PERBEDAAN KRIKULUM (KEL 4)

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bila kita bicara tentang perubahan kurikulum, kita dapat bertanya dalam arti apa kurikulum digunakan. Kurikulum dapat dipandang sebagai buku atau dokumen yang dijadikan guru sebagai pegangan dalam proses belajar-mengajar. Kurikulum dapat juga dilihat sebagai produk yaitu apa yang diharapkan dapat dicapai siswa dan sebagai proses untuk mencapainya. Keduanya saling berkaitan. Kurikulum dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang hidup dan berlaku selama jangka waktu tertentu dan perlu direvisi secara berkala agar tetap relevan dengan perkembangan zaman.Selanjutnya kurikulum dapat ditafsirkan sebagai apa yang dalam kenyataan terjadi dengan murid dalam kelas. Kurikulum dalam arti ini tak mungkin direncanakan sepenuhnya betapapun rincinya direncanakan, karena dalam interaksi dalam kelas selalu timbul hal-hal yang spontan dan kreatif yang tak dapat diramalkan sebelumnya. Dalam hal ini guru lebih besar kesempatannya menjadi pengembang kurikulum dalam kelasnya. Akhirnya kurikulum dapat 1

Transcript of PERBEDAAN KRIKULUM (KEL 4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Bila kita bicara tentang perubahan kurikulum, kita dapat

bertanya dalam arti apa kurikulum digunakan. Kurikulum dapat

dipandang sebagai buku atau dokumen yang dijadikan guru

sebagai pegangan dalam proses belajar-mengajar. Kurikulum

dapat juga dilihat sebagai produk yaitu apa yang diharapkan

dapat dicapai siswa dan sebagai proses untuk mencapainya.

Keduanya saling berkaitan.

Kurikulum dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang hidup

dan berlaku selama jangka waktu tertentu dan perlu direvisi

secara berkala agar tetap relevan dengan perkembangan

zaman.Selanjutnya kurikulum dapat ditafsirkan sebagai apa yang

dalam kenyataan terjadi dengan murid dalam kelas. Kurikulum

dalam   arti ini tak mungkin direncanakan sepenuhnya betapapun

rincinya direncanakan, karena dalam interaksi dalam kelas

selalu timbul hal-hal yang spontan dan kreatif yang tak dapat

diramalkan sebelumnya.

Dalam hal ini guru lebih besar kesempatannya menjadi

pengembang kurikulum dalam kelasnya. Akhirnya kurikulum dapat

1

dipandang sebagai cetusan jiwa pendidik yang berusaha untuk

mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang tertinggi dalam

kelakuan anak didiknya. Kurikulum ini sangat erat hubungannya

dengan kepribadian guru. Kurikulum yang formal, mengubah

pedoman kurikulum, relative lebih terbatas daripada kurikulum

yang riil. Kurikulum yang riil, bukan sekadar buku pedoman,

melainkan segala sesuatu yang dialami anak dalam kelas, ruang

olah raga, warung sekolah, tempat bermain, karyawisata, dan

banyak kegiatan lainnya, pendek kata mengenai seluruh

kehidupan anak sepanjang bersekolah. Mengubah kurikulum dalam

arti yang luas ini jauh lebih luas dan dengan demikian lebih

pelik, sebab menyangkut banyak variabel. Perubahan kurikulum

di sini berarti mengubah semua yang terlibat di dalamnya,

yaitu guru sendiri, murid, kepala sekolah, penilik sekolah,

juga orang tua dan masyarakat umumnya yang berkepentingan

dalam pendidikan sekolah. Dalam hal ini dikatakan bahwa

perubahan kurikulum adalah perubahan sosial, curriculum change

is social change.

Perubahan tak selalu sama dengan perbaikan, akan tetapi

perbaikan selalu mengandung perubahan. Perbaikan berarti

meningkatkan nilai atau mutu. Perubahan adalah pergeseran

2

posisi, kedudukan atau keadaan yang mungkin membawa perbaikan,

akan tetapi dapat juga memperburuk keadaan. Anak yang mula-

mula tak mengenali ganja, dapat berubah menjadi anak yang

mengenalnya lalu terlibat dalam kejahatan. Perubahan di sini

tidak membawa perbaikan. Namun demikian sering diadakan

perubahan dengan maksud terjadinya perbaikan. Perbaikan selalu

dikaitkan dengan penilaian.

Perbaikan diadakan untuk meningkatkan nilai, dan untuk

mengetahuinya digunakan kriteria tertentu. Perbedaan kriteria

akan memberi perbedaan pendapat tentang baik buruknya

perubahan itu. Perubahan, sekalipun memberi perbaikan dalam

segala hal bagi semua orang. Dalam bidang kurikulum kita lihat

betapa banyaknya ide dan usaha perbaikan kurikulum yang

dicetuskan oleh berbagai tokoh pendidikan yang terkenal.

