Jurding Strabismus
-
Author
astrid-avidita -
Category
Documents
-
view
232 -
download
3
Embed Size (px)
description
Transcript of Jurding Strabismus

JOURNAL READING
“Association between Childhood Strabismus and Refractive Error in Chinese Preschool Children”
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Penyakit Mata
Diajukan Kepada :
Dr. Retno Wahyuningsih, Sp.M
Dibacakan Oleh :
Astrid Avidita
H2A010007
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Mata
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RSUD AMBARAWA
2015
1

HUBUNGAN ANTARA STRABISMUS PADA ANAK DENGAN KELAINAN
REFRAKSI PADA ANAK PRA-SEKOLAH DI CHINA
ABSTRAK
Tujuan
Mengetahui adanya hubungan antara esotropia atau exotropia dengan kelainan
refraksi pada anak pra-sekolah.
Metode
Sampel berbasis populasi dari 5831 anak berusia 3-6 tahun dari semua taman
kanak-kanak (TK) pada Yuhuatai District, Nanjing, Jiangsu Province, Nanjing, China.
Pemeriksaan fisik berupa alignment mata, gerakan mata, tajam penglihatan (visus),
optometri, skrining stereopsis, slit lamp, funduskopi dilakukan oleh oftalmologist dan
optometrist yang telah terlatih. Odd ratios (OR) dan 95% confidence intervals (95%
CI) digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara kelainan refraksi dengan esotropi
dan exotropia
Hasil
Pada analisis regresi multivariate, esotropia berhubungan secara bebas dengan
anisometropia sferis ekuivalen dan hyperopia. (OR, 3.15 for 0.50 to <1.00 diopter (D)
of anisometropia, and 7.41 for > = 1.00 D of anisometropia). Terdapat hubungan yang
bergantung pada keparahan hyperopia dengan kejadian esotropia Dengan OR yang
meningkat dari 9.3 for 2.00 to <3.00 D of hyperopia, to 180.82 for > = 5.00 D of
hyperopia. Exotropia berhubungan dengan astigmatisma (OR, 3.56 for 0.50 to 1.00 D
of astigmatism, and 1.9 for <0.00 D of astigmatism), myopia (OR, 40.54 for -1.00 to
<0.00 D of myopia, and 18.93 for <-1.00 D of myopia), dan hyperopia (OR, 67.78 for
1.00 to <2.00 D of hyperopia, 23.13 for 2.00 to <3.00 D of hyperopia, 25.57 for 3.00
to <4.00 D of hyperopia, and 8.36 for 4.00 to <5.00 D of hyperopia).
Kesimpulan
Penelitian ini menggarisbawahi hubungan antara kelainan refraksi dengan
prevalensi esotropia dan exotropia, yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan
kelainan refraksi pada anak.
2

Pendahuluan
Strabismus merupakan kelainan mata yang umum terjadi pada masa kanak-
kanak dengan prevalensi 1.2% sampai 5% pada anak-anak China. Manifestasi dari
misalignment mata menyebabkan defisiensi persepsi binocular dan bahkan
amblyopia. Selain efek fungsional tersebut, dapat terjadi stress psikologis karena
strabismus, seperti depresi, ansietas, gangguan percaya diri dan harga diri, ketidak
puasan hubungan interpersonal dan prasangka social. Terapi optis dan bedah
dibutuhkan pada pasien dengan strabismus.
Penyebab strabismus belum secara jelas dipahami, serta banyak factor yang
berkontribusi. Anak dengan hyperopia saat bayi ditemukan lebih mungkin menjadi
strabismus. Esotropia refraktif akomodatif telah diidentifikasi menjadi akibat dari
childhood hyperopia.
Tetapi, bagaimana hyperopia mempengaruhi strabismus lain dan bagaimana
ametropia lain dapat mempengaruhi strabismus belum diketahui secara pasti.
Penelitian berbasis populasi perlu dilakukan untuk mengetahui efek dari kelainan
refraksi pada terjadinya bermacam jenis strabismus pada anak.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa hubungan antara kelainan
refraksi dengan bermacam jenis strabismus pada anak prasekolah usia 3-6 tahun yang
terdaftar pada population-based Nanjing Pediatric Vision Project (NPVP).
Metode
Pemilihan sampel
NPVP dilaksanakan dari tahun 2011-2012 dan bertujuan untuk
memperkirakan adanya beban kelainan mata anak pada usia prasekolah (3-6 tahun)
pada Yuhuatai District, Nanjing,China. Kota Nanjing merupakan ibu kota provinsi
Jiangsu, merupakan pusat ekonomi tradisional dan budaya pada China timur dan
mempunyai populasi 8,1 juta menurut the China Sixth National Population Census
(2010). Yuhuatai District adalah salah satu dari 11 kabupaten kota dari Nanjing dan
memiliki struktur penduduk yang relatif stabil (sekitar 413.000 penduduk) dan status
social ekonomi menengah pada China timur, yang menjadikannya sebagai wakil dari
3

