Sepsis Neonatorum anggiazmi

28
GAMBARAN RASIO NEUTROFIL IMATUR/NEUTROFIL TOTAL (RASIO I/T) PADA TERSANGKA SEPSIS NEONATORUM YANG DIRAWAT DI INSTALASI PERAWATAN NEONATUS RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU Usulan Pnl!"!an D!a#u$an $ Fa$ul"as K%&$"'an Un! 's!"as R!au s a*a! +,nu-an sala- sa"u s.a'a" un"u$ ,la$sana$an +nl!"!an s$'!+s! Sa'#ana K%&$"'an Ol- ADE NOVITA RESLINA NIM0 1123114567 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 5217

description

seosis neonatorum anggi azmi

Transcript of Sepsis Neonatorum anggiazmi

GAMBARAN RASIO NEUTROFIL IMATUR/NEUTROFIL TOTAL (RASIO I/T) PADA TERSANGKA SEPSIS NEONATORUM YANG DIRAWAT DI INSTALASI PERAWATAN NEONATUS RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU

Usulan Penelitian

Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Riausebagai pemenuhan salah satu syarat untukmelaksanakan penelitian skripsiSarjana Kedokteran

Oleh :

ADE NOVITA RESLINANIM. 1108114295

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS RIAUPEKANBARU2015BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar belakangSepsis neonatorum merupakan sindrom klinis berupa respon inflamasi sistemik dan disertai infeksi yang timbul pada satu bulan pertama kehidupan.1 Sampai saat ini sepsis neonatorum sebagai salah satu bentuk penyakit infeksi pada bayi baru lahir masih merupakan masalah di bidang pelayanan dan perawatan neonatus. Diagnosis cepat serta penanganan medis yang tepat merupakan hal penting untuk menurunkan angka kematian akibat sepsis neonatorum.2World Health Organization (WHO) memperkirakan secara global terdapat 5 juta neonatus meninggal setiap tahun dengan angka kematian 34 per 1000 kelahiran hidup, 98% di antaranya terjadi di negara berkembang.3 Salah satu penyebab kematian terbanyak pada neonatus adalah sepsis neonatorum. Insidensi sepsis neonatorum di negara maju sebesar 1-4 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian 10,3% lebih rendah dibandingkan di negara berkembang sebesar 10-50 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian 12-68%.4 Angka kematian neonatus di Indonesia sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup.5 Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, tercatat 181 kasus kematian neonatal per 1000 kelahiran hidup. Sepsis neonatorum menjadi penyebab kematian sebesar 12% dari 142 kasus kematian neonatal dini (0-6 hari) per 1000 kelahiran hidup, dan penyebab kematian terbanyak sebesar 20,5% dari 39 kasus kematian neonatal lanjut (7-28 hari) per 1000 kelahiran hidup.6,7Data yang diperoleh di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta tahun 2009, insidensi sepsis neonatorum sebesar 98 per 1000 kelahiran hidup.8 Insidensi sepsis neonatorum pada tahun 2012 di RSUP Dr. M Djamil Padang didapatkan sebesar 33,6% dari 863 neonatus yang dirawat di Neonatal Intensive Care Unit (NICU). Pada tahun 2010 di RSUP Sanglah Denpasar, di antara 3012 neonatus yang dirawat, 5% bayi mengalami sepsis neonatorum dengan angka kematian 30,4%.3,4 Berbagai faktor yang berpengaruh dalam terjadinya sepsis neonatorum antara lain faktor ibu, bayi, dan lingkungan. Beberapa faktor ibu meliputi ketuban pecah dini, infeksi selama kehamilan, dan cairan ketuban berbau. Faktor dari bayi antara lain berat lahir rendah dan prematuritas sedangkan faktor dari lingkungan berasal dari tempat perawatan pasien.2Sepsis neonatorum mempunyai gambaran klinis yang tidak spesifik sehingga menyebabkan kesulitan dalam menegakkan diagnosis. Diagnosis dini yang tepat dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas pada pasien sehingga untuk membantu penilaian klinis diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain hitung leukosit, hitung trombosit, rasio neutrofil imatur/neutrofil total (rasio I/T), C-reactive protein (CRP), procalcitonin (PCT), dan kultur darah. Kultur darah merupakan baku emas diagnosis sepsis neonatorum, namun hasil pemeriksaan baru akan diketahui setelah 3-5 hari.2Dalam menunjang diagnosis, sel darah putih dianggap lebih sensitif dibandingkan hitung trombosit. Sekitar 60% pasien sepsis dapat disertai perubahan hitung neutrofil.2 Pada keadaan sepsis terjadi peningkatan pelepasan sel neutrofil imatur ke sirkulasi darah sehingga menyebabkan rasio neutrofil imatur/neutrofil total meningkat.9Rasio I/T merupakan pemeriksaan sediaan apus darah tepi untuk melihat perbandingan neutrofil imatur/neutrofil total. Pada keadaan sepsis terjadi peningkatan rasio I/T > 0,2.9 Penelitian Thermiany dkk (2006) terhadap 130 neonatus diduga sepsis di bagian neonatologi RS Sanglah Denpasar didapatkan rasio I/T > 0,2 memiliki sensitivitas dan spesifisitas masing-masing sebesar 96,4% dan 97,1%.10 Roeslani dkk (2013) meneliti 90 neonatus diduga sepsis di RSCM mendapatkan rasio I/T sebesar 0,52 sebagai petanda dini sepsis neonatorum.8 Bervariasinya nilai rasio I/T ini dipengaruhi oleh populasi neonatus dari masing-masing unit perawatan. Dengan bervariasinya nilai rasio I/T yang dilaporkan dari berbagai unit perawatan neonatus, maka peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai gambaran rasio I/T pada tersangka sepsis neonatorum yang dirawat di Instalasi Perawatan Neonatus (IPN) RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Pemeriksaan rasio I/T ini dapat digunakan sebagai diagnosis dini sepsis neonatorum dengan biaya murah dan cepat bila dibandingkan menunggu hasil kultur darah sehingga penanganan sepsis dapat dilakukan sesegera mungkin.

