Tinjauan Teori Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) fix
Transcript of Tinjauan Teori Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) fix
16
BAB II
TINJAUAN TEORI AKAD MUSYĀRAKAH MUTANĀQIŞAH, PROPERTY,
DAN PERUSAHAAN PERSEROAN TERBATAS
A. KONSEP AKAD MUSYĀRAKAH MUTANĀQIŞAH
1. Pengertian Akad
Dalam setiap transaksi yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih pasti
didalamnya ada suatu perjanjian yang mengikat keduanya, hal itu tertera pada
suatu klausul akad atau perjanjian.
Akad dalam bahasa Arab berarti „ikatan‟ (atau pengencangan dan
penguatan) antara beberapa pihak dalam hal tertentu. Dalam kitab al-Mishbah al-
Munir dan kitab-kitab bahasa lainnya disebutkan : „aqada al-habl (mengikat tali)
atau „aqada al-„ahd (mengikat perjanjian) fan‟aqada (lalu terikat). Pengertian
secara bahasa ini tercakup kedalam pengertian secara istilah untuk kata-kata akad.
Menurut fuqaha, akad memiliki dua pengertian : umum dan khusus.15
Pengertian umum lebih dekat dengan pengertian secara bahasa dan
pengertian ini tersebar di kalangan fuqaha Malikiyyah, Syafi‟iyyah, dan
Hanabillah, yaitu setiap sesuatu yang ditekadkan oleh seseorang untuk
melakukannya baik muncul dengan kehendak sendiri seperti wakaf, ibra
(pengguguran hak), talak dan sumpah, maupun yang membutuhkan dua kehendak
15
Wahbah Az-zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu, Gema Insani, Jakarta :2011, Jilid IV, hlm 420
17
dalam menciptakannya seperti jual beli, sewa-menyewa, pewakilan, dan
jaminan.16
Adapun pengertian khusus yang dimaksudkan di sini ketika membicarakan
tentang teori akad adalah hubungan antara ijab (pewajiban) dengan qabul
(penerimaan) secara syariat yang menimbulkan efek terhadap objeknya. Atau
dengan kata lain, berhubungannya dengan ucapan salah satu dari dua orang yang
berakad dengan yang lain menimbulkan efeknya terhadap objek.17
Apabila seseorang berkata kepada orang lain “saya jual buku ini padamu”,
ini disebut dengan ijab. Lalu ketika orang lain tersebut berkata “saya beli”, ini
disebut dengan qabul. Apabila qabul telah terikat dengan ijab dan kedua orang
tersebut termasuk orang-orang yang memiliki al-ahliyyah yang diakui secara
syariat maka terjadilah efek dari jual beli itu terhadap objeknya (yang dalam ini
adalah buku), yaitu berpindahnya kepemilikan barang tersebut kepada si pembeli
dan berhaknya si penjual terhadap harga yang berada dalam tanggungan si
pembeli. Ijab dan qabul adalah perbuatan yang menunjukan kepada ridha melalui
proses akad. 18
Adapun pengertian lain dari akad adalah perikatan atau perjanjian yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih mengenai transaksi tertentu yang diatur
hukum Islam atas dasar saling merelakan untuk terjadinya perpindahan hak milik
objek tertentu disebabkan manfaat yang diperoleh kedua belah pihak dan
berakibat hukum yang sama.19
16
Ibid, 17
Ibid, 18
Ibid, hlm 420-421 19
Muhamad Asro dan Muhamad kholid, Fiqh Perbankan, Pustaka Setia, Bandung : 2013, hlm 74
18
Merujuk pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwasannya pengertian
akad adalah perjanjian atau perikatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih
dengan tekad yang berbentuk ijab dan qobul atas dasar merelakan sesuatu dalam
transaksi tertentu untuk terjadinya perpindahan hak milik objek tertentu.
2. Rukun Akad
Rukun adalah unsur-unsur yang membentuk sesuatu, sehingga sesuatu itu
terwujud karena adanya unsur-unsur tersebut yang membentuknya. Seperti rumah,
terbentuk karena adanya unsur-unsur yang membentuknya, seperti fondasi, tiang,
lantai, atap, dinding, dan seterusnya.20
Dalam muamalah, ijab dan qabul atau yang
menggantikan keduanya adalah rukun akad. Jadi, rukun akad adalah segala
sesuatu yang mengungkapkan kesepakatan dua kehendak atau yang menggantikan
posisinya baik berupa perbuatan, isyarat maupun tulisan. Kalangan Hanafiyah
berpendapat bahwa akad memiliki tiga rukun yaitu „Aqidain (Dua Orang yang
Berakad) , ma‟qud „alaih (objek yang diakadkan), dan shigat.21
Dalam buku
Hukum Perjanjian Syariah yang ditulis oleh Syamsul Anwar terdapat rukun akad
yang terakhir, yaitu maudhu (tujuan akad), hal ini berdasarkan pendapat dari ahli
hukum Islam kontemporer.
a. „Aqidain (Dua Orang yang Berakad)
„Aqid (pengakad) atau „aqidain adalah kedua pihak yang
melakukan akad dengan pernyataan ijab dan qabul.22
Kedua pihak
yang melakukan akad („aqidain) disyaratkan agar keduanya sama
20
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, Rajawali Pers, Jakarta : 2010, hlm 95 21
Wahbah zuhaili, op.cit., hlm 430 22
http://eprints.walisongo.ac.id/1436/4/072311022_Bab2.pdf, diakses pada tanggal 24/6/2014 jam
20.28
19
sama mempunyai hak milik, sempurna pemilikannya, atau menjadi
wakil keuda-duanya yang sempurna perwakilannya. Salah satu atau
kedua-duanya tidak boleh dibawah pengampuan. Orang dungu bagi
fuqaha yang mengatakan bahwa orang tersebut harus berada di
bawah pengampuan.23
Menurut Syamsul Anwar dalam bukunya Hukum Perjanjian
Syariah, para pihak harus memenuhi dua syarat, yaitu 1) memiliki
tingkat kecakapan hukum yang disebut tamyiz, dan 2) adanya
berbilang pihak.
Dalam hukum islam, kecakapan hukum disebut al-ahliyyah
yang berarti kelayakan. Atas dasar itu, kecakapan hukum
didefinisikan sebagai kelayakan seseorang untuk menerima hukum
dan bertindak hukum, atau sebagai “kelayakan seseorang untuk
menerima hak dan kewajiban dan untuk diakui tindakan-
tindakannya secara hukum syariah.24
Mengenai usia tamyiz dalam fiqih dinyatakan mulai sejak
usia tujuh tahun. Ketentuan ini juga harus dipandang sebagai
tamyiz dalam kaitan dengan masalah ibadah. Untuk lapangan harta
kekayaan, menurut Syamsul Anwar, diperlukan usia lebih besar,
tetapi belum matang (ar-rusyd), yaitu usia 12 tahun hingga 18
tahun. Hal ini didasarkan pada pendapat dalam al-mughni bahwa
23
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, jilid IV, Pustaka Amani, Jakarta : 1995, hlm 103 24
Syamsul Anwar, op.cit., hlm 109
20
anak dapat melakukan tindakan yang murni menguntungkan pada
usia 12 tahun.25
Kemudian syarat selanjutnya adalah harus berbilang pihak,
karena akad itu adalah pertemuan ijab dari salah satu pihak dan
qabul dari pihak lain. Perjanjian (akad) tidak akan tercipta dengan
hanya ada satu pihak yang membuat ijab saja atau qabul saja,
sebab dalam setiap akad selalu harus ada dua pihak.26
b. Ma‟qud „alaih (objek yang diakadkan)
Ma‟qud „alaih (objek yang diakadkan). Objek ini bisa
berupa harta yang dapat dijual, yang dijaminkan, dan yang
dihibahkan, dan bisa juga berbentuk benda yang bukan bersifat
harta seperti wanita dalam akad nikah. Bisa pula berbentuk
manfaat seperti manfaat benda yang disewakan dalam penyewaan
barang, seperti rumah atau gedung dan manfaat dari orang dalam
penyewaan dan pengupahan kerja.27
Dalam kaitan objek akad, objek akad itu ada ketika akad
dilakukan. Akad tidak sah dilakukan terhadap sesuatu yang
ma‟dum (tidak ada) seperti menjual tanaman sebelum tampak
hasilnya. Kemudian akad tidak sah apabila dilakukan terhadap
sesuatu yang mengandung risiko untuk tidak ada, seperti halnya
menjual hewan dalam kandungan sebelum ia lahir. Atau akad tidak
25
Ibid, hlm 115 26
Ibid, hlm 121 27
Wahbah Az-zuhaili, hlm 492
21
akan sah jika dilakukan untuk sesuatu yang mustahil ada di masa
akan datang seperti akad dengan seorang dokter untuk
menyembuhkan penyakit orang yang sudah mati. Namun para
fuqaha mengecualikan pada akad salam, ijārah, musaqah, dan
istishna dimana objek yang diakadkan tidak ada ketika akad
terjadi. Akad-akad ini dibolehkan karena melihat kebutuhan
manusia pada akad-akad tersebut.28
Atas kesepakatan para fuqaha pun disyaratkan adanya
kemampuan untuk menyerahkan barang saat akad terjadi. Maka,
sebuah akad tidak sah apabila si pengakad tidak mampu
menyerahkan objek yang diakadkan, meskipun barang itu ada dan
milik si pengakad. Dalam kondisi ini akad menjadi batal. Seperti
menjual hewan yang lepas, atau menyewakannya, dan
sebagainya.29
Sementara itu objek akad pun menurut para fuqaha mesti
diketahui untuk menghalangi adanya perselisihan dikarenakan
larangan yang disebutkan di dalam sunnah untuk melakukan bai‟
