Kecap Ikan_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

26
Acara III KECAP IKAN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun Oleh : Nama : Meliana Dewi P. NIM : 13.70.0063 Kelompok D5 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

description

Kecap ikan merupakan hasil fermentasi dari limbah ikan yang dapat digunakan untuk bahan memasak / makanan

Transcript of Kecap Ikan_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

Page 1: Kecap Ikan_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

Acara III

KECAP IKAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun Oleh :Nama : Meliana Dewi P.

NIM : 13.70.0063Kelompok D5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Page 2: Kecap Ikan_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

1. MATERI METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah toples, blixer, kompor, panci,

hand refractometer, pipet volume, sendok, pengaduk kayu, pisau.

1.1.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tulang dan kepala ikan,

garam, bawang putih, gula kelapa, enzim papain komersial, air.

1.2. Metode

1

Tulang dan kepala ikan dihancurkan dan dimasukkan ke dalam toples sebanyak 50 gram

Enzim papain ditambahkan ke dalam toples dengan konsentrasi 0,2% (kelompok D1), konsentrasi 0,4% (kelompok D2), konsentrasi 0,6% (kelompok D3),

konsentrasi 0,8% (kelompok D4); konsentrasi 1% (kelompok D5)

Page 3: Kecap Ikan_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

2

Toples diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari

Hasil fermentasi ditambahkan dengan air sebanyak 300 ml

Hasil fermentasi disaring menggunakan kain saring

Filtrat ditambahkan dengan 50 gram bawang putih, 50 gram garam, dan 50 gram gula kelapa.

Page 4: Kecap Ikan_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

3

Filtrat direbus sampai mendidih sambil diaduk selama 30 menit

Setelah dingin hasil perebusan disaring

Dilakukan pengamatan uji sensori berupa warna, rasa, dan aroma kecap

Page 5: Kecap Ikan_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

4

Salinitas kecap ikan dihitung dengan menggunakan rumus:

Salinitas=hasil refraksi1000

x 100 %

Kecap diambil sebanyak 1 ml dan diencerkan dengan aquades sebanyak 9 ml (pengenceran 10-1)

Dilakukan uji salinitas kecap dengan menggunakan hand refractometer

Page 6: Kecap Ikan_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil Pengamatan Kecap Ikan dengan Penambahan Enzim Papain dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Kecap Ikan dengan Penambahan Enzim Papain

Kel. Perlakuan Warna Rasa Aroma Penampakan Salinitas (%) D1 Enzim papain 0,2% ++++ +++++ ++ +++++ 4,00

D2 Enzim papain 0,4% +++++ ++++ ++ ++++ 3,00D3 Enzim papain 0,6% +++ ++++ ++ +++ 3,00D4 Enzim papain 0,8% +++ ++ ++++ + 2,50D5 Enzim papain 1% +++ +++++ +++ + 3,50

Keterangan:Warna : Aroma + : tidak coklat gelap + : sangat tidak tajam++ : kurang coklat gelap ++ : kurang tajam +++ : agak coklat gelap +++ : agak tajam ++++ : coklat gelap ++++ : tajam+++++ : sangat coklat gelap +++++ : sangat tajamRasa Penampakan + : sangat tidak asin + : sangat cair++ : kurang asin ++ : cair+++ : agak asin +++ : agak kental++++ : asin ++++ : kental+++++ : sangat asin +++++ : sangat kental

Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui perlakuan enzim papain yang diberikan berbeda-

beda. Enzim papain yang digunakan kelompok D1 sampai D5 berturut-turut adalah

0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,8%, dan 1%. Kecap ikan yang dihasilkan kelompok D1 memiliki

warna coklat gelap, rasa sangat asin, aroma kurang tajam, penampakan sangat kental,

dan salinitas 4%. Kecap ikan yang dihasilkan kelompok D2 memiliki warna sangat

coklat gelap, rasa asin, aroma kurang tajam, penampakan kental, dan salinitas 3%.

