Sepsis Neonatorum

15
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sepsis Neonatorum Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia 0 sampai 28 hari. Neonatus dibagi menjadi dua yaitu neonatus dini bayi baru lahir sampai berumur 7 hari dan neonatus lanjut bayi yang berumur 8-28 hari. Definisi sepsis adalah sindrom/kumpulan gejala respon inflamasi sistemik (Systemic Inflamatary Respons Syndrome-SIRS) yang terjadi sebagai akibat infeksi bakteri, virus, jamur ataupun parasit (Aminullah, 2014). Departemen Kesehatan RI (2007) mendefinisikan sepsis neonatus adalah suatu sindrom klinis dari penyakit sistemik karena infeksi selama satu bulan pertama kehidupan bayi yang disebabkan antara lain oleh bakteri, virus, jamur dan protozoa (Mohtar, 2005). Sepsis neonatorum merupakan sindrom klinis bakteremia yang ditandai gejala dan tanda sistemik terutama pada bulan pertama kehidupan. Sepsis neonatorum dibedakan menjadi dua jenis yaitu Sepsis Awitan Dini (SAD) timbul dalam 72 jam pertama kehidupan dan Sepsis Awitan Lambat (SAL) yang timbul setelah 72 jam kehidupan (Jain, 2003). Infeksi pada neonatus dapat terjadi pada saat fase antenatal yaitu infeksi yang berasal dari ibu melewati plasenta dan umbilikus yang masuk ke janin, disebabkan oleh Streptococcus group B (SGB). Infeksi disebabkan oleh virus

description

sepsis pada bbl, dan kegawatan sepsis pada bbl

Transcript of Sepsis Neonatorum

Page 1: Sepsis Neonatorum

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Sepsis Neonatorum

Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia 0 sampai 28 hari. Neonatus

dibagi menjadi dua yaitu neonatus dini bayi baru lahir sampai berumur 7 hari dan

neonatus lanjut bayi yang berumur 8-28 hari.

Definisi sepsis adalah sindrom/kumpulan gejala respon inflamasi sistemik

(Systemic Inflamatary Respons Syndrome-SIRS) yang terjadi sebagai akibat infeksi

bakteri, virus, jamur ataupun parasit (Aminullah, 2014). Departemen Kesehatan RI

(2007) mendefinisikan sepsis neonatus adalah suatu sindrom klinis dari penyakit

sistemik karena infeksi selama satu bulan pertama kehidupan bayi yang disebabkan

antara lain oleh bakteri, virus, jamur dan protozoa (Mohtar, 2005).

Sepsis neonatorum merupakan sindrom klinis bakteremia yang ditandai

gejala dan tanda sistemik terutama pada bulan pertama kehidupan. Sepsis neonatorum

dibedakan menjadi dua jenis yaitu Sepsis Awitan Dini (SAD) timbul dalam 72 jam

pertama kehidupan dan Sepsis Awitan Lambat (SAL) yang timbul setelah 72 jam

kehidupan (Jain, 2003).

Infeksi pada neonatus dapat terjadi pada saat fase antenatal yaitu infeksi

yang berasal dari ibu melewati plasenta dan umbilikus yang masuk ke janin,

disebabkan oleh Streptococcus group B (SGB). Infeksi disebabkan oleh virus

Page 2: Sepsis Neonatorum

10

menembus plasenta, antara lain virus rubella, herpes, sitomegalokoksaki, influesa,

parotitis. Bakteri yang dapat melewati plasenta antara lain malaria, sipilis dan

toxoplasma. Infeksi pada fase intranatal yaitu infeksi yang berasal dari vagina yang

sering menyebabkan ketuban pecah dini lebih dari 18-24 jam. Hal ini dapat

menyebabkan bayi terkontaminasi kuman melalui saluran pernapasan ataupun saluran

cerna (Aminullah, 2014). Cara lain yaitu saat persalinan, dimana infeksi terjadi pada

janin melalui kulit bayi atau port de entre yaitu saat bayi melewati jalan lahir yang

terkontaminasi oleh kuman misalnya herpes genetalia, candida albicans dan

gonorrhea. Infeksi yang didapat saat pascanatal yaitu infeksi yang terjadi sesudah

kelahiran yang disebabkan infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (melalui

alat-alat penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol

minuman (dot). Perawat atau tenaga kesehatan yang bertugas memberikan asuhan

kepada bayi, dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Infeksi ini juga dapat

melalui luka umbilikus (Surasmi, 2003).

