Skripsi Bab 2

26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekowisata Keragaman sumberdaya alam di indonesia merupakan kekuatan yang berpotensi untuk di kembangkan terutama dalam bidang pariwisata. Ekowisata dan wisata alam dikenal sebagai salah satu pengembangan dari konsep wisata dimana bentuk wisata yang di terapkan berwawasan lingkungan dan mengutamakan aspek wisata pesisir ,pemberdayaan sosial budaya ekonomi dari masyarakat lokal,serta aspek pembelajaran dan pendidikan.pendekatan ekowisata meliputi aspek okonomi dan kemasyarakatan ( Berkala ITB,2012 dalam romi,2013). Undang undang no 10 tahun 2009,menyebutkan pariwisata adalah segala suatu yang berhubungan dengan wisata,termaksud pengusahaan obyek dah daya tarik wisata serta usaha usaha yang berhubungan dengan penyelengaraan pariwisata,dengan demikian pariwisata meliputi : a. Semua kegiatan yang berkaitan dengan perjalanan wisata.

Transcript of Skripsi Bab 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekowisata

Keragaman sumberdaya alam di indonesia merupakan

kekuatan yang berpotensi untuk di kembangkan terutama dalam

bidang pariwisata. Ekowisata dan wisata alam dikenal sebagai

salah satu pengembangan dari konsep wisata dimana bentuk wisata

yang di terapkan berwawasan lingkungan dan mengutamakan aspek

wisata pesisir ,pemberdayaan sosial budaya ekonomi dari

masyarakat lokal,serta aspek pembelajaran dan

pendidikan.pendekatan ekowisata meliputi aspek okonomi dan

kemasyarakatan ( Berkala ITB,2012 dalam romi,2013).

Undang undang no 10 tahun 2009,menyebutkan pariwisata adalah

segala suatu yang berhubungan dengan wisata,termaksud pengusahaan

obyek dah daya tarik wisata serta usaha usaha yang berhubungan

dengan penyelengaraan pariwisata,dengan demikian pariwisata

meliputi :

a. Semua kegiatan yang berkaitan dengan perjalanan wisata.

b. Pengusahaan obyek dah daya tarik wisata seperti : taman

rekreasi, kawasan wisata, kawasan peninggalan sejarah,

museum, waduk, keindahan alam, waduk dan danau.

c. Pengasaan jasa dan sarana pariwisata yaitu : usaha jasa

pariwisata ( biro perjalanan wisata, agen perjalanan wisata,

pramuwisata, konvensi, perjalanan insentif dan pameran,

inpresariat, konsultan pariwisata, informasi pariwisata)

usaha sarana pariwisata yang terdiri dari akomodasi, rumah

makan, bar, angkutan wisata.

Ekowisata juga merupakan alat yang efektif untuk konservasi

sumberdaya alam, peninggalan sejarah, dan nilai pengetahuan

tradisional masyarakat, serta alat untuk meningkatkan pendapatan

dan penyediaan lapangan pekerjaan. Peran itulah yang membedakan

kegiatan ekowisata dan wisata alam, wisata petualangan, wisata

budaya, wisata pedesaan dan lain lain. Pelibatan masyarakat di

sekitar lokasi harus sejak awal perencanaan hingga pelaksanaan,

bukan sekedar sebagai pekerja di kegiatan tersebut.(Yayasan

Gibon, 2011 dalam romi arya sandi,2013).

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 UU No. 6/1996 tentang Perairan

Indonesia, wilayah perairan Indonesia mencakup :

1. Laut territorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 mil

laut diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia.

2. Perairan Kepulauan, adalah semua perairan yang terletak pada

sisi dalam garis pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan

kedalaman dan jarak dari pantai.

3. Perairan Pedalaman adalah semua peraiaran yang terletak pada

sisi darat dari garis air rendah dari pantai-pantai

Indonesia, termasuk didalamnya semua bagian dari perairan

yang terletak pada sisi darat pada suatu garis penutup.