Kecap ikan yang dihasilkan kelompok D3 memiliki warna agak coklat gelap, rasa asin,

aroma kurang tajam, penampakan agak kental, dan salinitas 3%. Kecap ikan yang

dihasilkan kelompok D4 memiliki warna agak coklat gelap, rasa kurang asin, aroma

tajam, penampakan sangat cair, dan salinitas 2,5%. Kecap ikan yang dihasilkan

kelompok D5 memiliki warna agak coklat gelap, rasa sangat asin, aroma agak tajam,

penampakan sangat cair, dan salinitas 3,5%.

5

Page 7: Kecap Ikan_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

3. PEMBAHASAN

Kecap ikan adalah produk hasil hidrolisa ikan yang dihasilkan dengan menggunakan

metode fermentasi atau dengan dilakukan penambahan garam, enzim, maupun bahan

kimia. Kecap ikan memiliki ciri-ciri dengan bentuk cair (liquid), dan memiliki warna

coklat jernih (Elmer et al, 2005). Menurut Afrianto & Liviawaty (1989) kualitas kecap

ikan ditentukan oleh jumlah garam dan lamanya proses fermentasi. Bahan yang

digunakan untuk pembuatan kecap ikan ini adalah tulang, ekor dan kepala ikan yang

merupakan produk samping atau limbah dari pembuatan surimi. Pada umumnya, bagian

ikan yang dapat dimakan sekitar 70%. Sedangkan beberapa bagian seperti kepala, ekor,

sirip, isi perut biasanya dibuang atau diolah menjadi produk lain (produk sampingan).

Isi perut dan kepala ikan merupakan limbah yang dapat diolah lagi menjadi produk

kecap ikan. (Irawan, 1995). Astawan & Astawan (1988) menambahkan bahwa

umumnya kecap ikan diolah dari ikan-ikan laut yang memiliki ukuran kecil seperti

tembang, japuh, selar, teri, pepetek ataupun ikan air tawar seperti nilam, sriwet,

jempang, seluang, butuh dan ikan-ikan kecil lainnya.

Berdasarkan proses pembuatannya, kecap ikan dapat dibuat dengan 2 cara fermentasi,

yaitu fermentasi dengan garam dan fermentasi dengan enzim (secara enzimatis). Proses

fermentasi pada pembuatan kecap ikan melibatkan bakteri sehingga perlu ditambahkan

garam sebagai bahan pengawet serta menyeleksi mikroorganisme yang boleh tumbuh

pada saat proses fermentasi berlangsung (Astawan & Astawan, 1988). Dalam fermentasi

kecap ikan, akan dihasilkan dimetil sulfida, dimetil disulfida, dan dimetil trisulfida yang

tidak diinginkan. Untuk mengurangi pembentukan senyawa tersebut dapat ditambahkan

Staphylococcus xylasus pada pembuatan kecap ikan (Udomsil et al, 2010). Selain

menggunakan Staphylococcus xylasus, penggunaan Halobacterium sp. juga dapat

digunakan untuk fermentasi kecap ikan (Akolkar et al, 2009). Biasanya hanya bakteri

yang bersifat halophilic saja yang dapat digunakan untuk fermentasi kecap ikan karena

kecap ikan bersifat memiliki garam yang tinggi (Hezayen et al, 2010).

Proses fermentasi secara tradisional dilakukan pada larutan garam 20% selama 2 hingga

4 minggu. Fermentasi secara enzimatis dilakukan dengan adanya penambahan enzim

6

Page 8: Kecap Ikan_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

7

pada prosesnya. Pada fermentasi tersebut biasanya dilakukan penambahan enzim

protease seperti enzim bromelin yang berasal dari parutan buah nanas muda ataupun

enzim papain yang dihasilkan dari getah buah pepaya muda. Dengan penambahan

enzim ini, proses fermentasi pembuatan produk kecap ikan dapat dibuat dengan waktu

yang lebih singkat dengan nilai kandungan protein yang lebih tinggi pula. Namun,

kecap ikan dengan fermentasi enzimatis ini mempunyai aroma dan rasa yang masih

kurang disukai oleh konsumen (Astawan & Astawan, 1988). Yang perlu diperhatikan

dalam pembuatan keecap ikan adalah terbentuknya amine yang berasal dari histamine

pada ikan. Akan tetapi histamine yang dihasilkan tidak terlalu berpengaruh terhadap

tubuh. Hal ini dikarenakan penggunaan kecap ikan yang relatif sedikit sehingga tidak

berbahaya (Zaman et al, 2010)

