Kecap Ikan_Gabryella Santi_13.70.0111_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

16
Acara III KECAP IKAN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Nama : Gabryella Santi NIM : 13.70.0111 Kelompok : D5 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015

description

Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari proses pembuatan kecap ikan dengan cara enzimatik. Enzim proteolitik berupa papain berbagai konsentrasi digunakan dalam praktikum ini unutk mengetahui pengaruhnya terhadap karakteristik kecap ikan yang dihasilkan ditinjau dari segi rasas, aroma dan warna

Transcript of Kecap Ikan_Gabryella Santi_13.70.0111_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Page 1: Kecap Ikan_Gabryella Santi_13.70.0111_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Acara III

KECAP IKAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

Nama : Gabryella Santi

NIM : 13.70.0111

Kelompok : D5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2015

Page 2: Kecap Ikan_Gabryella Santi_13.70.0111_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1

1. MATERI METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat-ala yang digunakan dalam praktikim ini adalah blender, pisau, botol, toples, kain

saring, panic dan pengaduk.

1.1.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tulang dan kepala ikan, enzim

papai komersi, garam, gula kelapa dan bawang putih.

1.2. Metode

Enzim papain ditambahkan ke dalam toples dengan konsentrasi 0,2% (kelompok

D1), konsentrasi 0,4% (kelompok D2), konsentrasi 0,6% (kelompok D3),

konsentrasi 0,8% (kelompok D4); konsentrasi 1% (kelompok D5)

Tulang dan kepala ikan dihancurkan dan dimasukkan ke dalam toples

sebanyak 50 gram

Page 3: Kecap Ikan_Gabryella Santi_13.70.0111_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

Filtrat ditambahkan dengan 50 gram bawang putih, 50 gram garam,

dan 50 gram gula kelapa.

Hasil fermentasi disaring menggunakan kain saring

Hasil fermentasi ditambahkan dengan air sebanyak 300 ml

Toples diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari

Page 4: Kecap Ikan_Gabryella Santi_13.70.0111_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

Dilakukan pengamatan uji sensori berupa warna, rasa, dan aroma kecap

Setelah dingin hasil perebusan disaring

Filtrat direbus sampai mendidih sambil diaduk selama 30 menit

Page 5: Kecap Ikan_Gabryella Santi_13.70.0111_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4

Salinitas kecap ikan dihitung dengan menggunakan rumus:

Salinitas = hasil refraksi

1000 x 100%

Dilakukan uji salinitas kecap dengan menggunakan hand refractometer

Kecap diambil sebanyak 1 ml dan diencerkan dengan aquades sebanyak 9 ml

(pengenceran 10-1)

Page 6: Kecap Ikan_Gabryella Santi_13.70.0111_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil Pengamatan Kecap Ikan dengan Penambahan Enzim Papain dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Kecap Ikan dengan Penambahan Enzim Papain

Kel. Perlakuan Warna Rasa Aroma Penampakan Salinitas (%)

D1 Enzim papain 0,2% ++++ +++++ ++ +++++ 4,00

D2 Enzim papain 0,4% +++++ ++++ ++ ++++ 3,00

D3 Enzim papain 0,6% +++ ++++ ++ +++ 3,00

D4 Enzim papain 0,8% +++ ++ ++++ + 2,50

D5 Enzim papain 1% +++ +++++ +++ + 3,50

Keterangan:

