9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Akuntansi ...

79
9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Akuntansi 2.1.1 Pengertian Sistem Informasi Sistem informasi adalah sebuah rangkaian prosedur dan kombinasi dari pengguna, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, dan sumber-sumber data yang mengumpulkan, memproses dan mendistribusikan informasi. Penjelasan di atas mengacu kepada pendapat Laudon dan Laudon (2009, p.8), sistem informasi secara teknikal dapat didefinisikan sebagai serangkaian komponen yang saling berhubungan untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan dan menyebarkan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan dan mengendalikan organisasi. Dan juga berdasarkan pendapat O’Brien (2005, p.5), sistem informasi dapat merupakan kombinasi dari orang-orang, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi. 2.1.2 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi Sistem informasi akuntansi adalah salah satu subsistem dari sistem informasi manajemen yang berfungsi untuk mengumpulkan, mencatat, menyimpan dan mengolah data-data dalam proses transaksi akuntansi yang rutin untuk menghasilkan informasi akuntansi dan keuangan yang berguna bagi manajemen dalam pengambilan keputusan.

Transcript of 9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Akuntansi ...

9

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Informasi Akuntansi

2.1.1 Pengertian Sistem Informasi

Sistem informasi adalah sebuah rangkaian prosedur dan kombinasi dari

pengguna, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, dan sumber-sumber

data yang mengumpulkan, memproses dan mendistribusikan informasi.

Penjelasan di atas mengacu kepada pendapat Laudon dan Laudon (2009, p.8),

sistem informasi secara teknikal dapat didefinisikan sebagai serangkaian komponen

yang saling berhubungan untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan dan

menyebarkan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan dan mengendalikan

organisasi.

Dan juga berdasarkan pendapat O’Brien (2005, p.5), sistem informasi dapat

merupakan kombinasi dari orang-orang, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan

komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah dan menyebarkan

informasi dalam sebuah organisasi.

2.1.2 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi

Sistem informasi akuntansi adalah salah satu subsistem dari sistem informasi

manajemen yang berfungsi untuk mengumpulkan, mencatat, menyimpan dan mengolah

data-data dalam proses transaksi akuntansi yang rutin untuk menghasilkan informasi

akuntansi dan keuangan yang berguna bagi manajemen dalam pengambilan keputusan.

10

Penjelasan di atas mengacu kepada pendapat Jones dan Rama (2006,p.5), Sistem

informasi akuntansi adalah sebuah subsistem dari sistem informasi manajemen yang

menyediakan informasi akuntansi dan keuangan, bersama informasi lainnya yang

diperoleh dalam proses transaksi akuntansi yang rutin.

Dan juga berdasarkan pendapat Romney dan Steinbart (2008, p.6), Sistem

informasi akuntansi adalah sistem yang mengumpulkan, mencatat, menyimpan dan

memproses data menjadi informasi untuk pengambilan keputusan.

Menurut Hall (2009, p65), terdapat tiga siklus dalam siklus transaksi antara lain :

1. Siklus Pengeluaran (p65)

Aktivitas bisnis di mulai dengan pemerolehan bahan baku, properti, dan tenaga kerja

melalui pertukaran dengan kas – siklus pengeluaran. Subsistem-subsistem utama

dari siklus pengeluaran antara lain:

a. Sistem pembelian/utang

b. Sistem pengeluaran kas

c. Sistem penggajian

d. Sistem aktiva tetap

2. Siklus Pendapatan (p67)

Perusahaan menjual barang jadi ke pelanggan melalui siklus pendapatan,yang

melibatkan pemrosesan penjualan tunai, penjualan kredit, dan penerimaan kas

setelah penjualan kredit.

3. Siklus Konversi (p66)

Siklus konversi terdiri atas dua subsistem utama : sistem produksi dan sistem

akuntansi biaya. Sistem produksi melibatkan perencanaan, penjadwalan dan

11

pengendalian produk fisik melalui proses produksi. Hal ini termasuk menetapkan

kebutuhan bahan baku, otorisasi kerja yang harus dilakukan dan pelepasan bahan

baku ke produksi , serta mengarahkan pergerakan barang dalam proses melalui

berbagai tahap proses-proses. Sistem akuntansi biaya memantau arus informasi

biaya yang berkaitan dengan dengan produksi. Informasi yang dihasilkan oleh

sistem ini digunakan untuk penilaian persediaan, penganggaran, pengendalian biaya,

pelaporan kinerja, dan keputusan manajemen seperti keputusan “membuat atau

membeli”

2.1.3 Manfaat Sistem Informasi Akuntansi

Kegunaan Sistem Informasi Akuntansi menurut Jones dan Rama (2006,p.6),

antara lain :

a. Menghasilkan External Report

Bisnis menggunakan sistem informasi akuntansi untuk menghasilkan

laporan-laporan khusus untuk memenuhi kebutuhan informasi investor,

kreditor, petugas pajak, agen pengatur dan lain-lain.

b. Mendukung Aktivitas Rutin

Manajer membutuhkan sistem informasi akuntansi untuk menangani aktivitas

operasional yang rutin dalam siklus operasi perusahaan. Contohnya antara

lain : melayani pemesanan pelanggan, pengiriman barang dan jasa, penagihan

kepada pelanggan, dan penerimaan kas.

12

c. Pengambilan Keputusan

Informasi juga dibutuhkan untuk pengambilan keputusan tidak rutin pada

semua level dari organisasi. Contohnya antara lain : mengetahui barang yang

penjualannya baik dan pelanggan yang paling banyak melakukan pembelian.

d. Perencanaan dan Pengendalian

Sebuah sistem informasi dibutuhkan untuk aktivitas perencanaan dan

pengendalian

e. Implementasi Pengendalian Internal

Pengendalian internal meliputi kebijakan, prosedur dan sistem informasi

yang digunakan untuk melindungi harta (asset) perusahaan dari kerugian atau

pencurian dan untuk memelihara keakuratan data keuangan

2.2 Sistem Informasi Akuntansi Persediaan

2.2.1 Pengertian Persediaan

Persediaan merupakan seluruh barang yang dimiliki oleh perusahaan dengan

maksud untuk dijual dalam suatu periode operasi normal, termasuk juga bahan baku

(barang yang digunakan untuk proses produksi), barang dalam proses (barang yang

masih dalam proses produksi), serta produk jadi (barang yang siap untuk dijual)

sehingga dapat memenuhi permintaan para pelanggan.

Berdasarkan pendapat Warren et al. (2005, p344), persediaan digunakan untuk

mengindikasikan (1) barang dagangan yang disimpan untuk dijual selama dalam operasi

bisnis yang normal (2) bahan-bahan dalam proses produksi atau yang disimpan untuk

produksi.

13

Russel dan Taylor (2006, p529) mendefinisikan persediaan merupakan sebuah

stok dari item-item yang disimpan oleh suatu organisasi untuk memenuhi permintaan

para pelanggan internal atau eksternal.

2.2.2 Sistem Persediaan

Menurut Weigandt et al. (2005, p220) terdapat dua sistem persediaan, yaitu :

1. Sistem Persediaan Periodik

Dalam sistem periodik, perusahaan tidak selalu mencatat yang terjadi pada

persediaan yang dimilikinya. Akibatnya, pada akhir periode, perusahaan harus

melakukan perhitungan fisik untuk mengetahui jumlah persediaan yang dimilki

pada saat itu. Jumlah persediaan tersebut akan dikalikan dengan unit biaya untuk

mendapatkan harga pokok persediaan pada akhir periode. Angka ini akan masuk

ke dalam neraca. Angka ini juga digunakan untuk menghitung harga pokok

penjualan. Sistem periodic disebut juga sistem fisik, karena sistem ini tergantung

pada hasil persediaan secara fisik pada akhir periode. Sistem ini biasanya

digunakan untuk mencatat persediaan yang nilainya tidak tinggi, karena dari segi

biaya, tidak begitu menguntungkan untuk mempunyai catatan untuk setiap dari

barang yang rendah nilainya.

2. Sistem Persediaan Perpetual

Dalam sistem perpetual, perusahaan akan mencatat setiap yang terjadi pada

persediaan barangnya. Jadi akun persediaan akan selalu menunjukkan nilai

persediaan setiap saat. Pencatatan secara perpetual berguna untuk menyediakan

laporan bulanan, kuartalan, ataupun laporan interim, dimana perusahaan dapat

14

lansung menentukan jumlah dan harga pokok persediaan yang dimilikinya tanpa

harus menghitung persediaan fisik terlebih dahulu. Sistem persediaan perpetual

juga memberikan tingkat pengendalian terhadap persediaan yang lebih akurat

dibandingkan sistem periodik karena informasi mengenai persediaan dalam

sistem perpetual selalu mencerminkan keadaan persediaan saat ini.

2.2.3 Metode Penilaian Persediaan

Menurut pendapat Weigandt et al. (2005, p237), terdapat tiga metode penilaian

terhadap persediaan, yaitu :

1. Specific Identification Method

Metode ini menelusuri arus fisik aktual dari barang. Masing-masing jenis

persediaan ditandai, diberi label, ataupun diberi kode sesuai dengan spesifik

biaya per unitnya. Pada akhir periode, biaya spesifik dari persediaan yang masih

menjadi persediaan merupakan biaya total dari persediaan akhir.

2. First-in, First-Out method (FIFO)

First-in, First-Out method (FIFO) adalah metode penilaian persediaan yang

menganggap barang yang pertama kali masuk diasumsikan keluar pertama kali

pula. Pada umumnya perusahaan menggunakan metode ini, sebab metode ini

perhitungannya sangat sederhana baik sistem fisik maupun sistem perpetual akan

menghasilkan penilaian persediaan yang sama. Dengan metode FIFO, harga

pokok barang yang lebih dulu dibeli merupakan biaya yang pertama kali diakui

sebagai harga pokok penjualan.

15

3. Last-in, First-out method (LIFO)

Last-in, First-out method (LIFO) adalah metode penilaian persediaan yang

terakhir masuk diasumsikan akan keluar atau ditetapkan dalam menghitung harga

pokok penjualan. Metode ini memiliki konsep yang cukup sederhana namun sulit

dilaksanakan. Pengaruh penggunaan metode LIFO terhadap penentuan laba

bersih usaha, jika harga cenderung naik maka laba perusahaan terlalu kecil atau

sebaliknya.

4. Average method (Metode rata-rata)

Metode ini mengasumsikan bahwa barang yang tersedia untuk dijual memiliki

biaya per unit yang sama (rata-rata). Besar kecilnya nilai persediaan yang masih

ada dan harga pokok barang yang dijual, dipengaruhi oleh metode yang dipakai

dalam metode rata-rata adalah (1) sistem fisik yang dibagi menjadi metode rata-

rata sederhana dan metode rata-rata tertimbang; (2) sistem perpetual (metode

rata-rata bergerak).

2.2.4 Metode Pengendalian Persediaan

Metode pengendalian persediaan terdiri dari kuantitas pemesanan ekonomis, titik

pemesanan kembali, serta persediaan/stok pengaman sebagaimana diuraikan berikut:

1. Kuantitas Pemesanan Ekonomis (Economic Order Quantity atau EOQ)

Pengendalian persediaan bertujuan untuk meminimalkan total biaya

persediaan sehingga suatu keputusan penting yang perlu dibuat merupakan

ukuran setiap kuantitas pemesanan pembelian, yaitu economic order quantity

(EOQ). Kuantitas pemesanan pembelian harus menyeimbangkan dua sistem

16

biaya, yaitu total biaya penyimpanan (carrying cost) dan total biaya

pemesanan (ordering cost). Setelah EOQ dikalkulasi, waktu pemesanan

harus diputuskan, yaitu ROP harus ditentukan.

2. Titik Pemesanan Kembali (Re-order point atau ROP)

Suatu ROP merupakan tingkat persediaan ketika diperlukan sekali untuk

memesan atau menghasilkan items tambahan untuk menghindari kondisi

kehabisan stok persediaan. Pengembangan ROP memerlukan suatu analisis

permintaan produk, biaya pemasangan (setup) produksi atau pemesanan, lead

time produksi atau pemasok, biaya penyimpanan (holding) persediaan, dan

biaya yang berhubungan dengan kondisi kehabisan stok persediaan, seperti

kehilangan penjualan (lost sales) atau penggunaan yang tidak efisien dari

fasilitas-fasilitas produksi.

