askep hemofilia - xdocs.net

10
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hemofilia merupakan kelainan pembekuan darah yang diturunkan secara X-linked recessive. Dikenal 2 macam hemofilia yaitu hemofilia A karena defisiensi F VIII dan hemofilia B dengan defisiensi faktor IX. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat perdarahan, gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan hemostasis penyaring dijumpai APTT memanjang sedang semua tes lain memberi hasil normal. Untuk membedakan hemofilia A dengan hemofilia B dapat dikerjakan pemerikasaan TGT atau diferensial APTT, tetapi dengan tes ini tidak dapat ditentukan aktivitas F VIII atau IX. Untuk mengetahui aktivitas masing masing faktor perlu dilakukan assay F VIII dan F IX. Hemofilia A juga perlu dibedakan dari penyakit von Willebrand karena penyakit ini dapat dijumpai aktivitas F VIII yang rendah. Untuk membedakannya dilakukan pemeriksaan masa perdarahan dan pemeriksaan terhadap faktor von Willebrand. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari hemofilia? 2. Bagaimana konsep dari penyakit hemofilia? 3. Bagaimana kosep asuhan keperawatan pada klien hemofilia? 1.3 Tujuan masalah 1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian hemofilia 2. Untuk mengetahui dan memahami konsep dari penyakit hemofilia 3. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien hemofilia 1.4 Sistematika Penulisan Dalam pembuatan makalah ini, penyusun menyusun sistematika penulisan menjadi tiga bab yang terdiri dari bab I pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan masala, sistematika penulisan. Bab II tinjauan kasus yang berisi tentang pengertian dari hemofilia, penyebab/etiologi dari hemofilia, patofisiologis dari hemofila, manifestasi klinis dari hemofilia, pemeriksaan penunjang dari hemofilia, penatalaksanaan medis dari hemofilia, dan asuhan keperawataan dari hemofilia. Dan bab III berisi tentang kesimpulan

Transcript of askep hemofilia - xdocs.net

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hemofilia merupakan kelainan pembekuan darah yang diturunkan secara X-linked recessive.

Dikenal 2 macam hemofilia yaitu hemofilia A karena defisiensi F VIII dan hemofilia B dengan

defisiensi faktor IX. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat perdarahan, gambaran klinik dan

pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan hemostasis penyaring dijumpai APTT memanjang

sedang semua tes lain memberi hasil normal. Untuk membedakan hemofilia A dengan hemofilia B

dapat dikerjakan pemerikasaan TGT atau diferensial APTT, tetapi dengan tes ini tidak dapat

ditentukan aktivitas F VIII atau IX. Untuk mengetahui aktivitas masing – masing faktor perlu

dilakukan assay F VIII dan F IX. Hemofilia A juga perlu dibedakan dari penyakit von Willebrand karena

penyakit ini dapat dijumpai aktivitas F VIII yang rendah. Untuk membedakannya dilakukan

pemeriksaan masa perdarahan dan pemeriksaan terhadap faktor von Willebrand.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari hemofilia?

2. Bagaimana konsep dari penyakit hemofilia?

3. Bagaimana kosep asuhan keperawatan pada klien hemofilia?

1.3 Tujuan masalah

1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian hemofilia

2. Untuk mengetahui dan memahami konsep dari penyakit hemofilia

3. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien hemofilia

1.4 Sistematika Penulisan

Dalam pembuatan makalah ini, penyusun menyusun sistematika penulisan menjadi tiga bab

yang terdiri dari bab I pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan masala,

sistematika penulisan. Bab II tinjauan kasus yang berisi tentang pengertian dari hemofilia,

penyebab/etiologi dari hemofilia, patofisiologis dari hemofila, manifestasi klinis dari hemofilia,

pemeriksaan penunjang dari hemofilia, penatalaksanaan medis dari hemofilia, dan asuhan

keperawataan dari hemofilia. Dan bab III berisi tentang kesimpulan

2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima y a n g

b e r a r t i d a r a h d a n philia yang berarti cinta atau kasih sayang.Hemofilia adalah suatu penyakit

yang diturunkan, yang artinya diturunkandari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut

dilahirkan.