Warna : Aroma

+ : tidak coklat gelap + : sangat tidak tajam

++ : kurang coklat gelap ++ : kurang tajam

+++ : agak coklat gelap +++ : agak tajam

++++ : coklat gelap ++++ : tajam

+++++ : sangat coklat gelap +++++ : sangat tajam

Rasa Penampakan

+ : sangat tidak asin + : sangat cair

++ : kurang asin ++ : cair

+++ : agak asin +++ : agak kental

++++ : asin ++++ : kental

+++++ : sangat asin +++++ : sangat kental

Pada tabel 1. dapat dilihat bahwa pada warna dan rasa kecap ikan peningkatan

perubahannya tidak bertergantung pada konsentrasi enzim papain. Sedangkan aroma

kecap ikan akan menjadi tajam pada penambahan enzim papain 0,8%. Penambahan

konsentrasi enzim papain akan terlihat jelas sangat berpengaruh terhadap penampakan

kecap ikan. Semakin tinggi konsentrasi enzim papain maka kecap ikan akan semakin

cair. Sedangkan pada salinitas, semakin tinggi konsentrasi enzim papain maka salinitas

akan semakin rendah.

Page 7: Kecap Ikan_Gabryella Santi_13.70.0111_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6

3. PEBAHASAN

Ikan merupakan salah satu jenis bahan pangan yang sanga mudah mengalami kerusakan

terutama pada daerah tropis karena memiliki suhu dan dan kelembapan yang cukup

tinggi. Oleh sebab itu, ikan yang sudah ditangkap harus cepat mendapatkan penanganan

yng baik dan benar. Selain itu, ikan juga harus mendapatkan proses pengawetan untuk

memperpanjang umur simpannya. Salah satu proses pengawetan yang dapat dilakukan

pada ikan yaitu dengan proses fermentasi yang dapat menghasilkan kecap. Kecap ikan

merupakan produk fermentasi ikan yang berbentuk cairan berwarna coklat jernih ikan

(Sanceda et al., 2003).

Pembuatan kecap ikan dapat dilakukan melalui proses fermentasi dengan garam

maupun fermentasi secara enzimatik. Pada proses fermentasi akan terjadi perubahan

senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana akibat adanya

aktivitas enzim proteolitik atau aktivitas mikroba pada kondisi lingkungan garam tinggi

(Deswati dan Armaini, 2010). Proses pembuatan kecap ikan dapat berlangsung cukup

lama sekitar 6 hingga 12 bulan. Pada proses yang lama tersebut, peptide yang ada akan

diuraikan menjadai asam amino, sehingga akan diperoleh kecap ikan yang berwarna

coklat serta memiliki aroma dan cita rasa yang khas (Kasmidjo, 1990). Astawan &

Astawan (1988) menambahkan bahwa pembuatan kecap ikan secara tradisional atau

dengan fermantasi dengan garam membutuhkan waktu sekitar 7 bulan lebih. Dimana

prinsip fermentasi ini yaitu garam yang ada akan mengikat protein yang terdapat pada

ikan. Akolkar, et al.(2009) mengungkapkan bahwa proses fermentasi kecap ikan dapat

dipersingkat dengan cara meningkatkan suhu fermentasi, menambah antibakteri tanpa

garam, serta menggunakan enzim protease seperti bromelin dan papain. Cara tersebut

dilakukan tanpa mempengaruhi karakteristik rasa dan kualitas nutrisi kecap ikan.

Ikan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap ikan pada praktikum ini

adalah ikan bawal. Menurut Moeljanto (1992), tidak ada jenis ikan tertentu yang

diharuskan sebagai bahan baku pembuatan kecap ikan, segala jenis ikan dapat

digunakan bahkan jenis ikan yang memilik nilai ekonomis rendah. Shih et al., (2003)

menambahkan bahwa limbah padat dari ikan yang tidak dapat diolah pun dapat

Page 8: Kecap Ikan_Gabryella Santi_13.70.0111_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

dijadikan sebagai bahan baku kecap ikan. Dimana pada praktikum ini yang digunakan

adalah bagain tulang, kepala, ekor dan kulit ikan. Pertama-tama, bagian ikan tersebut

dihaluskan dengan menggunakan blender. Tujuan dari penghalusan yaitu untuk

mempermudah proses pencampuran dengan bahan-bahan lain sehingga dapat diperoleh

adonan yang homogen (Lay, 1994). Saleh et al. (1996) menambahkan bahwa proses

penghalusan akan memperluas permukaan bahan sehingga meningkatkan efisiensi

bahan untuk kontak dengan bahan lain.

