ASKEP ASMA BRONKIAL PADA LANSIA

30
ASKEP ASMA BRONKIAL PADA LANSIA A. ANATOMI SISTEM RESPIRASI Fungsi system pernafasan adalah untuk mengambil oksigen dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentransfor karbon dioksida yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Organ –organ respiratorik juga berfungsi dalam produksi wicara dan berperan dalam keseimbangan asam basa, pertahanan tubuh melawan benda asing, dan pengaturan hormonal tekanan darah. Respirasi melibatkan proses berikut : 1. Ventilasi pulmonal adalah jalan masuk dan keluar udara dari saluran pernafasan dan paru-paru 2. Respirasi eksternal adalah difusi oksigen dan karbon dioksida antara udara dalam paru dan kapilar pulmonal. 3. Respirasi internal adalah difusi oksigen dan karbon dioksida antara sel darah dan sel-sel jaringan.Respirasi selular adalah penggunaan oksigen oleh sel-sel tubuh untuk produksi energi dan pelepasan produk oksidasi (karbon dioksida dan air) oleh sel-sel tubuh. 4. Saluran pernafasan terdiri dari cabang-cabang saluran dari lingkungan sampai ke paru-paru. 5. Anatomi fungsional saluran pernafasan Rongga hidung dan nasal 1. Hidung eksternal berbentuk piramid disertai dengan suatu akar dan dasar. Bagian ini tersusun kerangka kerja tulang., kartilago hialin, dan jaringan fibroareoal. 2.Septum nasal membagi hidung menjadi sisi kiri dan sisi kanan rongga nasal. Bagian anterior septum adalah kartilago. 4. Tulang hidung 1. Tulang nasal membentuk jembatan dan bagian superior kedua sisi hidung 2. Vomer dan lempeng perpendikular tulang etmoid membentuk bagian posterior septum nasal.

Transcript of ASKEP ASMA BRONKIAL PADA LANSIA

ASKEP ASMA BRONKIAL PADA LANSIA

A. ANATOMI SISTEM RESPIRASIFungsi system pernafasan adalah untuk mengambil oksigen dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentransfor karbon dioksida yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Organ –organ respiratorik juga berfungsidalam produksi wicara dan berperan dalam keseimbangan asam basa, pertahanantubuh melawan benda asing, dan pengaturan hormonal tekanan darah.

Respirasi melibatkan proses berikut :

1. Ventilasi pulmonal adalah jalan masuk dan keluar udara dari saluran pernafasan dan paru-paru

2. Respirasi eksternal adalah difusi oksigen dan karbon dioksida antara udara dalam paru dan kapilar pulmonal.

3. Respirasi internal adalah difusi oksigen dan karbon dioksida antara sel darah dan sel-sel jaringan.Respirasi selular adalah penggunaan oksigen oleh sel-sel tubuh untuk produksi energi dan pelepasan produkoksidasi (karbon dioksida dan air) oleh sel-sel tubuh.

4. Saluran pernafasan terdiri dari cabang-cabang saluran dari lingkungansampai ke paru-paru.

5. Anatomi fungsional saluran pernafasan

Rongga hidung dan nasal

1. Hidung eksternal berbentuk piramid disertai dengan suatu akar dan

dasar. Bagian ini tersusun kerangka kerja tulang., kartilago hialin,

dan jaringan fibroareoal.

2.Septum nasal membagi hidung menjadi sisi kiri dan sisi kanan rongga

nasal. Bagian anterior septum adalah kartilago.

4. Tulang hidung

1. Tulang nasal membentuk jembatan dan bagian superior kedua sisi

hidung

2. Vomer dan lempeng perpendikular tulang etmoid membentuk bagian

posterior septum nasal.

3. Lantai rongga nasal adalah palatum keras yang terbentuk dari

tulang maksila dan palatinum.

4. Langit-langit rongga nasal pada sisi medial terbentuk dari lempeng

kribriform tulang etmoid, pada sisi anterior dari tulang frontal

dan nasal, dan pada sisi posterior dari tulang sfenoid.

5. Konka (turbinatum) nasalis superior, tengah dan inferior menonjol

pada sisi medial dinding lateral rongga nasal. Setiap konka

dilapisi menbran mukosa (epitel kolumnar bertingkat dan bersilia)

yang berisi kelenjar pembuat mukus dan banyak mengandung pembuluh

darah.

6. Meatus superior, medial dan inferior, merupakan jalan udara rongga

nasal yang terletak di bawah konka.

5. Empat pasang sinus paranasal adalah kantong tertutup pada bagian

frontal etmoid, maksilar dan sfenoid. Sinus ini dilapisi membran

mukosa.

1. Sinus berfungsi untuk meringankan tulang kranial, memberi area

permukaan tambahan pada saluran nasal untuk menghangatkan dan

melembabkan udara yang masuk, memproduksi mukus, dan memberi efek

resonansi dalam produksi wicara.

2. Sinus paranasal mengalirkan cairannya ke meatus rongga nasal

melalui duktus kecil yang terletak di area tubuh yang lebih tinggi

dari area lantai sinus. Pada posisi tegak, aliran mukus kedalam

rongga nasal mungkin terhambat, terutama pada kasus infeksi sinus.

3. Duktus nasolakrimal dari kleenjar airmata membuka ke arah meatus

inferior.

6. Membran mukosa nasal

1. Struktur

Kulit pada bagian eksternal permukaan hidung yang mengandung

folikel rambut, keringat dan kelenjar sebasea, merentang sampai

vestibula yang terletak di dalam nostril.

