Kecap Ikan_Raphael Elhan Argasae_12.70.0158_C_Unika Soegijapranata
-
Upload
praktikumhasillaut -
Category
Documents
-
view
12 -
download
2
description
Transcript of Kecap Ikan_Raphael Elhan Argasae_12.70.0158_C_Unika Soegijapranata
Acara IV
KECAP IKAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun Oleh:
Nama : Raphael Elhan Argasae
NIM : 12.70.0158
Kelompok : C1
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
1. MATERI DAN METODE
1.1. Materi
1.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, pisau, botol, toples,
panci, kain saring, dan pengaduk kayu.
1.1.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tulang dan kepala ikan, enzim
papain komersial, garam, gula kelapa, dan bawang putih.
1.2. Metode
1
Tulang dan kepala ikan sebanyak 50 gram dihancurkan, lalu dimasukkan ke dalam toples
Diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari
Kemudian ditambahkan enzim papain dengan konsentrasi 0,2%; 0,4%; 0,6%; 0,8%; dan 1%
Setelah itu ditambahkan 300 ml air dan diaduk
2Hasil fermentasi kemudian disaring, lalu filtrat direbus selama 30 menit sampai mendidih (selama perebusan
ditambahkan bumbu seperti 50 g bawang putih, 50 g garam, dan 1 butir gula kelapa)
Setelah mendidih kecap dibiarkan agak dingin, lalu dilakukan penyaringan kedua
Kecap ikan yang telah jadi diamati secara sensoris yang meliputi warna, rasa, dan aroma
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil Pengamatan Kecap Ikan dengan Penambahan Enzim Papain dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Kecap Ikan dengan Penambahan Enzim Papain
Kel. Perlakuan Warna Rasa Aroma Penampakan Salinitas (%) C1 Enzim papain 0,2% ++ ++++ ++++ +++ 3,00
C2 Enzim papain 0,4% ++ +++ ++++ +++ 3,20C3 Enzim papain 0,6% - - - - -C4 Enzim papain 0,8% ++++ +++++ ++++ +++ 4,00C5 Enzim papain 1% +++ ++++ ++++ +++ 3,70
Keterangan:Warna : Aroma + : tidak coklat gelap + : sangat tidak tajam++ : kurang coklat gelap ++ : kurang tajam +++ : agak coklat gelap +++ : agak tajam ++++ : coklat gelap ++++ : tajam+++++ : sangat coklat gelap +++++ : sangat tajamRasa Penampakan + : sangat tidak asin + : sangat cair++ : kurang asin ++ : cair+++ : agak asin +++ : agak kental++++ : asin ++++ : kental+++++ : sangat asin +++++ : sangat kental
Dari tabel hasil pengamatan di atas, salinitas yang tertinggi didapat pada kelompok C4
dengan nilai 4,0%, dan yang terendah pada kelompok C1 dengan nilai 3,0%. Dari segi
sensori hasil yang didapat menurut parameter warna yang dihasilkan mempunyai range
kurang coklat gelap – coklat gelap. Untuk parameter rasa, hanya kelompok C4
menghasilkan rasa yang sangat asin, sedangkan untuk kelompok lain menghasilkan rasa
agak asin dan asin. Untuk parameter aroma semua kelompok yang menghasilkan aroma
sangat tajam. Dalam hal penampakan semua kelompok menghasilkan penampakan agak
kental. Pada praktikum kali ini kelompok C3 tidak didapatkan produk kecap ikan,
karena terdapat belatung pada ikan di dalam toples.
3
3. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dilakukan pengolahan ikan yang merupakan produk hasil laut dengan
hasil kecap ikan. Proses pembuatan kecap ikan melibatkan limbah kepala, tulang, dan
ekor dari ikan bawal. Pengolahan ikan tersebut bertujuan untuk memperbaiki cita rasa,
bau, tekstur, umur simpan, dan penampakan dari bagian ikan, karena pada umumnya
tidak semua bagian ikan bisa dikonsumsi, hanya sekitar 70% saja. Irawan (1995)
mengatakan bahwa pengolahan limbah ikan yang dijadikan produk kecap ikan memiliki
tujuan untuk pemanfaatan atau menggunakan kembali bagian ikan yang tidak bisa
dikonsumsi seperti kepala, tulang, sirip, dan ekor.
Kecap ikan merupakan salah satu contoh olahan ikan hasil dari proses fermentasi.
Pengolahan kecap ikan ini termasuk murah atau tidak banyak membutuhkan biaya
karena dapat dibuat dari limbah ikan yang tidak dapat dikonsumsi. Hasil akhir nya
berupa cairan yang umumnya berwarna coklat dan bisa digunakan sebagai penyedap
rasa jika ditambahkan pada makanan. Dalam jurnal yang berjudul “Processing and
Quality Characteristics of some major Fermented Fish Products from Africa: A Critical
Review” oleh Anihouvi (2012), dikatakan bahwa fermentasi merupakan cara
pengawetan ikan yang dengan biaya yang murah dengan menggunakan alat yang selalu
siap pakai dan mudah diperbaiki. Masyarakat yang biasa mengkonsumsi kecap ikan ini
biasanya berasal dari orang asia tenggara. Kecap ikan mengandung campuran dari
berbagai asam amino dan protein lainnya atau dengan kata lain kaya akan protein
(Ibrahim, 2010). Menurut Kasmidjo (1990), mengatakan bahwa kecap adalah salah satu
contoh bumbu tambahan masakan oriental dengan wujud cair berwarna coklat dan
memiliki aroma yang khas. Kecap ikan diproduk dari hasil hidrolisa ikan, baik secara
fermentasi, enzimatis, maupun kimiawi yang banyak mengandung nitrogen karena
terdapat banyak protein disana. Uniknya, nama kecap ikan di setiap negara berbeda-
beda. Indonesia menyebut dengan naman kecap, Thailand nam pla, sedangkan Filipina
sebutannya patis. Jepang punya shotsuru, dan Vietnam memiliki sebutan nuoc mam
(Astawan & Astawan, 1991).
4
5
Pada praktikum kali ini menggunakan bahan baku berupa limbah dari ikan bawal
dengan daging sudah dipisahkan agar tidak terikut. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
dari Astawan & Astawan (1991) yang mengatakan bahwa kecap ikan adalah jenis kecap
asin yang hanya dibuat dari bahan hewani seperti ikan, daging, dan udang. Kecap ikan
ini mempunyai bentuk lebih cair dibandingkan dengan kecap manis yang terbuat dari
fermentasi kedelai. Kandungan gizi yang terdapat pada kecap ikan yaitu disusun oleh
lemak tidak jenuh dan protein berkisar antara 16-18% yang terdiri dari 10 asam amino
esensial dan juga air. Protein utama yang terkandung di dalam ikan yaitu aktin dan
miosin atau protein fibriler. Menurut teori dari Shahidi & Botta (1994) protein tersebut
memiliki peran dalam kontraksi dan relaksasi pada otot ikan. Selain itu kecap ikan juga
mempunyai komponen minor berupa senyawa volatile, asam amino bebas, mineral,
gula, dan vitamin. Dalam jurnal yang berjudul “Amino Acids and Fatty Acid
Composotion Content of Fish Sauce” oleh Tolga et al., (2010) menjelaskan bahwa pada
kecap ikan, mengandung 20 g/L nitrogen, yang mana 16 g/L adalah pembentukan dari
asam amino. Kecap ikan tidak hanya untuk memperpanjang shelf life namun juga untuk
menaikkan nilai flavor dan kualitas nutrisi dari produk. Asam amino yang terbentuk
dari protein ikan dibentuk dari berbagai cara, misalnya pada aktivitas mikrobial ketika
level asam dan menunjukkan pertumbuhan organisme untuk tumbuh. Asam lemak yang
terkandung pada kecap ikan diantaranya adalah EPA, DHA, asam oleat, asam palmitat.
Dalam jurnal yang berjudul “Characterization of The Traditional Fermented Fish
Product Lona Ilish of Northeast India” oleh Basu dan Majumdar (2009), dikatakan
bahwa selama proses fermentasi, mikroorganisme mempunyai peranan yang sangat
penting, yaitu untuk mendegradasi protein, dan memproduksi komponen volatile dari
asam amino dan peptida. Aroma akan terbentuk karena adanya aktivitas dari bakteri
halofilik selama proses fermentasi. Selain itu adanya interaksi kompleks antara aktivitas
enzim dan oksidasi selama proses fermentasi juga akan menyebabkan bakteri
memprodukis asam lemak volatil yang berdampak pada aroma dan flavor produk akhir
kecap ikan
6
Pada praktikum kali ini proses pembuatan kecap ikan hanya menggunakan tulang, ekor,
kepala, dan sirip ikan bawal. Awalnya semua bagian ikan tadi dihancurkan ditimbang
sebanyak 50 gram kemudian dimasukkan ke dalam wadah fermentasi (toples). Tujuan
dilakukan penghalusan tersebut untuk memudahkan dari proses ekstraksi. Kemudian
ditambah enzim papain dengan konsentrasi yang berbeda-beda antar kelompok, C1
0,2%; C2 0,4%; C3 0,6%; C4 0,8% dan C5 1%. Dalam jurnal yang berjudul “Using
Pineapple to Produce Fish Sauce from Surimi Waste” oleh Mathana (2009), dikatakan
bahwa enzim proteinase penting dalam proses pembuatan kecap ikan dan makan
fermentasi lain yaitu untuk mempercepat pemecahan protein. Bromelin, papain, dan
fisin termasuk dalam enzim proteolitik yang biasa digunakan yang sering digunakan
untuk berbagai jenis makanan fermentasi. Lay (1994) menambahkan enzim papain
adalah salah satu golongan enzim protease yang akan memecah ikatan peptida pada
substrat kondisi tertentu yang dapat mempercepat proses fermentasi.
