SLE Draf ok

30
LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis dengan etiologi yang belum diketahui serta manifestasi klinis, perjalanan penyakit dan prognosis yang sangat beragam. Penyakit ini ditandai dengan adanya autoantibadi dalam inti sel dan melibatkan banyak sistem organ tubuh. Penyakit ini terutama menyerang wanita usia reproduksi dengan angka kematian yang cukup tinggi. Faktor genetik, imunologik dan hormonal serta lingkungan diduga berperan dalam patofisiologi LES. 1,2 Patogenesis dan Etiologi Etiopatologi LES di duga melibatkan interaksi yang kompleks dan multifactorial antara variasi genetik dan faktor lingkungan. Interaksi antara seks, status hormonal dan hipotalamus, hipofise adrenal (HPA) mempengaruhi kepekaan dan ekspresi klinis LES.Gangguan mekanisme pengaturan imun seperti gangguan pembersihan sel-sel apoptosis dan kompleks imun merupakan konstributor penting dalam perkembangan penyakit ini. Hilangnya toleransi imun, meningkatnya beban antigenic, bantuan sel T yang berlebihan, gangguan supresi sel B, dan peralihan sel T helper 1 (Th1), ke Th2 menyebabkan hiperaktivitas sel B dan memproduksi autoantibodi patogenik. 1

Transcript of SLE Draf ok

LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK

Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit inflamasi autoimun

kronis dengan etiologi yang belum diketahui serta manifestasi klinis, perjalanan

penyakit dan prognosis yang sangat beragam. Penyakit ini ditandai dengan adanya

autoantibadi dalam inti sel dan melibatkan banyak sistem organ tubuh. Penyakit ini

terutama menyerang wanita usia reproduksi dengan angka kematian yang cukup

tinggi. Faktor genetik, imunologik dan hormonal serta lingkungan diduga berperan

dalam patofisiologi LES.1,2

Patogenesis dan Etiologi

Etiopatologi LES di duga melibatkan interaksi yang kompleks dan

multifactorial antara variasi genetik dan faktor lingkungan. Interaksi antara seks,

status hormonal dan hipotalamus, hipofise adrenal (HPA) mempengaruhi kepekaan

dan ekspresi klinis LES.Gangguan mekanisme pengaturan imun seperti gangguan

pembersihan sel-sel apoptosis dan kompleks imun merupakan konstributor penting

dalam perkembangan penyakit ini. Hilangnya toleransi imun, meningkatnya beban

antigenic, bantuan sel T yang berlebihan, gangguan supresi sel B, dan peralihan sel T

helper 1 (Th1), ke Th2 menyebabkan hiperaktivitas sel B dan memproduksi

autoantibodi patogenik.

1

Mekanisme patogenesis LES merupakan interaksi dari gen tersangka dan

faktor lingkungan yang menyebabkan respon imun abnormal. Respon tersebut

meliputi (1) Aktivasi imunitas innate (sel dendritik) oleh CpG DNA, DNA pada

kompleks imun, dan RNA pada protein self-antigen; (2) penurunan ambang aktivasi

dari sel imun adaptif (limfosit spesifik antigen T dan B); regulasi dan inhibisi inefektif

dari CD4+ dan CD8+ sel T; pengurangan bersihan sel apoptosis dan kompleks imun.

Self-antigen dapat dikenali oleh sistem imun pada permukaan sel apoptotik; sehingga

antigen, autoantibodi dan komplek imun menetap pada jangka waktu panjang,

menyebabkan inflamasi dan penyakit berkembang.3

Aktivasi imun dari sel yang bersirkulasi maupun melekat pada jaringan

disertai dengan pelepasan tumor necrosis factor (TNF) proinflamator, interferon tipe

1 dan 2 (IFNs), dan sitokin B stimulator limfosit (BLyS) dan interleukin (IL)-10.

Lupus T dan sel natural killer (NK) gagal memproduksi IL-2 dan transforming

growth factor(TGF) yang menginduksi regulasi CD4+ dan sel inhibisi CD8+. Akibat

abnormalitas ini adalah produksi dari antibodi patogenik dan kompleks imun.

Aktivasi komplemen dan sel imun menyebabkan pelepasan chemotaxin, sitokin,

chemokin, peptida vasoaktif dan enzim perusak. Pada inflamasi kronis, akumulasi

dari growth factor dan produk oksidasi kronis menyebabkan kerusakan jaringan

ireversibel pada glomerulus, paru dan jaringan lainnya.3

LES merupakan penyakit multigenik. Pada individu yang rentan, kombinasi

dari berbagai gen normal yang masing-masing berkontribusi terhadap sedikit respon

imun yang abnormal. Jika variasi tersebut terakumulasi maka akan timbul penyakit.

Defisiensi homozigot terhadap komponen komplemen C1q,C2,C4 merupakan

predisposisi kuat terjadinya LES. Beberapa gen mempengaruhi manifestasi klinis

penyakit (contohnya nefritis dipengaruhi oleh FcR 2A/3A, MBL, PDCD1; artritis dan

vaskulitis dipengaruhi MCP-1).3

Wanita lebih mudah terkena lupus karena memiliki respon antibodi yang lebih

tinggi. Wanita yang terekspos kontrasepsi yang mengandung esterogen resikonya

meningkat 1,2-2 kali lipat. Beberapa stimulus lingkungan dapat mempengaruhi SLE.

Paparan ultraviolet menyebabkan flare SLE pada hampir 70% pasien, virus Epstein

Barr mungkin merupakan agen infeksius yang dapat memicu SLE.1,3

2

Epidemiologi

Insiden tahunan SLE di Amerika serikat sebesar 5,1 per 100.000 penduduk,

sementara prevalensi SLE di Amerika dilaporkan 52 kasus per 100.000 penduduk,

dengan rasio gender wanita dan laki-laki antara 9-14:1.4 Belum terdapat data

epidemiologi SLE yang mencakup semua wilayah Indonesia. Data tahun 2002

diRSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, didapatkan 1.4% kasus SLE dari

totalkunjungan pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam, sementara di RS

Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 Pasien SLE atau 10.5% dari total pasien yang

berobat kepoliklinik reumatologi selama tahun 20102,3.

