JURDING KOMPLIT

14
EPIDEMIOLOGI DARI KOLESTEATOMA PADA TELINGA TENGAH DAN MASTOID STUDI DARI 1146 KASUS ABSTRAK Kolesteatoma pada telinga tengah merupakan kelainan yang penting dan mempunyai keluhan yang sama seperti keluhan telinga lainnya akan tetapi mempunyai konsekuensi yang serius. Tujuan: Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui studi retrospektif dari 1146 kasus pada telinga tengah yang dilakukan prosedur operasi untuk kasus kolesteatoma pada telinga tengah yang terjadi pada dewasa dan anak-anak yang di ambil dari area yang mempunyai penghasilan rendah pada daerah pinggiran kota kami. Metoda: Dari tahun 1962 sampai 1988 telah dilakukan 1146 operasi secara unilateral dan bilateral untuk kolesteatoma pada dewasa dan anak, dimana memenuhi kriteria: total pembedahan, jenis kelamin, onset dari gejala pertama, lama perjalanan penyakit, letak dari perforasi, letak dari kolesteatoma, perubahan pada rantai ossicular, telinga yang berlawanan, kolesteatoma bilateral, letak dari kolesteatoma yang residif, dan komplikasi. Hasil: Hasil ditampilkan secara grafik pada diagram pie. Kesimpulan: Etiologi dari kolesteatoma belum diketahui secara pasti. Secara epidemiologi dan data statikal, laporan operasi, dam kesimpulan dari penelitian yang ada, sebagaimana mereka menyediakan pendukung untuk menjelaskan patogenesis dari kolesteatoma. Hasil kami telah dibandingkan dengan artikel yang diedarkan secara internasional. Kami tidak menemukan artikel yang memuat epidemiologi dari kolesteatoma pada literatur di Brazil. Kata kunci: kolesteatoma, epidemiologi, telinga tengah

description

jurding komplit

Transcript of JURDING KOMPLIT

Page 1: JURDING KOMPLIT

EPIDEMIOLOGI DARI KOLESTEATOMA PADA TELINGA TENGAH DAN MASTOID STUDI DARI 1146 KASUS

ABSTRAK

Kolesteatoma pada telinga tengah merupakan kelainan yang penting dan mempunyai keluhan yang sama seperti keluhan telinga lainnya akan tetapi mempunyai konsekuensi yang serius.

Tujuan: Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui studi retrospektif dari 1146 kasus pada telinga tengah yang dilakukan prosedur operasi untuk kasus kolesteatoma pada telinga tengah yang terjadi pada dewasa dan anak-anak yang di ambil dari area yang mempunyai penghasilan rendah pada daerah pinggiran kota kami.

Metoda: Dari tahun 1962 sampai 1988 telah dilakukan 1146 operasi secara unilateral dan bilateral untuk kolesteatoma pada dewasa dan anak, dimana memenuhi kriteria: total pembedahan, jenis kelamin, onset dari gejala pertama, lama perjalanan penyakit, letak dari perforasi, letak dari kolesteatoma, perubahan pada rantai ossicular, telinga yang berlawanan, kolesteatoma bilateral, letak dari kolesteatoma yang residif, dan komplikasi.

Hasil: Hasil ditampilkan secara grafik pada diagram pie.

Kesimpulan: Etiologi dari kolesteatoma belum diketahui secara pasti. Secara epidemiologi dan data statikal, laporan operasi, dam kesimpulan dari penelitian yang ada, sebagaimana mereka menyediakan pendukung untuk menjelaskan patogenesis dari kolesteatoma. Hasil kami telah dibandingkan dengan artikel yang diedarkan secara internasional. Kami tidak menemukan artikel yang memuat epidemiologi dari kolesteatoma pada literatur di Brazil.

Kata kunci: kolesteatoma, epidemiologi, telinga tengah

PENDAHULUAN/OBYEKTIF

Kolesteatoma pada telinga tengah adalah salah satu dari kasus pada telinga yang cukup menarik dan komplek untuk dipelajari karena mempunyai berbagai aspek yang dalam. Topik ini telah distimulasi pada beberapa penelitian dan telah didebatkan di seluruh dunia.

