Teori Hegemoni dan Teori Pembingkaian

15
Rangkuman Materi: Teori Hegemoni dan Teori Pembingkaian Oleh: Iladiena Zulfa (1113051000117) Menurut Antonio Gramsci, konsep hegemoni menyatakan gagasan golongan yang berkuasa di masyarakat menjadi gagasan yang berkuasa di seluruh masyarakat. Media dapat menjadi sarana di mana satu kelompok mengukuhnya dan merendahkan kelompok lain. Hegemoni juga memiliki kekuatan yaitu bagaimana ia menciptakan cara berpikir atau wacana yang dominan yang dianggap benar, sementara wacana lain dianggap salah. Hal ini terbukti dari beberapa pemberitaan yang ada di media. Salah satu kunci hegemoni di sini adalah daya nalar awam (common sense). Dalam produk berita, proses itu terjadi melalui cara yang halus, sehingga apa yang terjadi dan diberitakan oleh media tampak sebagai suatu kebenaran, memang begitu adanya, logis, bernalar dan semua orang menganggap sesuatu yang tidak perlu dipertanyakan. Contoh hegomoni dalam media yaitu, pemberitaan mengenai demonstrasi buruh, wacana yang dikembangkan seringkali perlunya pihak buruh musyawarah dan kerjasama dengan pihak perusahaan. Dominasi wacana seperti ini menyebabkan kalau buruh melakukan demonstrasi selalu dianggap salah. Adapun teori pembingkaian, yaitu, media berita yang cenderung membingkai isu-isu dengan berbagai cara. Bingkai diartikan sebagai “gagasan pengaturan pusat untuk isi berita yang memberikan konteks dan mengajukan isu melalui penggunaan pilihan, penekanan, pengecualian dan pemerincian.

Transcript of Teori Hegemoni dan Teori Pembingkaian

Rangkuman Materi: Teori Hegemoni dan Teori Pembingkaian

Oleh: Iladiena Zulfa (1113051000117)

Menurut Antonio Gramsci, konsep hegemoni menyatakan

gagasan golongan yang berkuasa di masyarakat menjadi gagasan

yang berkuasa di seluruh masyarakat. Media dapat menjadi

sarana di mana satu kelompok mengukuhnya dan merendahkan

kelompok lain.

Hegemoni juga memiliki kekuatan yaitu bagaimana ia

menciptakan cara berpikir atau wacana yang dominan yang

dianggap benar, sementara wacana lain dianggap salah. Hal

ini terbukti dari beberapa pemberitaan yang ada di media.

Salah satu kunci hegemoni di sini adalah daya nalar

awam (common sense). Dalam produk berita, proses itu terjadi

melalui cara yang halus, sehingga apa yang terjadi dan

diberitakan oleh media tampak sebagai suatu kebenaran,

memang begitu adanya, logis, bernalar dan semua orang

menganggap sesuatu yang tidak perlu dipertanyakan.

Contoh hegomoni dalam media yaitu, pemberitaan mengenai

demonstrasi buruh, wacana yang dikembangkan seringkali

perlunya pihak buruh musyawarah dan kerjasama dengan pihak

perusahaan. Dominasi wacana seperti ini menyebabkan kalau

buruh melakukan demonstrasi selalu dianggap salah.

Adapun teori pembingkaian, yaitu, media berita yang

cenderung membingkai isu-isu dengan berbagai cara. Bingkai

diartikan sebagai “gagasan pengaturan pusat untuk isi berita

yang memberikan konteks dan mengajukan isu melalui

penggunaan pilihan, penekanan, pengecualian dan pemerincian.

Artinya, media mengemas berita-berita yang mereka

pilihan berdasarkan pilihan yang mereka klasifikasikan.

Pembingkaian media ini juga bisa mempunyai dampak pada cara

audiens/komunikan menafsirkan sebuah isu. Masyarakat yang

mengkonsumsi isi media secara keseluruhan (tidak hanya satu

media saja) bisa melihat dari sisi mana sebuah pemberitaan

dapat dipertanggungjawabkan.

Misalnya, liputan mengenai terorisme barangkali

berfokus pada adegan pembajakan pesawat, situasi

penyanderaan, dan pengeboman. Atau, liputan itu mungkin

menganalisis terorisme sebagai sebuah masalah politik dan

kekacaun politik lokal. Yang pertama mungkin akan

mengakibatkan khalayak melimpahkan tanggung jawab ataas

terorisme pada individu tertentu dan kelompok. Sedangkan

yang kedua, mungkin menyebabkan pelimpahan tanggung jawab

pada faktor-faktor dalam masyarakat secara keseluruhan.

