JURDING OBGIN
-
Upload
bayurizky-prabowo -
Category
Documents
-
view
260 -
download
1
description
Transcript of JURDING OBGIN
PENGARUH STATUS INKONTINENSIA URIN SELAMA
KEHAMILAN DAN CARA PERSALINAN PADA
INKONTINENSIA POSTPARTUM
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti prevalensi inkontinensia
urin pada wanita 6 bulan postpartum dan mempelajari bagaimana status
kontinensia urin selama kehamilan dan cara persalinan berpengaruh pada
inkontinensia urin 6 bulan postpartum pada wanita primipara.
Desain: Studi kohort.
Peraturan: Wanita hamil yang melakukan pemeriksaan USG rutin direkrut oleh
Norwegian Mother and Child Cohort Study (MoBa).
Populasi: Total 12.679 primigravida yang mengalami kontinensia urin sebelum
kehamilan.
Metode: Data dari MoBa, dilakukan oleh Norwegian Institute of Public Heatlh.
Data didapatkan berdasarkan jawaban kuesioner pada minggu ke-15 dan 30
kehamilan dan 6 bulan postpartum.
Hasil pengukuran: Inkontinensia urin pada 6 bulan postpartum disajikan sebagai
proporsi, odds ratio dan relative risks (RRs).
Hasil: Inkontinensia urin dilaporkan terjadi pada 31% wanita setelah 6 bulan
melahirkan. Dibandingkan dengan wanita yang kontinen selama kehamilan,
inkontinensia urin lebih sering terjadi pada wanita setelah 6 bulan melahirkan
diantara inkontinensia selama kehamilan (disesuaikan RR 2,3, 95% CI 2.2-2.4).
kemudian dilakukan penyesesuaian RR untuk inkontinensia setelah melahirkan
spontan melalui vagina dibandingkan dengan operasi caesar elektif 3,2 (95% CI
2,2-4,7) diantara wanita yang kontinensia urin dan 2,9 (95% CI 2,3-3,4) diantara
wanita yang inkontinensia urin pada kehamilan.
Kesimpulan: Inkontinensia urin sering terjadi pada 6 bulan postpartum.
Hubungan antara inkontinensia urin postpartum dan cara persalinan tidak
dipengaruhi oleh status inkontinensia pada kehamilan. Prediksi dari kelompok
dengan risiko tinggi inkontinensia urin sesuai dengan cara persalinan tidak dapat
didasarkan pada status kontinensia kehamilan.
1
Kata kunci: caesar, studi kohort, postpartum, primiparitas, inkontinensia urin,
kelahiran normal.
Pendahuluan
Inkontinensia urin merupakan kondisi yang umumnya terjadi pada wanita.
Kehamilan dan persalinan merupakan faktor risiko utama pada wanita muda dan
usia pertengahan. Namun, yang sering dilaporkan dari variasi inkontinensia urin
secara umum yaitu selama dan setelah kehamilan. Inkontinensia urin postpartum
adalah gangguan yang terdiri dari inkontinensia urin dimulai dari sebelum, selama
dan setelah kehamilan. Kelompok ini memiliki patofisiologi yang
heterogen/beragam, dan memiliki perbedaan faktor risiko tergantung pada waktu
permulaan dari munculnya gangguan tersebut. Inkontinensia urin yang mulai
terjadi sebelum atau selama kehamilan biasanya berkaitan dengan inkontinensia
urin setelah kehamilan. Beberapa studi menemukan terdapat hubungan faktor
risiko tersebut terhadap inkontinensia urin postpartum dan kemudian hari, tetapi
terdapat studi yang tidak menemukan adanya hubungan tersebut. Peran
inkontinensia urin selama kehamilan, terutama insiden inkontinensia urin, sejauh
ini telah menerima sedikit perhatian sebagai faktor risiko yang potensial untuk
terjadinya inkontinensia setelah kehamilan dan kemudian hari.
