Teori Hegemoni dan Teori Pembingkaian
Transcript of Teori Hegemoni dan Teori Pembingkaian
Rangkuman Materi: Teori Hegemoni dan Teori Pembingkaian
Oleh: Iladiena Zulfa (1113051000117)
Menurut Antonio Gramsci, konsep hegemoni menyatakan
gagasan golongan yang berkuasa di masyarakat menjadi gagasan
yang berkuasa di seluruh masyarakat. Media dapat menjadi
sarana di mana satu kelompok mengukuhnya dan merendahkan
kelompok lain.
Hegemoni juga memiliki kekuatan yaitu bagaimana ia
menciptakan cara berpikir atau wacana yang dominan yang
dianggap benar, sementara wacana lain dianggap salah. Hal
ini terbukti dari beberapa pemberitaan yang ada di media.
Salah satu kunci hegemoni di sini adalah daya nalar
awam (common sense). Dalam produk berita, proses itu terjadi
melalui cara yang halus, sehingga apa yang terjadi dan
diberitakan oleh media tampak sebagai suatu kebenaran,
memang begitu adanya, logis, bernalar dan semua orang
menganggap sesuatu yang tidak perlu dipertanyakan.
Contoh hegomoni dalam media yaitu, pemberitaan mengenai
demonstrasi buruh, wacana yang dikembangkan seringkali
perlunya pihak buruh musyawarah dan kerjasama dengan pihak
perusahaan. Dominasi wacana seperti ini menyebabkan kalau
buruh melakukan demonstrasi selalu dianggap salah.
Adapun teori pembingkaian, yaitu, media berita yang
cenderung membingkai isu-isu dengan berbagai cara. Bingkai
diartikan sebagai “gagasan pengaturan pusat untuk isi berita
yang memberikan konteks dan mengajukan isu melalui
penggunaan pilihan, penekanan, pengecualian dan pemerincian.
Artinya, media mengemas berita-berita yang mereka
pilihan berdasarkan pilihan yang mereka klasifikasikan.
Pembingkaian media ini juga bisa mempunyai dampak pada cara
audiens/komunikan menafsirkan sebuah isu. Masyarakat yang
mengkonsumsi isi media secara keseluruhan (tidak hanya satu
media saja) bisa melihat dari sisi mana sebuah pemberitaan
dapat dipertanggungjawabkan.
Misalnya, liputan mengenai terorisme barangkali
berfokus pada adegan pembajakan pesawat, situasi
penyanderaan, dan pengeboman. Atau, liputan itu mungkin
menganalisis terorisme sebagai sebuah masalah politik dan
kekacaun politik lokal. Yang pertama mungkin akan
mengakibatkan khalayak melimpahkan tanggung jawab ataas
terorisme pada individu tertentu dan kelompok. Sedangkan
yang kedua, mungkin menyebabkan pelimpahan tanggung jawab
pada faktor-faktor dalam masyarakat secara keseluruhan.
CONTOH-CONTOH HEGEMONI MEDIA DAN TEORI PEMBINGKAIAN
1. Pemberitaan mengenai banjir di Jakarta seolah selalu
dilimpahkan kepada pihak pemerintah kota yang tidak baik
menata kota. Padahal, masalah ini juga didukung oleh
kesadaran masyarakat yang masih kurang akan kebersihan
lingkungan.
2. Pemberitaan mengenai perilaku anak yang kurang baik dan
dianggap dewasa sebelum waktunya seringkali tanggung
jaawab dilimpahkan kepada pendidikan di sekolah (guru).
Namun, dalam pembingkaian media lainnya, dijelaskan bahwa
peran orangtua dan keluarga juga mempengaruhi perilaku
anak. Karena pendidikan yang pertama kali didapatkan oleh
anak adalah dari orangtuanya sendiri.
3. Pemberitaan mengenai kasus korupsi yang menimpa para
pejabat Negara seringkali dilimpahkan kepada alasan
perilaku koruptor yang memang tidak pro rakyat. Padahal,
alasan tersebut juga karena pendidikan kejujuran yang
diajarkan sejak kecil tidak diterapkan oleh pejabat-
pejabat yang melakukan tindak korupsi.