gharar (jual beli yang mengandung gharar) dan bai‟ majhul (jual
beli terhadap sesuatu yang tidak diketahui). 30
28
Ibid, hlm 493-494 29
Ibid, hlm 497 30
Ibid, hlm 498
22
c. Shigat
Shigat akad adalah sesuatu yang disandarkan dari dua pihak
yang berakad yang menunjukan isi hati keduanya tentang
terjadinya akad, yang ditunjukankan dengan lisan, tulisan,
perbuatan, dan isyarat. Unsur-unsur dimaksud disebut dengan ijab
dan qabul.31
Ijab adalah sesuatu pernyataan kehendak yang pertama
muncul dari suatu pihak untuk melahirkan suatu tindakan hukum,
yang dengan pernyataan kehendak tersebut ia menawarkan
penciptaan hukum yang dimaksud dimana bila penawaran itu
diterima oleh pihak lain maka terjadilah akad. Ijab disyaratkan
harus jelas maksudnya dan isinya harus tegas. Maksudnya harus
jelas artinya bahwa ungkapan baik lisan, tulisan, isyarat maupun
lainnya yang digunakan untuk menyatakan ijab dalam setiap akad
menunjukan jelas jenis akad yang dikehendaki, karena akad itu
satu sama lain berbeda baik tujuan hukumnya maupun akibat
hukum yang timbul. Oleh karena ini, akad yang dimaksud dan
akibat hukum apa yang hendak diciptakan haruslah jelas. Ijab
sebagai penawaran itu juga harus tegas menhatakan kehendak,
artinya ungkapan seseorang yang menyampaikan ijab tidak
31
Muhamad Asro dan Muhamad Kholid, op.cit., hlm 75
23
dibarengi dengan hal-hal yang menunjukan ketidaksungguhan
untuk melahirkan suatu akad.32
Sedangkan qabul adalah pernyataan kehendak yang
menyetujui ijab dan yang dengannya tercipta sutatu akad. Seperti
halnya ijab, qabul disyaratkan kejelasan maksud, ketegasan isi, dan
didengar atau diketahui oleh pihak lain. Bila ijab ditujukan kepada
pihak tertentu, maka qabul hanya sah dari pihak tersebut, dalam
arti bilamana diberikan qabul oleh pihak lain yang bukan pihak
yang kepadanya ijab ditujukan, maka tidak tercipta akad.33
Pernyataan kehendak/ shigat ini disyaratkan dua syarat,
yaitu 1) adanya persesuaian ijab dan qabul yang menandai adanya
persesuaian kehendak sehingga terwujud kata sepakat, dan 2)
persesuaian kehendak (kata sepakat) itu dicapai dalam satu majelis
yang sama, dengan kata lain syarat yang kedua ini adalah adanya
kesatuan majelis akad. Tidak terjadi pertemuan ijab dan qabul
apabila keduanya berbeda dalam hal objeknya, atau objeknya sama
akan tetapi qabul hanya mencakup sebagian. Dengan demikian,
tidak tercipta akad apabila qabul berisi penambahan, pengurangan
atau perubahan terhadap ijab.34
Syarat selanjutnya dari shigat adalah adanya kesatuan
majelis akad. Dengan kata lain, penutupan akad harus terjadi dalam
satu majelis yang sama. Karena dalam menutup perjanjian
32
Syamsul Anwar, op.cit., hlm 127-129 33
Ibid, hlm 132 34
Ibid, hlm 144
24
mungkin terjadi bahwa pihak saling berhadapan atau mungkin
sebaliknya berada di tempat berlainan. Tempat dan waktu di mana
kedua belah pihak berada saat negosiasi yang dimulai dari saat
diajukannya ijab dan berlangsung selama mereka tetap fokus pada
masalah perundingan perjanjian serta berakhir dengan
berpalingnya mereka dari negosiasi tersebut dalam hukum Islam
disebut majelis akad. Teori majelis akad ini secara umum
dimaksudkan untuk menentukan kapan dan di mana akad terjadi
dan secara khusus untuk menentukan kapan qabul dapat diberikan
dan untuk memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak guna
mempertimbangkan akad itu. Oleh karena itu, dirumuskan teori
majelis akad yang memberikan ruang waktu yang masuk akal agar
qabul dapat disampaikan dan bertemu dengan ijab.35
d. Maudhu (Tujuan Akad)
Tujuan akad merupakan satu dari empat fondasi yang mesti
ada pada setiap akad. Yang dimaksud dengan tujuan akad adalah
tujuan asli yang karenanya akad itu disyaratkan. Tujuan akad
bersifat satu dan tetap dalam setiap unit atau jenis akad. Contohnya
dalam akad jual beli, tujuannya adalah satu yaitu memindahkan
kepemilikan barang kepada sipembeli dengan kompensasi
(harga).36
35
Ibid, hlm 146-148 36
Wahbah Az-zuhaili, op.cit., hlm 500
25
Tujuan akad ini adalah penambahan hasil ijtihad ahli-ahli
hukum Islam kontemporer dengan melakukan penelitian induktif
terhadap berbagai kasus kebatalan akad dalam berbagai karya pra
modern hukum Islam. Dalam hal ini tujuan akad tidak bertentangan
dengan syara‟, apabila bertentangan dengan syara‟ akad menjadi
batal.37
Dalam hukum perdata pun dijelaskan adanya syarat subyektif dan syarat
obyektif dari perjanjian, syarat-syarat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Syarat subyektif
Syarat subjektif ini terdiri dari dua syarat, yaitu adanya kata
sepakat kedua belah pihak yang melakukan perjanjian dan adanya
kecakapan untuk bertindak dari masing masing pihak.38
Kedua belah pihak ini disebut subjek hukum yang
mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan tindakan hukum.
Dalam dunia hukum, subjek hukum terdiri dari manusia dan badan
hukum.
Didalam hukum, perkataan perorangan atau orang (person),
berarti pembawa hak/kewajiban atau subjek dalam hukum.
Berlakunya seseorang sebagai pembawa hak, mulai dari dia
dilahirkansampai dia meninggal dunia.39
37
Syamsul Anwar, op.cit., hlm 106 38
Benyamin Asri dan Thabrani Asri, Tanya-Jawab Pokok-Pokok Hukum Perdata dan Hukum
Agraria, Armico, Bandung : 1987, hlm 77 39
Zaeni Asyhadie, dkk , Pengantar Ilmu Hukum, Rajagrafindo Persada, Jakarta : 2013, hlm 61
26
Disamping orang-orang, suatu badan atau perkumpulan
dapat juga memiliki hak dan dapat melakukna perbuatan hukum
seperti halnya manusia. Badan atau perkumpulan ini mempunya
harta kekayaan sendiri, ikut serta dalam perbuatan hukum dan
dapat juga di gugat dan menggugat di pengadilan dengan
perantaraan pengurusnya. Badan atau perkumpulan yang demikian
ini disebut dengan Badan Hukum.40
Menyangkut kecakapan untuk bertindak dari masing-
masing pihak, ada beberapa golongan orang yang oleh hukum telah
dinyatakan tidak cakap atau kurang cukup untuk bertindak sendiri
dalam melakukan perbuatan perbuatan hukum (mereka disebut
handelingsonbekwaam), tetapi mereka harus diwakili atau dibantu
oleh orang lain. Mereka itu adalah orang yang masih dibawah umur
(belum mencapai usia 21 tahun) atau belum dewasa, orang yang
tak sehat pikirannya (gila), pemabuk, dan pemboros, yakni mereka
yang ditaruh dibawah curatele (pengampuan) dan orang
peremnpuan dalam pernikahan (wanita kawin).41
Dengan demikian, dapat disimpulkan orang-orang atau
dalam badan hukum terdapat orang-orang curatele (pengampuan),
mereka tidak dapat melakukan perbuatan hukum tanpa diwakili
dan dibantu oleh yang cakap hukum.
40
Ibid, hlm 63 41
C.S.T Kansil dan Cristine S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta :
2011, hlm 100
27
b. Syarat Obyektif
Syarat obyektif dari perjanjian terdiri dari dua syarat, yaitu
adanya hal tertentu, misalnya benda.42
Menurut hukum perdata benda
adalah segala barang-barang dan hak-hak yang dapat dimiliki orang
(vide pasal 499 KUHS).43
Syarat yang kedua adalah adanya causa (isi,
sebab) yang halal.44
Pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan
pengertian orzaak (causa yang halal). Di dalam Pasal 1337 KUH
Perdata hanya disebutkan causa yang terlarang. Suatu sebab adalah
terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan
ketertiban umum. Sebab yang halal inilah yang menjadi tujuan para
pihak yang membuat perjanjian. Perjanjian tanpa sebab yang halal
adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
Yang di maksud dengan halal atau yang diperkenankan oleh undang-
undang menurut Pasal 1337 KUH Perdata adalah “persetujuan yang
tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan
kesusilaan”.45
Dapat disimpulkan bahwasanya akad akan tercipta apabila „aqidain
melakukan shigat pada satu majelis dengan kejelasan dan ketegasan dalam ijab
dan qabul serta dengan adanya objek akad pada saat akad dilakukan dengan syarat
42
Benyamin Asri dan Thabrani Asri, op.cit., hlm 77 43
Kansil, op.cit., hlm 101 44
Benyamin Asri dan Thabrani Asri, op.cit., hlm 77 45
http://id.shvoong.com/law-and-politics/2230796-pengertian-causa-yang-halal-
dalam/#ixzz36di28Jg7, di akses pada tanggal 5 Juli 2014, jam 11.28
28
objek tersebut harus terhindar dari sesuatu yang membatalkan akad seperti tidak
adanya objek akad (ma‟dum).
