Askep sistem endokrin (DM)

26
BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit kekurangan atau resisten insulin yang kronis, diabetes mellitus ditandai dengan gangguan metabolism karbohidrat, protein dan lemak. Peranan insulin di tubuh adalah untuk mengangkut glukosa ke dalam sel untuk bahan bakar atau simpanan glikogen. Insulin juga merangsang sintesis protein dan penyimpanan asam lemak bebas dalam jaringan adiposa. Kekurangan insulin menghambat kemampuan tubuh untuk mengakses nutrient yang penting untuk bahan dasar dan simpanan. Karena insiden diabetes selalu meningkat seiring pertambahan usia, profesional perawatan kesehatan yang merawat lansia harus memiliki pemahaman yang lengkap mengenai penyakit umum ini. Pendapat umum menyatakan bahwa pada usia lanjut kita hanya berhadapan dengan diabetes tipe 2. Memang sebagian besar benar demikian, tetapi kini ada tendensi lain karena DM tipe 1 di usia lanjut bertambah, ditambah pula dengan insulin requiring cases, LADA. Diabetes dapat terjadi dalam bentuk utama: tipe 1, diabetes mellitus yang bergantung pada insulin, dan yang lebih prevalen adalah tipe 2 yang merupakan diabetes mellitus yang tidak bergantung pada insulin. Pada lansia diabetes tipe 2 terhitung 90% kasus di Indonesia. The Congressionally-Established Diabetes Research Working Group (1999) melaporkan bahwa walaupun kematian karena penyakit-penyakit kanker, stroke, dan kardiovaskular cenderung berkurang sejak 1988, angka kematian karena diabetes naik 1

Transcript of Askep sistem endokrin (DM)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit kekurangan

atau resisten insulin yang kronis, diabetes mellitus ditandai

dengan gangguan metabolism karbohidrat, protein dan lemak.

Peranan insulin di tubuh adalah untuk mengangkut glukosa ke

dalam sel untuk bahan bakar atau simpanan glikogen. Insulin

juga merangsang sintesis protein dan penyimpanan asam lemak

bebas dalam jaringan adiposa. Kekurangan insulin menghambat

kemampuan tubuh untuk mengakses nutrient yang penting untuk

bahan dasar dan simpanan. Karena insiden diabetes selalu

meningkat seiring pertambahan usia, profesional perawatan

kesehatan yang merawat lansia harus memiliki pemahaman yang

lengkap mengenai penyakit umum ini.

Pendapat umum menyatakan bahwa pada usia lanjut kita

hanya berhadapan dengan diabetes tipe 2. Memang sebagian besar

benar demikian, tetapi kini ada tendensi lain karena DM tipe 1

di usia lanjut bertambah, ditambah pula dengan insulin

requiring cases, LADA. Diabetes dapat terjadi dalam bentuk

utama: tipe 1, diabetes mellitus yang bergantung pada insulin,

dan yang lebih prevalen adalah tipe 2 yang merupakan diabetes

mellitus yang tidak bergantung pada insulin. Pada lansia

diabetes tipe 2 terhitung 90% kasus di Indonesia.

The Congressionally-Established Diabetes Research Working

Group (1999) melaporkan bahwa walaupun kematian karena

penyakit-penyakit kanker, stroke, dan kardiovaskular cenderung

berkurang sejak 1988, angka kematian karena diabetes naik1

sekitar 30 persen. Usia harapan hidup orang-orang yang

menderita diabetes rata-rata 15 tahun lebih pendek dari.

Prevalensi diabetes mellitus di dunia semakin meningkat

sehingga dianggap sebagai wabah, dimana pada tahun 2000

diperkirakan jumlah penduduk dunia yang menderita DM sebanyak

150 juta jiwa dan pada tahun 2020 diperkirakan meningkat 300

juta jiwa. Angka prevalensi yang sangat meningkat ini

diperkirakan terjadi di Negara yang sedang berkembang seperti

Cina dan India termasuk Indonesia. Sebaliknya di Negara yang

maju, prevalensi DM tidak begitu meningkat. Peningkatan yang

luar biasa di Negara sedang berkembang di duga akibat

perubahan pola hidup (Sanusi Harsinen, 2004).