Hemofilia adalah suatu penyakit keturunan yang mengakibatkan darah seseorang sukar

membeku di waktu terjadinya luka. Biasanya darah orang normal bila keluar dari luka akan

membeku dalam waktu 5-7 menit. Akan tetapi pada orang hemofilia, darah akan membeku

antara 50 menit sampai

2 jam, sehingga menyebabkan orang meninggal dunia karena kehilangan banyak

darah. (Suryo,1986.211).

Hemofilia adalah kelainan koagulasi darah bawaan yang paling sering dan serius

yang berhubungan dengan defisiensi faktor VIII, IX, atau XI. Biasanya hanya terdapat pada anak

laki-laki, terpaut kromosom X dan bersifat resesif.(Kapita Selekta Kedokteran, 2000)

Hemofilia adalah diathesis hemoragis (kecendrungan untuk mengalami pembekuan darah

yang abnormal) yang bersifat herediter akibat

defisiensifaktor VIII koagulasi dan ditandai dengan perdarahan intramuscular dan subkutis

spontan / traumatik, perdarahan dari mulut, gusi, bibir, dan lidah,hematuria dan

hemartrosis. (Dorland, 1994)

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hemofilia adalah

kelainan koagulasi darah (kondisi darah seseorang sulit membeku saatterjadinya luka) bawaan/k

eturunan (biasanya terjadi pada anak laki-laki,karena terpaut kromosom X dan bersifat

resesif) yang berhubungan dengandefisiensi faktor VIII, IX, atau XI.

2.2 Etiologi

1. Faktor Genetik

Hemofilia atau penyakit gangguan pembekuan darah memang menurun darigenerasi ke

generasi lewat wanita pembawa sifat (carier) dalam keluarganya,yang bisa secara langsung

maupun tidak. Seperti kita ketahui, di dalam setiapsel tubuh manusia terdapat 23 pasang

kromosom dengan bebagai macam fungsidan tugasnya. Kromosom ini menentukan sifat

3

atau ciri organisme,

misalnyatinggi, penampilan, warna rambut, mata dan sebagainya. Sementara, sekelamin

adalah sepasang kromosom di dalam inti sel yang menentukan jenis kelamin makhluk

tersebut. Seorang pria mempunyai satu kromosom X dan satu kromosom Y, sedangkan

wanita mempunyai dua kromosom X. Pada kasus hemofilia, kecacatan terdapat pada

kromosom X akibat tidak adanya

proteinfaktor VIII dan IX (dari keseluruhan 13 faktor), yang diperlukan bagi komponen dasar

pembekuan darah (fibrin). (Price & Wilson, 2003.)

2. Faktor Epigenik

Hemofilia A disebabkan kekurangan faktor VIII dan hemofilia B disebabkan kekurangan

faktor IX. Kerusakan dari faktor VIII dimana tingkat sirkulasi yang fungsional dari faktor VIII

ini tereduksi. Aktifasi reduksi dapat

menurunkan jumlah protein faktor VIII, yang menimbulkan abnormalitas dari protein.

Faktor VIII menjadi kofaktor yang efektif untuk faktor IX yang aktif, faktor VIII aktif, faktor IX

aktif, fosfolipid dan juga kalsium bekerja sama untuk membentuk fungsional aktifasi faktor X

yang kompleks (”Xase”), sehinggahilangnya atau kekurangan kedua faktor ini dapat

mengakibatkan kehilangan atau berkurangnya aktifitas faktor X yang aktif dimana berfungsi

mengaktifkan protrombin menjadi trombin, sehingga jika trombin mengalami penurunan pe

mbekuan yang dibentuk mudah pecah dan tidak bertahan

mengakibatkan pendarahan yang berlebihan dan sulit dalam penyembuhan luka(Price &Wils

on, 2003)

2.3 Patofisiologi

Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan

factor pembekuan VII (hemofiliaA) atau faktor IX (hemofilia B atau penyakit Christmas).

