Kecap Ikan_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata

24
Acara III KECAP IKAN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Nama : Tillya Paramita K. NIM : 13.70.0136 Kelompok: D2 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

description

Laporan resmi praktikum teknologi hasil laut 'Kecap Ikan'

Transcript of Kecap Ikan_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata

Page 1: Kecap Ikan_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata

Acara III

KECAP IKAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

Nama : Tillya Paramita K.

NIM : 13.70.0136

Kelompok : D2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Page 2: Kecap Ikan_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata

1. MATERI DAN METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah blender, pisau, botol, toples, panic,

pengaduk kayu, dan kain saring.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah tulang dan kepala ikan, enzim papain

komersial, garam, gula kelapa, dan bawang putih.

1.2. Metode

1

Tulang dan kepala ikan dihancurkan dan dimasukkan ke dalam toples sebanyak 50 gram

Enzim papain ditambahkan ke dalam toples dengan konsentrasi 0,2% (kelompok D1), konsentrasi 0,4% (kelompok D2), konsentrasi 0,6% (kelompok D3),

konsentrasi 0,8% (kelompok D4); konsentrasi 1% (kelompok D5)

Page 3: Kecap Ikan_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata

2

Toples diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari

Hasil fermentasi ditambahkan dengan air sebanyak 300 ml

Hasil fermentasi disaring menggunakan kain saring

Page 4: Kecap Ikan_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata

3

Filtrat ditambahkan dengan 50 gram bawang putih, 50 gram garam, dan 50 gram gula kelapa.

Filtrat direbus sampai mendidih sambil diaduk selama 30 menit

Setelah dingin hasil perebusan disaring

Page 5: Kecap Ikan_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata

4

Dilakukan pengamatan uji sensori berupa warna, rasa, dan aroma kecap

Kecap diambil sebanyak 1 ml dan diencerkan dengan aquades sebanyak 9 ml (pengenceran 10-1)

Page 6: Kecap Ikan_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata

5

Salinitas kecap ikan dihitung dengan menggunakan rumus:

Salinitas=hasil refraksi1000

x 100 %

Dilakukan uji salinitas kecap dengan menggunakan hand refractometer

Page 7: Kecap Ikan_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan praktikum kecap ikan dengan penambahan enzim papain dapat dilihat

pada tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Kecap Ikan dengan Penambahan Enzim Papain

Kel. Perlakuan Warna Rasa Aroma Penampakan Salinitas (%) D1 Enzim papain 0,2% ++++ +++++ ++ +++++ 4,00

D2 Enzim papain 0,4% +++++ ++++ ++ ++++ 3,00D3 Enzim papain 0,6% +++ ++++ ++ +++ 3,00D4 Enzim papain 0,8% +++ ++ ++++ + 2,50D5 Enzim papain 1% +++ +++++ +++ + 3,50

Keterangan:Warna : Aroma + : tidak coklat gelap + : sangat tidak tajam++ : kurang coklat gelap ++ : kurang tajam +++ : agak coklat gelap +++ : agak tajam ++++ : coklat gelap ++++ : tajam+++++ : sangat coklat gelap +++++ : sangat tajamRasa Penampakan + : sangat tidak asin + : sangat cair++ : kurang asin ++ : cair+++ : agak asin +++ : agak kental++++ : asin ++++ : kental+++++ : sangat asin +++++ : sangat kental

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pada setiap kelompok menghasilkan

kecap ikan dengan warna yang agak coklat gelap hingga coklat gelap. Untuk atribut rasa

setiap kelompok rata- rata menghasilkan rasa yang asin dan sangat asin. Untuk atribut

aroma setiap kelompok menghasilkan aroma yang kurang tajam. Untuk atribut

kenampakan, semakin konsentrasi tinggi enzim papain yang ditambahkan maka akan

semakin cair. Hasil salinitas setiap kelompok menghasilkan nilai yang berbeda- beda

yaitu antara 2,5% hingga 4%.