Pada praktikum ini, pembuatan kecap ikan dilakukan secara fermentasi enzimatis.

Untuk proses fermentasi secara enzimatis ini, maka dilakukan penambahan enzim

papain yang merupakan enzim dari getah pepaya segar yang juga termasuk enzim

protease. Protease merupakan enzim yang memiliki fungsi sebagai penghidrolisis

protein. Enzim protease dapat menghidrolisis protein karena enzim protease memiliki

kemampuan untuk memecah ikatan peptida yang ada pada protein di bawah suasana

yang memungkinkan untuk menghidrolisis protein tersebut. (Muhidin, 1999).

Dalam pembuatan kecap ikan ini, mula-mula tulang, ekor dan kepala ikan dibersihkan

dari sisa-sisa daging, mata ikan, insang hingga bersih. Kemudian dihaluskan terlebih

dahulu menggunakan blender / blixer dan ditimbang sebanyak 50 gram. Tujuan dari

dihaluskannya ikan ini adalah untuk meningkatkan efektivitas ekstraksi karena

kerusakan sel akan memudahkannya keluar senyawa flavor. Senyawa pembentuk flavor

biasa terdistribusi dalam bentuk terikat dalam bentuk lemak, protein atau air, sehingga

memerlukan perlakuan awal seperti penghancuran dimana diawal praktikan telah

memblender bahan-bahan yang digunakan, selain itu juga dengan penghancuran dapat

menyebabkan permukaan bahan menjadi semakin luas sehingga rasio permukaan

terhadap volume bahan semakin tinggi, dan komponen flavor semakin mudah keluar

(Saleh et al., 1996).

Page 9: Kecap Ikan_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

8

Bahan yang telah dihaluskan lalu dimasukkan ke dalam toples dan ditambahkan dengan

enzim papain sebesar 0,2% (kelompok D1), 0,4% (kelompok D2), 0,6% (kelompok

D3), 0,8% (kelompok D4), dan 1% (kelompok D5). Tujuan dari penambahan enzim

adalah untuk menghidrolisis protein melalui aktivitas proteolitik dan mempercepat

proses fermentasi. Dan dikatakan bahwa tingkat hidrolisis yang tinggi mungkin

menghasilkan beberapa asam amino bebas, tapi angka ikatan peptide pada rantai peptide

yang panjang akan berkurang (Lay, 1994).

Dilakukan inkubasi selama 3 hari dalam suhu ruang. Selama proses inkubasi, toples

harus tertutup dalam keadaan rapat dengan cara mengisolasi tutup toples. Hal tersebut

bertujuan untuk menghasilkan kondisi anaerob, yang akan membuat fermentasi kecap

ikan berjalan lebih cepat dan menghasilkan kecap ikan dengan kualitas yang lebih baik

(Lisdiana & Soemardi, 1997). Fermentasi merupakan sebuah proses katabolisme yang

terjadi secara anaerobik atau penguraian senyawa-senyawa kompleks yang terkandung

pada ikan menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana karena adanya enzim atau

dari mikroorganisme yang berlangsung dalam kondisi lingkungan yang spesifik

(anaerobik) (Astawan & Astawan, 1988). Setelah 3 hari, bahan ditambah dengan air

sebanyak 250 ml, lalu disaring dengan menggunakan kain saring. Menurut Moeljanto

(1992), proses penyaringan tersebut bertujuan untuk memisahkan cairan yang terbentuk

dari hasil fermentasi dengan padatan atau kotoran yang ada.