Wilayah laut dan pesisir beserta sumberdaya alamnya memiliki

makna strategis bagi pengembangan ekonomi Indonesia, karena dapat

diandalkan sebagai salah satu pilar ekonomi nasional. Disamping

itu, fakta-fakta yang telah dikemukakan beberapa ahli dalam

berbagai kesempatan, juga mengindikasikan hal yang serupa. Fakta-

fakta tersebut antara lain adalah :

1. Secara sosial, wilayah pesisir dihuni tidak kurang dari 110

juta jiwa atau 60% dari penduduk Indonesia yang bertempat

tinggal dalam radius 50 km dari garis pantai. Dapat dikatakan

bahwa wilayah ini merupakan cikal bakal perkembangan

urbanisasi Indonesia pada masa yang akan dating.

2. Secara administratif kurang lebih 42 Daerah Kota dan 181

Daerah Kabupaten berada di pesisir, dimana dengan adanya

otonomi daerah masing-masing daerah otonomi tersebut memiliki

kewenangan yang lebih luas dalam pengolahan dan pemanfaatan

wilayah pesisir.

3. Secara fisik, terdapat pusat-pusat pelayanan sosial-ekonomi

yang tersebar mulai dari Sabang hingga Jayapura, dimana

didalamnya terkandung berbagai asset sosial (Social Overhead

Capital) dan ekonomi yang memiliki nilai ekonomi dan

financial yang sangat besar.

4. Secara ekonomi, hasil sumberdaya pesisir telah memberikan

kontribusi terhadap pembentuka PDB nasional sebesar 24% pada

tahun 1989. Selain itu, pada wilayah ini juga terdapat

berbagai sumber daya masa depan (future resources) dengan

memperhatikan berbagai potensinya yang pada saat ini belum

dikembangkan secara optimal, antara lain potensi perikanan

yang saat ini baru sekitar 58,5% dari potensi lestarinya yang

termanfaatkan.

5. Wilyah pesisir di Indonesia memiliki peluang untuk menjadi

produsen (exporter) sekaligus sebagi simpul transportasi laut

di Wilayah Asia Pasifik. Hal ini menggambarkan peluang untuk

meningkatkan pemasaran produk-produk sektor industri

Indonesia yang tumbuh cepat (4%-9%).

6. Selanjutnya, wilayah pesisir juga kaya akan beberapa sumber

daya pesisir dan lauatan yang potensial dikembangkan lebih

lanjut meliputi (a) pertambangan dengan diketahuinya 60%

cekungan minyak, (b) perikanan dengan potensi 6,7 juta

ton/tahun yang tersebar pada 9 dari 17 titik penangkapan ikan

di dunia, (c) pariwisata bahari yang diakui duniadengan

keberadaan 21 spot potensial, dan (d) keanekaragaman hayati

yang sangat tinggi (natural biodiversity) sebagai daya tarik

bagi pengembangan kegiatan “ecotaurism”.

7. Secara biofisik, wilayah pesisir di Indonesia merupakan pusat

biodiversity laut tripis dunia kerena hamper 30% hutan bakau

dan terumbu karang dunia terdapat di Indonesia.

8. Secara politik dan hankam, wilayah pesisir merupakan kawasan

perbatasan antar Negara maupun antar daerah yang sensitive

dan memiliki implikasi terhadap pertahanan dan keamanan

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

2.2 PENGEMBANGAN PARIWISATA

Melalui pengembangan pariwisata ini di harapkan mampu

mendatangkan devisa bagi Negara, selain dapat meningkatkan

pendapatan masyarakat melalui berbagai usaha yang berkaitan

dengan pengembangan kepariwisataan, serta dapat memperluas dan

menciptakan lapangan kerja baru.

Pengembangan pariwisata dapat merangsang pertumbuhan

kebudayaan asli Indonesia yang tidak ada duanya, sehingga

kebudayaan asli itu akan dipertahankan kelestariannya, dengan

demikian kebudayaan asli itu dapat tumbuh dan berkembang. Dari

segi perluasan peluang usaha dan kesempatan kerja, pengembangan

pariwisata berpengaruh positif. Peluang usaha/kesempatan kerja

tersebut lahir karena adanya permintaan wisatawan. Dengan

demikian, kedatangan wisatawan ke suatu daerah akan membuka

peluang bagi masyarakat tersebut untuk menjadi pengusaha hotel,

wisma, homestay, restoran, warung, angkutan, pedagangan, sarana

olah raga, jasa dan lain-lain. Peluang usaha tersebut akan

memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bekerja dan

sekaligus dapat menambahkan pendapatan untuk menunjang kehidupan

rumah tangganya (Pleangara, 2012).

