Skripsi Drainase

132
EVALUASI DAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DRAINASE DI KECAMATAN TANJUNGKARANG PUSAT BANDAR LAMPUNG (Skripsi) Oleh : LIMPAT OVI HARYOKO 08140009 Jurusan Teknik Lingkungan (Strata 1) FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG 2013

Transcript of Skripsi Drainase

EVALUASI DAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DRAINASE

DI KECAMATAN TANJUNGKARANG PUSAT

BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh :

LIMPAT OVI HARYOKO

08140009

Jurusan Teknik Lingkungan

(Strata 1)

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MALAHAYATI

BANDAR LAMPUNG

2013

ii

EVALUASI DAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DRAINASE DI

KECAMATAN TANJUNG KARANG PUSAT, BANDAR LAMPUNG.

Oleh : Limpat Ovi Haryoko

Abstrak

Banjir adalah suatu kondisi fenomena bencana alam yang memiliki hubungan dengan

jumlah kerusakan dari sisi kehidupan dan material. Banjir berawal dari peningkatan

jumlah penduduk, perubahan iklim dan perubahan tata guna lahan. Kapasitas drainase

yang kecil dan banyaknya sedimen dalam drainase menyebabkan genangan/banjir.

Permasalahan lain juga muncul dari air buangan rumah tangga. Wilayah perkotaan yang

padat tidak bisa mengolah air buangan secara individu. Sehingga, air buangan akan

dialirkan pada sistem drainase perkotaan.

Dalam penelitian ini, hujan berperan penting dalam evaluasi dan perencanaan drainase

perkotaan. Data yang diperlukan data curah hujan, data tata guna lahan dan data

topografi. Data Curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan harian maksimum

stasiun pahoman dengan perbandingan stasiun lainnya. Data curah hujan dianalisis

dengan metode Log Person III dan Gumbel kemudian di uji dengan Chi Square untuk

memilih distribusi statistik yang diterima. Data curah hujan kemudian diterapkan dalam

intensitas hujan jam-jaman dengan metode mononobe. Intensitas hujan berguna untuk

menghitung debit puncak dengan metode rasional.

Berdasarkan data, banjir di beberapa saluran di Tanjung Karang Pusat seperti di jalan

Kartini, jalan Teuku Umar, jalan Imam Bonjol, jalan Cut Nyak Dien dan jalan Tulang

Bawang. Evaluasi yang dilakukan berupa analisis debit tiap-tiap saluran drainase di

seluruh wilayah Tanjung Karang Pusat. Setelah dilakukan evaluasi ada beberapa saluran

drainase yang perlu perencanaan ulang seperti saluran Kartini dan Teuku Umar; dan

beberapa saluran drainase perlu normalisasi seperti saluran Cut Nyak Dien, saluran

Imam Bonjol dan saluran Tulang Bawang.

Kata kunci : Curah Hujan, Metode Rasional, Banjir, Evaluasi, Perencanaan.

iii

EVALUASI DAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM DRAINASE DI

KECAMATAN TANJUNG KARANG PUSAT, BANDAR LAMPUNG.

By: Limpat Ovi Haryoko

Abstract

Flooding is a state of natural disaster phenomena which are related to the amount of

damage in terms of life and material. Flooding began increasing population, climate

change and land use change. Small drainage capacity and the amount of sediment in

the drainage causing inundation / flooding. Other issues also arise from domestic

wastewater. Dense urban areas can’t process individual waste water. So that, the waste

water will flow into the urban drainage system.

In this study, rainfall plays an important role in the evaluation and planning of urban

drainage. The data needed rainfall data, data on land use and topographic data.

Rainfall data used is the maximum daily rainfall data pahoman station with other

stations comparisons. Rainfall data were analyzed with Log Person III and Gumbel

then tested with Chi Square for selecting statistical distributions received. Rainfall data

is then applied to the hourly rainfall intensity mononobe method. The intensity of rain is

useful to calculate the peak discharge by rational methods.

Based on data, flood from several channels at Tanjung Karang Pusat as Kartini road,

Teuku Umar road, Imam Bonjol road, Cut Nyak Dien road and Tulang Bawang road.

The evaluation was done by analysis of the discharge of each drainage channel across

the Tanjung Karang Pusat. After an evaluation there are several drainage channels

need to redesign like Kartini channel and Teuku Umar channel, and some drainage

channels need to be normalized as Cut Nyak Dien channel, Imam Bonjol channel and

Tulang Bawang channel.

Keywords: Rainfall, Rational Method, Flood, Evaluation, Planning.

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : EVALUASI DAN RENCANA

PENGEMBANGAN SISTEM DRAINASE

DI KECAMATAN TANJUNG KARANG

PUSAT, BANDAR LAMPUNG

Nama Mahasiswa : LIMPAT OVI HARYOKO

Nomor Pokok Mahasiswa : 08140009

Fakultas : Teknik

Jurusan : Teknik Lingkungan

Telah diterima dan disetujui oleh :

Pembimbing I

Dr. Ir. Hardoyo M, M.Eng

Pembimbing II

Diah Ayu Wulandari S., ST.

Mengetahui,

Dekan Teknik

Weka Indra Dharmawan, ST., MT.

Ketua Jurusan

Dra. Hj. Sulastri, M.TA.

v

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Hardoyo Marsad, M.Eng ............................

Sekretaris : Diah Ayu Wulandari S., ST. ............................

Penguji : 1) Dra. Hj. Sulastri, M.T.A ............................

: 2) Drs.P.Nasoetion, M.Si ............................

2. Dekan Fakultas Teknik

Weka Indra Dharmawan, S.T., M.T

Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 20 Februari 2013

vi

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Gedung Wani pada tanggal 24

Oktober 1989. Putra keempat dari pasangan (Alm) Bapak

Dalijo dan Ibu Sriyati.

Pendidikan dasar diselesaikan penulis di SDN 2

Gedung Wani Kecamatan Marga Tiga Lampung Timur,

lulus tahun 2002. Pendidikan menengah pertama

diselesaikan di SMPN 2 Marga Tiga Lampung Timur, lulus

tahun 2005. Pendidikan menengah atas dilanjutkan penulis

di SMAN 4 Metro, lulus tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai

mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Malahayati Bandar Lampung

Program Studi S-1. Selama menjadi Mahasiswa, penulis aktif mengikuti pelatihan,

Seminar Internasional “Green Technology and Engineering” tanggal 25-26 Juli

2009 Universitas Malahayati, Workshop Pembuatan Robot Untuk Guru, Pelajar,

Mahasiswa dan Umum, tanggal 28-29 Agustus 2008, Universitas Malahayati, dan

Workshop Internasional “Mathematical Algoritm In Quantitative Research

Applied In Engineering, Economics And Business (Mathematical Programming

By C++)”, Tanggal 25-26 Februari 2009, Universitas Malahayati, Bandar

Lampung. Penulis aktif sebagai Ketua di organisasi HMJ Teknik Lingkungan

Universitas Malahayati periode 2010 - 2011. Tahun 2011 penulis melaksanakan

Kerja Praktek di Dinas Pekerjaan Umum Kota Metro.

vii

MOTTO

“Hai orang-orang yang beriman,

Jadikanlah sabar dan shalatmu Sebagai

penolongmu, sesungguhnya Allah beserta

orang-orang yang sabar”

(Al-Baqarah: 153)

“Maka sesungguhnya beserta kesukaran

ada kemudahan. Maka apabila engkau

telah selesai (dari suatu urusan), maka

kerjakanlah (urusan yang lain) dengan

sungguh‐sungguh, dan hanya kepada Tuhanmu

hendaknya kamu berharap”.

(Al Insyiraah : 5‐8)

Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak

mustahil, kita baru yakin kalau kita telah berhasil

melakukannya dengan baik.

“EvElyn UndErHill”

“Berangkat dengan penuh keyakinan

Berjalan dengan penuh keikhlasan

Istiqomah dalam menghadapi cobaan”

“ YAKIN, IKHLAS, ISTIQOMAH “

( TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid )

viii

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya kecilku ini teruntuk :

Bapak semoga tenang di alam sana

Ibu yang tak lelah mengasihiku

Keluarga besarku yang telah memberikan kasih sayang, doa

dan dukungan baik moril maupun materil

Guru serta dosen yang selalu menuntun & membuka wawasan

penulis tentang tak terbatasnya ilmu

Untuk inspirasi hidupku, dan almamaterku tercinta

ix

KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

pendidikan program strata-1 (S-1) Fakultas Teknik Jurusan Teknik Lingkungan

Universitas Malahayati Bandar Lampung.

Selama penulisan skripsi ini, penulis telah banyak menerima saran,

bimbingan serta doa dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak

langsung dalam menyelesaikan masalah dan hambatan yang dihadapi penulis.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada

pihak-pihak yang telah memberi dukungan dalam penulisan skripsi ini:

1. Bapak Muhamad Kadavi, SH., MH., selaku Rektor Universitas Malahayati

Bandar Lampung.

2. Bapak Weka Indra Darmawan S.T.,M.T., selaku Dekan Fakultas Teknik dan

pembimbing akademik mahasiswa angkatan 2008 Jurusan Teknik

Lingkungan Universitas Malahayati.

3. Ibu Dra. Hj. Sulastri, M.TA., selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan

Universitas Malahayati Bandar Lampung.

x

4. Ibu Natalina, S.T., selaku Sekretaris Jurusan Teknik Lingkungan

Universitas Malahayati.

5. Bapak Dr. Ir. Hardoyo Marsad M.Eng., selaku pembimbing I dalam tugas

akhir.

6. Ibu Diah Ayu Wulandari Sulistyaningrum, S.T., selaku pembimbing II

dalam tugas akhir.

7. Seluruh Staf dan Dosen Pengajar Universitas Malahayati Bandar Lampung.

8. Kedua orang tuaku Dalijo (Almarhum) dan Sriyati, Kakak-kakakku Wahid

Oki Darmawan, Dwi Marliyana dan Neli Tri Sundari yang selalu

mendoakan dan memberikan semangat demi keberhasilan penulis.

9. Sahabat-sahabat seperjuanganku di jurusan Teknik Lingkungan angkatan

2008: Arman Rachmad, Ekwan Dedy Joni Irawansyah, Indri Hadi, Eko

Febrianto, Ketut Widiana, Talata Jimi Ariko, Regiantara Eka Cahya, Arif

Rahman Hakim, R. Andi Andriawan, Fahrul Rozi, Fitri Dewiyanti, Nongsis

Marni Putri dan Rika Ramayanti.

10. Rekan-rekan Fakultas Teknik yang telah banyak memberikan bantuan

kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.

11. Kepada semua rekan-rekan satu almamater yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini, masih jauh dari sempurna,

mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Oleh

karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan serta masukkan saran yang dapat

membangun guna perbaikan dan kesempurnaan dari skripsi ini, penulis juga

xi

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan

pihak yang memerlukannya. Amin.

Wassalammua’alaikum Wr.Wb.

Bandar Lampung, Maret 2013

Penulis

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

ABSTRAK ................................................................................................................ ii

ABSTRACT .............................................................................................................. iii

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... iv

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................... v

RIWAYAT HIDUP PENULIS ................................................................................ vi

MOTTO .................................................................................................................... vii

PERSEMBAHAN ..................................................................................................... viii

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ix

DAFTAR ISI ............................................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xv

DAFTAR TABEL .................................................................................................... xvii

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................... 3

1.3. Batasan Masalah ............................................................................................. 3

1.4. Tujuan ............................................................................................................. 4

1.5. Manfaat ........................................................................................................... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum .......................................................................................................... 5

2.2. Sistem Drainase ........................................................................................... 6

xiii

2.3. Permasalahan Drainase ................................................................................ 7

2.4. Dasar-dasar dan Kriteria Perencanaan Drainase .......................................... 8

2.4.1. Analisis Hidrologi ........................................................................................ 9

2.4.2. Debit ............................................................................................................. 14

2.4.3. Sistem Pengaliran Air .................................................................................. 17

2.4.4. Syarat Sistem Pengaliran ............................................................................. 24

2.4.5. Tata Letak Jalur Saluran .............................................................................. 28

2.4.6. Spesifikasi Teknis Bangunan Drainase ........................................................ 31

2.4.7. Operasi dan Pemeliharaan Drainase Berkelanjutan ..................................... 37

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 39

3.2. Jenis Penelitian............................................................................................. 39

3.3. Kerangka Pemikiran..................................................................................... 40

3.4. Evaluasi dan Perencanaan Pengembangan Sistem Drainase ....................... 41

3.5. Tahapan Penelitian ....................................................................................... 42

3.5.1. Ide Penelitian ............................................................................................... 42

3.5.2. Pengumpulan Data ....................................................................................... 42

3.5.3. Evaluasi Kondisi Sistem Drainase Eksiting ................................................. 44

3.5.4. Rencana Pengembangan Sistem Drainase ................................................... 45

IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Iklim ............................................................................................... 47

4.2. Kondisi Hidrologi ........................................................................................ 48

4.3. Analisis Curah Hujan ................................................................................... 48

4.3.1. Curah Hujan Maksimum .............................................................................. 48

4.3.2. Pengujian Data Curah Hujan ....................................................................... 50

xiv

4.4. Analisis Intensitas Curah Hujan ................................................................... 62

4.5. Analisis Tata Guna Lahan ............................................................................ 64

4.6. Kondisi Daerah Penelitian ........................................................................... 69

4.6.1. Profil Kecamatan ......................................................................................... 69

4.6.2. Kondisi Topografi ........................................................................................ 71

4.6.3. Jenis Tanah................................................................................................... 73

4.6.4. Air Tanah ..................................................................................................... 73

4.7. Kondisi Eksisting Drainase .......................................................................... 73

4.8. Evaluasi Kondisi Drainase ........................................................................... 75

4.9. Pengembangan Drainase .............................................................................. 86

4.9.1. Jalan Cut Nyak Dien .................................................................................... 86

4.9.2. Jalan Kartini ................................................................................................. 87

4.9.3. Jalan Tulang Bawang ................................................................................... 94

4.9.4. Jalan Imam Bonjol (Pasar Smep) ................................................................. 95

4.9.5. Jalan Teuku Umar ........................................................................................ 97

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan .................................................................................................. 102

5.2. Saran ............................................................................................................ 103

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Pola Alamiah ......................................................................................... 29

Gambar 2.2. Pola Siku ............................................................................................... 29

Gambar 2.3. Pola Pararel ........................................................................................... 30

Gambar 2.4. Pola Grid Iron........................................................................................ 30

Gambar 2.5. Pola Radial ............................................................................................ 31

Gambar 2.6. Pola Jaring-jaring .................................................................................. 31

Gambar 3.1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Permasalahan Banjir ..................... 40

Gambar 3.2. Diagram Alir Evaluasi dan Perencanaan Pengembangan Sistem

Draianase ............................................................................................. 41

Gambar 4.1. Lengkung Massa Ganda Stasiun Pahoman ........................................... 52

Gambar 4.2. Lengkung Intensitas Hujan.................................................................... 64

Gambar 4.3. Tutupan Lahan Kecamatan Tanjung Karang Pusat ............................... 65

Gambar 4.4. Peta Administrasi Kecamatan Tanjung karang Pusat ........................... 71

Gambar 4.5. Peta Topografi Kecamatan Tanjung karang Pusat ................................ 72

Gambar 4.6. Peta jaringan Drainase Kecamatan Tanjung Karang Pusat ................... 85

Gambar 4.7. Drainase Eksiting Jalan Cut Nyak Dien ................................................ 87

Gambar 4.8. Drainase Eksiting Jalan Kartini Depan Hypermart ............................... 89

Gambar 4.9. Drainase Rencana Jalan Kartini Depan Hypermart............................... 90

Gambar 4.10. Drainase Eksiting Jalan Kartini Depan Panin Bank ............................ 92

Gambar 4.11. Drainase Rencana Jalan Kartini Depan Panin Bank ........................... 93

Gambar 4.12. Drainase Eksiting Jalan Tulang Bawang ............................................. 95

xvi

Gambar 4.13. Drainase Eksiting Jalan Imam Bonjol (Pasar Smep) .......................... 97

Gambar 4.14. Drainase Eksiting Jalan Teuku Umar .................................................. 99

Gambar 4.15. Drainase Rencana Jalan Teuku Umar ................................................. 100

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Standar Desain Saluran Drainase .............................................................. 16

Tabel 2.2. Kecepatan Aliran Air Diizinkan Berdasarkan Jenis Material ................... 27

Tabel 3.1. Kebutuhan Data......................................................................................... 43

Tabel 4.1. Data Curah Hujan Maksimum .................................................................. 49

Tabel 4.2. Perhitungan Tes Konsistensi Stasiun Pahoman ........................................ 51

Tabel 4.3. Koreksi Curah Hujan Stasiun Pahoman .................................................... 54

Tabel 4.4. Distribusi Log Person III........................................................................... 55

Tabel 4.5. Periode Ulang Hujan Log Person III ........................................................ 57

Tabel 4.6. Perhitungan Nilai Ekstrim Metode Gumbel.............................................. 57

Tabel 4.7. Periode Ulang Hujan Gumbel ................................................................... 59

Tabel 4.8. Data Uji Chi-kuadrat ................................................................................. 60

Tabel 4.9. Batas Kelas untuk Log Person III ............................................................. 61

Tabel 4.10. Batas Kelas untuk Gumbel ...................................................................... 62

Tabel 4.11. Periode Ulang Hujan Terpilih ................................................................. 63

Tabel 4.12. Perhitungan Intensitas Hujan .................................................................. 63

Tabel 4.13. Perhitungan Tata Guna Lahan................................................................. 65

Tabel 4.14. Koefisien Aliran ...................................................................................... 67

Tabel 4.15. Debit Limpasan ....................................................................................... 68

Tabel 4.16. Jumlah Penduduk Kecamatan Tanjung Karang Pusat ............................ 70

Tabel 4.17. Kondisi Kelerengan di Kecamatan Tanjung Karang Pusat ..................... 72

Tabel 4.18. Saluran Drainase di Kecamatan Tanjung Karang Pusat ......................... 76

xviii

Tabel 4.19. Debit Total per Saluran ........................................................................... 81

Tabel 4.20. Perencanaan Pengembangan Saluran Drainase ....................................... 101

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air adalah suatu zat yang mempunyai rumus kimia H2O terdapat di atas,

ataupun di bawah permukaan tanah termasuk air permukaan, air tanah, air hujan,

dan air laut. Air merupakan salah satu kebutuhan vital bagi kelangsungan hidup

manusia, hewan maupun tumbuhan yang ada di atas permukaan bumi ini. Oleh

karena itu, segala sesuatu yang berhubungan dengan air tidak dapat diabaikan

tetapi harus ada pengelolaan. Air yang tidak dikelola akan menimbulkan

permasalahan pada manusia dan lingkungan.

Air hujan dapat menimbulkan permasalahan tersendiri bagi lingkungan.

Dalam kondisi normal air hujan sebagian besar masuk ke dalam tanah, sebagian

lainnya dialirkan, dan sebagian lainnya menguap. Permasalahan muncul ketika

air tersebut tidak masuk ke dalam tanah (infiltrasi), tidak dialirkan dan

mengakibatkan timbulnya genangan atau dalam kapasitas besarnya biasa di sebut

banjir. Permasalahan lain juga muncul dari air buangan rumah tangga. Wilayah

perkotaan yang padat tidak bisa mengolah air buangan secara individu, sehingga

air buangan akan dialirkan pada sistem drainase perkotaan. Air buangan yang

tercampur dengan air hujan idealnya harus masuk ke sistem IPAL terpadu

sebelum dibuang ke badan air penerima.

Peristiwa banjir hampir setiap tahun berulang, namum permasalahan sampai

saat ini belum terselesaikan bahkan cenderung makin meningkat baik

frekuensinya, luasannya, kedalamannya, maupun durasinya. Kondisi ini

2

dipengaruhi oleh sistem drainase cenderung menganut pada paradigma lama,

yakni suatu model yang didesain agar aliran runoff secepat mungkin dibuang ke

badan air penerima. Prinsip tersebut juga tidak didukung oleh dimensi bangunan

yang cukup. Banyak sistem drainase yang dibangun terlalu kecil untuk debit

runoff yang terus meningkat sehingga timbul permasalahan.

Akar permasalahan banjir berawal dari peningkatan jumlah penduduk,

perubahan iklim dan perubahan tata guna lahan. Peningkatan penduduk yang

tidak diimbangi dengan penyediaan prasarana dan sarana perkotaan yang

memadai mengakibatkan pemanfaatan lahan yang tidak tertib, itu yang

menyebabkan permasalahan drainase menjadi sangat kompleks. Iklim yang

sering berubah-ubah juga bisa mengakibatkan permasalahan banjir, seperti hujan

yang turun terlalu lama. Tata guna lahan yang tidak memperhatikan kegunaan

wilayah bisa mengakibatkan permasalahan banjir. Dalam mengatasi

permasalahan ini perlu sistem drainase yang baik, dengan didukung berbagai

aspek yang terkait didalamnya.

Tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah terhadap penting dan

perlunya pemecahan permasalahan banjir yang dihadapi kota, masih belum

mengakar kesadaran terhadap hukum; perundangan serta kaidah-kaidah yang

berlaku menambah kompleks masalah banjir yang dihadapi kota-kota di

Indonesia. Salah satu daerah yang bermasalah dengan banjir adalah Kecamatan

Tanjungkarang Pusat, Kota Bandar Lampung. Daerah ini merupakan salah satu

wilayah yang rentan dalam permasalahan banjir. Hampir setiap musim penghujan

musibah banjir mengancam pemukiman penduduk. Seperti diberitakan Tribun

lampung (22/1/2012) “Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bandar

3

Lampung meminta warga untuk waspada di musim penghujan seperti saat ini.