Selanjutnya dilakukan proses inkubasi selama 4 hari dengan dikondisikan toples
tertutup rapat. Setelah 4 hari, adonan ditambahkan 300 ml air, lalu diaduk dan disaring
menggunakan kain saring yang diambil adalah cairannya (ekstraknya). Kemudian filtrat
yang sudah dihasilkan direbus hingga mendidih selama 30 menit, dan dimasukkan
bumbu-bumbu seperti bawang putih, garam dan gula jawa yang masing-masing
sebanyak 50 gram. Setelah itu ditunggu sampai agak dingin lalu dilakukan penyaringan
yang kedua. Selanjutnya dilakukan pengamatan secara sensoris dimana meliputi warna,
rasa dan aroma, serta dilakukan uji untuk mengetahui salinitas dengan menggunakan
hand refractometer. Dalam jurnal yang berjudul “Development of Cultural Context
Indicator of Fermented Food” oleh Jong and Jin (2013) tertulis bahwa Bahan alami
yang menghasilkan enzim protease dapat ditambahkan pada pembuatan kecap ikan.
Kecap ikan didapatkan dari fermentasi asam laktat dari ikan dan kerang-kerangan yang
mempunyai kandungan garam pada level tertentu. Prescott & Dunn’s (1981)
menambahkan, fungsi dari penambahan garam pada fermentasi ikan adalah untuk
mencegah tumbuhnya mikroorganime yang tidak diharapkan/diinginkan
7
Pada praktikum ini brix digunakan untuk mengukur salinitas atau kadar garam pada
kecap ikan. Cara untuk mendapatkan salinitas adalah mengencerkan 1 ml kecap ikan
yang dihasilkan dan ditambahkan 9 ml aquades kemudian campuran tersebut diteteskan
pada hand refractometer lalu diamati skala yang ada. Selanjutnya dihitungan salinitas
kecap ikan menggunakan rumus :
Setelah dilakukan metode tadi didapatkan hasil percobaan (tabel 1). Dari segi warna
dihasilkan warna kurang coklat gelap untuk kelompok C1 & C2, coklat gelap untuk
kelompok C4 dan agak coklat gelap pada kelompok C5. Dari segi rasa yang dihasilkan
adalah agak asin sampai sangat asin. Rasa yang ditimbulkan akan mempengaruhi ºbrix
yang dihasilkan. Hal tersebut hanya terbukti pada kelompok C4 yang memiliki rasa
sangat asin dan menghasilkan nilai salinitas tertinggi yaitu 4%. Tidak seperti kelompok
C1 dengan rasa asin menghasilkan salinitas 3% dan kelompok C2 dengan rasa agak asin
menghasilkan salinitas sebesar 3,2%. Pada dasarnya nilai salinitas yang semakin tinggi
juga akan diikuti dengan rasa asin pada kecap ikan. Hal ini dapat dikarenakan penilaian
panelis ketika melakukan sensori bersifat subjektif, yang juga berkaitan dengan indra
perasanya. Selain itu semakin tinggi presentase enzim papain maka seharusnya akan
menghasilkan rasa asin yang semakin tinggi pula pada kecap ikan. Penyebabnya karena
semakin banyaknya protein yang diuraikan, dan diubah menjadi peptida, pepton dan
asam amino lain. Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989) enzim papain digunakan
untuk mempercepat pemecahan protein. Selain itu juga bisa mempertajam rasa pada
kecap ikan pada hasil produk akhir dan meningkatkan nilai protein dalam kandungan
kecap ikan. Dalam jurnal yang ditulis oleh Anihouvi et al. (2012) juga menjelaskan
bahwa efek selama proses proteolisis yang mana protein diuraikan menjadi peptida dan
asam amino akan kehilangan kandugan air pada ikan. Namun yang dihasilkan pada
praktikum tidaklah sesuai, kelompok C5 yang menggunakan enzim papain dengan
konsentrasi tertinggi, memiliki rasa asin satu tingkat dibawah oleh rasa asin yang
dihasilkan pada kelompok C4 yang menggunakan enzim papain dengan konsentrasi
0,8%. Hal ini dapat disebabkan karena kesalahan penilaian panelis yang kurang akurat
dan mempunyai sifat yang sangat subjektif.