Macam-macam kurikulum telah diciptakan dan banyak di antaranya

telah dijalankan. Apa yang mula-mula diharapkan, akhirnya

ternyata menimbulkan masalah lain, sehingga kurikulum itu

ditinggalkan atau diubah. Ada masanya pelajaran akademis yang

diutamakan, kemudian tampil anak sebagai pusat kurikulum,

sesudah itu yang dipentingkan ialah masyarakat, akan tetapi

timbul pula perhatian baru terhadap pengetahuan akademis.

3

Namun demikian, dalam sejarah pendidikan, tak pernah sesuatu

kembali dalam bentuk aslinya. Biasanya yang lama itu timbul

dalam bentuk yang agak lain, pada taraf yang lebih tinggi.

Misalnya, bila dalam pelajaran akademis diutamakan hafalan

fakta dan informasi, kemudian diutamakan prinsip-prinsip

utama. Bila pada ketika kurikulum sepenuhnya dipusatkan pada

anak, kemudian disadari bahwa tak dapat anak hidup di luar

masyarakat. Disadari bahwa dalam kurikulum tak dapat

diutamakan hanya satu aspek saja, akan tetapi semua aspek :

anak, masyarakat, maupun pengetahuan secara berimbang.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut, maka timbul suatu

permasalahan:  apakah penyebab terjadinya perubahan kurikulum?

1.3.Tujuan

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui penyebab

proses terjadinya perubahan dan perbaikan kurikulum.

4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Bagaimana Terjadinya Perubahan

Menurut para ahli sosiologi. perubahan terjadi dalam tiga

fase, yakni :

1. fase inisiasi, yaitu taraf permulaan ide perubahan itu

dilancarkan. Dengan menjelaskan    sifatnya, tujuan, dan

luas perubahan yang ingin dicapai;

2. fase legitimasi, saatnya orang menerima ide itu;

3. fase kongruensi, saat orang mengadopsinya, menyamakan

pendapat sehingga selaras dengan pikiran para pencetus,

sehingga tidak terdapat perbedaan nilai lagi antara

penerima dan pencetus perubahan.

Untuk mencapai kesamaan pendapat, berbagai cara yang

dapat digunakan, misalnya motivasi intrinsik dengan janji

kenaikan gaji atau pangkat. memperoleh kredit, dapat juga,

paksaan keras atau halus, dengan menggunakan otoritas atau

indoktrinasi. Dapat juga dengan membangkitkan motivasi

intrinsik dengan menjalankan sikap ramah, akrab, penuh

kesabaran dan pengertian, mengajak turut berpatisipasi,

5

mengemukakan perubahan sebagai masalah yang dipecahkan

bersama. Perubahan akan lebih berhasil, bila dari pihak guru

dirasakan kekurangan dalam keadaan, sehingga timbul hasrat

untuk memperbaikinya demi kepentingan bersama.

Perubahan yang terjadi atas paksaan dari pihak atasan,

biasanya tidak dapat bertahan lama, segera luntur dan hanya

diikuti secara formal dan lahiriah. Menjadikan perubahan

sebagai masalah, melibatkan semua yang terlibat dalam

perumusan masalah. pengumpulan data, menguji alternatif, dan

selanjutnya mengambil kesimpulan berdasarkan percobaan,

dianggap akan lebih mantap dan meresap dalam hati guru. Akan

tetapi karena prosedur ini makan waktu dan tenaga yang banyak,

dan selain itu diinginkan perubahan yang uniform di semua

sekolah, maka sering dijalankan cara otoriter, indoktrinatif,

tanpa mengakui kemampuan guru untuk berpikir sendiri dan hanya

diharuskan menerima saja. Cara ini efisien, namun dalam jangka

panjang tidak efektif. Dan bila ada perubahan atau perbaikan

baru, yang lama ditinggalkan saja tanpa membekas.

2.2 Perubahan Kurikulum

6

Menurut soetopo dan soemanto, pengertian perubahan

kurikulum agak sukar untuk dirumuskan dalam suatu devinisi.

Suatu kurikulum disebut mengalami perubahan bila terdapat

adanya perbedaan dalam satu atau lebih komponen kurikulum

antara dua periode tertentu, yang disebabkan oleh adanya usaha

yang disengaja.

Sedangkan menurut nasution, perubahan kurikulum mengenai

tujuan maupun alat-alat atau cara-cara untuk mencapai tujuan

itu . Mengubah kurikulum sering berarti turut mengubah

manusia, yaitu guru, pembina pendidikan, dan mereka-mereka

yang mengasuh pendidikan. Itu sebab perubahan kurikulum

dianggap sebagai perubahan sosial, suatu social change.

Perubahan kurikulum juga disebut pembaharuan atau inovasi

kurikulum.

Mengenai makna perubahan kurikulum, bila kita bicara tentang

perubahan kurikulum, kita dapat bertanya dalam arti apa

kurikulum digunakan. Kurikulum dapat dipandang sebagai buku

atau dokumen yang dijadikan guru sebagai pegangan dalam proses

belajar mengajar. Kurikulum dapat juga dilihat sebagai produk

yaitu apa yang diharapkan dapat dicapai siswa dan sebagai

proses untuk mencapainya. Keduanya saling berkaitan. Kurikulum

7

dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang hidup dan berlaku

selama jangka waktu tertentu dan perlu di revisi secara

berkala agar tetap relevan dengan perkembangan zaman.