Keadaan ini adalah penyakit kongenital yang diturunkan oleh gen resesif X-linked dari pihak

ibu. Faktor VIII dan faktor IX adalah protein plasma yang merupakan komponenen yang

diperlukan untuk pembekuan darah, faktor-faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan

bekuan fibrin pada tempat pembuluh cedera. Hemofilia berat terjadi bila kosentrasi factor

VIII dan IX plasma kurang dari 1%. Hemofilia sedang terjadi bila kosentrasi plasma antara 1%

dan 5%, dan hemofilia ringan terjadi bila kosentrasi plasma antara 5% dan 25% dari kadar

normal. Manifestasi klinisnya bergantung pada umur anak dan hebatnya defisiensi factor VIII

4

dan IX. Hemofilia berat ditandai perdarahan kambuhan, timbul spontan atau setelah trauma

yang relative ringan. Tempat perdarahan paling umum adalah di dalam persensian lutut,

siku, pergelangan kaki, bahu, dan pangkal paha. Otot yang paling sering terkena adalah

fleksor lengan bawah, gastroknemius, dan iliopsoas. Karena kemajuan dalam bidang

pengobatan, hamper semua pasien hemofilia diperkirakan dapat hidup normal (Betz &

Sowden, 2002).

Kecacatan dasar dari hemofilia A adalah defisiensi factor VIII antihemophlic factor

(AHF). AHF diproduksi oleh hati dan merupakan factor utama dalam pembentukan

tromboplastin pada pembekuan darah tahap I. AHF yang ditemukan dalam darah lebih

sedikit, yang dapat memperberat penyakit. Trombosit yang melekat pada kolagen yang

terbuka dari pembuluh yang cedera, mengkerut dan melepaskan ADP serta faktor 3

trombosit, yang sangat penting untuk mengawali system pembekuan, sehingga untaian

fibrin memendek dan mendekatkan pinggir-pinggir pembuluh darah yang cedera dan

menutup daerah tersebut. Setelah pembekuan terjadi diikuti dengan sisitem fibrinolitik yang

mengandung antitrombin yang merupakan protein yang mengaktifkan fibrin dan memantau

mempertahankan darah dalam keadaan cair.

Penderita hemofilia memiliki dua dari tiga faktor yang dibutuhkan untuk proses pembekuan

darah yaitu pengaruh vaskuler dan trombosit (platelet) yang dapat memperpanjang periode

perdarahan, tetapi tidak pada tingat yang lebih cepat. Defisiensi faktor VIII dan IX dapat

menyebabkan perdarahan yang lama karena stabilisasi fibrin yang tidak memadai. Masa

perdarahan yang memanjang, dengan adanya defisiensi faktor VIII, merupakan petunjuk

terhadap penyakit von willebrand. Perdarahan pada jaringan dapat terjadi dimana saja,

tetapi perdahan pada sendi dan otot merupakan tipe yang paling sering terjadi pada

perdarahan internal. Perubahan tulang dan kelumpuhan dapat terjadi setelah perdarahan

yang berulang-ulang dalam beberapa tahun. Perdarahan pada leher, mulut atau dada

merupakan hal yang serius, sejak airway mengalami obstruksi. Perdarahan intracranial

merupakan salah satu penyebab terbesar dari kematian . Perdarahan pada gastrointestinal

dapat menunjukkan anemia dan perdarahan pada kavum retroperitoneal sangat berbahaya

karena merupakan ruang yang luas untuk berkumpulnya darah. Hematoma pada batang

otak dapat menyebabkan paralysis (Wong, 2001). Ganguan pembekuan darah itu dapat

terjadi; Gangguan itu dapat terjadi karena jumlah pembeku darah jenis tertentu kurang dari

jumlah normal, bahkan hampir tidak ada.

5

Setiap sel di dalam tubuh memiliki struktur – struktur yang di sebut kromosom

(chromosomes). Didalam ilmu kimia, sebuah rantai kromosom yang panjang disebut DNA.

DNA ini disusun kedalam ratusan unit yang di sebut gen yang dapat menentukan beberapa

hal, seperti warna mata seseorang.

Setiap sel terdiri dari 46 kromosom yang disusun dalam 23 pasang. Salah satu pasangnya

dikenal sebagai kromosom seks, atau kromosom yang menentukan jenis kelamin manusia.

Wanita memiliki dua kromosom X dalam satu pasang, dan pria memiliki satu kromosom X,

dan satu kromosom Y dalam satu pasang.