6

Page 8: Kecap Ikan_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata

3. PEMBAHASAN

Kecap ikan merupakan produk fermentasi dari ikan yang sangat populer dan digunakan

sebagai bumbu di Asia Tenggara. Kecap ikan mengandung protein dan asam amino

yang tinggi yaitu sekitar 80% pada tiap 20 g/L (Zaman et al., 2010). Kecap ikan

difermentasi oleh mikroba halotoleran yang menghasilkan enzim yang dapat

mendegradasi protein dan senyawa amina. Mikroba halotoleran adalah mikroba yang

dapat mentoleransi konsentrasi NaCl dalam rentang yang panjang (Hezayen et al.,

2010). Bakteri yang ditemukan dalam fermentasi kecap ikan antara lain adalah Bacillus,

Micrococcus, Staphylococcus, Streptococcus, dan Pediococcus. Bakteri asam laktat

yang bersifat halofilik biasanya yang paling banyak ditemukan pada produk akhir kecap

ikan. Bakteri asam laktat tersebut memproduksi enzim yang mengkonversi peptida

menjadi asam amino yang kemudian menjadi prekursor dari pembentukan flavor

(Udomsil et al., 2010).

Kecap ikan dibuat dengan menambahkan garam konsentrasi 20-30% ke ikan lalu

disimpan dalam wadah kedap udara selama 6 hingga 18 bulan. Proses tradisional

tersebut memakan waktu yang cukup lama. Untuk meminimalisasi waktu fermentasi

dapat dilakukan penambahan isolat bakteri yang menghasilkan enzim proteolitik. Isolat

bakteri dapat diambil dari kecap ikan lainnya dan spesies yang biasanya digunakan

adalah Halobacterium (Akolkar et al., 2009).

Kecap ikan memiliki aroma yang sangat khas. Aroma kecap asin tersebut merupakan

hasil hidrolisis protein dan juga hasil oksidasi lemak. Aroma tersebut seperti

karakteristik dari campuran bau amoniak, bau busuk dan bau daging. Bau amoniak

terbentuk dari ammonia, amina, serta senyawa yang mengandung nitrogen. Bau busuk

berasal dari atribut volatile dari asam lemak dengan berat molekul yang rendah. Bau

daging yang terbentuk sangat kompleks dan kemungkinan berasal dari oksidasi akibat

kehadiran oksigen (Jin et al., 2008).

Pada praktikum ini, pertama- tama dilakukan penghalusan tulang beserta kepala ikan.

Penghalusan dilakukan untuk memperluas luas area dan juga untuk mempermudah

proses ekstraksi karena dengan memecah sel- sel jaringan maka senyawa flavor akan

7

Page 9: Kecap Ikan_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata

8

mudah keluar (Saleh et al., 1996). Kemudian dimasukkan dalam toples fermentasi dan

ditambahkan enzim papain. Enzim papain merupakan salah satu enzim proteolitik yang

dapat mendegradasi protein menjadi asam amino, pepton, dan peptida. Penambahan

enzim papain dilakukan untuk memecah protein menjadi senyawa yang lebih sederhana

dan juga untuk mempercepat jalannya fermentasi (Lay, 1994). Pada proses fermentasi,

enzim akan merusak dan memecah miofibril ikan sehingga akan terjadi pelepasan

senyawa- senyawa pembentuk flavor yang khas seperti pepton, peptida, serta asam

amino (Lee, 1992).

Selanjutnya dilakukan inkubasi selama 4 hari. Proses inkubasi dilakukan agar enzim

papain dapat melakukan ekstraksi secara maksimal karena menurut Astawan & Astawan

(1988), waktu inkubasi beserta konsentrasi garam akan mempengaruhi kualitas akhir

kecap ikan. Setelah 4 hari, hasil fermentasi disaring dan filtrat yang didapatkan direbus

dengan penambahan bawang putih, gula kelapa, dan garam. Filtrat yang ada merupakan

filtrat dengan kandungan gizi seperti mineral dan protein yang tinggi (Astawan &

Astawan, 1988). Penyaringan dilakukan untuk memisahkan filtrat dengan residu

(Fellows, 1990).

Penambahan bawang putih bertujuan untuk memberikan rasa dan aroma pada kecap

ikan. Selain itu bawang putih juga dapat mengawetkan kecap ikan karena mengandung

zat antimikrobia yaitu allicin (Fachruddin, 1997). Penambahan gula kelapa memiliki

tujuan untuk pengawetan dan meningkatkan atribut rasa, aroma, serta warna kecap ikan.

Selain itu gula kelapa dapat memberikan rasa lembut dan mengurangi rasa asin dari

produk kecap ikan. Gula kelapa akan memberikan warna coklat pada kecap ikan karena

dalam pembuatan gula kelapa terjadi reaksi pencoklatan (Fachruddin, 1997).