daerah tersebut. Penelitian ini berpegang pada Declaration of Helsinki dan disetujui
oleh the Institutional Review Board of Jiangsu Province Hospital. Inform consent
tertulis didapatkan dari orang tua dan wakil legal dari semua anak yang berpartisipasi.
150-250 anak yang bersekolah pada 43 taman kanak-kanak di Yuhuatai
District dikelompokkan sebagai cluster berdasarkan lokasi geografi. Total yang
didapatkan yaitu 48 cluster, dan setiap cluster terdiri dari 200 anak. Setiap cluster
diberi nomor berdasarkan lokasi, kemudian dipilih secara acak menggunakan tabel
nomor acak.
Alignment mata & gerakan mata
Pemeriksaan mata dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari 2 oftalmologist senior, 2
oftalmologist junior, 2 asisten, dan 2 optometrist. Jika menggunakan kacamata,
pemeriksaan dilakukan dengan dan tanpa kacamata. Pemeriksaan ocular alignment
dinilai dengan Hirschberg light reflex test pada jarak 33 cm, cover-uncover test, dan
alternate cover test dengan fiksasi target pada jarak 33 cm dan 6 m. gerakan bola mata
Binocular dan monocular juga diperiksa pada 9 arah dengan kepala pada posisi
stasioner. Jika dicurigai strabismus, tes prism cover dilakukan untuk mendeteksi
derajat misalignment mata.
Tajam penglihatan (VA)
Semua anak dilakukan tes VA, dengan atau tanpa kacamata, menggunakan the Early
Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) visual acuity chart (Precision,
Vision, LaSalle, IL, USA) pada jarak 4 m. untuk anak dengan VA <6/12 atau 2 atau
lebih perbedaan baris diantara kedua mata, refraksi subyektif dilakukan untuk
mendapat tajam penglihatan terbaik setelah dikoreksi.
Optometry
Semua partisipan diukur kelainan refraksinya menggunakan autorefractor (Suresight,
Welch Allyn, USA) dengan kondisi tanpa cycloplegic. Status refraksi anak yang
ditemukan abnormal pada tes ocular alignment, ocular movement dan VA, kemudian
di evaluasi lebih lanjut dengan kondisi menggunakan cycloplegic jika persetujuan
4