Di bagian rongga nasal yang lebih dalam, epitelium respiratorik

membentuk mukosa yang melapisi ruang nasal selebihnya. Lapisan

ini terdiri dari epitelium bersilia dengan sel goblet yang

terletak pada lapisan jaringan ikat tervaskularisasi dan terus

memanjang untuk melapisi saluran pernapasan sampai ke bronkus.

2. Fungsi

Penyaringan partikel kecil. Silia pada epitelium respiratorik melambai ke depan dan belakang dalam suatu lapisan mukus. Gerakan danmukus membentuk suatu perangkap untuk partikel yang kemudian akan disapu ke atas untuk ditelan, dibatukkan, atau dibersinkan keluar.

Penghangatan dan pelembaban udara yang masuk. Udara kering akan dilembabkan melalui ebaporasi sekresi serosa dan mukus serta dihangatkan oleh radiasi panas dari pembuluh darah yang terletak di bawahnya.

Resepsi odor. Epitelium olfaktori yang terletak di bagian atas ronggahidung di bawah lempeng kribriform, mengandung sel-sel olfaktori yangmengalami spesialisasi untuk indera penciuman.Faring

Faring Faring adalah tabung muskular berukuran 12,5 cm yang merentang dari bagian dasar tulang tengkorak sampai esofagus. Faring terbagi menjadi nasofaring, orofaring, dan laringofaring

Nasofaring, adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka ke arah rongga nasal melalui dua naris internal (koana).Dua tuba Eustabhius (auditorik) menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisigendang telinga.Amandel (adenoid) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak di dekat naris internal. Pembesaran adenoid dapat menghambat aliran udara. .Orofaring, dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muskular, suatu perpanjangan palatum keras tulang. Uvula (anggur kecil)adalah prosesus kerucut (conical) kecil yang menjulur ke bawah dari bagian tengah tepi bawah palatum lunak.

Amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring posterior.

Laringofaring mengelilingi mulut esofagus dan laring, yang

merupakan gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya.

3. Laring (kotak suara) menghubungkan faring dengan trakea. Laring

adalah tabung pendek berbentuk seperti kotak triangular dan

ditopang oleh sembilan kartilago, tiga berpasangan dan tiga tidak

berpasangan.

a. Kartilago tidak berpasangan.

Kartilago tiroid (jakun), terletak di bagian proksimal kelenjar

tiroid. Biasanaya berukuran lebih besar dan lebih menonjol pada

laki-laki akibat hormon yang disekresikan pada saat pubertas.

Kartilago krikoid, adalah cincin anterior yang lebih kecil dan

lebih tebal, terletak di bawah kartilago tiroid.

Epiglotis, adalah katub kartilago elastis yang melekat pada

tepian anterior kartilago tiroid. Saat menelan, epiglotis

secara otomatis menutupi mulut laring untuk mencegah masuknya

makanan dan cairan.

b. Kartilago berpasangan.

Aritenoid. Terletak diatas dan di kedua sisi kartilago krikoid.

Kartilago ini melekat pada pita suara sejati, yaitu lipatan

berpasangan dari epitelius skuamosa bertingkat.

Kartilago Kornikulata, melekat pada bagian ujung kartilago

aritenoid.

Kartilago Kuneiform, berupa batang-batang kecil yang membantu

menopang jaringan lunak.

c. Dua pasang lipatan lateral membagi ronga laring.

Pasangan bagian atas adalah lipatan ventrikular (pita suara

semu) yang tidak berfungsi saat produksi suara.

Pasangan bagian bawah adalah pita suara sejati yang melekat

pada kartilago aritenoid serta kartilago krikoid. Embuka di

antara kedua pita ini adalah glotis.

1. Saat bernapas, pita suara terabduksi (tertarik membuka) oleh

otot laring dan glotis berbentuk triangular.

2. Saat menelan, pita suara teraduksi (tertarik menutup), dan

glotis membentuk celah sempit.

3. Dengan demikian, kontraksi otot rangka mengatur ukuran

pembukaan glotis dan derajat ketegangan pita suara yang

diperlukan untuk produksi suara.

4. Trakea (pipa udara) adalah tuba dengan panjang 10 cm sampai 12 cm

dan diameter 2,5 cm serta terletak di atas permukaan anterior

esofagus. Tuba ini merentang dari laring pada area vertebra serviks

keenam sampai area vertebra toraks kelima tempatnya membelah

menjadi dua bronkus utama.

a. Trakea, dapat tetap terbuka karena adanya 16 sampai 20 cincin

kartilago terbentuk – c. Ujung posterior mulut cincin dihubungkan

oleh jaringan ikat dan otot sehingga memungkinkan ekspansi

esofagus.

b.Trake dilapisi epitelim respiratorik (kolumnar bertingkat dan

bersilia) yang mengandung banyak sel goblet.

5. Percabangan bronkus.

Bronkus primer (utama) kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal,

dan lebih lurus dibandingkan bronkus primer kiri karena arkus

aorata membelokkan trakea bawah ke kanan. Objek asing yang masuk

ke dalam trakea kemungkinan ditempatkan dalam bronkus kanan.

Bronki sekunder dan tertier, dengan diameter yang semakin kecil.

Saat tuba semakin menyempit, batang atau lempeng kartilago

mengganti cincin kartilago.

Bronki diseut ekstrapulmonar sampai memasuki paru-paru, setelah

itu disebut intrapulminar.