4. Pemberitaan mengenai penyelundupan narkoba seringkali
dikaitkan dengan sikap petugas keamanan yang tidak baik
dalam menjaga keamanan. Padahal, penyelundupan tersebut
juga didasari oleh sikap di pelaku yang tidak mengindahkan
aturan yang berlaku di Indonesia.
5. Pemberitaan mengenai kasus korupsi yang menimpa beberapa
anggota partai Demokrat seringkali membuat masyarakat
berpikir bahwa Demokrat adalah partai koruptor. Padahal,
tidak semua anggota partai melakukan tindak korupsi. Hal
ini sebagai bentuk framing theory yang bisa membentuk
pemahaman masyarakat dalam menyikapi isi berita.
IMPLEMENTASI HEGEMONI MEDIA DAN TEORI PEMBINGKAIAN
Berikut pembagian dan pembahasan pembingkaian mengenai
kurikulum 2013 dari 3 media berbeda:
1. Republika Online
(www.republika.co.id)
K-13 Tuntut Guru Lebih
Inovatif2. Kompas Online
(edukasi.kompas.com)
Menimbang Kurikulum 2013
3. Indopos Onlline
(www.indopos.co.id)
Kemendikbud Tetapkan
Implementasi K-13 Harus
Akreditasi A
1. Republika Online (ROL)
Pada pembahasan kurikulum 2013 di Republika Online,
hal yang lebih ditekankan adalah mengenai bagaimana cara
guru agar lebih inovatif dan kreatif dalam mengajar. Guru
tak melulu harus mengeluhkan kesulitan yang ada dalam
kurikulum 2013, tetapi juga harus bisa membuat cara yang
inovatif dalam mengajar.
Seperti halnya mengajar menggunakan alat peraga
(untuk SD) yang dapat memudahkan siswa dalam memahami
pelajaran. Alat peraga yang digunakan juga tidak mesti
yang mahal dan harus beli, menggunakan alat peraga dari
barang bekas juga bisa dilakukan. Contohnya yaitu
menggunakan sedotan bekas. Dengan melihat sedotan itu,
para murid akan lebih cepat memahami penambahan
dibandingkan tanpa menggunakan sedotan.
Selain itu, hal lain yang dapat dilakukan guru adalah
persiapan yang matang sebelum mengajar. Jika suatu hari
seorang guru akan mengajar, hendaknya guru tersebut juga
mempersiapkan bahan ajar sebelum hari pengajaran. Hal ini
dilakukan supaya guru tidak kewalahan kalau langsung
mengajar tanpa ada persiapan sebelumnya.
Pada media ini, Republika Online mengemas berita
mengenai kurikulum 2013 berdasarkan cara atau tips yang
bisa digunakan oleh guru dalam mengajar. Hal ini juga
berdampak baik bagi orangtua murid yang kurang bisa
memberikan pembelajaran akademik (untuk SD) di rumah.
2. Kompas Online
Sedangkan pada pembahasan kurikulum 2013 di Kompas
Online, hal yang lebih ditekankan adalah mengenai
kurikulum yang sudah ada di Indonesia sejak Indonesia
merdeka. Tak hanya itu, Kompas juga menyajikan masalah dan
polemik yang hinggap di kurikulum 2013.
Seperti masalah penerapan kurikulum 2013 yang terburu-
buru dan tanpa standar penulisan yang jelas, pelatihan
guru yang tidak dipersiapkan dengan baik, dan distribusi
buku yang mengalami kendala di mana-mana.
Juga masalah mengenai pemaksaan masuk aspek sikap
spiritual dan sosial ke dalam bahan ajar yang tak sesuai
akibat pendesakannya dalam setiap Kompetensi Dasar (KD),
terlalu banyak jumlah dan komponen KD sehingga terasa
waktu belajar tidak mencukupi; serta terlalu banyak
instrumen dalam sistem penilaian dan rumitnya pekerjaan
pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sehingga
terlalu banyak menyita waktu dan energi guru.
Bebeberapa masalah hal lain juga dibahas oleh Kompas
Online ini. Masalah yang tidak hanya merugikan guru,
tetapi juga merugikan siswa dan orangtua murid. Tak hanya
masalah dan kritik yang dibahas oleh media ini, harapan-
harapan juga dibahas agar pemerintah lebih memperhatikan
penerapan kurikulum 2013 menjadi lebih sempurna.
Media ini mengemas berita yang seolah seluruh tanggung
jawab diliimpahkan kepada pemerintah. Guru dan murid
seolah adalah pihak yang paling dirugikan, dan pemerintah
dianggap tidak bisa mengatur sistim pendidikan di
Indonesia dengan baik.
3. Indopos Online
Pengemasan berita mengenai kurikulum 2013 yang dimuat
oleh Indopos Online ini lebih menekankan kepada rencana
kurikulum 2013 yang bisa diterapkan mulai semester genap
mendatang (2015). Berita terbaru mengenai kurikulum 2013
ini, dilansir berdasarkan rapat tim evaluasi kemendikmud
besama Anis Baswedan.
Dalam pemberitaan ini, kurikulum 2013 diharapkan tidak
lagi menjadi momok berat bagi dunia pendidikan. Adapun
klasifikasi bagi sekolah yang dapat menerapkan kurikulum
2013 yaitu dengan akreditasi A. Tidak hanya itu, kepala
sekolah dan sebagian guru juga harus sudah mengikuti
pelatihan implementasi K-13 dan sudah bersertifikat
profesi.
Dengan begitu, sekolah-sekolah yang tidak memiliki
ketentuan di atas tidak dipaksakan untuk menerapkan
kurikulum 2013. Sekolah-sekolah yang tidak sesuai
ketentuan ini, bisa menerapkan kurikulum sebelumnya yaitu
Kurikulum 2006 yang sering disebut kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP).
Hal ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi dunia
pendidikan Indonesia. Sehingga, sekolah yang tidak sesuai
ketentuan di atas tersebut tidak lagi merasa dirugikan
oleh sistim pendidikan yang ada.
Media ini mengemas berita tidak hanya berdasarkan
masalah saja, tetapi juga berdasarkan rencana dan solusi
yang akan diterapkan pemerintah untuk pendidikan Indonesia
ke depan. Selain itu, pemberitaan semacam ini berdampak
baik bagi guru-guru yang belum memiliki kompensi yang
sempurna supaya tidak sekedar melegalkan sertifikasi saja.
ANALISIS SKRIPSI MENGENAI TEORI FRAMING
DATA DALAM SKRIPSI:
Judul Skripsi:
Analisis Framing Isu Keterwakilan Caleg Perempuan 2014 Pada
Harian Republika
Oleh:
Niken Wulandari
Abstrak
Tahun 2013 dikatakan oleh sebagia orang menjadi tahun
politik. Politik menjadi perbincangan yang menarik di saat
menjelang pemilu yang diadakan 2014 nanti. Tidak terkecuali
untuk para pekerja media massa. Salah satu fungsi media
massa yaitu sebagai alat edukasi untuk masyarakat. Dalam hal
ini media bias memberikan berbagai macam informasi yang
berhubungan erat dengan pemilu. Republika sebagai salah satu
media nasional pun tak luput memberitakan peristiwa seputar
pemilu. Salah satu berita yang ditampilkan mengenai
affirmative action 30 persen keterwakilan perempuan di
parlemen. Di beberapa daerah perempuan sulit untuk
mencalonkan diri karena hambatan yang berasal dari adat.
Sebagai Koran modernis yang memiliki kepedulian terhadap
isu-isu yang berhubungan dengan Islam, Republika pun
menuliskan pandangannya mengenai perempuan yang bekerja di
ranah publik.
Berdasarkan pernyataan dii atas, maka muncul pertanyaan
yaitu, bagaimana Harian Republika membingkai pemberitaan
mengenai isu keterwakilan perempuan di pemilu 214? Selain
itu bagaimana Harian Republika memproduksi pemberitaan
mengenai isu keterwakilan perempuan di pemilu 2014?
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah
konstruksi social media massa yang terbentuk dari bagaimana
media melihat sebuah realitas. Bahasa sebagai salah satu
alat efektif untuk mengkonstruksi sebuah realitas. Selain
itu peneliti menggunakan teori gender dalam politik. Gender
mengacu pada dimensi social budaya seorang laki-laki dan
perempuan. Islam pun mengatakan bahwa perempuan setara
dengan laki-laki termasuk dalam kegiatan berpolitik.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
paradigm konstruktivis dengan pendekatan kualitatif. Model
yang digunakan untuk menganalisa penelitian ini adalah
framing Robert Entman. Dalam konsepsi Entman, framing
merujuk pada pemberian definisi, penjelasan, evaluasi, dan
konsep rekomendasi dalam suatu wacana.
Republika menyampaikan berita mengenai keterwakilan
perempuan dengan angle rendahnya kesadaran politik
perempuan. Adat dikatakan sebagai penghambat. Perempuan
hingga kini masih menjadi nomor dua di dunia politik.
Perempuan dikatakan lebih baik bekerja di rumah dan tidak
pantas bekerja di ranah publik. Islam sendiri mengatakan
bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak dan kewajiban
yang sama. Perempuan pun sejajar dengan laki-laki, termasuk
dalam kegiatan berpolitik. Oleh karena itu, perlu adanya
dukungan dari berbagai pihak, terutama partai politik dan
pemerintah agar perempuan memiliki kesadaran untuk mengikuti
kegiatan berpolitik. Partai politik dan pemerintah
diharapkan bias bekerja lebih maksimal agar terpenuhinya
aturan 30 persen perempuan di parlemen.
Kesimpulan
Sasaran akhir dari sebuah penelitian tentu saja untuk
menjawab pertanyaan yang ada para rumusan masalah.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap berita dalam Harian
Republika yang terkait dengan keterwakilan perempuan di
parlemen dengan menggunakan anasisis framing model Robert
Entman, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa bingkai yang
digunakan oleh Republika adalah mengenai rendahnya kesadaran
politik perempaun di Indonesia. Republika mengatakan dalam
teks bahwa perempuan tidak cocok untuk bekerja di ranah
publik.
Hingga kini masyarakat masih menganggap perempuan
memiliki posisi di bawah laki-laki. Adanya budaya patriaki
di Indonesia membuat perempuan pun seakan-akan belum setara
dengan laki-laki. Dalam beberapa hal, perempuan masih
dianggap sebagai kaum marginal. Termasuk dalam kegiatan
perpolitikan Indonesia. Pemerintah pun pada akhirnya membuat
affirmative action yang menempatkan kuota 30 persen untuk
perempuan.
Perbedaan antara laki-laki dan perempuan sedikit banyak
dipengaruhi oleh kondisi social masyarakat. Republika pun
dalam menuliskan teks dipengaruhi oleh kondisi social yang
sudah ada sejak dulu. Di dalam teks Republika mengatakan
bahwa sulitnya memenuhi kuota karena adat mengatakan bahwa
permpuan di daerah memang tidak cocok dan tidak terdidik
decara politik. Pemillihan narasumber pun disesuaikan oleh
bingkai yang ingin ditampillkan oleh Republika. Sesuai
dengan konsep framing, ada pula penonjolan isi di berita
tersebut. Bagian yang mengatakan perempuan sulit untuk
berpolitik diletakkan di awal berita dan dukungan diletakkan
di akhir berita.
Budaya yang berkembang pada akhirnya membuat perempuan
berbeda dengan laki-lai. Dalam perspektif budaya laki-laki
dan perempuan sejak lahir sudah ditentukan peran dan atribut
gendernya masing-masing. Laki-laki dianggap lebih cerdas
dalam banyak ha, lebih kuat, dan lebih berani daripada
perempuan. Laki-laki pun dianggap mempunyai akses kekuasaan,
misalnya mengontrol lembaga-lembaga legislative.
Terdapat perbedaan antara perspektif budaya jika
dibandingkan dengan agama islam. Perempuan dan laki-laki
dalam islam dikatakan sama secara kedudukan. Tidak ada yang
membedakan antara laki-laki dan perempuan selain iman dan
takwa. Perempuan juga dikatakan dalam al-qur’an memiliki
kewajiban untuk menyelamatkan dan memakmurkan alam dan
sampai pada suatu kesadaran akan tujuan menyelamatkan
peradaban manusia sesuai dengan ayat khalifatullah fil ardh.
Dalam teks Republika hanya menuliskan keterwakilan
perempuan dari sisi budaya saja. Republika melupakan bahaw
perempuan dalam agama islam pun sebenarnya tidak ada
larangan yang mengatakan bahwa perempuan tidak boleh
mengikuti kegiatan politik atau bahkan untuk menjadi seorang
pemimpin. Perempuan boleh saja mengikuti kegiatan politik
asalkan mampu untuk berpolitik. Pada akhirnya peneliti
melihat belum ada usaha khusus yang dituliskan oleh
Republika yang mengatakan bahwa perempuan memiliki hak untu
setara dengan laki-laki.
Pembahasan (Analisis Saya)
Berdasarkan data yang dimuat dalam skripsi, abstrak dan
kesimpulan sudah jelas terurai dengan baik. Pertanyaan yang
ada di dalam abstrak juga telah terjawab di dalam
kesimpulan. Hal ini menunjukan bahwa memang teori framing
menjadi pemicu dalam mengungkap maksud dari sebuah media.
Pembingkaian yang dilakukan berbagai media juga mempengaruhi
pemahaman yang ditangkap oleh khalayak.
Oleh karena itu, hendaknya khalayak tidak
membaca/mendengar/menyaksikan informasi dari satu media
saja. Bahkan, terkadang satu media bisa memberitakan satu
topic dengan pembahasan yang berbeda-beda. Dengan
menngkonsumsi informasi dari berbagai media, kita bisa
mengetahui mana maksud yang ingin ditonjolkan oleh media
tersebut,
Pada skripsi ini, penulis menunjukan bahwa Republika
tida mengingat bahwa dalam Islam kesetaraan hak perempuan
dan laki-laki sudah diatur. Sejatinya, Republika merupakan
salah satu media yang menjunjung nilai-nilai agama islam
dalam segala aspek pemberitaanya.
Satu hal yang saya sayangkan, yaitu, penulis menyatakan
bahwa kesetaraan hak laki-laki dan perempuan adalah sama.
Begitupun dalam hal berpolitik. Namun, penulis tidak
menyatakan atau mencantumkan dalil Al-Qur’an atau hadist
yang menunjukan kesamaan hak tersebut.
Oleh karena itu, saya menilai bahwa, seolah penulis di
sini hanya ingin memojokan pihak Republika saja. Menunjukkan
bahwa seolah pihak yang harus dilimpahkan tanggung jawab
hanyalah Republika.
Menurut saya, hal yang menghambat perempuan dalam
berpolitik tidak hanya adat saja, tetapi juga pendidikan. Di
daerah-daerah terpencil di Indonesia, jangankan untuk
mempelajari hal politik, kesadaran masyarakat untuk
mengenyam pendidikan pun bisa dikatakan sangat minim.
Inilah yang menjadi tugas kita bersama untuk membuat
masyarakat sekitar akan pentingnya pendidikan. Pendidikan
merupakan jalan bagi manusia untuk mempertahankan hidup di
era globalisassi seperti sekarang ini. Hal ini harus
didukung oleh berbagai pihak, karena tantangan akan selalu
datang seiring dengan perkembangan zama, baik dari segi
sosial, politik, dan ekonomi.
Lampiran