Jika lead time pemesanan tingkat penggunaan persediaan diketahui,

penentuan ROP dapat langsung diperoleh. Lead time merupakan waktu di

antara penempatan pesanan dan penerimaan barang. Tingkat penggunaan

persediaan (inventory usage rate) merupakan kuantitas barang yang

digunakan selama periode waktu. ROP seharusnya terjadi ketika tingkat

persediaan mencapai jumlah unit yang akan dikonsumsi selama lead time,

dengan rumus sebagai berikut :

Reorder point (ROP) = lead time x average inventory usage rate

ROP terjadi ketika persediaan mencapai sebelum nol, kemudian perusahaan

melakukan pemesanan kembali, dan dengan seketika barang yang dipesan

diterima. Perhitungan ROP menggunakan rumus sebagai berikut (persamaan

17

di bawah ini mengasumsikan bahwa permintaan selama lead time dan lead

time sendiri adalah konstan):

ROP = d x L

Keterangan:

ROP = titik pemesanan ulang

d = Permintaan per hari

L = lead time untuk pemesanan baru atau waktu pengiriman (dalam

hari)

Permintaan per hari, d, dapat dicari dengan membagi permintaan tahunan, D,

dengan jumlah hari kerja per tahun sebagai berikut :

d = D

jumlah hari kerja per tahun

2.3 Sistem Pengendalian Internal

2.3.1 Definisi Sistem Pengendalian Internal

Pengendalian Internal adalah suatu sistem pengendalian yang berupa aturan,

kebijakan, prosedur dan sistem informasi yang dihasilkan juga akurat dan dapat

diandalkan, tingkat efektivitas dan efisiensi operasional, serta memastikan bahwa segala

kebijakan dan peraturan yang ada dapat dipatuhi sebagaimana mestinya.

Menurut Gelinas dan Dull (2008, p.216), yang terdapat dalam Committee of

Sponsoring Organization (COSO), pengendalian internal didefinisikan sebagai suatu

proses yang dipengaruhi oleh suatu dewan direksi, manajemen, dan pihak personal

lainnya dalam suatu entitas, yang dirancang untuk menyediakan jaminan atau keyakinan

18

yang layak atau memadai berkenaan dengan pencapaian tujuan denagn kategori sebagai

berikut: efektivitas dan efisiensi operasi, kehandalan laporan keuangan, dan kesesuaian

dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

2.3.2 Komponen-Komponen Pengendalian Internal

Menurut Jones dan Rama (2006, p.105), komponen-komponen yang

berhubungan dengan pengendalian internal terdiri dari lima komponen, yaitu:

1. Lingkungan Pengendalian

Berhubungan dengan beberapa faktor yang disusun oleh organisasi untuk

mengendalikan kesadaran para karyawannya. Faktor tersebut berhubungan

dengan integritas, nilai etika, filosofi manajemen dan gaya operasional.

Termasuk di dalamnya cara manajemen menetapkan otoritas dan tanggung

jawab, mengatur, dan mengembangkan sumber daya manusia serta perhatian dan

petunjuk Dewan Direktur.

2. Penilaian Resiko

Merupakan proses identifikasi dan analisis terhadap resiko yang dapat

menghambat pencapaian tujuan pengendalian internal.

3. Aktivitas Pengendalian

Merupakan kebijakan dan prosedur yang dikembangkan oleh organisasi untuk

menangani resiko-resiko yang mungkin dan telah ada. Aktivitas pengendalian

mencakup:

• Performance Review, kegiatan yang berhubungan dengan analisis terhadap

kinerja, misalnya dengan membandingkan hasil yang didapat dengan

anggaran, standar perhitungan, dan data pada periode sebelumnya.

19

• Segregation of Duties, terdiri dari penetapan tanggung jawab untuk

mengotorisasi transaksi, melakukan transaksi, mencatat transaksi, dan

menjaga aset yang dilakukan oleh karyawan yang berbeda.

• Application Control, yang berhubungan dengan aplikasi sistem informasi

akuntansi.

• General control, berhubungan dengan pengawasan yang lebih luas yang

berhubungan dengan berbagai aplikasi.

4. Informasi dan Komunikasi

Sistem informasi perusahaan adalah kumpulan dari prosedur (baik otomatis

maupun manual) dan pencatatan dalam memulai, mencatat, memproses, dan

melaporkan kejadian atas proses-proses yang terjadi dalam organisasi. Dan

komunikasi berhubungan dengan menyediakan pemahaman atas peraturan dan

tanggung jawab tertentu.

5. Pengawasan

Manajemen harus mengawasi pengendalian internal untuk memastikan bahwa

pengendalian internal organisasi berjalan sesuai tujuan yang diharapkan.

2.4 Perencanaan Produksi

Menurut Assauri (2008, h.181) perencanaan produksi adalah perencanaan dan

pengorganisasian sebelumnya mengenai orang-orang, bahan-bahan, mesin-mesin dan

peralatan lain serta modal yang diperlukan untuk memproduksi barang-barang pada

suatu periode tertentu di masa depan sesuai dengan yang diperkirakan atau diramalkan.

20

Barang yang direncanakan akan diproduksi pada suatu periode di masa depan harus

memenuhi beberapa syarat, yaitu :

a. barang tersebut harus dapat diproduksi atau dibuat pada waktu itu

b. barang tersebut harus dapat dikerjakan dengan atau oleh pabrik ini,

c. barang tersebut harus sesuai dengan atau dapat memenuhi atau dicocokan

dengan keinginan pembeli sesuai dengan ramalan baik mengenai harga,

kuantitas,kualitas dan waktu yang dibutuhkan

Tujuan perencanaan produksi adalah :

a. untuk mencapai tingkat /level keuntungan (profit) yang tertentu. Misalnya

berapa hasil (output) yang diproduksi supaya dapat dicapai tingkat/level

profit yang diinginkan dan dan tingkat persentase tertentu dari keuntungan

(profit) setahun terhadap penjualan (sales) yang diinginkan

b. untuk menguasai pasar tertentu, sehingga hasil atau output perusahaan ini

tetap mempunyai pangsa pasar (market share) tertentu

c. untuk mengusahakan supaya perusahaaan pabrik ini dapat bekerja pada

tingkat efisiensi tertentu.

d. untuk mengusahakan dan mempertahankan supaya pekerjaan dan kesempatan

kerja yang sudah ada tetap pada tingkatnya dan berkembang.

e. untuk menggunakan sebaik-baiknya (efisien) fasilitas yang sudah ada pada

perusahaan yang bersangkutan.

21

2.5 Biaya Pada Perusahaan Manufaktur

2.5.1 Pengertian Biaya

Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan tindakan ekonomis adalah suatu

pengorbanan nilai dari faktor-faktor produksi. Biaya merupakan pengorbanan sumber

daya ekonomi dalam bentuk kas atau aktiva lain (nonkas) yang dikeluarkan untuk

menghasilkan dan memperoleh barang dan jasa yang diharapkan memberikan manfaat

bagi perusahaan di masa yang akan datang.

Biaya menurut Hansen dan Mowen (2009, h.47) adalah asset kas atau nonkas

yang dikorbankan untuk barang dan jasa yang diharapkan keuntungan bagi perusahaan

pada masa sekarang atau yang akan datang.

Menurut Witjaksono (2006,h.6) terdapat beberapa definisi biaya antara lain

adalah :

1. Cost adalah pengorbanan sumber daya untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

2. Sebagian akuntan mendefinisikan biaya sebagai satuan moneter atas

pengorbanan barang dan jasa untuk memperoleh manfaat di masa kini atau

masa yang akan datang

2.5.2 Pengertian Akuntansi Biaya

Akuntansi biaya adalah akuntansi yang menyediakan informasi biaya untuk

membantu manajemen agar dapat mengelola biaya secara efektif dan efisien

Menurut Witjaksono (2006, h.1) akuntansi biaya dapat didefinisikan sebagai

“ilmu dan seni mencatat, mengakumulasikan, mengukur serta menyajikan informasi

berkenaan dengan biaya dan beban”

22

Horngren dan Datar (2005, h.3) menyatakan, Akuntansi Biaya menyediakan

informasi yang dibutuhkan untuk akuntansi manajemen dan akuntansi keuangan.

Akuntansi biaya mengukur dan melaporkan setiap informasi keuangan dan nonkeuangan

yang terkait dengan daya perolehan atau pemanfaatan sumber daya dalam suatu

organisasi..

2.5.3 Klasifikasi Biaya Pada Perusahaan Manufaktur

Biaya dapat dikelompokkan dengan berbagai macam cara. Pada umumnya

klasifikasi biaya ditentukan berdasarkan tujuan yang akan dicapai dari penggolongan

tersebut

Menurut Hansen dan Mowen (2009,h.56), biaya dikelompokkan dalam dua

kategori fungsional utama :

1. Biaya produksi

Biaya produksi adalah biaya yang berkaitan dengan pembuatan barang dan

penyediaan jasa. Biaya produksi dapat diklasifikasikan lebih lanjut sebagai :

a. Bahan Langsung

Bahan langsung adalah bahan yang dapat ditelusuri secara langsung pada

barang atau jasa yang sedang diproduksi. Biaya bahan ini dapat langsung

dibebankan pada produk karena pengamatan secara fisik dapat digunakan

untuk mengukur kuantitas yang dikonsumsi setiap produk.

b. Tenaga Kerja Langsung

Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang dapat ditelusuri secara

langsung pada barang atau jasa yang sedang diproduksi. Karyawan yang

23

mengubah bahan baku menjadi produk atau menyediakan jasa kepada

pelanggan diklasifikasikan sebagai tenaga kerja langsung.

c. Overhead

Semua biaya produksi – selain bahan langsung dan tenaga kerja langsung

– dikelompokkan dalam satu kategori yang disebut overhead. Pada

perusahaan manufaktur, overhead juga dikenal sebagai beban pabrik

(Factory Overhead) atau overhead manufaktur (Manufacturing

Overhead).

d. Biaya Utama dan Konversi

Kombinasi dari berbagai biaya produksi mengarah pada konsep biaya

konversi dan biaya utama. Biaya utama (Prime Cost) adalah jumlah dari

biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya konversi

(Conversion Cost) adalah jumlah dari biaya tenaga kerja langsung dan

biaya overhead. Untuk perusahaan manufaktur, biaya koversi bisa

diinterpretasikan sebagai biaya untuk mengonversi bahan baku menjadi

produk akhir.

2. Biaya nonproduksi

Biaya nonproduksi adalah biaya yang berkaitan dengan fungsi desain,

pengembangan pemasaran, distribusi, layanan pelanggan, dan administrasi

umum. Biaya nonproduksi sering dibagi menjadi dua kategori umum yaitu :

a. Biaya Penjualan

Biaya-biaya yang diperlukan untuk memasarkan, mendistribusikan, dan

melayani produk atau jasa merupakan biaya pemasaran (penjualan).

24

Biaya ini sering disebut sebagai biaya mendapatkan pesanan (order

getting cost) dan biaya memenuhi pesanan (order filling cost). Contoh

biaya mendapatkan pesanan adalah gaji dan komisi tenaga penjual dan

iklan. Contoh biaya memenuhi pesanan adalah pergudangan, pengiriman,

dan layanan pelanggan.

b. Biaya administrasi

Seluruh biaya yang berkaitan dengan penelitian, pengembangan dan

administrasi umum pada organisasi yang tidak dapat dibebankan pada

pemasaran ataupun produksi, dikelompokkan sebagai biaya administrasi.

Administrasi umum bertanggung jawab dalam memastikan bahwa

berbagai aktivitas organisasi terintegrasi secara tepat sehingga misi

perusahaan secara keseluruhan dapat terealisasi. Contoh biaya

administrasi umum adalah gaji eksekutif puncak, biaya jasa konsultasi

hukum, pencetakan laporan tahunan, dan akuntansi umum. Biaya

penelitian dan pengembangan adalah biaya yang berkaitan dengan desain

dan pengembangan produk baru.

Menurut Rudianto (2005, h.14) perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang

membeli bahan mentah, mengolahnya hingga menjadi produk jadi yang siap pakai dan

menjualnya kepada konsumen yang membutuhkannya. Misalnya produsen mie instan

mengolah tepung terigu hingga menjadi mie instan dan menjualnya kepada masyarakat.

Jadi, fungsi utama perusahaan manufaktur adalah sebagai jembatan antara perusahaan

penghasil bahan mentah dengan konsumen yang membutuhkan barang yang memiliki

25

nilai tambah lebih tinggi dari bahan mentah tersebut. Perusahaan manufaktur harus

mengolah terlebih dahulu bahan baku atau bahan mentah yang dibelinya sebelum

menjualnya ke masyarakat. Dalam proses pengolahan tersebut perusahaan manufaktur

membutuhkan biaya tambahan dalam berbagai bentuknya agar proses pemberian nilai

tambah dapat terjadi.

Karena, perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang membeli dan mengolah

bahan baku menjadi barang yang siap pakai maka secara keseluruhan transaksi di

perusahaan manufaktur dapat di ringkas ke dalam bagan sebagai berikut :

Menjual bahan Membeli bahan

Menjual produk jadi

Membeli produk

Gambar 2.1 Transaksi Perusahaan Manufaktur Sumber : Rudianto (2005,h.15)

Biaya di dalam perusahaan manufaktur dikelompokkan menjadi beberapa

kelompok menurut spesifikasi manfaatnya, yakni biaya bahan baku, biaya tenaga kerja

langsung, biaya overhead, biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum.

1. Biaya bahan baku adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku

yang telah digunakan untuk menghasilkan suatu produk jadi dalam volume

tertentu. Misalnya, harga beli kain per potong pakaian, harga beli dari kayu

per unit meja dan sebagainya.

Produsen bahan baku

Perusahaan manufaktur

Konsumen

26

2. Biaya tenaga kerja langsung adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar

pekerja yang terlibat secara langsung dalam proses produksi. Misalnya ,

tukang jahit di dalam perusahaan garmen, tukang kayu di dalam perusahaan

mebel dan lain-lain. Hanya pekerja yang terlibat secara langsung di dalam

proses menghasilkan produk perusahaan yang dapat dikelompokkan sebagai

tenaga kerja langsung.