Terutama yang tinggal di daerah rawan bencana banjir dan longsor. Kepala BPBD

Sudirman didampingi Kasi Tanggap Darurat BPBD Sutarno menuturkan, untuk

potensi banjir ada di daerah Tanjungkarang Timur, Tanjungkarang Pusat, dan

Telukbetung Selatan”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dapat diambil perumusan

masalah dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana sistem drainase di Kecamatan Tanjungkarang Pusat dalam

menghadapi permasalahan-permasalahan yang disebabkan banjir.

2. Bagaimana merencanakan pengembangan sistem drainase di Kecamatan

Tanjungkarang Pusat dan memberi solusi menghadapi permasalahan-

permasalahan yang disebabkan banjir.

1.3. Batasan Masalah

Untuk menghindari melebarnya permasalahan, maka perlu dibuat batasan-

batasan terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun

batasan permasalahan yaitu :

1. Penelitian terbatas pada sistem drainase Kecamatan Tanjungkarang Pusat,

Bandar Lampung.

2. Evaluasi terbatas pada kondisi daerah pengaliran, kapasitas drainase,

kondisi eksisting dan kelayakan bangunan sistem drainase.

4

3. Rencana pengembangan menggunakan sistem tercampur meliputi perbaikan

saluran drainase dan performa aliran pada bangunan drainase serta upaya-

upaya pemeliharaan dan pengoperasian sistem drainase.

1.4. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Mengetahui kondisi sistem drainase eksisting dan mengevaluasi kondisi

sistem drainase eksisting pada daerah berpotensi banjir.

2. Merencanakan pengembangan sistem drainase yang memenuhi kriteria

standar sistem drainase sehingga dapat mengatasi permasalahan banjir.

1.5. Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan evaluasi sistem drainase di Kecamatan Tanjungkarang Pusat,

Bandar Lampung.

2. Sebagai masukan dalam rencana pengembangan sistem drainase di

Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Bandar Lampung.

3. Sebagai bahan informasi bagi mahasiswa yang akan melanjutkan penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

Infrastruktur air perkotaan meliputi tiga sistem yaitu sistem air bersih

(urban water supply), sistem sanitasi (waste water) dan sistem drainase air hujan

(strom Water system). Ketiga sistem tersebut saling terkait, sehingga idealnya

dikelola secara integrasi. Hal ini sangat penting untuk mengoptimalkan

pemanfaatan sumberdaya dan fasilitas, menghindari ketumpang-tindihan tugas

dan tanggung jawab, serta keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya air.

Sistem air bersih meliputi pengadaan (acquisition), pengolahan (treatment),

dan pengiriman/pendistribusian (delivery) air bersih ke pelanggan baik domestik,

komersil, industri, maupun sosial. Sistem sanitasi dimulai dari titik keluarnya

sistem air bersih. Sistem pengumpul mengambil air buangan domestik, komersil,

industri dan kebutuhan umum. Ada dua istilah yang banyak dipakai untuk

mendiskripsikan sistem air buangan (wastewater system) yaitu, “wastewater” dan

“sewage”. Air buangan digunakan untuk menunjukkan perpipaan, stasiun pompa,

dan fasilitas yang menangani air buangan (wastewater). Sedangkan “sanitary

sewage” merupakan peristilahan umum yang biasanya untuk permukiman.

6

2.2. Sistem Drainase

Secara umum sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian

bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air

dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal

(Suripin, 2004). Dilihat dari hulunya, bangunan sistem drainase terdiri dari

saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran

pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain) dan badan air penerima

(receiving waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya,

seperti gorong-gorong, siphon, jembatan air (aquaduct), pelimpah, pintu-pintu air,

bangunan terjun, kolam tando dan stasiun pompa. Pada sistem yang lengkap,

sebelum masuk ke badan air penerima, air diolah dahulu di instalasi pengolah air

limbah (IPAL), khususnya untuk sistem tercampur. Hanya air yang telah

memenuhi baku mutu tertentu yang dimasukan ke badan air penerima, sehingga

tidak merusak lingkungan.

Drainase sering diabaikan oleh ahli hidraulik dan seringkali direncanakan

seolah-olah bukan pekerjaan penting, atau paling tidak dianggap kecil

dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan pengendalian banjir. Padahal

pekerjaan drainase merupakan pekerjaan yang rumit dan kompleks, bisa jadi

memerlukan biaya, tenaga dan waktu yang lebih besar dibandingkan dengan

pekerjaan pengendalian banjir. Secara fungsional, sulit memisahkan secara jelas

sistem drainase dan pengendalian banjir. Namun, secara praktis kita dapat

mengatakan bahwa drainase menangani kelebihan air sebelum masuk ke alur-alur

besar atau sungai.

7

Konsep dasar pengembangan sistem drainase yang berkelanjutan adalah

meningkatkan daya guna air, meminimalkan kerugian, serta memperbaiki dan

konservasi lingkungan (Suripin, 2004). Untuk itu diperlukan usaha-usaha yang

komprehensif dan integratif yang meliputi seluruh proses, baik yang bersifat

struktural maupun non struktural, untuk mencapai tujuan tersebut. Konsep Sistem

Drainase yang Berkelanjutan prioritas utama kegiatan harus ditujukan untuk

mengelola limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk

menahan air hujan.

2.3. Permasalahan Drainase

Banjir merupakan kata yang sangat populer di Indonesia. Khususnya pada

musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami bencana

banjir. Banjir adalah suatu kondisi fenomena bencana alam yang memiliki

hubungan dengan jumlah kerusakan dari sisi kehidupan dan material. Banyak

faktor yang menyebabkan terjadinya banjir. Secara umum penyebab terjadinya

banjir di berbagai belahan dunia (Suripin, 2004) adalah :

1. Pertambahan penduduk yang sangat cepat, di atas rata-rata pertumbuhan

nasional, akibat urbanisasi baik migrasi musiman maupun permanen.

Pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan prasarana

dan sarana perkotaan yang memadai mengakibatkan pemanfaatan lahan

perkotaan menjadi tidak teratur.

2. Keadaan iklim; seperti masa turun hujan yang terlalu lama, dan

mengakibatkan banjir sungai. Banjir di daerah muara pantai umumnya

disebabkan karena kombinasi dari kenaikan pasang surut, tinggi muka air

8

laut dan besarnya ombak yang di asosiasikan dengan terjadinya gelombang

badai yang hebat.

3. Perubahan tata guna lahan dan kenaikan populasi; perubahan tata guna lahan

dari pedesaan menjadi perkotaan sangat berpotensi menyebabkan banjir.

Banyak lokasi yang menjadi subjek dari banjir terutama daerah muara.

Perencanaan penaggulangan banjir merupkan usaha untuk menanggulangi

banjir pada lokasi-lokasi industri, komersial dan pemukiman. Proses

urbanisasi, kepadatan bangunan, kepadatan populasi memiliki efek pada

kemampuan kapasitas drainase suatu daerah dan kemampuan tanah

menyerap air, dan akhirnya menyebabkan naiknya volume limpasan

permukaan. Meskipun luas area perkotaan lebih kecil dari 3 % dari

permukaan bumi, tapi sebaliknya efek dari urbanisasi pada proses terjadinya

banjir sangat besar.

4. Land subsidence; adalah proses penurunan level tanah dari elevasi

sebelumnya. Ketika gelombang pasang datang dari laut melebihi aliran

permukaan sungai, area land subsidence akan tergenangi.

2.4. Dasar-dasar dan Kriteria Perencanaan Drainase

Tujuan perencanaan ini adalah untuk mengalirkan genangan air sesaat yang

terjadi pada musim hujan serta dapat mengalirkan air kotor hasil buangan dari

rumah tangga. Kelebihan air atau genangan air sesaat terjadi karena

keseimbangaan air pada daerah terentu terganggu. Disebabkan oleh air yang

masuk dalam daerah tertentu lebih besar dari air keluar. Pada daerah perkotaan,

kelebihan air terjadi oleh air hujan. Kapasistas infiltrasi pada daerah perkotaan

sangat kecil sehingga terjadi limpasan air sesaat setelah hujan turun. Dalam

9

perancangan saluran drainase akan digunakan dasar-dasar perancangan saluran

tahan erosi yaitu saluran yang mampu menahan erosi dengan memuaskan dengan

cara mengatur kecepatan maupun menggunakan dinding dan dasar diberi lapisan

yang berguna menahan erosi maupun mengontrol kehilangan rembesan.

Kriteria dalam perencanaan dan perancangan drainase perkotaan yang

umum (Suripin, 2004) yaitu :

1. perencanaan drainase haruslah sedemikian rupa sehingga fungsi fasilitas

drainase sebagai penampung, pembagi dan pembuang air dapat sepenuhnya

berdaya guna dan berhasil guna.

2. Pemilihan dimensi dari fasilitas drainase haruslah mempertimbangkan faktor

ekonomis dan faktor keamanan.

3. Perencanaan drainase haruslah mempertimbangkan pula segi kemudahan

dan nilai ekonomis dari pemeliharaan sistem drainase.

2.4.1. Analisis Hidrologi

Analisis hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai

fenomena hidrologi (Suripin, 2004). Fenomena hidrologi sebagai mana telah

dijelaskan di bagian sebelumnya adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai

fenomena hidrologi. Fenomena hidrologi seperti besarnya curah hujan,

temperature, penguapan, lama penyinaran matahari, kecepatan angin, debit sungai,

tinggi muka air, akan selalu berubah menurut waktu. Untuk suatu tujuan tertentu

data-data hidrologi dapat dikumpulkan, dihitung, disajikan, dan ditafsirkan

dengan menggunkan prosedur tertentu.

10

1. Analisis Hujan

Hujan merupakan komponen yang amat penting dalam analisis hidrologi

pada perancangan debit untuk menentukan dimensi saluran drainase. Mengingat

hujan sangat bervariasi terhadap tempat (space), maka untuk kawasan sangat luas

tidak bisa diwakili satu titik pos pengukuran. Dalam hal ini diperlukan hujan

kawasan yang diperoleh dari harga rata-rata curah hujan beberapa pos pengukuran

hujan yang ada disekitar kawasan tersebut. Ada 3 macam cara yang umum

dipakai dalam menghitung hujan rata-rata kawasan : (1) rata-rata aljabar, (2)

poligon thiessen dan (3) isohyet.

2. Curah Hujan Maksimum Harian rata-rata

Curah hujan diperlukan untuk menentukan besarnya intensitas yang

digunakan sebagai prediksi timbulnya aliran permukaan wilayah. Curah hujan

yang digunakan dalam analisis adalah curah hujan harian maksimum rata-rata

dalam satu tahun yang telah dihitung. Perhitungan data hujan maksimum harian

rata-rata harus dilakukan secara benar untuk analisis frekuensi data hujan.

3. Analisis Frekuensi dan Probabilitas

Sistem hidrologi kadang-kadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang

luar biasa (ekstrim), seperti hujan lebat, banjir dan kekeringan. Besarnya

peristiwa berbanding terbalik dengan frekuensi kejadiannya, peristiwa yang luar

biasa ekstrim kejadiannya sangat langka. Tujuan analisis frekuensi data hidrologi

adalah berkaitan dengan besaran peristiwa-peristiwa ekstrim yang berkaitan

dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi kemungkinan. Data

11

hidrologi yang dianalisis diasumsikan tidak bergantung (independent) dan

terdistribusi secara acak serta bersifat stokastik.

Analisis frekuensi diperlukan seri data hujan yang diperoleh dari pos

pengukuran hujan, baik manual maupun otomatis. Analisis frekuensi ini

didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh

probabilitas besaran hujan di masa yang akan datang. Dengan anggapan bahwa

sifat statistik kejadian hujan yang akan datang masih sama dengan sifat statistik

kejadian hujan masa lalu. Ada dua macam seri data yang dipergunakan dalam

analisis frekuensi, yaitu :

a. Data maksimum tahunan

Data tiap tahun diambil hanya satu besaran maksimum yang dianggap

berpengaruh pada analisis selanjutnya. Seri data seperti ini dikenal dengan seri

data maksimum (maximum anual series). Jumlah data dalam seri akan sama

dengan panjang data yang tersedia. Dalam cara ini, besaran data maksimum

kedua dalam suatu tahun yang mungkin lebih besar dari besaran data maksimum

dalam tahun yang lain tidak diperhitungkan pengaruhnya dalam analisis.

b. Seri parsial

Data dalam seri dapat ditetapkan suatu besaran tertentu sebagai batas

bawah, selanjutnya semua besaran data yang lebih besar dari batas bawah tersebut

diambil dan dijadikan bagian seri data untuk kemudian dianalisis seperti biasa.

Pengambilan batas bawah dapat dilakukan dengan sistem peringkat, di mana

semua besaran data yang cukup besar diambil, kemudian diurutkan dari besar ke

kecil. Data yang diambil untuk analisis selanjutnya adalah sesuai dengan panjang

data dan diambil dari besaran data yang paling besar. Dalam hal ini

12

dimungkinkan dalam satu tahun data yang diambil lebih dari satu data, sementara

tahun yang lain tidak ada data yang di ambil.

Dalam analisis frekuensi, hasil yang diperoleh tergantung pada kualitas dan

panjang data. Makin pendek data yang tersedia, makin besar penyimpangan yang

terjadi. Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan

empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah :

a. Distribusi Normal,

b. Distribusi Log Normal,

c. Distribusi Log-Person III, dan

d. Distribusi Gumbel.

Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data

yang meliputi rata-rata, simpangan baku, koofisien variasi, dan koofisien

skewness (kecondongan atau kemencengan).

4. Uji Kecocokan

Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of

fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang

yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi. Pengujian

parameter yang sering dipakai adalah chi-kuadrat

5. Analisis Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu.

Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya

cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula

intensitasnya. Hubungan antara intensitas, lama hujan dan frekuensi hujan

13

biasanya dinyatakan dalam lengkung Intensitas-Durasi-Frekuensi (IDF=Intensity-

Duration-Frequency Curve).Diperlukan data hujan jangka pendek, misalnya 5

menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit dan jam-jaman untuk membentuk lengkung

IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari pos penakar hujan otomatis.

Selanjutnya, berdasarkan data hujan jangka pendek tersebut lengkung IDF dapat

dibuat dengan salah satu dari persamaan berikut :

a. Rumus Talbot

Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dan tetapan-tetapan

a dan b ditentukan dengan harga-harga yang terukur.

I = a

t + b ..................................................................................................(1)

Di mana

I = intensitas hujan (mm/jam)

t = lamanya hujan (jam)

a & b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan yang terjadi

b. Rumus Sherman

Rumus ini mungkin cocok untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya

lebih dari 2 jam.

I = a

t n .....................................................................................................(2)

Di mana

I = intensitas hujan (mm/jam)

t = lamanya hujan (jam)

n = konstanta

14

c. Rumus Ishiguro

I = a

t + b ...............................................................................................(3)

Di mana

I = itensitas hujan (mm/jam)

t = lamanya hujan (mm)

a & b = konstanta

d. Rumus Manonobe

Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan

harian, maka intensitas hujan dapat dihitung.

I = R24

24

24

t

2

3 .........................................................................................(4)

Di mana

I = itensitas hujan (mm/jam)

t = lamanya hujan (jam)

R24 = curah hujan maksimum harian selama 24 jam (mm)

2.4.2. Debit

1. Debit Rencana

Menentukan debit saluran drainase dapat menggunakan rumus persamaan

kontinuitas dan rumus Manning. Rumus ini mempunyai bentuk sederhana tetapi

memberikan hasil yang baik.

Q = A . V = A . 1 n . R2 3 . S1 2 ...............................................................(5)

15

Dimana :

Q = debit saluran (m3/detik)

V = kecepatan aliran (m/detik)

n = angka kekasaran saluran

R = jari-jari hidrolis saluran (m)

S = kemiringan dasar saluran

A = luas penampang saluran (m2)

2. Debit Limpasan (Run Off)

Air hujan yang turun dari atmosfir jika tidak ditangkap vegetasi atau oleh

permukaan-permukaan buatan seperti atap bangunan atau lapisan kedap air

lainnya, maka akan jatuh permukaan bumi dan sebagian akan menguap,

berifiltrasi atau tersimpan dalam cekungan-cekungan. Bila kehilangan seperti

cara-cara tersebut telah terpenuhi, maka sisa air hujan akan mengalir langsung di

atas permukaan tanah menuju alur aliran terdekat. Dalam perencanaan drainase,

bagian air hujan yang menjadi perhatian adalah aliran permukaan (surface runoff),

sedangkan untuk pengendalian banjir tidak hanya aliran permukaan, tetapi

limpasan (runoff). Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan,

aliran-aliran yang tertunda pada cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan

(subsurface flow).

Ketepatan dan menetapkan besarnya debit air yang harus dialirkan melalui

saluran drainase pada daerah tertentu, sangatlah penting dalam penentuan dimensi

saluran. Dimensi saluran yang terlalu besar tidak ekonomis, namun bila terlalu

kecil akan mempunyai tingkat ketidakberhasilan yang tinggi. Perhitungan debit

puncak untuk drainase di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan mengunakan

16

rumus rasional atau hidrograf satuan. Perhitungan debit rencana berdasar periode

ulang hujan tahunan, 2 tahunan, 5 tahunan dan 10 tahunan. Data yang diperlukan

meliputi data batas dan pembagian daerah tangkapan air, tataguna lahan dan data

hujan. Dalam perencanaan saluran drainase dapat dipakai standar yang telah

ditetapkan baik debit rencana (periode ulang) dan cara analisis yang dipakai,

tinggi jagaan, struktur saluran dll. Tabel berikut menyajikan standar desain

saluran drainase.

Tabel 2.1. Standar Desain Saluran Drainase

Luas DAS (ha) Periode Ulang

(Tahun)

Metode perhitungan

Debit banjir

< 10 2 Rasional

10 – 100 2 – 5 Rasional

101 – 500 5 – 20 Rasional

> 500 10 – 25 Hidrograf Satuan

Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004.

Menghitung besarnya debit rancangan drainase perkotaan umumnya

dilakukan dengan metode rasional. Hal ini karena daerah aliran tidak terlalu luas,

kehilangan air sedikit dan waktu genangan relatif pendek. Metode rasional ini

sangat simpel dan mudah digunakan namun terbatas pada DAS dengan ukuran

kecil tidak lebih dari 500 ha. Model ini tidak dapat menerangkan hubungan curah

hujan dan aliran permukaan dalam bentuk hidrogaf. Hidrograf satuan adalah

hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi

merata di seluruh DAS dan intensitas tetap selama satuan waktu yang ditetapkan,

yang disebut hujan satuan. Kapasitas pengaliran dapat dihitung dengan metode

rasional.

Qp = 0,002778 C I A ...............................................................................(6)

17

Dimana :

Qp = debit puncak (m3/detik)

C = koefisien aliran permukaan (0 ≤ C ≤ 1)

I = intensitas hujan (mm/jam)

A = luas DAS (ha atau m2)

2.4.3. Sistem Pengaliran Air

1. Jenis Pengaliran

a. Saluran Terbuka

Aliran saluran terbuka mempunyai permukaan bebas (free surface flow) atau

aliran saluran terbuka (open chanel flow). Permukaan bebas mempunyai

tekanan sama dengan tekanan atmosfir. Saluran ini berfungsi mengalirkan air

limpasan permukaan atau air hujan yang terletak di daerah yang mempunyai

luasan cukup, ataupun drainase air non-hujan yang tidak membahayakan

kesehatan / mengganggu lingkungan. Contoh saluran terbuka antara lain :

Sungai, saluran irigasi, selokan, talud dan estuari. Persamaan bernoulli untuk

aliran terbuka dalam saluran yaitu :

h1 +P1

ρg+

V12

2g= h2 +

P2

ρg+

V22

2g ............................................................(7)

Dimana :

h = ketinggian (m)

P = tekanan hidrostatis (N/m2)

ρ = rapat massa air (kg/m3)

V = kecepatan aliran (m/detik)

g = gaya grafitasi (m/detik2)

18

b. Saluran Tertutup

Aliran saluran tertutup memungkinkan adanya permukaan bebas dan aliran

dalam pipa (pipe flow) atau aliran tertekan (pressurized flow). Saluran tertutup

kemungkinan dapat terjadi aliran bebas maupun aliran tertekan pada saat yang

berbeda. Saluran ini bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui

media di bawah permukaan tanah (pipa-pipa). Hal ini dikarenakan tuntutan

artistik atau tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak membolehkan adanya

saluran di permukaan tanah seperti lapangan sepak bola, lapangan terbang dan

lain-lain. Saluran ini umumnya sering dipakai untuk aliran air kotor (air yang

mengganggu kesehatan / lingkungan) atau untuk saluran yang terletak di

tengah kota. Contoh saluran tertutup antara lain : terowongan, pipa, aquaduct,

gorong-gorong dan siphon. Persamaan bernoulli untuk aliran tertutup dalam

saluran yaitu :

h1 +V1

2

2g= h2 +

V22

2g .............................................................................(8)

Dimana :

h = ketinggian (m)

V = kecepatan aliran (m/detik)

g = gaya grafitasi (m/detik2)

Dalam aliran fluida pipa akan akan terjadi gesekan antara air dengan pipa.

Besarnya gesekan ini tergantung pada viskositas dari kecepatan aliran. Untuk

mengatasi gesekan didalam mekanika fluida diterapkan kehilangan energi (hf).

Hubungan kehilangan energi (hf) dengan kecepatan aliran dan gaya kekentalan

(viskositas) diberikan rumus Darcy-Weisbach sebagai berikut.

