Tinjauan Teori Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) fix

46
16 BAB II TINJAUAN TEORI AKAD MUSYĀRAKAH MUTANĀQIŞAH, PROPERTY, DAN PERUSAHAAN PERSEROAN TERBATAS A. KONSEP AKAD MUSYĀRAKAH MUTANĀQIŞAH 1. Pengertian Akad Dalam setiap transaksi yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih pasti didalamnya ada suatu perjanjian yang mengikat keduanya, hal itu tertera pada suatu klausul akad atau perjanjian. Akad dalam bahasa Arab berarti „ikatan‟ (atau pengencangan dan penguatan) antara beberapa pihak dalam hal tertentu. Dalam kitab al-Mishbah al- Munir dan kitab-kitab bahasa lainnya disebutkan : „aqada al-habl (mengikat tali) atau „aqada al-„ahd (mengikat perjanjian) fan‟aqada (lalu terikat). Pengertian secara bahasa ini tercakup kedalam pengertian secara istilah untuk kata-kata akad. Menurut fuqaha, akad memiliki dua pengertian : umum dan khusus. 15 Pengertian umum lebih dekat dengan pengertian secara bahasa dan pengertian ini tersebar di kalangan fuqaha Malikiyyah, Syafi‟i yyah, dan Hanabillah, yaitu setiap sesuatu yang ditekadkan oleh seseorang untuk melakukannya baik muncul dengan kehendak sendiri seperti wakaf, ibra (pengguguran hak), talak dan sumpah, maupun yang membutuhkan dua kehendak 15 Wahbah Az-zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu, Gema Insani, Jakarta :2011, Jilid IV, hlm 420

Transcript of Tinjauan Teori Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) fix

16

BAB II

TINJAUAN TEORI AKAD MUSYĀRAKAH MUTANĀQIŞAH, PROPERTY,

DAN PERUSAHAAN PERSEROAN TERBATAS

A. KONSEP AKAD MUSYĀRAKAH MUTANĀQIŞAH

1. Pengertian Akad

Dalam setiap transaksi yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih pasti

didalamnya ada suatu perjanjian yang mengikat keduanya, hal itu tertera pada

suatu klausul akad atau perjanjian.

Akad dalam bahasa Arab berarti „ikatan‟ (atau pengencangan dan

penguatan) antara beberapa pihak dalam hal tertentu. Dalam kitab al-Mishbah al-

Munir dan kitab-kitab bahasa lainnya disebutkan : „aqada al-habl (mengikat tali)

atau „aqada al-„ahd (mengikat perjanjian) fan‟aqada (lalu terikat). Pengertian

secara bahasa ini tercakup kedalam pengertian secara istilah untuk kata-kata akad.

Menurut fuqaha, akad memiliki dua pengertian : umum dan khusus.15

Pengertian umum lebih dekat dengan pengertian secara bahasa dan

pengertian ini tersebar di kalangan fuqaha Malikiyyah, Syafi‟iyyah, dan

Hanabillah, yaitu setiap sesuatu yang ditekadkan oleh seseorang untuk

melakukannya baik muncul dengan kehendak sendiri seperti wakaf, ibra

(pengguguran hak), talak dan sumpah, maupun yang membutuhkan dua kehendak

15

Wahbah Az-zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu, Gema Insani, Jakarta :2011, Jilid IV, hlm 420

17

dalam menciptakannya seperti jual beli, sewa-menyewa, pewakilan, dan

jaminan.16

Adapun pengertian khusus yang dimaksudkan di sini ketika membicarakan

tentang teori akad adalah hubungan antara ijab (pewajiban) dengan qabul

(penerimaan) secara syariat yang menimbulkan efek terhadap objeknya. Atau

dengan kata lain, berhubungannya dengan ucapan salah satu dari dua orang yang

berakad dengan yang lain menimbulkan efeknya terhadap objek.17

Apabila seseorang berkata kepada orang lain “saya jual buku ini padamu”,

ini disebut dengan ijab. Lalu ketika orang lain tersebut berkata “saya beli”, ini

disebut dengan qabul. Apabila qabul telah terikat dengan ijab dan kedua orang

tersebut termasuk orang-orang yang memiliki al-ahliyyah yang diakui secara

syariat maka terjadilah efek dari jual beli itu terhadap objeknya (yang dalam ini

adalah buku), yaitu berpindahnya kepemilikan barang tersebut kepada si pembeli

dan berhaknya si penjual terhadap harga yang berada dalam tanggungan si

pembeli. Ijab dan qabul adalah perbuatan yang menunjukan kepada ridha melalui

proses akad. 18

Adapun pengertian lain dari akad adalah perikatan atau perjanjian yang

dilakukan oleh dua orang atau lebih mengenai transaksi tertentu yang diatur

hukum Islam atas dasar saling merelakan untuk terjadinya perpindahan hak milik

objek tertentu disebabkan manfaat yang diperoleh kedua belah pihak dan

berakibat hukum yang sama.19

16

Ibid, 17

Ibid, 18

Ibid, hlm 420-421 19

Muhamad Asro dan Muhamad kholid, Fiqh Perbankan, Pustaka Setia, Bandung : 2013, hlm 74

18

Merujuk pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwasannya pengertian

akad adalah perjanjian atau perikatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih

dengan tekad yang berbentuk ijab dan qobul atas dasar merelakan sesuatu dalam

transaksi tertentu untuk terjadinya perpindahan hak milik objek tertentu.

2. Rukun Akad

Rukun adalah unsur-unsur yang membentuk sesuatu, sehingga sesuatu itu

terwujud karena adanya unsur-unsur tersebut yang membentuknya. Seperti rumah,

terbentuk karena adanya unsur-unsur yang membentuknya, seperti fondasi, tiang,

lantai, atap, dinding, dan seterusnya.20

Dalam muamalah, ijab dan qabul atau yang

menggantikan keduanya adalah rukun akad. Jadi, rukun akad adalah segala

sesuatu yang mengungkapkan kesepakatan dua kehendak atau yang menggantikan

posisinya baik berupa perbuatan, isyarat maupun tulisan. Kalangan Hanafiyah

berpendapat bahwa akad memiliki tiga rukun yaitu „Aqidain (Dua Orang yang

Berakad) , ma‟qud „alaih (objek yang diakadkan), dan shigat.21

Dalam buku

Hukum Perjanjian Syariah yang ditulis oleh Syamsul Anwar terdapat rukun akad

yang terakhir, yaitu maudhu (tujuan akad), hal ini berdasarkan pendapat dari ahli

hukum Islam kontemporer.

a. „Aqidain (Dua Orang yang Berakad)

„Aqid (pengakad) atau „aqidain adalah kedua pihak yang

melakukan akad dengan pernyataan ijab dan qabul.22

Kedua pihak

yang melakukan akad („aqidain) disyaratkan agar keduanya sama

20

Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, Rajawali Pers, Jakarta : 2010, hlm 95 21

Wahbah zuhaili, op.cit., hlm 430 22

http://eprints.walisongo.ac.id/1436/4/072311022_Bab2.pdf, diakses pada tanggal 24/6/2014 jam

20.28

19

sama mempunyai hak milik, sempurna pemilikannya, atau menjadi

wakil keuda-duanya yang sempurna perwakilannya. Salah satu atau

kedua-duanya tidak boleh dibawah pengampuan. Orang dungu bagi

fuqaha yang mengatakan bahwa orang tersebut harus berada di

bawah pengampuan.23

Menurut Syamsul Anwar dalam bukunya Hukum Perjanjian

Syariah, para pihak harus memenuhi dua syarat, yaitu 1) memiliki

tingkat kecakapan hukum yang disebut tamyiz, dan 2) adanya

berbilang pihak.

Dalam hukum islam, kecakapan hukum disebut al-ahliyyah

yang berarti kelayakan. Atas dasar itu, kecakapan hukum

didefinisikan sebagai kelayakan seseorang untuk menerima hukum

dan bertindak hukum, atau sebagai “kelayakan seseorang untuk

menerima hak dan kewajiban dan untuk diakui tindakan-

tindakannya secara hukum syariah.24

Mengenai usia tamyiz dalam fiqih dinyatakan mulai sejak

usia tujuh tahun. Ketentuan ini juga harus dipandang sebagai

tamyiz dalam kaitan dengan masalah ibadah. Untuk lapangan harta

kekayaan, menurut Syamsul Anwar, diperlukan usia lebih besar,

tetapi belum matang (ar-rusyd), yaitu usia 12 tahun hingga 18

tahun. Hal ini didasarkan pada pendapat dalam al-mughni bahwa

23

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, jilid IV, Pustaka Amani, Jakarta : 1995, hlm 103 24

Syamsul Anwar, op.cit., hlm 109

20

anak dapat melakukan tindakan yang murni menguntungkan pada

usia 12 tahun.25

Kemudian syarat selanjutnya adalah harus berbilang pihak,

karena akad itu adalah pertemuan ijab dari salah satu pihak dan

qabul dari pihak lain. Perjanjian (akad) tidak akan tercipta dengan

hanya ada satu pihak yang membuat ijab saja atau qabul saja,

sebab dalam setiap akad selalu harus ada dua pihak.26

b. Ma‟qud „alaih (objek yang diakadkan)