2.4 Manifestasi Klinis

Karena faktor VIII tidak melewati plasenta, kecendrungan perdarahan dapat

terjadi dalam periode neonatal. Kelainan diketahui bila pasien mengalami perdarahan setela

h mendapat tindakan sirkumsisi. Setelah pasien memasuki usia anak-anak aktif, sering

terjadi memar atau hematoma yang hebat sekalipun trauma yang mendahuluinya ringan.

Laserasi kecil, seperti luka di lidah atau bibir, dapat berdarah sampai berjam-jam atau

berhari-hari. Gejala khasnya adalah perdarahan sendi (hemartrosis) yang nyeri dan

menimbulkan keterbatasan gerak, dapat timbul spontan maupun akibat trauma ringan,

manifestasi yang sering terjadi adalah:

Hematom pada jaringan lunak

Hemartosis dan kontraktur sendi

Hematuria

Perdarahan serebral

Terjadinya perdarahan dapat menyebabkan takikardi, takipnea, dan hipotensi

2.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Uji trombosit (150.000-400.000)

2. uji pembendungan

3. masa perdarahan

4. PT (prothrombin time - masa protrombin plasma)

Uji masa protrombin (prothrombin time, PT) untuk menilai kemampuan faktor

koagulasi jalur ekstrinsik dan jalur bersama, yaitu : faktor I (fibrinogen), faktor II

(prothrombin), faktor V (proakselerin), faktor VII (prokonvertin), dan faktor X (faktor

Stuart). Perubahan faktor V dan VII akan memperpanjang PT selama 2 detik atau

6

10% dari nilai normal. Pada penyakit hati PT memanjang karena sel hati tidak dapat

mensintesis protrombin.

PT memanjang karena defisiensi faktor koagulasi ekstrinsik dan bersama jika

kadarnya <30%

5. APTT (activated partial thromboplastin time – masa tromboplastin parsial

teraktivasi)

Tromboplastin parsial adalah fosfolipid yang berfungsi sebagai penggantiplatelet

factor 3 (PF3), dapat berasal dari manusia, tumbuhan dan hewan, dengan aktivator

seperti kaolin, ellagic acid, micronized silica atau celite. Reagen komersil yang dipakai

misalnya CK Prest 2 yang berasal dari jaringan otak kelinci dengan kaolin sebagai

aktivator. Reagen Patrhrombin SL menggunakan fosfolipid dari tumbuhan dengan

aktivator micronized silica.

Masa tromboplastin parsial teraktivasi (activated partial thromboplastin time, APTT)

adalah uji laboratorium untuk menilai aktifitas faktor koagulasi jalur intrinsik dan

jalur bersama, yaitu faktor XII (faktor Hagemen), pre-kalikrein,kininogen, faktor XI

(plasma tromboplastin antecendent, PTA), faktor IX (factor Christmas), faktor VIII

(antihemophilic factor, AHF), faktor X (faktor Stuart), faktor V (proakselerin), faktor II

(protrombin) dan faktor I(fibrinogen). Tes ini untuk monitoring terapi heparin atau

adanya circulating anticoagulant. APTT memanjang karena defisiensi faktor

koagulasi instrinsik dan bersama jika kadarnya <> 7 detik dari nilai normal, maka

hasil pemeriksaan itu dianggap abnormal.

APTT memanjang dijumpai pada :

a) Defisiensi bawaan

Jika PPT normal kemungkinan kekurangan :

Faktor VIII

Faktor IX

Faktor XI

Faktor XII

Jika faktor-faktor koagulasi tersebut normal, kemungkinan kekurangan HMW

kininogen (Fitzgerald factor)

Defisiensi vitamin K, defisiensi protrombin, hipofibrinogenemia.

b) Defisiensi didapat dan kondisi abnormal seperti :

7

Penyakit hati (sirosis hati)

Leukemia (mielositik, monositik)

Penyakit von Willebrand (hemophilia vaskular)

Malaria

Koagulopati konsumtif, seperti pada disseminated intravascular

coagulation (DIC)

Circulating anticoagulant (antiprothrombinase atau circulating

anticoagulant terhadap suatu faktor koagulasi)

Selama terapi antikoagulan oral atau heparin

c) Penetapan

Pemeriksaan APTT dapat dilakukan dengan cara manual (visual) atau dengan alat

otomatis (koagulometer), yang menggunakan metode foto-optik dan elektro-

mekanik. Teknik manual memiliki bias individu yang sangat besar sehingga tidak

dianjurkan lagi. Tetapi pada keadaan dimana kadar fibrinogen sangat rendah dan

tidak dapat dideteksi dengan alat otomatis, metode ini masih dapat digunakan.

Metode otomatis dapat memeriksa sampel dalam jumlah besar dengan cepat dan

teliti.

Prinsip dari uji APTT adalah menginkubasikan plasma sitrat yang mengandung semua

faktor koagulasi intrinsik kecuali kalsium dan trombosit dengan tromboplastin parsial

(fosfolipid) dengan bahan pengaktif (mis. kaolin, ellagic acid, mikronized

silica atau celite koloidal). Setelah ditambah kalsium maka akan terjadi bekuan fibrin.

Waktu koagulasi dicatat sebagai APTT.

Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah darah vena dengan antikoagulan

trisodium sitrat 3.2% (0.109M) dengan perbandingan 9:1. Gunakan tabung plastik

atau gelas yang dilapisi silikon. Sampel dipusingkan selama 15 menit dengan

kecepatan 2.500 g. Plasma dipisahkan dalam tabung plastik tahan 4 jam pada suhu

20±5oC. Jika dalam terapi heparin, plasma masih stabil dalam 2 jam pada suhu

20±5oC kalau sampling dengan antikoagulan citrate dan 4 jam pada suhu 20±5oC

kalau sampling dengan tabung CTAD.

8

d) Nilai Rujukan

Nilai normal uji APTT adalah 20 – 35 detik, namun hasil ini bisa bervariasi untuk

tiap laboratorium tergantung pada peralatan dan reagen yang digunakan.

6. TT (thrombin time – masa trombin) (normalnya 10-13 detik).

2.6 Penatalaksanaan Medis

Penanganan masalah ini sangat sulit dan kadang tidak berhasil, tetapi penatalaksanaan biasa

dapat dilakuakan, meliputi:

1. Pemberian konsetrat faktor VIII dan IX

Di masa lalu, satu-satunya penanganan untuk hemofilia adalah plasma segar beku, yang

harus diberikan dalam jumlah besar, sehingga klien akan mengalami kelebihan cairan.

Konsentrat dibeikan apabila klien mengalami perdarahan aktif atau sebagai upaya

pencegahan sebelum pencabutan gigi atau pembedahan. Klien dan keluarganya harus

diajar cara memberikan konsentrat, sehingga kadar faktor tersebut tidak dapat dinaikan.

2. Asam tranexamic

Asam tranexamic adalah penghambat enzim fibrinolitik. Obat ini dapat memperlambat

kelarutan bekuan darah yang sedang terbentuk, dan dapat digunakan setelah

pembedahan mulut klien dengan hemofilia.

2.7 Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Fokus pengkajian pada klien hemofilia adalah mengkaji adanya perdarahan

internal (abdominal, dada, atau nyeri pinggang, terdapat darah dalam urine, usus,

atau muntahan); hematom otot; dan perdarahan dalam rongga sendi. Derajat

perdarahan berkaitan dengan banyaknya aktivitas faktor dan beratnya cedera.

Perdarahan spontan, hematrosis (perdarahan sendi), dan perdarahan pada jaringan

bagian dalam, ditemukan pada tingkat aktivitas faktor kurang dari 1%. Namun jika

tingkat aktivitas mencapai 5% atau lebih, perdarahan umumnya berkaitan dengan

trauma atau tindakan pembedahan. Perdarahan biasanya ditemukan pertama kali

pada sirkumsisi.

