Proposal skripsi belum fix
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of Proposal skripsi belum fix
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Kajian mengenai Corporate Governance meningkat dengan pesat
seiring dengan terbukanya skandal keuangan berskala besar
(misalnya skandal Enron, Tyco, Worldcom dan Global Crossing)
yang melibatkan akuntan, salah satu elemen penting dari Good
Corporate Governance. Berbagai tulisan memaparkan konsekuensi
negatif dari weak governance system dan berusaha mengidentifikasi
faktor-faktor penentu yang dapat meningkatkan implementasi
corporate governance (Iskander dan Chamlou, 2000), misalnya
menyampaikan bahwa krisis ekonomi yang terjadi di kawasan Asia
Tenggara dan negara lain terjadi bukan hanya akibat faktor
ekonomi makro namun juga karena lemahnya corporate governance yang
ada di negara-negara tersebut, seperti lemahnya hukum, standar
akuntansi dan pemeriksaan keuangan (auditing) yang belum
mapan, pasar modal yang masih under-regulated, lemahnya
pengawasan komisaris, dan terabaikannya hak minoritas. Hal ini
berarti bahwa good corporate governance tidak saja berakibat
positif bagi pemegang saham, namun juga bagi masyarakat yang
lebih luas yang berupa pertumbuhan ekonomi nasional. Karena
itulah berbagai lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan dunia
seperti World Bank dan International Monetary Fund sangat
berkepentingan terhadap penegakan corporate governance di negara-
negara penerima dana karena mereka menganggap bahwa corporate
governance merupakan bagian penting sistem pasar yang efisien.
Hadirnya Good Corporate Governance dalam pemulihan krisis di
Indonesia menjadi mutlak diperlukan, mengingat Good Corporate
Governance mensyaratkan suatu pengelolaan yang baik dalam sebuah
organisasi. GCG merupakan sistem yang mampu memberikan
perlindungan dan jaminan hak kepada stakeholders, termasuk di
dalamnya adalah shareholders, lenders, employees, executives, government,
customers dan stakeholders yang lain (Naim, 2000). Dua hal yang
menjadi perhatian utama konsep ini adalah (1) pentingnya hak
pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar
(akurat) dan tepat pada waktunya, (2) kewajiban perusahaan
untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat tepat
pada waktunya, dan transparan mengenai semua hal yang
berkaitan dengan kinerja perusahaan, kepemilikan dan pemegang
kepentingan (stakeholder) (YPPMI & Sinergy Communication, 2002).
Permasalahan yang timbul dalam GCG merupakan akibat
adanya masalah keagenan yang muncul dalam suatu organisasi.
Berkaitan dengan struktur kepemilikan, terjadi
ketidakselarasan kepentingan antara dua kelompok pemilik
perusahaan, yaitu controlling dan minority shareholders. Seringkali
controlling shareholders mengendalikan keputusan manajemen yang
merugikan minority shareholders. Selain itu, struktur kepemilikan
yang menyebar (manager-controlled) juga memberikan kontribusi
lebih terhadap terjadinya masalah keagenen dari pada struktur
kepemilikan yang terkonsentrasi (owner-controlled). Namun
demikian, menurut Suad Husnan (2000) secara empiris ditemukan
bukti bahwa perusahaan yang kepemilikannya lebih menyebar
memberikan imbalan yang lebih besar kepada manajemen
dibandingkan dengan perusahaan yang kepemilikannya lebih
terkonsentrasi.
Akuntabilitas sebagai aspek GCG menjadi penting manakala
manajemen menghadapi intertemporal choice yang memaksa manajemen
melakukan manipulasi karena situasi yang dihadapinya.
Manipulasi kinerja yang ditempuh dengan beberapa cara
merupakan suatu upaya manajemen untuk menggunakan suatu
keputusan tertentu untuk mengubah laporan keuangan dengan
tujuan untuk menyesatkan pemegang saham yang ingin mengetahui
kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil
kontraktual yang mengandalkan angka akuntansi yang
dilaporkannya (Healy dan Wahlen, 1998; DuCharme et al., 2000).