Struktur mendasar dari kedua paru-paru adalah percabangan

bronkial yang selanjutnya: bronki, bronkiolus, bronkolus

terminal, bronkiolus respiratori, duktus alveolar, dan alveoli.

Tidak ada kartilago dalam respiratorik, duktus alveolar, dan

alveoli. Tidak ada kartilago dalam bronkiolus: silia tetap ada

sampai bronkiolus respiratorik terkecil.

6. Paru-Paru.

1. Paru-paru adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan

berisi udara, terletak dalam rongga toraks.

Paru kanan memiliki tiga lobus : paru kiri memiliki dua lobus.

Setiap paru memiliki sebuah apeks yang mencapai bagian atas iga

pertama sebuah permukaan diafragmatik (bagian dasar) terletak

di atas diafragma, sebuah permukaan mediastinal (medial) yang

terpisah dari paru lain oleh mediastinuam, dan permukaan costal

terletak di atas kerangka iga.

Permukaan mediastinal memiliki hilus (akar), tempat masuk dan

keluarnya pembuluh darah bronki, pulmonar, dan bronkial dari

paru.

2. Pleura, adalah membran penutup yang membungkus setiap paru.

Pleura parietal, melapisi rongga toraks (kerangka iga,

diafragma, mediastinum).

Pleura viseral, melapisi paru dan bersambung dengan pleura

parietal di bagian bawah paru.

Rongga Pleura (ruang intra pleura) adalah ruang potensial

antara pleura parietal dan viseral yang mengandung lapisan

tipis, cairan pelumas. Cairan ini di sekresikan oleh sel-sel

pleura sehingga paru-paru dapat mengembang tanpa melakukan

friksi. Tekanan cairan (tekanan intra pleura) agak negatif di

bandingkan tekanan sfer atmosfer.

Kanan udara atmResesus Pleura, adalah area rongga pleura yang

tidak berisi jaringan paru. Area ini muncul saat pleura

varietal bersilang dari satu permukaan ke permukaan lain. Saat

bernapas paru-paru bergerak keluar masuk area ini.

1. Resesus pleura kostomediastinal, terletak di tepi anterior

kedua sisi pleura, tempat pleura parietal berbelok dari

kerangka iga ke permukaan lateral meidastinum

2. Resesus pleura kostodiafragmatik, terletak di tepi posterior

kedua sisi pleura diantara diafragma dan permukaan costal

internal toraks.

Mekanisme Pernapasan (Ventilasi Pulmonar).

A. Prinsip Dasar.

1. Toraks adalah rongga tertutup kedap udara di sekeliling paru-paru

yang terbuka ke atosfer hanya melalui jalur siste pernapasan.

2. Pernapasan adalah proses inspirasi (inhalasi) udara ke dalam paru-

paru dan ekspirasi (ekshalasi) udara ke dalam paru-paru ke lingkungan

luar tubuh.

3. Sebelum inspirasi dimulai, tekanan udara atmosfer (sekitar 760 mmHg)

sama dengan tekanan udara dalam alveoli yang disebut sebagai tekanan

intra-alveolar (intra pulmonar).

4. Tekanan intrapleura dalam rongga pleura (ruang antar pleura) adalah

tekanan sub atmosfer, atau kurang dari tekanan intra-alveolar.

5. Peningkatan atau penurunan volume rongga toraks mengubah tekanan

intra pleura dan intra alveolar yang secara mekanik meyebakan

pengembangan atau pengempisan paru-paru.

6. Otot-otot inspirasi memperbesar rongga toraks dan meningkatakan

volumenya. Otot-otot ekspirasi menurunkan volume rongga toraks .

a. Inspirasi, membutuhkan kontraksi otot dan energi.

Diafragma, yaitu otot berbentuk kubah yang jika sedang rilaks akan

memipih, saat berkontraksi dan memperbesar rongga toraks ke arah

inferior.

Otot intercosta eksternal, mengangkat iga keatas dan kedepan saat

berkontraksi sehingga memperbesar ronngga torak ke arah inferior

dan superior.

Dalam pernapasan aktif atau pernapasan dalam, otot-otot

sternokleidomastoid, pektoralis mayor, serratus aterior, dan otot

skalena juga akan memperbesar rongga toraks.

b. Ekspirasi, pada pernapasan yang tenang di pengaruhi oleh relaksasi

otot dan disebut proses pasif, dan pada ekspirasi dalam, otot

interkostal internal menarik kerangka iga kebawah dan otot abdomen

berkontraksi sehingga mendorong isi abdomen menekan diafragma.

B. Faktor-faktor dalam Inflasi dan Deflasi paru-paru.

1. Tekanan Intrapleura negatif dalam rongga pleura menahan paru-paru

tetap berkontak dengan dinding torak karena tekanan ini menghasilkan

penhisapan (suction) antara pleura parietal yang melekat pada dinding

toraks, dan pleura viseral yang melapisi permukaan paru-paru.

2. Jaringan elastik dalam paru-paru bertanggung jawab terhadap

kecenderungan nya untuk menjauh dari dinding toraks dan mengempis.

Organ ini tidak mengempis dalam tubuh karena penghisapan yang menahan

paru-paru tetap pada dinding toraks lebih besar di bandingkan daya

elastis dalam paru-paru.

3. Selama inspirasi dan ekspansi toraks, tekanan intrapleura negatif

semakin berkurang (semakin negatif) meningkatnya penghisapan, bersamaan

dengan kohesi cairan pleura, menarik permukaan paru-paru keluar kearah

dinding toraks dan membantu ekspansi paru-paru.

