Kecap Ikan_Alan Wijaya_13.70.0101_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA
-
Upload
praktikumhasillaut -
Category
Documents
-
view
28 -
download
0
description
Transcript of Kecap Ikan_Alan Wijaya_13.70.0101_C4_UNIKA SOEGIJAPRANATA
Acara II
KECAP IKAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun Oleh:
Nama : Alan Wijaya
NIM : 13.70.0101
Kelompok : C4
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2015
1
1. MATERI DAN METODE
1.1. Materi
1.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, pisau, botol, toples,
panci, kain saring, dan pengaduk kayu.
1.1.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tulang dan kepala ikan, enzim
papain komersial, garam, gula kelapa, dan bawang putih.
1.2. Metode
Tulang dan kepala ikan sebanyak 50 gram dihancurkan, lalu dimasukkan ke dalam
toples
Diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari
Kemudian ditambahkan enzim papain dengan konsentrasi 0,2%; 0,4%; 0,6%; 0,8%; dan 1%
Setelah itu ditambahkan 300 ml air dan diaduk
2
Hasil fermentasi kemudian disaring, lalu filtrat direbus selama 30 menit sampai mendidih (selama perebusan
ditambahkan bumbu seperti 50 g bawang putih, 50 g garam, dan 1 butir gula kelapa)
Setelah mendidih kecap dibiarkan agak dingin, lalu dilakukan penyaringan kedua
Kecap ikan yang telah jadi diamati secara sensoris yang meliputi warna, rasa, dan aroma
3
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil Pengamatan Kecap Ikan dengan Penambahan Enzim Papain dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Kecap Ikan dengan Penambahan Enzim Papain
Kel. Perlakuan Warna Rasa Aroma Penampakan Salinitas (%)
C1 Enzim papain 0,2% ++ ++++ ++++ +++ 3,00
C2 Enzim papain 0,4% ++ +++ ++++ +++ 3,20
C3 Enzim papain 0,6% - - - - -
C4 Enzim papain 0,8% ++++ +++++ ++++ +++ 4,00
C5 Enzim papain 1% +++ ++++ ++++ +++ 3,70
Keterangan:
Warna : Aroma
+ : tidak coklat gelap + : sangat tidak tajam
++ : kurang coklat gelap ++ : kurang tajam
+++ : agak coklat gelap +++ : agak tajam
++++ : coklat gelap ++++ : tajam
+++++ : sangat coklat gelap +++++ : sangat tajam
Rasa Penampakan
+ : sangat tidak asin + : sangat cair
++ : kurang asin ++ : cair
+++ : agak asin +++ : agak kental
++++ : asin ++++ : kental
+++++ : sangat asin +++++ : sangat kental
Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian enzim papain tiap kelompok
berbeda yakni pada kelompok C1 menggunakan penambahan enzim papain 0,2%,
kelompok C2 dengan konsentrasi 0,4%, kelompok C3 menggunakan konsentrasi 0,6%,
kemudian kelompok C4 dengan konsentrasi 0,8% dan kelompok C5 dengan konsentrasi
1%. Kemudian untuk hasil warna kecap ikan yang berwarna paling gelap yakni pada
kecap ikan kelompok C4 dengan warna sangat coklat gelap. Sedangkan untuk rasa
kecap ikan yang paling asin didapatkan oleh kelompok C4 dengan rasa sangat asin.
Sedangkan untuk aroma kelompok C1, C2, C4 dan C5 mendapatkan hasil yang sama
yakni beraroma tajam. Lalu untuk penampakan kelompok C1, C2, C4 dan C5
mendapatkan penampakan agak kental. Selanjutnya untuk persentase salinitas paling
besar didapatkan oleh kelompok C4 sebesar 4%. Sedangkan pada kelompok C3 tidak
didapatkan hasil apapun dikarenakan terjadi kesalahan dalam pembuatan kecap ikan.
