HUKUM AGRARIA FIX

43
HUKUM AGRARIA KONSOLIDASI TANAH 1. ASMAUL HUSNA (120200221) 2. LINO .F.SIBARANI (120200223) 3. NOVICA.A.P (120200475) 4. REGINA A.L.TOBING (120200236) 5. ROMAULI PURBA (120200215) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013

Transcript of HUKUM AGRARIA FIX

HUKUM AGRARIA

KONSOLIDASITANAH

1. ASMAUL HUSNA (120200221)

2. LINO .F.SIBARANI (120200223)

3. NOVICA.A.P (120200475)4. REGINA A.L.TOBING

(120200236)5. ROMAULI PURBA

(120200215)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2013

BAB IPENDAHULUAN

Tanah sebagai salah satu kekayaan bangsa Indonesia harusdimanfaatkan untuk sebesar – besarnya kemakmuran rakyat. Untukmewujudkan hal itu maka pemanfaatan tanah perlu dilaksanakandalam bentuk pengaturan, penguasaan dan penatagunaan tanah. Modelyang dapat digunakan adalah konsolidasi tanah sebagai salah satuupaya untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah sertamenyelaraskan kepentingan individu dengan fungsi sosial tanahdalam rangka pelaksanaan pembangunan.

Dewasa ini pembangunan wilayah pemukiman di kawasanperkotaan berkembang dengan pesat. Oleh karena itu diperlukanpenguasaan dan pemanfaatan tanah secara optimal melaluipeningkatan efisiensi dan produktivitas pengunaan tanah, demiterwujudnya suatu tatanan penguasaan dan pengunaan yang tertibdan teratur.

Optimalisasi penguasaan dan pemanfaatan tanah dimaksuddilandasi dengan suatu keyakinan kebahagiaan hidup akan terwujudapabila didasarkan atas keserasian, keselarasan dan keseimbanganhidup manusia sebagai pribadi, dan terjalinnya hubungan antaramanusia dengan sesamanya, hubungan manusia dengan alam danhubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Keyakinan tersebutmerupakan landasan ideal dan moral dalam pelaksanaan konsolidasitanah.

Selain landasan ideal dan moral tersebut, maka konsolidasitanah sebagai salah satu manifestasi pelaksanaan pembangunandidasarkan pula pada landasan konstitusional yakni pada pasal 33ayat 3 UUD 1945 dan landasan operasional yakni TAP MPR NO.IV/MPR/1999 tentang Garis – Garis Besar Haluan Negara yangmenghendaki agar bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dipergunakan untuk sebesar – besarnya kemakmuran rakyat

dengan memperhatikan keseimbangan antara kemakmuran lahiriah dankepuasan batiniah. Oleh karena itu dikembangkan kebijaksanaanpertanahan untuk meningkatkan pemanfaatan dan pengunaan tanahsecara adil, transparan , dan produktif dengan mengutamakan hak –hak rakyat setempat termasuk hak ulayat dan masyarakat adat,serta berdasarkan tata ruang wilayah yang serasi dan seimbang.

Dalam pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan seyogianyamengacu pada Rencana Tata Ruang Kota dari suatu perencanaan kotayang sudah dibuat dengan baik dan memenuhi persyaratan formalyang melibatkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan,pelaksanaan dan pengendalian pemanfaatan pelaksanaan konsolidasitanah perkotaan.

Hal – hal yang dikemukakan di atas merupakan manifestasiperlindungan hak – hak atas tanah, sebagaimana diatur dalam UUD1945, Tap MPR No. XVII/ MPR/ 1998 tentang Hak Asasi Manusia, UUNo. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agrariaatau disebut Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) , UU No. 24 tahun1992 tentang Penataan Ruang , UU No.23 tahun 1997 tentangPengelolaan Lingkungan Hidup, UU No.39 tahun 1999 tentang HAM,dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.4 tahun1991tentang Konsolidasi Tanah.

Konsolidasi tanah adalah kebijaksanaan pertanahan mengenaipenataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta usahapengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, untuk meningkatkankualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam denganmelibatkan partisipasi aktif masyarakat. Kegiatan konsolidasitanah pada hakekatnya meliputi aspek – aspek antara lain :

a. Aspek pengaturan penguasaan atas tanah, tidak saja menatadan menertibkan bentuk fisik bidang – bidang tanah, tetapijuga hubungan hukum antara pemilik dan tanahnya.

b. Aspek penyerasian pengunaan tanah dengan rencana tata gunatanah atau tata ruang .

c. Aspek penyediaan yanah untuk kepentingan pembangunan jalandan fasilitas umum lainnya yang diperlukan.

d. Aspek peningkatan kualitas lingkungan hidup atau konservasisumber daya alam.

Dalam kegiatan konsolidasi tanah sebagai bagian programpembangunan akan dihindarkan kegiatan penggusuran terhadapmasyarakat yang menjadi peserta.

Pengaturan hukum konsolidasi tanah saat ini belum memadaidijadikan sebagai instrument kebijakan pertanahan dalam penataanruang. Hal ini karena peraturan perundang – undangan mengenaikonsolidasi tanah yang masih pada tingkat Peraturan Kepala Badanmempunyai beberapa kelemahan. Salah satu diantaranya adalahperaturan tersebut belum mampu mengikat para pihak untukmelaksanakan konsolidasi tanah. Peraturan yang ada saat ini hanyabersifat intern – administratif bagi aparat pertanahan untukmelaksanakan konsolidasi tanah.

Pelaksanaan konsolidasi tanah didasarkan pada perjanjianantara pihak peserta konsolidasi tanah dengan pelaksana, yaknikantor pertanahan melalui penandatanganan surat persetujuanpelaksanaan konsolidasi tanah dan surat pelepasan ha katas tanah.Akibat hukum dari kesepakatan tersebut adalah timbulnya hak dankewajiban masing – masing pihak. Kewajiban peserta konsolidasitanah adalah menyetujui pelaksanaan konsolidasi tanah danmemberikan sumbangan tanah untuk pembangunan. Kewajiban pelaksanakonsolidasi tanah adalah melaksanakan konsolidasi tanah, yaknimelakukan penataan bidang – bidang tanah menjadi tertib danteratur. Namun dalam perautan perundang – undangan mengenaikonsolidasi tanah belum diatur mengenai hak dan kewajiban masing– masing pihak secara rinci.

BAB II

PERMASALAHANBerlandaskan pada pasal 1 ayat (3) UUD’45 Indonesia merupakanNegara hukum , sehingga segala tindakan, kebijakan, kegiatanpemerintah yang menyangkut kepentingan umun harus ada dasarnya .Konsolidasi Tanah adalah salah satu kebijakan Pemerintah dibidangpertanahan, yang juga harus mempunyai dasar hukum gunapelaksanaannya dalam masyarakat.

Kemudian seperti yang kita ketahui bersama bahwa sebagian besarwarga Indonesia kehidupannya bergantung kepada tanah dan sumberdaya alam. Sudah seharusnya pemerintah menjadikan masalahpertahanan dan kekayaan alam, sebagai salah satu isu strategisyang di prioritaskan penataannya. Pemerintah hendaknyamemprioritaskan perlindungan dan penataan hak-hak masyarakat atastanah dan kekayaan alam selama ini diabaikan.

Dengan demikian dalam makalah ini kami mengangkat beberapapermasalahan agar cakupan dari pokok bahasan tidak terlalu luasdan keluar dari jalur pembahasan.