Serangkaian faktor risiko tampaknya terlibat pada kejadian inkontinensia
urin postpartum dan kemudian hari, di antaranya semakin banyak bukti terhadap
dampak dari cara persalinan. Beberapa penulis mempelajari efek dari cara
persalinan pada wanita primipara. Kami hanya dapat menemukan satu contoh
studi yang melaporkan analisis bertingkat untuk status kontinensia selama
kehamilan. Beberapa penelitian yang berhubungan dengan masalah ini
mempunyai kelemahan dalam hal metodologi seperti hasil pengukuran yang
buruk, menimbulkan bias dan desain retrospektif. Selain itu, ada masalah dengan
kelompok-kelompok kecil, jumlah operasi Caesar (SC) yang sedikit, hilangnya
informasi mengenai SC elektif dan non-elektif dan persalinan pervaginam dengan
menggunakan alat dan tidak ada penyesuaian untuk hal-hal penting seperti usia
dan indeks massa tubuh (IMS). Kami merencanakan penelitian ini dapat
memenuhi tantangan tersebut.
2
The Norwegian Mother dan Child Cohort Study (MoBa) merupakan
sebuah perkumpulan besar berbasis kohort untuk wanita hamil, dengan beberapa
tahun tindak lanjut, bertujuan menyelidiki masalah kesehatan pada ibu-ibu dan
anak-anak. Populasi studi pada subpenelitian yang saat ini dilakukan terdiri dari
wanita primigravida yang kontinen sebelum kehamilan, karena merupakan model
klinik terbaik yang tersedia dari panggul yang sebagai faktor risiko terkait dalam,
dan dengan demikian merupakan populasi terbaik untuk menilai risiko
inkontinensia urin yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan. Tujuan
kami adalah pertama, untuk menyelidiki kejadian dan prevalensi inkontinensia
urin setelah 6 bulan persalinan; kedua, untuk menyelidiki dampak status
kontinensia pada minggu ke-30 kehamilan pada inkontinensia urin 6 bulan
postpartum dan ketiga, untuk mempelajari bagaimana cara persalinan
kemungkinan mempunyai interaksi dengan status kontinensia urin pada kehamilan
untuk meningkatkan atau mengurangi risiko inkontinensia urin 6 bulan
postpartum.
Bahan dan metode
Terdapat sekitar 55.000 kelahiran di Norwegia per tahun. MoBa
mengundang sekitar 29.000 wanita hamil setiap tahunnya dari tahun 1999 untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini, tujuan populasi penelitian pada 100.000
wanita. Sebanyak 39 dari sekitar 50 rumah sakit dan unit bersalin di Norwegia
dengan lebih dari 100 kelahiran per tahun berpartisipasi dalam penelitian ini. Dua
minggu sebelum pemeriksaan USG rutin kehamilan, undangan dikirimkan kepada
para wanita hamil. Pada tahun 2006, 45% dari wanita yang diundang setuju untuk
berpartisipasi dengan persetujuan tertulis (informed consent). MoBa masih
merekrut pada tahun 2008. Para wanita hanya ditanya sekali. Namun, mengingat
partisipasi, respon dalam tindak lanjut penelitian ini sangat ditekankan.
Penelitian ini memperoleh data melalui kuesioner pada enam poin waktu
dari minggu ke-15 kehamilan sampai 7 tahun setelah kelahiran. Dalam penelitian
ini, kami menggunakan set data dari kuesioner 1 (minggu ke-15 kehamilan),
kuesioner 3 (minggu ke-30 kehamilan) dan kuesioner 4 (6 bulan postpartum).
Kami memasukkan wanita pada kehamilan pertama mereka, janin tunggal, yang
3
dilaporkan kontinen sebelum kehamilan. Kuesioner 4 dijawab oleh 87% wanita
yang menjawab kuesioner 3. Data deskriptif berdasarkan kuesioner 1 dan 3 telah
diterbitkan sebelumnya.