4
3. PEMBAHASAN
Kecap ikan merupakan larutan ekstraksi dimana proses pengolahannya dilakukan
dengan memfermentasi ikan. Hasil fermentasi dari larutan ekstraksi tersebut yang akan
digunakan sebagai bahan dari pembuatan kecap ikan tersebut. Proses fermentasi sendiri
terjadi karena adanya penguraian protein menjadi peptide serta asam amino (Majumdar
& Basu, 2009). Kecap ikan sendiri sangat berguna karena dapat mengurangi limbah
yang dihasilkan oleh ikan segar yakni sekitar 40 % bagian tidak terpakai dari ikan
seperti kepala, tulang, sisik maupun kulit dari ikan. Bagian tersebut dapat digunakan
sebagai bahan pembuatan kecap ikan ataupun juga sebagai produk olahan makanan
hewan (M. Sangjindavong et al., 2009). Ditambahkan oleh Dincer et al., (2010), kecap
ikan dapat dilihat kualitasnya berdasarkan aroma yang dihasilkan oleh kecap ikan
tersebut. Aroma dapat menjadi indikator penting dimana terkandung di dalamnya garam
dan juga flavor constituent. Selain itu kecap ikan mengandung asam lemak esensial
yang berasal dari ikan dimana tercampur oleh garam dan proses fermentasi akan
menjadi produk olahan yang berguna dan bernutrisi serta memiliki rasa yang khas.
Pengolahan kecap ikan menggunakan limbah ikan (tulang, kepala, sisik dan kulit) dapat
menjadi produksi kecap ikan alternatif yang hemat biaya serta dapat membantu
mengurangi limbah ikan. Kemudian dengan adanya penambahan enzim protease seperti
papain dan bromelin, proses fermentasi akan menjadi lebih singkat dan cepat
dibandingkan dengan proses fermentasi tanpa penggunaan enzim (Sangjindavon et al.,
2009). Menurut Lee & Kim (2013), fermentasi berhubungan dengan makanan dan
mikroorganisme dimana mikroorganisme biologi sangat terlibat dalam proses yang
dilakukan. Teknik fermentasi sendiri disebarkan oleh masyarakat asia timur. Hasil yang
diberikan oleh proses fermentasi sendiri meliputi adanya alkohol dan mau yang lebih
masam pada produk. Fermentasi dilakukan dengan biaya murah, tidak memerlukan
persiapan yang banyak, peralatan yang digunakan bisa sangat sederhana seperti ember,
tong bekas, pot, ataupun kaleng dan lain – lain. Sedangkan dari penggunaan barang –
barang yang minimal tersebut dapat dihasilkan hasil yang maksimal bahkan hingga
dapat diekspor (Anohouvi et al., 2012).
5
Pada praktikum yang dilakukan mula – mula bagian ikan yang tidak terpakai (tulang
dan kepala ikan) dihancurkan dan diambil sebanyak 50 gram. Hancuran tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam toples dan diinkubasi selama 4 hari. Penghancuran
kepala dan tulang ikan sendiri bertujuan agar mempermudah proses pencampuran
dengan bahan – bahan lainnya. Hal ini memiliki tujuan agar adonan yang terbentuk
menjadi lebih homogen atau lebih merata (Lay 1994). Sedangkan pada proses
fermentasi, terjadi proses katabolisme dimana senyawa – senyawa kompleks yang
terkandung pada jaringan – jaringan tulang dan kepala ikan mulai terurai menjadi
senyawa yang lebih sederhana (Moeljanto, 1992).
Setelah diinkubasi bahan kemudian ditambahkan enzim papain yakni pada kelompok
C1 dengan konsentrasi 0,2%, kelompok C2 dengan konsentrasi 0,4%, lalu kelompok C3
ditambahkan konsentrasi 0,6%, kelompok C4 dengan konsentrasi 0,8% dan kelompok
C5 ditambahkan konsentrasi 1 %. Selanjutnya air ditambahkan sebanyak 300 ml dan
disaring dengan menggunakan kain saring. Penyaringan sendiri bertujuan agar cairan
dengan pada atau kotoran dapat dipisahkan dimana cairan yang dihasilkan selanjutnya
akan digunakan untuk proses selanjutnya (Moeljanto, 1992). Setelah itu, hasil filtratnya
direbus sampai mendidih selama 30 menit dan ditambahkan bumbu – bumbu berupa 50
gram bawang putih, 50 gram garam dan 1 butir gula kelapa yang telah dihancurkan.