Hasil penghalusan ditimbang sebanyak 50 gram dan ditambah enzin papain dengan

konsentrasi yang berbeda-beda yaitu 0,2%; 0,4%; 0,6%; 0,8% dan 1%. Enzim papain

berfungsi untuk menguraikan protein yang terdapat pada ikan menjadi komponen yang

lebih sederhana. Selaini itu, enzim papain berperan mempercepat proses fermentasi.

Enzim papain merupakan salah satu enzim protease yang berasal dari tanaman pepaya.

Enzim ini memiliki kemampuan untuk memecah ikatan peptida pada suatu substrat,

dimana peristiwa ini disebut aktivitas proteolitik (Lay, 1994). Tranggono & Sutardi

(1990) menambahkan bahwa kelompok enzim proteolitik memiliki kemampuan

memecah molekul protein melalui hidrolisa ikatan peptida, sehingga dapat membuat

daging lebih empuk. Aktivitas enzim proteolitik dalam pengempukan daging dimulai

pelarutan sarkolema yang diikuti hilangnya inti dan berlangsungnya degradasi serat otot

yang mengakibatkan hilangnya sambungan silang pada jaringan penghubung (kolagen).

Dengan demikian, semakin empuk dagin, maka akan semakin cepat proses fermentasi

terjadi. Lalu campuran tersebut diinkubasi atau difermentasi selama 4 hari dengan cara

memasukkannya ke dalam toples dan ditutup dengan rapat. Setelah itu, hasil fermentasi

ditambah dengan 300 ml air mineral dan diaduk hingga merata. Kemudian dilakukan

penyaringan menggunakan kain saring untuk memperoleh filtrat.

Filtrat yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam panci dan ditambah dengan

bumbu yang terdiri dari 50 gram bawang putih, 50 gram gula kelapa dan 50 gram

garam. Penambahan bumbu tersebut bertujuan untuk memberikan rasa. Selain itu, setiap

bumbu memiliki fungsi yang berbeda-beda. Menurut Fachruddin (1997) dalam suatu

masakan bawang putih dapat berkontribusi dalam memberikan aroma dan cita rasa serta

dapat berguna sebagai bahan pengawet alami. Dimana dalam bawang putih

Page 9: Kecap Ikan_Gabryella Santi_13.70.0111_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

mengandung senyawa allici yang memberikan efek membunuh bakteri. Kemudian

penambahan garam berperan dalam memberikan rasa asin, menguatkan rasa serta

menurunkan kelarutan oksigen. Selain itu garam juga dapat berperan sebagai pengawet

karena garam mampu menurunkan kadar air pada bahan sehingga pertumbutan mikroba

akan terhambat serta keseimbangan ionik sel mikroba akan terganggu akibat

peningkatan proton dalam sel. Kemudian penambahan garam juga dapat menghasilkan

flavor yang berasal dari pertumbuha mikroba seperti Saccharomyces, Pediococcus dan

Torulopsis (Desrosier & Desrosier, 1977).

Sedangkan penambahan gula kelapa akan mempengaruhi kualitas aroma, rasa, tekstur

dan warna pada kecap ikan. Menurut Fachruddin (1997) penambahan gula jawa atau

gula kelapa akan mampu mengurangi rasa asin akibat penambahan garam serta akan

melembutkan rasa dan aroma kecap ikan. Sedangkan warna coklat pada kecap ikan

dipengaruhi oleh penambahan gula kelapa yang dipanaskan sehingga mengakibatkan

terjadinya proses maillard yang menyebabkan terbentunya warna coklat. Kasmidjo

(1990) menambahkan bahwa penambahkan gula kelapa juga dapat meningkatkan

viskositas kecap ikan serta memberikan efek pengawetan. Setelah itu, kecap ikan

dimasak hingga semua bumbu larut selama 15 menit. Kemudian kecap ikan disaring

menggunakan kain saring untuk memisahkan dari bahan padatan seperti bawang putih

yang tidak bisa larut. Lalu dilakukan pengaatan secara sensori yang meliputi warna,

aroma dan rasa serta uji salinitas menggunakan hand refractometer.

