Kecap Ikan_Yoanita_13700192_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

24
Acara III KECAP IKAN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusunoleh: Nama : Yoanita Dhaniswara Masanti NIM : 13.70.0192 Kelompok : B3 1

description

Praktikum ini bertujuan untuk memepelajari proses pembuatan kecap ikan dengan cara enzimatis. Enzim proteolitik berupa papain berupa berbagai konsentrasi digunakan dalam praktikum ini untuk mengetahui pengaruhnya terhadap karakteristik kecap ikan yang dihasilkan ditinjau dari segi rasa, aroma, dan warna.

Transcript of Kecap Ikan_Yoanita_13700192_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Page 1: Kecap Ikan_Yoanita_13700192_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Acara III

KECAP IKAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusunoleh:

Nama : Yoanita Dhaniswara Masanti

NIM : 13.70.0192

Kelompok : B3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK

SOEGIJAPRANATA SEMARANG

2015

1

Page 2: Kecap Ikan_Yoanita_13700192_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1. MATERI DAN METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, pisau, botol, toples, panci,

kain saring, dan pengaduk kayu.

1.1.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tulang dan kepala ikan, enzim

papain komersial, garam, gula kelapa, dan bawang putih.

1.2. Metode

1

Tulang dan kepala ikan sebanyak 50 gram dihancurkan, lalu dimasukkan ke dalam toples

Kemudian ditambahkan enzim papain dengan konsentrasi 0,2%; 0,4%; 0,6%; 0,8%; dan 1%

Diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari

Setelah itu ditambahkan 300 ml air dan diaduk

Page 3: Kecap Ikan_Yoanita_13700192_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

Kecap ikan yang telah jadi diamati secara sensoris yang meliputi warna, rasa, dan

Setelah mendidih kecap dibiarkan agak dingin, lalu dilakukan penyaringan kedua

Hasil fermentasi kemudian disaring, lalu filtrat direbus selama 30 menit sampai mendidih (selama perebusan ditambahkan bumbu seperti 50 g bawang putih, 50 g garam, dan 1 butir gula kelapa)

Page 4: Kecap Ikan_Yoanita_13700192_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2. HASIL PENGAMATAN

Hasilpengamatanujisensorisdansalinitaskecapikandenganpenambahanenzim

papaindapatdilihatpadatabel 1.

Kel. Perlakuan Warna Rasa Aroma Penampakan Salinitas (%)

B1 Enzim papain 0,2% ++ +++ +++ ++ 5,5

B2 Enzim papain 0,4% +++++ +++++ +++ +++ 6,0

B3 Enzim papain 0,6% +++++ +++++ ++ ++ 5,0

B4 Enzim papain 0,8% ++++ ++++ ++ ++ 4,5

B5 Enzim papain 1% ++++ ++++ ++ +++ 5,9

Tabel 1. KecapIkandenganPenambahanEnzim PapainKeterangan:Warna : Aroma + : tidak coklat gelap + : sangat tidak tajam++ : kurang coklat gelap ++ : kurang tajam +++ : agak coklat gelap +++ : agak tajam ++++ : coklat gelap ++++ : tajam+++++ : sangat coklat gelap +++++ : sangat tajamRasa Penampakan :+ : sangat tidak asin + : sangat cair++ : kurang asin ++ : cair+++ : agak asin +++ : agak kental++++ : asin ++++ : kental+++++ : sangat asin +++++ : sangat kental

PadaTabel 1. dapatdiketahuibahwapadaaspekwarna, kelompok B2 dan B3

memperolehwarnasangatcoklatgelap. Padaaspek rasa, kelompok B2 dan B3 memperoleh

rasa sangatasin.Padaaspek aroma, kelompok B1 dan B2 memperoleh aroma yang

agaktajam.PadaaspekpenampakanKelompok B2 dan B5 memperolehpenampakan yang

agakkental.Padaujisalinitas, kelompok B2 memperolehhasil paling besaryaitu 6,0%

denganperlakuanenzim papain 0,4.

