ASKEP KISTOMA OVARII

21
KISTA OVARI A. Pengertian Menurut (Winkjosastro, et. all, 1999) kistoma ovarii merupakan suatu tumor, baik yang kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak atau ganas. Dalam kehamilan, tumor ovarium yang dijumpai yang paling sering ialah kista dermoid, kista coklat atau kista lutein. Tumor ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan kelainan letak janin dalam rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala ke dalam panggul. B. Etiologi Menurut etiologinya, kista ovarium dibagi menjadi dua, yaitu (Ignativicius, Bayne, 1991) : 1. Kista non neoplasma, disebabkan karena ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron, diantaranya adalah : 1. Kista non fungsional Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epitelium yang berkurang di dalam kortek. 2. Kista fungsional Kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang menjadi ruptur atau folikel yang tidak matang direabsorbsi cairan folikuler diantara siklus 1

Transcript of ASKEP KISTOMA OVARII

KISTA OVARI

A. Pengertian

Menurut (Winkjosastro, et. all, 1999) kistoma

ovarii merupakan suatu tumor, baik yang kecil maupun

yang besar, kistik atau padat, jinak atau ganas. Dalam

kehamilan, tumor ovarium yang dijumpai yang paling

sering ialah kista dermoid, kista coklat atau kista

lutein. Tumor ovarium yang cukup besar dapat

menyebabkan kelainan letak janin dalam rahim atau dapat

menghalang-halangi masuknya kepala ke dalam panggul.

B. Etiologi

Menurut etiologinya, kista ovarium dibagi menjadi

dua, yaitu (Ignativicius, Bayne, 1991) :

1. Kista non neoplasma, disebabkan

karena ketidakseimbangan hormon estrogen dan

progesteron, diantaranya adalah :

1. Kista non fungsional

Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan

epitelium yang berkurang di dalam kortek.

2. Kista fungsional

Kista folikel,

disebabkan karena folikel yang matang menjadi

ruptur atau folikel yang tidak matang

direabsorbsi cairan folikuler diantara siklus

1

menstruasi. Banyak terjadi pada wanita yang

menarche kurang dari 12 tahun.

Kista korpus luteum,

terjadi karena bertambahnya sekresi progesteron

setelah ovulasi.

Kista tuka lutein,

disebabkan karena meningkatnya kadar HCG

terdapat pada mola hidatidosa.

Kista stein laventhal,

disebabkan karena peningkatan kadar LH yang

menyebabkan hiperstimulasi ovarium.

2. Kista neoplasma (Wiknjosastro,

et.all, 1999)

a. Kistoma ovarii simpleks. Adalah suatu jenis

kistadenoma serosum yang kehilangan epitel

kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista.

b. Kistadenoma ovarii musinosum. Asal kista ini belum

pasti, mungkin berasal dari suatu teratoma yang

pertumbuhannya satu elemen mengalahkan elemen yang

lain.

c. Kistadenoma ovarii serosum. Berasal dari epitel

permukaan ovarium (germinal ovarium).

d. Kista endometroid. Belum diketahui penyebabnya dan

tidak ada hubungannya dengan endometrioid.

2

e. Kista dermoid. Tumor berasal dari sel telur

melalui proses patogenesis.

C. Patofisiologi

1. Kista non neoplasma (Ignativicius,

Bayne, 1991 )

1. Kista non fungsional

Kista serosa inklusi, di dalam kortek yang dalam

timbul invaginasi dari permukaan epitelium yang

berkurang. Biasanya tunggal atau multiple,

berbentuk variabel dan terbatas pada cuboidal yang

tipis, endometri atau epitelium tuba. Berukuran 1

cm sampai beberapa cm.

2. Kista fungsional

1).Kista folikel. Kista dibentuk ketika folikel

yang matang menjadi ruptur atau folikel yang

tidak matang direabsorbsi cairan folikuler

diantara siklus menstruasi. Bila ruptur

menyebabkan nyeri akut pada pelvis. Evaluasi

lebih lanjut dengan USG atau laparaskopi.