Bahan tersebut dimasak dengan cara dididihkan sambil diaduk dan ditambahkan dengan

bumbu berupa bawang putih, garam dan gula jawa masing-masing sebanyak 50 gram.

Proses pendidihan bertujuan untuk membunuh mikroorganisme kontaminan yang

muncul pada proses fermentasi dan proses penyaringan sebelumnya, meningkatkan cita

rasa, menguapkan air sehingga kecap ikan lebih kental (Lisdiana & Soemardi, 1997).

Penambahan bumbu-bumbu bertujuan untuk menambah aroma dan cita rasa dari produk

kecap ikan yang dihasilkan nantinya. Selain itu, bawang putih dapat membunuh bakteri

karena mengandung zat allicin, sedangkan garam dan gula digunakan untuk

menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Fachruddin, 1997). Proses pengadukan

bertujuan untuk menghomogenkan seluruh bumbu yang telah dihaluskan dan

Page 10: Kecap Ikan_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

9

dimasukkan ke dalam kecap ikan sehingga dapat tercampur dengan sempurna (Elmer et

al, 2005).

Selain menggunakan bumbu, rempah-rempah dapat untuk menurunkan jumlah bakteri

pada kecap ikan. Rempah-rempah dapat meningkatkan organoleptik baik warna, aroma

dan rasa. Kecap ikan dengan penambahan rempah-rempah memiliki karakteristik yang

baik dibandingkan dengan kecap ikan lain dari produk fermentasi (Kilinc et al, 2005).

Selanjutnya, dilakukan pengamatan secara sensoris yang meliputi warna, rasa,aroma

dan penampakan. Selain itu, dilakukan juga pengukuran salinitas terhadap garam kecap

ikan dengan menggunakan hand refractometer.

Berdasarkan percobaan yang dilakukan, pada perlakuan papain 0,4% menghasilkan

warna coklat yang paling gelap daripada perlakuan lainnya. Hal ini tidak sesuai dengan

pernyataan dari Astawan & Astawan (1991) bahwa semakin banyak konsentrasi enzim

yang ditambahkan, maka akan semakin tinggi pula aktivitas protease sehingga warna

cairan hasil hidrolisa akan semakin gelap. Ketidaksesuaian tersebut dapat disebabkan

karena saat pembuatan proses kecap ikan dilakukan waktu pemanasan yang berbeda

antara kelompok, penambahan gula jawa terlalu sedikit, ataupun dapat terjadi karena

pengamatan warna pada kecap ikan secara sensoris bersifat subjektif. Lees & Jackson

(1973) menambahkan bahwa warna coklat pada kecap dapat dihasilkan karena adanya

reaksi maillard terjadi karena gugus-gugus asam amino yang terkandung dalam daging

ikan bereaksi dengan gula pereduksi yang terdapat dalam gula jawa, sehingga

menyebabkan timbulnya warna coklat. Dengan adanya proses fermentasi enzimatis

yang sempurna, seharusnya akan menghasilkan kecap ikan dengan warna coklat muda

(Astawan & Astawan, 1988).

Kecap ikan memiliki aroma khas yang sering berfungsi sebagai indikator untuk

mengukur kualitas kecap ikan, karena rasa yang sangat asin cenderung mengalahkan

konstituen rasa lainnya. Dari parameter aroma, kecap ikan beraroma sangat tajam

dihasilkan oleh C4 dengan papain 0,8%. Hai ini tidak sesuai dengan pernyataan dari

