Proposal skripsi belum fix

22
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kajian mengenai Corporate Governance meningkat dengan pesat seiring dengan terbukanya skandal keuangan berskala besar (misalnya skandal Enron, Tyco, Worldcom dan Global Crossing) yang melibatkan akuntan, salah satu elemen penting dari Good Corporate Governance. Berbagai tulisan memaparkan konsekuensi negatif dari weak governance system dan berusaha mengidentifikasi faktor-faktor penentu yang dapat meningkatkan implementasi corporate governance (Iskander dan Chamlou, 2000), misalnya menyampaikan bahwa krisis ekonomi yang terjadi di kawasan Asia Tenggara dan negara lain terjadi bukan hanya akibat faktor ekonomi makro namun juga karena lemahnya corporate governance yang ada di negara-negara tersebut, seperti lemahnya hukum, standar akuntansi dan pemeriksaan keuangan (auditing) yang belum mapan, pasar modal yang masih under-regulated, lemahnya pengawasan komisaris, dan terabaikannya hak minoritas. Hal ini berarti bahwa good corporate governance tidak saja berakibat positif bagi pemegang saham, namun juga bagi masyarakat yang lebih luas yang berupa pertumbuhan ekonomi nasional. Karena itulah berbagai lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan dunia

Transcript of Proposal skripsi belum fix

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Kajian mengenai Corporate Governance meningkat dengan pesat

seiring dengan terbukanya skandal keuangan berskala besar

(misalnya skandal Enron, Tyco, Worldcom dan Global Crossing)

yang melibatkan akuntan, salah satu elemen penting dari Good

Corporate Governance. Berbagai tulisan memaparkan konsekuensi

negatif dari weak governance system dan berusaha mengidentifikasi

faktor-faktor penentu yang dapat meningkatkan implementasi

corporate governance (Iskander dan Chamlou, 2000), misalnya

menyampaikan bahwa krisis ekonomi yang terjadi di kawasan Asia

Tenggara dan negara lain terjadi bukan hanya akibat faktor

ekonomi makro namun juga karena lemahnya corporate governance yang

ada di negara-negara tersebut, seperti lemahnya hukum, standar

akuntansi dan pemeriksaan keuangan (auditing) yang belum

mapan, pasar modal yang masih under-regulated, lemahnya

pengawasan komisaris, dan terabaikannya hak minoritas. Hal ini

berarti bahwa good corporate governance tidak saja berakibat

positif bagi pemegang saham, namun juga bagi masyarakat yang

lebih luas yang berupa pertumbuhan ekonomi nasional. Karena

itulah berbagai lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan dunia

seperti World Bank dan International Monetary Fund sangat

berkepentingan terhadap penegakan corporate governance di negara-

negara penerima dana karena mereka menganggap bahwa corporate

governance merupakan bagian penting sistem pasar yang efisien.

Hadirnya Good Corporate Governance dalam pemulihan krisis di

Indonesia menjadi mutlak diperlukan, mengingat Good Corporate

Governance mensyaratkan suatu pengelolaan yang baik dalam sebuah

organisasi. GCG merupakan sistem yang mampu memberikan

perlindungan dan jaminan hak kepada stakeholders, termasuk di

dalamnya adalah shareholders, lenders, employees, executives, government,

customers dan stakeholders yang lain (Naim, 2000). Dua hal yang

menjadi perhatian utama konsep ini adalah (1) pentingnya hak

pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar

(akurat) dan tepat pada waktunya, (2) kewajiban perusahaan

untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat tepat

pada waktunya, dan transparan mengenai semua hal yang

berkaitan dengan kinerja perusahaan, kepemilikan dan pemegang

kepentingan (stakeholder) (YPPMI & Sinergy Communication, 2002).

Permasalahan yang timbul dalam GCG merupakan akibat

adanya masalah keagenan yang muncul dalam suatu organisasi.

Berkaitan dengan struktur kepemilikan, terjadi

ketidakselarasan kepentingan antara dua kelompok pemilik

perusahaan, yaitu controlling dan minority shareholders. Seringkali

controlling shareholders mengendalikan keputusan manajemen yang

merugikan minority shareholders. Selain itu, struktur kepemilikan

yang menyebar (manager-controlled) juga memberikan kontribusi

lebih terhadap terjadinya masalah keagenen dari pada struktur

kepemilikan yang terkonsentrasi (owner-controlled). Namun

demikian, menurut Suad Husnan (2000) secara empiris ditemukan

bukti bahwa perusahaan yang kepemilikannya lebih menyebar

memberikan imbalan yang lebih besar kepada manajemen

dibandingkan dengan perusahaan yang kepemilikannya lebih

terkonsentrasi.

Akuntabilitas sebagai aspek GCG menjadi penting manakala

manajemen menghadapi intertemporal choice yang memaksa manajemen

melakukan manipulasi karena situasi yang dihadapinya.

Manipulasi kinerja yang ditempuh dengan beberapa cara

merupakan suatu upaya manajemen untuk menggunakan suatu

keputusan tertentu untuk mengubah laporan keuangan dengan

tujuan untuk menyesatkan pemegang saham yang ingin mengetahui

kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil

kontraktual yang mengandalkan angka akuntansi yang

dilaporkannya (Healy dan Wahlen, 1998; DuCharme et al., 2000).

Manipulasi yang dikenal dengan earning mangement antara lain

dilakukan dengan memilih prosedur dan metode akuntansi

tertentu atau mengendalikan berbagai akrual (Richardson, 1998;

Chambers 1998; DuCharme et al., 2000).

Setiap perusahaan publik diwajibkan membuat laporan

keuangan tahunan yang diaudit oleh kantor akuntan publik

sebagai sarana pertanggungjawaban, terutama kepada pemilik

modal. Bagi perusahaan, laporan keuangan merupakan mekanisme

yang penting bagi manajer untuk berkomunikasi dengan investor

luar. Hal tersebut bisa dijelaskan dalam hubungan principal dan

agent. Sebagai pengelola perusahaan, manajemen bertindak

sebagai agen, sementara investor sebagai pemilik berperan

sebagai principal.

Dalam pencapaian efisiensi dan sebagai sarana

transparansi dan akuntabilitas publik, pengungkapan laporan

keuangan menjadi faktor yang signifikan. Pengungkapan laporan

keuangan dapat dilakukan dalam bentuk penjelasan mengenai

kebijakan akuntansi yang ditempuh, kontijensi, metode

persediaan, jumlah saham beredar dan ukuran

alternatif ,misalnya untuk pos-pos yang dicatat berdasar

historical cost (Na’im dan Rakhman, 2000). Ada dua jenis

pengungkapan dalam hubungannnya dengan persyaratan yang

ditetapkan oleh standar, yaitu :

1. Pengungkapan wajib (enforced/mandated disclosure), yaitu

pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar

akuntansi yang berlaku.

2. Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) yaitu pengungkapan

yang dilakukan secara sukarela tanpa diharuskan oleh

peraturan yang berlaku.

Kinerja perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor,

antara lain terkonsentrasi atau tidak terkonsentrasinya

kepemilikan, manipulasi laba, serta pengungkapan laporan

keuangan. Kepemilikan yang banyak terkonsentrasi oleh

institusi akan memudahkan pengendalian sehingga akan

meningkatkan kinerja perusahaan. Disclosure laporan keuangan akan

memberikan informasi yang berguna bagi pemakai laporan

keuangan. Disclosure sebagai salah satu aspek GCG diharapkan

dapat menjadi dasar untuk melihat baik tidaknya kinerja

perusahaan. Hal ini kontradiktif dengan perilaku oportinis

manajemen yang memainkan accruals untuk memanipulasi laba.

Secara umum, corporate governance merupakan sarana,

mekanisme, dan struktur yang berperan sebagai pengawasan atas

self-serving behavior manajer (Short et al., 1999). Pengelolaan

perusahaan yang terbuka (transparent) dan accountable bisa mencegah

terjadinya self-serving behavior. Seperti diungkapkan oleh Keasey

and Wright (1997, p. 2) :

Good corporate governance bisa diartikan sebagai interaksi antara

struktur dan mekanisme yang menjamin adanya control dan

accountability, namun tetap mendorong efisiensi dan kinerja

perusahaan (Salowe, 2002).

Berdasarkan uraian diatas dan fenomena yang terjadi maka

penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

“Pengaruh Hubungan Antara Good Corporate Governance dan Struktur

Kepemilikan Dengan Kinerja Perusahaan (Studi Empiris pada

Perusahaan Manufaktur yang Listing di Bursa Efek Indonesia)”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merumuskan

beberapa permasalahan yang akan diteliti antara lain :

1. Apakah terdapat pengaruh hubungan yang signifikan antara

kepemilikan terkonsentrasi dan tidak terkonsentrasi

dengan kinerja perusahaan.

2. Seberapa besar pengaruh hubungan antara good corporate

governance yang diwakili oleh proksi pengungkapan

(disclosure) laporan keuangan dan accruals terhadap kinerja

perusahaan.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk

mendapatkan data yang dapat memberikan informasi untuk

menjelaskan adakah hubungan antara good corporate governance

dan struktur kepemilikan terhadap kinerja perusahaan-

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia. Berdasarkan maksud tersebut maka tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh hubungan yang

signifikan antara kepemilikan terkonsentrasi dan tidak

terkonsentrasi dengan kinerja perusahaan.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh hubungan antara

good corporate governance yang diwakili oleh proksi

pengungkapan (disclosure) laporan keuangan dan accruals

terhadap kinerja perusahaan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna untuk hal-hal sebagai

berikut, dan bermanfaat bagi, antara lain :

1. Penulis

Menambah wawasan keilmuan penulis di bidang akuntansi.

2. Akademik

Dengan adanya penelitian ini, sebagai dasar lebih lanjut

dari teori yang diperoleh sehingga memberikan suatu hasil

penelitian yang berupa hubungan antara good corporate

governance dan struktur kepemilikan dengan kinerja

perusahaan.

3. Perusahaan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan

bagi semua pihak yang berkepentingan dalam meningkatkan

dan mengevaluasi kinerjanya

4. Rekan Mahasiswa

Dengan penelitian ini, semoga dapat digunakan sebagai

sumber informasi, bahan rujukan dan referensi untuk

penelitian topik-topik yang berkaitan, baik bersifat

lanjutan, melengkapi, ataupun menyempurnakan.

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

Isu corporate governance muncul karena terjadi pemisahan

antara kepemilikan dengan pengendalian perusahaan, atau

seringkali dikenal dengan istilah masalah keagenan.

Permasalahan keagenan dalam hubungannya antara pemilik modal

dengan manajer adalah bagaimana sulitnya pemilik dalam

memastikan bahwa dana yang ditanam tidak diambil alih atau

diinvestasikan pada proyek yang menguntungkan sehingga tidak

mendatangkan return. Corporate governance diperlukan untuk mengurangi

permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer.

Dalam perspektif agency theory, weak governance merupakan bagian

dari agency costs yang terjadi dan mencerminkan adanya divergence of

interest antara prinsipal (pemilik) dan agen (manajemen) (Riyanto,

2005). Agen yang risk averse dan cenderung mementingkan dirinya

sendiri (self-serving behavior) akan mengalokasikan resources

(berinvestasi) yang tidak meningkatkan nilai perusahaan. Di

samping itu, agen juga melakukan shirking dengan cara

menyalahgunakan (abuse) resources dalam bentuk pecuniary dan non-

pecuniary benefits. Tindakan yang merugikan perusahaan ini bisa

terjadi karena adanya information asymmetry antara principal dan

agen menyangkut masalah yang berhubungan dengan organisasi.

Akibat adanya information asymmetry tersebut, pemilik kesulitan

untuk mengetahui (observe) apakah agen sudah bertindak

sebagaimana mestinya (Eisenhardt, 1985). Adanya inherent agency

problems dalam pengelolaan organisasi modern ini mengindikasikan

bahwa nilai perusahaan akan naik jika pemilik bisa

mengendalikan perilaku manajemen agar tidak menghamburkan

resources perusahaan, baik dalam bentuk investasi yang tidak

layak, ataupun dalam bentuk shirking.

Beberapa konsep tentang corporate governance antara lain yang

dikemukakan oleh Shleifer and Vishny (1997) yang menyatakan

corporate governance berkaitan dengan cara atau mekanisme untuk

meyakinkan para pemilik modal dalam memperoleh return yang

sesuai dengan investasi yang telah ditanam. Iskandar (1999)

menyatakan bahwa corporate governance merujuk pada kerangka aturan

dan peraturan yang memungkinkan stakeholders untuk membuat

perusahaan memaksimalkan nilai dan untuk memperoleh return.

Selain itu corporate governance merupakan alat untuk menjamin

direksi dan manajer (atau insider) agar bertindak yang terbaik

untuk kepentingan investor luar (kreditur atau shareholder)

(Prowson, 1998).

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengungkap

pengaruh corporate governance terhadap kinerja dan nilai

perusahaan. Namun, pada umumnya penelitian yang dilakukan

hanya menekankan pada salah satu aspek dari agency costs, yaitu

monitoring costs. Menurut Watts dan Zimmerman (1986) agency costs

terdiri dari dua, yaitu monitoring costs dan bonding costs. Corporate

governance dikatakan dapat menurunkan monitoring costs akibat adanya

peningkatan pengawasan dan transparansi (atau penurunan

information asymmetry). Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa

adanya pengaruh komposisi kepemilikan dan kompisisi dewan

komisaris (board of directors) terhadap kinerja.

Prinsip Dasar Pengelolaan Perusahaan yang Baik

Menurut Linan (2000) terdapat empat prinsip dasar

pengelolaan perusahaan yang baik. Keempat prinsip tersebut

adalah :

1. Keadilan (fairness) yang meliputi : (a) Perlindungan bagi

seluruh hak pemegang saham (b) Perlakuan yang sama bagi

para pemegang saham.

2. Transparansi (transparancy) yang meliputi : (a) Pengungkapan

informasi yang bersifat penting (b) Informasi harus

disiapkan, diaudit dan diungkapkan sejalan dengan

pembukuan yang berkualitas (c) Penyebaran informasi harus

bersifat adil, tepat waktu dan efisien.

3. Dapat dipertanggungjawabkan (accountability) yang meliputi

pengertian bahwa (a) Anggota dewan direksi harus

bertindak mewakili kepentingan perusahaan dan para

pemegang saham (b) Penilaian yang bersifat independen

terlepas dari manajemen (c) adanya akses terhadap

informasi yang akurat, relevan dan tepat waktu.

4. Pertanggungjawaban (responsibility) meliputi : (a) Menjamin

dihormatinya segala hak pihak-pihak yang berkepentingan

(b) Para pihak yang berkepentingan harus mempunyai

kesempatan untuk mendapatkan ganti rugi yang efektif atas

pelanggaran hak-hak mereka (c) Dibukanya mekanisme

pengembangan prestasi bagi keikutsertaan pihak yang

berkepentingan (d) Jika diperlukan, para pihak yang

berkepentingan harus mempunyai akses terhadap informasi

yang relevan.

Struktur Kepemilikan

Masalah corporate governance merupakan masalah yang timbul

sebagai akibat pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan

mempunyai kepentingan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut

antara lain karena karakteristik kepemilikan dalam perusahaan,

seperti (1) Kepemilikan menyebar (dispersed ownership). Ditemukan

bahwa perusahaan yang kepemilikannya lebih menyebar memberikan

imbalan yang lebih besar kepada pihak manajemen daripada

perusahaan yang kepemilikannya lebih terkonsentrasi (Gilberg

dan Idson, 1995) (2) Kepemilikan terkonsentrasi (closely held).

Dalam tipe kepemilikan seperti ini timbul dua kelompok

pemegang saham, yaitu controlling interest dan minority interest

(shareholders) (3) Kepemilikan dalam BUMN. Kepemilikan dalam BUMN

mempunyai artian khusus bahwa pemiliknya tidak dapat

mengontrol secara langsung perusahaannya. Pemilik hanya

diwakili oeh pejabat yang ditunjuk (misalnya menteri).

Kesepakatan dapat terjadi antara wakil pemilik dengan

manajemen, wakil pemilik dan pihak manajemen dengan kreditur .

Struktur kepemilikan terbagi dalam beberapa kategori.

Struktur kepemilikan terkonsentrasi dan menyebar. Secara

spesifik kategori struktur kepemilikan meliputi kepemilikan

oleh institusi domestik, institusi asing, pemerintah,

karyawan, dan individual domestik (Xu, 1997). Riset empiris

yang dilakukan oleh Xu dan Wang (1999) membuktikan bahwa

struktur kepemilikan (mix dan konsentrasi) berpengaruh secara

signifikan terhadap kinerja perusahaan. Lebih lanjut dapat

dijelaskan hasil penelitian tersebut sebagai berikut : (1)

Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara

kepemilikan terkonsentrasi dan produktifitas sebagai salah

satu proksi dari kinerja perusahaan. (2) Pengaruh kepemilikan

terkonsentrasi lebih kuat untuk perusahaan yang didominasi

oleh legal person shareholders daripada perusahaan yang didominasi

oleh perusahaan. (3) Profotabilitas perusahaan berhubungan

positif dengan proksi pemilikan saham oleh legal person tetapi

berhubungan negatif dengan proksi pemilikan saham oleh

perusahaan (4) Produktifitas tenaga kerja cenderung menurun

saat proporsi kepemilikan saham oleh perusahaan meningkat.

Kepemilikan saham oleh legal person shareholders dapat memonitor

manjemen secara efektif melalui pengendalian oleh board of

directors, pemilihan karyawan perusahaan dan pemberian

kompensasi terhadap chief corporate officer.

Berbagai penelitan lain yang mendukung antara lain dapat

dijelaskan sebagai berikut : penelitian oleh Demzetz dan Lehn

(1985) yang dikutip oleh Xu dan Wang (1999) menemukan bahwa

tidak ada hubungan yang signifikan antara konsentrasi

pemilikan dengan tingkat laba akuntansi untuk 511 perusahan

terbesar di US. Holderness dan Sheehan (1988) menganalisa 114

perusahaan yang listing di NYSE dalam kepemilikan saham lebih

dari 50,1% diperoleh hasil Tobin’s Q lebih tinggi jika

perusahaan dimiliki oleh pemegang saham mayoritas. Tobin’s Q

lebih rendah secara signifikan untuk perusahaan dengan

kepemilikan saham mayoritas individual. McConnell dan Servaes

(1990) untuk sampel lebih dari 1000 perusahaan menemukan bahwa

Tobin’s Q berhubungan secara positif dengan proksi kepemilikan

saham oleh investor individual. Pengukuran kinerja dengan

Tobin’s Q diyakini bisa memberikan gambaran mengenai penilaian

pasar terhadap perusahaan, karena Tobin’s Q didapat dari nilai

pasar ekuitas ditambah nilai pasar hutang dibagi dengan nilai

buku aktiva. Tobin’s Q memberikan gambaran tidak hanya pada

aspek fundamental, tetapi juga sejauh mana pasar menilai

perusahaan dari berbagai aspek yang dilihat oleh pihak luar

termasuk investor.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengembangkan

hipotesis penelitian sebagai berikut :

Ha1 : Terdapat hubungan antara kepemilikan perusahaan

dengan kinerja perusahaan

Keterbukaan dan transparansi merupakan prinsip yang

sangat mendasar bagi perusahaan yang menyampaikan informasi

keuangannya kepada publik. Ada dua jenis pengungkapan yang

disyaratkan oleh pengelola pasar modal. Pertama, pengungkapan

wajib (enforced/mandated disclosure), yaitu pengungkapan minimum

yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku. Kedua,

pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) yaitu pengungkapan

yang dilakukan secara sukarela tanpa diharuskan oleh peraturan

yang berlaku bagi perusahaan publik, pengungkapan sukarela

yang lebih luas akan meningkatkan kredibilitas perusahaan.

Pengungkapan yang sukarela dapat membantu investor dalam

memahami strategi bisnis perusahaan. Lang dan Ludholm (1996)

juga menyatakan bahwa pengungkapan yang lebih luas akan

menarik lebih banyak analis, meningkatkan akurasi ekspektasi

pasar, menurunkan ketidaksimetrisan pasar dan menurunkan

kejutan pasar.

Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya antara lain

oleh Ahmed dan Nicholls (1994), Alford (1993) Cooke (1992)

seperti yang dikutip oleh Subiyantoro (1997) membuktikan bahwa

laporan keuangan merupakan media yang tepat untuk menyampaikan

corporate disclosure. Sesuai dengan undang-undang pasar modal yaitu

dalam meningkatkan transparansi dan menjamin perlindungan

terhadap pemodal, setiap perusahaan yang menawarkan efeknya

melalui pasar modal (emiten) wajib mengungkapkan seluruh

informasi mengenai keadaan usahanya termasuk keadaan keuangan,

aspek hukum, manajemen dan harta kekayaan perusahaan terhadap

masyarakat. Perusahaan yang mengungkapkan informasi lebih

banyak kepada pihak luar diduga memiliki kinerja perusahaan

yang lebih baik. Hal ini dapat dimengerti mengingat perusahaan

menginginkan pasar memiliki penilaian positif terhadap kondisi

perusahaan, baik dari aspek keuangan, manajemen maupun hukum.

Oleh karena itu, hipotesis yang dikembangkan adalah sebagai

berikut:

Ha2 : Terdapat hubungan antara kelengkapan disclosure dengan

kinerja perusahaan.

1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Untuk memperoleh data dan menjawab masalah yang sedang

diteliti, penulis mengadakan penelitian di Bursa Efek

Indonesia dan www.idx.co.id. Adapun waktu penelitian dilakukan

pada bulan Mei 2012 sampai dengan selesai.

DAFTAR PUSTAKA

Edi Subiyarto (1997). Hubungan Antara Kelengkapan PengungkapanLaporan Keuangan dengan Karakteristik Perusahaan Publikdi Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi I, Yogyakarta.

David K Linnan, Keberadaan Good Corporate Governance dalam MasyarakatBisnis Sekarang dan Masa mendatang. Program Magister Hukum. UGMYogyakarta. 2000.

Fama E.F. (1980). Agency Problem and Residuals Claim. The Journal ofFinancial Economic. Vol. l88.

Jensen Michael c. and William H Meckling (1976). Theory of theFirm: Management Behavior, Agency Cost and Ownership Srtucture.Journal of Finance Economic. Oktober.

Keasey and Wright 1997. Corporate Governance: Responsibility, Risk andRemuneration. John Wiley.

Suad Husnan. Corporate Governance di Indonesia: Pengamatan terhadap SektorCorporate dan Keuangan. Program Magister Hukum. UGMYogyakarta. 2000.

Tri Gunarsih (2001). Corporate Governance: Struktur Kepemilikan, Kinerjadan Diversifikasi. Rancangan Proposal Disertasi. UGMYogyakarta.

Xiaonian Xu dan Yang Wang. 1999. Ownership Structure, CorporateGovernance: The Cases of Chinese Stock Company.

Zhuang. 2000. Corporate Governance and Finance in East Asia: Astudy ofIndonesia, Republic of Korea, Malaysia, Philippines and Thailand. AsianDevelopment Bank. Volume One.

Fitriany. 2001. Signifikansi Perbedaan Tingkat KelengkapanPengungkapan Wajib dan Sukarela pada Laporan KeuanganPerusahaan Publik yang Terdaftar di BEJ. Simposium NasionalAkuntansi IV.

Healy, P. M., dan K. G. Palepu. 2001. A Review of theEmpirical Disclosure Literature. Journal of AccountingEconomics 31.

Ahmed, K. dan J. K. Courtis. 1999. Association betweenCorporate Characteristics and Disclosure Levels in AnnualReports: A Meta-Analysis. British Accounting Review 31: 35-61.

Komite Nasional Kebijakan Corporate governance (KNKCG). 2001.Pedoman Good Corporate governance: Ref. 4. 0.

Lang, M., dan R. Lundholm. 1993. Cross-Sectional McKinsey andCompany. 2001. Interpreting the Value of CorporateGovernance. 3rd Asian Roundtable on Corporate Governance.

Rahman, A. R. 2002. Incomplete Financial Contracting,Disclosure, Corporate Governance and Firm Value. WorkingPaper (November).

Riyanto, B. 2005. Corporate Governace: Isu Penelitian Utama. Kompak(Forthcoming)

Watts, R. L., dan J. L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory.USA: Prentice Hall.

PENGARUH HUBUNGAN ANTARA GOOD CORPORATE GOVERNANCEDAN STRUKTUR KEPEMILIKAN DENGAN KINERJA PERUSAHAAN(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di

Bursa Efek Indonesia)

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam MemperolehGelar

Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Padjadjaran

Disusun Oleh:

MONNA SAMALIA DEWI

120111080096

FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG2012