Dalam hal ini kami mengangkat beberapa permasalahan , antara lain:

1. Apa landasan hukum pelaksanaan konsolidasi tanah?

2. Bagaimana kompleksitas dari penataan ruang kota?

BAB III

PEMBAHASAN

Tanah adalah kekayaan bangsa Indonesia yang harus

dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk rakyat, seperti yang telah

tercantum dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Dalam proses

pemanfaatan tanah untuk kemakmuran rakyat tersebut perlu

dilaksanakan sebuah pengaturan penguasaan dan penatagunaan tanah

dan hasil guna penggunaan tanah serta menyelaraskan kepentingan

individu dengan fungsi social tanah dalam rangka pelaksanaan

pembangunan dan juga meningkatkan peran serta aktif para pemilik

tanah dalam pembangunan dan upaya pemerataan hasil-hasilnya perlu

dilaksanakan Konsolidasi Tanah baik di perkotaan maupun di

perdesaan. Perkembangan kawasan perkotaan berlangsung sejalan

dengan pertumbuhan ekonomi yang kemudian mendorong pertumbuhan

berbagai aktivitas terkait termasuk bidang permukiman. Di satu

sisi terjadi peningkatan jumlah penduduk dan urbanisasi yang

menyebabkan pertambahan permintaan tanah untuk permukiman dan

perumahan beserta fasilitas umum lainnya, sementara di sisi lain

penyediaan tanah tidak mengalami pertambahan. Hal ini menjadi

salah satu penyebab tidak terkendalinya penggunaan tanah dan

tidak memadainya infrastruktur yang mendukung suatu kota sehingga

kota tidak menjadi suatu kawasan yang nyaman bagi penduduknya.

Banyaknya kepentingan komponen dan kompleksnya pemanfaatan

ruang di kawasan perkotaan menambah rumitnya permasalahan

penataan ruang di kawasan perkotaan. Berkaitan dengan masalah

tersebut, dibutuhkan suatu mekanisme perencanaan kawasan

perkotaan dan pelaksanaannya yang dapat berjalan selaras dengan

perkembangan dan pertumbuhan suatu kota. Konsolidasi tanah,

mengupayakan penataan kembali penguasaan, pemilikan dan

penggunaan tanah sesuai dengan tata ruang wilayah serta

mengupayakan pengadaan tanah untuk pembangunan yang meningkatkan

kualitas lingkungan hidup dan pemeliharaan sumber daya alam,

dapat menjadi salah satu sarana pembangunan kawasan perkotaan.

Konsep yang memadukan aspek legalitas penguasaan tanah dan aspek

fisik penggunaan tanah ini, yang melibatkan masyarakat secara

langsung dalam pelaksanaannya, diharapkan dapat mengurangi

masalah pertumbuhan kota yang tidak terkendali. Di samping itu,

konsolidasi tanah dapat pula menjadi instrumen yang efektif dalam

pelaksanaan penataan ruang kawasan perkotaan, salah satunya dalam

menjalankan fungsi pengendalian pemanfaatan ruang.

Berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi

daerah, pemerintah daerah kabupaten/kota dapat menggunakan

konsolidasi tanah sebagai salah satu sarana dalam pembangunan

kawasan perkotaannya. Daerah diharapkan dapat memetik manfaat

dari penerapan konsolidasi tanah ini yaitu berupa kawasan

perkotaan yang teratur, tertib dan sehat dengan didukung sarana

dan prasarana yang menunjang kawasan tersebut dengan selalu

memperhatikan tata ruang wilayah dan partisipasi masyarakat dalam

pelaksanaannya.

Dalam diktum Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor

4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah dinyatakan bahwa tanah

sebagai kekayaan bangsa Indonesia harus dimanfaatkan untuk

sebesar – besar kemakmuran rakyat.

Untuk mencapai pemanfaatan tersebut, perlu dilakukan

konsolidasi tanah sebagai upaya untuk meningkatkan daya guna dan

hasil guna penggunaan tanah serta menyelaraskan kepentingan

individu dengan fungsi sosial tanah dalam rangka pelaksanaan

pembangunan1.

Secara yuridis, pengertian konsolidasi tanah adalah

kebijaksanaan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan dan penggunaan

tanah serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, untuk

meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan

melibatkan partisipasi aktif masyarakat.

H.Idham mengemukakan dari dari pengertian yuridis diatas dapat

diidentifikasikan beberapa elemen substansial dari konsolidasi

tanah, yaitu

1. konsolidasi tanah merupakan kebijakan pertanahan;

1 Supriadi SH.M.Hum. hukum agraria. Sinar grafika,2009.hal.263

2. pengadaan tanah;

3. konsolidasi tanah bertujuan untuk kepentingan pembangunan,

meningkatkan kualitas lingkungan, pemeliharaan sumber daya

alam;

4. konsolidasi tanah harus dilakukan dengan melibatkan

partisipasi aktif masyarakat.

TUJUAN, SASARAN DAN PELAKSANAAN KONSOLIDASI TANAH

Melihat fenomena di setiap perkotaan dan perdesaan akan

ditemukan suatu penataan permukiman yang semrawut, terjadinya

tanah yang tidak ditata dengan baik, karena masyarakat tidak mau

peduli dengan kondisi tersebut, maka pemerintah mengeluarkan

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahu 1991 tentang Konsolidasi

Tanah.

Berkaitan dengan pengertian konsolidasi tanah menurut Pasal 1

PP Nomor 4 Tahun 1991, tujuan dari konsolidasi tanah adalah untuk

mencapai pemanfaatan tanah secara optimal melalui peningkatan

efisiensi dan produktivitas penggunaan tanah.

Oleh karena itu, sasaran yang ingin dicapai dari konsolidasi

tanah adalah terwujudnya suatu tatanan penguasaan dan penggunaan

tanah yang tertib dan teratur ( pasal 2 ).

Ketentuan Pasal 2 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

diatas, secara operasional diatur lebih lanjut dengan oleh Surat

Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 410-4245/1991 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Konsolidasi Tanah yang ditujukan kepada seluruh Kakanwil Pertanahan di

Indonesia.

Dalam poin 2 Surat Petunjuk tersebut dinyatakan bahwa :

Peningkatan yang demikian itu mengarah kepada tercapainya suatu

tatanan penggunaan dan penguasaan tanah yang tertib dan teratur.

Sasaran konsolidasi tanah terutama ditujukan pada wilayah –

wilayah sebagai berikut :

(1) Wilayah perkotaan :

(a) Wilayah permukiman kumuh;

(b) Wilayah permukiman yang tumbuh pesat secara alami;

(c) Wilayah permukiman yang mulai timbuh;

(d) Wilayah yang difrencanakan menjadi permukiman yang

baru;

(e) Wilayah yang relatif kosong di bagian pinggiran kota

yang diperkirakan akan berkembang sebagai daerah

permukiman.

(2) Wilayah pedesaan :

(a) Wilayah yang potensial dapat memperoleh perairan tetapi

belum jaringan irigasi;

(b) Wilayah yang jaringan irigasinya telah tersedia tetapi

pemanfaatannya belum merata;

(c) Wilayah yang berpengairan cukup baik maupun masih perlu

ditunjang oleh pengadaan jaringan jalan yang memadai.2

2 Supriadi SH.M.hum. op.cit hal.264

Sejalan dengan poin 2 Surat Petunjuk Kepala Badan Pertanahan

Nasional tersebut, maka pada poin 3 dari ketentuan tersebut

dinyatakn bahwa konsolidasi tanah meliputi kegiatan sebagai

berikut :

(1) Konsolidasi tanah perkotaan, meliputi :

(a) Pemilihan lokasi;

(b) Penyuluhan;

(c) Penjajakan kesepakatan;

(d) Penetapan lokasi konsolidasi tanah dengan surat

keputusan walikota/bupati;

(e) Pengajuan daftar usulan rencana kegiatan konsolidasi

tanah;

(f) Identifikasi subjek dan objek;

(g) Pengukuran dan pemetaan keliling;

(h) Pengukuran dan pemetaan rincian;

(i) Pengukuran topografi dan pemetaan penggunaan tanah;

(j) Pembuatan blok plan/pradesain tata ruang;

(k) Pembuatan desain tata ruang;

(l) Musyawarah tentang rencana penataan kaplingan baru;

(m) Pelepasan hak – hak atas tanah oleh para peserta;

(n) Penegasan tanah sebagai objek konsolidasi tanah;

(o) Staking out/realokasi;

(p) Konstruksi/ pembentukan badan jalan, dan lain – lain;

(q) Redistribusi; tanah/penertiban SK pemberian hak;

(r) Sertifikat.

(2) Konsolidasi Tanah di pedesaan kegiatan meliputi :

(a) Pemilihan lokasi;

(b) Penyuluhan;

(c) Penjajakan kesepakatan;

(d) Penetapan lokasi dengan Surat Keputusan

bupati/walikota;

(e) Identifikasi subjek dan objek;

(f) Pengajuan daftar usulan rencana kegiatan konsolidasi

tanah;

(g) Seleksi calon penerima hak;

(h) Pengukuran/pemetaan kapling;

(i) Pengukuran/pemetaan rincikan;

(j) Pengukuran topografi dan pemetaan tanah;

(k) Pembuatan blok plan/pradesain tata ruang;

(l) Pembuatan desain tata ruang;

(m) Musyawarah rencana penataan kapling baru;

(n) Pelepasan hak oleh pemilik tanah

(o) Penegasan lokasi sebagai tanah objek konsolidasi tanah;

(p) Staking/relokasi;

(q) Konstruksi/pembentukan prasarana umum dan lain – lain;

(r) Redistribusi tanah/penerbitan SK pemberian hak;

(s) Sertifikat.

Kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan konsolidasi

tanah diarahkan pada tertibnya penggunaan tanah, tetapi juga

diarahkan untuk melakukan penataan kembali bidang – bidang tanah

tersebut. Hal ini sesuai ketentuan pasal 3 Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional sebagai berikut :

Dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan dan sekaligus menyediakan

tanah untuk pembangunan prasarana dan fasilitas umum dilaksanakan pengaturan

penguasaan dan penatagunaan tanah dalam bentuk konsolidasi tanah di wilayah

perkotaan dan di pedesaan ( ayat (1) ). Kegiatan konsolidasi tanah meliputi penataan

kembali bidang – bidang tanah termasuk hak atas tanah dan atau penggunaan

tanahnya dengan dilengkapi prasarana jalan, irigasi, fasilitas lingkungan dan atau

serta fasilitas penunjang lainnya yang diperlukan dengan melibatkan partisipasi

pemilik tanah dan atau penggarap lain.3

Pelaksanaan konsolidasi tanah disuatu daerah tetap

ditentukan oleh pemerintah setempat, misalnya bupati/walikota

dimana letak tanah yang akan dikonsolidasi tersebut. Namun

demikian, dalam penentuan wilayah konsolidasi tanah tersebut,

tetap mengacu pada penataan ruang daerah yang bersangkutan.

Selain itu, dalam pelaksanaan konsolidasi tanah ini, juga

diperlukan persetujuan dari pemilik atau penggarap tanah yang

didalam penguasaan masyarakat. Ketentuan ini sesuai pasal 4

dinyatakan bahwa :

Lokasi konsolidasi ditetapkan oleh bupati/walikota dengan mengacu kepada

rencana tata ruang dan rencana pembangunan daerah. Konsolidasi tanah dapat

3 Supriadi SH.M.hum. op cit hal.265

dilaksanakan apabila sekurang – kurangnya 85% dari pemilik tanah yang luasnya

meliputi sekurang – kurangnya 85% dari luas seluruh areal tanah yang akan

dikonsolidasi menyatakan persetujuannya.

Mencermati ketentuan pasal 4 diatas, wajar kalau suatu tanah

yang dikuasai oleh masyarakat kemudian akan dijadikan objek

konsolidasi mendapat persetujuan sekurang – kurangnya 85% dari

masyarakat yang menguasainya tersebut. Hal ini dimaksud untuk

menegah terjadinya kesalahpahaman hukum dikemudian hari.

Sementara itu, pelaksanaan konsolidasi tanah melibatkan

instansi sektoral, sehingga diperlukan organisasi sebagai

pelaksana operasionalnya. Dalam angka 4 surat petunjuk Kepala

Badan Nasional dinyatakan bahwa :

Karena konsolidasi tanah memerlukan koordinasi lintas sektoral sejak

perencanaan hingga pelaksanaannya, maka dibentuk tim pengendalian konsolidasi

tanah di tingkat provinsi dan tim koordinasi serta satuan tugas pelaksanaan

konsolidasi tanah di tingkat kabupaten/kota.

Secara opersional, konsolidasi tanah dilaksanakan oleh

instansi-instansi lain yang terkait dan masyarakat di bawah

koordinasi Gubernur untuk Daerah Tingkat I dan di bawah

Bupati/Walikota untuk Daerah Tingkat II ( Pasal 5 ayat 3 ).

Komposisi tim pengendalian dan satuan tugas pelaksanaan

konsoliadasi tanah adalah sebagai berikut :

1. Gubernur kepala daerah : sebagai pembina

2. Kepala Kanwil BPN : sebagai ketua

3. Ketua Bappeda Provinsi : sebagai wakil ketua

merangkap anggota

4. Kabid pengaturan penggunaan tanah : sebagai sekretaris

merangkap anggota

5. Karo pemerintahan : sebagai anggota

6. Kadis Kimpraswil : sebagai anggota

7. Kabid Hak atas tanah : sebagai anggota

8. Kabid pengukuran dan pendaftaran : sebagai anggota

tanah

Berkaitan dengan tim pengendalian dan satuan tugas konsolidasi

tanah, tim konsolidasi tanah tersebut memiliki tugas sebagai

berikut :

1. Melakukan pengendalian dan evaluasi perkembangan pelaksanaan

konsolidasi tanah.

2. Memecahkan permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan

konsolidasi tanah dan melakukan langkah – langkah tindak

lanjut.

3. Memberikan bimbingan, pengarahan petunjuk kepada aparat

pelaksana konsolidasi tanah di kabupaten/kotamadya.

4. Lain – lain yang dianggap perlu.

Sementara itu, pada tingkat kabupaten/kotamadya dibentuk tim

yang sama pada tingkat provinsi, yang komposisinya sebagai

berikut :

1. Bupati/walikota : sebagai ketua

2. Kepala kantor BPN : wakil merangkap anggota

3. Ketua Bappeda : wakil merangkap anggota

4. Karo pemerintahan : sebagai anggota

5. Kadis Kimpraswil : sebagai anggota

6. Kadis pertanian : sebagai anggota

7. Kadis Tata Kota : sebagai anggota

8. Camat setempat : sebagai anggota

9. Ka seksi PGT : sebagai anggota

10. Ka seksi PHT : sebagai anggota

11. Ka seksi PT : sebagai anggota

12. Lurah / kades setempat : sebagai anggota

13. Wakil pemilik tanah ( maks. 2 orang ) : sebagai

anggota

14. Ka pengaturan dan penguasaan tanah : sebagai

sekretaris merangkap anggota.

Berkaitan dengan susunan tim pengendalian konsolidasi tanah di

atas, tim konsolidasi tanah tingkat kabupaten/walikota sebagai

berikut :

1. Mengadakan penyuluhan kepada masyarakat.

2. Mengevaluasi dan mengarahkan penyusunan desain tata ruang.

3. Mengatur/mengarahkan peruntukan dan penggunaan tanah

pengganti biaya pelaksanaan (TPBP).

4. Memecahkan dan menangani masalah yang timbul dalam

pelaksanaan konsolidassi tanah.

5. Lain – lain yang dianggap perlu.

Selain tim konsolidasi tanah yang dibentuk di

kabupaten/kotamadya, pada tingkat kabupaten/kotamadya, juga

dibentuk satuan tugas (satgas) yang terdiri atas :

1. Kepala kantor BPN kabupaten/kota : sebagai ketua

2. Kepala seksi PPT : sebagai wakil

3. Kepala seksi PGT : anggota

4. Kepala seksi PHT : anggota

5. Seksi PT : anggota

6. Camat : anggota

7. Kepala Desa : anggota

Sumbangan Tanah untuk Pembangunan

Sumbangan tanah untuk pembanguan dalam rangka konsolidasi

tanah dilakukan oleh para pemilik tanah sesuai dengan

kemampuannya, baik dalam bentuk tanah maupun dalam bentuk uang.

Penetapan besarnya sumbangan tersebut didasarkan musyawarah

antara pemilik tanah itu sendiri. Hal ini sesuai ketentuan dalam

pasal 6 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional ( BPN ).

Ketentuan pasal 6 Peraturan Kepala BPN ditindaklanjuti oleh

surat petunjuk kepala BPN No. 410 -4245 tanggal 7 Desember 1991.

Dalam surat petunjuk tersebut, dinyatakan dalam angka 6 poin 1

dinyatakan bahwa4 :

4 Supriadai SH.M.hum. Op cit.hal.267

Setiap peserta konsolidasi tanah dikenakan sumbangan tanah untuk

pembangunan yang besarnya ditentukan melalui musyawarah dengan para pemilik

tanah. Peserta konsolidasi tanah yang persil tanahnya terlalu kecil sehingga tidak

mungkin memberikan sumbangan tanah untuk pembangunan dapat mengganti

sumbangan tersebut dalam bentuk uang yang senilai atau bentuk lainnya, misalnya

tenaga kerja yang dapat dinilai dengan uang.

Sejalan dengan ketentuan dalam surat petunjuk Kepala BPN

diatas, maka penggunaan sumbangan tanah untuk pembangunan adalah

(a) Untuk prasarana jalan/fasilitas umum lainnya;

(b) Sebagai tanah pengganti biaya pelaksana ( TPBP ) atau

Cost Equivalent Land ( CEL).

Oleh karena itu, dalam pengelolaan tanah pengganti biaya

pelaksanaan dilakukan dengan tujuan :

a. Tanah pengganti biaya pelaksanaan adalah sumbangan tanah

untuk pembangunan yang tidak digunakan untuk prasarana jalan

dan fasilitas umum lainnya.

b. Tanah pengganti biaya pelaksanaan diserahkan penggunaannya

kepada peserta konsolidasi tanah yang memiliki kapling kecil

atau kepda pihak lainnya dengan pembayaran kompensasi berupa

uang dengan jumlah yang ditetapkan berdasarkan musyawarah

para peserta konsolidasi tanah. Dalam penyerahan penggunaan

tanah itu peserta konsolidasi tanah yang kaplingnya kecil

tersebut, diprioritaskan. Penyerahan penggunaan tanah

pengganti biaya pelaksana konsolidasi tanah dilakukan oleh

Kepala Kantor pertanahan Kabupaten/kota dengan memberikan

Surat Izin Menggunakan Tanah ( SIMT ).

Mencermati dengan sungguh – sungguh terhadap pelaksanaan

konsolidasi tanah yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional diatas yang kemudian ditindaklanjuti dengan

dikeluarkannya surat petunku oleh Kepala Badan Pertanahan

Nasional, merupakan suatu kebijakan yang patut mendapatkan

dukungan dari pemerintah dan masyarakat. Sebab tidak dapat

dipungkiri bahwa kesemrawutan yang terjadi di kota – kota dan

sebagian di pedesaan, akibat dari tidak adanya suatu penataan

penggunaaan, pengaturan tanah – tanah yang terdapat di suatu kota

tersebut. Hal ini disebabkan pada satu sisi pemerintah kurang

perhatian terhadap penataan terhadap penggunaan tanah tersebut,

di sisi lain masyrakat belum mengerti bagaimana mengatur dengan

baik mengenai penataan terhadap tanah yang tidak teratur

tersebut.

Untuk menjawab ketidaakterarutan mengenai tanah yang terdapat

di wilayah perkotaan dan di wilayah pedesaan tersebut, adalah

dilaksanakannya dengan konsisten terhadap pelaksanaan

konsolidasi tanah tersebut. Sebab pendekatan yang dilukakan

adalah pendekatan partisipasi dari masyrakat, dengan cara mencari

solusi yang terbaik terhadap penataan, penggunaan yan terdapat di

wilayahnya masing – masing.

Peralihan Hak dalam Konsolidasi

Pelepasan hak atas tanah dalam konsolidasi tanah adalah suatu

tindakan peralihan hak atas tanah dari pemilik tanah kepada

negara untuk ditata dalam konsolidasi tanah. Selanjutnya hak atas

tanah yang telah dikuasai negara tersebut ditata dan dikembalikan

lagi kepada pemilik tanah semula setelah dikurangi luas tanahnya

sesuai kesepakatan. Makna “kesepakatan” dalam konsolidasi tanah

adanya kesesuaian kehendak dari kedua belah pihak, dimana pihak

yang satu berjanji melaksanakan konsolidasi tanah, sedangkan

pihak yang lainnya berjanji untuk menyetujui rencana konsolidasi

tanah termasuk besaran persentase tanah yang akan disumbangkan.

Dengan demikian, pelepasan hak atas tanah dalam konsolidasi tanah

adalah peralihan hak atas tanah “bersifat sementara”. Sebaliknya

pelepasan hak atas tanah dalam pengadaan tanah yang dikenal

selama ini adalah peralihan hak untuk mengakhiri hak atas tanah.

Tindakan pelepasan hak atas tanah dalam konsolidasi tanah adalah

melalui penyerahan “Surat Pernyataan Pelepasan Hak Dalam Rangka

Pelaksanaan Konsolidasi Tanah” yang ditandatangani pemilik tanah

dihadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota atau petugas

yang ditunjuk. Langkah dalam pelepasan hak atas tanah adalah:

(a) pemilik tanah yang menyepakati pelaksanaan konsolidasi tanah

datang sendiri ke kantor pertanahan Kabupaten/Kota untuk membuat

surat pernyataan;

(b) apabila tanah tersebut sudah bersertifikat dan

diagunkan/jaminan kredit, maka harus ada persetujuan kreditur

yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut Kepala Kantor

Pertanahan Kabupaten/Kota perlu memberitahukan secara tertulis

kepada kreditur dan selanjutnya diselesaikan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku;

(c) apabila tanah yang bersangkutan merupakan pemilikan bersama

misalnya suami-istri, maka yang menandatangani Surat Pernyataan

Pelepasan Hak adalah suami-istri (bersama-sama). Pada saat

pelepasan hak/penguasaan fisik, sertipikat dan bukti-bukti lain

diserahkan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota;

(d) tanah-tanah yang telah menjadi aset pemerintah persetujuannya

dari instansi yang bersangkutan.

Tindakan pelepasan hak atas tanah dari pemilik tanah kepada

negara untuk menjadikan status tanah menjadi tanah yang langsung

dikuasai negara dalam konsolidasi tanah adalah “unik”. Keunikan

pertama, tidak ada satupun peraturan perundang-undangan yang

mengatur model pelepasan hak atas tanah seperti itu. Dengan kata

lain model pelepasan hak atas tanah dalam konsolidasi tanah tidak

dikenal, baik berdasarkan BW, hukum adat, maupun atas dasar

Undang-Undang Pokok Agraria. Keunikan kedua, tanah hasil dari

pengurangan tanah semula adalah “Sumbangan Tanah Untuk

Pembangunan (STUP)” dengan tidak ada ganti rugi berupa uang.

Ganti rugi dalam konsolidasi tanah adalah ganti rugi berupa

lingkungan yang tertata rapi, semua tanah menghadap kejalan,

terdapatnya fasilitas umum dan fasilitas sosial, dan kepastian

hak atas tanah berupa sertifikat yang diperoleh secara cuma-cuma

sebagai kompensasi atas tanah yang disumbangkan dalam konsolidasi

tanah.

Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan; pertama, ada perbedaan

antara pelepasan hak atas tanah dalam konsolidasi tanah yang

bersifat sementara dan pelepasan hak atas tanah dalam pengadaan

tanah yang merupakan peralihan hak untuk mengakhiri hak atas

tanah yang dikenal dalam hukum perdata seperti melalui jual beli,

tukar menukar, atau yang dikenal dalam hukum administrasi seperti

nasionalisasi, perampasan, pengambilalihan untuk kepentingan

landreform, ataupun melalui pencabutan hak atas tanah

(onteiguning) yang kemudian diganti rugi; kedua, keunikan

pelepasan hak atas tanah dalam konsolidasi tanah lebih disebabkan

latar belakang penggunaan model konsolidasi tanah yang diadopsi

dari negara lain (Taiwan).

TINDAKAN PEMERINTAH SEBELUM PELAKSANAAN KONSOLIDASI

Pembahasan tentang permasalahan sebelum pelaksanaan

konsolidasi tanah memegang peranan penting dalam pelaksanaan

kegiatan, dengan diketahuinya masalah yang muncul sebelum

pelaksanaan, maka Aparat pelaksanan dapat mengantisipasinya agar

kegiatan konsolidasi tanah dapat berlanjut ketahap pelaksanaan.

            Adapun permasalahan-permasalahan yang ditemui sebelum

pelaksanaan kegiatan konsolidasi tanah pada umumnya terdiri dari

hal-hal, antara lain sebagai berikut  : 

Pemilihan Lokasi.

Kesalahan pemilihan lokasi merupakan kegagalan awal

pelaksanaan Konsolidasi Tanah, penentuan lokasi kegiatan tanpa

memperhatikan faktor tata ruang serta rencana prioritas

pembangunan daerah setempat ,merupakan tindakan gegabah, karena

dari segi yuridis, ketentuan tata ruang merekomendasikan bahwa

segala kegiatan pembangunan harus didasarkan pada Rencana Umum

Tata Ruang ( RUTR ) dengan segala turunannya yang diundangkan

melalui Perda setempat.  

Pemilihan lokasi adalah serangkaian kegiatan penilaian

dengan menggunakan parameter – parameter tertentu terhadap lokasi

lokasi yang berpotensi, dengan pemberian nilai pembobotan /

perangkingan  mulai dari urutan tertinggi hingga terendah, yang

akan dipilih kemudian sebagai lokasi yang paling berpotensi untuk

dilaksanakan kegiatan konsolidasi tanah.

Pelaksanaan Pemilihan lokasi. 

Sebagaimana dipahami bahwa salah satu konsep dasar

pembangunan nasional  adalah mengurangi kesenjangan pertumbuhan

antar wilayah dan pemerataan pembangunan keseluruh wilayah,

dengan tetap menekankan agar pembangunan yang dilaksanakan tetap

memperhatikan keserasian ekosistem dan pendukungnya. Dengan

arahan kebijakan ini maka koordinasi keseluruhan pembangunan

harus mencakup segi spasial ( spatial ), dan selanjutnya segi

spasial akan menjadi dasar bagi pencapaian keserasian dan

optimasi pemanfaatan ruang, dengan kata lain bahwa rencana tata

ruang merupakan alat koordinasi pelaksanaan pembangunan di daerah

yang menjamin agar keseluruhan kegiatan pembangunan di daerah

merupakan satu kesatuan pembangunan nasional. 

Tata ruang pada intinya bermakna sebagai penataan penggunaan

ruang, atau perencanaan tata guna ruang yang bermaksud mengatur

pemanfaatan ruang secara berencana, terarah, terpadu dan

berkesinambungan.  Tata ruang mempunyai ruang lingkup yang luas

yang meliputi daratan, perairan dan udara,  sehingga penataan

ruang bukanlah tindakan yang sekedar mengalokasikan ruang untuk

suatu kegiatan tertentu saja, melainkan penempatan kegiatan

penggunaan tanah, air dan ruang udara sesuai kemampuannya.   

                                                       

Hal ini bertujuan untuk menghindari konflik penggunaan

ruang, yaitu suatu pendekatan bidang kegiatan terhadap bidang

kegiatan lainnya yang lebih sesuai dengan karakter ruang

tersebut, sehingga dapat dicapai optomalisasi usaha sesuai

kondisi ruang demi menjamin pemanfaatan atas ruang dimaksud.

Dengan mengacu pada Rencana Umum Tata Ruang ( RUTR ),

teristimewa Rencana Detail Tata Ruang ( RDTR ) dan Rencana Tehnik

Ruang ( RTR ), serta rencana prioritas pembangunan daerah, maka

pemilihan lokasi kegiatan Konsolidasi Tanah dapat diarahkan pada

wilayah – wilayah dengan kriteria antara lain sebagai berikut :

a.   Wilayah pemukiman kumuh.

b.   Wilayah pertanian yang kurang didukung sarana pertanian.

c.   Wilayah pemukiman yang mulai tumbuh.

d.  Wilayah yang direncanakan menjadi pemukiman baru.

e.  Wilayah yang relatif kosong, bagian pinggiran kota yang

diperkirakan akan   berkembang.

Selain faktor RTUTR dan rencana prioritas pembangunan daerah ,

masih terdapat faktor lain yang juga tak kalah penting

diperhitungkan untuk menentukan kelayakan objek konsolidasi

tanah, antara lain sebagai berikut :

Aksesibilitas lokasi.

Animo masyarakat.

Jumlah bidang tanah.

Keadaan topografi yang relatif datar.

Semakin banyak pemilik tanah / semakin luas lokasi,semakin

ideal.

Salah satu kunci penentu agar pelaksanaan Konsolidasi Tanah

memiliki multiplier effect bila dikaitkan dengan tata ruang daerah

adalah pemilihan lokasi yang dilakukan secara

cermat.                                                           

Oleh karena itu kriteria dari setiap pemilihan lokasi menjadi

penting.  Pemilihan parameter lokasi yang berwawasan Tata Ruang

adalah rekayasa suatu strategi integral dari strategi umum

pembangunan wilayah / daerah.

Permasalahan fundamental pada pemilihan lokasi terletak pada

bagaimana memprediksi bahwasanya suatu lokasi akan berkembang

sesuai dengan arah dan tujuan konsolidasi tanah yang berbasis

tata ruang dan searah dengan rencana prioritas pembangunan

daerah.  Para pakar, antara lain seperti : Ir. Kurdinanto Sarah,

M.Sc, Edgar M Hover dll,  merekomendasikan bahwa idealnya

penilaian wilayah dalam rangka pemilihan lokasi dilakukan melalui

metode  pendekatan secara mikro dan pendekatan secara mikro.

a. Pendekatan secara Makro.

Tujuan penilaian melalui pendekatan secara makro ini adalah

untuk memastikan secara makro apakah wilayah dimaksud layak atau

tidak layak. Pendekatan makro adalah pendekatan yang

berdasarkan : azas kesesuaian ( sesuai dengan RUTR ), azas

kesempatan ( potensial berkembang ) dan azas keberlanjutan

( integral dengan program pembangunan lainnya ), yang mengacu

pada tiga hal dasar yaitu :

1.kebutuhan masyarakat

2.pertumbuhan dan perubahan

3.adanya konsiderasi lingkungan

Adany

         

Jadi pendekatan makro

digunakan mengawali penilaian pemilihan lokasi konsolidasi tanah

yang bertujuan untuk melihat secara keseluruhan apakah wilayah

penilaian mempunyai daya tarik atau tidak, dengan kata lain

penilaian wilayah melalui pendekatan makro  akan menghasilkan

Wilayah Potensial  dan Wilayah Tidak Potensial.

                                                

b. Pendekatan secara Mikro.

Selanjutnya wilayah potensial, hasil penilaian dari

pendekatan secara makro dianalisis dengan pendekatan mikro. 

Tinjauan pendekatan mikro adalah analisis dari sudut rencana

tapak ( site plan ) yang merupakan pendorong keberhasilan program,

kepercayaan masyarakat terhadap sebuah program sangat tergantung

pada kekuatan dalam menganalisa tapak, bahwasanya masyarakat

pemilik tanah tidak akan dirugikan akan tetapi justru akan

diuntungkan pada kemudian hari, inilah sasaran dari pendekatan

mikro.

Rancana tapak ( site plan ) yang merupakan hasil study planologis

adalah gambaran yang menampung aspirasi yang tidak merugikan

pemilik tanah, oleh karena itu dalam meninjau secara mikro hal –

hal yang berkaitan dengan program perlu memperhatikan beberapa

tinjauan sebagai berikut  :

1.       Mempunyai aksesibilitas yang relatif mudah, misalnya

lokasi berada disisi jalan yang menghubungkan kawasan lain

sehingga lokasi dimaksud cenderung berkembang cepat,

2.       Pada awal, harga tanah berada pada tingkat relatif

rendah, sehingga sangat memungkinkan bertambah tinggi setelah

tersedianya infrastruktur dikemudian hari,

3.       Telah terjadi proses fragmentasi yang amat tinggi,

4.       Jumlah kepemilikan tanah relatif banyak, terbuka dan

luas kepemilikannya relatif cukup untuk dikonsolidasikan,

serta luas bidang tanah setelah program, sesuai dengan

rencana tata ruang setempat,                               

5.       Pada setiap individu pemilik tanah, tidak terdapat

sengketa, baik mengenai batas maupun kepemilikannya,

6.       Analisis biaya pembangunan, jadwal, dan prospek kenaikan

nilai / harga tanah setelah program.

Penilaian wilayah dari sudut pendekatan mikro akan

menghasilkan Wilayah Potensial Detail.

Selanjutnya hasil penilaian wilayah dari kedua pendekatan

tersebut diatas masing – masing diberi bobot penilaian guna

penetapan rangking, semakin besar nilainya semakin tinggi

rangkingnya sebagai prioritas lokasi kegiatan Konsolidasi

Tanah.   Dengan tersusunnya lokasi –lokasi potensial diharapkan

kegagalan awal akibat salah memilih lokasi dapat diminimalisir.

Namun berdasarkan kasus yang terjadi, kegagalan juga dapat

terjadi atas lokasi yang telah sesuai dengan tata ruang setempat,

dengan adanya perubahan - perubahan pada lokasi yang

bersangkutan, seperti perubahan :

1.            Fisik tanah ; biasanya terjadi pada tanah pertanian

eks HGU, yang sudah diduduki dan dikuasai oleh para

penggarap dan digunakan sebagai tanah pemukiman

(pekarangan ).

2.           Yuridis ; terbit Perda baru yang merubah penggunaan

tanah lokasi dimaksud.

Berdasarkan pengalaman pelaksanaan konsolidasi tanah di

seluruh Indonesia, bahwa pada umumnya kegagalan  juga turut

disebabkan oleh pemilihan lokasi secara sederhana, hanya

berdasarkan kemauan masyarakat lokasi yang bersangkutan saja,

tanpa mengikuti kaidah sebagaimana yang direkomendasikan oleh

para pakar.   

                       Dalam pelakasaan kegiatan Pemilihan Lokasi

hendaknya  memperhatikan rekomendasi para Pakar, yaitu didahului

dengan kegiatan Penilaian Lokasi melalui pendekatan makro dan

mikro, yang akan menghasilkan wilayah potensial detail, dan

selanjutnya diberikan nilai pembobotan / perengkingan sebagai

lokasi prioritas konsolidasi tanah, yang diharapkan akan

mengurangi / meminimalisir kesalahan pemlihan lokasi. 

Penyuluhan

   Adapun masalah / hambatan konsolidasi tanah yang berkaitan

dengan penyuluhan adalah keterbatasan kemampuan aparat BPN di

daerah, terlebih  keterbatasan kemampuan non tehnis seperti

tehnik komunikasi yang merupakan salah satu unsur utama

penyuluhan, keterbatasan media komunikasi seperti multi media,

keterbatasan jangka waktu penyuluhan yang dianggap terlalu

singkat, keterbatasan penguasaan materi konsolidasi tanah dan

lain sebagainya.

  

Kegiatan penyuluhan merupakan salah bentuk bentuk

komunikasi yang sering digunakan oleh Pemerintah untuk

menyampaikan suatu pesan / informasi  kepada masyarakat banyak,

dalam penyuluhan komunikasi yang terjadi adalah dua arah,

sehingga diharapkan pesan / informasi yang disampaikan dapat

dipahami betul oleh masyarakat.

Istilah penyuluhan berasal dari kata suluh, yang berarti

obor, alat penerangan, sehingga istilah penyuluhan berarti

penerangan.  Apa yang diterangkan dalam penyuluhan adalah gagasan

tentang sesuatu yang belum dimengerti oleh masyarakat, sehingga

mereka membutuhkan penjelasan / penerangan yang sejelas mungkin /

gamblang dari pihak Penyuluh.

Agar pesan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat, maka

mau tidak mau tenaga Penyuluh adalah orang yang benar – benar

menguasai materi tentang gagasan yang akan disampaikan kepada

masyarakat, sehingga penjelasan yang akan diberikan bersifat

lengkap / tidak sepotong – sepotong, dan mampu menjawab semua

persoalan yang berkaitan dengan substansi dimaksud, sehingga jika

masyarakat terpuaskan. Selain tenaga Penyuluh, terkadang

diperlukan alat bantu yang dapat menunjang keberhasilan

komunikasi, seperti multimedia, film, Penterjemah ( Interpreter /

Translator ), dan lain – lain, sehingga gagasan tentang kegiatan

konsolidasi tanah dengan segala aspeknya dapat dipahami dengan

baik.

                     Program Konsolidasi Tanah adalah program

terpadu antara Pemerintah dengan Masyarakat, sehingga

pelaksanaannya mau tidak mau harus melibatkan kedua belah pihak

secara harmonis. Substansi pokok dalam konsolidasi tanah adalah

partisipasi masyarakat untuk menyumbangkan sebagian tanah

miliknya yang selanjutnya akan dipakai untuk pembangunan

fasilitas umum dan sosial ( Fasum / Fasos ).

              Salah satu upaya guna mendapatkan kemauan dan

partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan konsolidasi

tanah adalah melalui kegiatan penyuluhan.  Melalui penyuluhan

masyarakat diberikan penjelasan mengenai manfaat, keuntungan dan

tujuan konsolidasi tanah dengan segala aspeknya, terutama

partisipasi masyarakat untuk menyumbangkan sebagian tanah

miliknya untuk dibangun sebagai lokasi fasilitas umum dan

fasilitas sosial ( FASUM / FASOS ).

          Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka

penyuluhanpun memegang peranan kunci keberhasilan pelaksanaan

kegiatan konsolidasi tanah.  Berhasil tidaknya konsolidasi tanah,

ikut ditentukan oleh kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan pada

tahap – tahap awal kegiatan.

          Melalui upaya penyuluhan, masyarakat dapat memiliki

gambaran tentang konsolidasi tanah yang utuh dengan segala

implikasinya, sehingga mereka dapat segera memberikan respon

penilaian sekaligus keputusan berpartisipasi dalam kegiatan

dimaksud.

          Berdasarkan pelaksanaan konsolidasi tanah di seluruh

Indonesia, bahwa pada umumnya kegagalan juga turut disebabkan

oleh penyuluhan yang kurang berhasil.  Hal ini nampak pada awal

kegiatan, masyarakat nampak antusias, namun ditengah kegiatan

mereka menarik diri dan menolak ikut berpartisipasi dengan

berbagai alasan. 

          Adapun kelemahan dari penyuluhan adalah sebagai berikut :

a.       Terbatasnya kemampuan petugas penyuluh yang cukup

berkualitas ,baik penguasaan materi konsolidasi tanah maupun

tehnis penyuluhan yang baik, sehingga BPN RI perlu membekali

aparat pelaksanana di daerah dengan tambahan keterampilan

yang cukup melalui pendidikan dan latihan jangka pendek.

b.      Jangka waktu yang disediakan / dialokasikan untuk

kegiatan penyuluhan amat singkat, sehingga penyuluhan

dilaksanakan hanya beberapa kali saja sebelum pelaksanaan

ketahap selanjutnya, padahal disisi lain, kegiatan

konsolidasi tanah adalah kegiatan lintas sektoral, yang

memerlukan waktu yang cukup.    

      

          Sebagai perbandingan, kegiatan penyuluhan konsolidasi

tanah di Taiwan ( salah satu negara yang sukses menyelenggarakan

konsoliasi tanah ) persiapan pelaksanaan termasuk kegiatan

penyuluhan dilaksanakan selama satu ( 1 ) tahun penuh, sehingga

masyarakat benar – benar memahami apa makna dan tujuan

konsolidasi tanah, serta manfaat dan keuntungan apa saja yang

akan diperoleh oleh masyarakat, baik secara pribadi maupun

berkelompok.   

 

            Agar penyuluhan dapat mencapai tujuan sebagaimana yang

diharapkan, maka ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian,

antara lain sebagai berikut :

a.             Hendaknya tenaga penyuluh benar – benar menguasai

materi  / substansi yang akan disampaikan kepada masyarakat.

b.          Jangan ragu untuk menggunakan alat bantu, seperti

multimedia dan lain sebaginya.

c.           Bila perlu menggunakan jasa Jurubahasa / Interpreter

setempat.

b.   BPN Pusat hendaknya melengkapi Personilnya dengan berbagai

macam keterampilan tehnis dan non tehnis melalui DIKLAT

Tehnis Konsolidasi Tanah maupun Keterampilan Non Tehnis

seperti : Komunikasi Massa, Psikologi, dan lain sebagainya.

e.  BPN Pusat perlu memikirkan dan merumuskan kembali jangka

waktu penyuluhan yang terlalu singkat, ( jika dibandingkan

dengan Negara Taiwan yang sukses melaksanakan konsolidasi

tanah ), untuk disesuaikan kembali melalui peraturan yang

baru.

Persetujuan Peserta.  

Hambatan / kesulitan pelaksanaan kegiatan konsolidasi yang

dikaitkan dengan persetujuan peserta adalah besaran persentasi 85

%, dianggap terlalu sulit untuk didapatkan,  dan masyarakat

peserta yang tidak setuju namun lokasi tanahnya menyebar secara

sporadik dalam lokasi konsolidasi tanah.

Pelaksanaan Konsolidasi Tanah baru dapat dilaksanakan apabila

telah mendapatkan persetujuan dari masyarakat pemilik yang

menjadi peserta sekurang – kurangnya 85 % dan luas tanahnya

meliputi sekurang – kurangnya 85 % dari areal yang akan

dikonsolidasi ( Pasal 4 ayat 5 Peraturan Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 4 / 1991 ).

Persetujuan masyarakat yang disyaratkan sebesar minimal 85%

dianggap terlalu tinggi sehingga sulit dicapai. Dalam praktek 

pelaksanaannya dibutuhkan waktu yang panjang nan berliku untuk

memperoleh persetujuan dimaksud.

       Secara filosofis angka 85% ini bermakna sebagai ”persetujuan

mayoritas” yang hanya akan digunakan  sebagai acuan untuk menilai

kesiapan / animo masyarakat setempat untuk menerima kegiatan

konsolidasi tanah.

  Dengan perkataan lain bahwa pelaksanaan konsolidasi tanah akan

lebih aman jika didasarkan atas persetujuam mayoritas.

Pelaksanaan Persetujuan Peserta.

Adapun hal-hal yang menyebabkan sulitnya mendapatkan

persetujuan mayoritas dimaksud antara lain adalah :

a.             Kekurangpahaman masyarakat terhadap arti dan manfaat

Konsolidasi Tanah.

b.             Ketidakrelaan masyarakat menyumbangkan tanahnya untuk

STUP dengan berbagai alasan.

c.              Pemilik Tanah sesungguhnya domisilinya tidak diketahui

secara pasti. 

Dengan tidak dicapainya persetujuan mayoritas dari

masyarakat, tentunya pelaksanaan konsolidasi tanah pada lokasi

yang sudah terpilih tidak dapat dilaksanakan.

           Guna mengatasi / mengantisipasi kesulitan – kesulitan yang

berhubungan dengan persetujuan peserta, terdapat beberapa hal

yang perlu mendapat perhatian serius, seperti : 

a.             BPN Pusat harus mempertimbangkan kembali besaran

persentasi 85 % yang amat sulit dicapai ( sebagai bahan

perbandingan, Jepang, salah satu negara yang sukses

melaksanakan konsolidasi tanah, menetapkan persetujuan

peserta hanya sebesar 60 % saja ).

b.             BPN ( Pusat dan Daerah ) harus lebih giat melakukan

sosialisasi mengenai manfaat dan keuntungan konsolidasi tanah

bagi masyarakat perorangan maupun keseluruhan.

Manfaat Konsolidasi Bagi Masyarakat

- Peningkatan kualitas kehidupan dengan lingkungan yang teratur,

tertib dan sehat.

- Peningkatan harga tanah meningkatkan nilai aset pribadi.

- Meningkatkan Efisiensi dan Produktifitas Lahan.

- Memperoleh kepastian akan hak atas tanah.

Manfaat Konsolidasi bagi Pemerintah

- Terciptanya lingkungan kota yang lebih teratur, tertib, dan

sehat

- Menertibkan administrasi pertanahan

- meningkatkan efisiensi dan produktifitas tanah.

- dan lain sebagainya

BAB IV

PENUTUP

SARANSehubungan dengan kesulitan pelaksanaan kegiatan konsolidasi

tanah sebagaimana tersebut diatas, disarankan agar  :

BPN Pusat segera meningkatkan dasar hukum konsolidasi tanah dari

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional menjadi Peraturan

Pemerintah ( PP ) atau Peraturan Presiden ( PERPRES ) agar dapat

mengikat semua Instansi Pemerintah yang terkait dalam kegiatan

konsolidasi tanah.

Dalam peraturan perundangan baru seperti tersebut diatas, harus

ada rumusan jalan keluar bagi Masyarakat yang tidak setuju

( diluar 85 % ), mengingat bahwa pelaksanaan konsolidasi tanah di

Indonesia tidak bersifat wajib, melainkan bersifat sukarela.  

Perkembangan kawasan perkotaan berlangsung sejalan dengan

pertumbuhan ekonomi yang kemudian mendorong pertumbuhan berbagai

aktivitas terkait termasuk bidang permukiman. Di satu sisi

terjadi peningkatan jumlah penduduk dan urbanisasi yang

menyebabkan pertambahan permintaan tanah untuk permukiman dan

perumahan beserta fasilitas umum lainnya, sementara di sisi lain

penyediaan tanah tidak mengalami pertambahan. Hal ini menjadi

salah satu penyebab tidak terkendalinya penggunaan tanah dan

tidak memadainya infrastruktur yang mendukung suatu kota sehingga

kota tidak menjadi suatu kawasan yang nyaman bagi penduduknya.

Banyaknya kepentingan komponen dan kompleksnya pemanfaatan

ruang di kawasan perkotaan menambah rumitnya permasalahan

penataan ruang di kawasan perkotaan. Berkaitan dengan masalah

tersebut, dibutuhkan suatu mekanisme perencanaan kawasan

perkotaan dan pelaksanaannya yang dapat berjalan selaras dengan

perkembangan dan pertumbuhan suatu kota. Konsolidasi tanah,

mengupayakan penataan kembali penguasaan, pemilikan dan

penggunaan tanah sesuai dengan tata ruang wilayah serta

mengupayakan pengadaan tanah untuk pembangunan yang meningkatkan

kualitas lingkungan hidup dan pemeliharaan sumber daya alam,

dapat menjadi salah satu sarana pembangunan kawasan perkotaan.

Konsep yang memadukan aspek legalitas penguasaan tanah dan aspek

fisik penggunaan tanah ini, yang melibatkan masyarakat secara

langsung dalam pelaksanaannya, diharapkan dapat mengurangi

masalah pertumbuhan kota yang tidak terkendali. Di samping itu,

konsolidasi tanah dapat pula menjadi instrumen yang efektif dalam

pelaksanaan penataan ruang kawasan perkotaan, salah satunya dalam

menjalankan fungsi pengendalian pemanfaatan ruang.

Berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi

daerah, pemerintah daerah kabupaten/kota dapat menggunakan

konsolidasi tanah sebagai salah satu sarana dalam pembangunan

kawasan perkotaannya. Daerah diharapkan dapat memetik manfaat

dari penerapan konsolidasi tanah ini yaitu berupa kawasan

perkotaan yang teratur, tertib dan sehat dengan didukung sarana

dan prasarana yang menunjang kawasan tersebut dengan selalu

memperhatikan tata ruang wilayah dan partisipasi masyarakat dalam

pelaksanaannya.

Untuk mencapai hal yang diharapkan tersebut, berbagai kendala

yang masih mungkin ditemui dalam pelaksanan konsolidasi tanah,

seperti aspek peraturan perundangan, kelembagaan, dan pembiayaan,

perlu diantisipasi dan diatasi guna menjamin kelancaran dan

kesuksesan pelaksanaan konsolidasi tanah dalam pembangunan dan

penataan ruang kawasan perkotaan.

KESIMPULAN

Tujuan dari konsolidasi tanah sebagai kebijakan pemerintah

mengenai penataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta

usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, untuk

peningkatan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam

adalah untuk mencapai pemanfaatan tanah secara optimal melalui

peningkatan efisiensi dan prodiktifitas penggunaan tanah, artinya

pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah adalah untuk

kepentingan masyarakat agar terwujud suatu tatanan pengauasan dan

penggunaan tanah yang tertib dan teratur.

Hal ini bukan berarti pemerintah dapat dengan sewenag-wenang

mengambil tanah milik masyarakat dengan alasan untuk pembangunan

tetapi pengadaan tanah tersebut dilakukan dengan kesepakat

bersama antara pemerintah dengan peserta konsolidasi

tanah/masyarakat yang nantinya tanah objek konsolidasi tersebut

akan diserahkan kembali kepada pemilik Hak Atas Tanah baik secara

langsung maupun tidak langsung.

Secara langsung artinya hak Atas Tanah akan diberikan kepada

peserta konsolidasi tanah sesuai dengan rencana penataan kapling

yang disetujui oleh yang bersangkutan. Diserahkan secara tidak

langsung artinya tanah tersebut dijadikan sarana dan prasarana

umum, misalnya untuk pembangunan jalan dan fasilitas umum lainnya

yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Hal ini merupakan penerapan dari asas tanah mempunyai fungsi

social, yaitu keselarasan antara kepentingan individu dengan

kepentingan social. Jadi, hak masyarakat atas tanahnya tetap

terlindungi dan tidak terjadi otoritarianisme yang dilakukan oleh

pemerintah di bidang agrarian khususnya di bidang pertanahan.

Daftar Pustaka

Supriadi,SH.M.Hum ,2006.”Hukum agraria”.Edisi pertama.Jakarta : Sinar

grafika

-htpps://akbarabdulfattah.wordpress.com/201311/13/konsolidasi-lahan-1/

-htpps://erestajaya.blogspot.com/2009/01/penataan-tanah-dan-lingkungan-melalui.html

-htpps://okkyirmanita.blogspot.com/2011/04/upaya-peningkatan-nilai-ekonomi-tanah.html