MINI CASE REPORT
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
5 -
download
0
Transcript of MINI CASE REPORT
MINI CASE REPORT
Nama pasien : Jammaro
Tanggal lahir : 31 Desember 1980
Suku : Makassar
Jenis Kelamin : Perempuan
Anam. Lengkap :
Keluhan utama : Nyeri perut dan Kembung
Keluhan tambahan : Mual, sesak, pusing, badan lemas
Riw. Peny. Sekarang : Pasien datang ke Poskesdes Boddia
dengan keluhan nyeri perut sejak 3 jam sebelum ke
Poskesdes. Nyeri lebih terasa di sebelah kiri, nyeri seperti
diremas-remas, nyeri menjalar ke uluhati seperti tertekan,
nyeri disertai dengan sesak karena menahan rasa sakit.
Pasien juga mengeluh mual tapi tidak muntah. Perut terasa
kembung. Pusing dirasakan seperti berputar disertai dengan
rasa pegal dileher, badan terasa lemas,nafsu makan menurun.
Riw. Peny. Dahulu : Riwayat Gastritis (sejak 1 tahun yang
lalu)
Riw. Peny. Keluarga : Tidak diketahui
Riw. Alergi : Alergi makanan dan obat-obatan
disangkal
Riw. Pengobatan : belum pernah berobat untuk mengurangi
keluhan
Riw. Psikososial : Ny.J mengaku jarang makan (satu kali
sehari), mengkonsumsi makan-makanan bersantan, asam, pedas.
Jarang minum (sehari± 4 gelas), rutin minum kopi tiap pagi
(1 kali sehari), tidak minum-minuman bersoda. Sering menahan
BAK.
Tanda vital : Tek. Darah : 120/70
Nadi : 86 x / menit
Pernapasan : 20 x / menit
Suhu : 36.5 C
Status Gizi : Baik
Pem. Fisik :
KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis dan kooperatif
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan abdomen
kiri (+)
Perkusi : Timpani pada 4 kuadran
Pem. penunjang : -
Diagnosis : Gastristis Akut
Dif. Diagnosis : Kolesistitis, Kolelitiasis,
Gastroenteritis, Ulkus peptikum
Perenc. Terapi :
Non medikamentosa : Istirahat, Diet makanan lunak, makan
sering porsi sedikit
Medika mentosa : Antasida 400 mg (3 x 1) , PPI
(Omeprazol), Analgesik (Asam mefenamat 500 mg 2 x 1)
KAJI PUSTAKA
A. Definisi
Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub
mukosa lambung (Herlan, 2003), atau peradangan pada lapisan
lambung Secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya
inflitrasi sel-sel radang pada daerah tersebut.
Gastritis merupakan radang jaringan dinding lambung yang timbul
akibat infeksi virus atau bakteri patogen yang masuk kedalam
saluran pencernaan (Endang, 2001).
Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung, gambaran klinis
yang ditemukan berupa dyspepsia atau indigesti. Berdasarkan
endoskopi ditemukan edema mukosa, sedangkan hasil foto
memperlihatkan iregularitas mukosa (Dongoes, 2000 ).
B. Klasifikasi
Gastritis secara garis besar dapat dibagi menjadi beberapa
macam berdasarkan pada manifestasi klinis, gambaran yang khas,
distribusi anatomi, kemungkinan patogenesis gastritis, terutama
gastritis kronis. Didasarkan pada manifestasi klinis, gastritis
dapat dibagi menjadi gastritis akut dan gastritis kronik, selain
itu gastritis juga dikelompokkan menjadi penyakit maag yang
organik dan penyakit maag fungsional.
Tipe-tipe Gastritis
1. Gastritis Akut
Lesi mukosa akut berupa erosi dan perdarahan akibat faktor-faktor
agresif atau akibat gangguan sirkulasi akut mukosa lambung, pada
sebagian besar kasus merupakan penyakit yang ringan dan sembuh
sempurna. Gastritis akut merupakan kelainan klinis akut yang
jelas penyebabnya dengan tanda dan gejala yang khas, biasanya
ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil (Price, 2005).
Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat
berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosive atau
gastritis haemorrhagic, disebut gastritis haemorrhagic karena
penyakit ini dijumpai perdarahan mukosa lambung dan terjadi erosi
yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa
tempat,menyertai infeksi pada mukosa lambung (Herlan, 2001).
Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna
asam atau alkali kuat yang dapat menyebabkan mukosa menjadi
gangrene atau perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat terjadi
yang menyebabkan obstruksi pylorus (Brunner dan Suddart , 2003).
Gastritis akut dapat disebabkan oleh beberapa hal :
a. Iritasi yang disebabkan oleh obat-obatan, aspirin, obat
antiinflamasi nonsteroid
b. Adanya asam lambung dan pepsin yang berlebihan
c. Dalam sebuah jurnal kedokteran, peneliti dari Unversitas
Leeds, mengungkapkan stress dapat mempengaruhi kebiasaan
makan seseorang. Saat stres, orang cenderung makan lebih
sedikit, stres juga menyebabkan perubahan hormonal dalam
tubuh dan merangsang produksi asam lambung dalam jumlah
berlebihan. Akibatnya, lambung terasa sakit, nyeri, mual,
mulas, bahkan bisa luka (O’Connor, 2007).
d. Waktu makan yang tidak teratur, sering terlambat makan,
atau sering makan berlebihan.
e. Menurut penelitian yang dilakukan Herlan pada tahun 2001
sekitar 20% faktor etiologi dari gastritis akut yaitu
terlalu banyak makanan yang berbumbu.pada orang yang sering
meminum Alkohol dan bahan kimia lainya yang dapat
menyebabkan peradangan dan perlukaan pada lambung.
f. Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung : trauma, luka
bakar, sepsis.
Secara makroskopik, terdapat erosi mukosa dengan lokasi
berbeda , jika disebabkan karena obat-obatan AINS, terutama
ditemukan didaerah antrum, namun dapat juga menjalar.
Sedangkan secara mikroskopik, terdapat erosi dengan
regenerasi epitel dan ditemukan reaksi sel inflamasi
Neutrofil yang minimal (Mansjoer, 2001).
2. Gastritis Kronik
Disebut gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang
terjadi pada lamina propia dan daerah intra epitelial terutama
terdiri atas sel-sel radang kronik, yaitu limfosit dan sel
plasma. Kehadiran granulosit neutrofil pada daerah tersebut menandakan
adanya aktivitas. Gastritis kronik dapat dibagi dalam berbagai
bentuk tergantung pada kelainan histologi, topografi, dan
etiologi yang menjadi dasar pikiran pembagian tersebut.
1. Klasifikasi histologi yang sering digunakan membagi gastritis
kronik yaitu:
a. Gastritis kronik superfisialis
Apabila dijumpai sebukan sel-sel radang kronik terbatas
pada lamina propia mukosa superfisialis dan edema yang
memisahkan kelenjer-kelenjer mukosa, sedangkan sel-sel
kelenjer tetap utuh sering dikatakan sebagai permulaan
gastritis kronik.
b. Gastritis kronik atrofik
Sebuka sel-sel radang kronik menyebar lebih dalam disertai
dengan distori dan destruksi sel kelenjer mukosa lebih
nyata, dianggap sebagai kelanjutan dari gastritis kronik
superfisialis.
c. Atrofi Lambung
Atrofi ini dianggap merupakan stadium akhir gastritis
kronik. Pada saat itu struktur kelenjer menghilang dan
terpisah satu sama lain secara nyata dengan jaringan ikat,
sedangkan sebukan sel-sel radang juga menurunkan mukosa
menjadi sangat tipis sehingga dapat menerangkan mengapa
perdarahan menjadi terlihat pada saat pemeriksaan endoskopi.
d. Metaplasia intestinal
Suatu perubahan histologi kelenjer-kelenjer mukosa lambung
menjadi kelenjer-kelenjer mukkosa usus halus yang mengandung
sel gablet. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi
secara menyeluruh pada hampir seluruh segmen lambung tetapi
dapat pula hanya merupakan bercak-bercak pada beberapa
bagian lambung.