4. Saat paru-paru berekspansi, tekanan udara di dalam paru-paru (tekanan

intra alveolar) menurun drastis sampai di bawah tekanan atmosfer di

luar tubuh. Udara luar di hisap melalui saluran pernapasan menuju paru-

paru sampai tekanan intra alveolar kembali sama dengan tekanan

atmosfer.

5. Saat otot-otot inspirasi relaks, ukuran rongga toraks berkurang,

elastisitas paru-paru menariknya kearah dalam, tekanan intra alfeolar

meningkat sampai diatas tekanan atmosfer dan udara di keluarkan dari

paru-paru

6. Surfaktan, adalah sejenis lipoprotein yang disekresikan oleh sel-sel

epitel dalam alveoli paru matur. Lapisan surfaktan terletak antara

lapisan lembab dan udara dalam alveolus. Surfaktan mengurangi tegangan

permukaan cairan yang menurunkan kecenderungan pengempisan alveoli dan

memungkinkan alveoli untuk berinflasi dalam tekanan yang lebih rendah.

a. Surfaktan lebih banyak mengurangi tegangan permukaan dalam alveoli

kecil di bandingkan dengan alveoli besar.

b. Karena surfaktan diproduksi sampai masa akhir perkembangan janin,

bayi prematur mungkin lahir dengan insufisien surfaktan, pengempisan

alveoli, dan kesulitan bernapas.

c. Kondisi ini disebut sindrom distres respiratorik (penyakit membran

hialin), diatasi dengan penggunaan mesin ventilasi mekanik sampai

bayi tersebut cukup umur untuk memproduksi cukup surfaktan.

7. Kompliance mengacu pada distensi bilitas paru-paru atau kemudahan

inflasi nya. Kompliance di definisikan sebagai suatu ukuran peningkatan

volume paru yang dihasilkan setiap unit perubahan dalam tekanan intra

alveolar. Pengukuran ini di nyatakan dalam liter (volume udara)

percentimeter air (tekanan ).

a. Penurunan komplians paru membutuhkan pembentukan perbedaan tekanan

yang lebih besar daripada tekanan normal saat inspirasi untuk

menginflasi paru-paru. Setiap keadaan yang menghambat ekspansi dan

kontraksi paru akan menurunkan komplians sehingga dibutuhkan tenaga

yang lebih untuk menginflasi paru-paru.

b. Konplians dapat berkurang akibat penyakit pulmonar yang menyebakan

perubahan elastisitas paru, kongesti pulmonar atau edemadi paru,

gangguan tegangan permukaan alveoli, atau obstruksi jalan udara. Hal

ini dapat dipengaruhi oleh deformitas kerangka toraks.

8. Pneumotoraks atau atalektasis. Secara normal, tidak ada udara masuk ke

rongga lpleura. Jika udara dibiarkan masuk dalam ruang intrapleura

(karena luka tusuk atau tulang iga patah). Kondisi ini disebut

pneumotoraks (udara dalam dada). Akibat menghilangnya tekanan negatif

dalam rongga intrapleura adalah pengempisan paru-paru disebut

atalektasis.

C. Volume dan kapasitas paru, bolume udara dalam paru-paru dan kecepatan

pertukaran saat inspirasi dan ekspirasi dapat diukur melalui spirometer.

Nilai volume paru memperlihatan suhu tubuh standar dan tekanan ambien

serta diukur dalam mililiter udara.

1. Volume.

a. Volume tidal (VT) adalah volume udara yang masuk dan keluar paru-

paru selama ventilasi normal biasa. VT pada dewasa muda sehat

berkisar 500 ml untuk laki-laki dan 380 ml untuk perempuan.

b. Volume cadangan inspirasi (VCI) adalah volume udara ekstra yang

msuk ke paru-paru denganinspirasi maksium di atas inspirasi tidal.

CDI berkisar 3.100 ml pada laki-laki dan 1.900 ml pada perempuan.

c. Volume cadangan ekspirasi (VCE) adalah volume ekstra udara yang

dapat dengan kuat dikeluarkan pada akhir ekspirasi tidal normal.

VCE biasaya berkisar 1.200 ml pada laki-laki dan 800 ml pada

perempuan.

d. Volume residual (VR) adalah volume udara sisa dalam paru-paru

setelah melakukan ekspirasi kuat. Volume residual penting untuk

kelansungan aerasi dalam darah saat jeda parnapasan. Rata-rata

volume ini pada laki-laki sekitar 1.200 ml dan pada perempuan 1.000

ml.

2.2 Konsep Lansia

2.2.1 Istilah Lanjut Usia

Berbagai istilah berkembang terkait dengan lanjut usia (lansia)

yaitu Gerontology Geriatric dan keperawatan Gerontik. Gerontology berasal

dari kata Geros = lanjut usia dan Logos = ilmu. Jadi, Gerontology adalah

ilmu yang mempelajari secara khusus mengenai faktor-faktor yang

menyangkut lanjut usia (Nugroho, 2000).

Gerontology adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek menua atau

usia lanjut dan Gerontology Nursing adalah ilmu yang mempelajari tentang

perawatan pada lanjut usia (Nugroho,2000).

Gerontology adalah cabang ilmu yang mempelajari proses menua dan

masalah yang mungkin terjadi pada lanjut usia.(Miller, 1990 dalam

Nugroho 2000).