Ini merupakan peyakit yang penting dan ditemukan paling sering dan mempunyai konsekuensi yang serius. Sade et al telah menunjukkan bahwa 0,5% sampai 30% pada komunitas yang menderita penyakit otitis media kronik; dihitung pada lebih dari 20 juta orang diseluruh dunia mengidap otitis media kronik. Maka dari itu, seperempat (sekitar 5juta ) mempunyai kolesteatoma. Keparahan penyakit ini merupakan konsekuen dari efek kompresi dan infeksi. Dengan seiring waktu, kolesteatoma menghancurkan telinga, menghasilkan penurunan pendengaran atau ketulian pada banyak pasien. Pada akhirnya akan mengancam kehidupan.

Page 2: JURDING KOMPLIT

Penyakit ini sudah dipelajari sejak dahulu kala; telah ditangani secara kasar, meskipun demikian detail penyakit ini tidak diketahui. Nama penyakit ini merupakan kontroversial. Kata kolesteatoma berasala dari kata Yunani chole ( bile-cairan empedu) dan steatoma ( tumor lemak ). Lokasinya berada pada telinga tengah maka di bedakan dengan tumor crystalline pearl yang sering ditemukan pada endocranium. Letak yang paling sering ditemukan ( telinga tengah atau tulang temporal ), kolesteatoma adalah sebuah struktur epidermoid dengan degenerasi corneal.Faktor utama yang turut campur untuk mencetuskan dan keseringan dari kolesteatoma adalah: geografi, genetik, jenis kelamin, umur, lingkungan, status ekonomi dan sosial, kesehatan, penggunaan antibiotik yang salah, dan lain-lain.

Studi statistik epidemiologi dapat digunakan, akan tetapi mempunyai batasan. Ada pelaporan tetntang 1 atau 2 orang Eskimo yang menderita otitis media kronik, tapi insiden dari kolesteatoma sangat rendah. Dalam populasi orang Kanada, insiden meningkat pada kulit putih dan rendah pada kulit gelap. Ini memperlihatkan ada nya faktor genetik, anatomi, dan perubahan fisiologikal, ditambah oleh faktor geografi dan faktor lingkungan, yang mempengaruhi insiden dari penyakit ini. Tidak ada perbedaan penampakan gejala pada perbedaan jenis kelamin. Kecuali pada kongenital kolesteatoma, insiden meningkat pada usia lanjut.

Insiden kolesteatoma pada usia muda dan remaja tergantung pada lingkunan, fakto sosial, faktor ekonomi, dan faktor kesehatan. Ini berhubungan dengan otitis sekretori pada balita, sebelum ditemukannya antibiotik, meskipun demikian gejala masih diabaikan pada saat itu. Level dari bidang pelayanan kesehatan di berbagai negara yang berbeda juga mempengaruhi kondisi dari insiden ini.

Dokter spesialis anak dan dokter umum sering mengobati otitis akut, otitis sekretory, dan rhinopharyngeal dengan meresepkan antibiotik; hal ini tidak di evaluasi oleh para ahli. Kondisi seperti ini dapat mempengaruhi peningkatan jumlah kolesteatoma.

Seperti yang dIperkirakan oleh ahli hidung dan tenggorok pada anak-anak penyakit ini diawali dengan gangguan pendengaran, sering terjadi pada seluruh dunia.

Selain studi pada tulang temporal, epidemiologi dari kolesteatoma sangat sedikit dilakukan di Brazil. Bila penyakit ini bukan penyakit yang harus di waspadai, insiden yang sebenarnya tidak akan diketahui pada negara ini.

Tujuan dari studi ini adalah untuk menampilkan evaluasi secara retrospektif dari 1146 kasus bedah untuk kolesteatoma pada telinga tengah untuk usia anak-anak dan dewasa pada seluruh regio di Brazil.

