Skripsi Drainase
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
6 -
download
0
Transcript of Skripsi Drainase
EVALUASI DAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DRAINASE
DI KECAMATAN TANJUNGKARANG PUSAT
BANDAR LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh :
LIMPAT OVI HARYOKO
08140009
Jurusan Teknik Lingkungan
(Strata 1)
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2013
ii
EVALUASI DAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DRAINASE DI
KECAMATAN TANJUNG KARANG PUSAT, BANDAR LAMPUNG.
Oleh : Limpat Ovi Haryoko
Abstrak
Banjir adalah suatu kondisi fenomena bencana alam yang memiliki hubungan dengan
jumlah kerusakan dari sisi kehidupan dan material. Banjir berawal dari peningkatan
jumlah penduduk, perubahan iklim dan perubahan tata guna lahan. Kapasitas drainase
yang kecil dan banyaknya sedimen dalam drainase menyebabkan genangan/banjir.
Permasalahan lain juga muncul dari air buangan rumah tangga. Wilayah perkotaan yang
padat tidak bisa mengolah air buangan secara individu. Sehingga, air buangan akan
dialirkan pada sistem drainase perkotaan.
Dalam penelitian ini, hujan berperan penting dalam evaluasi dan perencanaan drainase
perkotaan. Data yang diperlukan data curah hujan, data tata guna lahan dan data
topografi. Data Curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan harian maksimum
stasiun pahoman dengan perbandingan stasiun lainnya. Data curah hujan dianalisis
dengan metode Log Person III dan Gumbel kemudian di uji dengan Chi Square untuk
memilih distribusi statistik yang diterima. Data curah hujan kemudian diterapkan dalam
intensitas hujan jam-jaman dengan metode mononobe. Intensitas hujan berguna untuk
menghitung debit puncak dengan metode rasional.
Berdasarkan data, banjir di beberapa saluran di Tanjung Karang Pusat seperti di jalan
Kartini, jalan Teuku Umar, jalan Imam Bonjol, jalan Cut Nyak Dien dan jalan Tulang
Bawang. Evaluasi yang dilakukan berupa analisis debit tiap-tiap saluran drainase di
seluruh wilayah Tanjung Karang Pusat. Setelah dilakukan evaluasi ada beberapa saluran
drainase yang perlu perencanaan ulang seperti saluran Kartini dan Teuku Umar; dan
beberapa saluran drainase perlu normalisasi seperti saluran Cut Nyak Dien, saluran
Imam Bonjol dan saluran Tulang Bawang.
Kata kunci : Curah Hujan, Metode Rasional, Banjir, Evaluasi, Perencanaan.
iii
EVALUASI DAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM DRAINASE DI
KECAMATAN TANJUNG KARANG PUSAT, BANDAR LAMPUNG.
By: Limpat Ovi Haryoko
Abstract
Flooding is a state of natural disaster phenomena which are related to the amount of
damage in terms of life and material. Flooding began increasing population, climate
change and land use change. Small drainage capacity and the amount of sediment in
the drainage causing inundation / flooding. Other issues also arise from domestic
wastewater. Dense urban areas can’t process individual waste water. So that, the waste
water will flow into the urban drainage system.
In this study, rainfall plays an important role in the evaluation and planning of urban
drainage. The data needed rainfall data, data on land use and topographic data.
Rainfall data used is the maximum daily rainfall data pahoman station with other
stations comparisons. Rainfall data were analyzed with Log Person III and Gumbel
then tested with Chi Square for selecting statistical distributions received. Rainfall data
is then applied to the hourly rainfall intensity mononobe method. The intensity of rain is
useful to calculate the peak discharge by rational methods.
Based on data, flood from several channels at Tanjung Karang Pusat as Kartini road,
Teuku Umar road, Imam Bonjol road, Cut Nyak Dien road and Tulang Bawang road.
The evaluation was done by analysis of the discharge of each drainage channel across
the Tanjung Karang Pusat. After an evaluation there are several drainage channels
need to redesign like Kartini channel and Teuku Umar channel, and some drainage
channels need to be normalized as Cut Nyak Dien channel, Imam Bonjol channel and
Tulang Bawang channel.
Keywords: Rainfall, Rational Method, Flood, Evaluation, Planning.
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : EVALUASI DAN RENCANA
PENGEMBANGAN SISTEM DRAINASE
DI KECAMATAN TANJUNG KARANG
PUSAT, BANDAR LAMPUNG
Nama Mahasiswa : LIMPAT OVI HARYOKO
Nomor Pokok Mahasiswa : 08140009
Fakultas : Teknik
Jurusan : Teknik Lingkungan
Telah diterima dan disetujui oleh :
Pembimbing I
Dr. Ir. Hardoyo M, M.Eng
Pembimbing II
Diah Ayu Wulandari S., ST.
Mengetahui,
Dekan Teknik
Weka Indra Dharmawan, ST., MT.
Ketua Jurusan
Dra. Hj. Sulastri, M.TA.
v
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr. Ir. Hardoyo Marsad, M.Eng ............................
Sekretaris : Diah Ayu Wulandari S., ST. ............................
Penguji : 1) Dra. Hj. Sulastri, M.T.A ............................
: 2) Drs.P.Nasoetion, M.Si ............................
2. Dekan Fakultas Teknik
Weka Indra Dharmawan, S.T., M.T
Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 20 Februari 2013
vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Gedung Wani pada tanggal 24
Oktober 1989. Putra keempat dari pasangan (Alm) Bapak
Dalijo dan Ibu Sriyati.
Pendidikan dasar diselesaikan penulis di SDN 2
Gedung Wani Kecamatan Marga Tiga Lampung Timur,
lulus tahun 2002. Pendidikan menengah pertama
diselesaikan di SMPN 2 Marga Tiga Lampung Timur, lulus
tahun 2005. Pendidikan menengah atas dilanjutkan penulis
di SMAN 4 Metro, lulus tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai
mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Malahayati Bandar Lampung
Program Studi S-1. Selama menjadi Mahasiswa, penulis aktif mengikuti pelatihan,
Seminar Internasional “Green Technology and Engineering” tanggal 25-26 Juli
2009 Universitas Malahayati, Workshop Pembuatan Robot Untuk Guru, Pelajar,
Mahasiswa dan Umum, tanggal 28-29 Agustus 2008, Universitas Malahayati, dan
Workshop Internasional “Mathematical Algoritm In Quantitative Research
Applied In Engineering, Economics And Business (Mathematical Programming
By C++)”, Tanggal 25-26 Februari 2009, Universitas Malahayati, Bandar
Lampung. Penulis aktif sebagai Ketua di organisasi HMJ Teknik Lingkungan
Universitas Malahayati periode 2010 - 2011. Tahun 2011 penulis melaksanakan
Kerja Praktek di Dinas Pekerjaan Umum Kota Metro.
vii
MOTTO
“Hai orang-orang yang beriman,
Jadikanlah sabar dan shalatmu Sebagai
penolongmu, sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar”
(Al-Baqarah: 153)
“Maka sesungguhnya beserta kesukaran
ada kemudahan. Maka apabila engkau
telah selesai (dari suatu urusan), maka
kerjakanlah (urusan yang lain) dengan
sungguh‐sungguh, dan hanya kepada Tuhanmu
hendaknya kamu berharap”.
(Al Insyiraah : 5‐8)
Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak
mustahil, kita baru yakin kalau kita telah berhasil
melakukannya dengan baik.
“EvElyn UndErHill”
“Berangkat dengan penuh keyakinan
Berjalan dengan penuh keikhlasan
Istiqomah dalam menghadapi cobaan”
“ YAKIN, IKHLAS, ISTIQOMAH “
( TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid )
viii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya kecilku ini teruntuk :
Bapak semoga tenang di alam sana
Ibu yang tak lelah mengasihiku
Keluarga besarku yang telah memberikan kasih sayang, doa
dan dukungan baik moril maupun materil
Guru serta dosen yang selalu menuntun & membuka wawasan
penulis tentang tak terbatasnya ilmu
Untuk inspirasi hidupku, dan almamaterku tercinta
ix
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Wr.Wb.
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan program strata-1 (S-1) Fakultas Teknik Jurusan Teknik Lingkungan
Universitas Malahayati Bandar Lampung.
Selama penulisan skripsi ini, penulis telah banyak menerima saran,
bimbingan serta doa dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam menyelesaikan masalah dan hambatan yang dihadapi penulis.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada
pihak-pihak yang telah memberi dukungan dalam penulisan skripsi ini:
1. Bapak Muhamad Kadavi, SH., MH., selaku Rektor Universitas Malahayati
Bandar Lampung.
2. Bapak Weka Indra Darmawan S.T.,M.T., selaku Dekan Fakultas Teknik dan
pembimbing akademik mahasiswa angkatan 2008 Jurusan Teknik
Lingkungan Universitas Malahayati.
3. Ibu Dra. Hj. Sulastri, M.TA., selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan
Universitas Malahayati Bandar Lampung.
x
4. Ibu Natalina, S.T., selaku Sekretaris Jurusan Teknik Lingkungan
Universitas Malahayati.
5. Bapak Dr. Ir. Hardoyo Marsad M.Eng., selaku pembimbing I dalam tugas
akhir.
6. Ibu Diah Ayu Wulandari Sulistyaningrum, S.T., selaku pembimbing II
dalam tugas akhir.
7. Seluruh Staf dan Dosen Pengajar Universitas Malahayati Bandar Lampung.
8. Kedua orang tuaku Dalijo (Almarhum) dan Sriyati, Kakak-kakakku Wahid
Oki Darmawan, Dwi Marliyana dan Neli Tri Sundari yang selalu
mendoakan dan memberikan semangat demi keberhasilan penulis.
9. Sahabat-sahabat seperjuanganku di jurusan Teknik Lingkungan angkatan
2008: Arman Rachmad, Ekwan Dedy Joni Irawansyah, Indri Hadi, Eko
Febrianto, Ketut Widiana, Talata Jimi Ariko, Regiantara Eka Cahya, Arif
Rahman Hakim, R. Andi Andriawan, Fahrul Rozi, Fitri Dewiyanti, Nongsis
Marni Putri dan Rika Ramayanti.
10. Rekan-rekan Fakultas Teknik yang telah banyak memberikan bantuan
kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.
11. Kepada semua rekan-rekan satu almamater yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini, masih jauh dari sempurna,
mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan serta masukkan saran yang dapat
membangun guna perbaikan dan kesempurnaan dari skripsi ini, penulis juga
xi
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan
pihak yang memerlukannya. Amin.
Wassalammua’alaikum Wr.Wb.
Bandar Lampung, Maret 2013
Penulis
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
ABSTRAK ................................................................................................................ ii
ABSTRACT .............................................................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................... v
RIWAYAT HIDUP PENULIS ................................................................................ vi
MOTTO .................................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ..................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xv
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xvii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................... 3
1.3. Batasan Masalah ............................................................................................. 3
1.4. Tujuan ............................................................................................................. 4
1.5. Manfaat ........................................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Umum .......................................................................................................... 5
2.2. Sistem Drainase ........................................................................................... 6
xiii
2.3. Permasalahan Drainase ................................................................................ 7
2.4. Dasar-dasar dan Kriteria Perencanaan Drainase .......................................... 8
2.4.1. Analisis Hidrologi ........................................................................................ 9
2.4.2. Debit ............................................................................................................. 14
2.4.3. Sistem Pengaliran Air .................................................................................. 17
2.4.4. Syarat Sistem Pengaliran ............................................................................. 24
2.4.5. Tata Letak Jalur Saluran .............................................................................. 28
2.4.6. Spesifikasi Teknis Bangunan Drainase ........................................................ 31
2.4.7. Operasi dan Pemeliharaan Drainase Berkelanjutan ..................................... 37
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 39
3.2. Jenis Penelitian............................................................................................. 39
3.3. Kerangka Pemikiran..................................................................................... 40
3.4. Evaluasi dan Perencanaan Pengembangan Sistem Drainase ....................... 41
3.5. Tahapan Penelitian ....................................................................................... 42
3.5.1. Ide Penelitian ............................................................................................... 42
3.5.2. Pengumpulan Data ....................................................................................... 42
3.5.3. Evaluasi Kondisi Sistem Drainase Eksiting ................................................. 44
3.5.4. Rencana Pengembangan Sistem Drainase ................................................... 45
IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Iklim ............................................................................................... 47
4.2. Kondisi Hidrologi ........................................................................................ 48
4.3. Analisis Curah Hujan ................................................................................... 48
4.3.1. Curah Hujan Maksimum .............................................................................. 48
4.3.2. Pengujian Data Curah Hujan ....................................................................... 50
xiv
4.4. Analisis Intensitas Curah Hujan ................................................................... 62
4.5. Analisis Tata Guna Lahan ............................................................................ 64
4.6. Kondisi Daerah Penelitian ........................................................................... 69
4.6.1. Profil Kecamatan ......................................................................................... 69
4.6.2. Kondisi Topografi ........................................................................................ 71
4.6.3. Jenis Tanah................................................................................................... 73
4.6.4. Air Tanah ..................................................................................................... 73
4.7. Kondisi Eksisting Drainase .......................................................................... 73
4.8. Evaluasi Kondisi Drainase ........................................................................... 75
4.9. Pengembangan Drainase .............................................................................. 86
4.9.1. Jalan Cut Nyak Dien .................................................................................... 86
4.9.2. Jalan Kartini ................................................................................................. 87
4.9.3. Jalan Tulang Bawang ................................................................................... 94
4.9.4. Jalan Imam Bonjol (Pasar Smep) ................................................................. 95
4.9.5. Jalan Teuku Umar ........................................................................................ 97
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan .................................................................................................. 102
5.2. Saran ............................................................................................................ 103
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Pola Alamiah ......................................................................................... 29
Gambar 2.2. Pola Siku ............................................................................................... 29
Gambar 2.3. Pola Pararel ........................................................................................... 30
Gambar 2.4. Pola Grid Iron........................................................................................ 30
Gambar 2.5. Pola Radial ............................................................................................ 31
Gambar 2.6. Pola Jaring-jaring .................................................................................. 31
Gambar 3.1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Permasalahan Banjir ..................... 40
Gambar 3.2. Diagram Alir Evaluasi dan Perencanaan Pengembangan Sistem
Draianase ............................................................................................. 41
Gambar 4.1. Lengkung Massa Ganda Stasiun Pahoman ........................................... 52
Gambar 4.2. Lengkung Intensitas Hujan.................................................................... 64
Gambar 4.3. Tutupan Lahan Kecamatan Tanjung Karang Pusat ............................... 65
Gambar 4.4. Peta Administrasi Kecamatan Tanjung karang Pusat ........................... 71
Gambar 4.5. Peta Topografi Kecamatan Tanjung karang Pusat ................................ 72
Gambar 4.6. Peta jaringan Drainase Kecamatan Tanjung Karang Pusat ................... 85
Gambar 4.7. Drainase Eksiting Jalan Cut Nyak Dien ................................................ 87
Gambar 4.8. Drainase Eksiting Jalan Kartini Depan Hypermart ............................... 89
Gambar 4.9. Drainase Rencana Jalan Kartini Depan Hypermart............................... 90
Gambar 4.10. Drainase Eksiting Jalan Kartini Depan Panin Bank ............................ 92
Gambar 4.11. Drainase Rencana Jalan Kartini Depan Panin Bank ........................... 93
Gambar 4.12. Drainase Eksiting Jalan Tulang Bawang ............................................. 95
xvi
Gambar 4.13. Drainase Eksiting Jalan Imam Bonjol (Pasar Smep) .......................... 97
Gambar 4.14. Drainase Eksiting Jalan Teuku Umar .................................................. 99
Gambar 4.15. Drainase Rencana Jalan Teuku Umar ................................................. 100
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Standar Desain Saluran Drainase .............................................................. 16
Tabel 2.2. Kecepatan Aliran Air Diizinkan Berdasarkan Jenis Material ................... 27
Tabel 3.1. Kebutuhan Data......................................................................................... 43
Tabel 4.1. Data Curah Hujan Maksimum .................................................................. 49
Tabel 4.2. Perhitungan Tes Konsistensi Stasiun Pahoman ........................................ 51
Tabel 4.3. Koreksi Curah Hujan Stasiun Pahoman .................................................... 54
Tabel 4.4. Distribusi Log Person III........................................................................... 55
Tabel 4.5. Periode Ulang Hujan Log Person III ........................................................ 57
Tabel 4.6. Perhitungan Nilai Ekstrim Metode Gumbel.............................................. 57
Tabel 4.7. Periode Ulang Hujan Gumbel ................................................................... 59
Tabel 4.8. Data Uji Chi-kuadrat ................................................................................. 60
Tabel 4.9. Batas Kelas untuk Log Person III ............................................................. 61
Tabel 4.10. Batas Kelas untuk Gumbel ...................................................................... 62
Tabel 4.11. Periode Ulang Hujan Terpilih ................................................................. 63
Tabel 4.12. Perhitungan Intensitas Hujan .................................................................. 63
Tabel 4.13. Perhitungan Tata Guna Lahan................................................................. 65
Tabel 4.14. Koefisien Aliran ...................................................................................... 67
Tabel 4.15. Debit Limpasan ....................................................................................... 68
Tabel 4.16. Jumlah Penduduk Kecamatan Tanjung Karang Pusat ............................ 70
Tabel 4.17. Kondisi Kelerengan di Kecamatan Tanjung Karang Pusat ..................... 72
Tabel 4.18. Saluran Drainase di Kecamatan Tanjung Karang Pusat ......................... 76
xviii
Tabel 4.19. Debit Total per Saluran ........................................................................... 81
Tabel 4.20. Perencanaan Pengembangan Saluran Drainase ....................................... 101
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air adalah suatu zat yang mempunyai rumus kimia H2O terdapat di atas,
ataupun di bawah permukaan tanah termasuk air permukaan, air tanah, air hujan,
dan air laut. Air merupakan salah satu kebutuhan vital bagi kelangsungan hidup
manusia, hewan maupun tumbuhan yang ada di atas permukaan bumi ini. Oleh
karena itu, segala sesuatu yang berhubungan dengan air tidak dapat diabaikan
tetapi harus ada pengelolaan. Air yang tidak dikelola akan menimbulkan
permasalahan pada manusia dan lingkungan.
Air hujan dapat menimbulkan permasalahan tersendiri bagi lingkungan.
Dalam kondisi normal air hujan sebagian besar masuk ke dalam tanah, sebagian
lainnya dialirkan, dan sebagian lainnya menguap. Permasalahan muncul ketika
air tersebut tidak masuk ke dalam tanah (infiltrasi), tidak dialirkan dan
mengakibatkan timbulnya genangan atau dalam kapasitas besarnya biasa di sebut
banjir. Permasalahan lain juga muncul dari air buangan rumah tangga. Wilayah
perkotaan yang padat tidak bisa mengolah air buangan secara individu, sehingga
air buangan akan dialirkan pada sistem drainase perkotaan. Air buangan yang
tercampur dengan air hujan idealnya harus masuk ke sistem IPAL terpadu
sebelum dibuang ke badan air penerima.
Peristiwa banjir hampir setiap tahun berulang, namum permasalahan sampai
saat ini belum terselesaikan bahkan cenderung makin meningkat baik
frekuensinya, luasannya, kedalamannya, maupun durasinya. Kondisi ini
2
dipengaruhi oleh sistem drainase cenderung menganut pada paradigma lama,
yakni suatu model yang didesain agar aliran runoff secepat mungkin dibuang ke
badan air penerima. Prinsip tersebut juga tidak didukung oleh dimensi bangunan
yang cukup. Banyak sistem drainase yang dibangun terlalu kecil untuk debit
runoff yang terus meningkat sehingga timbul permasalahan.
Akar permasalahan banjir berawal dari peningkatan jumlah penduduk,
perubahan iklim dan perubahan tata guna lahan. Peningkatan penduduk yang
tidak diimbangi dengan penyediaan prasarana dan sarana perkotaan yang
memadai mengakibatkan pemanfaatan lahan yang tidak tertib, itu yang
menyebabkan permasalahan drainase menjadi sangat kompleks. Iklim yang
sering berubah-ubah juga bisa mengakibatkan permasalahan banjir, seperti hujan
yang turun terlalu lama. Tata guna lahan yang tidak memperhatikan kegunaan
wilayah bisa mengakibatkan permasalahan banjir. Dalam mengatasi
permasalahan ini perlu sistem drainase yang baik, dengan didukung berbagai
aspek yang terkait didalamnya.
Tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah terhadap penting dan
perlunya pemecahan permasalahan banjir yang dihadapi kota, masih belum
mengakar kesadaran terhadap hukum; perundangan serta kaidah-kaidah yang
berlaku menambah kompleks masalah banjir yang dihadapi kota-kota di
Indonesia. Salah satu daerah yang bermasalah dengan banjir adalah Kecamatan
Tanjungkarang Pusat, Kota Bandar Lampung. Daerah ini merupakan salah satu
wilayah yang rentan dalam permasalahan banjir. Hampir setiap musim penghujan
musibah banjir mengancam pemukiman penduduk. Seperti diberitakan Tribun
lampung (22/1/2012) “Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bandar
3
Lampung meminta warga untuk waspada di musim penghujan seperti saat ini.
Terutama yang tinggal di daerah rawan bencana banjir dan longsor. Kepala BPBD
Sudirman didampingi Kasi Tanggap Darurat BPBD Sutarno menuturkan, untuk
potensi banjir ada di daerah Tanjungkarang Timur, Tanjungkarang Pusat, dan
Telukbetung Selatan”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dapat diambil perumusan
masalah dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana sistem drainase di Kecamatan Tanjungkarang Pusat dalam
menghadapi permasalahan-permasalahan yang disebabkan banjir.
2. Bagaimana merencanakan pengembangan sistem drainase di Kecamatan
Tanjungkarang Pusat dan memberi solusi menghadapi permasalahan-
permasalahan yang disebabkan banjir.
1.3. Batasan Masalah
Untuk menghindari melebarnya permasalahan, maka perlu dibuat batasan-
batasan terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun
batasan permasalahan yaitu :
1. Penelitian terbatas pada sistem drainase Kecamatan Tanjungkarang Pusat,
Bandar Lampung.
2. Evaluasi terbatas pada kondisi daerah pengaliran, kapasitas drainase,
kondisi eksisting dan kelayakan bangunan sistem drainase.
4
3. Rencana pengembangan menggunakan sistem tercampur meliputi perbaikan
saluran drainase dan performa aliran pada bangunan drainase serta upaya-
upaya pemeliharaan dan pengoperasian sistem drainase.
1.4. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :
1. Mengetahui kondisi sistem drainase eksisting dan mengevaluasi kondisi
sistem drainase eksisting pada daerah berpotensi banjir.
2. Merencanakan pengembangan sistem drainase yang memenuhi kriteria
standar sistem drainase sehingga dapat mengatasi permasalahan banjir.
1.5. Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan evaluasi sistem drainase di Kecamatan Tanjungkarang Pusat,
Bandar Lampung.
2. Sebagai masukan dalam rencana pengembangan sistem drainase di
Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Bandar Lampung.
3. Sebagai bahan informasi bagi mahasiswa yang akan melanjutkan penelitian.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Umum
Infrastruktur air perkotaan meliputi tiga sistem yaitu sistem air bersih
(urban water supply), sistem sanitasi (waste water) dan sistem drainase air hujan
(strom Water system). Ketiga sistem tersebut saling terkait, sehingga idealnya
dikelola secara integrasi. Hal ini sangat penting untuk mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya dan fasilitas, menghindari ketumpang-tindihan tugas
dan tanggung jawab, serta keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya air.
Sistem air bersih meliputi pengadaan (acquisition), pengolahan (treatment),
dan pengiriman/pendistribusian (delivery) air bersih ke pelanggan baik domestik,
komersil, industri, maupun sosial. Sistem sanitasi dimulai dari titik keluarnya
sistem air bersih. Sistem pengumpul mengambil air buangan domestik, komersil,
industri dan kebutuhan umum. Ada dua istilah yang banyak dipakai untuk
mendiskripsikan sistem air buangan (wastewater system) yaitu, “wastewater” dan
“sewage”. Air buangan digunakan untuk menunjukkan perpipaan, stasiun pompa,
dan fasilitas yang menangani air buangan (wastewater). Sedangkan “sanitary
sewage” merupakan peristilahan umum yang biasanya untuk permukiman.
6
2.2. Sistem Drainase
Secara umum sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air
dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal
(Suripin, 2004). Dilihat dari hulunya, bangunan sistem drainase terdiri dari
saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran
pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain) dan badan air penerima
(receiving waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya,
seperti gorong-gorong, siphon, jembatan air (aquaduct), pelimpah, pintu-pintu air,
bangunan terjun, kolam tando dan stasiun pompa. Pada sistem yang lengkap,
sebelum masuk ke badan air penerima, air diolah dahulu di instalasi pengolah air
limbah (IPAL), khususnya untuk sistem tercampur. Hanya air yang telah
memenuhi baku mutu tertentu yang dimasukan ke badan air penerima, sehingga
tidak merusak lingkungan.
Drainase sering diabaikan oleh ahli hidraulik dan seringkali direncanakan
seolah-olah bukan pekerjaan penting, atau paling tidak dianggap kecil
dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan pengendalian banjir. Padahal
pekerjaan drainase merupakan pekerjaan yang rumit dan kompleks, bisa jadi
memerlukan biaya, tenaga dan waktu yang lebih besar dibandingkan dengan
pekerjaan pengendalian banjir. Secara fungsional, sulit memisahkan secara jelas
sistem drainase dan pengendalian banjir. Namun, secara praktis kita dapat
mengatakan bahwa drainase menangani kelebihan air sebelum masuk ke alur-alur
besar atau sungai.
7
Konsep dasar pengembangan sistem drainase yang berkelanjutan adalah
meningkatkan daya guna air, meminimalkan kerugian, serta memperbaiki dan
konservasi lingkungan (Suripin, 2004). Untuk itu diperlukan usaha-usaha yang
komprehensif dan integratif yang meliputi seluruh proses, baik yang bersifat
struktural maupun non struktural, untuk mencapai tujuan tersebut. Konsep Sistem
Drainase yang Berkelanjutan prioritas utama kegiatan harus ditujukan untuk
mengelola limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk
menahan air hujan.
2.3. Permasalahan Drainase
Banjir merupakan kata yang sangat populer di Indonesia. Khususnya pada
musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami bencana
banjir. Banjir adalah suatu kondisi fenomena bencana alam yang memiliki
hubungan dengan jumlah kerusakan dari sisi kehidupan dan material. Banyak
faktor yang menyebabkan terjadinya banjir. Secara umum penyebab terjadinya
banjir di berbagai belahan dunia (Suripin, 2004) adalah :
1. Pertambahan penduduk yang sangat cepat, di atas rata-rata pertumbuhan
nasional, akibat urbanisasi baik migrasi musiman maupun permanen.
Pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan prasarana
dan sarana perkotaan yang memadai mengakibatkan pemanfaatan lahan
perkotaan menjadi tidak teratur.
2. Keadaan iklim; seperti masa turun hujan yang terlalu lama, dan
mengakibatkan banjir sungai. Banjir di daerah muara pantai umumnya
disebabkan karena kombinasi dari kenaikan pasang surut, tinggi muka air
8
laut dan besarnya ombak yang di asosiasikan dengan terjadinya gelombang
badai yang hebat.
3. Perubahan tata guna lahan dan kenaikan populasi; perubahan tata guna lahan
dari pedesaan menjadi perkotaan sangat berpotensi menyebabkan banjir.
Banyak lokasi yang menjadi subjek dari banjir terutama daerah muara.
Perencanaan penaggulangan banjir merupkan usaha untuk menanggulangi
banjir pada lokasi-lokasi industri, komersial dan pemukiman. Proses
urbanisasi, kepadatan bangunan, kepadatan populasi memiliki efek pada
kemampuan kapasitas drainase suatu daerah dan kemampuan tanah
menyerap air, dan akhirnya menyebabkan naiknya volume limpasan
permukaan. Meskipun luas area perkotaan lebih kecil dari 3 % dari
permukaan bumi, tapi sebaliknya efek dari urbanisasi pada proses terjadinya
banjir sangat besar.
4. Land subsidence; adalah proses penurunan level tanah dari elevasi
sebelumnya. Ketika gelombang pasang datang dari laut melebihi aliran
permukaan sungai, area land subsidence akan tergenangi.
2.4. Dasar-dasar dan Kriteria Perencanaan Drainase
Tujuan perencanaan ini adalah untuk mengalirkan genangan air sesaat yang
terjadi pada musim hujan serta dapat mengalirkan air kotor hasil buangan dari
rumah tangga. Kelebihan air atau genangan air sesaat terjadi karena
keseimbangaan air pada daerah terentu terganggu. Disebabkan oleh air yang
masuk dalam daerah tertentu lebih besar dari air keluar. Pada daerah perkotaan,
kelebihan air terjadi oleh air hujan. Kapasistas infiltrasi pada daerah perkotaan
sangat kecil sehingga terjadi limpasan air sesaat setelah hujan turun. Dalam
9
perancangan saluran drainase akan digunakan dasar-dasar perancangan saluran
tahan erosi yaitu saluran yang mampu menahan erosi dengan memuaskan dengan
cara mengatur kecepatan maupun menggunakan dinding dan dasar diberi lapisan
yang berguna menahan erosi maupun mengontrol kehilangan rembesan.
Kriteria dalam perencanaan dan perancangan drainase perkotaan yang
umum (Suripin, 2004) yaitu :
1. perencanaan drainase haruslah sedemikian rupa sehingga fungsi fasilitas
drainase sebagai penampung, pembagi dan pembuang air dapat sepenuhnya
berdaya guna dan berhasil guna.
2. Pemilihan dimensi dari fasilitas drainase haruslah mempertimbangkan faktor
ekonomis dan faktor keamanan.
3. Perencanaan drainase haruslah mempertimbangkan pula segi kemudahan
dan nilai ekonomis dari pemeliharaan sistem drainase.
2.4.1. Analisis Hidrologi
Analisis hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai
fenomena hidrologi (Suripin, 2004). Fenomena hidrologi sebagai mana telah
dijelaskan di bagian sebelumnya adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai
fenomena hidrologi. Fenomena hidrologi seperti besarnya curah hujan,
temperature, penguapan, lama penyinaran matahari, kecepatan angin, debit sungai,
tinggi muka air, akan selalu berubah menurut waktu. Untuk suatu tujuan tertentu
data-data hidrologi dapat dikumpulkan, dihitung, disajikan, dan ditafsirkan
dengan menggunkan prosedur tertentu.
10
1. Analisis Hujan
Hujan merupakan komponen yang amat penting dalam analisis hidrologi
pada perancangan debit untuk menentukan dimensi saluran drainase. Mengingat
hujan sangat bervariasi terhadap tempat (space), maka untuk kawasan sangat luas
tidak bisa diwakili satu titik pos pengukuran. Dalam hal ini diperlukan hujan
kawasan yang diperoleh dari harga rata-rata curah hujan beberapa pos pengukuran
hujan yang ada disekitar kawasan tersebut. Ada 3 macam cara yang umum
dipakai dalam menghitung hujan rata-rata kawasan : (1) rata-rata aljabar, (2)
poligon thiessen dan (3) isohyet.
2. Curah Hujan Maksimum Harian rata-rata
Curah hujan diperlukan untuk menentukan besarnya intensitas yang
digunakan sebagai prediksi timbulnya aliran permukaan wilayah. Curah hujan
yang digunakan dalam analisis adalah curah hujan harian maksimum rata-rata
dalam satu tahun yang telah dihitung. Perhitungan data hujan maksimum harian
rata-rata harus dilakukan secara benar untuk analisis frekuensi data hujan.
3. Analisis Frekuensi dan Probabilitas
Sistem hidrologi kadang-kadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang
luar biasa (ekstrim), seperti hujan lebat, banjir dan kekeringan. Besarnya
peristiwa berbanding terbalik dengan frekuensi kejadiannya, peristiwa yang luar
biasa ekstrim kejadiannya sangat langka. Tujuan analisis frekuensi data hidrologi
adalah berkaitan dengan besaran peristiwa-peristiwa ekstrim yang berkaitan
dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi kemungkinan. Data
11
hidrologi yang dianalisis diasumsikan tidak bergantung (independent) dan
terdistribusi secara acak serta bersifat stokastik.
Analisis frekuensi diperlukan seri data hujan yang diperoleh dari pos
pengukuran hujan, baik manual maupun otomatis. Analisis frekuensi ini
didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh
probabilitas besaran hujan di masa yang akan datang. Dengan anggapan bahwa
sifat statistik kejadian hujan yang akan datang masih sama dengan sifat statistik
kejadian hujan masa lalu. Ada dua macam seri data yang dipergunakan dalam
analisis frekuensi, yaitu :
a. Data maksimum tahunan
Data tiap tahun diambil hanya satu besaran maksimum yang dianggap
berpengaruh pada analisis selanjutnya. Seri data seperti ini dikenal dengan seri
data maksimum (maximum anual series). Jumlah data dalam seri akan sama
dengan panjang data yang tersedia. Dalam cara ini, besaran data maksimum
kedua dalam suatu tahun yang mungkin lebih besar dari besaran data maksimum
dalam tahun yang lain tidak diperhitungkan pengaruhnya dalam analisis.
b. Seri parsial
Data dalam seri dapat ditetapkan suatu besaran tertentu sebagai batas
bawah, selanjutnya semua besaran data yang lebih besar dari batas bawah tersebut
diambil dan dijadikan bagian seri data untuk kemudian dianalisis seperti biasa.
Pengambilan batas bawah dapat dilakukan dengan sistem peringkat, di mana
semua besaran data yang cukup besar diambil, kemudian diurutkan dari besar ke
kecil. Data yang diambil untuk analisis selanjutnya adalah sesuai dengan panjang
data dan diambil dari besaran data yang paling besar. Dalam hal ini
12
dimungkinkan dalam satu tahun data yang diambil lebih dari satu data, sementara
tahun yang lain tidak ada data yang di ambil.
Dalam analisis frekuensi, hasil yang diperoleh tergantung pada kualitas dan
panjang data. Makin pendek data yang tersedia, makin besar penyimpangan yang
terjadi. Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan
empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah :
a. Distribusi Normal,
b. Distribusi Log Normal,
c. Distribusi Log-Person III, dan
d. Distribusi Gumbel.
Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data
yang meliputi rata-rata, simpangan baku, koofisien variasi, dan koofisien
skewness (kecondongan atau kemencengan).
4. Uji Kecocokan
Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of
fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang
yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi. Pengujian
parameter yang sering dipakai adalah chi-kuadrat
5. Analisis Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu.
Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya
cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula
intensitasnya. Hubungan antara intensitas, lama hujan dan frekuensi hujan
13
biasanya dinyatakan dalam lengkung Intensitas-Durasi-Frekuensi (IDF=Intensity-
Duration-Frequency Curve).Diperlukan data hujan jangka pendek, misalnya 5
menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit dan jam-jaman untuk membentuk lengkung
IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari pos penakar hujan otomatis.
Selanjutnya, berdasarkan data hujan jangka pendek tersebut lengkung IDF dapat
dibuat dengan salah satu dari persamaan berikut :
a. Rumus Talbot
Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dan tetapan-tetapan
a dan b ditentukan dengan harga-harga yang terukur.
I = a
t + b ..................................................................................................(1)
Di mana
I = intensitas hujan (mm/jam)
t = lamanya hujan (jam)
a & b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan yang terjadi
b. Rumus Sherman
Rumus ini mungkin cocok untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya
lebih dari 2 jam.
I = a
t n .....................................................................................................(2)
Di mana
I = intensitas hujan (mm/jam)
t = lamanya hujan (jam)
n = konstanta
14
c. Rumus Ishiguro
I = a
t + b ...............................................................................................(3)
Di mana
I = itensitas hujan (mm/jam)
t = lamanya hujan (mm)
a & b = konstanta
d. Rumus Manonobe
Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan
harian, maka intensitas hujan dapat dihitung.
I = R24
24
24
t
2
3 .........................................................................................(4)
Di mana
I = itensitas hujan (mm/jam)
t = lamanya hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum harian selama 24 jam (mm)
2.4.2. Debit
1. Debit Rencana
Menentukan debit saluran drainase dapat menggunakan rumus persamaan
kontinuitas dan rumus Manning. Rumus ini mempunyai bentuk sederhana tetapi
memberikan hasil yang baik.
Q = A . V = A . 1 n . R2 3 . S1 2 ...............................................................(5)
15
Dimana :
Q = debit saluran (m3/detik)
V = kecepatan aliran (m/detik)
n = angka kekasaran saluran
R = jari-jari hidrolis saluran (m)
S = kemiringan dasar saluran
A = luas penampang saluran (m2)
2. Debit Limpasan (Run Off)
Air hujan yang turun dari atmosfir jika tidak ditangkap vegetasi atau oleh
permukaan-permukaan buatan seperti atap bangunan atau lapisan kedap air
lainnya, maka akan jatuh permukaan bumi dan sebagian akan menguap,
berifiltrasi atau tersimpan dalam cekungan-cekungan. Bila kehilangan seperti
cara-cara tersebut telah terpenuhi, maka sisa air hujan akan mengalir langsung di
atas permukaan tanah menuju alur aliran terdekat. Dalam perencanaan drainase,
bagian air hujan yang menjadi perhatian adalah aliran permukaan (surface runoff),
sedangkan untuk pengendalian banjir tidak hanya aliran permukaan, tetapi
limpasan (runoff). Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan,
aliran-aliran yang tertunda pada cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan
(subsurface flow).
Ketepatan dan menetapkan besarnya debit air yang harus dialirkan melalui
saluran drainase pada daerah tertentu, sangatlah penting dalam penentuan dimensi
saluran. Dimensi saluran yang terlalu besar tidak ekonomis, namun bila terlalu
kecil akan mempunyai tingkat ketidakberhasilan yang tinggi. Perhitungan debit
puncak untuk drainase di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan mengunakan
16
rumus rasional atau hidrograf satuan. Perhitungan debit rencana berdasar periode
ulang hujan tahunan, 2 tahunan, 5 tahunan dan 10 tahunan. Data yang diperlukan
meliputi data batas dan pembagian daerah tangkapan air, tataguna lahan dan data
hujan. Dalam perencanaan saluran drainase dapat dipakai standar yang telah
ditetapkan baik debit rencana (periode ulang) dan cara analisis yang dipakai,
tinggi jagaan, struktur saluran dll. Tabel berikut menyajikan standar desain
saluran drainase.
Tabel 2.1. Standar Desain Saluran Drainase
Luas DAS (ha) Periode Ulang
(Tahun)
Metode perhitungan
Debit banjir
< 10 2 Rasional
10 – 100 2 – 5 Rasional
101 – 500 5 – 20 Rasional
> 500 10 – 25 Hidrograf Satuan
Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004.
Menghitung besarnya debit rancangan drainase perkotaan umumnya
dilakukan dengan metode rasional. Hal ini karena daerah aliran tidak terlalu luas,
kehilangan air sedikit dan waktu genangan relatif pendek. Metode rasional ini
sangat simpel dan mudah digunakan namun terbatas pada DAS dengan ukuran
kecil tidak lebih dari 500 ha. Model ini tidak dapat menerangkan hubungan curah
hujan dan aliran permukaan dalam bentuk hidrogaf. Hidrograf satuan adalah
hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi
merata di seluruh DAS dan intensitas tetap selama satuan waktu yang ditetapkan,
yang disebut hujan satuan. Kapasitas pengaliran dapat dihitung dengan metode
rasional.
Qp = 0,002778 C I A ...............................................................................(6)
17
Dimana :
Qp = debit puncak (m3/detik)
C = koefisien aliran permukaan (0 ≤ C ≤ 1)
I = intensitas hujan (mm/jam)
A = luas DAS (ha atau m2)
2.4.3. Sistem Pengaliran Air
1. Jenis Pengaliran
a. Saluran Terbuka
Aliran saluran terbuka mempunyai permukaan bebas (free surface flow) atau
aliran saluran terbuka (open chanel flow). Permukaan bebas mempunyai
tekanan sama dengan tekanan atmosfir. Saluran ini berfungsi mengalirkan air
limpasan permukaan atau air hujan yang terletak di daerah yang mempunyai
luasan cukup, ataupun drainase air non-hujan yang tidak membahayakan
kesehatan / mengganggu lingkungan. Contoh saluran terbuka antara lain :
Sungai, saluran irigasi, selokan, talud dan estuari. Persamaan bernoulli untuk
aliran terbuka dalam saluran yaitu :
h1 +P1
ρg+
V12
2g= h2 +
P2
ρg+
V22
2g ............................................................(7)
Dimana :
h = ketinggian (m)
P = tekanan hidrostatis (N/m2)
ρ = rapat massa air (kg/m3)
V = kecepatan aliran (m/detik)
g = gaya grafitasi (m/detik2)
18
b. Saluran Tertutup
Aliran saluran tertutup memungkinkan adanya permukaan bebas dan aliran
dalam pipa (pipe flow) atau aliran tertekan (pressurized flow). Saluran tertutup
kemungkinan dapat terjadi aliran bebas maupun aliran tertekan pada saat yang
berbeda. Saluran ini bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui
media di bawah permukaan tanah (pipa-pipa). Hal ini dikarenakan tuntutan
artistik atau tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak membolehkan adanya
saluran di permukaan tanah seperti lapangan sepak bola, lapangan terbang dan
lain-lain. Saluran ini umumnya sering dipakai untuk aliran air kotor (air yang
mengganggu kesehatan / lingkungan) atau untuk saluran yang terletak di
tengah kota. Contoh saluran tertutup antara lain : terowongan, pipa, aquaduct,
gorong-gorong dan siphon. Persamaan bernoulli untuk aliran tertutup dalam
saluran yaitu :
h1 +V1
2
2g= h2 +
V22
2g .............................................................................(8)
Dimana :
h = ketinggian (m)
V = kecepatan aliran (m/detik)
g = gaya grafitasi (m/detik2)
Dalam aliran fluida pipa akan akan terjadi gesekan antara air dengan pipa.
Besarnya gesekan ini tergantung pada viskositas dari kecepatan aliran. Untuk
mengatasi gesekan didalam mekanika fluida diterapkan kehilangan energi (hf).
Hubungan kehilangan energi (hf) dengan kecepatan aliran dan gaya kekentalan
(viskositas) diberikan rumus Darcy-Weisbach sebagai berikut.
19
hf = f l v2
2 g d .............................................................................................(9)
dimana :
f = koefisien gesekan
l = panjang pipa (m)
v = kecepatan aliran (m/detik)
d = diameter pipa (m)
g = gaya grafitasi (m/detik)
Koefisien gesekan sangat bergantung pada viskositas cairan. Hal ini
ditunjukan f sebagai fungsi bilangan reynold (Nre). Rumus Darcy-Weisbach
berlaku untuk aliran laminer maupun turbulen.
2. Bentuk Saluran
Saluran untuk drainase tidak terlampau jauh berbeda dengan saluran air
lainnya pada umumnya. Dalam perancangan dimensi saluran harus diusahakan
dapat memperoleh dimensi tampang yang ekonomis. Dimensi saluran yang erlalu
besar berarti tidak ekonomis, sebaliknya dimensi saluran yang terlalu kecil tingkat
kerugian akan besar. Efektifitas penggunaan dari berbagai bentuk tampang
saluran drainase yang dikaitkan dengan fungsi saluran adalah sebagai berikut :
a. Bentuk trapesium
Saluran drainase bentuk trapesium pada umumnya saluran dari tanah, Tapi
dimungkinkah juga bentuk dari pasangan. Saluran ini membutuhkan ruang
yang cukup dan berfungsi untuk pengaliran air hujan, air rumah tangga
maupun air irigasi.
Luas penampang basah trapesium :
A = (B + zh)h ......................................................................................(10)
20
Keliling basah trapesium :
P = B + 2h 1 + z2 ..............................................................................(11)
Jari-jari hidrolis trapesium
R = (B+zh )h
B+2h 1+z2 ...................................................................................(12)
b. Bentuk persegi panjang
Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang tidak banyak
membutuhkan ruang, Sebagai konsekuensi dari saluran bentuk ini, saluran
harus dari pasangan atau beton. Bentuk ini juga berfungsi sebagai saluran
air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi.
Luas penampang basah persegi panjang
A = Bh ..................................................................................................(13)
Keliling basah persegi panjang
P = B + 2h ............................................................................................(14)
Jari-jari hidrolis persegi panjang
R = Bh
B+2h .............................................................................................(15)
c. Bentuk lingkaran
Saluran drainase bentuk ini berupa saluran dari pasangan atau kombinasi
pasangan dan pipa beton. Dengan bentuk dasar saluran yang bulat
memudahkan pengangkutan bahan endapan/limbah. Bentuk saluran
demikian berfungsi sebagai saluran air hujan, air rumah tangga maupun air
irigasi.
Luas penampang basah lingkaran
A = ½(θ − sinθ)d02 ............................................................................(16)
21
Keliling basah lingkaran
P = ½ θ d02 .........................................................................................(17)
Jari-jari hidrolis lingkaran
R = ¼(1 −Sin θ
θ)do ...............................................................................(18)
d. Bentuk parabola
Saluran drainase bentuk ini berupa saluran dari pasangan atau kombinasi
pasangan atau beton. Dengan bentuk dasar saluran yang bulat memudahkan
pengangkutan bahan endapan/limbah. Bentuk saluran demikian berfungsi
sebagai saluran air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi.
Luas penampang basah parabola
A = ½Th ...............................................................................................(19)
Keliling basah parabola
P = T +8h2
3T ...........................................................................................(20)
Jari-jari hidrolis parabola
R = 2T2h
3T2+8h2 .........................................................................................(21)
e. Bentuk segitiga
Saluran drainase bentuk segitiga tidak banyak membutuhkan ruang, Sebagai
konsekuensi dari saluran bentuk ini, saluran harus dari pasangan. Bentuk ini
juga berfungsi sebagai saluran air hujan, air rumah tangga maupun air
irigasi.
Luas penampang basah segitiga
A = zh2 .................................................................................................(22)
22
Keliling basah segitiga
P = zh 1 + z2 ......................................................................................(23)
Jari-jari hidrolis segitiga
R = zh
2 1+z2 ..........................................................................................(24)
3. Klasifikasi aliran
Aliran permukaan bebas dapat diklasifikasikan menjadi berbagai tipe
tergantung kriteria yang digunakan. Berdasarkan perubahan kedalaman dan/atau
kecepatan mengikuti fungsi waktu, maka aliran dibedakan menjadi aliran
permanen (steady) dan tidak permanen (unsteady) sedangkan berdasarkan sifat-
sifat aliran dibedakan menjadi aliran laminer dan turbulen.
a. Aliran permanen dan tidak permanen
Jika kecepatan aliran pada suatu titik tidak berubah terhadap waktu, maka
aliranya disebut aliran permanen atau tunak (steady flow), jika kecepatan pada
suatu lokasi tertentu berubah terhadap waktu, maka alirannya disebut aliran tidak
permanen atau tidak tunak (unsteady flow). Dalam hal-hal tertentu dimungkinkan
mentransformasikan aliran tidak permanen menjadi aliran permanen dengan
mengacu pada koordinat referensi yang bergerak. Penyederhanaan ini
menawarkan beberapa keuntungan, seperti kemudahan visualisasi, kemudahan
penulisan persamaan yang terkait dan sebagainya. Penyederhanaan ini hanya
mungkin jika bentuk gelombang tidak berubah dalam perambatanya. Misalnya,
bentuk gelombang kejut (surge) tidak berubah ketika merambat pada saluran
halus dan konsekuensinya perambatan gelombang kejut yang tidak permanen
23
dapat dikonversi menjadi alira permanen dengan koordinat referensi yang
bergerak dengan kecepatan absolut gelombang kejut.
b. Aliran laminer dan turbulen
Jika partikel zat cair bergerak mengikuti alur tertentu dan aliran tampak
seperti gerakan serat-serat atau lapisan-lapisan tipis pararel, maka alirannya
disebut aliran laminer. Sebaliknya, jika zat cair bergerak mengikuti alur yang
tidak beraturan, baik ditinjau terhadap ruang maupun waktu, maka alirannya
disebut aliran turbulen. Saluran terbuka dan tertutup mempunyai bilangan reynold
yang berbeda. Saluran terbuka bilangan reynold (Nre) untuk aliran laminer kurang
dari sama dengan 500, sedangkan bilangan reynold untuk aliran turbulen lebih
dari sama dengan 1000. Saluran tertutup bilangan reynold (Nre) untuk aliran
laminer kurang dari sama dengan 2000, sedangkan bilangan reynold untuk aliran
turbulen lebih dari sama dengan 4000. Faktor yang menentukan keadaan aliran
adalah pengaruh relatif antara gaya kekentalan (viskositas) dan gaya inersia. Jika
gaya viskositas yang dominan maka alirannya laminer, sedangkan jika gaya
inersia yang dominan maka alirannya turbulen.
c. Aliran sub-kritis, kritis dan super-kritis
Aliran dikatakan kritis apabila kecepatan aliran sama dengan kecepatan
gelombang grafitasi dengan amplitudo kecil. Gelombang grafitasi dapat
dibangkitkan dengan merubah kedalaman. Jika kecepatan aliran lebih kecil dari
kecepatan kritis maka aliran disebut sub-kritis, dan jika kecepatan aliran lebih
besar dari kecepatan kritis maka aliran disebut super-kritis. Parameter yang
menetukan ketiga jenis aliran adalah perbandingan gaya-gaya inersia dan grafitasi
yag dikenal sebagai bilangan Fronde :
24
F = V
g l ................................................................................................(25)
l = h untuk saluran terbuka
l = D untuk saluran tertutup
Aliran dikatakan kritis jika :
F = 1,0 disebut aliran kritis
F < 1,0 disebut aliran sub-kritis (aliran tenang)
F > 1,0 disebut aliran super kritis (aliran cepat)
2.4.4. Syarat Sistem Pengaliran
1. Syarat Kecepatan
Kecepatan dalam saluran biasanya sangat bervariasi dari satu titik ke titik
lainnya. Hal ini disebabkan adanya tegangan geser di dasar saluran, dinding
saluran dan keberadaan permukaan bebas. Kecepatan aliran mempunyai tiga
komponen arah menurut koordinat kartesius. Namun komponen arah vertikal dan
lateral biasanya kecil dan dapat diabaikan. Sehingga, hanya kecepatan aliran yang
searah dengan arah aliran yang diperhitungkan. Komponen kecepatan ini
bervariasi terhadap kedalaman dari permukaan air. Kecepatan minimum yang
diijinkan adalah kecepatan terkecil yang tidak menimbulkan pengendapan dan
tidak merangsang tumbuhnya tanaman aquatic dan lumut. Pada umumnya,
kecepatan sebesar 0,60 – 0,90 m/detik dapat digunakan dengan amam apabila
prosentase lumpur yang ada di air cukup kecil. Kecepatan 0,75 m/detik bisa
mencegah tumbuhnya tumbuh-tumbuhan yang dapat memperkecil daya angkut
saluran.
25
Penentuan kecepatan aliran air didalam saluran yang direncanakan
didasarkan pada kecepatan minimum yang diperbolehkan agar kontruksi saluran
tetap aman. Persamaan Manning sebagai berikut.
V = 1 n . R2 3 . S1 2 ..............................................................................(26)
Dimana :
V = Kecepatan aliran (m/detik)
n = Koefisien kekasaran manning
R = Jari-jari hidrolik
S = Kemiringan memanjang saluran
Harga n Manning tergantung pada kekasaran sisi dan dasar saluran. Koefisien
kekasaran Manning terlampir (Lampiran I).
Tabel 2.2. Kecepatan Aliran Air Diizinkan Berdasarkan Jenis Material
Jenis Bahan Kecepatan Aliran Air Diizinkan (m/detik)
Pasir Halus
Lempung kepasiran
Lanau Aluvial
Kerikil Halus
Lempung Kokoh
Lempung Padat
Kerikil Kasar
Batu-batu besar
Pasangan Batu
Beton
Beton Bertulang
0,45
0,50
0,60
0,75
0,75
1,10
1,20
1,50
1,50
1,50
1,50
Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.
2. Syarat Tekanan
Distribusi tekanan dalam penampang saluran tergantung pada kondisi aliran.
Seperti kondisi aliran berikut.
26
a. Aliran statis
Aliran statis mempunyai komponen horizontal dan vertikal resultan gaya
yang bekerja pada kolom air adalah nol karena air dalam kondisi stasioner.
Gaya tekan yang bekerja pada dasar kolom air dengan arah vertikal = 𝑝∆𝐴.
Berat air dalam kolom air bekerja vertikal ke bawah, karena resultan gaya
vertikal sama dengan nol maka dapat ditulis :
p.∆A = ρ. g. h.∆A .................................................................................(27)
atau
p = ρ. g. h
dengan kata lain intensitas tekanan berbanding langsung dengan kedalaman
air dari permukaan. Hubungan antara intensitas tekanan dan kedalaman
adalah linier (garis lurus) apabila rapat massa air (ρ) adalah konstan.
b. Aliran horizontal pararel
Asumsi tidak ada percepatan ke arah aliran dan kecepatan aliran sejajar
dengan dasar saluran dan seragam keseluruh penampang saluran, sehingga
garis aliran sejajar dasar saluran. Karena tidak ada percepatan ke arah
aliran, maka resultan komponen gaya ke arah ini adalah nol. Resultan
komponen gaya vertikal juga sama dengan nol, sehingga :
ρ. g. h.∆A = p.∆A..................................................................................(28)
atau
p = ρ. g. h = γ. h
dimana γ adalah berat spesifik air. Perlu diicatat bahwa distribusi tekanan
adalah sama jika air dalam kondisi stasioner dan hal ini disebut distribusi
tekanan hidrostatis.
27
c. Aliran permanen tidak seragam
Aliran ini terjadi misalnya pada tikungan dan terjunan, maka garis aliran
tidak sejajar dasar saluran. Distribusi tekanan tidak hidrosatatis karena ada
percepatan dan perlambatan. Jika jari-jari kelengkungan (curvature) garis
aliran = r dan kecepatan aliran V, maka percepatan sentrifugal (𝑎𝑐) adalah :
𝑎𝑐 =V2
r ................................................................................................(29)
dan gaya sentrifugal (Fc) adalah :
Fc = ρ. hs .∆A.V2
r ..................................................................................(30)
tinggi tekan yang bekerja pada dasar kolom air akibat percepatan sentrifugal
adalah :
ha =1
ghs
V2
r ...........................................................................................(31)
tekanan akibat gaya sentrifugal bekerja searah dengan gaya berat air untuk
lengkung konvek dan arahnya berlawanan untuk lengkung konkaf, sehingga
total tinggi tekan yang bekerja pada dasar kolom air adalah :
h = hs 1 ±1
g
V2
r .................................................................................(32)
tanda positif untuk aliran konvek dan negatif untuk bentuk garis aliran
konkaf.
3. Syarat Kemiringan Dasar Saluran
Kemiringan dasar saluran arah memanjang dipengaruhi kondisi topografi
serta tinggi tekanan yang diperlukan untuk adanya pengaliran sesuai dengan
kecepatan yang diinginkan. Kemiringan dasar saluran maksimum yang
diperbolehkan adalah 0,005 – 0,008 tergantung bahan saluran yang digunakan.
28
Kemiringan yang lebih curam dari 0,002 bagi tanah lepas sampai dengan 0,005
untuk tanah padat akan menyebabkan erosi (penggerusan). Kemiringan dasar
saluran yang ideal dapat diperoleh berdasarkan rumus Manning
(V = 1 n . R2 3 . S1 2 ) pada syarat kecepatan.
4. Syarat freeboard (jagaan)
Freeboard atau jagaan dari suatu saluran adalah jarak vertikal dari puncak
tanggul sampai permukaan air pada kondisi perencanaan. Jagaan direncanakan
untuk dapat mencegah peluapan air akibat gelombang serta fluktuasi permukaan
air, misalnya berupa gerakan-gerakan angin serta pasang surut. Jagaan tersebut
direncanakan antara kurang dari 5 % sampai dengan 30 % lebih dari dalamnya
aliran.
2.4.5. Tata Letak Jalur Saluran
Beberapa contoh model tata letak jalur saluran yang dapat diterapkan dalam
perencanaan drainase sebagai berikut.
1. Pola Alamiah
Letak conveyor drain ada di bagian terendah (lembah) dari suatu daerah
(alam) yang efektif berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang
ada (collector drain).
29
Gambar 2.1. Pola alamiah
Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.
2. Pola Siku
Conveyor drain terletak di bagian terendah (lembah). Sedangkan collector
drain dibuat tegak lurus conveyor drain.
Gambar 2.2. Pola Siku
Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.
3. Pola Pararel
Collector drain menampung debit air yang lebih kecil. Collector drain
dibuat sejajar satu sama lain dan kemudian debit air yang lebih kecil masuk ke
conveyor drain.
30
Gambar 2.3. Pola Pararel
Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.
4. Pola Grid Iron
Beberapa interceptor drain dibuat sejajar satu sama lain, kemudian
ditampung di collector drain untuk selanjutnya masuk ke dalam conveyor drain.
Gambar 2.4. Pola Grid Iron
Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.
5. Pola Radial
Satu daerah genangan dikeringkan melalui beberapa collector drain dari sat
titik meyebar ke segala arah (sesuai dengan kondisi topografi daerah).
31
Gambar 2.5. Pola Radial
Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.
6. Pola Jaring-jaring
Untuk mencegah terjadinya pembebanan aliran di suatu daerah terhadap
daerah lainnya, maka dapat dibuat beberapa interceptor drain yang kemudian
ditampung ke dalam saluran collector drain dan selanjutnya dialirkan menuju
saluran conveyor drain.
Gambar 2.6. Pola Jaring-jaring
Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.
2.4.6. Spesifikasi Teknis Bangunan Drainase
Spesifikasi Teknik merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh pemborong
untuk mengerjakan bangunan saluran air buangan pada sektor perencanaan. Pada
32
dasarnya pelaksanaan pekerjaan lapangan akan selalu dikondisikan dengan
keadaan setempat sehingga ada kemungkinan adanya perubahan spesifikasi yang
telah ditentukan. Tetapi spesifikasi harus dilaksanakan untuk menunjang fungsi
bangunan dan umur bangunan. Apabila menyimpng dari spesifikasi yang
ditentukan kemungkinan besar bangunan tidak akan bertahan lama karena
pengaruh kesalahan pembangunan. Adapun spesifikasi pelaksanaan pekerjaan
meliputi uraian pekerjaan, material/bahan yang digunakan, dan jenis pekerjaan
yang dilakukan.
1. Macam Material
Macam pipa drainase yang umum digunakan antara lain (Dedi Kusnadi
Kaslim dkk, 2006) :
a. Pipa tanah liat bisanya terbuat dengan panjang sekitar 30 cm, diameter
dalam bervariasi dari 5 –15 cm. Pipa dapat dibuat lurus atau dengan suatu
collar. Air masuk ke dalam pipa melaui celah antar sambungan pipa.
b. Pipa beton biasanya digunakan untuk diameter yang lebih besar dari 15 atau
20 cm. Penggunaan pipa beton pada tanah asam dan bersulfat perlu
dipertimbangkan akan kemungkinan rusaknya beton karena asam sulfat,
sehingga perlu digunakan semen yang tahan sulfat. Seperti juga pada pipa
tanah liat, disini air masuk melalui celah-celah antar sambungan pipa.
c. Pipa plastik yang umumnya digunakan untuk pipa drainase adalah polyvinyl
chloride (PVC) dan polyethylene (PE). Pipa plastik dapat berbentuk pipa
halus atau bergelombang (corrugated). Pipa halus bersifat kaku dengan
panjang tidak lebih dari 5 meter, sedangkan pipa bergelombang bersifat
fleksibel (lentur) dan dapat digulung.
33
Sedangkan untuk saluran drainase terbuka material yang digunakan untuk
lapisan dasar dan dinding saluran drainase agar tahan erosi bisa dibuat dari :
beton, pasangan batu kali, pasangan batu merah, aspal, kayu, besi cor, baja, plastik
dll. Pilihan material tergantung pada tersedianya serta harga bahan dan cara
konstruksi saluran. Penampang melintang saluran drainase perkotaan, pada
umumnya dipakai bentuk segi empat, karena dipandang lebih efisien di dalam
pembebasan tanahnya jika dibandingkan bentuk trapesium.
Uraian pekerjaan dalam pembuatan drainase meliputi pembangunan saluran
drainase untuk air buangan dan gorong-gorong. Bahan-bahan yang harus
dipersiapkan dan dipergunakan pada pekerjaan adalah sebagai berikut:
a. Semen
Semen yang dipakai adalah jenis pozzoland yang diproduksi sesuai dengan
SNI.
b. Agregat Halus (pasir)
- Butir-butir pasir yang digunakan tidak mengandung tanah, kadar lumpur
tidak boleh melebihi 5%.
- Butir-butir harus dapat melalui ayakan berlubang 3 mm.
c. Agregat Kasar ( kerikil dan Batu Pecah)
- Harus terdiri dari butir-butir yang jeras, tidak berpori, bersifat kekal sebagai
hasil desintegrasi alami dari batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh
dari pemecahan batu.
- Yang mengandung butir-butir pipih tidak melampaui 20% dari berat
- Agregat seluruhnya, dapat digunakan.
34
- Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (ditentukan terhadap berat
kering), harus dicuci jia mengandung lumpur lebih dari 1%.
- Tidak boleh mengandung sesuatu yang dapat merusak batu dan baja.
- Susunan butirnya harus memenuhu syarat-syarat yang ditetapkan.
- Besar butir maksimum tidak boleh lebih dari 1/5 jarak terkecil antara
bidang-bidang samping dari cetakan, 1/3 dari tebal pelat atau 3/4 dari jarak
bersih minimum antara batang-batang atau berkas-berkas tulangan.
- Penyimpangan dari batuan tersebut dapat dilakukan dengan seijin tenaga
ahli.
d. Batu kali
- Batu yang dipakai untuk pasangan tidak boleh berbentuk blondos melainkan
harus pecah.
- Batu harus cukup keras tidak mudah retak bahkan pecah.
e. Kapur
Kapur yang digunakan adalah kapur yang tidak berbentuk bongkahan tetapi
berbentuk serbuk dengan mutu tinggi.
f. Air
Air yang digunakan tidak boleh mengandung minyak, asam alkali, garam,
dan bahan organis lainnya yang dapat merusak beton atau baja tulangan.
2. Pekerjaan
Pekerjaan ini meliputi semua pekerjaan yang dilakukan pada seluruh
pembangunan sistem penyaluran air buangan.
a. Pekerjaan Tanah
(1). Galian Tanah
35
- Patok-patok profil harus dipasang sebelum penggalian dimulai
- Dalam dan lebar galian tidak boleh melebihi/kurang dari ukuran yang telah
ditentukan.
- Galian yang melebihi profil yang telah ditentukan maka perbaikannya
dilakukan mengikuti ketentuan-ketentuan cara pemadatan.
- Dalam pekerjaan menggali termasuk juga membersihkan segala kotoran-
kotoran seperti sampah dan sisa bangunan lainnya.
- Penggalian dilakukan sedemikin rupa sehingga tidak merusak bangunan
dan konstruksi lainya.
- Galian tanah untuk tempat dudukan pondasi harus diatur sedemikian rupa
sehingga tidak mudah longsor dan diusahakan agar lubang galian tersebut
dalam keadaan kering.
(2). Timbunan Tanah.
- Pada tanah yang baik, dasar tanah yang akan ditimbun harus terlebih
dahulu digali/dicacah sedalam 10 cm sampai dengan 15 cm sesuai dengan
luas penampang timbunan yang akan dibuat, agar tercapai homogenitas
yang baik antar tanah dasar dengan timbunan yang baru.
- Berhubung timbunan mengalami penyusutan, maka timbunan harus dibuat
lebih tinggi 1/10 T (dimana T = tinggi timbunan) dan lebih lebar 1/10 B
(dimana B = lebar timbunan) dari ukuran-ukuran yang sebenarnya
sehingga bila terjadi penyusutan akan diperoleh ukuran yang sebenarnya.
- Sebelum mulai pemasangan batu kali untuk dasar saluran terlebih dahulu
ditimbun pasir dengan ketebalan 5 cm – 10 cm.
36
(3). Pemadatan Tanah
- Untuk mendapatkan hasil yang baik timbunan dan pemdatannya dilakukan
lapisan demi lapisan dimana tiap lapisan mempunyai tebal 10 cm – 15 cm.
- Pemadatan dilakukan dengan menggunakan alat timbris yang terbuat dari
besi/kayu yang beratnya 20 kg – 25 kg dengan tinggi jatuh antara 30 cm –
40 cm.
b. Pekerjaan Pasangan Batu
- Pekerjaan batu disusun rapi, seluruhnya terselimuti dengan mortel dan tidak
adanya rongga-rongga.
- Rule of thumb ketebalan pasangan batu kali bagian atas adalah 0.2 – 0.25
Hair dan bagian dasar adalah 0.4 - 0.5 Hair
- Semua pasangan batu tampak dari luar terutama pada dinding saluran harus
rata dan menggunakan batu muka. Ukuran batu ditetapkan lebar sisinya 12 –
15 cm dan tebalnya minimal 10 cm.
- Campurkan spesi pasangan batu muka ditetapkan 1 pc : 4ps. Sedangkan
untuk pekerjaan outfall adalah 1 pc : 3ps.
- Bidang atas dari pasangan dengan lebar sesuai dalam gambar ditambah
masuk kesamping yang akan terurug tanah sedalam minimum 5 cm.
- Pertemuan pasangan (plesteran sudut) selebar 8 - 10 cm untuk bangunan
kecil dan 15 cm untuk bangunan yang besar.
- Dasar saluran dengan kemiringan menurun bertemu pada pertengahan
saluran dengan tebal maksimum 2 cm.
37
c. Pekerjaan Plesteran
- Sebelum pekerjaan plesteran dilakukan maka bidang dasar harus dibuat
kasar dan bersih.
- Plesteran dibuat setebal 1,5 cm dan campuran spesinya adalah 1 pc : 3 ps.
d. Pekerjaan Beton
Sebagai pedoman pekerjaan untuk pelaksanaan pekerjaan ini adalah
Peraturan Beton Indonesia tahun 1971 Mutu:
(1). Semua pekerjaan beton tidak bertulang ditetapkan dengan kualitas
(2). Beton BOW dengan campuran 1pc : 2 ps : 3 krikil.
(3). Semua pekerjaan beton bertulang harus ditetapkan dengan mutu K.125
dengan campuran 1pc : 2 ps : 3 krikil.
(4). Tulangan beton dipasang dengan baik dan benar sehingga sebelum dan
selama pengecoran tidak berubah bentuknya.
(5). Sesudah pengecoran beton selesai maka selama 2 minggu beton harus
selalu dibasahi terus menerus.
e. Pekerjaan Bekisting/Cetakan
Bekisting harus cukup kokoh dan cukup rapat sehingga dapat menghasilkan
bentuk cetakan beton sesuai dengan gambar rencana.
2.4.7. Operasi dan Pemeliharaan Drainase Berkelanjutan
1. Operasi Sistem Drainase
Kegiatan Operasi dalam rangka memanfaatkan prasarana drainase secara
optimal. Kegiatan operasi diantaranya pengaturan bangunan drainase saluran
drainase primer, sekunder, tersier, gorong-gorong, lubang kontrol dan lain-lain.
38
Hal ini bertujuan untuk mengeluarkan air buangan dari wilayah pemukiman, dan
mengalirkan air buangan ke saluran pembuang hingga badan air penerima.
2. Pemeliharaan Sistem Drainase
Kegiatan pemeliharaan yaitu usaha-usaha untuk menjaga agar prasarana
drainase selalu berfungsi dengan baik selama mungkin, selama jagka waktu
pelayanan yang direncanakan. Ruang lingkup pemeliharaan sistem drainase
meliputi:
a. Kegiatan pengamanan dan pencegahan
Kegiatan ini merupakan usaha pengamanan atau menjaga kondisi dan/atau
fungsi dari hal-hal yang dapat mengakibatkan rusaknya jaringan. Kegiatan ini
meliputi, antara lain:
- Inspeksi rutin.
- Melarang membuang sampah di saluran/kolam.
- Melarang merusak bangunan drainase.
b. Kegiatan perawatan
Kegiatan perawatan adalah usaha-usaha untuk mempertahankan kondisi
dan/atau fungsi sistem tanpa ada bagian konstruksi yang diubah/diganti.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Kota Bandar
Lampung. Penelitian di mulai dari survei kondisi daerah penelitian, pengumpulan
data-data, analisis hidrologi, analisis sistem pengaliran, evaluasi sistem drainase
yang ada, rencana pengembangan sistem drainase untuk kondisi sistem drainase
yang tidak memenuhi kriteria standar. Pelaksanakan penelitian pada tanggal
30 Agustus – 30 Oktober 2012.
3.2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi kasus di Kecamatan
Tanjungkarang Pusat, Kota Bandar Lampung. Metode yang dipakai adalah
deskriptif, yaitu metode yang menjelaskan kondisi obyektif (sebenarnya) pada
suatu keadaan yang menjadi objek studi.
40
3.3. Kerangka Pemikiran
Gambar 3.1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Permasalahan Banjir.
Permasalahan Banjir
Kondisi sistem drainase eksisting belum mampu mengatasi air
buangan dan air hujan
Perlu Dilakukan Evaluasi dan Perencanaan Pengembangan Sistem
Drainase
Perencanaan Sistem Drainase Memenuhi Kriteria Standar
Lingkungan Menjadi Bebas dari Permasalahan Banjir
41
3.4. Evaluasi dan Perencanaan Pengembangan Sistem Drainase
Gambar 3.2. Diagram Alir Evaluasi dan Perencanaan Pengembangan Sistem
Drainase
Data yang dibutuhkan :
Peta daerah penelitian
Peta sistem drainase
Peta topografi
Data genangan banjir
Data curah hujan
Data kependudukan
Evaluasi terdiri dari :
- Daerah pengaliran
- Kapasitas saluran
- Kondisi saluran
Acuan standar yang digunakan yaitu SNI
03-2406-1991
Dasar-dasar Perencanaan
- Analisis hidrologi
- Debit
- Sistem pengaliran
- Bentuk saluran
- Dimensi bangunan
pelengkap (opsional)
- Tata letak jalur saluran
- Spesifikasi teknis
- Usaha konservasi air
Sistem Drainase Sesuai Kriteria Desain Standar
Tidak Sesuai Kriteria
Desain Standar
Sistem Drainase
Survei
Kondisi
Sistem
Drainase
Pengumpulan Data :
1. Primer
2. Sekunder
Evaluasi Kondisi
Sistem Drainase
Eksisting
Sesuai Kriteria
Desain Standar
Sistem Drainase
Rencana
Pengembangan
Sistem Drainase
42
3.5. Tahapan Penelitian
3.5.1. Ide Penelitian
Banjir merupakan suatu permasalahan yang sering terjadi di wilayah
perkotaan. Karena pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan sarana
dan prasana perkotaan yang memadai. Hal ini yang mendorong penulis untuk
mencari solusi dalam mengatasi banjir di wilayah perkotaan.
3.5.2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data-data yang mendukung dalam penelitian ini, yaitu :
1. Survei Lapangan
Peninjauan langsung ke lapangan dengan tujuan mengetahui kondisi terkini
dari daerah penelitian.
2. Pengumpulan Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan, data
tersebut antara lain adalah :
a. Melakukan pendataan langsung lokasi koordinat stasiun curah hujan yang
berpengaruh pada daerah penelitian.
b. Mengetahui kondisi sistem drainase yang telah ada di daerah penelitian.
c. Mengetahui kondisi badan air penerima baik sungai, danau maupun laut.
3. Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder diperoleh dari instansi setempat dan jaringan internet
yang berkenaan langsung dengan tugas akhir seperti :
43
a. Data iklim dan hidrologi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
atau Dinas Pengairan.
b. Peta Kemampuan Tanah, Peta Jaringan Drainase dan Irigasi, Peta Geologi.
c. Citra satelit yang memvisualisasikan daerah penelitian.
d. Data genangan banjir yang pernah terjadi di daerah penelitian.
e. Data penunjang lainnya seperti jaringan jalan dari dinas PU setempat.
Tabel 3.1. Kebutuhan Data
Sasaran
Penelitian
Aspek yang
Diteliti
Data yang
Dibutuhkan
Kegunaan
data Jenis Data Sumber Data
Mengevaluasi
Kondisi dan
Kinerja Sistem
Drainase
Kecamatan
Tanjungkarang
Pusat Kota
Bandar
Lampung
Aspek
Wilayah
Studi dan
Kondisi
Sistem
Drainase
Eksisting
Peta wilayah
administrasi
Kecamatan
Tanjungkarang
Pusat
Peta sistem
drainase Kota
Bandar Lampung
Tata guna lahan
Kota Bandar
Lampung
Peta Topografi
Kota Bandar
Lampung
Kondisi eksisting
sitem drainase
Kecamatan
Tanjung Karang
Pusat
Untuk
mengetahui
batas
wilayah
administrasi
dan kondisi
sistem
drainase
eksisting
wilayah
studi
Primer
Sekunder
BPS
Dinas
Pekerjaan
Umum
Dinas Tata
Kota
Bappeda
Wawancara
Langsung
Observasi
Sumber : Analisis
44
Lanjutan Tabel 3.1.
Sasaran
Penelitian
Aspek yang
Diteliti
Data yang
Dibutuhkan
Kegunaan
data Jenis Data Sumber Data
Merencanakan
pengembangan
Sistem Drainase
Kecamatan
Tanjungkarang
Pusat Kota
Bandar
Lampung
Aspek
Perencana
an Sistem
Drainase
Data genangan
banjir yang
terjadi di Kota
Bandar Lampung
Data curah hujan
3-5 pos
pengukuran yang
berada disekitar
Kecamatan
Tanjungkarang
Pusat
Data
Kependudukan
Kecamatan
Tanjungkarang
Pusat
Untuk
menganalisis
dalam
rangka
perencanaan
pengembang
an sistem
drainase
wilayah
studi
Sekunder
BMKG
BPS
Dinas
Pekerjaan
Umum
Dinas Tata
Kota
Bappeda
Wawancara
Sumber : Analisis
3.5.3. Evaluasi Kondisi Sistem Drainase Eksisting
Evaluasi dilakukan pada daerah penelitian dengan maksud mengetahui
kondisi sistem drainase eksisting dan mengevaluasi sistem drainase mana yang
memenuhi kriteria desain standar atau tidak memenuhi kriteria desain standar.
Apabila kondisi sistem drainase eksisting tidak memenuhi kriteria desain standar
maka perlu rencana pengembangan sistem drainase sehingga dapat mengatasi
banjir.
45
Tahapan evaluasi kondisi sistem drainase di Kecamatan Tanjungkarang
Pusat, Kota Bandar Lampung, yaitu :
1. Survei langsung kondisi sistem drainase eksisting.
2. Pengevaluasian daerah pengaliran atau daerah tangkapan hujan.
3. Pengevaluasian kapasistas drainase dan air limpasan.
4. Pengevaluasian kondisi kelayakan saluran drainase.
5. Survei kondisi badan air penerima baik sungai, danau maupun laut.
3.5.4. Rencana Pengembangan Sistem Drainase
Perencanaan sistem drainase suatu daerah, terlebih dahulu harus ditentukan
dasar-dasar atau kriteria-kriteria perencanaan. Hal ini berguna sebagai bahan
pemikiran bagi penetapan alternatif saluran dan perencanaan drainase modern.
Dasar-dasar perencanaan yang diterapkan merupakan rumus-rumus dan
ketentuan-ketentuan yang umunya dipakai dalam merencanakan sistem
penyaluran air hujan. Pemakaian rumus-rumus serta ketentuan-ketentuan tersebut
disesuaikan dengan kondisi lokal, berupa kondisi topografi, geologi, klimatologi,
dan tata guna lahan. Dengan mempertibangkan faktor-faktor pembatas di atas,
dikembangkan beberapa alternatif sistem yang meliputi segi teknis dan ekonomis.
Alternatif terpilih merupakan hasil paling optimum dari berbagai kriteria yang di
tetapkan, dengan sedikit mungkin menghindari akibat sosial yang timbul.
Hasil yang diharapkan dari alternatif terpilih adalah tercapainya
perencanaan sistem drainase yang berasaskan sistem drainase modern, yaitu
sistem drainase yang berwawasan lingkungan, sehingga selain masyarakat
terhindar dari bahaya banjir, ataupun genangan air yang merugikan masyarakat,
juga turut serta dalam konservasi sumber daya air.
46
Tahapan rencana pengembangan sistem drainase di Kecamatan
Tanjungkarang Pusat, Kota Bandar Lampung, yaitu :
1. Menentukan debit rencana saluran draianase.
2. Menentukan bentuk saluran drainase.
3. Mengembangkan jalur saluran drainase.
4. Mengembangkan profil memanjang saluran drainase.
IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Iklim
Pada tahun 2010 jumlah curah hujan tertinggi Kota Bandar Lampung terjadi
pada bulan Januari, yaitu 411,00 mm/hari. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun
terakhir, curah hujan rata-rata tertinggi terjadi pada tahun 2008, yaitu mencapai
179,30 mm/hari. Tingginya rata-rata curah hujan pada tahun 2008 berimplikasi
pada meningkatnya volume air sungai sehingga pada akhir tahun 2008 terjadi
banjir besar di Kota Bandar Lampung. Bulan basah/kering terjadi jika jumlah
curah hujan yang terjadi pada bulan tersebut melebihi/kurang dari rerata curah
hujan pada tahun bersangkutan. Berdasarkan rerata curah hujan mengindikasikan
bahwa bulan basah Kota Bandar Lampung pada tahun 2008 terjadi pada bulan
November – Maret dengan rerata curah hujan bulanan berada diatas 179,30
mm/hari, sedangkan bulan keringnya yaitu bulan April – Agustus dengan rata-rata
curah hujan bulanan kurang dari 179 mm/hari.
Iklim di Kota Bandar Lampung berdasarkan klasifikasi iklim menurut
Koppen (RTRW Kota Bandar Lampung, 2011) termasuk Zona Iklim A yaitu
iklim hujan tropik yang kemaraunya pendek dengan vegetasi hutan hujan tropik.
Iklim tropis basah di Bandar Lampung mendapat pengaruh dari angin musim
(Monsoon Asia). Temperatur Kota Bandar Lampung berdasarkan data Badan
Metereologi Klimatologi dan Geofisika Provinsi Lampung menunjukan bahwa
dalam kurun waktu lima tahun terakhir berada pada kisaran 25 – 280C dengan
48
suhu rata-rata pertahun 26,30C (RTRW Kota Bandar Lampung, 2011).
Temperatur udara di Kota Bandar Lampung sepanjang tahun relatif stabil dan
tidak pernah menunjukan perubahan yang ekstrim. Hal tersebut dapat
mengindikasikan bahwa kualitas lingkungan di Kota Bandar Lampung masih
cukup baik. Kelembaban udara Kota Bandar Lampung antara tahun 2006 – 2010
rata-rata berkisar antara 74 – 85 % dengan kelembaban rata-rata 78,4%
pertahunnya. Kondisi tersebut menunjukan Kota Bandar Lampung memiliki
kelembaban yang relatif tinggi. Bulan Oktober hingga Januari kelembaban udara
berada diatas kelembaban rata-rata.
4.2. Kondisi Hidrologi
Kualitas air yang mengaliri sungai-sungai di Kota Bandar Lampung
mengalami pencemaran. Hal ini disebabkan karena jaringan drainase selain
berfungsi menerima dan mengalirkan limpahan air permukaan juga berfungsi
sebagai tempat pembuangan limbah domestik maupun aktivitas perkotaan lainnya.
Sebagian besar sistem jaringan memanfaatkan saluran alami dan sebagian kecil
saluran dan pasangan batu kali yang didukung oleh topografi yang
menguntungkan untuk pengaliran.
4.3. Analisis Curah Hujan
4.3.1. Curah Hujan Maksimum
Analisis curah hujan memerlukan data curah hujan dalam kurun waktu
tertentu. Dalam analisis semakin banyak seri data yang digunakan maka semakin
kecil kesalahan dalam analisis. Analisis curah hujan juga membutuhkan stasiun
49
pembanding yang berguna dalam uji konsistensi. Data yang digunakan harus bisa
mengambarkan pola/trend hujan daerah penelitian.
Data curah hujan yang didapat dari BMKG tidak sepenuhnya lengkap. Ada
data-data yang hilang atau tidak tercatat oleh petugas pencatat curah hujan
BMKG. Data-data yang hilang tersebut berupa data-data curah hujan harian.
Untuk data curah hujan yang tidak lengkap tiap bulannya tentunya tidak dapat
dipakai dan tidak diikut sertakan dalam mengklasifikasikan data curah hujan
tahunan dan dianggap pada tahun itu data curah hujan dianggap tidak tercatat.
Tabel 4.1. Data Curah Hujan Harian Maksimum (mm/hari)
No Tahun Pahoman Sukamaju Sukarame Sumur Putri Kemiling
1 1991 90 86 9 120 100
2 1992 119 77 93 89 152
3 1993 146 55 64 126 65
4 1994 119 58 60 95 95
5 1995 83 110 41 82 95
6 1996 103 185 25 62 50
7 1997 130 50 49 31 83
8 1998 129 85 100 100 93
9 1999 67 75 67 50 168
10 2000 69 108 18 60 148
11 2001 72 97 21 81 119
12 2002 95 130 55 108 105
13 2003 75 88 80 173 70
14 2004 95 137 61 114 87
15 2005 67 96 35 80 91
16 2006 72 73 50 61 148
17 2007 97 105 27 87 75
18 2008 78 133 30 83 105
19 2009 71 130 28 108 95
20 2010 91 133 36 111 166
Sumber : BMKG Lampung, 2012
50
4.3.2. Pengujian Data Curah Hujan
1. Uji Konsistensi
Data curah hujan akan memiliki kecenderungan untuk menuju suatu titik
tertentu yang biasa disebut dengan pola atau trend. Data yang menunjukan adanya
perubahan pola atau trend tidak disarankan untuk digunakan. Analisa hidrologi
harus mengikuti trend, dan jika terdapat perubahan harus dilakukan koreksi.
Untuk melakukan pengecekan pola atau trend tersebut dilakukan dengan
menggunakan teknik kurva massa ganda yang berdasarkan prinsip setiap
pencatatan data yang berasal dari populasi yang sekandung akan konsisten,
sedangkan yang tidak sekandung akan tidak konsisten, dan akan menimbulkan
penyimpangan arah/trend. Perubahan pola atau trend bisa disebabkan diantaranya
oleh :
a. Perpindahan lokasi stasiun pengukur hujan.
b. Perubahan ekosistem terhadap iklim secara drastis, misalnya karena
kebakaran.
c. Kesalahan ekosistem observasi pada sekumpulan data akibat posisi atau
cara pemasangan alat ukur yang tidak baik.
Prinsip dasar metode kurva massa ganda antara lain: sejumlah stasiun tertentu
dalam wilayah iklim yang sama diseleksi sebagai stasiun dasar (pembanding).
Rata-rata aritmetik dari semua stasiun dasar dihitung untuk setiap metode yang
sama. Hujan rata-rata tersebut ditambahkan (diakumulasikan) mulai dari periode
awal pengamatan. Demikian pula halnya dengan data stasiun utama yang akan
dicek pola atau trendnya. Kemudian diplot titik-titik akumulasi rerata stasiun
utama dan stasiun dasar sebagai kurva massa ganda. Pada kurva massa ganda,
51
titik-titik yang tergambar selalu berdeviasi sekitar garis rata-rata, dan hampir
merupakan garis lurus. Kalau ada penyimpangan yang terlalu jauh dari garis lurus
tersebut maka mulai dari titik ini selanjutnya pengamatan dari stasiun yang
ditinjau akan tidak akurat dengan kata lain data hujan curah hujan telah
mengalami perubahan trend. Data stasiun penangkar hujan yang digunakan yaitu
(1) stasiun Pahoman, (2) stasiun Sukamaju, (3) stasiun Sukarame, (4) stasiun
Sumur Putri, (5) stasiun Kemiling.
Tabel 4.2. Perhitungan Tes Kosistensi Stasiun Pahoman
No Tahun
Curah Hujan Harian Maksimum (mm/hari) Rerata
(mm/hari)
1 2 3 4 5 Stasiun
Dasar
Stasiun
Utama Stasiun Dasar
1 1991 90 86 9 120 100 78,5
2 1992 119 77 93 89 152 102.8
3 1993 146 55 64 126 65 77.5
4 1994 119 58 60 95 95 77
5 1995 83 110 41 82 95 82
6 1996 103 185 25 62 50 80.5
7 1997 130 50 49 31 83 53.3
8 1998 129 85 100 100 93 94.5
9 1999 67 75 67 50 168 90
10 2000 69 108 18 60 148 83.5
11 2001 72 97 21 81 119 79.5
12 2002 95 130 55 108 105 99.5
13 2003 75 88 80 173 70 102.8
14 2004 95 137 61 114 87 99.8
15 2005 67 96 35 80 91 75.5
16 2006 72 73 50 61 148 83
17 2007 97 105 27 87 75 73.5
18 2008 78 133 30 83 105 87.8
19 2009 71 130 28 108 95 90.3
20 2010 91 133 36 111 166 111.5
Jumlah 1868 1722.8
Sumber : Perhitungan
52
Gambar 4.1. Lengkung Massa Ganda Stasiun Pahoman
Sumber : Perhitungan
Dari grafik masa ganda (Gambar 4.1), perubahan pola/trend terjadi pada tahun
1991, 1992, 1997, 1998, 1999, 2000, 2001, 2002, 2009 dan 2010.
Berdasarkan garis pola/trend didapatkan tan α0 = 0,89
Pada perubahan pola/trend pertama tan α1 = 0,87 untuk tahun 1991
Pada perubahan pola/trend pertama tan α2 = 0,87 untuk tahun 1992
Pada perubahan pola/trend pertama tan α3 = 0,70 untuk tahun 1997
Pada perubahan pola/trend pertama tan α4 = 0,70 untuk tahun 1998
Pada perubahan pola/trend pertama tan α5 = 0,75 untuk tahun 1999
1991
19921993
19941995
19961997
19981999
20002001
2002
20032004
20052006
20072008
2009
2010
-200
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
2000
0 500 1000 1500 2000
Ku
mu
lati
f R
era
ta S
tasi
un
Das
ar
Kumulatif Stasiun Utama
53
Pada perubahan pola/trend pertama tan α6 = 0,78 untuk tahun 2000
Pada perubahan pola/trend pertama tan α7 = 0,80 untuk tahun 2001
Pada perubahan pola/trend pertama tan α8 = 0,82 untuk tahun 2002
Pada perubahan pola/trend pertama tan α9 = 0,91 untuk tahun 2009
Pada perubahan pola/trend pertama tan α10 = 0,92 untuk tahun 2010
Untuk mengkoreksi data yang mengalami perubahan pola/trend dapat
mengunakan rumus sebagai berikut.
fkx = tan ∝0
tan ∝x (Jarometer Nemec, 1973 dalam Perencanaan Bedung Tetap
Leuwikadu, hal III-5)
fk1 = 0,89 / 0,87 = 1,02
fk2 = 0,89 / 0,87 = 1,02
fk3 = 0,89 / 0,70 = 1,27
fk4 = 0,89 / 0,70 = 1,27
fk5 = 0,89 / 0,75 = 1,19
fk6 = 0,89 / 0,78 = 1,14
fk7 = 0,89 / 0,80 = 1,11
fk8 = 0,89 / 0,82 = 1,09
fk9 = 0,89 / 0,91 = 0,98
fk10 = 0,89 / 0,92 = 0,97
Selanjutnya pada tahun yang mengalami perubahan pola/trend yaitu pada tahun
1991, 1992, 1997, 1998, 1999, 2000, 2001, 2002, 2009 dan 2010. harus dikoreksi
dengan fkx.
54
Tabel 4.3. Koreksi Curah hujan Stasiun Pahoman
No Tahun Xi Faktor Koreksi Xi*fk R (mm/hari)
1 1991 90 1,02 91,8 92
2 1992 119 1,02 121,4 121
3 1993 146 1 146 146
4 1994 119 1 119 119
5 1995 83 1 83 83
6 1996 103 1 103 103
7 1997 130 1,27 165,1 165
8 1998 129 1,27 163,8 164
9 1999 67 1,19 79,7 80
10 2000 69 1,14 78,7 79
11 2001 72 1,11 79,9 80
12 2002 95 1,09 103,6 104
13 2003 75 1 75 75
14 2004 95 1 95 95
15 2005 67 1 67 67
16 2006 72 1 72 72
17 2007 97 1 97 97
18 2008 78 1 78 78
19 2009 71 0,98 69,6 70
20 2010 91 0,97 88,3 88
Sumber : Perhitungan
2. Analisis Frekuensi dan Probabilitas
a. Log Person III
Salah satu distribusi dari serangkaian distribusi yang dikembangkan Person
yang menjadi perhatian ahli sumberdaya air adalah Log Person Tipe III. Tiga
parameter penting dalam Log Person Tipe III, yaitu :
harga rata-rata R = 1
𝑛(∑𝑙𝑜𝑔 𝑋𝑖)
simpangan baku S = 1
𝑛−1 ∑ 𝐿𝑜𝑔𝑋𝑖 − 𝑙𝑜𝑔𝑋𝑟
2 0,5
koefisien kemiringan Cs = 𝑛∑(log 𝑋𝑖− 𝑙𝑜𝑔𝑋 𝑟)3
𝑛−1 (𝑛−2)𝑆3
55
Berikut ini langkah-langkah pengunaan distribusi Log Person Tipe III
- Ubah data kedalam bentuk logaritmis
- Hitung harga rata-rata
- Hitung simpangan baku
- Hitung Koefisien kemiringan (skewness)
- Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang tertentu.
Tabel 4.4. Distribusi Log Person III
No Tahun LogXi LogXi – LogXr (LogXi – LogXr)2 (LogXi – LogXr)
3
1 1991 1.9638 -0.0150 0.0002 0.0000
2 1992 2.0828 0.1040 0.0108 0.0011
3 1993 2.1644 0.1855 0.0344 0.0064
4 1994 2.0755 0.0967 0.0094 0.0009
5 1995 1.9191 -0.0597 0.0036 -0.0002
6 1996 2.0128 0.0340 0.0012 0.0000
7 1997 2.2175 0.2387 0.0570 0.0136
8 1998 2.2148 0.2360 0.0557 0.0131
9 1999 1.9031 -0.0757 0.0057 -0.0004
10 2000 1.8976 -0.0812 0.0066 -0.0005
11 2001 1.9031 -0.0757 0.0057 -0.0004
12 2002 2.0170 0.0382 0.0015 0.0001
13 2003 1.8751 -0.1037 0.0108 -0.0011
14 2004 1.9777 -0.0011 0.0000 0.0000
15 2005 1.8261 -0.1527 0.0233 -0.0036
16 2006 1.8573 -0.1215 0.0148 -0.0018
17 2007 1.9868 0.0080 0.0001 0.0000
18 2008 1.8921 -0.0867 0.0075 -0.0007
19 2009 1.8451 -0.1337 0.0179 -0.0024
20 2010 1.9445 -0.0343 0.0012 0.0000
Jumlah 39.5762 Jumlah 0.2672 0.0241
Rata-rata
log (log Xr) 1.9788
Simpangan
baku (S) 0,111
Koef.
kemiringan
(Cs)
0,8442
Sumber : Perhitungan
56
Dengan distribusi Log Person III (Tabel 4.4) dan nilai K untuk distribusi
Log Person III terlampir (Lampiran II) dapat dicari curah hujan dengan periode
ulang tertentu dengan rumus sebagai berikut.
Log XT = Log Xr + KTS
Dimana :
XTr = Curah hujan periode tertentu Xr = Rata-rata data
KT = Nilai K untuk Log Pearson III S = Simpangan baku
Perhitungan periode ulang tertentu Log Pearson III
T = 2 tahun
Log X2 = 1,9788 + (-0,132 . 0,1186) = 1,9631
X2= 92 mm/hari
T = 5 tahun
Log X5 = 1,9788 + (0,780 . 0,1186) = 2,0713
X5= 118 mm/hari
T = 10 tahun
Log X10 = 1,9788 + (1,336 . 0,1186) = 2,1372
X10 = 137 mm/hari
T = 25 tahun
Log X25 = 1,9788 + (1,993 . 0,1186) = 2,2152
X25 = 164 mm/hari
T = 50 tahun
Log X50 = 1,9788 + (2,453 . 0,1186) = 2,2697
X50 = 186 mm/hari
57
Tabel 4.5. Periode Ulang Hujan Log Pearson III
Periode Ulang Hujan Curah hujan (mm/jam)
2 92
5 118
10 137
25 164
50 186
Sumber : Perhitungan
b. Gumbel
Gumbel mengunakan harga ekstrim untuk menunjukan bahwa dalam deret
harga-harga ekstrim X1, X2, X3, ..., Xn menpunyai fungsi distribusi eksponensial
ganda.
Tabel 4.6. Perhitungan Nilai Ekstrim Metode Gumbel
No Tahun Xi Xi – Xr (Xi - Xr)2
1 1997 165 66.10 4369.21
2 1998 164 65.10 4238.01
3 1993 146 47.10 2218.41
4 1992 121 22.10 488.41
5 1994 119 20.10 404.01
6 2002 104 5.10 26.01
7 1996 103 4.10 16.81
8 2007 97 -1.90 3.61
9 2004 95 -3.90 15.21
10 1991 92 -6.90 47.61
11 2010 88 -10.90 118.81
12 1995 83 -15.90 252.81
13 1999 80 -18.90 357.21
14 2001 80 -18.90 357.21
15 2000 79 -19.90 396.01
16 2008 78 -20.90 436.81
17 2003 75 -23.90 571.21
18 2006 72 -26.90 723.61
19 2009 70 -28.90 835.21
20 2005 67 -31.90 1017.61
Jumlah 1978 16893.80
Rata-rata (Xr) 98.90
Simpangan Baku (S) 29.82
58
Dengan perhitungan nilai ekstrim gumbel (Tabel 4.6), reduced mean terlampir
(Lampiran III), reduced standard deviation terlampir (Lampiran IV) dan
reduced variate terlampir (Lampiran V) dapat dicari curah hujan dengan periode
ulang tertentu dengan rumus sebagai berikut.
XTr = Xr + YTr − Y n
Sn S
Dimana
XTr : Curah hujan periode tertentu
Sn : Reduced standard deviation
Xr : Rata-rata data
S : Simpangan baku
YTr : Reduced variate
n : Jumlah data
Yn : Reduced mean
Diketahui
Xr = 98,90 S = 29,82
n = 20 Yn = 0,5236
Sn = 1,0628
Perhitungan periode ulang tertentu Gumbel
Tr = 2 tahun
X2 = 98,90 + 0,3668− 0,5236
1,0628 29,82 = 94,50 mm/hari
Tr = 5 tahun
X5 = 98,90 + 1,5004 − 0,5236
1,0628 29,82 = 126,31 mm/hari
59
Tr = 10 tahun
X10 = 98,90 + 2,2510 − 0,5236
1,0628 29,82 = 147,37 mm/hari
Tr = 20 tahun
X20 = 98,90 + 2,9709 − 0,5236
1,0628 29,82 = 167,57 mm/hari
Tr = 50 tahun
X50 = 98,90 + 3,9028 − 0,5236
1,0628 29,82 = 193,71 mm/hari
Tabel 4.7. Periode ulang Hujan Gumbel
Periode ulang Hujan Curah hujan (mm/hari)
2 95
5 126
10 147
20 168
50 194
Sumber : Perhitungan
3. Uji Kecocokan Chi-kuadrat
Uji chi-kuadrat dimaksudkan untuk menetukan apakah persamaan distribusi
yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis.
Berikut ini prosedur uji chi-kuadrat.
- Urutkan data pengamatan dari besar ke kecil atau sebaliknya.
- Kelompokan data menjadi sub-grup.
- Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap-tiap sub grup
- Jumlahkan data teoritis persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ei.
- Pada tiap-tiap sub grup hitung nilai (Oi - Ei)2 dan (Oi - Ei)
2/Ei
- Jumlahkan seluruh sub grup nilai (Oi - Ei)2/Ei untuk menetukan nilai chi-
kuadrat hitung.
60
- Tentukan derajad kebebasan dk = G-R-1 (nilai R = 2 untuk distribusi nirmal
dan binominal).
Tabel 4.8. Data Uji Chi-kuadrat
No Tahun R (mm/hari) Tahun Xi Log Xi
1 1991 92 1997 165 2.2175
2 1992 121 1998 164 2.2148
3 1993 146 1993 146 2.1644
4 1994 119 1992 121 2.0828
5 1995 83 1994 119 2.0755
6 1996 103 2002 104 2.0170
7 1997 165 1996 103 2.0128
8 1998 164 2007 97 1.9868
9 1999 80 2004 95 1.9777
10 2000 79 1991 92 1.9638
11 2001 80 2010 88 1.9445
12 2002 104 1995 83 1.9191
13 2003 75 1999 80 1.9031
14 2004 95 2001 80 1.9031
15 2005 67 2000 79 1.8976
16 2006 72 2008 78 1.8921
17 2007 97 2003 75 1.8751
18 2008 78 2006 72 1.8573
19 2009 70 2009 70 1.8451
20 2010 88 2005 67 1.8261
Sumber : Perhitungan
b. Perhitungan Chi-square untuk Log Person III
Diketahui
n = 20
G = 1 + 3,322 log n = 1 + 3,322 log 20 = 5,32 dibulatkan menjadi 5
ΔX = (Xmaks –Xmin) / (G-1)
= (2,2175 – 1,8261) / (5 - 1)
= 0,0979
61
Xawal = Xmin – ½ ΔX
= 1,8261 – ½ 0,0979 = 1,7772
Tabel 4.9. Batas kelas untuk Log Person III
Nilai Batas Tiap kelas Ei Oi (Ei - Oi)2 (Ei - Oi)
2/Ei
1,7772 < X < 1,8751
1,8751 < X < 1,9730
1,9730 < X < 2,0709
2,0709 < X < 2,1688
2,1688 < X < 2,2667
4
4
4
4
4
4
7
4
3
2
0
9
0
1
4
0
2,25
0
0,25
1
Jumlah 20 20 62 3,5
Sumber : Perhitungan
Derajat Kebebasan dk : G-R-1 dimana nilai R = 2 untuk distribusi normal dan
binominal
dk = 5-2-1 = 2
berdasarkan tabel untuk derajat kebebasan 2 dan α : 5 % sehingga nilai kritis
x2
kritis : 5,991
sehingga dapat disimpulkan
x2
hit < x2kritis ; 3,5 < 5,991 maka distibusi diterima
b. Perhitungan Chi-square untuk Gumbel
Diketahui
n = 20
G = 1 + 3,322 log n = 1 + 3,322 log 20 = 5,32 dibulatkan menjadi 5
ΔX = (Xmaks –Xmin) /(G-1)
= (165 – 67) / (5 -1)
= 24,5
62
Xawal = Xmin – ½ ΔX
= 67 – ½ . 24,5 = 54,75
Tabel 4.10. Batas Kelas untuk Gumbel
Nilai Batas Tiap kelas Ei Oi (Ei - Oi)2 (Ei - Oi)
2/Ei
54,75 < X < 79,25
79,25 < X < 103,75
103,75 < X < 128,25
128,25 < X < 152,75
152,75 < X < 177,25
4
4
4
4
4
6
8
3
1
2
4
16
1
9
4
1
4
0,25
2,25
1
Jumlah 20 20 8,5
Sumber : Perhitungan
Derajat Kebebasan dk : G-R-1 dimana nilai R = 2 untuk distribusi normal dan
binominal
dk = 5-2-1 = 2
berdasarkan tabel untuk derajat kebebasan 2 dan α : 5 % sehingga nilai kritis
x2
kritis : 5,991
sehingga dapat disimpulkan
x2
hit > x2kritis ; 8,5 > 5,991 maka distibusi ditolak
4.4. Analisis Itensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah curah hujan per satuan waktu. Setelah
dilakukan pengujian chi-kuadrat maka periode ulang yang dipakai log pearson III.
Data curah hujan yang didapat dalam harian. Metode yang dipakai untuk
mendapatkan data dalam 1-2 jam dapat menggunakan metode Mononobe dengan
rumus :
I =𝑅24
24
24
𝑡
2 3
63
Dimana :
R = curah hujan rancangan setempat (mm)
t = lamanya curah hujan (jam)
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
Tabel 4.11. Periode ulang Hujan Terpilih
Periode Ulang Hujan Curah hujan (mm/hari)
2 92
5 118
10 137
25 164
50 186
Periode ulang 2 tahun diperoleh hujan rencana sebesar 92 mm/hari maka untuk
waktu t =10 menit didapatkan intensitas hujan sebesar :
I =𝑅24
24
24
𝑡
2 3
I =92
24
24
10/60
2 3
=105,3 mm/jam
Tabel 4.12. Perhitungan Intensitas Hujan (mm/jam)
Waktu
(menit)
PUH 2
tahun
PUH 5
tahun
PUH 10
tahun
PUH 25
tahun
PUH 50
tahun
10 105,3 135,1 156,8 187,7 212,9
20 66,3 85,1 98,8 118,3 134,1
30 50,6 64,9 75,4 90,3 102,4
40 41,8 53,6 62,2 74,5 84,5
50 36,0 46,2 53,6 64,2 72,8
60 31,9 40,9 47,5 56,9 64,5
70 28,8 36,9 42,9 51,3 58,2
80 26,3 33,8 39,2 46,9 53,2
90 24,3 31,2 36,2 43,4 49,2
100 22,7 29,1 33,8 40,4 45,9
110 21,3 27,3 31,7 38,0 43,0
120 20,1 25,8 29,9 35,8 40,6
Sumber : Perhitungan
64
Gambar 4.2. Lengkung Intensitas hujan
Sumber : Perhitungan
4.5. Analisis Tata Guna Lahan
Pengunaan lahan di Kota Bandar Lampung telah diatur dalam Perda No. 10
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Berdasarkan RTRW tersebut
wilayah Tanjung Karang merupakan kawasan strategis perdagangan dan jasa.
Oleh karena itu wilayah Tanjung Karang pusat menjadi kawasan penting yang
perlu penataan yang lebih detail. Pada Tahun 2010 Tata guna lahan di Kecamatan
Tanjung Karang Pusat berupa pemukiman berkisar 58 %, bisnis/perniagaan 10 % ,
jalan 10 % dan hutan 12 %, taman 10 % . Dalam perkembangannya permukiman
akan berbanding lurus dengan pertambahan penduduk serta hutan akan
berbanding terbalik dengan pertambahan penduduk. Asumsikan bahwa
permukiman tiap tahun akan bertambah 0,1 % dengan demikian dapat dicari luas
perkiraan permukiman dan bisnis serta luas hutan di masa datang. Persentase tata
0.0
50.0
100.0
150.0
200.0
250.0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
Intensitas (mm/jam)
Waktu (Menit)
2 tahun
5 tahun
10 tahun
25 tahun
50 tahun
65
guna lahan di Kecamatan Tanjung Karang Pusat dapat diketahui luas masing-
masing lahan. Perhitungan untuk tata guna lahan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.13. Perhitungan Tata Guna Lahan
Waktu
Ulang
(Tahun)
Luas Lahan (Ha) Luas
Total
(ha) Permukiman Bisnis Jalan Hutan Taman
2 388,77 68,14 66,80 77,49 66,80 668
5 390,78 68,14 66,80 75,48 66,80 668
10 400,80 68,14 66,80 65,46 66,80 668
25 404,14 68,14 66,80 62,12 66,80 668
50 420,84 68,14 66,80 45,42 66,80 668
Sumber : Dinas Tata Kota Bandar Lampung, 2012.
Gambar 4.3. Tutupan Lahan Kecamatan Tanjung Karang Pusat
Sumber : Google Maps, 2012
66
Setelah diketahui perhitungan tata guna lahan (Tabel 4.13) maka
diperlukan perhitungan koefisien aliran terbobot. Koefisien limpasan untuk
metode rasional terlampir (Lampiran VI). Jika lahan terdiri dari berbagai macam
pengunaan lahan dengan koefisien aliran permukaan yang berbeda maka C yang
dipakai gabungan dari berbagai pengunaan lahan dengan persamaan sebagai
berikut.
Ct = ∑C i A i
∑A i
Dimana :
C = koefisien aliran permukaan jenis penutup tanah tertentu
A = luas lahan jenis penutup tanah tertentu
Periode ulang 2 tahun
Ct= 0,50 x 388,77 + 0,75 x 68,14 + 0,65 x 66,8 + 0,20 x 77,49 +(0,25 x66,8 )
668
Ct = 0,48
Periode ulang 5 tahun
Ct= 0,50 x 390,78 + 0,75 x 68,14 + 0,65 x 66,8 + 0,20 x 75,48 +(0,25 x66,8 )
668
Ct = 0,48
Periode ulang 10 tahun
Ct= 0,50 x 400,80 + 0,75 x 68,14 + 0,65 x 66,8 + 0,20 x 65,46 +(0,25 x66,8 )
668
Ct = 0,48
67
Periode ulang 25 tahun
Ct= 0,50 x 404,14 + 0,75 x 68,14 + 0,65 x 66,8 + 0,20 x 62,12 +(0,25 x66,8 )
668
Ct = 0,48
Periode ulang 50 tahun
Ct= 0,50 x 420,84 + 0,75 x 68,14 + 0,65 x 66,8 + 0,20 x 45,42 +(0,25 x66,8 )
668
Ct = 0,49
Tabel 4.14. Koefisien Aliran
Periode
Ulang
(Tahun)
Koefisien Aliran (C)
C terbobot
Permukiman Bisnis Jalan Hutan Taman
2 0,50 0,75 0,60 0,20 0,25 0,48
5 0,50 0,75 0,60 0,20 0,25 0,48
10 0,50 0,75 0,60 0,20 0,25 0,48
25 0,50 0,75 0,60 0,20 0,25 0,48
50 0,50 0,75 0,60 0,20 0,25 0,49
Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004
Setelah diketahui koefisien aliran (Tabel 4.14) gabungan dari berbagai
pengunaan lahan selanjutnya dapat dihitung debit banjir puncak dengan periode
ulang tertentu mengunakan rumus berikut.
Q = 0,002778 C.I.A
Dimana :
Q = debit banjir puncak (m3/detik) C = koefisien aliran
I = intensitas hujan (mm/hari) A = luas wilayah aliran (Ha)
68
Perhitungan debit banjir puncak dengan menggunakan intensitas hujan rencana
selama 60 menit atau 1 jam sebagai berikut.
Periode ulang 2 tahun
Q = 0,002778 C.I.A
Q = 0,002778 x 0,48 x 31,9 x 668 = 28,41 m3/detik
Periode ulang 5 tahun
Q = 0,002778 C.I.A
Q = 0,002778 x 0,48 x 40,9 x 668 = 36,43 m3/detik
Periode ulang 10 tahun
Q = 0,002778 C.I.A
Q = 0,002778 x 0,48 x 47,5 x 668 = 42,31 m3/detik
Periode ulang 25 tahun
Q = 0,002778 C.I.A
Q = 0,002778 x 0,48 x 56,9 x 668 = 50,68 m3/detik
Periode ulang 50 tahun
Q = 0,002778 C.I.A
Q = 0,002778 x 0,49 x 64,5 x 668 = 58,65 m3/detik
Tabel 4.15. Debit Limpasan
Periode Ulang
(Tahun) C I (mm/jam) A (Ha) Q (m
3/detik)
2 0,48 31,9 668 28,41
5 0,48 40,9 668 36,43
10 0,48 47,5 668 42,31
25 0,48 56,9 668 50,68
50 0,49 64,5 668 58,65
Sumber : Perhitungan
69
4.6. Kondisi Daerah Penelitian
4.6.1. Profil Kecamatan
Kecamatan Tanjung Karang Pusat berada di pusat kota bagian atas.
Kecamatan ini mempunyai 11 kelurahan dengan luas daerah 668 Ha atau
6,68 km2 dan merupakan kawasan landai/datar dengan jumlah penduduk 67021
jiwa (Kantor Kecamatan TKP, 2012). Kecamatan Tanjung Karang pusat
merupakan pusat perdagangan, jasa, dan pemukiman di Bandar Lampung. Hal ini
mengakibatkan area tertutup di kecamatan tanjung karang pusat sebesar 78,35 %,
sehingga mempengaruhi daya resap air yaitu 8,4 % dari keseluruhan air hujan
(Ahmad T. dan M. Amin, 2007).
Debit banjir saat musim hujan cenderung meningkat sehingga sungai-sungai
yang berada di Kecamatan Tanjung Karang Pusat meluap. Daya tampung sungai
semakin terbatas karena penyempitan DAS. Pembangunan yang tidak
memperhatikan garis sempadan sungai menjadi salah satu penyebab air sungai
meluap. Pembangunan juga mempengaruhi debit limpasan karena air hujan tidak
bisa meresap ke dalam tanah sehingga menambah debit limpasan dan
menimbulkan genangan (banjir) karena kapasitas drainase kecil.
70
Tabel 4.16. Jumlah Penduduk Kecamatan Tanjungkarang Pusat tahun 2010
No Kelurahan Jumlah Kepala
Keluarga Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Durian Payung 2822 5205 5105 10310
2 Palapa 1046 1770 1876 3646
3 Gotong Royong 1377 2495 2628 5123
4 Enggal 1137 3319 3369 6688
5 Pelita 950 1887 1997 3884
6 Tanjungkarang 921 1767 1848 3678
7 Kaliawi 3158 7033 6645 13678
8 Kelapa Tiga 2863 6470 6617 13087
9 Pasir Gintung 1710 3496 3557 7503
10 Gunung Sari 626 1293 1348 2641
11 Penengahan 1459 3037 3025 6062
Jumlah 18069 37772 29249 67021
Sumber : Kecamatan Tanjung Karang Pusat, 2012.
71
Gambar 4.4. Peta Administrasi Kecamatan Tanjung Karang Pusat
Sumber : Kecamatan Tanjung Karang Pusat, 2012
4.6.2. Kondisi Topografi
Kondisi kelerengan di Kecamatan Tanjung karang Pusat di dominasi
kawasan yang datar/landai dan sebagian kecil perbukitan. Berikut tabel kondisi
kelerengan di Kecamatan Tanjung Karang Pusat.
72
Tabel 4.17. Kondisi Kelerengan di Kecamatan Tanjung Karang Pusat.
No Kemiringan Luas
1 0 – 2 12,62
2 2 – 20 4,40
3 20 – 40 650,98
Sumber : RTRW Bandar Lampung, 2011
Gambar 4.5. Peta Topografi Kecamatan Tanjung karang Pusat
Sumber : Google Maps, 2012
73
4.6.3. Jenis Tanah
Kondisi tanah di Kota Bandar Lampung terdiri dari endapan bekas pantai
dan endapan bekas rawa dan sungai terdiri yang meliputi tanah lempung lembek,
tanah lempung bercampur pasir, semakin ke barat daya semakin tebal, seperti di
sekitar Pelabuhan Panjang dan Tarahan. Semakin ke barat laut kedalaman lapisan
pasir semakin mendominasi.
4.6.4. Air Tanah
Dilihat dari akuifer yang dimilikinya serta berdasarkan pourus dan
permaebilitas air tanah di Kecamatan Tanjung karang Pusat berupa akuifer
dengan produktifitas sedang dan penyebaran luas. Kecamatan Tanjung Karang
Pusat termasuk area penyangga dalam peresapan air. Di Kota Bandar Lampung
dan sekitarnya kedalaman muka air tanah sangat dangkal sekitar 1,5 meter dan ke
arah utara semakin dalam dari 5 meter sampai > 10 meter (RTRW Bandar
Lampung, 2011).
4.7. Kondisi Eksisting Drainase
Apabila dilihat dari keadaan topografi kota Bandar Lampung yang berbukit,
idealnya kondisi ini sangat menguntungkan bagi Kota Bandar Lampung karena
aliran air dapat mengalir secara alami mengikuti grafitasi dari saluran-saluran ke
saluran primer. Pada kondisi ideal alami ini, kota Bandar Lampung akan terhindar
dari banjir atau genangan. Namun, seiring dengan perkembangan kota yang
otomatis mempengaruhi perubahan pengunaan lahan secara langsung, serta
74
bertambahnya jumlah penduduk, masalah banjir dan genangan merupakan
konsekuensi logis yang harus dihadapi kota Bandar lampung.
Kecamatan Tanjung Karang Pusat menjadi salah satu kawasan padat
penduduk. Hal ini mempengaruhi pengunaan lahan dan berpengaruh terhadap
daya resap air ke dalam tanah semakin menurun serta menimbulkan banjir atau
genangan. Banjir atau genangan yang terjadi di Kecamatan Tanjung Karang Pusat
dikarenakan kapasitas saluran drainase yang terlalu kecil, kurangnya drain inlet
untuk masuknya limpasan air ke saluran drainase dan pendangkalan saluran.
Masalah banjir atau genangan yang terjadi di Kecamatan Tanjung karang
Pusat berada pada lokasi berikut.
1. Jalan Cut Nyak Dien : luas genangan 0,2 ha, tinggi genangan 0,5 meter
dan lama genangan 1 jam.
2. Jalan Kartini (depan Hypermart) : luas genangan 0,31 ha, tinggi
genangan 0,4 meter dan lama genangan 2 jam.
3. Jalan Kartini (depan Panin Bank) : luas genangan 0,28 ha, tinggi
genangan 0,5 meter dan lama genangan 2 jam.
4. Jalan Tulang Bawang : luas genangan 1,1 ha, tinggi genangan 0,6 meter
dan lama genangan 5 jam.
5. Jalan Imam Bonjol (Pasar Semep) : luas genangan 0,24 ha, tinggi
genangan 0,3 meter dan lama genangan 1,5 jam.
6. Jalan Teuku Umar : luas genangan 1 ha, tinggi genangan 1 meter dan
lama genangan 3 jam.
75
4.8. Evaluasi Kondisi Drainase
Saluran drainase di kecamatan Tanjung Karang Pusat umumnya berupa
saluran terbuka dikarenakan mudah dalam pengoperasian dan pemeliharaan.
Namun pada saluran tertentu menjadi saluran tertutup dikarenakan alasan
komersil, keindahan dan pelebaran jalan. Saluran primer di Kecamatan Tanjung
Karang Pusat di sepanjang jalan arteri dan sungai. Saluran sekunder di sepanjang
jalan kolektor dan saluran tersier selain jalan arteri dan kolektor (Pasal 36 dalam
Perda No. 10 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Bandar Lampung).
Pengaliran pada saluran drainase pada dasarnya secara alamiah mengikuti
kondisi topografi yang ada, yaitu mengikuti kontur alami dari tanah. Pengaliran
secara gravitasi tersebut dinilai sangat menguntungkan karena tidak adanya upaya
penambahan lahan urugan atau pemotongan pada jalur tanah (cut and fill).
Adapun beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam prinsip pengaliran saluran
drainase adalah sebagai berikut:
1. Arah pengaliran sebisa mungkin mengikuti garis ketinggian permukaan
tanah sehingga pengaliran yang terjadi adalah secara alami menuju pada
badan air penerima terdekat.
2. Dasar permukaan saluran yang mempunyai kemiringan (slope) sangat
kecil diperlukan penanganan dengan mempertimbangkan kecepatan
minimum yang diijinkan. Diusahakan kemiringan dasar saluran tetap
mengikuti kemiringan permukaan tanah sejauh kemiringan tanah tidak
memberikan aliran balik menuju awal dimulai saluran.
3. Agar tidak terjadi penggerusan terhadap dinding saluran drainase maka
perlu memperhatikan kecepatan saluran agar tidak terlalu tinggi dan tidak
76
terlalu rendah sehingga tidak terjadi pendangkalan pada dasar saluran
sehingga penampang efektif saluran untuk mengalirkan air hujan
semakin kecil dan kemungkinan besar akan meluap.
Tabel 4.18. Saluran Drainase Di Kecamatan Tanjung Karang Pusat
No.
Saluran Panjang (m)
Slope
Dasar Luas Komunal (m
2) Permasalahan
1 – 4 300 0,005 60000
2 – 3 600 0,005 120000
3 – 4 150 0,005 22500
3 – 5 150 0,005 22500
4 – 6 160 0,005 32000 Banjir/genangan
5 – 6 150 0,005 22500
6 – 7 20 0,005 4000 Banjir/genangan
8 – 7 130 0,005 26000
9 – 8 400 0,005 80000
8 – 10 230 0,005 46000
12 – 11 50 0,005 10000
11 – 10 100 0,005 20000
13 – 10 500 0,005 100000
10 – 14 300 0,005 60000
14 – 15 100 0,005 20000
15 – 16 70 0,005 14000
14 – 17 160 0,005 32000
15 – 18 190 0,005 38000
16 – 19 220 0,005 44000
17 – 18 110 0,005 22000
18 – 19 110 0,005 22000
11 – 21 420 0,005 84000
21 – 20 220 0,005 44000 Banjir/genangan
17 – 20 30 0,005 6000
20 – 23 20 0,005 4000
23 – 24 220 0.005 44000
19 – 24 20 0,005 4000
24 – 25 280 0,005 56000
26 – 25 480 0,005 96000
25 – 27 160 0,005 32000
23 – 28 30 0,005 6000
24 – 30 30 0,005 6000
28 – 29 120 0,005 24000
29 – 30 110 0,005 22000
28 – 31 150 0,005 30000
Sumber : Analisis
77
Tabel 4.18. Lanjutan
No.
Saluran Panjang (m)
Slope
Dasar Luas Komunal (m
2) Permasalahan
36 – 33 600 0,005 120000
33 – 52 650 0,005 130000
52 – 51 230 0,005 46000
52 – 53 130 0,005 26000
33 – 34 50 0,005 10000
34 – 35 280 0,005 56000
33 – 32 440 0,005 88000
32 – 31 500 0,005 100000
31 – 37 100 0,005 20000
37 – 38 140 0,005 28000
29 – 38 210 0,005 42000
38 – 39 160 0,005 32000
37 – 40 100 0,005 20000
42 – 41 490 0,005 98000
32 – 41 320 0,005 64000
41 – 40 500 0,005 100000
40 – 47 260 0,005 52000 Banjir/genangan
38 – 46 400 0,005 80000
30 – 39 180 0,005 36000
39 – 43 90 0,005 18000
44 – 43 40 0,005 8000
44 – 45 440 0,005 88000
48 – 44 280 0,005 56000
48 – 49 560 0,005 112000 Banjir/genangan
50 – 47 250 0,005 50000
51 – 50 520 0,005 104000 Banjir/genangan
54 – 50 60 0,005 12000
54 – 55 240 0,005 48000
55 – 46 240 0,005 48000
55 – 56 440 0,005 88000
56 – 48 160 0,005 32000
57 – 54 160 0,005 32000 Banjir/genangan
60 – 55 150 0,005 30000
61 – 56 170 0,005 34000
57 – 58 170 0,005 34000
58 – 59 140 0,005 28000
59 – 60 30 0,005 6000
60 – 61 440 0,005 88000
61 – 62 570 0,005 114000
64 – 63 460 0,005 92000
Sumber : Analisis
78
Tabel 4.18. Lanjutan
No.
Saluran Panjang (m)
Slope
Dasar Luas Komunal (m
2) Permasalahan
65 – 64 320 0,005 64000
65 – 53 80 0,005 16000
66 – 65 70 0,005 14000
78 – 66 290 0,005 58000
66 – 67 240 0,005 48000
67 – 64 60 0,005 12000
69 – 68 550 0,005 110000
71 – 70 570 0,005 114000
71 – 59 200 0,005 40000
72 – 58 190 0,005 38000
72 – 71 130 0,005 23000
74 – 73 570 0,005 114000
74 – 71 90 0,005 18000
75 – 74 330 0,005 66000
73 – 70 60 0,005 12000
70 – 68 40 0,005 8000
68 – 61 200 0,005 40000
76 – 73 100 0,005 20000
63 – 57 240 0,005 48000
75 – 63 60 0,005 12000
77 – 75 260 0,005 52000
Sumber : Analisis
Contoh perhitungan debit saluran 4 - 6 dan akumukasi debit tiap-tiap saluran
dapat dicari menggunakan metode berikut.
- Waktu konsentrasi air hujan mengalir dari hulu ke hilir dapat dihitung
dengan metode Kirpich 1940 (Sistem Drainase Perkotaan yang
Berkelanjutan, 2004) adalah :
tc = 0,87 x L
1000 x S
2
0,385
= 0,87 x 160
1000 x 0,005
2
0,385
= 0,430 jam
- Intensitas hujan rencana saluran eksisting untuk luas komunal kurang dari
10 ha menggunakan periode ulang hujan 2 tahunan sebesar 92 mm/hari
adalah :
79
I =𝑅24
24
24
𝑡
2 3
= 118
24
24
0,430
2 3
= 56,027 mm/jam
- Debit puncak banjir dapat dihitung mengunakan rumus rasional sebagai
berikut.
Q = 0,002778 . C . I . A
Q = 0,002778 x 0,50 x 56,027 mm/jam x 3,2 Ha
Q = 0,249 m3/detik = 21516,02 m
3/hari
- Debit domestik saluran 4 – 6 dapat dicari dengan cara menghitung
kebutuhan air bersih dan jumlah pemukiman di saluran tersebut. Tiap
bangunan membutuhkan luas lahan 0,02 ha sehingga jumlah rumah di
saluran 4 – 6 adalah 160 rumah.
Q air bersih = 150 liter/orang/hari x 5 orang x 160 rumah
Q air bersih = 120000 liter/hari
Q domestik = 0,7 x 120000 liter/hari
Q domestik = 84000 liter/hari = 84 m3/hari
Q Total = Q hujan + Q Domestik
Q Total = 21516,02 m3/hari + 84 m
3/hari = 21600,02 m
3/hari
Q Saluran = (Q Saluran 1 – 4) + (Q Saluran 3 – 4) + (Q Saluran 4 – 6)
Q Saluran = 29373,58 m3/hari + 15697,12 m
3/hari + 21600,02 m
3/hari
Q Saluran = 93081,69 m3/hari = 1,08 m
3/detik
- Tinggi saluran dan lebar saluran drainase rencana dapat di hitung
mengunakan rumus berikut.
Q = A . V
Saluran berbetuk persegi panjang sehingga :
80
A = 2h2 (untuk saluran persegi panjang)
b = 2h (untuk saluran persegi panjang)
n = 0,035 (koefisien kekasaran maning untuk saluran buatan lurus
beraturan)
R = h/2 (untuk saluran persegi panjang)
S = 0,005 (Drainase Perkotaan, 1997)
Q = A.V
Q = A . 1/n . R 2/3
. S 1/2
1,08 = 2h2 x 1/0,035 . (h/2)
2/3 . 0,005
1/2
Tinggi dinding saluran h = 0,56 m
Saluran terdiri dua jalur sepanjang jalan raya sehingga
h ki = 0,28 m dan h ka = 0,28 m
Lebar dasar saluran b = 2h = 0,56 m
Tinggi jagaan 1/3 h = 0,09 jadi tinggi total 0,37 m
Penampang saluran 4 – 6 adalah 0,21 m2
81
Tabel 4.19. Debit Total per Saluran
No.
Saluran C I A
Q Air Hujan
(m3/hari)
Jumlah
Bangunan
Q Air
Bersh
(m3/hari)
Q Air
Buangan
(m3/hari)
Q Total
(m3/hari)
Q Saluran
(m3/hari)
Q Saluran
(m3/detik)
Penampang Keterangan
Rencana Eksisting
1 – 4 0,50 40,57 6,00 43824,12 300,00 225,00 157,50 29373,58 29373,58 0,34 0,09 0,20 Sesuai
2 – 3 0,50 36,46 12,00 78760,40 600,00 450,00 315,00 52821,93 52821,93 0,61 0,14 0,20 Sesuai
3 – 4 0,50 57,91 2,25 23457,08 112,50 84,38 59,06 15697,12 42108,08 0,49 0,11 0,20 Sesuai
3 – 5 0,50 57,91 2,25 23457,08 112,50 84,38 59,06 15697,12 42108,08 0,49 0,11 0,20 Sesuai
4 – 6 0,50 56,03 3,20 32274,04 160,00 120,00 84,00 21600,02 93081,69 1,08 0,21 0,20 Tidak
5 – 6 0,50 57,91 2,25 23457,08 112,50 84,38 59,06 15697,12 57805,20 0,67 0,15 0,20 Sesuai
6 – 7 0,50 162,92 0,40 11731,45 20,00 15,00 10,50 7831,47 158718,36 1,84 0,31 0,20 Tidak
8 – 7 0,50 62,33 2,60 29172,09 130,00 97,50 68,25 19516,31 36424,63 0,42 0,10 0,20 Sesuai
9 – 8 0,50 35,00 8,00 50409,97 400,00 300,00 210,00 33816,64 33816,64 0,39 0,10 0,20 Sesuai
8 – 10 0,50 46,50 4,60 38508,39 230,00 172,50 120,75 25793,01 42701,33 0,49 0,12 0,20 Sesuai
12 – 11 0,50 101,79 1,00 18323,77 50,00 37,50 26,25 12242,10 12242,10 0,14 0,05 0,20 Sesuai
11 – 10 0,50 71,31 2,00 25675,29 100,00 75,00 52,50 17169,36 23290,41 0,27 0,07 0,20 Sesuai
13 – 10 0,50 40,04 10,00 72073,10 500,00 375,00 262,50 48311,23 48311,23 0,56 0,13 0,20 Sesuai
10 – 14 0,50 40,57 6,00 43824,12 300,00 225,00 157,50 29373,58 95365,33 1,10 0,21 0,40 Sesuai
14 – 15 0,50 71,31 2,00 25675,29 100,00 75,00 52,50 17169,36 64852,03 0,75 0,16 0,40 Sesuai
15 – 16 0,50 85,64 1,40 21583,91 70,00 52,50 36,75 14426,03 46852,04 0,54 0,12 0,40 Sesuai
14 – 17 0,75 56,03 3,20 34425,64 160,00 120,00 84,00 32358,04 80040,70 0,93 0,19 0,40 Sesuai
15 – 18 0,50 51,30 3,80 35089,31 190,00 142,50 99,75 23492,62 55918,63 0,65 0,14 0,40 Sesuai
16 – 19 0,75 47,58 4,40 40196,57 220,00 165,00 115,50 37799,78 84651,82 0,98 0,19 0,40 Sesuai
17 – 18 0,50 67,91 2,20 26894,27 110,00 82,50 57,75 17987,26 17987,26 0,21 0,06 0,40 Sesuai
18 – 19 0,50 67,91 2,20 26894,27 110,00 82,50 57,75 17987,26 91893,16 1,06 0,21 0,40 Sesuai
11 – 21 0,50 34,14 8,40 51621,25 420,00 315,00 220,50 34634,66 40755,71 0,47 0,11 0,20 Sesuai
21 – 20 0,75 47,58 4,40 40196,57 220,00 165,00 115,50 37799,78 58177,64 0,67 0,15 0,20 Sesuai
17 – 20 0,75 132,31 0,60 15243,26 30,00 22,50 15,75 14306,31 94347,01 1,09 0,21 0,40 Sesuai
20 – 23 0,75 162,92 0,40 12513,55 20,00 15,00 10,50 11741,95 164266,60 1,90 0,32 0,40 Sesuai
23 – 24 0,75 47,58 4,40 37684,28 220,00 165,00 115,50 37799,78 37799,78 0,44 0,11 0,20 Sesuai
19 – 24 0,75 162,92 0,40 12513,55 20,00 15,00 10,50 11741,95 188286,94 2,18 0,35 0,70 Sesuai
24 – 25 0,50 42,04 5,60 42377,10 280,00 210,00 147,00 28398,40 28398,40 0,33 0,09 0,20 Sesuai
82
No.
Saluran C I A
Q Air Hujan
(m3/hari)
Jumlah
Bangunan
Q Air
Bersh
(m3/hari)
Q Air
Buangan
(m3/hari)
Q Total
(m3/hari)
Q Saluran
(m3/hari)
Q Saluran
(m3/detik)
Penampang Keterangan
Rencana Eksisting
26 – 25 0,50 31,88 9,60 55087,25 480,00 360,00 252,00 36976,83 36976,83 0,43 0,10 0,20 Sesuai
25 – 27 0,50 56,03 3,20 32274,04 160,00 120,00 84,00 21600,02 86975,25 1,01 0,20 0,40 Sesuai
23 – 28 0,75 132,31 0,60 15243,26 30,00 22,50 15,75 14306,31 178572,90 2,07 0,34 0,70 Sesuai
24 – 30 0,75 132,31 0,60 15243,26 30,00 22,50 15,75 14306,31 240393,03 2,78 0,42 0,70 Sesuai
28 – 29 0,50 64,94 2,40 28057,57 120,00 90,00 63,00 18768,05 18768,05 0,22 0,06 0,20 Sesuai
29 – 30 0,50 67,91 2,20 26894,27 110,00 82,50 57,75 17987,26 27371,29 0,32 0,08 0,20 Sesuai
28 – 31 0,50 57,91 3,00 33361,18 150,00 112,50 78,75 20929,49 199502,39 2,31 0,37 0,70 Sesuai
36 – 33 0,50 36,46 12,00 78760,40 600,00 450,00 315,00 52821,93 52821,93 0,61 0,14 0,20 Sesuai
33 – 52 0,50 34,99 13,00 81888,96 650,00 487,50 341,25 54933,89 27466,94 0,32 0,08 0,20 Sesuai
52 – 51 0,50 46,50 4,60 38508,39 230,00 172,50 120,75 25793,01 53259,96 0,62 0,14 0,20 Sesuai
52 – 53 0,50 62,33 2,60 29172,09 130,00 97,50 68,25 19516,31 46983,26 0,54 0,12 0,20 Sesuai
33 – 34 0,50 101,79 1,00 18323,77 50,00 37,50 26,25 12242,10 65064,03 0,75 0,16 0,20 Sesuai
34 – 35 0,50 42,04 5,60 42377,10 280,00 210,00 147,00 28398,40 28398,40 0,33 0,09 1,32 Sesuai
33 – 32 0,50 33,33 8,80 52803,26 440,00 330,00 231,00 35433,17 62900,12 0,73 0,16 0,20 Sesuai
32 – 31 0,50 40,04 10,00 72073,10 500,00 375,00 262,50 48311,23 126369,49 1,46 0,26 0,40 Sesuai
31 – 37 0,75 71,31 2,00 27386,98 100,00 75,00 52,50 25727,79 351599,68 4,07 0,56 0,70 Sesuai
37 – 38 0,50 60,00 2,80 30243,41 140,00 105,00 73,50 20235,77 20235,77 0,23 0,07 0,20 Sesuai
29 – 38 0,50 48,73 4,20 36840,71 210,00 157,50 110,25 24670,72 34054,75 0,39 0,10 0,20 Sesuai
38 – 39 0,50 56,03 3,20 32274,04 160,00 120,00 84,00 21600,02 55654,77 0,64 0,14 0,20 Sesuai
37 – 40 0,50 71,31 2,00 27386,98 100,00 75,00 52,50 17169,36 368769,05 4,27 0,58 0,70 Sesuai
42 – 41 0,50 31,54 9,80 55642,81 490,00 367,50 257,25 37352,46 37352,46 0,43 0,10 0,20 Sesuai
32 – 41 0,50 39,25 6,40 45222,42 320,00 240,00 168,00 30316,28 15158,14 0,18 0,05 0,20 Sesuai
41 – 40 0,50 40,04 10,00 72073,10 500,00 375,00 262,50 48311,23 100821,83 1,17 0,22 0,40 Sesuai
40 – 47 0,75 43,67 5,20 43601,03 260,00 195,00 136,50 41012,47 510603,35 5,91 0,75 0,70 Tidak
38 – 46 0,50 35,00 8,00 50409,97 400,00 300,00 210,00 33816,64 54052,42 0,63 0,14 0,20 Sesuai
30 – 39 0,75 52,74 3,60 36456,60 180,00 135,00 94,50 34272,56 302036,87 3,50 0,50 1,32 Sesuai
39 – 43 0,75 75,28 1,80 26018,10 90,00 67,50 47,25 24439,22 326476,09 3,78 0,53 1,32 Sesuai
44 – 43 0,75 114,14 0,80 17534,00 40,00 30,00 21,00 16459,13 196162,16 2,27 0,36 1,32 Sesuai
44 – 45 0,50 33,33 8,80 52803,26 440,00 330,00 231,00 35433,17 35433,17 0,41 0,10 0,20 Sesuai
48 – 44 0,75 42,04 5,60 45202,24 280,00 210,00 147,00 42524,10 179703,03 2,08 0,34 1,32 Sesuai
83
No.
Saluran C I A
Q Air Hujan
(m3/hari)
Jumlah
Bangunan
Q Air
Bersh
(m3/hari)
Q Air
Buangan
(m3/hari)
Q Total
(m3/hari)
Q Saluran
(m3/hari)
Q Saluran
(m3/detik)
Penampang Keterangan
Rencana Eksisting
48 – 49 0,50 37,77 16,80 114239,72 840,00 630,00 441,00 76600,81 213779,75 2,47 0,39 1,32 Sesuai
50 – 47 0,75 44,56 5,00 42776,70 250,00 187,50 131,25 40234,41 276406,01 3,20 0,47 0,70 Sesuai
51 – 50 0,75 39,24 10,40 78359,46 520,00 390,00 273,00 73735,00 73735,00 0,85 0,17 0,20 Sesuai
54 – 50 0,50 92,70 1,20 20023,94 60,00 45,00 31,50 13380,80 162436,61 1,88 0,32 0,40 Sesuai
54 – 55 0,50 45,50 4,80 39314,30 240,00 180,00 126,00 26335,54 26335,54 0,30 0,08 0,20 Sesuai
55 – 46 0,50 45,50 4,80 39314,30 240,00 180,00 126,00 26335,54 52671,07 0,61 0,14 0,20 Sesuai
55 – 56 0,50 33,33 8,80 52803,26 440,00 330,00 231,00 35433,17 114799,82 1,33 0,24 0,40 Sesuai
56 – 48 0,75 56,03 3,20 34425,64 160,00 120,00 84,00 32358,04 274357,87 3,18 0,47 1,32 Sesuai
57 – 54 0,75 56,03 3,20 34425,64 160,00 120,00 84,00 32358,04 149055,81 1,73 0,30 0,20 Tidak
60 – 55 0,50 57,91 3,00 31276,11 150,00 112,50 78,75 20929,49 79366,65 0,92 0,18 0,40 Sesuai
61 – 56 0,75 54,31 3,40 35456,46 170,00 127,50 89,25 33329,68 127200,01 1,47 0,26 1,32 Sesuai
57 – 58 0,50 54,31 3,40 33240,43 170,00 127,50 89,25 22249,54 22249,54 0,26 0,07 0,40 Sesuai
58 – 59 0,50 60,00 2,80 30243,41 140,00 105,00 73,50 20235,77 65977,93 0,76 0,16 0,40 Sesuai
59 – 60 0,50 132,31 0,60 14290,56 30,00 22,50 15,75 9542,79 116874,31 1,35 0,25 0,40 Sesuai
60 – 61 0,50 33,33 8,80 52803,26 440,00 330,00 231,00 35433,17 93870,33 1,09 0,21 0,40 Sesuai
61 – 62 0,50 37,43 11,40 76818,67 570,00 427,50 299,25 51511,69 220323,03 2,55 0,40 0,70 Sesuai
64 – 63 0,50 32,58 9,20 53958,00 460,00 345,00 241,50 36213,50 49594,30 0,57 0,13 0,20 Sesuai
65 – 64 0,50 39,25 6,40 45222,42 320,00 240,00 168,00 30316,28 30316,28 0,35 0,09 0,20 Sesuai
65 – 53 0,50 79,97 1,60 23033,12 80,00 60,00 42,00 15397,41 115365,51 1,34 0,24 0,40 Sesuai
66 – 65 0,50 85,64 1,40 21583,91 70,00 52,50 36,75 14426,03 69651,82 0,81 0,17 0,40 Sesuai
78 – 66 0,50 41,29 5,80 43107,01 290,00 217,50 152,25 28890,26 28890,26 0,33 0,09 0,40 Sesuai
66 – 67 0,50 45,50 4,80 39314,30 240,00 180,00 126,00 26335,54 26335,54 0,30 0,08 0,40 Sesuai
67 – 64 0,50 92,70 1,20 20023,94 60,00 45,00 31,50 13380,80 13380,80 0,15 0,05 0,40 Sesuai
68 – 69 0,50 38,13 11,00 75494,89 550,00 412,50 288,75 50618,68 50618,68 0,59 0,13 0,40 Sesuai
71 – 70 0,50 37,43 11,40 76818,67 570,00 427,50 299,25 51511,69 87804,05 1,02 0,20 0,40 Sesuai
71 – 59 0,50 49,96 4,00 35976,25 200,00 150,00 105,00 24089,17 41353,60 0,48 0,11 0,20 Sesuai
72 – 58 0,50 51,30 3,80 35089,31 190,00 142,50 99,75 23492,62 23492,62 0,27 0,07 0,20 Sesuai
72 – 71 0,50 62,33 2,30 25806,08 115,00 86,25 60,38 17264,43 17264,43 0,20 0,06 0,20 Sesuai
74 – 73 0,50 37,43 11,40 76818,67 570,00 427,50 299,25 51511,69 15388,21 0,18 0,05 0,20 Sesuai
74 – 71 0,50 75,28 1,80 31285,35 90,00 67,50 47,25 20904,15 36292,36 0,42 0,10 0,20 Sesuai
84
No.
Saluran C I A
Q Air Hujan
(m3/hari)
Jumlah
Bangunan
Q Air
Bersh
(m3/hari)
Q Air
Buangan
(m3/hari)
Q Total
(m3/hari)
Q Saluran
(m3/hari)
Q Saluran
(m3/detik)
Penampang Keterangan
Rencana Eksisting
75 – 74 0,50 38,64 6,60 45904,74 330,00 247,50 173,25 30776,41 30776,41 0,36 0,09 0,20 Sesuai
73 – 70 0,50 92,70 1,20 20023,94 60,00 45,00 31,50 13380,80 45938,36 0,53 0,12 0,20 Sesuai
70 – 68 0,50 114,14 0,80 16438,13 40,00 30,00 21,00 10979,75 144722,17 1,68 0,29 0,40 Sesuai
68 – 61 0,50 49,96 4,00 35976,25 200,00 150,00 105,00 24089,17 168811,34 1,95 0,33 0,40 Sesuai
76 – 73 0,50 71,31 2,00 25675,29 100,00 75,00 52,50 17169,36 17169,36 0,20 0,06 0,20 Sesuai
63 – 57 0,50 45,50 4,80 39314,30 240,00 180,00 126,00 26335,54 116697,78 1,35 0,25 0,20 Tidak
75 – 63 0,50 92,70 1,20 20023,94 60,00 45,00 31,50 13380,80 40767,94 0,47 0,11 0,20 Sesuai
77 – 75 0,50 43,67 5,20 40875,97 260,00 195,00 136,50 27387,15 27387,15 0,32 0,08 0,20 Sesuai
Sumber : Perhitungan
86
4.9. Pengembangan Drainase
4.9.1. Jalan Cut Nyak Dien
Jalan Cut Nyak Dien merupakan kawasan permukiman. Genangan/banjir
yang terjadi di Jalan Cut Nyak Dien dikarenakan kapasitas saluran drainase terlalu
kecil dari debit banjir yang terjadi. Luas genangan 2000 m2, tinggi genangan 0,5
meter dan lama genangan 1 jam. Genangan terjadi sebab akumulasi debit dari
saluran lainnya. Untuk mengatasi genangan yang terjadi diperlukan penanganan
saluran drainase agar genangan cepat mengalir di saluran drainase.
Perhitungan :
Luas wilayah genangan di jalan Cut Nyak Dien yaitu 2000 m2
Volume genangan/banjir yang terjadi sebesar
v = 2000 m2 x 0,5 m = 1000 m
3
Debit banjir di jalan Cut Nyak Dien
Q = 1000/3600 = 0,277 m3/s
Luas penampang banjir pada saluran dapat dicari dengan cara berikut.
A = 2h2 (untuk saluran persegi panjang)
n = 0,035 (koefisien kekasaran maning untuk saluran buatan lurus beraturan)
R = h/2 (untuk saluran persegi panjang)
S = 0,005 (Drainase Perkotaan, 1997)
Q = A.V
Q = A . 1/n . R 2/3
. S 1/2
0,277 = 2h2 x 1/0,035 . (h/2)
2/3 . 0,005
1/2
h = 0,34 = 0,3 m
b = 2h = 0,67 = 0,7 m
87
A = bh = 0,3 . 0,7 = 0,21 m2
Saluran eksisting jalan Cut Nyak Dien tinggi 0,4 m dan lebar 0,5 m. Luas
penampang saluran jalan Cut Nyak Dien 0,20 m2.
Kecepatan aliran maksimum
yang diizinkan untuk pasangan batu adalah 1,5 m/s. Kapasitas saluran drainase
eksisting di jalan Cut Nyak Dien adalah 0,3 m3/s. Berdasarkan (Tabel 4.19)
Saluran Cut Nyak Dien (51 - 50) penampang rencana sesuai dengan penampang
eksisting. Genangan terjadi karena sedimen. Solusi yang dilakukan normalisasi
saluran drainase.
Gambar 4.7. Drainase Eksisting Cut Nyak Dien
4.9.2. Jalan Kartini
Jalan kartini merupakan kawasan perdagangan/jasa. Genangan/banjir di
Jalan Kartini terjadi di dua titik yaitu di depan hypermart dan depan panin bank.
Depan hypermart luas genangan 3100 m2, tinggi genangan 0,4 meter dan lama
genangan 2 jam dikarenakan limpasan air dari saluran drainase dan kurangnya
88
drain inlet ke saluran drainase. Depan panin bank luas genangan 2800 m2, tinggi
genangan 0,5 meter dan lama genangan 2 jam dikarenakan kapasitas saluran lebih
kecil dari debit banjir dan limpasan air dari saluran drainase. Untuk mengatasi
genangan yang terjadi diperlukan penanganan saluran drainase agar genangan
cepat mengalir di saluran drainase. Untuk mengatasi genangan yang terjadi
diperlukan penanganan saluran drainase agar genangan cepat mengalir di saluran
drainase.
Perhitungan :
Luas wilayah genangan/banjir di jalan Kartini (depan Hypermart) yaitu 3100 m2
Volume genangan/banjir yang terjadi sebesar
v = 3100 m2 x 0,4 m = 1240 m
3
Debit banjir di jalan Kartini (depan Hypermart)
Q = 1240/7200 = 0,172 m3/s
Luas penampang banjir pada saluran dapat dicari dengan cara berikut.
A = 2h2 (untuk saluran persegi panjang)
n = 0,035 (koefisien kekasaran maning untuk saluran buatan lurus beraturan)
R = h/2 (untuk saluran persegi panjang)
S = 0,005 (Drainase Perkotaan, 1997)
Q = A.V
Q = A . 1/n . R 2/3
. S 1/2
0,172 = 2h2 x 1/0,035 . (h/2)
2/3 . 0,005
1/2
h = 0,28 = 0,3 m
b = 2h = 0,56 = 0,6 m
A = bh = 0,3 . 0,6 = 0,18 m2
89
Saluran eksisting jalan Kartini tinggi 0,4 m dan lebar 0,5 m. Luas penampang
jalan Kartini 0,20 m2. Kecepatan aliran yang diizinkan untuk pasangan batu
adalah 1,5 m/s. Debit Saluran jalan Kartini (depan Hypermart) adalah 0,3 m3/s.
Berdasarkan (Tabel 4.19) Saluran Cut Nyak Dien (57 - 54) penampang rencana
tidak sesuai dengan penampang eksisting. Genangan terjadi karena akumulasi
debit, pendangkalan saluran drainase dan kurangnya drain inlet untuk masuk air
limpasan. Solusi yang dilakukan adalah perencanaan ulang saluran drainase.
Gambar 4.8. Drainase Eksisting Jalan Kartini Depan Hypermart
Perhitungan drainase berdasarkan hujan rencana untuk pengembangan
saluran drainase di jalan Kartini (depan Hypermart)
Perhitungan :
- Tinggi saluran dan lebar saluran drainase rencana dapat di hitung
mengunakan rumus berikut.
Q = A . V
90
Saluran berbetuk persegi panjang sehingga :
A = 2h2 (untuk saluran persegi panjang)
n = 0,035 (koefisien kekasaran maning untuk saluran buatan lurus
beraturan)
R = h/2 (untuk saluran persegi panjang)
Q = A.V
Q = A . 1/n . R 2/3
. S 1/2
1,73 = 2h2 x 1/0,035 . (h/2)
2/3 . 0,005
1/2
Tinggi dinding saluran h = 0,67 m
Saluran terdiri dua jalur sepanjang jalan raya sehingga
h ki = 0,33 m dan h ka = 0,33 m
Lebar dasar saluran b = 2h = 0,67 m dibulatkan menjadi 0,70 m
Tinggi jagaan 1/3 h = 0,11, jadi tinggi total 0,44 m dibulatkan 0,40 m
Gambar 4.9. Drainase Rencana Jalan Kartini Depan Hypermart
91
Luas wilayah genangan/banjir di jalan Kartini (depan Panin Bank) yaitu
2800 m2
Volume genangan/banjir yang terjadi sebesar
v = 2800 m2 x 0,5 m = 1400 m
3
Debit banjir di jalan Kartini (depan Panin Bank)
Q = 1400/7200 = 0,194 m3/s
Luas penampang banjir pada saluran dapat dicari dengan cara berikut.
A = 2h2 (untuk saluran persegi panjang)
n = 0,035 (koefisien kekasaran maning untuk saluran buatan lurus beraturan)
R = h/2 (untuk saluran persegi panjang)
S = 0,005 (Drainase Perkotaan, 1997)
Q = A.V
Q = A . 1/n . R 2/3
. S 1/2
0,194 = 2h2 x 1/0,035 . (h/2)
2/3 . 0,005
1/2
h = 0,29 = 0,3 m
b = 2h = 0,59 = 0,6 m
A = bh = 0,3 . 0,6 = 0,18 m2
Saluran eksisting jalan Kartini (depan Panin Bank) tinggi 0,7 m dan lebar 1,0 m.
Luas penampang jalan Kartini 0,7 m2. Kecepatan aliran yang diizinkan untuk
pasangan batu adalah 1,5 m/s. Debit saluran di jalan Kartini (depan Panin Bank)
1,05 m3/s. Berdasarkan (Tabel 4.19) Saluran jalan Kartini depan Panin Bank (40 -
47) penampang rencana tidak sesuai dengan penampang eksisting. Genangan
terjadi karena akumulasi debit, pendangkalan saluran drainase dan kurangnya
92
drain inlet untuk masuk air limpasan. Solusi yang dilakukan adalah perencanaan
ulang saluran drainase.
Gambar 4.10. Drainase Eksisting Jalan Kartini Depan Panin Bank
Perhitungan drainase berdasarkan hujan rencana untuk pengembangan
saluran drainase di jalan Kartini (depan Panin Bank).
Perhitungan :
- Tinggi saluran dan lebar saluran drainase rencana dapat di hitung
mengunakan rumus berikut.
Q = A . V
Saluran berbetuk persegi panjang sehingga :
A = 2h2 (untuk saluran persegi panjang)
b = 2h (untuk saluran persegi panjang)
93
n = 0,035 (koefisien kekasaran maning untuk saluran buatan lurus
beraturan)
R = h/2 (untuk saluran persegi panjang)
S = 0,005 (Drainase Perkotaan, 1997)
Q = A.V
Q = A . 1/n . R 2/3
. S 1/2
5,91 = 2h2 x 1/0,035 . (h/2)
2/3 . 0,005
1/2
Tinggi dinding saluran h = 1,06 m
Saluran terdiri dua jalur sepanjang jalan raya sehingga
h ki = 0,53 m dan h ka = 0,53 m
Lebar dasar saluran b = 2h = 1,06 m dibulatkan menjadi 1,10 m
Tinggi jagaan 1/3 h = 0,18, jadi tinggi total 0,71 m dibulatkan 0,70 m
Gambar 4.11. Drainase Rencana Jalan Kartini Depan Panin Bank
94
4.9.3. Jalan Tulang Bawang
Jalan Tulang Bawang merupakan kawasan pemukiman, perdagangan/jasa
dan lahan terbuka. Genangan/banjir yang terjadi jalan Tulang Bawang besarnya
luas genangan 11000 m2, tinggi genangan 0,6 meter dan lama genangan 5 jam
dikarenakan kapasitas saluran lebih kecil dari debit banjir yang terjadi dan daerah
cekungan. Untuk mengatasi genangan yang terjadi diperlukan penanganan saluran
drainase agar genangan cepat mengalir di saluran drainase.
Perhitungan :
Luas wilayah genangan/banjir di jalan Tulang Bawang 11000 m2
Volume genangan/banjir di jalan Tulang Bawang sebesar
v = 11000 m x 0,6 m = 6600 m3
Debit banjir di jalan Tulang Bawang
Q = 6600 / 5 x 3600 = 0,366 m3/s
Luas penampang banjir pada saluran dapat dicari dengan cara berikut.
A = 2h2 (untuk saluran persegi panjang)
n = 0,035 (koefisien kekasaran maning untuk saluran buatan lurus beraturan)
R = h/2 (untuk saluran persegi panjang)
S = 0,005 (Drainase Perkotaan, 1997)
Q = A.V
Q = A . 1/n . R 2/3
. S 1/2
0,366 = 2h2 x 1/0,035 . (h/2)
2/3 . 0,005
1/2
h = 0,37 = 0,4 m
b = 2h = 0,75 = 0,8 m
A = bh = 0,4 . 0,8 = 0,28 m2
95
Saluran eksisting jalan Tulang Bawang tinggi 1,1 m dan lebar 1,2 m. Luas
Penampang saluran jalan Tulang Bawang 1,32 m2. Kecepatan aliran yang
diizinkan untuk pasangan batu adalah 1,5 m/s. Kapasitas saluran drainase
eksisting jalan Tulang Bawang 1,98 m3/s. Berdasarkan (Tabel 4.19) Saluran jalan
Tulangbawang (48 - 49) penampang rencana sesuai dengan penampang eksisting.
Genangan terjadi karena pendangkalan saluran drainase. Solusi yang mungkin
dilakukan adalah normalisasi saluran drainase.
Gambar 4.12. Drainase Eksisting Jalan Tulang Bawang
4.9.4. Jalan Imam Bonjol (Pasar Smep)
Pasar smep merupakan kawasan perdagangan/jasa. Genangan/banjir yang
terjadi di pasar Smep besarnya luas genangan 2400 m2, tinggi genangan 0,3 meter
dan lama genangan 1,5 jam dikarenakan banyaknya endapan sedimen dan sampah
96
di saluran drainase. Untuk mengatasi genangan yang terjadi diperlukan
penanganan saluran drainase agar genangan cepat mengalir di saluran drainase.
Perhitungan :
Luas wilayah genangan/banjir di pasar smep 2400 m2
Volume genangan/banjir di pasar smep
v = 2400 m2 x 0,3 m = 720 m
3
Debit banjir di pasar smep
Q = 720 / 5400 = 0,133 m3/s
Luas penampang banjir pada saluran dapat dicari dengan cara berikut.
A = 2h2 (untuk saluran persegi panjang)
n = 0,035 (koefisien kekasaran maning untuk saluran buatan lurus beraturan)
R = h/2 (untuk saluran persegi panjang)
S = 0,005 (Drainase Perkotaan, 1997)
Q = A.V
Q = A . 1/n . R 2/3
. S 1/2
0,133 = 2h2 x 1/0,035 . (h/2)
2/3 . 0,005
1/2
h = 0,25 = 0,3 m
b = 2h = 0,51 = 0,5 m
A = bh = 0,3 . 0,5 = 0,15 m2
Saluran eksisting pasar smep tinggi 0,4 m dan lebar 0,5 m. Luas Penampang
0,2 m2. Kecepatan aliran yang diizinkan untuk pasangan batu adalah 1,5 m/s.
Kapasitas saluran drainase eksisting di jalan Imam Bonjol (pasar smep) 0,3 m3/s.
Berdasarkan (Tabel 4.19) Saluran jalan Imam Bonjol pasar smep (21 - 20)
97
penampang rencana sesuai dengan penampang eksisting. Genangan terjadi sebab
pendangkalan karena sedimen dan sampah di saluran.
Gambar 4.13. Drainase Eksisting Jalan Imam Bonjol (Pasar Smep)
4.9.5. Jalan Teuku Umar
Jalan Teuku Umar merupakan kawasan permukiman. Genangan yang terjadi
jalan Teuku Umar besarnya luas genangan 10000 m2, tinggi genangan 1 meter dan
lama genangan 3 jam dikarenakan penyempitan dan pendangkalan DAS dan
melimpasnya air dari Way Awi. Untuk mengatasi genangan yang terjadi
diperlukan penanganan saluran drainase agar genangan cepat mengalir di saluran
drainase.
Perhitungan :
Luas wilayah genangan/banjir di jalan Teuku Umar 10000 m2
98
Volume genangan/banjir di jalan Teuku Umar
v = 10000 m2 x 1 m = 10000 m
3
Debit banjir di jalan Teuku Umar
Q = 10000 / 10800 = 0,925 m3/s
Luas penampang banjir pada saluran dapat dicari dengan cara berikut.
A = 2h2 (untuk saluran persegi panjang)
n = 0,035 (koefisien kekasaran maning untuk saluran buatan lurus beraturan)
R = h/2 (untuk saluran persegi panjang)
S = 0,005 (Drainase Perkotaan, 1997)
Q = A.V
Q = A . 1/n . R 2/3
. S 1/2
0,925 = 2h2 x 1/0,035 . (h/2)
2/3 . 0,005
1/2
h = 0,53 = 0,5 m
b = 2h = 1,06 = 1,1 m
A = bh = 0,5 . 1,1 = 0,55 m2
Saluran eksisting jalan Teuku Umar tinggi 0,4 m dan lebar 0,5 m. Luas
penampang saluran jalan Teuku Umar 0,2 m2. Kecepatan aliran yang diizinkan
untuk pasangan batu adalah 1,5 m/s. Debit saluran drainase eksisting di jalan
Teuku Umar 0,36 m3/s. Berdasarkan (Tabel 4.19) Saluran jalan Teuku Umar
(6 - 7) penampang rencana tidak sesuai dengan penampang eksisting Genangan
terjadi karena penyempitan saluran dan pendangkalan saluran drainase serta air
limpasan dari Way Awi. Solusi yang mungkin dilakukan adalah perencanaan
ulang saluran drainase agar mampu mengalirkan debit banjir.
99
Gambar 4.14. Drainase Eksisting Jalan Teuku Umar
Perhitungan drainase berdasarkan hujan rencana untuk pengembangan
saluran drainase di jalan Teuku Umar.
Perhitungan :
- Tinggi saluran dan lebar saluran drainase rencana dapat di hitung
mengunakan rumus berikut.
Q = A . V
Saluran berbetuk persegi panjang sehingga :
A = 2h2 (untuk saluran persegi panjang)
n = 0,035 (koefisien kekasaran maning untuk saluran buatan lurus
beraturan)
R = h/2 (untuk saluran persegi panjang)
S = 0,005 (Drainase Perkotaan, 1997)
100
Q = A.V
Q = A . 1/n . R 2/3
. S 1/2
1,84 = 2h2 x 1/0,035 . (h/2)
2/3 . 0,005
1/2
Tinggi dinding saluran h = 0,68 m
Saluran terdiri dua jalur sepanjang jalan raya sehingga
h ki = 0,34 m dan h ka = 0,34 m
Lebar dasar saluran b = 2h = 0,68 m dibulatkan menjadi 0,70 m
Tinggi jagaan 1/3 h = 0,11 jadi tinggi total 0,45 m dibulatkan 0,50 m
Gambar 4.15. Drainase Rencana Jalan Teuku Umar
101
Tabel 4.20. Perencanaan Pengembangan Saluran Drainase
Saluran Nomor
Saluran Rencana Pengembangan
Cut Nyak Dien
51 – 50 Genangan yang terjadi dikarenakan
saluran mengalami pendangkalan
akibat sedimen. Normalisasi saluran
diperlukan untuk saluran ini.
Kartini (depan
Hypermart)
57 – 54 Kapasitas saluran lebih besar dari
debit banjir. Genangan yang terjadi
dikarenakan Kurangnya drain inlet
untuk masuknya air limpasan.
Perencanaan ulang saluran diperlukan
untuk mengatasi debit yang terjadi.
Kartini (depan Panin
Bank)
40 – 47 Kapasitas saluran lebih besar dari
debit banjir. Genangan yang terjadi
dikarenakan Kurangnya drain inlet
untuk masuknya air limpasan.
Perencanaan ulang saluran diperlukan
untuk mengatasi debit yang terjadi.
Tulangbawang 48 – 49 Genangan yang terjadi dikarenakan
saluran mengalami pendangkalan
akibat sedimen. Normalisasi saluran
diperlukan untuk saluran ini.
Imam Bonjol (Pasar
Smep)
21 – 20 Genangan yang terjadi dikarenakan
saluran mengalami pendangkalan
akibat sampah pasar dan sedimen.
Normalisasi saluran dan sosialisasi
untuk tidak membuang sampah di
saluran drainsae.
Teuku Umar 6 – 7 Kapasitas saluran lebih kecil dari debit
banjir. Genangan yang terjadi
dikarenakan saluran mengalami
pendangkalan dan penyempitan
saluran serta air limpasan dari Way
Awi. Perencanaan ulang saluran
diperlukan untuk mengatasi debit
banjir yang terjadi.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan observasi yang telah dilakukan maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut.
- Genangan yang terjadi di Kecamatan Tanjung Karang Pusat dikarenakan
saluran drainase mengalami pendangkalan sebab banyaknya sedimen di
saluran berikut ini : saluran Tulang Bawang, dan saluran Cut Nyak Dien.
Genangan yang terjadi di Kecamatan Tanjung Karang Pusat dikarenakan
saluran drainase mengalami pendangkalan sebab banyaknya sampah di
saluran berikut ini : saluran Imam Bonjol (Pasar Smep). Genangan yang
terjadi di Kecamatan Tanjung Karang Pusat dikarenakan kapasitas saluran
drainase terlalu kecil di saluran berikut ini : saluran Kartini dan Teuku
Umar.
- Normalisasi saluran drainase dilakukan pada pada jalan Cut Nyak Dien,
jalan Imam Bonjol (Pasar Smep) dan jalan Tulang Bawang. Rencana
pengembangan saluran drainase hanya dilakukan pada kapasitas saluran
drainase terlalu kecil. Jalan Kartini depan Hypermart dengan Luas
penampang rencana 0,4 m2. Jalan Kartini depan Panin Bank dengan Luas
Penampang rencana 0,96 m2. Jalan Teuku Umar dengan Luas Penampang
0,4 m2.
103
5.2. Saran
- Pendangkalan saluran bisa diantisipasi dengan menangani permukaan tanah
dengan menanam tumbuhan, sehingga koefisien limpasan kecil dan waktu
konsentrasi semakin lama dan kecepatan penggerusan air di permukaan
tanah semakin kecil. Sehingga tanah tidak ikut mengalir masuk ke dalam
saluran drainase.
- Pengembangan sistem drainase hendaknya memperhatikan kondisi topografi
dan tata guna lahan di suatu wilayah, sehingga pengembangan sistem
drainase akan efektif dan efisien dalam pembangunannya.
- Pembangunan – pembangunan yang dilakukan hedaknya memperhatikan
tata guna lahan sehingga area resapan air tidak berkurang. Jika ingin
menutup tanah hendaknya menggunakan penutup tanah yang tidak rapat
seperti paving block.
- Air hujan yang berasal dari atap rumah hendaknya dialirkan menuju sumur
resapan guna mengisi air tanah yang berguna untuk kebutuhan air.
- Mengumpulkan air limbah domestik ke sistem komunal sehingga saluran
drainase terpisah dari air limbah domestik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1990. Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan No.
008/T/BNKT/1990. Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta.
Anonim. 1997. Drainase Perkotaan. Penerbit Gunadarma, Jakarta.
Defence, Sea Consultants. 2009. Peningkatan Sistem Drainase Perkotaan. BRR
dan Royal Netherlands Emmbasy. Aceh.
Kusnadi, Kaslim D. Indra, Setiawan B. Sapei, Asep. Pratowo. Erizal. 2006.
Perancangan Irigasi dan Drainase Interaktif Berbasis Teknologi
Informasi. Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor.
Machairiyah. 2007. Analisis Curah Hujan untuk Pendugaan Debit Puncak
dengan Metode Rasional pada Das Percut Kabupaten Deli Serdang.
Universitas Sumatera Utara (USU). Medan.
Marsyad, Hardoyo. 2009. Mekanika Fluida Dasar. Fakultas Teknik Universitas
malahayati. Bandar lampung.
Marsyad, Hardoyo. 2010. Mekanika Fluida Lanjut. Fakultas Teknik Universitas
malahayati. Bandar lampung.
Peraturan daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Tahun 2011 – 2030.
SNI 03.2406.1991 Tentang Tata Cara Perencanaan Drainase.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Penerbit Andi,
Semarang.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya
Air.
Yusuf, Adi M. 2006. Kinerja Sistem Drainase Yang Berkelanjutan Berbasis
Partisipasi Masyarakat. Universitas Diponegoro, Semarang.
Zaky, Akhmad A. dan Nirmala, Ina. 2008. Identifikasi Fenomena Banjir
Tahunan menggunakan SIG dan Perencanaan Drainase, Universitas
Islam Indonesia (UII), Yogjakarta.
Lampiran 1
Tabel Koefisien Kekasaran Manning
Tipe Saluran Kondisi
Baik Cukup Buruk
a. Saluran buatan :
1. Saluran tanah, lurus beraturan
2. Saluran tanah, digali biasanya
3. Saluran batuan, tidak lurus & tidak beraturan
4. Saluran batuan, lurus beraturan
5. Saluran batuan, vegetasi pada sisinya
6. Dasar tanah, sisi batuan koral
7. Saluran berliku-liku kecepatan rendah
b. Saluran alam :
1. Bersih, lurus, tetapi tanpa pasir & tanpa celah
2. Berliku, bersih, tetapi berpasir & berlubang
3. Idem 2, tidak dalam, kurang beraturan.
4. Aliran lambat, banyak tanaman & lubang dalam
5. Tumbuh tinggi & padat
c. Saluran dilapisi :
1. Batu kosong tanpa adukan
2. Idem 1, dengan adukan semen
3. Lapisan beton sangat halus
4. Lapisan beton biasa dengan tulangan baja
5. Idem 4, tetapi tulangan kayu
0,020
0,028
0,040
0,030
0,030
0,030
0,025
0,028
0,035
0,045
0,060
0,100
0,030
0,020
0,011
0,014
0,016
0,023
0,030
0,045
0,035
0,035
0,030
0,028
0,030
0,040
0,050
0,070
0,125
0,033
0,025
0,012
0,014
0,016
0,025
0,025
0,045
0,035
0,040
0,040
0,030
0,033
0,045
0,065
0,080
0,150
0,035
0,030
0,013
0,015
0,018
Lampiran 1I
Tabel Nilai K untuk Distribusi Log Person III
Interval kejadian (Recurrence interval), tahun (periode ulang)
1,0101 1,2500 2 5 10 25 50 100
Persentase peluang terlampaui (Percent chance of being exceeded)
Koof G 99 80 50 20 10 4 2 1
3,0
2,8
2,6
2,4
2,2
-0,667
-0,714
-0,769
-0,832
-0,905
-0,636
-0,666
-0,696
-0,725
-0,752
-0,396
-0,384
-0,368
-0,351
-0,330
0,420
0,460
0,499
0,537
0,574
1,180
1,210
1,238
1,262
1,284
2,278
2,275
2,267
2,256
2,240
3,152
3,114
3,071
3,023
2,970
4,051
3,973
3,889
3,800
3,705
2,0
1,8
1,6
1,4
1,2
-0,990
-1,087
-1,197
-0,318
-1,449
-0,777
-0,799
-0,817
-0,832
-0,844
-0,307
-0,282
-0,254
-0,225
-0,195
0,609
0,643
0,675
0,705
0,732
1,302
1,318
1,329
1,337
1,340
2,219
2,193
2,163
2,128
2,087
2,912
2,848
2,780
2,706
2,626
3,605
3,499
3,388
3,271
3,149
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
-1,558
-1,773
-1,880
-2,029
-2,178
-0,852
-0,856
-0,857
-0,855
-0,850
-0,164
-0,132
-0,099
-0,066
-0,033
0,758
0,780
0,800
0,816
0,830
1,340
1,336
1,328
1,317
1,301
2,043
1,993
1,939
1,880
1,818
2,542
2,453
2,359
2,261
2,159
3,022
2,891
2,755
2,615
2,472
0,0
-0,2
-0,4
-0,6
-0,8
-2,326
-2,472
-2,615
-2,755
-2,891
-0,842
-0,830
-0,816
-0,800
-0,780
0,000
0,033
0,066
0,099
0,132
0,842
0,850
0,855
0,857
0,856
1,282
1,258
1,231
1,200
1,166
1,751
1,680
1,606
1,528
1,448
2,051
1,954
1,834
1,720
1,606
2,326
2,178
2,029
1,880
1,733
-1,0
-1,2
-1,4
-1,6
-1,8
-3,022
-2,149
-2,271
-2,388
-3,499
-0,758
-0,732
-0,705
-0,675
-0,643
0,164
0,195
0,225
0,254
0,282
0,852
0,844
0,832
0,817
0,799
1,128
1,086
1,041
0,994
0,954
1,366
1,282
1,198
1,116
1,035
1,492
1,379
1,270
1,166
1,069
1,588
1,449
1,318
1,197
1,087
-2,0
-2,2
-2,4
-2,6
-2,8
-3,0
-3,605
-3,705
-3,800
-3,889
-3,973
-7,051
-0,609
-0,574
-0,537
-0,490
-0,469
-0,420
0,307
0,330
0,351
0,368
0,384
0,396
0,777
0,752
0,725
0,696
0,666
0,636
0,895
0,844
0,795
0,747
0,702
0,660
0,959
0,888
0,823
0,764
0,712
0,666
0,980
0,900
0,830
0,768
0,714
0,666
0,990
0,905
0,832
0,769
0,714
0,667
Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004
Lampiran III
Tabel Reduce Mean Yn
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0,4952
0,5236
0,5362
0,5436
0,5485
0,5521
0,5548
0,5569
0,5586
0,5600
0,4996
0,5252
0,5371
0,5442
0,5489
0,5524
0,5550
0,5570
0,5587
0,5602
0,5035
0,5268
0,5380
0,5448
0,5493
0,5527
0,5552
0,5572
0,5589
0,5603
0,5070
0,5283
0,5388
0,5453
0,5497
0,5530
0,5555
0,5574
0,5591
0,5604
0,5100
0,5296
0,5396
0,5458
0,5501
0,5533
0,5557
0,5576
0,5592
0,5606
0,5128
0,5309
0,5403
0,5463
0,5504
0,5535
0,5559
0,5578
0,5593
0,5607
0,5157
0,5320
0,5410
0,5468
0,5508
0,5538
0,5561
0,5580
0,5595
0,5608
0,5181
0,5332
0,5418
0,5473
0,5511
0,5540
0,5563
0,5581
0,5596
0,5609
0,5202
0,5343
0,5424
0,5477
0,5515
0,5543
0,5565
0,5583
0,5598
0,5610
0,5220
0,5353
0,5436
0,5481
0,5518
0,5545
0,5567
0,5585
0,5599
0,5611
Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004
Lampiran IV
Tabel Reduced Standard Deviation Sn
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0,9496
1,0628
1,1124
1,1413
1,1607
1,1747
1,1854
1,1938
1,2007
1,2065
0,9676
1,0696
1,1159
1,1436
1,1623
1,1759
1,1863
1,1945
1,2013
1,2069
0,9833
1,0754
1,1193
1,1458
1,1638
1,1770
1,1873
1,1953
1,2020
1,2073
0,9971
1,0811
1,1226
1,1480
1,1658
1,1782
1,1881
1,1959
1,2026
1,2077
1,0095
1,0864
1,1225
1,1499
1,1667
1,1793
1,1890
1,1967
1,2032
1,2081
1,0206
1,0915
1,1285
1,1519
1,1681
1,1803
1,1898
1,1973
1,2038
1,2084
1,0316
1,0961
1,1313
1,1538
1,1696
1,1814
1,1906
1,1980
1,2044
1,2087
1,0411
1,1004
1,1339
1,1557
1,1708
1,1824
1,1915
1,1987
1,2049
1,2090
1,0493
1,1047
1,1363
1,1574
1,1721
1,1834
1,1923
1,1994
1,2055
1,2093
1,0565
1,1080
1,1388
1,1590
1,1734
1,1844
1,1930
1,2001
1,2060
1,2096
Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004
Lampiran V
Tabel Reduced Variate YTr sebagai fungsi periode ulang
Periode Ulang, Tr (tahun) Reduced variate YTr Periode Ulang, Tr (tahun) Reduced variate YTr
2
5
10
20
25
50
75
0,3668
1,5004
2,2510
2,9709
3,1993
3,9028
4,3117
100
200
250
500
1000
5000
10000
4,6012
5,2969
5,5206
6,2149
6,9087
8,5188
9,2121
Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004
Lamiran VI
Tabel Koefisien Limpasan untuk Metode Rasional
Deskripsi lahan/karakter permukaan Koefisien Aliran C
Bisnis
- Perkotaan
- Pinggiran
Perumahan
- Rumah tunggal
- Multiunit, terpisah
- Multiunit, tergabung
- Perkampungan
- Apartemen
Industri
- Ringan
- Berat
Perkerasan
- Aspal dan beton
- Batu bata,paving
Atap
Halaman, tanah berpasir
- Datar 2 %
- Rata-rata, 2 – 7 %
- Curam 7 %
Halaman, tanah berat
- Datar 2 %
- Rata-rata, 2 – 7 %
- Curam 7 %
Halaman kereta api
Taman tempat bermain
Taman, pekuburan
Hutan
- Datar 0 – 5 %
- Bergelombang 5 – 10 %
- Berbukit 10 – 30 %
0,70 – 0,90
0,50 – 0,70
0,30 – 0,50
0,40 – 0,60
0,60 – 0,75
0,25 – 0,40
0,50 – 0,70
0,50 – 0,80
0,60 – 0,90
0,70 – 0,95
0,50 – 0,70
0,75 – 0,95
0,05 – 0,10
0,10 – 0,15
0,15 – 0,20
0,13 – 0,17
0,18 – 0,22
0,25 – 0,35
0,10 – 0,35
0,20 – 0,35
0,10 – 0,25
0,10 – 0,40
0,25 – 0,50
0,30 – 0,60
Sumber : (McGuen, 1989) Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan,
2004.