BAB II DASAR TEORI
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
2 -
download
0
Transcript of BAB II DASAR TEORI
5
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Penelitian terdahulu
Peneliti terdahulu telah melakukan penelitian tentang beberapa bahan pisau
Damaskus. Unsur-unsur baja Damaskus menunjukkan bahwa terdapat 1,60% C;
0,56% Mn, 0,17%P, 0,02% S, 0,048% Si, 0,012%Ni, 0,048% Cu, 0,01% V dan
0,002% Ti (Fatollahi, 2011).[1] Baja Damaskus termasuk dalam baja karbon tinggi
(ultra high carbon (UHC)). Komposisi kimia termasuk hyper-eutectoid terdiri dari
pearlit (lamellar cemectite dan ferrite) dan butiran-butiran cementit yang
bervariasai berkisar anatara 2-20 µm dangan ketebalan berkisar antara 12-30 µm.
Gambar 2.1 berikut menunjukkan pola pada permukaan pedang Damuskus asli.
Gambar 2.1 Pola permukaan pedang damaskus (Peterson, dkk., 1990).
Lembaran-lembaran cementit pada permukaan pedang tidak tersusun secara
paralel melainkan bergelombang, hal ini dipengaruhi oleh proses penempaan yang
tidak terdeformasi secara seragam, partikel-partikel cementit bertindak sebagai
hambatan dislokasi dan meningkatkan kekuatan. Temperatur tempa pada baja UHC
sangat terbatas berkisar 700-1000oC, hal ini untuk menjaga partikel cementit pada
6
permukaan logam membentuk polo damaks, selain itu unsur-unsur seperti V dan Cr
juga berpengaruh dalam pembentukan pola damaskus.
[2] Penelitian tentang pengaruh unsur-unsur pengotor pada ingot dalam
pembentukan pola damask. Penelitian ini menggunakan forging manual oleh pande
besi profesional. Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah logam Sorel
sebagai ingot dengan kandungan karbon berkisar 3,9-4,7%C dan 0,003-0,014% V.
Penambahan 0,003%V, Mo, Mn, Nb dalam persentase sedikit mengakibatkan
terjadi band karbida pada ingot. Pengujian menggunakan Electron probe
microanalysis (EPMA) pada ingot logam Sorel menunjukkan terjadi
microsegregated pada interdendit yang lebih terkosentrasi. Hal ini disebabkan oleh
penambahan unsur-unsur V, Mo, Mn, dan Nb kurang dari 0.02%.
2.2 Proses Tempa (Forging)
Forging merupakan prose pembentukan logam yang dilakukan
dengan mendeformasi platis suatu bahan. Pada umumnya penempaan dilakukan
dengan memberikan beban yang berulang-ulang. Penempaan bisa dilakukan secara
manual atau menggunakan mesin otomatis untuk mendapatkan bentuk yang
diharapkan. Bahan yang telah ditempa megalami perubahan bentuk dari batang
(billet) menjadi lempengan seperti ditunjukkan pada a Gambar 2.2. Selain itu proses
penempaan dapat menghaluskan struktur butir dan mengurangi proses pemesinan.
[3] Ukuran butir dalam proses penempaan dipengaruhi oleh temperatur,
komposisi dan proses mekanik. Ukuran butir membesar seiring dengan
meningkatnya temperatur penempaan. Bahan hasil proses tempa memiliki bentuk
butir halus searah dengan penempaa. Butir halus searah dengan penempaan dapat
meningkatkan kekuatan dan kualitas ketajaman pisau.
7
Gambar 2.2 proses penempaan pisau (Schroen, 1984).
Pengerjaan panas meliputi proses deformasi yang dilakukan pada
temperatur diatas 0,6 Tm dengan laju regangan tertentu.[4] Perubahan struktur
selama pengerjaan panas meningkatkan keuletan dan ketangguhan. Namun terdapat
beberapa kekurangan karena pengerjaan panas dengan temperatur tinggi
mengakibatkan terjadi reaksi permukaan logam dengan udara sekitar.
Pengerjaan panas pada logam akan mengakibatkan struktur dan sifat-sifat
logam yang tidak seragam karena deformasi selalu lebih besar pada permukaan.