Kecap ikan yang telah dihasilkan dibiarkan dingin untuk kemudian dianalisa sensori
meliputi warna, rasa serta aroma dan juga salinitas dengan menggunakan alat hand
refractometer. Menurut Kultsum (2009), untuk mengukur padatan terlarut dapat
digunakan alat hand refractometer dengan ukuran satuan obrix (derajat brix). Brix
digunakan untuk mengukur salinitas pada kecap ikan. Salinitas sendiri diartikan sebagai
kadar garam yang terdapat pada kecap ikan dimana cara pengujiannya dilakukan dengan
mengencerkan 1 ml kecap ikan yang dihasilkan kedalam 9 ml aquades. Hasil
pencampuran kemudian diteteskan pada hand refractometer dan diamati skala yang ada.
Salinitas yang dihasilkan dari kecap ikan sendiri dirumuskan sebagai berikut :
𝑆𝑎𝑙𝑖𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠 (%) =ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛
1000𝑥 100%
6
Penambahan enzim papain pada pembuatan kecap ikan sendiri menurut Lay (1994)
digunakan selama proses fermentasi yakni proses pembuatan kecap ikan dengan cara
yang lebih modern. Pada proses pembuatan kecap ikan tradisional, pembuatan kecap
membutuhkan waktu yang lebih lama sehingga sekarang dikembangkan pembuatan
kecap enzimatis yakni dengan cara menambahkan enzim agar didapatkan produksi
kecap ikan yang lebih cepat. Ditambahkan Daryono dan Muhidin (1974), enzim papain
merupakan endopeptidase yang mempunyai kestabilan lebih baik jika dibandingkan
dengan enzim – enzim protease lainnya. Selain itu, enzim papain relatif lebih tahan
panas, dapat digunakan sebagai pelarut organik dan juga reagen yang dapat
mendenaturasikan enzim. Enzim papain tersebut stabil pada pH 5 namun mulai rusak
bila berada pada pH kurang dari 3 atau lebih dari 11. Sedangkan menurut Afrianto &
Liviawaty (1989), enzim papain juga dapat meningkatkan nilai protein pada kecap ikan
yang dihasilkan dan juga mempertajam rasa kecap ikan tersebut.
Kemudian penambahan bawang putih memiliki fungsi untuk memperpanjang umur
simpan dari kecap ikan yang dihasilkan. Hal tersebut dikarenakan senyawa allicin yang
terdapat pada bawang putih mampu membunuh bakteri (sifat antimikroba) (Fachruddin,
1997). Kemudian penambahan gula jawa berfungsi untuk memberikan flavor yang
spesifik pada kecap ikan yang dihasilkan serta agar terbentuk warna coklat karamel
pada kecap ikan. Selain itu penambahan gula jawa juga bermanfaat agar meningkatkan
viskositas kecap ikan secara umum (Kasmidjo, 1990). Sedangkan penambahan garam
memiliki tujuan untuk memberikan efek preservasi (pengawetan) pada kecap ikan serta
digunakan untuk menurunkan water activity dan juga menurunkan kelarutan oksigen.
Semakin rendah kelarutan oksigen maka akan semakin baik dalam menyeleksi
keberadaan mikroorganisme. Hal ini dikarenakan garam dapat mengganggu
keseimbangan ionik pada sel mikroorganisme karena adanya peningkatan proton di
dalam sel dimana sel mikroorganisme tersebut harus mengeluarkan energy yang lebih
banyak untuk mengkompensasi aliran proton yang diakibatkan adanya garam. Hal
tersebut akan menyebabkan pertumbuhan sel menjadi terhambat atau bahkan mati
(Desrosier & Desrosier 1977). Kemudian ditambahkan oleh Astawan & Astawan (1988)
yang mengatakan penambahan garam untuk mempengaruhi karakteristik sensori dari
7
kecap dikarenakan sifat asli dari garam yang asin sehingga dengan adanya penambahan
garam tersebut akan menyebabkan kecap ikan menjadi lebih asin.
Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa pada uji sensoris warna didapatkan hasil kecap ikan
paling gelap yakni pada kelompok C4 dengan warna coklat gelap. Sedangkan untuk rasa
rata – rata kecap ikan yang dihasilkan memiliki rasa asin dan untuk aroma, semua kecap
ikan yang dihasilkan memiliki aroma tajam. Kemudian untuk penampakan yang
dihasilkan kecap ikan memiliki penampakan agak kental. Setelah itu nilai salinitas
terbesar dihasilkan oleh kelompok C4 sebesar 4,00 %. Namun untuk kelompok C3 tidak
didapatkan hasil apapun dikarenakan selama proses inkubasi, wadah yang digunakan
untuk menutup bahan tidak rapat, sehingga bahan yang digunakan tercemar oleh
belatung.
Rasa yang semakin asin didapatkan karena adanya asam glutamat yang berasal dari
hidrolisa protein dimana semakin tinggi konsentrasi enzim papain yang dihasilkan
seharusnya memiliki rasa yang lebih asin. Namun pada praktikum, kelompok C5 yang
menggunakan konsentrasi enzim papain lebih besar memiliki rasa yang kurang asin bila
dibandingkan oleh kelompok C4 dengan penambahan enzim papain konsentrasi 0,8%.
Sedangkan pada kelompok C1 dimana penggunaan enzim papain dengan konsentrasi
0,2 % memiliki rasa yang sama dengan kelompok C5 dengan penambahan konsentrasi
enzim 1%. Sehingga penambahan konsentrasi enzim yang berbeda tidak berpengaruh
terhadap rasa kecap ikan yang dihasilkan. Hal ini dapat dikarenakan kesalahan pada saat
penimbangan enzim papain yang digunakan ataupun penilain panelis yang kurang
akurat dikarenakan uji sensoris dilakukan oleh manusia yang memiliki persepsi yang
berbeda – beda (Astawan & Astawan, 1988).
Kemudian untuk aroma yang dihasilkan serta penampakan, tiap kelompok
menghasilkan kecap ikan dengan aroma tajam dan penampakan agak kental. Menurut
Sayed (2010), kecap ikan memiliki penampakan yang encer atau sangat cair. Sehingga
penambahan enzim papain tidak berpengaruh terhadap perbedaan penampakan kecap
ikan yang dihasilkan. Hal ini dapat dikarenakan perbedaan cara pengadukan selama
pemasakan, penyaringan yang kurang tepat hingga terlalu banyak bumbu yang
8
ditambahkan sehingga berpengaruh terhadap aroma maupun penampakan kecap ikan
yang dihasilkan. Sedangkan hasil salinitas terbesar didapatkan oleh kelompok C4
sebesar 4% dengan penambahan enzim papain 0,8%. Hal ini tidak sesuai dengan
pendapat Astawan & Astawan (1988) dimana semakin asin kecap ikan yang dihasilkan
maka akan semakin tinggi nilai salinitasnya. Pada hasil salinitas telah sesuai dengan
parameter rasa asin yang dilakukan dengan uji sensoris akan tetapi hasil tersebut tidak
sesuai dengan teori. Penambahan enzim papain dengan konsentrasi lebih tinggi
seharusnya menyebabkan rasa dan flavor yang lebih kuat dikarenakan senyawa turunan
protein yang dihasilkan tersebut membantu agar tercipta rasa dan flavor yang lebih kuat.
9
4. KESIMPULAN
Kecap ikan merupakan larutan ekstraksi dimana proses pengolahannya dilakukan
dengan memfermentasi ikan.
Pada proses fermentasi terjadi penguraian protein menjadi peptide serta asam amino.
Enzim papain merupakan endopeptidase yang mempunyai kestabilan lebih baik jika
dibandingkan dengan enzim – enzim protease lainnya.
Penambahan bawang putih memiliki fungsi untuk memperpanjang umur simpan dari
kecap ikan yang dihasilkan.
Penambahan garam memiliki tujuan untuk memberikan efek preservasi pada kecap
ikan serta digunakan untuk menurunkan water activity dan juga menurunkan
kelarutan oksigen.
Penambahan gula jawa berfungsi untuk memberikan flavor yang spesifik pada kecap
ikan yang dihasilkan serta agar terbentuk warna coklat karamel pada kecap ikan.
Semakin tinggi konsentrasi enzim papain yang digunakan maka akan semakin
tercipta flavor dan rasa yang lebih kuat.
Semakin tinggi konsentrasi enzim papain yang digunakan maka akan semakin tinggi
nilai salinitas yang dihasilkan.
