Draf Skripsi Beno
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of Draf Skripsi Beno
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra adalah fenomena kemanusiaan yang
kompleks, ada peristiwa suka, duka, dan peristiwa hidup
lainnya.Semua itu merupakan hasil ciptaan manusia yang
ditujukkan untuk manusia, berisikan tentang kehidupan
manusia, memberikan gambaran kehidupan dengan segala
aspek kehidupannya. Semi (1993 : 8) mengatakan bahwa
karya sastra merupakan hasil kreativitas pengarang yang
menggunakan manusia dan segala macam segi kehidupannya
sebagai objek kajiannya. Dalam hal ini, pengarang
memegang peranan yang cukup penting untuk pengembangan
sebuah karya satra karena pengaranglah yang mempunyai ide
dan kreativitas untuk menghasilkan sebuah karya sastra.
Sejurus dengan pendapat di atas, bisa dikatakan
bahwa karya sastra merupakan proses kreasi seorang
pengarang melalui daya imajinatifnya yang kemudian
dituangkan ke dalam bentuk karya. Hasilnyapun bisa
berbentuk karya sastra tulisan dan karya sastra lisan.
Seperti yang dikatakan Siswantoro ( 2004 : 23) bahwa
karya sastra tidak sekedar lahir dari dunia yang kosong
melainkan karya lahir dari proses penyerapan realita
pengalaman manusia. Akhirnya kita bisa tahu, bahwa karya
satra lahir karena adanya kreativitas pengarang dalam
membaca kondisi sosial yang tengah tejadi di sekitanya
yang kemudian dituangkan ke dalam karyanya.
Menurut ragamnya, karya sastra sendiri dibedakan
menjadi tiga, yaitu prosa, puisi, dan drama.Berkaitan
dengan prosa fiksi sendiri, karya sastra kemudian dibagi
menjadi dua, yaitu cerita pendek (cerpen) dan novel, di
mana persoalan yang disodorkan pengarang tidak terlepas
dari pengalaman kehidupan manusia sehari-hari. Hanya saja
dalam penyampaiannya, pengarang sering mengemasnya dengan
gaya yang berbeda-beda sesuai dengan gayanya sendiri dan
selalu memuat pesan-pesan moral bagi kehidupan manusia.
Hal ini bisa kita lihat dalam pendapat yang disampaikan
oleh Siswantoro berikut ini.
Novel dan cerpen sebagai bentuk sastra meruapakan jagad
realita yang didalamnya terjadi peristiwa dan perilaku yang
dialami dan diperbuat menusia (tokoh).Realita sosial, realita
psikologis, realita religious merupakan tema-tema yang
sering muncul ketika berbicara tentang novel, misalnya
kehadiran fenomena kejiwaan tertentu yang dialami tokoh
ketika merespon atau bereaksi terhadap diri dan
lingkungan. Fenomena psikologis yang hadir di dalam fiksi
memiliki arti kalau pembaca memberi interpretasi, dan ini
berarti pembaca memiliki bekal teori tentang psikologi yang
memadai (Siswantoro, 2004 : 32).
Sebagaimana kita tahu, bahwa manusia hidup dengan
berbagai macam aktivitas dalam berinteraksi dengan sesama
dan lingkungan sekitarnya. Aktivitas dan tingkah laku
yang dilakukan manusia ini sering menimbulkan berbagai
persoalan hidup akibat dri adanya gesekan sosial antara
kepentingan individunya dengan orang lain. Permasalahan
hidup manusia ini sendiri akhirnya membuat manusia
mengalami penyimpangan yang berbentuk konflik. Menurut
Meredith dan Fitzgerald (dalam Nurgiyantoro, 1995 : 112)
konflik ini sendiri adalah sesuatu yang tidak
menyenangkan, yang terjadi dan dialami oleh tokoh-tokph
dalam karya sastra.
Konflik itu sendiri sangat mempengaruhi kehidupan
manusia, terutama pada pikiran, perasaan, dan tingkah
laku seseorang. Pembawaan yang mencakup pikiran,
perasaan, dan tingkah laku manusia merupakan karakter
dari seseorang yang menampilkan bagaimana cara ia
beradaptasi dan berkompromi dalam kehidupan. Hal ini
menurut Santrock (1998 : 434) disebut sebagai
kepribadian. Keterkaitan antara kepribadian dan konflik
sangatlah erat karena konflik yang dialami oleh seseorang
bisa mengubah kepribadian seseorang tersebut, bila ia
tidak bisa mengendalikan diri dan kperibadiannya
tersebut. Hal ini tentu saja akan berdampak pada
kehidupan seseorang, baik pribadi maupun kehidupan
sosialnya. Dengan mengalami konflik, seseorang akan
dicoba dalam hal mengambil sebuah keputusan. Tentu saja
keputusan yang akan diambil akan menentukan kehidupan
orang tersebut di masa-masa selanjutnya. Oleh karena itu,
kepribadian orang tersebut sangat menentukan bagaimana ia
di masa selanjutnya. Apakah ia ingin menyerah pada
keadaan dan hidup mengikuti situasi yang ada atau ia
berani keluar dari konflik dengan mengambil sebuah
keputusan yang tepat.