didapatkan dari orang tua atau wakil legal. 1 tetes cyclopentolate 1.0% (Cyclogyl,
Alcon Pharmaceuticals) pada tiap mata setiap interval 5 menit. 15 menit kemudian,
tetes ketiga cyclopentolate diberikan jika ukuran pupil < 6 mm atau jika reflek cahaya
pupil masih ada.
Ocular Examination
Jika pada pemeriksaan ocular alignment, ocular movement dan VA didapatkan
abnormalitas, maka dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut yaitu ocular examinations,
termasuk skrining stereopsis mengunakan children random-dot stereograms (edited by
Shaoming Yan, People’s Medical Publishing House, 2006, China), slit lamp
examination, dan fundus examination.
.
Definisi Strabismus
Strabismus ditentukan bila terdapat tropia pada jarak jauh maupun dekat, dengan atau
tanpa kacamata, kemudian diklasifikasikan sesuai dengan arah primer tropia
(esotropia, exotropia, vertical). heterotropia konstan atau intermiten juga ditentukan.
Analisis statistic
Analisis vector digunakan untuk menentukan J0 (power in the vertical or
horizontal meridian) dan J45 (power in the oblique meridian) yang merupakan
komponen vector astigmatisme. Factor resiko yang potensial yaitu sferikal ekuivalen
(SE) refraktif eror pada mata dengan hyperopia yang lebih rendah, astigmatisme pada
mata yang less astigmatic, SE anisometropia, J0 anisometropia (interocular difference
in J0), dan J45 anisometropia (interocular difference in J45). Criteria dioptri untuk
tingkatan terdapat pada Table 1. Mata dengan hyperopia yang lebih rendah
digunakan untuk analisis karena konvergensi akomodasi (contributor yang berpotensi
pada strabismus konvergen) kemungkinan terjadi karena akomodasi pada mata
dengan hyperopia yang lebih rendah jika terdapat anisometropia.
model Binary logistic regression digunakan untuk mengetahui hubungan dari
factor resiko yang berpotensi untuk esotropia dan exotropia. Hanya usia, gender, dan
5

factor yang signifikan pada P<0.10 yang tetap digunakan untuk analisis multiple
logistic selanjutnya. Seluruh analisis menggunakan SPSS software (version 17.0,IBM,
China) for Windows 7.0.
Hasil
Total dari 30 cluster yang terdiri dari 5980 anak berpartisipasi dalam
penelitian ini dan 5862 yang dilakukan pemeriksaan mata. Dari 5862 anak, 31 ter
eksklusi dari data analisis karena alasan berikut : usia 20 anak melabihi batasan 3-6
tahun, dan data informasi 11 anak hilang. Tidak ada perbedaan signifikan pada
karakteristik anak yang ter inklusi dan tereksklusi. 5831 anak kemudian di analisa,
terdiri dari 3118 laki-laki (53.48%) dan 2713 perempuan (46.52%), detection rate
adalah 97.5%. usia rata-rata yaitu 4.90±0.74 tahun. 337 anak ditemukan strabismus
6

(prevalensi, 5.8%, 95% CI 5.2%–6.4%) tanpa perbedaan gender (5.9% [95%CI
5.07%-6.73%] pada laki-laki dan 5.7% [95%CI 4.83%-6.57%] pada perempuan).
Diantaranya, 6 telah menjalani operasi strabismus dan ortoforia ketika
diperiksa.. dari 331 anak tidak memiliki riwayat operasi, 45 menderita esotropia, 270
exotropia, 7 vertical strabismus dan 1 menderita Duane retraction syndrome. 3 tipe
terakhir dieksklusi dari karena jumlah yang sedikit. Diantara anak dengan esotropia,
80% constant dan 20% intermiten. Diantara anak dengan exotropia, 30% konstan dan
70% intermiten.
Persetujuan atas optometri dengan sikloplegi didapatkan dari orang tua atau wakil
legal dari 370 anak dan status refraksi anak tersebut diukur dalam kondisi sikloplegi.
Diantaranya, 41,6% menderita strabismus. Sisa yang lain hanya diukur kelainan
refraksinya tanpa sikloplegi.
Hasil analisis univariat dan multivariate untuk hubungan antara kelainan
refraksi dengan esotropia ditampilkan pada tabel 2, setelah penyesuaian untuk
variable lain pada analisis multivariate, hal ini merupakan indicator independen dari
resiko tinggi esotropia. : SE anisometropia mulai dari 0.50 sampai kurang dari
level1.00 D (OR, 3.15–7.14 untuk level SE yang berbeda, level referensi <0.50 D),
dan SE hyperopia mulai dari 2.00 sampai kurang dari 3.00 D (OR, 9.28–180.82 for
different levels of hyperopia, relative to reference level of 0.00 to <1.00 D). Table 3
menunjukkan hasil analisis univariat dan multivariate dari hubungan antara kelainan
refraksi dengan exotropia. pada analisis multivariate, SE hyperopia mulai dari 1.00-
<2.00 D level sampai 4.00-<5.00 D level (OR, 8.36–67.78 for different levels of
hyperopia, relative to reference level of 0.00 to <1.00 D), SE myopia starting at the -
1.00 to less than 0.00 D level (OR, 18.93–40.54 for different levels of myopia,
relative to reference level of 0.00 to <1.00 D), and astigmatism of 0.50 to less than
1.00 D and of less than 0.00 D (OR, 3.56 and 1.90 respectively, relative to reference
level of 0.00 to <0.50 D) ditentukan sebagai indicator independen resiko tinggi
exotropia.
7

