askep tinea kruris

28
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN: TINEA KRURIS PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK STIKes SANTA ELISABETH MEDAN T.A 2013/2014

Transcript of askep tinea kruris

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM

INTEGUMEN: TINEA KRURIS

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK

STIKes SANTA ELISABETH MEDAN

T.A 2013/2014

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi jamur superfisialis termasuk penyakit

kulit yang peling sering dijumpai diseluruh dunia,

baik pada indivdu yang sehat maupun dengan daya

tahan tubuh menurun. Sekitar 10-20 % populasi

mengalami infeksi jamur superfisisalis. Meskipun

penyakit ini tidak fatal, namun sering bersifat

kronis dan kumat-kumatan, serta dapat menyebabkan

gangguan kenyamanan dan menurunkan kualitas hidup

penderitanya

Dermatofitosis merupakan infeksi jaringan yang

mengandung keratin, disebabkan oleh jamur

dermatofita. Infeksi dermatofitosis dikenal dengan

nama tinea, diklsifiksikan sesuai lokasi anatomik.

Tinea kruris merupakan dermatofitosis yang

mengenai daerah lipatan paha, termasuk genitalia,

daerah pubis, perineum dan perianal. Tinea kruris

merupakan dermatofitosis yang sering dijumpai dimana

pada frekuensi bentuk klinis infeksi jamur

superfisial.

Insidensi Tinea kruris cukup tinggi di

Indonesia, bahkan di seluruh dunia, karena menyerang

masyarakat luas. Kelainan ini dapat bersifat akut

atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang

berlangsung seumur hidup (Budimulja, 1999).

Kondisi geografis Indonesia yang merupakan

daerah tropis dengan suhu dan kelembaban yang tinggi

akan memudahkan tumbuhnya jamur, sehingga infeksi

oleh karena jamur di Indonesia pada umumnya, di

Sumatera Utara pada khususnya banyak ditemukan. Oleh

karena itu, golongan penyakit kulit karena infeksi

jamur menempati urutan kedua terbanyak dari insiden

penyakit kulit di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara (FK USU), Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H.

Adam Malik, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr.

Pirngadi Medan (Nasution M.A., 2005).

Jumlah penderita dermatofitosis pada tahun 1996

sampai 1998 sebanyak 4.162 orang dari 20.951

penderita baru penyakit kulit yang berkunjung ke

Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU,

RSUP H. Adam Malik, RSUD dr. Pirngadi Medan. Dan

pada tahun 2002 penyakit dermatofitosis merupakan

penyakit kulit yang menduduki urutan pertama

dibandingkan penyakit kulit yang lain (Nasution

M.A., 2005).

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Mampu menjelaskan konsep medis maupun konsep

keperawatan mengenai asuhan keperawatan pada

klien dengan gangguan sistem Integumen: Tinea

Kruris

1.2.2 Tujuan Khusus

Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan

gangguan sistem Integumen: Tinea Kruris

Mampu membuat diagnosa keperawatan pada klien

dengan gangguan sistem Integumen: Tinea

Kruris

Mampu melakukan intervensi keperawatan pada

klien dengan gangguan sistem Integumen: Tinea

Kruris

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP MEDIS

2.1.1 Defenisi

Tinea Kruris ( Jock Itch) merupakan infeksi

jamur pada lipatan paha yang dapat melus ke paha

bagian dalam dan daerah pantat ( Brunner

Suddarth. 2001).

Tinea kruris adalah penyakit dermatofitosis

(penyakit pada jaringan yang mengandung zat

tanduk) yang disebabkan infeksi golongan jamur

dermatofita(Trichopyhton rubrum (90%) dan

Epidermophython fluccosumTrichophyton

mentagrophytes (4%), Trichopyhton tonsurans)

pada daerah kruris (sela paha, perineum,

perianal, gluteus, pubis) dan dapat meluas ke

daerah sekitarnya. Kelainan ini dapat bersifat

akut atau menahun, bahkan dapat merupakan

penyakit yang berlangsung seumur hidup ( Arif

Muttaqin.2011).