3

Page 5: Kecap Ikan_Yoanita_13700192_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3. PEMBAHASAN

Menurut Fukuda (2014), fermentasi sering didefinisikan sebagai industry makanan yang

menggunakaan aktivitas mikroorganisme dan enzim. Proses ini melibatkan senyawa

kompleks meliputi karbohidrat, protein, dan lemak yang dipecah menjadi bentuk yang lebih

sederhana.Menurut Astawan & Astawan (1988) kecap ikan merupakan suatu produk hasil

hidrolisa ikan (baik secara fermentasi/ garam, enzimatis maupun kimiawi) yang berbetuk

cair dan berwarna coklat jernih. Afrianto & Liviawaty (1989) juga menambahkan bahwa

kecap ikan merupakan salah satu produk perikanan tradisional yang diolah dengan cara

fermentasi dan telah dikenal sejak lama. Irawan (1995) mengatakan bahwa pengolahan ikan

bermanfaat untuk memperbaiki bau (odor), cita rasa (flavour), penampakan (appearance),

dan tekstur (texture) daging.

Moeljanto (1992) juga menambahkan bahwa ikan terdiri dari 70%-80% air sehingga mudah

sekali rusak. Kerusakan atau pembusukan yang terjadi disebabkan oleh kegiatan

mikroorganisme (bakteri pembusuk) yang terdapat pada tubuh ikan atau karena adanya

kegiatan enzim, sehingga ikan perlu diolah. Afrianto & Liviawaty (1989) menyatakan

bahwa ciri dari kecap ikan, yaitu berasa asin, memiliki warna kekuningan hingga coklat

muda, dan mengandung senyawa nitrogen yang cukup banyak, dimana kualitasnya

ditentukan oleh banyaknya garam yang digunakan dan lamanya fermentasi.

Karakteristik fisik yang dimiliki kecap ikan yaitu mempunyai rasa yang agak asin dengan

warna cairan kecap dari kekuningan sampai coklat muda dan mengandung banyak senyawa

nitrogen. Selain itu, penggunaan garam dan lamanya proses fermentasi sangat menentukan

kualitas dari kecap ikan (Kasmidjo, 1990). Di Thailand, kecap ikan mengandung

konsentrasi garam yang tinggi yaitu sekitar 25-30% dimana mikroorganisme yang

ditemukan selama produksi kecap ikan umumnya merupakan bakteri halophilic

(Tanasupawat, 2009).

4

Page 6: Kecap Ikan_Yoanita_13700192_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5

3.1. Langkah Kerja Pembuatan Kecap Ikan

Pada praktikum ini, dilakukan pembuatan kecap ikan secara enzimatis dengan

menggunakan enzim papain. Ibrahim (2010) menyatakan bahwa kecap ikan merupakan

produk yang dapat dibuat dengan mudah dari berbagai jenis bahan baku ikan yang

normalnya tidak digunakan untuk makanan. Bahan yang digunakan pada praktikum ini

adalah tulang,kepala, serta sirip ikan bawal yang dagingnya telah digunakan untuk

pembuatan surimi. Tulang dan kepala ikan yang sudah dipisahkan dari daging ikan

kemudian dihancurkan hingga diperoleh berat sebanyak 50 gram. Saleh, et al. (1996)

menjelaskan bahwa tujuan dilakukannya penghancuran bahan dengan cara diblender adalah

untuk meningkatkan efektivitas ekstraksi karena kerusakan sel akan memudahkan

keluarnya senyawa flavor. Penghancuran bahan juga dapat menyebabkan permukaan bahan

menjadi semakin luas, sehingga rasio permukaan terhadap volume bahan semakin tinggi

dan komponen flavor semakin mudah keluar.

Kemudian dimasukkan ke dalam toples dan ditambahkan dengan enzim papain dengan

konsentrasi 0,2% untuk kelompok B1, 0,4 untuk kelompok B2, 0,6% untuk kelompok B3,

0,8% untuk kelompok B4 dan 1% untuk kelompok B5. Astawan & Astawan (1988)

menyatakan bahwa penambahan enzim akan menyebabkan rusaknya struktur jaringan otot

rangka dari bahan baku utama akan menyebabkan adanya beberapa komponen penyusun

flavor seperti peptida, peptone dan asam amino yang akan lepas dan akhirnya berikatan satu

sama lain membentuk flavor yang khas.