ULASAN TENTANG LITERATUR

Insiden kolesteatom sangat luas dan bervariasi, tergantung dari tiap populasi. Bezold mengutarakan bahwa disfungsi canal audiotori menyebabkan retraksidari membran timpani dalam kolesteatom; penulis merekomendasi adenoiktomi sebagai pencegahan. Nager mengatakan 12.000 pasien dengan OMSK dan ditemukan kolesteatom dalam 1/3 kasus. Tumarkin dan Jain mengutarakan bahwa faktor ekonomi mempengaruhi patogenesis dari otitis media kronik, dengan epidemiologi kolesteatom. Sade dkk belajar prevalensi dari

Page 3: JURDING KOMPLIT

kolesteatom antar kelompok etnik di rumah sakit di Israel, menunjukkan bahwa distribusi etnik dari perforasi bilateral karena kolesteatom dibedakan signfikan dibandingkan dengan penyakit telingan yang lain. Biasanya operasi untuk kolesteatom telah dihitung 66 per 100.000 penduduk/ tahun. Schuknecht mengutarakan bahwa kantong epitelial dari kolesteatom kering, keratin diakumulasi secara perlahan selama bertahun-tahun tanpa menyebabkan komplikasi, jika terjadi infeksi, maka kolesteatom akan berkembang secara cepat. Walaupun tidak ada hubungan dengan patogenesis kolesteatom atau otitis media dalam kondisi yang klimaks dan ini bisa meningkatkan frekuensi infeksi serta pertumbuhan kolesteatom yang cepat dan peningkatan beberapa penyakit. Harker melaporkan inseden kolesteatom di Iowa, US yaitu 6 per 100.000 penduduk/ tahun, puncak insidennya di dekade kedua dan ketiga. Hatnesar menyarankan prevalensi kolesteatom lebih rendah di Eskimo, menyarankan bahwa anatominya dan bentuk morfologi bisa difasilitasi pengisian angin di telinga tengah dan hal ini bisa untuk menghindari komplikasi otitis media.

Di US, Ruben telah menunjukkan bahwa insiden kolesteatom adalah 4,2 kasus per 100.000 penduduk/ tahun dari kasus baru otitis media kronik dengan atau tanpa kolesteatom. Tos menemukan insiden kolesteatom sekitar 3 anak-anak dan 12,6 orang dewasa per 100.000 penduduk/ tahun di dalam pembelajaran dari 137 kolesteatom pada anak-anak dan 603 kolesteatom pada orang dewasa. Van Cauwenberge dkk telah mempelajari 54 pasien untuk mengifestigasi mengenai riwayat penyakit telinga; otitis media akut rekuren adalah penyakit yang paling penting. Otitis media efusi merupakan faktor predisposisi otitis media kronik, yang merupakan bagian dari kolesteatom. Prevalensi dari kolesteatom diikuti oleh timpanektomi yang menurun lebih dari 0,5%.

Manolidis dkk mempelajari epidemiologi dari kolesteatom di Yunani dari tahun 1960 sampai 1987 dan ditemukan frekuensi yang sama antar pasien dan semua kelas sosial. Pedgham dkk menemukan insiden dari 13 kolesteatom per 100.000 penduduk/ tahun dari 1966 sampai 1986 di Scotlandia. Homoe dan Bretlau menemukan kolesteatom di 35 Greenlandic Inuit dalam 756 operasi tentang otitis media kronik di Greenland padan tahun 1976 sampai 1991. Insiden ini dihitung dalam 5 kasus per 100.000 penduduk/ tahun, sekitar 2 kasus baru kolesteatom/ tahun. Kempainen dkk dan Chinski menyatakan bahwa kolesteatom mempunyai insiden antar kelompok sosial. Nelson dkk mengumumkan insiden kolesteatom dengan rasio pada laki-laki 1,4 kali lebih tinggi daripada wanita. Penulis melaporkan bahwa rata-rata umur anak-anak dengan kolesteatom kongenital yaitu adalah 5,6 tahun; rat-rata umur anak-anak dengan penyakit didapat adalah 9,7 tahun. Postic dkk menunjukkan prevalensi tinggi pada populasi Caucasian, diikuti oleh pembelajaran epidemiologi juga. Kolesteatom sangat jarang di ditemukan di Asia. Olszenska dkk menunjukkan insiden kolesteatom sekitar 3 per 100.000 penduduk/ tahun pada anak-anak., dan sekitar 9,2 per 100.000 Caucasian orang dewasa/ tahun, dengan predominasi pada laki-laki. Dornelles dkk telah mengamati 450 pasien Brazil sejak Agustus 2000 dan menemukan 30% dari kolesteatom otitis media kronik. Dari pasien ini, 45% yang berumur tidak lebih dari 18 tahun, termasuk di dalam populasi anak-anak dan remaja; pasien laki-laki meliputi 70% kasus.

METODE

Penelitian longitudinal kohort retrospective menurut statistic 1.146 operasi kolesteatom pada orang dewasa dan anak-anak dari tahun 1962 sampai 1988. Untuk pemebelajaran ini kasus kolesteatom sekitar 5000 pasien diterapi secara medis dan operasi untuk kondisi telinga tengah. 1.146 kasus operasi kolesteatom pada orang dewasa, remaja, dan anak-anak dari semua daerah di Brazil. Follow up dari semua pasien, mengandung riwayat medis, otoskopi,

Page 4: JURDING KOMPLIT

dan pemeriksaan mikroskopik dari telinga, hidung, tenggorokan, ostium faring, dan tuba audiotori, dan budaya antibigram dari sekret telinga, audiologi, dan radiologi.

Data epidemiologi untuk beberapa aspek dari kolesteatom diikuti:1. Jumlah prosedur2. Jenis kelamin3. Onset dari gejala awal4. Gejala awal dari penyakit5. Durasi penyakit6. Lokasi perforasi7. Lokasi8. Perubahan rantai tulang pendengaran9. Telinga kontralateral10. Bilateral kolesteatom11. Lokasi dari kolesteatom residual

HASIL

Hasil ditampilkan dengan grafik dan diagram pie.

Page 5: JURDING KOMPLIT
Page 6: JURDING KOMPLIT
Page 7: JURDING KOMPLIT
Page 8: JURDING KOMPLIT

DISKUSI

Studi ini meliputi 1146 kasus, dimana 960 diantaranya merupakan orang dewasa dan 186 diantaranya merupakan anak- anak. Kedua kelompok dianggap sebagai kelompok yang terpisah. Diantara pasien dewasa, 639 (66,6%) diantaranya laki- laki, dan sebanyak 321 (33,4%) diantaranya wanita. Usia bervariasi dari usia 16-68 tahun pada kelompok pasien dewasa, dan 4-15 tahun pada kelompok pasien anak- anak. Pasien diatas usia 16 tahun dianggap kelompok usia dewasa.

Jumlah pasien laki-laki sedikit lebih dominan (64,7%) dibanding pasien wanita (35,3%) pada kedua kelompok usia. Sadé et al. Menemukan predominasi pria (55,7%) dibanding wanita pada penyakit ini.

Usia dimana seorang pasien mulai didiagnosa dengan cholesteatoma menimbulkan kontroversi karena status sosial dan ekonomi pasien yang rendah, sehingga sebagian besar pasien (45.5%) baru didiagnosa dengan penyakit ini di usia dewasa. Kami menghitung bahwa onset gejala penyakit ini, pada setengah dari seluruh pasien, dimulai sejak pasien belum berusia 15 tahun, yang berarti masa kecil penting dalam penyakit ini.

Durasi penyakit sejak mulai timbulnya gejala sangat bervariasi. 30% pasien menunggu dari 6-15 tahun sebelum mulai mencari pertolongan medis, mereka membawa gejala bertahun- tahun tanpa ada diagnosis.

