Askep osteoartritis

37
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang Asuhan Keperawatan ostheoatrithis. Dengan selesainya makalah ini disusun,saya mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.walaupun makalah ini telah selesai, namun karena keterbatasan kemampuan yang saya miliki, sehingga makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga besar harapan saya untuk menerima saran dan kritik yang bersifat membangun dari dosen. Saya mengucapkan selamat membaca semoga makalah ini ada manfaatnya bagi pembaca pada ummunya dan ilmu pengetahuan khususnya. Terimakasih Sengkang,16 februari 2014

Transcript of Askep osteoartritis

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,

karena berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang

Asuhan Keperawatan ostheoatrithis.

Dengan selesainya makalah ini disusun,saya mengucapkan

terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah

membantu dalam pembuatan makalah ini.walaupun makalah ini telah

selesai, namun karena keterbatasan kemampuan yang saya miliki,

sehingga makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga besar

harapan saya untuk menerima saran dan kritik yang bersifat

membangun dari dosen.

Saya mengucapkan selamat membaca semoga makalah ini ada

manfaatnya bagi pembaca pada ummunya dan ilmu pengetahuan

khususnya.

Terimakasih

Sengkang,16 februari 2014

MURNI CANIA

DAFTAR ISI

KATA

PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . .

DAFTAR

ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . .

BAB I PENDAHULUAN

a.       LatarBelakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . .

b.      Tujuan umum . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . .

c.       Tujuan khusus……………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN

KONSEP MEDIS

A.    Pengertian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . .

B.     Etiologi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . .. . ..

C.    

Patofisiologi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . ..

D.    Manifestasi Klinis. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . .

E.    

Komplikasi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

F.      Pemeriksaan Penunjang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..

. . . . . . . . . . . . . . . . . . .

G.   

Penatalaksanaan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . .. .

H.    Prognosis

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . .. .

I.       Pencegahan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . .. .

KONSEP KEPERAWATAN

A.    Pengkajian. . . . . . . . ..

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

B.     Diagnosa Keperawatan . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . .

. . . . ..

BAB III PENUTUP

a.      

Kesimpulan. . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . .

b.      Saran . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . ..

DAFTAR

PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . .

BAB 1

PENDAHULUAN

A.          LATAR BELAKANG

Penyakit Sendi Degeneratif (osteoarthritis) adalah penyakit

kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan

penyebabnya belum diketahui (Kalim, IPD,1997). Atau gangguan pada

sendi yang bergerak ( Price & Wilson,1995).

Osteoarthritis yang juga dikenal sebagai penyakit sendi

degeneratif atau osteoarthritis (sekalipun terdapat inflamasi)

merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan dan

kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas)

B.           TUJUAN UMUM

Untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan

Asuhan Keperawatan pada klien Osteoarthitis dengan menggunakan

metode proses keperawatan.

C.          TUJUAN KHUSUS

1.      Mendapatkan gambaran tentang konsep penyakit osteoarthritis

2.      Mampu membuat pengkajian keperawatan pada klien dengan

osteoarthitis

3.      Mampu membuat diagnosa keperawatan berdasarkan kasus tersebut

4.      Mampu membuat rencana keperawatan berdasakan teori keperawatan

I. KONSEP MEDIS

A. DEFINISI

Osteoartritis adalah penyakit peradangan sendi yang sering

muncul pada usia lanjut. Jarang dijumpai pada usia dibawah 40

tahun dan lebih sering dijumpai pada usia diatas 60 tahun.

Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif

atau osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan

kelainan sendi yang paling sering ditemukan dan kerapkali

menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas). (Smeltzer , C Suzanne,

2002 hal 1087)

Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab

kecacatan yang menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan

meningkatnya usia, penyakit ini jarang ditemui pada usia di bawah

46 tahun tetapi lebih sering dijumpai pada usia di atas 60 tahun.

Faktor umur dan jenis kelamin menunjukkan adanya perbedaan

frekuensi (Sunarto, 1994, Solomon, 1997).

Penyakit Sendi Degeneratif (osteoarthritis) adalah penyakit

kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan

penyebabnya belum diketahui (Kalim, IPD,1997). Atau gangguan pada

sendi yang bergerak ( Price & Wilson,1995).

Osteoarthritis yang juga dikenal sebagai penyakit sendi

degeneratif atau osteoarthritis (sekalipun terdapat inflamasi)

merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan dan

kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas).