Dincer et al (2010) bahwa semakin banyaknya enzim papain (enzim protease) akan

menghasilkan senyawa turunan protein yang menyebabkan rasa dan flavor yang

Page 11: Kecap Ikan_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

10

dihasilkan pun akan semakin kuat. Aroma dari kecap ikan ditentukan oleh komponen

nitrogen yang terkandung. Sehingga seharusnya perlakuan papain 1% yang memiliki

aroma paling kuat. Di dalam kecap ikan terdapat 70 senyawa volatile yang berperan

dalam aroma kacap ikan. Senyawa-senyawa tersebut antara lain 4 senyawa karbonil, 14

senyawa hidokarbon, 14 senyawa nitrogen, 20 senyawa asam, 2 senyawa sulfur, 8

senyawa ester, 3 senyawa fenol, dan 4 senyawa furan. Diantaranya dimethyl disulfide,

dimethyl trisulfide, 3-(methylthio)-propanol, 2-methylpropanoic acid, butanoic acid, 2-

methyl-butanoic acid, dan 2-methylbutenal (Jiang et al, 2008).

Berdasarkan hasil pengamatan kelompok D1 yang menggunakan enzim 0,2% dan D5

yang menggunakan enzim 1% menghasilkan kecap ikan yang sangat asin. Tetapi, dapat

dilihat bahwa angka salinitas paling tinggi terdapat pada kelompok C1 dengan

penambahan 0,2% papain sebesar 4%. Kegunaan dari indeks bias yaitu untuk

menentukan konsentrasi suatu zat yang terlarut dalam sampel larutan dengan cara

membandingkan besar indeks biasnya dengan kurva standar, mengidentifikasi jenis

sampel dengan membandingkan indeks bias dengan nilai yang diketahui, dan

mengetahui kemurnian sampel dengan melihat perbandingan indeks bias larutan dengan

indeks bias zat murni, dimana zat murni yang digunakan biasanya adalah air suling,

karena indeks bias air murni sedikit terpengaruh oleh perubahan suhu, selain itu air

suing juga tidak beracun dan bisa ditemukan dalam keadaan murni, apabila nilai indeks

bias sampel hampir sama dengan besar indeks bias zat murni, maka dapat dikatakan

bahwa sample semakin murni (Hanson, 2003).

Hasil pengamatan tersebut kurang benar karena menurut Astawan & Astawan (1988),

dengan banyaknya enzim papain yang diberikan akan membuat proses fermentasi

berjalan lebih sempurna dan menghasilkan cita rasa yang kuat. Oleh karena itu

dikatakan bahwa yang seharusnya memiliki rasa paling asin adalah kecap ikan dengan

konsentrasi paling tinggi, dan seharusnya kadar salinitas pada kecap ikan yang paling

tinggi adalah pada kecap ikan dengan konsentrasi papain tertinggi. Seharusnya, semakin

tinggi konsentrasi papain yang ditambahkan akan menghasilkan kecap ikan yang lebih

khas yaitu lebih asin dan rasa asin yang ada sebanding dengan tingginya salinitas yang

dihasilkan. Namun hal ini tidak sesuai dengan hasil praktikum yang diperoleh. Hal ini

Page 12: Kecap Ikan_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

11

disebabkan karena proses pemanasan dengan waktu dan suhu yang berbeda akan terjadi

reaksi kimia yang berbeda pula. Selain itu, pada saat pembacaan alat dengan hand

refraktometer yang sangat sulit karena skala yang sangat berdekatan sehingga membuat

bias pembacaan dan pembacaan terpaut 1 atau 2 skala sangat mungkin terjadi. Besanya

indeks bias suatu zat dipenagruhi oleh beberapa faktor antara lain panjang gelombang,

konsentrasi larutan. Namun apabila suhu dari medium semakin tinggi maka indeks

biasnya semakin kecil, dan apabila panjang gelombang cahaya yang melalui medium

semakin panjang, maka indeks biasnya akan semakin besar (Sutrisno, 1984).

Sedangkan pada kelompok D5 memiliki penampakan yang sangat cair. Hal ini sudah

sesuai dengan teori Astawan & Astawan (1988) bahwa dengan adanya penambahan

enzim papain akan mengakibatkan protein terurai menjadi peptida, pepton, dan asam

amino lainnya. Penguraian senyawa tersebut memberi efek pada viskositas kecap ikan.