3. Biaya overhead adalah berbagai macam biaya selain biaya bahan baku

langsung dan biaya tenaga kerja langsung tetapi juga dibutuhkan dalam

proses produksi. Termasuk dalam kelompok ini adalah biaya bahan

penolong, biaya tenaga kerja penolong dan biaya pabrikase lain.

1) Biaya bahan penolong (bahan tidak langsung) yaitu dalam bahan

tambahan yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu produk tertentu.

Misalnya, kain dan kancing dibutuhkan untuk menghasilkan pakaian,

paku dan cat untuk menghasilkan meja tulis dan sebagainya. Bahan

penolong merupakan elemen bahan baku yang tetap dibutuhkan oleh

suatu produk jadi tetapi bukan elemen utama. Tanpa bahan penolong,

suatu produk tidak akan pernah menjadi produk yang siap dipakai dan

siap dijual

2) Biaya tenaga kerja penolong (tenaga kerja tidak langsung) adalah pekerja

yang dibutuhkan dalam proses menghasilkan suatu barang tetapi tidak

terlibat secara langsung di dalam proses produksi. Misalnya, mandor dari

para penjahit dan tukang kayu, satpam pabrik dan lainnya. Tenaga kerja

penolong merupakan tenaga kerja yang tetap dibutuhkan tetapi bukan

27

merupakan elemen tenaga kerja utama didalam suatu produk. Tetapi

tanpa tenaga kerja penolong, proses produksi dapat terganggu.

3) Biaya pabrikase lain adalah biaya-biaya tambahan yang dibutuhkan untuk

menghasilkan suatu produk selain biaya bahan penolong dan biaya tenaga

kerja penolong. Seperti biaya listrik dan air pabrik, biaya telepon pabrik,

depresiasi bangunan pabrik, biaya depresiasi mesin dan sebagainya.

4. Biaya pemasaran digunakan untuk menampung keseluruhan biaya yang

dikeluarkan perusahaan untuk mendistribusikan barang dagangannya hingga

sampai ke tangan langganan. Biaya ini mencakup, gaji salesman, komisi

salesman, biaya iklan, biaya listrik kantor pemasaran, biaya telepon kantor

pemasaran, biaya angkut penjualan, biaya depresiasi kantor dan kendaraan

pemasaran dan sebagainya.

5. Biaya administrasi dan umum digunakan untuk menanpung keseluruhan biaya

operasi kantor. Biaya ini mencakup, gaji direktur, gaji sekretaris, biaya

listrik, biaya telepon, biaya depresiasi bangunan dan lainnya.

Kemudian biaya-biaya tersebut diatas dikelompokkan lagi menjadi :

1). Biaya produksi

1. Biaya bahan baku langsung

2. Biaya tenaga kerja langsung

3. Biaya overhead

Akumulasi dari ketiga kelompok biaya tersebut di dalam satu periode

akuntansi menghasilkan biaya produksi untuk periode tersebut

28

2). Biaya operasi/komersial

1. Biaya pemasaran, dan

2. Biaya administrasi dan umum

Biaya operasi adalah biaya yang berkaitan dengan operasi perusahan diluar

biaya produksi. Biaya operasi atau biaya komersial mencakup dua

kelompok biaya yaitu biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum.

2.5.4 Jenis Persediaan Pada Perusahaan Manufaktur

Jenis persediaan (stok) dalam perusahaan manufaktur dapat dibedakan menjadi :

1. Persediaan bahan baku, yaitu bahan dasar yang menjadi komponen utama

dari suatu produk. Bahan baku merupakan elemen utama dari suatu produk,

walaupun di dalam suatu produk dalam terdapat elemen yang lain. Misalnya,

kain adalah bahan baku dari pakaian, kayu adalah bahan baku dari meja.

2. Persediaan barang dalam proses, yaitu bahan baku yang telah diproses untuk

diubah menjadi barang jadi, tetapi sampai pada akhir periode tertentu, belum

selesai proses produksinya. Misalnya, pakaian yang belum ada lengannya di

dalam industri garmen, meja tulis yang belum dihaluskan dan belum dicat

dalam industri mebel

3. Persediaan barang jadi, adalah bahan baku yang telah diproses menjadi

produk jadi yang siap pakai dan siap dipasarkan. Seperti pakaian jadi, meja

tulis, sepeda motor lengkap, televisi dan lain-lain. Perbedaan antara barang

jadi dan barang dalam proses adalah pada kandungan biaya di dalam setiap

jenis persediaan tersebut. Di dalam barang jadi terkandung 100 % komponen

29

biaya yang dibutuhkan, sedangkan barang dalam proses kandungan biayanya

kurang dari 100% dari keseluruhan biaya yang dibutuhkan.

2.5.5 Arus Biaya

Perusahaan manufaktur harus mengubah dan memproses bahan baku menjadi

barang dalam proses dan kemudian menjadi barang jadi, sedangkan biaya yang

dibutuhkan di dalam proses produksi tersebut terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga

kerja langsung dan biaya overhead maka hubungan antara setiap komponen biaya

tersebut dengan setiap jenis persediaannya, adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2 Arus Biaya Sumber : Rudianto (2005,h.20)

Gabungan dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya

overhead membentuk biaya produksi. Jika ketiga komponen biaya tersebut masing-

masing belum mencakup 100% dari kebutuhan biaya produksi per unit output maka

gabungan ketiganya membentuk persediaan barang dalam proses. Jika gabungan ketiga

komponen biaya tersebut masing-masing telah mencapai 100% maka akan membentuk

barang jadi. Itu berarti perbedaan antara barang jadi dan barang dalam proses adalah

pada kandungan biaya di dalam setiap jenis persediaan tersebut. Di dalam barang jadi

Bahan baku

Tenaga kerja

Overhead

Barang Dalam Proses

Barang Jadi

30

telah terkandung 100% komponen biaya yang dibutuhkan sedangkan barang dalam

proses kandungan biayanya kurang dari 100% dari keseluruhan biaya yang dibutuhkan

Ilustrasi berikut mungkin dapat memperjelas keterangan di atas:

PT Sandang Indah adalah sebuah perusahaan produsen pakaian jadi yang

berkedudukan di Bandung. Bahan baku yang digunakan di dalam perusahaan ini adalah

kain, sedangkan bahan penolongnya adalah kancing, benang, dan aksesoris. Tukang

jahitnya adalah tenaga kerja yang langsung terlibat dalam proses produksi. Di dalam

perusahaan ini, lokasi kantor administrasi, kantor pemasaran dan pabrik terpisah satu

dengan yang lain. Pada akhir bulan September 2002, staf akuntansi yang baru

menyusun suatu neraca saldo seperti berikut :

Tabel 2.1 Biaya PT Sandang Indah September 2002

Nama Biaya Jumlah (dalam jutaan)

Biaya pemakaian kain 97.000Biaya pemakaian kancing 4.700Biaya pemakaian benang 9.900Biaya pemakaian asesoris 6.600Upah tukang jahit 27.000Gaji mandor produksi 4.700Gaji satpam pabrik 1.200Gaji salesman 2.000Komisi salesman 6.000Gaji karyawan kantor pemasaran 8.200Gaji karyawan administrasi 7.400Biaya listrik, air, dan telepon pabrik 7.400Biaya listrik, air dan telepon kantor pemasaran 3.400Biaya listrik, air dan telepon kantor administrasi 4.700Biaya bunga 14.500Biaya depresiasi bangunan pabrik 2.600Biaya depresiasi bangunan kantor pemasaran 1.200Biaya depresiasi gedung kantor administrasi 1.300Biaya depresiasi mesin pabrik 2.600Biaya depresiasi kendaraan pemasaran 900Biaya depresiasi kendaraan direksi 700

31

Biaya angkut penjualan 2.900Biaya iklan 9.400Sumber : Rudianto (2005,22)

Berdasarkan data diatas, jika kemudian biaya-biaya tersebut dikelompokkan ke

dalam kelompok biaya sesuai dengan penjelasan di atas akan dapat terlihat hasilnya

sebagai berikut :

Tabel 2.2 Klasifikasi Biaya PT Sandang Indah September 2002

Nama Biaya Jumlah Biaya (dalam jutaan)

Total Biaya (dalam jutaan)

1. Biaya pemakaian kain 97.0002. Upah tukang jahit 27.0003. Biaya overhead :

a. Biaya bahan penolong : - Biaya pemakaian kancing - Biaya pemakaian benang - Biaya pemakaian asesoris

b. Biaya tenaga kerja penolong : - Gaji mandor peoduksi - Gaji satpam pabrik

c. Biaya pabrikase lain : - Biaya air, listrik, telepon - Biaya depresiasi bangunan - Biaya depresiasi mesin

4.700 9.900 6.600

4.700 1.200

7.400 2.600 2.600

21.200

5.900

12.600Biaya Produksi 163.7004. Biaya komersial :

a. Biaya pemasaran : - Gaji Salesman - Komisi salesman - gaji karyawan kantor pemasaran - Biaya listrik, air dan telepon - Biaya depresiasi kantor pemasaran - Biaya depresiasi kendaraan - Biaya angkut penjualan - Biaya iklan

2.000 6.000 8.200 3.400 1.200

900 2.900 9.400 34.000

b. Biaya administrasi dan umum : - Gaji karyawan administrasi - Biaya listrik, air, dan telepon - Biaya depresiasi kantor administrasi - Biaya depresiasi kendaraan

7.400 4.700 1.300

700

32

- Biaya bunga 14.500 28.600Total 62.600Sumber : Rudianto (2005,23)

2.5.6 Pembebanan Biaya Overhead Pabrik

Hansen dan Mowen (2009, h.162) mendefinisikan bahwa ada lima pendorong

kegiatan yang umumnya dipakai sebagai pembebanan biaya overhead :

1. Unit yang diproduksi

2. Jam tenaga kerja langsung

3. Dolar tenaga kerja langsung

4. Jam mesin

5. Bahan langsung

Biaya overhead seharusnya dibebankan mengikuti, sedekat mungkin, hubungan

sebab akibat. Untuk mengidentifikasikan faktor-faktor tersebut memerlukan usaha yang

menyebabkan konsumsi overhead. Faktor-faktor penyebab ini diidentifikasi, atau

pendorong kegiatan, harus digunakan untuk membebankan biaya overhead pada produk

Menurut Carter (2009, h.452), memberikan contoh pembebanan biaya overhead

yaitu :

Tarif overhead pabrik telah di tentukan sebelumnya yaitu sebesar $15 per jam

mesin dan estimasi pemakaian mesin selama 18.900 jam mesin. Untuk menentukan

ilustrasi ini, asumsikan jam mesin aktualnya adalah sebesar 18.000 jam mesin dan biaya

overhead pabrik aktual sebesar $292.000. Overhead pabrik yang dibebankan selama

periode ini adalah 18.900 x $15 = $283.500. Ayat jurnal umum yang mengikhtisarkan

pembebanan overhead adalah :

33

Barang dalam proses 283.500

Overhead pabrik dibebankan 283.500

Akun overhead pabrik dibebankan kemudian akan ditutup ke akun pengendali

overhead di akhir tahun dengan ayat jurnal sebagai berikut :

Overhead pabrik dibebankan 283.500

Pengendali overhead pabrik 283.500

Merupakan praktik umum untuk menggunakan overhead pabrik dibebankan

karena akun tersebut menyimpan biaya yang dibebankan dan biaya aktual secara

terpisah. Pemisahan ini menfasilitasi perbandingan bulanan dengan biaya overhead

pabrik yang dianggarkan.

Debit di akun pengendali overhead mencerminkan biaya overhead pabrik aktual

yang terjadi selama periode tersebut, sementara kreditnya mencerminkan jumlah yang

dibebankan. Mungkin juga penyesuaian kredit (misalnya, untuk retur perlengkapan ke

gudang) yang mengurangi biaya total overhead pabrik aktual. Karena debit dan

kreditnya jarang sama, maka biasanya ada saldo debit dan kredit di akun tersebut. Saldo

debit mengindikasikan bahwa overhead pabrik terlalu rendah, sedangkan saldo kredit

berarti bahwa overhead pabrik telah dibebankan terlalu tinggi. Saldo ini dapat

digunakan berbagai sumber informasi bagi manajemen untuk mengendalikan dan

menilai efisiensi operasi dan penggunaan kapasitas yang tersedia, serta untuk

34

menghitung tarif overhead yang telah ditentukan sebelumnya untuk periode-periode

berikutnya.

Alokasi pembebanan yang terlalu tinggi dan terlalu rendah cukup sederhana. Di

akhir periode akuntansi, jumlah tersebut dapat diperlakukan sebagai biaya periodik atau

dialokasikan ke persediaaan dan harga pokok penjualan. Jika jumlah perbedaannya

tidak signifikan maka sebaiknya ditutup langsung ke ikhtisar rugi laba atau harga pokok

penjualan sebagai biaya periodik, contoh ayat jurnalnya adalah :

Ikhtisar laba rugi 8,500

Pengendali overhead pabrik 8.500

Atau

Harga pokok penjualan 8,500

Pengendali overhead pabrik 8,500

Tidak signifikan dalam hal ini mengacu pada jumlah yang sangat kecil sehingga

dampaknya ke laba apabila dibebankan seluruhnya, dibandingkan dengan

mengalokasikan sebagai persediaan, adalah tidak material yaitu sangat kecil sehingga

selisihnya diperkirakan tidak akan mempengaruhi keputusan atau pembaca laporan

keuangan.