1.2 Rumusan masalahBagaimana gambaran rasio I/T pada tersangka sepsis neonatorum yang dirawat di IPN RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau ?

1.3 Tujuan penelitian1.3.1 Tujuan umumMengetahui gambaran rasio I/T pada tersangka sepsis neonatorum yang dirawat di IPN RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.1.3.2 Tujuan khusus1. Mengetahui karakteristik tersangka sepsis neonatorum yang dirawat di IPN RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau berdasarkan umur, jenis kelamin, faktor risiko, dan klasifikasi sepsis.2. Mengetahui nilai rerata, standar deviasi, nilai maksimum, dan nilai minimum rasio I/T pada tersangka sepsis neonatorum yang dirawat di IPN RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.3. Mengetahui nilai rasio I/T pasien sepsis neonatorum yang dirawat di IPN RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau berdasarkan klasifikasi sepsis.

1.4 Manfaat penelitian1. Bagi penelitiMenambah pengetahuan tentang gambaran rasio I/T pada tersangka sepsis neonatorum serta dapat menerapkan ilmu kedokteran yang selama ini diperoleh khususnya di bidang ilmu kesehatan anak dan patologi klinik.2. Bagi peneliti lainSebagai referensi dan menambah wawasan bagi peneliti selanjutnya mengenai sepsis neonatorum.

3. Bagi klinisi RSUD Arifin Achmad Provinsi RiauSebagai informasi dan data tambahan serta dengan mengetahui gambaran rasio I/T pada tersangka sepsis neonatorum, diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam melakukan penatalaksanaan segera sepsis neonatorum.4. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas RiauSebagai literatur tentang gambaran rasio I/T serta dapat menjadi data awal bagi mahasiswa kedokteran untuk melakukan penelitian tentang sepsis neonatorum.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2 2.1 Sepsis neonatorum2.1.1 DefinisiSepsis neonatorum merupakan sindrom klinis berupa respon inflamasi sistemik yang terjadi pada bulan pertama kehidupan disertai infeksi dengan ditemukan bakteri, jamur, virus, dan protozoa dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang, atau air kemih.1,2Menurut The International Sepsis Definition Conferences, sepsis merupakan manifestasi klinik berupa systemic inflammatory response syndrome (SIRS) disertai infeksi. Pada tabel 2.1 definisi SIRS ditegakkan bila ditemukan 2 dari 4 kriteria (salah satu diantaranya kelainan suhu atau leukosit).11 Apabila disertai disfungsi organ dikategorikan sebagai sepsis berat. Syok septik terjadi jika terdapat hipotensi akibat penggantian volume cairan tubuh tidak adekuat.12

Tabel 2.1 Kriteria SIRS11Usia NeonatusSuhuLaju nadi per menitLaju napas per menitJumlah leukosit (x 103/mm3)

Usia 0-7 hari> 38,5oC atau < 36oC> 180 atau < 100> 50> 34

Usia 7-30 hari> 38,5oC atau < 36oC> 180 atau < 100> 40>19,5 atau < 5

Tabel 2.2 Kriteria infeksi, sepsis, sepsis berat, syok septik11KriteriaDefinisi

Infeksi

Terbukti infeksi (proven infection) bila ditemukan kuman penyebab atau tersangka infeksi (suspected infection) bila terdapat sindrom klinis (gejala klinis dan pemeriksaan penunjang lain).

Systemic inflammatory response syndrome (SIRS)Respon inflamasi sistemik berupa kelainan pada suhu tubuh, laju nadi, jumlah leukosit, dan takipnu.

SepsisSIRS disertai infeksi, baik tersangka infeksi (suspected) maupun terbukti infeksi (proven).

Sepsis beratSepsis yang disertai disfungsi organ kardiovaskular, atau disertai gangguan napas akut, atau terdapat gangguan dua organ lain (seperti gangguan neurologi, hematologi, urogenital, dan hepatologi).

Syok septikSepsis dengan hipotensi (tekanan darah sistolik < 65 mmHg pada bayi < 7 hari dan < 75 mmHg pada bayi 7-30 hari).

2.1.2 EpidemiologiInsidensi sepsis neonatorum di Asia dilaporkan sebesar 7,138 per 1000 kelahiran hidup, keadaan ini lebih tinggi dibandingkan di Amerika Selatan dan Australia sebesar 3,58,9 per 1000 kelahiran hidup.13 Sepsis masih menjadi penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas pada neonatus di negara berkembang.14 Kematian neonatus yang disebabkan oleh sepsis di negara berkembang sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup sementara di negara maju sebesar 5 per 1000 kelahiran hidup.3 Pada tahun 2007 di Indonesia ditemukan 181 kasus kematian neonatal per 1000 kelahiran hidup. Proporsi terbesar penyebab kematian dari 142 kematian neonatal dini (0-6 hari) per 1000 kelahiran hidup oleh gangguan pernapasan (respiratory disorder), diikuti oleh prematuritas dan sepsis, sementara dari 39 kasus kematian neonatal lanjut (7-28 hari) per 1000 kelahiran hidup, sepsis menjadi penyebab kematian terbanyak sebesar 20%.6,7 2.1.3 KlasifikasiKlasifikasi sepsis neonatorum dibagi menjadi dua jenis berdasarkan waktu terjadinya yaitu sepsis awitan dini (SAD) atau early onset neonatal sepsis (EONS) dan sepsis awitan lambat (SAL) atau late onset neonatal sepsis (LONS).Sepsis awitan dini (SAD) adalah infeksi yang terjadi dalam 3 hari pertama kehidupan. Infeksi tersebut terjadi secara vertikal dari penyakit infeksi yang diderita ibu selama kehamilan atau infeksi yang diperoleh pada saat proses persalinan. Sepsis awitan lambat (SAL) adalah infeksi pascanatal yang disebabkan dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial) dan terjadi setelah umur 3 hari. Proses SAL disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal.22.1.4 EtiologiSepsis neonatorum dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, virus, dan protozoa. Pada umumnya di Eropa dan Amerika Utara, sepsis neonatorum disebabkan oleh Streptococcus grup B, sementara di negara berkembang hampir sebagian besar sepsis disebabkan oleh kuman Gram negatif seperti Klebsiella sp dan Coli sp.15 Pola kuman penyebab sepsis dapat berbeda dari awitan sepsis tersebut. Pada SAD terutama disebabkan oleh Streptococcus grup B dan Escherichia Coli, diikuti oleh Listeria monocytogenes, dan Haemophylus influenzae. Penyebab sepsis tersering pada SAL adalah Staphylococcus coagulated-negative, Gram negatif (Klebsiella sp, E. coli, Serratia marcescens, dan Pseudomonas sp), Staphylococcus aureus, dan Candida sp.162.1.5 Patofisiologi sepsisInfeksi pada bayi terjadi pada saat bayi dalam kandungan/antenatal, saat persalinan/intranatal, dan setelah bayi lahir/pascanatal. Infeksi antenatal terjadi pada ibu yang menderita penyakit tertentu, seperti infeksi Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes simplex (infeksi TORCH), Triponema pallidum, atau Listeria monocytogenes yang menyebabkan kuman menembus plasenta dan masuk ke sirkulasi janin secara hematogen. Selama dalam kandungan, janin terlindungi dari bakteri ibu karena terdapat cairan dan lapisan amnion. Apabila terjadi kerusakan lapisan amnion, janin berisiko menderita infeksi melalui amnionitis. Kuman penyebab yang sering ditemukan di cairan amnion dan vagina antara lain Escherichia coli, Enterococcus faecalis, dan Staphylococcus aureus. Di samping itu Streptococcus beta haemolyticus grup B yang merupakan flora normal di vagina juga sering ditemukan sebagai penyebab infeksi.2,17Pada infeksi intranatal paparan bayi terhadap bakteri terjadi saat ketuban pecah atau saat bayi melalui jalan lahir. Pada saat ketuban pecah, bakteri yang berasal dari vagina masuk ke dalam rongga uterus sehingga kemungkinan terjadi infeksi pada janin (infeksi transmisi vertikal).2Infeksi pascanatal pada umumnya disebabkan oleh kuman yang berasal dari lingkungan sekitar bayi (infeksi nosokomial). Kontaminasi kuman berasal dari peralatan yang digunakan bayi, prosedur invasif pada bayi seperti kateterisasi umbilikus, bayi dalam ventilator, kurang memperhatikan tindakan antiseptik, rawat inap yang terlalu lama, dan hunian terlalu padat. Kuman masuk ke dalam tubuh melalui udara pernapasan, saluran cerna, atau melalui kulit yang terinfeksi.2Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi akan melepaskan toksin yang merangsang suatu kompleks kaskade untuk menimbulkan respon inflamasi sistemik. Inflamasi sebagai tanggapan imunitas tubuh terhadap berbagai macam stimulasi imunogen dari luar. Stimulasi toksin dari endotoksin Gram negatif dan eksotoksin Gram positif dan jamur merupakan penyebab sepsis dan syok septik paling banyak. Pelepasan lipopolisakarida (LPS) suatu endotoksin dari Gram negatif bersama-sama dengan antibodi dalam serum darah penderita membentuk kompleks lipopolisakarida-antibodi (LPSab). Selanjutnya LPSab ini berikatan dengan cluster off differentiation 14 (CD14), yaitu reseptor pada membran makrofag dan akan dipresentasikan kepada toll like receptors 4 (TLR4) sehingga terjadi aktivasi makrofag.12,18Bakteri Gram positif dan jamur melepaskan eksotoksin dapat merangsang langsung makrofag melalui toll like receptors 2 (TLR2) dan ada juga eksotoksin sebagai superantigen. Eksotoksin yang berperan sebagai superantigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen processing cell dan kemudian ditampilkan dalam antigen presenting cell (APC).12Infeksi akan dilawan oleh tubuh melalui imunitas selular (monosit, makrofag, neutrofil) serta humoral (membentuk antibodi dan mengaktifkan komplemen). Pengenalan patogen oleh CD14, TLR4, dan TLR2 di membran makrofag akan memicu pelepasan sitokin untuk mengaktifkan sistem imunitas selular. Pengaktifan ini menyebabkan sel T berdiferensiasi menjadi sel T helper-1 (Th1) dan sel T helper-2 (Th2). Selanjutnya sel Th1 mensekresikan sitokin proinflamasi seperti interferon (IFN-), tumor necrosis factor (TNF), interleukin 1 (IL-1), dan IL-2. Sel Th2 mensekresikan sitikon antiinflamasi seperti IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. Sitokin proinflamasi bekerja membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi, sedangkan sitokin antiinflamasi bertugas untuk mengawasi proses inflamasi berlebihan dan mempertahankan keseimbangan tubuh agar fungsi organ vital dapat berjalan baik.18 Interferon merangsang makrofag mengeluarkan IL-1 dan TNF-. Sitokin IL-2 dan TNF- dapat merusak endotel pembuluh darah serta IL-1 mempunyai efek pada sel endotelial dengan membentuk prostaglandin E2 (PG-2) dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1). Dengan adanya ICAM-1 meyebabkan neutrofil tersensitasi oleh granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) sehingga mudah mengadakan adhesi. Neutrofil yang beradhesi dengan endotel mengeluarkan lisozim yang menyebabkan dinding endotel lisis.12Sitokin proinflamasi juga dapat mempengaruhi fungsi organ secara langsung atau tidak langsung melalui mediator sekunder (nitrit oxide, tromboksan, leukotrien, prostagladin, platelet activating factor (PAF), dan komplemen. Kerusakan akibat aktivasi makrofag terjadi pada endotel dan akan menimbulkan migrasi leukosit serta pembentukan mikrotrombi sehingga menyebabkan kerusakan organ.18 Proses kaskade sepsis dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini.19Gambar 2.1 Proses kaskade sepsis192.1.6 DiagnosisDiagnosis sepsis neonatorum ditegakkan berdasarkan anamnesis untuk mendapatkan adanya faktor risiko dan gejala klinis, serta pemeriksaan penunjang dengan kultur darah sebagai baku emas.2.1.6.1 Faktor risikoFaktor risiko terjadinya sepsis neonatorum dapat berasal dari faktor risiko ibu, bayi, dan lingkungan sekitar.13,18,20Faktor risiko ibu:1. Ketuban pecah lebih dari 18-24 jam.Bila ketuban pecah > 24 jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan bila disertai korioamnionitis, kejadian sepsis akan meningkat menjadi 4 kalinya. 2. Ibu demam intrapartum > 38oC akibat korioamnionitis dan infeksi saluran kemih (ISK). Tandatanda korioamnionitis adalah demam pada ibu dengan suhu >38oC dan 2 gejala berikut ini, yaitu leukositosis ibu (leukosit >15.000/l), takikardi ibu (denyut jantung >100x/menit), takikardi janin (denyut jantung janin>160x/menit), nyeri tekan pada fundus uteri, dan ketuban berbau.3. Usia gestasi < 37 minggu.4. Cairan ketuban berbau.5. Persalinan dengan tindakan.Faktor risiko bayi:1. Bayi berat lahir rendah < 2500 gram.2. Prematuritas.3. Asfiksia perinatal.4. Resusitasi saat kelahiran, misalnya pada bayi yang mengalami fetal distress dan trauma saat proses persalinan.5. Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, pemakaian ventilator, kateter, dan infus.Sumber infeksi yang berasal dari lingkungan tempat perawatan pasien juga dapat berisiko terjadinya sepsis seperti alat perawatan bayi, infeksi silang dari bayi lain atau dari tenaga kesehatan, dan kondisi kebersihan di NICU.2Ada sarana kesehatan yang melakukan pendekatan diagnosis dengan menggunakan faktor risiko dan mengelompokkan faktor risiko tersebut dalam risiko mayor dan minor seperti terlihat pada tabel 2.3. Pendekatan diagnosis dilakukan secara aktif dengan melakukan pemeriksaan penunjang sesegera mungkin bila pada bayi ditemukan dua risiko mayor atau satu risiko mayor ditambah dua risiko minor.18,21Tabel 2.3 Pengelompokan faktor risiko18,21Risiko mayorRisiko minor

Ketuban pecah > 24 jamKetuban pecah > 12 jam

Ibu demam intrapartum > 38oCIbu demam intrapartum > 37,5oC

KorioamnionitisUsia gestasi < 37 minggu

Denyut jantung janin > 160x/menitKetuban berbauBayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) < 1500 gram

Skor Apgar rendah (menit ke-1 < 5, menit ke-5 < 7)

Kehamilan gandaKeputihan pada ibu

ISK pada ibu yang tidak diobati

2.1.6.2 Gejala klinisPenegakan diagnosis sepsis neonatorum tidak mudah dilakukan karena memiliki gejala klinis yang tidak spesifik. Setelah lahir, bayi tampak lemah dan memiliki gambaran klinis seperti hipo/hipertermi, hipoglikemia dan kadang-kadang hiperglikemia. Selanjutnya proses inflamasi sistemik akan mengakibatkan gangguan fungsi organ.2 Pada tabel 2.4 dapat dilihat berbagai gejala klinis yang terdapat pada gangguan fungsi organ.

Tabel 2.4 Gejala klinis pada sepsis10,22Keadaan umumKardiovaskular Tampak sakit, hiper/hipotermi, malas minumTakikardi, bradikardi, pucat, sianosis, clammy skin

Saluran pernapasanApnu, takipnu, merintih, retraksi

Saluran pencernaan Muntah, diare, hepatomegali, distensi abdomen

Susunan saraf pusatLetargi, hipotoni, kejang, high pitch cry, iritabel

Hematologi Perdarahan, splenomegali, jaundice

Menurut The International Sepsis Forum kriteria diagnosis sepsis pada neonatus berdasarkan perubahan klinis yang terjadi sesuai dengan perjalanan infeksi. Pada tabel 2.5 dapat dilihat perubahan klinis tersebut dikelompokan menjadi empat variabel, yaitu variabel klinis, variabel hemodinamik, variabel perfusi jaringan, dan variabel inflamasi.23

Tabel 2.5 Kriteria diagnosis sepsis pada neonatus23Variabel klinikSuhu tubuh tidak stabil Laju nadi > 180 kali/menit, < 100 kali/menit Laju nafas > 60 kali/menit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen Letargi Intoleransi glukosa (plasma glukosa >10 mmol/L) Intoleransi minum

Variabel Hemodinamik* (atau dapat digantikan dengan laju nadi, kualitas isi nadi dan pengisian kapiler)TD < 2 SD menurut usia bayi TD sistolik < 50 mmHg ( bayi usia 1 hari ) TD sistolik < 65 mmHg ( bayi usia < 1 bulan )

Variabel Perfusi JaringanPengisian kembali kapiler > 3 detik Asam laktat plasma > 3 mmol/L*

Variabel Inflamasi

Leukositosis ( > 34000x109/L ) Leukopenia ( < 5000 x 109/L ) Neutrofil muda > 10% Neutrofil muda/total neutrofil ( I/T ratio ) > 0,2 Trombositopenia 10 mg/dL atau > 2 SD dari nilai normal Procalcitonin > 8,1 mg/dL atau > 2 SD dari nilai normal** IL-6 atau IL-8 >70 pg/mL** 16 S rRNA gene PCR : positif **

Keterangan: * sangat dianjurkan apabila fasilitas tersedia; ** di negara maju dan dalam penelitian

Beberapa pemeriksaan laboratorium hanya dapat dilakukan di rumah sakit besar sehingga upaya penegakan diagnosis sangat tergantung dari fasilitas yang tersedia. Menurut standar pelayanan medis IDAI, gambaran klinis pada sepsis dibagi menjadi dua kategori seperti terlihat pada tabel 2.6. Neonatus diduga mengalami sepsis (tersangka sepsis) bila ditemukan dua tanda atau lebih pada kategori A, atau tiga tanda atau lebih pada kategori B.14

Tabel 2.6 Kelompok temuan klinis yang berhubungan dengan sepsis14Kategori AKategori B

Gangguan napas (apnu, frekuensi napas > 60 atau < 30 kali/menit, retraksi dinding dada, merintih pada waktu ekspirasi, sianosis sentral) Letargi atau lunglaiAktivitas berkurang atau mengantukIritabel atau rewelMuntah

KejangDistensi abdomen

Tidak sadarTanda mulai muncul setelah hari ke 4

Suhu tubuh tidak normal (tidak normal sejak lahir dan tidak memberi respon terhadap terapi atau suhu tidak stabil sesudah pengukuran suhu normal selama tiga kali atau lebih)Air ketuban bercampur mekoniumMalas minum

Persalinan di lingkungan kurang higienis

Kondisi memburuk secara cepat

2.1.6.3 Pemeriksaan penunjangPenegakan diagnosis sepsis neonatorum dilakukan secara klinis dengan disertai pemeriksaan penunjang. Sampai saat ini belum ditemukan pemeriksaan laboratorium tunggal yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk indikator sepsis, sehingga hasil pemeriksaan laboratorium harus digunakan bersama faktor risiko dan gejala klinis.2 Pemeriksaan laboratorium tersebut antara lain: 1. Darah perifer lengkap (DPL)Kisaran nilai normal jumlah leukosit total dan hitung jenis berubah sesuai dengan umur bayi. Hasil pemeriksaan ditemukan jumlah leukosit total 30.000/l serta jumlah trombosit 150.000/l.10 Pada sepsis neonatorum ditemukan neutropenia, yaitu jumlah neutrofil total 10 mg/L berhubungan dengan infeksi sistemik. Pemeriksaan CRP ini dapat digunakan sebagai pemeriksaan serial untuk mengevaluasi respon antibiotik, lamanya pengobatan, dan kekambuhan penyakit.184. Procalcitonin (PCT)Procalcitonin merupakan protein yang tersusun dari 116 asam amino dan merupakan prohormon dari kalsitonin yang diproduksi oleh kelenjar tiroid. Procalcitonin lebih sensitif dibandingkan CRP dalam mendiagnosis sepsis, meningitis dan infeksi saluran kemih. Nilai PCT > 2 ng/mL mempunyai sensitifitas 92,6% dan spesifisitas 97,5% untuk sepsis awitan dini, serta sensitifitas dan spesfisitas 100% untuk sepsis awitan lambat. Meski demikian, PCT memiliki kekurangan yaitu kadarnya dapat meningkat secara tidak spesifik pada keadaan tanpa infeksi bakteri seperti trauma berat, pembedahan, gangguan ginjal dan sebagainya, biaya pemeriksaan yang mahal, dan belum tersedia di seluruh fasilitas kesehatan.245. Kultur darahKultur darah merupakan baku emas untuk diagnosis sepsis. Hasil kultur darah positif apabila ditemukan mikroorganisme patogen. Namun pemeriksaan ini memiliki beberapa kendala yaitu hasil kultur baru diketahui setelah 3-5 hari, kemungkinan pemberian antibiotik sebelumnya, dan kontaminasi oleh kuman nosokomial.182.1.7 Diagnosis bandingBeberapa kelainan nonifeksi yang dapat dipertimbangkan dengan fasilitas kesehatan yang memadai sebagai diagnosis banding sepsis neonatorum dapat dilihat pada tabel 2.7.

Tabel 2.7 Diagnosis banding sepsis neonatorum25Gangguan jantungKongenital: persistent pulmonary hypertension of the newborn (PPHN), kelainan strukturalDidapat: miokarditis

Gangguan gastrointestinalEnterokolitis nekrotikans

Gangguan hematologiKeganasan (leukemia)

Gangguan metabolismeGangguan adrenal, kelainan metabolisme bawaan

Gangguan neurologiPerdarahan intrakranial

Gangguan respirasiRespiratory distress syndrome

2.1.8 PenatalaksanaanPengobatan sepsis neonatorum dilaksanakan segera mungkin. Sehubungan dengan itu pemberian antibiotik secara empiris pada neonatus tersangka sepsis dilakukan dengan memperhatikan pola kuman penyebab tersering serta pola resistensi kuman yang ditemukan di tempat perawatan tersebut. Terapi empiris segera dimulai tanpa menunggu hasil kultur darah. Kombinasi ampisilin dan aminoglikosida seperti gentamisin dapat diberikan untuk terapi awal sepsis. Setelah hasil kultur darah diperoleh, jenis antibiotik diberikan sesuai dengan kuman penyebab dan pola resistensinya.20,26 Infeksi bakteri Gram negatif diobati dengan kombinasi sefalosporin dan aminoglikosida atau penisilin. Pilihan antibiotik untuk bakteri Gram negatif yang resisten terhadap antibiotik lainnya salah satunya adalah meropenem.18 Meropenem merupakan antibiotika golongan karbapenem yang diindikasikan untuk bakteri Gram positif, Gram negatif, dan anaerob. Pada tahun 2012 RSUP Dr. M Djamil Padang mendapatkan meropenem masih sensitif terhadap Klebsiella sp, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aerogenosa, dan E. coli.4 Terapi antibiotik harus dihentikan dalam waktu 48 jam bila kondisi pasien sudah tidak menunjukkan tanda infeksi.202.1.9 Prognosis Diagnosis dini dan terapi yang tepat akan memberikan prognosis yang baik pada pasien. Namun bila tanda klinis dan faktor risiko yang menimbulkan sepsis tidak terdeteksi, maka akan meningkatkan angka kematian. Angka kematian pada sepsis awitan dini sebesar 15-40% lebih tinggi dibandingkan kematian sepsis awitan lambat sebesar 10-20%.18 2.2Peranan rasio I/T pada sepsis neonaotrumNeutrofil merupakan sel darah putih yang paling banyak pada manusia, sekitar 50-70% dari seluruh sel darah putih di dalam darah. Neutrofil diproduksi di sumsum tulang dan akan disimpan sampai diperlukan di sistem sirkulasi. Pembentukan neutrofil dimulai dari mieloblas, promielosit, mielosit, metamielosit, neutrofil batang, dan neutrofil segmen. Masa hidup neutrofil normalnya 4-8 jam dalam sirkulasi darah, dan 4-5 hari berikutnya dalam jaringan yang membutuhkan.27,28 Neutrofil berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi yang pertama kali mengatasi adanya antigen dengan memfagosit antigen tersebut. Di dalam jaringan neutrofil memiliki sifat yaitu diapedesis, ameboid, kemotaksis, dan fagositosis. proses fagositosis diawali dengan migrasi neutrofil. Celah antara sel endotel pembuluh darah dilewati dengan cara diapedesis. Jadi walaupun ukuran celah jauh lebih kecil daripada besarnya sel, pada suatu ketika sebagian kecil sel tersebut meluncur dan berkonstriksi sesuai dengan ukuran celah tersebut. Selanjutnya neutrofil bergerak melalui jaringan dengan gerakan ameboid.27Sejumlah zat kimia dalam jaringan dapat menyebabkan leukosit bergerak menuju sumber zat kimia. Fenomena ini dikenal sebagai kemotaksis. Beberapa toksin bakteri dan hasil degenerasi jaringan yang meradang dapat menyebabkan neutrofil bergerak mendekati area peradangan. Setelah berada di lokasi bakteri tersebut berada, akan terjadi perlekatan antara bakteri dengan neutrofil. Perlekatan tersebut dipermudah oleh proses opsonisasi, sehingga opsonin yang mengikat bakteri mudah melekat pada reseptornya di membran neutrofil. Setelah melekat, neutrofil akan membentuk pseudopodia yang dijulurkan di sekitar bakteri, mengelilingi bakteri, dan berfusi membentuk vesikel vakuola fagosom. Sebuah sel neutrofil dapat memfagosit 5-20 bakteri sebelum sel neutrofil itu sendiri menjadi inaktif dan mati.27Rasio I/T merupakan perbandingan antara neutrofil imatur/neutrofil total. Pemeriksaan dilakukan dengan cara menghitung seri granulosit pada sediaan apus darah tepi. Seri granulosit berupa neutrofil imatur dibagi dengan jumlah neutrofil total sampai 100 sel leukosit menggunakan alat differential cell counter.29 Neutrofil imatur yang dihitung dimulai dari neutrofil batang, metamielosit, mielosit, promielosit, dan mieloblas sedangkan neutrofil total merupakan seluruh neutrofil imatur ditambah dengan neutrofil segmen. Pada keadaan infeksi pelepasan neutrofil imatur meningkat sehingga menyebabkan peningkatan rasio neutrofil imatur/neutrofil total. Beberapa penelitian menemukan rasio I/T > 0,2 dapat digunakan sebagai penanda sepsis neonatorum.9Penelitian oleh Thermiany dkk mendapatkan bahwa rasio I/T > 0,2 memiliki sensitivitas sebesar 96,4% dan spesifisitas 97,1%.10 Buch et al menggunakan rasio I/T > 0,2 memiliki sensitivitas 89,2% dan spesifisitas 71%.22 Pemeriksaan rasio I/T ini dapat digunakan sebagai deteksi dini sepsis neonatorum dengan biaya murah dan cepat dibandingkan kultur darah dan membantu dalam tatalaksana segera sepsis, sehingga dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas neonatus akibat sepsis.

2.3 Kerangka teori

Kerangka teori penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini.

Infeksi nosokomialNeonatus(usia 0-28 hari)

Manifestasi klinis sepsisTersangka sepsis neonatorumFaktor risiko mayorFaktor risiko minor

Pemeriksaan penunjang

DPLRasio I/TCRPPCTKultur darah

Diagnosis sepsis neonatorum

Sepsis awitan lambatSepsis awitan dini

Gambar 2.2 Kerangka teori

2.4 Kerangka konsepKerangka konsep penelitian dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut ini.

Tersangka sepsis neonatorum

Kultur darahRasio I/T

Diagnosis sepsis neonatorum

Umur pasienJenis kelaminFaktor risikoKlasifikasi sepsis

Gambar 2.3 Kerangka konsep

BAB IIIMETODE PENELITIAN

3 3.1Jenis penelitianJenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pengambilan data secara retrospektif melalui data sekunder berupa rekam medik tersangka sepsis neonatorum yang dirawat di IPN RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.

3.2Tempat dan waktu penelitianPenelitian dilakukan pada bulan Februari 2015 dengan pengambilan data rekam medik tersangka sepsis neonatorum di Instalasi Rekam Medik, data hasil pemeriksaan rasio I/T di laboratorium patologi klinik, dan hasil pemeriksaan kultur darah di laboratorium mikrobiologi RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.

3.3 Populasi dan sampel penelitianPopulasi penelitian ini adalah seluruh tersangka sepsis neonatorum yang dirawat di IPN RSUD Arifin Achmad periode Januari 2013 Desember 2014. Sampel penelitian adalah populasi penelitian yang memenuhi kriteria inklusi.3.3.1 Kriteria inklusi1. Tersangka sepsis neonatorum yang telah melakukan pemeriksaan rasio I/T dan kultur darah.2. Tersangka sepsis neonatorum yang memiliki data lengkap meliputi umur, jenis kelamin, faktor risiko, dan klasifikasi sepsis.3.3.2 Kriteria eksklusi1. Neonatus yang memiliki kelainan kongenital mayor ditambah dengan kelainan neurologik, hematologi-onkologi, serta endokrin.2. Neonatus dengan sepsis berat dan syok septik.

3.4 Besar sampelBesar sampel minimal dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:30

Keterangan :n = besar sampelZ = nilai baku normal = 1,96 (dengan interval kepercayaan 95%)P = prevalensiQ = 1-Pd = presisi penelitian ditetapkan sebesar 10%Berdasarkan rumus di atas, besar sampel minimal pada penelitian ini adalah 97 sampel.

3.5 Cara pengambilan sampelPada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan consecutive sampling, peneliti akan mengambil data rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi dan bila telah memenuhi jumlah sampel minimal maka pengambilan sampel telah selesai.

1. 2. 3. 3.6 3.7 Pengumpulan dataPengumpulan data dimulai dari pencatatan nomor rekam medik tersangka sepsis neonatorum yang telah melakukan pemeriksaan rasio I/T di laboratorium patologi klinik dan kultur darah di laboratorium mikrobiologi RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Selanjutnya dilakukan pengambilan data sekunder berupa rekam medik pasien di Instalasi Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Rekam medik yang dicatat meliputi umur pasien, jenis kelamin, faktor risiko, dan klasifikasi sepsis.

1. 1.7 3.8 Pengolahan dan analisis dataData yang diperoleh dari rekam medik dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran data. Kemudian data dikelompokkan berdasarkan varibel yang diteliti. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dengan bantuan komputer. Selanjutnya data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi serta dilihat nilai rerata, standar deviasi, nilai maksimum, dan nilai minimum rasio I/T.

3.9Etika penelitianPenelitian ini akan dikaji etik oleh Unit Etik Penelitian Kedokteran atau Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Riau untuk memperoleh ethichal clearance.

DAFTAR PUSTAKA

1. Edwards MS, Baker CJ. Sepsis in the newborn. Dalam: Gershon AA, Hotez PJ, Katz SL, editor. Krugmans infectious disease of children. Edisi ke-11. Philadelphia: Mosby; 2004. h. 54561.

2. Aminullah A. Sepsis pada bayi baru lahir. Dalam: Kasim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, editor. Buku ajar neonatologi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. h. 17087.

3. Putra PJ. Insiden dan faktor-faktor yang berhubungan dengan sepsis neonatus di RSUP Sanglah Denpasar. Sari Pediatri. 2012;14(3):20510.

4. Putri SI, Djamal A, Rahmatini. Sensitivitas bakteri penyebab sepsis neonatorum terhadap meropenem di neonatal intensive care unit dan perinatologi RSUP DR M Djamil Padang tahun 2012. Jurnal Kesehatan Andalas. 2014;3(3):47781.

5. Wisnumurti DA. Performance of neonatal unit, Arifin Achmad Hospital, Pekanbaru. Paediatr Indones. 2012;52(6):35661.

6. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan-Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Jakarta: Laporan nasional; 2007. h. 279.

7. Budiarto E, Anggraeni D. Pengantar epidemiologi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2002. h. 5975.

8. Roeslani RD, Amir I, Nasrullah MH, Suryani. Penelitian awal: faktor risiko pada sepsis neonatorum awitan dini. Sari Pediatri. 2013;14(6):3638.

9. Dear P. Infection in the newborn. Dalam: Rennie JM, editor. Robertons text book of neonatology. Edisi ke-4. Philadelphia: Elsevier; 2005. h. 101192.

10. Thermiany AS, Retayasa W, Kardana M, Lila IN. Diagnostic accuracy of septic markers for neonatal sepsis. Paediatr Indones. 2008;48(5):299305.

11. Goldstein B, Giroir B, Randolph A. International pediatric sepsis consensus conference: definitions for sepsis and organ dysfunction in pediatrics. Pediatr Crit Care Med. 2005;6(1):28.

12. Guntur A. Sepsis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar imu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. h. 288995.

13. Utomo MT. Risk factor of neonatal sepsis: a preliminary study in Dr. Soetomo Hospital. IJTID. 2010;1(1):236.

14. Fitriani O, Suryantoro P, Wandita S, Wibowo T, Haksari LE, Julia M. Diagnostic accuracy of the 2004 indonesia pediatric society medical standard of care for neonatal sepsis. Paediatr Indones. 2012;52(2):8690.

15. Aftab R, Iqbal I. Changing pattern of bacterial isolates and their antibiotic sensitivity in neonatal septicemia: a hospital based study. NMJ. 2009;1(2):38.

16. Lopez ES, Guiral E, Soto SM. Neonatal sepsis by bacteria: a big problem for children. Clin Microbial. 2013;2(6):14.

17. Naher HS, Khamael AB. Neonatal sepsis; the bacterial causes and the risk factors. Int Res J Medical Sci. 2013;1(6):1922.

18. Aminullah A. Penatalaksanaan sepsis neonatorum. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2007. h. 380. 19. Larosa SP. Sepsis. Diunduh dari: http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/infectious-disease/sepsis/.

20. Polin RA. Management of neonates with suspected or proven early-onset bacterial sepsis. Pediatrics. 2012;129(5):100615.

21. Salendu PM. Sepsis neonatorum dan pneumonia pada bayi aterm. Jurnal Biomedik (JBM). 2012;4(3):S175179.

22. Buch CA, Srivastava V, Kumar H, Jadhav SP. Evaluation of haematological profile in early diagnosis of clinically suspected cases of neonatal sepsis. Int J Basic Appl Med Sc. 2011;1(1):16.

23. Haque KN. Definitions of bloodstream infection in the newborn. Pediatr Crit Care Med. 2005;6(1):S4549.

24. Sucilathangam G, Amuthavalli K, Velvizhi G, Ashihabegum MA, Jeyamurugan T, Palaniappan N. Early Diagnostic Markers for Neonatal Sepsis: Comparing Procalcitonin (PCT) and C-Reactive Protein (CRP). J Clin Diagn Res. 2012;6(4):62731.

25. Stoll BJ. Infections of the neonatal infant. Dalam: Kliegman RM, Jenson HB, Stanton BF, editor. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Elsevier; 2007. h. 794811.

26. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak indonesia. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009.

27. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta: EGC; 2007. h. 45072.

28. Freund M. Atlas hematologi Heckner. Edisi ke-11. Jakarta: EGC; 2012. h. 1543.

29. Gandasoebrata R. Penuntun laboratorium klinik. Jakarta: Dian Rakyat; 2009. h. 2134.

30. Madiyono B, Sastroasmoro S, Budiman I, Moeslichan S. Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, editor. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-4. Jakarta: Sagung Seto; 2011. h. 34882.