Kami menggunakan kuesioner berdasarkan gejala didasarkan istilah dari
International Continence Society (ICS). Para wanita ditanya tentang
ketidakmampuan menahan/kebocoran kencing yang dialami saat ini.
Inkontinensia urin dilaporkan terjadi saat batuk/tertawa/bersin, ketika
berlari/melompat atau bila mereka memiliki kebocoran disertai dengan dorongan
yang kuat untuk menahannya. Sering kencing (tidak pernah, satu sampai empat
kali per bulan, satu sampai enam kali per minggu, sekali sehari dan lebih dari
sekali sehari) dan jumlah (tetesan dan volume yang lebih besar) yang terdaftar.
Dua kelompok frekuensi terakhir dikategorikan menjadi 'sekali atau lebih dari
sehari' untuk analisis. Kami mendefinisikan kasus inkontinensia urin ketika
wanita dilaporkan mengalami kebocoran yang sering atau dalam hal jumlah atau
keduanya. Wanita yang dilaporkan tidak mengalami inkontinensia urin tetapi
menjawab pertanyaan tentang frekuenai (sering kencing) dianggap mengalami
inkontinensia urin (n = 110). Wanita yang gagal menjawab pertanyaan
inkontinensia postpartum (n = 186) dan wanita tanpa informasi sebelumnya
tentang status kontinensia selama kehamilan (n = 16) dimasukkan dalam analisis
dengan nilai-nilai yang hilang. Kami mendefinisikan inkontinensia urin yang
parah bila terjadi kebocoran dalam ‘jumlah besar’ atau ‘sekali atau lebih dalam
sehari’ atau keduanya.
Para wanita menyatakan kehilangan urin dalam kaitannya dengan batuk,
tertawa, bersin, berlari atau melompat didefinisikan memiliki komponen stres
inkontinensia. Wanita yang tidak dapat menahan buang air kecil disertai
kehilangan urin didefinisikan memiliki komponen urgensi inkontinensia. Kami
menggunakan istilah ‘stress urinary incontinence’ untuk wanita yang memiliki
komponen stres saja, sedangkan ‘urge urinary incontinence’ menunjukkan wanita
yang memiliki komponen urgensi saja. Wanita yang memiliki kedua komponen
gejala ini disebut memiliki mixed urinary incontinence, menurut istilah yang biasa
digunakan dalam gejala saluran kemih bawah.
4
Kumpulan data standar yang digunakan dari Medical Birth Register
Norwegia dimasukkan dalam database untuk MoBa. Norwegia Data Inspectorate
menyetujui hubungan dari database. Jika Medical Birth Registry tidak memiliki
informasi mengenai kelahiran sebelumnya, wanita didefinisikan sebagai nulipara
dan dimasukkan dalam penelitian ini. Medical Birth Registry menyimpan
informasi mengenai cara persalinan. SC dikategorikan sebagai ‘SC elektif’, ‘SC
akut dimaksudkan sebagai SC elektif’, ‘SC akut dimaksudkan sebagai persalinan
pervaginam spontan’ atau ‘SC yang tidak ditentukan’ dalam pendaftaran. Kami
menggunakan istilah ‘SC non-elektif’ untuk menunjukkan kategori SC akut yang
dimaksudkan sebagai SC elektif, SC akut dimaksudkan sebagai persalinan
pervaginam spontan dan SC yang tidak ditentukan menjadi satu kelompok.
Persalinan pervaginam dikategorikan sebagai ‘persalinan pervaginam spontan’,
‘persalinan menggunakan forsep’ atau ‘persalinan menggunakan vakum’. Status
kontinensia selama kehamilan dan cara persalinan adalah terpapar dalam
penelitian ini.
Usia yang diperoleh pada minggu ke-15 kehamilan. Berdasarkan kurva
prevalensi inkontinensia urin selama kehamilan, kami mengkategorikan usia ke
dalam empat kelompok umur (<26, 27-30, 31-34 dan >35 tahun). Tinggi badan
dilaporkan pada minggu ke-15. Kami memberikan pengecualian dengan hanya
memasukkan nilai dari 140 cm. IMT dihitung dari berat badan dalam kilogram/
(tinggi dalam meter)2. Untuk IMT, kami menggunakan berat badan yang
dilaporkan pada 6 bulan postpartum. Nilai dari 40-180 kg dimasukkan. IMT
dikategorikan menjadi empat kelompok: <20 (underweight), 20-24,9 (normal
weight), 25-29,9 (overweight) dan >30 kg/m2 (obese).
Hal-hal yang berpotensi sebagai perancu dieksplorasi: usia, IMT, jenis
kelamin bayi, lingkar kepala, berat badan bayi, Apgar skor (1 dan 5 menit),
presentasi janin saat melahirkan (normal oksipital, sungsang, melintang,
presentasi kepala abnormal janin dan lainnya), waktu kelahiran (menit),
persalinan lama, robekan perineum grade 3-4 dan induksi (amniotomi, oksitosin
dan prostaglandin). The Medical Birth Registry mendefinisikan variabel
berdasarkan pada Clinical Guidelines in Obstetrics. Umur dan IMT
5
diidentifikasikan sebagai perancu dalam bahan dan karena itu satu-satunya
variabel dimasukkan dalam analisis yang disesuaikan.
The Norwegia Data Inspectorate menyetujui penelitian MoBa pada tahun
1996 dan memperbaharui persetujuan pada tahun 2003. Daerah Etika Komite
Penelitian Medis, Kesehatan Wilayah II, juga mendukung proyek ini.
Kami mendefinisikan kejadian kumulatif dari inkontinensia urin yang
berkembang setelah wanita melahirkan diantara para wanita yang kontinen selama
kehamilan. Perancu dievaluasi dan disesuaikan dengan analisis regresi logistik
multivariabel dan analisis crosstabs. Pengaruh modifikasi dari status kontinen urin
pada efek persalinan pervaginam dibandingkan dengan SC elektif diuji dengan
menggunakan istilah interaksi dalam analisis regresi logistik multivariabel. Kami
memperlakukan variabel independen sebagai data kategori. Odds rasio adalah
hasil ukur awal dari analisis kami. Semua odds rasio dan kepercayaan interval
odds rasio/odds ratio confidance intervals (CI) yang kemudian dikonversi menjadi
risiko relatif (RRs) dan sesuai CI dengan menggunakan rumus RR = OR/((1 – P)
+ (OR x P)). Dalam rumus ini, P adalah prevalensi inkontinensia urin pada
kelompok terpapar. Data disajikan sebagai rata-rata, odds rasio dan RR dengan CI
95%. Nilai P kurang dari 5% dianggap signifikan secara statistik. SPSS 15.0 for
Windows (SPSS Inc, Chicago, IL, USA) digunakan untuk analisis statistik.
Hasil
Sebanyak 12.679 wanita primigravida dimasukkan dalam subpenelitian.
Semua wanita mengalami kontinensia sebelum kehamilan. Usia rata-rata adalah
28 tahun (kisaran 15-45 tahun), dan rata-rata IMT adalah 24,1 kg/m2 (kisaran 14-
54 kg/m2). Inkontinensia urin dilaporkan terjadi pada 31% (3991/12.679) wanita
setelah 6 bulan melahirkan. Sebanyak 14% (1815/12.679) wanita melahirkan
secara SC. Data deskriptif untuk cara persalinan dan status kontinensia urin
selama kehamilan disajikan pada Tabel 1.
6
Wanita yang melahirkan dengan SC memiliki usia yang lebih tua dan IMT
lebih besar dibandingkan mereka yang mereka yang melahirkan pervaginam.