Manifestasi klinis SLE sangat luas, meliputi keterlibatan kulit dan mukosa,

sendi, darah, jantung, paru, ginjal, susunan saraf pusat (SSP) dan sistem imun.

Dilaporkan bahwa pada 1000 pasien SLE di Eropa yang diikuti selama 10 tahun,

manifestasi klinis terbanyak berturut-turut adalah artritis sebesar 48,1%, ruam malar

31,1%, nefropati 27,9%, fotosensitiviti 22,9%, keterlibatan neurologik 19,4% dan

demam 16,6% sedangkan manifestasi klinis yang jarang dijumpai adalah miositis

4,3%, ruam diskoid 7,8 %, anemia hemolitik 4,8%, dan lesi subkutaneus akut 6,7%2,3.

Gambaran klinis LES

Manifestasi secara umum

Pada kelainan autoimun yang bersifat sistemik ditemukan kelainan

konstitusional seperti mudah lelah, nafsu makan menurun, demam, penurunan berat

badan, hal ini merupakan gejala awal bahkan mungkin komlikasi dari penyakit.

Manifestasi kulit

Kelainan kulit merupakan kejadian yang paling sering pada LES sekitar 80-90

%, seperti : fotosensitif, ruam malar, lesi discoid, lesi mukokutan.

Manifestasi musculoskeletal

Artritis, myositis dan myalgia, ininjufa manifestasi yang paling banyak dari

LES mulai dari yang ringan sampai berat. Artritis pada LES tidak menimbulkan erosi

dan destruksi sendi walaupun sudah berlangsung lama.

3

Manifestasi Ginjal

Komplikasi pada ginjal merupakan komplikasi yang serius, sebab akan

menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Hal penting pada nefritis lupus yaitu di

dapatkan proteinuria dan selinder urin. Diagnosis nefritis lupus umumnya di dasarkan

pada kriteria WHO berdasarkan gambaran histologis, lokasi dan tempat kompleks

imunnya. Dan yang terbaru mulai digunakan klasifikasi berdasarkan Perhimpunan

Ginjal International dan Renal Pathology Sociaty.

Manifestasi Neuropsikiatri

Manifestasi yang tersering adalah sakit kepala, gangguan psikiatri dan

gangguan kognitif.

Manifestasi hematologi.

Sitopenia termasuk didalamnya anemia, trombositopenia, leukopenia,

limfopenia sering terjadi pada penderita LES, Anemia pada LES bervariasi bisa

karena

Penyakit kronik, hemolitik, kehilangan darah, insufuisiensi ginjal, infeksi dan anemia

aplasia.

Manifestasi paru

Pada paru sering terjadi pleuritis , bisa yang lain yaitu pneumonitis lupus

biasanya gejala lebih berat demam, batuk, sesak, nyeri dada, dan hemoptysis.

Manifestasi kardiovaskular

Gangguan pericardium yaitu pericarditis ditandai dengan nyeri dada, sesak,

demam dan kelainan pada EKG.

Diagnosis LES

Batasan operasional diagnosis (klasik) LES yang dipakai dalam rekomendasi

ini, diartiakan sebagai terpenuhinya minimum kriteria (defenitif), atau banyak kritria

mengacu pada kriteria dari the American College of Rheumatology (ACR) revisi

tahun 1997.3,4 Namun, mengingat dinamisnya keluhan dan tanda SLE dan pada

4

kondisi tertentu seperti lupus nefritis, neuropskiatrik lupus (NPSLE) dimungkinkan

kriteria tersebut tidak terpenuhi.1,2

Kriteria Diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik

Kriteria Batasan

Ruam malar Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada

daerah malar dan cenderung tidak melibatkan lipat

nasolabial.

Ruam discoid Plak eritema menonjol dengan keratotik dan sumbatan

folikular. Pada SLE lanjut dapat ditemukan parut

atrofik

Fotosensitifitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal

terhadap sinar matahari, baik dari anamnesis pasien

atau yang dilihat oleh dokter pemeriksa.

Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri dan

dilihat oleh dokter pemeriksa.

Artritis Artritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih

sendi perifer, ditandai oleh nyeri tekan, bengkak atau

efusia.

Serositis

Pleuritis a. Riwayat nyeri pleuritik atau pleuritc friction rub

yang didengar oleh dokter pemeriksa atau terdapat

bukti efusi pleura.

Atau

Perikarditis b. Terbukti dengan rekaman EKG atau pericardial

friction rub atau terdapat bukti efusi perikardium.

Gangguan renal a. Proteinuria menetap >0.5 gram per hari atau >3+

bila tidak dilakukan pemeriksaan kuantitatif

atau

5

b. Silinder seluler : - dapat berupa silinder eritrosit,

hemoglobin, granular, tubular atau campuran.

Gangguan neurologi a. Kejang yang bukan disebabkan oleh obat-obatan

atau gangguan metabolic (misalnya uremia,

ketoasidosis, atau ketidak-seimbangan elektrolit).

atau

b. Psikosis yang bukan disebabkan oleh obat-obatan

atau gangguan metabolic (misalnya uremia,

ketoasidosis, atau ketidak-seimbangan elektrolit).

Gangguan hematologik a. Anemia hemolitik dengan retikulosis

atau

b. Lekopenia <4.000/mm3 pada dua kali

pemeriksaan/lebih

atau

c. Limfopenia <1.500/mm3 pada dua kali

pemeriksaan/lebih

atau

d. Trombositopenia <100.000/mm3 tanpa disebabkan

oleh obat-obatan

Gangguan imunologik a. Anti-DNA: antibodi terhadap native DNA dengan

titer yang abnormal

atau

b. Anti-Sm: terdapatnya antibodi terhadap antigen

nuklear Sm, atau

c. Temuan positif terhadap antibodi antifosfolipid

yang didasarkan atas:

1) Kadar serum antibodi antikardiolipin abnormal

baik IgG atau IgM,

2) Tes lupus antikoagulan positif menggunakan

metoda standard, atau

3) Hasil tes serologi positif palsu terhadap sifilis

sekurang-kurangnya selama 6 bulan dan

dikonfi rmasi dengan test imobilisasi

Treponema pallidum atau tes fluoresensi

6

absorpsi antibodi treponema.

Antibodi antinuklear

positif

(ANA)

Titer abnormal dari antibodi anti-nuklear berdasarkan

pemeriksaan imunofluoresensi atau pemeriksaan

setingkat pada setiap kurun waktu perjalan penyakit

tanpa keterlibatan obat yang diketahui berhubungan

dengan sindroma lupus yang diinduksi obat.

Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria diatas, diagnosis SLE memiliki sensitivitas

85% dan spesifisitas 95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah satunya ANA

positif, maka sangat mungkin SLE dan diagnosis bergantung pada pengamatan

klinis.1,2,3

Pilar Pengobatan Lupus Eritematosus Sistemik1

I. Edukasi dan konseling

II. Program rehabilitasi

III. Pengobatan medikamentosa

a. OAINS

b. Anti malaria

c. Steroid

d. Imunosupresan / Sitotoksik

e. Terapi lain

Pengobatan SLE Berdasarkan Aktivitas Penyakitnya1

Pengobatan SLE Ringan

Pilar pengobatan pada SLE ringan dijalankan secara bersamaan dan

berkesinambungan serta ditekankan pada beberapa hal yang penting agar tujuan di

atas tercapai, yaitu:

Obat-obatan penghilang nyeri seperti paracetamol 3 x 500 mg, bila diperlukan

Obat anti inflamasi non steroidal (OAINS), sesuai panduan diagnosis dan

pengelolaan nyeri dan inflamasi.

Glukokortikoid topikal untuk mengatasi ruam (gunakan preparat dengan

potensi ringan)

7

Klorokuin basa 3,5-4,0 mg/kg BB/hari (150-300 mg/hari) (1 tablet klorokuin

250 mg mengandung 150 mg klorokuin basa) catatan periksa mata pada saat

awal akan pemberian dan dilanjutkan setiap 3 bulan, sementara

hidroksiklorokuin dosis 5- 6,5 mg/kg BB/ hari (200-400 mg/hari) dan periksa

mata setiap 6-12 bulan. Kortikosteroid dosis rendah seperti prednison < 10 mg

/ hari atau yang setara.

Tabir surya: Gunakan tabir surya topikal dengan sun protection factor

sekurang-kurangnya 15 (SPF 15)

Pengobatan SLE Sedang

Pilar penatalaksanaan SLE sedang sama seperti pada SLE ringan kecuali pada

pengobatan. Pada SLE sedang diperlukan beberapa rejimen obat-obatan tertentu serta

mengikuti protokol pengobatan yang telah ada. Misal pada serosistis yang refrakter :

20 mg / hari prednison atau yang setara.

Pengobatan SLE Berat atau Mengancam Nyawa

Pilar pengobatan sama seperti pada SLE ringan kecuali pada penggunaan obat-

obatannya.Pada SLE berat atau yang mengancam nyawa diperlukan obat-obatan

sebagaimana tercantum di bawah ini.

Glukokortikoid Dosis Tinggi

Lupus nefritis, serebritis atau trombositopenia:40 – 60 mg / hari (1 mg/kBB)

prednison atau yang setara selama 4-6 minggu yang kemudian diturunkan

secara bertahap, dengan didahului pemberian metilprednisolon intra vena 500

mg sampai 1 g/ hari selama 3 hari bertutut-turut

Obat Imunosupresan atau Sitotoksik

Terdapat beberapa obat kelompok imunosupresan / sitotoksik yang

biasadigunakan pada SLE, yaitu azatioprin, siklofosfamid, metotreksat,

siklosporin, mikofenolat mofetil.Pada keadaan tertentu seperti lupus nefritis,

lupus serebritis, perdarahan paru atau sitopenia, seringkali diberikan gabungan

antara kortikosteroid dan imunosupresan / sitotoksik karena memberikan hasil

pengobatan yang lebih baik.

8

Gambar 1. Algoritma Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik2

Prognosis

Pada tahun 1950, angka harapan hidup pasien LES hanya 50% setelah

didiagnosis, LES juga tidak dapat diprediksi dalam hal remisi dan eksaserbasi.

Sekarang prognosis LES semakin baik berupa usia harapan hidup, lamanya remisi

ataupun remisi lengkap, disebabkan diagnosis dini penyakit dengan pendekatan terapi

yang lebih baik. Angka harapan hidup pasien dengan LES adalah 90-95% pada dua

tahun, 82-90% pada lima tahun, 71- 80% pada 10 tahun, dan 63-75% pada 20 tahun.

Pasien meninggal karena aktivitas penyakit dan infeksi. Sekarang gangguan

kardiovaskular dan osteoporosis merupakan masalah.

Angka kesintasan lima tahun pada pasien LES di RSCM tahun 1990-2007

adalah 88%. Penyebab kematian yang terbanyak adalah infeksi (42,6%), keterlibatan

kardiopulmonal (14,8%), neuropsikiatri lupus (4,9%), dan nefritis lupus (3,3%).

ANEMIA APLASIA

9

Pendahuluan

            Anemia aplastik merupakan kegagalan hemopoiesis yang relatif jarang

ditemukan namun berpotensi mengancam jiwa6. Definisi yang lain menyebutkan juga

bahwa Anemia aplastik didefinisikan sebagai pansitopenia yang disebabkan oleh

aplasia sumsum tulang, dan diklasifikasikan menjadi jenis primer dan sekunder 6

Ada pula yang mendukung Anemia aplastik merupakan gangguan

hematopoesis yang ditandai oleh penurunan produksi eritroid, mieloid dan

megakariosit dalam sumsum tulang dengan akibat adanya pansitopenia pada darah

tepi, serta tidak dijumpai adanya sistem keganasan hematopoitik ataupun kanker

metastatik yang menekan sumsum tulang7

Epidemiologi

           Penyakit ini termasuk penyakit yang jarang dijumpai dinegara barat dengan

insiden 1-3/ 1 juta/tahun. Namun dinegara timur seperti Thailand, negara asia lainnya

seperti indonesia, Taiwan dan Cina insidennya lebih tinggi. Penelitian pada tahun

1991 diBangkok didapatkan 3.7/1 juta/tahun.7

Etiologi

Sebagian besar anemia aplastik (50-70%) penyebabnya bersifat idiopatik,

yaitu penyebabnya tidak diketahui dan awalnya spontan. Kesulitan dalam mencari

penyebab ini karena penyakit ini terjadi secara perlahan-lahan. Penyebab anemia

aplastik dapat dibedakan atas penyebab primer dan sekunder 8

Secara etiologik penyakit ini dapat dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu:

Primer :

Fanconi

Non fanconi

Dyskeratosis kongenital

Sekunder

10

Akibat radiasi

Bahan kimia : Hidrokarbon siklik, insektisida (DDT), arsen organic

Obat-obatan : obat sitostatika, kloramfenikol, fenil butazon dll( Harisson,

2008)

Infeksi : infeksi virus hepatitis8

Patofisiologi :

1. kerusakan sel hematopoitik

2. kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang

3. proses imunologik yang menekan hematopoisis7

Manifestasi klinis

Anemia aplastik mungkin muncul mendadak atau perlahan-lahan. Hitung jenis

darah menentukan manifestasi klinis. Anemia menyebabkan fatiq, dispnea dan

jantung berdebar-debar. Trombositopenia menyebabkan mudah memar dan

perdarahan mukosa. Neutropenia meningkatkan kerentana terhadap infeksi. Pasien

juga mungkin mengeluh sakit kepala dan demam.6

Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan rutin

Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi. Pada tabel terlihat bahwa

pendarahan, lemah badan dan pusing merupakan keluhan yang paling sering

dikemukakan. 6

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboraturium

a. Pemeriksaan Darah

Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia

yang terjadi bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda

regenerasi. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan

bukan anemia aplastik. Kadang-kadang pula dapat ditemukan makrositosis,

anisositosis, dan poikilositosis6

11

Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih

menunjukkan penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif terdapat

pada lebih dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm3 dan trombosit

kurang dari 20.000/mm3 menandakan anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang

dari 200/mm3 menandakan anemia aplastik sangat berat.9

Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas normal.

Perubahan kualitatif morfologi yang signifikan dari eritrosit, leukosit atau trombosit

bukan merupakan gambaran klasik anemia aplastik yang didapat (acquired aplastic

anemia).

b. Pemeriksaan sumsum tulang

Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula dengan

daerah yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis. Limfosit,

sel plasma, makrofag dan sel mast mungkin menyolok dan hal ini lebih menunjukkan

kekurangan sel-sel yang lain daripada menunjukkan peningkatan elemen-elemen ini.

Pada kebanyakan kasus gambaran partikel yang ditemukan sewaktu aspirasi adalah

hiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa spikula dapat ditemukan normoseluler

atau bahkan hiperseluler, akan tetapi megakariosit rendah.9

Diagnosis banding anemia yaitu dengan setiap kelainan yang ditandai dengan

pansitopenia perifer. Beberapa penyebab pansitopenia terlihat pada tabel

12

Penyebab Pansitopenia

Kelainan sumsum tulang

   Anemia aplastik

   Myelodisplasia

   Leukemia akut

   Myelofibrosis

   Penyakit Infiltratif: limfoma, myeloma, carcinoma, hairy cell leukemia

   Anemia megaloblastik

Kelainan bukan sumsum tulang

Hipersplenisme

   Sistemik lupus eritematosus

   Infeksi: tuberculosis, AIDS, leishmaniasis, brucellosis

Pansitopenia dengan normoselular sumsum tulang biasanya disebabkan oleh

LES, infeksi atau hipersplenisme. Selularitas sumsum tulang yang normoselular jelas

membedakannya dengan anemia aplastik.10

Pengobatan

Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu

transplantasi stem sel allogenik, kombinasi terapi imunosupresif (ATG, siklosporin

dan metilprednisolon) atau pemberian dosis tinggi siklofosfamid.6

Pengobatan Suportif

Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed

red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien

dengan penyakit kardiovaskular.6

Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm3.

Transfusi trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah

20.000/mm3 sebagai profilaksis.

SINDROMA NEFROTIK

Pendahuluan

Sindrom nefrotik (SN) adalah merupakan patognomonik penyakit glomerular

yang ditandai oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh

per hari), hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema anasarka, hiperlipidemia,

lipiduria, hiperkoagulabilitaspada umumnya fungsi ginjal pada pasien SN masih

normal.11,13

Klasifikasi dan penyebab SN

SN primer meliputi : nefropati lesi minimal,nefropati membranosa, glomerulo-

sklerosis fokal segmental, glomerulonefritis membrano-proliferatif.12,15,16

SN sekunder : penyakit infeksi, keganasan, obat-obatan, penyakit multisistem

dan jaringan ikat (Lupus eritomatosus sistemik), reaksi alergi, penyakit

metabolik, penyakit herediter-familial, toksin, transplantasi ginjal, trombosis

vena renalis, stenosis arteri renalis, obesitas massif. 11,12

13

Klasifikasi Sindroma nefrotik berdasarkan respon pengobatan :

Remisi: proteinuria (-) atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam atau ratio protein/kreatinin < 0.2 mg/mg) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu

Relaps: proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau ratio protein/kreatinin > 2 mg/mg) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu

Sindrom nefrotik relaps jarang: SN relaps < 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau < 4 kali per tahun

Sindrom nefrotik relaps sering (frequent relaps): SN relaps ≥ 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau ≥ 4 kali dalam periode 1 tahun

Diagnosis

Diagnosis SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan

laboratorium berupa proteinuri masif (> 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari),

hipoalbuminemi (<3 g/dl), edema, hiperlipidemi, lipiduri dan hiperkoagulabilitas.2,11

Pemeriksaan tambahan seperti venografi diperlukan untuk menegakkan diagnosis

trombosis vena yang dapat terjadi akibat hiperkoagulabilitas. Pada SN primer untuk

menentukan jenis kelainan histopatologi ginjal yang menentukan prognosis dan

respon terhadap terapi, diperlukan biopsi ginjal.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan SN meliputi terapi spesifik untuk kelainan dasar ginjal atau

penyakit penyebab (pada SN sekunder), mengurangi atau menghilangkan proteinuria,

memperbaiki hipoalbuminemi serta mencegah dan mengatasi penyulit.