2.2 Gejala Sepsis

Menurut Surasmi (2003), tanda dan gejala sepsis neonatorum biasanya tidak

jelas dan non spesifik. Tanda dan gejala dari sepsis neonatorum berupa tanda dan

gejala umum seperti hipertermia atau hipotermi bahkan normal, aktivitas lemah atau

tidak tampak sakit, berat badan menurun tiba-tiba, terdapatnya tanda dan gejala

gangguan saluran pernapasan seperti dispnea, takipnea, apnea, tampak tarikan otot

pernapasan, merintih, mengorok, dan pernapasan cuping hidung.

Page 3: Sepsis Neonatorum

11

Neonatus memiliki risiko sepsis bila memenuhi dua kriteria risiko mayor

atau satu kriteria risiko mayor ditambah dua kriteria minor. Faktor risiko mayor yaitu

ketuban pecah dini>18 jam, demam intrapatum >38 °C, korioamnionitis, ketuban

berbau, denyut jantung janin >160x/menit. Faktor risiko minor yaitu ketuban pecah

dini>12 jam, demam intrapartum >37°C, skor APGAR rendah, BBLSR, usia

kehamilan <37 minggu, gemeli / kembar, keputihan dan infeksi saluran kencing

(Wilar, 2010).

Bayi didiagnosis sepsis berdasarkan adanya gejala klinik seperti letargi,

reflek hisap menurun, merintih, iritabel, kejang, terdapat gangguan kardiovaskuler,

gangguan hematolitik, gangguan gastrointestinal, gangguan respirasi waktu

pengosongan lambung memanjang dan pemeriksaan laboratorium seperti

CRP>10mg/L, IT ratio≥0,25, leukosit <5000/µL atau >30.000/ µL dengan atau tanpa

biakan darah positip (Wilar, 2010).

2.3 Faktor Risiko Sepsis Neonaturum

2.3.1 Faktor sosiodemografi

2.3.1.1 Umur bayi

Penelitian yang dilakukan Jumah (2007), mendapatkan angka kematian akibat

sepsis secara signifikan lebih tinggi pada bayi berusia kurang dari tujuh hari

dibandingkan pada bayi yang berusia lebih dari tujuh hari (p<0,001). Lestari (2012)

Page 4: Sepsis Neonatorum

12

mendapatkan proporsi kejadian sepsis di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada neonatal

dini sebesar 83,3% dan pada neonatal lanjut 16,7%.

2.2.1.2 Jenis kelamin bayi

Bayi laki-laki beraktifitas lebih kuat daripada bayi perempuan, sehingga bayi

laki-laki memerlukan O2 lebih banyak, apabila kandungan O2 di dalam tubuh kurang

menyebabkan bakteri anaerob berkembang. Penelitian Simbolon (2008), tentang

faktor risiko sepsis pada bayi baru lahir di RSUD Curup Kabupaten Rejang Lebong

terhadap 327 bayi lahir hidup, 117 diantaranya menderita sepsis neonatorum. Faktor

risiko yang sering adalah jenis kelamin bayi laki-laki berisiko 2 kali dibandingkan

bayi perempuan OR=2.279, CI:1,143-4,546. Penelitian Lestari (2012) menyebutkan

proporsi kejadian sepsis neonatorum pada bayi dengan jenis kelamin laki-laki 64,8%

dan perempuan 35,2%.

2.2.1.3 Usia ibu

Usia ibu melahirkan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu remaja, usia

produktif dan berisiko. Usia remaja bila <20 tahun, produktif 20-30 tahun dan

berisiko >35 tahun. Ibu melahirkan berusia kurang dari 20 tahun sangat berisiko

terhadap kematian bayi baru lahir, karena organ reproduksi ibu yang berusia kurang

dari 20 tahun masih matur/belum matang. Emosional juga belum stabil serta masih

tergantung pada orang lain. Kehamilan di atas usia 35 tahun tidak dianjurkan, karena

pada usia di atas 35 tahun selain sangat berbahaya juga karena usia ini ibu sering

muncul penyakit seperti hipertensi, penyakit degenerative pada persendian tulang

belakang dan panggul. Kematian terbanyak terjadi di RS Telogorejo Semarang adalah

Page 5: Sepsis Neonatorum

13

pada usia ibu 30-34 tahun (37,5%) dan banyak mengalami kematian bayi. Umur ibu

menjadi faktor penting untuk mengurangi dan mencegah terjadinya kematian bayi.

Menurut Lestari (2012) prosentase pasien dengan sepsis neonatorum berdasarkan

karakteristik usia ibu adalah ibu dengan umur <20 tahun 5,5%, ibu berumur 20-35

tahun 74% dan ibu berumur >35 tahun 20,4%.

2.2.1.4 Pendidikan ibu

Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian

dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Makin

tinggi pendidikan seseorang, makin tinggi pula kesadaran tentang hak yang

dimilikinya, hal ini akan meningkatkan tuntutan terhadap hak untuk memperoleh

informasi, hak untuk menolak/menerima pengobatan yang ditawarkan (Notoatmojo,

2007). Ibu dengan pendidikan yang cukup dinilai akan lebih banyak mendapat

informasi yang dibutuhkannya, sedangkan ibu berpendidikan tinggi diharapkan lebih

mudah menyerap suatu informaasi dan himbauan yang diterima. Hal tersebut

memungkinkan ibu dapat memilih serta menentukan tindakan terbaik dalam

perawatan dan pemeriksaan kehamilan, sehingga pendidikan yang paling berpengaruh

dalam kehamilan adalah pendidikan ibu (Simbolon, 2008). Sarwani (2011)

mendapatkan ibu dengan pendidikan rendah mempunyai risiko 2,9 kali lebih besar

bayinya mengalami kematian perinatal dibandingkan ibu yang berpendidikan tinggi

95%CI:1,2-7,2. Penelitian Junara (2010) tentang insiden dan faktor yang

berhubungan dengan sepsis neonatus di RSUP Sanglah Denpasar mendapatkan

karakteristik ibu dengan pendidikan SMA merupakan jumlah terbanyak 44,0%.

Page 6: Sepsis Neonatorum

14

2.2.1.5 Pekerjaan ibu

Tanggung jawab dan tugas ibu adalah mengelola rumah tangga, mengasuh

dan merawat anak, tetapi banyak juga yang bekerja untuk membantu menopang

kehidupan keluarganya, hal ini merupakan ciri khas di negara berkembang. Ibu yang

menjadi pekerja keras dengan masukan gizi yang kurang selama kehamilannya akan

menjadikan penyebab kelahiran dengan BBLR, salah satu risiko terjadinya sepsis

(Simbolon, 2008). Sarwani (2012) pada studi kasus determinan yang memengaruhi

kematian perinatal di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto mendapatkan proporsi

ibu yang bekerja adalah 50% dan yang tidak bekerja 50%.

2.2.1.6 Kelas perawatan ibu

Pembagian kelas perawatan rawat inap berkaitan dengan faktor sosial

ekonomi masyarakat. Beberapa jenis pembayaran kelas perawatan antara lain peserta

umum dan peserta BPJS (Badan Peserta Jaminan Sosial). Kementrian kesehatan saat

ini mencanangkan kelas perawatan pelayanan rawat inap berbeda untuk kelompok

masyarakat yang berbeda. Kelas pelayanan rawat inap di rumah sakit untuk peserta

BPJS terbagi atas tiga kelas untuk lima kelompok peserta. Pembagian kelas

perawatan berdasarkan besaran iuran yang dibayar oleh kelompok peserta dan

golongan pangkat. Khusus masyarakat kurang mampu, kepesertaan BPJS

pembayaran iurannya oleh pemerintah dengan layanan rawat inap yang tersedia

hanya dikelas III atau kelas terendah di rumah sakit (kemenkes, 2011). Pada

penelitian Sarwani (2011) di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto mendapatkan

Page 7: Sepsis Neonatorum

15

bahwa penghasilan keluarga rendah berpengaruh terhadap kematian perinatal

OR=6,6, 95% CI:1,2-36,6.

2.3.2 Faktor klinis

2.3.2.1 Prematuritas

Bayi prematur adalah bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan kurang dari

37 minggu, dengan bayi berat lahir rendah. Hasil penelitian Sianturi (2012)

mendapatkan pada pasien sepsis neonatus kurang bulan dijumpai lebih banyak

meninggal (72,7%) dibandingkan bayi cukup bulan atau lebih (27,3%). Prematur

menyebabkan kematian karena kekebalan neonatus yang kurang, selain itu bayi

prematur juga memerlukan rawat inap yang cukup panjang sehingga dapat

meningkatkan risiko infeksi nosokomial (Trotman, 2006).

Leal (2012) mendapatkan bayi yang mengalami prematur (umur kehamilan ≤

37 minggu) berisiko 1,35 kali mengalami sepsis dengan onset yang lama dan 2,19

kali untuk onset yang cepat jika dibandingkan dengan yang cukup bulan

95%CI:1,41-3,40 dan 95%CI:0,57-3,18. Kardana (2011) mendapatkan bayi yang

mengalami prematur berpeluang 8,5 kali mengalami kematian akibat sepsis

dibandingkan dengan bayi lahir aterm RR=8,5, 95%CI:3,19-22,62.

2.3.2.2 Asfiksia

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak mampu bernapas secara

spontan dan teratur. Bayi yang mengalami asfiksia biasanya dengan riwayat gawat

janin sebelum lahir. Asfiksia sangat erat hubungannya dengan gangguan kesehatan

ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang memengaruhi kesejahteraan bayi

Page 8: Sepsis Neonatorum

16

selama atau sesudah persalinan. Leal (2012) mendapatkan bayi yang lahir dengan

Apgar Score ≤5 berpeluang 1,4 kali lebih besar untuk mengalami sepsis dibandingkan

bayi dengan apgar score>5 RR=1,4, 95%CI:1,19-1,76. Kejadian asfiksia

menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir dengan asfiksia berpeluang 2,96 kali lebih

besar untuk mengalami sepsis dibandingkan yang tidak asfiksia (95%CI:1,43-6,15 ).

2.3.2.3 Apgar Score

Apgar score dapat digunakan untuk menilai respon resusitasi tetapi tidak

untuk menentukan apakah bayi memerlukan resusitasi, langkah mana yang

dibutuhkan atau kapan kita menggunakannya. Nilai apgar yang dinilai pada pada

resusitasi tidak sama dengan nilai apgar pada bayi baru lahir yang bernapas spontan

(Dharmasetiawani, 2014). Menurut Leal (2012), bayi yang lahir dengan apgar score

≤5 berpeluang 1,4 kali lebih besar mengalami sepsis dibandingkan bayi dengan apgar

score>5 RR=1,4 95%CI:1,19-1,76. Bayi yang baru lahir dengan asfiksia berpeluang

2,96 kali lebih besar untuk mengalami sepsis dibandingkan yang tidak asfiksia

(95%CI:1,43-6,15).

2.3.2.4 Bayi Berat Lahir rendah / BBLR

Bayi berat lahir rendah adalah adalah bayi dengan berat lahir kurang atau

sama dengan 2500 gram saat lahir. Angka kematian tertinggi dan membutuhkan

perawatan dan tindakan khusus terjadi pada bayi dengan berat badan lahir kurang dari

1500 gram. Pada bayi sepsis dengan berat lahir kurang dari 1500 gram lebih banyak

meninggal 27,3% dari pada berat lahir lebih 2.500 gram 18,2% (Sianturi,2012).

Menurut Leal (2012), BBLR tidak signifikan berpengaruh terhadap terjadinya sepsis

Page 9: Sepsis Neonatorum

17

neonaturum baik pada onset lama maupun cepat RR=1,34 95%CI:0,74-2,42 dan

RR=0,91, 95%CI:0,63-1,32. Prevalensi bayi sepsis pada penelitian Junara (2010)

sebesar 56% dengan RR =2,66 IK=1,03-6,90 artinya bahwa berat bayi lahir rendah

2,66 kali berisiko sepsis.

2.3.2.5 Kondisi air ketuban

Air ketuban pada dasarnya steril dan memiliki sifat bakteriostatik. Beberapa

mekanisme menghubungkan mekonium dengan infeksi air ketuban, diantaranya

adalah perubahan sifat antibakteri air ketuban dan peningkatan pertumbuhan bakteri.

Penurunan respons imun pejamu melalui penghambatan fagositosis dan

neutrophiloxidative burst oleh mekonium telah dilaporkan. Hubungan antara

mekonium dengan infeksi ibu menyebabkan berbagai komplikasi yaitu infeksi intra

dan post partum yang meliputi korioamnionitis dan endometritis. Penelitian Odibo

(Rini, 2010) menunjukkan adanya pertumbuhan kuman F. nucleatum, Enterobacter

aerogenes, Group B Streptococcus, Alpha hemolytic Streptococcus, Candida

albicans, Escherichia coli dan Mycoplasma hominis pada air ketuban. Hasil

penelitian Evadson dan Nords (Rini, 2010) membuktikan adanya peningkatan

pertumbuhan Groub B Streptococcus pada air ketuban. Mekonium dikaitkan dengan

peningkatan insiden infeksi intra amnion karena dapat mengubah sifat bakteriostatik

pada air ketuban dan menghambat pertahanan imun dari inang. Menurut penelitian

Rini (2010), bayi yang lahir dengan air ketuban keruh berisiko 10 kali lebih tinggi

mengalami sepsis OR=10, 95%CI:1,3-74,0. Adanya kuman Gram(+) berisiko

menyebabkan sepsis sebesar 1,4 (95%CI:0,3-6,8) sedangkan adanya kedua jenis

Page 10: Sepsis Neonatorum

18

kuman Gram (+) dan (-) meningkatkan risiko sepsis sebesar 2,4 (95%CI:0,7-7,7). Air

ketuban mengandung biakan E coli mempunyai risiko kejadian sepsis adalah 3,8

(95%CI:0,8-17,0) dan biakan non E coli 2,4 (95%CI:0,4-13,1). Kuman dalam biakan

darah berisiko 6,3 kali lebih tinggi mengalami sepsis (95%CI:1,4-29,3).

2.3.2.6 Usia kehamilan/ Gestasi

Usia kehamilan adalah lama kehamilan dihitung dari hari pertama haid yang

terakhir yaitu 280 hari atau 40 minggu. Usia kehamilan dibedakan atas kehamilan 36-

40 minggu dari haid terakhir disebut matur/aterem/cukup bulan, usia kehamilan 28-

35 minggu disebut prematur dan usia kehamilan >42 minggu disebut serotinus.

Penelitian Roeslani (2013) di divisi perinatologi RSCM Jakarta 2012 mendapatkan

usia gestasi <37 minggu dengan presentase 63,3%, OR=55,85 (15,38-240,27)

berpengaruh terhadap faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum. Menurut Lestari

(2012) proporsi bayi sepsis berdasarkan usia kehamilan ibu adalah usia kehamilan

kurang bulan 49,1%, usia kehamilan cukup bulan 46,3% dan usia kehamilan lebih

bulan 4,6%.

2.3.2.7 Gravida

Wanita yang sedang hamil atau Gravida terbagi atas dua bagian yaitu wanita

yang hamil untuk pertama kalinya/primigravida dan wanita yang pernah hamil lebih

dari satu kali/multigravida (Manuaba,1998). Menurut Junara (2012), berdasarkan data

karakteristik dasar pada kejadian sepsis pada kehamilan pertama merupakan jumlah

terbanyak yaitu 52,8%. Leal (2012), mendapatkan gravida berpengaruh terhadap

Page 11: Sepsis Neonatorum

19

terjadinya sepsis, dimana multigravida berpeluang 2,5 kali dibandingkan ibu non

gravida RR=2,5, 95%CI:1,14-4,80.

2.3.2.8 Ketuban Pecah Dini /KPD

Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan amnion sebelum waktunya

mulai persalinan, terjadi sekitar 7-12% kehamilan. Ketuban pecah dini sering

dikaitkan dengan sepsis neonatorum karena berhubungan dengan infeksi genetalia

bawah ibu hamil. Infeksi genetalia bawah ibu hamil dapat menyebabkan ketuban

pecah dini, demikian pula ketuban pecah dini dapat memudahkan infeksi ascendens

pada bayi (Indramawan, 2012).