Ma‟qud „alaih (objek yang diakadkan). Objek ini bisa

berupa harta yang dapat dijual, yang dijaminkan, dan yang

dihibahkan, dan bisa juga berbentuk benda yang bukan bersifat

harta seperti wanita dalam akad nikah. Bisa pula berbentuk

manfaat seperti manfaat benda yang disewakan dalam penyewaan

barang, seperti rumah atau gedung dan manfaat dari orang dalam

penyewaan dan pengupahan kerja.27

Dalam kaitan objek akad, objek akad itu ada ketika akad

dilakukan. Akad tidak sah dilakukan terhadap sesuatu yang

ma‟dum (tidak ada) seperti menjual tanaman sebelum tampak

hasilnya. Kemudian akad tidak sah apabila dilakukan terhadap

sesuatu yang mengandung risiko untuk tidak ada, seperti halnya

menjual hewan dalam kandungan sebelum ia lahir. Atau akad tidak

25

Ibid, hlm 115 26

Ibid, hlm 121 27

Wahbah Az-zuhaili, hlm 492

21

akan sah jika dilakukan untuk sesuatu yang mustahil ada di masa

akan datang seperti akad dengan seorang dokter untuk

menyembuhkan penyakit orang yang sudah mati. Namun para

fuqaha mengecualikan pada akad salam, ijārah, musaqah, dan

istishna dimana objek yang diakadkan tidak ada ketika akad

terjadi. Akad-akad ini dibolehkan karena melihat kebutuhan

manusia pada akad-akad tersebut.28

Atas kesepakatan para fuqaha pun disyaratkan adanya

kemampuan untuk menyerahkan barang saat akad terjadi. Maka,

sebuah akad tidak sah apabila si pengakad tidak mampu

menyerahkan objek yang diakadkan, meskipun barang itu ada dan

milik si pengakad. Dalam kondisi ini akad menjadi batal. Seperti

menjual hewan yang lepas, atau menyewakannya, dan

sebagainya.29

Sementara itu objek akad pun menurut para fuqaha mesti

diketahui untuk menghalangi adanya perselisihan dikarenakan

larangan yang disebutkan di dalam sunnah untuk melakukan bai‟

gharar (jual beli yang mengandung gharar) dan bai‟ majhul (jual

beli terhadap sesuatu yang tidak diketahui). 30

28

Ibid, hlm 493-494 29

Ibid, hlm 497 30

Ibid, hlm 498

22

c. Shigat

Shigat akad adalah sesuatu yang disandarkan dari dua pihak

yang berakad yang menunjukan isi hati keduanya tentang

terjadinya akad, yang ditunjukankan dengan lisan, tulisan,

perbuatan, dan isyarat. Unsur-unsur dimaksud disebut dengan ijab

dan qabul.31

Ijab adalah sesuatu pernyataan kehendak yang pertama

muncul dari suatu pihak untuk melahirkan suatu tindakan hukum,

yang dengan pernyataan kehendak tersebut ia menawarkan

penciptaan hukum yang dimaksud dimana bila penawaran itu

diterima oleh pihak lain maka terjadilah akad. Ijab disyaratkan

harus jelas maksudnya dan isinya harus tegas. Maksudnya harus

jelas artinya bahwa ungkapan baik lisan, tulisan, isyarat maupun

lainnya yang digunakan untuk menyatakan ijab dalam setiap akad

menunjukan jelas jenis akad yang dikehendaki, karena akad itu

satu sama lain berbeda baik tujuan hukumnya maupun akibat

hukum yang timbul. Oleh karena ini, akad yang dimaksud dan

akibat hukum apa yang hendak diciptakan haruslah jelas. Ijab

sebagai penawaran itu juga harus tegas menhatakan kehendak,

artinya ungkapan seseorang yang menyampaikan ijab tidak

31

Muhamad Asro dan Muhamad Kholid, op.cit., hlm 75

23

dibarengi dengan hal-hal yang menunjukan ketidaksungguhan

untuk melahirkan suatu akad.32

Sedangkan qabul adalah pernyataan kehendak yang

menyetujui ijab dan yang dengannya tercipta sutatu akad. Seperti

halnya ijab, qabul disyaratkan kejelasan maksud, ketegasan isi, dan

didengar atau diketahui oleh pihak lain. Bila ijab ditujukan kepada

pihak tertentu, maka qabul hanya sah dari pihak tersebut, dalam

arti bilamana diberikan qabul oleh pihak lain yang bukan pihak

yang kepadanya ijab ditujukan, maka tidak tercipta akad.33

Pernyataan kehendak/ shigat ini disyaratkan dua syarat,

yaitu 1) adanya persesuaian ijab dan qabul yang menandai adanya

persesuaian kehendak sehingga terwujud kata sepakat, dan 2)

persesuaian kehendak (kata sepakat) itu dicapai dalam satu majelis

yang sama, dengan kata lain syarat yang kedua ini adalah adanya

kesatuan majelis akad. Tidak terjadi pertemuan ijab dan qabul

apabila keduanya berbeda dalam hal objeknya, atau objeknya sama

akan tetapi qabul hanya mencakup sebagian. Dengan demikian,

tidak tercipta akad apabila qabul berisi penambahan, pengurangan

atau perubahan terhadap ijab.34

Syarat selanjutnya dari shigat adalah adanya kesatuan

majelis akad. Dengan kata lain, penutupan akad harus terjadi dalam

satu majelis yang sama. Karena dalam menutup perjanjian

32

Syamsul Anwar, op.cit., hlm 127-129 33

Ibid, hlm 132 34

Ibid, hlm 144

24

mungkin terjadi bahwa pihak saling berhadapan atau mungkin

sebaliknya berada di tempat berlainan. Tempat dan waktu di mana

kedua belah pihak berada saat negosiasi yang dimulai dari saat

diajukannya ijab dan berlangsung selama mereka tetap fokus pada

masalah perundingan perjanjian serta berakhir dengan

berpalingnya mereka dari negosiasi tersebut dalam hukum Islam

disebut majelis akad. Teori majelis akad ini secara umum

dimaksudkan untuk menentukan kapan dan di mana akad terjadi

dan secara khusus untuk menentukan kapan qabul dapat diberikan

dan untuk memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak guna

mempertimbangkan akad itu. Oleh karena itu, dirumuskan teori

majelis akad yang memberikan ruang waktu yang masuk akal agar

qabul dapat disampaikan dan bertemu dengan ijab.35

d. Maudhu (Tujuan Akad)

Tujuan akad merupakan satu dari empat fondasi yang mesti

ada pada setiap akad. Yang dimaksud dengan tujuan akad adalah

tujuan asli yang karenanya akad itu disyaratkan. Tujuan akad

bersifat satu dan tetap dalam setiap unit atau jenis akad. Contohnya

dalam akad jual beli, tujuannya adalah satu yaitu memindahkan

kepemilikan barang kepada sipembeli dengan kompensasi

(harga).36

35

Ibid, hlm 146-148 36

Wahbah Az-zuhaili, op.cit., hlm 500

25

Tujuan akad ini adalah penambahan hasil ijtihad ahli-ahli

hukum Islam kontemporer dengan melakukan penelitian induktif

terhadap berbagai kasus kebatalan akad dalam berbagai karya pra

modern hukum Islam. Dalam hal ini tujuan akad tidak bertentangan

dengan syara‟, apabila bertentangan dengan syara‟ akad menjadi

batal.37

Dalam hukum perdata pun dijelaskan adanya syarat subyektif dan syarat

obyektif dari perjanjian, syarat-syarat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Syarat subyektif

Syarat subjektif ini terdiri dari dua syarat, yaitu adanya kata

sepakat kedua belah pihak yang melakukan perjanjian dan adanya

kecakapan untuk bertindak dari masing masing pihak.38

Kedua belah pihak ini disebut subjek hukum yang

mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan tindakan hukum.

Dalam dunia hukum, subjek hukum terdiri dari manusia dan badan

hukum.

Didalam hukum, perkataan perorangan atau orang (person),

berarti pembawa hak/kewajiban atau subjek dalam hukum.

Berlakunya seseorang sebagai pembawa hak, mulai dari dia

dilahirkansampai dia meninggal dunia.39

37

Syamsul Anwar, op.cit., hlm 106 38

Benyamin Asri dan Thabrani Asri, Tanya-Jawab Pokok-Pokok Hukum Perdata dan Hukum

Agraria, Armico, Bandung : 1987, hlm 77 39

Zaeni Asyhadie, dkk , Pengantar Ilmu Hukum, Rajagrafindo Persada, Jakarta : 2013, hlm 61

26

Disamping orang-orang, suatu badan atau perkumpulan

dapat juga memiliki hak dan dapat melakukna perbuatan hukum

seperti halnya manusia. Badan atau perkumpulan ini mempunya

harta kekayaan sendiri, ikut serta dalam perbuatan hukum dan

dapat juga di gugat dan menggugat di pengadilan dengan

perantaraan pengurusnya. Badan atau perkumpulan yang demikian

ini disebut dengan Badan Hukum.40

Menyangkut kecakapan untuk bertindak dari masing-

masing pihak, ada beberapa golongan orang yang oleh hukum telah

dinyatakan tidak cakap atau kurang cukup untuk bertindak sendiri

dalam melakukan perbuatan perbuatan hukum (mereka disebut

handelingsonbekwaam), tetapi mereka harus diwakili atau dibantu

oleh orang lain. Mereka itu adalah orang yang masih dibawah umur

(belum mencapai usia 21 tahun) atau belum dewasa, orang yang

tak sehat pikirannya (gila), pemabuk, dan pemboros, yakni mereka

yang ditaruh dibawah curatele (pengampuan) dan orang

peremnpuan dalam pernikahan (wanita kawin).41

Dengan demikian, dapat disimpulkan orang-orang atau

dalam badan hukum terdapat orang-orang curatele (pengampuan),

mereka tidak dapat melakukan perbuatan hukum tanpa diwakili

dan dibantu oleh yang cakap hukum.