Penguraian senyawa-senyawa kompleks pada kecap ikan akan menurunkan viskositas

kecap ikan. Sehingga, seharusnya dengan bertambahnya konsentrasi papain akan

menghasilkan kecap ikan yang semakin cair.

Menurut Astawan & Astawan (1991), terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi

suksesnya pembuatan kecap ikan, yaitu enzim papain yang ditambahkan, tingkat

kesegaran ikan yang digunakan sebagai bahan baku, lamanya proses fermentasi,

bumbu-bumbu yang ditambahkan, dan kebersihan. Dengan semakin banyaknya jumlah

enzim papain yang ditambahkan maka protein yang terhidrolisa akan semakin tinggi

pula sehingga komponen penyusun aroma yang dihasilkan akan semakin banyak.

Begitupula dengan bahan baku yang digunakan, apabila bahan baku (ikan) yang

digunakan semakin segar, maka rasa dan warna yang dihasilkan oleh kecap ikan akan

semakin kuat karena kandungan asam amino yang dihasilkan dari hidrolisa ikan. Bumbu

yang ditambahkan juga akan menambah aroma dan rasa serta memperpanjang umur

simpan kecap ikan yang dihasilkan. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Fachruddin

(1997).

Selain itu, ketidaksesuaian hasil pengamatan karakteristik sensori dari pengamatan tiap

kelompok serta dari teori yang ada juga dapat disebabkan karena uji sensori bersifat

Page 13: Kecap Ikan_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

12

subjektif. Evaluasi sensori yaitu dimana evaluasi sensori atau sering disebut

organoleptik adalah ilmu pengetahuan yang menggunakan indera manusia untuk

mengukur tekstur, penampakan, aroma dan flavor produk pangan. Evaluasi sensori

biasanya dilakukan oleh penguji yang sering disebut sebagai panelis dimana pada

dasarnya penilaian yang dilakukan tiap panelis akan berbeda-beda atau bersifat subjektif

(Ebook pangan, 2006).

Page 14: Kecap Ikan_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

4. KESIMPULAN

Kecap ikan adalah produk hasil hidrolisa ikan yang dihasilkan dengan menggunakan

metode fermentasi atau penambahan garam, enzim, maupun bahan kimia.

Faktor yang mempengaruhi pembuatan kecap ikan: enzim yang ditambahkan, tingkat

kesegaran ikan, lama proses fermentasi, bumbu yang ditambahkan, dan kebersihan.

Penambahan enzim dapat membuat waktu fermentasi yang lebih singkat dan nilai

kandungan protein lebih tinggi.

Tujuan dari penambahan enzim adalah untuk menghidrolisis protein melalui aktivitas

proteolitik dan mempercepat proses fermentasi.

Tujuan penghalusan adalah meningkatkan efektivitas ekstraksi karena kerusakan sel

akan memudahkannya keluar senyawa flavor.

Penyaringan bertujuan untuk memisahkan cairan yang terbentuk dari hasil fermentasi

dengan padatan atau kotoran yang ada.

Pemasakan bertujuan untuk membunuh mikroorganisme kontaminan, meningkatkan

cita rasa, dan menguapkan air sehingga kecap ikan lebih kental.

Penambahan bumbu-bumbu bertujuan untuk menambah aroma dan cita rasa dari

produk kecap ikan yang dihasilkan nantinya.

Bawang putih dapat membunuh bakteri karena mengandung zat allicin, sedangkan

garam dan gula digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

Semakin tinggi konsentrasi enzim, maka warna cairan akan semakin gelap.

Semakin banyak enzim, rasa dan flavor yang dihasilkan semakin kuat.

Semakin banyak enzim, rasa kecap ikan lebih asin dan sebanding dengan salinitas.

Semarang, 30 Oktober 2015

Praktikan, Mengetahui

Asisten dosen,

Meliana Dewi Michelle Darmawan

13.70.0063

13

Page 15: Kecap Ikan_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

5. DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. & Liviawaty. (1989). Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Alokar et al,. (2009). Halobacterium sp. SP1(1) as a Starter Culture for Accelerating Fish Sauce Fermentation. Journal of Applied Microbiology; ISSN 1364-5072.