Berdasarkan hasil pengamatan, penambahan enzim papain 0,4% memberikan warna

lebih gelap pada kecap ikan dibandingkan penambahan enzim papain dengan

konsentrasi yang lebih tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan teori Kasmidjo (1990) yang

menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi enzim papain yang ditambahkan maka

warna kecap yang dihasilkan akan semakin pekat. Astawan & Astawan (1991)

menambahkan bahwa aktivitas protease yang tinggi akan menyebabkan proses

enzimatik berjalan lebih sempurna sehingga akan menghasilkan cairan hasil hidrolisa

yang berwarna lebih pekat. Ketidaksesuaian tersebut dapat disebabkan oleh suhu dan

lama pemanasan yang digunakan. Menurut Less & Jackson (1973), warna coklat pada

kecap timbul karena adanya penambahan gula jawa. Gula jawa dan pemanasan akan

Page 10: Kecap Ikan_Gabryella Santi_13.70.0111_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

menyebabkan terjadinya reaksi browning, yaitu reaksi antara gula dan komponen cita

rasa lainnya akibat adanya panas atau suhu yang tinggi. Dimana pada praktikum ini

kestabilan suhu pemanasan dan lama waktu pemanasan untuk mencapai suhu yang

diinginkan tiap kelompok berbeda beda.

Semakin tinggi konsentrasi enzim yang ditambahkan, maka protein yang terhidrolisis

dalam daging ikan akan semakin banyak. Dimana kandungan protein pada daging ikan

yang berkontribusi dalam memberikan flavor (rasa) terbesar pada daging. Oleh karena

itu, jika banyak protein yang terhidrolisis pada daging ikan, maka rasa dari ikan menjadi

lemah (berkurang). Selain itu, enzim papain membantu dalam menguraikan protein

menjadi beberapa komponen seperti peptida, pepton, dan asam amino yang saling

berinteraksi sehingga menciptakan rasa yang khas (Jiang,et al., 2008). Amstrong (1995)

menambahkan bahwa semakin banyak penambahan enzim maka tingkat hidrolisis

protein ikan semakin tinggi pula, sehingga akan dihasilkan asam glutamat yang

menyebabkan rasa ikan pada kecap ikan semakin lemah. Namun hasil praktikum ini

tidak sesuai dengan teori-teori yang ada. Berdasarkan hasil pengamatan, perubahan rasa

kecap ikan tidak tergantung pada dengan semakin banyaknya penambahan enzim

papain. Dimana penambahan enzim papain 0,2% dengan penambahan 1% menunjukkan

tingkatan rasa yang sama. Ketidaksesuaian hal ini dapat disebabkan oleh pengujian

sensori yang dilakukan, dimana panelis yang kurang terlatih dapat menyababkan hasil

yang diperoleh kurang akurat. Selain itu, rasa dari kecap ikan juga dipengaruhi oleh

banyaknya bumbu yang ditambahkan serta adanya aktivitas bakteri brine fermentation

yaitu bakteri Lactobacillus delbruckii yang dapat menghasilkan asam-asam organik.

Asam organic yang dihasilkan akan berpengaruh pada cita rasa, warna serta daya

simpan kecap ikan (Udomsil., et al., 2010).