Selanjutnya kurikulum dapat ditafsirkan sebagai apa yang dalam

kenyataan terjadi dengan murid didalam kelas. Kurikulum dalam

arti ini tak mungkin direncanakan sepenuhnya betapapun

rincinya dirrencanakan, karena dalam interaksi dalam kelas

selalu timbul hal-hal yang spontan dan kreatif yang tak dapat

diramalkan sebelumnya. Dalam hal ini guru lebih besar

kesempatannya menjadi pengembang kurikulum dalam kelasnya.

Akhirnya kurikulum dapat dipandang sebagai cetusan jiwa

pendidik yang berusaha untuk mewujudkan cita-cita, nilai-nilai

yang tertinggi dalam kelakuan anak didiknya. Kurikulum ini

sangat erat hubungannya dengan kepribadian guru.

Kurikulum yang formal mengubah pedoman kurikulum, relatif

lebih terbatas dari pada kurikulum yang riil. Kurikulum yang

riil bukan sekedar buku pedoman, melainkan segala sesuatu yang

dialami anak dalam kelas , ruang olahraga, warung sekolah,

tempat bermain, karya wisata , dan banyak kegiatan lainnya,

pendek kata mengenai seluruh kehidupan anak sepanjang

bersekolah. Mengubah kurikulum dalam arti yang luas ini jauh

8

lebih luas dan dengan demikian lebih pelik , sebab menyangkut

banyak variabel.

Perubahan kurikulum disini berarti mengubah semua yang

terlibat didalamnya, yaitu guru sendiri, murid, kepala

sekolah, penilik sekolah juga orang tua dan masyarakat umumnya

yang berkepentingan dalam pendidikan sekolah. Dalam hal ini

dikatakan, bahwa perubahan kurikulum adalah perubahan sosial,

curriculum change is social change.

2.3 Jenis-Jenis Perubahan

Menurut Soetopo dan Soemanto, Perubahan kurikulum dapat

bersifat sebagian-sebagian , tapi dapat pula bersifat

menyeluruh.

1) Perubahan sebagian-sebagian

Perubahan yang terjadi hanya pada komponen (unsur)

tentu saja dari kurikulum kita sebut perubahan yang

sebagian-sebagian. Perubahan dalam metode mengajar saja,

perubahan dalam itu saja, atau perubahan dalam sistem

penilaian saja, adalah merupakan contoh dari perubahan

sebagian-sebagian.

9

Dalam perubahan sebagian-sebagian ini, dapat terjadi

bahwa perubahan yang berlangsung pada komponen tertentu

sama sekali tidak berpengaruh terhadap komponen yang

lain. Sebagai contoh, penambahan satu atau lebih bidang

studi kedalam suatu kurikulum dapat saja terjadi tanpa

membawa perubahan dalam cara (metode) mengajar atau

sistem penilaian dalam kurikulum tersebut.

2) Perubahan menyeluruh

Disamping secara sebagian-sebagian, perubahan suatu

kurikulum dapat saja terjadi secara menyeluruh . artinya

keseluruhan sistem dari kurikulum tersebut mengalami

perubahan mana tergambar baik didalam tujuannya, isinya

organisasi dan strategi dan pelaksanaannya.

Perubahan dari kurikulum1968 menjadi kurikulum 1975

dan 1976 lebih merupakan perubahan kurikulum secara

menyeluruh. Demikian pula kegiatan pengembangan kurikulum

sekolah pembangunan mencerminkan pula usaha perubahan

kurikulum yang bersifat menyeluruh. Kurikulum 1975 dan

1976 misalnya , pengembangan , tujuan, isi, organisasi

dan strategi pelaksanaan yang baru dan dalam banyak hal

berbeda dari kurikulum sebelumnya.

10

2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan kurikulum

Menurut Soetopo dan Soemanto, ada sejumlah faktor yang

dipandang mendorong terjadinya perubahan kurikulum pada

berbagai Negara dewasa ini. Pertama, bebasnya sejumlah wilayah

tertentu di dunia ini dari kekuasaan kaum kolonialis. Dengan

merdekanya Negara-negara tersebut, mereka menyadari bahwa

selama ini mereka telah dibina dalam suatu sistem pendidikan

yang sudah tidak sesuai lagi dengan cita-cita nasional

merdeka. Untuk itu , mereka mulai merencanakan adanya

perubahan yang cukup penting di dalam kurikulum dan sistem

pendidikan yang ada. Kedua, perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang pesat sekali. Di satu pihak , perkembangan

dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang diajarkan di

sekolah menghasilkan diketemukannya teori-teori yang lama . Di

lain pihak, perkembangan di dalam ilmu pengetahuan psikologi,

komunikasi, dan lain-lainnya menimbulkan diketemukannya teori

dan cara-cara baru di dalam proses belajar mengajar. Kedua

perkembangan di atas , dengan sendirinya mendorong timbulnya

perubahan dalam isi maupun strategi pelaksanaan kurikulum.