Hasil survey yang dilakukan badan kesehatan dunia WHO,

Indonesia menempati urutan ke-4 jumlah penderita diabetes

terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat,

dengan prevalensi 8,6 % dari total penduduk. Diperkirakan pada

tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap DM dan pada tahun 2025

diperkirakan menjadi meningkat 12.4 juta penderita. Sedangkan

data yang telah dihimpun Depkes, jumlah pasien yang rawat inap

maupun rawat jalan di RS menempati urutan pertama dari seluruh

penyakit endokrin (Depkes RI, 2006).

DM disebut sebagai penyakit kronis sebab DM dapat

menimbulkan perubahan yang permanen bagi kehidupan seseorang.

Penyakit kronis tersebut memiliki implikasi yang luas bagi

lansia maupun keluarganya, terutama munculnya keluhan yang

menyertai, penurunan kemandirian lansia dalam melakukan

aktivitas keseharian, dan menurunnya partisipasi sosial

2

lansia. Sehingga secara otomatis akan mempengaruhi kualitas

hidup lansia yang menderita DM.

Perawat komunitas sejak awal dapat berperan dalam

meminimalisasi perubahan potensial pada sistem tubuh pasien.

Beberapa penelitian eksperimental memperlihatkan bahwa perawat

mempunyai peran yang cukup berpengaruh terhadap perilaku

pasien. Salah satu peran yang penting guna mendorong

masyarakat terutama lansia adalah agar lansia dan keluarga

mampu memahami kondisi lansia diabetisi sehingga dapat

melakukan perawatan diri secara mandiri (self-care).

Untuk menjadikan lansia yang sehat dan sejahtera

membutuhkan dukungan semua pihak. Untuk itu masyarakat harus

mempersiapkan diri hidup berdampingan dengan para lansia.

Namun masyarakat urban memerlukan perhatian khusus,

keterbatasan waktu dan kesempatan bercengkerama memungkinkan

perhatian terhadap lansia berkurang.

Selain situasi juga kondisi yang mendukung, umumnya lansia

memiliki banyak keterbatasan. Terlebih kesehatan yang mulai

turun, kemampuan yang terbatas dan penyakit khas orang-orang

tua. Diabetes melitus (DM) misalnya menjadi bagian tak

terpisahkan dari kehidupan lansia.

Tujuan penanganan DM pada lanjut usia tidak jauh berbeda

dengan orang dewasa umumnya yaitu untuk mencegah terjadinya

dekompensasi metabolik akut dan menurunkan angka kesakitan dan

angka kematian akibat komplikasi. Satu hal yang tidak boleh

diabaikan, yaitu walaupun pencapaian kualitas hidup yang lebih

baik merupakan tujuan utama penanganan DM pada lanjut usia,

3

namun pemberiaan obat-obatan secara agresif dan non prosedural

adalah tidak benar.

Berdasarkan banyaknya persentasi tersebut di atas maka

sangat penting untuk dibahas mengenai masalah gangguan system

endokrin pada lansia, khususnya yang sering terjadi yaitu

diabetes mellitus tipe 2. Sehingga ketika profesi di

masyarakat nanti kelompok mampu member informasi kepada lansia

dan keluarga yang menderita diabetes mellitus.

2. TUJUAN

Adapun tujuan dari pembuatan makalah adalah :

1. Mengetahui angka kejadian DM tipe 2 di Indonesia

2. Memahami system endokrin dan proses menua system endokrin

3. Memahami penyebab, tanda dan gejala serta dampak DM tipe

2

4. Mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang

terkena DM tipe 2

5. Mampu memberikan penyuluhan untuk mengurangi angka

kejadian DM tipe 2

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Sistem Endokrin

Kelenjar endokrin mencakup kelenjar hipofisis

(pituitari), tiroid, paran tetiroid, adrenal, pulau

langerhans, ovarium dan testis. Semua kelenjar ini meng

ekskresikan produknya langsung ke dalam darah, berbeda dengan

kelenjar eksokrin misalnya kelenjar keringat yang

mensekresikan produknya lewat saluran permukaan epithelia.