2.2.2 Definisi Lanjut Usia

Pengertian lanjut usia adalah masa tua disertai dengan adanya

kemunduran-kemunduran kemampuan kerja panca indra, gangguan fungsi

alat tubuh, perubahan-perubahan secara psikologis seperti kelemahan,

keterlambatan berpikir serta kurangnya efisiensi mental dan perubahan-

perubahan pada jaringan tubuh (DepKes RI, 1998).

Lanjut usia atau manusia lanjut (Manula) adalah golongan penduduk

yang mendapat perhatian atau pengelompokan tersendiri yaitu populasi

berumur 60 tahun atau lebih. (Bustan, 2000)

Menghilangkan secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki

diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi

normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan

memperbaiki kerusakan yang di derita (Contantinides, 1994).

Yang dimaksud orang jompo dalam undang-undang ialah setiap orang

yang berhubungan dengan lanjut usia, tidak mempunyai atau tidak

berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi hidupnya sehari-

hari, peraturan pelaksanaan dari undang-undang inilah yang perlu

dilengkapkan dan dengan sendirinya rencana pembiayaannya. Undang-

undang mengenai penyelenggaraan, pembinaan, pendanaan dan perlindungan

golongan usia lanjut harus dibuat oleh pemerintah (Darmojo, 1999).

2.2.3 Klasifikasi Lanjut Usia

Mengenai kapankah orang disebut lanjut usia sulit dijawab dengan

memuaskan. Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan

umur (Nugroho, 2000).

Batasan usia lanjut menurut WHO meliputi :

1. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia antar 45-59 tahun.

2. Lanjut usia (elderly)ialah kelompok usia antara 60-70 tahun.

3. Lanjut usia tua (old) ialah kelompok usia antara 75-90 tahun.

4. Usia sangat tua (Very old) ialah kelompok usia diatas 90 tahun.

Menurut Prof. Dr. Ny. Sumiati Ahmad Mahmad membagi periodisasi

biologik perkembangan manusia sebagai berikut :

0-1 tahun : masa bayi

1-6 tahun : masa pra sekolah

6-10 tahun : masa sekolah

10-20 tahun : masa pubertas

40-65 tahun : masa setengah umur (Prasenium).

65 tahun keatas : masa lanjut usia (Serium)

Menurut Dra. Ny. Jas Masdani (Psikolog UI) mengatakan lanjut usia

merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat di bagi

menjadi empat bagian yaitu :

Fase Iuventus : antara umur 25-40 tahun

Fase Vertilitas : antara umur 40-50 tahun

Fase Praesenium : antara umur 55-65 tahun

Fase Senium : 65 tahun hingga tutup usia

Menurut Prof. Koesoemoto Setyonegoro

Pengelompokkan lanjut usia sebagai berikut :

Usia dewasa muda (elderly adulhood) : usia 18 tahun atau 20-25 tahun

Usia dewasa penuh (middle years) : umur 25-60 tahun atau 65 tahun

Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 atau 70 tahun terbagi menjadi :

Umur 70-75 tahun (young old)

Umur 75-80 tahun (old)

Umur lebih dari 80 tahun (very old)

Menurut undang-undang No. 4 tahun 1965

Bantuan penghidupan orang jompo atau lanjut usia yang termuat

dalam pasal 1 dinyatakan sebagai berikut seorang dapat dinyatakan

sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan

mencapai umur 55 tahun tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari

nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima

nafkah dari orang lain.

2.2.4 Proses Menua (Ageing Process)

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau

mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat

bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita

(Constantinides, 1994 dalam Nugroho, 2000).

Proses menua merupakan proses yang terus-menerus yang

berkelanjutan secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami

pada semua makhluk hidup. Proses menua setiap individu pada organ

tubuh juga tidak sama cepatnya. Adakalanya orang belum tergolong

lanjut usia tetapi terdapat kekurangan-kekurangan yang menyolok.

Undang-Undang No. 9 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan pasal 8

ayat 2, berbunyi : Dalam istilah sakit termasuk cacat, kelemahan, dan lanjut usia.

Menua bukan suatu penyakit, melainkan suatu masa atau tahap hidup

manusia yaitu bayi, kanak-kanak, dewasa, tua dan lanjut usia.

Menua merupakan proses berulangnya daya tahan tubuh dalam

menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian

memang harus diakui bahwa memang penyakit sering di jumpai pada kaum

lanjut usia. Tidak ada batas yang tegas, usia berapa penampilan

seseorang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat

tubuhnya sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak maupun saat

menurunnya. Namun umumnya, fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya

pada umur antara 20 dan 30 tahun. Setelah mencapai puncak, fungsi alat

tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian

menurun sedikit demi sedikit sesuai bertambahnya umur.

Teori yang menerangkan ”Proses Menua”, mulai dari teori degeneratif yang

didasari oleh habisnya daya cadangan vital, teori terajadinya atrofi, yaitu

teori yang mengatakan bahwa proses menua adalah proses evolusi, dan teori

imunologik yaitu teori adanya produk sampah, produk dari tubuh sendiri,

yang makin bertumpuk. Tetapi seperti diketahui, lanjut usia akan

selalu bergandengan dengan perubahan fisiologik maupun psikologik.

Penting untuk diketahui bahwa aktivitas fisik dapat menghambat atau

memperlambat kemunduran fungsi alat tubuh yang disebabkan bertambahnya

umur.

2.2.5 Teori-Teori Biologik Lanjut Usia

1. Teori genetik dan mutasi

Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang

diprogramkan oleh molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya

akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari

sel-sel kelamin dan terjadi penurunan kemampuan fungsional sel.

2. Teori akumulasi dari produk sisa

Kumpulan dari pigmen dalam tubuh, adanya pigmen Lipofuchine di sel

otot jantung dan sel susunan syaraf pusat pada lanjut usia yang

mengakibatkan menganggu fungsi sel itu sendiri.

3. Teori dari reaksi kekebalan sendiri (Auto Immune Theory)

Didalam proses metabolisme tubuh, ada jaringan tubuh tertentu

yang tidak tahan terhadap suatu zat sehingga jaringan tubuh menjadi

lemah dan sakit. Contohnya tambahan kelenjar timus pada usia dewasa

berinvolusi lalu terjadinya kelainan atau imun. (Menurut Goldteris &

Brocklehurst, dalam Darmojo, 1989)

4. Teori immunologi slow virus (Immunology Slow Virus Theory)

Sistem immun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan

masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ

tubuh.

5. Teori stres

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan

tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan

lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel

tubuh lelah terpakai.

6. Teori radikal bebas

Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya

radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen

bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini

menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

7. Teori rantai silang

Sel-sel yang tua atau usang reaksi kimianya menyebabkan ikatan

yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan

kurangnya elastis, kekacauan, dan hilangnya fungsi.

8. Teori program

Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah

setelah sel-sel tersebut mati.

2.2.6 Teori Kejiwaan Sosial

Teori aktivitas (Activity Theory)

Kegiatan secara langsung mengalami penurunan pada lanjut usia,

teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka

yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial, Ukuran optimum pola

hidup dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia. Mempertahankan

hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia

pertengahan ke lanjut usia.

Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)

Teori ini merupakan gabungan dari teori di atas. Pada teori ini

menyatakan bahwa perubahan yang tejadi pada seseorang yang lanjut usia

sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimilikinya.

Teori pembebasan (Disengagement Theory)

Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang

berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau

menarik diri dari pergaulan sekitarnya, ini mengakibatkan interaksi

sosial lanjut usia menurun baik secara kualitas maupun kuantitas

sehingga sering terjadi kehilangan ganda yakni kehilangan peran (Loss of

role), hambatan kontak sosial (Restraction of contacts and relation ships) dan

berkurangnya komitmen (Reduced commitment to social mores and values).

2.2.7 Perubahan Pada Lanjut Usia

Penurunan kondisi fisik

Setelah orang memasuki masa lanjut usia umumnya mulai dihinggapi

adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple

pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin

keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dan lain-lain. Secara

umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami

penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan

gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang

selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada

orang lain. Dalam kehidupan lanjut usia agar dapat tetap menjaga

kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan

fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau

harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memporsir

fisiknya. Seorang lanjut usia harus mampu mengatur cara hidupnya

dengan baik misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara

seimbang.

Penurunan fungsi dan potensi seksual

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering

kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti :

1. Gangguan jantung.

2. Gangguan metabolisme, misal diabetes millitus.

3. Vaginitis.

4. Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi.

5. Kekurangan gizi, karena pencemaan kurang sempuma atau nafsu makan

sangat kurang.

6. Penggunaan obat-obat. tertentu, seperti antihipertensi, gotongan

steroid, tranquilizer.

7. Faktor psikologis yang menyertai lanjut usia antara lain :

- Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada

lanjut usia.

- Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta

diperkuat oleh tradisi dan budaya.

- Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.

- Pasangan hidup telah meninggal.

- Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan

jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun.

Perubahan aspek psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lanjut usia maka ia

mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif

meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian

dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lanjut usia

menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi

hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan,

tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lanjut usia menjadi kurang

cekatan.

Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun

tujuan ideal pensiun adalah agar para lanjut usia dapat menikmati hari

tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan

sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan

penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga

diri.

Perubahan dalam peran sosial di masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi pendengaran, penglihatan, gerak fisik

dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan

pada lanjut usia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran

sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering

menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya di cegah dengan selalu

mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih

sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika

keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan

orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti

mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna

serta merengek-rengek dan menangis bila bertemu orang lain sehingga

perilakunya seperti anak kecil.

2.2.8 Macam Pelayanan Untuk Para Lanjut Usia Yang Ada di Indonesia

Panti Werda (sasana tresna werda) dan Karang Werda (day care

center) yang non panti mulai bermunculan di kota-kota besar di

Indonesia. Pemberian paket-paket perkakas pertukangan pernah diberikan

oleh Departemen Sosial, untuk menaikkan pendapatan dan keterampilan

lanjut usia, peningkatan gizi lanjut usia. Pelayanan bantuan untuk

mengurus tempat tinggal membersihkan, mencuci, memasak dan sebagainya

(home-care nursing, home-help service) dapat dijalankan oleh LSM atau

relawan-relawan disekeliling rumah lanjut usia tersebut. Hal ini dapat

diorganisasikan lebih baik lagi. Pemberian potongan harga, pajak,

ongkas transportasi dan sebagainya mulai banyak diberikan (Darmojo,

1997).

2.2.9 Panti Sosial Tresna Wredha

Panti Sosial Tresna Wredha adalah suatu tempat menampung orang-

orang yang telah lanjut usia yang mempunyai masalah sosial maupun

ekonomi.

Pemerintah mendirikan Panti Tresna Wredha karena adanya

perbedaan nilai antara orang tua dan anak, ketidakmampuan di bidang

ekonomi keluarga, serta keterbatasan waktu bagi keluarga untuk lebih

memperhatikan mereka yang telah lanjut usia.

Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk

pemeliharaan dan perawatan bagi lanjut usia di samping sebagai long stay

rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain

perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan

kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari

pada hidup sendirian dalam masyarakat sebagai seorang lanjut usia.

2.3 Uraian penyakit

2.3.1 DEFINISI

Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas yang tidak dapat

pulih, yang terjadi karena spasme bronkus disebabkan oleh beberapa

penyebab, infeksi atau keletihan. (Smeltzer, 2001)

Asma bronchial adalah suatu penyakit saluran pernapasan bagian

bawah yang disebabkan oleh alergi yang disertai gejela spesifik yaitu

serangan dispneu ekspiratori. (St. Carolus, 2000)

Asma bronchial adalah keadaan klinik yang ditandai dengan masa

penyempitan yang reversibel, dipisahkan oleh masa dimana ventilasi

relatife mendekati normal. (Sylvia,1995).

Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya

respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan

manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya

dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan

( The American Thoracic Society).

2.3.2 ETIOLOGI

Terbagi menjadi 2 faktor.

1. Faktor Ekstrinsik (alergi)

- Serbuk sari

- Bulu-bulu halus

- Asap rokok

- Polusi (debu)

- Makanan

2. Faktor Instrinsik

- Latihan fisik

- Kelelahan

TANDA DAN GEJALA

Gejala umumnya adalah adanya wheezing yang dapat didengar dengan

atau tanpa stetoskop, batuk produktif, nafas pendek (dispneu). Pada

serangan asma biasanya terjadi pada malam hari, dimulai dengan batuk

yang produktif dan kemudian dada terasa tertekan, merasa sesak.

Keadaan seperti ini dapat disertai dengan bising mengi/wheezing.

Gejala dan serangan asma timbul jika seseorang atau pasien terpajan

dengan faktor pencetus.

2.3.5 PERTIMBANGAN GERONTOLOGI

Penurunan secara bertahap dalam fungsi pernapasan yang dimiliki

pada masa dewasa pertengahan dan mempengaruhi struktur juga fungsi

pernapasan. Selama penuaan (40 tahun dan lebih tua), perubahan yang

terjadi dalam alveoli mengurangi area permukaan yang tersedia untuk

pertukaran oksigen dan karbondioksida. Pada usia sekitar 50 tahun,

alveoli mulai kehilangan elastisitasnya. Penebalan kelenjar bronkial

juga meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Kapasitas vital paru

mencapai tingkat maksimal pada usia 20-25 tahun dan menurun setelah

sepanjang kehidupan. Penurunan kapasitas vital paru terjadi sejalan

dengan kehilangan mobilitas dada, dengan demikian membatasi aliran

tidal udara. Perubahan ini mengakibatkan penurunan usia kapasitas

difusi oksigen sejalan dengan peningkatan usia menghasilkan oksigen

erndah dalam sirkulasi arteri.

Meskipun terjadi perubahan ini tidak adanya penyakit pulmonal

kronis, lansia tetap dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari,

tetapi mungkin mengalami pengurangan toleransi terhadap aktivitas yang

berkepanjangan atau olahraga yang berlebihan dan mungkin membutuhkan

istirahat setelah melakukan aktivitas yang lama dan berat.

2.3.6 KOMPLIKASI

1. Emfisema

Bila asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, mengakibatkan

perubahan bentuk thorak.

2. Atelaksitas

Bila secret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat.

3. Bronkotaksis

Bila atelaksitas berlangsung lama.

4. Bronkopneumoni

Bila ada infeksi.

5. Kegagalan nafas dan kegagalan jantung bila asma tidak ditolong

dengan semestinya.

2.3.7 PEMERIKAAN DIAGNOSTIK

1. Rontgen dada

Dapat mengatakan hiperinflasi paru-paru

2. Tes fungsi paru

Dilakukan untuk menentukan penyebab dispneu, menentukan apakah

fungsi abnormal adalah obstruksi atau retraksi untuk memperkirakan

derajat disfungsi dan untuk mengawasi efek terapi.

3. Kapasitas inspirasi

Menurun pada emfisema

4. Bronkogram

Dapat menunjukan dilatasi silindsris bronkus pada inspirasi, kolaps

bronchial pada ekspirasi kuat (emfisema), pembasaran duktus mukosa

yang terlihat pada bronchitis.

5. Kimia darah

Anti aspirin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa

emfisema.

6. Sputum

Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen.

7. EKG, Latihan, Tes stress

Membantu dalam mengatasi derajat disfungsi paru, mengevaluasi

keefektifan terapi bronkodilater, perencanaan, evaluasi dan progam

latihan.

2.3.8 PENATALAKSANAAN MEDIK

1. Tujuan Terapi Asma

- Menyembuhkan dan mengendalikan asma.

- Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya.

- Mengupayakan aktivitas harian senormal mungkin.

- Mencegah obstruksi jalan nafas.

2. Tindakan Preventif

Menghilangkan Alergen penyebab, misalnya asap rokok, bulu kucing dan

debu.

3. Pengobatan

- Bronkodilator :

Agonis B2 ( Terbulitan, Salbutamol dan Fenetrol : lama kerja 4-6

jam)

Agonis B2 Long Action memiliki lama kerja > 12 jam

4. Anti Inflamasi

- Kortikosteroid

- Natrium Kronolin

- Terapi O2

2.3.9 PROSES KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

1. Identitas

Nama, pendidikan, alamat, pekerjaan dll.

2. Riwayat kesehatan

- Alasan datang ke panti.

- Riwayat medik yang lalu.

