Mini skripsi

26
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki banyak kebudayaan, salah satunya adalah dilihat dari banyaknya kesenian yang lahir dan berkembangnya di Indonesia. Kesenian tersebut diantaranya adalah seperti seni tari, seni musik, seni ukir dan sebagainya. Dalam perkembangannya, kesenian tersebut menjadi sebuah identitas yang khas yang bersifat tradisional yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kebudayaan yang berupa kesenian di Indonesia khususnya seni tari tradisional biasanya dipertunjukan dalam sebuah pementasan. Seni pertunjukan tari tradisional di Indonesia tumbuh dalam lingkungan-lingkungan etnik yang berbeda satu sama lain. Dalam lingkungan etnik ini didalamnya seperti adat yang secara turun-temurun diwariskan merupakan landasan eksistensi yang utama dalam seni pertunjukan di Indonesia. Dalam sebuah pertunjukan seni tari tradisional di Indonesia terdapat keunikan-keunikan yang

Transcript of Mini skripsi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang memiliki banyak

kebudayaan, salah satunya adalah dilihat dari

banyaknya kesenian yang lahir dan berkembangnya di

Indonesia. Kesenian tersebut diantaranya adalah

seperti seni tari, seni musik, seni ukir dan

sebagainya. Dalam perkembangannya, kesenian

tersebut menjadi sebuah identitas yang khas yang

bersifat tradisional yang dimiliki oleh bangsa

Indonesia.

Kebudayaan yang berupa kesenian di Indonesia

khususnya seni tari tradisional biasanya

dipertunjukan dalam sebuah pementasan. Seni

pertunjukan tari tradisional di Indonesia tumbuh

dalam lingkungan-lingkungan etnik yang berbeda satu

sama lain. Dalam lingkungan etnik ini didalamnya

seperti adat yang secara turun-temurun diwariskan

merupakan landasan eksistensi yang utama dalam seni

pertunjukan di Indonesia.

Dalam sebuah pertunjukan seni tari tradisional

di Indonesia terdapat keunikan-keunikan yang

menjadi daya tarik didalamnya. Keunikan-keunikan

dalam pertunjukan seni tari tradisional tersebut

sangat banyak ragamnya. Bahkan keunikan-keunikan

yang ditemukan seringkali memperlihatkan sebuah

keanehan ataupun kejanggalan didalamnya, seperti

pada pertunjukan seni tari tradisional di Jawa.

Di pulau Jawa, yakni Jawa Tengah yang

menyangkut Purwokerto, Pekalongan, Tegal, Cirebon

dan lain sebagainya terdapat sebuah pertunjukan

seni tari tradisional yang memiliki daya tarik yang

cukup besar. Pertunjukan seni tari tardisional

tersebut adalah “Jaran Kepang” atau masyarakat awam

biasa menyebut sebagai “Kuda lumping”. Pertunjukan

Jaran Kepang ini berkembang pada masyarakat di

wilayah Jawa Tengah, dan menjadi sebuah tontonan

yang mengasyikkan. Bahkan pertunjukan seni tari

tradisional Jaran Kepang ini masih tetap eksis

dalam perkembangan jaman.

Sering terdengar pada masyarakat awam yang

membicarakan seni tari tersebut dengan berbagai

versi pengetahuan masing-masing. Bahwa yang mereka

sebut dengan pertunjukan seni tari Kuda Lumping

adalah sebuah pertunjukan seni tari yang berasal

dari Jawa. Pertunjukan seni tari tradisional Kuda

Lumping merupakan sebuah pertunjukan yang

didalamnya terdapat sekelompok seniman yang menari

dengan menggunakan ”kuda bohong”.

Dalam pandangan tersebut mungkin tidak terlalu

terlihat sebuah keunikan ataupun keanehan yang

menjadikan pertunjukan seni tari tradisional Kuda

Lumping ini dapat bertahan dalam persaingan dengan

pertunjukan seni tari modern. Tetapi pada

kenyataannya pertunjukan seni tari tradisional Kuda

Lumping ini tetap mendapat tempat yang spesial

didalam hati masyarakat Jawa, dan bahkan semakin

dikenal oleh hampir semua masyarakat di Indonesia.

Hal ini membuktikan bahwa ada keunikan-keunikan

dalam pertunjukan seni tari tradisional Jaran

Kepang tersebut. Keunikan-keunikan inilah yang

menjadikan pertunjukan seni tari tradisional Jaran

Kepang tetap eksis dan berkembang di Jawa.

Pertunjukan seni tari tradisional Jaran Kepang

ini tentunya memiliki fungsi dan peranan tertentu

yang menambah keistimewaan didalamnya. Keistimewaan

ini juga menjadikan pertunjukan seni tari

tradisional tetap digandrungi oleh masyarakat Jawa

dan dikenal oleh masyarakat Indonesia.

B. Identifikasi Masalah

1. Pertumbuhan seni pertunjukan tari tradisional di

Indonesia

2. Pertunjukan seni tari tradisional Jaran Kepang

di Jawa Tengah

3. Keunikan-keunikan yang ada didalam pertunjukan

seni tari tradisional Jaran Kepang

4. Peranan pertunjukan seni tari tradisional Jaran

Kepang di Jawa Tengah

C. Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar penulisan ini tidak terlalu melebar, maka

penulis membatasi permasalahan pada deskripsi

yang berkaitan dengan pokok pembatasan, yaitu

tentang “Peranan Pertunjukan Seni Tari

Tradisional Jaran Kepang di Jawa Tengah 16-20

M”.

2. Perumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan pertunjukan seni

tari tradisional Jaran Kepang?

2. Bagaimana tata cara pementasan seni tari

tradisional Jaran Kepang di Jawa Tengah?

3. Bagaimana keunikan-keunikan yang ada dalam

pertunjukan seni tari tradisional Jaran Kepang

di Jawa Tengah?

4. Bagaimana fungsi dan peranan pertunjukan seni

tari tradisional Jaran Kepang di Jawa Tengah?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui pertunjukan seni tari

tradisional Jaran Kepang di Jawa Tengah

b. Untuk mengetahui tata cara pelaksanaan

pementasan seni tari tradisional Jaran Kepang

di Jawa Tengah

c. Untuk mengetahui keunikan-keunikan dalam

pertunjukan seni tari tradisional Jaran Kepang

di Jawa Tengah

d. Untuk mengetahui peranan pertunjukan seni tari

tradisional Jaran Kepang

2. Kegunaan Penelitian

Setelah diketahui fungsi dan peranan dalam

pertujukan seni tari tradisional Jaran Kepang di

Jawa Tengah pada 16-20 M. Maka perlu dipelajari

tentang eksistensi seni tari tradisional dan

diketahui perkembangan pertunjukan seni tari

tradisional Jaran Kepang di Jawa Tengah.

E. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini yang dibahas adalah latar

belakang masalah, tujuan penelitian,

kegunaan penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

Dalam bab ini akan diuraikan beberapa

landasan teori dan kerangka berpikir.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas tentang

metodologi penelitian, sumber data,

teknik pengumpulan data, teknik

pencatatan data, dan teknik analisis

data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dibahas tentang

tinjauan umum dan hasil penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini yang dibahas adalah

kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Definisi Konsep

1. Peranan

2. Pertunjukan

3. Seni

4. Tari

5. Tradisional

6. Jaran Kepang

B. Kerangka Berpikir

Menurut salah satu

teori.............................................

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam

penelitian skripsi ini adalah dengan menganalisis

suatu proses kegiatan secara sistematis dan

obyektif yang dilakukan dengan cara mengkaji

berbagai buku atau literature yang berhubungan

dengan masalah yang sedang diteliti. Untuk

memperoleh berbagai buku yang diperlukan dalam

kegiatan peneliti ini penulis mengunjungi

Perpustakaan UNINDRA, Perpustakaan Nasional, dan

beberapa perpustakaan lain. Selain itu penulis juga

melakukan pencarian data melalui laporan penelitian

peneliti lain yang terkait dengan penelitian yang

penulis bahas.

Waktu yang diberikan oleh pihak dosen untuk

melakukan penelitian ini kurang lebih 3 bulan.

Yaitu dari bulan Maret sampai dengan bulan Mei

2013.

B. Metode Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam penulisan mini

skripsi ini adalah penelitian kualitatif, yaitu

kegiatan penelitian yang dimaksudkan untuk menagkap

dan mengumpulkan informasi mengenai fenomena yang

ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya saat

penelitian dilakukan (Arikunto, 1990 : 309). Yang

dimaksudkan fenomena dalam penelitian ini adalah

kegiatan pertunjukan seni tari tradisional Jaran

Kepang itu sendiri.

Adapun metode penelitian yang digunakan adalah

metode penelitian sejarah Dalam rangka mencapai

penulisan sejarah, maka upaya merekonstruksi masa

lampau dari obyek yang diteliti adalah dengan

metode penelitian sejarah. Menurut Prof. Dr.

Kuntowijoyo Penelitian Sejarah mempunyai lima

tahap, yaitu:

1. Heuristik (pengumpulan sumber)

2. Verifikasi (kritik sumber)

3. Interpretasi

4. Historiografi

...............................................

.....

C. Sumber Data

1. Sumber Utama

a. ...................

b. ......................

c.

2. Sumber Pendukung

a. ............................

b. ..............................

c. ........................

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan

dalam kegiatan ini adalah dengan melakukan studi

pustaka, yaitu dengan membaca, menganalisis, san

menyimpulkan dari buku-buku yang merupakan sumber

utama dan dari buku serta media lainnya yang

merupakan sumber data pendukung.

E. Teknik Pencatatan Data

Teknik pencatatan data yang penulis lakukan

adalah :

1. Membuat ringkasan dan membuat catatan-catatan

pinggir baik yang bersifat komentar, analisis

ataupun interpretasi untuk mengidentifikasi

masalah.

2. Menyusun ringkasan dan catatan serta

mengelompokkan agar diperoleh gambaran dan fokus

kajian.

F. Teknik Analisis Data

Setelah mendapatkan berbagai data yang

diperlukan dalam penelitian ini selanjutnya penulis

melakukan analisis terhadap berbagai data tersebut

yaitu dengan menggunakan metode deskriptif.

Menurut Winarno Surakhmad (1989 : 132) Metode

dekriptif adalah usaha mencari penjelasan mengenai

suatu gejala pada masa lampau dan masih

memungkinkan diadakan penyelidikan pada masa

sekarang.

Dengan menggunakan teknik ini permasalahan yang

sedang diteliti lalu dikaji dan dibahas, sedangkan

data yang didapat dianalisis dan diinterpretasikan

untuk selanjutnya dibuat kesimpulan berdasarkan

hasil penelitian.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Mengenal Seni Tari Indonesia

Tari adalah unsur kebudayaan yang tidak dapat

lepas dalam kehidupan masyarakat, sebab merupakan

satu kesatuan yang utuh didalamnya. Menurut Prof.

Dr Soedarsono mengatakan bahwa seni tari adalah

ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dalam bentuk

gerak yang ritmis dan indah. Adapun unsur-unsur

pendukung dalam seni tari adalah :

1. Gerak

Gerak merupakan unsur yang dominan untuk

menimbulkannya harus ada kekuatan yang mampu

mengubah suatu sikap dari anggota tubuh. Seni tari

adalah perpaduan jenis gerak anggota tubuh yang

dapat dinikmati dalam satuan waktu dan dalam ruang

tertentu. Sehingga dapat dibedakan antara gerak

maknawi, murni dan refleks. Untuk mengungkapkannya

tidak dapat terlepas dari aspek berikut :

Tenaga, berdasarkan: volume gerak, cepat dan

lambat, lebar dan sempit gerakan tari.

Ruang, yaitu dimensi panjang, lebar yang

berfungsi sebagai tempat. Sekaligus dalam

mengungkapkan bentuk gerak pengaturan dan

penguasaan ruang dapat selaras.

Waktu, yaitu kapan harus cepat, lambat,

pendek sehingga membuat tari indah dipandang.

2. Iringan

Sebuah tari wujudnya bermacam-macam. Dalam

pertunjukan seni tari di Jawa diiringi musik

Gamelan. Musik Gamelan berasal dari bunyi alat

musik seperti:

Bonang barung dan penerus

Gender

Senthem

Kendang

Gong dan kempul

Kenong dan kethuk kempyong

Gambang

Rebab

Balungan (balongan demung dan saron burung)

Saron penerus

Suling dan kemenak

Dan lain sebagainya

Fungsi iringan, antara lain :

Menambah semarak dalam penyajian tari

Sebagai penanda dan memberi tanda perubahan

dalam gerak

Memberi tanda permulaan serta akhir

penampilan sebuah tari

3. Tema

Yaitu untuk mengidentifikasikan tari yang dalam

sebuah cerita tertentu. Seperti percintaan,

kepahlawanan, pergaulan, gembira, ataupun pantomim.

4. Rias dan busana

Yaitu berfungsi untuk menggambarkan watak,

karakter tokoh tertentu.

5. Ruang Pentas

Yaitu tempat yang digunakan selama pertunjukan

seni tari berlangsung. Didalam ruangan atau diluar

atau diruang terbuka seperti tanah lapang.

B. Pertumbuhan Seni Pertunjukan Di Jawa

Tari Jawa yang kita kenal sekarang pada garis

besarnya terdiri atas tradisi Surakarta dan

Yogyakarta. Menurut tradisi-tradisi sastra

menyertainya, asal-usul penciptaanya dikembalikan

pada raja : Panembahan Senopati, Sultan Agung

Anyakrakusuma / Hamengkubuwono I. Mereka dianggap

sebagai tokoh-tokoh besar dalam dinasti Mataram

Baru yang dianggap sebagai pencipta dari tari-

tarian di Jawa yang kita kenal sekarang. Ini

berarti tradisi Jawa menganggap bahwa Zaman Mataram

Baru yang berlangsung hingga sekarang ini merupakan

suatu kebulatan kosmos, lepas dari masa-masa

sebelumnya. Dilihat dari sudut pandang sejarah

kerajaaan-kerajaan :

Mataram Baru (Jawa Tengah Selatan) abad

16-20

Kadiri – Singarasari (Jawa Timur) abad 11-

13

Majapahit (Jawa Timur) abad 13-15

Sindok – Erlangga (Jawa Tengah) abad 8-10

Demak - Pajang (Jawa tengah utara) abad 16

Mataram Lama (Jawa Tengah) abad 8-10

Ini berarti pusat-pusat kekuasaan dan sebagai

akibatnya : juga pusat-pusat kebudayaanmberpindah-

pindah dar Jawa Tengah – Jawa Timur dan pindah lagi

ke Jawa Tengah selama 12 abad itu. Namun dapat

dikatakan bahwa Seni Tari yang berkembang di Jawa

sebagian besar adalah berasal dari masa Kerajaan

Mataram Baru, yaitu pada saat kepemimpinan

Panembahan Senopati (1586 – 1601) sampai dengan

Hamengkubuwono I (1755 - 1792).

Seni tari Jawa sering diidentikkan dengan

secara keseluruhan akan tampak sebagai satu jenis

tari daerah yang ditandai oleh sejumlah ciri yang

sama. Ciri-ciri ini antara lain :

Sikap dada yang tegap

Langkah-langkah yang tenang dan terukur

Gerak-gerak lengan dengan variasi arah yang

luas tetapi dengan posisi stabil pada siku

Penggunaan selendang untuk memperluas

kemungkinan bentuk

Dan lain sebagainya

Sebenarnya kalau dilihat dari elemen-elemen

gerak tariannya, bahwa tidak ada perbedaan yang

signifikan antara gaya tarian Surakarta dan gaya

tarian Yogyakarta. Hanya saja tarian di Yogyakarta

biasa bersifat klasik sedangkan di Surakarta

sedikit mengarah kepada gaya yang romantik.

C. Pertunjukan Seni Tari Tradisional Jaran Kepang Di

Jawa Tengah

Setiap daerah di Pulau Jawa banyak memiliki

pertunjukan seni. Salah satu yang menarik perhatian

adalah pertunjukan seni tari tradisional Jaran Kepang

atau bisa juga disebut Jathilan ataupun Kuda Lumping. Di

Kabupaten Banyumas Purwokerto khususnya seni

pertunjukan ini lebih dikenal dengan sebutan Jaran

Kepang. Maksud nama tersebut yakni dari kata Jaranan

yang berarti kuda-kudaan dan kepang yang berarti

anyaman bambu. Maka Jaran Kepang adalah sebuah

pertunjukan seni tari yang mempergunakan alat peraga

berupa kuda-kudaan yang dibuat dari anyaman bambu.

Pertunjukan seni tari tradisional Jaran Kepang ini

tidak hanya mempertunjukan sekelompok seniman yang

menari dengan menggunakan alat peraga berupa kuda-

kudaan yang dibuat dari bambu saja, karena pada setiap

pertunjukan Jaran Kepang ini para penarinya mengalami

kesurupan atau kehilangan kesadaran. Kesurupan atau

pada masyarakat Banyumas disebut dengan mendem adalah

lazim terjadi pada para penari. Mendem inilah yang

menjadi keunikan dalam pertunjukan seni tersebut. Hal

ini disebabkan karena pada setiap kali pertunjukan

seni tari tradisional Jaran Kepang dilakukan upacara-

upacara magis.

Ritual magis yang dilakukan pada setiap kali

pertunjukan seni tari tradisional Jaran Kepang ini

bertujuan untuk memanggil roh-roh. Roh-roh tersebut

dipanggil agar nantinya dapat masuk kedalam jiwa para

penari. Karena pada masyarakat Jawa kuno umumnya

percaya kepada satu kekuatan yang melebihi segala

kekuatan seperti misalnya memedi, lelembut, roh leluhur dan

lainnya. Kepercayaan ini biasa disebut dengan kejawen.

Kepercayaan kejawen pada masyarakat Jawa berarti adanya

hubungan yang terjalin diantara mereka dengan sosok

makhluk halus. Hubungan ini digambarkan dalam sebuah

kerjasama yakni masyarakat Jawa memanggil makhluk halus

tersebut dengan memberi imbalan jasa kepada mereka.

Imbalan tersebut sangat diperlukan untuk mempererat

hubungan diantara keduanya. Ketentuan tersebut berlaku

juga dalam pertunjukan seni tari tradisional Jaran

Kepang, yakni pada setiap pertunjukannya akan selalu

dihidangkan sesajen.

Sesajen adalah penyerahan sajian pada saat tertentu,

ditempat dan pada waktu tertentu. Sesajen biasa

berbentuk hidangan ramuan bunga-bungaan tertentu dan

beberapa macam makanan ataupun minuman tertentu.

Sesajen ini memancing para roh makhluk halus untuk

hadir dalam pertunjukan seni tari tradisional Jaran

Kepang dan ikut serta bergabung didalamnya. Pemanggilan

para roh makhluk halus selain dengan menghadiahkan

sajian-sajian tetapi juga dengan mantra-mantra yang

dibacakan oleh seorang dukun pemanggil roh. Dukun

tersebut membacakan mantra-mantra tertentu dengan

membakar kemenyan.

Ritual magis itulah yang dilakukan pada setiap kali

pertnujukan seni tari tradisional Jaran Kepang

berlangsung. Ritual magis ini yang menjadikan

pertunjukan Jaran Kepang memiliki keunikan. Yaitu

sebuah pertunjukan seni tari tradisional yang tidak

hanya mempertunjukan sebuah tarian Kuda tetapi dengan

melibatkan sosok roh makhluk halus didalamnya. Hal

inilah yang menjadi sebab para penari mengalami

kesurupan hingga seolah-olah mereka sendiri adalah

kuda, berjingkrak-jingkrak, meringkik, makan butiran

padi, beling dan lain sebagainya.

Pertunjukan seni tari Jaran Kepang biasa dilakukan

oleh penari yang berjumlah 5 sampai 12 orang. Para

penarinya identik mengenakan kostum berwarna ceria,

seperti merah, kuning dan hijau. Pada pertunjukan ini

diiringi oleh musik Gamelan Jawa, yaitu seperti alat

musik kendang, kempul, gong, kenong, gambang, saron,

dan lain sebagainya. Adanya musik pengiring ini

berfungsi untuk menambah semarak dalam penyajian tari,

sebagai pengendali dan memberi tanda perubahan dalam

gerakan tari, dan memberi tanda permulaan serta akhiran

penampilan tari. Musik Gamelan ini pun memiliki volume

kecepatan tertentu, disesuaikan dengan tarian. Hal ini

mendebarkan hati para penonton, adrenalin naik dan

membuat antusias.

Pertunjukan seni tari tradisional Jaran Kepang di

kabupaten Banyumas Purwokerto dilakukan pada saat

tertentu. Biasanya pertunjukan ini dilaksanakan dalam

acara syukuran tertentu seperti perkawinan, pesta

rakyat dalam pemilihan para abdi masyarakat (Lurah /

kepala desa). Pertunjukan seni tari Jaran Kepang ini

bersifat hiburan bagi rakyat setempat. Namun dalam

perkembangannya pertunjukan seni tari Jaran Kepang ini

juga dipertunjukan oleh seniman jalanan yang mengamen

di pasar-pasar.

Berikut adalah catatan Cliford Geertz yang meneliti

tentang pertunjukan seni tari tradisional Jaranan :

Lepas lohor serombongan tari kuda keliling lewat

dan saya suruh mereka bermain. Ada 5 orang dalam

rombongan itu. seorang memikul gendang besar sambil

berjalan mereka menabuh gendang itu untuk menarik

perhatian. tiga orang lainnya, seorang dalam pakaian

pelawak dari karung goni dan memakai topeng, yang

lainnya mengendarai kuda kepang yang di cat hitam

putih, berjingkrak-jingkrak sepanjang jalan.

Tarian kuda itu mulai dengan pukulan gendang dengan

permainan musik yang sederhana dan mendebarkan hati.

Dua diantara pemain yang mengendarai kuda mulai menari

seperti kuda keluar masuk beriringan. Sementara itu

orang yang ketiga menyediakan semangkuk air dan untaian

padi yang dianggap makanan kuda yang sebenarnya.

Sejenak kemudian kuda itu mulai lebih lincah dan mulai

menari berjingkrak-jingkrakkan. Kemudian seorang

diantaranya berhenti dan mengambil cambuk, lalu

memimpin yang pertama dengan cambuk mula-mula tanpa

mengenainya, tapi hanya sekedar mengenainya dari waktu

ke waktu.

Yang pertama sekarang berada dalam keadaan

kerasukan dan mulai menirukan kuda sampai selengkap-

lengkapnya. Dalam keadaan ini ia menghirup air sebagai

seekor kuda dan jelas dengan rasa senang memakan

untaian padi itu dan terus begitu untuk beberapa saat

mencium makanan, berjingkrak-jingkrakan menjauhinya,

memakannya, mengecapnya dan seterusnya. Menjelang akhir

ia melakukan tarian jingkrakan lagi dan berakhir

dengan kuda lumpingnya diangkat diatas kepalanya.

Ini adalah klimaksnya, ia disadarkan dari keadaan

itu oleh seorang pembantu yang berjalan dibelakangnya,

mendekapnya sambil mengguncangkan tangannya agar

melepaskan kuda lumping itu dan emencambuk kedua

kakinya agar tidak bisa berdiri tegak, karena orang

yang dalam kerasukan itu agak bersandar kepadanya.

Kemudian kuda lumping itu diambil dan diletakkan

memanjang didepan orang itu, secara simbolis

menutupinya, kemudian pembantu itu mencambuknya sekali

dengan keras. Ketika orang kesurupan itu akhirnya

disentak dengan bola karet hitam pada dadanya, ia sadar

kembali. Ia tampak bingung. Dalam keadaan pusing, ia

duduk kembali dan perlahan-lahan sadar diri. Sementara

penolongnya menunggui disekeliling untuk menjaga agar

ia tidak berkeliaran kesana kemari atau mengamuk.

Catatan tersebut adalah contoh dalam pertunjukuan

seni tari Jaran Kepang dimana Cliford Geertz adalah

penonton. Jelaslah bahwa pertunjukan seni tari

tradisional Jaran Kepang adalah sebuah pertunjukan seni

tari tradisional yang memiliki keunikan. Yang paling

terlihat jelas adalah ketika para penari Jaranan

mengalami kesurupan atau kehilangan kesadaran.

Kesurupan tersebut adalah nyata terjadi, ditandai

dengan bertambahnya volume kecepatan suara pada

permainan musik gamelan. Para penari yang semula menari

seperti pada umumnya kemudian berubah menjadi liar

seperti kuda sesungguhnya. Memakan padi, meringkik

seperti kuda, melompat, berjingkrak-jingkrakan kesana

kemari dengan sangat lincah bahkan seringkali para

penari yang sedang kesurupan ini berlari mendekati

penonton.

Pada tahap inilah keunikan dari pertunjukan seni

tari taradisional Jaran Kepang terlihat. Para penonton

sangat menunggu-nunggu momen kesurupan tersebut. Pada

saat para penari sedang kesurupan, para penonton lebih

tampak antusias untuk menonton pertunjukan ini.

Walaupun terkadang mereka merasa khawatir dan takut

terhadap para penari yang berlari kesana-kemari dan

mendekati mereka. Sesekali para penonton tersebut

berlari menjauh menghindari para penari yang kesurupan

tersebut. Tetapi tidak langsung meninggalkan tempat

pertunjukan tetapi kemudian kembali mendekati arena

pertunjukan seni tari Jaran Kepang ini. Bahkan para

penonton tersebut menyaksikan pertunjukan ini hingga

selesai, seakan-akan tidak ingin ketinggalan

pertunjukan ini. Hal ini menunjukan adanya daya tarik

yang tinggi, adanya rasa ingin tau yang besar dari

penonton terhadap pertunjukan ini.

Ketika pertunjukan seni tari Jaran Kepang sedang

berlangsung, terutama pada saat penari kesurupan.

Menandakan sosok roh makhluk halus yang dipanggil oleh

dukun telah hadir, ikut bekerjasama, ikut berpesta

diiringi musik gamelan yang terdengar mendebarkan hati.

Suasana mistis yang kian terasa saat tercium wangi

kemenyan yang dibakar dan tentunya dengan gerakan

lincah sang penari Jaranan yang bertindak seperti kuda.

Berlari-lari, berjingkrak-jingkrak, memakan padi,

pecahan beling, meringkik dan lain sebagainya.

Hal inilah yang mendasari para penari Jaran Kepang

mengalami kesurupan.

Jaran Kepang atau yang sering kita kenal dengan

Kuda Lumping adalah sebuah pertunjukan tari tradisional

yang berasal dari Jawa. Pertunjukan seni tari

tradisional Jaran Kepang adalah pertunjukan seni tari

tradisional yang memiliki banyak keunikan didalamnya.

Keunikan-keunikannya