19

hf = f l v2

2 g d .............................................................................................(9)

dimana :

f = koefisien gesekan

l = panjang pipa (m)

v = kecepatan aliran (m/detik)

d = diameter pipa (m)

g = gaya grafitasi (m/detik)

Koefisien gesekan sangat bergantung pada viskositas cairan. Hal ini

ditunjukan f sebagai fungsi bilangan reynold (Nre). Rumus Darcy-Weisbach

berlaku untuk aliran laminer maupun turbulen.

2. Bentuk Saluran

Saluran untuk drainase tidak terlampau jauh berbeda dengan saluran air

lainnya pada umumnya. Dalam perancangan dimensi saluran harus diusahakan

dapat memperoleh dimensi tampang yang ekonomis. Dimensi saluran yang erlalu

besar berarti tidak ekonomis, sebaliknya dimensi saluran yang terlalu kecil tingkat

kerugian akan besar. Efektifitas penggunaan dari berbagai bentuk tampang

saluran drainase yang dikaitkan dengan fungsi saluran adalah sebagai berikut :

a. Bentuk trapesium

Saluran drainase bentuk trapesium pada umumnya saluran dari tanah, Tapi

dimungkinkah juga bentuk dari pasangan. Saluran ini membutuhkan ruang

yang cukup dan berfungsi untuk pengaliran air hujan, air rumah tangga

maupun air irigasi.

Luas penampang basah trapesium :

A = (B + zh)h ......................................................................................(10)

20

Keliling basah trapesium :

P = B + 2h 1 + z2 ..............................................................................(11)

Jari-jari hidrolis trapesium

R = (B+zh )h

B+2h 1+z2 ...................................................................................(12)

b. Bentuk persegi panjang

Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang tidak banyak

membutuhkan ruang, Sebagai konsekuensi dari saluran bentuk ini, saluran

harus dari pasangan atau beton. Bentuk ini juga berfungsi sebagai saluran

air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi.

Luas penampang basah persegi panjang

A = Bh ..................................................................................................(13)

Keliling basah persegi panjang

P = B + 2h ............................................................................................(14)

Jari-jari hidrolis persegi panjang

R = Bh

B+2h .............................................................................................(15)

c. Bentuk lingkaran

Saluran drainase bentuk ini berupa saluran dari pasangan atau kombinasi

pasangan dan pipa beton. Dengan bentuk dasar saluran yang bulat

memudahkan pengangkutan bahan endapan/limbah. Bentuk saluran

demikian berfungsi sebagai saluran air hujan, air rumah tangga maupun air

irigasi.

Luas penampang basah lingkaran

A = ½(θ − sinθ)d02 ............................................................................(16)

21

Keliling basah lingkaran

P = ½ θ d02 .........................................................................................(17)

Jari-jari hidrolis lingkaran

R = ¼(1 −Sin θ

θ)do ...............................................................................(18)

d. Bentuk parabola

Saluran drainase bentuk ini berupa saluran dari pasangan atau kombinasi

pasangan atau beton. Dengan bentuk dasar saluran yang bulat memudahkan

pengangkutan bahan endapan/limbah. Bentuk saluran demikian berfungsi

sebagai saluran air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi.

Luas penampang basah parabola

A = ½Th ...............................................................................................(19)

Keliling basah parabola

P = T +8h2

3T ...........................................................................................(20)

Jari-jari hidrolis parabola

R = 2T2h

3T2+8h2 .........................................................................................(21)

e. Bentuk segitiga

Saluran drainase bentuk segitiga tidak banyak membutuhkan ruang, Sebagai

konsekuensi dari saluran bentuk ini, saluran harus dari pasangan. Bentuk ini

juga berfungsi sebagai saluran air hujan, air rumah tangga maupun air

irigasi.

Luas penampang basah segitiga

A = zh2 .................................................................................................(22)

22

Keliling basah segitiga

P = zh 1 + z2 ......................................................................................(23)

Jari-jari hidrolis segitiga

R = zh

2 1+z2 ..........................................................................................(24)

3. Klasifikasi aliran

Aliran permukaan bebas dapat diklasifikasikan menjadi berbagai tipe

tergantung kriteria yang digunakan. Berdasarkan perubahan kedalaman dan/atau

kecepatan mengikuti fungsi waktu, maka aliran dibedakan menjadi aliran

permanen (steady) dan tidak permanen (unsteady) sedangkan berdasarkan sifat-

sifat aliran dibedakan menjadi aliran laminer dan turbulen.

a. Aliran permanen dan tidak permanen

Jika kecepatan aliran pada suatu titik tidak berubah terhadap waktu, maka

aliranya disebut aliran permanen atau tunak (steady flow), jika kecepatan pada

suatu lokasi tertentu berubah terhadap waktu, maka alirannya disebut aliran tidak

permanen atau tidak tunak (unsteady flow). Dalam hal-hal tertentu dimungkinkan

mentransformasikan aliran tidak permanen menjadi aliran permanen dengan

mengacu pada koordinat referensi yang bergerak. Penyederhanaan ini

menawarkan beberapa keuntungan, seperti kemudahan visualisasi, kemudahan

penulisan persamaan yang terkait dan sebagainya. Penyederhanaan ini hanya

mungkin jika bentuk gelombang tidak berubah dalam perambatanya. Misalnya,

bentuk gelombang kejut (surge) tidak berubah ketika merambat pada saluran

halus dan konsekuensinya perambatan gelombang kejut yang tidak permanen

23

dapat dikonversi menjadi alira permanen dengan koordinat referensi yang

bergerak dengan kecepatan absolut gelombang kejut.

b. Aliran laminer dan turbulen

Jika partikel zat cair bergerak mengikuti alur tertentu dan aliran tampak

seperti gerakan serat-serat atau lapisan-lapisan tipis pararel, maka alirannya

disebut aliran laminer. Sebaliknya, jika zat cair bergerak mengikuti alur yang

tidak beraturan, baik ditinjau terhadap ruang maupun waktu, maka alirannya

disebut aliran turbulen. Saluran terbuka dan tertutup mempunyai bilangan reynold

yang berbeda. Saluran terbuka bilangan reynold (Nre) untuk aliran laminer kurang

dari sama dengan 500, sedangkan bilangan reynold untuk aliran turbulen lebih

dari sama dengan 1000. Saluran tertutup bilangan reynold (Nre) untuk aliran

laminer kurang dari sama dengan 2000, sedangkan bilangan reynold untuk aliran

turbulen lebih dari sama dengan 4000. Faktor yang menentukan keadaan aliran

adalah pengaruh relatif antara gaya kekentalan (viskositas) dan gaya inersia. Jika

gaya viskositas yang dominan maka alirannya laminer, sedangkan jika gaya

inersia yang dominan maka alirannya turbulen.

c. Aliran sub-kritis, kritis dan super-kritis

Aliran dikatakan kritis apabila kecepatan aliran sama dengan kecepatan

gelombang grafitasi dengan amplitudo kecil. Gelombang grafitasi dapat

dibangkitkan dengan merubah kedalaman. Jika kecepatan aliran lebih kecil dari

kecepatan kritis maka aliran disebut sub-kritis, dan jika kecepatan aliran lebih

besar dari kecepatan kritis maka aliran disebut super-kritis. Parameter yang

menetukan ketiga jenis aliran adalah perbandingan gaya-gaya inersia dan grafitasi

yag dikenal sebagai bilangan Fronde :

24

F = V

g l ................................................................................................(25)

l = h untuk saluran terbuka

l = D untuk saluran tertutup

Aliran dikatakan kritis jika :

F = 1,0 disebut aliran kritis

F < 1,0 disebut aliran sub-kritis (aliran tenang)

F > 1,0 disebut aliran super kritis (aliran cepat)

2.4.4. Syarat Sistem Pengaliran

1. Syarat Kecepatan

Kecepatan dalam saluran biasanya sangat bervariasi dari satu titik ke titik

lainnya. Hal ini disebabkan adanya tegangan geser di dasar saluran, dinding

saluran dan keberadaan permukaan bebas. Kecepatan aliran mempunyai tiga

komponen arah menurut koordinat kartesius. Namun komponen arah vertikal dan

lateral biasanya kecil dan dapat diabaikan. Sehingga, hanya kecepatan aliran yang

searah dengan arah aliran yang diperhitungkan. Komponen kecepatan ini

bervariasi terhadap kedalaman dari permukaan air. Kecepatan minimum yang

diijinkan adalah kecepatan terkecil yang tidak menimbulkan pengendapan dan

tidak merangsang tumbuhnya tanaman aquatic dan lumut. Pada umumnya,

kecepatan sebesar 0,60 – 0,90 m/detik dapat digunakan dengan amam apabila

prosentase lumpur yang ada di air cukup kecil. Kecepatan 0,75 m/detik bisa

mencegah tumbuhnya tumbuh-tumbuhan yang dapat memperkecil daya angkut

saluran.

25

Penentuan kecepatan aliran air didalam saluran yang direncanakan

didasarkan pada kecepatan minimum yang diperbolehkan agar kontruksi saluran

tetap aman. Persamaan Manning sebagai berikut.

V = 1 n . R2 3 . S1 2 ..............................................................................(26)

Dimana :

V = Kecepatan aliran (m/detik)

n = Koefisien kekasaran manning

R = Jari-jari hidrolik

S = Kemiringan memanjang saluran

Harga n Manning tergantung pada kekasaran sisi dan dasar saluran. Koefisien

kekasaran Manning terlampir (Lampiran I).

Tabel 2.2. Kecepatan Aliran Air Diizinkan Berdasarkan Jenis Material

Jenis Bahan Kecepatan Aliran Air Diizinkan (m/detik)

Pasir Halus

Lempung kepasiran

Lanau Aluvial

Kerikil Halus

Lempung Kokoh

Lempung Padat

Kerikil Kasar

Batu-batu besar

Pasangan Batu

Beton

Beton Bertulang

0,45

0,50

0,60

0,75

0,75

1,10

1,20

1,50

1,50

1,50

1,50

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.

2. Syarat Tekanan

Distribusi tekanan dalam penampang saluran tergantung pada kondisi aliran.

Seperti kondisi aliran berikut.

26

a. Aliran statis

Aliran statis mempunyai komponen horizontal dan vertikal resultan gaya

yang bekerja pada kolom air adalah nol karena air dalam kondisi stasioner.

Gaya tekan yang bekerja pada dasar kolom air dengan arah vertikal = 𝑝∆𝐴.

Berat air dalam kolom air bekerja vertikal ke bawah, karena resultan gaya

vertikal sama dengan nol maka dapat ditulis :

p.∆A = ρ. g. h.∆A .................................................................................(27)

atau

p = ρ. g. h

dengan kata lain intensitas tekanan berbanding langsung dengan kedalaman

air dari permukaan. Hubungan antara intensitas tekanan dan kedalaman

adalah linier (garis lurus) apabila rapat massa air (ρ) adalah konstan.

b. Aliran horizontal pararel

Asumsi tidak ada percepatan ke arah aliran dan kecepatan aliran sejajar

dengan dasar saluran dan seragam keseluruh penampang saluran, sehingga

garis aliran sejajar dasar saluran. Karena tidak ada percepatan ke arah

aliran, maka resultan komponen gaya ke arah ini adalah nol. Resultan

komponen gaya vertikal juga sama dengan nol, sehingga :

ρ. g. h.∆A = p.∆A..................................................................................(28)

atau

p = ρ. g. h = γ. h

dimana γ adalah berat spesifik air. Perlu diicatat bahwa distribusi tekanan

adalah sama jika air dalam kondisi stasioner dan hal ini disebut distribusi

tekanan hidrostatis.

27

c. Aliran permanen tidak seragam

Aliran ini terjadi misalnya pada tikungan dan terjunan, maka garis aliran

tidak sejajar dasar saluran. Distribusi tekanan tidak hidrosatatis karena ada

percepatan dan perlambatan. Jika jari-jari kelengkungan (curvature) garis

aliran = r dan kecepatan aliran V, maka percepatan sentrifugal (𝑎𝑐) adalah :

𝑎𝑐 =V2

r ................................................................................................(29)

dan gaya sentrifugal (Fc) adalah :

Fc = ρ. hs .∆A.V2

r ..................................................................................(30)

tinggi tekan yang bekerja pada dasar kolom air akibat percepatan sentrifugal

adalah :

ha =1

ghs

V2

r ...........................................................................................(31)

tekanan akibat gaya sentrifugal bekerja searah dengan gaya berat air untuk

lengkung konvek dan arahnya berlawanan untuk lengkung konkaf, sehingga

total tinggi tekan yang bekerja pada dasar kolom air adalah :

h = hs 1 ±1

g

V2

r .................................................................................(32)

tanda positif untuk aliran konvek dan negatif untuk bentuk garis aliran

konkaf.

3. Syarat Kemiringan Dasar Saluran

Kemiringan dasar saluran arah memanjang dipengaruhi kondisi topografi

serta tinggi tekanan yang diperlukan untuk adanya pengaliran sesuai dengan

kecepatan yang diinginkan. Kemiringan dasar saluran maksimum yang

diperbolehkan adalah 0,005 – 0,008 tergantung bahan saluran yang digunakan.

28

Kemiringan yang lebih curam dari 0,002 bagi tanah lepas sampai dengan 0,005

untuk tanah padat akan menyebabkan erosi (penggerusan). Kemiringan dasar

saluran yang ideal dapat diperoleh berdasarkan rumus Manning

(V = 1 n . R2 3 . S1 2 ) pada syarat kecepatan.

4. Syarat freeboard (jagaan)

Freeboard atau jagaan dari suatu saluran adalah jarak vertikal dari puncak

tanggul sampai permukaan air pada kondisi perencanaan. Jagaan direncanakan

untuk dapat mencegah peluapan air akibat gelombang serta fluktuasi permukaan

air, misalnya berupa gerakan-gerakan angin serta pasang surut. Jagaan tersebut

direncanakan antara kurang dari 5 % sampai dengan 30 % lebih dari dalamnya

aliran.

2.4.5. Tata Letak Jalur Saluran

Beberapa contoh model tata letak jalur saluran yang dapat diterapkan dalam

perencanaan drainase sebagai berikut.

1. Pola Alamiah

Letak conveyor drain ada di bagian terendah (lembah) dari suatu daerah

(alam) yang efektif berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang

ada (collector drain).

29

Gambar 2.1. Pola alamiah

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.

2. Pola Siku

Conveyor drain terletak di bagian terendah (lembah). Sedangkan collector

drain dibuat tegak lurus conveyor drain.

Gambar 2.2. Pola Siku

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.

3. Pola Pararel

Collector drain menampung debit air yang lebih kecil. Collector drain

dibuat sejajar satu sama lain dan kemudian debit air yang lebih kecil masuk ke

conveyor drain.

30

Gambar 2.3. Pola Pararel

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.

4. Pola Grid Iron

Beberapa interceptor drain dibuat sejajar satu sama lain, kemudian

ditampung di collector drain untuk selanjutnya masuk ke dalam conveyor drain.

Gambar 2.4. Pola Grid Iron

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.

5. Pola Radial

Satu daerah genangan dikeringkan melalui beberapa collector drain dari sat

titik meyebar ke segala arah (sesuai dengan kondisi topografi daerah).

31

Gambar 2.5. Pola Radial

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.

6. Pola Jaring-jaring

Untuk mencegah terjadinya pembebanan aliran di suatu daerah terhadap

daerah lainnya, maka dapat dibuat beberapa interceptor drain yang kemudian

ditampung ke dalam saluran collector drain dan selanjutnya dialirkan menuju

saluran conveyor drain.

Gambar 2.6. Pola Jaring-jaring

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.

2.4.6. Spesifikasi Teknis Bangunan Drainase

Spesifikasi Teknik merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh pemborong

untuk mengerjakan bangunan saluran air buangan pada sektor perencanaan. Pada

32

dasarnya pelaksanaan pekerjaan lapangan akan selalu dikondisikan dengan

keadaan setempat sehingga ada kemungkinan adanya perubahan spesifikasi yang

telah ditentukan. Tetapi spesifikasi harus dilaksanakan untuk menunjang fungsi

bangunan dan umur bangunan. Apabila menyimpng dari spesifikasi yang

ditentukan kemungkinan besar bangunan tidak akan bertahan lama karena

pengaruh kesalahan pembangunan. Adapun spesifikasi pelaksanaan pekerjaan

meliputi uraian pekerjaan, material/bahan yang digunakan, dan jenis pekerjaan

yang dilakukan.

1. Macam Material

Macam pipa drainase yang umum digunakan antara lain (Dedi Kusnadi

Kaslim dkk, 2006) :

a. Pipa tanah liat bisanya terbuat dengan panjang sekitar 30 cm, diameter

dalam bervariasi dari 5 –15 cm. Pipa dapat dibuat lurus atau dengan suatu

collar. Air masuk ke dalam pipa melaui celah antar sambungan pipa.

b. Pipa beton biasanya digunakan untuk diameter yang lebih besar dari 15 atau

20 cm. Penggunaan pipa beton pada tanah asam dan bersulfat perlu

dipertimbangkan akan kemungkinan rusaknya beton karena asam sulfat,

sehingga perlu digunakan semen yang tahan sulfat. Seperti juga pada pipa

tanah liat, disini air masuk melalui celah-celah antar sambungan pipa.

c. Pipa plastik yang umumnya digunakan untuk pipa drainase adalah polyvinyl

chloride (PVC) dan polyethylene (PE). Pipa plastik dapat berbentuk pipa

halus atau bergelombang (corrugated). Pipa halus bersifat kaku dengan

panjang tidak lebih dari 5 meter, sedangkan pipa bergelombang bersifat

fleksibel (lentur) dan dapat digulung.

33

Sedangkan untuk saluran drainase terbuka material yang digunakan untuk

lapisan dasar dan dinding saluran drainase agar tahan erosi bisa dibuat dari :

beton, pasangan batu kali, pasangan batu merah, aspal, kayu, besi cor, baja, plastik

dll. Pilihan material tergantung pada tersedianya serta harga bahan dan cara

konstruksi saluran. Penampang melintang saluran drainase perkotaan, pada

umumnya dipakai bentuk segi empat, karena dipandang lebih efisien di dalam

pembebasan tanahnya jika dibandingkan bentuk trapesium.

Uraian pekerjaan dalam pembuatan drainase meliputi pembangunan saluran

drainase untuk air buangan dan gorong-gorong. Bahan-bahan yang harus

dipersiapkan dan dipergunakan pada pekerjaan adalah sebagai berikut:

a. Semen

Semen yang dipakai adalah jenis pozzoland yang diproduksi sesuai dengan

SNI.

b. Agregat Halus (pasir)

- Butir-butir pasir yang digunakan tidak mengandung tanah, kadar lumpur

tidak boleh melebihi 5%.

- Butir-butir harus dapat melalui ayakan berlubang 3 mm.

c. Agregat Kasar ( kerikil dan Batu Pecah)

- Harus terdiri dari butir-butir yang jeras, tidak berpori, bersifat kekal sebagai

hasil desintegrasi alami dari batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh

dari pemecahan batu.

- Yang mengandung butir-butir pipih tidak melampaui 20% dari berat

- Agregat seluruhnya, dapat digunakan.

34

- Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (ditentukan terhadap berat

kering), harus dicuci jia mengandung lumpur lebih dari 1%.

- Tidak boleh mengandung sesuatu yang dapat merusak batu dan baja.

- Susunan butirnya harus memenuhu syarat-syarat yang ditetapkan.

- Besar butir maksimum tidak boleh lebih dari 1/5 jarak terkecil antara

bidang-bidang samping dari cetakan, 1/3 dari tebal pelat atau 3/4 dari jarak

bersih minimum antara batang-batang atau berkas-berkas tulangan.

- Penyimpangan dari batuan tersebut dapat dilakukan dengan seijin tenaga

ahli.

d. Batu kali

- Batu yang dipakai untuk pasangan tidak boleh berbentuk blondos melainkan

harus pecah.

- Batu harus cukup keras tidak mudah retak bahkan pecah.

e. Kapur

Kapur yang digunakan adalah kapur yang tidak berbentuk bongkahan tetapi

berbentuk serbuk dengan mutu tinggi.

f. Air

Air yang digunakan tidak boleh mengandung minyak, asam alkali, garam,

dan bahan organis lainnya yang dapat merusak beton atau baja tulangan.

2. Pekerjaan

Pekerjaan ini meliputi semua pekerjaan yang dilakukan pada seluruh

pembangunan sistem penyaluran air buangan.

a. Pekerjaan Tanah

(1). Galian Tanah

35

- Patok-patok profil harus dipasang sebelum penggalian dimulai

- Dalam dan lebar galian tidak boleh melebihi/kurang dari ukuran yang telah

ditentukan.

- Galian yang melebihi profil yang telah ditentukan maka perbaikannya

dilakukan mengikuti ketentuan-ketentuan cara pemadatan.

- Dalam pekerjaan menggali termasuk juga membersihkan segala kotoran-

kotoran seperti sampah dan sisa bangunan lainnya.

- Penggalian dilakukan sedemikin rupa sehingga tidak merusak bangunan

dan konstruksi lainya.

- Galian tanah untuk tempat dudukan pondasi harus diatur sedemikian rupa

sehingga tidak mudah longsor dan diusahakan agar lubang galian tersebut

dalam keadaan kering.

(2). Timbunan Tanah.

- Pada tanah yang baik, dasar tanah yang akan ditimbun harus terlebih

dahulu digali/dicacah sedalam 10 cm sampai dengan 15 cm sesuai dengan

luas penampang timbunan yang akan dibuat, agar tercapai homogenitas

yang baik antar tanah dasar dengan timbunan yang baru.

- Berhubung timbunan mengalami penyusutan, maka timbunan harus dibuat

lebih tinggi 1/10 T (dimana T = tinggi timbunan) dan lebih lebar 1/10 B

(dimana B = lebar timbunan) dari ukuran-ukuran yang sebenarnya

sehingga bila terjadi penyusutan akan diperoleh ukuran yang sebenarnya.

- Sebelum mulai pemasangan batu kali untuk dasar saluran terlebih dahulu

ditimbun pasir dengan ketebalan 5 cm – 10 cm.

36

(3). Pemadatan Tanah

- Untuk mendapatkan hasil yang baik timbunan dan pemdatannya dilakukan

lapisan demi lapisan dimana tiap lapisan mempunyai tebal 10 cm – 15 cm.

- Pemadatan dilakukan dengan menggunakan alat timbris yang terbuat dari

besi/kayu yang beratnya 20 kg – 25 kg dengan tinggi jatuh antara 30 cm –

40 cm.

b. Pekerjaan Pasangan Batu

- Pekerjaan batu disusun rapi, seluruhnya terselimuti dengan mortel dan tidak

adanya rongga-rongga.

- Rule of thumb ketebalan pasangan batu kali bagian atas adalah 0.2 – 0.25

Hair dan bagian dasar adalah 0.4 - 0.5 Hair

- Semua pasangan batu tampak dari luar terutama pada dinding saluran harus

rata dan menggunakan batu muka. Ukuran batu ditetapkan lebar sisinya 12 –

15 cm dan tebalnya minimal 10 cm.

- Campurkan spesi pasangan batu muka ditetapkan 1 pc : 4ps. Sedangkan

untuk pekerjaan outfall adalah 1 pc : 3ps.

- Bidang atas dari pasangan dengan lebar sesuai dalam gambar ditambah

masuk kesamping yang akan terurug tanah sedalam minimum 5 cm.

- Pertemuan pasangan (plesteran sudut) selebar 8 - 10 cm untuk bangunan

kecil dan 15 cm untuk bangunan yang besar.

- Dasar saluran dengan kemiringan menurun bertemu pada pertengahan

saluran dengan tebal maksimum 2 cm.

37

c. Pekerjaan Plesteran

- Sebelum pekerjaan plesteran dilakukan maka bidang dasar harus dibuat

kasar dan bersih.

- Plesteran dibuat setebal 1,5 cm dan campuran spesinya adalah 1 pc : 3 ps.

d. Pekerjaan Beton

Sebagai pedoman pekerjaan untuk pelaksanaan pekerjaan ini adalah

Peraturan Beton Indonesia tahun 1971 Mutu:

(1). Semua pekerjaan beton tidak bertulang ditetapkan dengan kualitas

(2). Beton BOW dengan campuran 1pc : 2 ps : 3 krikil.

(3). Semua pekerjaan beton bertulang harus ditetapkan dengan mutu K.125

dengan campuran 1pc : 2 ps : 3 krikil.

(4). Tulangan beton dipasang dengan baik dan benar sehingga sebelum dan

selama pengecoran tidak berubah bentuknya.

(5). Sesudah pengecoran beton selesai maka selama 2 minggu beton harus

selalu dibasahi terus menerus.

e. Pekerjaan Bekisting/Cetakan

Bekisting harus cukup kokoh dan cukup rapat sehingga dapat menghasilkan

bentuk cetakan beton sesuai dengan gambar rencana.

2.4.7. Operasi dan Pemeliharaan Drainase Berkelanjutan

1. Operasi Sistem Drainase

Kegiatan Operasi dalam rangka memanfaatkan prasarana drainase secara

optimal. Kegiatan operasi diantaranya pengaturan bangunan drainase saluran

drainase primer, sekunder, tersier, gorong-gorong, lubang kontrol dan lain-lain.

38

Hal ini bertujuan untuk mengeluarkan air buangan dari wilayah pemukiman, dan

mengalirkan air buangan ke saluran pembuang hingga badan air penerima.

2. Pemeliharaan Sistem Drainase

Kegiatan pemeliharaan yaitu usaha-usaha untuk menjaga agar prasarana

drainase selalu berfungsi dengan baik selama mungkin, selama jagka waktu

pelayanan yang direncanakan. Ruang lingkup pemeliharaan sistem drainase

meliputi:

a. Kegiatan pengamanan dan pencegahan

Kegiatan ini merupakan usaha pengamanan atau menjaga kondisi dan/atau

fungsi dari hal-hal yang dapat mengakibatkan rusaknya jaringan. Kegiatan ini

meliputi, antara lain:

- Inspeksi rutin.

- Melarang membuang sampah di saluran/kolam.

- Melarang merusak bangunan drainase.

b. Kegiatan perawatan

Kegiatan perawatan adalah usaha-usaha untuk mempertahankan kondisi

dan/atau fungsi sistem tanpa ada bagian konstruksi yang diubah/diganti.

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Kota Bandar

Lampung. Penelitian di mulai dari survei kondisi daerah penelitian, pengumpulan

data-data, analisis hidrologi, analisis sistem pengaliran, evaluasi sistem drainase

yang ada, rencana pengembangan sistem drainase untuk kondisi sistem drainase

yang tidak memenuhi kriteria standar. Pelaksanakan penelitian pada tanggal

30 Agustus – 30 Oktober 2012.

3.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi kasus di Kecamatan

Tanjungkarang Pusat, Kota Bandar Lampung. Metode yang dipakai adalah

deskriptif, yaitu metode yang menjelaskan kondisi obyektif (sebenarnya) pada

suatu keadaan yang menjadi objek studi.

40

3.3. Kerangka Pemikiran

Gambar 3.1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Permasalahan Banjir.

Permasalahan Banjir

Kondisi sistem drainase eksisting belum mampu mengatasi air

buangan dan air hujan

Perlu Dilakukan Evaluasi dan Perencanaan Pengembangan Sistem

Drainase

Perencanaan Sistem Drainase Memenuhi Kriteria Standar

Lingkungan Menjadi Bebas dari Permasalahan Banjir

41

3.4. Evaluasi dan Perencanaan Pengembangan Sistem Drainase

Gambar 3.2. Diagram Alir Evaluasi dan Perencanaan Pengembangan Sistem

Drainase

Data yang dibutuhkan :

Peta daerah penelitian

Peta sistem drainase

Peta topografi

Data genangan banjir

Data curah hujan

Data kependudukan

Evaluasi terdiri dari :

- Daerah pengaliran

- Kapasitas saluran

- Kondisi saluran

Acuan standar yang digunakan yaitu SNI

03-2406-1991

Dasar-dasar Perencanaan

- Analisis hidrologi

- Debit

- Sistem pengaliran

- Bentuk saluran

- Dimensi bangunan

pelengkap (opsional)

- Tata letak jalur saluran

- Spesifikasi teknis

- Usaha konservasi air

Sistem Drainase Sesuai Kriteria Desain Standar

Tidak Sesuai Kriteria

Desain Standar

Sistem Drainase

Survei

Kondisi

Sistem

Drainase

Pengumpulan Data :

1. Primer

2. Sekunder

Evaluasi Kondisi

Sistem Drainase

Eksisting

Sesuai Kriteria

Desain Standar

Sistem Drainase

Rencana

Pengembangan

Sistem Drainase

42

3.5. Tahapan Penelitian

3.5.1. Ide Penelitian

Banjir merupakan suatu permasalahan yang sering terjadi di wilayah

perkotaan. Karena pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan sarana

dan prasana perkotaan yang memadai. Hal ini yang mendorong penulis untuk

mencari solusi dalam mengatasi banjir di wilayah perkotaan.

3.5.2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data-data yang mendukung dalam penelitian ini, yaitu :

1. Survei Lapangan

Peninjauan langsung ke lapangan dengan tujuan mengetahui kondisi terkini

dari daerah penelitian.

2. Pengumpulan Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan, data

tersebut antara lain adalah :

a. Melakukan pendataan langsung lokasi koordinat stasiun curah hujan yang

berpengaruh pada daerah penelitian.

b. Mengetahui kondisi sistem drainase yang telah ada di daerah penelitian.

c. Mengetahui kondisi badan air penerima baik sungai, danau maupun laut.

3. Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder diperoleh dari instansi setempat dan jaringan internet

yang berkenaan langsung dengan tugas akhir seperti :

43

a. Data iklim dan hidrologi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

atau Dinas Pengairan.

b. Peta Kemampuan Tanah, Peta Jaringan Drainase dan Irigasi, Peta Geologi.

c. Citra satelit yang memvisualisasikan daerah penelitian.

d. Data genangan banjir yang pernah terjadi di daerah penelitian.

e. Data penunjang lainnya seperti jaringan jalan dari dinas PU setempat.

Tabel 3.1. Kebutuhan Data

Sasaran

Penelitian

Aspek yang

Diteliti

Data yang

Dibutuhkan

Kegunaan

data Jenis Data Sumber Data

Mengevaluasi

Kondisi dan

Kinerja Sistem

Drainase

Kecamatan

Tanjungkarang

Pusat Kota

Bandar

Lampung

Aspek

Wilayah

Studi dan

Kondisi

Sistem

Drainase

Eksisting

Peta wilayah

administrasi

Kecamatan

Tanjungkarang

Pusat

Peta sistem

drainase Kota

Bandar Lampung

Tata guna lahan

Kota Bandar

Lampung

Peta Topografi

Kota Bandar

Lampung

Kondisi eksisting

sitem drainase

Kecamatan

Tanjung Karang

Pusat

Untuk

mengetahui

batas

wilayah

administrasi

dan kondisi

sistem

drainase

eksisting

wilayah

studi

Primer

Sekunder

BPS

Dinas

Pekerjaan

Umum

Dinas Tata

Kota

Bappeda

Wawancara

Langsung

Observasi

Sumber : Analisis

44

Lanjutan Tabel 3.1.

Sasaran

Penelitian

Aspek yang

Diteliti

Data yang

Dibutuhkan

Kegunaan

data Jenis Data Sumber Data

Merencanakan

pengembangan

Sistem Drainase

Kecamatan

Tanjungkarang

Pusat Kota

Bandar

Lampung

Aspek

Perencana

an Sistem

Drainase

Data genangan

banjir yang

terjadi di Kota

Bandar Lampung

Data curah hujan

3-5 pos

pengukuran yang

berada disekitar

Kecamatan

Tanjungkarang

Pusat

Data

Kependudukan

Kecamatan

Tanjungkarang

Pusat

Untuk

menganalisis

dalam

rangka

perencanaan

pengembang

an sistem

drainase

wilayah

studi

Sekunder

BMKG

BPS

Dinas

Pekerjaan

Umum

Dinas Tata

Kota

Bappeda

Wawancara

Sumber : Analisis

3.5.3. Evaluasi Kondisi Sistem Drainase Eksisting

Evaluasi dilakukan pada daerah penelitian dengan maksud mengetahui

kondisi sistem drainase eksisting dan mengevaluasi sistem drainase mana yang

memenuhi kriteria desain standar atau tidak memenuhi kriteria desain standar.

Apabila kondisi sistem drainase eksisting tidak memenuhi kriteria desain standar

maka perlu rencana pengembangan sistem drainase sehingga dapat mengatasi

banjir.

45

Tahapan evaluasi kondisi sistem drainase di Kecamatan Tanjungkarang

Pusat, Kota Bandar Lampung, yaitu :

1. Survei langsung kondisi sistem drainase eksisting.

2. Pengevaluasian daerah pengaliran atau daerah tangkapan hujan.

3. Pengevaluasian kapasistas drainase dan air limpasan.

4. Pengevaluasian kondisi kelayakan saluran drainase.

5. Survei kondisi badan air penerima baik sungai, danau maupun laut.

3.5.4. Rencana Pengembangan Sistem Drainase

Perencanaan sistem drainase suatu daerah, terlebih dahulu harus ditentukan

dasar-dasar atau kriteria-kriteria perencanaan. Hal ini berguna sebagai bahan

pemikiran bagi penetapan alternatif saluran dan perencanaan drainase modern.

Dasar-dasar perencanaan yang diterapkan merupakan rumus-rumus dan

ketentuan-ketentuan yang umunya dipakai dalam merencanakan sistem

penyaluran air hujan. Pemakaian rumus-rumus serta ketentuan-ketentuan tersebut

disesuaikan dengan kondisi lokal, berupa kondisi topografi, geologi, klimatologi,

dan tata guna lahan. Dengan mempertibangkan faktor-faktor pembatas di atas,

dikembangkan beberapa alternatif sistem yang meliputi segi teknis dan ekonomis.

Alternatif terpilih merupakan hasil paling optimum dari berbagai kriteria yang di

tetapkan, dengan sedikit mungkin menghindari akibat sosial yang timbul.

Hasil yang diharapkan dari alternatif terpilih adalah tercapainya

perencanaan sistem drainase yang berasaskan sistem drainase modern, yaitu

sistem drainase yang berwawasan lingkungan, sehingga selain masyarakat

terhindar dari bahaya banjir, ataupun genangan air yang merugikan masyarakat,

juga turut serta dalam konservasi sumber daya air.

46

Tahapan rencana pengembangan sistem drainase di Kecamatan

Tanjungkarang Pusat, Kota Bandar Lampung, yaitu :

1. Menentukan debit rencana saluran draianase.

2. Menentukan bentuk saluran drainase.

3. Mengembangkan jalur saluran drainase.

4. Mengembangkan profil memanjang saluran drainase.

IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Iklim

Pada tahun 2010 jumlah curah hujan tertinggi Kota Bandar Lampung terjadi

pada bulan Januari, yaitu 411,00 mm/hari. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun

terakhir, curah hujan rata-rata tertinggi terjadi pada tahun 2008, yaitu mencapai

179,30 mm/hari. Tingginya rata-rata curah hujan pada tahun 2008 berimplikasi

pada meningkatnya volume air sungai sehingga pada akhir tahun 2008 terjadi

banjir besar di Kota Bandar Lampung. Bulan basah/kering terjadi jika jumlah

curah hujan yang terjadi pada bulan tersebut melebihi/kurang dari rerata curah

hujan pada tahun bersangkutan. Berdasarkan rerata curah hujan mengindikasikan

bahwa bulan basah Kota Bandar Lampung pada tahun 2008 terjadi pada bulan

November – Maret dengan rerata curah hujan bulanan berada diatas 179,30

mm/hari, sedangkan bulan keringnya yaitu bulan April – Agustus dengan rata-rata

curah hujan bulanan kurang dari 179 mm/hari.

Iklim di Kota Bandar Lampung berdasarkan klasifikasi iklim menurut

Koppen (RTRW Kota Bandar Lampung, 2011) termasuk Zona Iklim A yaitu

iklim hujan tropik yang kemaraunya pendek dengan vegetasi hutan hujan tropik.

Iklim tropis basah di Bandar Lampung mendapat pengaruh dari angin musim

(Monsoon Asia). Temperatur Kota Bandar Lampung berdasarkan data Badan

Metereologi Klimatologi dan Geofisika Provinsi Lampung menunjukan bahwa

dalam kurun waktu lima tahun terakhir berada pada kisaran 25 – 280C dengan

48

suhu rata-rata pertahun 26,30C (RTRW Kota Bandar Lampung, 2011).

Temperatur udara di Kota Bandar Lampung sepanjang tahun relatif stabil dan

tidak pernah menunjukan perubahan yang ekstrim. Hal tersebut dapat

mengindikasikan bahwa kualitas lingkungan di Kota Bandar Lampung masih

cukup baik. Kelembaban udara Kota Bandar Lampung antara tahun 2006 – 2010

rata-rata berkisar antara 74 – 85 % dengan kelembaban rata-rata 78,4%

pertahunnya. Kondisi tersebut menunjukan Kota Bandar Lampung memiliki

kelembaban yang relatif tinggi. Bulan Oktober hingga Januari kelembaban udara

berada diatas kelembaban rata-rata.

4.2. Kondisi Hidrologi

Kualitas air yang mengaliri sungai-sungai di Kota Bandar Lampung

mengalami pencemaran. Hal ini disebabkan karena jaringan drainase selain

berfungsi menerima dan mengalirkan limpahan air permukaan juga berfungsi

sebagai tempat pembuangan limbah domestik maupun aktivitas perkotaan lainnya.

Sebagian besar sistem jaringan memanfaatkan saluran alami dan sebagian kecil

saluran dan pasangan batu kali yang didukung oleh topografi yang

menguntungkan untuk pengaliran.

4.3. Analisis Curah Hujan

4.3.1. Curah Hujan Maksimum

Analisis curah hujan memerlukan data curah hujan dalam kurun waktu

tertentu. Dalam analisis semakin banyak seri data yang digunakan maka semakin

kecil kesalahan dalam analisis. Analisis curah hujan juga membutuhkan stasiun

49

pembanding yang berguna dalam uji konsistensi. Data yang digunakan harus bisa

mengambarkan pola/trend hujan daerah penelitian.

Data curah hujan yang didapat dari BMKG tidak sepenuhnya lengkap. Ada

data-data yang hilang atau tidak tercatat oleh petugas pencatat curah hujan

BMKG. Data-data yang hilang tersebut berupa data-data curah hujan harian.

Untuk data curah hujan yang tidak lengkap tiap bulannya tentunya tidak dapat

dipakai dan tidak diikut sertakan dalam mengklasifikasikan data curah hujan

tahunan dan dianggap pada tahun itu data curah hujan dianggap tidak tercatat.

Tabel 4.1. Data Curah Hujan Harian Maksimum (mm/hari)

No Tahun Pahoman Sukamaju Sukarame Sumur Putri Kemiling

1 1991 90 86 9 120 100

2 1992 119 77 93 89 152

3 1993 146 55 64 126 65

4 1994 119 58 60 95 95

5 1995 83 110 41 82 95

6 1996 103 185 25 62 50

7 1997 130 50 49 31 83

8 1998 129 85 100 100 93

9 1999 67 75 67 50 168

10 2000 69 108 18 60 148

11 2001 72 97 21 81 119

12 2002 95 130 55 108 105

13 2003 75 88 80 173 70

14 2004 95 137 61 114 87

15 2005 67 96 35 80 91

16 2006 72 73 50 61 148

17 2007 97 105 27 87 75

18 2008 78 133 30 83 105

19 2009 71 130 28 108 95

20 2010 91 133 36 111 166

Sumber : BMKG Lampung, 2012

50

4.3.2. Pengujian Data Curah Hujan

1. Uji Konsistensi

Data curah hujan akan memiliki kecenderungan untuk menuju suatu titik

tertentu yang biasa disebut dengan pola atau trend. Data yang menunjukan adanya

perubahan pola atau trend tidak disarankan untuk digunakan. Analisa hidrologi

harus mengikuti trend, dan jika terdapat perubahan harus dilakukan koreksi.

Untuk melakukan pengecekan pola atau trend tersebut dilakukan dengan

menggunakan teknik kurva massa ganda yang berdasarkan prinsip setiap

pencatatan data yang berasal dari populasi yang sekandung akan konsisten,

sedangkan yang tidak sekandung akan tidak konsisten, dan akan menimbulkan

penyimpangan arah/trend. Perubahan pola atau trend bisa disebabkan diantaranya

oleh :

a. Perpindahan lokasi stasiun pengukur hujan.

b. Perubahan ekosistem terhadap iklim secara drastis, misalnya karena

kebakaran.

c. Kesalahan ekosistem observasi pada sekumpulan data akibat posisi atau

cara pemasangan alat ukur yang tidak baik.

Prinsip dasar metode kurva massa ganda antara lain: sejumlah stasiun tertentu

dalam wilayah iklim yang sama diseleksi sebagai stasiun dasar (pembanding).

Rata-rata aritmetik dari semua stasiun dasar dihitung untuk setiap metode yang

sama. Hujan rata-rata tersebut ditambahkan (diakumulasikan) mulai dari periode

awal pengamatan. Demikian pula halnya dengan data stasiun utama yang akan

dicek pola atau trendnya. Kemudian diplot titik-titik akumulasi rerata stasiun

utama dan stasiun dasar sebagai kurva massa ganda. Pada kurva massa ganda,

51

titik-titik yang tergambar selalu berdeviasi sekitar garis rata-rata, dan hampir

merupakan garis lurus. Kalau ada penyimpangan yang terlalu jauh dari garis lurus

tersebut maka mulai dari titik ini selanjutnya pengamatan dari stasiun yang

ditinjau akan tidak akurat dengan kata lain data hujan curah hujan telah

mengalami perubahan trend. Data stasiun penangkar hujan yang digunakan yaitu

(1) stasiun Pahoman, (2) stasiun Sukamaju, (3) stasiun Sukarame, (4) stasiun

Sumur Putri, (5) stasiun Kemiling.

Tabel 4.2. Perhitungan Tes Kosistensi Stasiun Pahoman

No Tahun

Curah Hujan Harian Maksimum (mm/hari) Rerata

(mm/hari)

1 2 3 4 5 Stasiun

Dasar

Stasiun

Utama Stasiun Dasar

1 1991 90 86 9 120 100 78,5

2 1992 119 77 93 89 152 102.8

3 1993 146 55 64 126 65 77.5

4 1994 119 58 60 95 95 77

5 1995 83 110 41 82 95 82

6 1996 103 185 25 62 50 80.5

7 1997 130 50 49 31 83 53.3

8 1998 129 85 100 100 93 94.5

9 1999 67 75 67 50 168 90

10 2000 69 108 18 60 148 83.5

11 2001 72 97 21 81 119 79.5

12 2002 95 130 55 108 105 99.5

13 2003 75 88 80 173 70 102.8

14 2004 95 137 61 114 87 99.8

15 2005 67 96 35 80 91 75.5

16 2006 72 73 50 61 148 83

17 2007 97 105 27 87 75 73.5

18 2008 78 133 30 83 105 87.8

19 2009 71 130 28 108 95 90.3

20 2010 91 133 36 111 166 111.5

Jumlah 1868 1722.8

Sumber : Perhitungan

52

Gambar 4.1. Lengkung Massa Ganda Stasiun Pahoman

Sumber : Perhitungan

Dari grafik masa ganda (Gambar 4.1), perubahan pola/trend terjadi pada tahun

1991, 1992, 1997, 1998, 1999, 2000, 2001, 2002, 2009 dan 2010.

Berdasarkan garis pola/trend didapatkan tan α0 = 0,89

Pada perubahan pola/trend pertama tan α1 = 0,87 untuk tahun 1991

Pada perubahan pola/trend pertama tan α2 = 0,87 untuk tahun 1992

Pada perubahan pola/trend pertama tan α3 = 0,70 untuk tahun 1997

Pada perubahan pola/trend pertama tan α4 = 0,70 untuk tahun 1998

Pada perubahan pola/trend pertama tan α5 = 0,75 untuk tahun 1999

1991

19921993

19941995

19961997

19981999

20002001

2002

20032004

20052006

20072008

2009

2010

-200

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2000

0 500 1000 1500 2000

Ku

mu

lati

f R

era

ta S

tasi

un

Das

ar

Kumulatif Stasiun Utama

53

Pada perubahan pola/trend pertama tan α6 = 0,78 untuk tahun 2000

Pada perubahan pola/trend pertama tan α7 = 0,80 untuk tahun 2001

Pada perubahan pola/trend pertama tan α8 = 0,82 untuk tahun 2002

Pada perubahan pola/trend pertama tan α9 = 0,91 untuk tahun 2009

Pada perubahan pola/trend pertama tan α10 = 0,92 untuk tahun 2010

Untuk mengkoreksi data yang mengalami perubahan pola/trend dapat

mengunakan rumus sebagai berikut.

fkx = tan ∝0

tan ∝x (Jarometer Nemec, 1973 dalam Perencanaan Bedung Tetap

Leuwikadu, hal III-5)

fk1 = 0,89 / 0,87 = 1,02

fk2 = 0,89 / 0,87 = 1,02

fk3 = 0,89 / 0,70 = 1,27

fk4 = 0,89 / 0,70 = 1,27

fk5 = 0,89 / 0,75 = 1,19

fk6 = 0,89 / 0,78 = 1,14

fk7 = 0,89 / 0,80 = 1,11

fk8 = 0,89 / 0,82 = 1,09

fk9 = 0,89 / 0,91 = 0,98

fk10 = 0,89 / 0,92 = 0,97

Selanjutnya pada tahun yang mengalami perubahan pola/trend yaitu pada tahun

1991, 1992, 1997, 1998, 1999, 2000, 2001, 2002, 2009 dan 2010. harus dikoreksi

dengan fkx.

54

Tabel 4.3. Koreksi Curah hujan Stasiun Pahoman

No Tahun Xi Faktor Koreksi Xi*fk R (mm/hari)

1 1991 90 1,02 91,8 92

2 1992 119 1,02 121,4 121

3 1993 146 1 146 146

4 1994 119 1 119 119

5 1995 83 1 83 83

6 1996 103 1 103 103

7 1997 130 1,27 165,1 165

8 1998 129 1,27 163,8 164

9 1999 67 1,19 79,7 80

10 2000 69 1,14 78,7 79

11 2001 72 1,11 79,9 80

12 2002 95 1,09 103,6 104

13 2003 75 1 75 75

14 2004 95 1 95 95

15 2005 67 1 67 67

16 2006 72 1 72 72

17 2007 97 1 97 97

18 2008 78 1 78 78

19 2009 71 0,98 69,6 70

20 2010 91 0,97 88,3 88

Sumber : Perhitungan

2. Analisis Frekuensi dan Probabilitas

a. Log Person III

Salah satu distribusi dari serangkaian distribusi yang dikembangkan Person

yang menjadi perhatian ahli sumberdaya air adalah Log Person Tipe III. Tiga

parameter penting dalam Log Person Tipe III, yaitu :

harga rata-rata R = 1

𝑛(∑𝑙𝑜𝑔 𝑋𝑖)

simpangan baku S = 1

𝑛−1 ∑ 𝐿𝑜𝑔𝑋𝑖 − 𝑙𝑜𝑔𝑋𝑟

2 0,5

koefisien kemiringan Cs = 𝑛∑(log 𝑋𝑖− 𝑙𝑜𝑔𝑋 𝑟)3

𝑛−1 (𝑛−2)𝑆3

55

Berikut ini langkah-langkah pengunaan distribusi Log Person Tipe III

- Ubah data kedalam bentuk logaritmis

- Hitung harga rata-rata

- Hitung simpangan baku

- Hitung Koefisien kemiringan (skewness)

- Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang tertentu.

Tabel 4.4. Distribusi Log Person III

No Tahun LogXi LogXi – LogXr (LogXi – LogXr)2 (LogXi – LogXr)

3

1 1991 1.9638 -0.0150 0.0002 0.0000

2 1992 2.0828 0.1040 0.0108 0.0011

3 1993 2.1644 0.1855 0.0344 0.0064

4 1994 2.0755 0.0967 0.0094 0.0009

5 1995 1.9191 -0.0597 0.0036 -0.0002

6 1996 2.0128 0.0340 0.0012 0.0000

7 1997 2.2175 0.2387 0.0570 0.0136

8 1998 2.2148 0.2360 0.0557 0.0131

9 1999 1.9031 -0.0757 0.0057 -0.0004

10 2000 1.8976 -0.0812 0.0066 -0.0005

11 2001 1.9031 -0.0757 0.0057 -0.0004

12 2002 2.0170 0.0382 0.0015 0.0001

13 2003 1.8751 -0.1037 0.0108 -0.0011

14 2004 1.9777 -0.0011 0.0000 0.0000

15 2005 1.8261 -0.1527 0.0233 -0.0036

16 2006 1.8573 -0.1215 0.0148 -0.0018

17 2007 1.9868 0.0080 0.0001 0.0000

18 2008 1.8921 -0.0867 0.0075 -0.0007

19 2009 1.8451 -0.1337 0.0179 -0.0024

20 2010 1.9445 -0.0343 0.0012 0.0000

Jumlah 39.5762 Jumlah 0.2672 0.0241

Rata-rata

log (log Xr) 1.9788

Simpangan

baku (S) 0,111

Koef.

kemiringan

(Cs)

0,8442

Sumber : Perhitungan

56

Dengan distribusi Log Person III (Tabel 4.4) dan nilai K untuk distribusi

Log Person III terlampir (Lampiran II) dapat dicari curah hujan dengan periode

ulang tertentu dengan rumus sebagai berikut.

Log XT = Log Xr + KTS

Dimana :

XTr = Curah hujan periode tertentu Xr = Rata-rata data

KT = Nilai K untuk Log Pearson III S = Simpangan baku

Perhitungan periode ulang tertentu Log Pearson III

T = 2 tahun

Log X2 = 1,9788 + (-0,132 . 0,1186) = 1,9631

X2= 92 mm/hari

T = 5 tahun

Log X5 = 1,9788 + (0,780 . 0,1186) = 2,0713

X5= 118 mm/hari

T = 10 tahun

Log X10 = 1,9788 + (1,336 . 0,1186) = 2,1372

X10 = 137 mm/hari

T = 25 tahun

Log X25 = 1,9788 + (1,993 . 0,1186) = 2,2152

X25 = 164 mm/hari

T = 50 tahun

Log X50 = 1,9788 + (2,453 . 0,1186) = 2,2697

X50 = 186 mm/hari

57

Tabel 4.5. Periode Ulang Hujan Log Pearson III

Periode Ulang Hujan Curah hujan (mm/jam)

2 92

5 118

10 137

25 164

50 186

Sumber : Perhitungan

b. Gumbel

Gumbel mengunakan harga ekstrim untuk menunjukan bahwa dalam deret

harga-harga ekstrim X1, X2, X3, ..., Xn menpunyai fungsi distribusi eksponensial

ganda.

Tabel 4.6. Perhitungan Nilai Ekstrim Metode Gumbel

No Tahun Xi Xi – Xr (Xi - Xr)2

1 1997 165 66.10 4369.21

2 1998 164 65.10 4238.01

3 1993 146 47.10 2218.41

4 1992 121 22.10 488.41

5 1994 119 20.10 404.01

6 2002 104 5.10 26.01

7 1996 103 4.10 16.81

8 2007 97 -1.90 3.61

9 2004 95 -3.90 15.21

10 1991 92 -6.90 47.61

11 2010 88 -10.90 118.81

12 1995 83 -15.90 252.81

13 1999 80 -18.90 357.21

14 2001 80 -18.90 357.21

15 2000 79 -19.90 396.01

16 2008 78 -20.90 436.81

17 2003 75 -23.90 571.21

18 2006 72 -26.90 723.61

19 2009 70 -28.90 835.21

20 2005 67 -31.90 1017.61

Jumlah 1978 16893.80

Rata-rata (Xr) 98.90

Simpangan Baku (S) 29.82

58

Dengan perhitungan nilai ekstrim gumbel (Tabel 4.6), reduced mean terlampir

(Lampiran III), reduced standard deviation terlampir (Lampiran IV) dan

reduced variate terlampir (Lampiran V) dapat dicari curah hujan dengan periode

ulang tertentu dengan rumus sebagai berikut.

XTr = Xr + YTr − Y n

Sn S

Dimana

XTr : Curah hujan periode tertentu

Sn : Reduced standard deviation

Xr : Rata-rata data

S : Simpangan baku

YTr : Reduced variate

n : Jumlah data

Yn : Reduced mean

Diketahui

Xr = 98,90 S = 29,82

n = 20 Yn = 0,5236

Sn = 1,0628

Perhitungan periode ulang tertentu Gumbel

Tr = 2 tahun

X2 = 98,90 + 0,3668− 0,5236

1,0628 29,82 = 94,50 mm/hari

Tr = 5 tahun

X5 = 98,90 + 1,5004 − 0,5236

1,0628 29,82 = 126,31 mm/hari

59

Tr = 10 tahun

X10 = 98,90 + 2,2510 − 0,5236

1,0628 29,82 = 147,37 mm/hari

Tr = 20 tahun

X20 = 98,90 + 2,9709 − 0,5236

1,0628 29,82 = 167,57 mm/hari

Tr = 50 tahun

X50 = 98,90 + 3,9028 − 0,5236

1,0628 29,82 = 193,71 mm/hari

Tabel 4.7. Periode ulang Hujan Gumbel

Periode ulang Hujan Curah hujan (mm/hari)

2 95

5 126

10 147

20 168

50 194

Sumber : Perhitungan

3. Uji Kecocokan Chi-kuadrat

Uji chi-kuadrat dimaksudkan untuk menetukan apakah persamaan distribusi

yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis.

Berikut ini prosedur uji chi-kuadrat.

- Urutkan data pengamatan dari besar ke kecil atau sebaliknya.

- Kelompokan data menjadi sub-grup.

- Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap-tiap sub grup

- Jumlahkan data teoritis persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ei.

- Pada tiap-tiap sub grup hitung nilai (Oi - Ei)2 dan (Oi - Ei)

2/Ei

- Jumlahkan seluruh sub grup nilai (Oi - Ei)2/Ei untuk menetukan nilai chi-

kuadrat hitung.

60

- Tentukan derajad kebebasan dk = G-R-1 (nilai R = 2 untuk distribusi nirmal

dan binominal).

Tabel 4.8. Data Uji Chi-kuadrat

No Tahun R (mm/hari) Tahun Xi Log Xi

1 1991 92 1997 165 2.2175

2 1992 121 1998 164 2.2148

3 1993 146 1993 146 2.1644

4 1994 119 1992 121 2.0828

5 1995 83 1994 119 2.0755

6 1996 103 2002 104 2.0170

7 1997 165 1996 103 2.0128

8 1998 164 2007 97 1.9868

9 1999 80 2004 95 1.9777

10 2000 79 1991 92 1.9638

11 2001 80 2010 88 1.9445

12 2002 104 1995 83 1.9191

13 2003 75 1999 80 1.9031

14 2004 95 2001 80 1.9031

15 2005 67 2000 79 1.8976

16 2006 72 2008 78 1.8921

17 2007 97 2003 75 1.8751

18 2008 78 2006 72 1.8573

19 2009 70 2009 70 1.8451

20 2010 88 2005 67 1.8261

Sumber : Perhitungan

b. Perhitungan Chi-square untuk Log Person III

Diketahui

n = 20

G = 1 + 3,322 log n = 1 + 3,322 log 20 = 5,32 dibulatkan menjadi 5

ΔX = (Xmaks –Xmin) / (G-1)

= (2,2175 – 1,8261) / (5 - 1)

= 0,0979

61

Xawal = Xmin – ½ ΔX

= 1,8261 – ½ 0,0979 = 1,7772

Tabel 4.9. Batas kelas untuk Log Person III

Nilai Batas Tiap kelas Ei Oi (Ei - Oi)2 (Ei - Oi)

2/Ei

1,7772 < X < 1,8751

1,8751 < X < 1,9730

1,9730 < X < 2,0709

2,0709 < X < 2,1688

2,1688 < X < 2,2667

4

4

4

4

4

4

7

4

3

2

0

9

0

1

4

0

2,25

0

0,25

1

Jumlah 20 20 62 3,5

Sumber : Perhitungan

Derajat Kebebasan dk : G-R-1 dimana nilai R = 2 untuk distribusi normal dan

binominal

dk = 5-2-1 = 2

berdasarkan tabel untuk derajat kebebasan 2 dan α : 5 % sehingga nilai kritis

x2

kritis : 5,991

sehingga dapat disimpulkan

x2

hit < x2kritis ; 3,5 < 5,991 maka distibusi diterima

b. Perhitungan Chi-square untuk Gumbel

Diketahui

n = 20

G = 1 + 3,322 log n = 1 + 3,322 log 20 = 5,32 dibulatkan menjadi 5

ΔX = (Xmaks –Xmin) /(G-1)

= (165 – 67) / (5 -1)

= 24,5

62

Xawal = Xmin – ½ ΔX

= 67 – ½ . 24,5 = 54,75

Tabel 4.10. Batas Kelas untuk Gumbel

Nilai Batas Tiap kelas Ei Oi (Ei - Oi)2 (Ei - Oi)

2/Ei

54,75 < X < 79,25

79,25 < X < 103,75

103,75 < X < 128,25

128,25 < X < 152,75

152,75 < X < 177,25

4

4

4

4

4

6

8

3

1

2

4

16

1

9

4

1

4

0,25

2,25

1

Jumlah 20 20 8,5

Sumber : Perhitungan

Derajat Kebebasan dk : G-R-1 dimana nilai R = 2 untuk distribusi normal dan

binominal

dk = 5-2-1 = 2

berdasarkan tabel untuk derajat kebebasan 2 dan α : 5 % sehingga nilai kritis

x2

kritis : 5,991

sehingga dapat disimpulkan

x2

hit > x2kritis ; 8,5 > 5,991 maka distibusi ditolak

4.4. Analisis Itensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan adalah curah hujan per satuan waktu. Setelah

dilakukan pengujian chi-kuadrat maka periode ulang yang dipakai log pearson III.

Data curah hujan yang didapat dalam harian. Metode yang dipakai untuk

mendapatkan data dalam 1-2 jam dapat menggunakan metode Mononobe dengan

rumus :

I =𝑅24

24

24

𝑡

2 3

63

Dimana :

R = curah hujan rancangan setempat (mm)

t = lamanya curah hujan (jam)

I = intensitas curah hujan (mm/jam)

Tabel 4.11. Periode ulang Hujan Terpilih

Periode Ulang Hujan Curah hujan (mm/hari)

2 92

5 118

10 137

25 164

50 186

Periode ulang 2 tahun diperoleh hujan rencana sebesar 92 mm/hari maka untuk

waktu t =10 menit didapatkan intensitas hujan sebesar :

I =𝑅24

24

24

𝑡

2 3

I =92

24

24

10/60

2 3

=105,3 mm/jam

Tabel 4.12. Perhitungan Intensitas Hujan (mm/jam)

Waktu

(menit)

PUH 2

tahun

PUH 5

tahun

PUH 10

tahun

PUH 25

tahun

PUH 50

tahun

10 105,3 135,1 156,8 187,7 212,9

20 66,3 85,1 98,8 118,3 134,1

30 50,6 64,9 75,4 90,3 102,4

40 41,8 53,6 62,2 74,5 84,5

50 36,0 46,2 53,6 64,2 72,8

60 31,9 40,9 47,5 56,9 64,5

70 28,8 36,9 42,9 51,3 58,2

80 26,3 33,8 39,2 46,9 53,2

90 24,3 31,2 36,2 43,4 49,2

100 22,7 29,1 33,8 40,4 45,9

110 21,3 27,3 31,7 38,0 43,0

120 20,1 25,8 29,9 35,8 40,6

Sumber : Perhitungan

64

Gambar 4.2. Lengkung Intensitas hujan

Sumber : Perhitungan

4.5. Analisis Tata Guna Lahan

Pengunaan lahan di Kota Bandar Lampung telah diatur dalam Perda No. 10

Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Berdasarkan RTRW tersebut

wilayah Tanjung Karang merupakan kawasan strategis perdagangan dan jasa.

Oleh karena itu wilayah Tanjung Karang pusat menjadi kawasan penting yang

perlu penataan yang lebih detail. Pada Tahun 2010 Tata guna lahan di Kecamatan

Tanjung Karang Pusat berupa pemukiman berkisar 58 %, bisnis/perniagaan 10 % ,

jalan 10 % dan hutan 12 %, taman 10 % . Dalam perkembangannya permukiman

akan berbanding lurus dengan pertambahan penduduk serta hutan akan

berbanding terbalik dengan pertambahan penduduk. Asumsikan bahwa

permukiman tiap tahun akan bertambah 0,1 % dengan demikian dapat dicari luas

perkiraan permukiman dan bisnis serta luas hutan di masa datang. Persentase tata

0.0

50.0

100.0

150.0

200.0

250.0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120

Intensitas (mm/jam)

Waktu (Menit)

2 tahun

5 tahun

10 tahun

25 tahun

50 tahun

65

guna lahan di Kecamatan Tanjung Karang Pusat dapat diketahui luas masing-

masing lahan. Perhitungan untuk tata guna lahan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.13. Perhitungan Tata Guna Lahan

Waktu

Ulang

(Tahun)

Luas Lahan (Ha) Luas

Total

(ha) Permukiman Bisnis Jalan Hutan Taman

2 388,77 68,14 66,80 77,49 66,80 668

5 390,78 68,14 66,80 75,48 66,80 668

10 400,80 68,14 66,80 65,46 66,80 668

25 404,14 68,14 66,80 62,12 66,80 668

50 420,84 68,14 66,80 45,42 66,80 668

Sumber : Dinas Tata Kota Bandar Lampung, 2012.

Gambar 4.3. Tutupan Lahan Kecamatan Tanjung Karang Pusat

Sumber : Google Maps, 2012

66

Setelah diketahui perhitungan tata guna lahan (Tabel 4.13) maka

diperlukan perhitungan koefisien aliran terbobot. Koefisien limpasan untuk

metode rasional terlampir (Lampiran VI). Jika lahan terdiri dari berbagai macam

pengunaan lahan dengan koefisien aliran permukaan yang berbeda maka C yang

dipakai gabungan dari berbagai pengunaan lahan dengan persamaan sebagai

berikut.

Ct = ∑C i A i

∑A i

Dimana :

C = koefisien aliran permukaan jenis penutup tanah tertentu

A = luas lahan jenis penutup tanah tertentu

Periode ulang 2 tahun

Ct= 0,50 x 388,77 + 0,75 x 68,14 + 0,65 x 66,8 + 0,20 x 77,49 +(0,25 x66,8 )

668

Ct = 0,48

Periode ulang 5 tahun

Ct= 0,50 x 390,78 + 0,75 x 68,14 + 0,65 x 66,8 + 0,20 x 75,48 +(0,25 x66,8 )

668

Ct = 0,48

Periode ulang 10 tahun

Ct= 0,50 x 400,80 + 0,75 x 68,14 + 0,65 x 66,8 + 0,20 x 65,46 +(0,25 x66,8 )

668

Ct = 0,48

67

Periode ulang 25 tahun

Ct= 0,50 x 404,14 + 0,75 x 68,14 + 0,65 x 66,8 + 0,20 x 62,12 +(0,25 x66,8 )

668

Ct = 0,48

Periode ulang 50 tahun

Ct= 0,50 x 420,84 + 0,75 x 68,14 + 0,65 x 66,8 + 0,20 x 45,42 +(0,25 x66,8 )

668

Ct = 0,49

Tabel 4.14. Koefisien Aliran

Periode

Ulang

(Tahun)

Koefisien Aliran (C)

C terbobot

Permukiman Bisnis Jalan Hutan Taman

2 0,50 0,75 0,60 0,20 0,25 0,48

5 0,50 0,75 0,60 0,20 0,25 0,48

10 0,50 0,75 0,60 0,20 0,25 0,48

25 0,50 0,75 0,60 0,20 0,25 0,48

50 0,50 0,75 0,60 0,20 0,25 0,49

Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004

Setelah diketahui koefisien aliran (Tabel 4.14) gabungan dari berbagai

pengunaan lahan selanjutnya dapat dihitung debit banjir puncak dengan periode

ulang tertentu mengunakan rumus berikut.

Q = 0,002778 C.I.A

Dimana :

Q = debit banjir puncak (m3/detik) C = koefisien aliran

I = intensitas hujan (mm/hari) A = luas wilayah aliran (Ha)

68

Perhitungan debit banjir puncak dengan menggunakan intensitas hujan rencana

selama 60 menit atau 1 jam sebagai berikut.

Periode ulang 2 tahun

Q = 0,002778 C.I.A

Q = 0,002778 x 0,48 x 31,9 x 668 = 28,41 m3/detik

Periode ulang 5 tahun

Q = 0,002778 C.I.A

Q = 0,002778 x 0,48 x 40,9 x 668 = 36,43 m3/detik

Periode ulang 10 tahun

Q = 0,002778 C.I.A

Q = 0,002778 x 0,48 x 47,5 x 668 = 42,31 m3/detik

Periode ulang 25 tahun

Q = 0,002778 C.I.A

Q = 0,002778 x 0,48 x 56,9 x 668 = 50,68 m3/detik

Periode ulang 50 tahun

Q = 0,002778 C.I.A

Q = 0,002778 x 0,49 x 64,5 x 668 = 58,65 m3/detik

Tabel 4.15. Debit Limpasan

Periode Ulang

(Tahun) C I (mm/jam) A (Ha) Q (m

3/detik)

2 0,48 31,9 668 28,41

5 0,48 40,9 668 36,43

10 0,48 47,5 668 42,31

25 0,48 56,9 668 50,68

50 0,49 64,5 668 58,65

Sumber : Perhitungan

69

4.6. Kondisi Daerah Penelitian

4.6.1. Profil Kecamatan

Kecamatan Tanjung Karang Pusat berada di pusat kota bagian atas.

Kecamatan ini mempunyai 11 kelurahan dengan luas daerah 668 Ha atau

6,68 km2 dan merupakan kawasan landai/datar dengan jumlah penduduk 67021

jiwa (Kantor Kecamatan TKP, 2012). Kecamatan Tanjung Karang pusat

merupakan pusat perdagangan, jasa, dan pemukiman di Bandar Lampung. Hal ini

mengakibatkan area tertutup di kecamatan tanjung karang pusat sebesar 78,35 %,

sehingga mempengaruhi daya resap air yaitu 8,4 % dari keseluruhan air hujan

(Ahmad T. dan M. Amin, 2007).

Debit banjir saat musim hujan cenderung meningkat sehingga sungai-sungai

yang berada di Kecamatan Tanjung Karang Pusat meluap. Daya tampung sungai

semakin terbatas karena penyempitan DAS. Pembangunan yang tidak

memperhatikan garis sempadan sungai menjadi salah satu penyebab air sungai

meluap. Pembangunan juga mempengaruhi debit limpasan karena air hujan tidak

bisa meresap ke dalam tanah sehingga menambah debit limpasan dan

menimbulkan genangan (banjir) karena kapasitas drainase kecil.

70

Tabel 4.16. Jumlah Penduduk Kecamatan Tanjungkarang Pusat tahun 2010

No Kelurahan Jumlah Kepala

Keluarga Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Durian Payung 2822 5205 5105 10310

2 Palapa 1046 1770 1876 3646

3 Gotong Royong 1377 2495 2628 5123

4 Enggal 1137 3319 3369 6688

5 Pelita 950 1887 1997 3884

6 Tanjungkarang 921 1767 1848 3678

7 Kaliawi 3158 7033 6645 13678

8 Kelapa Tiga 2863 6470 6617 13087

9 Pasir Gintung 1710 3496 3557 7503

10 Gunung Sari 626 1293 1348 2641

11 Penengahan 1459 3037 3025 6062

Jumlah 18069 37772 29249 67021

Sumber : Kecamatan Tanjung Karang Pusat, 2012.

71

Gambar 4.4. Peta Administrasi Kecamatan Tanjung Karang Pusat

Sumber : Kecamatan Tanjung Karang Pusat, 2012

4.6.2. Kondisi Topografi

Kondisi kelerengan di Kecamatan Tanjung karang Pusat di dominasi

kawasan yang datar/landai dan sebagian kecil perbukitan. Berikut tabel kondisi

kelerengan di Kecamatan Tanjung Karang Pusat.

72

Tabel 4.17. Kondisi Kelerengan di Kecamatan Tanjung Karang Pusat.

No Kemiringan Luas

1 0 – 2 12,62

2 2 – 20 4,40

3 20 – 40 650,98

Sumber : RTRW Bandar Lampung, 2011

Gambar 4.5. Peta Topografi Kecamatan Tanjung karang Pusat

Sumber : Google Maps, 2012

73

4.6.3. Jenis Tanah

Kondisi tanah di Kota Bandar Lampung terdiri dari endapan bekas pantai

dan endapan bekas rawa dan sungai terdiri yang meliputi tanah lempung lembek,

tanah lempung bercampur pasir, semakin ke barat daya semakin tebal, seperti di

sekitar Pelabuhan Panjang dan Tarahan. Semakin ke barat laut kedalaman lapisan

pasir semakin mendominasi.

4.6.4. Air Tanah

Dilihat dari akuifer yang dimilikinya serta berdasarkan pourus dan

permaebilitas air tanah di Kecamatan Tanjung karang Pusat berupa akuifer

dengan produktifitas sedang dan penyebaran luas. Kecamatan Tanjung Karang

Pusat termasuk area penyangga dalam peresapan air. Di Kota Bandar Lampung

dan sekitarnya kedalaman muka air tanah sangat dangkal sekitar 1,5 meter dan ke

arah utara semakin dalam dari 5 meter sampai > 10 meter (RTRW Bandar

Lampung, 2011).

4.7. Kondisi Eksisting Drainase

Apabila dilihat dari keadaan topografi kota Bandar Lampung yang berbukit,

idealnya kondisi ini sangat menguntungkan bagi Kota Bandar Lampung karena

aliran air dapat mengalir secara alami mengikuti grafitasi dari saluran-saluran ke

saluran primer. Pada kondisi ideal alami ini, kota Bandar Lampung akan terhindar

dari banjir atau genangan. Namun, seiring dengan perkembangan kota yang

otomatis mempengaruhi perubahan pengunaan lahan secara langsung, serta

74

bertambahnya jumlah penduduk, masalah banjir dan genangan merupakan

konsekuensi logis yang harus dihadapi kota Bandar lampung.

Kecamatan Tanjung Karang Pusat menjadi salah satu kawasan padat

penduduk. Hal ini mempengaruhi pengunaan lahan dan berpengaruh terhadap

daya resap air ke dalam tanah semakin menurun serta menimbulkan banjir atau

genangan. Banjir atau genangan yang terjadi di Kecamatan Tanjung Karang Pusat

dikarenakan kapasitas saluran drainase yang terlalu kecil, kurangnya drain inlet

untuk masuknya limpasan air ke saluran drainase dan pendangkalan saluran.

Masalah banjir atau genangan yang terjadi di Kecamatan Tanjung karang

Pusat berada pada lokasi berikut.

1. Jalan Cut Nyak Dien : luas genangan 0,2 ha, tinggi genangan 0,5 meter

dan lama genangan 1 jam.

2. Jalan Kartini (depan Hypermart) : luas genangan 0,31 ha, tinggi

genangan 0,4 meter dan lama genangan 2 jam.

3. Jalan Kartini (depan Panin Bank) : luas genangan 0,28 ha, tinggi

genangan 0,5 meter dan lama genangan 2 jam.

4. Jalan Tulang Bawang : luas genangan 1,1 ha, tinggi genangan 0,6 meter

dan lama genangan 5 jam.

5. Jalan Imam Bonjol (Pasar Semep) : luas genangan 0,24 ha, tinggi

genangan 0,3 meter dan lama genangan 1,5 jam.

6. Jalan Teuku Umar : luas genangan 1 ha, tinggi genangan 1 meter dan

lama genangan 3 jam.

75

4.8. Evaluasi Kondisi Drainase

Saluran drainase di kecamatan Tanjung Karang Pusat umumnya berupa

saluran terbuka dikarenakan mudah dalam pengoperasian dan pemeliharaan.

Namun pada saluran tertentu menjadi saluran tertutup dikarenakan alasan

komersil, keindahan dan pelebaran jalan. Saluran primer di Kecamatan Tanjung

Karang Pusat di sepanjang jalan arteri dan sungai. Saluran sekunder di sepanjang

jalan kolektor dan saluran tersier selain jalan arteri dan kolektor (Pasal 36 dalam

Perda No. 10 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Bandar Lampung).

Pengaliran pada saluran drainase pada dasarnya secara alamiah mengikuti

kondisi topografi yang ada, yaitu mengikuti kontur alami dari tanah. Pengaliran

secara gravitasi tersebut dinilai sangat menguntungkan karena tidak adanya upaya

penambahan lahan urugan atau pemotongan pada jalur tanah (cut and fill).

Adapun beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam prinsip pengaliran saluran

drainase adalah sebagai berikut:

1. Arah pengaliran sebisa mungkin mengikuti garis ketinggian permukaan

tanah sehingga pengaliran yang terjadi adalah secara alami menuju pada

badan air penerima terdekat.

2. Dasar permukaan saluran yang mempunyai kemiringan (slope) sangat

kecil diperlukan penanganan dengan mempertimbangkan kecepatan

minimum yang diijinkan. Diusahakan kemiringan dasar saluran tetap

mengikuti kemiringan permukaan tanah sejauh kemiringan tanah tidak

memberikan aliran balik menuju awal dimulai saluran.

3. Agar tidak terjadi penggerusan terhadap dinding saluran drainase maka

perlu memperhatikan kecepatan saluran agar tidak terlalu tinggi dan tidak

76

terlalu rendah sehingga tidak terjadi pendangkalan pada dasar saluran

sehingga penampang efektif saluran untuk mengalirkan air hujan

semakin kecil dan kemungkinan besar akan meluap.

Tabel 4.18. Saluran Drainase Di Kecamatan Tanjung Karang Pusat

No.

Saluran Panjang (m)

Slope

Dasar Luas Komunal (m

2) Permasalahan

1 – 4 300 0,005 60000

2 – 3 600 0,005 120000

3 – 4 150 0,005 22500

3 – 5 150 0,005 22500

4 – 6 160 0,005 32000 Banjir/genangan

5 – 6 150 0,005 22500

6 – 7 20 0,005 4000 Banjir/genangan

8 – 7 130 0,005 26000

9 – 8 400 0,005 80000

8 – 10 230 0,005 46000

12 – 11 50 0,005 10000

11 – 10 100 0,005 20000

13 – 10 500 0,005 100000

10 – 14 300 0,005 60000

14 – 15 100 0,005 20000

15 – 16 70 0,005 14000

14 – 17 160 0,005 32000

15 – 18 190 0,005 38000

16 – 19 220 0,005 44000

17 – 18 110 0,005 22000

18 – 19 110 0,005 22000

11 – 21 420 0,005 84000

21 – 20 220 0,005 44000 Banjir/genangan

17 – 20 30 0,005 6000

20 – 23 20 0,005 4000

23 – 24 220 0.005 44000

19 – 24 20 0,005 4000

24 – 25 280 0,005 56000

26 – 25 480 0,005 96000

25 – 27 160 0,005 32000

23 – 28 30 0,005 6000

24 – 30 30 0,005 6000

28 – 29 120 0,005 24000

29 – 30 110 0,005 22000

28 – 31 150 0,005 30000

Sumber : Analisis

77

Tabel 4.18. Lanjutan

No.

Saluran Panjang (m)

Slope

Dasar Luas Komunal (m

2) Permasalahan

36 – 33 600 0,005 120000

33 – 52 650 0,005 130000

52 – 51 230 0,005 46000

52 – 53 130 0,005 26000

33 – 34 50 0,005 10000

34 – 35 280 0,005 56000

33 – 32 440 0,005 88000

32 – 31 500 0,005 100000

31 – 37 100 0,005 20000

37 – 38 140 0,005 28000

29 – 38 210 0,005 42000

38 – 39 160 0,005 32000

37 – 40 100 0,005 20000

42 – 41 490 0,005 98000

32 – 41 320 0,005 64000

41 – 40 500 0,005 100000

40 – 47 260 0,005 52000 Banjir/genangan

38 – 46 400 0,005 80000

30 – 39 180 0,005 36000

39 – 43 90 0,005 18000

44 – 43 40 0,005 8000

44 – 45 440 0,005 88000

48 – 44 280 0,005 56000

48 – 49 560 0,005 112000 Banjir/genangan

50 – 47 250 0,005 50000

51 – 50 520 0,005 104000 Banjir/genangan

54 – 50 60 0,005 12000

54 – 55 240 0,005 48000

55 – 46 240 0,005 48000

55 – 56 440 0,005 88000

56 – 48 160 0,005 32000

57 – 54 160 0,005 32000 Banjir/genangan

60 – 55 150 0,005 30000

61 – 56 170 0,005 34000

57 – 58 170 0,005 34000

58 – 59 140 0,005 28000

59 – 60 30 0,005 6000

60 – 61 440 0,005 88000

61 – 62 570 0,005 114000

64 – 63 460 0,005 92000

Sumber : Analisis

78

Tabel 4.18. Lanjutan

No.

Saluran Panjang (m)

Slope

Dasar Luas Komunal (m

2) Permasalahan

65 – 64 320 0,005 64000

65 – 53 80 0,005 16000

66 – 65 70 0,005 14000

78 – 66 290 0,005 58000

66 – 67 240 0,005 48000

67 – 64 60 0,005 12000

69 – 68 550 0,005 110000

71 – 70 570 0,005 114000

71 – 59 200 0,005 40000

72 – 58 190 0,005 38000

72 – 71 130 0,005 23000

74 – 73 570 0,005 114000

74 – 71 90 0,005 18000

75 – 74 330 0,005 66000

73 – 70 60 0,005 12000

70 – 68 40 0,005 8000

68 – 61 200 0,005 40000

76 – 73 100 0,005 20000

63 – 57 240 0,005 48000

75 – 63 60 0,005 12000

77 – 75 260 0,005 52000

Sumber : Analisis

Contoh perhitungan debit saluran 4 - 6 dan akumukasi debit tiap-tiap saluran

dapat dicari menggunakan metode berikut.

- Waktu konsentrasi air hujan mengalir dari hulu ke hilir dapat dihitung

dengan metode Kirpich 1940 (Sistem Drainase Perkotaan yang

Berkelanjutan, 2004) adalah :

tc = 0,87 x L

1000 x S

2

0,385

= 0,87 x 160

1000 x 0,005

2

0,385

= 0,430 jam

- Intensitas hujan rencana saluran eksisting untuk luas komunal kurang dari

10 ha menggunakan periode ulang hujan 2 tahunan sebesar 92 mm/hari

adalah :

79

I =𝑅24

24

24

𝑡

2 3

= 118

24

24

0,430

2 3

= 56,027 mm/jam

- Debit puncak banjir dapat dihitung mengunakan rumus rasional sebagai

berikut.

Q = 0,002778 . C . I . A

Q = 0,002778 x 0,50 x 56,027 mm/jam x 3,2 Ha

Q = 0,249 m3/detik = 21516,02 m

3/hari

- Debit domestik saluran 4 – 6 dapat dicari dengan cara menghitung

kebutuhan air bersih dan jumlah pemukiman di saluran tersebut. Tiap

bangunan membutuhkan luas lahan 0,02 ha sehingga jumlah rumah di

saluran 4 – 6 adalah 160 rumah.

Q air bersih = 150 liter/orang/hari x 5 orang x 160 rumah

Q air bersih = 120000 liter/hari

Q domestik = 0,7 x 120000 liter/hari

Q domestik = 84000 liter/hari = 84 m3/hari

Q Total = Q hujan + Q Domestik

Q Total = 21516,02 m3/hari + 84 m

3/hari = 21600,02 m

3/hari

Q Saluran = (Q Saluran 1 – 4) + (Q Saluran 3 – 4) + (Q Saluran 4 – 6)

Q Saluran = 29373,58 m3/hari + 15697,12 m

3/hari + 21600,02 m

3/hari

Q Saluran = 93081,69 m3/hari = 1,08 m

3/detik

- Tinggi saluran dan lebar saluran drainase rencana dapat di hitung

mengunakan rumus berikut.

Q = A . V

Saluran berbetuk persegi panjang sehingga :

80

A = 2h2 (untuk saluran persegi panjang)

b = 2h (untuk saluran persegi panjang)

n = 0,035 (koefisien kekasaran maning untuk saluran buatan lurus

beraturan)

R = h/2 (untuk saluran persegi panjang)

S = 0,005 (Drainase Perkotaan, 1997)

Q = A.V

Q = A . 1/n . R 2/3

. S 1/2

1,08 = 2h2 x 1/0,035 . (h/2)

2/3 . 0,005

1/2

Tinggi dinding saluran h = 0,56 m

Saluran terdiri dua jalur sepanjang jalan raya sehingga

h ki = 0,28 m dan h ka = 0,28 m

Lebar dasar saluran b = 2h = 0,56 m

Tinggi jagaan 1/3 h = 0,09 jadi tinggi total 0,37 m

Penampang saluran 4 – 6 adalah 0,21 m2

81

Tabel 4.19. Debit Total per Saluran

No.

Saluran C I A

Q Air Hujan

(m3/hari)

Jumlah

Bangunan

Q Air

Bersh

(m3/hari)

Q Air

Buangan

(m3/hari)

Q Total

(m3/hari)

Q Saluran

(m3/hari)

Q Saluran

(m3/detik)

Penampang Keterangan

Rencana Eksisting

1 – 4 0,50 40,57 6,00 43824,12 300,00 225,00 157,50 29373,58 29373,58 0,34 0,09 0,20 Sesuai

2 – 3 0,50 36,46 12,00 78760,40 600,00 450,00 315,00 52821,93 52821,93 0,61 0,14 0,20 Sesuai

3 – 4 0,50 57,91 2,25 23457,08 112,50 84,38 59,06 15697,12 42108,08 0,49 0,11 0,20 Sesuai

3 – 5 0,50 57,91 2,25 23457,08 112,50 84,38 59,06 15697,12 42108,08 0,49 0,11 0,20 Sesuai

4 – 6 0,50 56,03 3,20 32274,04 160,00 120,00 84,00 21600,02 93081,69 1,08 0,21 0,20 Tidak

5 – 6 0,50 57,91 2,25 23457,08 112,50 84,38 59,06 15697,12 57805,20 0,67 0,15 0,20 Sesuai

6 – 7 0,50 162,92 0,40 11731,45 20,00 15,00 10,50 7831,47 158718,36 1,84 0,31 0,20 Tidak

8 – 7 0,50 62,33 2,60 29172,09 130,00 97,50 68,25 19516,31 36424,63 0,42 0,10 0,20 Sesuai

9 – 8 0,50 35,00 8,00 50409,97 400,00 300,00 210,00 33816,64 33816,64 0,39 0,10 0,20 Sesuai

8 – 10 0,50 46,50 4,60 38508,39 230,00 172,50 120,75 25793,01 42701,33 0,49 0,12 0,20 Sesuai

12 – 11 0,50 101,79 1,00 18323,77 50,00 37,50 26,25 12242,10 12242,10 0,14 0,05 0,20 Sesuai

11 – 10 0,50 71,31 2,00 25675,29 100,00 75,00 52,50 17169,36 23290,41 0,27 0,07 0,20 Sesuai

13 – 10 0,50 40,04 10,00 72073,10 500,00 375,00 262,50 48311,23 48311,23 0,56 0,13 0,20 Sesuai

10 – 14 0,50 40,57 6,00 43824,12 300,00 225,00 157,50 29373,58 95365,33 1,10 0,21 0,40 Sesuai

14 – 15 0,50 71,31 2,00 25675,29 100,00 75,00 52,50 17169,36 64852,03 0,75 0,16 0,40 Sesuai

15 – 16 0,50 85,64 1,40 21583,91 70,00 52,50 36,75 14426,03 46852,04 0,54 0,12 0,40 Sesuai

14 – 17 0,75 56,03 3,20 34425,64 160,00 120,00 84,00 32358,04 80040,70 0,93 0,19 0,40 Sesuai

15 – 18 0,50 51,30 3,80 35089,31 190,00 142,50 99,75 23492,62 55918,63 0,65 0,14 0,40 Sesuai

16 – 19 0,75 47,58 4,40 40196,57 220,00 165,00 115,50 37799,78 84651,82 0,98 0,19 0,40 Sesuai

17 – 18 0,50 67,91 2,20 26894,27 110,00 82,50 57,75 17987,26 17987,26 0,21 0,06 0,40 Sesuai

18 – 19 0,50 67,91 2,20 26894,27 110,00 82,50 57,75 17987,26 91893,16 1,06 0,21 0,40 Sesuai

11 – 21 0,50 34,14 8,40 51621,25 420,00 315,00 220,50 34634,66 40755,71 0,47 0,11 0,20 Sesuai

21 – 20 0,75 47,58 4,40 40196,57 220,00 165,00 115,50 37799,78 58177,64 0,67 0,15 0,20 Sesuai

17 – 20 0,75 132,31 0,60 15243,26 30,00 22,50 15,75 14306,31 94347,01 1,09 0,21 0,40 Sesuai

20 – 23 0,75 162,92 0,40 12513,55 20,00 15,00 10,50 11741,95 164266,60 1,90 0,32 0,40 Sesuai

23 – 24 0,75 47,58 4,40 37684,28 220,00 165,00 115,50 37799,78 37799,78 0,44 0,11 0,20 Sesuai

19 – 24 0,75 162,92 0,40 12513,55 20,00 15,00 10,50 11741,95 188286,94 2,18 0,35 0,70 Sesuai

24 – 25 0,50 42,04 5,60 42377,10 280,00 210,00 147,00 28398,40 28398,40 0,33 0,09 0,20 Sesuai

82

No.

Saluran C I A

Q Air Hujan

(m3/hari)

Jumlah

Bangunan

Q Air

Bersh

(m3/hari)

Q Air

Buangan

(m3/hari)

Q Total

(m3/hari)

Q Saluran

(m3/hari)

Q Saluran

(m3/detik)

Penampang Keterangan

Rencana Eksisting

26 – 25 0,50 31,88 9,60 55087,25 480,00 360,00 252,00 36976,83 36976,83 0,43 0,10 0,20 Sesuai

25 – 27 0,50 56,03 3,20 32274,04 160,00 120,00 84,00 21600,02 86975,25 1,01 0,20 0,40 Sesuai

23 – 28 0,75 132,31 0,60 15243,26 30,00 22,50 15,75 14306,31 178572,90 2,07 0,34 0,70 Sesuai

24 – 30 0,75 132,31 0,60 15243,26 30,00 22,50 15,75 14306,31 240393,03 2,78 0,42 0,70 Sesuai

28 – 29 0,50 64,94 2,40 28057,57 120,00 90,00 63,00 18768,05 18768,05 0,22 0,06 0,20 Sesuai

29 – 30 0,50 67,91 2,20 26894,27 110,00 82,50 57,75 17987,26 27371,29 0,32 0,08 0,20 Sesuai

28 – 31 0,50 57,91 3,00 33361,18 150,00 112,50 78,75 20929,49 199502,39 2,31 0,37 0,70 Sesuai

36 – 33 0,50 36,46 12,00 78760,40 600,00 450,00 315,00 52821,93 52821,93 0,61 0,14 0,20 Sesuai

33 – 52 0,50 34,99 13,00 81888,96 650,00 487,50 341,25 54933,89 27466,94 0,32 0,08 0,20 Sesuai

52 – 51 0,50 46,50 4,60 38508,39 230,00 172,50 120,75 25793,01 53259,96 0,62 0,14 0,20 Sesuai

52 – 53 0,50 62,33 2,60 29172,09 130,00 97,50 68,25 19516,31 46983,26 0,54 0,12 0,20 Sesuai

33 – 34 0,50 101,79 1,00 18323,77 50,00 37,50 26,25 12242,10 65064,03 0,75 0,16 0,20 Sesuai

34 – 35 0,50 42,04 5,60 42377,10 280,00 210,00 147,00 28398,40 28398,40 0,33 0,09 1,32 Sesuai

33 – 32 0,50 33,33 8,80 52803,26 440,00 330,00 231,00 35433,17 62900,12 0,73 0,16 0,20 Sesuai

32 – 31 0,50 40,04 10,00 72073,10 500,00 375,00 262,50 48311,23 126369,49 1,46 0,26 0,40 Sesuai

31 – 37 0,75 71,31 2,00 27386,98 100,00 75,00 52,50 25727,79 351599,68 4,07 0,56 0,70 Sesuai

37 – 38 0,50 60,00 2,80 30243,41 140,00 105,00 73,50 20235,77 20235,77 0,23 0,07 0,20 Sesuai

29 – 38 0,50 48,73 4,20 36840,71 210,00 157,50 110,25 24670,72 34054,75 0,39 0,10 0,20 Sesuai

38 – 39 0,50 56,03 3,20 32274,04 160,00 120,00 84,00 21600,02 55654,77 0,64 0,14 0,20 Sesuai

37 – 40 0,50 71,31 2,00 27386,98 100,00 75,00 52,50 17169,36 368769,05 4,27 0,58 0,70 Sesuai

42 – 41 0,50 31,54 9,80 55642,81 490,00 367,50 257,25 37352,46 37352,46 0,43 0,10 0,20 Sesuai

32 – 41 0,50 39,25 6,40 45222,42 320,00 240,00 168,00 30316,28 15158,14 0,18 0,05 0,20 Sesuai

41 – 40 0,50 40,04 10,00 72073,10 500,00 375,00 262,50 48311,23 100821,83 1,17 0,22 0,40 Sesuai

40 – 47 0,75 43,67 5,20 43601,03 260,00 195,00 136,50 41012,47 510603,35 5,91 0,75 0,70 Tidak

38 – 46 0,50 35,00 8,00 50409,97 400,00 300,00 210,00 33816,64 54052,42 0,63 0,14 0,20 Sesuai

30 – 39 0,75 52,74 3,60 36456,60 180,00 135,00 94,50 34272,56 302036,87 3,50 0,50 1,32 Sesuai

39 – 43 0,75 75,28 1,80 26018,10 90,00 67,50 47,25 24439,22 326476,09 3,78 0,53 1,32 Sesuai

44 – 43 0,75 114,14 0,80 17534,00 40,00 30,00 21,00 16459,13 196162,16 2,27 0,36 1,32 Sesuai

44 – 45 0,50 33,33 8,80 52803,26 440,00 330,00 231,00 35433,17 35433,17 0,41 0,10 0,20 Sesuai

48 – 44 0,75 42,04 5,60 45202,24 280,00 210,00 147,00 42524,10 179703,03 2,08 0,34 1,32 Sesuai

83

No.

Saluran C I A

Q Air Hujan

(m3/hari)

Jumlah

Bangunan

Q Air

Bersh

(m3/hari)

Q Air

Buangan

(m3/hari)

Q Total

(m3/hari)

Q Saluran

(m3/hari)

Q Saluran

(m3/detik)

Penampang Keterangan

Rencana Eksisting

48 – 49 0,50 37,77 16,80 114239,72 840,00 630,00 441,00 76600,81 213779,75 2,47 0,39 1,32 Sesuai

50 – 47 0,75 44,56 5,00 42776,70 250,00 187,50 131,25 40234,41 276406,01 3,20 0,47 0,70 Sesuai

51 – 50 0,75 39,24 10,40 78359,46 520,00 390,00 273,00 73735,00 73735,00 0,85 0,17 0,20 Sesuai

54 – 50 0,50 92,70 1,20 20023,94 60,00 45,00 31,50 13380,80 162436,61 1,88 0,32 0,40 Sesuai

54 – 55 0,50 45,50 4,80 39314,30 240,00 180,00 126,00 26335,54 26335,54 0,30 0,08 0,20 Sesuai

55 – 46 0,50 45,50 4,80 39314,30 240,00 180,00 126,00 26335,54 52671,07 0,61 0,14 0,20 Sesuai

55 – 56 0,50 33,33 8,80 52803,26 440,00 330,00 231,00 35433,17 114799,82 1,33 0,24 0,40 Sesuai

56 – 48 0,75 56,03 3,20 34425,64 160,00 120,00 84,00 32358,04 274357,87 3,18 0,47 1,32 Sesuai

57 – 54 0,75 56,03 3,20 34425,64 160,00 120,00 84,00 32358,04 149055,81 1,73 0,30 0,20 Tidak

60 – 55 0,50 57,91 3,00 31276,11 150,00 112,50 78,75 20929,49 79366,65 0,92 0,18 0,40 Sesuai

61 – 56 0,75 54,31 3,40 35456,46 170,00 127,50 89,25 33329,68 127200,01 1,47 0,26 1,32 Sesuai

57 – 58 0,50 54,31 3,40 33240,43 170,00 127,50 89,25 22249,54 22249,54 0,26 0,07 0,40 Sesuai

58 – 59 0,50 60,00 2,80 30243,41 140,00 105,00 73,50 20235,77 65977,93 0,76 0,16 0,40 Sesuai

59 – 60 0,50 132,31 0,60 14290,56 30,00 22,50 15,75 9542,79 116874,31 1,35 0,25 0,40 Sesuai

60 – 61 0,50 33,33 8,80 52803,26 440,00 330,00 231,00 35433,17 93870,33 1,09 0,21 0,40 Sesuai

61 – 62 0,50 37,43 11,40 76818,67 570,00 427,50 299,25 51511,69 220323,03 2,55 0,40 0,70 Sesuai

64 – 63 0,50 32,58 9,20 53958,00 460,00 345,00 241,50 36213,50 49594,30 0,57 0,13 0,20 Sesuai

65 – 64 0,50 39,25 6,40 45222,42 320,00 240,00 168,00 30316,28 30316,28 0,35 0,09 0,20 Sesuai

65 – 53 0,50 79,97 1,60 23033,12 80,00 60,00 42,00 15397,41 115365,51 1,34 0,24 0,40 Sesuai

66 – 65 0,50 85,64 1,40 21583,91 70,00 52,50 36,75 14426,03 69651,82 0,81 0,17 0,40 Sesuai

78 – 66 0,50 41,29 5,80 43107,01 290,00 217,50 152,25 28890,26 28890,26 0,33 0,09 0,40 Sesuai

66 – 67 0,50 45,50 4,80 39314,30 240,00 180,00 126,00 26335,54 26335,54 0,30 0,08 0,40 Sesuai

67 – 64 0,50 92,70 1,20 20023,94 60,00 45,00 31,50 13380,80 13380,80 0,15 0,05 0,40 Sesuai

68 – 69 0,50 38,13 11,00 75494,89 550,00 412,50 288,75 50618,68 50618,68 0,59 0,13 0,40 Sesuai

71 – 70 0,50 37,43 11,40 76818,67 570,00 427,50 299,25 51511,69 87804,05 1,02 0,20 0,40 Sesuai

71 – 59 0,50 49,96 4,00 35976,25 200,00 150,00 105,00 24089,17 41353,60 0,48 0,11 0,20 Sesuai

72 – 58 0,50 51,30 3,80 35089,31 190,00 142,50 99,75 23492,62 23492,62 0,27 0,07 0,20 Sesuai

72 – 71 0,50 62,33 2,30 25806,08 115,00 86,25 60,38 17264,43 17264,43 0,20 0,06 0,20 Sesuai

74 – 73 0,50 37,43 11,40 76818,67 570,00 427,50 299,25 51511,69 15388,21 0,18 0,05 0,20 Sesuai

74 – 71 0,50 75,28 1,80 31285,35 90,00 67,50 47,25 20904,15 36292,36 0,42 0,10 0,20 Sesuai

84

No.

Saluran C I A

Q Air Hujan

(m3/hari)

Jumlah

Bangunan

Q Air

Bersh

(m3/hari)

Q Air

Buangan

(m3/hari)

Q Total

(m3/hari)

Q Saluran

(m3/hari)

Q Saluran

(m3/detik)

Penampang Keterangan

Rencana Eksisting

75 – 74 0,50 38,64 6,60 45904,74 330,00 247,50 173,25 30776,41 30776,41 0,36 0,09 0,20 Sesuai

73 – 70 0,50 92,70 1,20 20023,94 60,00 45,00 31,50 13380,80 45938,36 0,53 0,12 0,20 Sesuai

70 – 68 0,50 114,14 0,80 16438,13 40,00 30,00 21,00 10979,75 144722,17 1,68 0,29 0,40 Sesuai

68 – 61 0,50 49,96 4,00 35976,25 200,00 150,00 105,00 24089,17 168811,34 1,95 0,33 0,40 Sesuai

76 – 73 0,50 71,31 2,00 25675,29 100,00 75,00 52,50 17169,36 17169,36 0,20 0,06 0,20 Sesuai

63 – 57 0,50 45,50 4,80 39314,30 240,00 180,00 126,00 26335,54 116697,78 1,35 0,25 0,20 Tidak

75 – 63 0,50 92,70 1,20 20023,94 60,00 45,00 31,50 13380,80 40767,94 0,47 0,11 0,20 Sesuai

77 – 75 0,50 43,67 5,20 40875,97 260,00 195,00 136,50 27387,15 27387,15 0,32 0,08 0,20 Sesuai

Sumber : Perhitungan

85

Gambar 4.6. Peta Jaringan Drainase Kecamatan Tanjung karang Pusat

Sumber : Analisis

86

4.9. Pengembangan Drainase

4.9.1. Jalan Cut Nyak Dien

Jalan Cut Nyak Dien merupakan kawasan permukiman. Genangan/banjir

yang terjadi di Jalan Cut Nyak Dien dikarenakan kapasitas saluran drainase terlalu

kecil dari debit banjir yang terjadi. Luas genangan 2000 m2, tinggi genangan 0,5

meter dan lama genangan 1 jam. Genangan terjadi sebab akumulasi debit dari

saluran lainnya. Untuk mengatasi genangan yang terjadi diperlukan penanganan

saluran drainase agar genangan cepat mengalir di saluran drainase.

Perhitungan :

Luas wilayah genangan di jalan Cut Nyak Dien yaitu 2000 m2

Volume genangan/banjir yang terjadi sebesar

v = 2000 m2 x 0,5 m = 1000 m

3

Debit banjir di jalan Cut Nyak Dien

Q = 1000/3600 = 0,277 m3/s

Luas penampang banjir pada saluran dapat dicari dengan cara berikut.

A = 2h2 (untuk saluran persegi panjang)

n = 0,035 (koefisien kekasaran maning untuk saluran buatan lurus beraturan)

R = h/2 (untuk saluran persegi panjang)

S = 0,005 (Drainase Perkotaan, 1997)

Q = A.V

Q = A . 1/n . R 2/3

. S 1/2

0,277 = 2h2 x 1/0,035 . (h/2)

2/3 . 0,005

1/2

h = 0,34 = 0,3 m

b = 2h = 0,67 = 0,7 m

87

A = bh = 0,3 . 0,7 = 0,21 m2

Saluran eksisting jalan Cut Nyak Dien tinggi 0,4 m dan lebar 0,5 m. Luas

penampang saluran jalan Cut Nyak Dien 0,20 m2.

Kecepatan aliran maksimum

yang diizinkan untuk pasangan batu adalah 1,5 m/s. Kapasitas saluran drainase

eksisting di jalan Cut Nyak Dien adalah 0,3 m3/s. Berdasarkan (Tabel 4.19)

Saluran Cut Nyak Dien (51 - 50) penampang rencana sesuai dengan penampang

eksisting. Genangan terjadi karena sedimen. Solusi yang dilakukan normalisasi

saluran drainase.

Gambar 4.7. Drainase Eksisting Cut Nyak Dien

4.9.2. Jalan Kartini

Jalan kartini merupakan kawasan perdagangan/jasa. Genangan/banjir di

Jalan Kartini terjadi di dua titik yaitu di depan hypermart dan depan panin bank.

Depan hypermart luas genangan 3100 m2, tinggi genangan 0,4 meter dan lama

genangan 2 jam dikarenakan limpasan air dari saluran drainase dan kurangnya

88

drain inlet ke saluran drainase. Depan panin bank luas genangan 2800 m2, tinggi

genangan 0,5 meter dan lama genangan 2 jam dikarenakan kapasitas saluran lebih

kecil dari debit banjir dan limpasan air dari saluran drainase. Untuk mengatasi

genangan yang terjadi diperlukan penanganan saluran drainase agar genangan

cepat mengalir di saluran drainase. Untuk mengatasi genangan yang terjadi

diperlukan penanganan saluran drainase agar genangan cepat mengalir di saluran

drainase.

Perhitungan :

Luas wilayah genangan/banjir di jalan Kartini (depan Hypermart) yaitu 3100 m2

Volume genangan/banjir yang terjadi sebesar

v = 3100 m2 x 0,4 m = 1240 m

3

Debit banjir di jalan Kartini (depan Hypermart)

Q = 1240/7200 = 0,172 m3/s

Luas penampang banjir pada saluran dapat dicari dengan cara berikut.

A = 2h2 (untuk saluran persegi panjang)

n = 0,035 (koefisien kekasaran maning untuk saluran buatan lurus beraturan)

R = h/2 (untuk saluran persegi panjang)

S = 0,005 (Drainase Perkotaan, 1997)

Q = A.V

Q = A . 1/n . R 2/3

. S 1/2

0,172 = 2h2 x 1/0,035 . (h/2)

2/3 . 0,005

1/2

h = 0,28 = 0,3 m

b = 2h = 0,56 = 0,6 m

A = bh = 0,3 . 0,6 = 0,18 m2

89

Saluran eksisting jalan Kartini tinggi 0,4 m dan lebar 0,5 m. Luas penampang

jalan Kartini 0,20 m2. Kecepatan aliran yang diizinkan untuk pasangan batu

adalah 1,5 m/s. Debit Saluran jalan Kartini (depan Hypermart) adalah 0,3 m3/s.

Berdasarkan (Tabel 4.19) Saluran Cut Nyak Dien (57 - 54) penampang rencana

tidak sesuai dengan penampang eksisting. Genangan terjadi karena akumulasi

debit, pendangkalan saluran drainase dan kurangnya drain inlet untuk masuk air

limpasan. Solusi yang dilakukan adalah perencanaan ulang saluran drainase.

Gambar 4.8. Drainase Eksisting Jalan Kartini Depan Hypermart

Perhitungan drainase berdasarkan hujan rencana untuk pengembangan

saluran drainase di jalan Kartini (depan Hypermart)

Perhitungan :

- Tinggi saluran dan lebar saluran drainase rencana dapat di hitung

mengunakan rumus berikut.

Q = A . V

90

Saluran berbetuk persegi panjang sehingga :

A = 2h2 (untuk saluran persegi panjang)

n = 0,035 (koefisien kekasaran maning untuk saluran buatan lurus

beraturan)

R = h/2 (untuk saluran persegi panjang)

Q = A.V

Q = A . 1/n . R 2/3

. S 1/2

1,73 = 2h2 x 1/0,035 . (h/2)

2/3 . 0,005

1/2

Tinggi dinding saluran h = 0,67 m

Saluran terdiri dua jalur sepanjang jalan raya sehingga

h ki = 0,33 m dan h ka = 0,33 m

Lebar dasar saluran b = 2h = 0,67 m dibulatkan menjadi 0,70 m

Tinggi jagaan 1/3 h = 0,11, jadi tinggi total 0,44 m dibulatkan 0,40 m

Gambar 4.9. Drainase Rencana Jalan Kartini Depan Hypermart

91

Luas wilayah genangan/banjir di jalan Kartini (depan Panin Bank) yaitu

2800 m2

Volume genangan/banjir yang terjadi sebesar

v = 2800 m2 x 0,5 m = 1400 m

3

Debit banjir di jalan Kartini (depan Panin Bank)

Q = 1400/7200 = 0,194 m3/s

Luas penampang banjir pada saluran dapat dicari dengan cara berikut.

A = 2h2 (untuk saluran persegi panjang)

n = 0,035 (koefisien kekasaran maning untuk saluran buatan lurus beraturan)

R = h/2 (untuk saluran persegi panjang)

S = 0,005 (Drainase Perkotaan, 1997)

Q = A.V

Q = A . 1/n . R 2/3

. S 1/2

0,194 = 2h2 x 1/0,035 . (h/2)

2/3 . 0,005

1/2

h = 0,29 = 0,3 m

b = 2h = 0,59 = 0,6 m

A = bh = 0,3 . 0,6 = 0,18 m2

Saluran eksisting jalan Kartini (depan Panin Bank) tinggi 0,7 m dan lebar 1,0 m.

Luas penampang jalan Kartini 0,7 m2. Kecepatan aliran yang diizinkan untuk

pasangan batu adalah 1,5 m/s. Debit saluran di jalan Kartini (depan Panin Bank)

1,05 m3/s. Berdasarkan (Tabel 4.19) Saluran jalan Kartini depan Panin Bank (40 -

47) penampang rencana tidak sesuai dengan penampang eksisting. Genangan

terjadi karena akumulasi debit, pendangkalan saluran drainase dan kurangnya

92

drain inlet untuk masuk air limpasan. Solusi yang dilakukan adalah perencanaan

ulang saluran drainase.

Gambar 4.10. Drainase Eksisting Jalan Kartini Depan Panin Bank

Perhitungan drainase berdasarkan hujan rencana untuk pengembangan

saluran drainase di jalan Kartini (depan Panin Bank).

Perhitungan :

- Tinggi saluran dan lebar saluran drainase rencana dapat di hitung

mengunakan rumus berikut.

Q = A . V

Saluran berbetuk persegi panjang sehingga :

A = 2h2 (untuk saluran persegi panjang)

b = 2h (untuk saluran persegi panjang)

93

n = 0,035 (koefisien kekasaran maning untuk saluran buatan lurus

beraturan)

R = h/2 (untuk saluran persegi panjang)

S = 0,005 (Drainase Perkotaan, 1997)

Q = A.V

Q = A . 1/n . R 2/3

. S 1/2

5,91 = 2h2 x 1/0,035 . (h/2)

2/3 . 0,005

1/2

Tinggi dinding saluran h = 1,06 m

Saluran terdiri dua jalur sepanjang jalan raya sehingga

h ki = 0,53 m dan h ka = 0,53 m

Lebar dasar saluran b = 2h = 1,06 m dibulatkan menjadi 1,10 m

Tinggi jagaan 1/3 h = 0,18, jadi tinggi total 0,71 m dibulatkan 0,70 m

Gambar 4.11. Drainase Rencana Jalan Kartini Depan Panin Bank

94

4.9.3. Jalan Tulang Bawang

Jalan Tulang Bawang merupakan kawasan pemukiman, perdagangan/jasa

dan lahan terbuka. Genangan/banjir yang terjadi jalan Tulang Bawang besarnya

luas genangan 11000 m2, tinggi genangan 0,6 meter dan lama genangan 5 jam

dikarenakan kapasitas saluran lebih kecil dari debit banjir yang terjadi dan daerah

cekungan. Untuk mengatasi genangan yang terjadi diperlukan penanganan saluran

drainase agar genangan cepat mengalir di saluran drainase.

Perhitungan :

Luas wilayah genangan/banjir di jalan Tulang Bawang 11000 m2

Volume genangan/banjir di jalan Tulang Bawang sebesar

v = 11000 m x 0,6 m = 6600 m3

Debit banjir di jalan Tulang Bawang

Q = 6600 / 5 x 3600 = 0,366 m3/s

Luas penampang banjir pada saluran dapat dicari dengan cara berikut.

A = 2h2 (untuk saluran persegi panjang)

n = 0,035 (koefisien kekasaran maning untuk saluran buatan lurus beraturan)

R = h/2 (untuk saluran persegi panjang)

S = 0,005 (Drainase Perkotaan, 1997)

Q = A.V

Q = A . 1/n . R 2/3

. S 1/2

0,366 = 2h2 x 1/0,035 . (h/2)

2/3 . 0,005

1/2

h = 0,37 = 0,4 m

b = 2h = 0,75 = 0,8 m

A = bh = 0,4 . 0,8 = 0,28 m2

95

Saluran eksisting jalan Tulang Bawang tinggi 1,1 m dan lebar 1,2 m. Luas

Penampang saluran jalan Tulang Bawang 1,32 m2. Kecepatan aliran yang

diizinkan untuk pasangan batu adalah 1,5 m/s. Kapasitas saluran drainase

eksisting jalan Tulang Bawang 1,98 m3/s. Berdasarkan (Tabel 4.19) Saluran jalan

Tulangbawang (48 - 49) penampang rencana sesuai dengan penampang eksisting.

Genangan terjadi karena pendangkalan saluran drainase. Solusi yang mungkin

dilakukan adalah normalisasi saluran drainase.

Gambar 4.12. Drainase Eksisting Jalan Tulang Bawang

4.9.4. Jalan Imam Bonjol (Pasar Smep)

Pasar smep merupakan kawasan perdagangan/jasa. Genangan/banjir yang

terjadi di pasar Smep besarnya luas genangan 2400 m2, tinggi genangan 0,3 meter

dan lama genangan 1,5 jam dikarenakan banyaknya endapan sedimen dan sampah

96

di saluran drainase. Untuk mengatasi genangan yang terjadi diperlukan

penanganan saluran drainase agar genangan cepat mengalir di saluran drainase.

Perhitungan :

Luas wilayah genangan/banjir di pasar smep 2400 m2

Volume genangan/banjir di pasar smep

v = 2400 m2 x 0,3 m = 720 m

3

Debit banjir di pasar smep

Q = 720 / 5400 = 0,133 m3/s

Luas penampang banjir pada saluran dapat dicari dengan cara berikut.

A = 2h2 (untuk saluran persegi panjang)

n = 0,035 (koefisien kekasaran maning untuk saluran buatan lurus beraturan)

R = h/2 (untuk saluran persegi panjang)

S = 0,005 (Drainase Perkotaan, 1997)

Q = A.V

Q = A . 1/n . R 2/3

. S 1/2

0,133 = 2h2 x 1/0,035 . (h/2)

2/3 . 0,005

1/2

h = 0,25 = 0,3 m

b = 2h = 0,51 = 0,5 m

A = bh = 0,3 . 0,5 = 0,15 m2

Saluran eksisting pasar smep tinggi 0,4 m dan lebar 0,5 m. Luas Penampang

0,2 m2. Kecepatan aliran yang diizinkan untuk pasangan batu adalah 1,5 m/s.

Kapasitas saluran drainase eksisting di jalan Imam Bonjol (pasar smep) 0,3 m3/s.

Berdasarkan (Tabel 4.19) Saluran jalan Imam Bonjol pasar smep (21 - 20)

97

penampang rencana sesuai dengan penampang eksisting. Genangan terjadi sebab

pendangkalan karena sedimen dan sampah di saluran.

Gambar 4.13. Drainase Eksisting Jalan Imam Bonjol (Pasar Smep)

4.9.5. Jalan Teuku Umar

Jalan Teuku Umar merupakan kawasan permukiman. Genangan yang terjadi

jalan Teuku Umar besarnya luas genangan 10000 m2, tinggi genangan 1 meter dan

lama genangan 3 jam dikarenakan penyempitan dan pendangkalan DAS dan

melimpasnya air dari Way Awi. Untuk mengatasi genangan yang terjadi

diperlukan penanganan saluran drainase agar genangan cepat mengalir di saluran

drainase.

Perhitungan :

Luas wilayah genangan/banjir di jalan Teuku Umar 10000 m2

98

Volume genangan/banjir di jalan Teuku Umar

v = 10000 m2 x 1 m = 10000 m

3

Debit banjir di jalan Teuku Umar

Q = 10000 / 10800 = 0,925 m3/s

Luas penampang banjir pada saluran dapat dicari dengan cara berikut.

A = 2h2 (untuk saluran persegi panjang)

n = 0,035 (koefisien kekasaran maning untuk saluran buatan lurus beraturan)

R = h/2 (untuk saluran persegi panjang)

S = 0,005 (Drainase Perkotaan, 1997)

Q = A.V

Q = A . 1/n . R 2/3

. S 1/2

0,925 = 2h2 x 1/0,035 . (h/2)

2/3 . 0,005

1/2

h = 0,53 = 0,5 m

b = 2h = 1,06 = 1,1 m

A = bh = 0,5 . 1,1 = 0,55 m2

Saluran eksisting jalan Teuku Umar tinggi 0,4 m dan lebar 0,5 m. Luas

penampang saluran jalan Teuku Umar 0,2 m2. Kecepatan aliran yang diizinkan

untuk pasangan batu adalah 1,5 m/s. Debit saluran drainase eksisting di jalan

Teuku Umar 0,36 m3/s. Berdasarkan (Tabel 4.19) Saluran jalan Teuku Umar

(6 - 7) penampang rencana tidak sesuai dengan penampang eksisting Genangan

terjadi karena penyempitan saluran dan pendangkalan saluran drainase serta air

limpasan dari Way Awi. Solusi yang mungkin dilakukan adalah perencanaan

ulang saluran drainase agar mampu mengalirkan debit banjir.

99

Gambar 4.14. Drainase Eksisting Jalan Teuku Umar

Perhitungan drainase berdasarkan hujan rencana untuk pengembangan

saluran drainase di jalan Teuku Umar.

Perhitungan :

- Tinggi saluran dan lebar saluran drainase rencana dapat di hitung

mengunakan rumus berikut.

Q = A . V

Saluran berbetuk persegi panjang sehingga :

A = 2h2 (untuk saluran persegi panjang)

n = 0,035 (koefisien kekasaran maning untuk saluran buatan lurus

beraturan)

R = h/2 (untuk saluran persegi panjang)

S = 0,005 (Drainase Perkotaan, 1997)

100

Q = A.V

Q = A . 1/n . R 2/3

. S 1/2

1,84 = 2h2 x 1/0,035 . (h/2)

2/3 . 0,005

1/2

Tinggi dinding saluran h = 0,68 m

Saluran terdiri dua jalur sepanjang jalan raya sehingga

h ki = 0,34 m dan h ka = 0,34 m

Lebar dasar saluran b = 2h = 0,68 m dibulatkan menjadi 0,70 m

Tinggi jagaan 1/3 h = 0,11 jadi tinggi total 0,45 m dibulatkan 0,50 m

Gambar 4.15. Drainase Rencana Jalan Teuku Umar

101

Tabel 4.20. Perencanaan Pengembangan Saluran Drainase

Saluran Nomor

Saluran Rencana Pengembangan

Cut Nyak Dien

51 – 50 Genangan yang terjadi dikarenakan

saluran mengalami pendangkalan

akibat sedimen. Normalisasi saluran

diperlukan untuk saluran ini.

Kartini (depan

Hypermart)

57 – 54 Kapasitas saluran lebih besar dari

debit banjir. Genangan yang terjadi

dikarenakan Kurangnya drain inlet

untuk masuknya air limpasan.

Perencanaan ulang saluran diperlukan

untuk mengatasi debit yang terjadi.

Kartini (depan Panin

Bank)

40 – 47 Kapasitas saluran lebih besar dari

debit banjir. Genangan yang terjadi

dikarenakan Kurangnya drain inlet

untuk masuknya air limpasan.

Perencanaan ulang saluran diperlukan

untuk mengatasi debit yang terjadi.

Tulangbawang 48 – 49 Genangan yang terjadi dikarenakan

saluran mengalami pendangkalan

akibat sedimen. Normalisasi saluran

diperlukan untuk saluran ini.

Imam Bonjol (Pasar

Smep)

21 – 20 Genangan yang terjadi dikarenakan

saluran mengalami pendangkalan

akibat sampah pasar dan sedimen.

Normalisasi saluran dan sosialisasi

untuk tidak membuang sampah di

saluran drainsae.

Teuku Umar 6 – 7 Kapasitas saluran lebih kecil dari debit

banjir. Genangan yang terjadi

dikarenakan saluran mengalami

pendangkalan dan penyempitan

saluran serta air limpasan dari Way

Awi. Perencanaan ulang saluran

diperlukan untuk mengatasi debit

banjir yang terjadi.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan observasi yang telah dilakukan maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut.

- Genangan yang terjadi di Kecamatan Tanjung Karang Pusat dikarenakan

saluran drainase mengalami pendangkalan sebab banyaknya sedimen di

saluran berikut ini : saluran Tulang Bawang, dan saluran Cut Nyak Dien.

Genangan yang terjadi di Kecamatan Tanjung Karang Pusat dikarenakan

saluran drainase mengalami pendangkalan sebab banyaknya sampah di

saluran berikut ini : saluran Imam Bonjol (Pasar Smep). Genangan yang

terjadi di Kecamatan Tanjung Karang Pusat dikarenakan kapasitas saluran

drainase terlalu kecil di saluran berikut ini : saluran Kartini dan Teuku

Umar.

- Normalisasi saluran drainase dilakukan pada pada jalan Cut Nyak Dien,

jalan Imam Bonjol (Pasar Smep) dan jalan Tulang Bawang. Rencana

pengembangan saluran drainase hanya dilakukan pada kapasitas saluran

drainase terlalu kecil. Jalan Kartini depan Hypermart dengan Luas

penampang rencana 0,4 m2. Jalan Kartini depan Panin Bank dengan Luas

Penampang rencana 0,96 m2. Jalan Teuku Umar dengan Luas Penampang

0,4 m2.

103

5.2. Saran

- Pendangkalan saluran bisa diantisipasi dengan menangani permukaan tanah

dengan menanam tumbuhan, sehingga koefisien limpasan kecil dan waktu

konsentrasi semakin lama dan kecepatan penggerusan air di permukaan

tanah semakin kecil. Sehingga tanah tidak ikut mengalir masuk ke dalam

saluran drainase.

- Pengembangan sistem drainase hendaknya memperhatikan kondisi topografi

dan tata guna lahan di suatu wilayah, sehingga pengembangan sistem

drainase akan efektif dan efisien dalam pembangunannya.

- Pembangunan – pembangunan yang dilakukan hedaknya memperhatikan

tata guna lahan sehingga area resapan air tidak berkurang. Jika ingin

menutup tanah hendaknya menggunakan penutup tanah yang tidak rapat

seperti paving block.

- Air hujan yang berasal dari atap rumah hendaknya dialirkan menuju sumur

resapan guna mengisi air tanah yang berguna untuk kebutuhan air.

- Mengumpulkan air limbah domestik ke sistem komunal sehingga saluran

drainase terpisah dari air limbah domestik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1990. Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan No.

008/T/BNKT/1990. Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta.

Anonim. 1997. Drainase Perkotaan. Penerbit Gunadarma, Jakarta.

Defence, Sea Consultants. 2009. Peningkatan Sistem Drainase Perkotaan. BRR

dan Royal Netherlands Emmbasy. Aceh.

Kusnadi, Kaslim D. Indra, Setiawan B. Sapei, Asep. Pratowo. Erizal. 2006.

Perancangan Irigasi dan Drainase Interaktif Berbasis Teknologi

Informasi. Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor.

Machairiyah. 2007. Analisis Curah Hujan untuk Pendugaan Debit Puncak

dengan Metode Rasional pada Das Percut Kabupaten Deli Serdang.

Universitas Sumatera Utara (USU). Medan.

Marsyad, Hardoyo. 2009. Mekanika Fluida Dasar. Fakultas Teknik Universitas

malahayati. Bandar lampung.

Marsyad, Hardoyo. 2010. Mekanika Fluida Lanjut. Fakultas Teknik Universitas

malahayati. Bandar lampung.

Peraturan daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Tahun 2011 – 2030.

SNI 03.2406.1991 Tentang Tata Cara Perencanaan Drainase.

Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Penerbit Andi,

Semarang.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya

Air.

Yusuf, Adi M. 2006. Kinerja Sistem Drainase Yang Berkelanjutan Berbasis

Partisipasi Masyarakat. Universitas Diponegoro, Semarang.

Zaky, Akhmad A. dan Nirmala, Ina. 2008. Identifikasi Fenomena Banjir

Tahunan menggunakan SIG dan Perencanaan Drainase, Universitas

Islam Indonesia (UII), Yogjakarta.

L

A

M

P

I

R

A

N

Lampiran 1

Tabel Koefisien Kekasaran Manning

Tipe Saluran Kondisi

Baik Cukup Buruk

a. Saluran buatan :

1. Saluran tanah, lurus beraturan

2. Saluran tanah, digali biasanya

3. Saluran batuan, tidak lurus & tidak beraturan

4. Saluran batuan, lurus beraturan

5. Saluran batuan, vegetasi pada sisinya

6. Dasar tanah, sisi batuan koral

7. Saluran berliku-liku kecepatan rendah

b. Saluran alam :

1. Bersih, lurus, tetapi tanpa pasir & tanpa celah

2. Berliku, bersih, tetapi berpasir & berlubang

3. Idem 2, tidak dalam, kurang beraturan.

4. Aliran lambat, banyak tanaman & lubang dalam

5. Tumbuh tinggi & padat

c. Saluran dilapisi :

1. Batu kosong tanpa adukan

2. Idem 1, dengan adukan semen

3. Lapisan beton sangat halus

4. Lapisan beton biasa dengan tulangan baja

5. Idem 4, tetapi tulangan kayu

0,020

0,028

0,040

0,030

0,030

0,030

0,025

0,028

0,035

0,045

0,060

0,100

0,030

0,020

0,011

0,014

0,016

0,023

0,030

0,045

0,035

0,035

0,030

0,028

0,030

0,040

0,050

0,070

0,125

0,033

0,025

0,012

0,014

0,016

0,025

0,025

0,045

0,035

0,040

0,040

0,030

0,033

0,045

0,065

0,080

0,150

0,035

0,030

0,013

0,015

0,018

Lampiran 1I

Tabel Nilai K untuk Distribusi Log Person III

Interval kejadian (Recurrence interval), tahun (periode ulang)

1,0101 1,2500 2 5 10 25 50 100

Persentase peluang terlampaui (Percent chance of being exceeded)

Koof G 99 80 50 20 10 4 2 1

3,0

2,8

2,6

2,4

2,2

-0,667

-0,714

-0,769

-0,832

-0,905

-0,636

-0,666

-0,696

-0,725

-0,752

-0,396

-0,384

-0,368

-0,351

-0,330

0,420

0,460

0,499

0,537

0,574

1,180

1,210

1,238

1,262

1,284

2,278

2,275

2,267

2,256

2,240

3,152

3,114

3,071

3,023

2,970

4,051

3,973

3,889

3,800

3,705

2,0

1,8

1,6

1,4

1,2

-0,990

-1,087

-1,197

-0,318

-1,449

-0,777

-0,799

-0,817

-0,832

-0,844

-0,307

-0,282

-0,254

-0,225

-0,195

0,609

0,643

0,675

0,705

0,732

1,302

1,318

1,329

1,337

1,340

2,219

2,193

2,163

2,128

2,087

2,912

2,848

2,780

2,706

2,626

3,605

3,499

3,388

3,271

3,149

1,0

0,8

0,6

0,4

0,2

-1,558

-1,773

-1,880

-2,029

-2,178

-0,852

-0,856

-0,857

-0,855

-0,850

-0,164

-0,132

-0,099

-0,066

-0,033

0,758

0,780

0,800

0,816

0,830

1,340

1,336

1,328

1,317

1,301

2,043

1,993

1,939

1,880

1,818

2,542

2,453

2,359

2,261

2,159

3,022

2,891

2,755

2,615

2,472

0,0

-0,2

-0,4

-0,6

-0,8

-2,326

-2,472

-2,615

-2,755

-2,891

-0,842

-0,830

-0,816

-0,800

-0,780

0,000

0,033

0,066

0,099

0,132

0,842

0,850

0,855

0,857

0,856

1,282

1,258

1,231

1,200

1,166

1,751

1,680

1,606

1,528

1,448

2,051

1,954

1,834

1,720

1,606

2,326

2,178

2,029

1,880

1,733

-1,0

-1,2

-1,4

-1,6

-1,8

-3,022

-2,149

-2,271

-2,388

-3,499

-0,758

-0,732

-0,705

-0,675

-0,643

0,164

0,195

0,225

0,254

0,282

0,852

0,844

0,832

0,817

0,799

1,128

1,086

1,041

0,994

0,954

1,366

1,282

1,198

1,116

1,035

1,492

1,379

1,270

1,166

1,069

1,588

1,449

1,318

1,197

1,087

-2,0

-2,2

-2,4

-2,6

-2,8

-3,0

-3,605

-3,705

-3,800

-3,889

-3,973

-7,051

-0,609

-0,574

-0,537

-0,490

-0,469

-0,420

0,307

0,330

0,351

0,368

0,384

0,396

0,777

0,752

0,725

0,696

0,666

0,636

0,895

0,844

0,795

0,747

0,702

0,660

0,959

0,888

0,823

0,764

0,712

0,666

0,980

0,900

0,830

0,768

0,714

0,666

0,990

0,905

0,832

0,769

0,714

0,667

Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004

Lampiran III

Tabel Reduce Mean Yn

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0,4952

0,5236

0,5362

0,5436

0,5485

0,5521

0,5548

0,5569

0,5586

0,5600

0,4996

0,5252

0,5371

0,5442

0,5489

0,5524

0,5550

0,5570

0,5587

0,5602

0,5035

0,5268

0,5380

0,5448

0,5493

0,5527

0,5552

0,5572

0,5589

0,5603

0,5070

0,5283

0,5388

0,5453

0,5497

0,5530

0,5555

0,5574

0,5591

0,5604

0,5100

0,5296

0,5396

0,5458

0,5501

0,5533

0,5557

0,5576

0,5592

0,5606

0,5128

0,5309

0,5403

0,5463

0,5504

0,5535

0,5559

0,5578

0,5593

0,5607

0,5157

0,5320

0,5410

0,5468

0,5508

0,5538

0,5561

0,5580

0,5595

0,5608

0,5181

0,5332

0,5418

0,5473

0,5511

0,5540

0,5563

0,5581

0,5596

0,5609

0,5202

0,5343

0,5424

0,5477

0,5515

0,5543

0,5565

0,5583

0,5598

0,5610

0,5220

0,5353

0,5436

0,5481

0,5518

0,5545

0,5567

0,5585

0,5599

0,5611

Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004

Lampiran IV

Tabel Reduced Standard Deviation Sn

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0,9496

1,0628

1,1124

1,1413

1,1607

1,1747

1,1854

1,1938

1,2007

1,2065

0,9676

1,0696

1,1159

1,1436

1,1623

1,1759

1,1863

1,1945

1,2013

1,2069

0,9833

1,0754

1,1193

1,1458

1,1638

1,1770

1,1873

1,1953

1,2020

1,2073

0,9971

1,0811

1,1226

1,1480

1,1658

1,1782

1,1881

1,1959

1,2026

1,2077

1,0095

1,0864

1,1225

1,1499

1,1667

1,1793

1,1890

1,1967

1,2032

1,2081

1,0206

1,0915

1,1285

1,1519

1,1681

1,1803

1,1898

1,1973

1,2038

1,2084

1,0316

1,0961

1,1313

1,1538

1,1696

1,1814

1,1906

1,1980

1,2044

1,2087

1,0411

1,1004

1,1339

1,1557

1,1708

1,1824

1,1915

1,1987

1,2049

1,2090

1,0493

1,1047

1,1363

1,1574

1,1721

1,1834

1,1923

1,1994

1,2055

1,2093

1,0565

1,1080

1,1388

1,1590

1,1734

1,1844

1,1930

1,2001

1,2060

1,2096

Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004

Lampiran V

Tabel Reduced Variate YTr sebagai fungsi periode ulang

Periode Ulang, Tr (tahun) Reduced variate YTr Periode Ulang, Tr (tahun) Reduced variate YTr

2

5

10

20

25

50

75

0,3668

1,5004

2,2510

2,9709

3,1993

3,9028

4,3117

100

200

250

500

1000

5000

10000

4,6012

5,2969

5,5206

6,2149

6,9087

8,5188

9,2121

Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004

Lamiran VI

Tabel Koefisien Limpasan untuk Metode Rasional

Deskripsi lahan/karakter permukaan Koefisien Aliran C

Bisnis

- Perkotaan

- Pinggiran

Perumahan

- Rumah tunggal

- Multiunit, terpisah

- Multiunit, tergabung

- Perkampungan

- Apartemen

Industri

- Ringan

- Berat

Perkerasan

- Aspal dan beton

- Batu bata,paving

Atap

Halaman, tanah berpasir

- Datar 2 %

- Rata-rata, 2 – 7 %

- Curam 7 %

Halaman, tanah berat

- Datar 2 %

- Rata-rata, 2 – 7 %

- Curam 7 %

Halaman kereta api

Taman tempat bermain

Taman, pekuburan

Hutan

- Datar 0 – 5 %

- Bergelombang 5 – 10 %

- Berbukit 10 – 30 %

0,70 – 0,90

0,50 – 0,70

0,30 – 0,50

0,40 – 0,60

0,60 – 0,75

0,25 – 0,40

0,50 – 0,70

0,50 – 0,80

0,60 – 0,90

0,70 – 0,95

0,50 – 0,70

0,75 – 0,95

0,05 – 0,10

0,10 – 0,15

0,15 – 0,20

0,13 – 0,17

0,18 – 0,22

0,25 – 0,35

0,10 – 0,35

0,20 – 0,35

0,10 – 0,25

0,10 – 0,40

0,25 – 0,50

0,30 – 0,60

Sumber : (McGuen, 1989) Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan,

2004.

D

O

K

U

M

E

N

T

A

S

I

Perbaikan Drainase Kecamatan Tanjung Karang Pusat

Perbaikan Drainase Kecamatan Tanjung Karang Pusat