Hipotalamus berfungsi sebagai penghubung antara system saraf

dan system endokrin. 5

Gambar 1. Kelenjar endokrin utama pada

manusia

Zat-zat kimia yang disekresikan oleh kelenjar endokrin

disebut hormone. Hormone membantu mengatur fungsi organ agar

bekerja secara terkoordinasi dengan system saraf. System

regulasi ganda ini, dimana kerja cepat system saraf diimbangi

oleh kerja hormone yang lebih lambat, memungkinkan

pengendalian berbagai fungsi tubuh secara cepat dalam bereaksi

tehadap perubahan di dalam dan luar tubuh.

Organ anatomis tertentu adalah tempat dimana kelenjar

endokrin biasa ditemukan. Kelenjar endokrin tersusun dari sel-

sel sekretorik yang terbagi dalam kelompok-kelompok kecil

(asinus). Meskipun tidak terdapat duktus, kelenjar endokrin

memiliki suplai darah yang kaya sehingga zat-zat kimia yang

diproduksinya dapat langsung memasuki aliran darah dengan

cepat.

2. Proses Menua pada sistem endokrin

Hampir semua proses produksi dan pengeluaran hormon

dipengaruhi oleh enzim, dan enzim ini dipengaruhi oleh proses

menua. Berdasarkan klirens hormone yang melambat (ingatlah

bahwa semua proses sintesis, perubahan dari non-aktif menjadi6

aktif, transfor bahan, masuknya hormone lewat reseptor

membrane; semuanya ini membutuhkan enzim yang terganggu pada

usia lanjut) dapat ditemukan kadar hormone naik meskipun tidak

diikuti gejala ataupun tanda klinik.

Sama dengan sel lain, kelenjar endokrin dapat mengalami

kerusakan yang bersifat age related cell loss, fibrosis, infiltrasi

limfosit, dan sebaginya. Perubahan karena usia pada reseptor

hormon, kerusakan permeabilitassel dan sebagainya, dapat

menyebabkan perubahan respon inti sel terhadap kompleks

hormone-reseptor.

Semua jenis penyakit hormonal dapat terjadi pada usia

lanjut namun bentuk disfungsi ini tidak se khas seperti pada

orang muda atau dewasa. Dan justru hal inilah yang harus kita

kenali.

Pada manusia, defisiensi GH(growth hormon) pada proses

menua akan ditandai dengan penurunan sintesis protein,

penurunan lean body mass dan bone mass dan kenaika presentasi lemak

tubuh. Sekresi GH, kadar IGF 1 dan IGFBP 3 menurun dengan

usia. Bagaimana hubungannya secara pasti belum diketahui.

Pemberian GH pada usia lanjut dengan IGF 1 rendah akan

meninggikan kadar IGF 1, retensi nitrogen, lean body mass,

mengurangi lemak tubuh tetapi tidak mempengaruhi densitas

tulang. Untuk waktu sekarang pemberian GH jangka pendek hanya

dianjurkan pada usia lanjutyang menderita penyakit katabolic,

salah makan, kebakaran, cachexia dan sebagainya.

3. Diabetes Melitus Tipe 2

7

Seiring pertambahan usia, sel-sel tubuh menjadi lebih

resisten terhadap insulin, yang mengurangi kemampuan lansia

untuk memetabolisme glukosa. Selain itu, pelepasan insulin

dari sel beta pancreas berkurang dan melambat. Hasil dari

kombinasi proses ini adalah hiperglikemia. Pada pasien lansia,

konsentrasi glukosa yang mendadak dapat meningkatkan dan lebih

memperpanjang hiperglikemia.

Diabetes terjadi hampir satu dari lima orang yang berusia 65

tahun atau lebih. Karena gejalanya samar, para peneliti

percaya lebih banyak pasien lansia yang menderita diabetes

mellitus tipe 2 yang tidak terdiagnosis. Selain itu, lebihari

40% individu pada usia ini memiliki beberapa bentuk

intoleransi glukosa.

Diabetes tipe 2 pada lansia disebabkan oleh sekresi insulin

yang tidak normal, resistensi terhadap kerja insulin pada

jaringan target, dan kegagalan glukoneogenesis hepatik.