Menurut hukum perdata, perjanjian tidak akan tercipta apabila didalamnya
tidak terpenuhi syarat subyektif dan syarat obyektif. Seseorang atau Badan hukum
dapat melakukan tindakan hukum apabila subyek hukum tersebut cakap hukum
dalam melakukan tindakan hukum, jika seseorang yang akan melakukan tindakan
hukum tersebut adalah seseorang curatele (pengampuan), maka ia harus diwakili
atau dibantu oleh seseorang yang cakap hukum, maka apabila tidak, hukum tidak
akan berlaku. Hukum pun tidak akan berlaku apabila tidak ada obyek hukum
seperti suatu benda atau barang, dan dalam perjanjian haruslah ada causa yang
halal, artinya sebab melakukan perbuatan hukum tidak merujuk pada perbuatan
hukum yang dilarang oleh undang-undang, seperti melanggar aturan undang-
undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
3. Syarat Terbentuknya akad (Syuruth al-in‟iqad)
Menurut Syamsul Anwar dalam bukunya Hukum Perjanjian Syariah,
masing-masing rukun yang membentuk akad memerlukan syarat-syarat agar
rukun itu dapat berfungsi membentuk akad. Dalam hukum islam, syarat-syarat
dimaksud dinamakan syarat-syarat terbentuknya akad (Syuruth al-in‟iqad).
Syarat-syarat tersebut yaitu tamyiz, berbilang pihak, persesuaian ijab dan qabul,
kesatuan majelis akad, obyek akad dapat diserahkan, obyek tertentu atau dapat
ditentukan, obyek akad dapat ditransaksikan, dan tujuan akad tidak bertentangan
dengan syara‟.46
46
Syamsul Anwar, op.cit., hlm 98
29
4. Syarat keabsahan akad (syuruth ash-shihah)
Yang dimaksud dengan syarat sahnya suatu akad adalah segala sesuatu
yang disyaratkan agar sebuah akad mempunyai efek secara syariat. Jika syarat
tersebut tidak ada maka akad tersebut fasid dan cacat pada salah satu bagiannya
meskipun akad itu sendiri ada dan terjadi. Menurut Hanafiyah, disyaratkan tidak
boleh mengandung salah satu dari enam cacat yaitu jahalah (ketidakjelasan
barang), ikrah (pemaksaan), tawqit (hanya bersifat sementara), gharar (gharar
sifat), dharar (mudharat), dan syarat fasid.47
Akad yang telah memenuhi rukunnya, syarat terbentuknya, dan syarat
keabsahannya dinyatakan sebagai akad yang sah. Apabila rukun dan syarat
terbentuknya akad telah dipenuhi, akad tidak sah, akad ini disebut dengan akad
fasid. Menurut ahli-ahli hukum Hanafi, akad fasid adalah akad yang menurut
syarat sah pokoknya, tetapi tidak sah sifatnya. Maksudnya adalah akad yang telah
memenuhi rukun dan syarat terbentuknya, tetapi belum memenuhi syarat
keabsahannya.48
5. Syarat Nafadz dan Syarat Luzum
Syarat nafadz (berlaku) adalah syarat berlakunya sebuah akad, ada dua
syarat yang mesti dipenuhi, yaitu al-milk (kepemilikan) dan al-wilayah. Al-milk
adalah kepemilikan terhadap sesuatu dan si pemilik mampu untuk melakukan
47
Wahbah Az-zuhaili, op.cit., hlm 536 48
Syamsul Anwar, op.cit., hlm 100
30
tasharruf ketika tidak ada penghalang secara syariat. Sementara al-wilayah adalah
kewenangan yang bersifat syar‟i untuk sah dan berlakunya sebuah akad. Efek dari
syarat akad ini adalah objek akad mestilah milik si pengakad.49
Akad yang sudah sah harus memenuhi dua syarat yang berlakunya akibat
hukum, yaitu adanya kewenangan atas obyek akad, dan adanya kewenangan atas
tindakan hukum yang dilakukan.
Kewenangan sempurna atas obyek akad terpenuhi dengan para pihak
mempunyai kepemilikan atas obyek yang bersangkutan, atau mendapat kuasa dari
pemilik, dan pada obyek tersebut tidak tersangkut hak orang lain seperti obyek
yang sedang digadaikan atau disewakan. Sedangkan kewenangan atas tindakan
hukum terpenuhi dengan para pihak telah mencapai tingkat kecakapan bertindak
hukum yang dibutuhkan bagi tindakan hukum yang dilakukannya. 50
Menurut hemat penulis, yang dimaksud dengan syarat nafadz adalah syarat
yang berkaitan dengan kepemilikan dan kewenangan atas obyek akad yang
bersangkutan.
Syarat luzum, artinya akad itu bersifat mengikat. Akad tersebut disyaratkan
tidak memiliki khiyar (opsi) apa pun yang memungkinkan salah satu pengakad
untuk membatalkan akad.51
49
Wahbah Az-zuhaili, op.cit., hlm 537 50
Syamsul Anwar, op.cit., hlm 102 51
Wahbah Az-zuhaili, op.cit., hlm 537
31
6. Teori Syirkah
a. Pengertian Syirkah
Pengertian musyārakah atau syirkah secara bahasa berarti al-
ikhtilāṭ atau penggabung atau pencampuran. Menurut ulama fiqh,
syirkah secara istilah adalah penggabungan harta untuk dijadikan
modal usaha dan hasilnya yang berupa keuntungan atau kerugian
dibagi bersama.52
Musyārakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu, dimana masing masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko
akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.53
Adapun
pengertian menurut para ulama adalah sebagai berikut :54
- Menurut Malikiyah:
ا حذ ي كم أ ر ا ا ا فس ا يعا ا ف انخصشف ن ار ف نصا حب ك انشش
ف ف ي خصش اا ا يع ابماء حك انخصشف نكم ي ا ل ن
Artinya :
“Perkongsian adalah izin untuk mendayagunakan (taṣarruf) harta yang
dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya, yakni keduanya saling
mengizinkan kepada salah satunya untuk mendayagunakan harta milik keduanya,
namun masing-masing memiliki hak untuk ber-taṣarruf.”
52
Sayyid Syabiq, Fiqh Al-sunnah, Dar al-Fath al-A‟lami al-Arobi, Beirut : 2000, Vol. III, hlm 202 53
M Syafi‟i Antonio, Bank Syariah : Wacana Ulama dan Cendikiawan, Tazkia Institute, Bogor :
1999, Hlm 187 54
Rachmat Syafe‟I, Fiqh Muamalah, Pustaka setia, Bandung : 2001, hlm 183-185
32
- Menurut Hanabilah :
ف حصش اع ف اسخحماق ا ال جخ
Artinya :
“Perhimpunan adalah hak (kewenangan) atau pengolahan harta.”
- Menurut Hanafiyah :
بح انش ال ف سأط ان خشاس ك ان عمذ ب عباسة ع
Artinya :
“Ungkapan tentang adanya transaksi (akad) antara dua orang yang
bersuku pada pokok harta dan keuntungan.”
Dengan demikian pengertian dari musyārakah adalah akad
kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam
perhimpunan hak dan pengolahan harta, kemudian orang yang berakad
saling mengizinkan untuk pengelolaan harta tersebut dalam tujuan
mendapatkan keuntungan dengan pembagian risiko yang sesuai dengan
kesepekatan bersama.
b. Batasan dan Posisi Syirkah
Dalam pelaksanaan akad di perbankan syariah, akad dibagi
menjadi dua macam, yaitu akad tabarru dan akad tijarah. Akad
tabarru adalah akad yang berorientasikan pada non-profit (non-profit
orientied), maksudnya akad ini bertujuan pada pelaksaan akad yang
mengandung unsur sosial (social orientied).
33
Dalam akad tabarru, pihak yang membuat kebaikan tersebut
tidak berhak mensyaratkan imbalan apa pun kepada pihak lainnya.
Imbalan dari akad tabarru adalah dari Allah SWT, bukan dari
manusia. Namun, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta
kepada counterpart-nya untuk sekedar menutupi biaya yang
dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad tabarru tersebut.55
Sedangkan akad tijarah adalah akad yang berorientasikan pada
profit/keuntungan (profit orientied), maksud dari akad ini mempunyai
tujuan keuntungan pada pelaksanaan akad yang dilakukan.
Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperolehnya,
akad tijarah dibagi menjadi dua kelompok umum, yaitu Natural
Uncertainty Contracts, dan Natural Certainty Contracts. Dalam
Natural Certainty Contracts, kedua belah pihak saling
mempertukarkan asset yang dimilikiya. Oleh karena itu, objek
pertukarannya, baik barang maupun jasa harus ditetapkan di awal akad
dengan pasti, baik jumlahnya, mutunya, harhganya, maupun waktu
penyerahannya.56
Sedangkan dalam Natural Uncertainty Contracts, pihak-pihak
yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya, baik real asset
maupun financial asset menjadi satu kesatuan, kemudian menanggung
risiko bersama-sama untuk mendapat keuntungan. Oleh karena itu,
55
Muhamad Asro dan Muhamad Kholid, op.cit., hlm 82 56
Ibid, hlm 85
34
kontrak ini tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari
segi jumlah maupun waktunya.57
Akad syirkah dalam kaitannya terdapat dalam akad tijarah, hal
ini dikarenakan adanya bagi hasil yang didalamnya terdapat profit
orientied. Sedangkan apabila dilihat dari tingkat kepastian dari hasil
yang diperolehnya, akad musyārakah termasuk dalam Natural
Uncertainty Contracts.
c. Macam-macam Syirkah
Menurut Sayyid Sabiq, syirkah dibagi menjadi dua bagian,
yaitu syirkah amlak (kepemilikan), dan Syirkah Uqud (kerjasama).
Syirkah amlak yaitu adanya lebih dari satu orang memiliki satu
barang tanpa ada akad kerjasama. Syirkah amlak bisa terjadi lantaran
adanya inisiatif maupun lantaran ketetapan yang mengikat. Syirkah
amlak yang terjadi lantaran inisiatif adalah seperti dua orang diberi
suatu pemberian atau mendapatkan wasiat berupa sesuatu dan
keduanya menerima, maka barang yang diberikan atau diwasiatkan
menjadi milik mereka berdua melalui persekutuan dalam ber-syarikah.
Demikian pula jika keduanya membeli sesuatu dengan biaya yang
ditanggung bersama, maka barang yang dibeli menjadi milik
persekutuan diantara mereka berdua sebagai Syirkah amlak.58
Syirkah amlak ini dibagi menjadi dua bagian yaitu syirkah
ikhtiyar dan syirkah jabar. Syirkah ikhtiyar adalah syirkah yang lahir
57
Ibid, hlm 87 58
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid V, hlm 404
35
atas kehendak dua pihak yang besekutu, contohnya dua orang yang
membeli suatu barang, atau dua orang mendapatkan hibah atau wasiat.
Sedangkan syirkah jabar adalah persekutuan yang terjadi diantara dua
orang atau lebih tanpa sekehendak mereka. Seperti dua orang yang
mendapatkan sebuah warisan, sehingga barang yang menjadi warisan
tersebut menjadi hak milik kedua orang yang bersangkutan.59
Syirkah Uqud adalah transaksi yang dilakukan dua orang atau
lebih untuk menjalin persekutuan dalam harta dan keuntungan. Ini
adalah definisi syirkah menurut ulama Hanafiyyah.60
Sedangkan
menurut Sayyid Sabiq Syirkah Uqud adalah adanya dua pihak yang
melakukan kerjasama syirkah pada harta dan keuntungan yang
dihasilkan darinya.61
Menurut Sayyid Sabiq syirkah uqud dibagi menjadi empat
bagian, yaitu syirkah „inan, syirkah mufawadhah, syirkah abdan, dan
syirkah wujuh.62
Sedangkan menurut ulama Hanafiyah membagi
syirkah uqud menjadi enam, dengan perincian dua tahapan. Tahap
satu, syirkah uqud dibedakan menjadi tiga yaitu Syirkah amwal
(kongsi harta), syirkah „abdan (kongsi kerja/prestasi), syirkah wujuh
(kongsi kredibilitas), dan tahap kedua masing-masing syirkah tersebut
terdiri atas syirkah mufawadhah dan syirkah „inan.63
59
Wahbah Az-zuhaili, op.cit., hlm 442-443 60
Ibid, 61
Sayyid Sabiq, op.cit., hlm 405 62
Ibid, hlm 405 63
Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarak, Perkembangan akad Musyārakah, Kencana, Jakarta
:2012, hlm 21
36
Menurut Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarak, melihat
penjelasan diatas bahwasannya „inan dan mufawadhah dibedakan
secara bahasa. „inan berarti tidak sama/berbeda, sedangkan
mufawadhah diartikan sama.
Dengan demikian, pembagian ulama Hanafiyah mengenai
syirkah adalah sebagai berikut :64
- Syirkah amwal mufawadhah, yaitu penyertaan modal usaha dari
masing masing syarik dengan jumlah modal yang sama.
- Syirkah amwal „inan, yaitu penyertaam modal usaha dari masing-
masing syarik dengan jumlah modal yang berbeda.
- Syirkah „abdan mufawadhah, yaitu penyertaan keterampilan dari
masing-masing syarik sebagai modal usaha dengan keterampilah
kualitas yang sama.
- Syirkah “abdan “inan, yaitu penyertaan keterampilan dari masing-
masing syarik sebagai modal usaha dengan kualitas keterampilan
yang berbeda.
- Syirkah wujuh mufawadhah, penyertaan kredibilitas usaha atau
nama baik/reputasi dari masing-masing syarik sebagai modal
usahadengan kualitas kredibilitas yang sama.
- Syirkah wujuh „inan, penyertaan kredibilitas usaha atau nama
baik/reputasi dari masing-masing syarik sebagai modal usaha
dengan kualitas kredibilitas yang berbeda.
64
Ibid, hlm 21-22
37
Menurut hemat penulis bahwasannya syirkah amlak dapat terjadi dengan
tidak adanya akad kerjasama, namun akad syirkah ini terjadi ketika adanya
inisiatif dan ketetapan yang mengikat. Sedangkan Syirkah uqud dapat terjadi
karena adanya akad kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam
hal harta dan keuntungan. Adapun macam-macam dari syirkah amlak adalah
syirkah ikhtiyari dan syirkah jabar, dan macam-macam dari syirkah uqud adalah
syirkah amwal „mufawadhah, syirkah amwal „inan, syirkah „abdan mufawadhah,
syirkah „abdan mufawadhah, syirkah wujuh mufawadhah, dan syirkah wujuh
„inan.
7. Musyārakah Mutanāqişah
Musyārakah mutanāqişah merupakan produk turunan dari akad
musyārakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak atau lebih.
Kata dasar dari musyārakah adalah syirkah yang berasal dari kata syāraka-
yusyāriku-musyārakatan yang berarti kerjasama, perusahaan atau
kelompok/kumpulan. Musyārakah atau syirkah adalah merupakan kerjasama
antara modal dan keuntungan. Sementara mutanāqişah berasal dari kata tanāqaşa-
yatanāqişu-tanāquşan-mutanāqişun yang berarti mengurangi secara bertahap.65
Terdapat sejumlah istilah yang berbeda yang diperkenalkan oleh ulama :
pertama, syirkah mutanāqişah, yaitu kerjasama antara para syarik guna membeli
suatu barang, kemudian barang tersebut dijadikan “modal usaha” oleh nasabah
untuk mendapatkan keuntungan yang akan dibagikan bersama di antara bank
65
M. Nadratuzzaman Hosen, makalah : Musyārakah mutanāqişah, dari
http://www.ekonomisyariah.org/download/artikel/Makalah%20Musyarakah%20Mutanaqishah_Na
dratuzzaman.pdf, hlm 1
38
dengan nasabah disertai dengan pembelian barang modal milik bank yang
dilakukan secara berangsur sehingga kepemilikan bank terhadap barang modal
semakin lama semakin berkurang. Dengan demikian akad ini dinamakan
musyārakah mutanāqişah karena memperhatikan kepemilikan bank dalam
syirkah, yakni penyusutan barang modal syirkah yang dimiliki oleh bank karena
dibeli oleh nasabah secara berangsur. Mutanāqişah dalam hal ini berarti
penyusutan modal milik bank karena di bayar oleh nasabah dengan cara
diangsur.66
Kedua, nama lainnya adalah al-musyārakah al-muntaḩiyyah bit al-tamlik.
Secara bahasa, al-musyārakah al-muntaḩiyyah bit tamlik berarti kerjasama antara
sejumlah syarik (dalam hal ini nasabah dan bank) dengan menyertakan harta
untuk dijadikan modal usaha, dan modal usaha syirkah tersebut kemudian dibeli
oleh nasabah secara berangsur, sehingga sampai waktu yang dijanjikan,
kepemilikan modal bank habis (karena dibeli secara angsuran), seluruh modal
usaha syirkah menjadi milik nasabah, dan pada saat itulah syirkah berakhir.