Ketiga, pertumbuhan yang pesat dari penduduk dunia . dengan

11

bertambahnya penduduk, maka makin bertambah pula jumlah orang

yang membutuhkan pendidikan. Hal ini menyebabkan bahwa cara

atau pendekatan yang telah digunakan selama ini dalam

pendidikan perlu ditinjau kembali dan kalau perlu diubah agar

dapat memenuhi kebutuhan akan pendidikan yang semakin besar.

Ketiga faktor di atas itulah yang secara umum banyak

mempengaruhi timbulnya perubahan kurikulum yang kita alami

dewasa ini.

2.5. Sebab-Sebab Kurikulum Itu Diubah

Misalnya pada tahun 30-an sebagai pengaruh golongan

progresif di USA tekanan kurikulum adalah pada anak, sehingga

kurikulum mengarah kepada child-centered curriculum sebagai

reaksi terhadap subject-centered curriculum yang dianggap

terlalu bersifat adult dan society-centeredKurikulum itu

selalu dinamis dan senantiasa dipengaruhi oleh perubahan-

perubahan dalam faktor-faktor yang mendasarinya. Tujuan

pendidikan dapat berubah secara fundamental, bila suatu negara

beralih dari negara yang dijajah menjadi Negara yang merdeka.

Dengan sendirinya kurikulum pun harus mengalami perubahan yang

menyeluruh.

12

Kurikulum juga diubah bila tekanan dalam tujuan mengalami

pergeseran. Pada tahun 40-an , sebagai akibat perang, asas

masyarakatlah yang diutamakan dan kurikulum menjadi lebih

society-centered. Pada tahun 50-an dan 60-an, sebagai akibat

sputnik yang menyadarkan Amerika Serikat akan ketinggalan

dalam ilmu pengetahuan, para pendidik lebih cenderung kepada

kurikulum yang discipline-centered, yang mirip kepada subject-

centered curriculum. Tampaknya seakan-akan orang kembali lagi

kepada titik semula. Akan tetapi, lebih tepat, bila kita

katakan, bahwa perkembangan kurikulum seperti spiral, tidak

sebagai lingkaran, jadi kita tidak kembali kepada yang lama,

tetapi pada suatu titik di atas yang lama.

Kurikulum dapat pula mengalami perubahan bila terdapat

pendirian baru mengenai proses belajar, sehingga timbul

bentuk-bentuk kurikulum seperti activity atau experience

curriculum, programmed instruction, pengajaran modul, dan

sebagainya.

Perubahan dalam masyarakat, eksplosi ilmu pengetahuan dan

lain-lain mengharuskan adanya perubahan kurikulum. Perubahan-

perubahan itu menyebabkan kurikulum yang berlaku tidak lagi

relevan, dan ancaman serupa ini akan senantiasa dihadapi oleh

13

setiap kurikulum , betapapun relevannya pada suatu saat. Maka

karena itu perubahan kurikulum merupakan hal biasa. Malahan

mempertahankan kurikulum yang ada akan merugikan anak-anak dan

demikian fungsi kurikulum itu sendiri. Biasanya perubahan satu

asas akan memerlukan perubahan keseluruhan kurikulum itu.

2.6. Kesulitan-Kesulitan Dalam Perubahan Kurikulum

Sejarah menunjukkan bahwa sekolah itu sangat sukar

menerima pembaharuan. Ide yang baru tentang pendidikan

memerlukan waktu sekitar 75 tahun sebelum dipraktikan secara

umum di sekolah-sekolah.

Manusia itu pada umumnya bersifat konservatif dan guru

termasuk golongan itu juga. Guru-guru lebih senang mengikuti

jejak-jejak yang lama secara rutin. Ada kalanya karena cara

yang demikianlah yang paling mudah dilakukan. Mengadakan

pembaharuan memerlukan pemikiran dan tenaga yang lebih banyak.

Tak semua orang suka bekerja lebih banyak daripada yang

diperlukan. Akan tetapi ada pula kalanya, bahwa guru-guru

tidak mendapat kesempatan atau wewenang untuk mengadakan

perubahan karena peraturan-peraturan administrative. Guru itu

hanya diharapkan mengikuti instruksi atasan.

14

Pembaharuan kurikulum kadang-kadang terikat pada tokoh

yang mencetuskannya. Dengan meninggalnya tokoh itu lenyap pula

pembaharuan yang telah dimulainya itu.

Dalam pembaharuan kurikulum ternyata bahwa mencetuskan ide-ide

baru lebih “mudah” daripada menerapkannya dalam praktik. Dan

sekalipun telah dilaksanakan sebagai percobaan, masih banyak

mengalami rintangan dalam penyebarluasannya, oleh sebab harus

melibatkan banyak orang dan mungkin memerlukan perubahan

struktur organisasi dan administrasi sistem pendidikan.