Penambahan garam bertujuan untuk mengasinkan kecap ikan dan pengawetan. Garam

dapat menurunkan aktivitas air dan dapat membunuh mikroba perusak dengan efek lisis

sel (Desrosier & Desrosier, 1977).

Proses selanjutnya adalah pemasakan filtrat hingga mendidih dan kemudian disaring

untuk kedua kalinya. Pemasakan filtrat memiliki tujuan untuk membunuh mikroba agar

kecap ikan aman untuk dikonsumsi. Pemasakan pada suhu tinggi akan merusak enzim

pada mikroba sehingga mikroba tidak dapat melakukan kegiatan metabolisme dan

Page 10: Kecap Ikan_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata

9

akhirnya mati (Parker, 2003). Proses penyaringan dilakukan untuk memisahkan filtrat

dengan residu (Fellows, 1990). Lalu dilakukan uji sensoris warna, rasa, serta aroma.

Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan menambahkan 9 ml air ke dalam 1 ml kecap

ikan dan kemudian dilakukan uji salinitas menggunakan refraktometer. Pengenceran

dilakukan untuk mengencerkan larutan sehingga tidak terlalu pekat karena larutan yang

terlalu pekat tidak akan terbaca oleh refraktometer (Day & Underwood, 1992).

Hasil uji sensoris terhadap warna kecap ikan pada kelompok D1 adalah berwarna coklat

gelap, kelompok D2 berwarna sangat coklat gelap, kelompok D3 hingga D5 berwarna

agak coklat gelap. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Akolkar et al. (2009) yang

menyatakan bahwa kecap ikan memiliki warna coklat bening. Warna coklat tersebut

dipegaruhi oleh penambahan gula kelapa pada saat pemasakan. Gula kelapa mengalami

reaksi pencoklatan pada suhu tinggi karena bereaksi dengan gugus amino pada kecap

ikan (Lees & Jackson, 1973). Selain itu juga warna tersebut berasal dari aktivitas enzim

papain. Semakin tinggi konsentrasi enzim papain yang ditambahkan maka akan semakin

coklat warna akhir kecap ikan (Astawan & Astawan, 1988). Tetapi hal tersebut tidak

sesuai dengan hasil yang didapatkan dimana penambahan enzim dengan konsentrasi

paling tinggi menghasilkan kecap ikan dengan intensitas warna yang paling rendah. Hal

tersebut dapat terjadi karena proses pemasakan yang kurang tepat. Proses pemasakan

sangat mempengaruhi proses karamelisasi gula kelapa. Proses karamelisasi yang baik

akan menghasilkan warna coklat yang baik pula (Petrucci, 1992).

Hasil uji sensoris terhadap rasa kecap ikan pada kelompok D1 dan D5 adalah sangat

asin, kelompok D2 dan D3 adalah asin, kelompok D4 adalah kurang asin. Atribut rasa

pada kecap ikan berasal dari degradasi senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih

sederhana pada saat proses fermentasi. Contohnya degradasi protein menjadi pepton,

peptida, dan asam amino yang akan memberikan flavor khas pada kecap ikan (Lee,

1992). Proses degradasi tersebut dilakukan oleh enzim proteolitik, sehingga semakin

tinggi konsentrasi enzim papain yang ditambahkan maka akan semakin tinggi produksi

senyawa flavornya (Astawan & Astawan, 1988). Selain itu juga rasa dipengaruhi oleh

bakteri asam laktat yang memproduksi enzim yang mengkonversi peptida menjadi asam

amino dan kemudian menjadi prekursor dari pembentukan flavor (Udomsil et al., 2010).

Page 11: Kecap Ikan_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata

10

Hal tersebut sesuai dengan data yang didapatkan pada praktikum ini dimana kelompok

D5 dengan konsentrasi enzim papain tertinggi memiliki rasa asin yang paling tinggi.

Rasa asin tersebut dipengaruhi dari degradasi protein menjadi senyawa flavor serta

dipengaruhi oleh penambahan garam sehingga terjadi peningkatan rasa asin (Astawan &

Astawan, 1988).