Dengan demikian syirkah ini dinamakan al-musyārakah al-muntaḩiyyah bit
tamlik karena memerhatikan status kepemilikan modal usaha bersama pada waktu
yang disepakati yaitu menjadi milik syarik secara penuh.67
Ketiga, nama lainnya adalah musyārakah muqayyadah , akad ini disebut
musyārakah muqayyadah karena dalam akad ini terdapat “keterikatan” yang
disepakati oleh bank dan nasabah : 1) kesepakatan untuk membeli barang modal
milik bank oleh nasabah yang dilakukan secara angsur, 2) kesepakatan untuk
66
Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarak, op.cit., hlm 60 67
Ibid, hal 61
39
melakukan prestasi tertentu (misalnya ijārah) yang dilakukan oleh nasabah karena
harta yang dijadikan modal dalam syirkah harus menghasilkan keuntungan dan 3)
kesepakatan untuk memindahkan kepemilikan modal dari bank kepada nasabah
karena pembelian dan/atau pembayaran secara berangsur.68
Ulama telah mengidentifikasi musyārakah mutanāqişah guna mengetahui
asal-usulnya secara pasti. Najih Hammad (1997) dan Muhammad Ali al-Qari
(1997) berpendapat bahwa musyārakah mutanāqişah bersumber pada syirkah milk
atau syirkah amlak yang diikuti secara pararel dengan akad jual beli (al-bai‟).69
Secara terminologi, jual beli (al-bai‟) menurut ulama Hanafi adalah tukar-
menukar maal (barang atau harta) dengan maal yang dilakukan dengan cara
tertentu. Atau, tukar menukar barang yang bernilai dengan semacamnya dengan
cara yang sah dan khusus, yakni ijab qabul atau mu‟aathaa‟ (tanpa ijab qabul).
Dengan demikian, jual beli satu dirham dengan satu dirham tidak termasuk jual
beli seperti bangkai, debu, dan darah tidak sah, karena termasuk jual beli barang
yang tidak disenangi.70
Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughniy mendefinisikan jual beli dengan
tukar menukar barang dengan barang yang bertujuan memberi kepemilikan dan
menerima hak milik. Kata al-bai‟ adalah pecahan dari kata baa‟un (barang),
karena masing masing pembeli dan jual menyediakan barangnya dengan maksud
memberi dan menerima. Kemungkinan juga, karena keduanya berjabat tangan
68
Ibid, 69
Ibid, hlm 62 70
Wahbah Az-zuhaili, op.cit., hlm 25
40
dengan yang lain. Atas dasar itulah, jual beli (al-bai‟) dinamakan shafaqah yang
artinya transaksi yang ditandai dengan jabat tangan.71
Karena itu, yang dimaksud jual beli adalah transaksi yang terdiri dari ijab
dan qabul.72
Dengan demikian, dalam pandangan Najih Hammad dan Muhammad Ali
al-Qari, musyārakah mutanāqişah terjadi karena dua akad yang dijalankan secara
pararel. Pertama, antara nasabah dengan bank melakukan akad musyārakah
dengan masing-masing menyertakan harta untuk dijadikan modal usaha guna
mendatangkan keuntungan. Hal ini jelas merupakan syirkah amwal (sebagai
bagian dari syirkah milk-ikhtiari). Kedua, nasabah melakukan usaha dengan
modal bersama tersebut yang hasilnya dibagi sesuai kesepakatan antara bank
dengan nasabah. Di samping itu, nasabah membeli barang modal milik bank
secara berangsur sehingga modal yang dimiliki bank dalam syirkah tersebut
secara berangsur-angsur berkurang (berkurangnya modal bank disebut
mutanāqişah).73
Di dalam musyārakah mutanāqişah terdapat unsur kerjasama (syirkah) dan
unsur sewa (ijarah). Kerjasama dilakukan dalam hal penyertaan modal atau dana
dan kerjasama kepemilikan. Sementara sewa merupakan kompensasi yang
diberikan salah satu pihak kepada pihak lain. Ketentuan pokok yang terdapat
dalam musyārakah mutanāqişah merupakan ketentuan pokok kedua unsur
tersebut.74
71
Ibid, hlm 26 72
ibid 73
Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarak, op.cit., hlm 63 74
Hosen, op.cit., hlm 1
41
Berkaitan dengan syirkah, keberadaan pihak yang bekerjasama dan pokok
modal, sebagai obyek akad syirkah, dan shighat (ucapan perjanjian atau
kesepakatan) merupakan ketentuan yang harus terpenuhi. Sebagai syarat dari
pelaksanaan akad syirkah masing-masing pihak harus menunjukkan kesepakatan
dan kerelaan untuk saling bekerjasama, antar pihak harus saling memberikan rasa
percaya dengan yang lain, dan dalam pencampuran pokok modal merupakan
pencampuran hak masing-masing dalam kepemilikan obyek akad tersebut.75
Sementara berkaitan dengan unsur sewa ketentuan pokoknya meliputi;
penyewa (musta‟jir) dan yang menyewakan (mu‟jir), shighat (ucapan
kesepakatan), ujrah, dan barang/benda yang disewakan yang menjadi obyek akad
sewa. Besaran sewa harus jelas dan dapat diketahui kedua pihak. Dalam
musyārakah mutanāqişah harus jelas besaran angsuran dan besaran sewa yang
harus dibayar nasabah dan ketentuan batasan waktu pembayaran menjadi syarat
yang harus diketahui kedua belah pihak. Harga sewa, besar kecilnya harga sewa,
dapat berubah sesuai kesepakatan. Dalam kurun waktu tertentu besar-kecilnya
sewa dapat dilakukan kesepakatan ulang.76
Adapun menurut Mohd Sollehudin Shuib, dkk dalam Jurnalnya yang
berjudul Pembiayaan Perumahan Secara Islami Di Malaysian : Analisis Kelebihan
Produk Berdasarkan musyārakah mutanāqişah di Kuwait Finance House Malaysia
Berhad, kontrak-kontrak yang terlibat dalam musyārakah mutanāqişah terapat
tiga, yaitu musyārakah, ijārah, dan al-bai‟. Dalil-dalil keharusan ketiga kontrak
75
Ibid, hlm 2 76
Ibid,
42
ini telah banyak disebut didalam perbincangan ulama Islam terdahulu yang
menjadikan Al-Qur‟an dan Hadits sebagai rujukan utama sumber hukum Islam.77
Rukun-rukun dalam musyārakah adalah syarik (pemengang modal),
modal, usaha, keuntungan dan shigat (ijab dan qabul) atau tawaran dan
penerimaan pihak yang berkongsi. Rukun-rukun ijārah (dalam arti sewa) terdiri
dari pemberi sewa, penyewa, harta yang disewa, manfaat barang yang disewa,
bayaran sewa, dan shigat. Sementara itu rukun jual beli menurut ulama Hanafiyah
adalah ijab dan qabul yang menunjukan berlakunya penukaran barang. Dengan
kata lain rukun jual beli ialah perkataan atau perbuatan yang menunjukan kerelaan
yang menukarkan barang yang dimiliki. Disisi lain, menurut jumhur ulama akad
jual beli mempunyai empat rukun, yaitu penjual, pembeli, lafaz, dan objek akad.78
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwasannya dalam akad
musyārakah mutanāqişah terdapat akad pokok yaitu musyārakah dan akad
pelengkap yaitu al-bai‟ dan ijārah yang didalamnya terdapat rukun dan syarat
yang harus dipenuhi oleh yang melakukan kontrak/akad.
2. Landasan Hukum Akad Musyārakah Mutanāqişah
Dalam pembahasan penulisan ini, penulis bermaksud membatasi landasan
hukum akad musyārakah mutanāqişah. Hal itu terdapat dalam al-Qur‟an, Hadits,
„Ijma ulama, Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
77
Mohd Sollehudin Shuib dkk, Pembiayaan Perumahan Secara Islami Di Malaysian : Analisis
Kelebihan Produk Berdasarkan Musyārakah Mutanāqişah di Kuwait Finance House Malaysia
Berhad, Jurnal Teknologi, UTM Press, Universitas Teknologi Malaysia, hlm 112 78
Ibid, hlm 113
43
- Al-Qur‟an
انحاث … ها انص ع ا آي ى عه بعط، إل انز بعض انخهطاء نبغ شا ي كث إ
ى م يا له (٤٢)ص : …
"…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu
sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang
beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini…." (QS.