Novel Narcissus und Goldmund dipilih oleh penulis karena
novel ini sangat menarik untuk dibaca, di mana novel ini
menceritakan tentang seorang pemudabernama Goldmund, yang
merasa sangat tidak puas dengan kehidupan yang sedang ia
jalani. Ia merasa bahwa kehidupan yang sedang ia jalani
tidak sesuai dengan dirinya dan jika tetap ia jalani, itu
hanya akan sia-sia. Konflik inilah yang akhirnya membaut
Goldmund membuat suatu kepurtusan yang cukup berani. Ia
memutuskan untuk pergi dari kehidupan keluarga dan
sekolahnya untuk mencari tahu tentang siapa dia dan
bagaimana kepribadiannya yang sesungguhnya,yang mana
dalam perjalanannya itu banyak konflik lain yang ia temui
di dalamnya. Konflik dan kepribadian tokoh Goldmund
inilah yang membuat penulis sangat tertarik untuk
menelitinya.
Novel berbahasa jerman ini telah diterjemahkan ke
dalam berbagai bahasa, salah satunya ke dalam bahasa
Indonesia.Selain itu novel ini ditulis dengan bahasa yang
indah dan puitis, di mana pengarang benar-benar
memperhatikan pemilihan kata dalam penulisan novel ini
dan penuh dengan makna hidup (Hesse, 1974:122).Novel yang
ditulis pada tahun 1930 ini merupakan salah satu karya
terbaik Herman Hesse dan menjadi karya sastra klasik
(Hesse, 1974:122).
1.2 Batasan Masalah
Penelitian ini hanya dibatasi pada tokoh Goldmund
yang menjadi tokoh paling sering muncul dan yang konflik
dalam novel Narcissus und Goldmund karya Hermann Hesse.
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah bentuk kepribadian tokoh Goldmund
yang digambarkan dalam novel Narcissus und Goldmund
karyaHermann Hesse ?
2. Konflik apa sajakah yang dialami tokoh Goldmund
dalam novel Narcissus und Goldmund ?
1.4 Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan bentuk kepribaadian tokoh
Goldmund yang digambarkan dalam novel Narcissus
und Goldmund karyaHermann Hesse.
2. Mendeskripsikan tentang konflik yang dialami
oleh tokoh Goldmund dalam novel Narcissus und
Goldmund karya Hermann Hesse.
1.5 Manfaat Penelitian
Penulis berharap tentunya dari penelitian ini,
pembaca bisa lebih mengetahui tentang bagaimna bentuk
kepribadiannya dan bisa mengatasi segala macam bentuk
konflik yang sedang ia hadapi dengan baik tanpa harus
merusak hubungannya dengan orang lain. Tentu hal ini
sangat diperlukan dalam hidup bermasyarakat. Dan juga
penulis berharap, dengan adanya penelitian ini akan
semakin mendorong minat pembaca untuk lebih menikmati
(dalam hal ini membaca) karya-karya satra, karena dengan
itu pengetahuan pembaca akan semakin luas, terutama
tentang karya sastra jerman.
1.6 Definisi Istilah
1. Novel : Jagad realita yang di dalamnya
terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan
diperbuat tokoh (manusia). Realita sosial, realita
psikologis, realita religious merupakan tema-tema yang
sering muncul ketika berbicara tentang novel, misalnya
kehadiran fenomena kejiwaan tertentu yang dialami tokoh
ketika merespon atau bereaksi terhadap diri dan
lingkungan. Fenomena psikologis yang hadir di dalam fiksi
memiliki arti kalau pembaca memberi interpretasi, dan ini
berarti pembaca memiliki bekal teori tentang psikologi
yang memadai (Siswantoro, 2004 : 32).
2. Kepribadian : Totalitas karakteristik individual,
terutama yang berhubungan dengan orang lain (Lynn Wilcox,
2012 : 265)
3. Konflik : Suatu yang tidak menyenangkan yang
terjadi dan dialami oleh tokoh-tokoh dalam karya sastra,
Meredith dan Fitzgerald (dalam Nurgiyantoro, 1995 : 112).
4. Penokohan : Bagaimana cara pengarang
menggambarkan dan mengembangkan watak-watak tokoh dalam
sebuah cerita (Ester, 1990 : 27).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Novel
Sudjiman (1988 : 11) mengatakan bahwa karya sastra
menurut ragamnya dibedakan atas prosa, puisi, dan drama.
Prosa itu sendiri adalah jenis karya sastra yang berupa
cerita rekaan.Berdasarkan panjang dan pendek sebuah
cerita, prosa dibedakan menjadi novel, cerpen dan roman.
Dalam hal ini, novel itu mempunyai arti karangan prosa
yang panjang dan mengandung rangkaian cerita kehidupan
seseorang dengan orang disekelilingnya dengan menonjolkan
watak dan sifat setiap pelaku (KBBI, 2001 : 778).
Adapun menurut Nurgiyantoro (2000 : 3) bahwa novel
merupakan sebuah cerita, yang mana didalamnya terkandung
maksud-maksud untuk memberikan hiburan bernilai kepada
pembaca di samping bertujuan estetik. Melalui cerita
inilah pembaca dapat merasakan adanya kenikmatan
tersendiri dan mendapatkan pemahaman mengenai berbagai
masalah kehidupan yang ditawarkan oleh pengarang. Oleh
karena itu, daya tarik inilah yang pertama-tama akan
memotivasi orang untuk membaca karya sastranya.
Selain beberapa pendapat di atas, terdapat pula
sebuah pendapat dari Virginia wolf (dalam Sudjiman
1992:72) yang menyatakan bahwa novel adalah sebuah bentuk
eksplorasi atau sebuah kronologis kehidupan,
menggambarkan, dan melukiskan dalam bentuk tertentu,
pengaruh, ikatan, hasil, kehancuran atau tercapainya
gerak-gerik manusia. Dapat dikatakan bahwa sesuatu yang
telah dituangkan pengarang ke dalam bentuk fiksi
merupakan hasil dan proses dari sebuah perenungan
kehidupan. Permasalahan dan pengalaman hidup yang
disoroti dan diungkapkan sampai hal sekecil-kecilnya
merupakan inti kehiudpan yang disoroti di dalam novel.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa novel adalah sebuah rangkaian cerita mengenai
kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya oleh
hasil imajinasi pengarang dan bertujuan untuk memberikan
hiburan bagi pembacanya.Tetapi di samping sebagai
hiburan, juga terimplisit tujuan memberikan pengalaman
yang berharga kepada pembaca, atau paling tidak mengajak
untuk meresapi dan merenungkan secara lebih tentang
permasalahan yang di kemukakan (Nurgiyantoro, 2002:19).
2.2 Konsep Tokoh dan Penokohan
Istilah tokoh dan penokohan menunjuk pada pengertian
yang berbeda.Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku
cerita.Penokohan dan karakteristik menunjuk pada
penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak
tertentu dalam sebuah cerita.
Tokoh adalah salah satu unsur yang penting dalam
suatu novel atau cerita rekaan.Menurut Sudjiman (1988:
16) tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa
atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita.Tokoh
pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud
binatang atau benda yang diinsankan.Menurut Abrams (dalam
Nurgiyantoro 1995:165) tokoh cerita merupakan orang-orang
yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama
oleh pembaca kualitas moral dan kecenderungan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam
ucapan dan dilakukan dalam tindakan.Adapun Menurut
Aminudin (2002: 79) tokoh adalah pelaku yang mengemban
peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu
menjalin suatu cerita.
Tokoh dalam cerita menawarkan kesepkatan untuk
pembaca mengamati sifat dasar manusia yang rumit dan
beragam.Hal ini memungkinkan para pembaca mengetahui,
memahami, dan mempelajari bagaimana tokoh tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa
tokoh cerita adalah individu rekaan yang mempunyai watak
dan perilaku tertentu sebagai pelaku yang mengalami
peristiwa dalam cerita.Dan dapat disimpulkan pula bahwa
dengan memahami tokoh yang ada di dalam sebuah karya
fiksi, kita dapat memahami pribadi seseorang dalam
kehidupan kita.
Memahami karya sastra, novel dalam hal ini memang
diperlukan pemahaman terhadap tokoh, karena orang dapat
menelusuri cerita dengan mengikuti setiap gerak laku
tokoh cerita (Semi, 1993:39).Sama halnya dengan tokoh,
penokohan juga merupakan salah satu hal yang amat penting
kehadirannya dalam sebuah karya fiksi dan bahkan
menentukan (Semi, 1993:36).
Penokohan dan perwatakan sangat erat kaitannya.
Penokohan berhubungan dengan cara pengarang menentukan
dan memilih tokoh-tokohnya serta memberi nama tokoh
tersebut, sedangkan perwatakan berhubungan dengan
bagaimana watak tokoh-tokoh tersebut. Menurut Jones dalam
Nurgiyantoro (1995:165) penokohan adalah pelukisan
gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan
dalam sebuah cerita. Sama seperti Best (1982:91) yang
menyatakan bahwa: “ Dorstellung(Schillderung) einer
Gestalt in ihrer als unverwechselbar ungesehenen
Eigenant. Maksudnya bahwa penokohan adalah suatu gambaran
atau pelukisan dari seorang tokoh dengan sifatnya.Menurut
Sudjiman (1988:22) watak adalah kualitas nalar dan jiwa
tokoh yang membedakannya dengan tokoh lain. Penyajian
watak tokoh dan penciptaan citra tokoh ini yang disebut
penokohan.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat
dikatakan bahwa penokohan adalah penggambaran atau
pelukisan mengenai tokoh cerita baik lahirnya maupun
batinnya oleh seorang pengarang. Menurut Nurgiyantoro
(1995:194-210) ada dua penggambaran perwatakan dalam
prosa fiksi yaitu sebagai berikut:
1. Secara Eksplositori
Teknik eksplositori sering juga disebut sebagai
teknik analitis, yaitu pelukisan tokoh cerita dilakukan
dengan memberikan diskripsi, uraian, atau penjelasan
secara langsung.Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh
pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit,
melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi
kediriannya yang mungkin berupa sikap, sifat, watak,
tingkah laku atau bahkan ciri fisiknya.
2. Secara dramatik
Penampilan tokoh cerita dalan teknik dramatik
dilakukan secara tidak langsung.Artinya, pengarang tidak
mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta
tingkah laku tokoh.Pengarang membiarkan para tokoh cerita
untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai
aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata
maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku dan
juga melalui peristiwa yang terjadi.
Perrine(1993:84)menyatakan dalam menampilkan
tokohnya pengarang menggunakan 2 cara yaitu langsung dan
tak langsung. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
authors present their characters either directly or
indirectly. In direct presentation they tell us straight out, by
exposition or analysis, what the characters are like, or have
someone else in the story what they are like. In indirect
presentation the authors show us the characters in action;
we infer that they are like from what they think or say do”
( pengarang dalam menampilkan tokoh-tokohnya,
menggunakan du cara yakni secara langsung dan tidak
langsung. Dengan cara langsung, pengarang
memberitahukan kepada pembaca langsung seperti papa
tokoh tersebut. Secara tak langsung, pengarang
menunjukkan kepada pembaca dalam tindakan;dan dari
tindakannya pembaca mengambil kesimpulan seperti apa
tokoh itu dari apa yang dipikirkan, dikatakan, dan
dilakukannya.)
Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan
bahwa penokohan dapat diwujudkan dengan cara
langsung dan cara tidak langsung. Secara langsung
berarti pengarang secara langsung mengungkap watak
tokoh dalam ceritanya.Sedangkan secara tidak
langsung, pengarang hanya menampilkan pikiran-
pikiran, ide-ide, pandangan hidup, perbuatan,
keadaan fisik, dan ucapan-ucapannya dalam sebuah
cerita.Dengan demikian penggambaran watak secara
tidak langsung pembacalah yang menyimpulkan watak
tokoh dalam cerita yang dibacanya.
2.3 Pendekatan Psikologi Sastra
Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang
diyakini mencerminkan proses dari aktivitas kejiwaan.
Pendekatan psikologi sastra bertolak dari asumsi bahwa
karya sastra selalu membahas peristiwa kehidupan
manusia.Manusia selalu memperlihatkan perilaku
beragam.Dapat disimpulkan bahwa penelitian psikologi
sastra adalah suatu disiplin ilmu yang memandang karya
sastra sebagai suatu karya satra yang memuat peristiwa–
peristiwa kehidupan manusia yang diperankan oleh tokoh-
tokoh imajiner.
Ditinjau dari segi ilmu bahasa, psikologi berasal
dari kata Psyche yang berarti jiwa dan Logos yang berarti
ilmu atau pengetahuan. Karena itu kata psikologi sering
diartikan sebagai ilmu jiwa (Walgito, 2004 : 7).
Selanjutnya, Walgito mengemukakan bahwa psikologi
merupakan ilmu yang mempelajari dan menyelidiki aktivitas
dan tingkah laku manusia.Aktivitas dan tingkah laku
tersebut merupakan manifestasi kehidupan jiwa.Jadi, jiwa
manusia terdiri dari dua alam, yaitu alam sadar
(kesadaran) dan alam tak sadar (ketidak sadaran). Kedua
alam tersebut tidak hanya saling menyesuaikan, tapi alam
sadar menyesuaikan terhadap dunia luar, sedangkan alam
tak sadar menyesuaikan terhadap dunia dalam
(batin).Sedangkan sastra adalah ungkapan jiwa dan wakil
jiwa lewat bahasa sehingga dapat diartikan bahwa sastra
tidak mampu melepaskan diri dari aspek psikis. Jiwa pula
yang berkecamuk dalam sastra. Pendek kata, memasuki
sastra akan terkait dengan psikologi karya itu. Inilah
awal kehadiran psikologi dalam penelitian sastra
(Endraswara, 2008 : 86).
Psikologi dan karya sastra memiliki hubungan
fungsional, yakni sama-sama berguna untuk sarana
mempelajari keadaan kejiwaan orang lain. Hanya
perbedaannya, gejala kejiwaan yang ada dalam karya sastra
adalah gejala-gejala kejiwaan dari manusia-manusia
imajiner, sedangkan dalam psikologi adalah manusia-
manusia riil.Namun, keduanya saling melengkapi dan saling
mengisi untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam
terhadap kejiwaan manusia, karena terdapat kemungkinan
apayang tertangkap oleh pengarang tidak mampu diamati
oleh psikolog ataupun sebaliknya. Titik temu keduanya
dapat digabung menjadi psikologi sastra (Endraswara, 2008
: 88).
Dasar pemikiran yang dapat diwajarkan mengapa sastra
harus memanfaatkan psikologi adalah karena sastra
dianggap sebagai aktivitas dan ekspresi manusia (Atmaja,
1986 : 63). Karya sastra merekam gejala kejiwaan yang
terungkap lewat perilaku tokoh. Perilaku ini menjadi
fakta atau data empiris yang harus dimunculkan oleh
pembaca ataupun peneliti sastra dengan syarat memiliki
teori-teori psikologi yang memadai (Siswantoro, 2004 :
34)
Hubungan antara psikologi dengan sastra itu sendiri
sebenarnya telah lama ada, semenjak usia ilmu itu
sendiri. Akan tetapi penggunaan psikologi sebagai sebuah
pendekatan dalam penelitian sastra belum lama dilakukan.
Menurut Robert Downs (dalam Abdurrahman, 2003 : 1), bahwa
psikologi itu sendiri bekerja pada suatu wilayah yang
gelap, mistik dan paling peka terhadap bukti-bukti
ilmiah. Dan wilayah yang gelap itu memang ada pada
manusia, dari wilayah yang gelap itulah kemudian muncul
perilaku serta aktifitas yang beragam, termasuk perilaku
baik, buruk, kreatif, bersastra dan lain-lain.
Menurut Harjana ( 1991: 60) pendekatan psikologi
sastra dapat diartikan sebagai suatu cara analisis
berdasarkan sudut pandang psikologi dan bertolak dari
asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang
peristiwa kehidupan manusia yang merupakan pancaran dalam
menghayati dan mensikapi kehidupan. Disini fungsi
psikologi itu sendiri adalah melakukan penjelajahan
kedalam batin jiwa yang dilakukan terhadap tokoh-tokoh
yang terdapat dalam karya sastra dan untuk mengetahui
lebih jauh tentang seluk-beluk tindakan manusia dan
responnya terhadap tindakan lainnya.
Psikologi sastra merupakan cabang ilmu sastra dari
sudut psikologi.Perhatian diarahkan kepada pengarang dan
pembaca (sebagai psikologi komunikasi) atau kepada teks
sastra itu sendiri.Rene Wellek dan Austin Warren (dalam
Melani Buadianta, 1990: 90) menyatakan bahwa istilah
psikologi sastra mempunyai empat kemungkman
pengertian.Yang pertama adalah studi psikologi pengarang
sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah
studi proses kreatif. Yang ketiga adalah studi tipe
hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra,
dan yang keempat adalah mempelajari dampak sastra pada
pembaca atau disebut psikologi pembaca.
Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa empat
model dalam psikologi sastra meliputi (1) pengarang, (2)
proses kreatif (3) karya sastra, dan (4) pembaca.
Psikologi sastra dengan demikian memiliki tiga gejala
utama, yaitu pengarang, karya sastra dan pembaca. Fokus
psikologi dalam psikologi karya sastra pada pengarang dan
karya sastra, dibandingkan dengan pembaca. Untuk
memahaminya harus dilihat bahwa pendekatan terhadap
pengarang merupakan pemahaman atas ekspresi kesenimannya,
karya sastra mengacu pada objektivitas karya, dan pembaca
mengacu pada pragmatisme.
Merujuk dari berbagai pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa psikologi sastra merupakan perilaku
kejiwaan tokoh yang terdapat dalam karya sastra, dalam
kasus ini adalah tokoh yang terdapat dalam novel Narcissus
und Goldmund karya Hermann Hesse. Penelitian yang akan
dilakukan ini memilih aspek-aspek yang terdapat dalam
ilmu psikologi dengan penerapannya pada karya sastra.
Aspek ini menekankan pada kepribadian dan konflik yang
ditinjau dari pandangan psikologis.
2.4 Psikologi Kepribadian
Penelitian ini menggunakan teori kepribadian dari
Carl Gustav Jung.Beliau adalah seorang psikiater
berkebangsaan Swiss yang semula dipandang orang sebagai
pewaris teori psikoanalisa Sigmund Freud, kemudian
memisahkan diri dari Freud.C.G.Jung memiliki pendapat
yang berbeda dengan Freud tentang kepribadian dan
pandangan tersebut yang membuat Jung memisahkan diri dari
psikoanalisa Freud.
Roger menyatakan bahwa : “….Der Mensch setzt sich im Kindes-
und Jugendalter mit seiner Umwelt auseinander, und die hierbei erlebten
Wahrnehmungen, Eindrücke und Erlebnisse beeinflussen die Entwicklung des
Selbstkonzeptes. Es kann sowohl ein negatives als auch ein positives
Selbstkonzept entwickelt werden. ( Manusia memiliki kemampuan
dalam diri sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup,
dan menangani masalah-masalah psikisnya asalkan konselor
menciptakan kondisi yang dapat mempermudah perkembangan
individu untuk aktualisasi diri. Sehingga hal ini dapat
memberikan dampak pada konsep diri yang negatif dan juga
positif).
Hampir senada dengan Roger, Hans Eysenck menyatakan
bahwa : “Der Charakter eines Menschen bezeichnet das mehr oder weniger
stabile und dauerhafte System seines konativen Verhaltens (des Willens); sein
Temperament das mehr oder weniger stabile und dauerhafte System seines
affektiven Verhaltens (der Emotion oder des Gefühls); sein Intellekt das mehr
oder weniger stabile und dauerhafte System seines kognitiven Verhaltens (der
Intelligenz); sein Körperbau das mehr oder weniger stabile System seiner
physischen Gestalt und neuroendokrinen (hormonalen) Ausstattung” (Eysenck,
1970, S. 2).( karakter seorang manusia ditentukan dari krang
lebihnya kestabilan dan system yang permanen dari segi
pengendalian (kerelaan), temperamennya yang kurang lebih
stabil dan system yang permanen dari segi afektifnya
(Emosi atau perasaan); inteligensinya yang kurang lebih
stabil dan system yang permanen dari segi kognitif
(inteligensi); anatominya yang kurang lebih stabil dari
system pembentuk psikologinya dan peralatan
“neuroendokrinen” ( hormon)).
Jung (dalam Alwisol, 2004 : 48) menyatakan bahwa
kepribadian atau psyche adalah mencakup keseluruhan
pikiran, perasaan, dan tingkah laku; kesadaran dan
ketidak sadaran. Kepribadian membimbing orang untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan lingkungan
fisik.Sejak awal kehidupan, kepribadian adalah kesatuan
atau berpotensi membentuk suatu kesatuan.Ketika
mengembangkan kepribadian, orang harus berusaha
mempertahankan kesatuan dan harmoni antar semua elemen
kepribadian.
Kepribadian disusun oleh sejumlah system yang
beroperasi dalam tiga tingkat kesadaran, yaitu Ego, yang
beroperasi pada tingkat sadar; Kompleks beroperasi pada
tingkat taksadar pribadi; dan arkhetipe yang beroperasi
pada tingkat taksadar kolektif. Di samping sistem-sistem
yang terikat dengan daerahoperasinya masing-masing,
terdapat sikap (introvert-ekstrovert) dan fungsi
(pikiran-perasaan-persepsi-intuisi) yang beroperasi pada
semua tingkat kesadaran (Alwisol, 2004 : 48).
Begitu pula halnya tokoh fiktif dalam suatu cerita,
dapat disamakan kepribadiannya sebagai tokoh di dalam
novel.Pribadi seseorang sering berubah sehingga ada usaha
untuk mendidik pribadi anak sejak dini.Untuk mengetahui
watak seseorang, dapat dilihat melalui sifat, tindakan,
dan pernyataan yang tampak dalam kehidupan sehari-hari.
Sesuai dengan pendapat Sumadi Suryabrata yang membagi
kepribadian menjadi dua tipe, yaitu :
A. Manusia bertipe introverts
Manusia tipe ini dipengaruhi oleh dunia subjektif,
yaitu dunia di dalam dirinya sendiri.Orientasinya
terutama tertuju ke dalam pikiran, perasaan, serta
tindakan-tindakannya sendiri ditentukan oleh factor
subjektif.Penyesuaian dengan dunia luar kurang baik,
jiwanya tertutup, sukar bergaul, sukar berhubungan dengan
orang lain, kurang dapat menarik hati orang lain, tetapi
penyesuain dengan hatinya sendiri sangat baik. Bahayanya
tipe ini apabila jarak dengan dunia objektifnya terlalu
jauh, sehingga seseorang bias lepas dari dunia
objektifnya.
Ciri-ciri dari manusia tipe introverts antara lain
pendiam, di mana tidak suka banyak bicara. Menarik diri
adalah sifat yang dimiliki oleh seorang introverts yang
selalu ingin menyendiri dan kurang menyukai keramaian,
penakut, menahan diri ( menahan diri dari suatu
keinginan, puas dengan dirinya sendiri), kaku atau kurang
fleksibel terhadap suatu yang baru dikenalnya karena
kurang banyak mengenal dunia luar. Bijaksana adalah sifat
yang tepat dalam mengambil keputusan dengan
mempertimbangkan segala kemungkinan dengan keputusan yang
diambilnya, dan teliti adalah mengerjakan sesuatu dengan
sepenuhnya untuk mendapatkan hasil yang sempurna
(Suryabrata, 2007 : 162).
B. Manusia bertipe ekstroverts
Manusia tipe ini lebih dipengaruhi oleh dunia
objektifnya yaitu dunia luar dirinya.Orientasinya tertuju
keluar dari pikiran, perasaan, serta tindakan-tindakannya
ditentukan oleh lingkungannya, baik lingkungan sosial
maupun non-sosial.
Ciri-ciri orang bertipe ekstroverts adalah bersikap
positif terhadap masyarakat. Sifat ini menunjukan bahwa
masyarakat merupakan tempat yang tepat untuk
berinteraksi, hatinya terbuka artinya terbuka terhadap
hal-hal baru tanpa adanya rasa canggung, mudah bergaul
artinya dapat dengan mudah berinteraksi dengan orang
lain, menarik perhatian, bergantung terhadap kelompok,
tidak teliti artinya terburu-buru tanpa adanya pemikiran
matang, mudah berubah adalah sifat mudah merubah suatu
pendirian karena pengaruh dari luar, dan agresif artinya
cepat mengambil tindakan dalam suatu permasalahan
(Suryabrata, 2007 : 162).
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian
Menurut Walgito ( 2004 : 44-45), kepribadian dapat
dibentuk oleh beberapa faktor. Diantaranya sebagai
berikut:
A. Faktor Endogen
Faktor endogen adalah faktor atau sifat yang dibawa
oleh individu sejak dalam kandungan. Jadi, faktor
endogen merupakan faktor keturunan atau bawaan yang
bersifat kejiwaan baik keadaan jasmani, pikiran,
perasaan, dan kemauan. Maka tidak mengherankan apabila
faktor endogen yang dibawa oleh individu mempunyai sifat
seperti orang tuanya
B. Faktor Eksogen
Factor eksogen adalah factor yang dating dari luar
diri individu.Factor ini meliputi pengalaman, pendidikan,
dan alam sekitar.Pada umumnya, pengaruh lingkungan
bersifat pasif, dalam arti bahwa lingkungan tidak
memberikan suatu paksaan terhadap individu, lingkungan
memberikan kesempatan kepada individu.Manfaat dari
kesempatan yang diberikan tergantung pada individu yang
bersangkutan, tidak demikian dengan pendidikan.Pendidikan
dijalankan dengan penuh kesadaran untuk mengembangkan
potensi atau bakat yang ada pada individu sesuai dengan
tujuan pendidikan.Dengan demikian, pendidikan lebih
bersifat aktif, penuh tanggung jawab dan mengarahkan
individu ke suatu tujuan tertentu.Sekalipun lingkungan
tidak bersifat memaksa, namun tidak dapat dipungkiri
bahwa peranan lingkungan cukup besar dalam perjalanan
hidup individu.
2.5 Konflik
Konflik timbul dalam situasi di mana terdapat dua
atau lebih kebutuhan, harapan, keinginan, dan tujuan yang
tidak bersesuaian saling bersaing kemudian menyebabkan
salah satu organism merasa ditarik kea rah dua jurusan
yang berbeda sekaligus, dan menimbulkan perasaan yang
sangat tidak enak (Davidoff, 1991 : 178).
Selanjutnya Davidoff mengemukakan bahwa konflik
dapat terjadi di dalam diri individu ataupun di luar
individu, bergantung pada pilihan yang diambil. Untuk
itu, Davidoff membagi konflik ke dalam dua jenis, yaitu :
A. Konflik Internal (di dalam individu)
Konflik ini terjadi apabila tujuan-tujuan saling
bertentangan berada dalam diri individu itu sendiri.
Misalnya saja, seseorang yang lahir dan dibesarkan oleh
suatu keluarga yang sangat puritan (yang sangat
mementingkan kesucian diri, tabu terhadap hal-hal yang
bersifat seksual, disiplin kuat) mungkin merasa
terperangkap antara dorongan seksual yang kuat dan norma
atau moral yang dianutnya selama ini (Davidoff, 1991 :
178).
B. Konflik Eksternal (di luar individu)
Konflik ini terjadi apabila terdapat dua atau lebih
pilihan (option) berada diluar individu yang mengalami
konflik. Misalnya, pada suatu malam tertentu anda
barangkali mengalami kesulitan untuk memilih dua
kegiatan: katakana saja, menonton pertunjukan konser yang
terkenal ataukah menyaksikan pertandingan basket yang
juga menarik (Davidoff, 1991 : 178).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode kualitatif deskriptif, yang artinya
data yang dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk
deskripsi fenomena, tidak berupa angka-angka koefisien
tentang hubungan antar-variabel.Data yang terkumpul
berbentuk kata-kata atau gambar, bukan angka-angka.
Tulisan hasil penelitian berisi kutipan-kutipan dari
kumpulan data untuk memberikan ilustrasi dan menjadi
materi laporan (Aminnudin, 1990 : 16). Hal-hal yang perlu
dipaparkan dalam penelitian ini meliputi objek
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan
teknik analisis data.
3.2.1 Data dan Sumber Data
3.2.1 Data
Data yang dikumpulkan dalam analisa deskriptif
berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal ini
disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif
(Moleong, 2002 : 6). Data dalam penelitian ini berupa
kutipan kata-kata, penggalan kalimat-kalimat, klausa,
frasa atau paragraf dalam novel Narcissus und Goldmund
karya Hermann Hesse yang berkaitan dengan penelitian.
3.2.2 Sumber Data
Lofland (dalam Maleong, 1996: 112) menyatakan bahwa
sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-
kata dan tindakan selebihnya adalah kata tambahan,
seperti dokumen, hasil simak data dan hasil transkripsi
data untuk acuan penelitian. Sumber data dalam penelitian
ini adalah novel Narcissus und Goldmund karya Hermann Hesse
yang diterbitkan oleh penerbit Fischer verlag tahun 1930
dengan tebal 320 halaman dan terjemahannya berjudul Narcissus
dan Goldmund yang diterbitkan oleh penerbit Baca tahun 2012
dengan tebal 426 halaman.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik pustaka dan teknik
dokumentasi. Teknik pustaka berarti dalam pengumpulan
data penelitian terlebih dahulu membaca teori-teori yang
berkaitan dengan masalah penelitian untuk dapat
menentukan data-data yang sesuai dan akan dijadikan
landasan dalam penelitian ini.
Sumber data penelitian berupa novel Narcissus und
Goldmund karya Hermann Hesse. Hal ini didukung pendapat
Arikunto (1998 : 114) bahwa teknik dokumentasi dilakukan
apabila dokumen merupakan sumber data, isi catatan
berfungsi sebagai objek atau variabel penelitian.
3.4 Teknik Analisis Data
Langkah-langkah yang dugunakan dalam menganalisis data,
adalah:
1. Membaca dan memahami novel Narcissus und Goldmund karya
Hermann Hesse
2. Menemukan data yang berbentuk kata, kalimat, klausa, atau
frasa mengenai kepribadian dan konflik dari tokoh
Goldmund dalam novel Narcissus und Goldmund karya Hermann
Hesse
3. Menggarisbawahi kata, kalimat, klausa, atau frasa
mengenai kepribadian dan konflik dari tokoh Goldmund
dalam novel Narcissus und Goldmund karya Hermann Hesse
4. Mengelompokkan kata, kalimat klausa, atau frasa yang
menggambarkan kepribadian dan konflik dari tokoh Goldmund
dalam novel Narcissus und Goldmund karya Hermann Hess ke
dalam kategori masing-masing (dalam hal ini kategori
kepribadian dan konflik)
5. Mendiskripsikan data yang telah dianalisis
6. Mengambil kesimpulan berdasarkan hasil yang diperoleh
sesuai dengan deskripsi
SINOPSIS
Tokoh Goldmund dalamNarcissus und Goldmund digambarkan
sebagai seorang anak yang baik, pandai, selalu mudah
bergaul, dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Tapi
dibalik semuanya itu, ternyata ia sangat penasaran akan
rasa kasih sayang dari seorang ibu. Hal ini dikarenakan
Goldmund dibesarkan tanpa ibu.Pemikiran yang selama ini
dianutnya lebih kepada doktrin yang selama ini
didaptkannya dari ayahnya sendiri. Ayahnyalah yang
menginkan Goldmund untuk bersekolah di sekolah keagamaan
karena dengan itu ia bisa melupakan hasrat duniawinya itu
dan lebih focus untuk melayani Tuhan. Akan tetapi,
Goldmund selalu merasa kurang akan pengetahuan mengenai
hakikat hidup, yang mana ia tidak puas dengan ajaran-
ajaran Kristen yang diajarkan di lingkungan sekolahnya.
Meninggalkan guru dan sahabat yang sangat dikasihinya
adalah pilihan hidupnya untuk memenuhi rasa
dahaganya.Adapun alasan itu muncul dari dalam hatinya,
yang merupakan panggilan jiwanya.Dengan dimulainya
perjalanan Goldmund untuk menemukan jawaban dari
pertanyaan yang selama ini meresahkan hatinya tentang
arti dari kebahagiaan, jati diri, dan kasih sayang
seorang ibu dilakukannya selama bertahun-tahun. Pada saat
itu, Goldmund mengalami berbagai macam peristiwa yang
tampak dari perjalanan yang ditempuhnya tersebut, mulai
dari menjadi pengkhotbah, seniman, bertemu dengan Niklaus
sang Master, berkelut dengan cinta, nafsu, materi,
kekayaan, dan kesengsaraan. Kepribadian Goldmund yang
sangat pandai dalam menempatkan diri dengan dunia luar
ditambah kecakapannya sebagai murid sekolah keagamaan
membuatnya mudah untuk diterima oleh masyarakat yang
ditemuinya di sepanjang perjalanannya. Akan tetapi,
dibalik itu semua, tidak sedikit konflik yang ia temui di
sana, baik itu konflik batin maupun konflik dengan orang
lain. Dan sedikit demi sedikit waktu mulai merubah
kepribadiannya sampai-sampai ia merasa bahwa kehidupannya
adalah untuk hal duniawi saja. Akhirnya, dengan bantuan
teman lama yang tidak sengaja bertemu dengannya,
Goldmundpun mulai menemukan arti dari apa yang ia cari
selama ini, yaitu kebahagiaan, jati diri, dan kasih
sayang.