2.6 Harga Pokok Produksi (HPP)

2.6.1 Pengertian Harga Pokok Produksi

Menurut Garrison, Norren dan Brewer (2008, p.47), harga pokok produksi terdiri

dari biaya manufaktur yang berkaitan dengan barang-barang yang diselesaikan dalam

periode tertentu

35

Menurut Horngren dan Datar (2009, p.65) mendefinisikan harga pokok produksi

mewakili jumlah biaya barang yang diselesaikan pada periode tersebut.

Hansen dan Mowen (2009, h.60) mendefinisikan harga pokok produksi

mencerminkan total biaya barang yang diselesaikan selama periode berjalan. Biaya

yang hanya dibebankan ke barang yang diselesaikan adalah biaya manufaktur bahan

langsung, tenaga kerja langsung dan overhead.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa harga pokok produksi

merupakan biaya yang dikeluarkan atau dikorbankan pada proses produksi untuk

memperoleh barang dan jasa yaitu biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja

langsung dan biaya overhead pabrik.

2.6.2 Unsur-Unsur Harga Pokok Produksi

Menurut Carter (2009,p.40) unsur-unsur harga pokok produksi ada 3 yaitu :

1. Biaya Bahan Baku Langsung (Direct Material Cost) adalah semua bahan

baku yang membentuk bagian integral dari produk jadi dan dimasukkan

secara eksplisit dalam perhitungan biaya produk

2. Biaya Tenaga kerja langsung (Direct Labor Cost) adalah tenaga kerja yang

melakukan konversi bahan baku langsung menjadi produk jadi dan dapat

dibebankan secara layak ke produk tertentu

3. Biaya Overhead Pabrik (Factory Overhead) disebut juga overhead

manufaktur, beban manufaktur atau beban pabrik, terdiri atas semua biaya

manufaktur yang tidak ditelusuri secara langsung ke output.

36

2.6.3 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi

Menurut Garrison dan Norren (2006, h.388) ada dua metode penentuan harga

pokok produksi, yaitu :

1. Perhitungan Biaya Penyerapan

Perhitungan biaya penyerapan (absorption costing) memperlakukan semua

biaya produksi sebagai biaya produk, tanpa membedakan apakah biaya itu

variabel atau tetap. Dengan demikian biaya produk per unit terdiri atas bahan

baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead variabel dan tetap.

Karena perhitungan biaya penyerapan melibatkan semua produksi, metode

ini sering disebut sebagai metode biaya penuh (full cost).

2. Perhitungan Biaya Variabel

Perhitungan biaya variabel (variable costing), hanya biaya produksi yang

berubah ubah sesuai dengan output yang diperlakukan sebagai biaya produk.

Termasuk di dalamnya bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead

pabrik variabel. Biaya overhead pabrik tetap tidak diperlakukan sebagai

biaya produk dalam metode ini. Sebaliknya, biaya overhead pabrik

diperlakukan sebagai biaya periodik, seperti beban administrasi dan

penjualan, beban tersebut dibebankan secara utuh ke dalam pendapatan setiap

periodenya. Perhitungan biaya variabel sering disebut perhitungan biaya

langsung (direct costing) atau perhitungan biaya marginal (marginal costing).

37

Menurut Witjaksono (2006,h.25) secara garis besar terdapat dua macam

alternatif sistem perhitungan harga pokok produksi antara lain :

1. Sistem Perhitungan Harga Pokok Penuh (Full Costing/Absorption Costing)

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK), perusahaan manufaktur

diwajibkan untuk menerapkan metode perhitungan harga pokok penuh (full

absorption costing) untuk keperluan pelaporan pada pihak eksternal. Dalam

sistem harga pokok penuh seluruh biaya produksi variabel dan biaya

produksi tetap dibebankan kepada produk.

2. Sistem Perhitungan Harga Pokok Variabel (Variable Costing)

Dalam sistem harga pokok variabel (variable costing) hanya biaya produksi

variabel yang dibebankan kepada produk. Metode variable costing banyak

diterapkan bagi keperluan pelaporan internal, karena metode ini dianggap

konsisten dengan asumsi perilaku biaya yang kerap digunakan dalam

pengambilan keputusan manajemen.

2.6.4 Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi

Garrison, Noreen dan Brewer (2008, p.92) menyatakan bahwa terdapat dua

metode perhitungan biaya, yaitu :

1. Perhitungan biaya berdasarkan proses

Sistem perhitungan biaya berdasarkan proses digunakan dalam perusahaan

yang memproduksi satu jenis produk dalam jumlah besar dalam jangka

panjang. Prinsip dasar dari perhitungan biaya berdasarkan proses adalah

mengakumulasikan biaya dari operasi atau departemen tertentu selama satu

38

periode penuh (bulanan, kuartalan, dan tahunan) dan kemudian membaginya

dengan jumlah ini yang diproduksi selama periode tersebut. Rumus dasar

untuk perhitungan biaya berdasarkan proses adalah sebagai berikut :

Biaya per unit = Total biaya produksi

Total unit yang diproduksi

Secara umum teknik perhitungan biaya tersebut berarti bahwa setiap biaya

rata-rata per unit yang ditetapkan untuk unit yang homogen mengalir secara

terus menerus sepanjang proses produksi.

2. Perhitungan biaya berdasarkan pesanan

Sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan digunakan untuk perusahaan

yang memproduksi berbagai produk selama periode tertentu. Dalam sistem

perhitungan biaya berdasarkan pesanan, biaya ditelusuri dan dialokasikan ke

pekerjaan dan biaya untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut dibagi dengan

jumlah unit yang dihasilkan untuk menghasilkan harga rata-rata per unit.

Carter (2009, h.124) mendefinisikan bahwa ada dua metode penentuan harga

pokok penjualan, yaitu :

1. Sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan (Job Order Costing)

Dalam perhitungan biaya berdasarkan pesanan, biaya diakumulasikan untuk

setiap batch, lot, atau pesanan pelanggan. Dalam perhitungan biaya,

berdasarkan pesanan akan lebih praktis mengidentifikasikan secara fisik

setiap pesanan yang diproduksi dan membebankan setiap pesanan dengan

paling tidak beberapa elemen biayanya.

39

Dasar dari perhitungan biaya berdasarkan pesanan melibatkan hanya delapan

tipe ayat jurnal akuntansi, satu untuk setiap item berikut :

a. Pembelian bahan baku

b. Pengakuan biaya tenaga kerja pabrik

c. Pengakuan biaya overhead pabrik

d. Penggunaan bahan baku

e. Distribusi beban gaji tenaga kerja

f. Pembebanan estimasi biaya overhead

g. Penyelesaian pesanan

h. Penjualan produk

2. Sistem perhitungan biaya berdasarkan proses (Process Costing)

Perhitungan biaya berdasarkan proses mengakumulasikan semua biaya

operasi suatu proses untuk periode waktu dan kemudian membagi biaya

tersebut dengan jumlah unit produk yang telah melewati proses selama

periode tersebut hasilnya adalah biaya per unit.

Dalam sistem perhitungan biaya berdasarkan proses, bahan baku, tenaga

kerja dan overhead pabrik dibebankan ke pusat biaya. Biaya yang

dibebankan ke setiap unit ditentukan dengan membagi total biaya yang

dibebankan ke pusat biaya dengan total unit yang diproduksi. Pusat biaya

biasanya adalah departemen, tetapi bisa juga pusat pemrosesan dalam satu

departemen. Persyaratan utamanya adalah semua produk yang diproduksi

dalam suatu pusat biaya selama suatu periode harus sama dalam hal sumber

40

daya yang dikonsumsi; bila tidak, perhitungan biaya berdasarkan proses

dapat mendistorsi biaya produk

2.7 Harga Jual

2.7.1 Pengertian Harga Jual

Garisson, Noreen dan Brewer (2006, h.531) menyatakan, “Keputusan penentuan

harga jual sangat penting bagi perusahan. Jika harga jual ditentukan terlalu tinggi,

konsumen akan enggan untuk membeli produk perusahaan. Jika harga jual yang

ditentukan terlalu rendah, biaya perusahaan tidak mungkin tertutupi.”

Pendekatan umum penentuan harga jual adalah mark up. Mark up adalah

perbedaan antara harga jual dan biaya produksinya

Harga jual = Biaya + (Persentase mark up x biaya)

Menurut Rudianto (2005,h.230), harga jual produk perusahaan sangat

berpengaruh terhadap keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Harga jual

terlalu tinggi akan membuat masyarakat tidak membeli atau mengurangi jumlah

pembelian produk perusahaan sehingga perusahaan tidak akan memperoleh pendapatan

dan laba yang cukup. Sebaliknya, harga jual yang terlalu rendah akan membuat

perusahaan tidak mampu mencapai laba usaha yang direncanakan. Karena itu,

menetapkan harga jual produk perusahaan pada harga yang sangat tepat sangat penting

bagi perusahaan agar tujuan perusahaan secara umum dapat tercapai.

41

2.7.2 Metode Penentuan Harga Jual

Garrison, Noreen dan Brewer (2006, h.537) mengatakan terdapat 2 pendekatan

dalam menentukan harga jual yaitu :

1. Pendekatan absorption costing untuk cost plus pricing

Berdasarkan pendekatan absorption terhadap cost plus pricing, basis

biayanya adalah biaya produksi per unit berdasarkan absorption costing.

Untuk menggambarkan hal tersebut asumsikan bahwa pihak manajemen

Ritter Company ingin menentukan harga jual produk yang baru saja

dimodifikasi. Departemen Akuntansi memberikan estimasi biaya untuk

desain ulang produk seperti yang tersaji dibawah ini :

Per unit Total

Bahan Langsung $6

Tenaga Kerja Langsung 4

Overhead pabrik tetap 3

Overhead pabrik variabel $ 70,000

Biaya admin, umum dan penjualan variable 2

Biaya admin, umum dan penjualan tetap 60.000

Langkah pertama dalam pendekatan absorption costing untuk cost plus

pricing untuk menghitung biaya produksi per unit. Untuk Ritter Company,

nilainya adalah $20 per unit dengan volume 10.000 unit seperti tampak

dalam perhitungan di bawah ini :

42

Bahan Langsung $6

Tenaga Kerja Langsung 4

Overhead pabrik variable 3

Overhead pabrik tetap 7

Biaya Produksi per unit $20

Ritter Company memiliki kebijakan umum mark up biaya produksi per unit

sebesar 50 %.

Mark up untuk menutup biaya administrasi, umum dan penjualan dan laba

yang diharapkan adalah 50 % dari biaya produksi per unit 10

Target harga jual per unit $30

Masalah masalah dalam pendekatan absorption costing yang harus dilakukan

adalah menghitung biaya produksi per unit, memutuskan berapakah laba

yang diinginkan, dan menentukan harga jual. Pendekatan absorption costing

mengandalkan perkiraan unit penjualan. Pendekatan absorption costing

mengasumsikan bahwa konsumen membutuhkan barang sebanyak yang

diperkirakan dan bersedia membayar berapa harga jual yang telah ditetapkan.

Dalam kenyataannya, konsumen memiliki pilihan. Jika harga jual ditentukan

terlalu tinggi, mereka dapat membeli dari pesaing atau bahkan tidak membeli

sama sekali. Pendekatan absorption costing hanya aman sepanjang

konsumen bersedia membeli sejumlah barang seperti yang telah diperkirakan

2. Target Costing

Perhitungan biaya target adalah proses penentuan biaya maksimum yang

dimungkinkan untuk suatu produk baru dan kemudian mengembangkan

43

sebuah contoh yang dapat dibuat dengan menguntungkan berdasarkan angka

biaya target maksimum tersebut.

Biaya target untuk suatu produk dihitung dengan mulai pada harga jual yang

diantisipasi dan kemudian menguranginya dengan laba yang diinginkan,

sebagai berikut :

Biaya target = Harga jual yang diantisipasi – Laba yang diinginkan

Untuk memperjelas lagi terdapat contoh sederhana :

Handy Appliance Company survey fitur dan harga sebesar $30 di pasar,

departemen marketing percaya bahwa harga $ 30 cocok untuk mixer baru

tersebut. Pada harga tersebut, marketing memperkirakan dapat menjual

40.000 unit mixer per tahun. Untuk mendesain, mengembangkan dan

memproduksi mixer baru ini, dibutuhkan investasi sebesar $ 2.000.000.

Perusahan mengharapkan Return on Investment (ROI) 15%. Dengan data

tersebut, target biaya produksi, penjualan, distribusi dan jasa untuk per unit

mixer adalah $22,5 seperti dalam perhitngan berikut :

Proyeksi penjualan (50.000 mixer X $30) $ 1.200.000

Dikurangi laba yang diharapkan

(15% x $ 2.000.000) 300.000

Target biaya untuk 40.000 mixer $ 900.000

Target biaya untuk setiap unit mixer

($ 900.000 : 40.000) $ 22.5

44

Target biaya sebesar $ 22.5 ini akan dipilah menjadi target biaya beberapa

fungsi : produksi, marketing, distribusi, jasa setelah penjualan dan

sebagainya. Setiap area fungsional akan bertanggung jawab untuk

mengeluarkan biaya sesuai dengan target.