CONTOH-CONTOH HEGEMONI MEDIA DAN TEORI PEMBINGKAIAN

1. Pemberitaan mengenai banjir di Jakarta seolah selalu

dilimpahkan kepada pihak pemerintah kota yang tidak baik

menata kota. Padahal, masalah ini juga didukung oleh

kesadaran masyarakat yang masih kurang akan kebersihan

lingkungan.

2. Pemberitaan mengenai perilaku anak yang kurang baik dan

dianggap dewasa sebelum waktunya seringkali tanggung

jaawab dilimpahkan kepada pendidikan di sekolah (guru).

Namun, dalam pembingkaian media lainnya, dijelaskan bahwa

peran orangtua dan keluarga juga mempengaruhi perilaku

anak. Karena pendidikan yang pertama kali didapatkan oleh

anak adalah dari orangtuanya sendiri.

3. Pemberitaan mengenai kasus korupsi yang menimpa para

pejabat Negara seringkali dilimpahkan kepada alasan

perilaku koruptor yang memang tidak pro rakyat. Padahal,

alasan tersebut juga karena pendidikan kejujuran yang

diajarkan sejak kecil tidak diterapkan oleh pejabat-

pejabat yang melakukan tindak korupsi.

4. Pemberitaan mengenai penyelundupan narkoba seringkali

dikaitkan dengan sikap petugas keamanan yang tidak baik

dalam menjaga keamanan. Padahal, penyelundupan tersebut

juga didasari oleh sikap di pelaku yang tidak mengindahkan

aturan yang berlaku di Indonesia.

5. Pemberitaan mengenai kasus korupsi yang menimpa beberapa

anggota partai Demokrat seringkali membuat masyarakat

berpikir bahwa Demokrat adalah partai koruptor. Padahal,

tidak semua anggota partai melakukan tindak korupsi. Hal

ini sebagai bentuk framing theory yang bisa membentuk

pemahaman masyarakat dalam menyikapi isi berita.

IMPLEMENTASI HEGEMONI MEDIA DAN TEORI PEMBINGKAIAN

Berikut pembagian dan pembahasan pembingkaian mengenai

kurikulum 2013 dari 3 media berbeda:

1. Republika Online

(www.republika.co.id)

K-13 Tuntut Guru Lebih

Inovatif2. Kompas Online

(edukasi.kompas.com)

Menimbang Kurikulum 2013

3. Indopos Onlline

(www.indopos.co.id)

Kemendikbud Tetapkan

Implementasi K-13 Harus

Akreditasi A

1. Republika Online (ROL)

Pada pembahasan kurikulum 2013 di Republika Online,

hal yang lebih ditekankan adalah mengenai bagaimana cara

guru agar lebih inovatif dan kreatif dalam mengajar. Guru

tak melulu harus mengeluhkan kesulitan yang ada dalam

kurikulum 2013, tetapi juga harus bisa membuat cara yang

inovatif dalam mengajar.

Seperti halnya mengajar menggunakan alat peraga

(untuk SD) yang dapat memudahkan siswa dalam memahami

pelajaran. Alat peraga yang digunakan juga tidak mesti

yang mahal dan harus beli, menggunakan alat peraga dari

barang bekas juga bisa dilakukan. Contohnya yaitu

menggunakan sedotan bekas. Dengan melihat sedotan itu,

para murid akan lebih cepat memahami penambahan

dibandingkan tanpa menggunakan sedotan.

Selain itu, hal lain yang dapat dilakukan guru adalah

persiapan yang matang sebelum mengajar. Jika suatu hari

seorang guru akan mengajar, hendaknya guru tersebut juga

mempersiapkan bahan ajar sebelum hari pengajaran. Hal ini

dilakukan supaya guru tidak kewalahan kalau langsung

mengajar tanpa ada persiapan sebelumnya.

Pada media ini, Republika Online mengemas berita

mengenai kurikulum 2013 berdasarkan cara atau tips yang

bisa digunakan oleh guru dalam mengajar. Hal ini juga

berdampak baik bagi orangtua murid yang kurang bisa

memberikan pembelajaran akademik (untuk SD) di rumah.

2. Kompas Online

Sedangkan pada pembahasan kurikulum 2013 di Kompas

Online, hal yang lebih ditekankan adalah mengenai

kurikulum yang sudah ada di Indonesia sejak Indonesia

merdeka. Tak hanya itu, Kompas juga menyajikan masalah dan

polemik yang hinggap di kurikulum 2013.

Seperti masalah penerapan kurikulum 2013 yang terburu-

buru dan tanpa standar penulisan yang jelas, pelatihan

guru yang tidak dipersiapkan dengan baik, dan distribusi

buku yang mengalami kendala di mana-mana.

Juga masalah mengenai pemaksaan masuk aspek sikap

spiritual dan sosial ke dalam bahan ajar yang tak sesuai

akibat pendesakannya dalam setiap Kompetensi Dasar (KD),

terlalu banyak jumlah dan komponen KD sehingga terasa

waktu belajar tidak mencukupi; serta terlalu banyak

instrumen dalam sistem penilaian dan rumitnya pekerjaan

pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sehingga

terlalu banyak menyita waktu dan energi guru.

Bebeberapa masalah hal lain juga dibahas oleh Kompas

Online ini. Masalah yang tidak hanya merugikan guru,

tetapi juga merugikan siswa dan orangtua murid. Tak hanya

masalah dan kritik yang dibahas oleh media ini, harapan-

harapan juga dibahas agar pemerintah lebih memperhatikan

penerapan kurikulum 2013 menjadi lebih sempurna.

Media ini mengemas berita yang seolah seluruh tanggung

jawab diliimpahkan kepada pemerintah. Guru dan murid

seolah adalah pihak yang paling dirugikan, dan pemerintah

dianggap tidak bisa mengatur sistim pendidikan di

Indonesia dengan baik.

3. Indopos Online

Pengemasan berita mengenai kurikulum 2013 yang dimuat

oleh Indopos Online ini lebih menekankan kepada rencana

kurikulum 2013 yang bisa diterapkan mulai semester genap

mendatang (2015). Berita terbaru mengenai kurikulum 2013

ini, dilansir berdasarkan rapat tim evaluasi kemendikmud

besama Anis Baswedan.

Dalam pemberitaan ini, kurikulum 2013 diharapkan tidak

lagi menjadi momok berat bagi dunia pendidikan. Adapun

klasifikasi bagi sekolah yang dapat menerapkan kurikulum

2013 yaitu dengan akreditasi A. Tidak hanya itu, kepala

sekolah dan sebagian guru juga harus sudah mengikuti

pelatihan implementasi K-13 dan sudah bersertifikat

profesi.

Dengan begitu, sekolah-sekolah yang tidak memiliki

ketentuan di atas tidak dipaksakan untuk menerapkan

kurikulum 2013. Sekolah-sekolah yang tidak sesuai

ketentuan ini, bisa menerapkan kurikulum sebelumnya yaitu

Kurikulum 2006 yang sering disebut kurikulum tingkat

satuan pendidikan (KTSP).

Hal ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi dunia

pendidikan Indonesia. Sehingga, sekolah yang tidak sesuai

ketentuan di atas tersebut tidak lagi merasa dirugikan

oleh sistim pendidikan yang ada.

Media ini mengemas berita tidak hanya berdasarkan

masalah saja, tetapi juga berdasarkan rencana dan solusi

yang akan diterapkan pemerintah untuk pendidikan Indonesia

ke depan. Selain itu, pemberitaan semacam ini berdampak

baik bagi guru-guru yang belum memiliki kompensi yang

sempurna supaya tidak sekedar melegalkan sertifikasi saja.

LAMPIRAN (1), (2), & (3)

ANALISIS SKRIPSI MENGENAI TEORI FRAMING

DATA DALAM SKRIPSI:

Judul Skripsi:

Analisis Framing Isu Keterwakilan Caleg Perempuan 2014 Pada

Harian Republika

Oleh:

Niken Wulandari

Abstrak

Tahun 2013 dikatakan oleh sebagia orang menjadi tahun

politik. Politik menjadi perbincangan yang menarik di saat

menjelang pemilu yang diadakan 2014 nanti. Tidak terkecuali

untuk para pekerja media massa. Salah satu fungsi media

massa yaitu sebagai alat edukasi untuk masyarakat. Dalam hal

ini media bias memberikan berbagai macam informasi yang

berhubungan erat dengan pemilu. Republika sebagai salah satu

media nasional pun tak luput memberitakan peristiwa seputar

pemilu. Salah satu berita yang ditampilkan mengenai

affirmative action 30 persen keterwakilan perempuan di

parlemen. Di beberapa daerah perempuan sulit untuk

mencalonkan diri karena hambatan yang berasal dari adat.

Sebagai Koran modernis yang memiliki kepedulian terhadap

isu-isu yang berhubungan dengan Islam, Republika pun

menuliskan pandangannya mengenai perempuan yang bekerja di

ranah publik.

Berdasarkan pernyataan dii atas, maka muncul pertanyaan

yaitu, bagaimana Harian Republika membingkai pemberitaan

mengenai isu keterwakilan perempuan di pemilu 214? Selain

itu bagaimana Harian Republika memproduksi pemberitaan

mengenai isu keterwakilan perempuan di pemilu 2014?

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah

konstruksi social media massa yang terbentuk dari bagaimana

media melihat sebuah realitas. Bahasa sebagai salah satu

alat efektif untuk mengkonstruksi sebuah realitas. Selain

itu peneliti menggunakan teori gender dalam politik. Gender

mengacu pada dimensi social budaya seorang laki-laki dan

perempuan. Islam pun mengatakan bahwa perempuan setara

dengan laki-laki termasuk dalam kegiatan berpolitik.

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

paradigm konstruktivis dengan pendekatan kualitatif. Model

yang digunakan untuk menganalisa penelitian ini adalah

framing Robert Entman. Dalam konsepsi Entman, framing

merujuk pada pemberian definisi, penjelasan, evaluasi, dan

konsep rekomendasi dalam suatu wacana.

Republika menyampaikan berita mengenai keterwakilan

perempuan dengan angle rendahnya kesadaran politik

perempuan. Adat dikatakan sebagai penghambat. Perempuan

hingga kini masih menjadi nomor dua di dunia politik.

Perempuan dikatakan lebih baik bekerja di rumah dan tidak

pantas bekerja di ranah publik. Islam sendiri mengatakan

bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak dan kewajiban

yang sama. Perempuan pun sejajar dengan laki-laki, termasuk

dalam kegiatan berpolitik. Oleh karena itu, perlu adanya

dukungan dari berbagai pihak, terutama partai politik dan

pemerintah agar perempuan memiliki kesadaran untuk mengikuti

kegiatan berpolitik. Partai politik dan pemerintah

diharapkan bias bekerja lebih maksimal agar terpenuhinya

aturan 30 persen perempuan di parlemen.

Kesimpulan

Sasaran akhir dari sebuah penelitian tentu saja untuk

menjawab pertanyaan yang ada para rumusan masalah.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap berita dalam Harian

Republika yang terkait dengan keterwakilan perempuan di

parlemen dengan menggunakan anasisis framing model Robert

Entman, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa bingkai yang

digunakan oleh Republika adalah mengenai rendahnya kesadaran

politik perempaun di Indonesia. Republika mengatakan dalam

teks bahwa perempuan tidak cocok untuk bekerja di ranah

publik.

Hingga kini masyarakat masih menganggap perempuan

memiliki posisi di bawah laki-laki. Adanya budaya patriaki

di Indonesia membuat perempuan pun seakan-akan belum setara

dengan laki-laki. Dalam beberapa hal, perempuan masih

dianggap sebagai kaum marginal. Termasuk dalam kegiatan

perpolitikan Indonesia. Pemerintah pun pada akhirnya membuat

affirmative action yang menempatkan kuota 30 persen untuk

perempuan.

Perbedaan antara laki-laki dan perempuan sedikit banyak

dipengaruhi oleh kondisi social masyarakat. Republika pun

dalam menuliskan teks dipengaruhi oleh kondisi social yang

sudah ada sejak dulu. Di dalam teks Republika mengatakan

bahwa sulitnya memenuhi kuota karena adat mengatakan bahwa

permpuan di daerah memang tidak cocok dan tidak terdidik

decara politik. Pemillihan narasumber pun disesuaikan oleh

bingkai yang ingin ditampillkan oleh Republika. Sesuai

dengan konsep framing, ada pula penonjolan isi di berita

tersebut. Bagian yang mengatakan perempuan sulit untuk

berpolitik diletakkan di awal berita dan dukungan diletakkan

di akhir berita.

Budaya yang berkembang pada akhirnya membuat perempuan

berbeda dengan laki-lai. Dalam perspektif budaya laki-laki

dan perempuan sejak lahir sudah ditentukan peran dan atribut

gendernya masing-masing. Laki-laki dianggap lebih cerdas

dalam banyak ha, lebih kuat, dan lebih berani daripada

perempuan. Laki-laki pun dianggap mempunyai akses kekuasaan,

misalnya mengontrol lembaga-lembaga legislative.

Terdapat perbedaan antara perspektif budaya jika

dibandingkan dengan agama islam. Perempuan dan laki-laki

dalam islam dikatakan sama secara kedudukan. Tidak ada yang

membedakan antara laki-laki dan perempuan selain iman dan

takwa. Perempuan juga dikatakan dalam al-qur’an memiliki

kewajiban untuk menyelamatkan dan memakmurkan alam dan

sampai pada suatu kesadaran akan tujuan menyelamatkan

peradaban manusia sesuai dengan ayat khalifatullah fil ardh.

Dalam teks Republika hanya menuliskan keterwakilan

perempuan dari sisi budaya saja. Republika melupakan bahaw

perempuan dalam agama islam pun sebenarnya tidak ada

larangan yang mengatakan bahwa perempuan tidak boleh

mengikuti kegiatan politik atau bahkan untuk menjadi seorang

pemimpin. Perempuan boleh saja mengikuti kegiatan politik

asalkan mampu untuk berpolitik. Pada akhirnya peneliti

melihat belum ada usaha khusus yang dituliskan oleh

Republika yang mengatakan bahwa perempuan memiliki hak untu

setara dengan laki-laki.

Pembahasan (Analisis Saya)

Berdasarkan data yang dimuat dalam skripsi, abstrak dan

kesimpulan sudah jelas terurai dengan baik. Pertanyaan yang

ada di dalam abstrak juga telah terjawab di dalam

kesimpulan. Hal ini menunjukan bahwa memang teori framing

menjadi pemicu dalam mengungkap maksud dari sebuah media.

Pembingkaian yang dilakukan berbagai media juga mempengaruhi

pemahaman yang ditangkap oleh khalayak.

Oleh karena itu, hendaknya khalayak tidak

membaca/mendengar/menyaksikan informasi dari satu media

saja. Bahkan, terkadang satu media bisa memberitakan satu

topic dengan pembahasan yang berbeda-beda. Dengan

menngkonsumsi informasi dari berbagai media, kita bisa

mengetahui mana maksud yang ingin ditonjolkan oleh media

tersebut,

Pada skripsi ini, penulis menunjukan bahwa Republika

tida mengingat bahwa dalam Islam kesetaraan hak perempuan

dan laki-laki sudah diatur. Sejatinya, Republika merupakan

salah satu media yang menjunjung nilai-nilai agama islam

dalam segala aspek pemberitaanya.

Satu hal yang saya sayangkan, yaitu, penulis menyatakan

bahwa kesetaraan hak laki-laki dan perempuan adalah sama.

Begitupun dalam hal berpolitik. Namun, penulis tidak

menyatakan atau mencantumkan dalil Al-Qur’an atau hadist

yang menunjukan kesamaan hak tersebut.

Oleh karena itu, saya menilai bahwa, seolah penulis di

sini hanya ingin memojokan pihak Republika saja. Menunjukkan

bahwa seolah pihak yang harus dilimpahkan tanggung jawab

hanyalah Republika.

Menurut saya, hal yang menghambat perempuan dalam

berpolitik tidak hanya adat saja, tetapi juga pendidikan. Di

daerah-daerah terpencil di Indonesia, jangankan untuk

mempelajari hal politik, kesadaran masyarakat untuk

mengenyam pendidikan pun bisa dikatakan sangat minim.

Inilah yang menjadi tugas kita bersama untuk membuat

masyarakat sekitar akan pentingnya pendidikan. Pendidikan

merupakan jalan bagi manusia untuk mempertahankan hidup di

era globalisassi seperti sekarang ini. Hal ini harus

didukung oleh berbagai pihak, karena tantangan akan selalu

datang seiring dengan perkembangan zama, baik dari segi

sosial, politik, dan ekonomi.

Lampiran