Saifullah (2000) dalam Sulaksmi (2007) mengungkapkan bahwa

ada beberapa manfaat pembangunan pariwisata :

1. Bidang ekonomi

Dapat meningkatkan kesempatan kerja dan berusaha, baik

secara langsung maupun tidak langsung.

Meningkatkan devisa, mempunyai peluang besar untuk

mendapatkan devisa dan dapat mendukung kelanjutan

pembangunan di sektor lain.

Meningkatkan dan memeratakan pendapatan rakyat, dengan

belanja wisatawan akan meningkatkan pendapatan dan

pemerataan pada masyarakat setempat baik secara langsung

maupun tidak langsung.

Meningkatkan penjualan barang-barang lokal keluar.

Menunjang pembangunan daerah, karena kunjungan wisatawan

cenderung tidak terpusat di kota melainkan di pesisir,

dengan demikian amat berperan dalam menunjang pembangunan

daerah.

2. Bidang sosial budaya

Keanekaragaman kekayaan sosial budaya merupakan modal

dasar dari pengembangan pariwisata. Sosial budaya merupakan

salah satu aspek penunjang karakteristik suatu kawasan wisata

sehingga menjadi daya tarik bagi wisatawan. Sosial budaya

dapat memberikan ruang bagi kelestarian sumber daya alam,

sehingga hubungan antar sosial budaya masyarakat dan

konservasi sumber daya alam memiliki keterkaitan yang erat.

Oleh karena itu, kemampuan melestarikan dan mengembangkan

budaya yang ada harus menjadi perhatian pemerintah dan lapisan

sosial masyarakat.

3. Bidang lingkungan

Karena pemanfaatan potensi sumber daya alam untuk

pariwisata pada dasarnya adalah lingkungan dan ekosistem yang

masih alami, menarik, dan bahkan unik, maka pengembangan

wisata alam dan lingkungan senantiasa menghindari dampak

kerusakan lingkungan hidup, melalui perencanaan yang teratur

dan terarah. Atraksi-atraksi yang dikembangkan harus sesuai

dengan kaidah-kaidah alami sehingga katerkaitan antara potensi

ekosistem dengan kegiatan wisata dapat berjalan seiring saling

melengkapi menjadi satu paket ekowisata.

Menurut Amanda (2004), meningkatnya tuntutan dan kebutuhan

wisatawan yang harus dipenuhi dalam pemasaran dan pengembangan

obyek wisata alam adalah pembangunan sarana dan prasarana fisik

untuk pelayanan umum dan lingkungan berdasarkan rencana induk

pengembangan kawasan, rencana tapak (site plan) dan block plan,

dan detail-detail perancangan termasuk fasilitas dan utilitas.

Fasilitas yang harus disiapkan dalam pengembangan lokasi obyek

wisata alam antara lain: persyaratan lokasi dan kemudahan

pencapaian, peruntukkan lahan dan tata guna tanah (land use),

jalan umum, terminal dan parkir kendaraan, fasilitas umum,

kesehatan, komunikasi dan akomodasi, tempat rekreasi dan

sebagainya. Pembangunan lapangan terbang, pelabuhan, jalan-jalan

menuju obyek wisata, pengembangan hotel dan akomodasi lainnya,

sarana transportasi yang harus diperluas, pengadaan tenaga

listrik, penyediaan air bersih dan sarana telekomunikasi lainnya,

semuanya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kebijaksanaan-

kebijaksanaan yang diatur disesuaikan dengan kapasitas suatu

daerah. Hal ini berhubungan dengan penggunaan letak dan tanah

(tata guna tanah) khususnya dalam pengelolaan pariwisata.

2.3 TAMAN WISATA ALAM DAN EKOWISATA

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun

2011 tentang Pengeolalaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan

Pelestarian Alam dijelaskan bahwa yang dimaksud Taman wisata alam

adalah kawasan pelestarian alam yang dimanfaatkan terutama untuk

kepentingan pariwisata alam dan rekreasi. Selanjutnya disebutkan

juga kriteria suatu wilayah dapat ditunjuk untuk ditetapkan

sebagai kawasan taman wisata alam adalah sebagai berikut :

1. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa dan bentang

alam, gejala alam serta formasi geologi yang unik.

2. Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi

dan daya tarik alam untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan

rekreasi alam.

3. Kondisi lingkungan disekitarnya mendukung upaya pengembangan

pariwisata alam.

Wisata alam atau pariwisata ekologis adalah perjalanan

ketempat-tempat alami yang relatif masih belum terganggu atau

terkontaminasi (tercemari) dengan tujuan untuk mempelajari,

mengagumi dan menikmati pemandangan, tumbuh-tumbuhan dan satwa

liar, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat yang ada,

baik dari masa lampau maupun masa kini (Zein 2012).

Rumusan di atas hanyalah penggambaran tentang kegiatan

wisata alam biasa. Rumusan ini kemudian disempurnakan oleh The

International Ecotourism Society (TIES) pada awal tahun 1990

yaitu sebagai berikut: "Ecotourism is responsible travel to

natural areas which conserved the environment and improves the

welfare of local people". Ekowisata adalah perjalanan yang

bertanggung jawab ketempat-tempat yang alami dengan menjaga

kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahtraan penduduk

setempat”. Definisi ini sebenarnya hampir sama dengan yang

diberikan oleh Hector Ceballos-Lascurain yaitu sama-sama

menggambarkan kegiatan wisata di alam terbuka, hanya saja menurut

TIES dalam kegiatan ekowisata terkandung unsur-unsur kepedulian,

tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan

kesejahtraan penduduk setempat. Ekowisata merupakan upaya untuk

memaksimalkan dan sekaligus melestarikan pontensi sumber-sumber

alam dan budaya untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yang

berkesinambungan. Dengan kata lain ekowisata adalah kegiatan

wisata alam plus plus. Definisi di atas telah telah diterima luas

oleh para pelaku ekowisata (Lascurain, 2009)

Ekowisata dewasa ini menjadi salah satu pilihan dalam

mempromosikan lingkungan yang khas yang terjaga keasliannya

sekaligus menjadi suatu kawasan kunjungan wisata. Potensi yang

ada adalah suatu konsep pengembangan lingkungan yang berbasis

pada pendekatan pemeliharaan dan konservasi alam. Konsep ini

sangat unik dengan pengembangan dan pelibatan sector management

yang terpadu serta seluruh stakeholders’ yang terkait. Namun pada

prinsipnya cukup sederhana denga pola management lingkungan yang

nyata (Kasim, 2006).

Direktoral Jendral Departemen Pariwisata, seni, dan Budaya,

(2010), melihat potensi yang dimiliki Indonesia, maka visi

ekowisata Indonesia adalah untuk menciptakan pengembangan

pariwisata melalui penyelenggaraan yang mendukung upaya

pelestarian lingkungan (alam dan budaya), melibatkan dan

menguntungkan masyarakat setempat, serta menguntungkan secara

komersial. Dengan visi ini Ekosiwata memberikan peluang yang

sangat besar, untuk mempromosikan pelestarian keaneka-ragaman

hayati di Indonesia di tingkat internasional, nasional, regional,

maupun lokal. Penetapan Visi ekowisata di atas didasarkan pada

beberapa unsur utama :

1. Ekowisata sangat terpengaruh pada kualitas sumber daya alam,

peninggalan sejarah dan budaya.

Kekayaan keaneka-ragaman hayati merupakan daya tarik

utama bagi pangsa pasar ekowisata, sehingga kualitas,

keberlanjutan dan pelestarian sumber daya alam, peninggalan

sejarah dan budaya menjadi sangat penting untuk ekowisata.

Pengembangan ekowisata juga memberikan peluang yang sangat

besar, untuk mempromosikan pelesatrian keaneka-ragaman hayati

Indonesia di tingkat internasional, nasional, regional, dan

lokal.

2. Pelibatan masyarakat.

Pada dasarnya pengetahuan tentang alam dan budaya serta

kawasan daya tarik wisata, dimiliki oleh masyarakat setempat.

Oleh karena itu pelibatan masyarakat menjadi mutlak, mulai

dari tingkat perencanaan hingga pada tingkat pengelolaan.

3. Ekowisata meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam,

nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya.

Ekowisata memberikan nilai tambah kepada pengunjung dan

masyarakat setempat dalam bentuk pengetahuan dan pengalaman.

Nilai tambah ini mempengaruhi perubahan prilaku pengunjung,

masyarakat dan pengembangan pariwisata agar sadar dan lebih

menghargai alam, peninggalan sejarah, dan budaya.

4. Pertumbuhan pasar ekowisata di tingkat internasional dan

nasional.

Kenyataan memperlihatkan kecendrungan meningkatnya

permintaan terhadap produk ekowisata baik ditingkat

internasional maupun nasional. Hal menyebabkan meningkatnya

promosi yang mendorong orang untuk berprilaku positif

terhadap alam dan berkeinginan untuk mengunjungi kawasan-

kawasan yang masih alami agar dapat meningkatkan kesadaran,

penghargaan, dan kepeduliannya terhadap alam, nilai-nilai

peninggalan sejarah dan budaya setempat.

5. Ekowisata sebagai sarana perwujudan ekonomi berkelanjutan.

Ekowisata memberikan peluang untuk mendapatkan

keuntungan bagi pelenggara, pemerintah masyarakat setemp at,

melului kegiatan-kegiatan yang non-ekstraktif dan non-

konsumtif sehingga meningkatkan perekonomian daerah setempat.

Kegiatan ekowisata menjadi suatu jenis wisata yang lebih

mahal harganya dibandingkan dengan jenis wisata lain, mengingat

pengelolaan kawasan ekowisata harus mengendalikan kuantitas dan

kualitas pengunjung. Pengelola ekowisata disamping menjalankan

prinsip ekonomi untuk mencari keuntungan sebanyak mungkin, tetapi

juga harus dapat menjalankan kegiatan konservasi.

Ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan

pendekatan konservasi. Apabila ekowisata pengelolaan alam dan

budaya masyarakat yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan,

sementara konservasi merupakan upaya menjaga kelangsungan

pemanfaatan sumberdaya alam untuk waktu kini dan masa mendatang.

Hal ini sesuai dengan definisi yang dibuat oleh The International

Union for Conservantion of Nature and Natural Resources, bahwa

konservasi adalah usaha manusia untuk memanfaatkan biosphere

dengan berusaha memberikan hasil yang besar dan lestari untuk

generasi kini (Fandeli, 2000 dalam Sulaksmi 2007). Dalam Sulaksmi

(2007) dikatakan juga Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata

yang sangat erat dengan prinsip konservasi. Dalam strategi

pengembangan ekowisata juga menggunakan strategi konservasi.

Dengan demikian ekowisata sangat tepat dan berdaya guna dalam

mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang

masih alami. Bahkan dengan ekowisata pelestarian alam dapat

ditingkatkan kualitasnya karena desakan dan tuntutan dari para

eco-traveler.

1.4 PERMINTAAN DAN PENAWARAN WISATA

Permintaan dan penawaran dalam komoditi pariwisata mempunyai

perbedaan yang mendasar dibandingkan dengan permintaan dan

penawaran jasa lainnya. Ini disebabkan karena komoditi pariwisata

dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan yang terpisah, tetapi dari

segi permintaan komoditi tersebut merupakan suatu keuntungan.

Permintaan dalam kepariwisataan bisa juga berupa benda yang

diperoleh tanpa membeli tetapi mempunyai daya tarik bagi

wisatawan seperti pemandangan alam yang indah, udara yang segar,

cahaya matahari dan sebagainya. Atau dengan perkataan lagi,

wisatawan umumnya dapat melihatnya secara langsung tanpa bantuan

orang lain seperti pemandangan, gunung, danau, lembah, monumen

dan lain-lain. Ciri-ciri permintaan pariwisata yaitu

terkonsentrasi menurut musim dan daerah tujuan tertentu,

elastisitasnya tinggi, dan berubah-ubah sesuai dengan motivasi

masing-masing individu (Yoeti, 1990 dalam romi arya sandi 2013).

Faktor yang mempengaruhi terhadap rekreasi harian, mingguan,

musiman dan tahunan adalah:

Faktor pengguna potensial, yaitu jumlah penduduk sekitar,

kepadatan penduduk, karakteristik penduduk, pendapatan, waktu

luang, tingkat pengalaman rekreasi, tingkat kesadaran

keperluan rekreasi dan tingkat kesadaran dari perilaku yang

dilarang.

Faktor tempat rekreasi yaitu daya tarik obyek rekreasi,

intensitas pengelolaan tempat rekreasi, alternatif tapak yang

tersedia, daya dukung dan kemampuan disain tempat rekreasi,

iklim mikro, karakteristik alam dan fisik areal rekreasi.

Faktor penggunaan potensial dan tempat rekreasi yaitu waktu

perjalanan dan jarak, kenyamanan perjalanan, biaya,

informasi, status areal rekreasi dan pengaturan pengawasan

yang dilakukan.

Penawaran pariwisata meliputi seluruh areal tujuan wisata

yang ditawarkan kepada wisatawan. Penawaran ini terdiri dari

unsur-unsur daya tarik alam, barang dan jasa hasil ciptaan

manusia yang dapat mendorong keinginan seseorang untuk berwisata.

Hal ini sejalan dengan pendapat Gold (1980), bahwa penawaran

rekreasi adalah jumlah dan kualitas dari sumber daya yang

tersedia untuk penggunaan pada waktu tertentu.

2.5 SARANA DAN PRASARANA PARIWISATA

Berhasil tidaknya pengembangan daerah tujuan wisata sangat

tergantung pada tiga faktor utama, yaitu: atraksi, aksesibilitas

dan amenitas (Samsuridjal,2008). Betapapun baik dan menariknya

suatu atraksi yang dapat ditampilkan oleh daerah tujuan wisata,

belum menarik minat wisata untuk berkunjung karena masih ada

faktor lain yang menjadi pertimbangan menyangkut fasilitas-

fasilitas penunjang yang memungkinkan mereka dapat menikmati

kenyamanan, keamanan, dan alat-alat telekomunikasi. Terpenuhinya

syarat tersebut tidak terlepas dari ketersediaan sarana dan

prasarana seperti adanya jalan raya, bandar udara, pelabuhan,

hotel restoran, pusat pembelanjaan, bank, kantor pos,

telekomunikasi dan tempat hiburan seperti bioskop, night club dan

lain-lainnya.

Walaupun keberadaan sarana dan prasarana sangat

dibutuhkan, namun pengembangannya harus menghindari bahaya

eksploitasi, sehingga lingkungan hidup tidak mengalami degradasi

(Soewantoro, 2001). Jika industri pariwisata mengabaikan prinsip

eko-efesiensi dan merusak aset alam, ibaratnya menyembelih ayam

yang bertelur emas. Sarana kepariwisataan meliputi semua bentuk

perusahaan yang dapat memberikan pelayanan pada wisatawan.

Menurut (Yoeti 1990 dalam romi 2013), terdapat tiga kelompok

sarana kepariwisataan, meliputi:

Sarana pokok yang menyediakan fasilitas pokok

kepariwisataan seperti hotel, travel agency, perusahaan angkutan

dan lain sebagainya.

1) Sarana pelengkap yang berupa pelengkap dari sarana pokok agar

wisatawan tinggal lebih lama lagi (long stay times) seperti

kolam renang, lapangan tenis, selancar angin dan sebagainya.

2) Sarana penunjang yang menunjang sarana pokok dan sarana

pelengkap yang berfungsi agar wisatawan lebih banyak

mengeluarkan uang di tempat yang dikunjungi seperti tempat

ibadah.

3) Prasarana kepariwisataan meliputi semua fasilitas yang

memungkinkan proses perekonomian berjalan dengan lancar

sedemikian rupa sehingga memudahkan manusia untuk memenuhi

kebutuhannya. Terdapat dua prasarana kepariwisataan, yaitu :

4) Prasarana umum wisatawan, yakni: menyangkut kebutuhan umum

untuk kelancaran perekonomian seperti air bersih, pelabuhan

udara, terminal dan telekomunikasi.