Lebih banyak wanita yang melahirkan dengan SC memiliki bayi dengan
presentasi janin divergen dan lingkar kepala yang lebih besar dibandingkan
dengan wanita yang melahirkan pervaginam. Wanita yang mengalami
7
inkontinensia urin selama kehamilan memiliki usia yang lebih tua dan IMT yang
lebih besar dibandingkan dengan mereka yang kontinen selama kehamilan. Stres
inkontinensia urin merupakan jenis yang paling sering terjadi pada inkontinensia
urin 6 bulan postpartum (n = 1728/12.679; 14%). Hanya 5% (186/3991)
mengalami kebocoran urin > 1 per hari dan 5% (212/3991) mengalami kebocoran
dalam jumlah besar. Sebanyak 43 wanita mengalami kebocoran urin > 1 per hari
dan secara bersamaan mengalami kebocoran dalam jumlah besar. Frekuensi
kencing dan jumlah kebocoran urin yang berubah setelah melahirkan diantara
mayoritas wanita (data tidak ditampilkan).
Dampak status kontinensia urin selama kehamilan pada inkontinensia urin
postpartum
Inkontinensia urin 6 bulan postpartum menurut status kontinensia minggu
ke-30 kehamilan disajikan dalam Tabel 2.
Sebanyak 52% (2605/5026) dari wanita yang mengalami inkontinensia
urin pada kehamilan mengalami kontinensia 6 bulan postpartum. Inkontinensia
urin pada minggu ke-30 kehamilan merupakan faktor risiko yang signifikan secara
statistik untuk inkontinensia urin postpartum persisten, dengan RR disesuaikan
2,3 dibandingkan dengan wanita yang kontinen pada minggu ke-30. Sebanyak
8
21% (1562/7561) wanita, yang kontinen sebelum dan selama kehamilan, menjadi
inkontinensia 6 bulan postpartum (kejadian kumulatif). Faktor terkuat yang terkait
untuk inkontinensia urin secara de novo dalam analisis disesuaikan adalah
persalinan dengan forcep (RR 4,0, 95% CI 2,6-5,8), persalinan pervaginam (RR
3,2, 95% CI 2,1-4,7), persalinan dengan vakum (RR 3,2, 95% CI 2,1-4,7), semua
dibandingkan dengan SC elektif. Selain itu, usia> 35 tahun (RR 1,8, 95% CI 1,5-
2,1) dan IMT >30 kg/m2 (RR 1,8, 95% CI 1,5-2,1) secara signifikan berhubungan
dengan inkontinensia urin secara de novo.
Dampak cara persalinan
Prevalensi inkontinensia urin 6 bulan postpartum berada di bawah secara
umum untuk kelompok SC (Tabel 2). Tidak ada peningkatan risiko yang
signifikan secara statistik terkait dengan tiga kelompok SC non-elektif
dibandingkan dengan kelompok SC elektif. Ketika ketiga kelompok dianalisis
bersama-sama, perbedaannya adalah batas dari signifikansi (RR 1,4, 95% CI 1,0-
1,8). RR yang disesuaikan untuk inkontinensia urin postpartum diantara wanita
yang melahirkan pervaginam adalah 3,2 dibandingkan dengan SC elektif.
Kejadian inkontinensia urin diantara wanita yang mengalami kontinensia selama
kehamilan dengan berbagai jenis persalinan disajikan dalam Tabel 3.
Setelah melahirkan dengan forceps, 30% menjadi mengalami
inkontinensia urin.
9
Dampak gabungan cara persalinan dan status inkontinensia urin selama
kehamilan
Pada kelompok wanita yang kontinen selama kehamilan, 8% wanita
mengalami inkontinensia urin setelah SC elektif dan 20% mengalami
inkontinensia urin setelah melahirkan pervaginam, mewakili peningkatan absolut
12%. Persentase yang sesuai untuk wanita, yang mengalami inkontinensia urin
selama kehamilan, adalah 23 dan 51% dengan peningkatan absolut 28% (Tabel 3).
