Kecap Ikan_Angela Lauvina_13.70.0083_B4_UNIKA Soegijapranata

30
Acara IV KECAP IKAN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Nama : Angela Lauvina NIM : 13.70.0083 Kelompok B4 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015

description

Kecap ikan adalah produk hasil hidrolisa ikan, yang dapat dilakukan secara fermentasi, kimiawi, dan enzimatis.

Transcript of Kecap Ikan_Angela Lauvina_13.70.0083_B4_UNIKA Soegijapranata

Page 1: Kecap Ikan_Angela Lauvina_13.70.0083_B4_UNIKA Soegijapranata

Acara IV

KECAP IKAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

Nama : Angela Lauvina

NIM : 13.70.0083

Kelompok B4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Page 2: Kecap Ikan_Angela Lauvina_13.70.0083_B4_UNIKA Soegijapranata

1. MATERI DAN METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, pisau, botol, toples,

panci, kain saring, dan pengaduk kayu.

1.1.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tulang dan kepala ikan, enzim

papain komersial, garam, gula kelapa, dan bawang putih.

1.2. Metode

1

Tulang dan kepala ikan sebanyak 50 gram dihancurkan, lalu dimasukkan ke dalam toples

Kemudian ditambahkan enzim papain dengan konsentrasi 0,2%; 0,4%; 0,6%; 0,8%; dan 1%

Diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari

Setelah itu ditambahkan 300 ml air dan diaduk

Page 3: Kecap Ikan_Angela Lauvina_13.70.0083_B4_UNIKA Soegijapranata

2

Hasil fermentasi kemudian disaring, lalu filtrat direbus selama 30 menit sampai mendidih (selama perebusan ditambahkan bumbu seperti 50 g bawang putih, 50 g garam, dan 50 gr gula kelapa)

Setelah mendidih kecap dibiarkan agak dingin, lalu dilakukan penyaringan kedua

Kecap ikan yang telah jadi diamati secara sensoris yang meliputi warna, rasa, dan

Page 4: Kecap Ikan_Angela Lauvina_13.70.0083_B4_UNIKA Soegijapranata

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan mengenai kadar salinitas dan karakteristik sensori pada kecap ikan

meliputi penampakan, warna, rasa dan aroma dari perlakuan konsentrasi pemberian enzim

papain dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kecap Ikan

Kel. Perlakuan Warna Rasa Aroma Penampakan Salinitas (%)

B1 Enzim papain 0,2% ++ +++ +++ ++ 5,5

B2 Enzim papain 0,4% +++++ +++++ +++ +++ 6,0

B3 Enzim papain 0,6% +++++ +++++ ++ ++ 5,0

B4 Enzim papain 0,8% ++++ ++++ ++ ++ 4,5

B5 Enzim papain 1% ++++ ++++ ++ +++ 5,9

Keterangan:Warna Aroma+ : Tidak Coklat Gelap + : Sangat Tidak Tajam++ : Kurang Coklat Gelap ++ : Kurang Tajam+++ : Agak Coklat Gelap +++ : Agak Tajam++++ : Coklat Gelap ++++ : Tajam+++++ : Sangat Coklat Gelap +++++ : Sangat Tajam

Rasa Penampakan+ : Sangat TidakAsin + : Sangat Cair++ : Kurang Asin ++ : Cair+++ : Agak Asin +++ : Agak Kental++++ : Asin ++++ : Kental+++++ : Sangat Asin +++++ : Sangat Kental

Dari tabel diatas diketahui bahwa untuk warna dan rasa kecap ikan, kelompok B2 (Enzim

papain 0,4%) dan B3 (Enzim papain 0,6%) memiliki warna sangat coklat gelap dan rasa

yang sangat asin, sedangkan kelompok B1 (Enzim papain 0,2%) memiliki warna yang

kurang coklat gelap dan agak asin. Berdasarkan parameter aroma, kelompok B1 (Enzim

papain 0,2%) dan B2 (Enzim papain 0,4%) memiliki aroma agak tajam dibanding

3

Page 5: Kecap Ikan_Angela Lauvina_13.70.0083_B4_UNIKA Soegijapranata

4

kelompok B3 (Enzim papain 0,6%), B4 (Enzim papain 0,8%) dan B5 (Enzim papain 1%).

Penampakan pada kecap ikan relative sama, namun kelompok B2 (Enzim papain 0,4%)

dan B5 (Enzim papain 1%) memiliki penampakan agak kental. Sedangkan rata – rata

persen salinitas yang dihasilkan oleh kecap ikan kloter B adalah 4,5%-6,0%, kadar salinitas

tertinggi terdapat pada kecap ikan kelompok B2 (Enzim papain 0,4%) sedangkan kadar

salinitas terendah pada kelompok B4 yaitu 4,5%.

0.2 0.4 0.6 0.8 10

1

2

3

4

5

6

7

warnarasaaromasalinitas

konsentrasi papain

nila

i fak

tor s

enso

ri da

n sa

linita

s

Grafik 1. Hubungan Konsentrasi Enzim Papain dengan Karakter Sensori Kecap Ikan

Page 6: Kecap Ikan_Angela Lauvina_13.70.0083_B4_UNIKA Soegijapranata

3. PEMBAHASAN

Pembuatan kecap ikan pada praktikum kloter B menggunakan bahan baku limbah ikan

bawal (Colossoma macropomum). Ikan bawal merupakan ikan air tawar yang memiliki ciri-

ciri yaitu bentuk bulat pipih, ukuran sisik kecil, bentuk kepala membulat dengan lubang

hidung agak besar, sirip perut dan sirip duburnya terpisah, sirip dada terletak dibawah tutup

insang. Termasuk kelompok ikan pemakan segalanya, karena memiliki morfologi bentuk

gigi yang tajam. Budidaya bawal air tawar sangat diminati oleh masyarakat, karena

kandungan protein yang terkandung pada ikan bawal sebesar 59,57% dan memiliki

kandungan lemak yang rendah (Azam C., et al., 2010).

Dalam pembuatan kecap ikan, bahan yang digunakan disebut sebagai produk sampingan.

Tidak semua bagian ikan dapat dimakan, sekitar 70% bagian ikan yang dapat dimakan.

Bagian kepala, isi perut, ekor, sirip biasanya dibuang, namun pemanfaatan yang tepat

membuat limbah tersebut menjadi produk sampingan. Menurut Iskandar (1995), salah satu

pemanfaatannya dengan pembuatan kecap ikan, kecap ikan merupakan produk dari hasil

hidrolisa ikan yang dapat dibuat dari jenis ikan kecil-kecil, ikan yang mempunyai nilai

ekonomis rendah, ikan-ikan yang tidak laku dijual, atau dari limbah ikan. Salah satu

cotohnya adalah Gambusia (Affinis affinis) merupakan ikan air tawar yang jarang

dikonsumsi oleh manusia. Namun pemanfaatannya sering digunakan untuk kecap ikan,

berdasarkan jurnal penelitian Ibrahim, Sayed Mekawy. Kecap ikan melalui proses selama 5

bulan, sehingga menghasilkan kandungan protein sebesar 12.37%, sehingga dapat

disimpulkan bahwa kecap ikan dapat meningkatkan value add by product.

Proses hidrolisis dihasilkan melalui proses fermentasi atau melalui proses penambahan

enzim, garam, dan bahan kimia. Ciri-ciri kecap ikan adalah warna coklat jernih, berbentuk

cair (liquid), dan memiliki rasa asin. Menurut Tungkawachara et al. (2003), kecap ikan

digunakan sebagai penambah cita rasa, warna dan flavour pada makanan. Kecap ikan

mudah dicerna dan diabsorbsi oleh tubuh manusia, karena komposisinya karena berat

molekul rendah. Menurut Kasmidjo (1990), didalam kecap ikan terkandung nitrogen total

5

Page 7: Kecap Ikan_Angela Lauvina_13.70.0083_B4_UNIKA Soegijapranata

6

sebesar 45% yang dapat terlarut hingga 90% didalam air. Sedangkan kecap manis

merupakan produk hasil fermentasi kedelai hitam atau kacang-kacangan lainnya, dimana

cairan yang dihasilkan berwarna coklat hingga hitam dan memiliki rasa manis (Rahman,

1992).

Proses pembuatan kecap ikan melaui tahap fermentasi yaitu proses penguraian senyawa-

senyawa kompleks pada tubuh ikan menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana.

Proses tersebut berlangsung secara enzimatis yang berasal dari tubuh ikan itu sendiri atau

aktivitas mikroorganisme yang terdapat di lingkungan (Afrianto & Liviawaty, 1989).

Pembuatan kecap ikan dapat ditambah dengan enzim papain dengan konsentrasi tertentu,

seperti yang dilakukan didalam percobaan ini. Fermentasi secara enzimatis dapat

menurunkan kandungan senyawa yang tidak dikehendaki, meningkatkan cita rasa (flavor)

yang spesifik, meningkatkan nilai cerna bahan pangan, dan menghasilkan produk atau

senyawa turunan yang bermanfaat bagi manusia (Misgiyarta dan Widowati, 2003).

Pembuatan kecap ikan secara enzimatik memiliki keuntungan selain prosesnya yang

berlangsung secara cepat dan lebih ekonomis. Namun mutu kecap ikan lebih rendah

dibandingkan mutu kecap ikan yang dibuat secara tradisional. Perbedaan mutu

menggunakan enzim papain akan membentuk senyawa peptida yang menimbulkan rasa

pahit dan bau kurang sedap. Berikut secara umum, kerja enzim adalah seperti pada gambar

berikut.

Negara Jepang memiliki produk kecap ikan yang dihasilkan dari hasil fermentasi Koji,

berdasarkan jurnal karya Fukuda,Tsubasa (2014) diketahui bahwa koji sering digunakan

untuk memfermentasi produk sereal. Koji adalah fungi, produk yang dihasilkan dari

fermentasi Koji diantaranya adalah miso, sake, kecap kedelai. Koji dapat menghasilkan

Page 8: Kecap Ikan_Angela Lauvina_13.70.0083_B4_UNIKA Soegijapranata

7

enzim amilase, protease, lipase sehingga dapat digunakan utuk fermentasi ikan yang

biasanya berlangsung 1-3 hari sedangkan penggunaan enzim papain, fermentasi

berlangsung 4 hari. Hasil dari fermentasi dari ikan kembung menggunakan Koji, rasa dari

kecap ikan enak dan memiliki flavor dan memiliki kandungan anti oksidan yang tinggi.

Praktikum bab kecap ikan diawali dengan menghancurkan tulang dan kepala ikan bawal

sebanyak 50 gram, dengan menggunakan blender. Sampel dihancurkan hingga halus

dengan tujuan untuk meningkatkan luas permukaan terhadap volume bahan semakin tinggi,

meningkatkan kemampuan melepas komponen flavornya, protein dan mineral yang

menyusun tubuh ikan (Saleh et al., 1996). Dilanjutkan dengan penambahan enzim papain

dengan konsentrasi B1 0,2%, B2 0,4%, B3 0,6%, B4 0,8% dan B5 1%. Penambahan enzim

papain menurut Astawan & Astawan (1988) menggunakan campuran dengan perbandingan

daging dan cairan ekstrak enzim protease sebesar 1:5. Enzim papain memiliki kemampuan

untuk menguraikan protein menjadi beberapa komponen seperti pepton, peptida, dan asam

amino sehingga dapat menghasilkan rasa yang khas. Selain itu untuk mempercepat proses

fermentasi kecap ikan, apabila tanpa tambahan enzim proteolitik maka proses fermentasi

dapat berlangsung hingga 7 bulan. Proses fermentasi dapat dipercepat hingga 6 bulan

berdasarkan reaksi penambahan koji dan histamin pada ikan teri pada jurnal LEE, Jung Min

(2013). Proses fermentasi dapat dipercepat karena histamine yang terkandung pada ikan teri

difermentasi pada suhu 15oC. Histamin dapat mendegradasi bakteri Staphylococcus xylosus

yang dapat menganggu proses fermentasi, karena pertumbuhan Staphylococcus xylosus

dapat menghambat reaksi NaCl, asam benzoat, dan asam sorbat.