8
Pada kelompok C3 tidak dihasilkan kecap ikan, karena adanya hewan-hewan (seperti
belatung) yang ada di dalam toples saat penyimpanan. Oleh karena itu tidak dihasilkan
salinitas juga. Hal-hal yang bisa menyebabkan ditumbuhi hewan belatung itu adalah,
toples tidak tertutup rapat selama proses penyimpanan, sehingga banyak ada serangga,
seperti lalat, lalu bertelur dan menyebabkan adanya belatung yang ada selama proses
penyimpanan. Belatung juga merupakan indikasi tempat disekitarnya tidak bersih, hal
ini juga bisa bahan-bahan tidak dibersihkan secara benar.
4. KESIMPULAN
Proses pembuatan kecap ikan ini melibatkan limbah kepala, tulang, dan ekor dari
ikan bawal.
Pengolahan ikan tersebut bertujuan untuk memperbaiki cita rasa, bau, tekstur, umur
simpan, dan penampakan dari bagian ikan.
Kecap ikan mengandung campuran dari berbagai asam amino dan protein lainnya
atau dengan kata lain kaya akan protein.
Tujuan dari penambahan enzim papain ini untuk mengurangi waktu fermentasi kecap
agar lebih singkat, karena enzim papain termasuk ke dalam golongan enzim protease
yang mampu memecah ikatan peptida pada substrat dengan kondisi tertentu.
Kandungan gizi yang terdapat pada kecap ikan yaitu disusun oleh lemak tidak jenuh
dan protein berkisar antara 16-18% yang terdiri dari 10 asam amino esensial dan juga
air.
Fungsi dari penambahan garam pada fermentasi ikan adalah untuk mencegah
tumbuhnya mikroorganime yang tidak diharapkan/diinginkan
Nilai salinitas yang semakin tinggi juga akan diikuti dengan rasa asin pada kecap
ikan.
Semakin tinggi presentase enzim papain maka seharusnya akan menghasilkan rasa
asin yang semakin tinggi pula pada kecap ikan
Semarang, 20 Oktober 2015
Praktikan Asisten Dosen
Raphael Elhan Argasae Michelle Darmawan
12.70.0158
9
5. DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E dan Liviawaty, W. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Anihouvi, V. B. Kindossi, J. M. And Hounhouigan, J. D. (2012). Processing and Quality Characteristic of some Major Fermented Fish Product from Africa : A Critical Review. International Research Journal of Biological Sciences Vol. 1(7), 72-84.
Astawan, M. W. & M. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.
Basu, S. and Majumdar, RK. (2010). Characterization of the Traditiona Fermented Fish Product Lona ilish of Notheast India. Indian Journal of Traditiona Knowledge Vol. 9 (3) pp. 453-458.
Ibrahim, Sayed Mekawy. (2010). Utilization of Gambusia (Affinis affinis) For Fish Sauce Production. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 10: 169-172 (2010).
Irawan, A. (1995). Pengolahan Hasil Perikanan Home Industri dan Usaha Perikanan dan Mengomersilkan Hasil Sampingnya. Penerbit Aneka. Solo.
Kasmidjo, R.B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta
Lay, B. W. (1994). Analisa Mikroba dalam Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Mathana, S. Juta, M. Pongtep, W. et al. (2009). Using Pineapple to Produce Fish Sauce from Surimi Waste. National Science 43 : 791-795.
Prescott dan Dunn’s. 1981. Industrial Microbiology. MCGraw Hill Book Company, New York.Shahidi, F. & J.R. Botta. (1994). Seafoods: Chemistry, Processing, Technology & Quality. Chapman & Hall. USA.
Tolga, D. Sukran, C, Berna, K and Sebnem, T. (2010). Amino Acids and Fatty Acid Composition Content of Fish Sauce. Department of Fishery and Seafood Processing Technology, Faculty of Fisheries, Ege University. Turkey.
Jong, O. L and Jin, Y. K. (2013). Development of Cultural Context Indicator of Fermented Food. International Journal of Bio-Science and Bio-Technology Vol 5 No. 4.
10
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus:
Kelompok C 1
Hasil pengukuran = 30
Gram Papain :
Kelompok C 2
Hasil pengukuran = 60
Gram Papain :
Kelompok C 3
Hasil pengukuran = -
Gram Papain : -
Kelompok C 4
Hasil pengukuran = 40
Gram Papain :
11
12
Kelompok C 5
Hasil pengukuran = 37
Gram Papain :
6.2. Diagram Alir
6.3. Laporan Sementara
6.4. Abstrak Jurnal
13