Shad : 24)
د ا بانعم ف ا أ آي ا انز …اأ
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu..” (QS. Al-Maidah : 1)
- Hadits
انخ أب حا ، ع بشلا انض ، حذثا محم ب ص ص ان ا سه ، حذثا محم ب أب ، ع
يا نى مل: أا ثانث انششك الل شة، سفع لال: " إ ش أب ا صاحب، ع أحذ خ
ا " ب ()سا ابدد فإرا خا خشجج ي79
“Telah menyampaikan hadits kepada kami Muhammad bin Sulaiman al-
Misisi, telah menyampaikan hadits kepada kami Muhammad bin Dzibriqān, dari
Abi Hayyān al-Taymi, dari Bapaknya, dari Abu Hurairah, beliau memarfu‟kan
hadits ini, Berkata : Allah swt. berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua
orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang
lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu
Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah)
حذ ل لال: حذثا أب عايش انعمذ انخل عه ب ثا انحس ب عبذ الل لال: حذثا كثش ب
سهى لال عه صه الل سسل الل ، أ جذ ، ع أب ، ع ض ف ان ع ش ب : ع
عه » سه ان أحم حشايا، و حلل، أ ، إل صهحا حش سه ان هح جائض ب انص
79
Kitab Sunan Abu Daud, Dar-al-qutub al-Arobi, Beirut, t.t, juz III. Hlm 264, Nomor Hadits 3383
(Makhtabah Syamiilah versi 3.5.2)
44
أحم حشايا و حلل، أ ى، إل ششطا حش صحح )سا «: ششط زا حذث حس
(انخشيز80
“Telah menyampaikan hadits kepada kami Hasan bin Ali Al-Kholan
berkata : Telah menyampaikan hadits kepada kami Abu Amir Aqodi berkata :
Telah menyampaikan hadits kepada kami Katsir ibn Abdillah ibn Amru ibn “Auf
Al-Mujabi, dari mereka, Rosulullah SAW bersabda : Shulh (penyelesaian
sengketa melalui musyawarah untuk mufakat) dapat dilakukan di antara kaum
muslimin, kecuali shulh yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat
yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi)
- Ijma Ulama
. ش يهك غ شخش جاص، أل ي ك ت شش حص ك اشخش أحذ انشش ن
“Apabila salah satu dari dua yang bermitra (syarik) membeli porsi
(bagian, hishshah) dari syarik lainnya, maka hukumnya boleh, karena
(sebenarnya) ia membeli milik pihak lain.”81
ا اد عت لعخ عت ف انشش شاسكت يشش ان -ز عذ ي ك عه ه ت بانخ خ كاإلجاسة ان
ك ك نشش ا.انب خ شكت إرا سذد ن ل خ ف انش ع ن حص ب ا حعذ بأ د ج أثاء ف
ك بإداسة ه انشش ك ع ض انب ف ال، بشأط ان ى انطشفا ث سا ، ح ششكت عا
ش ع ان زا . ش جضئا، باعخباس ك كها أ خ نهشش صشف حص ع ان اء انششكت ب خ بعذ ا
شكت. انعمذ عمذا يسخمل، ل صهت ن بعمذ انش
"Musyārakah mutanāqişah ini dibenarkan dalam syariah, karena
sebagaimana ijārah muntaḥiyyah bi-al-tamlik bersandar pada janji dari Bank
kepada mitra (nasabah)-nya bahwa bank akan menjual kepada mitra porsi
kepemilikannya dalam Syirkah apabila mitra telah membayar kepada bank harga
porsi bank tersebut. Di saat berlangsung, musyārakah mutanāqişah tersebut
dipandang sebagai syirkah 'inan, karena kedua belah pihak menyerahkan
80
Kitab Al-jāmi‟ al-ṣaḥịh Sunan Al-Tirmidzị, Dār ihya Al-Turots Al-Arobi, Beirut, t.t, Juz III, hlm
634, nomor Hadits 1352 (Makhtabah Syamiilah versi 3.5.2) 81
Ibnu Qudamah, al-Mughni, Dar al-Fikr, Beirut, t.t, juz 5, hal. 173 (Makhtabah samiilah versi
3.5.2)
45
kontribusi ra'sul mal, dan bank mendelegasikan kepada nasabah-mitranya untuk
mengelola kegiatan usaha. Setelah selesai syirkah bank menjual seluruh atau
sebagian porsinya kepada mitra, dengan ketentuan akad penjualan ini dilakukan
secara terpisah yang tidak terkait dengan akad syirkah."82
- Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Fatwa (dari bahasa arab فخ ), artinya nasihat, petuah, jawaban, atau
pendapat. Adapun yang dimaksud adalah sebuah keputusan atau nasihat resmi
yang diambil oleh sebuah lembaga atau perorangan yang diakui otoritasnya,
disampaikan oleh seorang mufti atau ulama, sebagai tanggapan atau jawaban
terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa (mustafti) yang tidak
mempunyai keterikatan. Dengan demikian peminta fatwa tidak harus mengikuti
isi atau hukum fatwa yang diberikan kepadanya. Penggunaanya dalam kehidupan
beragama di Inodensia, fatwa dikeluarkan leh majelis ulama Indonesia sebagai
suatu keputusan tentang persoalan ijtihadiyah yang terjadi di Indonesia guna di
jadikan pegangan pelaksanaan ibadah umat islam di Indonesia.83
Dewan Syariah Nasional adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis
Ulama Indonesia (MUI) yang mempunyai fungsi melaksanakan tugas tugas MUI
dalam menangani masalah masalah yang berhubungan dengan aktifitas lembaga
keuangan syariah. Salah satu tugas pokok DSN adalah mengkaji, menggali, dan
merumuskan nilai dan prinsip prinsip hukum islam (syariah) dalam bentuk fatwa
untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga keuangan syariah.
82
Wahbah Zuhaili, Al-Muamalah Al-Maliyah Al-Muasirah, hal. 436-437 dalam fatwa DSN-MUI
No. 73/DSN-MUI/XI/2008 83
id.wikipedia.org/wiki/Fatwa, diakses pada 6/2/2014 jam 06.31
46
Melalui Dewan Pengawas Syariah melakukan pengawasan terhadap penerapan
prinsip syariah dalam sistem dan manajemen lembaga keuangan syariah (LKS).84
Dengan demikian Fatwa Dewan Syariah Nasional adalah keputusan atau
nasihat resmi yang diambil oleh Dewan Syariah Nasional sebagai tanggapan atau
jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa (mustafti) yang
tidak mempunyai keterikatan dalam hal ini Lembaga Keuangan Syariah.
Adapun Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia yang
mengatur akad musyārakah mutanāqişah adalah fatwa DSN-MUI nomor 73/DSN-
MUI/IX/2008.
Substansi fatwa DSN-MUI Nomor 73/DSN-MUI/IX/2008 tentang
musyārakah mutanāqişah terdiri atas tiga bagian, yaitu ketentuan umum,
ketentuan hukum, ketentuan akad, dan ketentuan khusus.
Ketentuan umum akad musyārakah mutanāqişah ada empat bagian, yaitu :
1. Musyārakah Mutanāqişah adalah musyārakah atau syirkah yang kepemilikan
asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan
pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya.
2. Syarik adalah mitra, yakni pihak yang melakukan akad syirkah (musyārakah).
3. Hishshah adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyārakah yang
bersifat musya‟ .
4. Musya‟ adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyārakah (milik
bersama) secara nilai dan tidak dapat ditentukan batas-batasnya secara fisik.
84
www.bprsvitkacentral.com/main/index.php/kebijakan/fatwa-dsn, diakses pada 6/2/2014 jam
06.31
47
Ketentuan hukum akad musyārakah mutanāqişah dalam fatwa DSN-MUI
adalah boleh.
Adapun ketentuan akad dalam akad musyārakah mutanāqişah ada lima
bagian, yaitu :
1. Akad musyārakah mutanāqişah terdiri dari akad musyārakah/syirkah dan al-
bai‟ (jual-beli).
2. Dalam musyārakah mutanāqişah berlaku hukum sebagaimana yang diatur
dalam Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
musyārakah, yang para mitranya memiliki hak dan kewajiban, di antaranya:
1. Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat akad.
2. Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati pada saat
akad.
3. Menanggung kerugian sesuai proporsi modal.
3. Dalam akad musyārakah mutanāqişah, pihak pertama (syarik) wajib berjanji
untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan pihak kedua (syarik)
wajib membelinya.
4. Jual beli sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dilaksanakan sesuai
kesepakatan.
5. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS beralih kepada
syarik lainnya (nasabah).
Sedangkan ketentuan khusus akad musyārakah mutanāqişah terdiri dari
lima bagian, yaitu :
48
1. Aset musyārakah mutanāqişah dapat di-ijārah-kan kepada syarik atau pihak
lain.
2. Apabila aset musyārakah menjadi obyek ijārah , maka syarik (nasabah) dapat
menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati.
3. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah
yang telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan
proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi
kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik.
4. Kadar/Ukuran bagian/porsi kepemilikan aset musyārakah syarik (LKS) yang
berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah), harus jelas dan
disepakati dalam akad.
5. Biaya perolehan aset musyārakah menjadi beban bersama sedangkan biaya
peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli.
B. TEORI PROPERTY DAN PERUSAHAAN PERSEROAN
TERBATAS
1. Pengertian Property
Kata property berasal dari bahasa inggris "property" yang berarti sesuatu
yang dapat dimiliki seseorang.Di Indonesia, istilah property identik dengan real
estate, rumah, tanah, ruko, gedung, atau gudang. Property berarti kepemilikan
seseorang terhadap suatu barang ataupun non barang. dewasa ini property sering
dikaitkan dengan rumah, perumahan ataupun hunian, padahal segala sesuatu yang
49
sifatnya itu kepemilikan bisa disebut sebagai property. apalagi barang tersebut
terdaftar secara resmi dan memiliki surat-surat kepemilikan.85
Menurut pendapat yang lain definisi property adalah harta berupa tanah
dan bangunan serta sarana dan prasaranan yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari tanah dan/atau bangunan yang dimaksudkan. Beberapa artikel
dan buku mungkin juga medefinisikan property sebagai hak untuk memiliki
sebidang tanah dan memanfaatkan apa saja yang ada didalamnya sehingga
menjadi sebuah aset.86
Dengan demikian, pengertian property adalah hak kepemilikan seseorang
terhadap sesuatu barang atau non barang / tanah / bangunan serta sarana dan
prasarananya yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tanah/atau
bangunan yang dimaksudkan, yang dapat dimanfaatkan untuk dijadikan sebuah
asset.