2. Menurut distribusi anatomisnya, gastritis kronik dapat
dibagi menjadi :
a. Gastritis kronik korpus (Gastritis Tipe A)
Perubahan-perubahan histologi terjadi terutama pada
korpus dan fundus lambung.bentuk ini jarang dijumapai,
sering dihubungkan dengan autoimun dan berlanjut menjadi
anemia pernisiosa, sel parietal yang mengandung kelenjer
mengalami kerusakan sehingga sekresi asam lambung
menurun. Pada manusia sel parietal juga berfungsi
menghasilkan faktor intrinsik oleh karena itu menyebabkan
terjadi gangguan absorbsi vitamin B12 yang menyebabkan
timbulnya anemia pernisiosa.
b. Gastritis Kronik Antrum (gastritis Tipe B).
Merupakan gastritis yang paling sering dijumpai dan
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kuman
Helicobacter Pylori. Sehingga dengan meningkatnya keasaman
lambung menyebabkan pertumbuhan bakteri berlebihan.
Selanjutnya terjadi metaplasia akibat langsung dari
trauma oleh bakteri tersebut, kemungkinan diperparah oleh
meningkatnya produksi kompleks nitrat dan N-nitroso
(Surya, 2009).
c. Gastritis Tipe AB
Merupakan ganstritis yang distribusi anatomisnya menyebar
keseluruh gaster, penyebaran kearah korpus cenderung
meningkat dengan bertambahnya usia (Herlan, 2003).
3. Dua aspek penting sebagai etiologi gastritis kronik yakni :
a. Aspek Imunologis
Hubungan antara sistem imun dan gastritis kronik menjadi
jelas dengan auto antibodi terhadap faktor intrinsik
lambung (intrinsik faktor antibodi) dan sel parietal
(parietal sel antibodi) pada pasien dengan anemia
pernisiosa. Antibodi terhadap sel parietal lebih dekat
hubungannya dengan gastritis korpus dalam berbagai
gradasi. Pasien gastritis kronik yang antibodi sel
parietalnya positi8f dan berlanjut menjadi anemia
pernisiosa mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut:
1. Secara histologis berbentuk gastritis kronik atrofik
predomas korpus, dapat menyebar ke antrum dan
hipergastremia.
2. Gastritis autoimun adalah diagnosis histologis karena
secara endoskopik amat sukar menentukkkanya, kecuali
apabila sudah amat lanjut.
3. Hipergastrinemia yang terjadi terus-menerus hebat
dapat memicu timbulnya karsinoid.
b. Aspek Bakteriologis
Untuk menentukan kaeadaan bakteri pada gastritis, biopsi
harus dilakukan pada saat pasien tidak mendapat
antimikroba selama 4 minggu. Bakteri yang paling penting
sebagai penyebab gastritis adalah Helicobakter pylori.
Selain mikroba dan
prose imunologis, faktor lain yang berpengaruh terhadap
patogenesis gastritis kronik adalah refluk kronik cairan
pankreatobillier, asam empedu dan lisolesitin.
Helicobacter pylori adalah kuman gram negatif yang juga
merupakan salah satu penyebab gastritis bentuk H.pylori
seperti spiral berekor diselubungi lapisan mirip rambut
atau flagella. Ia bersarang dan berkembang biak dalam
lapisan mukus perut, dalm suasana asam tinggi. Gejala
pengidap H.pylori tidak berbeda dengan penderita
gastritis biasa, yakni mual, kembung dan nyeri, hanya
bedanya berulang kali penyakitnya kambuh (kronis) (Syam,
2009).
3. Gastrtitis Organik Dan Gastritis Fungsional
Sakit maag ini dikelompokkan menjadi penyakit maag yang
organik dan penyakit maag fungsional. Pembagian ini
dilakukan setelah melalui pemeriksaan terutama pemeriksaan
endoskopi atau teropong saluran cerna. Dispespsia fungsional
ditetapkan jika dengan pemeriksaan baik secara endoskopi,
pemeriksaan ultrasonografi dan pemeriksaan laboratorium
tidak ditemukan penyebab lain dari sakit maag tersebut.
Definisi dispepsia atau sakit maag fungsional mutakhir yang
dipublikasi tahun lalu oleh
Dispepsia fungsional ini memang sangat berhubungan erat
dengan faktor psikis. Berbagai penelitian memang telah
membuktikan hubungan antara faktor fungsional dengan faktor
stres yang dialami seseorang terutama faktor kecemasan
(ansietas). Penelitian yang dilakukan oleh Melilea
menunjukkan bahwa kejadian sakit maag yang fungsional ini
lebih besar dari sakit maag yang organik yaitu mencapai 70-
80 % kasus sakit maag. (Melilea dan Fahrur, 2009).
C. Patofisiologi Gastritis
Seluruh mekanisme yang menimbulkan gastritis erosif
karena keadaan klinis yang berat belum diketahui benar.
Faktor-faktor yangn amat penting iskemia pada mukosa gaster,
disamping faktor pepsin, refluks empedu dan cairan pankreas.
Aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid merusak
mukosa lambung melaui beberapa mekanisme obat-obat ini dapat
menghambat aktivitas siklooksigenase mukosa. Siklooksigenase
merupakan enzim yang penting untuk pembentukkan
prostaglandin dari asam arakhidonat. Prostaglandin mukosa
merupakan salah satu faktor defensive mukosa lambung yang
amat penting, selain menghambat produksi prostaglandin
mukosa , aspirin dan obat antiinflamasi nonsteriod tertentu
dapat merusak mukosa secara topikal, kerusakan topikal
terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut bersifat
korosi8f sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa.
Pemberian aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid juga
dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung
sehingga kemampuan faktor defensif terganggu.
Gastritis terjadi karena adanya ketidakseimbangan
antara faktor agresif dan faktor defensive. Faktor agresif
itu terdiri dari asam lambung, pepsin, AINS, empedu, infeksi
virus, infeksi bakteri, bahan korosif: asam dan basa kuat.
Sedangakan faktor defensive tersebut terdiri dari mukus,
bikarbonas mukosa dan prostaglandin mikrosirkulasi.(Hirlan,
2001).
D. Penyebab Gastritis
1. Penyebab Gastritis akut
Dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya, sebagian
besar karena gastritis erosif menyertai timbulnya keadaan
klinis yang berat. Keadaan yang sering menimbulkan gastritis
erosif misalnya trauma yang luas operasi besar, gagal
ginjal, gagal nafas, penyakit hati yang berat, sengatan luka
bakar yang luas, trauma kepala, dan septikemia. Kira-kira
80-90% pasien yang dirawat di ruang intensif menderita
gastritis akut erosif ini. Gastritis akut jenis ini sering
disebut Gastritis stress. Penyebab lain adalah obat-obatan.
Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan gastritis erosif
adalah aspirin dan sebagian besar obat anti inflamasi non
steroid (Herlan, 2002).
Makan terlalu cepat atau makan makanan yang terlalu
berbumbu atau mengandung mikroorganisme penyebab penyakit
ini. Penyabab lain dari gastritis akut adalah mencakup
alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi
(Brunner & Suddarth, 2002).
Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan terkontaminasi),
kafein, alkohol dan aspirin merupakan agen pencetus yang
lazim infeksi Helicobacter Pylory lebih sering dianggap sebagai
penyebab gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada
epitel lambung dan menghancurkan mukosa pelindung,
meninggalkan daerah epital yang gundul. Obat lain juga
terlibat, misalnya anti inflamasi non steroid (NSAID)
misalnya Indometarin, Ibuprofen, Nafroksen, Sulfonamida, Steroid dan
Etanol juga diketahui mengganggu sawar nukosa lambung (Price
&.Wilson, 2006).
2. Penyebab Gastritis kronik
Dua aspek penting sebagai etiologi gastritis kronis
yakni aspek imunologi dan aspek mikrobiologis.
Aspek imunologis hubungan antara sistem imun dan
gastritis kronik menjadi jelas dengan ditemukannya auto
antibodi terhadap faktor intrinsik lambung (intrinsik
faktor antibodi) dan sel parietal (Parietal Cell Antibody) pada
pasien dengan anemia pernisiosa. Antibody terhadap sel
parietal lebih dekat hubungannya dengan gastritis kronik
korpus dalam berbagai gradiasi. Pasien gastritis kronik
atropik predominasi korpus, dapat menyebar ke atrium dan
hipergastrinemia. Gastritis autoimun adalah diagnosa
histologis karena secara endoskopik amat sukar
menentukannya kecuali sudah amat lanjut. Hipergastrinemia
yang terjadi terus menerus dan hebat dapat memicu
timbulnya karsinoid gastritis, tipe ini sulit dijumpai.
Aspek bakteriologi agar dapat mengetahui keberadaan
bakteri pada gastritis, biopsi harus dilaksanakan waktu
pasien tidak mendapat antimikroba selama 4 (empat) minggu
terakhir. Bakteri yang paling penting sebagai penyebab
gastritis adalah Helicobacter Pylory. Gastritis yang ada
hubungannya dengan Helicobacter Pylory lebih sering
dijumpai dan biasanya merupakan gastritis tipe ini. Atropi
mukosa lambung dapat terjadi pada banyak kasus setelah
bertahun-tahun mendapat infeksi Helicobacter Pylory. Atropi
terbatas pada atrium, pada korpus atau mengenai keduanya
dalam stadium ini pemeriksaan serologi terhadap Helicobacter
Pylory lebih sering memberi hasil negatif.
Kejadian gastritis kronik, terutama gastritis kronik
antrum meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Di negara
Barat, populasi yang usianya pada dekade ke-6 hampir 80%
menderita gastritis kronik dan menjadi 100% pada saat usia
mencapai dekade ke-7. Selain mikroba dan proses
imunologis, faktor lain juga berpengaruh terhadap
patogenesis Gastritis adalah refluks kronik cairan
penereatotilien, empedu dan lisolesitin (Herlan, 2002).
Gastritis dapat digolongkan menjadi dua, yaitu Gastritis
Tipe A dan gastritis Tipe B. Tipe A sering disebut sebagai
gastritis auto imun diakibatkan dari perubahan dari sel
parietal, yang menimbulkan atropi dan infiltrasi seluler.
Hal ini dihubungkan dengan penyakit auto imun seperti
anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari
lambung. Tipe B kadang disebut sebagai Helicobacter Pylory
mempengaruhi antrium dan pilorus (ujung bawah dekat
duodenum). Ini dihubungkan dengan bakteri Helicobacter Pylory (H.
Pylory). faktor lain seperti diet minum pedas atau panas,
penggunaan obat-obatan dan alkohol, merokok atau refleks
isi usus ke dalam lambung (Brunner & Suddarth, 2002).
E. Manifestasi Klinis Gastritis
1. Gastritis akut
Sindrom dispepsia berupa berupa nyeri epigastrium,
mual, kembung dan muntah merupakan salah satu keluhan
yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan saluran
cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disesuaikan
dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya,
jika dilakukan anamnesis lebih dalam, tanpa riwayat
penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu
(Mansjoer, 1999).
Ulserasi superfisial yang dapat terjadi dan dapat
menimbulkan Hemoragi, ketidaknyamanan abdomen (dengan
sakit kepala, mual dan anoreksia) dan dapat terjadi
muntah, serta cegukan beberapa pasien adalah asimtomatik,
kolik dan diare dapat terjadi jika makanan pengiritasi
tidak dimuntahkan, tetapi mencapai usus besar, pasien
biasanya sembuh kira-kira dalam sehari meskipun nafsu
makan kurang atau menurun selama 2 sampai 3 hari (Monica
Ester, 2002).
Keluhannya bervariasi, mulai dari yang sangat ringan
sampai asimtomatik sampai sangat berat yang dapat membawa
kematian.
2. Gastritis kronis
Tipe A biasanya meliputi asimtomatik kecuali untuk
gejala defisiensi B 12 dan pada Gastritis Tipe B pasien
mengeluh anoreksia, sakit ulu hati setelah makan,
bersendawa, rasa pahit atau mual dan muntah (Ester,
2002).
Kebanyakan tidak mempunyai keluhan. Hanya sebagian kesil
mengeluh nyeri hati, anoreksia, nusea dan pada
pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan (Mansjoer,
2001).
F. Penatalaksanaan Gastritis
1. Gastritis akut
Faktor utama adalah dengan menghilangkan etiologinya,
diet lambung dengan posisi kecil dan sering. Obat-obatan
ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa
antagonis reseptor H2 Inhibition pompa proton,
antikolinergik dan antasid juga ditujukan sebagai sifo
protektor berupa sukralfat dan prostaglandin (Mansjoer,
1999).
Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan
terhadap setiap pasien dengan resiko tinggi, pengobatan
terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat
yang dapat menjadi kuasa dan pengobatan suportif.
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida dan
antagonis H2 sehingga mencapai PH lambung 4. Meskipun
hasilnya masih jadi perdebatan, tetapi pada umumnya tetap
dianjurkan.
Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita
penyakit dengan keadaan klinis yang berat. Untuk pengguna
aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan yang
terbaik adalah dengan Misaprostol, atau Devivat Prostaglandin
Mukosa.
Dahulu sering dilakukan kuras lambung dengan air es
untuk menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas,
karena tidak ada bukti klinis yang dapat menunjukkan
manfaat tindakan tersebut untuk menghenti-kan perdarahan
saluran cerna bagian atas, pemberian antasida, antagenis
H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek
teraupetiknya masih diragukan. Biasanya perdarahan akan
segera berhenti bila keadaan si pasien membaik dan lesi
mukosa akan segera normal kembali, pada sebagian pasien
biasa mengancam jiwa. Tindakan-tindakan itu misalnya
dengan endoskopi skleroterapi, embolisasi arteri gastrika
kiri atau gastrektomi. Gastrektomi sebaiknya dilakukan hanya
atas dasar abolut (Herlan, 2001).
Penatalaksanaan medikal untuk gastritis akut
dilakukan dengan menghindari alkohol dan makanan sampai
gejala, dilanjutkan diet tidak mengiritasi. Bila gejala
menetap, diperlukan cairan intravena. Bila terdapat
perdarahan, penatalaksanaan serupa dengan pada hemoragi
saluran gastrointestinal atas. Bila Gastritis dihubungkan
dengan alkali kuat, gunakan jus karena adanya bahaya
perforasi.
2. Gastritis kronis
Faktor utama adalah ditandai oleh progesif epitel
kelenjar disertai sel parietal dan chief cell. Dinding
lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan yang
rata, Gastritis kronis ini digolongkan menjadi dua
kategori Tipe A (Altrofik atau Fundal) dan tipe B
(Antral). Gastritis kronis Tipe A disebut juga gastritis
altrofik atau fundal, karena mempunyai fundus pada
lambung Gastritis kronis Tipe A merupakan suatu penyakit
auto imun yang disebabkan oleh adanya auto antibodi
terhadap sel. Parietal kelenjar lambung dan faktor
intrinsik dan berkaitan dengan tidak adanya sel parietal
dan Chief Cell, yang menurunkan sekresi asam dan menyebabkan
tingginya kadar gastrin.
Gastritis kronis Tipe B disebut juga sebagai
gastritis antral karena umunya mengenai daerah atrium
lambung dan lebih sering terjadi dibandingkan dengan
Gastritis kronis Tipe A. Penyebab utama gastritis Tipe B
adalah infeksi kronis oleh Helicobacter Pylory. Faktor
etiologi gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol
yang berlebihan, merokok, dan refluks dapat mencetuskan
terjadinya ulkus peptikum dan karsinoma.
Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung
pada penyakit yang dicurigai. Bila terdapat ulkus duodenum,
dapat diberikan antibiotik untuk membatasi Helicobacter
Pylory. Namun demikian lesi tidak selalu muncul dengan
gastritis kronis alkohol dan obat yang diketahui
mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia
defisiensi besi (yang disebabkan oleh perdarahan kronis),
maka penyakit ini harus diobati, pada anemia pernisiosa
harus diberi pengobatan vitamin B.12 dan terapi yang
sesuai.
Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan
meningkatkan istirahat mengurangi dan memulai
farmakoterapi. Helicobacter Pylory dapat diatasi dengan
antibiotik (seperti Tetrasiklin atau Amoxicillin) dan garam
bismut (Pepto bismol). Pasien dengan Gastritis Tipe A
biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B.12..
G. Pencegahan Gastritis
Walaupun kita tidak bisa selalu menghilangkan Helicobacter
pylori, tetapi timbulnya gastritis dapat dicegah dengan hal-
hal berikut :
1) Menurut sejumlah penelitian, makan dalam jumlah kecil
tapi sering serta memperbanyak makan makanan yang
mengandung tepung, seperti nasi, jagung, dan roti akan
menormalkan produksi asam lambung. Kurangilah makanan
yang dapat mengiritasi lambung, misalkan makanan yang
pedas, asam, dogoreng, dan berlemak.
2) Hilangkan kebiasaan mengkonsumsi alkohol. Tingginya
konsumsi alkohol dapat mengiritasi atau merangsang
lambung, bahkan menyebabkan lapisan dalam lambung
terkelupas sehingga menyebabkan peradangan dan
perdarahan di lambung.
3) Jangan merokok. Merokok akan merusak lapisan pelindung
lambung. Oleh karena itu, orang yang merokok lebih
sensitif terhadap gastritis maupun ulser. Merokok juga
akan meningkatkan asam lambung, melambatkan kesembuhan,
dan meningkatkan risiko kanker lambung.
4) Ganti obat penghilang rasa sakit, jika memungkinkan
jangan menggunakan obat pengialng rasa sakit dari
golongan NSAIDs, seperti aspirin, ibuprofen, dan
naproxen dan obat-obat tersebut dapat mengiritasi
lambung.
5) Berkonsultasi dengan dokter bila menemukan gejala sakit
maag.
6) Memelihara tubuh. Problem saluran pencernaan seperti
rasa terbakar di lambung, kembung, dan konstipasi lebih
umum terjadi pada orang yang mengalami kelebihan berat
badan (obesitas). Oleh karena itu, memelihara berat
badan agar tetap ideal dapat mencegah terjadinya sakit
maag.
7) Memperbanyak olahraga. Olahraga aerobik dapat
meningkatkan detak jantung yang dapat menstimulasi
aktivitas otot usus sehingga mendorong isi perut
dilepaskan dengan lebih cepat. Disarankan aerobik
dilakuakn setidaknya selam 30 menit setiap harinya.
8) Manajemen stres. Stres dapat meningkatkan serangan
jantung dan stroke. Kejadian ini akan menekan respons
imun dan akan mengakibatkan gangguan pada kulit. Selain
itu, kejadian ini juga akan meningkatkan produksi asam
lambung dan menekan pencernaan. Tingkat stres seseorang
berbeda-beda untuk setiap orang. Untuk menurunkan
tingkat stress disarankan banyak mengkonsumsi makanan
bergizi, cukup istirahat, berolahraga secara teratur,
serta selalu menenangkan pikiran.
PEMBAHASAN
Dari data kasus Pasien Ny. J di diagnosis bahwa ny. J
menderita penyakit Gastritis. Dari hasil anamnesis lengkap
gejala yang dikeluhkan pasien sesuai dengan teori yang
ada. Pemberian terapi yang diberikan juga sudah sesuai
dengan prosedur. Hanya saja oleh karena ketebatasan sarana
dan prasarana di tempat pelayanan kesehatan dalam hal ini
di Posekesdes Boddia maka petugas tidak menyertakan
pemeriksaan penunjang untuk menunjang diagnosis.
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, W. Aru dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I Edisi V. Jakarta : Internal Publishing.
Kumar, R. 2013. Dasar – Dasar Patofisiologi Penyakit.
Jakarta : Binarupa Aksara Publisher
Sudibjo, Prijo. 2012. Gastritis.
(http://www.umm.edu/sense/articles/anatomi mata.htm.
diakses 8 Juni 2013).