Manipulasi yang dikenal dengan earning mangement antara lain
dilakukan dengan memilih prosedur dan metode akuntansi
tertentu atau mengendalikan berbagai akrual (Richardson, 1998;
Chambers 1998; DuCharme et al., 2000).
Setiap perusahaan publik diwajibkan membuat laporan
keuangan tahunan yang diaudit oleh kantor akuntan publik
sebagai sarana pertanggungjawaban, terutama kepada pemilik
modal. Bagi perusahaan, laporan keuangan merupakan mekanisme
yang penting bagi manajer untuk berkomunikasi dengan investor
luar. Hal tersebut bisa dijelaskan dalam hubungan principal dan
agent. Sebagai pengelola perusahaan, manajemen bertindak
sebagai agen, sementara investor sebagai pemilik berperan
sebagai principal.
Dalam pencapaian efisiensi dan sebagai sarana
transparansi dan akuntabilitas publik, pengungkapan laporan
keuangan menjadi faktor yang signifikan. Pengungkapan laporan
keuangan dapat dilakukan dalam bentuk penjelasan mengenai
kebijakan akuntansi yang ditempuh, kontijensi, metode
persediaan, jumlah saham beredar dan ukuran
alternatif ,misalnya untuk pos-pos yang dicatat berdasar
historical cost (Na’im dan Rakhman, 2000). Ada dua jenis
pengungkapan dalam hubungannnya dengan persyaratan yang
ditetapkan oleh standar, yaitu :
1. Pengungkapan wajib (enforced/mandated disclosure), yaitu
pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar
akuntansi yang berlaku.
2. Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) yaitu pengungkapan
yang dilakukan secara sukarela tanpa diharuskan oleh
peraturan yang berlaku.
Kinerja perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain terkonsentrasi atau tidak terkonsentrasinya
kepemilikan, manipulasi laba, serta pengungkapan laporan
keuangan. Kepemilikan yang banyak terkonsentrasi oleh
institusi akan memudahkan pengendalian sehingga akan
meningkatkan kinerja perusahaan. Disclosure laporan keuangan akan
memberikan informasi yang berguna bagi pemakai laporan
keuangan. Disclosure sebagai salah satu aspek GCG diharapkan
dapat menjadi dasar untuk melihat baik tidaknya kinerja
perusahaan. Hal ini kontradiktif dengan perilaku oportinis
manajemen yang memainkan accruals untuk memanipulasi laba.
Secara umum, corporate governance merupakan sarana,
mekanisme, dan struktur yang berperan sebagai pengawasan atas
self-serving behavior manajer (Short et al., 1999). Pengelolaan
perusahaan yang terbuka (transparent) dan accountable bisa mencegah
terjadinya self-serving behavior. Seperti diungkapkan oleh Keasey
and Wright (1997, p. 2) :
Good corporate governance bisa diartikan sebagai interaksi antara
struktur dan mekanisme yang menjamin adanya control dan
accountability, namun tetap mendorong efisiensi dan kinerja
perusahaan (Salowe, 2002).
Berdasarkan uraian diatas dan fenomena yang terjadi maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Hubungan Antara Good Corporate Governance dan Struktur
Kepemilikan Dengan Kinerja Perusahaan (Studi Empiris pada
Perusahaan Manufaktur yang Listing di Bursa Efek Indonesia)”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merumuskan
beberapa permasalahan yang akan diteliti antara lain :
1. Apakah terdapat pengaruh hubungan yang signifikan antara
kepemilikan terkonsentrasi dan tidak terkonsentrasi
dengan kinerja perusahaan.
2. Seberapa besar pengaruh hubungan antara good corporate
governance yang diwakili oleh proksi pengungkapan
(disclosure) laporan keuangan dan accruals terhadap kinerja
perusahaan.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk
mendapatkan data yang dapat memberikan informasi untuk
menjelaskan adakah hubungan antara good corporate governance
dan struktur kepemilikan terhadap kinerja perusahaan-
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Berdasarkan maksud tersebut maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh hubungan yang
signifikan antara kepemilikan terkonsentrasi dan tidak
terkonsentrasi dengan kinerja perusahaan.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh hubungan antara
good corporate governance yang diwakili oleh proksi
pengungkapan (disclosure) laporan keuangan dan accruals
terhadap kinerja perusahaan.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna untuk hal-hal sebagai
berikut, dan bermanfaat bagi, antara lain :
1. Penulis
Menambah wawasan keilmuan penulis di bidang akuntansi.
2. Akademik
Dengan adanya penelitian ini, sebagai dasar lebih lanjut
dari teori yang diperoleh sehingga memberikan suatu hasil
penelitian yang berupa hubungan antara good corporate
governance dan struktur kepemilikan dengan kinerja
perusahaan.
3. Perusahaan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan
bagi semua pihak yang berkepentingan dalam meningkatkan
dan mengevaluasi kinerjanya
4. Rekan Mahasiswa
Dengan penelitian ini, semoga dapat digunakan sebagai
sumber informasi, bahan rujukan dan referensi untuk
penelitian topik-topik yang berkaitan, baik bersifat
lanjutan, melengkapi, ataupun menyempurnakan.
1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
Isu corporate governance muncul karena terjadi pemisahan
antara kepemilikan dengan pengendalian perusahaan, atau
seringkali dikenal dengan istilah masalah keagenan.
Permasalahan keagenan dalam hubungannya antara pemilik modal
dengan manajer adalah bagaimana sulitnya pemilik dalam
memastikan bahwa dana yang ditanam tidak diambil alih atau
diinvestasikan pada proyek yang menguntungkan sehingga tidak
mendatangkan return. Corporate governance diperlukan untuk mengurangi
permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer.
Dalam perspektif agency theory, weak governance merupakan bagian
dari agency costs yang terjadi dan mencerminkan adanya divergence of
interest antara prinsipal (pemilik) dan agen (manajemen) (Riyanto,
2005). Agen yang risk averse dan cenderung mementingkan dirinya
sendiri (self-serving behavior) akan mengalokasikan resources
(berinvestasi) yang tidak meningkatkan nilai perusahaan. Di
samping itu, agen juga melakukan shirking dengan cara
menyalahgunakan (abuse) resources dalam bentuk pecuniary dan non-
pecuniary benefits. Tindakan yang merugikan perusahaan ini bisa
terjadi karena adanya information asymmetry antara principal dan
agen menyangkut masalah yang berhubungan dengan organisasi.
Akibat adanya information asymmetry tersebut, pemilik kesulitan
untuk mengetahui (observe) apakah agen sudah bertindak
sebagaimana mestinya (Eisenhardt, 1985). Adanya inherent agency
problems dalam pengelolaan organisasi modern ini mengindikasikan
bahwa nilai perusahaan akan naik jika pemilik bisa
mengendalikan perilaku manajemen agar tidak menghamburkan
resources perusahaan, baik dalam bentuk investasi yang tidak
layak, ataupun dalam bentuk shirking.
Beberapa konsep tentang corporate governance antara lain yang
dikemukakan oleh Shleifer and Vishny (1997) yang menyatakan
corporate governance berkaitan dengan cara atau mekanisme untuk
meyakinkan para pemilik modal dalam memperoleh return yang
sesuai dengan investasi yang telah ditanam. Iskandar (1999)
menyatakan bahwa corporate governance merujuk pada kerangka aturan
dan peraturan yang memungkinkan stakeholders untuk membuat
perusahaan memaksimalkan nilai dan untuk memperoleh return.
Selain itu corporate governance merupakan alat untuk menjamin
direksi dan manajer (atau insider) agar bertindak yang terbaik
untuk kepentingan investor luar (kreditur atau shareholder)
(Prowson, 1998).
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengungkap
pengaruh corporate governance terhadap kinerja dan nilai
perusahaan. Namun, pada umumnya penelitian yang dilakukan
hanya menekankan pada salah satu aspek dari agency costs, yaitu
monitoring costs. Menurut Watts dan Zimmerman (1986) agency costs
terdiri dari dua, yaitu monitoring costs dan bonding costs. Corporate
governance dikatakan dapat menurunkan monitoring costs akibat adanya
peningkatan pengawasan dan transparansi (atau penurunan
information asymmetry). Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa
adanya pengaruh komposisi kepemilikan dan kompisisi dewan
komisaris (board of directors) terhadap kinerja.
Prinsip Dasar Pengelolaan Perusahaan yang Baik
Menurut Linan (2000) terdapat empat prinsip dasar
pengelolaan perusahaan yang baik. Keempat prinsip tersebut
adalah :
1. Keadilan (fairness) yang meliputi : (a) Perlindungan bagi
seluruh hak pemegang saham (b) Perlakuan yang sama bagi
para pemegang saham.
2. Transparansi (transparancy) yang meliputi : (a) Pengungkapan
informasi yang bersifat penting (b) Informasi harus
disiapkan, diaudit dan diungkapkan sejalan dengan
pembukuan yang berkualitas (c) Penyebaran informasi harus
bersifat adil, tepat waktu dan efisien.
3. Dapat dipertanggungjawabkan (accountability) yang meliputi
pengertian bahwa (a) Anggota dewan direksi harus
bertindak mewakili kepentingan perusahaan dan para
pemegang saham (b) Penilaian yang bersifat independen
terlepas dari manajemen (c) adanya akses terhadap
informasi yang akurat, relevan dan tepat waktu.
4. Pertanggungjawaban (responsibility) meliputi : (a) Menjamin
dihormatinya segala hak pihak-pihak yang berkepentingan
(b) Para pihak yang berkepentingan harus mempunyai
kesempatan untuk mendapatkan ganti rugi yang efektif atas
pelanggaran hak-hak mereka (c) Dibukanya mekanisme
pengembangan prestasi bagi keikutsertaan pihak yang
berkepentingan (d) Jika diperlukan, para pihak yang
berkepentingan harus mempunyai akses terhadap informasi
yang relevan.
Struktur Kepemilikan
Masalah corporate governance merupakan masalah yang timbul
sebagai akibat pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan
mempunyai kepentingan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut
antara lain karena karakteristik kepemilikan dalam perusahaan,
seperti (1) Kepemilikan menyebar (dispersed ownership). Ditemukan
bahwa perusahaan yang kepemilikannya lebih menyebar memberikan
imbalan yang lebih besar kepada pihak manajemen daripada
perusahaan yang kepemilikannya lebih terkonsentrasi (Gilberg
dan Idson, 1995) (2) Kepemilikan terkonsentrasi (closely held).
Dalam tipe kepemilikan seperti ini timbul dua kelompok
pemegang saham, yaitu controlling interest dan minority interest
(shareholders) (3) Kepemilikan dalam BUMN. Kepemilikan dalam BUMN
mempunyai artian khusus bahwa pemiliknya tidak dapat
mengontrol secara langsung perusahaannya. Pemilik hanya
diwakili oeh pejabat yang ditunjuk (misalnya menteri).
Kesepakatan dapat terjadi antara wakil pemilik dengan
manajemen, wakil pemilik dan pihak manajemen dengan kreditur .
Struktur kepemilikan terbagi dalam beberapa kategori.
Struktur kepemilikan terkonsentrasi dan menyebar. Secara
spesifik kategori struktur kepemilikan meliputi kepemilikan
oleh institusi domestik, institusi asing, pemerintah,
karyawan, dan individual domestik (Xu, 1997). Riset empiris
yang dilakukan oleh Xu dan Wang (1999) membuktikan bahwa
struktur kepemilikan (mix dan konsentrasi) berpengaruh secara
signifikan terhadap kinerja perusahaan. Lebih lanjut dapat
dijelaskan hasil penelitian tersebut sebagai berikut : (1)
Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara
kepemilikan terkonsentrasi dan produktifitas sebagai salah
satu proksi dari kinerja perusahaan. (2) Pengaruh kepemilikan
terkonsentrasi lebih kuat untuk perusahaan yang didominasi
oleh legal person shareholders daripada perusahaan yang didominasi
oleh perusahaan. (3) Profotabilitas perusahaan berhubungan
positif dengan proksi pemilikan saham oleh legal person tetapi
berhubungan negatif dengan proksi pemilikan saham oleh
perusahaan (4) Produktifitas tenaga kerja cenderung menurun
saat proporsi kepemilikan saham oleh perusahaan meningkat.
Kepemilikan saham oleh legal person shareholders dapat memonitor
manjemen secara efektif melalui pengendalian oleh board of
directors, pemilihan karyawan perusahaan dan pemberian
kompensasi terhadap chief corporate officer.
Berbagai penelitan lain yang mendukung antara lain dapat
dijelaskan sebagai berikut : penelitian oleh Demzetz dan Lehn
(1985) yang dikutip oleh Xu dan Wang (1999) menemukan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara konsentrasi
pemilikan dengan tingkat laba akuntansi untuk 511 perusahan
terbesar di US. Holderness dan Sheehan (1988) menganalisa 114
perusahaan yang listing di NYSE dalam kepemilikan saham lebih
dari 50,1% diperoleh hasil Tobin’s Q lebih tinggi jika
perusahaan dimiliki oleh pemegang saham mayoritas. Tobin’s Q
lebih rendah secara signifikan untuk perusahaan dengan
kepemilikan saham mayoritas individual. McConnell dan Servaes
(1990) untuk sampel lebih dari 1000 perusahaan menemukan bahwa
Tobin’s Q berhubungan secara positif dengan proksi kepemilikan
saham oleh investor individual. Pengukuran kinerja dengan
Tobin’s Q diyakini bisa memberikan gambaran mengenai penilaian
pasar terhadap perusahaan, karena Tobin’s Q didapat dari nilai
pasar ekuitas ditambah nilai pasar hutang dibagi dengan nilai
buku aktiva. Tobin’s Q memberikan gambaran tidak hanya pada
aspek fundamental, tetapi juga sejauh mana pasar menilai
perusahaan dari berbagai aspek yang dilihat oleh pihak luar
termasuk investor.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengembangkan
hipotesis penelitian sebagai berikut :
Ha1 : Terdapat hubungan antara kepemilikan perusahaan
dengan kinerja perusahaan
Keterbukaan dan transparansi merupakan prinsip yang
sangat mendasar bagi perusahaan yang menyampaikan informasi
keuangannya kepada publik. Ada dua jenis pengungkapan yang
disyaratkan oleh pengelola pasar modal. Pertama, pengungkapan
wajib (enforced/mandated disclosure), yaitu pengungkapan minimum
yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku. Kedua,
pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) yaitu pengungkapan
yang dilakukan secara sukarela tanpa diharuskan oleh peraturan
yang berlaku bagi perusahaan publik, pengungkapan sukarela
yang lebih luas akan meningkatkan kredibilitas perusahaan.
Pengungkapan yang sukarela dapat membantu investor dalam
memahami strategi bisnis perusahaan. Lang dan Ludholm (1996)
juga menyatakan bahwa pengungkapan yang lebih luas akan
menarik lebih banyak analis, meningkatkan akurasi ekspektasi
pasar, menurunkan ketidaksimetrisan pasar dan menurunkan
kejutan pasar.
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya antara lain
oleh Ahmed dan Nicholls (1994), Alford (1993) Cooke (1992)
seperti yang dikutip oleh Subiyantoro (1997) membuktikan bahwa
laporan keuangan merupakan media yang tepat untuk menyampaikan
corporate disclosure. Sesuai dengan undang-undang pasar modal yaitu
dalam meningkatkan transparansi dan menjamin perlindungan
terhadap pemodal, setiap perusahaan yang menawarkan efeknya
melalui pasar modal (emiten) wajib mengungkapkan seluruh
informasi mengenai keadaan usahanya termasuk keadaan keuangan,
aspek hukum, manajemen dan harta kekayaan perusahaan terhadap
masyarakat. Perusahaan yang mengungkapkan informasi lebih
banyak kepada pihak luar diduga memiliki kinerja perusahaan
yang lebih baik. Hal ini dapat dimengerti mengingat perusahaan
menginginkan pasar memiliki penilaian positif terhadap kondisi
perusahaan, baik dari aspek keuangan, manajemen maupun hukum.
Oleh karena itu, hipotesis yang dikembangkan adalah sebagai
berikut:
Ha2 : Terdapat hubungan antara kelengkapan disclosure dengan
kinerja perusahaan.
1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
Untuk memperoleh data dan menjawab masalah yang sedang
diteliti, penulis mengadakan penelitian di Bursa Efek
Indonesia dan www.idx.co.id. Adapun waktu penelitian dilakukan
pada bulan Mei 2012 sampai dengan selesai.
DAFTAR PUSTAKA
Edi Subiyarto (1997). Hubungan Antara Kelengkapan PengungkapanLaporan Keuangan dengan Karakteristik Perusahaan Publikdi Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi I, Yogyakarta.
David K Linnan, Keberadaan Good Corporate Governance dalam MasyarakatBisnis Sekarang dan Masa mendatang. Program Magister Hukum. UGMYogyakarta. 2000.
Fama E.F. (1980). Agency Problem and Residuals Claim. The Journal ofFinancial Economic. Vol. l88.
Jensen Michael c. and William H Meckling (1976). Theory of theFirm: Management Behavior, Agency Cost and Ownership Srtucture.Journal of Finance Economic. Oktober.
Keasey and Wright 1997. Corporate Governance: Responsibility, Risk andRemuneration. John Wiley.
Suad Husnan. Corporate Governance di Indonesia: Pengamatan terhadap SektorCorporate dan Keuangan. Program Magister Hukum. UGMYogyakarta. 2000.
Tri Gunarsih (2001). Corporate Governance: Struktur Kepemilikan, Kinerjadan Diversifikasi. Rancangan Proposal Disertasi. UGMYogyakarta.
Xiaonian Xu dan Yang Wang. 1999. Ownership Structure, CorporateGovernance: The Cases of Chinese Stock Company.
Zhuang. 2000. Corporate Governance and Finance in East Asia: Astudy ofIndonesia, Republic of Korea, Malaysia, Philippines and Thailand. AsianDevelopment Bank. Volume One.
Fitriany. 2001. Signifikansi Perbedaan Tingkat KelengkapanPengungkapan Wajib dan Sukarela pada Laporan KeuanganPerusahaan Publik yang Terdaftar di BEJ. Simposium NasionalAkuntansi IV.
Healy, P. M., dan K. G. Palepu. 2001. A Review of theEmpirical Disclosure Literature. Journal of AccountingEconomics 31.
Ahmed, K. dan J. K. Courtis. 1999. Association betweenCorporate Characteristics and Disclosure Levels in AnnualReports: A Meta-Analysis. British Accounting Review 31: 35-61.
Komite Nasional Kebijakan Corporate governance (KNKCG). 2001.Pedoman Good Corporate governance: Ref. 4. 0.
Lang, M., dan R. Lundholm. 1993. Cross-Sectional McKinsey andCompany. 2001. Interpreting the Value of CorporateGovernance. 3rd Asian Roundtable on Corporate Governance.
Rahman, A. R. 2002. Incomplete Financial Contracting,Disclosure, Corporate Governance and Firm Value. WorkingPaper (November).
Riyanto, B. 2005. Corporate Governace: Isu Penelitian Utama. Kompak(Forthcoming)
Watts, R. L., dan J. L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory.USA: Prentice Hall.
PENGARUH HUBUNGAN ANTARA GOOD CORPORATE GOVERNANCEDAN STRUKTUR KEPEMILIKAN DENGAN KINERJA PERUSAHAAN(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia)
PROPOSAL SKRIPSI