Penyebab utama hiperglikemia pada lansia adalah peningkatan

resistensi insulin pada jaringan perifer. Meskipun jumlah

reseptor insulin sebenarnya sedikit menurun seiring

pertambahan usia, resistensi dipercaya terjadi setelah insulin

berikatan dengan reseptor tersebut. Selain itu, sel-sel beta

pada pulau Langerhans kurang sensitif terhadap kadar glukosa

yang tinggi, yang memperlambat produksi insulin. Beberapa

lansia juga tidak mampu untuk menghambat produksi glukosa di

hati.

4. Patofisiologi DM tipe 2

8

Pada diabetes tipe II (Diabetes Melitus Tidak Tergantung

Insulin – NIDDM) terdapat dua masalah utama yang berhubungan

dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan

reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya

insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian

reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi

insulin pada diabetes mellitus tipe II disertai dengan

penurunan reaksi intrasel ini.

Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk

menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk

mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya

glukagon dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin

yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,

keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan

kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau

sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak

mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka

kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus

tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang

merupakan ciri khas diabetes mellitus tipe II, namun masih

terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah

pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.

Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes

mellitus tipe II. Meskipun demikian, diabetes mellitus tipe II

yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya

yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik

(HHNK).

9

Diabetes mellitus tipe II paling sering terjadi pada

penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan

obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat

(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes

mellitus tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika

gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat

ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,

polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi

vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat

tinggi).

Untuk sebagian besar pasien ( 75%), penyakit diabetes

mellitus tipe II yang dideritanya ditemukan secara tidak

sengaja (misalnya pada saat pasien menjalani pemeriksaan

laboratorium yang rutin). Salah satu konsekuensi tidak

terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-tahun adalah

bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya kelainan

mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin

sudah terjadi sebelum diagnosis ditegakkan.

5. Komplikasi dan dampak DM tipe 2

Hipoglikemia adalah komplikasi yang mungkin terjadi pada

penderita diabetes yang diobati dengan insulin atau obat-

obatan antidabetik oral. Hal ini mungkin disebabkan oleh

pemberian insulin yang berlebihan, asupan kalori yang tidak

adekuat, konsumsi alkohol, atau olahraga yang berlebihan.

Lansia lebih sensitif terhadap kadar glukosa darah yang rendah

dibandingkan individu dewasa yang lebih muda. Gejala

hipoglikemia lansia dapat berkisar dari ringan sampai berat

10

dan dapat tidak disadari hingga sampai pada kondisi mengancam

jiwa.

Ada dua komplikasi metabolic lain pada diabetes:

ketoasidosis diabetic, yang ditandai dengan hiperglikemia

berat, merupakan kondisi yang mengancam jiwa. Ketoasidosis

diabetik biasanya terjadi pada lansia dengan diabetes tipe 1,

tetapi kadang kala dapat terjadi pada individu yang terkena

diabetes tipe 2 yang mengalami stress fisik dan emosional yang

ekstrim. Sindroma nonketonik hiperglikemik hiperosmolar

(HHNS), juga dikenal sebagai koma hiperosmolar yaitu

komplikasi metabolic akut yang paling umum terlihat pada

pasien yang menderita diabetes. Sebagaisuatu kedaruratan

medis, HHNS ditandai dengan hiperglikemia berat (kadar glukosa

di atas 800 mg/dl), hiperosmolaritas ( diatas 280 mOSm/L), dan

dehidrasi berat akibat dieresis osmotic. Tanda dan gejala

mencakup kejang dan hemiparesis (yang sering kali keliru

diagnosis menjadi cedera serebrovaskular) dan kerusakan pada

tingkat kesadaran (biasanya koma atau hampir koma).

Individu yang menderita diabetes melitus juga beresiko lebih

besar mengalami berbagai penyakit kronis yang terjadi hampir

pada semua sitem tubuh. Pada populasi lansia, komplikasi

makrovaskuler dan mikrovaskuler meningkat karena efek penuaan

kardiovaskuler yang sudah ada. Komplikasi kronis yang paling

umum mencakup neuropati perifer dan otonom, penyakit vaskuler

perifer, penyakit kardiovaskuler dan dermopati diabetic.