Logam akan mengalami butir rekristalisasi yang lebih halus pada permukaan, hal
ini dapat dihindari dengan mengotrol temperatur pengerjaan seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Batas temperature pengerjaan panas (Schey, 2000)
8
Proses pengerjaan panas dilakukan secara bertahap. Umumnya temperatur
pengerjaan tahap pertama berada di atas batas bawah temepratur pengerjaan
panas.[4] Hal ini dilakukan untuk memamfaatkan tengangan alir yang lebih rendah
dan ada kemungkinan terjadi pertumbuhan butir setelah proses rekristalisasi
sehingga menghasilkan produk berbutir halus pada saat terakhir temperatur kerja
diturunkan dan pertumbuhan butir pada saat pendinginan dapat dihindari.
Tempratur akhir penegerjaan sedikit diatas temperatur derajat deformasi.
2.3 Pembuatan Pisau Damaskus
[5] Pembuatan pisau Damaskus hampir sama dengan pembuatan pisau pada
umumnya. Namun bahan pisau yang digunakan berbeda. Ada beberapa tahap dalam
proses pembuatan pisau damaskus adalah sebagai beriku:
2.3.1 Persiapan Bahan Pisau Damaskus
Bahan pisau dileburkan dalam tungku dengan campuran besi murni, ingot,
logam sorel, arang, serpihan kaca dan daun-daunan.[6] Unsur C dan unsur
pengotor selama proses peleburan serpihan kaca mencair dan mementuk terak yang
melindungi ingot dari oksidasi. Daun-daunan menghasilkan hydrogen dimana
berfungsi untuk mempercepat karburisasi besi. Kandungan C dari besi
meningkatmenjadi 1,5 persen.
2.3.2 Penempaan Ingot Pisau Damaskus
Proses penempaan ingot dilakukan secara manual dengan dipanaskan pada
temperatur tertentu dengan menggunakan tungku, selanjutnya dilakukan proses
tempa secara 4 tahap, dimana setiap tahap membutuhkan 50 siklus pemanasan.
Gambar 2.4 menunjukan ingot bahan pisau damaskus.
9
Gambar 2.4 Ingot Pisau Damascus (Vehoeven,2001).
2.4.2 Proses Pembuatan Pisau Damaskus
Pisau damaskus dibuatan dengan cara ditempa manual oleh pande besi.
Langkah awal pembuatan pisau yakni dengan memanaskan Ingot dengan
menggunakan tungku bertemperatur panas membentuk partikel cemetit dan
austenite. Kemudian langkah selanjutnya dilakukan proses penempaan
menggunakan palu dan anvil sebagai landasan.
[7] Proses penempaan dilakukan sampai penuruan suhu 50℃ dibawah suhu
rekristalisasi, kemudian Ingot pisau dipanaskan dan ditempa lagi dengan temperatur
yang sama secara 4 tahapan proses. Kemudian langkah selanjutnya untuk
pembuatan pisau, proses tempa tergantung dari dimensi bahan. Setelah semua
proses dilakukan selanjutnya dengan proses grinding menggunakan gerinda sabuk
untuk meratakan permukaan dan pembentukan sisi tajam pisau kemudian
dilanjutkan dengan proses esta permukaan pisau untuk mendapatkan pola
damaskus. permukaan pisau damaskus seperti ditunjukkan pada gambar 2.5
10
Gambar 2.5 Permukaan Pisau Damascus (Vehoeven,2001).
Pola damaskus dapat dibentuk dengan dua cara sebagai berikut:
1. Wootz dipanaskan pada temperatur tinggi membentuk butiran austenit yang
besar dan dilakukan proses pendinginan lambat untuk menghasilkan
presipitasi cementit sepanjang batas butir austenit yang terbentuk selama
proses pemanasan [8].
2. Wootz ditempa pada temperatur berkisar antara 500oC sampai 950 oC,
sehingga menyebabkan batas butir sementit spheroidize terpisah sebagai
lapisan partikel sementit kasar yang menghasilkan pola damask. Gambar
2.6 menunjukkan grafik temperatur tempa dalam poses pembuatan pisau
Damaskus. Bahan pisau ditempa selama 3-10 menit setiap siklus.
Gambar 2.6 Grafik temperatur tempa pisau Damaskus (Verhoeven, dkk., 1996).