40

Ibid, hlm 63 41

C.S.T Kansil dan Cristine S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta :

2011, hlm 100

27

b. Syarat Obyektif

Syarat obyektif dari perjanjian terdiri dari dua syarat, yaitu

adanya hal tertentu, misalnya benda.42

Menurut hukum perdata benda

adalah segala barang-barang dan hak-hak yang dapat dimiliki orang

(vide pasal 499 KUHS).43

Syarat yang kedua adalah adanya causa (isi,

sebab) yang halal.44

Pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan

pengertian orzaak (causa yang halal). Di dalam Pasal 1337 KUH

Perdata hanya disebutkan causa yang terlarang. Suatu sebab adalah

terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan

ketertiban umum. Sebab yang halal inilah yang menjadi tujuan para

pihak yang membuat perjanjian. Perjanjian tanpa sebab yang halal

adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

Yang di maksud dengan halal atau yang diperkenankan oleh undang-

undang menurut Pasal 1337 KUH Perdata adalah “persetujuan yang

tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan

kesusilaan”.45

Dapat disimpulkan bahwasanya akad akan tercipta apabila „aqidain

melakukan shigat pada satu majelis dengan kejelasan dan ketegasan dalam ijab

dan qabul serta dengan adanya objek akad pada saat akad dilakukan dengan syarat

42

Benyamin Asri dan Thabrani Asri, op.cit., hlm 77 43

Kansil, op.cit., hlm 101 44

Benyamin Asri dan Thabrani Asri, op.cit., hlm 77 45

http://id.shvoong.com/law-and-politics/2230796-pengertian-causa-yang-halal-

dalam/#ixzz36di28Jg7, di akses pada tanggal 5 Juli 2014, jam 11.28

28

objek tersebut harus terhindar dari sesuatu yang membatalkan akad seperti tidak

adanya objek akad (ma‟dum).

Menurut hukum perdata, perjanjian tidak akan tercipta apabila didalamnya

tidak terpenuhi syarat subyektif dan syarat obyektif. Seseorang atau Badan hukum

dapat melakukan tindakan hukum apabila subyek hukum tersebut cakap hukum

dalam melakukan tindakan hukum, jika seseorang yang akan melakukan tindakan

hukum tersebut adalah seseorang curatele (pengampuan), maka ia harus diwakili

atau dibantu oleh seseorang yang cakap hukum, maka apabila tidak, hukum tidak

akan berlaku. Hukum pun tidak akan berlaku apabila tidak ada obyek hukum

seperti suatu benda atau barang, dan dalam perjanjian haruslah ada causa yang

halal, artinya sebab melakukan perbuatan hukum tidak merujuk pada perbuatan

hukum yang dilarang oleh undang-undang, seperti melanggar aturan undang-

undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

3. Syarat Terbentuknya akad (Syuruth al-in‟iqad)

Menurut Syamsul Anwar dalam bukunya Hukum Perjanjian Syariah,

masing-masing rukun yang membentuk akad memerlukan syarat-syarat agar

rukun itu dapat berfungsi membentuk akad. Dalam hukum islam, syarat-syarat

dimaksud dinamakan syarat-syarat terbentuknya akad (Syuruth al-in‟iqad).

Syarat-syarat tersebut yaitu tamyiz, berbilang pihak, persesuaian ijab dan qabul,

kesatuan majelis akad, obyek akad dapat diserahkan, obyek tertentu atau dapat

ditentukan, obyek akad dapat ditransaksikan, dan tujuan akad tidak bertentangan

dengan syara‟.46

46

Syamsul Anwar, op.cit., hlm 98

29

4. Syarat keabsahan akad (syuruth ash-shihah)

Yang dimaksud dengan syarat sahnya suatu akad adalah segala sesuatu

yang disyaratkan agar sebuah akad mempunyai efek secara syariat. Jika syarat

tersebut tidak ada maka akad tersebut fasid dan cacat pada salah satu bagiannya

meskipun akad itu sendiri ada dan terjadi. Menurut Hanafiyah, disyaratkan tidak

boleh mengandung salah satu dari enam cacat yaitu jahalah (ketidakjelasan

barang), ikrah (pemaksaan), tawqit (hanya bersifat sementara), gharar (gharar

sifat), dharar (mudharat), dan syarat fasid.47

Akad yang telah memenuhi rukunnya, syarat terbentuknya, dan syarat

keabsahannya dinyatakan sebagai akad yang sah. Apabila rukun dan syarat

terbentuknya akad telah dipenuhi, akad tidak sah, akad ini disebut dengan akad

fasid. Menurut ahli-ahli hukum Hanafi, akad fasid adalah akad yang menurut

syarat sah pokoknya, tetapi tidak sah sifatnya. Maksudnya adalah akad yang telah

memenuhi rukun dan syarat terbentuknya, tetapi belum memenuhi syarat

keabsahannya.48

5. Syarat Nafadz dan Syarat Luzum

Syarat nafadz (berlaku) adalah syarat berlakunya sebuah akad, ada dua

syarat yang mesti dipenuhi, yaitu al-milk (kepemilikan) dan al-wilayah. Al-milk

adalah kepemilikan terhadap sesuatu dan si pemilik mampu untuk melakukan

47

Wahbah Az-zuhaili, op.cit., hlm 536 48

Syamsul Anwar, op.cit., hlm 100

30

tasharruf ketika tidak ada penghalang secara syariat. Sementara al-wilayah adalah

kewenangan yang bersifat syar‟i untuk sah dan berlakunya sebuah akad. Efek dari

syarat akad ini adalah objek akad mestilah milik si pengakad.49

Akad yang sudah sah harus memenuhi dua syarat yang berlakunya akibat

hukum, yaitu adanya kewenangan atas obyek akad, dan adanya kewenangan atas

tindakan hukum yang dilakukan.

Kewenangan sempurna atas obyek akad terpenuhi dengan para pihak

mempunyai kepemilikan atas obyek yang bersangkutan, atau mendapat kuasa dari

pemilik, dan pada obyek tersebut tidak tersangkut hak orang lain seperti obyek

yang sedang digadaikan atau disewakan. Sedangkan kewenangan atas tindakan

hukum terpenuhi dengan para pihak telah mencapai tingkat kecakapan bertindak

hukum yang dibutuhkan bagi tindakan hukum yang dilakukannya. 50

Menurut hemat penulis, yang dimaksud dengan syarat nafadz adalah syarat

yang berkaitan dengan kepemilikan dan kewenangan atas obyek akad yang

bersangkutan.

Syarat luzum, artinya akad itu bersifat mengikat. Akad tersebut disyaratkan

tidak memiliki khiyar (opsi) apa pun yang memungkinkan salah satu pengakad

untuk membatalkan akad.51

49

Wahbah Az-zuhaili, op.cit., hlm 537 50

Syamsul Anwar, op.cit., hlm 102 51

Wahbah Az-zuhaili, op.cit., hlm 537

31

6. Teori Syirkah

a. Pengertian Syirkah

Pengertian musyārakah atau syirkah secara bahasa berarti al-

ikhtilāṭ atau penggabung atau pencampuran. Menurut ulama fiqh,

syirkah secara istilah adalah penggabungan harta untuk dijadikan

modal usaha dan hasilnya yang berupa keuntungan atau kerugian

dibagi bersama.52

Musyārakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih

untuk suatu usaha tertentu, dimana masing masing pihak memberikan

kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko

akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.53

Adapun

pengertian menurut para ulama adalah sebagai berikut :54

- Menurut Malikiyah:

ا حذ ي كم أ ر ا ا ا فس ا يعا ا ف انخصشف ن ار ف نصا حب ك انشش

ف ف ي خصش اا ا يع ابماء حك انخصشف نكم ي ا ل ن

Artinya :

“Perkongsian adalah izin untuk mendayagunakan (taṣarruf) harta yang

dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya, yakni keduanya saling

mengizinkan kepada salah satunya untuk mendayagunakan harta milik keduanya,

namun masing-masing memiliki hak untuk ber-taṣarruf.”

52

Sayyid Syabiq, Fiqh Al-sunnah, Dar al-Fath al-A‟lami al-Arobi, Beirut : 2000, Vol. III, hlm 202 53

M Syafi‟i Antonio, Bank Syariah : Wacana Ulama dan Cendikiawan, Tazkia Institute, Bogor :

1999, Hlm 187 54

Rachmat Syafe‟I, Fiqh Muamalah, Pustaka setia, Bandung : 2001, hlm 183-185

32

- Menurut Hanabilah :

ف حصش اع ف اسخحماق ا ال جخ

Artinya :

“Perhimpunan adalah hak (kewenangan) atau pengolahan harta.”

- Menurut Hanafiyah :

بح انش ال ف سأط ان خشاس ك ان عمذ ب عباسة ع

Artinya :

“Ungkapan tentang adanya transaksi (akad) antara dua orang yang

bersuku pada pokok harta dan keuntungan.”