Kami percaya ada dua faktor penting yang menyebabkan penundaan pasien mencari diagnosa pasti penyakitnya:

a. Pasien sering menyepelekan gejala penyakit pada telinga, kecuali bila ada rasa sakit yang hebat, pusing berputar, atau perdarahan dari liang telinga;

b. Dokter umum atau dokter anak kurang familiar dengan penyakit cholesteatomas ini.

Gejala pertama dan tersering dari cholesteatomas pada sampel kami adalah otorrhea (66,5%), diikuti kombinasi otorrhea-kurang pendengaran-tinnitus (23,3%), dan kurang pendengaran (7,6%).

Sadé et al. Menemukan bahwa discharge merupakan gejala pertama pada 62,0% kasus, sementara kurang pendengaran merupakan gejala pertama pada 11% kasus.

Kami mengetahui bahwa perforasi membran timpani pada penderita colestheatoma jarang terdapat di sentra, yang terjadi pada 13,3% sampel. Perforasi didapatkan marginal dan attikal pada 73,6% kasus. Sadé et al. menemukan perforasi marginal dan atikal pada 84% kasus.

Cholesteatoma dapat terjadi pada semua lokasi perforasi, walaupun paling sering terjadi pada perforasi atik.

Tulang- tulang pendengaran merupakan struktur pertama yang mendapat kerusakan. Dua hal yang kami dapatkan, kami tidak pernah melihat kerusakan pada hanya tulang stapes saja , dan struktur yang paling sering mendapat kerusakan adalah inkus. Palomar et al. menunjukan bahwa kerusakan inkus terdapat pada 100% kasus dengan kerusakan rantai tulang.

Adanya kolesteatom telinga tengah pada pasien dengan OMSK berujung pada tingkat morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi karena kuatnya erosi pada pertumbuhan epitel

Page 9: JURDING KOMPLIT

ini(Sadé & Halevy). Kolesteatom biasanya mempengaruhi tulang- tulang pendengaran, namun juga dapat mengenai tulang kranial, bahkan termasuk bagian terkeras dari tulang, kapsula optikus. Kerusakan parsial atau komplit dari tulang- tulang pendengaran dapat terlihat pada 80% pasien dengan kolesteatom. Tingkat erosi tulang pendengaran pada OMSK tipe non- maligna hanya sebesar 20% (Chole). Bagaimana mekanisme degradasi tulang pada kolesteatom masih kurang jelas.

Swartz mengatakan bahwa hancurnya tulang- tulang pendengaran merupakan komplikasi tersering dari kolesteatom, dan tipe detruksi yang terjadi tergantung pada lokasi awal dan ekspansi dari kolesteatom. Pengarang ini menemukan bahwa pada kolesteatom tipe atikal, tulang- tulang pendengaran hanya intak pada 26% dari kasus. Prosesus dari incus merupakan area yang paling sering terkena, diikuti oleh incus dan kepala maleus.

Beberapa faktor menstimulasi reabsorpsi tulang, seperti inflamasi, tekanan lokal, dan cytokeratin spesifik (Olszewska et al.). Abramson & Huang mengusulkan konsep enzim, dimana enzim epithelial merupakan penyebab destruksi tulang, dan mereka menemukan kolagenase dan hydrolase padakolesteatom. Thompsen and Ferlito et al. kemudian berhasil membuktikan hipotesis ini dengan mengatakan bahwa kolagenase yang diproduksi komponen fibrous dan squamous jaringan epitel yang menyebabkan erosi tulang. Kemudian ditemukan agen agen lain selain enzim kolagenase yang ditambahkan kedalam hipotesis resorpsi tulang, diantaranya Tumor Necrosis Factor (TNF), interleukins(IL-1a), and prostaglandins (PGE2) (Hansen et al.).Mekanisme resorpsi tulang pada OMSK belum dapat diketahui dengan jelas. Ruedi and Tumarkin mengatakan bahwa resopsi tulang dapat terjadi akibat tekanan dari kolesteatom terhadap permukaan tulang- tulang pendengaran. Thompsen et al and Sadé & Berco menemukan bahwa inflamasi dapat merupakan penyebab resorpsi tulang- tulang pendengaran. Granulasi jaringan dekat tulang- tulang pendengaran dapat memproduksi beberapa enzim dan mediator yang dapat mempercepat resorpsi tulang- tulang pendengaran, termasuk enzim lyzosomal, kolagenase, dan prostaglandin. Sel utama yang mendomasi proses resorpsi tulang masih diperdebatkan. Para pengarang mengatakan bahwa inflamasi persisten pada OMSK tipe maligna dapat menyebabkan proses perlukaan perimatrik kolesteatom, sehingga menaikan kadar cytokines. Hal ini merupakan salah satu penyebab tumbuhnya kolesteatom dan perusakan tulang yang dihasilkan (Milewski).