Menurut Rudianto (2005, h.232) secara umum terdapat beberapa metode yang

dapat dipergunakan untuk menentukan harga jual suatu produk dengan berbasis pada

besarnya biaya yang dikeluarkan perusahaan, yaitu :

1. Maksimalisasi laba

Untuk memperjelas keterangan tentang metode maksimalisasi di dalam

menetapkan harga jual produk di atas :

PT Koinmas memproduksi suatu barang dengan kapasitas sebesar 140.000

unit per tahun. Jumlah biaya tetap total yang akan dikeluarkan untuk

menghasilkan seluruh produk tersebut adalah sebesar Rp 300.000.000,00

sementara biaya variable yang diperlukan untuk menghasilkan produk

tersebut diperkirakan sebesar Rp 7.000,00 per unit. Manajemen perusahaan

sedang mempertimbangkan harga jual yang tepat untuk produk tersebut, agar

laba usaha total yang akan diperoleh perusahaan optimal. Bagian pemasaran

perusahaan akan memperkirakan perubahan harga produk akan

mempengaruhi secara langsung jumlah produk yang akan terjual. Taksiran

bagian pemasaran tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 2.3 Perkiraan Perubahan Harga Produk Terhadap Volume Penjualan

Harga jual (Rp) Volume (unit) 20.000,00 20.000 18.000,00 40.000

45

16.000,00 60.000 14.000,00 80.000 12.000,00 100.000 10.000,00 120.000 8.000,00 140.000

Sumber : Rudianto (2005,h.233)

Berdasarkan data tersebut di atas, manajemen PT Koinmas membuat tabel

alternatif harga dan volume penjualan sebagai berikut :

Tabel 2.4 Alternatif harga dan Volume Penjualan

Harga Jual

Volume Penjualan

Nilai Penjualan

Biaya Variabel

Biaya Tetap Laba (Rugi)

20.000 20.000 400.000.000 140.000.000 300.000.000 - 40.000.000 18.000 40.000 720.000.000 280.000.000 300.000.000 140.000.000 16.000 60.000 960.000.000 420.000.000 300.000.000 240.000.000 14.000 80.000 1.120.000.000 560.000.000 300.000.000 260.000.000 12.000 100.000 1.200.000.000 700.000.000 300.000.000 200.000.000 10.000 120.000 1.200.000.000 840.000.000 300.000.000 60.000.000 8.000 140.000 1.120.000.000 980.000.000 300.000.000 160.000.000

Sumber : Rudianto (2005,h.234)

Itu berarti, harga jual yang optimal yang dapat mengakibatkan perolehan laba

usaha maksimal adalah sebesar Rp 14.000 per unit produk.

2. Tingkat pengembalian atas modal yang digunakan

Terkadang perusahaan menetapkan terlebih dahulu besarnya tingkat

pengembalian atas modal yang ditanamkannya di dalam suatu bidang usaha,

sebagai dasar untuk menentukan harga jual produk yang dihasilkan

perusahaan tersebut.

Ilustrasi berikut mungkin dapat memperjelas keterangan dalam metode tingkat

pengembalian atas modal di dalam menetapkan harga jual produk di atas.

PT. Prima Niaga adalah sebuah perusahaan produsen pemanas air listrik.

Total modal yang digunakan oleh perusahaan ini adalah sebesar Rp

46

500.000.000,00 dengan tingkat pengembalian invenstasi atas modal yang

digunakan adalah sebesar 20 %. Volume produksi dan volume penjualan

yang direncanakan adalah sebesar 50.000 unit produk. Sementara biaya yang

dikeluarkan untuk memproduksi seluruh produk adalah sebesar Rp

320.000.000,00. Berdasarkan tingkat pengembalian investasi atas modal yang

digunakan tersebut maka harga jual per unit pemanas air listrik adalah sebagai

berikut :

Harga = total biaya + (tingkat pengembalian modal x modal)

Volume penjualan

= 320.000.000 + (20% x 500.000.000)

50.000

= Rp 8.400,00 per unit

Bukti :

Penjualan = 50.000 unit x Rp 8.400 = Rp 420.000.000

Total biaya = Rp 320.000.000

Laba = 20 % x Rp 500.000.000 = Rp 100.000.000

Berdasarkan perhitungan diatas, terlihat bahwa dengan tingkat pengembalian

atas modal yang ditanamkan sebesar 20 % maka harga jual yang ditetapkan

untuk pemanas air listrik adalah sebesar Rp 8.400,00 per unit. Dari

perhitungan pembuktian di atas, terlihat bahwa dengan harga Rp 8.400,00 per

unit tersebut dan dengan volume penjualan sebesar 50.000 unit akan

menghasilkan laba usaha sebesar Rp 100.000.000,00. Laba sebesar Rp

100.000.000,00 tersebut merupakan 20 % dari total modal yang ditanamkan.

47

3. Biaya konversi

Jika suatu perusahaan memproduksi lebih dari satu produk dengan komposisi

biaya yang berbeda satu dengan yang lainnya maka perusahaan tersebut dapat

mempertimbangkan untuk membuat pilihan produksi yang paling

menguntungkan bagi perusahaan. Maksudnya, jika perusahaan memiliki 2

produk untuk dihasilkan dengan jumlah laba per per unit yang sama antara 1

produk dengan lainnya maka perusahaan harus melihat komposisi biaya

diantara kedua produk. Dengan melihat dan menganalisis komposisi biaya

masing-masing produk tersebut, perusahaan dapat memilih untuk

memproduksi salah satu produk saja yang memberikan keuntungan total yang

lebih besar dari perusahaan.

4. Marjin kontribusi

Marjin kontribusi adalah selisih antara harga jual dengan biaya produksi

variable yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk tersebut. Jumlah

tersebut akan digunakan untuk menutup biaya tetap dan menghasilkan laba

periode tersebut. Marjin kontribusi bukanlah laba kotor usaha. Marjin

kontribusi dihitung dengan mengabaikan biaya tetap yang dikeluarkan

perusahaan. Jika perusahaan telah mencapai titik impas (break even point)

maka biaya tetap yang dikeluarkan perusahaan pada periode tersebut telah

dibebankan dan ditutup oleh volume impas tersebut perusahan dapat

mengabaikan biaya tetap tersebut dalam menentukan harga jual produknya.

48

5. Biaya standar

Jika perusahaan telah memiliki biaya standar yang dijadikan tolak ukur

dalam menentukan besarnya biaya produksi maka penentuan harga jual dapat

pula ditentukan berdasarkan biaya standar yang dimiliki perusahaan.

Persoalannya, seringkali realisasi biaya produksi menyimpang dari biaya

standar yang dimiliki perusahaan. Jika terjadi penyimpangan realisasi biaya

produksi dari biaya standarnya maka harus segera diambil tindakan cepat

untuk merevisi keputusan harga jual yang telah ditetapkan.

Secara umum, terdapat 4 jenis perusahaan dulihat dari reaksi yang mereka

lakukan terhadap penyimpangan biaya standar, yaitu sebagai berikut :

a. Perusahaan yang tidak merevisi standar yang telah ditetapkannya,

walaupun terjadi penyimpangan didalam realisasi biaya produksi.

b. Perusahaan yang merevisi standar yang telah di tetapkannya dalam

batas tertentu, pada saat terjadi penyimpangan di dalam realisasi

biaya produksi

c. Perusahaan yang merevisi standar yang telah ditetapkannya agar lebih

sesuai dengan kondisi aktual, pada saat terjadi penyimpangan di

dalam realisasi biaya produksi.

d. Perusahaan menggunakan harga pasar, pada saat terjadi

penyimpangan terhadap realisasi biaya produksi.

49

2.7.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual

Horngren dan Datar (2006, p.398) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang

mempengaruhi harga jual, yaitu :

1. Pelanggan

Pelanggan mempengaruhi harga melalui pengaruh mereka terhadap

permintaan atas suatu produk atau jasa. Perusahaan harus selalu menguji

keputusan penentuan harga melalui para pelanggan mereka. Harga yang

terlalu tinggi dapat menyebabkan pelanggan menolak suatu produk

perusahaan dan memilih produk pengganti atau yang bersaing.

2. Pesaing

Perusahaan harus selalu menyadari tindakan dari para pesaingnya. Pada satu

sisi, produk alternatif atau produk pengganti dari pesaing dapat

mempengaruhi permintaan dan memaksa sebuah perusahaan yang tidak

memiliki pesaing dapat menetapkan harga yang lebih tinggi.

3. Biaya

Biaya mempengaruhi harga karena biaya mempengaruhi karyawan. Makin

rendah biaya produksi sebuah produk relatif terhadap harga yang dibayarkan

pelanggan, semakin besar kuantitas produk yang bersedia ditawarkan oleh

perusahaan. Karena terdapat banyak pesaing dan banyak pelanggan, suatu

perusahaan atau seorang pelanggan tidak mempengaruhi harga. Jika

50

persaingan berkurang, dan terdapat lebih sedikit pesaing, yang masing-

masing menjual produk yang agak berbeda dari harga perusahaan lain.

Apabila perusahaan menjual barang atau jasa dengan harga jual dibawah

biaya produksi, maka perusahaan akan mengalami kerugian sedangkan

apabila perusahan menjual barang atau jasa di atas biaya produksi maka

perusahaan akan mudah menghitung laba yang akan diterima oleh

perusahaan.

Biasanya perusahaan memberikan harga yang baik agar dapat menjaga

hubungan dengan pelanggannya dalam jangka panjang dan jangka pendek.

Dalam menentukan harga jual perusahaan mengadakan analisis dalam

menentukan harga dasar. Analisis dilakukan perusahaan antara lain terhadap:

a. Harga pokok produksi yang dijadikan batas bawah dari harga jual

b. Informasi harga pasar yang dijadikan pedoman dalam menentukan harga

jual

c. Kemampuan produksi maksimum perusahaan dalm memenuhi kebutuhan

konsumen.

Dari pernyataan di atas maka dapat disimpulkan yang mempengaruhi

perusahaan dalam menentukan harga jual adalah pelanggan, pesaing dan

biaya.

51

2.7.4 Titik Impas

Menurut Rudianto (2005, h.49) titik impas adalah volume penjualan yang harus

dicapai perusahaan agar perusahaan tidak mengalami kerugian tetapi juga tidak

memperoleh laba sama sekali. Titik impas tersebut dapat diketahui dengan membagi

antara total biaya tetap dengan rasio margin kontribusi, itu berarti dapat ditulis dengan

rumus sebagai berikut :

Titik impas = 1 - Total biaya tetap/Biaya variabel

Penjualan

Ilustrasi berikut mungkin dapat semakin memperjelas keterangan tentang analisis

titik impas tersebut diatas :

PT ABC adalah sebuah perusahaan produsen biji plastik. Kapasitas produksi

perusahaan ini dalam satu tahun sebesar 1200 ton biji plastik. Untuk menghasilkan

produk dengan volume tersebut, biaya tetap dikeluarkan adalah sebesar Rp

360.000.000,00 sedangkan biaya variable yang dibutuhkan sebesar Rp

1.080.000.000,00. Harga jual biji plastik tersebut sebesar Rp 1.500.000,00 per ton.

Berdasarkan data tersebut diatas, jika dihitung titik impasnya maka harus

dihitung terlebih dahulu biaya variabel per ton dari biji plastik tersebut. Biaya variabel

total untuk memproduksi 1200 ton biji plastik adalah sebesar Rp 1.080.000.000,00.

Maka, biaya variable yang dibutuhkan untuk memproduksi satu ton biji plastik adalah

sebesar 900.000,00 yaitu dari hasil membagi Rp 1.080.000.000,00 tersebut dengan 1.200

ton bijih plastik.

52

Kemudian dari data yang telah tersedia dapat dihitung volume titik impasnya

yaitu :

Titik impas = 1 – 900.000,00/1.500.000

= Rp 900.000.000,00

Angka sebesar Rp 900.000.000,00 tersebut diatas merupakan nilai penjualan

minimal agar perusahaan tidak mengalami kerugian, tetapi sekaligus juga merupakan

nilai penjualan yang mengakibatkan perusahaan belum memperoleh keuntungan. Untuk

mengetahui volume penjualan agar perusahaan tidak mengalami kerugian, harus

dihitung dengan membagi nilai penjualan tersebut dengan harga jual setiap unit produk

tersebut :

Titik impas (dalam unit) = Titik impas dalam uang

Harga jual per unit produk

Titik impas (dalam unit) = Rp 900.000.000,00

Rp 1.500.000,00

= 600 ton

Pembuktian :

Laba = penjualan – biaya total

= penjualan – (biaya tetap + biaya variable)

= {(600 ton x Rp 1.500.000,00) }-{360.000.000,00 +(600 ton x 900.000,00)}

53

= 900.000.000,00 – (360.000.000,00 + 540.000.000,00)

= 0

Jadi, pada saat perusahan menjual produknya sebanyak 600 ton, perusahaan

memperoleh laba nol. Oleh karena itu, agar tidak mengalami kerugian, perusahaan

harus menjual minimal sebanyak 600 ton. Pada volume penjualan 600 ton ini, seluruh

biaya tetap sebesar Rp 360.000.000,00 telah ditutup.

Pendapatan dan Biaya BEP Total Biaya

900

360 Biaya Tetap

Q

600

Volume Penjualan

Gambar 2.3 Contoh Grafik Break Even Point

54

2.8 SWOT

2.8.1 Matriks IFE (The Internal Factor Evaluation)

Menurut David (2009, p229-232), Matriks Evaluasi Faktor Internal (Internal

Factor Evaluation – IFE Matrix) merupakan alat perumusan strategi yang digunakan

untuk meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam area-area

fungsional bisnis dan menjadi landasan untuk mengidentifikasi serta mengevaluasi

hubungan di antara area tersebut.

Matriks Evaluasi Faktor Internal dapat dikembangkan dalam lima langkah:

1. Buat daftar faktor-faktor internal utama sebagaimana yang disebutkan dalam

proses audit internal. Masukkan 10 sampai 20 faktor internal, termasuk

kekuatan maupun kelemahan organisasi. Daftar terlebih dahulu

kekuatannya, kemudian kelemahannya. Buat sespesifik mungkin dengan

menggunakan persentase, rasio, dan angka-angka perbandingan.

2. Berilah pada setiap faktor tersebut bobot yang berkisar dari 0,0 (tidak

penting) sampai 1,0 (semua penting). Bobot yang diberikan pada suatu

faktor tertentu menandakan signifikansi relatif faktor tersebut bagi

keberhasilan industri perusahaan. Terlepas dari apakah faktor utama itu

adalah kekuatan atau kelemahan internal, faktor-faktor yang dianggap

memiliki pengaruh paling besar terhadap kinerja organisasional harus diberi

bobot tertinggi. Jumlah seluruh bobot harus sama dengan 1,0.

3. Berilah peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor untuk mengindikasikan

apakah faktor tersebut sangat lemah (peringkat = 1), lemah (peringkat = 2),

kuat (peringkat = 3), atau sangat kuat (peringkat = 4). Perhatikan bahwa

55

kekuatan harus mendapat peringkat 3 dan 4 dan kelemahan harus mendapat

peringkat 1 atau 2. Oleh karenanya, peringkat berbasis perusahaan,

sementara bobot di langkah 2 berbasis industri.

4. Kalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya untuk menentukan skor

bobot bagi masing-masing variabel.

5. jumlahkan skor bobot masing-masing variabel untuk memperoleh skor

bobot total organisasi.

2.8.2 Matriks EFE (The External Factor Evaluation)

Menurut David (2009, p.158), Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (External

Factor Evaluation – EFE Matrix) memungkinkan para penyusun strategi untuk

meringkas dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan

politik, pemerintahan, hukum, teknologi dan kompetitif.

Matriks Evaluasi Faktor Eksternal dapat dikembangkan dalam lima langkah:

1. Buat daftar faktor-faktor eksternal utama sebagaimana yang disebutkan

dalam proses audit eksternal. Masukkan 10 sampai 20 faktor internal,

termasuk peluang dan ancaman, yang memengaruhi perusahaan dan

industrinya. Daftar terlebih dahulu peluangnya, kemudian ancamannya.

Buat sespesifik mungkin dengan menggunakan persentase, rasio, dan angka-

angka perbandingan jika dimungkinkan.

2. Berilah pada setiap faktor tersebut bobot yang berkisar dari 0,0 (tidak

penting) sampai 1,0 (sangat penting). Bobot itu mengindikasikan

signifikansi relatif dari suatu faktor terhadap keberhasilan perusahaan.

56

Peluang sering kali mendapat bobot yang lebih tinggi daripada ancaman,

tetapi ancaman bisa diberi bobot tinggi terutama jika mereka sangat parah

atau mengancam. Bobot yang sesuai dapat ditentukan dengan cara

membandingkan pesaing yang berhasil dengan yang tidak berhasil atau

melalui diskusi untuk mencapai konsensus kelompok. Jumlah seluruh bobot

yang diberikan pada faktor itu harus sama dengan 1,0.

3. Berilah peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor untuk menunjukkan

seberapa efektif strategi perusahaan saat ini dalam merespons faktor

tersebut, di mana 4 = responsnya sangat bagus, 3 = responsnya di atas rata-

rata, 2 = responsnya rata-rata, dan 1 = responsnya di bawah rata-rata.

Peringkat didasarkan pada keefektifan strategi perusahaan. Oleh karenanya,

peringkat tersebut berbeda antarperusahaan, sementara bobot di langkah

nomor 2 berbasis industri. Penting untuk diperhatikan bahwa baik ancaman

maupun peluang dapat menerima peringkat 1,2,3 atau 4.

4. Kalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya untuk menentukan skor

bobot bagi masing-masing variabel.

5. jumlahkan skor bobot masing-masing variabel untuk memperoleh skor

bobot total organisasi.

2.8.3 Diagram SWOT

Setelah didapat hasil tabel bobot skor dari masing – masing IFAS dan EFAS,

langkah selanjutnya adalah memasukkan angka total bobot skor tersebut kedalam

diagram analisis SWOT berikut ini :

57

Gambar 2.4 Diagram Analisis SWOT (Sumber : Pearce & Robinson, (2008, p.203))

Keterangan (Pearce & Robinson, 2008, p.204-205) :

Kuadran I : Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan, perusahaan tersebut

memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang

yang ada, strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah

mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented

Strategy).

Kuadran II : Ini merupakan kuadran dimana perusahaan telah mengidenfitikasi

beberapa kekuatan inti menghadapi situasi lingkungan yang tidak

menjanjikan. Meskipun menghadapi berbagai ancaman, dalam situasi

ini perusahaan masih memiliki kekuatan segi internal, strategi yang

harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan

peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi

Oppurtunity(Beragam Peluang Lingkungan) 

Strength(Kekuatan Yang Besar)  

Weakness (Kelemahan Yang Penting) 

Threat(Ancaman‐Ancaman Utama Lingkungan)

2. Mendukung Strategi Yang Agresif 

3. Mendukung Strategi Diversifikasi 

1. Mendukung Strategi YangBerorientasi Pada Perubahan 

4. Mendukung Strategi  YangDefensif 

58

(produk/pasar) misalnya strategi untuk menggunakan sumber daya dan

kompetensi yang kuat tersebut unutk membangun peluang jangka

panjang pada pasar produk yang lebih menjanjikan.

Kuadran III : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi dilain

pihak ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus

strategi perusahaan adalah menghilangkan kelemahan internal

sehingga dapat lebih efektif dalam merebut peluang pasar yang lebih

baik.

Kuadran IV : Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan

tersebut menghadapi berbagai ancaman besar dari lingkungan karena

posisi sumber daya yang lemah (kelemahan internal). Situasi ini

membutuhkan strategi yang dapat mengurangi atau mengarahkan

kembali keterlibatan dalam produk atau pasar yang telah ditelaah

melalui analisis SWOT.

2.8.4 Matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman (SWOT)

Matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman (Strengths-Weaknesses-

Opportunities-Threats – SWOT) menurut David (2009, p.327), adalah sebuah alat

pencocokan yang penting yang membantu para manajer mengembangkan empat jenis

strategi : Strategi SO (kekuatan-peluang), Strategi WO (kelemahan-peluang), Strategi

ST (kekuatan-ancaman), dan Strategi WT (kelemahan-ancaman). Mencocokkan faktor-

faktor eksternal dan internal utama merupakan bagian tersulit dalam megnembangkan

Matriks SWOT dan membutuhkan penilaian yang baik dan tidak ada satu pun paduan

59

yang paling benar. Perhatikan Tabel 2.2 bahwa strategi pertama adalah strategi SO,

strategi kedua adalah strategi WO, strategi ketiga adalah strategi ST, dan strategi

keempat adalah strategi WT.

Strategi SO (SO Strategies) memanfaatkan kekuatan internal perusahaan untuk

menarik keuntungan dari peluang eksternal. Strategi WO (WO Strategies) bertujuan

untuk memperbaiki kelemahan internal dengan cara mengambil keuntungan dari peluang

eksternal. Strategi ST (ST Strategies) menggunakan kekuatan sebuah perusahaan untuk

menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Strategi WT (WT Strategies)

merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal serta

menghindari ancaman eksternal.

Matriks SWOT terdiri atas sembilan sel di mana terdapat empat sel faktor utama,

empat sel strategi dan satu sel yang dibiarkan kosong (sel kiri atas). Keempat sel

strategi, yang diberi nama SO, WO, ST, dan WT, dikembangkan setelah melengkapi

keempat sel faktor utama, yang diberi nama S, W, O, dan T.

60

Tabel 2.5 Matriks SWOT

KEKUATAN (STRENGTHS)

KELEMAHAN (WEAKNESS)

1 1 2 2 3 3 4 4 5 (Tulis Kekuatan) 5 (Tulis Kelemahan) 6 6 7 7 8 8

PELUANG (OPPORTUNITY)

STRATEGI SO

STRATEGI WO

1 1

1-8 (Gunakan Kekuatan Untuk Memanfaatkan

Peluang )

1

1-8 (Gunakan Kelemahan

Dengan Memanfaatkan

Peluang )

2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 (Tulis Peluang) 5 5 6 6 6 7 7 7 8 8 8

ANCAMAN (THREATS)

STRATEGI ST

STRATEGI WT

1 1

1-8 (Gunakan Kekuatan Untuk

Menghindari Ancaman )

1

1-8 (Minimalkan kelemahan dan

Atasi Ancaman )

2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 (Tulis Ancaman) 5 5 6 6 6 7 7 7 8 8 8

(Sumber: David, (2009, p.328))

Menurut David (2009, p.330), terdapat delapan langkah dalam membentuk sebuah

Matriks SWOT :

1. Buat daftar peluang-peluang eksternal utama perusahaan

2. Buat daftar ancaman-ancaman eksternal utama perusahaan

3. Buat daftar kekuatan-kekuatan internal utama perusahaan

61

4. Buat daftar kelemahan-kelemahan internal utama perusahaan

5. Cocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal, dan catat hasilnya pada sel strategi

SO

6. Cocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal, dan catat hasilnya pada sel Strategi

WO

7. Cocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal, dan catat hasilnya pada sel Strategi

ST

8. Cocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal, dan catat hasilnya pada sel

Strategi WT

2.9 Object Oriented Analysis and Design

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.14), Object Oriented Analysis and Design

(OOAD) terbagi kedalam empat aktivitas, antara lain: analisis problem-domain, analisis

application domain, architecture design, dan component design.

Keuntungan dari OOAD adalah:

a. Menyediakan info yang jelas mengenai konteks sistem.

b. Ada kaitan yang erat antara object-oriented analysis, object-oriented design,

object-oriented user interface dan object-oriented programming.

Notasi standar yang digunakan dalam OOAD adalah UML (Unified Modeling

Languange). UML digunakan hanya sebagai notasi dan bukan sebagai metode dalam

melakukan modeling.

Gambar 2.5 dibawah ini merupakan ringkasan dari kegiatan yang dilakukan

dalam OOAD, yang menjelaskan bahwa dalam analisis problem domain akan

menghasilkan sebuah model, dalam analisis application domain akan menghasilkan

62

sebuah Requirement for use, dalam perancangan arsitektural akan dihasilkan spesifikasi

perancangan. Model, Requirement for use, dan spesifikasi perancangan ini yang akan

menjadi dasar dalam perancangan komponen dimana kegiatan ini akan menghasilkan

spesifikasi komponen.

 Gambar 2.5 Kegiatan utama dan hasil dari Object Oriented Analysis and Design Sumber : Mathiassen, et.al. (2000, p.15)

Mengacu kepada Mathiassen et al. (2000, p.18), ada empat prinsip umum dalam

menganalisis dan merancang sebuah sistem yaitu:

1. Pemodelan konteks (Model the Context)

Konteks dari sebuah sistem dapat dilihat dari dua perspektif yang saling

melengkapi yaitu problem domain dan application domain. Problem domain

merupakan bagian dari konteks yang diatur, diawasi atau dikendalikan oleh

sebuah sistem. Application domain merupakan sebuah organisasi yang

63

mengelola, mengawasi atau mengendalikan suatu problem domain.

Kesuksesan dan kegagalan sebuah sistem tergantung dari seberapa baik

application domain dan problem domain terhubung bersama – sama ke

dalam fungsi keseluruhan.

Oleh karena itu, pemodelan dari problem domain dan application domain

merupakan hal yang mendasar selama kegiatan analisis dan perancangan

sistem.