3. Pola persepsi riwayat kesehatan

- Merokok, minuman keras, obat-obatan, dsb.

- Alergi makanan.

4. Pola aktivitas latihan

5. Pola nutrisi

- Diet, gejala muntah-muntah, anoreksia.

- Nafsu makan, kemampuan menelan.

- Perubahan berat badan, penurunan massa otot.

6. Pola Eliminasi

- Kebiasaan BAB

- Kebiasaan BAK

7. Pola Istirahat Tidur

Gejala : kelelahan, keletihan, malaise.

Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari karena

sulit bernapas, ketidakmampuan untuk tidur, pola tidur

dalam posisi duduk tinggi, dispneu pada saat

istirahat/respon terhadap aktivitas dan latihan.

Tanda : keletihan, gelisah dan insomnia.

8. Sirkulasi

Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah

Tanda : Peningkatan TD

Peningkatan frekuensi jantung, takikardi berat,

distritmia, warna kulit, membran mukosa, sianosis, pucat

dapat menandakan anemia.

9. Intregitas Ego

Gejala : Peningkatan resiko, perubahan pola hidup.

Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.

10. Hygiene

Gejala : - Penurunan kemempuan.

− Peningkatan kebutuhan bantuan dalam melakukan

aktivitas sehari-hari.

Tanda : Kebersihan buruk dan bau badan.

11. Pernapasan

Gejala :

- Napas pendek (timbulnya bunyi dispneu sebagai gejala menonjol pada

empisema) khususnya pada saat bekerja, episode terulangnya sulit

napas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernapas.

- Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama saat

bangun tidur) selama minimum 2 bulan berturut-turut, sedikitnya 2

tahun. Produksi sputum : hijau, putih, kuning.

- Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produktif pada saat

tahap dini meskipun dapat menjadi produktif (emfisema)

- Faktor keluarga/keturunan

- Penggunaan O2 pada malam hari/terus-menerus

Biasanya cepat, dapat lembat, fase ekspirasi dapat memanjang dan

mendengkur.

- Penggunaan alat bantu pernapasan, misalnya meninggikan bahu,

retraksi posasupra clavikula, pernapasan cuping-hidung.

- Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan meningkatkan diameter AP,

gerakan diafragma minimal.

- Bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (Emfisema)

- Warna pucat dengan sianosis, bibir dan dasar kuku abu-abu

keseluruhan, warna merah (bronkitis kronis), biru mengembung,

pasien dengan emfisema sedang sering disebut pink puffer karena

warna kulit normal. Meskipun pertukaran gas tidak normal dan

frekuensi pernapasan cepat.

12. Keamanan

Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat (faktor

lingkungan, adanya infeksi)

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan hipersekresi

mukus/peningkatan sputum.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan bronkospasme.

3. Perubahan pola tidur berhubungan dengan dispneu.

4. Resti infeksi berhubungan dengan penumpukan sekresi mucus di jalan

nafas.

5. Resti difisit cairan berhubungan dengan peningkatan IWL.

INTERVENSI DAN RASIONAL

1. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan hipersekresi mukus.

Kriteria hasil :

- Menunjukan adanya jalan napas pasien dengan bunyi napas bersih

(vesikuler).

- Mukus dapat dikeluarkan.

Intervensi Rasional

- Observasi frekuensi pernapasan

- Catat inspirasi dan ekspirasi

- Observasi karakteristik batuk,

bantu tindakan memperbaiki

keefektifan upaya batuk

- Dorong klien untuk bernapas

dalam, batuk efektif postural

drainase

- Berikan nebulizer dan espektoran

- Takipneu biasanya terjadi selama

proses infeksi

- Kronis pernapasan adalah

tergantung pada tahap kronis

- Pencetus tipe reaksi alergi

pernapasan

- Batuk dapat menetap tapi tidak

efektif pada posisi duduk

- Untuk membantu mengencerkan

dahak

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan bronkus spasme

Kriteria hasil : - Memperbaiki jalan napas dan bunyi nafas bersih

- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan

napas

Intervensi Rasional

- Observasi frekuensi, kedalaman

pernapasan, cara penggunaan

- Berguna dalam evaluasi derajat

distress pernapasan dan

otot aksesori, napas bibir

- Auskultasi bunyi napas area

penurunan aliran udara/bunyi

nafas tambahan

- Atur posisi klien, tinggikan

kepala klien untuk napas dalam

- Berikan terapi O2

- Berikan nebulizer dan

ekspektoran

kronisnya suatu penyakit

- Bunyi napas redup aliran

udara/area konsolidasi

mengidentifikasi spasme bronkus

- Pengiriman O2 dapat diperbaiki

dalam posisi duduk, latihan

napas dalam untuk menurunkan

kolaps jalan napas

- Dapat memperbaiki jalan nafas

- Sebagai bronkodilator dan

pengencer dahak

3. Perubahan pola tidur berhubungan dengan dispneu

Kriteria hasil : - Aktivitas istirahat dan tidur dapat terpenuhi.

Intervensi Rasional

- Memberikan kesempatan untuk

berinteraksi dan tidur sejenak

- Anjurkan teknik distraksi

- Anjurkan klien untuk mandi

sebelum tidur

- Anjurkan klien dan kelurga untuk

membersihkan tempat tidur

- Berikan makanan ringan di sore

hari dan susu hangat

- Meningkatkan kondisi kesehatan

tubuh

- Membantu klien dalam proses

istirahat

- Tubuh yang bersih meningkatkan

rasa nyaman

- Meningkatkan kenyamanan

- Meningkatkan relaksasi