Operasi dilakukan pada wanita sebelum pubertal,

setelah menopause atau kista lebih dari 8 cm.

2).Kista korpus luteum. Terjadi setelah ovulasi

dikarenakan meningkatnya hormon progesteron.

Ditandai dengan keterlambatan menstruasi atau

menstruasi yang panjang, nyeri abdomen bawah

3

atau pelvis. Jika ruptur pendarahan

intraperitonial, terapinya adalah operasi

oovorektomi.

3).Kista tuka lutein. Ditemui pada kehamilan mola,

terjadi pada 50 % dari semua kehamilan.

Dibentuk sebagai hasil lamanya slimulasi

ovarium dari berlebihnya HCG. Tindakannya

adalah mengangkat mola.

4).Kista Stein Laventhal. Disebabkan kadar LH yang

berlebihan menyebabkan hiperstimulasi dari

ovarium dengan produksi kista yang banyak.

Hiperplasia endometrium atau koriokarsinoma

dapat terjadi. Pengobatan dengan kontrasepsi

oral untuk menekan produksi LH dan oovorektomi.

2. Kish neoplasma jinak (Wiknjosastro,

et.all, 1999)

1. Kistoma ovarii simplek. Kista

ini bertangkai dan dapat menyebabkan torsi

(putaran tangkai). Di duga kista ini adalah jenis

kistadenoma serosum yang kehilangan kelenjarnya

karena tekanan cairan dalam kista. Tindakannya

adalah pengangkatan kista dengan reseksi ovarium.

2. Kistadenoma ovarii musinosum.

Asal tumor belum diketahui secara pasti, namun

diduga berasal dari teratoma yang pertumbuhan satu

4

elemen mengalahkan elemen yang lain, atau berasal

dari epitel germinativum.

3. Kistadenoma ovarii serosum.

Berasal dari epitel permukaan ovarium (germinal

ovarium). Bila kista terdapat implantasi pada

peritonium disertai asites maka harus dianggap

sebagai neoplasma yang ganas, dan 30% sampai 35%

akan mengalami keganasan.

4. Kista endometroid. Kista

biasanya unilateral dengan permukaan licin, pada

dinding dalam terdapat satu lapisan sel-sel yang

menyerupai lapisan epitel endometrium.

5. Kista dermoid. Adalah suatu

teratoma kistik yang jinak dimana strukturstruktur

ektoderma dengan diferensiasi sempurna seperti

epitel kulit, rambut, gigi dan produk glandula

sebasea putih menyerupai lemak nampak lebih

menonjol dari pada elemen-elemen ektoderm dan

mesoderm. Tumor berasal dari sel telur melalui

proses patogenesis.

D. Gambaran Klinis Kistadenoma Oovarii Serosum

Mayoritas penderita tumor ovarium tidak

menunjukkan adanya gejala sampai periode waktu

tertentu. Hal ini disebabkan perjalanan penyakit

5

ovarium berlangsung secara tersembunyi sehingga

diagnosis sering ditemukan pada waktu pasien dalam

keadaan stadium lanjut. Sampai pada waktunya klien

mengeluh adanya ketidakteraturan menstruasi, nyeri pada

perut bawah, rasa sebah pada perut, dan timbul benjolan

pada perut.

Pada umumnya kista jenis ini tak mempunyai ukuran

yang amat besar dibandingkan dengan kistadenoma

musinosum. Permukaan tumor biasanya licin, akan tetapi

dapat pula berbagala karena kista ovariumpun dapat

berbentuk multilokuler, meskipun lazimnya berongga

satu. Warna kista putih keabu-abuan. Ciri khas kista

ini adalah potensi pertumbuhan papiler ke dalam rongga

kista sebesar 50 %; dan keluar pada permukaan kista

sebesar 5 %. Isi kista cair kuning dan kadang-kadang

coklat karena campuran darah. Tidak jarang kistanya

sendiri kecil, tetapi permukaannya penuh dengan

pertumbuhan papiler (solid papiloma).

E. Proses Penyembuhan Luka

Tanpa memandang bentuk, proses penyembuhan luka

adalah sama, perbedaan terjadi menurut waktu pada tlap-

tiap fase penyembuhan dan waktu granulasi jaringan.