Dengan demikian pengertian dari musyārakah adalah akad

kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam

perhimpunan hak dan pengolahan harta, kemudian orang yang berakad

saling mengizinkan untuk pengelolaan harta tersebut dalam tujuan

mendapatkan keuntungan dengan pembagian risiko yang sesuai dengan

kesepekatan bersama.

b. Batasan dan Posisi Syirkah

Dalam pelaksanaan akad di perbankan syariah, akad dibagi

menjadi dua macam, yaitu akad tabarru dan akad tijarah. Akad

tabarru adalah akad yang berorientasikan pada non-profit (non-profit

orientied), maksudnya akad ini bertujuan pada pelaksaan akad yang

mengandung unsur sosial (social orientied).

33

Dalam akad tabarru, pihak yang membuat kebaikan tersebut

tidak berhak mensyaratkan imbalan apa pun kepada pihak lainnya.

Imbalan dari akad tabarru adalah dari Allah SWT, bukan dari

manusia. Namun, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta

kepada counterpart-nya untuk sekedar menutupi biaya yang

dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad tabarru tersebut.55

Sedangkan akad tijarah adalah akad yang berorientasikan pada

profit/keuntungan (profit orientied), maksud dari akad ini mempunyai

tujuan keuntungan pada pelaksanaan akad yang dilakukan.

Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperolehnya,

akad tijarah dibagi menjadi dua kelompok umum, yaitu Natural

Uncertainty Contracts, dan Natural Certainty Contracts. Dalam

Natural Certainty Contracts, kedua belah pihak saling

mempertukarkan asset yang dimilikiya. Oleh karena itu, objek

pertukarannya, baik barang maupun jasa harus ditetapkan di awal akad

dengan pasti, baik jumlahnya, mutunya, harhganya, maupun waktu

penyerahannya.56

Sedangkan dalam Natural Uncertainty Contracts, pihak-pihak

yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya, baik real asset

maupun financial asset menjadi satu kesatuan, kemudian menanggung

risiko bersama-sama untuk mendapat keuntungan. Oleh karena itu,

55

Muhamad Asro dan Muhamad Kholid, op.cit., hlm 82 56

Ibid, hlm 85

34

kontrak ini tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari

segi jumlah maupun waktunya.57

Akad syirkah dalam kaitannya terdapat dalam akad tijarah, hal

ini dikarenakan adanya bagi hasil yang didalamnya terdapat profit

orientied. Sedangkan apabila dilihat dari tingkat kepastian dari hasil

yang diperolehnya, akad musyārakah termasuk dalam Natural

Uncertainty Contracts.

c. Macam-macam Syirkah

Menurut Sayyid Sabiq, syirkah dibagi menjadi dua bagian,

yaitu syirkah amlak (kepemilikan), dan Syirkah Uqud (kerjasama).

Syirkah amlak yaitu adanya lebih dari satu orang memiliki satu

barang tanpa ada akad kerjasama. Syirkah amlak bisa terjadi lantaran

adanya inisiatif maupun lantaran ketetapan yang mengikat. Syirkah

amlak yang terjadi lantaran inisiatif adalah seperti dua orang diberi

suatu pemberian atau mendapatkan wasiat berupa sesuatu dan

keduanya menerima, maka barang yang diberikan atau diwasiatkan

menjadi milik mereka berdua melalui persekutuan dalam ber-syarikah.

Demikian pula jika keduanya membeli sesuatu dengan biaya yang

ditanggung bersama, maka barang yang dibeli menjadi milik

persekutuan diantara mereka berdua sebagai Syirkah amlak.58

Syirkah amlak ini dibagi menjadi dua bagian yaitu syirkah

ikhtiyar dan syirkah jabar. Syirkah ikhtiyar adalah syirkah yang lahir

57

Ibid, hlm 87 58

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid V, hlm 404

35

atas kehendak dua pihak yang besekutu, contohnya dua orang yang

membeli suatu barang, atau dua orang mendapatkan hibah atau wasiat.

Sedangkan syirkah jabar adalah persekutuan yang terjadi diantara dua

orang atau lebih tanpa sekehendak mereka. Seperti dua orang yang

mendapatkan sebuah warisan, sehingga barang yang menjadi warisan

tersebut menjadi hak milik kedua orang yang bersangkutan.59

Syirkah Uqud adalah transaksi yang dilakukan dua orang atau

lebih untuk menjalin persekutuan dalam harta dan keuntungan. Ini

adalah definisi syirkah menurut ulama Hanafiyyah.60

Sedangkan

menurut Sayyid Sabiq Syirkah Uqud adalah adanya dua pihak yang

melakukan kerjasama syirkah pada harta dan keuntungan yang

dihasilkan darinya.61

Menurut Sayyid Sabiq syirkah uqud dibagi menjadi empat

bagian, yaitu syirkah „inan, syirkah mufawadhah, syirkah abdan, dan

syirkah wujuh.62

Sedangkan menurut ulama Hanafiyah membagi

syirkah uqud menjadi enam, dengan perincian dua tahapan. Tahap

satu, syirkah uqud dibedakan menjadi tiga yaitu Syirkah amwal

(kongsi harta), syirkah „abdan (kongsi kerja/prestasi), syirkah wujuh

(kongsi kredibilitas), dan tahap kedua masing-masing syirkah tersebut

terdiri atas syirkah mufawadhah dan syirkah „inan.63

59

Wahbah Az-zuhaili, op.cit., hlm 442-443 60

Ibid, 61

Sayyid Sabiq, op.cit., hlm 405 62

Ibid, hlm 405 63

Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarak, Perkembangan akad Musyārakah, Kencana, Jakarta

:2012, hlm 21

36

Menurut Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarak, melihat

penjelasan diatas bahwasannya „inan dan mufawadhah dibedakan

secara bahasa. „inan berarti tidak sama/berbeda, sedangkan

mufawadhah diartikan sama.

Dengan demikian, pembagian ulama Hanafiyah mengenai

syirkah adalah sebagai berikut :64

- Syirkah amwal mufawadhah, yaitu penyertaan modal usaha dari

masing masing syarik dengan jumlah modal yang sama.

- Syirkah amwal „inan, yaitu penyertaam modal usaha dari masing-

masing syarik dengan jumlah modal yang berbeda.

- Syirkah „abdan mufawadhah, yaitu penyertaan keterampilan dari

masing-masing syarik sebagai modal usaha dengan keterampilah

kualitas yang sama.

- Syirkah “abdan “inan, yaitu penyertaan keterampilan dari masing-

masing syarik sebagai modal usaha dengan kualitas keterampilan

yang berbeda.

- Syirkah wujuh mufawadhah, penyertaan kredibilitas usaha atau

nama baik/reputasi dari masing-masing syarik sebagai modal

usahadengan kualitas kredibilitas yang sama.

- Syirkah wujuh „inan, penyertaan kredibilitas usaha atau nama

baik/reputasi dari masing-masing syarik sebagai modal usaha

dengan kualitas kredibilitas yang berbeda.

64

Ibid, hlm 21-22

37

Menurut hemat penulis bahwasannya syirkah amlak dapat terjadi dengan

tidak adanya akad kerjasama, namun akad syirkah ini terjadi ketika adanya

inisiatif dan ketetapan yang mengikat. Sedangkan Syirkah uqud dapat terjadi

karena adanya akad kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam

hal harta dan keuntungan. Adapun macam-macam dari syirkah amlak adalah

syirkah ikhtiyari dan syirkah jabar, dan macam-macam dari syirkah uqud adalah

syirkah amwal „mufawadhah, syirkah amwal „inan, syirkah „abdan mufawadhah,

syirkah „abdan mufawadhah, syirkah wujuh mufawadhah, dan syirkah wujuh

„inan.

7. Musyārakah Mutanāqişah

Musyārakah mutanāqişah merupakan produk turunan dari akad

musyārakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak atau lebih.

Kata dasar dari musyārakah adalah syirkah yang berasal dari kata syāraka-

yusyāriku-musyārakatan yang berarti kerjasama, perusahaan atau

kelompok/kumpulan. Musyārakah atau syirkah adalah merupakan kerjasama

antara modal dan keuntungan. Sementara mutanāqişah berasal dari kata tanāqaşa-

yatanāqişu-tanāquşan-mutanāqişun yang berarti mengurangi secara bertahap.65

Terdapat sejumlah istilah yang berbeda yang diperkenalkan oleh ulama :

pertama, syirkah mutanāqişah, yaitu kerjasama antara para syarik guna membeli

suatu barang, kemudian barang tersebut dijadikan “modal usaha” oleh nasabah

untuk mendapatkan keuntungan yang akan dibagikan bersama di antara bank

65

M. Nadratuzzaman Hosen, makalah : Musyārakah mutanāqişah, dari

http://www.ekonomisyariah.org/download/artikel/Makalah%20Musyarakah%20Mutanaqishah_Na

dratuzzaman.pdf, hlm 1

38

dengan nasabah disertai dengan pembelian barang modal milik bank yang

dilakukan secara berangsur sehingga kepemilikan bank terhadap barang modal

semakin lama semakin berkurang. Dengan demikian akad ini dinamakan

musyārakah mutanāqişah karena memperhatikan kepemilikan bank dalam

syirkah, yakni penyusutan barang modal syirkah yang dimiliki oleh bank karena

dibeli oleh nasabah secara berangsur. Mutanāqişah dalam hal ini berarti

penyusutan modal milik bank karena di bayar oleh nasabah dengan cara

diangsur.66

Kedua, nama lainnya adalah al-musyārakah al-muntaḩiyyah bit al-tamlik.

