Jeremia Jurding Radiologi
description
Transcript of Jeremia Jurding Radiologi
-
Cross-Sectional Imaging of Acute and Chronic Gallbladder Inflammatory
Disease
Tujuan. Tujuan dari artikel ini adalah untuk memberikan ulasan secara komprehensif
dari klinis dan ciri imaging cross-sectional dari berbagai penyakit inflamasi akut dan kronis
pada kandung empedu.
Kesimpulan. Penyakit inflamasi pada kandung empedu merupakan sumber umum
nyeri abdomen dan menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Meskipun kolesistitis akut tanpa
komplikasi dan kolesistitis kronis sering ditemui, banyak inflamasi kandung empedu lainnya
juga dapat terjadi yang dapat dengan mudah didiagnosis dengan imaging cross-sectional.
Penyakit inflamasi akut dan kronis pada kandung empedu merupakan penyebab
umum nyeri abdomen bagian atas. Meskipun banyak dari kondisi ini dapat menyebabkan
morbiditas dan mortalitias yang signifikan bila tidak ditangani, prognosis umumnya baik
dengan diagnosis dan penanganan yang cepat. Imaging seringkali memainkan peran penting
pada evaluasi pasien yang dicurigai inflamasi pada kandung empedu. Dalam artikel ini kami
menyediakan ulasan yang komprehensif dan contemporary tentang gambaran klinis dan
imaging cross-sectional yang relevan untuk beberapa kondisi peradangan akut dan
kronis.pada kandung empedu.
Kolesistitis akut tanpa komplikasi
Kolesistitis akut merupakan inflamasi akut tersering pada kandung empedu. Sekitar
90-95% kasus terjadi pada duktus sistikus atau obstruksi leher kandung empedu yang
berhubungan dengan kolelitiasis. kondisi ini khas terjadi pada wanita usia pertengahan,
seringkali pada wanita yang obes. Temuan klinis berupa nyeri akut persisten pada abdomen
kuadran kanan atas, demam, mual, muntah, dan kekenyalan fokal pada bagian atas kandung
empedu. Pada pasien mungkin terdapat Murphy sign positif, yang diartikan sebagai
inspirasi yang tertahan pada saat dilakukan palpasi kuadran kanan atas. Temuan laboratorium
mungkin normal atau abnormal dan sering kali tidak spesifik. Serum transminase hepar,
alkaline phosphatase dan bilirubin mungkin meningkat, yang menandakan kelanainan
hepatobiliar. Leukositosis (sering bergeser ke kiri) atau tidak ada.
Umumnya USG merupakan teknik imaging awal yang lebih disukai saat kolesistitis
akut secara klinis dicurigai. Sensitifitas USG untuk kondisi ini sekitar 80-100% dan
spesivisitas sekitar 60-100%. Penemuan imaging termasuk cholelithiasis, penebalan dinding
-
kandung empedu (> 3-5 mm), cairan perikolesistik, dan adanya Murphy sign positif pada
USG (Gambar 1A). Penemuan imaging yang kurang spesifik meliputi distensi kandung
empedu dan empedu yang echogenic (sludge). Batu empedu mungkin atau mungkin tidak
divisualisasikan dalam leher kandung empedu atau duktus kistik. Ralls dkk, mengatakan
bahwa akurasi diagnosis kolesistitis akut meningkat ketika terdapat penemuan kombinasi
yaitu cholelithiasis, penebalan dinding kandung empedu, dan Murphy sign positif. Sebagai
contoh, mereka menemukan bahwa pada populasi pasien dengan dugaan kolesistitis akut,
pada penemuan batu empedu saja memiliki nilai prediksi positif 88%, pada pasien yang
mempunyai kombinasi batu empedu dan penebalan dinding kandung empedu, nilai prediksi
positif meningkat sampai 92%. Pada pasien dengan batu empedu, penebalan dinding kandung
empedu, dan Murphy sign positif pada USG nilai prediksi positif sampai 94%.
CT umumnya digunakan dalam evaluasi nyeri abdominal ketika diagnosis lain
ditambahkan pada akut kolesistitis menjadi dipertimbangkan. Pada CT kolesistitis akut dapat
diamati adanya penebalan mukosa kandung empedu (> 3-5 mm), mural atau mukosa
hyperenhancement, cairan perikolekistik dan berdekatan dengan garis inflammasi jaringan
lunak, distensi kandung empedu, dan kolelitiasis (Gambar 1B). Batu kandung empedu pada
CT, jika divisualisasikan, mungkin muncul sebagai hyperattenuating (kalsifikasi) atau
hypoattenuating (gas) filling defect dalam lumen kandung empedu. Parenkim hepar yang
berdekatan dengan fosa kandung empedu mungkin juga hyperenhance karena hyperemia
reaktif, khusus selama imaging pada fase arteri sehinga menimbulkan apa yang dikenal
sebagai transient hepatic attenuation difference. CT juga khusus digunakan untuk mendeteksi
komplikasi pada kolesistitis akut.
MRI memainkan pernan yang semakin tinggi dalam evaluasi nyeri abdomen akut,
kususnya pada pasien anak dan pasien yang hamil hamil. Alun et al. MRI memiliki
sensitivitas 95% dan sesifiksitas 69% untuk mendeteksi kolesistitis akut. Penemuan
pencitraan. Temuan imaging yang serupa dengan yang diamati pada USG dan CT, termasuk
penebalan mukosa kandung empedu (>3-5 mm), mural atau mukosa hyperenhancement,
cairan perikolekistik dan berdekatan dengan garis inflammasi jaringan lunak, peningkatan
abnormal dari distensi kandung empedu, dan cholelithiasis (hypointense intraluminal foci on
t2-weighted imaging sequences). Penebalan dinding kandung empedu mungkin terlihat pada
fat-suppressed T1- and T2-weighted images as well as on contrast-enhanced fat-suppressed
T-1-weighted images. Hyperenhancement of adjacent liver parenchyma on contrasr may be
noted, similar to CT. MR cholangiopancreatography (MRCP) dapat menunjukkan dampak
-
batu (hypotense filling defect surrounded by hyperintense bile) pada leher kandung empedu
duktus kistik.
Penanganan kolesistitis akut tanpa komplikasi dapat bervariasi tergantung pada situasi
klinis dan institusi. Banyak pertimbangan perdangan akut kandung empedu merupakan
kontraindikasi relatif kolesitektomi. Pada situasi ini, kolesistitis akut awalnya dapat dirawat
inap di Rumah Sakit dan pemberian antimikroba IV spektrum luas. Kolesistektomi yang
nonemergensi dilakukan setelah peradangan akut mereda. Studi terbaru oleh Stevens dkk,
menunjukan bahwa kolesistektomi segera, seaman intervensi bedah yang ditunda. Kadang-
kadang, ketika penanganan medis gagal atau bedah merupakan kontraindikasi, kolesistitis
akut dapat ditangani dengan percutaneous catheter drainage untuk menurunkan tekanan
intraluminal dan menurunkan risiko perforasi kandung empedu (Gamabar 1C). Kultur dari
aspirasi kandung empedu positif infeksius hanya 16-49% dari pasien. Sosna dkk, menemukan
perbaikan klinis pada 52% pasien yang dikelola dengan percutaneous aspiration atau
cholecystostomy tube placement.
Gambar 1. Wanita, 85 th dengan nyeri abdomen kuadran kanan atas, leukosistosis dan
demam.
A. Longitudinal USG menunjukkan bayangan batu empedu multipel dan penebalan dinding
yang ringan. Murphy sign USG positif
B. Axial contrast-enhanced CT image menunjukkna penebalan dinding kandung empedu
(panah) dan soft-tissue perikolekistik stranding dalam lemak (ujung panah)
C.
Kolesistitis akut dengan komplikasi
Kolesistitis gangrenosa dan perforasi kandung empedu
Perubahan kearah gangren dapat terjadi pada kolesistits akut yang lebih parah dan
berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien. Untuk itu, diagnosis dan
-
penanganan yang segera pada kondisi ini sangat penting. Perubahan kearah gangren terjadi
pada 2-29% pada kolesistitis akut. Dalam membedakan kolesistitis akut tanpa komplikasi dari
kolesistitis gangrenosa secara klinis susah dan penting karena penanganan medis dan
bedahnya berbeda. Meskipun pasien dengan kolesistitis gangrenosa biasanya sakitnya lebih
akut pada saat kedatangannya, hal ini mungkin tidak selalu menjadi kasus. Menurut studi
Fagan dkk, prediktor yang bermakna secara statistik pada gangren yaitu adanya riwayat
diabetes mellitus dan leukosit lebih dari 15.000 sel/mL. Kolesistitis gangrenosa diperkirakan
terjadi sebagai akibat dari distensi kandung empedu dan selanjutnya terjadi mural iskemik
nekrosis yang disebabkan oleh gangguan vaskular.
Imaging sangat penting dalam membedakan kolesistitis akut tanpa komplikasi dari
kolesistitis gangrenosa. Banyak imaging dari kolesistitis gangrenosa tumpang tindih dengan
kolesistitis akut tanpa komplikasi pada USG. Temuan USG menunjukkan kearah perubahan
gangren yaitu floating membrane intraluminal (mukosa yang lepas/sloughe mocosa),
banyangan echogenic yang konsisten dengan gas didalam dinding atau lumen kandung
empedu, kelainan yang jelas pada dinding kandung empedu dan pembentukan abses
perikolekistik. Teefey dkk, melaporkan tanda spesifik yang mendukung diagnosis kolesistis
gangren ialah garis (striae) dinding kandung empedu atau adanya area linier hiperechoic dan
hipoechoic yang berselang seling, yang ditemukan mencapai 40% dari pasien.
Evaluasi kolesistitis gangrenosa dengan CT dapat juga menjadi diagnosis yang
berguna. Bennet dkk, menemukan bahwa CT lebih spesifik untuk kolesistitis gangrenosa
(96%) meskipun sensitifitasnya rendah (29%). Penemuan spesifik yang menunjukkan
kolesistitis gangrenosa termasuk gas dalam dinding kandung empedu, kurangnya
enhancement dari dinding kandung empedu (focal atau diffuse), membrane intraluminal dan
abses pericholecystic. Temuan CT tambahan yang menunjukkan kolesistitis gangrenosa
termasuk garis mural dan hiperenhancement dekat parenkim hepar.
Sinyal T1 dan T2 weighted dari daerah yang hiperintens di dinding kandung empedu
pada MRI mengindikasikan adanya perforasi pada kasus kolesistitis akut. Penyebab dari
sinyal yang abnormal antara lain ulserasi dari kandung empedu, perdarahan intramural,
nekrosis mural dan pembentukan abses. Kurangnya penebalan dari dinding kandung empedu
pada kontras dengan peningkatan lemak dan T1 yang tersupresi mengindikasikan adanya
perubahan kearah gangren.
Komplikasi yang paling penting dari kolesistitis adalah perforasi kandung empedu
yang disebabkan oleh nekrosis transmural pada kasus kolesistitis akut. Kolesistitis akut tanpa
komplikasi bahkan bisa berkembang menjadi perforasi pada 2-11% kasus, dengan angka
-
kematian yang dilaporkan mencapai 60%. Dalam perjalanan penyakitnya, pasien-pasien
dapat merasakan gejala nyeri yang berulang pada perforasi. Perforasi dapat diklasifikasikan
menjadi 3 tipe. Tipe pertama melibatkan pecahnya dari kandung empedu intraluminal ke
dalam kavitas peritoneal, sedangkan tipe kedua merupakan proses subakut dari perforasi yang
terbentuk karena abses disekitar tempat perforasi tersebut. Tipe ketiga adalah proses kronik
dengan pembentukan fistula kolesistoenterik. Bagian yang paling sering mengalami perforasi
adalah fundus dari kandung empedu.
Area-area kecil dari perforasi kandung empedu paling sulit dideteksi dengan foto.
Defek fokal dari kandung empedu dapat terlihat dengan USG, CT, MRI. Adanya batu
kandung empedu ekstraluminal merupakan gambaran spesifik yang mengindikasikan adanya
perforasi (Gambar 2). Hampir sebagian besar gambaran dari perforasi tidak spesifik dan
diantaranya dapat berupa cairan perikolesistitik, kolaps dari lumen kandung empedu dan
abses perikolesistitik.
Secara umum pengobatan dari gangrene kolesisititis dengan atau tanpa perforasi
dianjurkan untuk dilakukan tindakan pembedahan berupa kolesistektomi dan debridement.
Antimikroba IV juga dianjurkan. Percutaneous catheter drainage juga dapat dilakukan pada
pasien yang akan melakukan operasi. komplikasi paling sering terjadi pada pasien gangrene
kolesistitis dan prognosisnya lebih buruk dibandingkan dengan kolesistitis akut tanpa
komplikasi.
Gambar 2.
A.
Kolesistitis emfisematosa
-
Kolesistits emfisematosa ditentukan dengan adanya gambaran udara pada kandung
atau lumen empedu. Hal ini merupakan keadaan sekunder dari insufisiensi vaskular dan
iskemia dari dinding kandung empedu. Akibatnya gas yang dihasilkan bakteri tersebut
mampu berploriferasi pada dinding atau lumen kandung empedu. Bakteri yang berperan di
dalamnya adalah Clostridium, Eschereccia coli, Staphylococcus aureus, dan spesies
Streptococcus. Kondisi ini biasanya menyerang pada usia yang lebih tua dan terjadi jika ada
penyakit yang mendasarinyaseperti diabetes mellitus atau penyakit debilitating lainnya.
Meskipun demikian, pasien dengan kolesistitis emfisematosa dapat menampilkan gejala
klinis yang mirip dengan kolesistitis akut tanpa komplikasi.
Kolesistitis emfisematosatosa mungkin didiagnosis dengan menggunakan USG
abdominal. USG dapat menunjukkan gambaran kurvalinear lusen pada dinding atau lumen
kandung empedu yang spesifik untuk kasus kolesisititis akut tanpa komplikasi (Gamabar 3A).
Gill dkk, menemukan bahwa sensitivitas dari USG abdominal rendah. Sehingga USG lebih
sering digunakan. Pada USG akan tampak gambaran yang mirip pada pasien kolesisititis
akut tanpa komplikasi. Kurvalinear hiperechoic, sering tampak bersama-sama dengan artefak
verberation (biasa dikenal sebagai ringdown artefact), sebahgai hasil dari udara pada dinding
atau lumen kandung empedu (Gambar 3B).
CT dianggap sebagai imaging yang paling sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis
kolesistitis emfisematosa. CT menunjukkan low attenuation konsisten dengan gambaran
udara pada dinding atau lumen kandung empedu. Gambaran ini dapat mirip pada pasien
dengan kolesisitits akut tanpa komplikasi. Pada MRI, area-area dengan signal void dapat
diobservasi pada dinding atau lumen kandung empedu, sebagai hasil dari intramural atau
udara intraluminal.
Komplikasi dari kolesisitits emfisematosa termasuk perubahan kearah gangren,
perforasi dan pembentukan perikolekistik abses. Peritonitis dan sepsis dapat berlangsung juga.
Garcia-Sancho Tellez dkk, melaporkan bahwa angka kematian mencapai 25% pada keadaan
kolesistitis emfisematosa. Umumnya penanganan kolesisitits emfisematosa adalah
kolesistektomi emergensidan antimikroba IV. penempatan tube kolesistotomi dilakukan pada
pasien yang tidak dilakukan tindakan operasi.
Kolesistitis supuratif
Kolesistits supuratif (empiema kandung empedu) dapat terjadi sebagai komplikasi
dari kolesistitis akut. Kondisi ini terjadi ketika bahan purulen mengisi distensi lumen
kandung empedu. Pasien dengan kolesistits supuratif dapat mengalami gejala yang serupa
-
pada pasien dengan kolesistitis akut tanpa komplikasi, yaitu demam, menggigil, kaku, nyeri
pada kuadran kanan atas. Tanda-tanda dari sepsis dapat hadir ataupun tidak.
Gambaran kolesistitis hemoragik pada USG dan CT menyerupai kolesistitis akut.
Pada USG gambarannya adalah adanya material ekogenik atau heterogen dalam diding
kandung empedu atau dalam lumennya akibat darah. Pada CT, gambaran darah yang
hiperdens ada dalam dinding atau lumennya (Gambar 4). Bahkan kadang susah dibedakan
dengan lumpur empedu (sludge). Yang bisa memberikan gambaran cukup spesifik adalah
MRI. Perdarahan yang subakut memberikan gambaran hiperintense pada T1 dan T2 weighted
karena keberadaan methemoglobin ekstrasel.
Penatalaksanaan untuk kolesistis supuratif adalah emergent cholecystectomy dan
percutaneous catether drainage. Tingkat perubahan pada kolesistektomi laparoskopi untuk
prosedur terbuka lebih besar daripada yang diamati dalam kasus kolesistitis akut tanpa
komplikasi. Pasien dengan kondisi ini selalu di berikan terapi antibiotik IV.
Gamabar 3.
Kolesistitis hemoragik
Perdarahan dalam dinding kandung empedu dan lumen dapat diamati pada calculous
atau kolesistitis acalculous. Kolesistitis hemoragik secara klinis dapat hadir dengan onset akut
dari kolek bilier, jaundice, melena, hematemesis. Kolesistits hemeragik berbeda dari
penyebab lain dari perdarahan kandung empedu, seperti trauma, neoplasma, dan koagulopati
(sering berhubungan dengan terapi antikoagulan).
Pada USG dan CT, kolesistitis supuratif juga menyerupai kolesisitits akut. Pada USG
ada ekogenik dan CT ada hiperatenuasi pada lumen kandung empedu sesuai gambaran pus (),
-
dan susah dibedakan dengan sludge. MRI berguna untuk membedakan keduanya
menggunakan sekuens heavily T2 weighted gambaran fluid-fluid level dengan gambaran
lapisan empedu purulen yang terpisah
Komplikasi kolesistitis hemoragik adalah perforasi dindingnya dan lebih parah lagi
hemoperitoneum. Terapinya kolesistektomi dan IV antimikroba.