Neuropati perifer biasanya terjadi di tangan dan kaki serta

dapat menyebabkan kebas atau nyeri dan kemungkina lesi kulit.

Neuropati otonom juga bermanifestasi dalam berbagagai cara,

11

yang mencakup gastroparesis (keterlambatan pengosongan lambung

yang menyebabkanperasaan mual dan penuh setelah makan), diare

noktural, impotensi dan hipotensi ortostatik.

Pasien lansia yang menderita diabetes memiliki insdien

hipertensi 10 kali lipat dari yang ditemukan pada lansia yang

tida menderita diabetes. Hasil ini lebuh meningkatkan resiko

serangan iskemik sementara dan penyakit serebrovaskular,

penyakit arteri koroner, dan MCI, aterosklerosis serebral,

terjadinya retinopati dan neuropati orogresif, kerusakan

kognitif, serta depresi system saraf pusat.

Hiperglikemia merusak resistensi lansia tehadap infeksi

karena kandungan glukosa epidermis dan urin mendorong

pertumbuhan bakteri. Hal ini menyebabkan lansia rentan

terhadap infeksi kulit dan saluran kemih serta vaginitis.

6. Tanda dan Gejala

Adapun tanda dan gejala dari pasien diabetes mellitus yaitu:

- Penurunan berat badan dan kelelahan (tanda dan gejala

klasik pada pasien lansia)

- Kehilangan selera makan

- Inkotinesia

- Penurunan penglihatan

- Konfusi atau derajat delirium

- Konstipasi atau kembung pada abdomen (akibat

hipotonusitas lambung)

- Retinopati atau pembentukan katarak

- Perubahan kulit, khususnya pada tungkai dan kaki, akibat

kerusakan sirkulasi perifer; kemungkinan kondisi kulit

12

kronis, seperti selulitis atau luka yang tidak kunjung

sembuh; turgor kulit buruk dan membran mukosa kering

akibat dehidrasi.

- Penurunan nadi perifer, kulit dingin, penurunan reflex

dan kemungkinan nyeri perifer atau kebas

- Hipotensi ortostatik

NB: lansia mungkin tidak mengalami polidipsi (tanda dibetes

pada dewasa muda) karena fungsi mekanisme haus lansia kurang

efektif.

7. Pemeriksaan Diagnostik

Kadar glukosa serum puasa dan pemeriksaan toleransi

glukosa memberikan diagnosis definitif diabetes. Akan

tetapi, pada lansia pemeriksaan glukosa serum posprandial

2 jam dan pemeriksaan toleransi glukosa oral lebih

membantu menegakka diagnosis karena lansia mungkin

memiliki kadar glukosa puasa hampir normal, tetapi

mengalami hiperglikemia berkepanjangan setelah makan.

Diagnosis biasanya dibuat setelah satu dari ketiga

kriteria berikut ini terpenuhi:

1. Konsentrasi glukosa plasma acak 200 mg/dl atau lebih

tinggi

2. Konsentrasi glukosa darah puasa 126 mg/dl atau lebih

tinggi

3. Kadar glukosa darah puasa setelah asupan glukosa per

oral 200 mg/dl atau lebih tinggi.

Pemeriksaan hemoglobin terglikosilasi (hemoglobin A atau

HbA1C), yang menggambarkan kadar rata-rata glukosa serum

dalam tiga bulan sebelumnya, biasanya dilakukan untuk13

memantau keefektifan terapai antidiabetik. Pemeriksaan

ini sangat berguna, tetapi peningkatan hasil telah

ditemukan pada lansia dengan toleransi glukosa normal.

Fruktosamina serum, yang menggambarkan kadar glukosa

serum rata-rata selama 2-3 minggu sebelumnya, merupakan

indikator yang lebih baik pada lansia karena kurang

menimbulkan kesalahan.

8. Penanganan

Pasien yang menderita diabetes tipe 1 membutuhkan

penggantian insulin dan pemantauan kadar glukosa serum dan

diet serta regimen latihan yang ketat. Pasien yang menderita

diabetes tipe 2 dapat memerlukan obat antidiabetik oral untuk

merangsang produksi insulin endogen, meningkatkan sensitifitas

insulin di tingkat seluler, menekan glukoneogenis hepatik, dan

memperlambat absorpsi karbohidrat di GI. Untuk beberapa

pasien, kadar glukosa darah dapat dikontrol dengan diet dan

perubahan gaya hidup saja.