(Long, 1996), fase-fase penyembuhan luka antara lain :

1. Fase I

6

Pada fase ini leukosit mencerna bakteri dan jaringan

rusak, terbentuk fibrin yang bertumpuk mengisi luka

dari benang fibrin. Lapisan tipis dari sel epitel

bermigrasi lewat luka dan membantu menutupi luka.

Kekuatan luka rendah tapi luka dijahit akan menahan

jahitan dengan baik. Setelah besar pasien akan

merasa sakit pada fase ini dan berlangsung selama 3

hari.

2. Fase II

Berlangsung 3 sampai 14 hari setelah bedah, leukosit

mulai menghilang dan ceruk mulai berisi kolagen

serabut protein putih. Semua lapisan sel epitel

beregenerasi dalam 1 minggu, jaringan ikat kemerahan

karena banyak pembuluh darah. Tumpukan kolagen akan

menunjang luka dengan baik dalam 6 sampai 7 hari,

jadi jahitan diangkat pada fase ini, tergantung pada

tempat dan luasnya bedah.

3. Fase III

Kolagen terus tertumpuk, hal ini menekan pembuluh

darah baru dan arus darah menurun. Luka sekarang

terlihat seperti berwarna merah jambu yang luas,

terjadi pada minggu ke dua hingga enam post bedah,

pasien harus menjaga agar tidak menggunakan otot

yang terkena.

4. Fase IV

7

Berlangsung beberapa bulan setelah bedah, pasien

akan mengeluh gatal di seputar luka, walau kolagen

terus menimbun, pada waktu ini luka menciut dan

menjadi tegang. Bila luka dekat persendian akan

terjadi kontraktur karena penciutan luka akan

terjadi ceruk yang berlapis putih.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Laparaskopi

Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui

apakah sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak,

dan untuk menentukan silat-sifat tumor itu.

2. Ultrasonografi

Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan

batas tumor apakah tumor berasal dari uterus,

ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor kistik

atau solid, dan dapatkah dibedakan pula antara

cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.

3. Foto Rontgen

Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya

hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-

kadang dapat dilihat gigi dalam tumor. Penggunaan

foto rontgen pada pictogram intravena dan pemasukan

bubur barium dalam colon disebut di atas.

4. Parasentesis

8

Telah disebut bahwa fungsi pada asites berguna

menentukan sebab asites. Perlu diingatkan bahwa

tindakan tersebut dapat mencemarkan cavum peritonei

dengan kista bila dinding kista tertusuk.

(Wiknjosastro, et.all, 1999)

G. Penatalaksanaan

Tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik

yang tidak ganas ialah pengangkatan tumor dengan

mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang mengandung

tumor. Akan tetapi jika tumornya besar atau ada

komplikasi, perlu dilakukan pengangkatan ovarium,

bisanya disertai dengan pengangkatan tuba (Salpingo-

oovorektomi). (Wiknjosastro, et.all, 1999)

Asuhan post operatif merupakan hal yang berat

karena keadaan yang mencakup keputusan untuk melakukan

operasi, seperti hemorargi atau infeksi. Pengkajian

dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda vital, asupan

dan keluaran, rasa sakit dan insisi. Terapi intravena,

antibiotik dan analgesik biasanya diresepkan.

Intervensi mencakup tindakan pemberiaan rasa aman,

perhatian terhadap eliminasi, penurunan rasa sakit dan

pemenuhan kebutuhan emosional Ibu. (Hlamylton, 1995).