Sedangkan menurut Harry Isbagio & A. Zainal Efendi (1995)

osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang

mengenai sendi yang dapat digerakkan, terutama sendi penumpu

badan, dengan gambaran patologis yang karakteristik berupa

buruknya tulang rawan sendi serta terbentuknya tulang-tulang baru

pada sub kondrial dan tepi-tepi tulang yang membentuk sendi,

sebagai hasil akhir terjadi perubahan biokimia, metabolisme,

fisiologis dan patologis secara serentak pada jaringan hialin

rawan, jaringan subkondrial dan jaringan tulang yang membentuk

persendian. (R. Boedhi Darmojo & Martono Hadi ,1999)

Osteoartritis diklasifikasikan menjadi :

1.    Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit

sebelumnya yang berhubungan dengan osteoartritis

2.    Tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah

fraktur

(Long, C Barbara, 1996 hal 336)

B. Etiologi

Penyebab dari osteoartritis hingga saat ini masih belum

terungkap, namun beberapa faktor resiko untuk timbulnya

osteoartritis antara lain adalah :

1. Umur.

Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor

ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya

orteoartritis semakin meningkat dengan bertambahnya umur.

Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada umur

dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.

Perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan

bertambahnya umur dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air,

dan endapannya berbentuk pigmen yang berwarna kuning.

2. Jenis Kelamin.

Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan

lelaki lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan

tangan dan leher. Secara keeluruhan dibawah 45 tahun frekuensi

osteoartritis kurang lebih sama pada laki dan wanita tetapi

diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita

dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada

patogenesis osteoartritis.

3. Genetic

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis

missal, pada ibu dari seorang wanita dengan osteoartritis pada

sendi-sendi inter falang distal terdapat dua kali lebih sering

osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya

perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada

ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis.

Heberden node merupakan salah satu bentuk osteoartritis yang

biasanya ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena

osteoartritis, sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang

tuanya yang terkena.

4. Suku.

Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya

terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya

osteoartritis paha lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam

dan usia dari pada kaukasia. Osteoartritis lebih sering dijumpai

pada orang – orang Amerika asli dari pada orang kulit putih.

Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun

perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.

5. Kegemukan

Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya

resiko untuk timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada

pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan osteoartritis

pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan osteoartritis

sendi lain (tangan atau sternoklavikula).

6. Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga (trauma)

Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma

yang menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan

biomekanik sendi tersebut.

7. Kepadatan tulang dan pengausan (wear and tear)

Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak

rawan sendi melalui dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses

degenerasi karena bahan yang harus dikandungnya.

8. Akibat penyakit radang sendi lain

Infeksi (artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis)

menimbulkan reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak

matriks rawan sendi oleh membran sinovial dan sel-sel radang.

9. Joint Mallignment

Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan

sendi akan membal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil /

seimbang sehingga mempercepat proses degenerasi.

10. Penyakit endokrin

Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam

proteglikan yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong

sehingga merusak sifat fisik rawan sendi, ligamen, tendo,

sinovia, dan kulit. Pada diabetes melitus, glukosa akan

menyebabkan produksi proteaglikan menurun.

11. Deposit pada rawan sendi

Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat

dapat mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam

hemogentisis, kristal monosodium urat/pirofosfat dalam rawan

sendi.

C. PATOFISIOLOGI

Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik,

tidak meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan

proses penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi

disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.

Osteoarthritis dapat dianggap sebagai hasil akhir banyak

proses patologi yang menyatu menjadi suatu predisposisi penyakit

yang menyeluruh. Osteoarthritis mengenai kartiloago artikuler,

tulang subkondrium ( lempeng tulang yang menyangga kartilago

artikuler) serta sinovium dan menyebabkan keadaan campuran dari

proses degenerasi, inflamasi, serta perbaikan. Proses degeneratif

dasar dalam sendi telah berkembang luas hingga sudah berada

diluar pandangan bahwa penyakit tersebut hanya semata-mata proses

“aus akibat pemakaian” yang berhubungan dengan penuaaan.

Faktor resiko bagi osteoarthritis mencakup usia, jenis

kelamin wanita, predisposisi genetic, obesitas, stress mekanik

sendi,trauma sendi, kelainan sendi atau tulang yang dialami

sebelumnya, dan riwayat penyakit inflamasi, endokrin serta

metabolik. Unsur herediter osteoarthritis yang dikenal sebagai

nodal generalized osteoarthritis ( yang mengenal tiga atau lebih

kelompoksendi) telah dikomfirmasikan. Tipe osteoarthritis ini

meliputi proses inflamasi primer. Wanita pascamenopause dalam

keluarga yang sama ternyata memiliki tipe osteoarthritis pada

tangan yang ditandai dengan timbulnya nodus pada sendi

interfalang distal dan proksimal tangan.

Gangguan congenital dan perkembangan pada koksa sudah

diketahui benar sebagai predisposisi dalam diri seseorang untuk

mengalami osteartritis koksa. Gangguan ini mencakup sublokasi-

dislokasi congenital sendi koksa,displasia, asetabulum, penyakit

Legg-Calve-Perthes dan pergeseran epifise kaput femoris. Obesitas

memiliki kaitan dengan osteoarthritis sendi lutut pada wanita.

Meskipun keadaan ini mungkin terjadi akibat stress mekanik

tambahan, dan ketidaksejajaran sendi lulut terhadap bagian tubuh

lainnya karena diameter paha, namun obesitas dapat memberikan

efek metabolik langsung pada kartilago. Secara mekanis,obesitas

dianggap meningkatkan gaya sendi dan arena itu menyebabkan

generasi kartilago. Teori faktor metabolik yang berkaitan dengan

dan menyebabkan osteoarthritis. Obesitas akan disertai dengan

peningkatan masa tulang subkondrium yang dapat menimbulkan

kekakuan pada tulang sehingga menjadi kurang lentur terhadap

dampak beban muatan yang akan mentrasmisikan lebih besar gaya

pada kartilago artikuler yang melapisi atasnya dan dengan

demikian memuat tulang tersebut lebih rentan terhadap cidera.

Faktor-faktor mekanis seperti trauma sendi, aktivitas

olahraga dan pekerjaan juga turut terlibat. Factor-faktor ini

mencakup kerusakan pada ligamentum krusiatum dan robekan menikus,

aktivitas fisik yang berat dan kebiasaan sering berlutut.

Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan

kondrosit yang merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan

tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik tertentu.

Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida

protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga

mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering

terkena adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti

panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal

dan proksimasi.

Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan

terbatasnya gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri

yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang

digunakannya sendi tersebut.

Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena

peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi

deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan

menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan

ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya

perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan

tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal

dan terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki

kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus.

( Soeparman ,1995)

OSTEOARTHTRITIS LANJUT

D. MANIFESTASI KLINIK

Gejala-gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena,

terutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan,

mula-mula rasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang

saat istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku

pagi, krepitasi, pembesaran sendi, dan perubahan gaya berjalan.

Nyeri pada osteoarthritis disebabkan oeh inflamasi

sinova,peregangan kapsula dan ligamentum sendi, iritasi ujung-

ujung saraf dalam periosteum akibat pertumbuhan osteofit,

mikrofraktur, trabekulum, hipertensi intraoseus, bursitis,

tendonitis, dan spasme otot. Gangguan fungsional disebabkan oleh

rasa nyeri ketika sendi digerakkan dan keterbatasan gerakan yang

terjadi akibat perubahan structural dalam sendi. Meskipun

osteoarthritis terjadi paling sering pada sendi penyokong berat

badan ( panggul, lutut, servikal, dan tulag belakang), sendi

tengah dan ujung jari juga sering terkena. Mungkin ada nodus

tulanh yang khas, pada inspeksi dan palpasi ini biasanya tidak

ada nyeri, kecuali ada inflamasi.

Gejala khas pada penderita OA :

1. Rasa nyeri pada sendi

Merupakan gambaran primer pada osteoartritis, nyeri akan

bertambah apabila sedang melakukan sesuatu kegiatan fisik.

2. Kekakuan dan keterbatasan gerak

Biasanya akan berlangsung 15 - 30 menit dan timbul setelah

istirahat atau saat memulai kegiatan fisik.

3. Peradangan

Sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan

cairan dalam ruang sendi akan menimbulkan pembengkakan dan

peregangan simpai sendi yang semua ini akan menimbulkan rasa

nyeri.

4. Mekanik

Nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan

aktivitas lama dan akan berkurang pada waktu istirahat.

Mungkin ada hubungannya dengan keadaan penyakit yang telah

lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat. Nyeri biasanya

berlokasi pada sendi yang terkena tetapi dapat menjalar,

misalnya pada osteoartritis coxae nyeri dapat dirasakan di

lutut, bokong sebelah lateril, dan tungkai atas. Nyeri dapat

timbul pada waktu dingin, akan tetapi hal ini belum dapat

diketahui penyebabnya.

5. Pembengkakan Sendi

Pembengkakan sendi merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan

cairan dalam ruang sendi biasanya teraba panas tanpa adanya

pemerahan.

6. Deformitas

Disebabkan oleh distruksi lokal rawan sendi.

7. Gangguan Fungsi

Timbul akibat Ketidakserasian antara tulang pembentuk sendi.

E. KOMPLIKASI

1.    Gangguan/kesulitan gerak

2.    Kelumpuhan yang menurunkan kualitas hidup penderita.

3.    Resiko jatuh

4.    Patah tulang

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.    Sinar-X.

Gambar sinar X pada engsel akan menunjukkan perubahan yang

terjadi pada tulang seperti pecahnya tulang rawan.

2.    Tes darah.

Tes darah akan membantu memberi informasi untuk memeriksa

rematik.

3.    Analisa cairan engsel

Dokter akan mengambil contoh sampel cairan pada engsel untuk

kemudian diketahui apakah nyeri/ngilu tersebut disebabkan oleh

encok atau infeksi.

4.    Artroskopi

Artroskopi adalah alat kecil berupa kamera yang diletakkan dalan

engsel tulang. Dokter akan mengamati ketidaknormalan yang

terjadi.

5.    Foto Rontgent menunjukkan penurunan progresif massa kartilago

sendi sebagai penyempitan rongga sendi

6.    Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal

G. PENATALAKSANAAN

1. Medikamentosa

Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk

osteoartritis, oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat

yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa sakit,

meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan. Obat-obat

anti inflamasinon steroid (OAINS) bekerja sebagai analgetik dan

sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki

atau menghentikan proses patologis osteoartritis.

a.    Analgesic yang dapatdipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4,9

g/hari atau profoksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif

namun perhatikan efek samping pada saluran cerna dan ginjal

b.    Jika tidak berpengaruh, atau tidak dapat peradangan maka OAINS

seperti fenofrofin, piroksikam,ibuprofen dapat digunakan. Dosis

untuk osteoarthritis biasanya ½-1/3 dosis penuh untuk arthritis

rematoid. Karena pemakaian biasanya untuk jangka panjang, efek

samping utama adalahganggauan mukosa lambung dan gangguan faal

ginjal.

c.    Injeksi cortisone.

Dokter akan menyuntikkan cortocosteroid pada engsel yang mempu

mengurangi nyeri/ngilu.

d. Suplementasi-visco.

Tindakan ini berupa injeksi turunan asam hyluronik yang akan

mengurangi nyeri pada pangkal tulang. Tindakan ini hanya

dilakukan jika osteoarhtritis pada lutut.

2. Perlindungan sendi

Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme

tubuh yang kurang baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan

pada sendi yang sakit. Pemakaian tongkat, alat-alat listrik yang

dapat memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan. Beban pada

lutut berlebihan karena kakai yang tertekuk (pronatio).

3. Diet

Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk

harus menjadi program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan

berat badan seringkali dapat mengurangi timbulnya keluhan dan

peradangan.

4. Dukungan psikososial

Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena

sifatnya yang menahun dan ketidakmampuannya yang ditimbulkannya.

Disatu pihak pasien ingin menyembunyikan ketidakmampuannya,

dipihak lain dia ingin orang lain turut memikirkan penyakitnya.

Pasien osteoartritis sering kali keberatan untuk memakai alat-

alat pembantu karena faktor-faktor psikologis.

5. Persoalan Seksual

Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis

terutama pada tulang belakang, paha dan lutut. Sering kali

diskusi karena ini harus dimulai dari dokter karena biasanya

pasien enggan mengutarakannya.

6. Fisioterapi

Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis,

yang meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag

tepat. Pemakaian panas yang sedang diberikan sebelum latihan untk

mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang masih aktif

sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok jangan dipakai

sebelum pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti

Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi

paraffin dan mandi dari pancuran panas.

Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan

memperkuat otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi

osteoartritis. Latihan isometrik lebih baik dari pada isotonik

karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan

tulang yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena

berkurangnya beban ke sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh

karena otot-otot periartikular memegang peran penting terhadap

perlindungan rawan senadi dari beban, maka penguatan otot-otot

tersebut adalah penting.

7. Operasi

Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan

kerusakan sendi yang nyata dengan nyari yang menetap dan

kelemahan fungsi. Tindakan yang dilakukan adalah osteotomy untuk

mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian, debridement sendi

untuk menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pebersihan

osteofit.

a.         Penggantian engsel (artroplasti).

Engsel yang rusak akan diangkat dan diganti dengan alat yang

terbuat dari plastik atau metal yang disebut prostesis.

b.        Pembersihan sambungan (debridemen).

Dokter bedah tulang akan mengangkat serpihan tulang rawan yang

rusak dan mengganggu pergerakan yang menyebabkan nyeri saat

tulang bergerak.

c. Penataan tulang.

Opsi ini diambil untuk osteoatritis pada anak dan remaja.

Penataan dilakukan agar sambungan/engsel tidak menerima beban

saat bergerak.

8. Terapi konservatif mencakup penggunaan kompres hangat,

penurunan berat badan, upaya untuk menhistirahatkan sendi serta

menghindari penggunaan sendi yang berlebihan pemakaian alat-alat

ortotail. Untuk menyangga sendi yang mengalami inflamasi ( bidai

penopang) dan latihan isometric serta postural. Terapi

okupasioanl dan fisioterapi dapat membantu pasien untuk

mengadopsi strategi penangan mandiri.

H. PROGNOSIS

Umumnya baik, sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat

konservatif. Hanya kasus-kasus berat yang memerlukan operasi.

I. PENCEGAHAN

Untuk mencegah osteoarthritis, lakukan hal-hal berikut:

1.    Konsumsi makanan sehat seperti buah-buahan, sayur dan kacang-

kacangan.

2.    Minum obat yang direkomendasikan dokter.

3.    Pertimbangkan untuk menggunakan alat bantu saat beraktivitas

untuk mengurangi bahaya.

4.    Jaga gerakan yang dapat menyebabkan cidera tulang.

5.    Jika mengangkat benda, usahakan beban terbagi merata pada

seluruh sambungan tulang.

6.    Pilih sepatu yang tepat.

7.    Ketahui batas kemampuan gerakan dan kemampuan mengangkat

beban.

8.    Teknik relaksasi juga dapat membantu, seperti mengambil napas

dalam dan hipnosis.

II. KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Aktivitas/Istirahat

Gejala:

a.         Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan

stress pada sendi : kekakuan pada pagi hari.

b.        Keletihan

c.         Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit:

kontraktor/kelainan pada sendi dan otot.

Tanda:

a.    Malaise

b.    Keterbatasan rentang gerak ; atrofi otot, kulit : kontraktur

atau kelainan pada sendi dan otot

2. Kardiovaskuler

Gejala : Jantung cepat, tekanan darah menurun

Tanda : Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat litermiten,

sianosis kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali

normal.

3. Integritas Ego

a.    Faktor-faktor stress akut atau kronis : Misalnya finansial,

pekerjaan, ketidakmampuan, factor-faktor hubungan

b.    Keputusasaan dan ketidak berdayaan

c.    Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi

misalnya ketergantungan pada orang lain

4. Makanan Atau Cairan

a.    Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/

cairan adekuat : mual.

b.    Anoreksia

c.    Kesulitan untuk mengunyah

d.   Kekeringan pada membran mukosa

5.    Higiene

Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas pribadi,

ketergantungan pada orang lain.

6.    Neurosensori

Gejala: kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada

jari tangan

Tanda: Pembengkakan sendi

7.    Nyeri / Kenyamanan

a.    Fase akut dari nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan

pembengkakan jaringan lunak pada sendi).

b.    Terasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pada pagi hari).

8.    Keamanan

a.    Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga

b.    Kekeringan pada mata dan membran mukosa

c.    Kulit mengkilat, tegang, nodul sub mitaneus

d.   Lesi kulit, ulkas kaki

e.    Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga

f.     Demam ringan menetap

g.    Kekeringan pada mata dan membran mukosa

9.    Interaksi Sosial

Gejala: kerusakan interaksi dan keluarga / orang lsin : perubahan

peran: isolasi

10.     Penyuluhan/Pembelajaran

a.         Riwayat rematik pada keluarga

b.         Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, penyembuhan penyakit

tanpa pengujian

c.         Riwayat perikarditis, lesi tepi katup. Fibrosis pulmonal,

pkeuritis.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.         Nyeri b/d penurunan fungsi tulang, distensi jaringan oleh

akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.

2.         Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan : Deformitas

skeletal, Nyeri, ketidaknyamanan , Penurunan kekuatan otot

3.         Risiko cedera b/d penurunan fungsi tulang.

4.         Perubahan pola tidur b/d nyeri

5.         Defisit perawatan diri b/d nyeri dan kelemahan, Kerusakan

Auskuloskeletal : Penurunan Kekuatan, Daya tahan, nyeri pada

waktu bergerak, Depresi.