Secara bahasa, al-musyārakah al-muntaḩiyyah bit tamlik berarti kerjasama antara

sejumlah syarik (dalam hal ini nasabah dan bank) dengan menyertakan harta

untuk dijadikan modal usaha, dan modal usaha syirkah tersebut kemudian dibeli

oleh nasabah secara berangsur, sehingga sampai waktu yang dijanjikan,

kepemilikan modal bank habis (karena dibeli secara angsuran), seluruh modal

usaha syirkah menjadi milik nasabah, dan pada saat itulah syirkah berakhir.

Dengan demikian syirkah ini dinamakan al-musyārakah al-muntaḩiyyah bit

tamlik karena memerhatikan status kepemilikan modal usaha bersama pada waktu

yang disepakati yaitu menjadi milik syarik secara penuh.67

Ketiga, nama lainnya adalah musyārakah muqayyadah , akad ini disebut

musyārakah muqayyadah karena dalam akad ini terdapat “keterikatan” yang

disepakati oleh bank dan nasabah : 1) kesepakatan untuk membeli barang modal

milik bank oleh nasabah yang dilakukan secara angsur, 2) kesepakatan untuk

66

Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarak, op.cit., hlm 60 67

Ibid, hal 61

39

melakukan prestasi tertentu (misalnya ijārah) yang dilakukan oleh nasabah karena

harta yang dijadikan modal dalam syirkah harus menghasilkan keuntungan dan 3)

kesepakatan untuk memindahkan kepemilikan modal dari bank kepada nasabah

karena pembelian dan/atau pembayaran secara berangsur.68

Ulama telah mengidentifikasi musyārakah mutanāqişah guna mengetahui

asal-usulnya secara pasti. Najih Hammad (1997) dan Muhammad Ali al-Qari

(1997) berpendapat bahwa musyārakah mutanāqişah bersumber pada syirkah milk

atau syirkah amlak yang diikuti secara pararel dengan akad jual beli (al-bai‟).69

Secara terminologi, jual beli (al-bai‟) menurut ulama Hanafi adalah tukar-

menukar maal (barang atau harta) dengan maal yang dilakukan dengan cara

tertentu. Atau, tukar menukar barang yang bernilai dengan semacamnya dengan

cara yang sah dan khusus, yakni ijab qabul atau mu‟aathaa‟ (tanpa ijab qabul).

Dengan demikian, jual beli satu dirham dengan satu dirham tidak termasuk jual

beli seperti bangkai, debu, dan darah tidak sah, karena termasuk jual beli barang

yang tidak disenangi.70

Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughniy mendefinisikan jual beli dengan

tukar menukar barang dengan barang yang bertujuan memberi kepemilikan dan

menerima hak milik. Kata al-bai‟ adalah pecahan dari kata baa‟un (barang),

karena masing masing pembeli dan jual menyediakan barangnya dengan maksud

memberi dan menerima. Kemungkinan juga, karena keduanya berjabat tangan

68

Ibid, 69

Ibid, hlm 62 70

Wahbah Az-zuhaili, op.cit., hlm 25

40

dengan yang lain. Atas dasar itulah, jual beli (al-bai‟) dinamakan shafaqah yang

artinya transaksi yang ditandai dengan jabat tangan.71

Karena itu, yang dimaksud jual beli adalah transaksi yang terdiri dari ijab

dan qabul.72

Dengan demikian, dalam pandangan Najih Hammad dan Muhammad Ali

al-Qari, musyārakah mutanāqişah terjadi karena dua akad yang dijalankan secara

pararel. Pertama, antara nasabah dengan bank melakukan akad musyārakah

dengan masing-masing menyertakan harta untuk dijadikan modal usaha guna

mendatangkan keuntungan. Hal ini jelas merupakan syirkah amwal (sebagai

bagian dari syirkah milk-ikhtiari). Kedua, nasabah melakukan usaha dengan

modal bersama tersebut yang hasilnya dibagi sesuai kesepakatan antara bank

dengan nasabah. Di samping itu, nasabah membeli barang modal milik bank

secara berangsur sehingga modal yang dimiliki bank dalam syirkah tersebut

secara berangsur-angsur berkurang (berkurangnya modal bank disebut

mutanāqişah).73

Di dalam musyārakah mutanāqişah terdapat unsur kerjasama (syirkah) dan

unsur sewa (ijarah). Kerjasama dilakukan dalam hal penyertaan modal atau dana

dan kerjasama kepemilikan. Sementara sewa merupakan kompensasi yang

diberikan salah satu pihak kepada pihak lain. Ketentuan pokok yang terdapat

dalam musyārakah mutanāqişah merupakan ketentuan pokok kedua unsur

tersebut.74

71

Ibid, hlm 26 72

ibid 73

Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarak, op.cit., hlm 63 74

Hosen, op.cit., hlm 1

41

Berkaitan dengan syirkah, keberadaan pihak yang bekerjasama dan pokok

modal, sebagai obyek akad syirkah, dan shighat (ucapan perjanjian atau

kesepakatan) merupakan ketentuan yang harus terpenuhi. Sebagai syarat dari

pelaksanaan akad syirkah masing-masing pihak harus menunjukkan kesepakatan

dan kerelaan untuk saling bekerjasama, antar pihak harus saling memberikan rasa

percaya dengan yang lain, dan dalam pencampuran pokok modal merupakan

pencampuran hak masing-masing dalam kepemilikan obyek akad tersebut.75

Sementara berkaitan dengan unsur sewa ketentuan pokoknya meliputi;

penyewa (musta‟jir) dan yang menyewakan (mu‟jir), shighat (ucapan

kesepakatan), ujrah, dan barang/benda yang disewakan yang menjadi obyek akad

sewa. Besaran sewa harus jelas dan dapat diketahui kedua pihak. Dalam

musyārakah mutanāqişah harus jelas besaran angsuran dan besaran sewa yang

harus dibayar nasabah dan ketentuan batasan waktu pembayaran menjadi syarat

yang harus diketahui kedua belah pihak. Harga sewa, besar kecilnya harga sewa,

dapat berubah sesuai kesepakatan. Dalam kurun waktu tertentu besar-kecilnya

sewa dapat dilakukan kesepakatan ulang.76

Adapun menurut Mohd Sollehudin Shuib, dkk dalam Jurnalnya yang

berjudul Pembiayaan Perumahan Secara Islami Di Malaysian : Analisis Kelebihan

Produk Berdasarkan musyārakah mutanāqişah di Kuwait Finance House Malaysia

Berhad, kontrak-kontrak yang terlibat dalam musyārakah mutanāqişah terapat

tiga, yaitu musyārakah, ijārah, dan al-bai‟. Dalil-dalil keharusan ketiga kontrak

75

Ibid, hlm 2 76

Ibid,

42

ini telah banyak disebut didalam perbincangan ulama Islam terdahulu yang

menjadikan Al-Qur‟an dan Hadits sebagai rujukan utama sumber hukum Islam.77

Rukun-rukun dalam musyārakah adalah syarik (pemengang modal),

modal, usaha, keuntungan dan shigat (ijab dan qabul) atau tawaran dan

penerimaan pihak yang berkongsi. Rukun-rukun ijārah (dalam arti sewa) terdiri

dari pemberi sewa, penyewa, harta yang disewa, manfaat barang yang disewa,

bayaran sewa, dan shigat. Sementara itu rukun jual beli menurut ulama Hanafiyah

adalah ijab dan qabul yang menunjukan berlakunya penukaran barang. Dengan

kata lain rukun jual beli ialah perkataan atau perbuatan yang menunjukan kerelaan

yang menukarkan barang yang dimiliki. Disisi lain, menurut jumhur ulama akad

jual beli mempunyai empat rukun, yaitu penjual, pembeli, lafaz, dan objek akad.78

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwasannya dalam akad

musyārakah mutanāqişah terdapat akad pokok yaitu musyārakah dan akad

pelengkap yaitu al-bai‟ dan ijārah yang didalamnya terdapat rukun dan syarat

yang harus dipenuhi oleh yang melakukan kontrak/akad.

2. Landasan Hukum Akad Musyārakah Mutanāqişah

Dalam pembahasan penulisan ini, penulis bermaksud membatasi landasan

hukum akad musyārakah mutanāqişah. Hal itu terdapat dalam al-Qur‟an, Hadits,

„Ijma ulama, Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.

77

Mohd Sollehudin Shuib dkk, Pembiayaan Perumahan Secara Islami Di Malaysian : Analisis

Kelebihan Produk Berdasarkan Musyārakah Mutanāqişah di Kuwait Finance House Malaysia

Berhad, Jurnal Teknologi, UTM Press, Universitas Teknologi Malaysia, hlm 112 78

Ibid, hlm 113

43

- Al-Qur‟an

انحاث … ها انص ع ا آي ى عه بعط، إل انز بعض انخهطاء نبغ شا ي كث إ

ى م يا له (٤٢)ص : …

"…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu

sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang

beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini…." (QS.