8

Diskusi
Penelitian ini menggunakan kohort berbasis populasi besar dari anak 3-6 tahun
untuk mengidentifikasi hubungan antara kelainan refraksi dengan esotropia dan
exotropia. Faktor resiko utama yang paling potensial untuk esotropia adalah SE
anisometropia 0.5 D atau lebih dan hyperopia 2.00 D atau lebih. Untuk exotropia,
myopia, hyperopia 1.00 sampai kurang dari 5.00 D, hyperopic astigmatism 0.50
sampai < 1.00 D, dan myopic astigmatism merupakan factor resiko independen.
Beberapa penelitian berbasis populasi sebelumnya juga mengeksplor
hubungan antara kelainan refraksi dengan strabismus. (Table 4) [1, 13,14]. Tetapi,
pada SMS dan STARS, analisis terpisah dari esotropia dan exotropia tidak
dilaporkan. MEPEDS & BPEDS mendeteksi esotropia dan exotropia secara terpisah
dan menemukan bahwa hyperopia dan SE anisometropia adalah factor resiko untuk
esotropia dan astigmatism meningkatkan resiko exotropia, yang mana pada data kami
konsisten parsial.
9

Esotropia ditemukan lebih sering terjadi pada anak dengan hyperopia
dibandingkan anak tanpa hyperopia. Bayi hyperopia ringan dilaporkan lebih mungkin
menderita esotropia disbanding pada emetropia [8, 15–21]. Tetapi, resiko terkena
esotropia berhubungan dengan tingkatan hyperopia belum secara jelas dikuantifikasi.
Penelitian mengenai hal ini masih terbatas. Pada peneletian berbasis populasi ini
menunjukkan bahwa hyperopia pada level 2.00 sampai < 3.00 D meningkatkan resiko
9 kali lipat untuk terjadinya esotropia. Resiko menderita esotropia pada anak dengan
level hyperopia 5.00 D atau lebih 180 kali lebih besar daripada anak dengan
hyperopia level 0.00 sampai <1.00 D. Penemuan ini menyatakan pentingnya koreksi
pada hyperopia pada anak-anak mulai pada level 2.00 D. penyedia pelayanan mata
dan orang tua dapat mengambil keuntungan dari data penelitian ini untuk dapat
mengambil keputusan untuk memonitor dan mengkoreksi hyperopia pada anak
Pada kasus hyperopia ringan sampai sedang menunjukkan hubungan kuat dengan
exotropia. Penelitian sebelumnya melaporkan hubungan antara hyperopia dengan
strabismus secara umum dan tidak menganalisa esotropia dan exotropia secara
terpisah [1, 14, 22].
Anisometropia telah diamati dapat mengurangi binokularitas pada orang tanpa
strabismus. [23, 24]. Hal ini membuat hubungan antara anisometropia dengan
esotropia, ditunjukkan pada data penelitian ini. Penelitian sebelumnya juga
menyatakan hubungan ini meskipun analisa strabismus hanya secara umum [14, 25,
26]. MEPEDS & BPEDS mendeteksi hubungan antara anisometropia dan esotropia
dan mendukung penemuan pada penelitian ini[13]. Anisometropia tidak ditemukan
berhubungan dengan exotropia pada penelitia ini, sementara anisoastigmatism pada
komponen J0 dan exotropia berhubungan pada MEPEDS & BPEDS [13].
Myopia ditemukan berhubungan dengan kejadian exotropia pada penelitian
ini. Data dari penelitian observasi berbasis populasi menunjukkan bahwa anakdengan
exotropia intermiten menunjukkan tren signifikan menuju myopia dari waktu ke
waktu. Alasan dari hubungan exotropia intermiten dengan myopia belum dipastikan.
Penjelasan yang ada yaitu bahwa exotropia intermiten dapat meningkatkan kebutuhan
akomodasi dan mengurangi akomodasi ditemukan dapat menurukan progress myopia
sedang. Jadi, intermittent exotropia dapat meningkatkan perkembangan myopia
melalui meningkatnya akomodasi. Sehingga, kami tidak dapat menyatakan bahwa
myopia adalah factor resiko untuk exotropia. Sebaliknya, intermittent exotropia dapat
10