6.         Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran b/d

perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum, Peningkatan

penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.

7.         Resiko Tinggi terhadap Kerusakan Penatalaksanaan Lingkungan

berhubungan dengan : Proses penyakit degeneratif jangka panjang,

Sistem pendukung tidak adekuat.

8.         Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar) Mengenai Penyakit,

Prognosis dan Kebutuhan Perawatan dan Pengobatan b/d kurangnya

pemahaman / mengingat kesalahan interpretasi informasi.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa 1: Nyeri b/d penurunan fungsi tulang, distensi jaringan oleh akumulasi

cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.

Kriteria hasil: nyeri hilang atau tekontrol

Intervensi :

1.    Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0 –

10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa

sakit non verbal. R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan

managemen nyeri dan keefektifan program.

2.    Berikan matras atau kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen

tempat tidur sesuai kebutuhan. R/Matras yang lembut/empuk, bantal

yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang

tepat, menempatkan setres pada sendi yang sakit. Peninggian linen

tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi /

nyeri.

3.    Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur

atau duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai

indikasi. R/ Pada penyakit berat, tirah baring mungkin diperlukan

untuk membatasi nyeri atau cedera sendi.

4.    Pantau penggunaan bantal.

5.    Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk

bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan di

bawah, hindari gerakan yang menyentak. R/ Mencegah terjadinya

kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi

gerakan/rasa sakit pada sendi.

6.    Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran

pada waktu bangun. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-

sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres,

air mandi. R/ Panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas,

menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari.

Sensitifitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat

disembuhkan.

7.    Pantau suhu kompres.

8.    Berikan masase yang lembut. R/ Meningkatkan

elaksasi/mengurangi tegangan otot.

9.    Beri obat sebelum aktivitas atau latihan yang direncanakan

sesuai petunjuk seperti asetil salisilat R/ Meningkatkan

relaksasi, mengurangi tegangan otot, memudahkan untuk ikut serta

dalam terapi.

10.     Dorong penggunaan teknik manajemen stress misalnya relaksasi

progresif sentuhan terapeutik bio feedback, visualisasi, pedoman

imajinasi hipnotis diri dan pengendalian nafas.

11.     Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi

individu.

12.     Beri obat sebelum aktivitas/latihan yang direncanakan sesuai

petunjuk.

13.     Bantu klien dengan terapi fisik.

Diagnosa 2 :Kerusakan mobilitas fisik b/d deformitas skeletal, nyeri,

ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot.

Kriteria Hasil : Klien mampu berpartisipasi pada aktivitas yang

diinginkan.

Intervensi :

1.      Pantau tingkat inflamasi/rasa sakit pada sendi

2.      Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan. R/

Untuk mencegah kelelahan dan mempertahankan kekuatan

3.      Jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang

terus-menerus dan tidur malam hari tidak terganggu.

4.      Bantu klien dengan rentang gerak aktif/pasif dan latihan

resistif dan isometric jika memungkinkan.

5.      Bantu bergerak dengan bantuan seminimal mungkin. R/

Meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum.

6.      Dorong klien mempertahankan postur tegak, duduk tinggi,

berdiri dan berjalan. R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan

mempertahankan mobilitas.

7.      Berikan lingkungan yang aman dan menganjurkan untuk

menggunakan alat bantu. R/ Menghindari cedera akibat kecelakaan

seperti jatuh.

8.      Berikan obat-obatan sesuai indikasi seperti steroid. R/ Untuk

menekan inflamasi sistemik akut.

9.      Kolaborasi ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis vasional.

Diagnosa 3 : Risiko cedera b/d penurunan fungsi tulang, kerusakan mobilitas

fisik.

Kriteria Hasil : Klien dapat mempertahankan keselamatan fisik.

Intervensi :

1.    Kendalikan lingkungan dengan : Menyingkirkan bahaya yang

tampak jelas, mengurangi potensial cedera akibat jatuh ketika

tidur misalnya menggunakan penyanggah tempat tidur, usahakan

posisi tempat tidur rendah, gunakan pencahayaan malam siapkan

lampu panggil

2.    Memantau regimen medikasi.

3.    Izinkan kemandirian dan kebebasan maksimum dengan memberikan

kebebasan dalam lingkungan yang aman, hindari penggunaan

restrain, ketika pasien melamun alihkan perhatiannya ketimbang

mengagetkannya.

R/ Lingkungan yang bebas bahaya akan mengurangi resiko cedera dan

membebaskan keluarga dari kekhawatiran yang konstan. Hal ini akan

memberikan pasien merasa otonomi, restrain dapat meningkatkan

agitasi, mengagetkan pasien akan meningkatkan ansietas.

Diagnosa 4 : Perubahan pola tidur b/d nyeri

Kriteria Hasil : Klien dapat memenuhi kebutuhan istirahat atau

tidur.

Intervensi :

1.    Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan biasanya dan perubahan

yang terjadi. R/ Mengkaji perlunya dan mengidentifikasi

intervensi yang tepat.

2.    Berikan tempat tidur yang nyaman. R/ Meningkatkan kenyamaan

tidur serta dukungan fisiologis/psikologis.

3.    Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola lama dan

lingkungan baru. R/ Bila rutinitas baru mengandung aspek sebanyak

kebiasaan lama, stress dan ansietas yang berhubungan dapat

berkurang.

4.    Instruksikan tindakan relaksasi. R/ Membantu menginduksi

tidur.

5.    Tingkatkan regimen kenyamanan waktu tidur, misalnya mandi

hangat dan massage. R/ Meningkatkan efek relaksasi.

6.    Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi: rendahkan tempat

tidur bila mungkin. R/ Dapat merasakan takut jatuh karena

perubahan ukuran dan tinggi tempat tidur, pagar tempat untuk

membantu mengubah posisi .

7.    Hindari mengganggui bila mungkin, misalnya membangunkan untuk

obat atau terapi. R/ Tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa

segar dan pasien mungkin mungkin tidak mampu kembali tidur bila

terbangun.

8.    Berikan sedatif, hipnotik sesuai indikasi. R/ Mungkin

diberikan untuk membantu pasien tidur atau istirahat.

Diagnosa 5 : Defisit perawatan diri b/d nyeri dan kelemahan, kerusakan

auskuloskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak,

depresi.

Kriteria Hasil : Klien dapat melaksanakan aktivitas perawatan

sendiri secara mandiri.

Intervensi :

1.    Kaji tingkat fungsi fisik. R/ Mengidentifikasi tingkat

bantuan/dukungan yang diperlukan.

2.    Diskusikan tingkat fungsi umum; sebelum timbul eksaserbasi

penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi.

3.    Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program

latihan. R/ Mendukung kemandirian fisik/emosional.

4.    Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri,

identifikasi untuk modifikasi lingkungan. R/ Menyiapkan untuk

meningkatkan kemandirian yang akan meningkatkan harga diri.

5.    Identifikasikasi untuk perawatan yang diperlukan, misalnya;

lift, peninggian dudukan toilet, kursi roda. R/ Memberikan

kesempatan untuk dapat melakukan aktivitas secara mandiri.

6.    Kolaborasi untuk mencapai terapi okupasi.

Diagnosa 6 : Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran b/d perubahan

kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan

energi, ketidakseimbangan mobilitas.

Kriteria hasil : mengungkapkan peningkatan rasa percaya kemampuan

untuk menghadapi penyakit, perubahan gaya hidup dan kemungkinan

keterbatasan.

Intervensi :

1.    Dorong pengungkapan mengenai masalah mengenai proses penyakit,

harapan masa depan. R/ Beri kesempatan untuk mengidentifikasi

rasa takut/kesal menghadapinya secara langsung.

2.    Diskusikan arti dari kehilangan/perubahan pada pasien/orang

terdekat. Memastikan bagaimana pandangan pribadi psien dalam

memfungsikan gaya hidup sehari-hari termasuk aspek-aspek seksual.

R/ Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri

dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan

terhadap intervensi atau konseling lebih lanjut.

3.    Diskusikan persepsi pasien mengenai bagaiman orang terdekat

menerima keterbatasan. R/ Isyarat verbal/nonverbal orang terdekat

dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang

dirinya sendiri.

4.    Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan.

R/Nyeri melelahkan, dan perasaan marah, bermusuhan umum terjadi.

5.    Perhatikan perilaku menarik diri, penguanan menyangkal atau

terlalu memperhatikan tubuh/perubahan. R/ Dapat menunjukkan

emosional atau metode maladaptive, membutuhkan intervensi lebih

lanjut atau dukungan psikologis.

6.    Susun batasan pada prilaku maladaptive. Bantu pasien untuk

mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping. R/

Membantu pasien mempertahankan kontrol diri yang dapat

meningkatkan perasaan harga diri.

7.    Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat

jadwal aktivitas. R/ Meningkatkan perasaan kompetensi/harga diri,

mendorong kemandirian, dan mendorong partisipasi dan terapi.

8.    Rujuk pada konseling psikiatri. R/ Pasien/orang terdekat

mungkin membutuhkadukungann selama berhadapan dengan proses

jangka panjang/ketidakmampuan.

9.    Berikan obat-obat sesuai petunjuk. R/ Mungkin dibutuhkan pada

saat munculnya depresi hebat sampai pasien mengembangkan

kemampuankoping yang efektif.

Diagnosa 7 : Resiko Tinggi terhadap Kerusakan Penatalaksanaan Lingkungan

berhubungan dengan : Proses penyakit degeneratif jangka panjang, Sistem

pendukung tidak adekuat.

Kriteria Hasil :

1.    Mempertahankan keamanan lingkungan yang meningkatkan

perkembangan.

2.    Mendemonstrasikan penggunaan sumber-sumber yang efektif dan

tepat.

Intervensi:

1.    Kaji tingkat fungsi fisik

2.    Evaluasi lingkungan untuk mengkaji kemampuan dalam perawatan

untuk diri sendiri.

3.    Tentukan sumber-sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan

situasi individual.

4.    Identifikasi untuk peralatan yang diperlukan misal alat bantu

mobilisasi.

Diagnosa 8 : Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar) Mengenai Penyakit,

Prognosis dan Kebutuhan Perawatan dan Pengobatan berhubungan dengan:

Kurangnya pemahaman / mengingat kesalahan interpretasi informasi.

Kriteria Hasil :

1.    Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/pragnosis dan perawatan.

2.    Mengembangkan rencana untuk perawatan diri termasuk modifikasi

gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan

aktivitas.

Intervensi :

1.    Tinjau proses penyakit, prognosis dan harapan masa depan

2.    Diskusikan kebiasaan pasien dalam melaksanakan proses sakit

melalui diet, obat-obatan dan program diet seimbang, latihan dan

istirahat.

3.    Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang

realistis, istirahat, perawatan diri, pemberian obat-obatan,

terapi fisik, dan manajemen stress.

4.    Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakologi terapi.

5.    Identifikasi efek samping obat.

6.    Diskusikan teknik menghemat energi.

7.    Berikan informasi tentang alat bantu misalnya tongkat, tempat

duduk, dan palang keamanan.

8.    Dorong klien untuk mempertahankan posisi tubuh yang benar baik

pada saat istirahat maupun pada saat melakukan aktivitas.

9.    Diskusikan pentingnya pemeriksaan lanjutan misalnya LED, kadar

salisilat, PT.

10.     Beri konseling sesuai dengan prioritas kebutuhan klien.

BAB III

PENUTUPa.       Kesimpulan

Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab

kecacatan yang menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan

meningkatnya usia, penyakit ini jarang ditemui pada usia di bawah

46 tahun tetapi lebih sering dijumpai pada usia di atas 60 tahun.

Faktor umur dan jenis kelamin menunjukkan adanya perbedaan

frekuensi (Sunarto, 1994, Solomon, 1997).

b.      saran

1.        Sebaiknya seorang perawat dapat melaksanakn asuhan

keperawatan kepada klien osteoarthritis sesuai dengan indikasi

penyakit

2.      Sebaiknya seorang perawat dapat melakukan asuhan keperawatan

pada pasien osteoarthitis dengan baik dan benar

DAFTAR PUSTAKA

Depkes, RI (1995), Penerapan Proses Keperawatan pada Klien dengan Gangguan

Sistem Maskuloskeletal, Jakarta, Pusdiknakes.

Doenges E Marilynn, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta

http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/97/osteoartritis

http://www.lenterabiru.com/2009/01/osteoartritis.htm

Kalim, Handono, 1996., Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI,

Jakarta.

Long C Barbara, Perawatan Medikal Bedah (Suatu pendekatan proses

Keperawatan), Yayasan Ikatan alumni Pendidikan Keperawatan

Pajajaran, Bandung, 1996

Potter, patricia A.2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan . Jakarta :

EGC

Prince, Sylvia Anderson, 2000., Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit., Ed. 4, EGC, Jakarta.

R. Boedhi Darmojo & Martono Hadi (1999), Geriatri Ilmu Kesehatan Usia

Lanjut, Jakarta, Balai Penerbit FK Universitas Indonesia

Smeltzer S. C. & Bare B.G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah

brunner suddart. Ed. 8. Vol. 3. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.

Soeparman (1995), Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Kedua, Jakarta, Balai

Penerbit FKUI