Shad : 24)

د ا بانعم ف ا أ آي ا انز …اأ

“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu..” (QS. Al-Maidah : 1)

- Hadits

انخ أب حا ، ع بشلا انض ، حذثا محم ب ص ص ان ا سه ، حذثا محم ب أب ، ع

يا نى مل: أا ثانث انششك الل شة، سفع لال: " إ ش أب ا صاحب، ع أحذ خ

ا " ب ()سا ابدد فإرا خا خشجج ي79

“Telah menyampaikan hadits kepada kami Muhammad bin Sulaiman al-

Misisi, telah menyampaikan hadits kepada kami Muhammad bin Dzibriqān, dari

Abi Hayyān al-Taymi, dari Bapaknya, dari Abu Hurairah, beliau memarfu‟kan

hadits ini, Berkata : Allah swt. berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua

orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang

lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu

Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah)

حذ ل لال: حذثا أب عايش انعمذ انخل عه ب ثا انحس ب عبذ الل لال: حذثا كثش ب

سهى لال عه صه الل سسل الل ، أ جذ ، ع أب ، ع ض ف ان ع ش ب : ع

عه » سه ان أحم حشايا، و حلل، أ ، إل صهحا حش سه ان هح جائض ب انص

79

Kitab Sunan Abu Daud, Dar-al-qutub al-Arobi, Beirut, t.t, juz III. Hlm 264, Nomor Hadits 3383

(Makhtabah Syamiilah versi 3.5.2)

44

أحم حشايا و حلل، أ ى، إل ششطا حش صحح )سا «: ششط زا حذث حس

(انخشيز80

“Telah menyampaikan hadits kepada kami Hasan bin Ali Al-Kholan

berkata : Telah menyampaikan hadits kepada kami Abu Amir Aqodi berkata :

Telah menyampaikan hadits kepada kami Katsir ibn Abdillah ibn Amru ibn “Auf

Al-Mujabi, dari mereka, Rosulullah SAW bersabda : Shulh (penyelesaian

sengketa melalui musyawarah untuk mufakat) dapat dilakukan di antara kaum

muslimin, kecuali shulh yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang

haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat

yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi)

- Ijma Ulama

. ش يهك غ شخش جاص، أل ي ك ت شش حص ك اشخش أحذ انشش ن

“Apabila salah satu dari dua yang bermitra (syarik) membeli porsi

(bagian, hishshah) dari syarik lainnya, maka hukumnya boleh, karena

(sebenarnya) ia membeli milik pihak lain.”81

ا اد عت لعخ عت ف انشش شاسكت يشش ان -ز عذ ي ك عه ه ت بانخ خ كاإلجاسة ان

ك ك نشش ا.انب خ شكت إرا سذد ن ل خ ف انش ع ن حص ب ا حعذ بأ د ج أثاء ف

ك بإداسة ه انشش ك ع ض انب ف ال، بشأط ان ى انطشفا ث سا ، ح ششكت عا

ش ع ان زا . ش جضئا، باعخباس ك كها أ خ نهشش صشف حص ع ان اء انششكت ب خ بعذ ا

شكت. انعمذ عمذا يسخمل، ل صهت ن بعمذ انش

"Musyārakah mutanāqişah ini dibenarkan dalam syariah, karena

sebagaimana ijārah muntaḥiyyah bi-al-tamlik bersandar pada janji dari Bank

kepada mitra (nasabah)-nya bahwa bank akan menjual kepada mitra porsi

kepemilikannya dalam Syirkah apabila mitra telah membayar kepada bank harga

porsi bank tersebut. Di saat berlangsung, musyārakah mutanāqişah tersebut

dipandang sebagai syirkah 'inan, karena kedua belah pihak menyerahkan

80

Kitab Al-jāmi‟ al-ṣaḥịh Sunan Al-Tirmidzị, Dār ihya Al-Turots Al-Arobi, Beirut, t.t, Juz III, hlm

634, nomor Hadits 1352 (Makhtabah Syamiilah versi 3.5.2) 81

Ibnu Qudamah, al-Mughni, Dar al-Fikr, Beirut, t.t, juz 5, hal. 173 (Makhtabah samiilah versi

3.5.2)

45

kontribusi ra'sul mal, dan bank mendelegasikan kepada nasabah-mitranya untuk

mengelola kegiatan usaha. Setelah selesai syirkah bank menjual seluruh atau

sebagian porsinya kepada mitra, dengan ketentuan akad penjualan ini dilakukan

secara terpisah yang tidak terkait dengan akad syirkah."82

- Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Fatwa (dari bahasa arab فخ ), artinya nasihat, petuah, jawaban, atau

pendapat. Adapun yang dimaksud adalah sebuah keputusan atau nasihat resmi

yang diambil oleh sebuah lembaga atau perorangan yang diakui otoritasnya,

disampaikan oleh seorang mufti atau ulama, sebagai tanggapan atau jawaban

terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa (mustafti) yang tidak

mempunyai keterikatan. Dengan demikian peminta fatwa tidak harus mengikuti

isi atau hukum fatwa yang diberikan kepadanya. Penggunaanya dalam kehidupan

beragama di Inodensia, fatwa dikeluarkan leh majelis ulama Indonesia sebagai

suatu keputusan tentang persoalan ijtihadiyah yang terjadi di Indonesia guna di

jadikan pegangan pelaksanaan ibadah umat islam di Indonesia.83

Dewan Syariah Nasional adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis

Ulama Indonesia (MUI) yang mempunyai fungsi melaksanakan tugas tugas MUI

dalam menangani masalah masalah yang berhubungan dengan aktifitas lembaga

keuangan syariah. Salah satu tugas pokok DSN adalah mengkaji, menggali, dan

merumuskan nilai dan prinsip prinsip hukum islam (syariah) dalam bentuk fatwa

untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga keuangan syariah.

82

Wahbah Zuhaili, Al-Muamalah Al-Maliyah Al-Muasirah, hal. 436-437 dalam fatwa DSN-MUI

No. 73/DSN-MUI/XI/2008 83

id.wikipedia.org/wiki/Fatwa, diakses pada 6/2/2014 jam 06.31

46

Melalui Dewan Pengawas Syariah melakukan pengawasan terhadap penerapan

prinsip syariah dalam sistem dan manajemen lembaga keuangan syariah (LKS).84

Dengan demikian Fatwa Dewan Syariah Nasional adalah keputusan atau

nasihat resmi yang diambil oleh Dewan Syariah Nasional sebagai tanggapan atau

jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa (mustafti) yang

tidak mempunyai keterikatan dalam hal ini Lembaga Keuangan Syariah.

Adapun Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia yang

mengatur akad musyārakah mutanāqişah adalah fatwa DSN-MUI nomor 73/DSN-

MUI/IX/2008.

Substansi fatwa DSN-MUI Nomor 73/DSN-MUI/IX/2008 tentang

musyārakah mutanāqişah terdiri atas tiga bagian, yaitu ketentuan umum,

ketentuan hukum, ketentuan akad, dan ketentuan khusus.

Ketentuan umum akad musyārakah mutanāqişah ada empat bagian, yaitu :

1. Musyārakah Mutanāqişah adalah musyārakah atau syirkah yang kepemilikan

asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan

pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya.

2. Syarik adalah mitra, yakni pihak yang melakukan akad syirkah (musyārakah).

3. Hishshah adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyārakah yang

bersifat musya‟ .

4. Musya‟ adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyārakah (milik

bersama) secara nilai dan tidak dapat ditentukan batas-batasnya secara fisik.

84

www.bprsvitkacentral.com/main/index.php/kebijakan/fatwa-dsn, diakses pada 6/2/2014 jam

06.31

47

Ketentuan hukum akad musyārakah mutanāqişah dalam fatwa DSN-MUI

adalah boleh.

Adapun ketentuan akad dalam akad musyārakah mutanāqişah ada lima

bagian, yaitu :

1. Akad musyārakah mutanāqişah terdiri dari akad musyārakah/syirkah dan al-

bai‟ (jual-beli).

2. Dalam musyārakah mutanāqişah berlaku hukum sebagaimana yang diatur

dalam Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan

musyārakah, yang para mitranya memiliki hak dan kewajiban, di antaranya:

1. Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat akad.

2. Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati pada saat

akad.

3. Menanggung kerugian sesuai proporsi modal.

3. Dalam akad musyārakah mutanāqişah, pihak pertama (syarik) wajib berjanji

untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan pihak kedua (syarik)

wajib membelinya.

4. Jual beli sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dilaksanakan sesuai

kesepakatan.

5. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS beralih kepada

syarik lainnya (nasabah).

Sedangkan ketentuan khusus akad musyārakah mutanāqişah terdiri dari

lima bagian, yaitu :

48

1. Aset musyārakah mutanāqişah dapat di-ijārah-kan kepada syarik atau pihak

lain.

2. Apabila aset musyārakah menjadi obyek ijārah , maka syarik (nasabah) dapat

menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati.

3. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah

yang telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan

proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi

kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik.

4. Kadar/Ukuran bagian/porsi kepemilikan aset musyārakah syarik (LKS) yang

berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah), harus jelas dan

disepakati dalam akad.

5. Biaya perolehan aset musyārakah menjadi beban bersama sedangkan biaya

peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli.

B. TEORI PROPERTY DAN PERUSAHAAN PERSEROAN

TERBATAS

1. Pengertian Property

Kata property berasal dari bahasa inggris "property" yang berarti sesuatu

yang dapat dimiliki seseorang.Di Indonesia, istilah property identik dengan real

estate, rumah, tanah, ruko, gedung, atau gudang. Property berarti kepemilikan

seseorang terhadap suatu barang ataupun non barang. dewasa ini property sering

dikaitkan dengan rumah, perumahan ataupun hunian, padahal segala sesuatu yang

49

sifatnya itu kepemilikan bisa disebut sebagai property. apalagi barang tersebut

terdaftar secara resmi dan memiliki surat-surat kepemilikan.85

Menurut pendapat yang lain definisi property adalah harta berupa tanah

dan bangunan serta sarana dan prasaranan yang merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari tanah dan/atau bangunan yang dimaksudkan. Beberapa artikel

dan buku mungkin juga medefinisikan property sebagai hak untuk memiliki

sebidang tanah dan memanfaatkan apa saja yang ada didalamnya sehingga

menjadi sebuah aset.86

Dengan demikian, pengertian property adalah hak kepemilikan seseorang

terhadap sesuatu barang atau non barang / tanah / bangunan serta sarana dan

prasarananya yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tanah/atau

bangunan yang dimaksudkan, yang dapat dimanfaatkan untuk dijadikan sebuah

asset.