Alterasi tulang pendengaran merupakan bagian dari konsep OMSK itu sendiri- kerusakan jaringan yang ireversibel. Akibat klinisnya jelas, karena konduksi suara pada telinga terganggu, berakibat pada tuli konduktif dengan intensitas yang bervariasi. Diperkirakan bahwa perubahan inflamasi yang kronis pada rantai tulang pendengaran mengikuti pola yang repetitif dan berkesinambungan. Hal ini berarti bahwa struktur tulang- tulang pendengaran dipertahankan oleh keseimbangan yang rapuh antara resistensinya dan mekanisme destruksi karena inflamasi kronis. Inkus merupakan tulang pendengaran yang paling sering terkena, diikuti oleh maleus dan stapes. Hal ini mungkin disebabkan massa dari incus, medullanya yang jelas, dan terutama karena terekposnya dan kerapuhan dari apophysis dan prosesus lentikularisnya. Faktor faktor ini bergabung menyebabkan inkus lebih mudah terkena kerusakan dari luar dan terhadap osteomyelitis. Penemuan ini telah membuktikan teori Tos dalam review dari kelainan tulang pendengaran pada 1150 telinga dengan OMSK, dimana inkus paling sering terpengaruhi proses inflamasi, diikuti oleh maleus dan stapes.

Page 10: JURDING KOMPLIT

Saat ini diduga bahwa defek tulang pendengaran disebabkan oleh proses resopsi tulang yang aktif, dan bukan oleh nekrosis. Teori ini mengasumsikan bahwa sel hidup berpartisipasi dalam mekanisme demineralisasi tulang, erosi tulang, dan destruksi tulang (Kranc et al.). Tulang yang nekrosis dapat menetap sampai beberapa tahun tanpa diresopsi. Hal ini telah diilustrasikan dalam rekontruksi tulang pendengaran dengan cara implant tulang homolog, dimana pada kasus- kasus seperti ini, tulang- tulang pendengaran tetap intak dalam jangka waktu lama, yang memungkinkan suara diterima oleh telinga tengah.

Abramson and Deguine & Deguine membuktikan bahwa presentase dari telinga kontralateral yang terpengaruhi kurang lebih 50% dari seluruh jumlah kasus kolesteatom.

Deguine & Deguine menemukan timpani kontralateral normal hanya pada sepertiga kasus, kolesteatom ditemukan pada 10% telinga kontralateral. Aquino menemukan kolesteatom bilateral pada 19,6% kasus, telinga kontralateral normal pada 47,6% kasus.

Abramson and Deguine & Deguine menemukan kolesteatom bilateral pada anak- anak pada lebih dari 10% kasus; dan pada penemuan Sheehy et al., ditemukan pada 8.0% kasus.

Letak kolesteatom residual menurut Aquino, 40.0% terdapat di atik, 36.0% di area mesotimpani, and 23.0% di daerah lain, yang sesuai dengan penemuan Wayoff et al's.

KESIMPULAN

Berdasarkan dari survey terhadap 1146 kasus operasi kolesteatom, kami berusaha untuk menambah pengetahuan mengenai epidemiologi dari kondisi ini, terutama di Brazil, mengingat terbitan mengenai topik ini secara spesifik sangat langka.

Kami berharap bahwa studi ini dapat menambah pengetahuan untuk mengetahui situasi sebenarnya dari kolesteatom di negara kami.