Giordano dkk memberikan diet protein 0,6 g/kgbb./hari ditambah dengan jumlah

gram protein sesuai jumlah proteinuri hasilnya proteinuri berkurang, kadar albumin

darah meningkat dan kadar fibrinogen menurun. Untuk mengurangi edema diberikan

diet rendah garam (1-2 gram natrium/hari) disertai diuretik (furosemid 40 mg/hari

atau golongan tiazid).Hiperlipidemi pada SN belum secra meyakinkan meningkatkan

penyakit kardiovaskular, tapi perlu mengontrol keadaaan ni dengan memberikan statin

seperti simvastatin, lovastatin untuk menurunkan kadar kolesterol, HDL, trigliserida

dan meningkatkan HDL.

14

ILUSTRASI KASUS

Telah dirawat seorang pasien perempuan usia 23 tahun di bagian Penyakit Dalam

RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 8 april 2015 dengan :

Keluhan utama : (auto dan allo anamnesis)

Pucat pucat meningkat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit sekarang

Pucat-pucat meningkat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, awalnya

pasien mengalami perdarahan haid memanjang sejak 3 bulan yang lalu selama 2

bulan, mengganti duk 2-3 kali sehari, pasien sedah berobat ke bidan dan diberi

obat makan saja, kemudian pasien tidak berobat lagi, sejak 15 hari yang lalu

pasien berobat ke RSUD karena semakin pucat, dan pasien dirawat serta ditambah

darah 6 kantong, setelah itu pasien pulang karena, karena dikatakan darah sudah

cukup. Setelah 1 minggu kemudian pasien kontrol ke poli rsud, setelah di periksa

laboratorium, darah pasien kurang, dan di rujuk ke RSUP untuk mencari penyebab

penyakit selanjutnya.

Bercak merah di wajah sejak 4 bulan yang lalu, awalnya kecil di pipi kiri dan

kanan semakin lama semakin meluas, bercak pada muka bertambah merah jika

terkena matahari dan terasa pedih.

Nyeri pada sendi sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, nyeri terasa di sendi

siku , sendi lutut dan tulang belakang

Sembab pada tungkai dan wajah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, terutama pada

pagi hari dan sembab berkurang sore hari, sembab semakin meningkat sejak 1

minggu sebelum masuk rumah sakit

Berat badan menurun disadari pasien sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit

lebih kurang 4 kg.

15

Badan terasa letih lesu sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit

Rambut rontok di rasakan pasien sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit.

Buang air kecil keruh dan berbuih di sadari pasien sejak 15 hari yang lalu,

bercampur pasir tidak ada, bercampur darah tidak ada, jumlah nya seperti biasa.

Nafsu makan berkurang sejak 15 hari yang lalu

Sariawan pada bibir atas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, sebelumnya

pasien sering mengalami sariawan berulang.

Bercak kecil, menebal dan berwarnah merah pada jari jempol kiri sejak 1 minggu

yang lalu.

Bercak merah pada kedua daun telinga baru di sadari pasien sejak 2 hari yang lalu,

Bercak bercak kebiruan pada kulit tidak ada

Batuk batuk tidak ada

Nyeri dada tidak ada

Sesak nafas tidak ada

Sakit pinggang tidak ada

Perdarahan hidung, gusi dan tempat lain tidak ada

Buang air besar tidak ada keluhan

Pasien pernah sembab seluruh badan sejak 5 tahun yang lalu, dan pasien

mengkonsumsi obat selama 1 tahun, obatnya kecil warna hijau dan kuning,pasien

tidak tahu nama obatnya, dan di makan sebanyak 12 tablet sehari dan setelah 6

bulan obat mulai dikurangi, sampai tidak lagi minum obat atas persetujuan dokter

dan sembab tidak ada lagi.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat alergi sebelumnya tidak ada

Riwayat sakit gula tidak ada

Riwayat tekanan darah tinggi tidak ada

Riwayat sakit jantung

Riwayat sakit kuning tidak ada

Riwayat sakit tumor sebelumnya tidak ada.

Riwayat Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini

16

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan

Pasien seorang ibu rumah tangga, mempunyai 1 orang anak berumur 2 tahun.

Riwayat terkena radiasi tidak ada

Riwayat terpapar pestisida tidak ada

Riwayat sek bebas tidak ada

Pemeriksaan umum :

Keadaaan umum : sedang

Kesadaran : CMC

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 88x/menit, teratur, pengisian cukup

Nafas : 20 x/menit

Suhu : 37,2 C

Keadaan gizi : normal

Tinggi badan : 150 kg

Berat badan : 42 kg

Edema : +

Anemis : +

Ikterus : -

BMI : 18,7 kg/m2 (normal)

Pemeriksaan fisik :

Kulit : wajah : ruam malar (+)

Turgor kembali normal

Kelenjar getah Bening : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening leher,

supraklavikular, axila, inguinal, dan femoral

Kepala : Normocephal, benjolan (-)

Rambut : hitam , mudah rontok

Mata : Konjungtiva anemis (+) , sklera ikterik (-)

Reflek cahaya +/+, diameter pupil 3 mm/ 3 mm

Telinga : aurikula normal, bercak merah di daun telinga kiri dan

kanan

Hidung : deviasi septum (-)

17

Tenggorokan : Tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis

Gigi dan Mulut : carries (+), kandidiasis oral (-), atrofi papil lidah (-)

Bibir : stomatitis di bibir atas

Leher : JVP 5-2 cmH2O, trakhea ditengah, kelenjar tiroid

tidak

membesar

Paru :

Paru depan

Inspeksi : simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan

dinamis

Palpasi : fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesicular, ronki -/-, wheezing -/-

Paru belakang

Inspeksi : simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis

dandinamis

Palpasi : fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi : sonor, peranjakan paru 2 jari

Auskultasi : vesicular, ronki -/-, wheezing -/

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari me dial LMCS RIC V, tidak

kuat angkat

Perkusi : batas kanan LSD, batas atas RIC II, batas kiri 1 jari

medial LMCS RIC V, pinggang jantung (+)

Auskultasi : bunyi jantung murni reguler, M1> M2, P2< A2,

bising (-)

Abdomen

Inspeksi : tidak tampak membuncit

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

18

Punggung : CVA : nyeri tekan dan nyeri ketok tidak ada

Alat kelamin : rambut pubis normal

Anggota gerak : Reflek fisiologis +/+, Reflek patologis -/-, edema +/+

Laboratorium :

Hb : 6,8 g/dl

Ht : 20 %

Leukosit : 2100 /mm3

Trombosit :17.000/mm

LED : 140 mm/jam

Hitung jenis : 0/0/5/78/17/0

Gambaran darah tepi :

Eritrosit : anisositosis, normokrom

Leukosit : jumlah kurang

Trombosit : jumlah cukup, morfologi normal

Urinalisa :

Protein urine : +++

Glukosa : -

Bilirubin : negatif

Leukosit : 1-2 / LPB

Eritrosit : 20-25 /LPB

Urobilinogen : positif

Feces rutin

Warna : coklat

Konsistensi : lunak

Leukosit : 1-2 /LPB

Eritrosit : 0-1/LPB

Benzidin tes : (-)

Kesan : Anemia, leukopenia, trombositopenia, peningkatan LED, proteinuria

EKG

Irama : sinus - T inverted (-)

HR : 105 x /1’ - ST elevasi (-)

Aksis : normal - ST depresi (-)

19

Gel P : normal - Q patologis(-)

PR interval : 0,2 detik - SV1 + RV6 < 35 mm

QRS komplek : 0,04 detik - R/S di V1 < 1

MASALAH

Pansitopenia

Ruam malar

Fotosensitifitas

Atralgia

Proteinuria

DIAGNOSIS KERJA

Pansitopenia ec anemia aplasia ec lupus eritomatosus sistemik

Sindroma nefrotik relaps ec Lupus eritomatosus sistemik

TERAPI

Istirahat/ diet SN RG II

PEMERIKSAAN ANJURAN

Darah perifer lengkap (MCV, MCH, MCHC, Retikulosit)

Faal hepar (SGOT.SGPT, albumin, globulin)

Fungsi ginjal (ureum, kreatinin)

Elektrolit (Natrium, Kalium, klorida, kalsium)

Profil lipid (Kolesterol total, trigliserida, HDL, LDL)

Faal hemostasis (PT/APTT)

Protein urin 24 jam

Rontgen thorak

USG Ginjal

ANA tes

20

Anti ds DNA

FOLLOW UP

Tanggal 9 April 2015

S : Mata sembab (+), nyeri pada sendi siku dan sendi lutut (+), pucat (+), bercak

merah pada wajah (+), kaki sembab (+), perdarahan (-)

O :

KU Kesadaran TD F.Nd Fr. nafas Suhu

Sedang CMC 120/70 mmhg 82 x/menit 18 x/menit 37,1 0C

Hasil laboratorium :

MCV : 86 fL

MCH : 29 pg

MCHC : 34 %

Retikulosit : 0,2 %

Natrium : 127 mmol/L

Kalium : 4 mmol/L

Klorida : 108 mmol/L

Kalsium : 5,9 mg/dl

Albumin : 1,3 g/dl

Globulin : 2,7 g/dl

SGOT : 31 u/l

SGPT : 13 u/l

Ureum : 45 mg/dl

Kreatinin : 1,5 mg/dl

Kolesterol tot. : 276 mg/dl

HDL : 16 mg/dl

LDL : 117 mg/dl

Trigliserida : 618 mg/dl

Kesan : Hiponatremia, hipokalsemia, hipoalbuminemia, dislipidemia

Sikap : transfusi albumin 20 % 100 cc

Inj Ca Glukonas 1 x 2 mg

KONSUL KONSULTAN ALERGI IMUNOLOGI

Kesan : Lupus eritomatosus sistemik dengan pansitopenia dan nefritis lupus

Anjuran : Cek Ana profile dan Anti ds DNA

Inj methyl prednisolone 2 x 125 mg (3 hari)

Lansoprazol 1 x 30 mg

Asam folat 1 x 5 mg

21

Osteocal 1 x 1000 mg

KONSUL KONSULTAN HEMATOONKOLOGI MEDIK

Kesan : Pansitopenia ec anemia aplasia

Anjuran : Bone marrow punction

Transfusi trombosit 10 unit

Tanggal 10 April 2015

S : Sembab mulai berkurang, nyeri sendi sudah berkurang, pucat (+), demam (-)

O :

KU Kesadaran TD F.Nd Fr. nafas Suhu

Sedang CMC 110/70 mmhg 84 x/menit 18 x/menit 36,9 0C

Trombosit setelah transfusi : 20.000/mm3

Protein urin /24 jam : 7 mg/34 jam

Kesan : Trombositopenia, peningkatan jumlah protein urin

KONSUL KONSULTAN REMATOLOGI

Kesan : Lupus eritomatosus sistemik dengan pansitopenia dan nefritis lupus

Anjuran : Cek anti ds DNA

Methil prednisolone 16 – 8 – 8 mg

Paracetamol 4 x 500 mg

Lansoprazol 1 x 30 mg

KONSUL KONSULTAN GINJAL HIPERTENSI

Kesan : Sindroma nefrotik relaps ec lupus eritomatosus sistemik

Anjuran : Diet protein 0,8 mg/kg BB + protein yang hilang /24 jam

Kortikosteroid 0,8 mg/kg BB

Koreksi albumin sampai > 2,5

Inj Ca Glukonas 2 x 1 amp

Catopril 3 x 6, 25 mg

22

Simvastatin 1 x 20 mg

Furosemide 1 x 40 mg

Cek protein urin 24 jam

Cek PT/APTT

USG Ginjal

Balance cairan

Tanggal 13 April 2015

S : Bercak merah mulai kehitaman, sembab mulai berkurang, nyeri sendi sudah

berkurang, pucat (+)

O :

KU Kesadaran TD F.Nd Fr. nafas Suhu

Sedang CMC 120/70 mmhg 82 x/menit 18 x/menit 37,1 0C

Hasil labor :

Hasil albumin setelah transfusi : 1,9 mg/dl

PT : 8 detik

APTT : 48,8 detik

Kesan : hipoalbuminemia, hiperkoagulasi

Sikap : Transfusi albumin 20 % 100 cc

Ro Foto Thoraks :

Kesan : suspek efusi pleura bilateral

Sikap : Konsul Konsultan Pulmonologi

23

Tanggal 14 April 2015

S : Sembab mulai berkurang, nyeri sendi sudah berkurang, pucat (+)

O :

KU Kesadaran TD F.Nd Fr. nafas Suhu

Sedang CMC 120/80 mmhg 78 x/menit 18 x/menit 37,1 0C

Hasil labor :

Anti ds DNA : 376,03 IU/ml (N: < 100 IU/ml)

Ana profile : Ribosomal p protein (+++) , PCNA (+)

Hasil BMP : Sesuai dengan gambaran anemia aplasia

Hasil USG Ginjal : Sonogram ginjal sesuai gambaran proses akut pada ginjal

Sikap : Konsul ulang Konsultan Alergi Imunologi

Konsul ulang Konsultan Rematologi

Konsul ulang Konsultan Ginjal hematologi

Konsul ulang Konsultan Hematoonkologi medi

KONSUL KONSULTAN PULMONOLOGI

Kesan : Efusi pleura minimal ec Lupus eritomatosus sistemik

Anjuran : Tidak perlu di punksi pleura

KONSUL KONSULTAN ALERGI IMUNOLOGI

Kesan : Lupus eritomatosus sistemik dengan pansitopenia

Anjuran : Terapi di lanjutkan

24

KONSUL KONSULTAN REMATOLOGI

Kesan : Lupus eritomatosus sistemik dengan pansitopenia

Anjuran : Terapi dilanjutkan

KONSUL KONSULTAN HEMATOONKOLOGI MEDIK

Kesan : Pansitopenia ec Anemia aplasia

Hiperkoagulasi

Anjuran : Lanjutkan pemberian inj methyl prednisolon

Hari ke 4 : 2 X 125 mg

Hari ke 5 : 1 x 125 mg

Lanjutkan metil prednisolon 0,8 mg/kg BB

Telusuri penyebab anemia aplasia sekunder

Cek D dimer

Tunda pemberian heparin karena trombositopenia

Tanggal 15 April 2015

S : Sembab mulai berkurang, nyeri sendi (+) sudah berkurang, pucat (+)

O :

KU Kesadaran TD F.Nd Fr. nafas Suhu

Sedang CMC 110/70 mmhg 72 x/menit 18 x/menit 37,1 0C

Tanggal 16 April 2015

S : Sembab mulai berkurang, nyeri sendi (+) sudah berkurang, pucat (+)

O :

KU Kesadaran TD F.Nd Fr. nafas Suhu

Sedang CMC 100/70 mmhg 80 x/menit 20 x/menit 36,6 0C

Hasil labor :

Hasil albumin : 2,3 mg/dl

Calsium : 7,2 mg/dl

25

Kesan : hipoalbuminemia dan hipokalsemia perbaikan

Sikap : Transfusi albumin 20 % 100 cc

Tanggal 17 April 2015

S : Sembab mulai berkurang, nyeri sendi (+) sudah berkurang, pucat (+),

perdarahan (-)

O :

KU Kesadaran TD F.Nd Fr. nafas Suhu

Sedang CMC 120/70 mmhg 78 x/menit 20 x/menit 36,6 0C

Hasil labor :

D dimer : 9135,85 ng/ml

Kesan : peningkatan hasil d dmer

Sikap : pemberian heparin di tunda karena trombositopenia

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien perempuan umur 23 tahun dengan diagnosis:

1. Pansitopenia ec anemia aplasia ec lupus eritomatosus sistemik

2. Sindroma nefrotik relaps ec lupus eritomatosus sistemik

Pada pasien ini kita tegakkan pansitopenia ec anemia aplasia karena dari anamnesa

ditemukan pucat, badan letih lesu, dari pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva

anemis, dan dari laboratorium ditemukan anemia, leukopeni dan trombositopeni, dari

pemeriksaan darah lengkap di dapatkan gambaran anemia normositik normokrom

dengan retikulosit normal, pada pasien dilakukan BMP di dapatkan gambaran sesuai

dengan gambaran anemia aplasia, dari hasil ini kita menegakkan pansitopenia ec

anemia aplasia ec lupus eritomatosus sistemik. Anemia aplasia pada pasien ini bisa

saja primer idiopatik tidak berhubungan dengan penyakit LES dan bisa saja sekunder

karena sebab lain seperti infeksi, terpapar insektisida, radiasi ataupun obat obatan.

Dari infeksi virus B dan C telah kita telusuri dan hasilnya negatif. Karena saat ini

26

timbulnya bersamaan dengan munculan LES maka kita lebih memikirkan ini bagian

dari kelainan hematologi karena LES. Dari literatur kelainan hematologi yang banyak

di jumpai pada LES adalah anemia hemolitik, tapi dari beberapa literatur ada

munculan anemia aplasia. Pasien ini kita beri terapi dengan pulse dose steroid yaitu

methyl prednisolone selama lima hari dengan tape ring off, dan dilanjutkan dengan

methyl prednisolone 0,8 mg /kg BB/hari.