Selanjutnya toples ditutup rapat dan direkatkan dengan isolasi bening pada tutupnya dan

diinkubasi selama 4 hari. Menurut Astawan & Astawan (1988), kecap ikan dapat dibuat

dengan dua cara yaitu dengan fermentasi menggunakan garam maupun dengan fermentasi

secara enzimatis.Fermentasi menggunakan garam membutuhkan waktu yang relatif lama

yaitu lebih dari 7 bulan.Prinsip fermentasi kecap ikan dengan garam yaitu penarikan

komponen-komponen ikan terutama protein oleh garam. Setelah itu, ditambahkan 300 ml

air dan diaduk agar homogeny, kemudian hasil fermentasi disaring dengan menggunakan

Page 7: Kecap Ikan_Yoanita_13700192_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6

kain saring. Penyaring ini bertujuan untuk memisahkan filtrate dengan ampas ikan.

Selanjutnya, hasil fermentasi dimasukkan ke dalam panic yang kemudian dipanaskan.

Kemudian dimasukkan bumbu-bumbu seperti 50 gram bawang, 50 gram garam dan 50

gram gula kelapa lalu ditunggu hingga mendidih lalu dibiarkan agak dingin. Bawang putih

mengandung allicin dan alliin yang efektif sebagai antimikroba (Fachruddin, 1997).Garam

juga dapat berfungsi sebagai pengawet, memberi rasa asin, dan menguatkan rasa Desrosier

& Desrosier, 1977). Penambahan gula jawa memberikan flavor spesifik pada kecap ikan

dan menyebabkan warna kecap ikan yang dihasilkan menjadi coklat karamel serta

meningkatkan viskositas kecap ikan (Kasmidjo, 1990). Mengurangi kandungan garam pada

proses dapat membantu meningkatkan laju fermentasi sebaik mungkin dan meningkatkan

kandungan nutrisi dengan mengurangi kandungan sodium (Ibrahim, 2010). Setelah itu

dilakukan penyaringan kedua, dan dilakukan uji sensoris yang meliputi uji warna, rasa dan

aroma.

3.2. Pengamatan Uji Warna, Rasa, Aroma dan Salinitas

Pada hasil pengamatan dapat diketahui bahwa kelompok B1 dengan penambahan enzim

papain 0,2% memeproleh hasil warna kurang coklat gelap. Kelompok B4 dengan

penambahan enzim papain 0,8 dan kelompok B5 dengan penambahan enzim papain 1%

memeproleh hasil warna coklat gelap. Kelompok B2 dengan penambahan enzim papain

0,4% dan kelompok B3 dengan penambahan enzim papain 0,6% memeproleh hasil warna

sangat coklat gelap. Warna coklat ini didapatkan karena beberapa faktor. Faktor yang utama,

menurut teori Kasmidjo (1990), disebabkan karena adanya reaksi pencoklatan antara gula jawa

dengan beberapa komponen pembentuk citarasa lainnya. Petrucci (1992) yang menjelaskan

bahwa pada suhu yang tinggi, cairan akan menjadi lebih gelap dan pekat. Perbedaan warna

pada setiap kelompok terjadi karena perbedaan suhu maupun lama waktu pemasan kecap

ikan. Hal ini dapat sudah sesuai dengan teori bahwa lama pemanasan, suhu pemanasan

serta penambahan gula kelapa adalah factor yang memengaruhi aspek warna pada kecap

ikan.

Page 8: Kecap Ikan_Yoanita_13700192_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

Pada hasil pengamatan pada aspek rasa, dapat diketahui bahwa kelompok B1 dengan

penambahan enzim papain 0,2% memperoleh rasa agak asin. Kelompok B4 dengan

penambahan enzim papain 0,8% dan kelompok B5 dengan penambahan enzim papain 1%

memperoleh asin. Kelompok B2 dengan penambahan enzim papain 0,4% dan kelompok

B3 dengan penambahan enzim papain 0,6% memperoleh rasa sangat asin. Astawan &

Astawan (1991), apabila konsentrasi enzim yang ditambahkan semakin tinggi, maka rasa

kecap ikan akan semakin lemah (tidak tajam). Hasil yang diperoleh pada praktikum ini

kurang sesuai dengan teori, karena seharusnya kelompok B1 dengan konsentrasi enzim

terendahlah yang memperoleh rasa paling asin. Hal ini dapat terjadi karena penambahan

bumbu yang mungkin kurang tepat, sehingga hasil yang diperoleh kurang sesuai. Hal lain

yang memengaruhi adalah lama pemanasan yang tidak sama, sehingga rasa yang dihasilkan

kurang sesuai, karena semakin lama pemanasan maka akan meningkatkan rasa asin dari

kecap.