9

Penyakit ini bisa sangat berat, ditandai dengan memar besar dan meluas,

serta perdarahan ke dalam otot, sendi, dan jaringan lunak meskipun hanya akibat

trauma kecil. Klien sering merasakan nyeri pada sendi sebelum tampak adanya

pembengkakan dan keterbatasan gerak. Perdarahan sendi berulang dapat

mengakibatkan kerusakan berat sampai terjadi nyeri kronis dan ankilosis (fiksasi)

sendi. Kebanyakan klien mengalami kecacatan akibat kerusakan sendi sebelum

mereka dewasa. Hematuri spontan dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi.

Penyakit ini sudah diketahui saat awal masa anak-anak, biasanya saat usia sekolah

sebelum tersedia konsentrat faktor VIII, kebanyakan klien meninggal akibat

komplikasi hemofilia sebelum mereka mencapai usia dewasa. Ada juga penderita

hemofilia dengan defisiensi yang ringan, mempunyai sekita 5% dan 25% kadar faktor

VIII dan IX normal.

Pengkajian tanda vital dan pengukuran tekanan hemodinamika untuk

melihat adanya tanda hipovolemia. Pengkajian ekstrimitas dan tubuh diperiksa

dengan teliti kalau ada tanda hemato. Semua sendi dikaji akan adanya

pembengkakan, keterbatasan gerak, dan nyeri. Klien ditanya mengenai adanya

keterbatasan aktivitas dan gerakan yang dialami sebelumnya dan setiap alat bantu

yang digunakann seperti bidai, tongkat, atau kruk.

Pengkajian psikososial yang pada klien dan keluraga bagaimana mereka

dankeluarganya menghadapi kondisi upaya yang biasanya digunakan untuk

mencegah episode perdarahan, serta setiap keterbatasan yang diakibatkan oleh

kondisi ini terhadap gaya hidup dan aktivitas sehari-hari.

Pengkajian tingkat pengetahuan klien dan keluarga tenteang kondisi sakit

dan penatalaksanaan. Data tersebut sangat penting untuk menentukan sajauh mana

klien mampu menerima kondisinya serta penyuluhan apa yang perlu diberikan

kepada klien dan keluarganya mengenai upaya pencegahan terhadap trauma.

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pengkajian, diagnosis keperawatan untuk klien ini mencakup yang

berikut:

a. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan sendi dan kekakuan ekstremitas

akibat adanya hematom.

b. Aktual/ risiko tinggi trauma yang berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik,

kelainan proses pembekuan darah, ketidaktahuan manajemen penurunan risiko

trauma.

10

c. Koping individu atau keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis

penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran.

d. Kecemasan individu dan keluarga yang berhubungan dengan prognosis sakit

3. Intervensi Keperwatan

Tujuan dari intervensi keperawatan pada klien ini adalah terdapat penururnan

respons nyeri dada, tidak terdapat trauma, keluarga mampu menciptakan koping

yang positif, dan kecemasan klien berkurang.

Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan sendi dan kekakuan ekstremitas akibat

adanya hemato.

Tujuan: dalam waktu 3x24 jam terdapat penurunan respons nyeri dada

Kriteria: secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri, secara objektif

didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi

penurunan perfusi periferi.

INTERVENSI RASIONAL

Catat karakteristik nyeri, lokasi,

intensitas, serta lama dan

penyebarannya.

Variasi penampilan dan perilaku klien

karena nyeri terjadi sebagai temuan

pengkajian

Lakukan manajemen nyeri keperawatan;

1. Atur posisi fisiologis

Posisi fisiologis akan meningkatkan

asupan O2 ke jaringan yang mengalami

nyeri sekunder dari iskemia.

2. Istirahatkan klien Istarahat akan menurunkan kebutuhan

O2 jaringan perifer, sehingga akann

kebutuhan demand oksigen jaringan

3. Manajemen lingkungan:

lingkungan tenang dan batasi

pengunjung.

Lingkungan tenang akan menurunkan

stimulus nyeri eksternal dan pembatasan

pengunjung akan membantu

meningkatkan kondisi O2 ruangan yang

akan berkurang apabila banyak

pengunjung yang berada di ruangan

4. Jarakan teknik relaksasi

pernafasan dalam.

Meningkatkan suplai O2 sehingga akan

menurunkan nyeri sekunder dari iskemia

jaringan

5. Ajarkan teknik distraksi pada Distraksi (pengalihan perhatian) dapat