Pasien ini kita tegakkan diagnosis lupus eritomatosus sistemik dari anamnesa

ditemukan bercak kemerahan di wajah dan bertambah merah jika terkena sinar

matahari, sariawan yang sering muncul hilang timbul, nyeri sendi, rambut rontok, dari

pemeriksaan fisik, ditemukan ruam malar pada wajah, stomatitis, dari laboratorium di

dapatkan proteinuria yang menunjukan sudah ada gangguan pada ginjal, pada rontgen

thoraks di temukan efusi pleura minimal, dan setelah dilakukan pemeriksaan

imunologi di dapatkan ANA tes positif, anti ds DNA 376,03 IU/ml dari data ini sudah

dapat di tegakkan diagnosa LES, berdasarkan kriteria dari ACR revisi tahun 1997.

Jika dijumpai 4 atau lebih dari kriteria tersebut diagnosis LES memiliki sensitivitas 85

% dan spesifisitas 95 %. Sedangkan bila hanya 3 dan ANA positif maka sangat

mungkin LES dan diagnosis bergantung pada pengamatan klinis.

Manifestasi klinis LES sangat beragam dan sering kali tidak dikenali pada

keadaan awal sebagai penyakit LES. Hal ini dapat terjadi karena manifestasi LES

seringkali terjadi tidak bersamaan dan sering tidak disadarai. Seseorang dapat saja

selama beberapa lama mengeluhkan nyeri sendi yang berpindah-pindah tanpa adanya

keluhan lain kemudian diikuti oleh manifestasi klinis lainnya seperti bercak merah di

wajah, fotosensitivitas, dan pada akhirnya akan memenuhi kriteria LES.

Pada pasien ini ditegakkan sindroma nefrotik relaps ec LES. Pada pasien ini

ditemui sembab pada mata terutama pagi hari dan berkurang pada siang hari, sembab

juga ditemukan pada tungkai, dan pada pasien 5 tahun yang lalu, pernah bengkak di

seluruh badan dan berobat ke rumah sakit daerah di beri obat tapi paien tidak tahu

obatnya, dari deskripsi obat yang diceritakan kita memperkirakan pasien

mengkonsumsi prednisone selama 1 tahun, dan bengkak sudah berkurang dan pasien

telah berhenti makan obatnya. Dari hasil pemeriksaan sekarang di temui hipoalbumin

yaitu 1,3 mg/dl, hiperkolesterol dan hipertrigliserida, proteinuria (+++), dan protein

urin 7 gr/24 jam dan dari USG Ginjal di dapatkan sonogram ginjal sesuai dengan

proses akut pada ginjal, dari data ini kita menyimpulkan pasien dengan sindroma

27

nefrotik relaps. Sindroma nefrotik pada pasien ini timbul kembali di duga karena

Lupus eritomatosus yang baru terdiagnosa saat ini. Pada pasien ini kita beri terapi

diet rendah garam dan diet protein 0,8 mg /kg BB ditambah dengan protein yang lolos

melalui urin selama 24 jam, methil prednisone 0,8 mg/kgBB, captopril 3 x 6,25 mg,

statin 1 x 20 mg, dan di pantau keseimbangan cairan selama 24 jam.

Penatalaksanaan pada pasien ini secara keseluruhan untuk LES adalah terapi

farmakologis dan non farmaklogis. Terapi non farmakologis berupa cukup istirahat,

hindari kelelahan, menggunaakan tabir surya SPF 30% jika keluar rumah, baju yang

lebih tertutup, memakai topi atau payung jika bepergian atau berada di tempat

terbuka.Terapi farmakologis yaitu steroid (metilprednisolon) 0,8 mg / kg BB/ hari.

Pada pasien perlu di berikan edukasi mengingat pasien masih usia subur dan

telah mempunyai suami, jika pasien ingin hamil di anjurkan sekurang-kurangnya 6

bulan setelah aktivitas penyakitnya terkendali atau dalam keadaan remisi total. Hal ini

untuk mengurangi kekambuhan lupus saat hamil. Tapi pada pasien dengan nefritis

lupus jangka waktunya lebih lama sampai 12 bulan remisi total.

Untuk pemakaian kontrasepsi pada pasien ini sangat terbatas, kontrasepsi oral

merupakan pilihan bagi penderita yang kondisi stabil tanpa sindrom antiphospolipid

sindrom.

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia Untuk Diagnosis dan

Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik, 2011

2. Kasjmir Y, dkk ” Diagnosis dan pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik”

dalam Buku Ajar Penyakit dalam Edisi VI jilid II, Penerbit IPD FKUI, Jakarta

Indonesia, 2014, hal 3360-3383.

3. Tutuncu ZN, Kalunian KC. The Definition and clasification of systemic lupus

erythematosus.In: Wallace DJ, Hahn BH, editors. Duboi’s lupus erythematosus.

7th ed. Philadelphia. Lippincott William & Wilkins; 2007:16-19

4. Soeroso juwono, Yuliasih. Sistemik lupus eritomatosus (SLE), dalam Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam FKUNAIR Surabaya, 2007, hal 235-241.

5. Hahn BH. Disorders of Immune-Mediated Cell Injury. In: Fauci AS, Braunwald

E, editors. Harrison's Rheumatology. 2nd Edition. Philadelphia. McGraw-Hill;

2010 : 66-69

6. Aghe NS. Aplastic Anemia, myelodisplasia, and related bone marrowfailure

syndromes. In : Kasper DL, Fauci AS, et al (eds). Harrison’s Principle of Internal

29

Medicine. 16th ed. New York: Mc hill, 2009: 617-25.

7. Bakta IM. Buku Panduan Hematologi ringkas.Jakarta: Pusat penerbitan

departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006

8. Salonder H. Maciejewski J. The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia.

Available in URL: HYPERLINK http://content.nejm.org/cgi/content/fill/336/19/

9. Harrison EC, The Incidence of Underlying Pathology in Pancytopenia. Available

in URL: HYPERLINK http://www.jpmi.org/org_detail.asp

10. Bevra H, et all.American Collage of Rhematology Guidelines for Screening,

treatment, and Menagement of Lupus nephritis. Arthritis care and Research. Vol

64, 2012: 797-808

30