2. Penekanan pada Arsitektur (Emphasize the Architecture)

Analisis dan perancangan berorientasi objek menekankan arsitektur sistem

sebagai sebuah tantangan utama, menfokuskan kepada kemudahan untuk

dipahami, fleksibilitas dan kegunaannya sebagai kualitas perancangan yang

penting. Sebuah arsitektur sistem harus mudah untuk dipahami karena

menyediakan sebuah dasar bagi keputusan dan sebagai alat komunikasi serta

alat kerja pada tugas pengembangan selanjutnya. Arsitektur sistem harus

fleksibel karena pengembangan sistem terjadi pada lingkungan yang

bergejolak. Terakhir, arsitektur sistem harus dapat bermanfaat karena

kesuksesan sebuah sistem tergantung dari bagaimana sistem dapat berperan

dalam organisasi pengguna.

Dalam analisis dan perancangan berorientsi objek, ada tiga komponen

arsitektur dasar yaitu : model component, function component dan interface

component. Model component berisi sebuah model dinamis dari problem

domain sistem. Function component berisi fasilitas – fasilitas bagi user

untuk melakukan update dan mengunakan model component. Interface

64

component merangkaikan sistem ke dalam konteksnya dengan dua cara. Cara

pertama, interface mencakup monitor dengan teks dan grafik – grafik,

printouts, dan fasilitas lain yang membuat user dapat mengaktifkan fungsi –

fungsi sistem. Cara kedua, interface terhubung secara langsung dengan

teknikal sistem lain seperti radar dan sensor.

3. Penggunaan kembali Pola – Pola (Reuse Patterns)

Cara mendasar untuk memastikan kualitas dan efisiensi dalam analisis dan

perancangan adalah dengan menggunakan kembali ide-ide yang telah diuji

dan digunakan dalam situasi – situasi lain. Analisis dan perancangan

berorientasi objek menginspirasikan penggunaan kembali ini dengan dua

cara, yaitu dengan menggunakan objek dan komponen dan dengan

menggunakan pola analisis dan perancangan.

4. Penyesuaian Metode (Tailor the Method)

OOAD adalah kumpulan dari pedoman umum untuk melakukan analisis dan

perancangan sistem. Oleh sebab itu, harus dilakukan penyesuaian terhadap

organisasi dan proyek. Untuk membuat metode lebih berguna, perancangan

harus dilakukan dengan sedemikian rupa sehingga adaptasi, perbaikan, dan

penggantian bagian lebih mudah untuk diimplementasikan.

OOAD merefleksikan empat perspektif sentral pada suatu sistem dan

konteksnya, yaitu isi informasi dari sistem, bagaimana sistem akan

digunakan, sistem sebagai keseluruhan dan komponen – komponen dari

sistem. Perpektif – perspektif tersebut terhubung dengan aktivitas – aktivitas

utama dari analisis dan perancangan berorientasi objek, yaitu problem

65

domain analysis, application domain analysis, architectural design dan

component design, secara berturut – turut.

2.9.1 Object

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.4) objek adalah sebuah entity dengan

identitas, state dan behaviour. Setiap objek tidak digambarkan secara sendiri - sendiri,

melainkan istilah class digunakan untuk menggambarkan kumpulan objek.

Dengan demikian dapat dikatakan, karakteristik dari objek adalah sebuah entitas,

melekat pada identitasnya, dan memiliki behaviour masing-masing.

2.9.2 System Choice dan System Definition

Pemilihan sistem dilakukan untuk menghasilkan system definition yang

memenuhi kriteria FACTOR.

Menurut Mathiassen et al. (2000,p.24), system definition adalah sebuah

deskripsi singkat dari sistem yang terkomputerisasi yang dijelaskan dalam bahasa

natural. Tujuan dari system definition adalah untuk memilih sistem aktual yang akan

dikembangkan.

System definition di sini dapat berupa narasi singkat mengenai sistem yang akan

dikembangkan mencakup kegunaan dan kebutuhan dari sistem yang akan dikembangkan

agar dapat memenuhi kebutuhan informasi dalam perusahaan.

66

Rich Picture

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.26), rich picture adalah sebuah gambaran

informal yang digunakan oleh pengembang sistem untuk menyatakan pemahaman

mereka terhadap situasi dari sistem yang sedang berlangsung. Rich picture juga dapat

digunakan sebagai alat yang berguna untuk memfasilitasi komunikasi yang baik antara

pengguna dalam sistem. Tujuan dari pembuatan rich picture bukan untuk membuat

deskripsi yang mendetail dari semua keadaan yang mungkin, tetapi lebih untuk

memperoleh gambaran umum.

Rich picture merupakan tahap pertama yang dilakukan dalam analisis dan

perancangan sistem, karena melalui rich picture dapat diketahui proses berjalan dari

sistem yang akan dikembangkan sehingga akan memudahkan pengembang sistem untuk

mendefinisikan kebutuhan dari sistem tersebut.

FACTOR Criteria

Menurut Mathiassen et al. (2000,p.39), FACTOR terdiri dari 6 elemen yaitu :

Tabel 2.6 Tabel FACTOR Criteria Functionality Fungsi sistem yang mendukung application domain. Application domain Bagian dari organisasi, administrasi, monitor, atau

kontrol problem domain. Conditions Kondisi setelah sistem akan dikembangkan dan

digunakan. Technology Teknologi yang digunakan dalam pengembangan

sistem dan teknologi yang akan menjalankan sistem. Objects Object utama dalam problem domain. Responsibility Tanggung jawab keseluruhan sistem dalam

hubungannya dengan context.” Sumber : Mathiassen et al. (2000,p.39)

67

2.9.3 Problem Domain Analysis

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.6) problem domain merupakan bagian dari

context yang diatur, dimonitor, atau dikendalikan oleh sebuah sistem. Analisis problem

domain menghasilkan sebuah model yang merupakan gambaran dari class, objek -

objek, struktur dan perilaku (behaviour) yang ada dalam problem domain.

Gambar 2.6 Aktivitas pada problem domain modelling Sumber : Mathiassen et al. (2000, p.46)

Problem domain analysis dibagi menjadi tiga aktivitas seperti yang diperlihatkan

pada gambar 2.2 di atas. Pada problem domain analysis terdapat tiga aktivitas utama

yaitu:

1. Classes, aktivitas ini meliputi pendefinisian dan pembuatan karakteristik

problem domain dengan memilih class dan event yang menghasilkan event

table.

68

2. Structure, aktivitas ini menekankan pada penggambaran hubungan antara

class dan object yang ada pada problem domain sehingga menghasilkan class

diagram.

3. Behavior, aktivitas ini menggambarkan properti yang dinamis dan atribut-

atribut dari setiap class yang dipilih. Tujuan dari behavior adalah untuk

membuat pemodelan dinamis dari suatu problem domain.

2.9.3.1 Classes

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.53), class merupakan deskripsi dari

kumpulan objek yang memiliki struktur, pola behaviour dan atribut yang sama. Kegiatan

kelas akan menghasilkan event table. Dimensi horizontal dari event table berisi kelas-

kelas yang terpilih, sementara dimensi vertikal berisi event-event terpilih dan tanda cek

digunakan untuk mengindikasikan objek-objek dari kelas yang berhubungan dalam event

tertentu.

Tabel 2.7 Contoh Event Table

mendaftar + +memesan * * +mengirim * * * +menagih * * + +meretur * * + +membayar * * * +

Not

a Pe

njua

lan

Sura

t Ret

ur

Buk

ti Pe

mba

yara

n

Event

Class

Pela

ngga

n

Bar

ang

Sale

s Ord

er

Sura

t Jal

an

69

2.9.3.2 Structure

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.69) kegiatan ini bertujuan untuk menjelaskan

hubungan struktural antara kelas-kelas dan objek-objek pada problem domain. Ada

empat tipe hubungan struktural dimana keempatnya dibagi ke dalam dua bagian yaitu:

1. Class structure, meliputi:

a. Generalization adalah suatu kelas yang umum (kelas super) yang

menggambarkan properti umum untuk suatu grup yang memiliki kelas

khusus (sub kelas).

b. Cluster adalah suatu koleksi dari kelas yang berhubungan.

2. Object structure, meliputi:

a. Aggregation : adalah suatu objek superior (keseluruhan) yang berisi

jumlah dari objek atau bagiannya.

b. Association : adalah hubungan yang berarti antar sejumlah objek.

Hasil dari kegiatan stuktur ini adalah class diagram. Class Diagram

menghasilkan ringkasan model problem-domain yang jelas dengan menggambarkan

semua struktur hubungan statik antar kelas dan objek yang ada dalam model dari sistem

yang berubah-ubah.

2.9.3.3 Behaviour

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.89), kegiatan ini bertujuan untuk memberi

model dinamis pada problem domain. Tugas utama dalam kegiatan ini adalah

menggambarkan pola perilaku (behaviour pattern) dan atribut dari setiap kelas. Hasil

70

dari kegiatan ini adalah statechart diagram yang dapat dilihat pada Gambar 2.7 dibawah

ini :

stm Sales

Activ e[tidak_bekerja_lagi]

/memesan

/mendaftar

Gambar 2.7 Contoh “statechart diagram”

Menurut Mathiassen (2000, p93) ada 3 notasi untuk behavioural pattern yaitu:

• Sequence, dimana event muncul satu per satu secara berurutan.

• Selection, dimana terjadi pemilihan satu event dari sekumpulan event yang

muncul.

• Iteration, dimana sebuah event muncul sebanyak nol atau beberapa kali.

2.9.4 Application Domain Analysis

Menurut Mathiassen et al. (2000,p.115), application domain adalah organisasi

yang mengatur, memonitor, atau mengendalikan problem domain. Hasil dari application

domain adalah list lengkap dari kebutuhan pengguna sistem secara keseluruhan. Gambar

2.8 di bawah ini menunjukkan aktivitas dalam application domain analysis.

71

Gambar 2.8 Aktivitas pada application-domain Sumber : Mathiassen et. al. (2000, p.115)

2.9.4.1 Usage

Menurut Mathiassen et al. (2000,p.119), kegiatan usage merupakan kegiatan

pertama dalam analisis application domain yang bertujuan untuk menentukan

bagaimana aktor-aktor berinteraksi dengan sistem yang dituju. Definisi actor itu sendiri

adalah suatu abstraksi dari pengguna atau sistem lain yang berhubungan dengan sasaran

dari sistem, sedangkan pengertian use case adalah suatu pola dari interaksi antara sistem

dan aktor dari application domain. Hasil dari analisis kegiatan usage ini adalah

deskripsi lengkap dari semua use case dan aktor yang ada digambarkan dalam tabel

aktor dan use case diagram.

72

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa usecase diagram adalah sebuah

diagram yang menggambarkan pola hubungan interaksi antara actor dan sistem, serta

menjelaskan apa saja yang actor lakukan dengan menggunakan sistem.

2.9.4.2 Function

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.138), function adalah suatu fasilitas untuk

membuat suatu model yang berguna untuk actors. Function memfokuskan pada

bagaimana cara sebuah sistem dapat membantu aktor dalam melaksanakan pekerjaan

mereka. Function memiliki empat tipe berbeda yaitu:

a. Update, fungsi ini disebabkan oleh event problem domain dan menghasilkan

perubahan dalam state atau keadaan dari model tersebut.

b. Signal, fungsi ini disebabkan oleh perubahan keadaan atau state dari model

yang dapat menghasilkan reaksi pada konteks.

c. Read, fungsi ini disebabkan oleh kebutuhan informasi dalam pekerjaan aktor

dan mengakibatkan sistem menampilkan bagian yang berhubungan dengan

informasi dalam model.

d. Compute, fungsi ini disebabkan oleh kebutuhan informasi dalam pekerjaan

aktor dan berisi perhitungan yang melibatkan informasi yang disebabkan oleh

aktor atau model, hasil dari fungsi ini adalah tampilan dari hasil komputasi.

Tujuan dari kegiatan function adalah untuk menentukan kemampuan sistem

memproses informasi. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah daftar lengkap dari fungsi-

fungsi dengan spesifikasi dari fungsi yang kompleks.

73

2.9.4.3 Interfaces

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.151), Interfaces adalah fasilitas yang

membuat suatu model dan fungsi dapat dipakai oleh aktor. Ada dua jenis interface atau

antar muka yaitu : antar muka pengguna yang menghubungkan pengguna dengan sistem

(user interface) dan antar muka sistem yang menghubungkan sistem dengan sistem yang

lainnya (system interface).

Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah deskripsi elemen-elemen user interface dan

elemen-elemen sistem interface yang lengkap, dimana kelengkapan menunjukkan

pemenuhan kebutuhan user. Hasil ini dilengkapi dengan sebuah diagram navigasi yang

menyediakan sebuah ringkasan dari elemen-elemen user interface dan perubahan antara

elemen-elemen tersebut.

2.9.4.4 Sequence Diagram

Menurut Mathiassen et al. (2000, p340), sequence diagram menjelaskan tentang

interaksi diantara beberapa objek dalam jangka waktu tertentu. Sequence diagram

melengkapi class diagram, yang menjelaskan situasi yang umum dan statis. Sebuah

sequence diagram dapat mengumpulkan rincian situasi yang kompleks dan dinamis

melibatkan beberapa dari kebanyakan object yang digeneralisasikan dari class pada

class diagram.

Menurut Bennet et al. (2006, p252-253), sequence diagram secara semantic

ekuivalen dengan diagram komunikasi untuk interaksi yang sederhana. Sebuah sequence

diagram menunjukkan interaksi antara objek yang disusun dalam satu sequence.