Pembaharuan kurikulum sering pula memerlukan biaya yang

lebih banyak untuk fasilitas dan alat-alat pendidikan baru,

yang tidak selalu dapat dipenuhi. Tak jarang pula pembaharuan

ditentang oleh mereka yang ingin berpegang pada yang sudah

lazim dilakukan atau yang kurang percaya akan yang baru

sebelum terbukti kelebihannya. Bersifat kritis terhadap

pembaharuan kurikulum adalah sifat yang sehat, karena

pembaharuan itu jangan hanya sekedar mode yang timbul pada

suatu saat untuk lenyap lagi dalam waktu yang tidak lama.

2.7 Strategi kepemimpinan Dalam Perubahan Kurikulum

15

1) Strategi dimaksud rencana serangkaian usaha untuk

mencapai tujuan , dalam hal ini perubahan kurikulum.

Untuk mengubah kurikulum dapat diikuti strategi yang

berikut:

Mengubah seluruh sistem pendidikan yang hanya dapat

dilakukan oleh pusat yakni Depdikbud karena mempunyai

wewenang penuh untuk mengadakan perubahan kurikulum

secara total. Perubahan ini menyeluruh dan dijalankan

secara uniform di seluruh Negara. Usaha besar-besaran ini

hanya dapat dikoordinasi oleh pusat dengan memberikan

pernyataan kebijaksanaan, petunjuk-petunjuk pelaksanaan

dan buku pedoman. Strategi ini sangat ekonomis mengenai

waktu dan tenaga bila mengadakan perubahan kurikulum

secara uniform dan menyeluruh.

2) Mengubah kurikulum tingkat local

Kurikulum yang nyata, yang riil, hanya terdapat di

mana guru dan murid berada, yakni sekolah dan dalam

kelas. Di sinilah dihadapi masalah kurikulum yang

sesungguhnya . Di sinilah dihadapi masalah kurikulum yang

sesungguhnya . Dalam kelas kurikulum menjadi hidup, bukan

hanya secarik kertas. Dalam menghadapi anak, mau tak mau

16

setiap guru akan menghadapi masalah yang harus

diatasinya. Dalam pelaksanaan kurikulum dalam kelas

terhadap murid yang berbeda-beda, tak dapat tiada guru

harus mengadakan penyesuaian. Bagaimanapun ketatnya

perincian kurikulum , guru selalu mendapat kesempatan

untuk mencobakan pikirannya sendiri. Pedoman kurikulum

hanya dapat dijiwai oleh guru dan pribadi guru terjalin

erat dengan cara ia melaksanakan kurikulum itu. Kelaslah

yang menjadi garis depan perubahan dan perbaikan

kurikulum.

Dibawah pimpinan kepala sekolah dapat diadakan rapat

seluruh staf, atau setiap tingkatan atau bidang studi.

Rapat-rapat mengenai perbaikan kurikulum sebaiknya

dilakukan secara kontinu oleh sebab tujuannya tidak

diperoleh sekaligus. Perbaikan sesungguhnya akan terjadi

bila guru sendiri menyadari kekurangannya, ada kalanya

atas pemikirannya sendiri, atau interaksinya dengan siswa

dan dalam diskusi dengan teman guru lainnya. Usaha

perbaikan yang dijalankan oleh guru-guru memerlukan

kordinasi kepala sekolah.

17

Perubahan kurikulum di sekolah tidak berarti bahwa

sekolah itu menyendiri dan melepaskan diri dari kurikulum

resmi. Sekolah itu tetap bergerak dalam rangka kurikulum

resmi yang berlaku akan tetapi berusaha untuk

menyesuaikannya dengan kebutuhan anak dan lingkungannya

serta berusaha untuk meningkatkannya. Ada menyebutnya

“kurikulum plus”. Kurikulum resmi hanya memberikan

kurikulum minimal yang diharapkan harus dicapai oleh

segenap siswa di seluruh Indonesia. Sama sekali tidak

dilarang memberi bahan yang lebih mendalam dan luas bagi

anak-anak yang berbakat. Adanya perbedaan antara apa yang

diajarkan disuatu sekolah tidak perlu mempersulit anak

pindah sekolah, selama sekolah itu mengajarkan konsep-

konsep dan prinsip-prinsip atau struktur ilmu, sedangkan

isinya secara detail tidak esensial.

3) Memberikan pendidikan in-service dan pengembangan staf.

Dianggap bahwa kurikulum sekolah akan mengalami

perbaikan jika mutu guru ditingkatkan. In-service

training dianggap lebih formal , dengan rencana yang

lebih ketat dan diselenggarakan atas instruksi pihak

atasan. Pengembangan staf atau staff development lebih

18

tak formal, lebih bebas disesuaikan dengan kebutuhan

guru. Guru misalnya dapat disuruh mengobservasi dan

menilai dirinya mengajar yang telah divideo-tape. Apa

yang dipelajari dalam inservice dan pengembangan staf

hendaknya dipraktikkan.

4) Supervisi

Dahulu penilik sekolah mengunjungi sekolah untuk

mengadakan inspeksi dan memberi penilaian terhadap guru

dan sekolah. Kedatangannya dipandang sebagai hari mendung

penuh rasa takut yang dihadapi guru dengan segala macam

tipu muslihat. Kini pengertian supervisi sudah berubah.