2. Pelaku Bisnis Property

Pelaku bisnis property adalah pihak yang secara langsung berperan dalam

praktik penyelenggaraan bisnis property. Banyak yang ikut berperan dalam bisnis

property, namun dalam praktiknya ada tiga pelaku utama, yaitu pengembang

(developer), kontraktor, dan broker property. Selain ketiga pelaku utama tersebut,

bisnis property juga didukung oleh banyak pihak terkait, seperti pelaku industri

bahan bangunan, pedagang, pemasok bahan bangunan, industry furniture,

konsultan, notaris, arsitek, penilai, pengawas, lembaga keuangan penerbit bisnis

85

http://pengusaha-property.blogspot.com/2012/08/arti-dan-definisi-property.html, diakses pada

12/2/2014 jam 09.47 86

http://www.allvoices.com/contributed-news/7494239-pengertian-property, diakses pada

12/2/2014 jam 9.56

50

property, dan lain-lain.87

Dalam bagian ini dibahas tiga pelaku utama bisnis

property, yaitu pengembang, kontraktor, dan broker property.

a. Pengembang (developer)

Pengembang perumahan (real estate developer) atau biasa juga

disingkat pengembang (developer) adalah orang-perorangan atau

perusahaan yang bekerja mengembangkan suatu kawasan permukiman

menjadi perumahan yang layak huni dan memiliki nilai ekonomis

sehingga dapat dijual kepada masyarakat. Pengembang (developer)

dapat pula bekerja membangun atau mengubah perumahan atau

bangunan yang sudah ada sehingga menjadi perumahan/bangunan

yang lebih baru, lebih baik, dan memiliki nilai ekonomis yang lebih

tinggi.88

Dalam mewujudkan keinginannya membangun perumahan,

pengembang pada umumnya memakai jasa kontraktor untuk

membangun rumah/bangunan sesuai dengan perencanaan yang dibuat

oleh pengembang. Rumah-rumah yang selesai dibangun selanjutnya

dijual oleh pengembang kepada masyarakat yang membutuhkan.

Kontraktor hanya bertanggungjawab membangun fisik rumah sesuai

permintaan pengembang, tetapi tidak bertanggungjawab memasarkan

rumah.89

87

Serfiyanto Dibyo Purnomo dkk, Kitab Hukum Bisnis Property, Pustaka Yustisia, Yogyakarta :

2011, hlm 11 88

Ibid, hlm 11 89

Ibid,

51

Pengembang (developer) dapat terdiri dari orang-perorangan

maupun perusahaan, baik perusahaan yang belum berbadan hukum

maupun perusahaan yang berbadan hukum seperti PT (Perseroan

Terbatas). Mayoritas pengembang di Indonesia bernaung dalam dua

asosiasi perusahaan pengembang perumahan, yaitu REI (Persatuan

Perusahaan Real Estate Indoensia) dan APERSI (Asosiasi

Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia).

Pengembang anggota REI pada umumnya lebih focus membangun

perumahan untuk kalangan masyarakat berpenghasilan atas dan

masyarakat berpenghasilan menengah. Disisi lain, pengembang

APERSI lebih fokus membangun perumahan bagi masyarakat yang

berpenghasilan rendah. Namun demikian, REI juga dapat dilibatkan

dalam pembangunan perumahan bagi masyarakat yang berpenghasilan

rendah, antara lain untuk memenuhi kewajiban membangun rumah

rumah yang dikaitkan dengan pembangunan rumah mewah.90

b. Kontraktor

Kontraktor secara harfiyah dapat diartikan sebagai pihak yang

melakukan pekerjaan atas dasar kontrak kerja dengan pihak lain.

Kontrak kerja tersebut dapat berupa kontrak kerja pembangunan rumah

dan gedung, pembuatan jalan raya atau jembatan, pembangunan

instalasi listrik, pembangunan jaringan air bersih, pembangunan taman,

pembangunan lapangan golf, penyediaan jasa keamanan, dan lain-lain.

90

Ibid, hlm 12

52

Kontraktor harus mempunyai surat izin dan sertifikasi dari lembaga

yang berwenang.91

c. Broker Property

Broker property adalah seseorang yang memiliki keahlian

khusus di bidang property yang dibuktikan dengan sertifikat yang

diterbitkan oleh lembaga sertifikasi yang terakreditasi. Broker property

dapat bekerja sendiri atau bekerja dibawah naungan perusahaan

perantara perdagangan property.92

Perusahaan broker property adalah badan usaha yang

menjalankan kegiatan sebagai perantara jual-beli, perantara sewa-

menyewa, penelitian dan pengkajian, pemasaran, serta konsultasi dan

penyebaran informasi yang berkaitan dengan property berdasarkan

perintah pemberi tugas yang diatur dalam perjanjian tertulis.93

Broker property berperan menegosiasikan penjualan property

antara penjual dan pembeli dengan menerima imbalan komisi tertentu.

Broker property harus mampu memberikan solusi apabila ada

ketidaksesuaian antara penjual dan pembeli dengan pendekatan win-

win solution sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Seorang

broker property harus mempunyai keahlian dan kemampuan

bersosialisasi, kemampuan penjualan, kemampuan berkomunikasi

91

Ibid, hlm 13 92

Ibid, hlm 15 93

Ibid,

53

pengetahuan tentang perencanaan tata kota, kemampuan membangun

kepercayaan terhadap klien, dan pengetahuan di bidang hukum.94

3. Ruang Lingkup Property

Ruang lingkup dari property di Indonesia disesuaikan dengan keinginan,

kebutuhan, motivasi, lokasi, serta jenis, desain dan pembatasan zoning dari

property. Dalam hal ini property dapat digolongkan dalam lima jenis pasar

property berdasarkan tujuan pemanfaatannya, yaitu Residental (tempat hunian),

bangunan komersial (tempat usaha), industri dan bangunan penelitian dan

pengembangan, pertanian, perkebunan, peternakan, pertambangan, pengolahan

kayu, dan pergudangan, serta property untuk tujuan khusus. Dalam penelitian ini,

ruang lingkup property hanya membahas bangunan komersial, serta property

untuk tujuan khusus. Hal ini dikarenakan bangunan komersial adalah property

yang lebih berkaitan dengan pembahasan dalam penulisan ini dibandingkan

dengan property yang lain.

Bangunan komersial sengaja dibangun untuk kepentingan komersial atau

bisnis, yaitu untuk mencari laba. Bentuk-bentuk bangunan komersial pada

umumnya tidak dimaksudkan sebagai tempat hunian atau tempat tinggal tetap,

seperti residental. Contohnya seperti bangunan perkantoran, industri pelayanan

dan pusat profesional, pusat perbelanjaan, hotel, motel, kondotel, dan superblok.

a. Bangunan Perkantoran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kantor adalah

balai (gedung,rumah,ruang) tempat mengurus suatu pekerjaan

94

Ibid,

54

(perusahaan) tempat bekerja. Pengertian lain mengenai kantor yaitu,

kantor adalah sebuah unit organisasi yang terdiri dari tempat, personil

dan operasi ketatausahaan untuk membantu pimpinan organisasi.95

Bangunan perkantoran dapat berupa satu gedung tunggal yang

ditempati satu perusahaan ataupun satu gedung perkantoran yang di

dalamnya terdiri atas kantor-kantor dari berbagai perusahaan yang

menempati masing-masing lantai atau masing-masing ruangan terpisah

di dalam gedung tersebut. Tiap ruang kerja perkantoran telah

dilengkapi dengan ruang untuk mesin-mesin, kantin, ruang rapat,

ruang arsip, ruang perpustakaan, dan ruang untuk aktivitas penunjang

lainnya.96

b. Industri Pelayanan dan Pusat Profesional

Industri pelayanan atau industri jasa memiliki karakteristik

yang berbeda dengan industri manufaktur yang memproduksi barang.

Industri pelayanan mendapatkan keuntungan dari pemberian jasa

pelayanan kepada masyarakat sehingga industri ini harus memiliki

kepekaan terhadap keinginan dan perasaan manusia yang

menggunakan jasanya. Hal inilah yang membuat industri pelayanan

memilihi kebutuhan jenis gedung/bangunan yang berbeda dengan

industri manufaktur. Contoh gedung yang tderkait dengan industri

pelayanan adalah Rumah Sakit.97

95

http://artikelampuh.blogspot.com/2013/10/pengertian-tujuan-dan-fungsi-kantor.html, dikases

pada tanggal 6 juli 2014 jam 11.01 96

Serfiyanto Dibyo Utomo, op.cit., hlm 32 97

Ibid, hlm 33

55

c. Pusat Perbelanjaan

Pusat perbelanjaan adalah suatu pertokoan (perbelanjaan)

terencana yang dikelola leh suatu manajemen pusat, yang menyewakan

unit-unit kepada pedagang dan mengenai hal-hal tertentu

pengawasannya dlakukan oleh manajer yang sepenuhnya bertanggung

jawab kepada pusat perbelanjaan tersebut (Nadine Bednington, 1982).