Hasil uji sensoris terhadap aroma kecap ikan pada kelompok D1 hingga D3 adalah

kurang tajam, kelompok D4 adalah tajam, kelompok D5 adalah agak tajam. Hal tersebut

tidak sesuai dengan pernyataan dari Astawan & Astawan (1988) yang menyatakan

bahwa semakin tinggi penambahan enzim papain maka seharusnya menghasilkan aroma

yang semakin tajam. Pada praktikum ini kelompok D5 dengan penambahan enzim

papain konsentrasi tertinggi menghasilkan aroma yang agak tajam. Hal tersebut dapat

terjadi karena laju aktivitas kerja enzim papain yang tidak efektif karena aroma berasal

dari degradasi protein oleh enzim proteolitik. Pembentukan atribut aroma pada kecap

ikan dipengaruhi oleh bumbu yang ditambahkan pada proses pemasakan. Selain itu,

enzim proteolotik juga mempengaruhi atribut aroma karena enzim mendegradasi protein

menjadi asam amino, pepton, dan peptida yang kemudian berinteraksi dan

menghasilkan aroma khas pada kecap ikan (Astawan & Astawan, 1988). Aroma yang

khas tersebut berasal dari senyawa nitrogen seperti putresin, histidin, ammonia, arginin,

serta kadaverin (Amstrong, 1995).

Hasil uji sensoris terhadap penampakan kecap ikan pada kelompok D1 adalah sangat

kental, kelompok D2 adalah kental, kelompok D3 adalah agak kental, kelompok D4 dan

D5 adalah sangat cair. Penampakan kecap ikan seharusnya adalah cair dengan warna

coklat bening (Akolkar et al., 2009). Tetapi pada hasil pengamatan beberapa kelompok

mendapatkan hasil yang kental dan sangat kental. Hal tersebut dapat terjadi karena

adanya penambahan gula kelapa. Gula kelapa dapat meningkatkan viskositas kecap ikan

sehingga menjadi kental (Kasmidjo, 1990).

Hasil uji salinitas pada kelompok D1 memiliki salinitas 4%, kelompok D2 dan D3

memiliki salinitas 3%, kelompok D4 memiliki salinitas 2,5%, dan kelompok D5

memiliki salinitas 3,5%. Semakin tinggi konsentrasi enzim papain yang ditambahkan

Page 12: Kecap Ikan_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata

11

maka akan semakin tinggi salinitasnya. Hal tersebut dikarenakan enzim papain

mendegradasi protein sehingga menghasilkan pepton, peptida, dan asam amino.

Senyawa tersebut akan menentukan salinitas dari kecap ikan (Astawan & Astawan,

1988). Tetapi hal tersebut tidak sesuai dengan hasil yang didapatkan dimana kelompok

D5 dengan penambahan enzim papain konsentrasi tertinggi tidak menghasilkan nilai

salinitas yang tertinggi. Hal tersebut dapat terjadi karena pada kelompok lain dengan

konsentrasi enzim yang lebih rendah telah tumbuh mikroba yang memproduksi enzim

proteolitik sehingga konsentrasi enzim meningkat pada kelompok tersebut (Udomsil et

al., 2010).

Page 13: Kecap Ikan_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata

4. KESIMPULAN

Kecap ikan dapat difermentasi oleh mikroba halotoleran maupun dengan

penambahan garam.

Waktu inkubasi dan konsentrasi garam akan mempengaruhi kualitas akhir kecap

ikan.

Penambahan bawang putih bertujuan untuk memberikan rasa dan aroma pada kecap

ikan serta untuk mengawetkan kecap ikan.

Penambahan gula kelapa memiliki tujuan untuk pengawetan, meningkatkan atribut

rasa, aroma, serta warna kecap ikan, serta mengurangi rasa asin.

Penambahan garam bertujuan untuk mengasinkan kecap ikan dan pengawetan.

Warna coklat pada kecap ikan dipegaruhi oleh penambahan gula kelapa, konsentrasi

enzim papain, dan proses pemasakan.

Semakin tinggi konsentrasi enzim papain yang ditambahkan maka akan semakin

tinggi produksi senyawa flavor.

Pembentukan atribut aroma pada kecap ikan dipengaruhi oleh bumbu, konsentrasi

enzim proteolotik, dan keberadaan senyawa putresin, histidin, ammonia, arginin,

serta kadaverin.

Semakin tinggi penambahan enzim papain maka akan menghasilkan aroma yang

semakin tajam.

Penampakan kecap ikan adalah cair dengan warna coklat bening.

Penampakan dipengaruhi oleh penambahan gula kelapa.

Salinitas dipengaruhi oleh konsentrasi enzim proteolitik yang mendegradasi protein

menjadi senyawa prekursor keasinan.

Semakin tinggi konsentrasi enzim papain yang ditambahkan maka akan semakin

tinggi salinitas kecap ikan.

Semarang, 24 Oktober 2015Praktikan,

Tillya Paramita K. (13.70.0136)

12

Mengetahui,

Asisten Dosen

Michelle Darmawan

Page 14: Kecap Ikan_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata

5. DAFTAR PUSTAKA

Akolkar, A. V.; D. Durai; & A. J. Desai. (2009). Halobacterium sp. SP1(1) as a Starter Culture for Accelerating Fish Sauce Fermentation. Journal of Applied Microbiology Vol. 109. The Society For Applied Microbiology.

Amstrong, S.B. (1995). Buku Ajar Biokimia Edisi Ketiga. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Astawan, M.W. & M.Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.

Day, R.A. & A.L. Underwood. (1986). Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.

Desrosier, N. W. & Desrosier. (1977). Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Selai. Kanisius. Yogyakarta.

Fellows, P. (1990). Food Processing Technology: Principles and Practice. Ellis Horwood Limited. New York.

Hezayen, F. F.; Magdi A. M. Younis; Noura S. A. H.; & Mohamed S. A. S. (2010). Oceanobacillus aswanensis Strain FS10 sp. nov., an Extremely Halotolerant Bacterium Isolated from Salted Fish Sauce in Aswan City, Egypt. Global Journal of Molecular Sciences Vol. 5 No. 1. IDOSI Publication.

Jin, Jinjiang; Qing Xiao; Zeng; & Zhi Weizhu. (2008). Analysis of Volatile Compounds in Traditional Chinese Fish Sauce (YuLu). Journal of Food Bioprocess Technology. Springer Ltd.

Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan Serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Lay, B. W. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Lee, J. M. (1992). Biochemical Engineering. Prentice Hall, Inc. New York.

Lees, R. & E. B. Jackson. (1973). Sugar Confectionery and Chocolate Manufacture. Leonard Hill. Glasgow.

13

Page 15: Kecap Ikan_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata

14

Parker, R. (2003). Introduction to Food Science. A Division of Thomson Learning, Inc. New York.

Petrucci, R. H. (1992). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Erlangga. Jakarta.

Saleh, M.; A. Ahyar; Murdinah; & N. Haq. (1996). Ekstraksi Kepala Udang Menjadi Flavor Udang Cair. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. 2 No.1.

Udomsil, Natteewan; S. Rodtong; S. Tanasupawat; & J. Yongsawatdigul. (2010). Proteinase-Producing Halophilic Lactic Acid Bacteria Isolated From Fish Sauce Fermentation and Their Ability to Produce Volatile Compounds. International Journal of Food Microbiology Vol. 141. Elsevier.

Zaman, Muhammad Z.; Fatimah A. B.; Jinap S.; & Jamilah B. (2010). Occurrence of Biogenic Amines and Amines Degrading Bacteria in Fish Sauce. Czech Journal of Food Science Vol. 28 No. 5. University Putra Malaysia. Malaysia.

Page 16: Kecap Ikan_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

Salinitas (% )=hasil pengukuran1000

x 100 %

6.1.1. Kelompok D1

Hasil pengukuran = 40

Salinitas (% )= 401000

x100 %=4 %

Gram Papain :

0,2 %= 0,2100

x50=0,1 gram

6.1.2. Kelompok D2

Hasil pengukuran = 30

Salinitas (% )= 301000

x100 %=3 %

Gram Papain :

0,4 %= 0,4100

x50=0,2 gram

6.1.3. Kelompok D3

Hasil pengukuran = 30

Salinitas (% )= 301000

x100 %=3 %

Gram Papain :

0,6 %= 0,6100

x 50=0,3 gram

6.1.4. Kelompok D4

Hasil pengukuran = 25

Salinitas (% )= 251000

x100 %=2,5 %

15

Page 17: Kecap Ikan_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata

16

Gram Papain :

0,8 %= 0,8100

x 50=0,4 gram

6.1.5. Kelompok D5

Hasil pengukuran = 35

Salinitas (% )= 351000

x100 %=3,5 %

Gram Papain :

1 %= 1100

x50=0,5 gram

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal