Contoh meninjau Dasar Teori untuk Skripsi

26
TUGAS METODOLOGI PENELITIAN TINJAUAN DASAR TEORI DARI SKIRPSI “Analisis Usahatani dan Pemasaran Buah Naga di Kabupaten Lombok Tengah” OLEH Risa Fatiani NAMA : MARDIANA THERSIA PELLA NIM : 1004022007 / VII PA : PROF. IR. F. L. BENU, M.SI PH.D PRODI : EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

Transcript of Contoh meninjau Dasar Teori untuk Skripsi

TUGAS METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN DASAR TEORI DARI SKIRPSI

“Analisis Usahatani dan Pemasaran Buah Naga

di Kabupaten Lombok Tengah”

OLEH

Risa Fatiani

NAMA : MARDIANA THERSIA PELLA

NIM : 1004022007 / VII

PA : PROF. IR. F. L. BENU, M.SI PH.D

PRODI : EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG – NTT

2013

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus yang

telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga selesailah

pembuatan tugas Metodologi Penelitian, yakni membuat tinjauan

dari skripsi berjudul “Analisis Usahatani dan Pemasaran Buah

Naga di Kabupaten Lombok Tengah”. Pada kesempatan ini saya

ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah

membantu dalam proses pembuatan tugas ini, sebagai berikut :

1. Bapak Prof. Ir. F. L. Benu, M.Si Ph.D selaku dosen

pembimbing mata kuliah Metodologi Penelitian sekaligus

dosen wali yang telah memberikan tugas ini.

2. Rekan-rekan Agribisnis 2010 yang selalu bersama saya

untuk bertukar pikiran.

3. Orang tua yang selalu mendukung dalam bentuk doa maupun

materi.

Adapun tujuan pembuatan tugas ini, adalah untuk

mengetahui apa saja biaya-biaya yang dikeluarkan dan cara

pemasaran buah naga di Kabupaten Lombok Tengah. Akhinya, saya

berharap agar nantinya tugas ini dapat bermanfaat bagi kita

semua, beserta lapisan masyarakat pada umumnya.

Kupang, Oktober

2013

Penulis

Mardiana Thersia

Pella

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar BelakangPertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam

perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi

nasional abad ke-21, masih akan tetap berbasis pertanian

secara luas. Namun, sejalan dengan tahapan-tahapan

perkembangan ekonomi maka kegiatan jasa-jasa dan bisnis yang

berbasis pertanian juga akan semakin meningkat, yaitu kegiatan

agribisnis akan menjadi salah satu kegiatan unggulan

pembangunan ekonomi nasional dalam berbagai aspek yang luas.

Kegiatan ekonomi yang berbasis pada tanaman pangan dan

hortikultura merupakan kegiatan yang sangat penting di

Indonesia. Disamping melibatkan tenaga kerja terbesar dalam

kegiatan produksi, produknya juga merupakan bahan pangan pokok

dalam konsumsi pangan di Indonesia. Dilihat dari sisi bisnis,

kegiatan ekonomi yang berbasis tanaman pangan dan hortikultura

merupakan kegiatan bisnis terbesar dan tersebar luas di

Indonesia. Perannya sebagai penghasil bahan pangan dan pokok,

menyebabkan setiap orang dari 200 juta penduduk Indonesia

terlibat setiap hari dalam kegiatan ekonomi tanaman pangan dan

hortikultura.

Pengembangan komoditas hortikultura, khususnya buah-

buahan dapat dirancang sebagai salah satu sumber pertumbuhan

baru dalam perekonomian nasional. Perkembangan agribisnis

buah-buahan akan memberi nilai tambah bagi produsen dan

industri pengguna serta dapat memperbaiki keseimbangan gizi

bagi konsumen. Potensi pengembangan tanaman buah-buahan di

Indonesia didukung oleh banyak faktor (Rukmana, 2003).

Indonesia memiliki kondisi agroekologi yang dapat

menghasilkan hampir semua jenis buah, termasuk jenis buah yang

berasal dari daerah subtropis. Salah satunya tanaman buah naga

yang awalnya dikenal sebagai tanaman hias ini sudah cukup lama

dikenal masyarakat Taiwan, Vietnam, maupun Thailand. Terlebih

saat diketahui bahwa buahnya dapat dikonsumsi, semakin banyak

yang mengenalnya. Bagi masyarakat di negara tersebut, usaha

budidaya tanaman buah naga terus dilakukan karena sangat

menguntungkan.

Prospek buah naga di pasar domestik cukup baik karena

penggemarnya berangsur-angsur meningkat. Hal tersebut dapat

dilihat dengan semakin membanjirnya buah naga di supermarket

atau pasar swalayan di beberapa kota di Indonesia. Buah naga

(Inggris: pitaya) adalah buah dari beberapa jenis kaktus dari

marga Hylocereus dan Selenicereus. Buah ini berasal dari

Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan namun sekarang

juga dibudidayakan di negara-negara Asia seperti Taiwan,

Vietnam, Filipina, dan Malaysia. Buah ini juga dapat ditemui

di Okinawa, Israel, Australia Utara dan Tiongkok selatan

(Anonim, 2008).

Selain sebagai buah segar, buah naga pun dapat digunakan

sebagai bahan pewarna dan olahan es krim. Kehadirannya pun

mengejutkan karena buah ini dipromosikan sebagai buah yang

rasanya lebih manis dari semangka walaupun agak asam. Trend

buah naga bukan saja hanya dimiliki masyarakat Jakarta, tetapi

lambat laun merambah hingga ke daerah-daerah lain di

Indonesia. Di beberapa kota besar Indonesia sudah terlihat

kecendrungan peningkatan permintaan akan buah naga seperti

Surabaya, Denpasar, dan Semarang.

Di Kabupaten Lombok Tengah usahatani buah naga mulai

diusahakan sejak tahun 2002 hingga saat ini, dan telah

berkembang dengan baik. Wilayah pengembangan usahatani buah

naga terdapat di empat kecamatan antara lain; Kecamatan

Priggarata, Kecamatan Kopang, Kecamatan Batukliang, dan

Kecamatan Jonggat. Dalam upaya pengembangan buah naga, keadaan

iklim di Kabupaten Lombok Tengah sangat mendukung

pembudidayaannya. Jenis buah naga yang dibudidayakan di

Kabupaten Lombok Tengah, yaitu jenis buah naga berdaging

putih, buah naga berdaging super merah.

Usahatani buah naga di Kabupaten Lombok Tengah masih

tergolong baru dan daerah pengembangannya juga masih terbatas.

Faktor lain yang sangat berpengaruh terhadap tingkat produksi

dan pendapatan yang diperoleh petani adalah pemasaran. Saluran

pemasaran yang efisien akan sangat menentukan tingkat produksi

dan kualitas buah naga yang dihasilkan, karena dengan adanya

saluran pemasaran yang efektif dan efisien akan menghasilkan

harga yang sesuai baik pada tingkat petani maupun konsumen.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu untuk

melakukan penelitian dengan judul “Analisis Usahatani dan

Pemasaran Buah Naga di Kabupaten Lombok Tengah”.

1.2.Rumusan Masalah

Seberapa besar pendapatan petani dan efisiensi usahatani

buah naga di Kabupaten Lombok Tengah?

Bagaimana pola atau saluran dan efisiensi pemasaran buah

naga di Kabupaten Lombok Tengah?

Kendala apa yang dihadapi oleh petani dalam usahatani dan

lembaga pemasaran dalam memasarkan buah naga di Kabupaten

Lombok Tengah?

1.3.Tujuan Penelitian Mengetahui pendapatan dan efisiensi usahatani buah naga

di Kabupaten Lombok Tengah.

Mengetahui pola atau saluran dan efisiensi pemasaran buah

naga di Kabupaten Lombok Tengah.

Mengetahui kendala yang dihadapi oleh petani dalam

usahatani dan lembaga pemasaran dalam memasarkan buah

naga di Kabupaten Lombok Tengah.

BAB II

DASAR TEORI

2.1.Usahatani

Bachtiar Rivai (1980) mengatakan bahwa usahatani

merupakan organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang

ditujukan kepada produksi pertanian, oleh seseorang atau

sekelompok orang.

Suatu usahatani dikatakan berhasil jika usahatani dapat

menghasilkan pendapatan untuk membayar semua alat dan

kebutuhan proses produksi yang diperlukan. Usahatani yang baik

selalu dikatakan sebagai usahatani yang produktif atau

efisien. Efisisensi usahatani dibedakan atas efisiensi fisik

dan efisisensi ekonomis. Efisiensi fisik, adalah banyaknya

hasil produksi yang dapat diperoleh dari kesatuan input dan

jika dinilai dengan uang maka akan berubah menjadi efisiensi

ekonomi, dengan kata lain efisiensi ekonomi tergantung dari

harga faktor produksi dan efisiensi fisik. Berdasarkan

pengertian tersebut maka efisisensi dalam penelitian ini

adalah efisiensi usahatani yang merupakan imbangan atau rasio

antara total nilai produksi dengan total biaya produksi

(Mubyarto, 1989 dalam Puspitadewi, 2008).

Menguntungkan atau tidak usahatani yang dijalankan dapat

dilihat dari besarnya perbandingan nilai produksi dengan

jumlah biaya yang dikeluarkan. Usahatani dikatakan efisien

jika ratio antara penerimaan (nilai produksi) dan pengeluaran

mempunyai hasil > 1 (Soekartawi, 1991).

Dalam usahatani, tentunya terdapat biaya produksi yang

turut mendukungnya, yakni biaya produksi merupakan nilai dari

semua korbanan ekonomi yang diperlukan dan dapat diukur

ataupun diperkirakan untuk menghasilkan suatu produk.

Keberhasilan suatu usahatani dilihat dari kemampuan memberi

pendapatan yang tinggi. Pendapatan yang diterima mampu untuk

mencukupi keseluruhan biaya yang dikeluarkan dalam usahatani

minimal berada dalam keadaan yang lebih baik dari semula.

Menurut Herjanto (1999) dalam Puspitadewi (2008) biaya produksi

adalah biaya yang dikeluarkan petani dalam proses produksi

yang terdiri dari biaya tetap, biaya variabel, dan biaya

total.

Menurut Suproyo (1979) dalam Puspitadewi (2008) biaya yang

dikeluarkan dalam berusaha tani meliputi :

1. Pengeluaran untuk input (bibit, pupuk, dan obat-obatan).

2. Pengeluaran untuk tenaga kerja luar keluarga.

3. Pengeluaran untuk pajak, sewa tanah dan bunga modal.

4. Penyusutan alat-alat.

2.2.PendapatanPendapatan terdiri dari pendapatan kotor dan pendapatan

bersih. Menurut Soekartawi (1987) pendapatan kotor

usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai produksi

total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual

atau yang tidak dijual. Pendapatan bersih (net farm income)

didefinisikan sebagai selisih pendapatan kotor usahatani

dengan pengeluaran total usahatani.

Dalam pengelolaan usahatani pada hakekatnya petani

menjalankan perusahaan petani oleh karena itu setiap kegiatan

harus memperhatikan secara ekonomis apakah produksi akan

dijual seluruhnya atau dikonsumsi. Besar kecilnya nilai

produksi tergantung dari jumlah menggunkan sumberdaya dengan

efisien untuk memperoleh keuntungan. Dengan kata lain

aktifitas petani adalah mengeluarkan uang dengan harapan

mendapatkan hasil yang lebih banyak. Oleh karena itu, analisis

ekonomi sangat penting untuk menilai usahatani. Analisis

ekonomi adalah analisis yang membahas hasil total atau

produktivitas atau semua sumberdaya yang dipakai dalam

usahataninya (Kadariah, 1999).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani ada

yang tidak dapat dikuasai oleh petani yaitu tendensi harga

yang umum berlaku di pasaran dan keadaan yang menyimpang dari

biasanya. Ada pula faktor-faktor yang sampai batas-batas

tertentu masih dapat dikuasai petani seperti cara pemasaran

dan efisiensi penggunaan alat (Hadisapoetra, 1987 dalam Utami,

2004).

Untuk meningkatkan penadapatan petani, diperlukan

beberapa syarat antara lain:

1. Penggunaan tenaga kerja yang intensif;

2. Keterampilan yang memadai;

3. Peralatan dan sarana produksi yang memadai;

4. Perbaikan sistem pemasaran hasil pertanian.

Dalam berusahatani buah naga tentunya ada kendala-kendala

yang dihadapi petani, maka perlu dilakukan identifikasi

berbagai macam kendala, baik kendala teknis maupun kendala non

teknis. Kendala-kendala tersebut dapat meliputi teknik

budidaya, permodalan, dan pemasaran.

2.3.PemasaranPemasaran, adalah kegiatan manusia yang diarahkan pada

usaha memuaskan keinginan dan kebutuhan melalui proses

pertukaran (Radiosunu, 1986). Menurut Kotler (1997) pemasaran,

adalah suatu proses dan manajerial yang didalamnya individu

dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan

dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan yang

bernilai dengan pihak lain. Definisi pemasaran ini pada konsep

intinya adalah kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan

permintaan (demands).

Fungsi pemasaran ditujukan untuk memperlancar arus barang

dari produsen ke konsumen dengan melakukan tindakan atau

perlakuan terhadap barang tersebut. Secara teoritis, fungsi-

fungsi pemasaran dapat digolongkan dalam tiga golongan antara

lain (Limbong, 1985 dalam Puspitadewi, 2008) :

1. Fungsi pertukaran (Exchange Function) merupakan kegiatan

untuk memperlancar pemindahan hak milik atas barang dan

jasa dari produsen ke konsumen. Adapun fungsi pertukaran

itu sendiri terdiri atas fungsi penjualan dan pembelian.

2. Fungsi fisik (Physical Function), adalah semua kegiatan yang

langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga

menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk dan

kegunaan waktu. Adapun fungsi fisik meliputi fungsi

penyimpanan, fungsi pengolahan, dan fungsi pengangkutan.

3. Fungsi fasilitas (Facillitating Function), adalah semua tindakan

yang memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi

antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri

atas empat fungsi, yaitu standarisasi dan grading,

penanggungan resiko, pembiayaan dan informasi resiko.

Panjangnya suatu saluran pemasaran akan ditentukan oleh

banyaknya tingkat perantara yang dilalui oleh suatu barang dan

jasa. Saluran pemasaran langsung, adalah saluran pemasaran

yang produsen secara langsung menjual produknya kepada

konsumen. Pengecer merupakan saluran perantara yang dalam

pasar industrial, perantara tersebut adalah agen-agen

penjualan atau pialang. Distributor dan dealer industrial

merupakan saluran dua tingkat. Saluran tiga tingkat terdapat

tiga perantara yaitu grosir, pengecer, dan pedagang pemborong

atau jobber. Pemborong tersebut membeli barang pada pengecer

kecil, yang pada umumnya tidak dapat dilayani oleh pedagang

grosir (Limbong, 1985 dalam Puspitadewi, 2008).

Dalam rangka kegiatan untuk memperlancar arus barang dari

produsen ke konsumen, maka salah satu faktor penting yang

harus diperhatikan adalah memilih secara tepat saluran

distribusi yang akan digunakan. Saluran distribusi yang

terlalu panjang menyebabkan makin banyak rantai yang ikut

dalam kegiatan pemasaran. Hal ini berarti bahwa kemungkinan

penyebaran barang produsen secara luas tetapi sebaliknya

menimbulkan biaya yang lebih besar sehingga dapat menyebabkan

harga yang mahal sampai ke tangan konsumen. Sebaliknya saluran

distribusi yang terlalu pendek kurang efektif untuk

penyebarluasan, tetapi karena mata rantai pemasaran lebih

pendek maka biaya produksi dapat ditekan sehingga harga ke

konsumen dapat lebih rendah. Oleh karena itu, penetapan

saluran pemasaran oleh produsen sangatlah penting sebab dapat

mempengaruhi kelancaran penjualan, tingkat keuntungan, modal,

resiko, dan sebagaianya (Mursid, 1993 dalam Utami, 2004)

Margin pemasaran, adalah selisih harga dari dua tingkat

rantai pemasaran atau selisih harga yang dibayarkan di tingkat

pengecer (konsumen) dengan harga yang diterima oleh produsen.

Dengan kata lain, margin pemasaran merupakan perbedaan harga

ditingkat konsumen (harga yang terjadi karena perpotongan

kurva permintaan primer dengan kurva penawaran turunan) dengan

harga di tingkat produsen (harga yang terjadi karena

perpotongan kurva penawaran primer dengan permintaan turunan).

(Hastuti dan Rahim, 2007).

Efisisensi pemasaran merupakan tolak ukur atas

produktivitas proses pemasaran dengan membandingkan sumberdaya

yang digunakan terhadap keluaran yang dihasilkan selama

berlangsungnya proses pemasaran (Downey dan Steven,

1994 dalam Hastuti dan Rahim, 2007).

BAB II

DASAR TEORI

*2.1. Gambaran Umum Buah Naga

Menurut Sinatra Hardjadinata (2010), buah naga merupakan

kelompok tanaman kaktus atau famili Cactaceae. Buah ini

termasuk genus Hylocereus yang terdiri dari beberapa spesies,

diantaranya adalah buah naga yang biasanya dibudidayakan dan

bernilai komersial yang tinggi. Daging buahnya berwarna pekat,

manis, berair (juicy), dan menyegarkan. Tanaman buah naga

berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Di

daerah asalnya, buah naga terkenal dengan sebutan pitahaya atau

pitaya roja. Dragon fruit atau huo lung kuo diperkenalkan di

Indonesia pada dekade 90-an.

Tanaman buah naga awalnya dipergunakan sebagai tanaman

hias karena sosoknya yang unik, eksotik, serta tampilan buah

dan bunganya yang cantik. Bunganya cukup unik mirip dengan

bunga wijayakusuma, berbentuk corong. Bunga buah naga akan

berkembang menjadi buah. Tampilan buahnya berkulit merah dan

bersisik.

Selain rasa yang manis, buah naga juga memiliki manfaat

yang tinggi bagi kesehatan tubuh manusia. Buah naga mengandung

banyak vitamin dan mineral bagi tubuh. Penanaman buah naga

tersebar dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, hingga

Kalimantan. Kebun-kebun buah naga juga sudah mulai ditemui di

beberapa wilayah lainnya, seperti Lombok dan Denpasar,

mengingat budidaya buah naga termasuk mudah dan minim

perawatan. Selain di lahan luas, buah naga juga bisa

diusahakan di lahan sempit seperti halaman rumah dengan

menggunakan pot. Penanaman buah naga juga sudah diarahkan ke

tren organik. Dengan membudidayakan buah naga secara organik,

dapat dihasilkan buah dengan kualitas yang lebih baik. Selain

biaya produksinya lebih rendah, buah yang dihasilkan sehat

tanpa adanya residu bahan kimia yang berbahaya bagi tubuh dan

lingkungan sekitar, seperti air, udara, dan tanah tidak

tercemar. Penggunaan bahan organik pun akan mengembalikan dan

meningkatkan kesuburan tanah.

2.2.Usahatani

*Usahatani, adalah ilmu yang mempelajari tentang cara

petani mengelola input atau factor-faktor produksi (tanah,

tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih, dan pestisida)

dengan efektif, efisien, dan kontinu untuk menghasilkan

produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya

meningkat (Hastuti dan Rahim, 2007).

Suatu usahatani dikatakan berhasil jika usahatani dapat

menghasilkan pendapatan untuk membayar semua alat dan

kebutuhan proses produksi yang diperlukan. Usahatani yang baik

selalu dikatakan sebagai usahatani yang produktif atau

efisien. Efisisensi usahatani dibedakan atas efisiensi fisik

dan efisisensi ekonomis. Efisiensi fisik, adalah banyaknya

hasil produksi yang dapat diperoleh dari kesatuan input dan

jika dinilai dengan uang maka akan berubah menjadi efisiensi

ekonomi, dengan kata lain efisiensi ekonomi tergantung dari

harga faktor produksi dan efisiensi fisik. Berdasarkan

pengertian tersebut maka efisisensi dalam penelitian ini

adalah efisiensi usahatani yang merupakan imbangan atau rasio

antara total nilai produksi dengan total biaya produksi

(Mubyarto, 1989 dalam Puspitadewi, 2008).

Menguntungkan atau tidak usahatani yang dijalankan dapat

dilihat dari besarnya perbandingan nilai produksi dengan

jumlah biaya yang dikeluarkan. Usahatani dikatakan efisien

jika ratio antara penerimaan (nilai produksi) dan pengeluaran

mempunyai hasil > 1 (Soekartawi, 1991).

Dalam usahatani, tentunya terdapat biaya produksi yang

turut mendukungnya, yakni biaya produksi merupakan nilai dari

semua korbanan ekonomi yang diperlukan dan dapat diukur

ataupun diperkirakan untuk menghasilkan suatu produk. *Suatu

usahatani dikatakan berhasil jika secara minimal dapat

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Hadisapoetra,

1987 dalam Utami, 2004) :

1. Usahatani harus dapat menghasilkan pendapatan untuk

membayar semua alat yang diperlukan.

2. Usahatani harus dapat menghasilkan pendapatan yang dapat

dipergunakan, baik modal sendiri maupun modal yang

dipinjam dari pihak lain.

3. Usahatani harus membayar upah tenaga petani dan keluarga

secara layak.

4. Usahatani tersebut paling sedikit berada pada pihak

semula.

5. Usahatani harus dapat membayar upah tenaga kerja petani

sebagai sumber manajer yang mengambil keputusan mengenai

apa saja yang akan dijalankan.

Keberhasilan suatu usahatani dilihat dari kemampuan

memberi pendapatan yang tinggi. Pendapatan yang diterima mampu

untuk mencukupi keseluruhan biaya yang dikeluarkan dalam

usahatani minimal berada dalam keadaan yang lebih baik dari

semula. Menurut Herjanto (1999) dalam Puspitadewi (2008) biaya

produksi adalah biaya yang dikeluarkan petani dalam proses

produksi yang terdiri dari biaya tetap, biaya variabel, dan

biaya total. *Soeharjo dan Soekartawi (2011) mengatakan bahwa:

Biaya tetap (fixed cost), adalah biaya yang tidak ada

kaitannya dengan jumlah barang yang diproduksi.

Biaya tidak tetap (variable cost), adalah biaya yang

berubah apabila luas usahanya berubah.

*Sadono Sukirno (2010) juga mengatakan, bahwa selain

biaya tetap dan biaya tidak tetap juga terdapat biaya total

yang meliputi semua perbelanjaan untuk memperoleh faktor

produksi yang digunakan, yang meliputi faktor produksi yang

tetap jumlahnya dan yang dapat berubah.

Menurut Suproyo (1979) dalam Puspitadewi (2008) biaya yang

dikeluarkan dalam berusaha tani meliputi :

Pengeluaran untuk input (bibit, pupuk, dan obat-

obatan).

Pengeluaran untuk tenaga kerja luar keluarga.

Pengeluaran untuk pajak, sewa tanah dan bunga modal.

Penyusutan alat-alat.

2.3.PendapatanPendapatan terdiri dari pendapatan kotor dan pendapatan

bersih. Menurut Soekartawi (1987) pendapatan kotor

usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai produksi

total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual

atau yang tidak dijual. Pendapatan bersih (net farm income)

didefinisikan sebagai selisih pendapatan kotor usahatani

dengan pengeluaran total usahatani.

Dalam pengelolaan usahatani pada hakekatnya petani

menjalankan perusahaan petani oleh karena itu setiap kegiatan

harus memperhatikan secara ekonomis apakah produksi akan

dijual seluruhnya atau dikonsumsi. Besar kecilnya nilai

produksi tergantung dari jumlah menggunkan sumberdaya dengan

efisien untuk memperoleh keuntungan. Dengan kata lain

aktifitas petani adalah mengeluarkan uang dengan harapan

mendapatkan hasil yang lebih banyak. Oleh karena itu, analisis

ekonomi sangat penting untuk menilai usahatani. Analisis

ekonomi adalah analisis yang membahas hasil total atau

produktivitas atau semua sumberdaya yang dipakai dalam

usahataninya (Kadariah, 1999).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani ada

yang tidak dapat dikuasai oleh petani yaitu tendensi harga

yang umum berlaku di pasaran dan keadaan yang menyimpang dari

biasanya. Ada pula faktor-faktor yang sampai batas-batas

tertentu masih dapat dikuasai petani seperti cara pemasaran

dan efisiensi penggunaan alat (Hadisapoetra, 1987 dalam Utami,

2004).

Untuk meningkatkan penadapatan petani, diperlukan

beberapa syarat antara lain:

Penggunaan tenaga kerja yang intensif;

Keterampilan yang memadai;

Peralatan dan sarana produksi yang memadai;

Perbaikan sistem pemasaran hasil pertanian.

Dalam berusahatani buah naga tentunya ada kendala-kendala

yang dihadapi petani, maka perlu dilakukan identifikasi

berbagai macam kendala, baik kendala teknis maupun kendala non

teknis. Kendala-kendala tersebut dapat meliputi teknik

budidaya, permodalan, dan pemasaran.

2.4.PemasaranPemasaran, adalah kegiatan manusia yang diarahkan pada

usaha memuaskan keinginan dan kebutuhan melalui proses

pertukaran (Radiosunu, 1986). Menurut Kotler (1997) pemasaran,

adalah suatu proses dan manajerial yang didalamnya individu

dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan

dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan yang

bernilai dengan pihak lain. Definisi pemasaran ini pada konsep

intinya adalah kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan

permintaan (demands).

Fungsi pemasaran ditujukan untuk memperlancar arus barang

dari produsen ke konsumen dengan melakukan tindakan atau

perlakuan terhadap barang tersebut. Secara teoritis, fungsi-

fungsi pemasaran dapat digolongkan dalam tiga golongan antara

lain (Limbong, 1985 dalam Puspitadewi, 2008) :

Fungsi pertukaran (Exchange Function) merupakan kegiatan

untuk memperlancar pemindahan hak milik atas barang

dan jasa dari produsen ke konsumen. Adapun fungsi

pertukaran itu sendiri terdiri atas fungsi penjualan

dan pembelian.

Fungsi fisik (Physical Function), adalah semua kegiatan yang

langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga

menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk dan

kegunaan waktu. Adapun fungsi fisik meliputi fungsi

penyimpanan, fungsi pengolahan, dan fungsi

pengangkutan.

Fungsi fasilitas (Facillitating Function), adalah semua

tindakan yang memperlancar kegiatan pertukaran yang

terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas

terdiri atas empat fungsi, yaitu standarisasi dan

grading, penanggungan resiko, pembiayaan dan informasi

resiko.

Panjangnya suatu saluran pemasaran akan ditentukan oleh

banyaknya tingkat perantara yang dilalui oleh suatu barang dan

jasa. Saluran pemasaran langsung, adalah saluran pemasaran

yang produsen secara langsung menjual produknya kepada

konsumen. Pengecer merupakan saluran perantara yang dalam

pasar industrial, perantara tersebut adalah agen-agen

penjualan atau pialang. Distributor dan dealer industrial

merupakan saluran dua tingkat. Saluran tiga tingkat terdapat

tiga perantara yaitu grosir, pengecer, dan pedagang pemborong

atau jobber. Pemborong tersebut membeli barang pada pengecer

kecil, yang pada umumnya tidak dapat dilayani oleh pedagang

grosir (Limbong, 1985 dalam Puspitadewi, 2008).

Dalam rangka kegiatan untuk memperlancar arus barang dari

produsen ke konsumen, maka salah satu faktor penting yang

harus diperhatikan adalah memilih secara tepat saluran

distribusi yang akan digunakan. Saluran distribusi yang

terlalu panjang menyebabkan makin banyak rantai yang ikut

dalam kegiatan pemasaran. Hal ini berarti bahwa kemungkinan

penyebaran barang produsen secara luas tetapi sebaliknya

menimbulkan biaya yang lebih besar sehingga dapat menyebabkan

harga yang mahal sampai ke tangan konsumen. Sebaliknya saluran

distribusi yang terlalu pendek kurang efektif untuk

penyebarluasan, tetapi karena mata rantai pemasaran lebih

pendek maka biaya produksi dapat ditekan sehingga harga ke

konsumen dapat lebih rendah. Oleh karena itu, penetapan

saluran pemasaran oleh produsen sangatlah penting sebab dapat

mempengaruhi kelancaran penjualan, tingkat keuntungan, modal,

resiko, dan sebagaianya (Mursid, 1993 dalam Utami, 2004).

*Menurut Andri Daniel (2012), perjalanan buah naga dari

petani ke konsumen harus melewati suatu sistem pemasaran yang

tidak sederhana. Rantai pemasaran buah naga dapat digambarkan

sebagai berikut:

Petani – Pasar – Konsumen

Petani – Pedagang Pengumpul – Pasar – Konsumen

Petani – Pengumpul Lokal – Pengumpul Besar – Pasar –

Pengecer – Konsumen

Petani melalui Koperasi/Asosiasi – Pabrikan – Pengecer –

Konsumen

Margin pemasaran, adalah selisih harga dari dua tingkat

rantai pemasaran atau selisih harga yang dibayarkan di tingkat

pengecer (konsumen) dengan harga yang diterima oleh produsen.

Dengan kata lain, margin pemasaran merupakan perbedaan harga

ditingkat konsumen (harga yang terjadi karena perpotongan

kurva permintaan primer dengan kurva penawaran turunan) dengan

harga di tingkat produsen (harga yang terjadi karena

perpotongan kurva penawaran primer dengan permintaan turunan).

(Hastuti dan Rahim, 2007).

Efisisensi pemasaran merupakan tolak ukur atas

produktivitas proses pemasaran dengan membandingkan sumberdaya

yang digunakan terhadap keluaran yang dihasilkan selama

berlangsungnya proses pemasaran (Downey dan Steven,

1994 dalam Hastuti dan Rahim, 2007).

CATATAN:

* Perbaikan dari Dasar Teori sebelumnya dengan menggunakan pendapat dari

para ahli yang lain.

* Sub bab 2.1. Gambaran Umum Buah Naga ditambahkan pada Dasar Teori

perbaikan ini karena dianggap perlu mengetahui profil buah naga secara

umum sebagai objek penelitian.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Kerangka BerpikirObyek dalam penelitian ini adalah usahatani buah naga.

Salah satu tujuan dari usahatani buah naga adalah untuk

memenuhi kebutuhan konsumsi bagi masyarakat dan juga untuk

meningkatakan pendapatan petani.

Dalam kegiatan usahatani buah naga, petani selalu

dihadapkan pada suatu tindakan untuk mengambil keputusan yaitu

apakah akan melakukan usahatani buah naga atau tidak. Petani

dalam mengelola usahanya pada prinsipnya bertujuan untuk

memperoleh hasil sebagai balas jasa dari modal dan tenaga

kerja yang telah dikorbankan. Untuk mengusahakan usahatani

tersebut, selama proses produksi berlangsung diperlukan input

atau biaya, yaitu biaya tersebut akan mempengaruhi pendapatan

bersih yang diterima oleh petani. Dalam hal ini adalah

pendapatan usahatani yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan

hidup keluarga.

Untuk menganalisis usahatani buah naga di Kabupaten

Lombok Tengah, ada beberapa hal yang dapat diamati diantaranya

adalah pendapatan dengan melihat besarnya pendapatan dan

alokasi penggunaan input produksi oleh produsen, sehingga akan

dapat diketahui tercapai atau tidak efisien produksi secara

ekonomi dengan melihat besarnya pendapatan usahatani yang

diterima petani. Selain itu aspek pemasaran juga harus

diperhatikan sehingga dapat diketahui pola atau saluran

pemasaran dalam memasarakan hasil produksi buah naga tersebut.

Dalam menjalankan usahanya petani tidak terlepas dari

kendala. Kendala tersebut berkisar pada persoalan yang

berhubungan dengan proses produksi dan penanganan pasca panen

termasuk pemasaran. Secara rinci kerangka pendekatan masalah

disajikan pada bagan berikut:

Biaya Biaya

Investasi Produksi

Usahatani Apel Produksi Estimasi Produksi Jangka

Panjang

Fluktuasi Pasar Pesaing Apel Impor

Harga

Kelayakan Daya

Finansial Saing

DAFTAR PUSTAKA

Ariyanto, H. 2006.  Budidaya Tanaman Buah-buahan.  PT. Citra Aji

Parmana. Yogyakarta.

Daniel, Andri. 2012. Budidaya Melon Hibrida. Pustaka Baru Press.

Yogyakarta.

Hadisapoetra, 1987 dalam Utami F. 2004. Skripsi. Studi Ekonomi dan

Sistem Pemasaran Kentang di Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur.

Fakultas Pertanian. Universitas Mataram.

Hardjadinata, Sinatra. 2010. Budidaya Buah Naga Super Red

secara Organik. Penebar Swadaya. Depok.

Hastuti D. R. dan Rahim A. 2007. Ekonomika Pertanian (pengantar, Teori,

dan kasus). Penebar Swadaya. Jakarta.

Kristanto, D. 2008. Buah Naga Pembudidayaan di Pot dan di

Kebun. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mubyarto. 1989. dalam Puspitadewi W. 2008. Skripsi. Analisis Usahatani

dan Pemasaran Jamur Tiram di Pulau Lombok. Fakultas Pertanian.

Universitas Mataram.

Soeharjo dan Soekartawi. 2011. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk

Pengembangan Petani Kecil. UI-Press. Jakarta.

Sukirno, Sadono. 2010. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Rajawali Pers.

Jakarta.