11
2.4 Bahan-bahan Pisau
Faktor yang sangat penting dalam proses pembuatan pisau adalah
menentukan bahan yang tepat. Pande besi (Bladesmiths) kesulitan dalam
menentukan baja yang berkualitas untuk dijadikan sebagai bahan pisau. Namun
pada saat ini dengan adanya teknologi canggih, banyak baja-baja yang tersedia
dipasaran mulai baja yang sederhana hingga baja yang berteknologi tinggi. Sifat
pisau sendiri sangat tergantung dengan unsur-unsur yang terkandung dalam
material. Unsur-unsur yang terkandung dalam logam pada umumnya adalah
sebagai berikut[9]:
1. Besi (Fe)
Besi adalah logam yang paling umum ditemukan dalam bentuk
bijih, tetapi tidak pernah ditemmukan dalam keadaan murni. Bijih
besi sendiri dileburkan dan dimurnikan sebelum digunakan.
Selama proses peleburan dan pemurnian, unsur-unsur paduan
ditambahkan untuk merubah propertis dari besi.
2. Karbon (C)
Tabel 2. 1 Presentase karbon dan kegunaannya
12
Karbon dalam baja sangat bervariasi, untuk bahan pisau harus
memilih kandungan karbon yang sesuai dengan pisau yang
digunakan. Kandungan karbon rendah pada bahan pisau memiliki
sifat ketangguhan, sedangkan kadungan karbon tinggi pada pisau
menjadi sifat keras dan tahan aus. Namun kandungan karbon yang
sangat tinggi akan menjadi getas dan sulit untuk ditempa.
3. Chromium (Cr)
Penambahan Cr meningkatkan kekerasan, kekuatan, ketahan aus,
kemampuan dikeraskan, ketahanan panas, memperlambat laju
korossi dan dapat menurunkan regangan. Sebagai besar
penambahan Cr pada baja berkisar antara 0,51-1,50%. Beberapa
baja tahan karat mengandung 20% Cr. Hal ini dapat
mempengaruhi penempaan dan menyebabkan baja mudah retak.
4. Timbal (Pb)
Penambahan unsur Pb dalam dapat meningkatkan machinability,
namun tidak mempengaruhi propertis dari baja. Penambahan Pb
dalam baja berkisar antara 0,15-0,30%.
5. Mangan (Mn)
Penambahan unsur Mn dalam baja dapat meningkatkan kekuatan
dan memiliki sifat yang baik setelah perlakuan panas. Kandungan
Mn dalam baja berkisar antara 0,5-2,0%.
6. Nikel (Ni)
Ni dapat meningkatkan ketangguhan dan memperkuat baja, tetapi
tidak efektif dalam meningkatkan kekerasan. Unsur Ni dalam baja
13
pada umumnya berkisar antara 1-4%. Beberapa baja tahan karat
mengandung unsur Ni sampai 36%.
7. Molydenum (Mo)
Kandungan Mo dalam baja dapat meningkatkan kekerasan yang
seragam ketangguhan, tahan terhatap temperature tinggih. Paduan
Mo dibawah 0,20%, baik untuk ditempa.
8. Silikon (Si)
Si dapat meningkatkan kekuatan Tarik. Apabila dikombinassikan
dengan unsur-unsur lain Si juga dapat meningkatkan ketangguhan.
Penambahan 1,5-2,5% unsur Si dalam baja juga dapat
mmeningkatkan konduktivitas listrik
9. Fosfor (P)
P salah satu unsur pengotor dalam baja persentasenya sangat kecil.
Kandungan unsur P dalam baja meningkatkan kekuatan luluh dan
mengurangi ductile pada temperature rendah, unsur P diyakini untuk
meningkatkan ketahan terhadap korosi
10. Sulfur (S)
S juga termmasuk unsur pengotor dalam baja. Penambahan unsur S
dalam baja dapat merusak property logam, namun dapat
meningkatkan machinability.
11. Tungsten atau Wolfram (W)
Tungsten sering digunakan sebagai unsur paduan pada baja
perkakas, penambahan unsur W dalam baja dapat merubah struktur
14
butir menjadi lebih kecil yang mengakibatkan baja dapat
mmempertahankan kekerasan pada temmperatur tinggi, tahan aus,
dan mudah dipertajam, namun sulit dalam proses pembentukan.
12. Vanadium (V)
Vanadium menghambat pertumbuhan butir baja. Penambahan unsur
V dalam baja dapat mengontrol struktur selama proses perlakuan
panas. Kandung unsur V dalam baja sangat kecil berkisar antara
0.15% sampai 0.20%. Baja perkakas yang mengandung unsur V
dapat meningkatkan kekuatan impact.
2.5 Spring Washer
Spring washer biasa disebut sebagai ring ver berfungsi sama dengan ring
plat. Bedanya ada potongan ring yang terbuat dari bahan yang memiliki daya pegas
sehingga saat dikencangan akan membuat & mur tidak mudah kendur atau lepas.
Nilai komposisi kimia spring washer masih dalam batas standard JIS G 4401
hal ini menunjukkan bahwa produk spring washer pada dasrnya masih masuk
kedalm kategori material standard. Baja JIS G4401 setara dengan standar amerika
SAE 1085. Sebagai paduan, baja ini memiliki kekerasan sekitar HRC 65 dan
menghasilkan campuran martensit kaya karbon dengan beberapa larutan karbida.
Kelebihan karbida meningkatkan ketahanan abrasi dan memungkinkan baja untuk
mencapai keseimbangan yang ideal.
Baja ini memiliki carbon 0.80-0.90% dan silicon 0.10-0.35% mangan 0.10-
0.50% pospor ≤ 0.30% copper ≤ 0.25% nikel ≤0.25% dan chrom ≤0.30%.
15
2.6 Heat Treatment (Perlakuan Panas)
Perlakuan panas merupakan kombinasi anatara proses pemanasan dan
pendinginan suatu logam atau paduannya dalam keadaan padat untuk mendapatkan
sifat-sifat tertentu. Kecepatan pendinginan dan batas temperatur berpengaruh pada
struktur dan sifat logam. Tujuan dari perlakuan panas (Heat Treatment) untuk
meningkatkan keuletan, menghilangkan tegangan internal (internal stress),
menghaluskan ukuran butir kristal dan meningkatkan kekerasan atau tegangan tarik
logam.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perlakuan panas adalah temperatur
pemanasan, waktu yang diperlukan, laju pendinginan. Diagram fase besi-karbon
seperti pada Gambar 2.7 menunjukkan hubungan antara temperatur dan fase yang
terbentuk dan batas antara daerah fase adalah sebagai berikut:
Gambar 2.7 Diagram fase Fe-Fe3C (Schey, 2000)
Gambar 2.7 diagram fase Fe-Fe3C menunjukkan hubungan temperatur dan paduan
dalam selama perubahan fase. Secara garis besar sistem paduan besi karbon dapat
16
dibedakan menjadi dua yaitu baja dan besi tuang (cast iron). Dari diagram fase
tampak bahwa baja mengandung struktur eutektoid sedangkan besi tuang memiliki
struktur eutektit.
2.7 Hardening
Hardening merupakan proses perlakuan panas pada logam untuk menghasilkan
produk yang lebih keras. Perlakuan ini terdiri dari memanaskan baja sampai
temperatur austenisasi dan ditahan pada temperatur tersebut dengan waktu tertentu
dan kemudian didinginkan dengan laju pendinginan yang cepat (quenching).
Memanaskan dan ditahan pada temperatur austenisasi dengan alasan untuk
mengurai sementit menjadi austenit stabil.
Quenching merupakan pendinginkan logam dengan cepat dari temperatur
austenit mencapai temperatur kamar dalam media pedingin. Tujuannya untuk
mencegah terjadinya tranformasi fasa austenit menjadi fasa pearlit untuk
mendapatkan struktur yang diinginkan, yaitu fasa martensit. Quenching merupakan
proses pencelupan baja yang telah berada pada temperatur pengerasan (temperatur
austenisasi), dengan laju pendinginan yang sangat tinggi. Ganbar 2.8 berikut
menunjukkan grafik pemanasan, quenching dan tempering.
17
Gambar 2.8 Grafik pemanasan, quenching dan tempering
2.8 Media pendingin
Berbagai bahan pendingin yang digunakan dalam proses perlakuan panas antara
lain [10]:
1. Air
Pendinginan dengan media air memberikan daya pendinginan yang
cepat. Air memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki
oleh senyawa kimia lain. Temperatur antara 0℃ sampai 100℃, air
berwujud cair. Temperatur 0℃ merupakan titik beku (freezing
point)dan temperature 100℃ merupakan titik didih (boiling point)
air. Perubahan temperatur air berlangsung lambat sehingga air
memiliki sifat penyimpan panas yang baik.
2. Oli
Pendinginan dengan media oli digunakan untuk mengeraskan
logam. Semua baja dapat menggunakan oli sebagai media
18
pendinginan cepat. Tingkat pendinginan oli lebih lambat dari air
atau air garam dan lebih cepat dibandingkkan udara.Pendinginan
menggunakan media oli harus dikontrol berkisar antara 25 ℃
sampai 65℃. Gambar di bawah menunjukkan grafik pendinginan
cepat oli.
Gambar 2.9 grafik pendinginan cepat menggunakan oli, air, udara dan
flidizedbed (ASM, Vol. 4)
Dan berikut menunjukkan perbandingan pendinginan rata – rata menggunakan
media pendingin.
Tabel 2. 2 karakteristik dan kemampuan media pendingin rata – rata quenching.
Table di atas menunjukkan air garam memiliki pendinginan lebih cepat
dibandingkan oli atau minyak. Campuran air garam mengurangi penyerapan gas
19
atmosfer gas dan mengurangi jumlah gelembung pada pendinginan. Selain itu air
garam juga dapat mendinginkan secara seragam pada permukaan logam. Komposisi
garam dalam air berkisar antara 7 – 10% garam berat untuk satu gallon air dengan
temperature awal berkisar antara 18 - 38℃.
Selain itu air garam juga dapat di gunakan sebagai media pendingin pada
baja paduan rendah dan baja karbon, namun pendinginan cepat dengan air garam
pada baja karbon tinggi menyebabkan pendinginan tidak seragam pada penampang,
retak dan stress.
2.9 Uji Kekerasan (Hardness)
Kekerasan suatu material menyatakan kemampuan material tersebut untuk
menahan deformasi plastis. Kekerasan di definisikan sebagai ketahanan bahan
terhadap penetrasi pada permukaannya. Dapat di perkirakan bahwa terdapat
hubungan antara kekerasan dan kekuatan bahan.
Pengujian kekerasan adalah salah satu dari sekian banyak pengujian yang di
pakai, karena dapt di laksanakan pada benda uji yang kecil tanpa kesukaran
mengenai spesifikasi. Pada penelitian ini, metode yang di gunakan adalah metode
rockwel dan metode brinnell.
Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan bahan terhadap penetrasi pada
permukaannya, dapat di perkirakan bahwa terdapat hubungan antara kekerasan dan
kekuatan bahan. Kekerasan dari suatu metal diukur dengan memberikan bebean
dengan menggunakan imdentor ke dalam permukaan material tersebut. Bentuk dari
indentor pada umumnya peluru/bola, piramida, atau kerucut, dibuat dari material
yang lebih keras di banding material yang di uji. Sebagai contoh, baja yang di
keraska, karbit tungsten, atau intan yang biasanya untuk indenters. Pengujian
kekerasan sangat sederhana, sehingga banyak dilakukan dalam pemilihan bahan.
20
Ada beberapa macam metode pengujian yang dipergunakan, di sesuaikan dengan
bahan, kekerasan, ukuran dan lain – lain.
a. Uji kekerasan brinnell.
Uji kekerasan brinnell berupa pembentukan lekukan pada permukaan
logam dengan menggunakan bola baja berdiameter 10 mm dan di beri beban
300 kg. untuk logam lonak, beban dikurangi hingga tinggal 500 kg, untuk
menghindarkan jejak yang dalam dan untuk bahan yang sangat keras digunakan
paduan karbida tungsten dengan tujuan untuk memperkecil terjadinya distorsi
indentor.
Beban diterapkan selama waktu tertentu, biasanya 30 detik, dan
diameter lekukan diukur dengan mikroskop daya rendah setelah beban tersebut
dihilangkan. Kemudian dicari harga rata – rata dari 2 buah pengukuran diameter
pada jejak yang berarah tegak lurus.
