distribusi barang sehingga mampu

menurunkan biaya logistik secara signifikan. Hal ini

dapat menurunkan harga produk, sehingga meningkatkan

daya saing produk dan daya beli masyarakat maupun

industri hilir.

3.3.4. Ketersediaan Pasoka Jagung Dalam Negeri

Selain untuk dikonsumsi langsung, jagung juga

menghasilkan produk-produk pasca panen diantaranya

berupa pakan ternak dan makanan. Ketersediaan pasokan

jagung, sangat mempengaruhi proses hilirisasi dan

proses pengolahan jagung di Indonesia. Berikut adalah

data produksi jagung di Indoenesia dalam kurun waktu

2009-2013.

Tabel 3.5 Produksi Jagung Indonesia Periode 2009-2013

No Tahun Jumlah Produksi(ton)

1 2009 17.629.7482 2010 18.327.6363 2011 17.643.250

29

4 2012 19.387.0225 2013 18.510.435

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat JenderalTanaman Pangan

Berdasarkan Tabel 3.5 di atas, pertumbuhan

produksi jagung selama periode 2009-2013 mengalami

kecendrungan menurun. Kondisi ini jelas mempengaruhi

proses hilirisasi atau pengolahan jagung di Indonesia.

Seberapapun jumlah pabrik pengolahan yang tersedia,

apabila tidak diikuti oleh peningkatan produksi jagung

maka akan mengakibatkan peningkatan impor jagung mentah

sehingga proses hilirisasi jagung akan terganggu.

Adapun produktivitas jagung juga dipengaruhi

faktor lain. Menurut penelitian yang dilakukan Riyadi

(2007), faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jagung

diantaranya adalah luasan lahan jagung, jumlah tenaga

kerja dan ketersediaan kualitas dan kuantitas pupuk

dan benih jagung.

Tabel 3.6 Luas Lahan Jagung Indonesia Periode 2009-2013

No Tahun Jumlah Lahanjagung (ha)

1 2009 4.160.6592 2010 4.131.6763 2011 3.864.6924 2012 3.957.5955 2013 3.857.359

Pertumbuhan -2.53%/Thn

30

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat JenderalTanaman Pangan

Luas lahan panen jagung di Indonesia selama

periode 2009-2013 mengalami kecendrungan menurun per

tahunnya. Kondisi ini mempengaruhi jumlah produksi

jagung di Indonesia yang masih mengandalkan

ekstensifikasi pertanian untuk meningkatkan

produktivitasnya. Begitupun faktor tenaga kerja di

komoditas jagung yang diperkirakan semakin menurun

seiring berkembangnya pola pikir masyarakat yang

mengesampingkan pekerjaan petani dibandingkan pekerjaan

lainnya.

Pemenuhan benih jagung yang unggul di Indonesia

juga masih terkendala. Padahal dengan adanya penggunaan

benih unggul dapat meningkatkan produktivitas jagung

melalui intensifikasi pertanian serta efisiensi biaya

usaha tani.

3.3.5. Permasalahan standardisasi

> permintaan relatif tetap sementara outputnya

tidak seragam

Akibatnya susah masuk ke hilir

3.3.6. Sebaran jumlah prabik dan implementasi teknologi

Pada Tabel 3.2 mengenai Jumlah Pabrik pakan dan

Produksi Jagung di Indonesia (BPS, 2013), dapat dilihat

bahwa jumlah pabrik pakan jagung di Pulau Jawa lebih31

banyak dibandingkan dengan Pulau lainnya di Indonesia.

Hal ini dikarenakan struktur tanah di Pulau Jawa lebih

baik dibandingkan dengan Pulau yang lain. Jumlah pabrik

yang banyak memberikan gambaran bahwa jumlah produksi

jagung tersebut juga lebih besar dibandingkan dengan

yang lainnya seperti yang ditabulasikan pada Tabel 3.2.