2. Pelaku Bisnis Property
Pelaku bisnis property adalah pihak yang secara langsung berperan dalam
praktik penyelenggaraan bisnis property. Banyak yang ikut berperan dalam bisnis
property, namun dalam praktiknya ada tiga pelaku utama, yaitu pengembang
(developer), kontraktor, dan broker property. Selain ketiga pelaku utama tersebut,
bisnis property juga didukung oleh banyak pihak terkait, seperti pelaku industri
bahan bangunan, pedagang, pemasok bahan bangunan, industry furniture,
konsultan, notaris, arsitek, penilai, pengawas, lembaga keuangan penerbit bisnis
85
http://pengusaha-property.blogspot.com/2012/08/arti-dan-definisi-property.html, diakses pada
12/2/2014 jam 09.47 86
http://www.allvoices.com/contributed-news/7494239-pengertian-property, diakses pada
12/2/2014 jam 9.56
50
property, dan lain-lain.87
Dalam bagian ini dibahas tiga pelaku utama bisnis
property, yaitu pengembang, kontraktor, dan broker property.
a. Pengembang (developer)
Pengembang perumahan (real estate developer) atau biasa juga
disingkat pengembang (developer) adalah orang-perorangan atau
perusahaan yang bekerja mengembangkan suatu kawasan permukiman
menjadi perumahan yang layak huni dan memiliki nilai ekonomis
sehingga dapat dijual kepada masyarakat. Pengembang (developer)
dapat pula bekerja membangun atau mengubah perumahan atau
bangunan yang sudah ada sehingga menjadi perumahan/bangunan
yang lebih baru, lebih baik, dan memiliki nilai ekonomis yang lebih
tinggi.88
Dalam mewujudkan keinginannya membangun perumahan,
pengembang pada umumnya memakai jasa kontraktor untuk
membangun rumah/bangunan sesuai dengan perencanaan yang dibuat
oleh pengembang. Rumah-rumah yang selesai dibangun selanjutnya
dijual oleh pengembang kepada masyarakat yang membutuhkan.
Kontraktor hanya bertanggungjawab membangun fisik rumah sesuai
permintaan pengembang, tetapi tidak bertanggungjawab memasarkan
rumah.89
87
Serfiyanto Dibyo Purnomo dkk, Kitab Hukum Bisnis Property, Pustaka Yustisia, Yogyakarta :
2011, hlm 11 88
Ibid, hlm 11 89
Ibid,
51
Pengembang (developer) dapat terdiri dari orang-perorangan
maupun perusahaan, baik perusahaan yang belum berbadan hukum
maupun perusahaan yang berbadan hukum seperti PT (Perseroan
Terbatas). Mayoritas pengembang di Indonesia bernaung dalam dua
asosiasi perusahaan pengembang perumahan, yaitu REI (Persatuan
Perusahaan Real Estate Indoensia) dan APERSI (Asosiasi
Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia).
Pengembang anggota REI pada umumnya lebih focus membangun
perumahan untuk kalangan masyarakat berpenghasilan atas dan
masyarakat berpenghasilan menengah. Disisi lain, pengembang
APERSI lebih fokus membangun perumahan bagi masyarakat yang
berpenghasilan rendah. Namun demikian, REI juga dapat dilibatkan
dalam pembangunan perumahan bagi masyarakat yang berpenghasilan
rendah, antara lain untuk memenuhi kewajiban membangun rumah
rumah yang dikaitkan dengan pembangunan rumah mewah.90
b. Kontraktor
Kontraktor secara harfiyah dapat diartikan sebagai pihak yang
melakukan pekerjaan atas dasar kontrak kerja dengan pihak lain.
Kontrak kerja tersebut dapat berupa kontrak kerja pembangunan rumah
dan gedung, pembuatan jalan raya atau jembatan, pembangunan
instalasi listrik, pembangunan jaringan air bersih, pembangunan taman,
pembangunan lapangan golf, penyediaan jasa keamanan, dan lain-lain.
90
Ibid, hlm 12
52
Kontraktor harus mempunyai surat izin dan sertifikasi dari lembaga
yang berwenang.91
c. Broker Property
Broker property adalah seseorang yang memiliki keahlian
khusus di bidang property yang dibuktikan dengan sertifikat yang
diterbitkan oleh lembaga sertifikasi yang terakreditasi. Broker property
dapat bekerja sendiri atau bekerja dibawah naungan perusahaan
perantara perdagangan property.92
Perusahaan broker property adalah badan usaha yang
menjalankan kegiatan sebagai perantara jual-beli, perantara sewa-
menyewa, penelitian dan pengkajian, pemasaran, serta konsultasi dan
penyebaran informasi yang berkaitan dengan property berdasarkan
perintah pemberi tugas yang diatur dalam perjanjian tertulis.93
Broker property berperan menegosiasikan penjualan property
antara penjual dan pembeli dengan menerima imbalan komisi tertentu.
Broker property harus mampu memberikan solusi apabila ada
ketidaksesuaian antara penjual dan pembeli dengan pendekatan win-
win solution sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Seorang
broker property harus mempunyai keahlian dan kemampuan
bersosialisasi, kemampuan penjualan, kemampuan berkomunikasi
91
Ibid, hlm 13 92
Ibid, hlm 15 93
Ibid,
53
pengetahuan tentang perencanaan tata kota, kemampuan membangun
kepercayaan terhadap klien, dan pengetahuan di bidang hukum.94
3. Ruang Lingkup Property
Ruang lingkup dari property di Indonesia disesuaikan dengan keinginan,
kebutuhan, motivasi, lokasi, serta jenis, desain dan pembatasan zoning dari
property. Dalam hal ini property dapat digolongkan dalam lima jenis pasar
property berdasarkan tujuan pemanfaatannya, yaitu Residental (tempat hunian),
bangunan komersial (tempat usaha), industri dan bangunan penelitian dan
pengembangan, pertanian, perkebunan, peternakan, pertambangan, pengolahan
kayu, dan pergudangan, serta property untuk tujuan khusus. Dalam penelitian ini,
ruang lingkup property hanya membahas bangunan komersial, serta property
untuk tujuan khusus. Hal ini dikarenakan bangunan komersial adalah property
yang lebih berkaitan dengan pembahasan dalam penulisan ini dibandingkan
dengan property yang lain.
Bangunan komersial sengaja dibangun untuk kepentingan komersial atau
bisnis, yaitu untuk mencari laba. Bentuk-bentuk bangunan komersial pada
umumnya tidak dimaksudkan sebagai tempat hunian atau tempat tinggal tetap,
seperti residental. Contohnya seperti bangunan perkantoran, industri pelayanan
dan pusat profesional, pusat perbelanjaan, hotel, motel, kondotel, dan superblok.
a. Bangunan Perkantoran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kantor adalah
balai (gedung,rumah,ruang) tempat mengurus suatu pekerjaan
94
Ibid,
54
(perusahaan) tempat bekerja. Pengertian lain mengenai kantor yaitu,
kantor adalah sebuah unit organisasi yang terdiri dari tempat, personil
dan operasi ketatausahaan untuk membantu pimpinan organisasi.95
Bangunan perkantoran dapat berupa satu gedung tunggal yang
ditempati satu perusahaan ataupun satu gedung perkantoran yang di
dalamnya terdiri atas kantor-kantor dari berbagai perusahaan yang
menempati masing-masing lantai atau masing-masing ruangan terpisah
di dalam gedung tersebut. Tiap ruang kerja perkantoran telah
dilengkapi dengan ruang untuk mesin-mesin, kantin, ruang rapat,
ruang arsip, ruang perpustakaan, dan ruang untuk aktivitas penunjang
lainnya.96
b. Industri Pelayanan dan Pusat Profesional
Industri pelayanan atau industri jasa memiliki karakteristik
yang berbeda dengan industri manufaktur yang memproduksi barang.
Industri pelayanan mendapatkan keuntungan dari pemberian jasa
pelayanan kepada masyarakat sehingga industri ini harus memiliki
kepekaan terhadap keinginan dan perasaan manusia yang
menggunakan jasanya. Hal inilah yang membuat industri pelayanan
memilihi kebutuhan jenis gedung/bangunan yang berbeda dengan
industri manufaktur. Contoh gedung yang tderkait dengan industri
pelayanan adalah Rumah Sakit.97
95
http://artikelampuh.blogspot.com/2013/10/pengertian-tujuan-dan-fungsi-kantor.html, dikases
pada tanggal 6 juli 2014 jam 11.01 96
Serfiyanto Dibyo Utomo, op.cit., hlm 32 97
Ibid, hlm 33
55
c. Pusat Perbelanjaan
Pusat perbelanjaan adalah suatu pertokoan (perbelanjaan)
terencana yang dikelola leh suatu manajemen pusat, yang menyewakan
unit-unit kepada pedagang dan mengenai hal-hal tertentu
pengawasannya dlakukan oleh manajer yang sepenuhnya bertanggung
jawab kepada pusat perbelanjaan tersebut (Nadine Bednington, 1982).
Sistem sirkulasi dan penempatan pusat perbelanjaan dibedakan
berdasarkan sistem banyak koridor, sistem plaza, dan sistem mal. Di
dalam sistem banyak koridor, terdapat banyak koridor tanpa penjelasan
orientasi dan penekanan segingga semua dianggap sama, dan bagian
yang strategis hanya bagian depat yang dekat dengan entrance saja,
contohnya Pasar Senen dan Pusat Grosir Surabaya.98
d. Hotel
Hotel adalah salah satu jenis akomodasi yang mempergunakan
sebagian atau keseluruhan bagian ntuk jasa pelayanan penginapan,
penyedia makanan dan minuman serta jasa lainnya bagi masyarakat
umum yang dikelola secara komersil.99
Ada tiga jenis hotel, yaitu city
hotel, residental hotel, dan resort hotel.
City hotel berlokasi di daerah perkotaan, dan pada umumnya
diperuntuhkan bagi masyarakat yang ingin menginap atau tinggal
sementara dalam jangka waktu pendek. City hotel disebut juga Transit
98
San-Interior, “Pengertian dan Sistem Sirkulasi”, www.shopingmall.blogspot.com, 13/2/2014
jam 10.26 99
Lihat keputusan Menteri Parpostel Nomor 94/HK.103/MPPT/1987 tentang Ketentuan Usaha dan
Penggolongan Hotel
56
Hotel karena biasanya dihuni para pelaku bisnis yang memanfaatkan
fasilitas dan pelayanan bisnis yang disediakan pihak hotel. Residental
hotel berlokasi di daerah pinggiran kota besar yang jauh dari
keramaian kota, tetapi masih mudah mencapai tempat-tempat kegiatan
usaha. Hotel jenis ini berlokasi di daerah-daerah yang sejuk dan
bernuansa tenang, karena diperuntukkan bagi masyarakat yang ingin
tinggal dalam jangka waktu lama. Resort hotel adalah hotel tempat
peristirahatan yang berlokasi di daerah pegunungan atau di tepi pantai,
di tepi danau, atau di tepi aliran sungai. Resort hotel terutama
diperuntukkan bagi keluarga yang ingin beristirahat pada hari-hari
libur atau bagi mereka yang ingin berekreasi bersama keluarga.100
e. Motel
Motel berasal dari kata singkatan bahasa Inggris, motorists'
hotel adalah semacam hotel yang dikelola untuk melayani pelanggan
transit. Maknanya kira-kira, "tempat penampungan buat pendatang"
atau bisa juga "bangunan penyedia pondokan dan makanan untuk
umum". Dalam konsep motel, tamu yang menginap adalah pejalan
dengan kendaraan pribadi yang perlu bermalam. Motel selalu
menyediakan tempat parkir/garasi dan hampir selalu terletak di pinggir
kota, atau bahkan di luar kota. Bangunan publik ini sudah disebut-
sebut sejak akhir Perang Dunia II. Motel berkembang pertama kali di
Inggris dan Amerika. Fungsinya terutama adalah menyediakan
100
Serfiyanto Dibyo Utomo, op.cit., hlm 35-36
57
penginapan dan jasa-jasa lain bagi orang yang sedang dalam
perjalanan. Pada awalnya, motel merupakan layanan dengan sisi sosial.
Seiring perkembangan zaman dan bertambahnya pemakai jasa, layanan
inap-makan ini mulai meninggalkan misi sosialnya. Tamu pun
dipungut bayaran. Sementara bangunan dan kamar-kamarnya mulai
ditata sedemikian rupa agar membuat tamu betah. Meskipun demikian,
bertahun-tahun standar layanan motel tak banyak berubah.101
f. Kondotel
Seperti singkatannya, kondotel atau kondo hotel ini merupakan
bangunan yang terdiri dari unit-unit layaknya apartemen. Tiap unit
memiliki dapur, ruang duduk atau kamar tergantung tipe yang ada.
Pada beberapa kondotel, ada juga tipe studio. Tiap kondotel dapat
menawarkan tipe yang berbeda-beda. Pada condotel biasanya
disediakan fasilitas-fasilitas seperti seperti kolam renang, spa, restoran,
meeting rooms dan fasilitas lain seperti yang disediakan hotel
berbintang, semua ditujukan untuk kenyamanan pengunjung. Tiap unit
ini kemudian dijual kepada investor. Selanjutnya, unit-unit dikelola
oleh operator hotel yang akan memasarkan dan menyewakan secara
harian kepada tamu-tamu yang akan menginap di kondotel ini.
Kondotel akan difungsikan seperti hotel berbintang. Secara sederhana,
101
http://id.wikipedia.org/wiki/Motel, diakses pada tanggal 6 Juli 2014 jam 11.10
58
kondotel dapat diartikan seperti kondominium atau apartemen yang
diolah dan disewakan seperti hotel.102
g. Superblok
Superblok adalah suatu kawasan urban yang dirancang secara
terpadu (integrated development), berdensitas cukup tinggi dalam
konsep tata guna lahan yang bersifat campuran (mixed-use). Salah satu
kunci terpenting keberhasilan superblok adalah keberhasilan
mekanisme control urban design guidline (UDGL) yang memuat
regulasi pengembangan yang membangun gedung di kawasan
superblok. Akibatnya, keinginan untuk mendapatkan kawasan yang
nyaman, manusiawi, dan inovasi secara desain, tidak sepenuhnya
terjadi sehinggga superblok hanya menjadi kumpulan blok gedung
yang bergabung dalam satu kawasan besar tanpa hubungan yang
positif.103
Sedangkan Property untuk tujuan khusus adalah property yang dibangun
untuk memenuhi kebutuhan masayrakat yang bersifat khusus seperti
pembangunan gedung sekolah, tempat ibadah, ruang pertemuan, lapangan golf,
tempat hiburan, bioskop, kebun binatang, bandar udara, terminal bus, stasiun
kereta api, dan lain-lain. Desian property jenis ini mempunyai ciri khas sehingga
mudah dikenal masyarakat.
102
http://propertynesa.blogspot.com/2013/02/pengertian-kondotel-condotel-condominium.html,
diakses pada tanggal 6 Juli 2014 jam 11.13 103
Superblok Sebagai Model Kendali Pembangunan Kota, www.ridwankamil.wordpress.com,
diakses tanggal 13/2/2014 jam 13.07
59
4. Pengertian Perseroan Terbatas
Pengertian tentang Perseroan Terbatas secara tegas dapat ditemukan dalam
ketentuan umum UU PT 1995 maupun dalam ketentuan umum UU PT 2007.
Pasal 1 butir 1 UU PT 1995 menyebutkan bahwa :
“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan
hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta
peraturan pelaksanaannya.”
Definisi Perseroan Terbatas di atas kemudian mengalami sedikit
penyempurnaan dalam UU PT 2007 dengan adanya penambahan frase baru, yakni
“ pesekutuan modal”, sehingga definisinya secara lengkap dalam Pasal 1 butir 1
UU PT 2007 berbuyi :
“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan
hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaanya.”
Pendirian Perseroan Terbatas harus dengan akta notaris dan memiliki
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang harus disahkan oleh Menteri
Hukum dan HAM, dan kewajiban mendaftarkan/mengumumkan berada dipundak
60
direksi. Selanjutnya didaftarkan ke Kementerian Perindustrian dan
Perdagangan.104
5. Jenis-Jenis Perseroan Terbatas
Di dalam praktinya dikenal beberapa jenis dari perusahaan Perseroan
Terbatas, diantaranya adalah :
- Perseroan Terbatas yang Tertutup, ialah perseroan dimana tidak setiap
orang dapat ikut serta dalam modalnya dengan memberi satu atau
beberapa saham. Suatu kriteria untuk dapat mengatakan adanya perseroan
tertutup ialah bahwa surat sahamnya seluruhnya dikeluarkan atas nama
PT. dalam akta pendirian sering dimuat ketentuannya yang mengatur
siapa-siapa yang diperkenankan ikut dalam modal. Tetapi yang sering
terjadi ialah bahwa yang diperkenankan membeli surat saham ialah hanya
orng-orang yan mempunyai hubungan, seperti hubungan keluarga.
- Perseroan Terbatas yang Terbuka, ialah Perseroan Terbatas yang terbuka
untuk setiap orang. Seseorang dapat ikut serta dalam modalnya dengan
membeli satu/lebih surat saham lazimnya tidak tertulis atas nama.
- Perseroan Terbatas Umum, ialah Perseroan Terbuka, yang kebutuhan
modalnya didapat dari umum dengan jalan dijual sahamnya dalam bursa
(Pasar Modal).
- Perseroan Terbatas Perseorangan, ialah Perseroan Terbatas yang mungkin
sekali semua saham jatuh disatu tangan sehingga hanya ada seorang
pemegang saham saja yang menjadi direkturnya.105
104
Zainal Asikin, Hukum Dagang, Rajagrafindo Persada, Jakarta : 2013, hlm 58
61
Itulah penjelasan seputar konsep akad musyārakah mutanāqişah yang
dimulai dari teori akad, teori syirkah, dan konsep musyārakah mutanāqişah, yang
kemudian dilanjutkan pada pejelasan seputar teori property, ruang lingkup
property dalam lingkup bangunan komersial, dan property dengan tujuan khusus
karena pada pembahasan dari penulisan ini meliputi property yang bersifat
komersial dan penjelasan teori PT.
105
Ibid, hlm 59