Berdasarkan hasil pengamatan, semakin banyak penambahan enzim papain akan

semakin tajam pula aroma yang dihasilkan. Hal ini tidak sesuai dengan teori-terori yang

ada. Menurut Afrianto & Liviawaty (1989), semakin banyak penambahan enzim papain

terhadap daging ikan maka akan dihasilkan kecap ikan dengan aroma yang tidak terlalu

tajam. Zaman., et al (2010) menambahkan bahwa enzim protease akan memecah protein

menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana seperti kadaverin, putresin, arginin,

Page 11: Kecap Ikan_Gabryella Santi_13.70.0111_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

histidin dan amonia yang mengandung nitrogen. Dimana senyawa tersebut yang

berperan penyusun flavor pada kecap ikan. Salah satu flavor kecap yang khas dihasilkan

dari penguraian protein oleh enzim protease yaitu asam glutamat. Proses penguraian

protein dengan bantuan enzim protease menyebabkan terbentuk komponen peptida

tertentu, pepton dan asam amino yang saling berinteraksi menciptakan aroma yang

khas, sehingga dengan semakin banyaknya enzim papain yang ditambahkan maka

aroma amis dari ikan akan tertutupi. Ketidak sesuaian ini disebabkan pada proses

pencampuran enzim papain ke dalam bahan yang tidak merata sehingga enzim papain

tidak dapat terpenetrasi secara merata.

Page 12: Kecap Ikan_Gabryella Santi_13.70.0111_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

4. KESIMPULAN

Kecap ikan merupakan produk hasil hidrolisis ikan yang memilik warna coklat cair

dan aroma yang khas.

Kecap ikan dibuat melalui proses fermantasi dengan garam serta secara enzimatik.

Pembuatan kecap ikan melalui fermantasi dengan garam memerlukan waktu yang

lama.

Pembuatan kecap ikan secara enzimatik dapat mempersingkat waktu fermentasi,

karena memberikan efek melunakkan daging lebih cepat.

Bahan baku kecap ikan dapat berasal dari segala jenis ikan bahkan dari limbah padat

ikan yang tidak dapat diolah.

Penambahan bawang putih berperan dalam memberikan aroma dan cita rasa serta

sebagai bahan pengawet alami

Penambahan garam bertujuan dalam memberikan rasa asin, menguatkan rasa serta

sebagai bahan pengawet.

Penambahan gula kelapa berkontribusi dalam mempengaruhi karakter aroma, warna

dan viskositas kecao ikan.

Semakin tinggi konsentrasi enzim yang ditambahkan, maka protein yang

terhidrolisis dalam daging ikan akan semakin banyak.

Semakin tinggi konsentrasi enzim papain, warna akan semakin gelap.

Semakin tinggi konsentrasi enzim papain, rasa ikan akan semakin pudar.

Semakin tinggi konsentrasi enzim papain, aroma akan semakin kuat.

Semarang, 29 Oktober 2015

Praktikan, Asisten Dosen,

Gabryella Santi Michelle Darmawan

13.70.0111

Page 13: Kecap Ikan_Gabryella Santi_13.70.0111_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

12

5. DAFTAR PUSTAKA

Akolkar, A.V., D. Durai and A.J. Desai. (2009). Halobacterium sp. SP1 (1) as a Starter

Culture for Accelerating Fish Sauce Fermentation. Journal of Applied

Microbiology ISSN 1364-5072.

Amstrong, S.B. 1995. Buku Ajar Biokimia Edisi Ketiga. Buku Kedokteran EGC.

Jakarta.

Astawan, M.W. & M.Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat

Guna. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.

Desrosier, N. W. & Desrosier. (1977). Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas

Indonesia Press. Jakarta.

Deswati dan Armaini. (2004). Pemanfaatan Ikan Bernilai Ekonomis Rendah untuk

Pembuatan Kecap Ikan di Tempat Pelelangan Ikan Gaung Kecamatan Lubuk

Begalung Kota Padang. http://repository.unand.ac.id/2698/3/deswati.ps

Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Selai. Kanisius. Yogyakarta.

Hariono I, Yeap S.E, Kok T.N and Ang G.T. (2005). Use of Koji and Protease in Fish

Sauce Fermentation. Singapore J Pri Ind 32: 19-29 2005/06.