Pada Tabel 3.7 dapat dilihat trend perkembangan

Luas Panen, Produksi, dan Produktivita Jagung pada

tahun 2009-2013 tiap Provinsi bahwa terjadi penurunan

dituhun 2013 baik pada luas panen, produksi maupun

produktivitas jagung. Hanya beberapa provinsi saja

yang mengalami peningkatan. Jika dilihat pada Provinsi

DKI Jakarta sangat drastis karena tidak ada lahan yang

dijadikan untuk produktivitas komoditas jagung sehingga

tidak ada produksi Jagung yang dihasilkan. Hal ini

dikarenakan, lahan pertanian yang telah dijadikan

perumahan dan perindustrian sehingga lahan pertanian

telah dipindahkan ke luar Jakarta.

Produktivitas komoditas jagung mengalami penurunan

di tahun 2013 sebesar 4.52 persen. Hal ini

menggambarkan masih rendahnya penerapan teknologi dalam

produksi jagung yang masih belum optimal. Penerapan

teknologi di tingkat petani masih beragam, bergantung

pada orientasi produksi (subsisten, semi komersial, dan

komersial), kondisi kesuburan tanah risiko yang

dihadapi, dan kemampuan petani membeli atau mengakses

sarana produksi. Pada tahun 2005, penyebaran varietas

32

jagung hibrida masih 22% dan selebihnya masih komposit.

Penggunaan varietas ini masih jauh jika dibandingkan

dengan Thailand yang menggunakan jagung hibrida hingga

98% sedangkan Filipina hinggan 65%. Mahalnya benih

hibrida dan risiko yang dihadapi maka menjadi salah

satu pertimbangan petani untuk menanam benih hibrida

turunan (F2). Padahal benih hibrida ini merupakan salah

satu faktor untuk dapat meningkatkan produksi jagung.

(Pabbangge dan Subandi, 2007)

Tabel 3.7 Trend Perkembangan Luas Panen, Produksi &

Produktivitas Jagung Tahun 2009-2013

NO Provinsi

Trend Perkembangan

Luas Panen(Ha)

ProduksiTon)

Produktivitas

(Ku/Ha)1 Aceh 3.96 11.64 7.392 Sumatera Utara (13.30) (26.92) (15.70)3 Sumatera Barat 2.60 6.00 3.314 Riau (4.49) (3.97) 0.555 Kepulauan Riau (10.00) (3.65) 7.036 Jambi (0.49) 1.83 2.327 Sumatera Selatan 9.74 30.63 19.03

8 Kep. BangkaBelitung 14.93 9.72 (4.52)

9 Bengkulu (17.57) (12.53) 6.1110 Lampung (5.82) (1.96) 4.0911 DKI Jakarta (100.00) (100.00) (100.00)12 Jawa Barat 4.06 8.21 4.0013 Banten 15.16 21.16 5.2314 Jawa Tengah (1.66) 0.03 1.7115 DI Yogyakarta (6.41) (19.27) (13.74)

33

16 Jawa Timur (3.28) (8.79) (5.70)17 Bali (11.81) (6.33) 6.21

18 Nusa TenggaraBarat (5.96) (2.84) 3.31

19 Nusa TenggaraTimur 10.17 13.01 2.57

20 Kalimantan Barat (4.87) (4.99) (0.13)

21 KalimantanTengah (9.34) (8.36) 1.07

22 KalimantanSelatan (7.40) (6.84) 0.60

23 Kalimantan Timur (14.84) (14.57) 0.3324 Sulawesi Utara (0.20) (0.24) (0.05)25 Gorontalo 3.63 5.04 1.3726 Sulawesi Tengah (6.68) (0.95) 6.1327 Sulawesi Selatan (2.98) (4.97) (2.06)28 Sulawesi Barat 6.20 (1.08) (6.85)

29 SulawesiTenggara (11.01) (11.87) (0.98)

30 Maluku (28.67) (32.63) (5.56)31 Maluku Utara (3.06) 6.28 9.6232 Papua (14.80) 10.82 30.1333 Papua Barat (16.60) (16.54) 0.06

INDONESIA (2.53) (4.52) (2.04)Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal

Tanaman Pangan 2013 (Diolah)

Upaya peningkatan produksi jagung dapat dilakukan

berbagai cara diantaranya melalui perbaikan genetik

tanaman. Perbaikan genetic jagung bertujuan untuk

mengatasi kendala pertumbuhan tanaman terutama cekaman

lingkungan biotik dan abiotik. Perbaikan genetic

komoditas ini dapat dilakukan dengan konvensional atau

melalui rekayasa genetic (genetic engeenering).

Berkembangnya bioteknologi dapat menjadi salah satu34

pemecahan masalah dalam perjagungan. (Sustiprijatno.

2007)

Sampai saat ini masih belum banyak dilaporkan

perkembangan jagung transgenic di Indonesia. Sistem

pengadaan benih bemutu dari varietas unggul, pupuk,

herbisida/pestisida, serta alat dan mesin pertanian

yang lebih baik menentukan keberhasilan pengembangan

jagung.

Pengolahan dan pemasaran jagung diarahkan untuk

mewujudkan tumbuhnya usaha yang dapat meningkatkan

nilai tambah dan harga yang wajar ditingkat petani,

sehingga petani dapat meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraanya. Maka strategi yang perlu ditempuh

antara lain: meningkatkan mutu produk dan mengolah

produksi menjadi bahan setengah jadi, meningkatkan

harga jagung dan keuntungan, menumbuhkan unit-unit

pengolahan dan pemasaran jagung yang dikelola oleh

kelompok tani/gabungan kelompok tani, meningkatkan

efisiensi biaya pengolahan dan pemasaran serta

memperpendek mata rantai pemasaran, dan mengurangi

impor dan meningkatkan ekspor.

Penelitian juga diperlukan untuk mendukung program

pengembangan jagung seperti: pembentukan varietas

hibrida dan komposit yang lebih unggul diantaranya

varietas toleran keasaman tanah dan kekeringan,

produksi benih sumber dan system pembenihan, teknologi

35

budi daya yang makin efisien, dan pascapanen untuk

meningkatkanmutu dan nilai tambah produk.

Beberapa teknologi yang dianjurkan diantaranya

adalah varietas unggul, pengolahan tanah, cara tanam,

pemupukan, penyiangan dan pembumbunan, pengendalian

hama dan penyakit, dan pada saat panen. Hilirisasi yang

dilakukan yaitu pada saat pasca panen.

Hilirisasi dari produsen (technology provider) ke

konsumen (technology recipient) baik berupa transfer

teknologi, alih teknologi, difusi teknologi,

interfacing maupun komersialisasi teknologi. Kegunaan

dari transfer teknologi antara lain : (1) Memastikan

manfaat riset bagi publik; menterjemahkan

penemuan/hasil riset menjadi 'produk' untuk publik

menjadi nilai tambah. (2) Menghasilkan dana untuk

melakukan riset; (3) Menumbuhkan motivasi bagi 'inventor'

dengan recruit, retain dan reward bagi peneliti; (4)

Meningkatkan 'knowledge based competitiveness'; (5) Mendorong

pertumbuhan ekonomi dan (6) Meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Transfer teknologi harus mengandung

beberapa hal antara lain : 1. Equipments 2. Skills 3.

knowledge 4. Process 5. Practices. (Hariyadi, 2011).

36

IV. KESIMPULAN

4.

4.1. Kesimpulan

Jagung sampai saat ini masih merupakan komoditi

strategis kedua setelah padi karena di beberapa daerah,

jagung masih merupakan bahan makanan pokok kedua

setelah beras. Jagung juga mempunyai arti penting dalam

pengembangan industri hilir di Indonesia karena

merupakan bahan baku untuk industri pangan maupun

industri pakan ternak. Beberapa faktor yang

mempengaruhi hilirisasi produk pertanian di Indonesia

diantaranya,

1) Kebijakan pemeritah yang berperan di level makro

maupun level mikro (khususnya usaha kecil menengah

dan koperasi yang ada di sektor hilir)

2) Dukungan sektor transportasi yang baik, yaitu

infrastruktur dan koneksi intermoda. Hal tersebut

menjamin kelancaran distribusi komoditas usahatani

dari sentra produksi ke industri hilir serta

meningkatkan daya saing produk dan daya beli

masyarakat maupun industri hilir

3) Ketersediaan pasokan jagung dalam negeri. Proses

hilirisasi jagung akan terganggu bilamana

pertumbuhan industri dengan bahan baku jagung tidak

dibarengi peningkatan produksi jagung dalam negeri,

37

karena akan mengakibatkan peningkatan impor jagung

mentah.