Terdapat berbagai golongan obat untuk diabetes tipe 2 yang

dapat membantu. Obat-obatan ini mencakup generasi kedua

sulfonil urea (seperti: gliburida dan glipizida), inhibitor

alfa glikosida (seperti karbosa dan maglitol), biguanida

(seperti metformin), glitazon (seperti rosiglitazon) dan

meglinitida (repaglinida).

Ahli gizi dapat menyusun diet khusus untuk memenuhi

kebutuhan setiap pasien. Diet tersebut hrus memenuhi panduan

nutrisi, mengontrol kadar glukosa darah, dan mempertahankan

berat badan yang sesuai.

14

Olahraga merupakan sarana yang penting dalam menangani

diabetes tipe 2. Aktifitas fisik meningkatkan sensitifitas

insulin, memperbaiki toleransi glukosa, dan meningkatkan

pengendalian berat badan. Penelitian juga menunjukkan bahwa

olahraga sedang dapat memperlambat atau mencegah awitan

diabetes tipe 2 pada kelompok resiko tinggi. Ketika anda

merencanakan program olahraga untuk lansia, pastikan tingkat

latihan fisik sesuai dengan tingkat kesehatannya. Olehraga

yang dipilih untuk lansia mencakup berjalan, berenang, dan

bersepeda.

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA

DENGAN DIABETES MELLITUS TIPE2

1. Pengkajian

Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?

Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya?

Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,

mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum

obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang

dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.

Aktivitas/ Istirahat :

Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus

otot menurun.

Sirkulasi

15

Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas,

kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang

penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah

Integritas Ego

Stress, ansietas

Eliminasi

Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ),

diare

Makanan / Cairan

Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan

berat badan, haus, penggunaan diuretik.

Neurosensori

Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada

otot, parestesia,gangguan penglihatan.

Nyeri / Kenyamanan

Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)

Pernapasan

Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya

infeksi / tidak)

Keamanan

Kulit kering, gatal, ulkus kulit

2. MASALAH KEPERAWATAN

A. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan

B. Kekurangan volume cairan

C. Gangguan integritas kulit

D. Resiko terjadi injury

16

3. DIAGNOSA

Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia,

mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis

osmotik.

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan

status metabolik (neuropati perifer).

Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi

penglihatan.

4. PERENCANAAN/ INTERVENSI KEPERAWATAN

Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia,

mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.

Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi

Kriteria Hasil :

Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang

tepat

Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang

biasanya

Intervensi :

a. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan

indikasi.

b. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan

bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan

pasien.

17

c. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen /

perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum

sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai

dengan indikasi.

d. Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan

(nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien

sudah dapat mentoleransinya melalui oral.

e. Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini

sesuai dengan indikasi.

f. Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan

tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi

cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.

g. Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.

h. Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.

i. Kolaborasi dengan ahli diet.

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis

osmotik.

Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi

Kriteria Hasil :

Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh

tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor

kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat

secara individu dan kadar elektrolit dalam batas

normal.

Intervensi :

a. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD

ortostatik

18

b. Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul

c. Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan

otot bantu nafas

d. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit

dan membran mukosa

e. Pantau masukan dan pengeluaran

f. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit

2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi

jantung

g. Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi

lambung.

h. Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema,

peningkatan BB, nadi tidak teratur

i. Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin

dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan

laboratorium (Ht, BUN, Na, K).

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan

status metabolik (neuropati perifer).

Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau

menunjukkan penyembuhan.

Kriteria Hasil :

Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan

tidak terinfeksi

Intervensi :

a. Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna,

edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.

b. Kaji tanda vital

19

c. Kaji adanya nyeri

d. Lakukan perawatan luka

e. Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.

f. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi

penglihatan.

Tujuan : pasien tidak mengalami injury

Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa

mengalami injury

Intervensi :

a. Hindarkan lantai yang licin

b. Gunakan bed yang rendah

c. Orientasikan klien dengan ruangan

d. Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari

e. Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi

Perbedaan Spesifik Asuhan Keperawatan pada Lansia di

Komunitas dan di Klinis

Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Untuk penatalaksanaannya perlu memperhatikan 4 pilar utama

yaitu:

1. Penyuluhan

Penyuluhan ditujukan pada penderita DM, keluarga ,

pendamping / orang yang merawat penderita sehari-hari.

Penyuluhan bagi pasien DM tidak hanya dilakukan oleh dokter

yang menghimbau tetapi juga oleh segenap jajaran yang terkait

seperti perawat penyuluh, ahli gizi, pekerjaan sosial.

20

Penyuluhan pada lansia tidak mudah apalagi bagi penderita

yang sudah terdapat gangguan pendengaran, kesukaran bicara,

demensia, aktivitas fisik sudah sangat menurun. Penyuluhan

dapat diberikan kepada individu atau dalam grup-grup kecil

sehingga lebih efektif.

Penyuluhan Pasien

Pasien dengan penyakit diabetes sangat penting untuk

mendapatkan penyuluhan tidak hanya dari perawat namun dari

semua tenaga medis yang berhubungan dengan regimen pengobatan

dan terapi, diantaranya:

Ajarkan pasien mengenai proses penyakit, dan tekankan

pentingnya mengikuti rencana terapi yang sudah

dprogramkan dengan baik. Sesuaikan penyuluhan perawat

dengan kebutuhan dan kemampuan pasien. Diskusikan

mengenai diet, pengobatan (temasuk teknik pemberian),

olah raga, teknik pemantauan, hygiene, dan bagaimana

mencegah, mengenali, serta mengatasi hipoglikemia dan

hiperglikemia.

Motivasi pasien untuk mengikuti semua pertemuan dengan

dokter dan pemeriksaan laboratorium serta mempertahankan

glukosa darah normal. Jelaskan bahwa lansia masih dapat

melakukan aktifitas yang disenangi, termasuk rekreasi.

Jelaskan kepada lansia dan keluarganya, bagaimana cara

pengontrolan gula darah. Beritahu mengenai alat bantu

yang yang dapat membuat kepatuhan lebih mudah seperti

kaca pembesar yang melekat pada spuit dan lapisan serta

pegangan antilicin untuk lansia yang menderita kelemahan

pada tangan.

21

Instruksikan perawatan kaki pasien. Beri tahu untuk

mencuci kakinya setiap hari dengan hati-hati, keringkan

celah diantara jemari kakinya, dan inspeksi apakah ada

kapalan, emerahan, bengkak, memar dan luka lecet pada

kulit. Anjurkan pasien untuk melaporkan apabila ada

perubahan pada kulit

Anjurkan lansia untuk memakai sepatu yang nyaman dan

tidak sempit.

Jelaskan tanda dan gejala neuropati diabetic dan tekankan

mengenai perlunya tindakan kewaspadaan karena penurunan

sensasi dapat menyebabkan cedera.

Motivasi pasien untuk melakukan pemeriksaan mata setiap

tahun untuk deteksi dini neuropati diabetic.

Anjurkan pasien dan keluarga cara memantau diet pasien

ddan menggunakan daftar perubahan makanan. Pastikan

daftar perubahan tersebut berisi makanan yang sesuai

dengan budaya pasien. Tunjukkan pada mereka cara membaca

label di supermarket untuk mengidentifikasi kandungan

lemak, karbohidrat, protein dan gula.

Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan monitor

glukosa di rumah jika diprogramkan. Kemudian minta mereka

mendemonstrasikan kembali prosedur tersebut. Rencanakan

agar perawat kunjungan rumah memeriksa kemampuan pasien

setelah pemulangan.

Anjurkan pasien dan keluarga mengunjungi Yayasan Diabetes

Indonesia untuk mendapatkan tambahan informasi.

2. Perencanaan Makan

22

Perencanaan makan pada lansia dikaitkan dengan tujuan

mencapai berat badan ideal basal metabolismo index antara 22-

25 pada laki-laki dan 18-24 pada wanita termasuk diet bila

komplikasi-komplikasi sudah ada, pemberian serat yang cukup

23-25 gram perhari, pemberian  vitamin dan mineral yang cukup.

Makanan terbagi dalam 3 porsi : makan besar pagi 20%, siang

30% dan sore 25% ditambah makan ringan total 10-15%. Komposisi

makanan seimbang yang dianjurkan yaitu karbohidrat 60-70%,

protein 10-15% dan lemak 20-25%. Jumlah kalori tentu

disesuaikan yaitu kebutuhan basal 24-35 kalori / KGB ditambah

aktivitas penderita 10-30 % dari kalori basal.

3. Latihan Jasmani

Manfaat latihan jasmani pada lansia:

Dapat meningkatkan sensitivitas insulin

Memperbaiki kesegaran kardiovascular

Memperkuat otot dan tulang

Mengurangi obesitas

Memperbaiki kadar gula darah

Mengurangi kebutuhan obat

Memperbaiki problem psikososial

4. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Saat ini dikenal obat OHO yaitu:

Golongan sulphoniluria (generasi 1,2,3) misalnya

Daonil,DiamicronAmaryl

23

Golongan biguanid, misalnya glucophage

Golongan alphaglukosidase inhibitor misalnya Glucobay

Thiazolidiones ,pioglitazone (Actos), rosiglitazone

(Avandia)

Glinid repaglinid, misalnya Novonorm

Incretin/penghambat enzim DPP-4, sitagliptin (Januvia),

vidagliptin (Galvus)

Obat insulin efek pendek, efek menengah dan efek panjang dan

insulin campuran saat ini jarang dipakai karena adanya insiden

insulin hipoglikemia yang tinggi pada lansia.

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Prevalensi diabetes mellitus di dunia semakin

meningkat sehingga dianggap sebagai wabah. Angka

prevalensi yang sangat meningkat ini diperkirakan

terjadi di Negara yang sedang berkembang seperti Cina

dan India termasuk Indonesia.

24

Seiring pertambahan usia, sel-sel tubuh menjadi

lebih resisten terhadap insulin, yang mengurangi

kemampuan lansia untuk memetabolisme glukosa. Selain

itu, pelepasan insulin dari sel beta pancreas berkurang

dan melambat. Hasil dari kombinasi proses ini adalah

hiperglikemia. Pada pasien lansia, konsentrasi glukosa

yang mendadak dapat meningkatkan dan lebih

memperpanjang hiperglikemia.

Diabetes terjadi hampir satu dari lima orang yang

berusia 65 tahun atau lebih. Karena gejalanya samar,

para peneliti percaya lebih banyak pasien lansia yang

menderita diabetes mellitus tipe 2 yang tidak

terdiagnosis. Selain itu, lebihari 40% individu pada

usia ini memiliki beberapa bentuk intoleransi glukosa.

3.2 Saran

Kelompok berharap setelah mendapatkan pemaparan dan

memahami DM yang terjadi pada lansia, kelompok dan

rekan lainnya mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan

sesuai dengan evidence based yang sudah di tampilkan

dan mampu menerapkan sedini mungkin pencegahan

terjadinya DM pada lansia yang belum menderirta DM atau

mengurangi angka kematian.

25

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal BedahVolume 2. Jakarta: EGC

Darmojo, B & Hadi Martono.(2000). Buku Ajar Geriatri Edisi ke-2.Jakarta: Balai Penerbit FK UI

Depkes RI, 2006. Penderita Diabetes Indonesia Urutan ke-4 didunia. Diakses dari www. Depkes.go.id. Pada tanggal 20Maret 2010.

Palestin, B. 2007. Pendidikan Kesehatan dalam PengelolaanDiabetes secara Mandiri bagi Diabetesi Dewasa. Diaksesdari : http://bondankomunitas.blogspot.com/. Pada tanggal: 13 April 2010.

Sanusi Harsien, 2004. Tinjauan Medis DM Akibatnya padaKematian, Makassar

Stockslager, J L. (2007). Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik Edisi2. Jakarta: EGC

Ulfahsyam(2009). Asuhan Keperawat an pada klien dengan Diabetes Mellitus.Diakses dari http://ilmukeperawatan.net/. Pada tanggal 10Maret 2010.

26