Menurut Sumiyoga (2007) mendapatkan insidensi sepsis neonatorum pada

KPD kehamilan aterm adalah 4,4%, Remington (2012) mendapatkan KPD

merupakan penyebab terjadinya prematuritas, sebagai faktor risiko sepsis neonatorum

dan kematian perinal. Menurut Leal (2012), KPD >24 jam memiliki peluang 3,38 kali

untuk mengalami sepsis dibandingkan yang tidak mengalami KPD (RR=3,38,

95%CI:1,80-6,32). Ibu yang mengalami KPD memiliki peluang 7,5 kali berisiko

mengalami sepsis OR=7,595 95%CI:3,593-16,058 (Simbolon, 2008).

2.3.2.9 Faktor risiko infeksi mayor/minor

Faktor risiko infeksi meliputi faktor mayor dan faktor risiko minor. Seorang

bayi memiliki risiko sepsis bila memenuhi dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor

ditambah dua kriteria minor. Faktor risiko mayor yaitu ibu demam intrapartum

>38°C, KPD>24 jam, korioamnionitis, Fetal Distress/Denyut Jantung

Janin/DJJ>160x/menit, ketuban hijau. Faktor risiko minor yaitu KPD>12 jam,

Page 12: Sepsis Neonatorum

20

asfiksia, BBLSR (1500 gr), Usia kandungan <37 minggu, lahir kembar/gemeli,

keputihan, tersangka ISK, Ibu demam>37,5°C. Pada Penelitian Wilar (2010)

mendapatkan dari semua faktor risiko mayor dan minor, hanya KPD>18 jam yang

berhubungan secara signifikan dengan sepsis RR 1,41, IK95%1,24-1,59.

2.2.3 Faktor lingkungan

2.2.3.1 Cara persalinan

Riwayat persalinan adalah cara ibu melahirkan, yaitu dibagi antara

persalinan spontan dan persalinan dengan tindakan. Persalinan spontan adalah

persalinan tanpa menggunakan alat bantu, sedangkan persalinan dengan tindakan

adalah melahirkan bayi dengan menggunakan alat bantu antara lain ekstrasi cunam/

vakum dan seksio sesaria. Bayi yang dilahirkan dengan tindakan berisiko mengalami

sepsis neonatorum karena infeksi dapat diperoleh dari lingkungannya seperti alat-alat

penolong persalinan yang terkontaminasi. Penelitian Lihawa (2013) menyebutkan

persentase jenis persalinan pada kejadian sepsis neonatorum adalah persalinan

spontan 3,9%, persalinan seksio sesarea 5,6%, persalinan dengan ekstraksi vakum

10,5%. Bayi yang lahir dengan tindakan berisiko 2,142 kali mengalami sepsis

neonatorum daripada bayi yang lahir secara normal, OR=2,142, 95%CI:1,047-4,385

(Simbolon, 2008). Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Kardana

(2011), dikatakan bahwa bayi lahir spontan dan tidak spontan tidak memiliki

pengaruh terhadap kejadian sepsis RR=0,84, 95%CI:0,49-1,44.

2.2.3.2 Pemeriksaan kehamilan(Ante Natal Care/ANC)

Page 13: Sepsis Neonatorum

21

Pemeriksaan kehamilan perlu dilakukan ibu selama hamil. Ante natal care

dilakukan mulai dari trimester pertama sampai akan melahirkan bertujuan untuk

memantau keadaan ibu hamil dan janinnya, mendeteksi secara dini kelainan yang

terjadi pada ibu dan janin dan menemukan ibu hamil yang bermasalah, mempunyai

risiko tinggi, agar kematian ibu dan janin dapat dihindari. Bayi yang lahir dari ibu

yang tidak melakukan ANC mempunyai kemungkinan 4 kali kematian neonatal

daripada bayi yang lahir dari ibu yang melakukan ANC OR=4,49, CI:1,39-14,44

(Sukamti, 2011).

2.2.3.3 Tempat persalinan

Banyak persalinan bayi dilakukan bukan pada fasilitas kesehatan dan tidak

dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih (penolong persalinan). Kejadian ini

banyak terjadi di negara berkembang, sedang proses persalinan yang dibantu tenaga

kesehatan hanya 50 % dari semua wanita hamil (Lawn, McCarthy & Ross, 2001).

Penelitian Sukamti (2011) mendapatkan tempat presentase terbesar adalah persalinan

yang dilakukan di rumah yaitu 43,2%, persalinan di bidan praktek sebesar 29%,

pertolongan persalinan di fasilitas kesehatan sebesar 56,5%.

2.2.3.4 Penolong persalinan

Penolong persalinan oleh tenaga kesehatan merupakan pelayanan persalinan

yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten (Depkes RI, 2009).

Penanganan medis yang tepat dan memadai selama melahirkan dapat menurunkan

risiko komplikasi yang bisa menyebakan kesakitan serius pada ibu dan bayinya (BPS,

BKKBN, Kemenkes& ICF International, 2013). Komplikasi dan kematian ibu serta

Page 14: Sepsis Neonatorum

22

neonatal terjadi pada masa persalinan, sehingga intervensi ditekankan pada kegiatan

pertolongan persalinan yang aman yaitu oleh tenaga kesehatan (Depkes RI, 2001).

Djaja (2009) pada penelitian tentang kematian neonatal di Indonesia mendapatkan

bahwa proporsi ibu yang melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan meningkat dari

57,2% menjadi 73,6%.

2.2.3.4 Riwayat tindakan di rumah sakit

Tindakan invasif di rumah sakit adalah tindakan atau prosedur yang

dilakukan baik untuk membantu diagnosa maupun memonitor perjalanan penyakit

dan terapi yang dapat menyebabkan pasien cukup rentan terkena infeksi nosokomial.

Tindakan invasif antara lain prosedur diagnostik, pemasangan infus, kateter urine

(Utama,2006). Pada penelitian Leal (2012), mendapatkan bayi yang mendapatkan

ventilasi mekanik berpeluang untuk mengalami sepsis RR=2,71, 95%CI:1,56-4,69.

Bayi yang mengalami komplikasi pernapasan berpeluang untuk mengalami sepsis

16,36 kali, 95%CI:3,39-78,91. Bayi yang memperoleh tindakan operasi berpeluang

mengalami sepsis 28,97 kali 95%C:I6,99-120. Utomo (2010), mendapatkan faktor

risiko bayi yang dilakukan suction berpeluang mengalami sepsis 1,89 kali (OR 1,895,

95%C:I2,180-3,303). Penelitian Lestari (2012) riwayat persalinan dengan tindakan

sebesar 82,6% dan persalinan normal sebesar 82,3%.

2.2.3.5 Sumber rujukan

Sumber rujukan merupakan faktor penting dalam penatalaksanaan sepsis

karena selama periode rujukan menambah kemungkinan terjadinya paparan suhu

lingkungan pada bayi selama perjalanan. Bayi sepsis mempunyai komplikasi

Page 15: Sepsis Neonatorum

23

hipotermi lebih besar, apalagi bila system rujukan dilakukan kurang baik dan benar.

Berdasarkan data di RSUD Kabupaten Tapanuli selatan selama tahun 2012 bayi yang

dirujuk dengan sepsis sebesar 29,5%, (Simbolon, 2008). Lestari, dkk (2012)

mendapatkan karakteristik bayi dengan sepsis neonatorum yang dirawat inap di

RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2010-2011, proporsi asal rujukan dari RS lain,

rujukan dari bidan/klinik dan bukan rujukan yaitu masing –masing 32,4%, 31,5% dan

36,1%. Rumah sakit umum pusat Sanglah pada bulan Agustus-Desember 2013

terdapat 124 rujukan, sedang pada bulan Januari-Mei 2013 sebesar 68 rujukan.

Siswanto (2007) mendapatkan angka kematian bayi yang disebabkan infeksi atas

septikimia terutama pada bayi dengan berat badan lahir rendah berdasarkan dirujuk

dari luar atau tidak lebih banyak 2,2 kali pada kasus rujukan.