2.1.2 Etiologi

Penyebab utama dari tinea cruris

Trichopyhton rubrum (90%) dan Epidermophython

fluccosumTrichophyton mentagrophytes (4%),

Trichopyhton tonsurans (6%). Tinea kruris

biasanya timbul akibat penjalaran infeksi dari

bagian tubuh lain. Penularan juga dapat terjadi

melaluikontak langsung dengan individu yang

terinfeksi atau tidak langsung melalui benda

yang mengandung jamur, misalnya handuk, lantai

kamar mandi, tempat tidur hotel dan lain-lain.

2.1.3 Patofisiologi

Cara penularan jamur dapat secara langsung

maupun tidak langsung. Penularan langsung dapat

secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung

jamur. Penularan tidak langsung dapat melalui

tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian

debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan

melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau

spreipenderita atau autoinokulasi( inokulasi

dengn mikroorganisme dari tubuh sendiri) dari

tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum.

Jamur ini menghasilkan keratinase( pemecahan

kreatinin) yang mencerna keratin, sehingga

dapat memudahkan invasi kestratum korneum.

Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau

cabang-cabangnya didalam jaringan keratin yang

mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik

yang berdifusi ke jaringan epidermis dan

menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya

dengan pola radial distratum korneum

menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas

yang jelas dan meninggi (ringworm). Reaksi

kulit semula berbentuk papula yang berkembang

menjadi suatu reaksiperadangan.Beberapa faktor

yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di

kulit adalah:

a. Faktor virulensi dari

dermatofitaVirulensi ini bergantung pada

afinitas jamur apakah jamur antropofilik,

zoofilik, geofilik. Selainafinitas ini massing-

masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain

dalam hal afinitas terhadap manusia maupun

bagian-bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton

rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophython

fluccosum paling sering menyerang liapt paha

bagiandalam.

b. Faktor trauma Kulit yang utuh tanpa

lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang

jamur.

c. Faktor suhu dan kelembapan kedua faktor

ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi

jamur, tampak pada lokalisasi atau lokal,

dimana banyak keringat seperti pada lipat paha,

sela-sela jari paling sering terserang penyakit

jamur.

d. Keadaan sosial serta kurangnya

kebersihan. Faktor ini memegang peranan penting

pada infeksi jamur dimana terlihat insiden

penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi

yang lebih rendah sering ditemukan

daripadagolongan ekonomi yang baik.

2.1.4 Phatway

Reaksi

Berdifusi ke jaringan efidermis

Hifa tumbuh ke

Memudahkan invasi ke stratum korneo

Jamur yang menghasilkan keratin

Tinea

Poliferasi pada kulit yang lembab di sekitar paha

Defesiensi pengetahuan

Penularan langsung ( secara fonitis, rambut yang mengadung jamur) dan pneularan tidak

Kebiasaan yang menimbulkan paparan terhadap jamur seperti :menggunakan pakaian berbahan

Timbul pulau pulau yang

Reaksi antigen antibody

2.1.5 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis Tinea kruris khas,

penderita merasa gatal hebat pada daerah

kruris. Ruam kulit berbatas tegas, eritematosa,

dan bersisik. Bila penyakit ini menjadi

menahun, dapat berupa bercak hitam disertai

sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan

biasanya akibat garukan dan daerah bersisik.

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Dengan Sediaan Basah

Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% → kerok

skuama dari bagian tepi lesi dengan memakai

Timbul pulau pulau yang

scalpel atau pinggir gelas → taruh di obyek

glass → tetesi KOH 10-15 % 1-2 tetes → tunggu

10-15 menit untuk melarutkan jaringan → lihat

di mikroskop dengan pembesaran 10-45 kali,

akan didapatkan hifa, sebagai dua garis

sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang,

maupun spora berderet (artrospora) pada

kelainan kulit yang lama atau sudah diobati,

dan miselium

b. Pemeriksaan Kultur Dengan Sabouraud

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan

bahan klinis pada medium saboraud dengan

ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide

(mycobyotic-mycosel) untuk menghindarkan

kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan.