Namun fermentasi dengan penambahan enzim papain menurut Afrianto& Liviawaty

(1989), menghasilkan aroma dan cita rasa yang masih kurang disukai masyarakat yang

terbiasa mengkonsumsi kecap ikan secara fermentasi dengan garam. Sampel disimpan

didalam toples tertutup dan diinkubasi selama 4 hari pada suhu ruang, penggunaan toples

terutup untuk mencegah adanya kontaminan dari lingkungan. Proses inkubasi dapat

berjalanan lebih cepat karena fermentasi dilakukan pada lingkungan anaerob. Y.F, Ng.

(2011) menambahkan bahwa enzim protease yang berasal dari getah batang, daun, buah

Page 9: Kecap Ikan_Angela Lauvina_13.70.0083_B4_UNIKA Soegijapranata

8

pepaya (enzim papain) dan enzim yang terdapat pada tubuh ikan dapat berjalanan dengan

sendiri. Menurut Muhidin (1999), aktivitas pada enzim papain dari buah pepaya memiliki

aktivitas proteolitik berkisar 400 MCU/g. Sedangkan aktivitas proteolilik dari getah batang

dan daun memiliki aktivitas proteolitik sebesar 200 MCU/g. Sehingga kemampuan enzim

protease untuk menghidrolisis protein dengan cara memecah ikatan peptida pada protein di

bawah suasana tertentu.

Setelah proses fermentasi selama 4 hari, hasil fermentasi ditambah air sebanyak 300 ml

diaduk dan disaring menggunakan kain saring. Tujuan penyaringan untuk memisahkan

filtrat hasil fermentasi dengan padatan dari sampel. Filtrat yang diperoleh direbus hingga

dengan tamban bumbu-bumbu yang sebelumnya telah dihaluskan. Proses perebusan untuk

mengentalkan kecap ikan, karena evaporasi akan terjadi selama proses pemasakan

menyebabkan sebagian air akan teruapkan (Fellows, 1990). Ditambahkan oleh Soeparno

(1994), untuk mengaktifkan enzim protease memerlukan proses perebusan karena enzim

protease aktif pada temperatur 50-70oC dan dapat bekerja secara optimal. Selain itu proses

pendidihan juga mampu membunuh mikroorganisme kontaminan pada saat proses

fermentasi dan proses penyaringan sebelumnya, dan meningkatkan cita rasa dari kecap ikan

yang dihasilkan (Lisdiana & Soemardi, 1997).

Bumbu yang digunakan meliputi gula jawa (50 gram), garam (50 gram), bawang putih (50

gram), dimana penambahan bumbu tersebut akan meningkatkan aroma dan cita rasa dari

kecap ikan tersebut (Fachruddin, 1997). Penambahan gula jawa dapat mengurangi rasa asin

yang berlebihan, pengawet pada kecap, berpengaruh terhadap cita rasa, aroma warna

coklat, meningkatkan viskositas, dan rasa yang lembut pada kecap. Bawang putih yang

ditambahkan efektif membunuh bakteri karena mengandung zat allicin yang bersifat

antimikrobia. Penambahan garam juga memiliki fungsi meningkatkan tekanan osmotik

yang tinggi, sehingga dapat menarik air dari dalam tubuh ikan untuk keluar. Air yang

keluar telah mengandung protein dan mineral dari dalam tubuh ikan. Penambahan garam

dapat memberikan efek penurunan Aw (water activity) dan memperkuat rasa kecap ikan

dan Desrosier & Desrosier (1977).

Page 10: Kecap Ikan_Angela Lauvina_13.70.0083_B4_UNIKA Soegijapranata

9

Proses perebusan larutan harus diaduk karena menurut Moeljanto (1992), tujuan

pengadukan untuk membuat semua komponen bumbu homogen dan larut dengan sempurna

dalam air, dan mencegah kecap ikan menjadi gosong. Setelah mendidih, kecap ikan

dididamkan sebentar dan disaring. Tujuan dari penyaringan kedua aagar sisa-sisa bumbu

yang ditambahkan dan pengotor yang terdapat pada saat perebusan dapat tersaring dan

tidak terikut dalam hasil akhir. Kemudian dilakukan pengamatan sensori terhadap warna,

rasa, penampakan, aroma dan persen salinitas kecap ikan.

Berdasarkan hasil percobaan pada pengujian warna dan rasa, didapatkan hasil warna dan

rasa dari kelompok B2 (Enzim papain 0,4%) dan B3 (Enzim papain 0,6%) memiliki warna

sangat coklat gelap dan rasa yang sangat asin, sedangkan kelompok B1 (Enzim papain

0,2%) memiliki warna yang kurang coklat gelap dan agak asin. Pada dasarnya kecap asin

memiliki warna coklat muda hingga coklat, yang diperoleh dari reaksi gugus-gugus asam

amino yang terkandung di dalam ikan dengan gula jawa yang ditambahkan. Menurut Lees

& Jackson (1973), reaksi pencoklatan atau Maillard semakin tinggi konsentrasii enzim

papain yang ditambahkan maka proses penguraian protein menjadi asam amino semakin

tinggi maka kecap ikan menjadi lebih gelap dan pekat. Sehingga apabila dianalisa, pada

saat penyaringan 1 sebelum pemanasan, diperoleh warna yang cenderung lebih pucat.

Namun hasil percobaan kurang sesuai karena penambahan enzim papain 0,4% dan 0,6%

memiliki warna yang lebih coklat dibandingkan penambahan 1%. Hal ini disesbabkan

karena Ketidaksesuaian tersebut dapat disebabkan karena saat proses dan waktu pemanasan

kecap ikan yang berbeda antara kelompok, dan penambahan gula jawa yang tidak sesuai,

dan pengujian sensoris berupa hasil yang bersifat subjektif (Petrucci, 1992).

Parameter rasa pada kecap asin ditentukan oleh garam, bawang putih, dan gula kemudian

faktor hidrolisa protein oleh papain. Menurut Fachruddin (1997), bumbu yang ditambahkan

memberikan aroma dan rasa pada kecap asin yang diproduksi. Enzim papain berpengaruh

terhadap rasa dari kecap asin, sehingga pemecahan protein oleh enzim secara spesifik akan

menghasilkan peptida, pepton, dan asam amino yang saling berinteraksi menciptakan rasa

Page 11: Kecap Ikan_Angela Lauvina_13.70.0083_B4_UNIKA Soegijapranata

10

yang khas. Berdasarkan teori, disimpulkan semakin tinggi penambahan enzim papain, maka

rasa asinnya akan semakin berkurang. Namun hal ini tidak sesuai dengan percobaan karena

rasa kecap sangat asin pada penambahan 0,4% dan 0,6% enzim papain, Kesalahan dapat

terjadi karena ketidak sesuaian waktu fermentasi, proses perebusan dan penambahan

bumbu, ddan penambahan enzim papain. Namun tidak dapat dihindari bahw metode sensori

memiliki kelemahan karena analisa yang bersifat subjektif (Merit et al., 1982).

Berdasarkan parameter aroma, kelompok B1 (Enzim papain 0,2%) dan B2 (Enzim papain

0,4%) memiliki aroma agak tajam dibanding kelompok B3 (Enzim papain 0,6%), B4

(Enzim papain 0,8%) dan B5 (Enzim papain 1%). Menurut Tortora et al. (1995), enzim

protease menghasilkan kadaverin, histidin, putresin, arginin, dan amonia yang berasal dari

pemecahan protein. Senyawa tersebut merupakan penyusun flavor pada kecap ikan, contoh

flavor yang khas dari penguaraian adalah asam glutamat. Berdasarkan teori, disimpulkan

bahwa semakin banyak protease yang ditambahkan maka akan semakin banyak pula

protein yang terhidolisis menjadi senyawa sederhana yang mengandung N. Selama

fermentasi, mikroorganisme halofilik seperti Torulopsis, Saccharomyces, dan Pediococcus

yang tahan garam berkembang menghasilkan senyawa flavor (Astawan & Astawan, 1988).

Pengujian bakteri halofilik yang tumbuh pada nam pla (kecap asin Thailand) telah diuji

oleh Tanasupawat, Somboon (2009) didalam jurnalnya. Kandungan NaCl pada kecap asin

mencapi 25-30%, hanya bakteri halofilik yang dapat tumbuh pada lingkungan ekstrim

tersebut.

Hasil percobaan sesuai dengan teori dimana konsentrasi penambahan enzim papain 0,6%,

0,8%, dan 1% menghasilkan flavor atau aroma pada kecap ikan yang kurang tajam karena

tertutupi dengan bumbu yang digunakan (Kasmidjo,1990). Penampakan pada kecap ikan

relative sama, namun kelompok B2 (Enzim papain 0,4%) dan B5 (Enzim papain 1%)

memiliki penampakan agak kental. Menurut Lees & Jackson (1973) menambahkan gula

jawa dapat menyebabkan rekasi maillard karena gula reduksi akan bereaksi dengan asam

amino dan menyebabkan warna menjadi semakin coklat dan akan meningkatkan viskositas

atau semakin kental. Berdasarkan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa penambahan gula

Page 12: Kecap Ikan_Angela Lauvina_13.70.0083_B4_UNIKA Soegijapranata

11

dapat mengentalkan kecap ikan, hal ini sesuai dengan percobaan bahawa penambahan

enzim papain 1% menghasilkan penampakan yang agak kental. Namun ketidaksesuaian

percobaan terjadi karena pada data kelompok B2, penambahan enzim 0,4% menyebaban

penampakan agak kental. Ketidak sesuaian terjadi karena proses perebusan, suhu yang

digunakan dan penambahan bumbu, enzim papain kurang seragam antar kelompok. Namun

metode sensori memiliki kelemahan karena analisa yang bersifat subjektif (Merit et al.,

1982).

Sedangkan rata – rata persen salinitas yang dihasilkan oleh kecap ikan kloter B adalah

4,5%-6,0%, kadar salinitas tertinggi terdapat pada kecap ikan kelompok B2 (Enzim papain

0,4%) sedangkan kadar salinitas terendah pada kelompok B4 yaitu 4,5%. Menurut

Wibisono (2004), salinitas dapat dihitung dari kadar garam yang terlarut dalam air dengan

satuan per mil (%). Pengujian salinitas menggunakan hand refractometer dimana berdasar

teori penambahan enzim dapat menyebabkan rasa asin berkurang. Namun berdasarkan hasil

percobaan nilai masing-masing kelompok fluktuatif. Ketidaksesuaian juga terjadi pada hasil

penambahan enzim papain 1%, menghasilkan salinitas tertinggi. Perbedaan teori dan hasil

percobaan dikarenakan waktu memasak dan suhu perebusan yang berbeda antar kelompok.

Semakin tinggi penguapan yang terjadi maka konsentrasi garam akan meningkat, karena

pelarut yang tersisa semakin sedikit.

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembuatan kecap antara lain:

1. Kesegaran ikan

Mutu ikan yang digunakan hasrus memenuhi ciri-ciri seperti bau segar pada daging dan

bagian tubuh lain, daging yang kenyal, daging melekat kuat pada tulang, daging perut

utuh dan kenyal (Afrianto & Liviawaty, 1989).

2. Waktu fermentasi

Fermentasi dengan bantuan enzim papain membuat proses fermentasi berlangsung lebih

cepat. Namun kualitas kecap belum maksimal karena proses senyawa volatil yang

dihasilkan oleh bakteri fermentatif belum terbentuk. Selain itu penambahan enzim

Page 13: Kecap Ikan_Angela Lauvina_13.70.0083_B4_UNIKA Soegijapranata

12

papain menghasilkan rasa pahit dan bau kurang sedap. Berdasarkan jurnal penelitian

Mueda, Rose T. (2015) waktu fermentasi yang digunakan pada pembuatan kecap asin

menggunakan ikan teri selama 270 hari didapatkan hasil protein meningkat sebanyak

1-8%, dan warna yang dihasilkan kuning dan merah jernih. Dari jurnal tersebut

diketahui proses fermentasi dan perbandingan komposisi garam dan rasio ikan yang

tepat dapat meningkatkan kadar protein paada produk

3. Enzim Papain yang ditambahkan

Enzim protease yang ditambahkan adalah enzim papain, dapat berpengaruh terhadap

warna, rasa, dan aroma pada kecap ikan. Namun tidak hanya enzim saja yang

mempengaruhi, namun penambahan bumbu masak dapat mempengaruhi parameter dari

kecap ikan. Sehingga penambahan bumbu pada proses perebusan harus memiliki

komposisi yang tepat.

4. Kebersihan

Pembuatan kecap asin harus memperhatikan kebersihan, karena proses fermentasi

melibatkan mikroorganisme fermentatif. Apabila alat atau bahan yang digunakan tidak

bersih dapat menghambat proses fermentasi dari mikroorganisme yang diinginkan.

Page 14: Kecap Ikan_Angela Lauvina_13.70.0083_B4_UNIKA Soegijapranata

4. KESIMPULAN

Kecap ikan adalah produk hasil hidrolisa ikan, yang dapat dilakukan secara fermentasi,

kimiawi, dan enzimatis.

Kualitas kecap ikan ditentukan dari proses fermentasi, penambahan garam, dan enzim

papain.

Proses fermentasi bertujuan untuk menghidrolisa protein yang ada pada bahan baku

pembuatan kecap.

Penghalusan ikan bertujuan untuk memperluas permukaan bahan sehingga rasio

permukaan terhadap volume bahan semakin tinggi dan sel yang rusak memudahkannya

senyawa flavor keluar.

Penambahan enzim protease untuk mempercepat proses fermentasi dan meningkatkan

kualitas kecap ikan yang dihasilkan baik dari warna, aroma, maupun rasa.

Enzim protease yang digunakan pada percobaan adalah enzim papain yang berfungsi

menguraikan protein menjadi beberapa komponen seperti pepton, peptida, dan asam

amino sehingga dapat menghasilkan rasa yang khas.

Proses inkubasi untuk mempercepat fermentasi dilakukan pada lingkungan anaerob.

Tujuan penyaringan untuk memisahkan filtrat hasil fermentasi dengan padatan dari

sampel.

Proses perebusan untuk mengentalkan kecap ikan, karena evaporasi akan terjadi selama

proses pemasakan menyebabkan sebagian air akan teruapkan.

Tujuan dari penyaringan kedua agar sisa-sisa bumbu yang ditambahkan dan pengotor

yang terdapat pada saat perebusan dapat tersaring dan tidak terikut dalam hasil akhir.

Semakin tinggi konsentrasi enzim yang ditambahkan maka warna kecap ikan akan

semakin coklat, rasa dan aromanya pun semakin kuat.

Gula jawa berfungsi memberi flavor spesifik, menimbulkan warna coklat karamel dan

meningkatkan viskositas dari kecap yang dihasilkan.

Bawang putih berfungsi menambah aroma dan rasa, serta sebagai pengawet alami.

13

Page 15: Kecap Ikan_Angela Lauvina_13.70.0083_B4_UNIKA Soegijapranata

14

Semarang, 1 Oktober 2015

Praktikan Asisten dosen

Michelle Darmawan

Angela Lauvina

(13.70.0083)

Page 16: Kecap Ikan_Angela Lauvina_13.70.0083_B4_UNIKA Soegijapranata

5. DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. & Liviawaty. (1989). Pengawetan Dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Afrianto, E. & Liviawaty. (1989). Pengawetan Dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Astawan, M.W. & M.Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.

Azam, Alfiansyah et al. (2010). Pengaruh kunyit terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan (SR) ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) dengan system restikulasi tertutup. Universitas Airlangga, Surabaya.

Desrosier, N. W. & Desrosier. (1977). Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Dendeng. Kanisius. Yogyakarta.

Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Selai. Kanisius. Yogyakarta.

Fukuda, Tsubasa, Manabu Furushita, Tsuneo Shiba, dan Kazuki Harada. 2014. Fish

Fermented Technology by Filamentous Fungi. Journal of National Fisheries University

62 (4) 163-168.

Ibrahim, Sayed Mekawy. (2010). Utilization of Gambusia (Affinis affinis) for Fish Sauce Prodeuction. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 10: 169-172.

Iskandar, H.M. (1995). Teori Pengolahan Makanan. Grasindo Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Lee, Jung Min, Dong Chul Lee, and Sang Moo Kim. (2013). The Effects of Koji and Histidine on the Formation of Histamine in Anchovy Sauce and the Growth Inhibition of Histamine Degrading Bacteria with Preservatives. Columbia International Publishing American Journal of Advanced Food Science and Technology (2013) 1: 25-36.

Lees, R. & E. B. Jackson. (1973). Sugar Confectionery and Chocolate Manufacture. Leonard Hill. Glasgow.

Lisdiana & W. Soemardi. (1997). Budidaya Nanas: Pengantar dan Pemasaran. CV.Aneka. Solo.

Merit, J. H, M. L. Windsor, A. Aitken, dan I. M. Mackie. (1982). Fish Handling and Processing Second Edition. Her Majesty’s Stationery Office. Edinburgh.

15

Page 17: Kecap Ikan_Angela Lauvina_13.70.0083_B4_UNIKA Soegijapranata

16

Misgiyarta, S. dan Widowati. (2003). Seleksi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat (BAL) Indigenus. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca panen Pertanian.

Moeljanto. (1992). Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mueda, Rose T. (2015). Physico-chemical and color characteristics of saltfermented fish sauce from anchovy Stolephorus commersonii. Aquaculture, Aquarium, Conservation & Legislation International Journal of the Bioflux Society Volume 8, Issue 4.

Petrucci, R. H. (1992). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Erlangga. Jakarta.

Rahman, A. ( 1992 ). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Saleh, M ; A. Ahyar ; Murdinah ; dan N. Haq. (1996). Ekstraksi Kepala Udang Menjadi Flavor Udang Cair. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. II, No.1, hal 60-68.

Soeparno. (1994). Ilmu Dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.Tanasupawat, S.; Sirilak Namwong, Takuji Kudo, and Takashi Itoh.(2009). Identification of

Halophilic Bacteria from Fish Sauce (Nam-Pla) in Thailand. Journal of Culture Collections, Volume 6, 2008-2009, pp. 69-75

Tungkawachara, J. W. Park and Y. J. Choi. (2001). Biochemical Properties and Consumer Acceptance of Pacific Whiting Fish Sauce. Oregon State University.

Wibisono, M.S. (2004). Pengantar Ilmu Kelautan. PPPTMGB LEMIGAS.

Y.F, Ng., T.S Afiza., Lim, Y.K., Muhammad Afif., A.G., Liong, M.T., Rosma, A. and Wan Nadiah, W.A. (2011). Proteolytic Action in Valamugil seheli and Ilisha melastoma for Fish Sauce Production. As. J. Food Ag-Ind. 2011, 4(04), 247-254

Page 18: Kecap Ikan_Angela Lauvina_13.70.0083_B4_UNIKA Soegijapranata

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus :

Salinitas (% )=h asil pengukuran1000

x 100 %

Kelompok B 1

Hasil pengukuran = 30

Salinitas (% )= 551000

x100 %=5,5 %

Kelompok B 2

Hasil pengukuran = 60

Salinitas (% )= 601000

x100 %=6,0 %

Kelompok B 3

Hasil pengukuran = 50

Salinitas (% )= 501000

x100 %=5,0 %

Kelompok B 4

Hasil pengukuran = 45

Salinitas (% )= 451000

x100 %=4,5 %

Kelompok B 5

Hasil pengukuran = 59

Salinitas (% )= 591000

x100 %=5,9 %

6.2. Digram Alir

6.3. Laporan Sementara

6.4. Abstrak Jurnal

17

Page 19: Kecap Ikan_Angela Lauvina_13.70.0083_B4_UNIKA Soegijapranata

18