Persentase tersebut kurang lebih sama ketika membandingkan semua SC untuk
semua persalinan pervaginam. Dalam analisis yang disesuaikan, risiko
inkontinensia urin 6 bulan setelah SC dimaksudkan sebagai persalinan
pervaginam signifikan secara statistik (RR 1,6) dibandingkan dengan SC elektif
diantara wanita yang mengalami inkontinensia urin selama kehamilan (Tabel 3).
Ketika ketiga kelompok SC non-elektif dianalisis bersama-sama, perbedaan tetap
signifikan (RR 1,6, 95% CI 1,1-2,2). Persalinan pervaginam merupakan faktor
risiko yang kuat dan signifikan secara statistik untuk kejadian inkontinensia urin
setelah 6 bulan melahirkan dibandingkan dengan SC elektif baik antara wanita
yang mengalami kontinensia pada minggu ke-30 kehamilan (RR 3,2) dan untuk
wanita yang mengalami inkontinensia urin pada minggu ke-30 (RR 2,9) (Tabel 3).
Perbedaan RR diantara kelompok tidak signifikan secara statistik.
Komentar
Dalam studi kohort dari wanita primigravida yang kontinensia sebelum
kehamilan, kami menemukan risiko jauh lebih meningkat untuk terjadinya
inkontinensia postpartum diantara mereka yang mengalami inkontinensia urin
selama kehamilan dibandingkan dengan mereka yang mengalami kontinensia
urin. Pengaruh dari cara persalinan pada inkontinensia postpartum tidak
tergantung pada status kontinensia selama kehamilan.
Kami menemukan odds rasio 3,5 untuk inkontinensia urin 6 bulan
postpartum diantara wanita yang mengalami inkontinenisa urin selama kehamilan
dibandingkan dengan mereka yang kontinensia pada saat itu. Ketika dilakukan
analisis kembali pada data yang tersedia sebelumnya telah diterbitkan untuk
perbandingan, odds rasio untuk inkontinensia urin postpartum diantara wanita
10
primipara dengan status kontinensia urin selama kehamilan bervariasi dari 2,5
sampai 9,2. Kami mengidentifikasi empat studi yang menyelidiki hubungan antara
status kontinensia urin selama kehamilan dan status kontinensia urin postpartum
wanita primigravida yang sebelumnya mengalami kontinensia urin, menunjukkan
odds rasio 3.1, 4.3, 5,4 dan 7,8. Alasan odds rasio lebih tinggi pada ketiga artikel
ini dibandingkan dengan penelitian kami mungkin karena usia yang lebih tinggi
pada populasi penelitian, pembatasan stres inkontinensia urin, penyelidikan 3
bulan postpartum, dan menggunakan pewawancara. Masalah metodologi seperti
populasi penelitian yang sedikit, dan desain retrospektif, mungkin berkontribusi
pada kurangnya ketelitian dalam hasil yang diperoleh. Selain itu, tidak ada
kemungkinan untuk penyesuaian odds rasio dalam analisis ulang kami. Banyak
penulis mengklaim bahwa inkontinensia urin selama kehamilan merupakan hal
yang dapat memprediksi dengan penting terjadinya inkontinensia urin postpartum
dan kemudian hari. Glazener et al. adalah satu-satunya kelompok yang
menyelidiki wanita primipara yang kontinensia sebelum kehamilan, bertingkat
untuk status kontinensia selama kehamilan dan kemudian dianalisis dari
parameter persalinan, seperti pendekatan yang kami lakukan. Untuk
perbandingan, kami mengatur SC sebagai kelompok acuan pada penelitian
Glazener dan beberapa SC sebagai kelompok acuan untuk bahan kami. Analisis
ulang ini, odds rasio untuk inkontinensia urin setelah persalinan pervaginam
diantara wanita yang kontinensia selama kehamilan adalah 3,6 pada penelitian
Glazener dan 3,3 pada penelitian kami. Diantara wanita yang inkontinensia
selama kehamilan, odd rasio adalah masing-masing 2,6 dan 2,6. Walaupun
Glazener et al menggunakan desain retrospektif dengan kumpulan data selama 3
bulan postpartum, hasil yang kami peroleh sesuai dengan penelitian mereka.