74

Dalam sequence diagram yang diadaptasi dari Bennet, et al.(2006, p.252),

terdapat satu buah notasi yang disebut fragment. Fragment ini biasa digunakan dalam

setiap tipe UML diagram. Fragment yang digunakan pada sequence diagram

dimaksudkan untuk memperjelas bagaimana sequence ini saling dikombinasikan.

Fragment terdiri dari beberapa jenis interaction operator yang menspesifikasikan tipe

dari kombinasi fragment. Tipe-tipe interaction operator yang ada dalam sequence

diagram dibahas dalam Tabel 2.8 sebagai berikut:

Tabel 2.8 Tipe interaction operator yang digunakan dalam fragment Interaction Operator Penjelasan dan Penggunaan Alt Alternatives ini mewakili alternative behaviour yang ada, setiap

behaviour ditampilkan dalam operasi yang terpisah. Opt Option ini merupakan pilihan tunggal atas operasi yang hanya

akan dieksekusi bila batasan interaksi bernilai true. break Break mengindikasi bahwa dalam combined fragment

ditampilkan sementara oleh sisa dari interaction fragment yang terlampir.

Par Parallel mengindikasi bahwa eksekusi operasi dalam combined fragment biasa digabungkan dalam sequence manapun.

Seq Weak Sequencing menampilkan dalam urutan dari tiap operasi yang telah dimaintain tetapi keterjadian suatu event adalah berbeda operasinya dalam perbedaan lifeline yang dapat terjadi dalam urutan apapun.

Strict Strict Sequencing membuat sebuah strict sequence berada dalam eksekusi sebuah operasi tapi tidak termasuk urutan dalam operasi.

Neg Negative menggambarkan sebuah operasi yang bersifat invalid. Critical Critical Region mengadakan sebuah batasan dalam sebuah

operasi yang tidak memiliki event yang terjadi dalam lifeline. Ignore Ignore menandakan tipe pesan, spesifikasi sebagai parameter,

yang seharusnya diabaikan dalam sebuah interaksi. Consider Consider merupakan keadaan dimana pesan-pesan seharusnya

dipertimbangkan dalam sebuah interaksi.

75

Assert Assertion merupakan keadaan bahwa sebuah sequence dari pesanan dalam operasi hanyalah satu-satunya yang memiliki lanjutan yang bersifat sah.

Loop Loop digunakan untuk mengindikasi sebuah operasi yang diulang berkali-kali sampai batasan interaksi untuk pengulangan berakhir.

Sumber : Bennet, et al. (2006, p270)

2.9.5 Architecture Design

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.173), tujuan dari architecture design adalah

untuk menstrukturkan sebuah sistem yang terkomputerisasi. Aktivitas-aktivitas yang

dilakukan dalam architecture design dapat dilihat pada Gambar 2.8 dibawah ini.

Gambar 2.9 Aktivitas pada architectural design Sumber : Mathiassen, et.al. (2000, p.176) 2.9.5.1 Criteria

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.177) “tujuan dari sebuah criteria adalah

untuk mempersiapkan prioritas dari sebuah perancangan.” Sebuah perancangan yang

baik harus memperhatikan criteria-criteria seperti terlihat pada tabel 2.9 berikut ini:

76

Tabel 2.9 Tabel kriteria umum Criterion Ukuran dari

Usable Kemampuan sistem untuk menyesuaikan diri dengan konteks, organisasi yang berhubungan dengan pekerjaan dan teknis.

Secure Ukuran keamanan sistem dalam menghadapi akses yang tidak terotorisasi terhadap data dan fasilitas.

Efficient Eksploitasi ekonomis terhadap fasilitas platform teknis. Correct Pemenuhan dari kebutuhan. Reliable Pemenuhan ketepatan yang dibutuhkan untuk melaksanakan

fungsi. Maintainable Biaya untuk menemukan dan memperbaiki kerusakan. Testable Biaya untuk memastikan bahwa sistem yang dibentuk dapat

melaksanakan fungsi yang dibentuk. Flexible Biaya untuk mengubah sistem yang dibentuk. Comprehensible Usaha yang diperlukan untuk mendapatkan pemahaman

terhadap sistem. Reusable Kemungkinan untuk menggunakan bagian sistem pada

sistem lain yang berhubungan. Portable Biaya untuk memindahkan sistem ke platform teknis yang

berbeda. Interoperable Biaya untuk menggabungkan sistem ke sistem yang lain.

Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.178

Tidak ada ukuran dan cara-cara yang pasti untuk menghasilkan suatu

desain yang baik. Menurut Mathiassen et al. (2000, p.186), sebuah desain yang

baik memiliki tiga ciri-ciri yaitu :

1) Tidak memiliki kelemahan yang bersifat major

Syarat ini menyebabkan adanya pendekatan pada evaluasi dari kualitas

berdasarkan review atau eksperimen dan membantu dalam menentukan

prioritas dari kriteria yang akan mengatur dalam kegiatan desain.

77

2) Menyeimbangkan beberapa kriteria

Konflik sering terjadi antar kriteria, oleh sebab itu untuk menentukan kriteria

mana yang akan diutamakan dan bagaimana cara untuk menyeimbangkannya

dengan kriteria-kriteria yang lain bergantung pada situasi sistem tertentu.

3) Usable, flexible, dan comprehensible

Kriteria-kriteria ini bersifat universal dan digunakan pada hampir setiap

proyek pengembangan sistem.

2.9.5.2 Component Architecture

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.189-200), arsitektur komponen adalah

sebuah struktur sistem yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berhubungan.

Komponen sendiri merupakan kumpulan dari bagian-bagian program yang membentuk

suatu kesatuan dan memiliki fungsi yang jelas.

Beberapa pola umum dalam desain komponen arsitektur :

• Arsitektur layered

Merupakan bentuk yang paling umum dalam software. Sebuah arsitektur

layered terdiri dari beberapa komponen yang dibentuk menjadi lapisan-

lapisan dimana lapisan yang berada di atas bergantung kepada lapisan yang

ada dibawahnya. Perubahan yang terjadi pada suatu lapisan akan

mempengaruhi lapisan diatasnya. Gambar 2.10 di bawah ini menunjukkan

pola arsitektur layered.

78

Gambar 2.10 Layered Architecture Pattern Sumber : Mathiassen, et.al. (2000, p.193)

• Arsitektur generic

Pola ini digunakan untuk merinci sistem dasar yang terdiri dari antar muka,

function, dan komponen-komponen model. Dimana komponen model terletak

pada lapisan yang paling bawah, diikuti dengan function system dan

komponen interface diatasnya. Gambar 2.11 di bawah ini menunjukkan pola

arsitektur generic.

79

Gambar 2.11 Generic Architecture Pattern Sumber : Mathiassen, et.al. (2000, p.196)

• Arsitektur client-server

Pola ini awalnya dikembangkan untuk mengatasi masalah distribusi sistem di

antara beberapa processor yang tersebar secara geografis. Komponen pada

arsitektur ini adalah sebuah server dan beberapa client. Tanggung jawab

daripada server adalah untuk menyediakan database dan resources yang

dapat disebarkan kepada client melalui jaringan. Sementara client memiliki

tanggung jawab untuk menyediakan antarmuka lokal untuk setiap

penggunanya. Gambar 2.12 di bawah ini menunjukkan pola arsitektur client-

server.

80

<<component>> Client1

<<component>> Client2

<<component>> Client n

<<component>> Server

Gambar 2.12 Client-Server Architecture Pattern Sumber : Mathiassen, et.al. (2000, p.197)

Berikut adalah beberapa jenis distribusi dalam arsitektur client-server

dimana U (user interface), F (function), M (model) :

Tabel 2.10 Jenis Arsitektur client-server Client Server Architecture

U U+F+M Distributed presentation U F+M Local presentation U+F F+M Distributed functionality U+F M Centralized data U+F+M M Distributed data

Sumber : Mathiassen, et.al. (2000, p.200)

2.9.5.3 Process Architecture

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.209-219), arsitektur proses adalah struktur

dari eksekusi sistem yang terdiri dari proses-proses yang saling tergantung. Sistem

berorientasi objek yang berjalan terdiri dari banyak sekali objek, diantaranya Active

object merupakan objek yang telah diberikan sebuah proses dan komponen program,

sebuah modul fisik dari kode program.

81

Beberapa pola distribusi dalam kegiatan desain process architecture :

1) Centralized pattern

Pada pola ini semua data ditempatkan pada server dan client hanya

menghandle user interface saja. Keseluruhan model dan semua fungsi

bergantung pada server, dan client hanya berperan seperti terminal. Gambar

2.13 mengilustrasikan pola ini.

Gambar 2.13 Deployment Diagram untuk Centralized Pattern Sumber : Mathiassen, et.al. (2000, p.216)

82

2) Distributed pattern

Pola ini merupakan kebalikan dari centralized pattern. Semua didistribusikan

kepada client dan server hanya diperlukan untuk melakukan update model

diantara clients. Gambar 2.14 mengilustrasikan pola ini.

Gambar 2.14 Deployment Diagram untuk Distributed Pattern Sumber : Mathiassen, et.al. (2000, p.217)

3) Decentralized pattern

Pola ini dapat dikatakan merupakan gabungan dari kedua pola sebelumnya.

Pada pola ini, client mengimplementasikan model yang local, sedangkan

83

server-nya memakai model common (umum).” Gambar 2.15

mengilustrasikan pola ini.

Gambar 2.15 Deployment Diagram untuk Decentralized Pattern Sumber : Mathiassen, et.al. (2000, p.219)

2.9.6 Component Design

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.231), desain komponen bertujuan untuk

menentukan implementasi kebutuhan dalam kerangka arsitektural. Hasil dari kegiatan

ini adalah spesifikasi dari komponen yang saling berhubungan. Component design

diilustrasikan pada gambar 2.16 dibawah ini.

84

 Gambar 2.16 Aktivitas pada Component Design Sumber : Mathiassen, et. al. (2000, p232)

2.9.6.1 Model Component

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.235), Model component adalah suatu bagian

dari sistem yang mengimplementasikan problem domain. Tujuan dari komponen model

adalah untuk mengirimkan data sekarang dan historic ke function, interface dan

pengguna dan sistem yang lain.

Langkah – langkah yang harus dilakukan adalah mempresentasikan private

event, mempresentasikan common event dan restrukturisasi class. Hasil yang didapat

dalam model component adalah class diagram dari model component yang sudah

direvisi

Revisi dari class diagram dapat dilakukan dengan memperhatikan private events

dan common events. Private events adalah event yang hanya melibatkan hanya satu

object domain.

85

Tabel 2.11 Tabel Private Events Event-event yang hanya terjadi pada sequence dan selection

• Representasikan event-event ini sebagai state attribute pada class yang digambarkan oleh statechart diagram. Setiap kali ada salah satu dari events yang terlibat timbul, maka sistem akan menugaskan nilai yang baru kepada state attribute.

• Integrasikan attribute dari event yang terlibat ke dalam class.

Event-event yang terjadi berulang-ulang (iteration)

• Representasikan event-event ini sebagai suatu class baru dan hubungkan class tersebut dengan class yang dijabarkan pada statechart diagram dengan menggunakan struktur aggregation. Untuk setiap iterasi, sistem akan menghasilkan suatu object baru dari class.

• Integrasikan attribute event ke dalam class yang baru.

Jika suatu event adalah common atau umum sehingga mempengaruhi beberapa

objek, maka event tersebut perlu dihubungkan dengan salah satu objek dan dibuat

hubungan structural dengan object lain agar tetap dapat mengaksesnya.

Tabel 2.12 Tabel Common Events Common event • Jika event yang terlibat dalam statechart

diagram dalam cara yang berbeda, representasikan event tersebut dalam hubungannya ke class yang menawarkan representasikan paling sederhana

• Jika event yang terlibat dalam statechart diagram dalam cara yang sama, pertimbangkan alternatif representasi yang mungkin antara satu sama lain.

2.3.6.2 Function Architecture

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.251), function component adalah bagian dari

sistem yang mengimplementasikan kebutuhan fungsional. Tujuan dari komponen

function adalah untuk memberikan akses bagi user interface dan komponen sistem

86

lainnya ke model, oleh karena itu function component adalah penghubung antara model

dan usage.

Hasil dari kegiatan ini adalah class diagram untuk komponen function dan

perpanjangan dari class diagram komponen model. Berikut adalah sub kegiatan dalam

perancangan komponen function dapat dilihat pada Gambar 2.16 dibawah ini:

 Gambar 2.17 Sub aktivitas dalam merancang function-component Sumber : Mathiassen, et. al. (2000, p252)

Sub aktivitas ini menghasilkan kumpulan operasi yang dapat

mengimplementasikan fungsi sistem seperti yang ditentukan dalam problem domain

analysis dan function list. Berikut adalah sub kegiatan dalam component function :

1. Merancang function sebagai operation, yaitu mengidentifikasi tipe utama dari

function tersebut. Ada empat tipe function yaitu update, read, compute dan

signal

2. Menelusuri pola yang dapat membantu dalam implementasi function sebagai

operation.

87

3. Spesifikasikan operasi yang kompleks. Ada tiga cara untuk melakukannya

yaitu operation specification, sequence diagram dan statechart diagram.