Mini skripsi
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
2 -
download
0
Transcript of Mini skripsi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara yang memiliki banyak
kebudayaan, salah satunya adalah dilihat dari
banyaknya kesenian yang lahir dan berkembangnya di
Indonesia. Kesenian tersebut diantaranya adalah
seperti seni tari, seni musik, seni ukir dan
sebagainya. Dalam perkembangannya, kesenian
tersebut menjadi sebuah identitas yang khas yang
bersifat tradisional yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia.
Kebudayaan yang berupa kesenian di Indonesia
khususnya seni tari tradisional biasanya
dipertunjukan dalam sebuah pementasan. Seni
pertunjukan tari tradisional di Indonesia tumbuh
dalam lingkungan-lingkungan etnik yang berbeda satu
sama lain. Dalam lingkungan etnik ini didalamnya
seperti adat yang secara turun-temurun diwariskan
merupakan landasan eksistensi yang utama dalam seni
pertunjukan di Indonesia.
Dalam sebuah pertunjukan seni tari tradisional
di Indonesia terdapat keunikan-keunikan yang
menjadi daya tarik didalamnya. Keunikan-keunikan
dalam pertunjukan seni tari tradisional tersebut
sangat banyak ragamnya. Bahkan keunikan-keunikan
yang ditemukan seringkali memperlihatkan sebuah
keanehan ataupun kejanggalan didalamnya, seperti
pada pertunjukan seni tari tradisional di Jawa.
Di pulau Jawa, yakni Jawa Tengah yang
menyangkut Purwokerto, Pekalongan, Tegal, Cirebon
dan lain sebagainya terdapat sebuah pertunjukan
seni tari tradisional yang memiliki daya tarik yang
cukup besar. Pertunjukan seni tari tardisional
tersebut adalah “Jaran Kepang” atau masyarakat awam
biasa menyebut sebagai “Kuda lumping”. Pertunjukan
Jaran Kepang ini berkembang pada masyarakat di
wilayah Jawa Tengah, dan menjadi sebuah tontonan
yang mengasyikkan. Bahkan pertunjukan seni tari
tradisional Jaran Kepang ini masih tetap eksis
dalam perkembangan jaman.
Sering terdengar pada masyarakat awam yang
membicarakan seni tari tersebut dengan berbagai
versi pengetahuan masing-masing. Bahwa yang mereka
sebut dengan pertunjukan seni tari Kuda Lumping
adalah sebuah pertunjukan seni tari yang berasal
dari Jawa. Pertunjukan seni tari tradisional Kuda
Lumping merupakan sebuah pertunjukan yang
didalamnya terdapat sekelompok seniman yang menari
dengan menggunakan ”kuda bohong”.
Dalam pandangan tersebut mungkin tidak terlalu
terlihat sebuah keunikan ataupun keanehan yang
menjadikan pertunjukan seni tari tradisional Kuda
Lumping ini dapat bertahan dalam persaingan dengan
pertunjukan seni tari modern. Tetapi pada
kenyataannya pertunjukan seni tari tradisional Kuda
Lumping ini tetap mendapat tempat yang spesial
didalam hati masyarakat Jawa, dan bahkan semakin
dikenal oleh hampir semua masyarakat di Indonesia.
Hal ini membuktikan bahwa ada keunikan-keunikan
dalam pertunjukan seni tari tradisional Jaran
Kepang tersebut. Keunikan-keunikan inilah yang
menjadikan pertunjukan seni tari tradisional Jaran
Kepang tetap eksis dan berkembang di Jawa.
Pertunjukan seni tari tradisional Jaran Kepang
ini tentunya memiliki fungsi dan peranan tertentu
yang menambah keistimewaan didalamnya. Keistimewaan
ini juga menjadikan pertunjukan seni tari
tradisional tetap digandrungi oleh masyarakat Jawa
dan dikenal oleh masyarakat Indonesia.
B. Identifikasi Masalah
1. Pertumbuhan seni pertunjukan tari tradisional di
Indonesia
2. Pertunjukan seni tari tradisional Jaran Kepang
di Jawa Tengah
3. Keunikan-keunikan yang ada didalam pertunjukan
seni tari tradisional Jaran Kepang
4. Peranan pertunjukan seni tari tradisional Jaran
Kepang di Jawa Tengah
C. Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar penulisan ini tidak terlalu melebar, maka
penulis membatasi permasalahan pada deskripsi
yang berkaitan dengan pokok pembatasan, yaitu
tentang “Peranan Pertunjukan Seni Tari
Tradisional Jaran Kepang di Jawa Tengah 16-20
M”.
2. Perumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan pertunjukan seni
tari tradisional Jaran Kepang?
2. Bagaimana tata cara pementasan seni tari
tradisional Jaran Kepang di Jawa Tengah?
3. Bagaimana keunikan-keunikan yang ada dalam
pertunjukan seni tari tradisional Jaran Kepang
di Jawa Tengah?
4. Bagaimana fungsi dan peranan pertunjukan seni
tari tradisional Jaran Kepang di Jawa Tengah?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pertunjukan seni tari
tradisional Jaran Kepang di Jawa Tengah
b. Untuk mengetahui tata cara pelaksanaan
pementasan seni tari tradisional Jaran Kepang
di Jawa Tengah
c. Untuk mengetahui keunikan-keunikan dalam
pertunjukan seni tari tradisional Jaran Kepang
di Jawa Tengah
d. Untuk mengetahui peranan pertunjukan seni tari
tradisional Jaran Kepang
2. Kegunaan Penelitian
Setelah diketahui fungsi dan peranan dalam
pertujukan seni tari tradisional Jaran Kepang di
Jawa Tengah pada 16-20 M. Maka perlu dipelajari
tentang eksistensi seni tari tradisional dan
diketahui perkembangan pertunjukan seni tari
tradisional Jaran Kepang di Jawa Tengah.
E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini yang dibahas adalah latar
belakang masalah, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
Dalam bab ini akan diuraikan beberapa
landasan teori dan kerangka berpikir.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas tentang
metodologi penelitian, sumber data,
teknik pengumpulan data, teknik
pencatatan data, dan teknik analisis
data.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dibahas tentang
tinjauan umum dan hasil penelitian.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini yang dibahas adalah
kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Definisi Konsep
1. Peranan
2. Pertunjukan
3. Seni
4. Tari
5. Tradisional
6. Jaran Kepang
B. Kerangka Berpikir
Menurut salah satu
teori.............................................
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam
penelitian skripsi ini adalah dengan menganalisis
suatu proses kegiatan secara sistematis dan
obyektif yang dilakukan dengan cara mengkaji
berbagai buku atau literature yang berhubungan
dengan masalah yang sedang diteliti. Untuk
memperoleh berbagai buku yang diperlukan dalam
kegiatan peneliti ini penulis mengunjungi
Perpustakaan UNINDRA, Perpustakaan Nasional, dan
beberapa perpustakaan lain. Selain itu penulis juga
melakukan pencarian data melalui laporan penelitian
peneliti lain yang terkait dengan penelitian yang
penulis bahas.
Waktu yang diberikan oleh pihak dosen untuk
melakukan penelitian ini kurang lebih 3 bulan.
Yaitu dari bulan Maret sampai dengan bulan Mei
2013.
B. Metode Penelitian
Penelitian yang digunakan dalam penulisan mini
skripsi ini adalah penelitian kualitatif, yaitu
kegiatan penelitian yang dimaksudkan untuk menagkap
dan mengumpulkan informasi mengenai fenomena yang
ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya saat
penelitian dilakukan (Arikunto, 1990 : 309). Yang
dimaksudkan fenomena dalam penelitian ini adalah
kegiatan pertunjukan seni tari tradisional Jaran
Kepang itu sendiri.
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah
metode penelitian sejarah Dalam rangka mencapai
penulisan sejarah, maka upaya merekonstruksi masa
lampau dari obyek yang diteliti adalah dengan
metode penelitian sejarah. Menurut Prof. Dr.
Kuntowijoyo Penelitian Sejarah mempunyai lima
tahap, yaitu:
1. Heuristik (pengumpulan sumber)
2. Verifikasi (kritik sumber)
3. Interpretasi
4. Historiografi
...............................................
.....
C. Sumber Data
1. Sumber Utama
a. ...................
b. ......................
c.
2. Sumber Pendukung
a. ............................
b. ..............................
c. ........................
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan
dalam kegiatan ini adalah dengan melakukan studi
pustaka, yaitu dengan membaca, menganalisis, san
menyimpulkan dari buku-buku yang merupakan sumber
utama dan dari buku serta media lainnya yang
merupakan sumber data pendukung.
E. Teknik Pencatatan Data
Teknik pencatatan data yang penulis lakukan
adalah :
1. Membuat ringkasan dan membuat catatan-catatan
pinggir baik yang bersifat komentar, analisis
ataupun interpretasi untuk mengidentifikasi
masalah.
2. Menyusun ringkasan dan catatan serta
mengelompokkan agar diperoleh gambaran dan fokus
kajian.
F. Teknik Analisis Data
Setelah mendapatkan berbagai data yang
diperlukan dalam penelitian ini selanjutnya penulis
melakukan analisis terhadap berbagai data tersebut
yaitu dengan menggunakan metode deskriptif.
Menurut Winarno Surakhmad (1989 : 132) Metode
dekriptif adalah usaha mencari penjelasan mengenai
suatu gejala pada masa lampau dan masih
memungkinkan diadakan penyelidikan pada masa
sekarang.
Dengan menggunakan teknik ini permasalahan yang
sedang diteliti lalu dikaji dan dibahas, sedangkan
data yang didapat dianalisis dan diinterpretasikan
untuk selanjutnya dibuat kesimpulan berdasarkan
hasil penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Mengenal Seni Tari Indonesia
Tari adalah unsur kebudayaan yang tidak dapat
lepas dalam kehidupan masyarakat, sebab merupakan
satu kesatuan yang utuh didalamnya. Menurut Prof.
Dr Soedarsono mengatakan bahwa seni tari adalah
ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dalam bentuk
gerak yang ritmis dan indah. Adapun unsur-unsur
pendukung dalam seni tari adalah :
1. Gerak
Gerak merupakan unsur yang dominan untuk
menimbulkannya harus ada kekuatan yang mampu
mengubah suatu sikap dari anggota tubuh. Seni tari
adalah perpaduan jenis gerak anggota tubuh yang
dapat dinikmati dalam satuan waktu dan dalam ruang
tertentu. Sehingga dapat dibedakan antara gerak
maknawi, murni dan refleks. Untuk mengungkapkannya
tidak dapat terlepas dari aspek berikut :
Tenaga, berdasarkan: volume gerak, cepat dan
lambat, lebar dan sempit gerakan tari.
Ruang, yaitu dimensi panjang, lebar yang
berfungsi sebagai tempat. Sekaligus dalam
mengungkapkan bentuk gerak pengaturan dan
penguasaan ruang dapat selaras.
Waktu, yaitu kapan harus cepat, lambat,
pendek sehingga membuat tari indah dipandang.
2. Iringan
Sebuah tari wujudnya bermacam-macam. Dalam
pertunjukan seni tari di Jawa diiringi musik
Gamelan. Musik Gamelan berasal dari bunyi alat
musik seperti:
Bonang barung dan penerus
Gender
Senthem
Kendang
Gong dan kempul
Kenong dan kethuk kempyong
Gambang
Rebab
Balungan (balongan demung dan saron burung)
Saron penerus
Suling dan kemenak
Dan lain sebagainya
Fungsi iringan, antara lain :
Menambah semarak dalam penyajian tari
Sebagai penanda dan memberi tanda perubahan
dalam gerak
Memberi tanda permulaan serta akhir
penampilan sebuah tari
3. Tema
Yaitu untuk mengidentifikasikan tari yang dalam
sebuah cerita tertentu. Seperti percintaan,
kepahlawanan, pergaulan, gembira, ataupun pantomim.
4. Rias dan busana
Yaitu berfungsi untuk menggambarkan watak,
karakter tokoh tertentu.
5. Ruang Pentas
Yaitu tempat yang digunakan selama pertunjukan
seni tari berlangsung. Didalam ruangan atau diluar
atau diruang terbuka seperti tanah lapang.
B. Pertumbuhan Seni Pertunjukan Di Jawa
Tari Jawa yang kita kenal sekarang pada garis
besarnya terdiri atas tradisi Surakarta dan
Yogyakarta. Menurut tradisi-tradisi sastra
menyertainya, asal-usul penciptaanya dikembalikan
pada raja : Panembahan Senopati, Sultan Agung
Anyakrakusuma / Hamengkubuwono I. Mereka dianggap
sebagai tokoh-tokoh besar dalam dinasti Mataram
Baru yang dianggap sebagai pencipta dari tari-
tarian di Jawa yang kita kenal sekarang. Ini
berarti tradisi Jawa menganggap bahwa Zaman Mataram
Baru yang berlangsung hingga sekarang ini merupakan
suatu kebulatan kosmos, lepas dari masa-masa
sebelumnya. Dilihat dari sudut pandang sejarah
kerajaaan-kerajaan :
Mataram Baru (Jawa Tengah Selatan) abad
16-20
Kadiri – Singarasari (Jawa Timur) abad 11-
13
Majapahit (Jawa Timur) abad 13-15
Sindok – Erlangga (Jawa Tengah) abad 8-10
Demak - Pajang (Jawa tengah utara) abad 16
Mataram Lama (Jawa Tengah) abad 8-10
Ini berarti pusat-pusat kekuasaan dan sebagai
akibatnya : juga pusat-pusat kebudayaanmberpindah-
pindah dar Jawa Tengah – Jawa Timur dan pindah lagi
ke Jawa Tengah selama 12 abad itu. Namun dapat
dikatakan bahwa Seni Tari yang berkembang di Jawa
sebagian besar adalah berasal dari masa Kerajaan
Mataram Baru, yaitu pada saat kepemimpinan
Panembahan Senopati (1586 – 1601) sampai dengan
Hamengkubuwono I (1755 - 1792).
Seni tari Jawa sering diidentikkan dengan
secara keseluruhan akan tampak sebagai satu jenis
tari daerah yang ditandai oleh sejumlah ciri yang
sama. Ciri-ciri ini antara lain :
Sikap dada yang tegap
Langkah-langkah yang tenang dan terukur
Gerak-gerak lengan dengan variasi arah yang
luas tetapi dengan posisi stabil pada siku
Penggunaan selendang untuk memperluas
kemungkinan bentuk
Dan lain sebagainya
Sebenarnya kalau dilihat dari elemen-elemen
gerak tariannya, bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan antara gaya tarian Surakarta dan gaya
tarian Yogyakarta. Hanya saja tarian di Yogyakarta
biasa bersifat klasik sedangkan di Surakarta
sedikit mengarah kepada gaya yang romantik.
C. Pertunjukan Seni Tari Tradisional Jaran Kepang Di
Jawa Tengah
Setiap daerah di Pulau Jawa banyak memiliki
pertunjukan seni. Salah satu yang menarik perhatian
adalah pertunjukan seni tari tradisional Jaran Kepang
atau bisa juga disebut Jathilan ataupun Kuda Lumping. Di
Kabupaten Banyumas Purwokerto khususnya seni
pertunjukan ini lebih dikenal dengan sebutan Jaran
Kepang. Maksud nama tersebut yakni dari kata Jaranan
yang berarti kuda-kudaan dan kepang yang berarti
anyaman bambu. Maka Jaran Kepang adalah sebuah
pertunjukan seni tari yang mempergunakan alat peraga
berupa kuda-kudaan yang dibuat dari anyaman bambu.
Pertunjukan seni tari tradisional Jaran Kepang ini
tidak hanya mempertunjukan sekelompok seniman yang
menari dengan menggunakan alat peraga berupa kuda-
kudaan yang dibuat dari bambu saja, karena pada setiap
pertunjukan Jaran Kepang ini para penarinya mengalami
kesurupan atau kehilangan kesadaran. Kesurupan atau
pada masyarakat Banyumas disebut dengan mendem adalah
lazim terjadi pada para penari. Mendem inilah yang
menjadi keunikan dalam pertunjukan seni tersebut. Hal
ini disebabkan karena pada setiap kali pertunjukan
seni tari tradisional Jaran Kepang dilakukan upacara-
upacara magis.
Ritual magis yang dilakukan pada setiap kali
pertunjukan seni tari tradisional Jaran Kepang ini
bertujuan untuk memanggil roh-roh. Roh-roh tersebut
dipanggil agar nantinya dapat masuk kedalam jiwa para
penari. Karena pada masyarakat Jawa kuno umumnya
percaya kepada satu kekuatan yang melebihi segala
kekuatan seperti misalnya memedi, lelembut, roh leluhur dan
lainnya. Kepercayaan ini biasa disebut dengan kejawen.
Kepercayaan kejawen pada masyarakat Jawa berarti adanya
hubungan yang terjalin diantara mereka dengan sosok
makhluk halus. Hubungan ini digambarkan dalam sebuah
kerjasama yakni masyarakat Jawa memanggil makhluk halus
tersebut dengan memberi imbalan jasa kepada mereka.
Imbalan tersebut sangat diperlukan untuk mempererat
hubungan diantara keduanya. Ketentuan tersebut berlaku
juga dalam pertunjukan seni tari tradisional Jaran
Kepang, yakni pada setiap pertunjukannya akan selalu
dihidangkan sesajen.
Sesajen adalah penyerahan sajian pada saat tertentu,
ditempat dan pada waktu tertentu. Sesajen biasa
berbentuk hidangan ramuan bunga-bungaan tertentu dan
beberapa macam makanan ataupun minuman tertentu.
Sesajen ini memancing para roh makhluk halus untuk
hadir dalam pertunjukan seni tari tradisional Jaran
Kepang dan ikut serta bergabung didalamnya. Pemanggilan
para roh makhluk halus selain dengan menghadiahkan
sajian-sajian tetapi juga dengan mantra-mantra yang
dibacakan oleh seorang dukun pemanggil roh. Dukun
tersebut membacakan mantra-mantra tertentu dengan
membakar kemenyan.
Ritual magis itulah yang dilakukan pada setiap kali
pertnujukan seni tari tradisional Jaran Kepang
berlangsung. Ritual magis ini yang menjadikan
pertunjukan Jaran Kepang memiliki keunikan. Yaitu
sebuah pertunjukan seni tari tradisional yang tidak
hanya mempertunjukan sebuah tarian Kuda tetapi dengan
melibatkan sosok roh makhluk halus didalamnya. Hal
inilah yang menjadi sebab para penari mengalami
kesurupan hingga seolah-olah mereka sendiri adalah
kuda, berjingkrak-jingkrak, meringkik, makan butiran
padi, beling dan lain sebagainya.
Pertunjukan seni tari Jaran Kepang biasa dilakukan
oleh penari yang berjumlah 5 sampai 12 orang. Para
penarinya identik mengenakan kostum berwarna ceria,
seperti merah, kuning dan hijau. Pada pertunjukan ini
diiringi oleh musik Gamelan Jawa, yaitu seperti alat
musik kendang, kempul, gong, kenong, gambang, saron,
dan lain sebagainya. Adanya musik pengiring ini
berfungsi untuk menambah semarak dalam penyajian tari,
sebagai pengendali dan memberi tanda perubahan dalam
gerakan tari, dan memberi tanda permulaan serta akhiran
penampilan tari. Musik Gamelan ini pun memiliki volume
kecepatan tertentu, disesuaikan dengan tarian. Hal ini
mendebarkan hati para penonton, adrenalin naik dan
membuat antusias.
Pertunjukan seni tari tradisional Jaran Kepang di
kabupaten Banyumas Purwokerto dilakukan pada saat
tertentu. Biasanya pertunjukan ini dilaksanakan dalam
acara syukuran tertentu seperti perkawinan, pesta
rakyat dalam pemilihan para abdi masyarakat (Lurah /
kepala desa). Pertunjukan seni tari Jaran Kepang ini
bersifat hiburan bagi rakyat setempat. Namun dalam
perkembangannya pertunjukan seni tari Jaran Kepang ini
juga dipertunjukan oleh seniman jalanan yang mengamen
di pasar-pasar.
Berikut adalah catatan Cliford Geertz yang meneliti
tentang pertunjukan seni tari tradisional Jaranan :
Lepas lohor serombongan tari kuda keliling lewat
dan saya suruh mereka bermain. Ada 5 orang dalam
rombongan itu. seorang memikul gendang besar sambil
berjalan mereka menabuh gendang itu untuk menarik
perhatian. tiga orang lainnya, seorang dalam pakaian
pelawak dari karung goni dan memakai topeng, yang
lainnya mengendarai kuda kepang yang di cat hitam
putih, berjingkrak-jingkrak sepanjang jalan.
Tarian kuda itu mulai dengan pukulan gendang dengan
permainan musik yang sederhana dan mendebarkan hati.
Dua diantara pemain yang mengendarai kuda mulai menari
seperti kuda keluar masuk beriringan. Sementara itu
orang yang ketiga menyediakan semangkuk air dan untaian
padi yang dianggap makanan kuda yang sebenarnya.
Sejenak kemudian kuda itu mulai lebih lincah dan mulai
menari berjingkrak-jingkrakkan. Kemudian seorang
diantaranya berhenti dan mengambil cambuk, lalu
memimpin yang pertama dengan cambuk mula-mula tanpa
mengenainya, tapi hanya sekedar mengenainya dari waktu
ke waktu.
Yang pertama sekarang berada dalam keadaan
kerasukan dan mulai menirukan kuda sampai selengkap-
lengkapnya. Dalam keadaan ini ia menghirup air sebagai
seekor kuda dan jelas dengan rasa senang memakan
untaian padi itu dan terus begitu untuk beberapa saat
mencium makanan, berjingkrak-jingkrakan menjauhinya,
memakannya, mengecapnya dan seterusnya. Menjelang akhir
ia melakukan tarian jingkrakan lagi dan berakhir
dengan kuda lumpingnya diangkat diatas kepalanya.
Ini adalah klimaksnya, ia disadarkan dari keadaan
itu oleh seorang pembantu yang berjalan dibelakangnya,
mendekapnya sambil mengguncangkan tangannya agar
melepaskan kuda lumping itu dan emencambuk kedua
kakinya agar tidak bisa berdiri tegak, karena orang
yang dalam kerasukan itu agak bersandar kepadanya.
Kemudian kuda lumping itu diambil dan diletakkan
memanjang didepan orang itu, secara simbolis
menutupinya, kemudian pembantu itu mencambuknya sekali
dengan keras. Ketika orang kesurupan itu akhirnya
disentak dengan bola karet hitam pada dadanya, ia sadar
kembali. Ia tampak bingung. Dalam keadaan pusing, ia
duduk kembali dan perlahan-lahan sadar diri. Sementara
penolongnya menunggui disekeliling untuk menjaga agar
ia tidak berkeliaran kesana kemari atau mengamuk.
Catatan tersebut adalah contoh dalam pertunjukuan
seni tari Jaran Kepang dimana Cliford Geertz adalah
penonton. Jelaslah bahwa pertunjukan seni tari
tradisional Jaran Kepang adalah sebuah pertunjukan seni
tari tradisional yang memiliki keunikan. Yang paling
terlihat jelas adalah ketika para penari Jaranan
mengalami kesurupan atau kehilangan kesadaran.
Kesurupan tersebut adalah nyata terjadi, ditandai
dengan bertambahnya volume kecepatan suara pada
permainan musik gamelan. Para penari yang semula menari
seperti pada umumnya kemudian berubah menjadi liar
seperti kuda sesungguhnya. Memakan padi, meringkik
seperti kuda, melompat, berjingkrak-jingkrakan kesana
kemari dengan sangat lincah bahkan seringkali para
penari yang sedang kesurupan ini berlari mendekati
penonton.
Pada tahap inilah keunikan dari pertunjukan seni
tari taradisional Jaran Kepang terlihat. Para penonton
sangat menunggu-nunggu momen kesurupan tersebut. Pada
saat para penari sedang kesurupan, para penonton lebih
tampak antusias untuk menonton pertunjukan ini.
Walaupun terkadang mereka merasa khawatir dan takut
terhadap para penari yang berlari kesana-kemari dan
mendekati mereka. Sesekali para penonton tersebut
berlari menjauh menghindari para penari yang kesurupan
tersebut. Tetapi tidak langsung meninggalkan tempat
pertunjukan tetapi kemudian kembali mendekati arena
pertunjukan seni tari Jaran Kepang ini. Bahkan para
penonton tersebut menyaksikan pertunjukan ini hingga
selesai, seakan-akan tidak ingin ketinggalan
pertunjukan ini. Hal ini menunjukan adanya daya tarik
yang tinggi, adanya rasa ingin tau yang besar dari
penonton terhadap pertunjukan ini.
Ketika pertunjukan seni tari Jaran Kepang sedang
berlangsung, terutama pada saat penari kesurupan.
Menandakan sosok roh makhluk halus yang dipanggil oleh
dukun telah hadir, ikut bekerjasama, ikut berpesta
diiringi musik gamelan yang terdengar mendebarkan hati.
Suasana mistis yang kian terasa saat tercium wangi
kemenyan yang dibakar dan tentunya dengan gerakan
lincah sang penari Jaranan yang bertindak seperti kuda.
Berlari-lari, berjingkrak-jingkrak, memakan padi,
pecahan beling, meringkik dan lain sebagainya.
Hal inilah yang mendasari para penari Jaran Kepang
mengalami kesurupan.
Jaran Kepang atau yang sering kita kenal dengan
Kuda Lumping adalah sebuah pertunjukan tari tradisional
yang berasal dari Jawa. Pertunjukan seni tari
tradisional Jaran Kepang adalah pertunjukan seni tari
tradisional yang memiliki banyak keunikan didalamnya.
Keunikan-keunikannya