Prasarana umum masyarakat keseluruhan seperti kantor pos,

bank, dan sebagainya.

Transportasi merupakan unsur penting dalam menunjang

kegiatan pariwisata baik di darat, air (laut, sungai dan danau),

maupun di udara. Dalam kegiatan transportasi pariwisata, terdapat

lima unsur yang satu dengan lainnya dapat dipadu menjadi satu

kesatuan kerja yang mantap. Kelima unsur tersebut merupakan

unsure utama yang selalu harus ada, yaitu kendaraan, awak,

jaringan jalan, sasaran wisata dan wisatawannya. Kendaraan dapat

berupa kendaraan darat, kendaraan air dan kendaraan udara yang

betul-betul nyaman dan aman, dan merupakan salah satu unsur daya

tarik wisata baik secara fisik maupun psikis (Darsoprajitno,

2002).

Sarana akomodasi yaitu tempat untuk menginap para wisatawan

yang umumnya berupa hotel berbintang, hotel melati, rumah inap

(biasanya rumah penduduk), motel, bumi perkemahan, atau lainnya.

Tempat penginapan tidak perlu mewah atau berkesan mewah, tetapi

nyaman, aman dan bersih, serta bernuansa pariwisata dan lebih

disenangi jika letaknya dekat dengan obyek dan daya tarik wisata

yang akan dikunjungi. Demikian pula fasilitas yang selalu

diinginkan, yaitu sarana telekomunikasi yang dapat cepat dan

mudah terjangkau ke mana saja, terutama ke daerah asal atau

negara asal para wisatawan.

2.6 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM SEKTOR PARIWISATA

2.6.1 Pengertian Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyatakat adalah keterlibatan masyarakat

secara aktif dan bermakna terhadap suatu program pembangunan

mulaidari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta pemamfaatan

hasil –hasil dari suatu program (slamet,1999 dalam yuni 2013).

Sedangkan menurut mashudi dalam yuni (2013) pengertian

partisipasi adalah keikut sertaan masyarakat baik dalam bentuk

pernyataan maupun kegiatan. Keikut sertaan tersebut, berbentuk

sebagai akibat terjadinya interaksi sosial antara individu atau

kelompok masyarakat lain di dalam pembangunan.

Partisipasi di artikan sebagai kelibatan masyarakat secara

aktif dalam setiap tahapan pembangunan mulai dari perencanaan.,

pelaksanaan, dan evaluasi. Masarakat tidak lagi menjadi objek

dari pembagunan tetapi menjadi subjek pembangunan, dimana

masyakat berperan dalam menyampaikan aspirasi, menentukan

pilihan, memanfaatkan peluan dan menyelesaikan masalahnya.

Melalui pendekatan partisipatif ini masyarakat dapat memiliki

pengaruh dan kontrol terhadap berbagai inisiatif pembangunan dan

pemanfaatan sumber daya yang akan mempengaruhi kehidupan maupun

lingkungannya (Ningsih, 2009 dalam Yuni, 2011).

Partisipasi masyarakat dibedakan menjadi partisipasi

vertikal dan horizontal. Disebut partisipasi vertikal karena bisa

terjadi dalam kondisi tertentu. Masyarakat terlibat atau

mengambil dalam suatu program pihak lain dan dalam hubungannya,

dimana masyarakat berada pada posisi sebagai bawahan, pengikut,

atau klien. Disebut partisipasi horizontal karena pada satu saat

tidak mustahil masyarakat mempunyai kemampuan untuk berprakarsa,

dimana setiap orang, anggota, kelompok masyarakat berpartisipasi

horizontal satu dengan yang lain. Tentu saja partisipasi seperti

ini merupakan suatu tanda permulaan timbulnya masyarakat yang

mampu berkembang secara mandiri, partisipasi masyarakat dapat

meningkatkan upaya peningkatan taraf hidup masyarakat (Ndraha,

2009 dalam Yuni, 2011).

Antara partisipasi masyarakat dengan kemampuan berkemban

secara mandiri terdapat hubungan yang sangat erat sekali, ibarat

dua sisi mata uang, tidak dapat dipisahkan tetapi dapat

dibedakan. Masyarakat yang berkemampan demikian dapat membangun

dengan atau tanpa partisipasi vertikal dengan pihak lain (Ndraha,

2009 dalam Yuni, 2011).

Menurut Ndraha (2009) dalam Yuni (2011), masyarakat bergerak

untuk berpatisipasi jika :

1. Partisipasi dilakukan melalui organisasi yang sudah ada

ditengah-tengah masyarakat yang bersangkutan.

2. Partisipasi ini membeikan manfaat langsung kepada masyarakat

yang bersangkutan.

3. Manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi

kepentingan masyarakat setempat.

4. Dalam proses partisipasi ini terjamin adanya kntrol yang

dilalkukan oleh masyarakat, partisipasi masyarakat ternyata

berkurang jika mereka tidak atau kurang berperan dalam

mengambil keputusan.

2.6.2 Tingkat Partisipasi

Menurut Paris dalam Ningsih (2009), tahap-tahap

partisipasi dalam pembangunan adalah sebagai berikut :

a. Partisipasi dalam pembuatan keputusan, kebijaksanaan,

perencanaan pembangunan. Masyarakat dibeikan kesempatan

untuk mengemkakan pendapat dan aspirasinya dalam menilai

suatu yang akan ditetapkan. Masyarakat juga diberikan

kesempatan untuk menimbang suatu keputusan adalah proses

dimana prioritas-prioritas rencana dipilih untuk dituangkan

dalam program pembangunan desa itu sendiri, sehingga dengan

mengikutsertakan masyarakat secara tidak langsung mereka

telah mengalami pendidikan dalam menentukan masa depannya

secara demokratis

b. Partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan adalah

partisipasi dengan mengikutsertakan masyarakat dalam

kegiatan operasional berdasarkan rencana yang telah

disepakati bersama. Dalam hal ini, partisipasi dapat

dilihat (1) jumlah anggota masyarakat yang berpartisipasi,

(2) pelaksanaannya langsung atau tidak langsung, dan (3)

semangat untuk berpatisipasi.

c. Partisipasi dalam memanfaatkan hasil pembangunan adalah

partisipasi masyarakat-masyarakat dalam menggunakan hasil-

hasil pembangunan yang telah dilaksanakan pemetaran

kesejahteraan dan fasilitas yang ada di masyarakat dan ikut

menikamati serta menggunakan sarana hasil pembangunan.

Patisipasi dapat merupakan keluaran pembangunan desa dan

dapat juga merupakan masukan yang mutlak diperlukan dalam menilai

apakah program yang bersangkutan merupakan program pembangunan

desa atau bukan. Jika masyarakat desa yang bersangkutan tidak

berkesempatan untuk berpatisipasi dalam pembangunan suatu program

didusunnya, program tersebut pada hakekatnya bukanlah program

pembangunan desa (Ndraha dalam Yuni, 2011).

2.6.3 Bentuk-bentuk Partisipasi

a. Partisipasi dalam atau melalui kontak dengan pihak lain

(contact change) sebagai salah satu titik awal perubahan

sosial.

b. Partisipasi dalam memperhatikan atau menerka dan memberi

tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima

(mentaati, memenuhi, melaksanakan), mengiyakan, menerima

dengan sarat, maupun dalam arti menolak.

c. Partisipasi dalam perencanaan pembangunan, termasuk

pengambilan keputusan,. Perasaan terlibat dalam perencanaan

perlu ditumbuhkan sedini mungkin dalam masyarakat.

d. Partisipasi dalam menerima, meelihara, dan mengembangkan

hasil pembangunan.

e. Partisipasi dalam menlai pembangunan, yaitu keterlibatan

menilai sejauh mana pelaksanaan pembangunan sesuai dengan

rencana dan sejauh mana hasilnya dapat memenuhi kebutuhan

masyarakat.

Partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan yang

berhubungan dengan peningkatan produktifitas usaha yang merupakan

dalam kepemimpinan kelompok masyarakat, merupakan suatu

manifestasi dari bekerjanya suatu pola perilaku yang ada pada

masyarakat. Pola perilaku tertanam pada \setiap individu melalui

proses sosialisasi dalam interaksi sosial yang terjadi dalam

kelompok masyarakat (Adjid, 1990 dalam Yuni, 2011).