Tujuannya ialah membantu guru mengadakan perbaikan dalam

pengajaran. Supervisi adalah member pelayanan kepada guru

untuk memperoleh proses belajar-mengajar yang lebih

efektif. Bila dirasa perlu penilik sekolah dapat

memberikan demonstrasi bagaimana melaksanakan suatu

metode baru. Seorang penilik sekolah harus senantiasa

mempelajari perkembangan kurikulum dan metode mengajar

modern dan dapat pula menerapkannya. Ialah sebenarnya

hulubalang dalam modernisasi pendidikan.

5) Reorganisasi sekolah

19

Reorganisasi diadakan bila sekolah itu ingin

merombak seluruh cara mendidik di sekolah itu dengan

menerima cara yang baru sama sekali. Hal ini antara lain

dapat terjadi bila sekolah itu akan menjalankan misalnya

team teaching , non-grading , metode unit, open school,

dan lain-lain yang memerlukan perubahan dalam semua aspek

pengajaran, seperti bentuk ruangan, fasilitas ,

penjadwalan , tugas guru, kegiatan siswa , administrasi,

dan sebagainya. Hal serupa ini akan jarang terdapat di

negara kita dewasa ini , kecuali bila diadakan eksperimen

dengan metode baru, misalnya pengajaran modul.

6) Eksperimentasi dan penelitian

Negara kita tidak tertutup bagi macam-macam

pembaruan dalam pendidikan. Kemajuan komunokasi dan

transport membuka pendidikan kita bagi berbagai pengaruh

di bagian lain dunia ini. Cirri kemajuan ialah perubahan

dan perbaikan, juga dalam bidang pendidikan di sekolah.

Penelitian atau research pendidikan belum cukup dilakukan

di Negara kita ini. Biasanya penelitian tidak langsung

dapat ditetapkan dan melalui fase yang lama sebelum

diterima secara umum.

20

Yang lebih mungkin dilaksanakan ialah

eksperimentasi, yakni mencobakan metode atau bahan baru.

Pada dasarnya setiap kurikulum baru harus diujicobakan

lebih dahulu sebelum disebarkan di semua sekolah. Risiko

pembaruan kurikulum tanpa uji coba sangat besar, dapat

menghamburkan biaya dan tenaga yang banyak, tanpa jaminan

bahwa pembaruan itu akan membawa perbaikan.

Percobaan metode baru dilakukan secara berkala,

antara lain sekolah pembangunan yang kemudian menjadi

PPSI cukup dikenal, sayang tidak berbekas selanjutnya.

Demikian pula CBSA dan “muatan lokal” diuji cobakan

selain percobaan lainnnya.

Secara kecil-kecilan yang tidak sistematis,

sebenarnya tiap guru pernah mengadakan eksperimentasi.

Bila misalnya ada murid yang suka ribut dalam kelas,

menempatkannya di bangku paling depan, dengan hipotesis,

bahwa dengan pengawasan yang lebih ketat murid itu akan

berubah kelakuannya. Ada guru yan g menganjurkan anak

yang ketinggalan agar belajar bersama dengan murid yang

pandai, atau guru memberi tanggung jawab kepada murid

yang nakal. Bila diselidiki boleh dikatakan bahwa tiap

21

guru pernah melakukan percobaan kecil-kecilan seperti

ini, bila ia menghadapi suatu kesulitan dan mencari jalan

untuk mengatasinya.

Penelitian adalah cara yang secara sistematis mengikuti

langkah-langkah tertentu untuk memecahkan suatu masalah.

Biasanya guru jarang melakukannya. Yang banyak dilakukan

guru ialah percobaan kecil-kecilan yang kurang sistematis

bila ia menyadari adanya masalah yang dihadapinya dan

berniat untuk mengatasinya. Masalah akan timbul, bila

guru itu mengadakan evaluasi tentang pekerjaannya

sendiri, dan selain itu peka terhadap kritik dari dunia

luar, melihat kekurangan pendidikan berdasarkan ebtanas

atau evaluasi lainnya, dan umumnya bila merasa kurang

puas dengan apa yang dilakukannya.

Perbaikan kurikulum pada hakikatnya terjadi dalam

kelas dan dalam hal ini guru memegang peranan yang paling

utama. Maka guru harus lebih menyadari peranannya sebagai

pengembang kurikulum.

22

2.8 Proses Perbaikan Kurikulum

Seperti telah dikemukakan, kurikulum bermacam-macam

tafsirannya. Pada satu pihak, kurikulum dipandang sebagai buku

pedoman dan wewenang untuk mengembangkannya ialah pusat,

kementerian Depdikbud.

Yang dihasilkan ialah suatu kurikulum nasional yang

menentukan garis - garis besar apa yang harus diajarkan kepada

murid - murid. Di pihak lain, kurikulum dapat ditafsirkan

sebagai segala sesuatu yang terjadi dalam kelas dan sekolah

yang mempengaruhi perubahan kelakuan para siswa dengan

berpedoman pada kurikulum yang ditentukan oleh Pemerintah.