Kecap ikan memiliki penampakan yang cair atau sangat encer dengan warna coklat
gelap.
Semarang, 22 Oktober 2015
Praktikan, Asisten Dosen,
Michelle Darmawan
Alan Wijaya
(13.70.0101)
10
5. DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E dan Liviawaty, W. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius.
Yogyakarta.
Anihouvi V.B., Kindossi J.M. and Hounhouigan J.D. 2012. Processing and Quality
Characteristics of some major Fermented Fish Products from Africa: A Critical
Review. International Research Journal of Biological Sciences Vol. 1(7), 72-84.
Astawan, M. W. & M. Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat
Guna. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.
Daryono, M dan Muhidin. 1974. Penentuan Aktivitas dan Produksi Papain Kasar Tiap
Buah dari Beberapa Varietas Pepaya. Buletin Penelitian Hortikultura 2.
Desrosier, N. W. and Desrosier. (1977). Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Dendeng. Kanisius. Yogyakarta.
Jong Oh Lee and, Jin Young Kim. 2013. Development of Cultural Context Indicator of
Fermented Food. International Journal of Bio-Science and Bio-Technology Vol.
5, No. 4.
Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta
Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.
Kultsum, Umi. (2009). Pengaruh variasi nira tebu (Saccharum officinarum) dari
beberapa varietas tebu dengan penambahan sumber nitrogen (N) dari tepung
kedelai hitam (Glycine soja) sebagai substrat terhadap efisiensi fermentasi etanol.
Fakultas Sains dan Teknologi. UIN Maulana Malik Ibrahim. Skripsi.
Mathana Sangjindavong, Juta Mookdasanit, Pongtep Wilaipun, Pranisa Chuapoehuk
and Chamaiporn Akkanvanitch. 2009. Using Pineapple to Produce Fish Sauce
from Surimi Waste. Kasetsart J. (Nat. Sci.) 43 : 791 – 795.
Moeljanto. (1992). Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya.
Jakarta.
.Sangjindavong, M., Mookdasanit, J., Wilaipun, P., Chuapoehuk, P. and Akkanvanitch,
C. (2009). Using Pineapple to Produce Fish Sauce from Surimi Waste. Kasetsart
Journal of Science. 43 : 791 - 795 (2009).
11
Sayed M.I. (2010). Utilization of Gambusia (Affinis affinis) for Fish Sauce Production.
Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 10: 169-172 (2010).
Tolga Dincer, Sukran Cakli, Berna Kiline, Sebnem Tolasa. 2010. Amino Acids and
Fatty Acid Composition Content of Fish Sauce. Journal of Animal and Veterinary
Advances 9(2) : 311 – 315.
12
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus:
𝑆𝑎𝑙𝑖𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠 (%) =ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛
1000𝑥 100%
Kelompok C1
Hasil pengukuran = 30
𝑆𝑎𝑙𝑖𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠 (%) =30
1000𝑥 100% = 3,0%
Gram Papain :
0,2 % = 0,2
100 𝑥 50 = 0,1 𝑔𝑟𝑎𝑚
Kelompok C2
Hasil pengukuran = 60
𝑆𝑎𝑙𝑖𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠 (%) =32
1000𝑥 100% = 3,20%
Gram Papain :
0,4 % = 0,4
100 𝑥 50 = 0,2 𝑔𝑟𝑎𝑚
Kelompok C3
Hasil pengukuran = -
𝑆𝑎𝑙𝑖𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠 (%) = −
Gram Papain : -
Kelompok C4
Hasil pengukuran = 40
𝑆𝑎𝑙𝑖𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠 (%) =40
1000𝑥 100% = 4,0%
Gram Papain :
0,8 % = 0,8
100 𝑥 50 = 0,4 𝑔𝑟𝑎𝑚
13
Kelompok C5
Hasil pengukuran = 37
𝑆𝑎𝑙𝑖𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠 (%) =37
1000𝑥 100% = 3,7%
Gram Papain :
1 % = 1
100 𝑥 50 = 0,5 𝑔𝑟𝑎𝑚
6.2. Diagram Alir
6.3. Laporan Sementara
6.4. Abstrak Jurnal
6.5. Viper
14