Efek anestesi umum. Mempengaruhi keadaan umum

penderita, karena kesadaran menurun. Selain itu juga

diperlukan monitor terhadap keseimbangan cairan dan

elektrolit, suara nafas dan usaha pernafasan, tanda-

9

tanda infeksi saluran kemih, drainese urin dan

perdarahan. Perawat juga harus mengajarkan bagaimana

aktifitas pasien di rumah setelah pemulangan,

berkendaraan mobil dianjurkan setelah satu minggu di

rumah, tetapi tidak boleh mengendarai atau menyetir

untuk 3-4 minggu, hindarkan mengangkat benda-benda yang

berat karena aktifitas ini dapat menyebabkan kongesti

darah di daerah pelvis, aktifitas seksual sebaiknya

dalam 4-6 minggu setelah operasi, kontrol untuk

evaluasi medis pasca bedah sesuai anjuran. (Long, 1996)

II. PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Yaitu suatu kegiatan mengumpulkan dan

mengorganisasikan data yang dikumpulkan dari berbagai

sumber dan merupakan dasar untuk tindakan dan keputusan

yang diambil pada tahap-tahap selanjutnya. Adapun

pengkajiannya meliputi :

a. Biodata

Meliputi identitas pasien, identitas penanggung

jawab dan identitas masuk.

b. Riwayat

kesehatan, meliputi keluhan utama, riwayat

kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu,

10

riwayat kesehatan keluarga dan riwayat sosial

ekonomi.

c. Status

Obstetrikus, meliputi :

1). Menstrua

si : menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan

bau

2). Riwayat

perkawinan : berapa kali menikah, usia

perkawinan

3). Riwayat

persalinan

4). Riwayat

KB

d. Pengkajian

pasca operasi rutin, menurut (Ingram, Barbara,

1999)

1). Kaji

tingkat kesadaran

2). Ukur

tanda-tanda vital

3). Auskulta

si bunyi nafas

4). Kaji

turgor kulit

11

5). Pengkaji

an abdomen

Inspeksi ukuran dan kontur abdomen

Auskultasi bising usus

Palpasi terhadap nyeri tekan dan massa

Tanyakan tentang perubahan pola defekasi

Kaji status balutan

6). Kaji

terhadap nyeri atau mual

7). Kaji

status alat intrusif

8). Palpasi

nadi pedalis secara bilateral

9). Evaluasi

kembajinya reflek gag

10). Periksa

laporan operasi terhadap tipe anestesi yang

diberikan dan lamanya waktu di bawah anestesi.

11). Kaji

status psikologis pasien setelah operasi

e. Data penunjang

1). pemeriks

aan laboratorium : pemeriksaan darah lengkap

(NB, HT, SDP)

12

2). terapi :

terapi yang diberikan pada post operasi baik

injeksi maupun peroral

2. Diagnosa Keperawatan Dan Fokus

Intervensi

a. Resiko tinggi

aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran

(Carpenito, 2001)

Tujuan : Tidak terjadi aspirasi yang berhubungan

dengan penurunan kesadaran.

Kriteria hasil : Tidak mengalami aspirasi, pasien

dapat mengungkapkan tindakan untuk menghindari

aspirasi.

Intervensi :

1). Pertahan

kan posisi baring miring jika tidak ada kontra

indikasi karena cidera.

2). Kaji

posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak (jatuh

kebelakang, menyumbat jalan nafas).

3). Jaga

bagian kepala tempat tidur tetap tinggi, jika

tidak ada kontra indikasi.

13

4). Bersihka

n sekresi dari mulut dan tenggorok dengan tissu

atau penghisap dengan perlahan-lahan.

5). Kaji

kembali dengan sering adanya obstruksi benda-

benda dalam mulut dan tenggorok.

b. Resiko injuri

berhubungan dengan penurunan kesadaran (Carpenito,

1995)

Tujuan : Tidak terjadi injuri yang berhubungan

dengan penurunan kesadaran.

Kriteria hasil : GCS normal (E4, V5, M6)

Intervensi :

1). Gunakan

tempat tidur yang rendah dengan pagar pengaman

yang terpasang.

2). Jauhkan

benda-benda yang dapat melukai pasien dan

anjurkan keluarga untuk menemani pasien.

c. Gangguan rasa

nyaman : nyeri abdomen berhubungan dengan insisi

pada abdomen (Long,1996)

Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi

14

Kriteria hasil : skala nyeri 0, pasien

mengungkapkan berkurangnya rasa nyeri, tanda-tanda

vital normal.

Intervensi :

1). Jelaskan

penyebab nyeri pada pasien.

2). Kaji

skala nyeri pasien.

3). Ajarkan

tehnik distraksi selama nyeri.

4). Berikan

individu kesempatan untuk istirahat yang cukup.

5). Berikan

individu pereda rasa sakit yang optimal dengan

analgesik sesuai program dokter.

6). 30 menit

setclah pemberian obat pengurang rasa sakit,

evaluasi kembali efektifitasnya.

d. Resiko infeksi

berhubungan dengan invasi kuman sekunder terhadap

pembedahan (Carpenito, 1995)

Tujuan : Tidak terjadi infeksi.

Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi

(TTV normal, tidak ada peningkatan leukosit).

Intervensi :

15

1). Kaji

tanda-tanda infeksi dan monitor TTV

2). Gunakan

tehnik antiseptik dalam merawat pasien

3). Isolasik

an dan instruksikan individu dan keluarga untuk

mencuci tangan sebelum mendekati pasien

4). Tingkatk

an asupan makanan yang bergizi

5). Berikan

terapi antibiotik sesuai program dokter

e. Resiko

konstipasi berhubungan dengan pembedahan abdominal

(Doenges, 2000)

Tujuan : Tidak terjadi konstipasi

Kriteria hasil : Peristaltik usus normal (5-35

kali per menit), pasien akan menunjukkan pola

climinasi biasanya.

Intervensi :

1). Monitor

peristaltik usus, karakteristik feses dan

frekuensinya

16

2). Dorong

pemasukan cairan adekuat, termasuk sari buah

bila pemasukan peroral dimulai.

3). Bantu

pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan

berjalan.

f. Gangguan

pemenuhan kebutuhan diri (mandi, makan, minum,

bak, bab berpakaian) berhubungan dengan keletihan

pasca operatif dan nyeri (Carpenito,2001)

Tujuan : Kebersihan diri pasien terpenuhi

Kriteria hasil : Pasien dapat berpartisipasi

secara fisik Imaupun verbal dalam aktifitas

pemenuhan kebutuhan dirinya

Intervensi :

1). Dorong

pasien untuk mengekspresikan perasaai tentang

kurangnya kemampuan perawatan diri dan berikan

bantun dalam mernenuhi kebutuhan pasien.

2). Berikan

pujian alas kemampuan pasien dan mclibatkan

keluarga dalam perawatan pasien.

17

g. Cemas

berhubungan dengan kurangnya informasi (Doenges,

2000)

Tujuan : Pasien mengetahui tentang efek sawing

dari operasinya.

Kriteria hasil : Pasien menyatakan memahami

tentang kondisinya.

Intervensi :

1). Tinjau

ulang efek prosedur pembedahan dan harapan pada

masa dating.

2). Diskusik

an dengan lengkap masalah yang diantisipasi

selama masa penyembuhan.

3). Diskusik

an melakukan kembali aktifitas

4). Identifi

kasi keterbatasan individu

5). Kaji

anjuran untuk memulai koitus seksual

6). Identifi

kasi kebutuhan diet

7). Dorong

minum obat yang diberikan secara rutin

18

8). Identifi

kasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi

medis.

19

PATHWAYS Degenerasi Ovarium

Cistoma Ovarii Pembesaran

Ovarium

Ruptur Ovarium

Oovorektomi Hari ke VLuka

OperasiDiskontinui

tas jaringan Nyeri

Komplikasi peritonia

Peritonis

Nyeri Resiko Perdarahan

Kurang informasi

Kurang pengetahuan

Cemas

Port d’entri Resiko terjadi

infeksi

Pembatasan nutrisi

Perubahan

nutrisiPenurunan metabolisme

Hipolisis

Penaikan asam laktat Keletihan

Ggn

mobilisasi Self care defisit

Anestasi

Penurunan peristaltik usus Absorbsi air di kolon Resiko

konstipasi

Resti injuri

Nervus vagus Reflek menelan

menurun

Resti aspirasi

Resiko perdarahanGangguan perfusi jaringan

Histerektomi

Infeksi Ovarium

20

21