Sistem sirkulasi dan penempatan pusat perbelanjaan dibedakan

berdasarkan sistem banyak koridor, sistem plaza, dan sistem mal. Di

dalam sistem banyak koridor, terdapat banyak koridor tanpa penjelasan

orientasi dan penekanan segingga semua dianggap sama, dan bagian

yang strategis hanya bagian depat yang dekat dengan entrance saja,

contohnya Pasar Senen dan Pusat Grosir Surabaya.98

d. Hotel

Hotel adalah salah satu jenis akomodasi yang mempergunakan

sebagian atau keseluruhan bagian ntuk jasa pelayanan penginapan,

penyedia makanan dan minuman serta jasa lainnya bagi masyarakat

umum yang dikelola secara komersil.99

Ada tiga jenis hotel, yaitu city

hotel, residental hotel, dan resort hotel.

City hotel berlokasi di daerah perkotaan, dan pada umumnya

diperuntuhkan bagi masyarakat yang ingin menginap atau tinggal

sementara dalam jangka waktu pendek. City hotel disebut juga Transit

98

San-Interior, “Pengertian dan Sistem Sirkulasi”, www.shopingmall.blogspot.com, 13/2/2014

jam 10.26 99

Lihat keputusan Menteri Parpostel Nomor 94/HK.103/MPPT/1987 tentang Ketentuan Usaha dan

Penggolongan Hotel

56

Hotel karena biasanya dihuni para pelaku bisnis yang memanfaatkan

fasilitas dan pelayanan bisnis yang disediakan pihak hotel. Residental

hotel berlokasi di daerah pinggiran kota besar yang jauh dari

keramaian kota, tetapi masih mudah mencapai tempat-tempat kegiatan

usaha. Hotel jenis ini berlokasi di daerah-daerah yang sejuk dan

bernuansa tenang, karena diperuntukkan bagi masyarakat yang ingin

tinggal dalam jangka waktu lama. Resort hotel adalah hotel tempat

peristirahatan yang berlokasi di daerah pegunungan atau di tepi pantai,

di tepi danau, atau di tepi aliran sungai. Resort hotel terutama

diperuntukkan bagi keluarga yang ingin beristirahat pada hari-hari

libur atau bagi mereka yang ingin berekreasi bersama keluarga.100

e. Motel

Motel berasal dari kata singkatan bahasa Inggris, motorists'

hotel adalah semacam hotel yang dikelola untuk melayani pelanggan

transit. Maknanya kira-kira, "tempat penampungan buat pendatang"

atau bisa juga "bangunan penyedia pondokan dan makanan untuk

umum". Dalam konsep motel, tamu yang menginap adalah pejalan

dengan kendaraan pribadi yang perlu bermalam. Motel selalu

menyediakan tempat parkir/garasi dan hampir selalu terletak di pinggir

kota, atau bahkan di luar kota. Bangunan publik ini sudah disebut-

sebut sejak akhir Perang Dunia II. Motel berkembang pertama kali di

Inggris dan Amerika. Fungsinya terutama adalah menyediakan

100

Serfiyanto Dibyo Utomo, op.cit., hlm 35-36

57

penginapan dan jasa-jasa lain bagi orang yang sedang dalam

perjalanan. Pada awalnya, motel merupakan layanan dengan sisi sosial.

Seiring perkembangan zaman dan bertambahnya pemakai jasa, layanan

inap-makan ini mulai meninggalkan misi sosialnya. Tamu pun

dipungut bayaran. Sementara bangunan dan kamar-kamarnya mulai

ditata sedemikian rupa agar membuat tamu betah. Meskipun demikian,

bertahun-tahun standar layanan motel tak banyak berubah.101

f. Kondotel

Seperti singkatannya, kondotel atau kondo hotel ini merupakan

bangunan yang terdiri dari unit-unit layaknya apartemen. Tiap unit

memiliki dapur, ruang duduk atau kamar tergantung tipe yang ada.

Pada beberapa kondotel, ada juga tipe studio. Tiap kondotel dapat

menawarkan tipe yang berbeda-beda. Pada condotel biasanya

disediakan fasilitas-fasilitas seperti seperti kolam renang, spa, restoran,

meeting rooms dan fasilitas lain seperti yang disediakan hotel

berbintang, semua ditujukan untuk kenyamanan pengunjung. Tiap unit

ini kemudian dijual kepada investor. Selanjutnya, unit-unit dikelola

oleh operator hotel yang akan memasarkan dan menyewakan secara

harian kepada tamu-tamu yang akan menginap di kondotel ini.

Kondotel akan difungsikan seperti hotel berbintang. Secara sederhana,

101

http://id.wikipedia.org/wiki/Motel, diakses pada tanggal 6 Juli 2014 jam 11.10

58

kondotel dapat diartikan seperti kondominium atau apartemen yang

diolah dan disewakan seperti hotel.102

g. Superblok

Superblok adalah suatu kawasan urban yang dirancang secara

terpadu (integrated development), berdensitas cukup tinggi dalam

konsep tata guna lahan yang bersifat campuran (mixed-use). Salah satu

kunci terpenting keberhasilan superblok adalah keberhasilan

mekanisme control urban design guidline (UDGL) yang memuat

regulasi pengembangan yang membangun gedung di kawasan

superblok. Akibatnya, keinginan untuk mendapatkan kawasan yang

nyaman, manusiawi, dan inovasi secara desain, tidak sepenuhnya

terjadi sehinggga superblok hanya menjadi kumpulan blok gedung

yang bergabung dalam satu kawasan besar tanpa hubungan yang

positif.103

Sedangkan Property untuk tujuan khusus adalah property yang dibangun

untuk memenuhi kebutuhan masayrakat yang bersifat khusus seperti

pembangunan gedung sekolah, tempat ibadah, ruang pertemuan, lapangan golf,

tempat hiburan, bioskop, kebun binatang, bandar udara, terminal bus, stasiun

kereta api, dan lain-lain. Desian property jenis ini mempunyai ciri khas sehingga

mudah dikenal masyarakat.

102

http://propertynesa.blogspot.com/2013/02/pengertian-kondotel-condotel-condominium.html,

diakses pada tanggal 6 Juli 2014 jam 11.13 103

Superblok Sebagai Model Kendali Pembangunan Kota, www.ridwankamil.wordpress.com,

diakses tanggal 13/2/2014 jam 13.07

59

4. Pengertian Perseroan Terbatas

Pengertian tentang Perseroan Terbatas secara tegas dapat ditemukan dalam

ketentuan umum UU PT 1995 maupun dalam ketentuan umum UU PT 2007.

Pasal 1 butir 1 UU PT 1995 menyebutkan bahwa :

“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan

hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha

dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan

memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta

peraturan pelaksanaannya.”

Definisi Perseroan Terbatas di atas kemudian mengalami sedikit

penyempurnaan dalam UU PT 2007 dengan adanya penambahan frase baru, yakni

“ pesekutuan modal”, sehingga definisinya secara lengkap dalam Pasal 1 butir 1

UU PT 2007 berbuyi :

“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan

hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan

perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang

seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang

ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaanya.”

Pendirian Perseroan Terbatas harus dengan akta notaris dan memiliki

anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang harus disahkan oleh Menteri

Hukum dan HAM, dan kewajiban mendaftarkan/mengumumkan berada dipundak

60

direksi. Selanjutnya didaftarkan ke Kementerian Perindustrian dan

Perdagangan.104

5. Jenis-Jenis Perseroan Terbatas

Di dalam praktinya dikenal beberapa jenis dari perusahaan Perseroan

Terbatas, diantaranya adalah :

- Perseroan Terbatas yang Tertutup, ialah perseroan dimana tidak setiap

orang dapat ikut serta dalam modalnya dengan memberi satu atau

beberapa saham. Suatu kriteria untuk dapat mengatakan adanya perseroan

tertutup ialah bahwa surat sahamnya seluruhnya dikeluarkan atas nama

PT. dalam akta pendirian sering dimuat ketentuannya yang mengatur

siapa-siapa yang diperkenankan ikut dalam modal. Tetapi yang sering

terjadi ialah bahwa yang diperkenankan membeli surat saham ialah hanya

orng-orang yan mempunyai hubungan, seperti hubungan keluarga.

- Perseroan Terbatas yang Terbuka, ialah Perseroan Terbatas yang terbuka

untuk setiap orang. Seseorang dapat ikut serta dalam modalnya dengan

membeli satu/lebih surat saham lazimnya tidak tertulis atas nama.

- Perseroan Terbatas Umum, ialah Perseroan Terbuka, yang kebutuhan

modalnya didapat dari umum dengan jalan dijual sahamnya dalam bursa

(Pasar Modal).

- Perseroan Terbatas Perseorangan, ialah Perseroan Terbatas yang mungkin

sekali semua saham jatuh disatu tangan sehingga hanya ada seorang

pemegang saham saja yang menjadi direkturnya.105

104

Zainal Asikin, Hukum Dagang, Rajagrafindo Persada, Jakarta : 2013, hlm 58

61

Itulah penjelasan seputar konsep akad musyārakah mutanāqişah yang

dimulai dari teori akad, teori syirkah, dan konsep musyārakah mutanāqişah, yang

kemudian dilanjutkan pada pejelasan seputar teori property, ruang lingkup

property dalam lingkup bangunan komersial, dan property dengan tujuan khusus

karena pada pembahasan dari penulisan ini meliputi property yang bersifat

komersial dan penjelasan teori PT.

105

Ibid, hlm 59