Insiden inkontinensia urin postpartum diantara wanita primipara yang
mengalami kontinensia baik sebelum dan selama kehamilan bervariasi dari 5
sampai 20%. Kami melaporkan kejadian secara kumulatif 6 bulan postpartum dari
21%. Alasan kenapa kejadian ini tinggi mungkin karena angka kejadian SC yang
lebih rendah dan angka kejadian persalinan pervaginam yang lebih tinggi dalam
penelitian kami dibandingkan dengan penelitian lain. Juga, kami menggunakan
ambang yang rendah untuk menentukan inkontinensia urin. Kejadian kumulatif
11
dari inkontinensia urin yang kami lakukan setelah SC, persalinan pervaginam dan
persalinan menggunakan instrument, sama dengan penelitian lainnya Meskipun
kami melaporkan kejadian yang tinggi dan prevalensi inkontinensia urin dalam
penelitian ini, hanya sebagian kecil dari wanita dilaporkan yang mengalami sering
terjadi kebocoran urin atau mengalami kebocoran dalam jumlah besar. Penelitian
lain telah ditemukan bahwa kebanyakan wanita hamil tidak terganggu oleh
inkontinensia urin yang mereka alami.
MoBa mengundang setiap tahunnya 29.000 wanita hamil di Norwegia
untuk berpartisipasi, perlu digarisbawahi bahwa target populasi MoBa adalah
sampel berdasarkan populasi dan acak. Angka yang di respon diantara wanita
primigravida adalah 45%. Terdapat banyak alasan untuk tingkat respon awal
yang rendah, untuk contoh perlawanan terhadap komitmen dalam kajian
komprehensif dengan kuesioner dari 16 halaman. Populasi penelitian dengan
demikian tidak dapat mewakili untuk wanita hamil di setiap aspek. Ada,
bagaimanapun, hanya perbedaan kecil antara peserta MoBa dan cara persalinan
mereka dibandingkan dengan semua kelahiran di Norwegia pada periode yang
sama mengenai distribusi dari demografi variabel. Terdapat gradien sosio-
ekonomi yang mempengaruhi perkiraan prevalensi, wanita di kelas sosio-ekonomi
bawah kurang terwakili. Faktor risiko seperti usia dan IMT didistribusikan secara
berbeda pada pendapatan rendah wanita hamil. Hal ini mungkin menjadi bias,
kemungkinan besar menjadi prevalensi rendah dari inkontinensia urin
dibandingkan dengan populasi total target. Terdapat, bagaimanapun, tidak ada
alasan untuk percaya bahwa terdapat pilihan atas status inkontinensia urin sejak
MoBa melakukan survei yang meliputi banyak topik, dan pertanyaan tentang
inkontinensia urin hanya menjadi masalah kecil. Kami percaya bahwa perkiraan
efek untuk faktor risiko diteliti dalam penelitian ini tidak berpengaruh pada
signifikan bias. Sebuah kekuatan dari studi MoBa adalah bahwa wanita yang
berpartisipasi tetap dalam studi; wanita yang merespon kuesioner pada minggu
ke-30 kehamilan sebanyak sebagai 87% menyelesaikan kuesioner pada 6 bulan
postpartum.
Untuk menginformasikan dokter, kami menyajikan data secara rinci untuk
SC non-elektif dengan membagi kelompok ini menjadi tiga (mereka yang
12
dimaksudkan melahirkan pervaginam, mereka yang dimaksudkan melahirkan SC
elektif dan kelompok yang tidak ditentukan). Terdapat, namun, tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kelompok-kelompok ini. Ketika
menginterpretasi data ini, harus mempertimbangkan bahwa dua kelompok terakhir
memiliki peserta dalam jumlah kecil. Beberapa studi mendukung penemuan kami
dalam berat lahir, lingkar kepala, jenis kelamin, skor Apgar, persalinan lama,
induksi persalinan, presentasi janin saat persalinan dan robekan perineum grade 3-
4 yang lemah atau tidak ada sama sekali faktor risiko dari inkontinensia urin, dan
faktor ini tidak menjadi perancu dari hasil penelitian ini. Medical Birth Register
memperoleh informasi mengenai cara persalinan. Kami tidak memiliki informasi
mengenai indikasi untuk SC non-elektif, maka, beberapa perancu dengan indikasi
mungkin menjadi masalah. Tidak ada informasi lebih lanjut yang diperoleh dari
kegagalan persalinan dengan alat dan mengakibatkan pada SC non-elektif atau
cara pengeluaran persalinan SC non-elektif dilakukan. Jenis informasi yang hilang
merupakan keterbatasan dalam penelitian ini. Proporsi SC (14,3%) dan forsep
(2,4%) dalam penelitian ini yang hampir sama dengan proporsi untuk semua
kelahiran di Norwegia secara keseluruhan selama waktu periode (SC 13,5-16,5%
dan forsep 1,3-1,9%). Dalam analisis yang disesuaikan, hubungan antara cara
persalinan dan inkontinensia urin postpartum lebih kuat dibandingkan dengan
analisis disesuaikan, mungkin mencerminkan rata-rata IMT yang lebih tinggi dan
usia di antara wanita yang mengalami SC.
Kami menemukan perbedaan yang signifikan dalam prevalensi
inkontinensia urin bergantung pada status kontinensia dalam kehamilan dan cara
persalinan. Namun, setelah penyesuaian dan perkiraan transfer RR daripada odds
rasio, perbedaannya kecil. Odds rasio merupakan hasil ukur yang menyesatkan
dengan prevalensi tinggi di kelompok terpajan, seperti dalam penelitian ini. Kami
merekomendasikan prosedur transfer odds ratio untuk RR untuk penelitian
selanjutnya pada kelompok dengan prevalensi tinggi dari inkontinensia urin. Juga,
harus berhati-hati untuk menginterpretasikan hasil ke pengaturan klinis, karena
hal ini merupakan penelitian yang terdiri dari wanita terpilih sebagai yang
primigravida dan kontinensia sebelum kehamilan.
13
Kami menggunakan kuesioner berdasarkan gejala berdasarkan definisi
dari ICS. Meskipun kuesioner tidak divalidasi per se, pertanyaan-pertanyaannya
serupa dengan instrument yang divalidasi.
Kekuatan utama dalam kelompok penelitian yang sangat besar adalah
interval kepercayaan menunjukkan hasil ketelitian yang tinggi. Panggul wanita
nulipara dengan kontinensia urin mewakili model klinis terbaik yang tersedia dari
panggul terpajan, dan desain kami dengan demikian merupakan yang terbaik
untuk menilai risiko inkontinensia urin berhubungan dengan kehamilan dan
persalinan.
SC pilihan dikaitkan dengan risiko yang lebih kecil dari inkontinensia urin
postpartum dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Wanita yang mengalami
kontinensia urin selama kehamilan memiliki statistik signifikan lebih rendah pada
prevalensi dari inkontinensia urin postpartum dibandingkan dengan mereka yang
mengalami inkontinensia urin. Terdapat, bagaimanapun, tidak ada perbedaan
statistik yang signifikan dalam risiko antara wanita yang kontinensia dan
inkontinensia pada kehamilan tergantung pada cara persalinan. Kesimpulannya,
penemuan kami menunjukkan bahwa hubungan antara cara persalinan dan status
kontinensia postpartum tidak dipengaruhi oleh status inkontinensia di kehamilan.
Prediksi dari kelompok dengan risiko tinggi inkontinensia urin menurut cara
npersalinan tidak dapat didasarkan pada status kontinensia urin dalam kehamilan.
14