Astawan, M. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pessindo.

Astawan, M. W. & M. Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. CV. Akademika Pressiwanndo. Jakarta.

Dincer, Tolga., Sukran Cakli., Berna Kilinc., & Sebnem Tolasa. (2010). Amino Acids and Fatty Acid Composition Content of Fish Sauce. Journal of Animal and Veterinary Advances 9 (2): 311-315, 2010.

Elmer et al,. (2005).Deocaris Application of Irradiation as Pretreatment Method in the Production of Fermented Fish Paste.

Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Dendeng. Kanisius. Yogyakarta.

Hanson, J. (2003). Refractometry. www2.ups.edu.

Hesayen et al,. (2010). Oceanobacillus aswanensis Strain FS10 sp. Nov., an Extremely Halotolerant Bacterium Isolated from Salted Fish Sauce in Aswan City, Egypt. Global Journal of Molecular Sciences 5 (1): 01 – 06; ISSN 1990-9241.

Irawan, A. (1995). Pengolahan Hasil Perikanan Home Industri dan Usaha Perikanan dan Mengomersilkan Hasil Sampingnya. Penerbit Aneka. Solo.

Jiang et al,. (2008). Analysis of Volatile Compounds in Traditional Chinese Fish Sauce (Yu Lu). Food Bioprocess Technol.

Kilinc Berna, Sukran Cakli, Tolga Dincer, and Sebnem Tolasa. (2005). Chemical, Microbiological and Sensory Changes Associated With Fish Sauce Processing. Springer-Verlag.

14

Page 16: Kecap Ikan_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

15

Lay, B. W. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Lees, R. & E. B. Jackson. (1973). Sugar Confectionery and Chocolate Manufacture. Leonard Hill. Glasgow.

Lisdiana & W. Soemardi. (1997). Budidaya Nanas: Pengantar dan Pemasaran. CV.Aneka. Solo.

Moeljanto. (1992). Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Muhidin, D. (1999). Agroindustri Papain dan Pektin. Penebar Swadaya. Jakarta.

Saleh, M ; A. Ahyar ; Murdinah ; dan N. Haq. (1996). Ekstraksi Kepala Udang Menjadi Flavor Udang Cair. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. II, No.1, hal 60-68.

Sutrisno. (1984). Fisika Dasar II. Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik. Jakarta.

Udomsil et al,. (2010). Proteinase-producing Halophilic Lactic Acid Bacteria Isolated From Fish Sauce Fermentation and Their Ability to Produce Volatile Compounds. International Journal of Food Microbiology 141: 186–194.

Zaman et al,. (2010). Occurrence of Biogenic Amines and Amines Degrading Bacteria in Fish Sauce. Czech J. Food Sci., 28: 440–449.

Page 17: Kecap Ikan_Meliana_13-70-0063_d5_Unika Soegijapranata

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

Salinitas (% )=hasil pengukuran1000

x 100 %

Kelompok D1

Hasil pengukuran = 40

Salinitas (% )= 401000

x100 %=4 %

Gram Papain :

0,2 %= 0,2100

x50=0,1 gram

Kelompok C2

Hasil pengukuran = 30

Salinitas (% )= 301000

x100 %=3 %

Gram Papain :

0,4 %= 0,4100

x50=0,2 gram

Kelompok C3

Hasil pengukuran = 30

Salinitas (% )= 301000

x100 %=3 %

Gram Papain :

0,6 %= 0,6100

x 50=0,3 gram

Kelompok C4

Hasil pengukuran = 25

Salinitas (% )= 251000

x100=2,5 %

Gram Papain :

0,8 %= 0,8100

x 50=0,4 gram

Kelompok C5

Hasil pengukuran = 35

Salinitas (% )= 351000

x100=3,5 %

Gram Papain :

1 %= 1100

x50=0,5 gram

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal

16