Identifikasi jamur biasanya antara 3-6 minggu

c. Punch Biopsi

Dapat digunakan untuk membantu menegakkan

diagnosis namun sensitifitasnya dan

spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan

Peridoc Acid–Schiff, jamur akan tampak merah

muda atau menggunakan pengecatan methenamin

silver, jamur akan tampak coklat atau hitam

d. Penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk

menyingkirkan adanya eritrasma dimana akan

tampak floresensi merah bata

2.1.7 Penatalaksanaan Medis

1. Obat secara topikal yang digunakan dalam

tinea cruris adalah:

1) Golongan Azol

1) Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec)

Merupakan obat pilihan pertama yang

digunakan dalam pengobatan tinea cruris

karena bersifat broad spektrum antijamur

yang mekanismenya menghambat pertumbuhan

ragi dengan mengubah permeabilitas

membran sel sehingga sel-sel jamur mati.

Pengobatan dengan clotrimazole ini bisa

dievaluasi setelah 4 minggu jika tanpa

ada perbaikan klinis. Penggunaan pada

anak-anak sama seperti dewasa. Obat ini

tersedia dalam bentuk kream 1%, solution,

lotion. Diberikan 2 kali sehari selama 4

minggu. Tidak ada kontraindikasi obat

ini, namun tidak dianjurkan pada pasien

yang menunjukan hipersensitivitas,

peradangan infeksi yang luas dan hinari

kontak mata.

2) Mikonazole (icatin, Monistat-derm)

Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding

sel jamur yang rusak akan menghambat

biosintesis dari ergosterol sehingga

permeabilitas membran sel jamur meningkat

menyebabkan sel jamur mati. Tersedia

dalam bentuk cream 2%, solution, lotio,

bedak. Diberikan 2 kali sehari selama 4

minggu. Penggunaan pada anak sama dengan

dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang

menunjukkan hipersensitivitas, hindari

kontak dengan mata.

3) Econazole (Spectazole)

Mekanisme kerjanya efektif terhadap

infeksi yang berhubungan dengan kulit

yaitu menghambat RNA dan sintesis,

metabolisme protein sehingga mengganggu

permeabilitas dinding sel jamur dan

menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan

dengan ecnazole dapat dilakukan dalam 2-4

minggu dengan cara dioleskan sebanyak

2kali atau 4 kali dalam sediaan cream

1%.. Tidak dianjurkan pada pasien yang

menunjukkan hipersensitivitas, hindari

kontak dengan mata.

4) Ketokonazole (Nizoral)

Mekanisme kerja ketokonazole sebagai

turunan imidazole yang bersifat broad

spektrum akan menghambat sintesis

ergosterol sehingga komponen sel jamur

meningkat menyebabkan sel jamur mati.

Pengobatan dengan ketokonazole dapat

dilakukan selama 2-4 minggu. Tidak

dianjurkan pada pasien yang menunjukkan

hipersensitivitas, hindari kontak dengan

mata.

5) Oxiconazole (Oxistat)

Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat

broad spektrum akan menghambat sintesis

ergosterol sehingga komponen sel jamur

meningkat menyebabkan sel jamur mati.

Pengobatan dengan oxiconazole dapat

dilakukan selama 2-4 minggu. Tersedia

dalam bentk cream 1% atau bedak kocok.

Penggunaan pada anak-anak 12 tahun

penggunaan sama dengan orang dewasa.

Tidak dianjurkan pada pasien yang

menunjukkan hipersensitivitas dan hanya

digunakan untuk pemakaian luar.

6) Sulkonazole (Exeldetm)

Sulkonazole merupakan obat jamur yang

memiliki spektrum luas. Titik tangkapnya

yaitu menghambat sintesis ergosterol yang

akan menyebabkan kebocoran komponen sel,

sehingga menyebabkan kematian sel jamur.