Dalam arti terakhir ini, perbaikan kurikulum terutama

tergantung pada guru. Dialah menentukan apa yang sesungguhnya

terjadi dalam kelasnya. Dalam posisi itu boleh dikatakan ialah

pengembang kurikulum, dan ada tidaknya perbaikan pengajaran

dalam kelasnya bergantung pada ada tidaknya usaha guru.

Tak semua guru sadar akan peranannya sebagai pengembang

kurikulum, karena ia memandang dirinya sekadar sebagai

pelaksana kurikulum, yang berusaha jangan menyimpang

sedikitpun dari ketentuan dari atasan. Apa yang ditentukan

23

oleh atasan sebenarnya masih jauh dari lengkap. Yang diberikan

terutama garis - garis besarnya, dan kalaupun dirincikan

mustahil meliputi kegiatan guru dan siswa sampai hal yang

sekecil-kecilnya. Kurikulum sekolah kita, menentukan hanya

sampai tujuan instruksional umum (TIU). Yang merumuskan TIK-

nya ialah guru. Bahan pelajaran juga hanya pokok - pokoknya,

masih banyak yang harus dilengkapi guru. Demikian pula metode

yang dianjurkan sangat terbatas dan tidak spesifik. Banyak

lagi kesempatan bagi guru untuk secara kreatif memilih dari

sejumlah besar metode, strategi, atau model mengajar yang

tersedia. Penilaian formatif dan sumatif untuk pelajaran yang

diajarkan guru, sepenuhnya dalam tangan guru. la tidak terikat

pada test tertulis, akan tetapi dapat menjalankan penilaian

yang lebih komprehensif yang meliputi aspek emosional, moral,

sosial, sikap dan aspek afektif lainnya. la dapat menilai

kemampuan kognitif pada tingkat mental yang jauh lebih tinggi

daripada yang dapat diukur dengan Ujian Nasional. Dialah yang

dapat menilai aspek - aspek kepribadian anak. Ialah yang

berada dalam posisi strategis untuk mengenai perkembangan

anak, fisik, mental, etis, estetis, sosilal, dan lain-lain.

24

Antara kurikulum nasional yang dijadikan pedoman sampai

perubahan kelakuan anak masih terdapat jarak yang cukup luas

yang memerlukan pemikiran, kreativitas, dan kegiatan guru.

Dalam hal inilah ia harus sadar akan fungsinya sebagai

pengembang kurikulum. Fungsi ini tentu harus lebih disadari

kepala sekolah yang bertanggungjawab atas pendidikan di

seluruh sekolahnya dan seyogianya berusaha sedapat mungkin

mengadakan perbaikan kurikulum sekolahnya. Tiap sekolah

berbeda dengan sekolah lain, walaupun berada di kota yang

sama.

Apalagi sekolah di daerah lain yang berbeda sifat

geografi dan social ekonominya. Dan tiap guru berbeda

pribadinya dengan guru lain. Juga muridnya menunjukkan cirri -

ciri khas yang mungkin bertukar dari tahun ke tahun. Pada

umumnya guru kita masih belum menyadari peranannya sebagai

pengembang kurikulum. Kurikulum kita uniform di samping usaha

untuk sedapat mungkin mengatur apa yang harus dilakukan oleh

guru sampai yang sekecil - kecilnya. Meningkatkan mutu

pendidikan dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan.

Pertama, menyusun paket pelajaran sedemikian rupa sehingga

guru hanya berperan untuk mengatur distribusi bahan itu

25

menurut kecepatan anak. Pelajaran itu dapat berupa modul atau

pelajaran berprogram. Pendekatan kedua ialah meningkatkan mutu

guru sehingga mampu menjalankan bahkan memperbaikinya bila ada

kelemahannya. Pendekatan pertama sangat mahal selain banyak

kekurangannya. Pendekatan kedua memerlukan guru yang

profesional, berkompetensi tinggi, guru yang berjiwa dinamis

dan terbuka bagi pembaharuan. Pendekatan ini pun tak mudah

dijalankan karena menuntut kualitas guru yang tinggi yang

masih belum terpenuhi pada saat ini.

Kurikulum yang uniform dapat menjadi alasan bagi guru

untuk menjauhi inisiatif perbaikan dan hanya menunggu

instruksi dari pihak atasan. Sebaliknya atasan yang tidak

merangsang guru untuk bersifat dinamis dan memberi kesempatan

serta dorongan untuk mencobakan perbaikan atas pemikiran

sendiri dan tidak turut serta dalam usaha perbaikan dan

penyesuaian dengan keadaan setempat cenderung mematikan

kreativitas guru.