4) Permasalahan standardisasi produk. Karakteristik

usahatani nasional yang mayoritas masih tradisional

mengasilkan ukuran produk yang tidak seragam,

sementara itu permintaan pasar relatif tetap

akibatnya jagung dari petani kesulitan masuk

industri hilir

5) Sebaran pabrik dan implementasi teknologi. Lokasi

sentra produksi dengan pabrik pengolah yang terletak

dalam satu wilayah akan lebih efisien. Di sisi

produksi, kendala produktivitas dalam negeri yang

belum mampu memenuhi permintaan industri hilir bisa

diupayakan dengan peningkatan produksi jagung

melalui teknologi perbaikan genetik.

4.2. Saran

Sistem pertanian yang berkelanjutan dan berorientasi

pasar akan meningkatkan daya saing produk dan

memberikan nilai tambah bagi petani dan perkembangan

sektor hilir. Untuk itu perlu didukung kebijakan

pemerintah yang konsisten sehingga dicapai kesatuan

visi untuk membangun sistem logistik dan peningkatan

produksi jagung. Oleh karena itu, hendaknya para

pemangku kepentingan bisa menjaga komitmen dalam

38

pelaksanaan kebijakan pemerintah yang akan berimbas

positif bagi sektor hilir pertanian

DAFTAR PUSTAKA

39

Biro Pusat Statistik. 2013. Statistik Pertanian

Hariyadi, Purwiyatno. 2011. Prosiding SeminarNasional Strategi Penghiliran Teknologi HasilLitbang Pascapanen. Bogor.

LPEM-FEUI. 2010. Transportasi Barang di Nusa TenggaraTimur: Permasalahan dan Biaya. Jakarta: LPEM-FEUIdan The Asia Foundation.

Pabbage, Zubachtirodin MS, dan Subandi 2007. WilayahProduksi dan Potensi Pengembangan Jagung. BalaiPenelitian Tanaman Serealia, Maros.

Saleh, C. Sumedi, dan E. Jamal. 2005. AnalisisPemasaran Jagung di Indonesia. Dalam Kasryno,et.al. (Editor). Ekonomi Jagung Indonesia: 197-209. Badan Litbang Pertanian, Jakarta.

Schwab, Klaus (ed.). 2013. The Global CompetitivenessReport 2013–2014 Full Data Edition. Geneva: WorldEconomic Forum

Subhana, Ahmad. 2005. “Strategi Pengembangan AgribisnisJagung untuk Memenuhi Kebutuhan Industri Pakan Ternak”.Tesis. Bogor: Program Studi Magister ManajemenAgribisnis Sekolah Pasca Sarjana IPB.

Sustiprijatno. 2007. Jagung Transgenik danPerkembangan Penelitian di Indonesia. Balai BesarPenelitian dan Pengembangan Bioteknologi danSumberdaya Genetik Pertanian. Bogor.

Tempo.co. “Kualitas Jalan Nasional dan Daerah Sangat Timpang”.22 Juli 2013. Diakses tanggal 6 September 2014pukul 12:26 WIB.http://www.tempo.co/read/news/2013/07/22/090498734/Kualitas-Jalan-Nasional-dan-Daerah-Sangat-Timpang

Warta Ekspor,Ditjen PEN/MJL/003/5/2012 Edisi Mei

40

Wirabrata, Achmad. 2013. “Peningkatan Logistic PerformanceIndex (LPI) dan Rendahnya Infrastruktur Pendukung” dalamInfo Singkat Ekonomi dan Kebijakan Publik Vol. V,No. 09/I/P3DI/Mei/2013. Jakarta: PusatPengkajian, Pengolahan Data dan Informasi.

Zubachtirodin (et.al). 2010. “Wilayah Produksi dan Potensi

Pengembangan Jagung” dalam Jagung: Teknik Produksi

dan Pengembangan. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian.

41