menjadi factor resiko terjadinya myopia. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk
memastikan hubungan antara myopia dan exotropia.
Astigmatism juga berhubungan dengan exotropia pada penelitian ini, hal ini
juga dilaporkan pada MEPEDS & BPEDS. Tetapi, MEPEDS & BPEDS mendeteksi
hubungan antara astigmatisma absolute dan strabismus, pada penelitian ini tidak.
Astigmatisme hyperopic dan myopic astigmatism memiliki efek berbeda untuk
kejadian strabismus. Sehingga, lebih baik untuk menganalisa secara terpisah., dimana
diperlukan untuk penelitian selanjutnya.
Terdapat beberapa keterbatasan pada penelitian ini. Sebagian besar partisipan
hanya dilakukan pemeriksaan optometri tanpa kondisi sikloplegi, sehingga tidak bias
menunjukkan status refraksi sebenarnya, terutama hyperopia. Kami hanya melibatkan
usia, gender, dan hubungan dengan kelainan refraksi pada analisis multivariate.
Sehingga mungkin terdapat factor lain yang belum diketahui yang dapat berkontribusi
terhadap kejadian strabismus. Karena kelainan refraksi dan alignment hanya tersedia
saat pemeriksaan, kelainan refraksi pada anak yang lebih tua dapat berbeda dari saat
muda saat pertama kali strabismus terjadi.
Kekuatan utama dari penelitian ini adalah kohort besar yang melibatkan anak
usia 3–6 tahun dari daerah yang mewakili di China dan desain penelitian berbasis
populasi. Dibandingkan dengan penelitian berbasis klinis yang mungkin dapat
melebihkan adanya penyakit, penelitian ini lebih mengeksplor hubungan resiko
sebenarnya pada populasi. Semua partisipan mendapat pemeriksaan mata
komprehensif oleh oftalmologist yang berpengalaman dan optometrist yang mengikuti
standar protocol pemeriksaan. Sehingga, kemungkinan kecil dalam
mengklasifikasikan strabismus dan kelainan refraksi. Kesimpulannya, penelitian
berbasis populasi mengenai strabismus ditemukan memiliki hubungan kuat antara
kelainan refraksi dengan strabismus. Hal ini sangat membantu penyedia pelayanan
mata dan orang tua dalam memutuskan manajemen kelainan refraksi awal. Tetapi,
penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk memastikan hubungan antara kelainan
refraksi dengan strabismus dan untuk evaluasi keuntungan dari koreksi optical
profilaksis pada kelainan refraksi awal (early).
11