PERBEDAAN KRIKULUM (KEL 4)
Transcript of PERBEDAAN KRIKULUM (KEL 4)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Bila kita bicara tentang perubahan kurikulum, kita dapat
bertanya dalam arti apa kurikulum digunakan. Kurikulum dapat
dipandang sebagai buku atau dokumen yang dijadikan guru
sebagai pegangan dalam proses belajar-mengajar. Kurikulum
dapat juga dilihat sebagai produk yaitu apa yang diharapkan
dapat dicapai siswa dan sebagai proses untuk mencapainya.
Keduanya saling berkaitan.
Kurikulum dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang hidup
dan berlaku selama jangka waktu tertentu dan perlu direvisi
secara berkala agar tetap relevan dengan perkembangan
zaman.Selanjutnya kurikulum dapat ditafsirkan sebagai apa yang
dalam kenyataan terjadi dengan murid dalam kelas. Kurikulum
dalam arti ini tak mungkin direncanakan sepenuhnya betapapun
rincinya direncanakan, karena dalam interaksi dalam kelas
selalu timbul hal-hal yang spontan dan kreatif yang tak dapat
diramalkan sebelumnya.
Dalam hal ini guru lebih besar kesempatannya menjadi
pengembang kurikulum dalam kelasnya. Akhirnya kurikulum dapat
1
dipandang sebagai cetusan jiwa pendidik yang berusaha untuk
mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang tertinggi dalam
kelakuan anak didiknya. Kurikulum ini sangat erat hubungannya
dengan kepribadian guru. Kurikulum yang formal, mengubah
pedoman kurikulum, relative lebih terbatas daripada kurikulum
yang riil. Kurikulum yang riil, bukan sekadar buku pedoman,
melainkan segala sesuatu yang dialami anak dalam kelas, ruang
olah raga, warung sekolah, tempat bermain, karyawisata, dan
banyak kegiatan lainnya, pendek kata mengenai seluruh
kehidupan anak sepanjang bersekolah. Mengubah kurikulum dalam
arti yang luas ini jauh lebih luas dan dengan demikian lebih
pelik, sebab menyangkut banyak variabel. Perubahan kurikulum
di sini berarti mengubah semua yang terlibat di dalamnya,
yaitu guru sendiri, murid, kepala sekolah, penilik sekolah,
juga orang tua dan masyarakat umumnya yang berkepentingan
dalam pendidikan sekolah. Dalam hal ini dikatakan bahwa
perubahan kurikulum adalah perubahan sosial, curriculum change
is social change.
Perubahan tak selalu sama dengan perbaikan, akan tetapi
perbaikan selalu mengandung perubahan. Perbaikan berarti
meningkatkan nilai atau mutu. Perubahan adalah pergeseran
2
posisi, kedudukan atau keadaan yang mungkin membawa perbaikan,
akan tetapi dapat juga memperburuk keadaan. Anak yang mula-
mula tak mengenali ganja, dapat berubah menjadi anak yang
mengenalnya lalu terlibat dalam kejahatan. Perubahan di sini
tidak membawa perbaikan. Namun demikian sering diadakan
perubahan dengan maksud terjadinya perbaikan. Perbaikan selalu
dikaitkan dengan penilaian.
Perbaikan diadakan untuk meningkatkan nilai, dan untuk
mengetahuinya digunakan kriteria tertentu. Perbedaan kriteria
akan memberi perbedaan pendapat tentang baik buruknya
perubahan itu. Perubahan, sekalipun memberi perbaikan dalam
segala hal bagi semua orang. Dalam bidang kurikulum kita lihat
betapa banyaknya ide dan usaha perbaikan kurikulum yang
dicetuskan oleh berbagai tokoh pendidikan yang terkenal.
Macam-macam kurikulum telah diciptakan dan banyak di antaranya
telah dijalankan. Apa yang mula-mula diharapkan, akhirnya
ternyata menimbulkan masalah lain, sehingga kurikulum itu
ditinggalkan atau diubah. Ada masanya pelajaran akademis yang
diutamakan, kemudian tampil anak sebagai pusat kurikulum,
sesudah itu yang dipentingkan ialah masyarakat, akan tetapi
timbul pula perhatian baru terhadap pengetahuan akademis.
3
Namun demikian, dalam sejarah pendidikan, tak pernah sesuatu
kembali dalam bentuk aslinya. Biasanya yang lama itu timbul
dalam bentuk yang agak lain, pada taraf yang lebih tinggi.
Misalnya, bila dalam pelajaran akademis diutamakan hafalan
fakta dan informasi, kemudian diutamakan prinsip-prinsip
utama. Bila pada ketika kurikulum sepenuhnya dipusatkan pada
anak, kemudian disadari bahwa tak dapat anak hidup di luar
masyarakat. Disadari bahwa dalam kurikulum tak dapat
diutamakan hanya satu aspek saja, akan tetapi semua aspek :
anak, masyarakat, maupun pengetahuan secara berimbang.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, maka timbul suatu
permasalahan: apakah penyebab terjadinya perubahan kurikulum?
1.3.Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui penyebab
proses terjadinya perubahan dan perbaikan kurikulum.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bagaimana Terjadinya Perubahan
Menurut para ahli sosiologi. perubahan terjadi dalam tiga
fase, yakni :
1. fase inisiasi, yaitu taraf permulaan ide perubahan itu
dilancarkan. Dengan menjelaskan sifatnya, tujuan, dan
luas perubahan yang ingin dicapai;
2. fase legitimasi, saatnya orang menerima ide itu;
3. fase kongruensi, saat orang mengadopsinya, menyamakan
pendapat sehingga selaras dengan pikiran para pencetus,
sehingga tidak terdapat perbedaan nilai lagi antara
penerima dan pencetus perubahan.
Untuk mencapai kesamaan pendapat, berbagai cara yang
dapat digunakan, misalnya motivasi intrinsik dengan janji
kenaikan gaji atau pangkat. memperoleh kredit, dapat juga,
paksaan keras atau halus, dengan menggunakan otoritas atau
indoktrinasi. Dapat juga dengan membangkitkan motivasi
intrinsik dengan menjalankan sikap ramah, akrab, penuh
kesabaran dan pengertian, mengajak turut berpatisipasi,
5
mengemukakan perubahan sebagai masalah yang dipecahkan
bersama. Perubahan akan lebih berhasil, bila dari pihak guru
dirasakan kekurangan dalam keadaan, sehingga timbul hasrat
untuk memperbaikinya demi kepentingan bersama.
Perubahan yang terjadi atas paksaan dari pihak atasan,
biasanya tidak dapat bertahan lama, segera luntur dan hanya
diikuti secara formal dan lahiriah. Menjadikan perubahan
sebagai masalah, melibatkan semua yang terlibat dalam
perumusan masalah. pengumpulan data, menguji alternatif, dan
selanjutnya mengambil kesimpulan berdasarkan percobaan,
dianggap akan lebih mantap dan meresap dalam hati guru. Akan
tetapi karena prosedur ini makan waktu dan tenaga yang banyak,
dan selain itu diinginkan perubahan yang uniform di semua
sekolah, maka sering dijalankan cara otoriter, indoktrinatif,
tanpa mengakui kemampuan guru untuk berpikir sendiri dan hanya
diharuskan menerima saja. Cara ini efisien, namun dalam jangka
panjang tidak efektif. Dan bila ada perubahan atau perbaikan
baru, yang lama ditinggalkan saja tanpa membekas.
2.2 Perubahan Kurikulum
6
Menurut soetopo dan soemanto, pengertian perubahan
kurikulum agak sukar untuk dirumuskan dalam suatu devinisi.
Suatu kurikulum disebut mengalami perubahan bila terdapat
adanya perbedaan dalam satu atau lebih komponen kurikulum
antara dua periode tertentu, yang disebabkan oleh adanya usaha
yang disengaja.
Sedangkan menurut nasution, perubahan kurikulum mengenai
tujuan maupun alat-alat atau cara-cara untuk mencapai tujuan
itu . Mengubah kurikulum sering berarti turut mengubah
manusia, yaitu guru, pembina pendidikan, dan mereka-mereka
yang mengasuh pendidikan. Itu sebab perubahan kurikulum
dianggap sebagai perubahan sosial, suatu social change.
Perubahan kurikulum juga disebut pembaharuan atau inovasi
kurikulum.
Mengenai makna perubahan kurikulum, bila kita bicara tentang
perubahan kurikulum, kita dapat bertanya dalam arti apa
kurikulum digunakan. Kurikulum dapat dipandang sebagai buku
atau dokumen yang dijadikan guru sebagai pegangan dalam proses
belajar mengajar. Kurikulum dapat juga dilihat sebagai produk
yaitu apa yang diharapkan dapat dicapai siswa dan sebagai
proses untuk mencapainya. Keduanya saling berkaitan. Kurikulum
7
dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang hidup dan berlaku
selama jangka waktu tertentu dan perlu di revisi secara
berkala agar tetap relevan dengan perkembangan zaman.
Selanjutnya kurikulum dapat ditafsirkan sebagai apa yang dalam
kenyataan terjadi dengan murid didalam kelas. Kurikulum dalam
arti ini tak mungkin direncanakan sepenuhnya betapapun
rincinya dirrencanakan, karena dalam interaksi dalam kelas
selalu timbul hal-hal yang spontan dan kreatif yang tak dapat
diramalkan sebelumnya. Dalam hal ini guru lebih besar
kesempatannya menjadi pengembang kurikulum dalam kelasnya.
Akhirnya kurikulum dapat dipandang sebagai cetusan jiwa
pendidik yang berusaha untuk mewujudkan cita-cita, nilai-nilai
yang tertinggi dalam kelakuan anak didiknya. Kurikulum ini
sangat erat hubungannya dengan kepribadian guru.
Kurikulum yang formal mengubah pedoman kurikulum, relatif
lebih terbatas dari pada kurikulum yang riil. Kurikulum yang
riil bukan sekedar buku pedoman, melainkan segala sesuatu yang
dialami anak dalam kelas , ruang olahraga, warung sekolah,
tempat bermain, karya wisata , dan banyak kegiatan lainnya,
pendek kata mengenai seluruh kehidupan anak sepanjang
bersekolah. Mengubah kurikulum dalam arti yang luas ini jauh
8
lebih luas dan dengan demikian lebih pelik , sebab menyangkut
banyak variabel.
Perubahan kurikulum disini berarti mengubah semua yang
terlibat didalamnya, yaitu guru sendiri, murid, kepala
sekolah, penilik sekolah juga orang tua dan masyarakat umumnya
yang berkepentingan dalam pendidikan sekolah. Dalam hal ini
dikatakan, bahwa perubahan kurikulum adalah perubahan sosial,
curriculum change is social change.
2.3 Jenis-Jenis Perubahan
Menurut Soetopo dan Soemanto, Perubahan kurikulum dapat
bersifat sebagian-sebagian , tapi dapat pula bersifat
menyeluruh.
1) Perubahan sebagian-sebagian
Perubahan yang terjadi hanya pada komponen (unsur)
tentu saja dari kurikulum kita sebut perubahan yang
sebagian-sebagian. Perubahan dalam metode mengajar saja,
perubahan dalam itu saja, atau perubahan dalam sistem
penilaian saja, adalah merupakan contoh dari perubahan
sebagian-sebagian.
9
Dalam perubahan sebagian-sebagian ini, dapat terjadi
bahwa perubahan yang berlangsung pada komponen tertentu
sama sekali tidak berpengaruh terhadap komponen yang
lain. Sebagai contoh, penambahan satu atau lebih bidang
studi kedalam suatu kurikulum dapat saja terjadi tanpa
membawa perubahan dalam cara (metode) mengajar atau
sistem penilaian dalam kurikulum tersebut.
2) Perubahan menyeluruh
Disamping secara sebagian-sebagian, perubahan suatu
kurikulum dapat saja terjadi secara menyeluruh . artinya
keseluruhan sistem dari kurikulum tersebut mengalami
perubahan mana tergambar baik didalam tujuannya, isinya
organisasi dan strategi dan pelaksanaannya.
Perubahan dari kurikulum1968 menjadi kurikulum 1975
dan 1976 lebih merupakan perubahan kurikulum secara
menyeluruh. Demikian pula kegiatan pengembangan kurikulum
sekolah pembangunan mencerminkan pula usaha perubahan
kurikulum yang bersifat menyeluruh. Kurikulum 1975 dan
1976 misalnya , pengembangan , tujuan, isi, organisasi
dan strategi pelaksanaan yang baru dan dalam banyak hal
berbeda dari kurikulum sebelumnya.
10
2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan kurikulum
Menurut Soetopo dan Soemanto, ada sejumlah faktor yang
dipandang mendorong terjadinya perubahan kurikulum pada
berbagai Negara dewasa ini. Pertama, bebasnya sejumlah wilayah
tertentu di dunia ini dari kekuasaan kaum kolonialis. Dengan
merdekanya Negara-negara tersebut, mereka menyadari bahwa
selama ini mereka telah dibina dalam suatu sistem pendidikan
yang sudah tidak sesuai lagi dengan cita-cita nasional
merdeka. Untuk itu , mereka mulai merencanakan adanya
perubahan yang cukup penting di dalam kurikulum dan sistem
pendidikan yang ada. Kedua, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang pesat sekali. Di satu pihak , perkembangan
dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang diajarkan di
sekolah menghasilkan diketemukannya teori-teori yang lama . Di
lain pihak, perkembangan di dalam ilmu pengetahuan psikologi,
komunikasi, dan lain-lainnya menimbulkan diketemukannya teori
dan cara-cara baru di dalam proses belajar mengajar. Kedua
perkembangan di atas , dengan sendirinya mendorong timbulnya
perubahan dalam isi maupun strategi pelaksanaan kurikulum.
Ketiga, pertumbuhan yang pesat dari penduduk dunia . dengan
11
bertambahnya penduduk, maka makin bertambah pula jumlah orang
yang membutuhkan pendidikan. Hal ini menyebabkan bahwa cara
atau pendekatan yang telah digunakan selama ini dalam
pendidikan perlu ditinjau kembali dan kalau perlu diubah agar
dapat memenuhi kebutuhan akan pendidikan yang semakin besar.
Ketiga faktor di atas itulah yang secara umum banyak
mempengaruhi timbulnya perubahan kurikulum yang kita alami
dewasa ini.
2.5. Sebab-Sebab Kurikulum Itu Diubah
Misalnya pada tahun 30-an sebagai pengaruh golongan
progresif di USA tekanan kurikulum adalah pada anak, sehingga
kurikulum mengarah kepada child-centered curriculum sebagai
reaksi terhadap subject-centered curriculum yang dianggap
terlalu bersifat adult dan society-centeredKurikulum itu
selalu dinamis dan senantiasa dipengaruhi oleh perubahan-
perubahan dalam faktor-faktor yang mendasarinya. Tujuan
pendidikan dapat berubah secara fundamental, bila suatu negara
beralih dari negara yang dijajah menjadi Negara yang merdeka.
Dengan sendirinya kurikulum pun harus mengalami perubahan yang
menyeluruh.
12
Kurikulum juga diubah bila tekanan dalam tujuan mengalami
pergeseran. Pada tahun 40-an , sebagai akibat perang, asas
masyarakatlah yang diutamakan dan kurikulum menjadi lebih
society-centered. Pada tahun 50-an dan 60-an, sebagai akibat
sputnik yang menyadarkan Amerika Serikat akan ketinggalan
dalam ilmu pengetahuan, para pendidik lebih cenderung kepada
kurikulum yang discipline-centered, yang mirip kepada subject-
centered curriculum. Tampaknya seakan-akan orang kembali lagi
kepada titik semula. Akan tetapi, lebih tepat, bila kita
katakan, bahwa perkembangan kurikulum seperti spiral, tidak
sebagai lingkaran, jadi kita tidak kembali kepada yang lama,
tetapi pada suatu titik di atas yang lama.
Kurikulum dapat pula mengalami perubahan bila terdapat
pendirian baru mengenai proses belajar, sehingga timbul
bentuk-bentuk kurikulum seperti activity atau experience
curriculum, programmed instruction, pengajaran modul, dan
sebagainya.
Perubahan dalam masyarakat, eksplosi ilmu pengetahuan dan
lain-lain mengharuskan adanya perubahan kurikulum. Perubahan-
perubahan itu menyebabkan kurikulum yang berlaku tidak lagi
relevan, dan ancaman serupa ini akan senantiasa dihadapi oleh
13
setiap kurikulum , betapapun relevannya pada suatu saat. Maka
karena itu perubahan kurikulum merupakan hal biasa. Malahan
mempertahankan kurikulum yang ada akan merugikan anak-anak dan
demikian fungsi kurikulum itu sendiri. Biasanya perubahan satu
asas akan memerlukan perubahan keseluruhan kurikulum itu.
2.6. Kesulitan-Kesulitan Dalam Perubahan Kurikulum
Sejarah menunjukkan bahwa sekolah itu sangat sukar
menerima pembaharuan. Ide yang baru tentang pendidikan
memerlukan waktu sekitar 75 tahun sebelum dipraktikan secara
umum di sekolah-sekolah.
Manusia itu pada umumnya bersifat konservatif dan guru
termasuk golongan itu juga. Guru-guru lebih senang mengikuti
jejak-jejak yang lama secara rutin. Ada kalanya karena cara
yang demikianlah yang paling mudah dilakukan. Mengadakan
pembaharuan memerlukan pemikiran dan tenaga yang lebih banyak.
Tak semua orang suka bekerja lebih banyak daripada yang
diperlukan. Akan tetapi ada pula kalanya, bahwa guru-guru
tidak mendapat kesempatan atau wewenang untuk mengadakan
perubahan karena peraturan-peraturan administrative. Guru itu
hanya diharapkan mengikuti instruksi atasan.
14
Pembaharuan kurikulum kadang-kadang terikat pada tokoh
yang mencetuskannya. Dengan meninggalnya tokoh itu lenyap pula
pembaharuan yang telah dimulainya itu.
Dalam pembaharuan kurikulum ternyata bahwa mencetuskan ide-ide
baru lebih “mudah” daripada menerapkannya dalam praktik. Dan
sekalipun telah dilaksanakan sebagai percobaan, masih banyak
mengalami rintangan dalam penyebarluasannya, oleh sebab harus
melibatkan banyak orang dan mungkin memerlukan perubahan
struktur organisasi dan administrasi sistem pendidikan.
Pembaharuan kurikulum sering pula memerlukan biaya yang
lebih banyak untuk fasilitas dan alat-alat pendidikan baru,
yang tidak selalu dapat dipenuhi. Tak jarang pula pembaharuan
ditentang oleh mereka yang ingin berpegang pada yang sudah
lazim dilakukan atau yang kurang percaya akan yang baru
sebelum terbukti kelebihannya. Bersifat kritis terhadap
pembaharuan kurikulum adalah sifat yang sehat, karena
pembaharuan itu jangan hanya sekedar mode yang timbul pada
suatu saat untuk lenyap lagi dalam waktu yang tidak lama.
2.7 Strategi kepemimpinan Dalam Perubahan Kurikulum
15
1) Strategi dimaksud rencana serangkaian usaha untuk
mencapai tujuan , dalam hal ini perubahan kurikulum.
Untuk mengubah kurikulum dapat diikuti strategi yang
berikut:
Mengubah seluruh sistem pendidikan yang hanya dapat
dilakukan oleh pusat yakni Depdikbud karena mempunyai
wewenang penuh untuk mengadakan perubahan kurikulum
secara total. Perubahan ini menyeluruh dan dijalankan
secara uniform di seluruh Negara. Usaha besar-besaran ini
hanya dapat dikoordinasi oleh pusat dengan memberikan
pernyataan kebijaksanaan, petunjuk-petunjuk pelaksanaan
dan buku pedoman. Strategi ini sangat ekonomis mengenai
waktu dan tenaga bila mengadakan perubahan kurikulum
secara uniform dan menyeluruh.
2) Mengubah kurikulum tingkat local
Kurikulum yang nyata, yang riil, hanya terdapat di
mana guru dan murid berada, yakni sekolah dan dalam
kelas. Di sinilah dihadapi masalah kurikulum yang
sesungguhnya . Di sinilah dihadapi masalah kurikulum yang
sesungguhnya . Dalam kelas kurikulum menjadi hidup, bukan
hanya secarik kertas. Dalam menghadapi anak, mau tak mau
16
setiap guru akan menghadapi masalah yang harus
diatasinya. Dalam pelaksanaan kurikulum dalam kelas
terhadap murid yang berbeda-beda, tak dapat tiada guru
harus mengadakan penyesuaian. Bagaimanapun ketatnya
perincian kurikulum , guru selalu mendapat kesempatan
untuk mencobakan pikirannya sendiri. Pedoman kurikulum
hanya dapat dijiwai oleh guru dan pribadi guru terjalin
erat dengan cara ia melaksanakan kurikulum itu. Kelaslah
yang menjadi garis depan perubahan dan perbaikan
kurikulum.
Dibawah pimpinan kepala sekolah dapat diadakan rapat
seluruh staf, atau setiap tingkatan atau bidang studi.
Rapat-rapat mengenai perbaikan kurikulum sebaiknya
dilakukan secara kontinu oleh sebab tujuannya tidak
diperoleh sekaligus. Perbaikan sesungguhnya akan terjadi
bila guru sendiri menyadari kekurangannya, ada kalanya
atas pemikirannya sendiri, atau interaksinya dengan siswa
dan dalam diskusi dengan teman guru lainnya. Usaha
perbaikan yang dijalankan oleh guru-guru memerlukan
kordinasi kepala sekolah.
17
Perubahan kurikulum di sekolah tidak berarti bahwa
sekolah itu menyendiri dan melepaskan diri dari kurikulum
resmi. Sekolah itu tetap bergerak dalam rangka kurikulum
resmi yang berlaku akan tetapi berusaha untuk
menyesuaikannya dengan kebutuhan anak dan lingkungannya
serta berusaha untuk meningkatkannya. Ada menyebutnya
“kurikulum plus”. Kurikulum resmi hanya memberikan
kurikulum minimal yang diharapkan harus dicapai oleh
segenap siswa di seluruh Indonesia. Sama sekali tidak
dilarang memberi bahan yang lebih mendalam dan luas bagi
anak-anak yang berbakat. Adanya perbedaan antara apa yang
diajarkan disuatu sekolah tidak perlu mempersulit anak
pindah sekolah, selama sekolah itu mengajarkan konsep-
konsep dan prinsip-prinsip atau struktur ilmu, sedangkan
isinya secara detail tidak esensial.
3) Memberikan pendidikan in-service dan pengembangan staf.
Dianggap bahwa kurikulum sekolah akan mengalami
perbaikan jika mutu guru ditingkatkan. In-service
training dianggap lebih formal , dengan rencana yang
lebih ketat dan diselenggarakan atas instruksi pihak
atasan. Pengembangan staf atau staff development lebih
18
tak formal, lebih bebas disesuaikan dengan kebutuhan
guru. Guru misalnya dapat disuruh mengobservasi dan
menilai dirinya mengajar yang telah divideo-tape. Apa
yang dipelajari dalam inservice dan pengembangan staf
hendaknya dipraktikkan.
4) Supervisi
Dahulu penilik sekolah mengunjungi sekolah untuk
mengadakan inspeksi dan memberi penilaian terhadap guru
dan sekolah. Kedatangannya dipandang sebagai hari mendung
penuh rasa takut yang dihadapi guru dengan segala macam
tipu muslihat. Kini pengertian supervisi sudah berubah.
Tujuannya ialah membantu guru mengadakan perbaikan dalam
pengajaran. Supervisi adalah member pelayanan kepada guru
untuk memperoleh proses belajar-mengajar yang lebih
efektif. Bila dirasa perlu penilik sekolah dapat
memberikan demonstrasi bagaimana melaksanakan suatu
metode baru. Seorang penilik sekolah harus senantiasa
mempelajari perkembangan kurikulum dan metode mengajar
modern dan dapat pula menerapkannya. Ialah sebenarnya
hulubalang dalam modernisasi pendidikan.
5) Reorganisasi sekolah
19
Reorganisasi diadakan bila sekolah itu ingin
merombak seluruh cara mendidik di sekolah itu dengan
menerima cara yang baru sama sekali. Hal ini antara lain
dapat terjadi bila sekolah itu akan menjalankan misalnya
team teaching , non-grading , metode unit, open school,
dan lain-lain yang memerlukan perubahan dalam semua aspek
pengajaran, seperti bentuk ruangan, fasilitas ,
penjadwalan , tugas guru, kegiatan siswa , administrasi,
dan sebagainya. Hal serupa ini akan jarang terdapat di
negara kita dewasa ini , kecuali bila diadakan eksperimen
dengan metode baru, misalnya pengajaran modul.
6) Eksperimentasi dan penelitian
Negara kita tidak tertutup bagi macam-macam
pembaruan dalam pendidikan. Kemajuan komunokasi dan
transport membuka pendidikan kita bagi berbagai pengaruh
di bagian lain dunia ini. Cirri kemajuan ialah perubahan
dan perbaikan, juga dalam bidang pendidikan di sekolah.
Penelitian atau research pendidikan belum cukup dilakukan
di Negara kita ini. Biasanya penelitian tidak langsung
dapat ditetapkan dan melalui fase yang lama sebelum
diterima secara umum.
20
Yang lebih mungkin dilaksanakan ialah
eksperimentasi, yakni mencobakan metode atau bahan baru.
Pada dasarnya setiap kurikulum baru harus diujicobakan
lebih dahulu sebelum disebarkan di semua sekolah. Risiko
pembaruan kurikulum tanpa uji coba sangat besar, dapat
menghamburkan biaya dan tenaga yang banyak, tanpa jaminan
bahwa pembaruan itu akan membawa perbaikan.
Percobaan metode baru dilakukan secara berkala,
antara lain sekolah pembangunan yang kemudian menjadi
PPSI cukup dikenal, sayang tidak berbekas selanjutnya.
Demikian pula CBSA dan “muatan lokal” diuji cobakan
selain percobaan lainnnya.
Secara kecil-kecilan yang tidak sistematis,
sebenarnya tiap guru pernah mengadakan eksperimentasi.
Bila misalnya ada murid yang suka ribut dalam kelas,
menempatkannya di bangku paling depan, dengan hipotesis,
bahwa dengan pengawasan yang lebih ketat murid itu akan
berubah kelakuannya. Ada guru yan g menganjurkan anak
yang ketinggalan agar belajar bersama dengan murid yang
pandai, atau guru memberi tanggung jawab kepada murid
yang nakal. Bila diselidiki boleh dikatakan bahwa tiap
21
guru pernah melakukan percobaan kecil-kecilan seperti
ini, bila ia menghadapi suatu kesulitan dan mencari jalan
untuk mengatasinya.
Penelitian adalah cara yang secara sistematis mengikuti
langkah-langkah tertentu untuk memecahkan suatu masalah.
Biasanya guru jarang melakukannya. Yang banyak dilakukan
guru ialah percobaan kecil-kecilan yang kurang sistematis
bila ia menyadari adanya masalah yang dihadapinya dan
berniat untuk mengatasinya. Masalah akan timbul, bila
guru itu mengadakan evaluasi tentang pekerjaannya
sendiri, dan selain itu peka terhadap kritik dari dunia
luar, melihat kekurangan pendidikan berdasarkan ebtanas
atau evaluasi lainnya, dan umumnya bila merasa kurang
puas dengan apa yang dilakukannya.
Perbaikan kurikulum pada hakikatnya terjadi dalam
kelas dan dalam hal ini guru memegang peranan yang paling
utama. Maka guru harus lebih menyadari peranannya sebagai
pengembang kurikulum.
22
2.8 Proses Perbaikan Kurikulum
Seperti telah dikemukakan, kurikulum bermacam-macam
tafsirannya. Pada satu pihak, kurikulum dipandang sebagai buku
pedoman dan wewenang untuk mengembangkannya ialah pusat,
kementerian Depdikbud.
Yang dihasilkan ialah suatu kurikulum nasional yang
menentukan garis - garis besar apa yang harus diajarkan kepada
murid - murid. Di pihak lain, kurikulum dapat ditafsirkan
sebagai segala sesuatu yang terjadi dalam kelas dan sekolah
yang mempengaruhi perubahan kelakuan para siswa dengan
berpedoman pada kurikulum yang ditentukan oleh Pemerintah.
Dalam arti terakhir ini, perbaikan kurikulum terutama
tergantung pada guru. Dialah menentukan apa yang sesungguhnya
terjadi dalam kelasnya. Dalam posisi itu boleh dikatakan ialah
pengembang kurikulum, dan ada tidaknya perbaikan pengajaran
dalam kelasnya bergantung pada ada tidaknya usaha guru.
Tak semua guru sadar akan peranannya sebagai pengembang
kurikulum, karena ia memandang dirinya sekadar sebagai
pelaksana kurikulum, yang berusaha jangan menyimpang
sedikitpun dari ketentuan dari atasan. Apa yang ditentukan
23
oleh atasan sebenarnya masih jauh dari lengkap. Yang diberikan
terutama garis - garis besarnya, dan kalaupun dirincikan
mustahil meliputi kegiatan guru dan siswa sampai hal yang
sekecil-kecilnya. Kurikulum sekolah kita, menentukan hanya
sampai tujuan instruksional umum (TIU). Yang merumuskan TIK-
nya ialah guru. Bahan pelajaran juga hanya pokok - pokoknya,
masih banyak yang harus dilengkapi guru. Demikian pula metode
yang dianjurkan sangat terbatas dan tidak spesifik. Banyak
lagi kesempatan bagi guru untuk secara kreatif memilih dari
sejumlah besar metode, strategi, atau model mengajar yang
tersedia. Penilaian formatif dan sumatif untuk pelajaran yang
diajarkan guru, sepenuhnya dalam tangan guru. la tidak terikat
pada test tertulis, akan tetapi dapat menjalankan penilaian
yang lebih komprehensif yang meliputi aspek emosional, moral,
sosial, sikap dan aspek afektif lainnya. la dapat menilai
kemampuan kognitif pada tingkat mental yang jauh lebih tinggi
daripada yang dapat diukur dengan Ujian Nasional. Dialah yang
dapat menilai aspek - aspek kepribadian anak. Ialah yang
berada dalam posisi strategis untuk mengenai perkembangan
anak, fisik, mental, etis, estetis, sosilal, dan lain-lain.
24
Antara kurikulum nasional yang dijadikan pedoman sampai
perubahan kelakuan anak masih terdapat jarak yang cukup luas
yang memerlukan pemikiran, kreativitas, dan kegiatan guru.
Dalam hal inilah ia harus sadar akan fungsinya sebagai
pengembang kurikulum. Fungsi ini tentu harus lebih disadari
kepala sekolah yang bertanggungjawab atas pendidikan di
seluruh sekolahnya dan seyogianya berusaha sedapat mungkin
mengadakan perbaikan kurikulum sekolahnya. Tiap sekolah
berbeda dengan sekolah lain, walaupun berada di kota yang
sama.
Apalagi sekolah di daerah lain yang berbeda sifat
geografi dan social ekonominya. Dan tiap guru berbeda
pribadinya dengan guru lain. Juga muridnya menunjukkan cirri -
ciri khas yang mungkin bertukar dari tahun ke tahun. Pada
umumnya guru kita masih belum menyadari peranannya sebagai
pengembang kurikulum. Kurikulum kita uniform di samping usaha
untuk sedapat mungkin mengatur apa yang harus dilakukan oleh
guru sampai yang sekecil - kecilnya. Meningkatkan mutu
pendidikan dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan.
Pertama, menyusun paket pelajaran sedemikian rupa sehingga
guru hanya berperan untuk mengatur distribusi bahan itu
25
menurut kecepatan anak. Pelajaran itu dapat berupa modul atau
pelajaran berprogram. Pendekatan kedua ialah meningkatkan mutu
guru sehingga mampu menjalankan bahkan memperbaikinya bila ada
kelemahannya. Pendekatan pertama sangat mahal selain banyak
kekurangannya. Pendekatan kedua memerlukan guru yang
profesional, berkompetensi tinggi, guru yang berjiwa dinamis
dan terbuka bagi pembaharuan. Pendekatan ini pun tak mudah
dijalankan karena menuntut kualitas guru yang tinggi yang
masih belum terpenuhi pada saat ini.
Kurikulum yang uniform dapat menjadi alasan bagi guru
untuk menjauhi inisiatif perbaikan dan hanya menunggu
instruksi dari pihak atasan. Sebaliknya atasan yang tidak
merangsang guru untuk bersifat dinamis dan memberi kesempatan
serta dorongan untuk mencobakan perbaikan atas pemikiran
sendiri dan tidak turut serta dalam usaha perbaikan dan
penyesuaian dengan keadaan setempat cenderung mematikan
kreativitas guru.
Kurikulum tak kunjung sempurna dan senantiasa dapat
diperbaiki. Bahan segera usang karena kemajuan zaman,
pelajaran harus memperhatikan perbedaan individu dan mencari
relevansi dengan kebutuhan setempat, dan sebagainya. Bila kita
26
ingin memperbaiki kurikulum sekolah, kita harus memperhatikan
sejumlah dasar-dasar pertimbangan agar usaha itu berhasil
baik, antara lain :
1. Mengetahui tujuan perbaikan
2. Mengenal situasi sekolah
3. Mengetahui kebutuhan siswa dan guru
4. Mengenal masalah yang dihadapi sekolah
5. Mengenal kompetensi guru
6. Mengetahui gejala sosial
7. Mengetahui perkembangan dan aliran dalam kurikulum.
8. Mengetahui Tujuan Perbaikan.
Langkah pertama ialah mengetahui dengan jelas apa yang
sebenarnya ingin dicapai, bagaimana cara mencapainya,
bagaimana melaksanakannya, apakah perlu dicari proses belajar
mengajar baru, sumber belajar apa yang diperlukan, bagaimana
mengorganisasi bahan itu, bagaimana menilainya, bagaimana
memanfaatkan balikannya. Ada kemungkinan, tujuannya harus
diperjelas atau diubah, demikian pula desain perbaikan atau
implementasinya dan metode penilaiannya. Jadi perbaikan
kurikulum tak kunjung berakhir dan bergerak terus. Kurikulum
27
bukan benda mati akan tetapi sesuatu yang hidup mengikuti
perkembangan zaman.
Dalam perjalanannya dunia Pendidikan Indonesia telah
menerapkan enam kurikulum, yaitu Kurikulum 1968, Kurikulum
1975, kurikulum1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004 atau
Kurikulum Berbasis Kompetensi (meski belum sempat disahkan
pemerintah, tetapi sempat berlaku di beberapa sekolah piloting
project), dan terakhir Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yang dikeluarkan pemerintah melalui Permen Diknas Nomor
22 tentang Standar Isi, Permen Nomor 23 tentang Standar
Komnpetensi Lulusan, dan Permen Nomor 24 tentang Pelaksanaan
kedua Permen tersebut. Ada rumor yang berkembang dalam
masyarakat bahwa ada kesan “Ganti Menteri Pendidikan Ganti
Kurikulum.” Kesan itu bisa benar bisa tidak, tergantung dari
sudut mana kita memandang. Kalau sudut pandangnya politis,
maka pergantian sistem pendidikan nasional, termasuk di
dalamnya perubahan kurikulum akan selalu dikaitkan dengan
kekuasaan (siapa yang berkuasa). Namun, kalau sudut pandangnya
nonpolitis, pergantian kurikulum merupakan suatu hal yang
biasa dan suatu keniscayaan dalam rangka merespons
perkembangan masyarakat khususnya dunia pendidikan yang begitu
28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kurikulum yang riil, bukan sekadar buku pedoman,
melainkan segala sesuatu yang dialami anak dalam kelas, ruang
olah raga, warung sekolah, tempat bermain, karyawisata, dan
banyak kegiatan lainnya, pendek kata mengenai seluruh
kehidupan anak sepanjang bersekolah. Mengubah kurikulum dalam
arti yang luas ini jauh lebih luas dan dengan demikian lebih
pelik, sebab menyangkut banyak variabel. Perubahan kurikulum
di sini berarti mengubah semua yang terlibat di dalamnya,
yaitu guru sendiri, murid, kepala sekolah, penilik sekolah,
juga orang tua dan masyarakat umumnya yang berkepentingan
dalam pendidikan sekolah. Dalam hal ini dikatakan bahwa
perubahan kurikulum adalah perubahan sosial, curriculum change
is social change.
Dalam perjalanannya dunia Pendidikan Indonesia telah
menerapkan enam kurikulum, yaitu Kurikulum 1968, Kurikulum
1975, kurikulum1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004 atau
Kurikulum Berbasis Kompetensi (meski belum sempat disahkan
pemerintah, tetapi sempat berlaku di beberapa sekolah piloting
30
project), dan terakhir Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yang dikeluarkan pemerintah melalui Permen Diknas Nomor
22 tentang Standar Isi, Permen Nomor 23 tentang Standar
Komnpetensi Lulusan, dan Permen Nomor 24 tentang Pelaksanaan
kedua Permen tersebut. Ada rumor yang berkembang dalam
masyarakat bahwa ada kesan “Ganti Menteri Pendidikan Ganti
Kurikulum.” Kesan itu bisa benar bisa tidak, tergantung dari
sudut mana kita memandang. Kalau sudut pandangnya politis,
maka pergantian sistem pendidikan nasional, termasuk di
dalamnya perubahan kurikulum akan selalu dikaitkan dengan
kekuasaan (siapa yang berkuasa).
31
DAFTAR PUSTAKA
Nasution. 2009. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain SistemPembelajaran. Jakarta: Kencana.
Soetopo dan Soemanto. 1991. Pembinaan Dan PengembanganKurikulum Sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan .Jakarta: Bumi Aksara.
Soemantri, Hermana. 1993. Perekayasaan Kurikulum. Bandung:Angkasa.Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.Depdiknas. 2005.
32