Hasil pengamatan yang diperoleh selanjutnya adalah aroma. Diketahui kelonpok B3 dengan

enzim papain 0,6%, kelompok B4 dengan emzim papain 0,8%, dan kelompok B5 dengan

enzim papain 1% memperoleh hasil yang sama yaitu aroma kurang tajam. Kelompok B1

dengan enzim 0,2% dan kelompok B2 dengan enzim 0,4% memperoleh hasil yang sma

yaitu aroma agak tajam. Astawan & Astawan (1991) menyatakan bahwa semakin banyak

enzim papain yang digunakan menyebabkan semakin banyak protease yang menghidrolisa

protein ikan sehinggaaktivitas hidrolisa semakin tinggi. Dengan tingginya aktivitas

hidrolisa, komponen penyusun aroma yang dihasilkan akan semakin banyak dan membuat

aroma kecap ikan semakin tajam. Teori ini kurang sesuai dengan hasil yang diperoleh,

karena kelompok B1 dan B2 memiliki hasil yang sama dengan penambahan konsentrasi

enzim papain yang berbeda. Hal ini dapat terjadi karena persepsi individu yang berbeda,

sehingga hasil yang diperoleh kurang akurat.

Uji sensoris yang dilakukan selanjutnya adalah penampakan. Dari hasil pengamatan

diketahui bahwa kelompok B2 dengan enzim 0,4% dan B5 dengan enzim 1% mendapatkan

hasil agak kental, sedangkan kelompok B1 dengan enzim 0,2% , B3 dengan enzim 0,6%

Page 9: Kecap Ikan_Yoanita_13700192_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

dan B4 dengan enzim 0,8% mendapatkan hasil cair. Astawan & Astawan (1988)

menyatakan bahwa enzim papain akan menguraikan protein menjadi peptida, pepton, dan

asam amino, dimana proses penguraian akan menurunkan viskositas, sehingga kecap ikan

menjadi lebih cair. Hasil yang diperoleh kurang sesuai karena penambahan enzim kurang

tepat.

Hasil pengamatan uji salinitas tertinggi diperoleh kelompok B2 sebesar 6,0%, sedangkan

salinitas terendah diperoleh kelompok B4 sebesar 4,5%. Menurut teori yang dikemukakan

Astawan & Astawan (1991), apabila konsentrasi enzim yang ditambahkan semakin tinggi,

salinitas kecap ikan akan semakin rendah. Sehingga dapat disimpulkan konsentrasi enzim

akan berbanding terbalik dengan salinitas kecap ikan. Hasil yang diperoleh pada praktikum

ini kurang sesuai, seharusnya kelompok B1 dengan konsentrasi enzim terendah merupakan

salinitas paling tinggi, begitu juga sebaliknya, kelompok B5 dengan konsentrasi enzim

paling tinggi merupakan salinitas paling rendah. Ketidaksesuaian ini dapat terjadi karena

kesalahan saat membaca skala.

Berdasarkan teori Lee (2013 ) koji dan histidine telah diaplikasikan untuk mempercepat

fermentasi kecap ikan dengan tujuan mempersingkat periode dan biaya. Biogenics amnie

telah ditemukan saat proses produksi makanan yang meliputi produk berbasis ikan dan

makanan berfermentasi lain. Biogenic amine meliputi histamine yang diproduksi sebagai

hasil dari dekarboklasi dari asam amino pada hewan, tumbuhan dan mikroorganisme yang

dapat menjadi toksik untuk manusia. Oleh sebab itu, diperlukan penambahan bahan

pengawet pada industri kecap ikan yang mengakumulasi histamine dengan menghambat

degradasi bakteri oleh histamine, jika tidak maka akan terbentuk senyawa histamine pada

kecap ikan.

Kualitas kecap ikan hanya dapat diperoleh dari kualitas bahan baku yang baik dimana pH

dari ikan segar mendekati netral. Maka pH merupakan hal yang penting untuk

mengidentifikasi kualitas baik maupun buruknya dari kecap ikan. Karakteristik biokimia

dari kecap ikan umumnya bergantung pada kualitas bahan baku, konsentrasi garam atau

Page 10: Kecap Ikan_Yoanita_13700192_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

rasio garam dgn ikan, metode pembuatan dan lama fermentasi, dan species ikan tersebut

(Mueda, 2015).