Tersedia dalam bentuk cream 1% dan

solutio. Penggunaan pada anak-anak 12

tahun penggunaan sama dengan orang dewasa

(dioleskan pada daerah yang terkena

selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali

sehari).

b. Golongan Alinamin

1) Naftifine (Naftin)

Bersifat broad spektrum anti jamur dan

merupakan derivat sintetik dari alinamin

yang mekanisme kerjanya mengurangi

sintesis dari ergosterol sehingga

menyebabkan pertumbuhan sel amur

terhambat. Pengobatan dengan naftitine

dievaluasi setelah 4 minggu jika tidak

ada perbaikan klinis. Tersedia dalam

bentuk 1% cream dan lotion. . Penggunaan

pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan

4 kali sehari selama 2-4minggu).

2) Terbinafin (Lamisil)

Merupakan derifat sintetik dari alinamin

yang bekerja menghambat skualen epoxide

yang merupakan enzim kunci dari

biositesis sterol jamur yang menghasilkan

kekurangan ergosterol yang menyebabkan

kematian sel jamur. Secara luas pada

penelitian melaporkan keefektifan

penggunaan terbinafin. Terbenafine dapat

ditoleransi penggunaanya pada anak-anak.

Digunakan selama 1-4 minggu.

c. Golongan Benzilamin

Butenafine (mentax)

Anti jamur yang poten yang berhuungan

dengan alinamin. Kerusakan membran sel

jamur menyebabkan sel jamur terhambat

pertumbuhannya. Digunakan dalam bentuk

cream 1%, diberikan selama 2-4 minggu.

Pada anak tidak dianjurkan. Untuk dewasa

dioleskan sebanyak 4kali sehari.

2.1.8 Pencegahan

Menurut Nasution M.A. (2005), disamping

pengobatan, yang penting juga adalah nasehat kepada

penderita misalnya pada penderita dermatofitosis,

disarankan agar :

a.Memakai pakaian yang tipis.

b.Memakai pakaian yang berbahan cotton.

c.Tidak memakai pakaian dalam yang terlalu

ketat.

Oleh karena itu, berikan anjuran-anjuran pada

pasien agar tidak terjadi infeksi berulang.

Anjurkan pasien menggunakan handuk terpisah untuk

mengeringkan daerah sela paha setelah mandi,

anjurkan pasien untuk menghindari mengenakan celana

ketat untuk mencegah kelembaban daerah sela paha,

anjurkan pasien dengan Tinea kruris yang mengalami

obesitas untuk menurunkan berat badan, dan anjurkan

pasien untuk memakai kaus kaki sebelum mengenakan

celana untuk meminimalkan kemungkinan transfer

jamur dari kaki ke sela paha (autoinokulasi). Bubuk

antifungal, yang memiliki manfaat tambahan

pengeringan daerah sela paha, mungkin dapat

membantu dalam mencegah kambuhnya Tinea kruris.

2.2 KONSEP KEPERAWATAN

2.1.1 Pengkajian

a. Identitas

Kaji nama, umur, jenis kelamin, status

perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan,

pekerjaan, alamat, dan nomor register.

b. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan Utama

Kaji apa alasan klien membutuhkan pelayanan

kesehatan

2. Riwayat Kesehatan Sekarang

Kaji bagaimana kondisi klien saat dilakukan

pengkajian. Klien dengan Tinea kruris biasanya

mengeluhkan kulit merah dan gatal, bersisik

dan keluar sedikit cairan dari area yang

terkena tinea kruris.

3. Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji riwayat alergi makanan klien, riwayat

konsumsi obat-obatan dahulu, riwayat penyakit

yang sebelumnya dialami klien.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Kaji apakah di dalam keluarga klien, ada yang

mengalami penyakit yang sama.

5. Riwayat Psikososial

Kaji bagaimana hubungan klien dengan

keluarganya dan interaksi sosial.

c. Pola Fungsional Gordon

1. Pola persepsi kesehatan - manajemen kesehatan

: pada pola ini kita mengkaji:

Bagaimanakah pandangan klien terhadap

penyakitnya?

Apakah klien klien memiliki riwayat merokok,

alkohol, dan konsumsi obat-obatan tertentu?

Bagaimakah pandangan klien terhadap

pentingnya kesehatan?

2. Pola nutrisi - metabolik

: pada pola ini kita mengkaji:

Bagaimanakah pola makan dan minum klien

sebelum dan selama dirawat di rumah sakit?

Kaji apakah klien alergi terhadap makanan

tertentu?

Apakah klien menghabiskan makanan yang

diberikan oleh rumah sakit?

Kaji makanan dan minuman kesukaan klien?

3. Pola eliminasi

: pada pola ini kita mengkaji:

Bagaimanakah pola BAB dan BAK klien ?

Apakah klien menggunakan alat bantu untuk

eliminasi?

Kaji konsistensi BAB dan BAK klien

Apakah klien merasakan nyeri saat BAB dan

BAK?

: Klien dengan Tinea kruris, biasanya akan

mengalami nyeri saat akan melakukan BAB/BAK

: pada pola ini kita mengkaji:

Bagaimanakah perubahan pola aktivitas klien

ketika dirawat di rumah sakit?

Kaji aktivitas yang dapat dilakukan klien

secara mandiri

Kaji tingkat ketergantungan klien

4. Pola istirahat - tidur

: pada pola ini kita mengkaji:

Apakah klien mengalami gangguang tidur?

Apakah klien mengkonsumsi obat

tidur/penenang?

Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu

sebelum tidur?

: Klien dengan Tinea kruris, akan mengalami

kesulitan untuk tidur dan istirahat karena

nyeri yang dirasakan, rasa panas dan gatal-

gatal pada kulit.

5. Pola kognitif - persepsi

: pada pola ini kita mengkaji:

Kaji tingkat kesadaran klien

Bagaimanakah fungsi penglihatan dan

pendengaran klien, apakah mengalami

perubahan?

Bagaimanakah kondisi kenyamanan klien?

6. Pola persepsi diri - konsep diri

: Pada pola ini kita mengkaji:

Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap

penyakit yang dialaminya?

Apakah klien mengalami perubahan citra pada

diri klien?

Apakah klien merasa rendah diri?

: Dengan keadaan kulitnya yang mengalami

kemerahan, klien merasa malu dengan keadaan

tersebut, dan mengalami gangguan pada citra

dirinya.

7. Pola peran - hubungan

: pada pola ini kita mengkaji:

Bagaimanakah peran klien di dalam

keluarganya?

Apakah terjadi perubahan peran dalam keluarga

klien?

Bagaimanakah hubungan sosial klien terhadap

masyarakat sekitarnya?

8. Pola reproduksi dan seksualitas

: Pada pola ini kita mengkaji:

Bagaimanakah status reproduksi klien?

Apakah klien masih mengalami siklus menstrusi

(jika wanita)?

9. Pola koping dan toleransi stress

: Pada pola ini kita mengkaji:

Apakah klien mengalami stress terhadap

kondisinya saat ini?

Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress

yang dialaminya?

Apakah klien mengkonsumsi obat penenang?

10. Pola nilai dan kepercayaan

: Pada pola ini kita mengakaji:

Kaji agama dan kepercayaan yang dianut klien

Apakah terjadi perubahan pola dalam beribadah

klien?

d. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi: Warna, suhu, kelembapan, kekeringan

Palpasi: Turgor kulit, edema

-          Data fokus:

DS: gatal-gatal pada kulit

DO: kemerah-merahan, keluarnya cairan dari area

yang terkena tinea kruris

e. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan integritas kulit b/d lembab

2. Gangguan rasa nyaman b/d Penyakit

3. Defisiensi Pengetahuan b/d Tidak familiar

dengan sumber informasi

2.2.3 Intervensi Keperawatan

NO NOC NIC1. Infection Severity

(0703)

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama .......x24 jam

integritas jaringan:

kulit dan mukosa normal

dengan indikator:

Bintik – bintik

merah pada

kulit(070301)

Malaise(070311)

Penurunan jumlah

leukosit(070327)

Kelesuan (070331)

Skin Care: Topical

Treatments (3584)

Bersihkan dengan

sabun antibakterial

jika perlu

Berikan medikasi

dalam bentuk serbuk

pada pasien, jika

perlu

Persiapkan kebersihan

toilet, jika perlu

Gunakan topikal

antibiotik untuk area

yang luka

Gunkan topikal

antijamur pada daerah

yang terserang jika

perlu

Gunakan topikal anti

inflamasi untuk area

yang luka

Inspeksi kulit setiap

hari

Dokumentasi tahapan

dari kerusakan kulit 2. Comfort Status: Physical

(2010)

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama .......x24 jam

gangguan rasa nyaman

teratasi dengan

kriteria hasil :

Kontrol Gejala

( 201001)

Posisi

nyaman( 201004)

Tingkat

energi( 201009)

Gatal(201013)

Environtmental Management

: Comfort (6482)

Kaji ketidaknyamanan

yang dirasakan oleh

klien.

Berikan posisi yang

nyaman pada klien

( meliputi .

Batasi pengunjung

saat klien

beristirahat.

Beri lingkungan yang

nyaman dan bersih

Pantau kulit,

terkhusus adanya

penonjolan kulit ke

permukaan sebagai

tanda dari adanya

iritasi3. Knowledge : Disease

Process (1803)

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama .......x24 jam

Teaching :Disease Process

(5602)

Kaji tingkat

pengetahuan yang

spesifik berhubungan

diharapkan pengetahuan

klien meningkat dengan

kriteria hasil:

Proses spesifik

penyakit(180302)

Faktor resiko

(180304)

Strategi untuk

meminimalkan

penyebaran penyakit

(180307)

Keuntungan

manajemen

punyakit(180315)

dengan proses

penyakit

Diskusikan dengan

klien tentang

penyakitnya

Diskusikan pilihan

terapindan pengobatan

Diskusikan perubahan

gaya hidup yang

mungkin diperlukan

untuk mencegah

komplikasi di masa

yang akan gating

( rencana diit dan

penggunaan makanan

tinggi serat )

Diskusikan pentingnya

melakukan evaluasi

secara teratur dan

jawab pertanyaan

pasien maupun

keluarga

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tinea kruris adalah penyakit dermatofitosis

(penyakit pada jaringan yang mengandung zat

tanduk) yang disebabkan infeksi golongan jamur

dermatofita pada daerah kruris (sela paha,

perineum, perianal, gluteus, pubis) dan dapat

meluas ke daerah sekitarnya. Kelainan ini dapat

bersifat akut atau menahun, bahkan dapat

merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup

( Arif Muttaqin.2011). Penyebab utama dari tinea

cruris Trichopyhton rubrum (90%) dan

Epidermophython fluccosumTrichophyton

mentagrophytes (4%), Trichopyhton tonsurans

(6%). Gambaran klinis Tinea kruris khas,

penderita merasa gatal hebat pada daerah kruris.

Ruam kulit berbatas tegas, eritematosa, dan

bersisik. Bila penyakit ini menjadi menahun,

dapat berupa bercak hitam disertai sedikit

sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya

akibat garukan.

3.2 Saran

Agar dapat memberikan asuhan keperawatan terutama

saat mengkaji klien haruslah dengan kenyataan atau

tanda dan gejala yang klien rasakan agar tidak salah

dalam melakukan diagnosa dan rencana keperawatannya.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner Suddarth. 2001. Keperawataan Meedikal Bedah.

Volume :3. Jakarta: EGC

Heather T. Herdman. 2012. Diagnosis Keperawatan:

Defenisi dan Kalsifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC

Muttaqin Arif.2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem

Integumen. Salemba Medika: Jakarta

Mooerhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification.

St.Louis: Mosby

Mc, Joanne. 2008. Nursing Interventions Classification.

St Louis: Mosby