Hezayen, Francis F., Magdi A. M. Younis, Noura S.A. Hagaggi and Mohamed S.A.

Shabeb. Oceanobacillus aswanensis Strain FS10 sp. Nov., an Extremely

Halotolerant Bacterium Isolated from Salted Fish Sauce in Aswan City, Egypt.

Global Journal of Molecular Sciences 5(1); 01-06.

Jiang, Jin-Jin, Qing-Xiao Zeng, Zhi-Wei Zhu. (2008). Analysis of Volatile Compounds

in Traditional Chinese Fish Sauce (Yu Lu). Food Bioprocess Technol.

Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta

Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Lay, B. W. (1994). Analisa Mikroba di Laboratorium. PT. Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Lees, R. & E.B. Jackson. (1973). Sugar Confectionery and Chocolate Manufacture.

Leonard Hill. Glasgow.

Moeljanto. (1992). Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Saleh, M ; A. Ahyar ; Murdinah ; dan N. Haq. (1996). Ekstraksi Kepala Udang Menjadi

Flavor Udang Cair. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. II, No.1, hal 60-

68.

Page 14: Kecap Ikan_Gabryella Santi_13.70.0111_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

13

Sanceda, N; E. Suzuki & T. Kurata. (2003). Quality and Sensory Acceptance of Fish

Sauce Partially Substituting Sodium Chloride or Natural Salt with Potassium

Chloride During The Fermentation Process. International Journal of Food

Science and Technology 2003, 38, 435–443.

Shih, I.L.; L.G. Chen; T.S. Yu; W.T. Chang; & S.L. Wang. 2003. Microbial reclamation

of fish processing wastes for the production of fish sauce. Enzyme and

Microbial Technology 33 (2003) 154-162.

Tranggono, B.S. & B. Sutardi. (1990). Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat

Antar Universitas Pangan dan Gizi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Zaman, Muhammad Zukhrufuz, Fatimah abu Bakar, Jinap SelaMat1 and Jamilah Bakar.

(2010). Occurrence of Biogenic Amines and Amines Degrading Bacteria in Fish

Sauce. Czech J. Food Sci., 28: 440–449.

Page 15: Kecap Ikan_Gabryella Santi_13.70.0111_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

14

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

𝑆𝑎𝑙𝑖𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠 (%) =ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛

1000𝑥 100%

Kelompok D1

Hasil pengukuran = 40

𝑆𝑎𝑙𝑖𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠 (%) =40

1000𝑥 100% = 4 %

Gram Papain :

0,2 % = 0,2

100 𝑥 50 = 0,1 𝑔𝑟𝑎𝑚

Kelompok D2

Hasil pengukuran = 30

𝑆𝑎𝑙𝑖𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠 (%) =30

1000𝑥 100% = 3 %

Gram Papain :

0,4 % = 0,4

100 𝑥 50 = 0,2 𝑔𝑟𝑎𝑚

Kelompok D3

Hasil pengukuran = 30

𝑆𝑎𝑙𝑖𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠 (%) =30

1000𝑥 100% = 3 %

Gram Papain :

0,6 % = 0,6

100 𝑥 50 = 0,3 𝑔𝑟𝑎𝑚

Kelompok D4

Hasil pengukuran = 25

𝑆𝑎𝑙𝑖𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠 (%) =25

1000𝑥 100% = 2,5 %

Page 16: Kecap Ikan_Gabryella Santi_13.70.0111_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

15

Gram Papain :

0,8 % = 0,8

100 𝑥 50 = 0,4 𝑔𝑟𝑎𝑚

Kelompok D5

Hasil pengukuran = 35

𝑆𝑎𝑙𝑖𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠 (%) =35

1000𝑥 100% = 3,5 %

Gram Papain :

𝟏 % = 𝟏

𝟏𝟎𝟎 𝒙 𝟓𝟎 = 𝟎, 𝟓 𝒈𝒓𝒂𝒎

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal