Bab 2 teori

19
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gempa Bumi Gempa bumi adalah getaran yang dirasakan dipermukaan bumi yang disebabkan oleh gelombang-gelombang seismik dari dari sumber gempa di dalam lapisan kulit bumi. Gempa bumi disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempa bumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di bumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi. Seperti diketahui bahwa kulit bumi terdiri dari lempeng lempeng tektonik yang terdiri dari lapisan lapisan batuan. Elastic Rebound Theory menyatakan bahwa gempa bumi adalah gejala alam yang disebabkan oleh pelepasan energi regangan elastis batuan (Shaw dkk, 1992). Adanya regangan (stress) dan tarikan (strain) pada lempeng bumi yang terjadi terus-menerus menyebabkan dukungan pada bahan untuk mencapai batas maksimal dan mulai mengalami pergeseran dan secara tiba-tiba terjadi patahan. Pergerakan antar lempeng yang berbatasan jika saling bergerak relatif terhadap sesamanya, maka akan menimbulkan stress disepanjang batasan lempang-lempeng. Gesekan antar lempeng yang elastis dapat menimbulkan energi elastisitas. Apabila terjadi terus-menerus dalam jangka panjang energi elstisitas akan terakumulasi. Pada saat waktunya tiba dimana elastisitas batuan sudah maksimum, energi yang terakumulasi 5

Transcript of Bab 2 teori

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Gempa Bumi

Gempa bumi adalah getaran yang dirasakan dipermukaan bumi

yang disebabkan oleh gelombang-gelombang seismik dari dari

sumber gempa di dalam lapisan kulit bumi. Gempa bumi

disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran

lempeng lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai

kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar.

Gempa bumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam

di bumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar

keseluruh bagian bumi. Seperti diketahui bahwa kulit bumi

terdiri dari lempeng lempeng tektonik yang terdiri dari

lapisan lapisan batuan.

Elastic Rebound Theory menyatakan bahwa gempa bumi adalah

gejala alam yang disebabkan oleh pelepasan energi regangan

elastis batuan (Shaw dkk, 1992). Adanya regangan (stress) dan

tarikan (strain) pada lempeng bumi yang terjadi terus-menerus

menyebabkan dukungan pada bahan untuk mencapai batas maksimal

dan mulai mengalami pergeseran dan secara tiba-tiba terjadi

patahan. Pergerakan antar lempeng yang berbatasan jika saling

bergerak relatif terhadap sesamanya, maka akan menimbulkan

stress disepanjang batasan lempang-lempeng. Gesekan antar

lempeng yang elastis dapat menimbulkan energi elastisitas.

Apabila terjadi terus-menerus dalam jangka panjang energi

elstisitas akan terakumulasi. Pada saat waktunya tiba dimana

elastisitas batuan sudah maksimum, energi yang terakumulasi

5

akan dilepas secara tiba-tiba dalam bentuk gelombang elastis

yang menjalar kesegala arah dan akan sampai di permukaan

bumi.

2.2 Magnitudo Gempa Bumi

Magnitude Gempa bumi sebagai skala kekuatan relatif hasil

dari pengukuran fase amplitude. Magnitude merupakan suatu

besaran energi yang dilepas untuk gempa dari pusatnya

(Fulki,2011). Pelepasan energi ini berbentuk gelombang yang

menjalar ke permukaan dan bagian dalam bumi. Dalam

penjalarannya energi ini mengalami pelemahan karena absorbsi

dari batuan yang dilaluinya, sehingga energi yang sampai ke

stasiun pencatat kurang dapat menggambarkan energi gempa di

hiposenter. Terdapat perbedaan besaran magnitude gempa antara

BMKG, USGS, dan GEOFON yang umumnya dirilis secara otomatis

karena masing-masing menggunakan software yang berbeda dan

menggunakan pengukuran jenis magnitude yang berbeda pula.

Bahkan USGS sendiri kerap menggunakan tipe magnitude yang

berbeda pada wilayah gempa yang berbeda. Hasil penentuan

besar magnitude yang dilakukan secara manual juga dapat

berbeda dikarenakan penentuan parameter-parameter yang

diinput oleh seorang analisis dapat berbeda (BMKG, 2012).

2.2.1 Magnitudo Lokal / Skala Richter (SR)

Pertama kali diperkenalkan oleh Richter di awal tahun

1930-an dengan menggunakan data kejadian gempa di daerah

California yang direkam oleh Seismograf Woods-Anderson.

Menurutnya dengan mengetahui jarak episenter ke seismograf

dan mengukur amplitude maksimum dari sinyal yang tercatat di

seismograf maka dapat dilakukan pendekatan untuk mengetahui

6

besarnya gempa bumi yang terjadi. (USGS, 2002). SR awalnya

hanya dibuat untuk gempa di daerah California Selatan. Dalam

perkembangannya, SR banyak diadopsi untuk gempa-gempa di

wilayah lain. SR sebetulnya hanya cocok dipakai untuk gempa-

gempa dekat dengan magnitudo gempa di bawah 6,0. Di atas

magnitudo itu, perhitungan dengan teknik SR menjadi tidak

representatif lagi. Magnitude lokal mempunyai rumus empiris

sebagai berikut:

ML = log a + 3 log - 2.92 (1.1)

Dengan a = amplitude getaran tanah (m), = jarak Stasiunpencatat ke sumber gempabumi (km) dengan ¿ 600 km.

2.2.2Magnitude Body (MB)

Terbatasnya penggunaan magnitudo lokal untuk jarak tertentu

membuat dikembangkannya tipe magnitude yang bisa digunakan

secara luas. Salah satunya adalah magnitude body (Body-Wave

Magnitude). Magnitudo ini didefinisikan berdasarkan catatan

amplitudo dari gelombang P yang menjalar melalui bagian dalam

bumi. Secara umum dirumuskan dengan persamaan :

MB = log ( a / T ) + Q ( h, ) (1.2)

Dengan a = amplitudo getaran (m), T = periode getaran

(detik) dan Q ( h, ) = koreksi jarak dan kedalaman h

yang didapatkan dari pendekatan empiris.

2.2.3Magnitudo Surface (MS)

Selain Magnitude body dikembangkan pula Ms, Magnitude

permukaan (Surface-wave Magnitude). Magnitude tipe ini

didapatkan sebagai hasil pengukuran terhadap gelombang

permukaan (surface waves). Untuk jarak delta lebih besar 600

km seismogram periode panjang (long-period seismogram) dari

7

gempa bumi dangkal didominasi oleh gelombang permukaan.

Gelombang ini biasanya mempunyai periode sekitar 20 detik.

Amplitudo gelombang permukaan sangat tergantung pada jarak

delta dan kedalaman sumber gempa. Gempa dalam tidak

menghasilkan gelombang permukaan, karena itu persamaan MS

tidak memerlukan koreksi kedalaman. Magnitude permukaan

mempunyai persamaan:

Ms = log a + log + (1.3)

Dengan a = amplitude maksimum dari pergeseran tanah

horisontal pada periode 20 detik, = Jarak (km), dan

adalah koefisien dan konstanta yang didapatkan dengan

pendekatan empiris. Persamaan ini digunakan hanya untuk gempa

dengan kedalaman sekitar 60 km. Hubungan antara Ms dan mb

dapat dinyatakan dalam persamaan :

MB = 2.5 + 0.63 Ms atau Ms = 1.59 mb – 3.97

(1.4)

2.2.4 Magnitudo Moment (Mw)

Berdasarkan Teori Elastik Rebound diperkenalkan istilah

momen seismik (seismic moment) dapat diestimasi dari dimensi

pergeseran bidang sesar atau dari analisis karakteristik

gelombang gempa yang direkam di stasiun pencatat khususnya

dengan seismograf periode bebas (broadband seismograph).

Mo = µ D A (1.5)

Dengan Mo = momen seismik, µ = rigiditas, D = pergeseran

rata-rata bidang sesar, A = area sesar.Secara empiris

hubungan antara momen seismik dan magnitude permukaan dapat

dirumuskan sebagai berikut:

8

log Mo = 1.5 Ms + 16

Mw = ( log Mo / 1.5 ) – 10.73 (1.6)

Dengan Mw = magnitude momen, Mo = momen seismik. Meskipun

dapat menyatakan jumlah energi yang dilepaskan di sumber

gempabumi dengan lebih akurat, namun pengukuran magnitude

momen lebih komplek dibandingkan pengukuran magnitude ML, MS

dan MB. Karena itu penggunaannya juga lebih sedikit

dibandingkan penggunaan ketiga magnitude lainnya

2.2.5 Magnitudo Durasi (MD)

Lee dan Stewart, (1981) sejak tahun 1972, studi mengenai

kekuatan gempa dikembangkan pada penggunaan durasi sinyal

gempa untuk menghitung magnitude bagi kejadian gempa lokal,

maka diperkenalkan Magnitudo Durasi (Duration Magnitude) yang

merupakan fungsi dari total durasi sinyal seismik. Magnitude

durasi sangat berguna dalam kasus sinyal yang sangat besar

amplitudonya (off-scale) yang mengaburkan jangkauan dinamis

sistem pencatat sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan

pembacaan apabila dilakukan estimasi menggunakan ML

(Konomori, 1982). Magnitudo Durasi (MD) untuk suatu stasiun

pengamat persamaannya adalah :

MD = a1 + a2 log + a3 + a4 h (1.7)

Dengan MD = magnitudo durasi, = durasi sinyal (detik), =

jarak episenter (km), h = kedalaman hiposenter (km) dan

a1,a2,a3, dan a4 adalah konstante empiris. Di Indonesia

khususnya BMKG dalam melakukan perhitungan magnitude,

biasanya menggunakan megnitudo lokal dan body. Sehingga perlu

9

adanya konversi untuk itu Gutenberg telah membuat hubungan

dari mangnitudo-magnitudo gempa bumi sebagai berikut:

Mb=0.56Ms+29

Mb=1.7+0.8ML−0.01ML2 (1.8)

Sehingga didapatkan hubungan

Ms=0.8ML−0.01ML2−1.20.56 (1.9)

Ms=Mb−290.56

.

2.3 Deformasi

Deformasi didefinisikan sebagai transformasi suatu benda

dari suatu referensi awal ke kondisi saat ini. Transformasi

benda ini mencakup distori atau perubahan bentuk benda, serta

pergerakan benda kaku (rigid motions) dimana tidak terdapat

perubahan bentuk dari benda. Penyebab dari deformasi bisa

diasumsikan berasal dari gaya ekternal seperti tegangan

(stress). Pengaruh tegangan terhadap batuan tergantung pada

cara bekerja atau sifat tegangannnya dan sifat fisik batuan

yang terkena tegangan. Dalam membahas batuan ada dua bentuk

stress yaitu Uniform Stress dan differential Stress. Kedua bentuk stress

ini yang menyebabkan terdeformasinya litosfer diakibatkan

oleh gaya-gaya tektonik yang bekerja sepanjang waktu. Batuan

yang terkena stress mengalami regangan atau perubahan bentuk

dan atau volume dalam keadaan padat yang disebut strain

(regangan).

a) Uniform Stress

Uniform Stress menekan dengan besaran yang sama dari segala

arah. Dalam batuan dinamakan confining stress karena

10

setiap tubuh batuan dalam litosfir dibatasi oleh batuan

disekitarnya dan ditekan secara merata (uniform) oleh

berat batuan diatasnya. 

b) Differential Stress

Differential Stress menekan tidak dari semua jurusan dengan

besaran yang sama. Dalam sistem ortogonal dapat diuraikan

menjadi stress utama, yang maksimum, yang menengah dan

yang paling kecil besarannya. Differential Stress ini yang

mendeformasi batuan dan dikenal 3 jenis differential

stress, yaitu: tensional stress, compression stress dan shear stress.

a) Tensional stress, arahnya berlawanan pada satu bidang, dan

sifatnya menarik batuan. 

b) Compressional stress arahnya berhadapan, memampatkan atau

menekan batuan. 

c) Shear stress bekerja berlawanan arah, tidak dalam satu

bidang, yang menyebabkan pergeseran dan translasi. 

2.3.1 Tahapan Deformasi

Deformasi dapat diartikan sebagai perubahan kedudukan

atau pergerakan suatu titik pada suatu benda secara absolut

maupun relatif. Dikatakan titik bergerak absolut apabila

dikaji dari perilaku gerakan titik itu sendiri dan dikatakan

relatif apabila gerakan itu dikaji dari titik yang lain.

Ketika suatu batuan dikenakan tekanan dengan besar tertentu,

maka batuan itu akan mengalami tiga tahap deformasi, yaitu :

11

a) Elastic deformation adalah deformasi sementara tidak permanen

atau dapat kembali kebentuk awal (reversible). Begitu stress

hilang, batuan kembali kebentuk dan volume semula. Seperti

karet yang ditarik akan melar tetapi jika dilepas akan

kembali ke panjang semula. Elastisitas ini ada batasnya

yang disebut elastic limit, yang apabila dilampaui batuan

tidak akan kembali pada kondisi awal. Di alam tidak pernah

dijumpai batuan yang pernah mengalami deformasi elastis

ini, karena tidak meninggalkan jejak atau bekas, karena

kembali ke keadaan semula, baik bentuk maupun volumenya.

b) Ductile deformation merupakan deformasi dimana limit elastic

dilampaui dan perubahan bentuk dan volume batuan tidak

kembali.

c) Fracture tejadi apabila batas atau limit elastic dan ductile

deformation dilampaui. Deformasi rekah (fracture deformation)

dan lentur (ductile deformation) adalah sama, menghasilkan

regangan (strain) yang tidak kembali ke kondisi semula.

12

Gambar 2. Kurva stress-strain memperlihatkan deformasi elastik,dan limit

elastis menandai dimulainya deformasi ducktile (shaw dkk, 1999).

2.3.2 Deformasi pada Kerak Bumi

Deformasi yang terjadi di kerak bumi dinamakan dengan

tektonik. Di dalam skala yang lebih luas deformasi kerak bumi

menyatakan evolusi dari struktur dan bentang alam sebagai

fungsi dari waktu. Dalam skala yang global deformasi kerak

bumi mempelajari asal usul dari benua dan cekungan samudra.

Dalam skala lokal, deformasi kerak bumi, mempelajari

pergerakan sesar aktif, perubahan bentuk gunung berapi

(Pratiwi dkk, 2012).

Skala waktu dari deformasi kerak bumi memiliki variasi

yang luas. Seperti diperlukan waktu milyaran tahun untuk

sebuah kontinen terbentuk, jutaan tahun untuk proses

pembentukan samudra, beberapa ribu tahun untuk terbentuknya

bukit dan pegunungan, beberapa tahun untuk pergerakan

lempeng, beberapa bulan untuk pembentukan kawah gunung

berapi, beberapa hari untuk proses letusan gunung api,

beberapa menit perdetik untuk proses gempa bumi (Tsapanos,

2001).

Gempa bumi Aceh pada 26 Desember 2004, merupakan salah satu

gempa bumi terlama yang tercatat dalam sejarah pengamatan

gempa modern. Gempa ini berlangsung selama 600 detik. Dalam

waktu "hanya" 10 menit, lempeng bumi sepanjang 1300 km

mengalami deformasi plastik dan seluruh permukaan bumi

mengalami deformasi elastik (Adzkia, 2011). Proses tektonik

yang mengakibatkan deformasi pada kerak bumi dalam rentang

13

waktu yang signifikan bagi peradaban manusia disebut

dengan aktif tektonik.

2.4 Gelombang Seismik

Metode seismik secara refleksi mendasar pada gelombang

seismik yang merambat dari sumber getaran menuju ke dalam

lapisan-lapisan bumi kemudian menerima kembali pantulan

gelombang dari bidang batas menggunakan alat penerima

(geophone) di permukaan bumi. Gelombang akan menjalar ke

segala arah dengan sumber getaran sebagai pusatnya, sehingga

terbentuklah muka gelombang (wave front).

Gambar 3. Gelombang seismik.

Secara sederhana penjalaran gelombang dibawah permukaan

bisa digambarkan melalui dua komponen utama yaitu muka

gelombang dan berkas sinar (raypart). Muka gelombang adalah

geometri dari gangguan seismik, yang digambarkan sebagai

bentuk lingkaran dalam 2 dimensi atau bentuk bola dalam 3

dimensi dan mempunyai jarak tertentu dari sumber. Sedangkan

berkas sinar merupakan arah penjalaran gelombang dan

mempunyai geometri yang tegak lurus terhadap muka gelombang.

2.4.1 Sifat dan Jenis Gelombang Seismik

14

Gelombang seismik merambat melewati batuan dalam bentuk

gelombang elastis yang mengirim energi menjadi pergerakan

pertikel batuan. Gelombang elastis dapat dibagi menjadi dua

yaitu gelombang tubuh (body wave) dan gelombang permukaan

(surface wave).

a. Gelombang tubuh (body wave)

Body wave merupakan gelombang yang energinya dikirim

melalui medium didalam bumi. Berdasarkan gerakan

partikel mediumnya, body wave dibagi menjadi dua, yaitun

gelombang P (pressure) dan gelombang S (shear). Gelombang

P juga disebut gelombang kompresi, gerakan partikelnya

searah dengan arah penjalaran gelombang. Gelombang S

dikenal juga sebagai gelombang sekunder yang

kecepatannya lebih rendah dari gelombang P, gelombang

ini transversal yang memiliki gerak pertikel tegak lurus

terhadap arah penjalaran gelombang. Jika arah gerakan

partikel adalah bidang horizontal, maka gelombang

tersebut disebut gelombang S Horizontal (SH) dan jika

vertikal, maka gelombang S Vertikal (SV).

Gambar 4. Gelombang P dan gelombang S.

b. Gelombang permukaan (surface wave)

Gelombang permukaan merupakan gelombang yang memiliki

magnitudo yang besar dan frekuensi rendah yang menjalar

15

pada permukaan yang bebas (free surface). Berdasarkan pada

gerakan partikel mediumnya, gelombang permukaan dibagi

menjadi dua yaitu gelombang Rayleigh dan gelombang Love.

Gambar 5. Gelombang love dan gelombang Rayleigh.

Gelombang Rayleigh atau dikenal dengan Ground Roll

merupakan gelombang permukaan yang gerak partikelnya

kombinasi gerakan partikel gelombang P dan S, yaitu

berbentuk ellips. Sumbu mayornya tegak lurus dengan

permukaan dan sumbu minor sejajar dengan arah

penjalarannya. Kecepatan gelombang Rayleigh tergantung

pada konstanta elstik dekat permukaan dan nilainya

selalu lebih kecil dari pada gelombang S (SV).

Sedangkan gelombang Love merupakan gelombang permukaan

dalam bentuk gelombang transversal. Gerakan partikelnya

mirip dengan gelombang S. kecepatan penjarannya

tergantung pada panjang gelombang dan variasi di

sepanjang permukaan.

2.4.2 Persamaan Gelombang Seismik

Dasar teori yang digunakan dalam pengamatan gempa adalah

16

persamaan gelombang elastik untuk media yang homogen

isotropik yang dapat ditulis (Lee, 1981):

ρ ∂2ui∂t2

=(⋋+μ) ∂θ∂xi+μ∇2ui(2.1)

Dimana :

i  = 1,2,3

θ=Σ ∂Uj∂Xj

=∂u∂x

+∂v∂y

+∂w∂y

(2.2)

 

ρ = densitas

Uj = vektor tegangan komponen ke i

Xj = komponen sumbu koordinat ke i

t = waktu

λ  = konstante Lame

 μ  = modulus rigiditas

laplacian=∇2=∂2

∂x+∂2

∂y+∂2

∂z (2.3)

Untuk bangun tiga dimensi, secara lengkap persamaan (1.1)

dapat ditulis sebagai berikut:

ρ ∂2u∂t2

=(⋋+μ )∂θ∂x+μ∇2u(2.4)

ρ ∂2v∂t2=(⋋+μ ) ∂θ∂y+μ∇2v(2.5)

ρ ∂2w∂t2=(⋋+μ ) ∂θ∂z+μ∇2w(2.6)

Jika ketiga persamaan tersebut terakhir dideferensiasi

terhadap x , y dan z dan kemudian hasilnya di jumlahkan

diperoleh persamaan :

17

∂2θ∂t2

=(⋋+2μ)

ρ ∇2θ(2.7)

Persamaan (2.7) merupakan persamaan gerak gelombang yang

merambat dengan kecepatan :

Vp=√⋋+2μρ

(2.8)

Gelombang tersebut dalam Seismologi dikenal sebagai gelombang

longitudinal, gelombang dilatasi , gelombang kompresi atau

gelombang Primer (P). Jika persamaan (2.5) dan ( 2.6 )

masing-masing dideferensiasikan terhadap z dan y dan kemudian

hasilnya dikurangkan diperoleh persamaan :

ρ ∂∂t2 (∂w∂y−

∂v∂z )=μ∇2(∂w∂y−

∂v∂z )(2.9)

Dengan mensubstitusikan komponen x pada persamaan rotasi

benda :

w=∂w∂y

−∂v∂z

(3.1)

ke persamaan (2.8a ) didapat persamaan :

∂2w∂t2=

μρ ∇

2w(3.2)

Persamaan ( 2.8b) ini menyatakan persamaan gerak gelombang

shear, gelombang rotasi, gelombang transversal, atau

gelombang sekunder (S) yang merambat dengan kecepatan :

Vs=√μρ (3.3)

Untuk model kerakbumi dengan lapisan sederhana persamaan

gelombang yang dibiaskan adalah sebagai berikut:

18

Waktu jalar gelombang pada kasus media N lapisan dengan

ketebalan masing-masing lapisan h1, h2, h3, . . . , hn ,

dengan kecepatan masing-masing v1, v2, . . . , vn dihitung

dengan rumus sebagai berikut :

Gambar 6. Lintasan gelombang bias beberapa lapisan dengan sumber

di permukaan (Sunardi, 2009).

T1=xv1

(3.4)

T2=xv1

+2h1cosi12

v2(3.5)

T3=xv3

+2h1cosi13

v1+2h2cosi23

v2(3.6)

Tk=xvk

+2∑i=1

k−1 2hicosiikvk

(3.7)

(EX¿¿co)k=2vkvk−1

vkvk−1 [∑i=1

k−1 hi(vk2−vi

2)1 /2

vkvi−∑

i=1

k−2 hi(vk−12 −vi2)1/2

vk−1vi ](3.8)¿

19

N1

N2

N3

Perpanjangan garis 1/v2 dan 1/v3 akan memotong sumbu T

di titik τ i 1 dan τ i 2, yang disebut intercept time (waktu

tunda). Sedangkan proyeksi titik potong garis 1/v1 dan 1/v2

serta 1/v2 dan 1/v3 ke sumbu X disebut jarak cross over

pertama, EXco1, dan jarak cross over kedua, Exco2. Untuk

menentukan struktur kerak bumi di bawah permukaan dapat

dipergunakan salah satu metode dari metode waktu tunda

(Intercept time) atau metode jarak cross over. Dengan metode

waktu tunda didapat persamaan:

Tb=xv2

+2h¿¿

Akan memotong sumbu T dan disebut Intercept time atau waktu

tunda (τ i )

τi=2h1 ¿¿

dan kedalaman lapisan pertama dan kedua kerak bumi model

sederhana diformulakan:

h1=τi

2v2v1¿¿¿

h2=12

¿

Sedang dengan metode jarak Cross Over akan didapat persamaan-

persamaan sebagai berikut:

Ti=Xv1

(4.4)

Tb=Xv2

+2h1

v2v1[v¿¿32−v1

2]1 /2(4.5)¿

Titik potong kedua persamaan tersebut di atas di titik (Xco1,

T1) dengan T1 = Tb20

Jadi

(EX¿¿co)k=EXco

v2+2h1

v2v1[v¿¿22−v1

2]1/2(4.6)¿¿

h1=EXco

v2

(v¿¿2−v1)

(v¿¿22−v12)1/2(4.7)¿

¿

Atau kedalaman lapisan pertama dapat ditulis:

h1=Xco

2(v¿¿2+v1)[v¿¿22−v12]1/2(4.8)¿ ¿

sedang kedalaman lapisan kedua adalah:

h2=Xco

2(v¿¿3+v2)¿1 /2−h1¿¿¿¿

2.5 B-Value

Banyak ahli menyatakan bahwa b-value bergantung pada

karakter tektonik dan tingkat stress atau struktur material

suatu wilayah ( Tsapanos, 2001).

Log N = a - bM, atau N = 10a-bM. (5.1)

N adalah jumlah gempa bumi, M adalah magnitudo gempa bumi, a

dan b adalah konstanta real yang bernilai positif. Konstanta

a menggambarkan aktivitas seismik dan b menggambarkan

karakteristik tekanan yang dialami oleh medium. Sampai saat

ini belum ada metode yang mampu menandingi keakuratan dari

formula empiris tersebut terkait kemampuannya dalam

menjelaskan masalah sesismisitas dengan lebih baik

(Madlazim,2013).

Variasi b-value suatu wilayah berhubungan dengan

heterogenitas struktur dan distribusi stress wilayah tersebut

(Farell dkk, 2009). b-value dapat diperkirakan dengan cara

statistik, Distribusi gempa bumi untuk suatu rentang besar

21

magnitudo dapat digambarkan oleh hubungan frekuensi-magnitudo

(Frequency- Magnitude Distribution / FMD) dengan rumus: log N = a –

Bm (Gutenberg & Richter, 1944) di mana N adalah jumlah

Gempa bumi dengan magnitudo M, a adalah konstanta

produktivitas gempa bumi, dan b adalah konstanta distribusi

gempa bumi.

Secara empiris harga b-value dapat menggambarkan keadaan

seismotektonik suatu wilayah yang terlihat dari frekuensi

relatif gempa besar dan gempa kecil yang terjadi (Nuannin,

2006). Jika suatu wilayah secara beraturan menghasilkan gempa

kecil dan jarang menghasilkan gempa besar maka kurva

frekuensi-magnitudo akan semakin tajam dan gradien kurva (b-

value) akan lebih besar dibandingkan dengan wilayah yang

jarang menghasilkan gempa kecil namun sesekali melepaskan

gempa besar.

2.6 Hubungan B-Value dan Stress

Parameter fundamental yang mempengaruhi besar b-value

adalah akumulasi stress yang bekerja pada batuan, b-value rendah

berasosiasi dengan shear stress tinggi, begitu pula sebaliknya

(Nuannin, 2006). Berdasarkan konsep ini b-value bisa dijadikan

sebagai alat ukur stress. Bagian sesar dengan b-value rendah

dapat dikatakan sebagai daerah asperities yaitu daerah yang

mempunyai stress tinggi dengan besar b-value pada asperities yaitu

0.4 – 0.7. Sementara daerah creeping yaitu daerah sesar yang

aktif mengalami slip dan tidak mengakumulasi stress, memiliki b-

value bernilai lebih dari 1.2 (Farell dkk, 2009).

22

Jika terjadi penurunan b-value setelah terjadi gempa besar

dan berlanjut hingga lebih dari 2 tahun, hal itu menandakan

masih berlangsungnya akumulasi stress maka kemungkinan besar

akan kembali terjadi gempa besar pada wilayah yang sama.

Semakin lambat penurunan b-value, atau semakin landai kurva

penurunan b-value, maka gempa bumi yang akan terjadi

berkemungkinan memiliki magnitudo makin kecil. Hasil

penelitian Nuannin (2006) menunjukkan bahwa gempa-gempa besar

dalam skala medium-term sering didahului dengan peningkatan b-

value sampai nilai 2,36 kemudian diikuti penurunan sampai di

bawa nilai 1 dalam beberapa bulan sebelum kejadian gempa bumi

mega besar tahun 2004 di Sumatra. Penelitian yang dilakukan

Sunardi (2009) baik dengan katalog regional maupun global

menemukan bahwa b-value dari gempa-gempa pendahuluan turun

sampai 50 % sebelum kejadian gempa utama.

23