Permukaan dimana lekukan akan dibuat harus relative halus, bebas dari
debu atau kerak. Angka kekerasan brinnell (BHN) dinyatakan sebagai beban P
dibagi luas permukaan lekukan dan dirumuskan sebagai berikut :
𝐵𝐻𝑁 =𝑝
(πD/2(D− √𝐷2− 𝑑2)=
𝑃
𝜋𝐷𝑡
Dimana, P = beban yang diterapkan, kg
D = diameter bola, mm
d = diameter lekukan, mm
t = kedalaman jejak, mm
21
Gambar 2.10 Parameter dasar pada pengujian brinnell
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa d = D sin Ø. Dengan memasukkan
harga ini ke persamaan diatas akan dihasilkan bentuk persamaan kekerasan brinnell
yang lain yaitu
𝐵𝐻𝑁 =𝑝
(π/2)𝐷2 − (1 − cos ∅)
b. Uji kekerasan rockwell
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor
berupa berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan
material uji tersebut. Sifat – sifat Rockwell yaitu cepat dan bebas dari kesalahan
manusia, mampu untuk membedakan perbedaan kekerasan yang kecil pada baja
yang diperkeras dan ukuran lekukannya kecil, sehingga bagian yang mendapat
perlakuan panas yang lengkap dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan
kerusakan.
22
Gambar 2.11 Pengujian rockwell
Uji ini menggunakan kedalaman lekukan pada beban yang konstan
sebagai ukuran kekerasan. Mula –mula diterapkan beban kecil (beban minor)
sebesar 10 kg untuk menempatkan benda uji. Kemudian diterapkan beban yang
besar (beban mayor), dan secara otomatis kedalaman lekukan akan terekam oleh
gage penunjuk yang menyatakan angka kekerasan. Untuk indentornya biasanya
digunakan penumbuk berupa kerucut intan 120° dengan puncak yang hampir
bulat dan dinamakan penumbuk brale, serta bola baja berdiameter 116⁄ inchi
dan 1 8⁄ inchi. Beban besar yang digunakan adalah 60, 100 dan 150 kg.
Dibawah ini merupakan rumus yang digunakan untuk mencari besarnya
kekerasan dengan metode Rockwell:
𝐻𝑅 = 𝐸 − 𝑒
Dimana :
HR = besarnya nilai kekerasan dengan metode hardness
E = jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line
yang untuk tiap jenis indentor berbeda beda.
E = jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan 0,002 mm
23
c. Uji kekerasan Vickers.
Uji kekerasan Vickers menggunakan penumbuk piramida intan yang
dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besarnya sudut antara permukaan –
permukaan piramida yang saling berhadapan adalah 136°. Karena bentuk
penumbuknya piramida, maka pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan
piramida intan. Angka kekerasan Vickers (VHN) di definisikan sebagai beban
dibagi luas permukaan lekukan. Pada prakteknya luas ini dihitung dari
pengukuran mikroskopis panjang diagonal jejak. VHN dapat ditentukan dari
persamaan berikut: 𝜃/2
𝑉𝐻𝑁 =2𝑃 sin(𝜃/2 )
𝐿2=
1.854𝑃
𝐿2
Dimana, P= beban yang diterapkan, kg
L= panjang diagonal rata – rata, mm
𝜃= sudut antara permukaan yang berlawanan = 136°
Beban yang biasanya digunakan pada pengujian ini antara 1 sampai 120 kg,
tergantung pada kekerasan logam yang akan diuji.
Gambar 2.12 Skema pengujian Vickers hardness
24
2.10 Struktur Mikro
Mikrostruktur adalah gambaran dari kumpulan fasa yang dapat diamati
melalui teknik metalografi. Mikrostruktur suatu logam dilihat dengan
menggunakan mikroskop. Ada dua jenis mikroskop yang dapat digunakan antara
lain mikroskop optic dan mikroskop electron. Sebelum melakukan pengamatan
menggunakan mikroskop, permukaan logam atau harus dibersihkan terlebih
dahulu, kemudian direaksikan dengan reagen kimia untuk memudahkan
pengamatan. Proses ini dinamakan etching.
Untuk mengetahui sifat logam, dapat dilihat dari struktur mikronya. Setiap
logam memiliki jenis struktur mikro yang berbeda. Dengan diagram fasa struktur
mikro dapat dilihat dan dapat mengetahui fasa yang akan diperolehpada
temperature dan komposisi tertentu. Dan dari struktur mikro dapat melihat :
1. Ukuran butir dan bentuk butir
2. Distribusi fasa yang terdapat dalam material
3. Pengotor yang ada didalam material