Kurikulum tak kunjung sempurna dan senantiasa dapat

diperbaiki. Bahan segera usang karena kemajuan zaman,

pelajaran harus memperhatikan perbedaan individu dan mencari

relevansi dengan kebutuhan setempat, dan sebagainya. Bila kita

26

ingin memperbaiki kurikulum sekolah, kita harus memperhatikan

sejumlah dasar-dasar pertimbangan agar usaha itu berhasil

baik, antara lain :

1. Mengetahui tujuan perbaikan

2. Mengenal situasi sekolah

3. Mengetahui kebutuhan siswa dan guru

4. Mengenal masalah yang dihadapi sekolah

5. Mengenal kompetensi guru

6. Mengetahui gejala sosial

7. Mengetahui perkembangan dan aliran dalam kurikulum.

8. Mengetahui Tujuan Perbaikan.

Langkah pertama ialah mengetahui dengan jelas apa yang

sebenarnya ingin dicapai, bagaimana cara mencapainya,

bagaimana melaksanakannya, apakah perlu dicari proses belajar

mengajar baru, sumber belajar apa yang diperlukan, bagaimana

mengorganisasi bahan itu, bagaimana menilainya, bagaimana

memanfaatkan balikannya. Ada kemungkinan, tujuannya harus

diperjelas atau diubah, demikian pula desain perbaikan atau

implementasinya dan metode penilaiannya. Jadi perbaikan

kurikulum tak kunjung berakhir dan bergerak terus. Kurikulum

27

bukan benda mati akan tetapi sesuatu yang hidup mengikuti

perkembangan zaman.

Dalam perjalanannya dunia Pendidikan Indonesia telah

menerapkan enam kurikulum, yaitu Kurikulum 1968, Kurikulum

1975, kurikulum1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004 atau 

Kurikulum Berbasis Kompetensi (meski belum sempat disahkan

pemerintah, tetapi sempat berlaku di beberapa sekolah piloting

project), dan terakhir Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) yang dikeluarkan pemerintah melalui Permen Diknas Nomor

22 tentang Standar Isi, Permen Nomor 23 tentang Standar

Komnpetensi Lulusan, dan Permen Nomor 24 tentang Pelaksanaan

kedua Permen tersebut. Ada rumor yang berkembang dalam

masyarakat bahwa ada kesan “Ganti Menteri Pendidikan Ganti

Kurikulum.” Kesan itu bisa benar bisa tidak, tergantung dari

sudut mana kita memandang. Kalau sudut pandangnya politis,

maka pergantian sistem pendidikan nasional, termasuk di

dalamnya perubahan kurikulum akan selalu dikaitkan dengan

kekuasaan (siapa yang berkuasa). Namun, kalau sudut pandangnya

nonpolitis, pergantian kurikulum merupakan suatu hal yang

biasa dan suatu keniscayaan dalam rangka merespons

perkembangan masyarakat khususnya dunia pendidikan yang begitu

28

cepat.

29

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kurikulum yang riil, bukan sekadar buku pedoman,

melainkan segala sesuatu yang dialami anak dalam kelas, ruang

olah raga, warung sekolah, tempat bermain, karyawisata, dan

banyak kegiatan lainnya, pendek kata mengenai seluruh

kehidupan anak sepanjang bersekolah. Mengubah kurikulum dalam

arti yang luas ini jauh lebih luas dan dengan demikian lebih

pelik, sebab menyangkut banyak variabel. Perubahan kurikulum

di sini berarti mengubah semua yang terlibat di dalamnya,

yaitu guru sendiri, murid, kepala sekolah, penilik sekolah,

juga orang tua dan masyarakat umumnya yang berkepentingan

dalam pendidikan sekolah. Dalam hal ini dikatakan bahwa

perubahan kurikulum adalah perubahan sosial, curriculum change

is social change.

Dalam perjalanannya dunia Pendidikan Indonesia telah

menerapkan enam kurikulum, yaitu Kurikulum 1968, Kurikulum

1975, kurikulum1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004 atau 

Kurikulum Berbasis Kompetensi (meski belum sempat disahkan

pemerintah, tetapi sempat berlaku di beberapa sekolah piloting

30

project), dan terakhir Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) yang dikeluarkan pemerintah melalui Permen Diknas Nomor

22 tentang Standar Isi, Permen Nomor 23 tentang Standar

Komnpetensi Lulusan, dan Permen Nomor 24 tentang Pelaksanaan

kedua Permen tersebut. Ada rumor yang berkembang dalam

masyarakat bahwa ada kesan “Ganti Menteri Pendidikan Ganti

Kurikulum.” Kesan itu bisa benar bisa tidak, tergantung dari

sudut mana kita memandang. Kalau sudut pandangnya politis,

maka pergantian sistem pendidikan nasional, termasuk di

dalamnya perubahan kurikulum akan selalu dikaitkan dengan

kekuasaan (siapa yang berkuasa).

31

DAFTAR PUSTAKA

Nasution. 2009. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.

Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain SistemPembelajaran. Jakarta: Kencana.

Soetopo dan Soemanto. 1991. Pembinaan Dan PengembanganKurikulum Sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan .Jakarta: Bumi Aksara.

Soemantri, Hermana. 1993. Perekayasaan Kurikulum. Bandung:Angkasa.Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.Depdiknas. 2005.

32