Page 11: Kecap Ikan_Yoanita_13700192_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4. KESIMPULAN

Bahan yang digunakan dalam pembuatan kecap ikan adalah tulang, ekor dan kepala

ikan bawal.

Proses pembuatan kecap ikan pada praktikum ini menggunakan fermentasi secara

enzimatis.

Enzim papain yang digunakan bertujuan untuk mempercepat proses fermentasi kecap

ikan.

Penghancuran sampel bertujuan meningkatkan efektivitas proses ekstraksi sehingga

senyawa flavor dapat keluar dengan mudah karena selnya telah rusak.

Garam berguna untuk menambah rasa dan flavor pada kecap ikan.

Semakin lama proses pemanasan maka akan meningkatkan rasa asin dari kecap.

Lama pemanasan, suhu pemanasan serta penambahan gula kelapa adalah faktor yang

memengaruhi aspek warna pada kecap ikan.

Mengurangi kandungan garam pada proses dapat membantu meningkatkan laju

fermentasi sebaik mungkin dan meningkatkan kandungan nutrisi dengan mengurangi

kandungan sodium.

Penambahan gula kelapa memengaruhi aspek warna dari kecap ikan dan viskositasnya.

Enzim memengaruhi salinitas pada kecap ikan.

Semakin tinggi konsentrasi enzim maka, salinitas akan semakinrendah.

Semarang, 1 Oktober 2015Praktikan Asisten Dosen

- Michelle Darmawan

Yoanita Dhaniswara M13.70.0192-B3

10

Page 12: Kecap Ikan_Yoanita_13700192_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5. DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. & Liviawaty. (1989). Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Astawan, M. W. & M. Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.

Desroisier, N. W. (1977). The Technology of Food Preservation. AVI Publishing Company. Connecticut.

Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Selai. Kanisius. Yogyakarta.

Fukuda, Tsubasa., Manabu, Furushita., Shiba, Tsuneo, and Harada, Kazuki. 2014. Fish Fermented Technology by Filamentous Fungi. Journal of National Fisheries University 62 (4) 163-168

Ibrahim, Sayed Mekawy. 2010. Utilization of Gambusia (Affinis affinis) For Fish Sauce Production. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Science 10: 169-172

Irawan, A. (1995). Pengolahan Hasil Perikanan Home Industri dan Usaha Perikanan dan Mengomersilkan Hasil Sampingnya. Penerbit Aneka. Solo.

Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Lee, Jung Min., Lee, Dong Chul, and Kim, Sang Moo. 2013. The Effects of Koji and Histidine on The Formation of Histamine in Anchovy Sauce and The Growth Inhibition of Histamine Degrading Bacteria with Preservatives. Columbia International Publishing American Journal of Advanced Food Science and Technology (2013) 1: 25-36.

Moeljanto. (1992). Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mueda, Rose T. 2015. Physico-chemical and Color Characteristic of Salt-Fermented Fish Sauce From Anchovy Stelephorus commersonii.Aquaculture, Aquarium, Consevation Legislation International Journal of The Bioflux Society.

11

Page 13: Kecap Ikan_Yoanita_13700192_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

12

Petrucci, R. H. (1992). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Erlangga. Jakarta.

Saleh, M ; A. Ahyar ; Murdinah ; dan N. Haq. (1996). Ekstraksi Kepala Udang Menjadi Flavor Udang Cair. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. II, No.1, hal 60-68.

Tanasupawat, Somboon., Namwong, Sirilak., Kudo, Takuji and Itoh, Takashi. 2009. Identification of Halophilic Bacteria From Fish Sauce (Nam-Pla) in Thailand. Journal Of Culture Collections Volume 6, 2008-2009, pp. 69-75

Page 14: Kecap Ikan_Yoanita_13700192_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

Salinitas (%)=hasil pengukuran1000

x100 %

13

Page 15: Kecap Ikan_Yoanita_13700192_B3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

14

Kelompok B1

Hasil pengukuran = 30

Salinitas (%)= 551000

x 100%=5,5 %

Kelompok B2

Hasil pengukuran = 60

Salinitas (%)= 601000

x 100%=6,0 %

Kelompok B3

Hasil pengukuran = 50

Salinitas (%)= 501000

x 100 %=5,0 %

Kelompok B4

Hasil pengukuran = 45

Salinitas (%)= 451000

x 100 %=4,5 %

Kelompok B5

Hasil pengukuran = 59

Salinitas (%)= 591000

x 100 %=5,9 %

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal