Makalah Teori Komunikasi (Tugas Kelompok Teori Komunikasi)
Transcript of Makalah Teori Komunikasi (Tugas Kelompok Teori Komunikasi)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teori penetrasi sosial muncul pertama kali pada
tahun 1973 melalui tulisan Irwin Altman & Dalmas
Taylor dalam bukunya yang berjudul “Social Penetration:
The Development Of Interpersonal Relationships”. Irwin Altman
adalah Profesor dalam bidang psikologi sosial di
Universitas Utah dan Taylor adalah seorang Profesor
bidang psikologi di Universitas Lincoln. Bidang
kajian Teori Penetrasi Sosial meliputi studi
psikologi sosial dan komunikasi. Cakupan wilayah
bidang studi komunikasi dalam teori ini menjelaskan
suatu kerangka pemikiran bahwasanya proses
komunikasi memainkan peranan penting dalam
perkembangan hubungan sosial.
Social Penetration Theory (Teori Penetrasi Sosial)
ini lahir dari perspektif obejektif, di mana kaum
objektivis percaya bahwa ada kesatuan dalam ilmu
1
(unity of science), mereka memahami fisika, biologi,
psikologi, dan komunikasi hanya sebagai “jendela-
jendela” yang berbeda untuk melihat realitas fisik
yang bersifat tunggal. Dengan kata lain, teoritisi
objektif memahami realitas yang tunggal, i
ndependen dan otonom (Anderson, dalam Griffin,
2006: 517-518).
Teori ini mengkaji mengenai proses perkembangan
kedekatan hubungan dalam level interpersonal.
Perkembangan kedekatan tentunya melalui beberapa
tahapan didalamnya. Dalam teori penetrasi sosial,
biasanya dimulai dengan komunikasi superfisial yakni
komunikasi pada tahap awal yang kemudian menyebabkan
keakraban.
Teori penetrasi sosial juga menjelaskan bahwa
dengan berkembangnya hubungan, keluasan dan
kedalaman akan meningkat. Bila suatu hubungan
menjadi rusak, keluasan dan kedalaman sering kali
akan (tetapi tidak selalu) menurun, proses ini
disebutdepenetrasi (Devito, 1997: 242).
2
Teori media ekonomi politik merupakan salah
satu dari teori media kritis. Teori ini lebih
menekankan pada struktur ekonomi dan politik
dibandingkan dengan isi ideologi dari media itu
sendiri. Media dalam hal ini lebih mengedepankan
ekonomi dan politik yang dianggap menguntungkan bagi
pihak tertentu tanpa memikirkan aspek lain. Media
yang dimiliki oleh orang-orang elit memungkinkan
mereka bertindak sesuka hati demi mendapatkan apa
yang mereka inginkan dengan “bermain” dengan media
yang mereka miliki.
Teori ini merupakan nama lama yang dihidupkan
kembali untuk digunakan dalam menyebutkan sebuah
pendekatan yang memusatkan perhatian lebih banyak
pada struktur ekonomi dari pada muatan (isi)
ideologis media. Teori ini mengemukakan
ketergantungan ideologi pada kekuatan ekonomi dan
mengarahkan perhatian penelitian pada analisis
empiris terhadap struktur pemilikan dan mekanisme
kerja kekuatan pasar media. Menurut tinjauan ini,
3
institusi media harus dinilai sebagai bagian dari
sistem ekonomi yang juga bertalian erat dengan
sistem politik. Untuk lebih jelasnya, penulis akan
membahas kedua teori tersebut. Semoga bermanfaat
bagi pembaca. Terimakasih.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari teori penetrasi sosial ?
2. Bagaimana model dari teori penetrasi sosial ?
3. Apa saja asumsi-asumsi dari teori penetrasi
sosial ?
4. Apa saja tahapan proses dari teori penetrasi
sosial ?
5. Apa saja konsep dari teori penetrasi sosial ?
6. Apa kelemahan & kekuatan dari teori penetrasi
sosial ?
7. Apa hubungan teori penetrasi sosial & teori ?
8. Apa saja asumsi-asumsi dari teori ekonomi
politik media ?
9. Apa pengertian dari teori ekonomi politik media
?
4
10. Apa saja konsep dari teori ekonomi politik
media ?
11. Apa kelemahan dan kekuatan dari teori
ekonomi politik media ?
1.3 Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian dari teori penetrasi
sosial
2. Mengetahui apa saja asumsi-asumsi dari teori
penetrasi sosial
3. Mengetahui model dari teori penetrasi sosial
4. Mengetahui apa saja tahapan proses dari teori
penetrasi sosial
5. Mengetahui apa saja konsep dari teori penetrasi
sosial
6. Mengetahui apa kelemahan & kekuatan dari teori
penetrasi sosial
7. Mengetahui apa hubungan teori penetrasi sosial
& teori
8. Mengetahui apa saja asumsi-asumsi dari teori
ekonomi politik media
5
9. Mengetahui apa pengertian dari teori ekonomi
politik media
10. Mengetahui apa saja konsep dari teori
ekonomi politik media
11. Mengetahui apa kelemahan dan kekuatan dari
teori ekonomi politik
Media
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Penetrasi Sosial
Teori Sosial Penetrasi
Berdasarkan penelitian Irwin Daltman dan Dalmas
Taylor
Sekitar tiga tahun yang lalu, istri Jason
LaSalle, Miranda, meninggal akibat kecelakaan mobil,
7
meninggalkan Jason sebagai orang tua untuk anak
kembar mereka berusia 8 tahun. Sejak istrinya
meninggal, Jason berjuang baik secara finansial
maupun emosional. Ia sangat khawatir dengan biaya
kontrakan dan pembayaran mobil vannya serta mengenai
kebutuhan anak-anaknya. Dalam tiga tahun terakhir,
Jason membantu melakukan pekerjaan rumah tangga di
sekitar lingkungannya untuk menambah penghasilannya
yang pas-pasan sebagai penjaga sebuah kompleks
bioskop lokal. Selain itu, Jason juga merasa
kesepian. Ia merasa kikuk berada di sekitar orang
lain, khususnya wanita. Miranda adalah satu-satunya
wanita dengan siapa ia benar-benar merasa nyaman,
dan ia sangat merindukannya.
Kaka perempuan Jason, Kayla, selalu mencoba
untuk menarik Jason keluar dari dalam rumahnya.
Suatu malam, Kayla menyewa seorang penjaga anak dan
mengajak Jason pergi. Malam itu merupakan malam yang
penting bagi Kayla karena ia juga mengundang
temannya Elise Porter, yang baru saja bercerai.8
Kayla berpikir bahwa Elise mungkin adalah pasangan
yang cocok untuk adiknya. Ia berharap bahwa sikap
Elise yang santai dan selera humornya yang tinggi
akan membuat Jason tertarik. Sepanjang malam itu,
Jason dan Elise berbicara mengenai berbagai macam
hal, termasuk pengalaman mereka menjadi orang tua
tunggal, perceraian Elise, dan dua anak yang masing-
masing mereka besarkan. Sebagian besar waktu mereka
malam itu mereka gunakan untuk berdansa atau
berbicara satu sama lain. ketika malam berakhir
Jason dan Elise berjanji untuk bertemu lagi
secepatnya.
Selama Jason berkendara menuju ke apartemennya
ia tidak dapat berhenti memikirkan Miranda. Ia
kesepian, sudah tiga tahun ia tidak pernah dekat dan
berbagi dengan seseorang. Sesampainya di rumah,
kesedihannya meningkat ketika ia melihat foto
keluarganya yang diambil di Disney World beberapa
saat sebelum Miranda meninggal. Ia tidak yakin jika
ini adalah waktu yang tepat untuk memulai sebuah9
hubungan yang intim, tetapi ia juga menginginkan
kesempatan untuk melihat seperti apakah Elise
sebenarnya. Ia tahu bahwa dalam kencan-kencan
berikutnya ia tidak dapat menghindar untuk berbicara
mengenai Miranda, dan ia merasa bahwa perbincangan
semacam itu sangat sulit. Ia akan harus terbuka
secara emosional kepada Elise dan pemikiran bahwa ia
harus berada dalam posisi tersebut benar-benar
menantang.
Setelah dia membayar penjaga anak dan menutup
pintu, ia berjalan menuju kamar si kembar dan
memberikan sebuah ciuman di masing-masing keningnya.
Sambil duduk minum teh di ruang tamu, Jason merasa
bahwa ia sedang menuju ke kehidupan yang baru,
menarik, dan sedikit menakutkan.
Untuk memahami kedekatan hubungan antara dua
orang, Irwin Altman dan Dalmas Taylor (1973) dalam
West & Turner (2007: 196) mengonseptualisasikan
Teori Penetrasi Sosial (Social Penetration Theory). Keduanya
10
melakukan studi yang ekstensif dalam suatu area
mengenai ikatan sosial pada berbagai macam tipe
pasangan. Teori mereka menggambarkan suatu pola
pengembangan hubungan, sebuah proses yang mereka
identifikasi sebagai penetrasi sosial. Penetrasi
sosial (social penetration) merujuk pada sebuah proses
ikatan hubungan dimana individu-individu bergerak
dari komunikasi superfisial menuju ke komunikasi
yang lebih intim. Menurut Altman & Taylor, keintiman
di sini lebih dari sekedar keintiman secara fisik;
dimensi lain dari keintiman termasuk intelektual dan
emosional, dan hingga pada batasan di mana pasangan
melakukan aktivitas bersama (West & Turner 2007).
Proses penetrasi sosial, karenanya, mencakup di
dalamnya perilaku verbal (kata-kata yang kita
gunakan), perilaku nonverbal (postur tubuh kita,
sejauh mana kita tersenyum, dan sebagainya), dan
perilaku yang berorientasi pada lingkungan (ruang
antara komunikator, objek fisik yang ada di dalam
lingkunagn, dan sebagainya).
11
Altman dan Taylor (1973) dalam West & Turner
(2007: 196) percaya bahwa hubungan orang sangat
bervariasi dalam penetrasi sosial mereka. Dari
suami-istri, supervisor-karyawan, pasangan main
golf, dokter-pasien, hingga para teoretikus
menyimpulkan bahwa hubungan “melibatkan tingkatan
berbeda dari perubahan keintiman atau tingkat
penetrasi sosial”. Para penulis ini menyatakan bahwa
hubungan mengikuti suatu trayek (trajectory), atau jalan
setapak menuju kedekatan. Selanjutnya, mereka
mengatakan bahwa hubungan bersifat teratur dan dapat
diduga dalam perkembangannya. Karena hubungan adalah
sesuatu yang penting dan “sudah ada dalam hati
kemanusiaan kita” (Rogers & Escudero, 2004, hal.3),
dalam West & Turner (2007:196), para teoretikus
penetrasi sosial berusaha untuk menguraikan
kompleksitas dan prediktabilitas yang terus-menerus
dari suatu hubungan.
Cerita pembuka mengenai Jason LaSalle dan
kencannya yang diatur oleh saudaranya menggambarkan12
ciri utama dari teori penetrasi sosial. Satu-satunya
cara bagi Jason dan Elise untuk memahami satu sama
lain dengan mulai melakukan pembicaraan secara
pribadi diskusi semacam itu akan mengharuskan mereka
untuk membagi informasi pribadi. Ketika keduanya
bertambah dekat, mereka akan bergerak dari hubungan
yang tidak intim menuju ke yang intim. Selain itu,
tiap kepribadian akan memengaruhi arah hubungan.
Jadi hubungan Jason dan Elise akan dipengaruhi oleh
sikap malu-malu Jason dan sikap Elise yang santai.
Masa depan hubungan Jason dengan Elise didasarkan
pada banyak faktor, yakni faktor-faktor yang akan
dieksplorasi di masa yang akan datang.
Diskusi awal mengenai teori penetrasi sosial
dimulai pada tahun 1960-an dan 1970-an, era di mana
membuka diri dan berbicara terus terang dianggap
sebagai strategi hubungan yang penting. Sekarang,
peneliti telah mengakui bahwa budaya dapat berbeda-
beda dalam menghargai keterbukaan sebagai keteram
pilan dalam berhubungan, dan beberapa budaya13
mempertanyakan antusiasme awal untuk keterbukaan
hubungan secara umum (Stafford, 2003 dalam West &
Turner 2007:196).
2.1.2 Asumsi-asumsi Teori Penetrasi Sosial
1. Asumsi pertama dari teori penetrasi sosial
adalah hubungan-hubungan memiliki kemajuan
dari tidak intim menjadi intim.
Hubungan seseorang dengan yang lainnya tidak
langsung menjadi intim. Dengan kata lain,
untuk mencapai keakraban (keintiman)
seseorang harus melalui proses terlebih
dahulu yakni proses komunikasi superfisial.
Komunikasi superfisial, adalah komunikasi
yang bersifat dasar seperti contohnya,
berbicara mengenai umur, sekolah, hal-hal
yang disukai, dan lain-lain yang belum masuk
pada tahap intim. Tahap intim tidak hanya
sekedar unsur fisik, ada beberapa dimensi
14
lain seperti intelektual dan emosional
seseorang.
Pertama, hubungan komunikasi antara orang
dimulai pada tahapan superfisial dan
bergerak pada sebuah kontinum menuju tahapan
yang lebih intim. Pada kencan mereka yang
diatur oleh Kayla, tak diragukan bahwa Jason
dan Elise berbicara mengenai masalah-masalah
sepele sehubungan dengan menjadi orang tua
tunggal. Mereka kemungkinan bercerita
mengenai bagaimana sulitnya memiliki cukup
waktu pada siang hari untuk melakukan segala
sesuatu, tetapi mereka kemungkinan tidak
akan mengekpresikan bagaimana putus asanya
mereka pada jam 3 pagi ketika mereka
terbangun dari mimpi buruk, misalnya.
Perbincangan awal ini mulanya mungkin
terlihat tidak penting, tetapi sebagaimana
ditemukan oleh Jason, perbincangan semacam
ini memungkinkan seseorang untuk menilai
15
pasangannya dan memberikan kesempatan bagi
tahapan awal pengembangan hubungan. Tentu
saja Jason merasa tidak nyaman, tetapi
ketidaknyamanan ini dapat hilang dengan
sendirinya. Sejalan dengan waktu, hubungan-
hubungan mempunyai kesempatan untuk menjadi
lebih intim.
Tidak semua hubungan terletak pada titik
ekstrem baik tidak intim maupun intim.
Bahkan, banyak dari hubungan kita tertelatak
pada satu titik di antara dua kutub
tersebut. Sering kali, kita mungkin
menginginkan kedekatan hubungan dengan
moderat. Contohnya, kita mungkin ingin agar
hubungan dengan rekan kerja kita cukup jauh
sehingga kita tidak perlu mengetahui apa
yang terjadi di rumahnya setiap malam atau
berapa banyak uang yang dia miliki di bank.
Akan tetapi, kita perlu untuk mengetahui
cukup informasi personal untuk mengetahui
16
apakah ia mampu menyelesaikan bagiannya
dalam sebuah proyek tim.
2. Asumsi kedua dari teori penetrasi sosial
berhubungan dengan prediktabilitas.
Secara khusus, para teoretikus penetrasi
sosial berpendapat bahwa hubungan-hubungan
berkembang secara sistematis dan dapat
diprediksi. Beberapa orang mungkin memiliki
kesulitan untuk menerima klaim ini. Hubungan
seperti proses komunikasi bersifat dinamis
dan terus berubah, tetapi bahkan sebuah
hubungan yang dinamis mengiktui standar dan
pola perkembangan yang dapat diterima.
Untuk lebih memahami asumsi ini, lihat
Jason LaSalle. Tanpa perlu mengetahui semua
detail situasinya, kita dapat menebak bahwa
jika ia mulai berhubungan dengan Elise, ia
akan harus mengatasi emosinya mengenai
Miranda. Selain itu, ia tak dapat menghindar
untuk mempertimbangkan bagaimana keluarga17
mereka akan bergabung jika hubungan mereka
berkembang menjadi lebih intim. Selanjutnya,
kita dapat menduga bahwa hubungan ini akan
bergerak lambat pada awalnya ketika Jason dan
Elise berusaha untuk mengatur perasaan dan
emosi mereka.
Proyeksi-proyeksi ini didasarkan pada
asumsi kedua teori ini: hubungan pada umumnya
bergerak dalam cara yang teratur dan dapat
diprediksi. Meskipun kita mungkin tidak
mengetahui secara pasti mengenai arah dari
sebuah hubungan atau dapat menduga secara
pasti masa depannya, proses penetrasi sosial
cukup teratur dan dapat diduga. Kita cukup
yakin, misalnya, bahwa Jason dan Elise tidak
akan memperkenalkan diri mereka masing-masing
pada orang-orang penting di dalam keluarga
mereka sebelum berkencan beberapa kali. Kita
juga dapat menebak bahwa mereka tidak akan
saling menyatakan cinta sebelum melakukan18
pertukaran informasi yang lebih intim. Tentu
saja, sejumlah peristiwa dan variabel lain
(waktu, kepribadian, dan sebagainya)
memengaruhi cara perkembangan hubungan mereka
dan apa yang kita dapat prediksikan dalam
proses tersebut. Sebagaimana disimpulkan oleh
Altman dan Taylor (1973) dalam West & Turner
(2007:198) “orang tampaknya memiliki
mekanisme penyesuaian yang sensitif yang
memampukan mereka untuk memprogram secara
hati-hati hubungan interpersonal mereka”.
3. Asumsi ketiga social penetration theory
berhubungan dengan pemikiran bahwa
perkembangan hubungan mencakup depenetrasi
dan disolusi.
Mulanya, kedua hal ini mungkin terdengar
aneh. Sejauh ini kita telah membahas titik
temu dari sebuah hubungan. Akan tetapi,
hubungan dapat menjadi berantakan, atau
19
menarik diri (depenetrate), dan kemuduran ini
dapat menyebabkan terjadinya disolusi
hubungan. Elise, contohnya mungkin tidak siap
menghadapi ketertutupan Jason dan mungkin
berharap untuk menarik dan memutuskan
hubungan secara total.
Berbicara mengenai penarikan diri dan
disolusi, Altman dan Taylor menyatakan
kemiripan proses ini dengan sebuah film yang
diputar mundur. Sebagaimana komunikasi
memungkinkan sebuah hubungan untuk mundur
menuju tahap keintiman, komunikasi dapat
menggerakan hubungan untuk mundur menuju
tahap ketidakintiman. Jika suatu komunikasi
penuh dengan konflik, contohnya, dan konflik
ini terus berlanjut menjadi destruktif dan
tidak bisa diselesaikan, hubungan itu mungkin
akan mengambil langkah mundur dan menjadi
lebih jauh. Para teorerikus penetrasi sosial
20
berpikir bahwa penarikan diri seperti halnya
proses penetrasi sering kali sistematis.
Jika sebuah hubungan mengalami depenetrasi,
hal itu tidak berarti bahwa hubungan itu akan
secara otomatis hilang dan berakhir. Sering
kali, suatu hubungan akan mengalami
transgresi (transgression), atau pelanggaran
aturan, pelaksanaan, dan harapan dalam
berhubungan. Transgresi ini mungkin tampak
tidak dapat diselesaikan dan sering kali
memang demikian. Bahkan, Tara Emmers, Sommer
(2003) dalam West & Turner (2007: 199)
menyatakan bahwa berbagai transgresi hubungan
dapat membantu dalan kegagalan suatu
hubungan.
4. Asumsi terakhir menyatakan bahwa pembukaan
diri adalah inti dari perkembangan hubungan.
Pembukaan diri (self disclosure) dapat secara umum
didefinisikan sebagai proses pembukaan
21
informasi mengenai diri sendiri kepada orang
lain yang memiliki tujuan. Biasanya,
informasi yang ada di dalam pembukaan diri
adalah informasi yang signifikan (West &
Turner, 2007: 199).
Contohnya seperti, seseorang yang
mengungkapkan dirinya bisa bermain gitar
mungkin tidak begitu penting bagi orang lain,
membuka informasi yang lebih pribadi, seperti
bahwa seseorang itu merupakan seorang Katolik
dan mendukung kehidupan (anti aborsi),
mungkin secara signifikan memengaruhi evolusi
sebuah hubungan.
Menurut Altman dan Taylor (1973) dalam
West & Turner (2007: 199), hubungan yang
tidak intim bergerak menuju hubungan yang
intim karena adanya keterbukaan diri. Proses
ini memungkinkan orang untuk saling mengenal
dalam sebuah hubungan. Pembukaan diri
membantu membentuk hubungan masa kini dan
22
masa depan antara dua orang, dan “membuat
diri terbuka terhadap orang lain memberikan
kepuasan yang intrinsik. Elise akan memahami
tantangan baginya dalam hubungannya dengan
Jason ketika mendengarkan pembukaan diri
Jason mengenai perasaanya tentang istrinya
yang sudah meninggal dan hasratnya untuk
memulai berpacaran lagi. Sebaliknya, karena
penetrasi sosial mensyaratkan sebuah
“ketumpangtindihan informasi yang gradual dan
eksplorasi akan diri masing-masing pihak yang
terlibat dalam sebuah hubungan”, Elise juga
harus membuka diri serta pemikirannya dan
perasaannya.
Akhirnya, kita harus melihat bahwa
pembukaan diri bersifat strategis dan non-
strategis. Maksudnya, dalam beberapa
hubungan, kita cenderung untuk merencanakan
apa yang kita katakan pada orang lain. dalam
situasi lainnya, pembukaan diri mungkin
23
terjadi secara spontan. Pembukaan diri secara
spontan secara luas berkembang dalam
masyarakat kita. Bahkan, para peneliti telah
menggunakan istilah, “fenomena orang asing
dalam kereta (strangers-on-the-rain)” (atau di
pesawat atau bus) untuk merujuk pada waktu
ketika orang membuka informasi pada orang
yang sama sekali asing di area publik. Coba
ingat kembali seberapa sering kita duduk di
sebelah orang asing dalam suatu perjalanan,
dan orang asing tersebut membuka informasi
pribadi selama perjalanan. Peneliti
komunikasi interpersonal terus melakukan
penyelidikan kenapa orang terlibat dalam
kegiatan ini.
2.1.3 Model Teori Penetrasi Sosial "Mengupas"
Lapisan Hubungan: Analogi Bawang
Altman dan Taylor menggunakan analogi atau model
bawang (union model) dalam menjelaskan tahapan24
penetrasi sosial. Lapisan pertama adalah lapisan
yang bisa diakses oleh semua orang. Lapisan terluar
adalah dirinya yang bersifat umum yang bisa
dijangkau oleh semua orang yang peduli untuk
melihatnya. Lapisan terluar termasuk sekian banyak
detil yang pasti membantu menggambarkan siapa dia
tetapi disandarkan hanya pada kebiasaannya dengan
orang lain. Di permukaan, orang melihat tinggi badan
atau tampilan fisik, usia, jenis kelamin, pekerjaan,
dan segala macam artefak non verbal yang terikat
padanya.
Selanjutnya pada lapisan yang kedua merupakan
wilayah semi-privat yang dimiliki seseorang, tidak
semua orang dapat mengetahui secara pasti bagaimana
sifat dan kepribadian seseorang. Kemudian, jika
masuk ke wilayah yang lebih dalam lagi itu merupakan
wilayah yang bersifat privat, wilayah ini dibentuk
berdasarkan nilai-nilai, konsep diri, konflik yang
pernah dialami dan juga emosi-emosi. Itu adalah
bagian pribadinya yang tidak ia buka ke seluruh25
dunia. Bahkan orang yang terdekat kepadanya seperti
orang tua atau kekasih juga belum tentu
mengetahuinya. Lapisan yang lebih dalam ini lebih
rentan, oleh karena itu lebih ia lindungi (Griffin,
2006: 114). Gambar model bawang berikut ini dapat
menjelaskan lapisan-lapisan atau wilayah penetrasi
sosial.
(http://www.slideshare.net/mankoma2013/penetrasi-sosial?next_slideshow=1)
26
(http://sosbud.kompasiana.com/2010/06/16/teori-penetrasi-
sosial-168287.html)
Dalam diskusi mengenai social penetration theory,
Altman & Taylor memasukkan struktur kulit bawang.
Mereka meyakini bahwa orang seperti Jason LaSalle
dapat dibandingkan dengan sebuah bawang, dengan
lapisan-lapisan (berbentuk lingkaran) dari sebuah
bawang yang mewakili berbagai aspek dari kepribadian
27
seseorang. Lapisan terluar adalah citra publik (public
image) seseorang, atau yang dapat dilihat secara
langsung. Citra publik Jason adalah ia seorang pria
Afro-Amerika pada usia pertengahan 40 tahunan yang
mulai mengalami kebotakan. Elise Porter juga seorang
Afro-Amerika tetapi jauh lebih tinggi daripada Jason
dan berambut pendek. Lapisn citra publik dikelupas
ketika Jason mulai membuka kepada pasangan kencannya
mengenai rasa frustasinya menjadi orang tua tunggal.
Ketika malam beranjak larut, tak diragukan lagi
bahwa Jason dan Elise mulai untuk membuka tiap
lapisan dari kepribadian mereka. Contohnya, Elise
mungkin membuka bahwa dia juga mengalami kecemasan
orang tua tunggal. Resiprositas (reciprocity) ini, atau
proses di mana keterbukaan orang lain akan
mengarahkan orang lain untuk terbuka, adalah
komponen utama dalam teori penetrasi sosial.
Resiprositas terbukti signifikan baik dalam hubungan
yang mapan maupun yang baru, seperti hubungan Jason
dan Elise. Lawrence Rosenfeld & Gary Bowen (1991)
28
dalam West & Turner (2008: 200), misalnya, menemukan
bahwa kepuasan pernikahan akan lebih tinggi ketika
pasangan melakukan resiprositas dalam pembukaan
diri. Para peneliti menekankan bahwa hubungan ini
"kemungkinan lebih tidak tertekan dan lebih stabil".
Altman & Taylor yakin bahwa keintiman tidak dapat
diperoleh tanpa adanya resiprositas.
Penetrasi dapat dilihat dengan menggunakan dua
dimensi: keluasan dan kedalaman.
Keluasan (breadth) merujuk pada berbagai topik yang
didiskusikan dalam suatu hubungan.
Waktu keluasan (breadth time) berhubungan dengan jumlah
waktu yang dihabiskan oleh pasangan dalam
berkomunikasi satu sama lainnya mengenai berbagai
macam topik tersebut.
Kedalaman (depth) merujuk pada tingkat keintiman yang
mengarahkan diskusi mengenai suatu topik. Pada tahap
awal, hubungan dapat dikatakan mempunyai keluasan
yang sempit dan kedalaman yang dangkal. Bagi Jason
LaSalle, kencan ertamanya dengan Elise dapat disebut
29
demikian. Sangat mungkin, keduanya tidak
mendiskusikan banyak topik, dan apa yang mereka
diskusikan kemungkinan jauh dari nuansa keintiman,
kita dapat mengharapkan lebih luasnya topik yang
dapat didiskusikan (lebih banyak keluasan), dengan
beberapa topik yang mulai lebih mendalam.
Beberapa kesimpulan penting untuk diperhatikan
mengenai keluasan dan kedalaman pembukaan diri.
Pertama, pergeseran atau perubahan dalam pusat
lapisan (pada bawang) mempunyai lebih banyak
pengaruh daripada yang di bagian luar lapisan.
Karena citra publik seorang individu, atau kulit
terluar, mewakili segala sesuatu yang dapat dilihat
orang lain, atau superfisial, kita dapat menebak
bahwa apabila terdapat perubahan pada kulit terluar,
konsekuensinya akan minimal. Contohnya, jika Elise
mengubah gaya rambutnya, hubungannya dengan Jason
akan lebih sedikit dipengaruhi dibandingkan jika ia
mengubah pendapatnya mengenai hubungan seks sebelum
nikah.
30
Kedua, makin besar kedalamannya, makin banyak
kesempatan bagi seseorang untuk merasa rentan.
Bayangkan ketika Jason membuka beberapa kelemahan
dirinya pada Elise misalnya, fakta bahwa dia berada
di dalam tanggungan Negara selama dua tahun kematian
istrinya. Ketika ia membuka informasi pribadi ini
kepada Elise, Elise dapat bereaksi dengan beberapa
cara berbeda. Elise dapat sekedar berkata “Wow”, dan
tidak membicarakannya lebih lanjut. Atau ia akan
mengatakan, “Itu pasti merupakan hal yang berat
bagimu,” menunjukkan rasa prihatin. Respons ketiga
adalah “Saya tidak melihat sesuatu yang salah dengan
hal itu. Jutaan orang membutuhkan bantuan pada
beberapa titik di dalam kehidupannya.” Reaksi
terakhir ini menunjukkan rasa keprihatinan yang
lebih besar dan sebuah usaha untuk mengurangi
kegundahan yang dirasakan Jason. Bagaimana Elise
bereaksi memengaruhi seberapa rentan Jason merasa.
Seperti yang kita lihat, reaksi yang pertama mungkin
memunculkan sebuah tingkat perasaan rentan yang
31
tinggi, sedangkan respons ketiga mungkin menyebabkan
sedikit perasaan rentan.
Ketika kita merefleksikan topik mengenai
pembukaan diri, tetaplah mengingat bahwa seorang
individu harus berhati-hati dalam melakukan
pembukaan diri. Meskipun pembukaan diri secara umum
dapat menggerakkan suatu hubungan menuju kedekatan,
membuka terlalu banyak pada awal hubungan mungkin
malah menyebabkan hubungan itu berakhir. Beberapa
pasangan mungkin tidak mamu dan tidak siap untuk
mengenal orang lain secara intim. Juga ingatlah
bahwa kepercayaan adalah sebuah bagian yang melekat
dari proses keterbukaan dan resiprositas. Mark Knapp
& Anita Valengisti (2000) dalam West & Turner (2007:
202), contohnya, menyatakan bahwa “pembukaan diri
mengenai informasi yang intim didasarkan pada
kepercayaan. Mereka kemudian mengatakan bahwa jika
kita menginginkan resiprositas dalam pembukaan, kita
harus berusaha untuk mendapatkan kepercayaan dari
orang lain dan, sebaliknya, juga memercayai orang
32
tersebut. satu tujuan dalam keterbukaan diri
karenanya, adalah untuk menjadi peduli dan sesuai.
Tuntunan lain dalam pembukaan diri dapat dilihat
pada tabel 1
Tabel 1
TANYA DIRI ANDA
SENDIRI
SARAN
Apakah orang itu penting bagi
Anda ?
Ungkaplah informasi signifikan
mengenai diri Anda sendiri
kepada orang lain debgan siapa
Anda sedang membangunn suatu
hubungan personal.
Apa risiko membuka diri cukup
beralasan ?
Cobalah untuk tidak membuka
informasi yang signifikan
mengenai diri Anda jika
terdapat risiko besar berkaitan
dengan informasi tersebut.
Nilailah potensi risiko dari
33
pembukaan diri Anda.
Apakah jumlah dan tipe
pembukaan diri sesuai ?
Tentukanlah apakah Anda membuka
informasi terlalu banyak atau
terlalu sedikit. Pelajari waktu
Anda untuk membuka diri.
Apakah membuka diri relevan
dengan situasi saat itu ?
Membuka diri secara teratur
atau konstan tidak selamanya
berguna dalam sebuah hubungan.
Jangan berbagi semua hal.
Apakah membuka diri itu akan
resiprokal ?
Ketidaksetaraan dalam pembukaan
diri menciptakan sebuah
hubungan yang tidak seimbang.
Tunggulah adanya resiprositas.
Akankah dampaknya konstruktif
?
Jika tidak digunakan secara
hati-hati, pembukaan diri dapat
digunakan dalam cara-cara yang
merusak. Berhati-hatilah dalam
34
emembuka informasi yang mungkin
dianggap merusak.
Apakah kesalahpahaman budaya
mungkin terjadi ?
Pertahankan sensitivitas budaya
selama orang membuka diri
kepada Anda dan Anda membuka
diri kepada orang lain.
(Tabel 1, West & Turner, 2007: 204)
Berkaitan dengan kesimpulan kedua mengenai
pengorbanan dan penghargaan, Taylor & Altman melihat
bahwa beberapa hubungan lebih baik dalam mengatur
konflik daripada hubungan lainnya. Ketika pasangan
berhubungan, mereka mungkin mengalami sejumlah
ketidaksepakatan. Selama bertahun-tahun, pasangan
menjadi terbiasa untuk mengelola konflik dengan
berbagai cara, menciptakan suatu budaya hubungan
yang unik yang memungkinkan mereka untuk mengatur
konflik di masa datang. Terdapat lebih banyak
35
kepercayaan dalam mengatasi sebuah konflik dalam
hubungan yang mapan. Selain itu, hubungan itu tidak
selalu terancam oleh sebuah konflik karena pasangan
tersebut menyimpan pengalaman-pengalaman untuk
mengatasi konflik.
Secara keseluruhan, hubungan sering kali
tergantung pada kedua pihak dalam menilai
penghargaan dan pengorbanan. Jika pasangan merasa
bahwa terdapat lebih banyak penghargaan daripada
pengorbanan, kemungkinannya adalah hubungan akan
bertahan. Jika dianggap lebih banyak pengorbanan
daripada penghargaan, hubungan mungkin akan melemah.
Akan tetapi, ingatlah bahwa masing-masing dari
pasangan tidak akan melihat sebuah masalah secara
sama sebuah pengorbanan bagi individu mungkin akan
dilihat sebagai sebuah penghargaan oleh individu
lainnya.
Pandangan pertukaran sosial bergantung kepada
masing-masing pihak dalam sebuah hubungan untuk
menghitung batasan hingga di mana individu-individu
36
memandang hubungan sebagai sesuatu yang negatif
(pengorbanan) atau positif (oenghargaan). Menurut
pemikiranpertukaran sosial, selama hubungan
berjalan, pasangan secara menilai kemungkinan-
kemungkinan di dalam hubungan dan juga alternative-
alternatif yang dipersepsikan atau nyata dalam
sebuah hubungan. Evaluasi ini penting selama
komunikator memutuskan apakah proses penetrasi
sosial masih diinginkan. Pada bagian selanjutnya,
akan diidentifikasi tahap pada proses penetrasi
sosial.
2.1.4 Tahapan Proses Penetrasi Sosial
Keputusan mengenai apakah sebuah hubungan yang
berpotensi terlihat memuaskan tidak dapat serta
merta terlihat. Seperti yang sudah dibicarakan
sebelumnya, perkembangan suatu hubungan terjadi
dalam sebuah cara yang sistematis, dan keputusan
mengenai apakah orang berkeinginan untuk
mempertahankannya biasanya tidak diambil dengan
37
cepat. Tidak semua hubungan berjalan melalui proses
ini, dan hubungan yang melalui proses ini tidak
selalu merupakan hubungan yang romantik, ada sebuah
skenario untuk dipikirkan.
Contoh kaitannya dengan tahapan teori penetrasi
sosial yakni hubungan antara Cathy dan Barbra,
mahasiswa tahun pertama di Universitas Upton, yang
secara acak ditempatkan sebagai teman sekamar di
Blackstone Hall, sebuah asrama di kampus yang
seluruh penghuninya wanita. Keduanya berasal dari
daerah negara bagian yang berbeda, Cathy dari kota
dan Barbra dibesarkan di daerah pertanian. Mereka
memiliki keluarga yang berbeda diamna Cathy adalah
anak tunggal dan teman sekamarnya memiliki empat
saudara. Mereka hanya bertemu satu sama lain satu
kali (pada saat orientasi mahasiswa baru) dan
sekarang sedang akan sarapan pagi bersama untuk
pertama kalinya.
38
Tahapan penetrasi sosial
1. Orientasi: Membuka Sedikit Demi Sedikit
Tahap paling awal dari interaksi, disebut sebagai
tahap orientasi (orientation stage), terjadi pada tingkat
publik: hanya sedikit mengenai diri kita yang
terbuka untuk orang lain. selama tahapan ini,
pernyataan-pernyataan yang dibuat biasanya hal-hal
yang klise dan merefleksikan aspek superfisial dari
39
Orientasi
Membuka sedikit informasitentang diri kitakepada orang lain
Pertukaran penjajakan afektif
Munculnyakerpibadianseseorang
Pertukaran afektif
Komunikasi yang spontan; penggunaan idiom pribadi
Pertukaran stabil
Komunikasi yang efisien; dibangunnya sebuahsistem komunikas
seorang individu. Orang biasanya bertindak sesuai
dengan cara yang dianggap baik secara sosial dan
berhati-hati untuk tidak melanggar harapan sosial.
Selain itu, individu-individu tersenyum manis dan
bertindak sopan pada tahapan orientasi.
Taylor & Altman (1987) dalam West & Turner
(2007: 206) menyatakan bahwa orang cenderung tidak
mengevaluasi atau mengkritik selama tahap orientasi.
Perilaku ini akan dipersepsikan sebagai
ketidakwajaran oleh orang lain dan mungkin akan
merusak interaksi selanjutnya. Jika evaluasi
terjadi, teoretikus percaya bahwa kondisi itu akan
diekspresikan dengan sangat halus. Selain itu, kedua
individu secara aktif menghindari setiap konflik
sehingga mereka mempunya kesempatan berikutnya untuk
menilai diri mereka masing-masing.
Tahap orientasi dapat dipahami dengan mengamati
percakapan antara Cathy dan Barbra selama mereka
sarapan:
40
CATHY : Saya harus mengakui bahwa saya selama ini
bertanya-tanya seperti apa teman sekamar saya.
Sungguh merupakan hal aneh, kita dipilih oleh
komputer dan kita harus hidup bersama selama
setahun.
BARBRA : Saya setuju. (keheningan yang membuat
canggung)
CATHY : Tetapi, hei, sangat menyenangkan karena kita
berdua suka lacrosse, dan mungkin kita berdua bisa
menjadi satu tim. Saya rasa kampus ini... ((Barbra
memotong)
BARBRA : Saya senang belajar didekat... Maaf.
Silahkan kamu teruskan.
CATHY : Tidak, kamu duluan.
BARBRA : Saya tadi ingin mengatakan bahwa saya
berharap kita memiliki kesempatan pergi keluar
kampus dan pergi kedanau. Sayan sangat senagn
belajar didekat air. Saya dulu senang berenang di
danau dekat rumah saya. Saya tidak punya waktu di
41
musim panas terakhir ini karena saya terlalu banyak
bekerja.
CATHY : Percaya atau tidak, saya tidak tahu caranya
berenang! Saya berusaha untuk belajar, tetapi saya
tidak pernah bisa.
BARBRA : Hei! Saya seorang perenang yang baik, saya
akan mengajarimu kalau kita ada waktu.
CATHY : Bagus!
Seperti yang Anda lihat, kedua wanita ini terlibat
dalam perbincangan yang agak superfisial dan kadang
kala canggung, dan tidak satu pun dari mereka
menilai teman bicaranya. Bahkan, Barbra sebenarnya
mempunyai kesempatan untuk mengatakan kepada Cathy
bahwa sungguh aneh ia tidak mengetahui bagaimana
caranya berenang, tetapi ia memilih tetap bersikap
suportif.
2. Pertukaran Penjajakan Afektif: Munculnya Diri
42
Dalam tahap orientasi, para interaktian berhati-hati
untuk tidak membuka diri terlalu banyak terhadap
satu sama lain. tahap pertukaran penjajakan afektif
(exploratory affective exchange stage) merupakan perluasan area
publik dari diri dan terjadi ketika aspek-aspek dari
kepribadian seorang individu mulai muncul. Apa yang
tadinya privat menjadi publik. Para teoretikus
mengamati bahwa tahap ini setara dengan hubungan
yang kita miliki dengan kenalan dan tetangga yang
baik. Seperti tahap-tahap lainnya, tahap ini juga
melibatkan perilaku verbal dan nonverbal. Orang
mungkin mulai untuk menggunakan beberapa frase yang
hanya dapat dimengerti oleh mereka yang terlibat di
dalam hubungan. Terdapat sedikit spontanitas dalam
komunikasi karena individu-individu merasa lebih
nyaman dengan satu sama lain, dan mereka tidak
begitu hati-hati akan kelepasan berbicara mengenai
sesuatu yang nantinya akan mereka sesalkan. Selain
itu, lebih banyak perilaku menyentuh dan tampilan
afeksi (seperti ekspresi wajah) dapat menjadi bagian
43
dari komunikasi dengan orang satunya. Taylor &
Altman mengatakan kepada kita bahwa banyak hubungan
tidak bergerak melebihi tahapan ini.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai
sikap pertukaran penjajakan afektif. Ingat kembali
Cathy dan Barbra, kali ini pertimbangkan bahwa
mereka telah menjadi teman sekamar selama delapan
minggu, dan masin-masing mulai memahami kepribadian
temannya. Dan seperti teman sekamar lainnya, mereka
memutuskan untuk mengambil kelas yang sama dan
sedang menyiapkan diri mereka untuk menghadapi ujian
sejarah tengah semester ini.
BARBRA : Hey, Cath, kamu pernah dengar tidak, jenis
tes apa yang diberikan Kading (seorang dosen) di
kelas?
CATHY : Dipesta klub tadi malam, aku dengar
kebanyakan adalah hafalan, dan kita tidak perlu
mengingat tanggal-tanggal. Aaaahhh, bisa-bisa aku
44
teriak karena tidak bisa mengingat semua materi dari
BAB 3!
BARBRA : Cuek aja..
CATHY : Cuek aja! Gampang buat mahasiswa yang
nilainya A sema sepertimu untuk bilang begitu.
BARBRA : Aku baru mau bilang-sebelum dipotong-kalau
rasanya ujian psikologiku kacau, dan aku hanya dapat
B+. Yah, mungkin saja dia akan mengatrol nilai.
CATHY : Aku tidak bisa mengandalkan katrol nilai.
Aku benar-benar tidak nyambung dengan semua yang
harus kupelajari. Orang tuaku akan membunuhku kalau
aku tidak lulus dalam matakuliah ini.
BARBRA : Makanya, berhenti ngobrol dan mulai
belajar.
Jelas sekali, Barbra dan Cathy mulai merasa lebih
nyaman berada didekat satu sama lain. Bahkan, kata-
kata “Cuek aja” yang digunakan Barbra menunjukkan
penggunaan frase istilah yang disebutkan oleh Altman
dan Taylor. Selanjutnya, Cathy secara perlahan-lahan
45
membuka lebih banyak informasi pribadi mengenai
harapan orang tuanya dan kemampuannya untuk memahami
materi yang diberikan. Tahapan pertukaran penjajakan
afektif mereka cenderung suportif, meskipun tingkat
kecemasan mereka terkadang memengaruhi mereka.
3. Pertukaran Afektif: Komitmen dan Kenyamanan
Tahap ini ditandai oleh persahabatan yang dekat dan
pasangan intim. Tahap pertukaran afektif (affective
exchange stage) termasuk interaksi yang lebih “tanpa
beban dan santai” (Taylor & Altman, 1987, hal.259
dalam West & Turner, 2007:207) di mana komunikasi
sering kali berjalan spontan dan invidu membuat
keputusan yang cepat, sering kali dengan sedikit
memberikan perhatian untuk hubungan secara
keseluruhan. Tahap pertukaran afektif menggambarkan
komitmen lebih lanjut kepada invidu lainnya; para
interaktan merasa nyaman satu dengan lainnya.
Tahap ini mencakup nuansa-nuansa hubungan yang
membuatnya menjadi unik; senyuman mungkin
46
menggantikan untuk kata “saya mengerti”, atau
pandangan yang menusuk diartikan sebagai “kita
bicarakan ini nanti”. Kita mungkin juga menentukan
individu-individu yang menggunakan idiom pribadi
(personal idiom) (Hopper, Knapp & Scott, 1981 dalam West
& Turner 2007: 207), yang merupakan cara pribadi
dalam mengekspresikan sebuah keintiman hubungan
melalui kata-kata, frase, atau perilaku. Ekspresi
idiomatic seperti “sweetie” atau “bubbles” memiliki makna
yang unik untuk dua orang dalam sebuah hubungan.
Idiom ini berbeda dari frase istilah yang kita
diskusikan pada tahap pertukaran penjajakan afektif
karena idiom-idiom biasanya menggambarkan hubungan
yang lebih mapan, sedangkan frase istilah mungkin
dapat muncul pada setiap titik dalam interaksi awal.
Kita harus menambahkan bahwa tahapan ini mungkin
meliputi beberapa kritik. Seperti yang dikatakan
para teoretikus, kritik, ketidakramahan, dan
ketidaksetujuan mungkin ada “tanpa dianggap sebagai
ancaman bagi hubungan secara keseluruhan” (Altman &
47
Taylor, 1973, hal 139 dalam West & Turner, 2007:
208). Oleh karena itu, hambatan untuk kedekatan akan
dihancurkan, tetapi banyak orang tetap melindungi
diri mereka dari kondisi untuk menjadi terlalu
rentan.
Kembali ke contoh, Cathy dan Barbra sudah
bersama kurang lebih sedikitnya dua belas minggu.
Mereka mempunyai banyak kesempatan untuk memahami
sejumlah keunikan masing-masing, hidup dengan
seseorang seperti membuat orang mampu melakukan hal
tersebut. Perbincangan mereka berpusat pada kencan
Barbra pada sabtu malam sebelumnya:
BARBRA : Dia sungguh menyebalkan! Yang bisa aku
pikirkan sepanjang malam adalah suatu saat akan ada
perempuan yang bersamanya! Aku kasihan pada
perempuan itu!
CATHY : Tidak mungkin ia seburuk itu.
48
BARBRA : Oh ya? Ia bilang padaku kalau yang aku
lakukan Cuma ngomong dan aku bukan pendengar yang
baik. Yang benar saja!
CATHY : Yah, Barb, kalau boleh jujur, kamu memang
tidak mendengarkan orang sebanyak kamu bicara.
BARBRA : Maksudnya apa?
CATHY : Aku Cuma mau bilang kalau kadang-kadang aku
tidak bisa ngomong sama sekali dalam persahabatan
ini. setiap kali aku mau mengatakan sesuatu, yang
kamu lakukan adalah membuatku diam.
BARBRA : Menurutku tidak ada orang yang bisa
membuatmu diam, Cathy. Dan urusanku adalah urusanku,
bukan urusamu.
CATHY : Kalau begitu tidak usah cerita lagi cerita
tentang kencan-kencanmu yang mengerikan!
BARBRA : Ya sudah
CATHY : Ya sudah.
Sebagaimana dapat Anda rasakan, tedapat ketegangan-
ketegangan dalam hubungan mereka saat ini. Cathy dan
49
Barbra siap menawarkan kritik terhadap diri
temannya, dan perkataan mereka terdengar tidak
bersahabat. Pertukaran afektif dapat meliputi baik
pertukaran positif maupun negatif.
4. Pertukaran Stabil: Kejujuran Total dan Keintiman
Tahap keempat dan terakhir, pertukaran stabil,
dicapai dalam sedikit hubungan. Tahap pertukaran
stabil (stable exchange stage) berhubungan dengan
pengungkapan pemikiran. Perasaan dan perilaku secara
terbuka yang mengakibatkan munculnya spontanitas dan
keunikan hubungan yang tinggi. Dalam tahap ini,
pasangan berada dalam tingkat keintiman tinggi dan
sinkron; maksudnya, perilaku-perilaku di antara
keduanya kadang kala terjadi kembali, dan pasangan
mampu untuk menilai dan menduga perilaku pasangannya
dengan cukup akurat. Kadang kala, pasangan mungkin
menggoda satu sama lain mengenai suatu topic atau
orang lain. menggoda di sini dilakukan dengan cara
yang bersahabat.
50
Para teoretikus penetrasi sosial percaya bahwa
terdapat nilai relative sedikit kesalahan atau
kesalahan interpretasi dalam memaknai komunikasi
pada tahap ini. Alasan untuk hal ini sangat
sederhana: kedua pasangan ini telah mempunyai banyak
kesempatan untuk mengklarifikasi setiap ambiguitas
yang pernah ada dan mulai untuk membentuk sistem
komunikasi pribadinya. Sebagai gantinya, komunikasi
menurut Altman dan Taylor, bersifat efisien.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya,
pendekatan tahapan menuju keintiman ini dapat
diwarnai dengan letupan-letupan periodik dan
perlambatan pada perjalanannya. Selain itu, tahapan-
tahapan ini bukan merupakan gambaran yang penuh
mengenai proses keintiman. Terdapat sejumlah
pengaruh lain, termasuk latar belakang dan nilai-
nilai pribadi seseorang serta lingkungan di mana
hubungan mereka terjadi. Proses penetrasi sosial
adalah sebuah pengalaman memberi dan menerima di
51
mana kedua pasangan berusaha untuk menyeimbangkan
kebutuhan individu mereka dengan kebutuhan hubungan.
Kita kembali kepada contoh mengenai Cathy dan
Barbra. Saat ini adalah minggu terakhir ujian
semester, dan keduanya jelas-jelas sedang tegang.
Akan tetapi, mereka berdua menyadari bahwa minggu
ini tidak harus dirumitkan dengan konflik yang tidak
penting, dan masing-masing menyadari bahwa setelah
minggu ini mereka tidak akan bertemu satu sama lain
selama satu tahun.
CATHY : Aku mau keluar ke Anuka’s untuk minum kopi.
Kamu mau?
BARBRA : Aku terlalu gelisah sekarang ini. ada teh
pengantar tidur aja, tidak? (keduanya tertawa)
CATHY : Menurutmu, kamu siap tidak menghadapi semua
ujian minggu ini?
BARBRA : Tidak siap, tapi tidak masalah juga. Orang
tuaku tidak terlalu menuntut, dan mereka tahu kalau
aku sudah melakukan yang terbaik, dan kamu juga.
CATHY :Yah, kurasa juga begiru.52
BARBRA : Kita harus dapat nilai bagus, kalau tidak
kita dikeluarkan dari tim
CATHY : Mungkin kita harus mencoa berfikir positif
BARBRA : Mungkin kita bisa telepon hotline cenayang
dan menanyakan hasil tes kita (lagi-lagi keduanya
tertawa)
CATHY : Terimakasih sudah membuatku tertawa. Aku
memerlukannya
BARBRA : Kita pasti akan baik-baik saja.
Tahap pertukaran stabil menyatakan bahwa makna
yang ada jelas dan tidak ambigu. Dialog antara Cathy
dan Barbra sangat jelas, dan jika kita melihat baik-
baik, kita dapat melihat bahwa keduanya dangat
peduli satu sama lain. Komunikasi mereka
memeprlihatkan dukungan dan kedekatan. Wanita-wanita
ini tampak bersedia untuk memberikan satu sama lain
ruang bernafas, dan yang satu terdengar siap untuk
membantu lainnya. Meskipun contoh kita sebelumnya
menggambarkan sebuah hubungan yang penuh koflik,
53
sekarang terdapat apa yang dikatakan Altman dan
Taylor (1973) sebagai keunikan diadik (dyadic
uniqueness) atau kualitas hubungan yang berbeda seperti
humor da sarkasme.
2.1.5 Konsep Teori Penetrasi Sosial
Altman dan Taylor merujuk kepada pemikiran John
Thibaut dan Harold Kelley (1952) tentang konsep
pertukaran sosial (social exchange). Menurut mereka
dalam konsep pertukaran sosial, sejumlah hal yang
penting antara lain adalah soal relational outcomes,
relational satisfaction, dan relational stability.
Thibaut dan Kelley menyatakan bahwa kita
cenderung memperkirakan keuntungan apa yang akan
kita dapatkan dalam suatu hubungan atau relasi
dengan orang lain sebelum kita melakukan interaksi.
Kita cenderung menghitung untung-rugi. Jika kita
memperkirakan bahwa kita akan banyak mendapatkan
keuntungan jika kita berhubungan dengan seseorang
54
tersebut maka kita lebih mungkin untuk membina
relasi lebih lanjut.
2.1.6 Kelemahan dan Kekuatan Teori Penetrasi Sosial
2.1.6.1 Kekuatan Teori Penetrasi Sosial
Salah satu kekuatan dalam teori ini adalah fakta
bahwa ia dapat digunakan untuk melihat wajah kedua
untuk menghadapi interaksi interpersonal serta
interaksi online antara individu. Kekuatan lain
melibatkan kegunaan dari teori ini dalam memandang
dan menilai resiko dalam suatu hubungan
interpersonal tergantung pada jenis hubungan serta
tingkat saat pengungkapan diri dan keintiman di
dalamnya.
2.1.6.2 Kelemahan Teori Penetrasi Sosial
Kelemahan dari teori ini termasuk fakta bahwa
faktor-faktor lain yang mempunyai kemampuan untuk
mempengaruhi pengungkapan diri tidak dinilai. Budaya
dan karakteristik demografi seperti jenis kelamin,
55
ras, usia, dan banyak lagi, akhirnya mungkin
memiliki efek pada bagaimana seseorang memilih untuk
mengungkapkan informasi. Selain itu, juga mungkin
sulit untuk menggeneralisasi informasi yang dinilai
menggunakan teori ini karena fakta bahwa pengalaman
tertentu, nilai-nilai, dan keyakinan dari seorang
individu juga mungkin memiliki efek pada cara di
mana ia memilih untuk mengungkapkan informasi.
2.1.7 Hubungan Teori Penetrasi Sosial dan Pertukaran
Sosial: Biaya dan Keuntungan dalam Berhubungan
Teori penetrasi sosial didasarkan pada beberapa
prinsip Teori Pertukaran Sosial (Thibaut & Kelley,
1959 dalam West & Turner, 2008: 203). Teori ini
menyatakan bahwa pertukaran sosial “melibatkan
bantuan-bantan yang menciptakan kewajiban di masa
datang dan oleh karenanya membawa sebuah pengauh
mendasar dalam sebuah hubungan sosial” (Blau, 1964,
hal. 140, dalam West & Turner, 2007: 203). Altman &
56
Taylor mendasarkan beberapa dari karya merea pada
proses-proses pertukaran sosial: yaitu, pertukaran
sumber daya antara individu-individu dalam sebuah
hubungan.
Taylor & Altman (1987) dalam West & Turner,
2007: 203) berpendapat bahwa hubungan dapat
dikonseptualisasian dalam bentuk penghargaan dan
pengorbanan. Penghargaan adaah sebagai bentuk
peristiwa hubungan atau perilaku-perilaku yang
mendorong kepuasan, kesenangan, dan kebahagiaan
dalam pasangan, sedangkan pengorbanan sedangkan
pengorbanan adalah segala peristiwa hubungan atau
perilaku-perilaku yang mendorong munculnya perasaan
negatif. Secara sederhana, jika sebuah hubungan
menyediakan lebih banyak penghargaan daripada
pengorbanan, maka individu cenderung bertahan dalam
hubungan mereka. Sebaliknya, jika seorang individu
percaya bahwa terdapat lebih banyak pengorbanan
ketika menjalani sebuah hubungan, maka disolusi
hubungan akan sangat mungkin terjadi. Contohnya,
57
Jason LaSalle akan lebih banyak mengatur kedekatan
hubungannya dengan Elise melalui penilaian (rasio
penghargaan/pengorbanan) (reward/cost ratio), yang
didefinisikan sebagai keseimbangan antara pengalaman
hubungan positif yang mendukung, dan sebagainya)
daripada penderitaan (rasa frustasi, rasa tidak
nyaman, dan sebagainya) dari hubungannya dengan
Elise maka akan mungkin bahwa ia merasa cukup puas
saat ini. Penerapan dan pengalaman pribadinya harus
juga dipertimbangkan dalam penilaian rasio
penghargaan/biaya. Sebagaimana yang ditekankan oleh
Taylor & Altman, "penghargaan dan pengorbanan
dihubungkan secara konsisten dengan timbal balik
kepuasan dalam kebutuhan personal dan sosial" (1987,
hal. 264).
Untuk memahami hal dengan baik, pertimbangkan
dua kesimpulan berikut yang diamati oleh Taylor &
Altman: (1) penghargaan dan pengorbanan memiliki
pengaruh yang besar pada awal sebuah hubungan
daripada setelah hubungan berjalan lama; dan (2)
58
hubungan dengan sumber pengalaman
penghargaan/pengorbanan yang positif lebih mampu
untuk mengatasi konflik secara efektif.
2.1.8 Contoh Penelitian Teori Penetrasi Sosial
Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI -Tesis (Membership)
Penetrasi Sosial Pada Pasangan Menikah BerbedaBudaya (Studi Kasus
Komunikasi Antar Budaya Perkawinan CampurAntara Etnis Jawa dengan Etnis Minangkabau di
Jabotabek)
Mey Sugijanto
Deskripsi Dokumen
http://lib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?
id=71966&lokasi=lokal
59
Abstrak
Penelitian komunikasi antarbudaya dan
antarpribadi ini mengambil responden 7 (tujuh)
pasangan menikah atau suami-isteri yang berbeda
budaya antara etnis Jawa dengan etnis Minangkabau.
Dengan alasan bahwa kedua budaya tersebut, secara
tata cara adat maupun sistem kekerabatan atau
kekeluargaannya tentulah berbeda, pada budaya Jawa
lebih bersifat patrilineal sedangkan di budaya
Minangkabau bersifat matrilineal. Meskipun kedua
budaya berbeda, tetapi dalam keseharian pada
kehidupan bermasyarakat, kedua budaya ini secara
relatif tidak mempunyai konflik.
Secara mikro, angka perkawinan pasangan suami-
isteri yang berbudaya Jawa dengan Minangkabau
pastilah banyak, meskipun secara pasti penulis tidak
mengetahuinya. Pasangan menikah atau suami-isteri
yang berbeda budaya ini secara teoritis sangatlah
60
dekat dengan aspek-aspek budaya, sehingga terjadi
proses asimilasi budaya. Meskipun kedua budaya ini
termasuk ke dalam rumpun budaya high contextnya
Edward T. Halt (1977), tetapi menurut M. Budyatna
(1993) dalam high context itu sendiri terdapat high-
high context, high-medium context dan high-low context. Pada
budaya Jawa lebih kental dengan high-high context,
sedangkan budaya Minangkabau dekat dengan high-medium
context. Meskipun terdapat perbedaan dalam tataran
budaya keduanya, kebanyakan pasangan menikah atau
suami-isteri yang berbeda budaya tidak terjadi
kerenggangan.
Pendekatan dalam penelitian dipergunakan teori
Penetrasi Sosial (Altman and Taylor, 1973) dengan
tahapan-tahapannya, yaitu Orientasi, Exploratory Affective
Exchange, Dyad Members dan Stable Exchange. Pada tahapan-
tahapan tersebut, masing-masing individu pasangan
menikah atau suami-isteri yang berbeda budaya ini,
melakukan pengungkapan diri (self disclosure). Karena
semakin akrab seseorang dengan orang lain, maka
61
semakin terbukalah ia dengan pasangannya (Gudykunst
and Kim; 1997 : 323-324).
Penelitian ini mempergunakan metode kualitatif,
menurut Miles and Huberman (1993: 15), "penelitian
kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif". Sedangkan menurut
Bogdan & Taylor (1975 : 5), bahwa, "penelitian
kualitatif merupakan prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau
tulisan dan perilaku yang diamati dari orang-orang
(subyek) itu sendiri".
Adapun hasil-hasil penelitian diperoleh
gambaran bahwa pasangan menikah atau suami-isteri
melalui tahapan-tahapan dalam teori Penetrasi Sosial
dengan rentang waktu yang bervariatif, meskipun pada
pasangan ketiga tidak melalui tahap orientasi. Dalam
masing-masing tahapan tersebut, terjadi pengungkapan
diri (self disclosure) atau pertukaran informasi/keintiman
hubungan maupun yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
pertukaran hubungan atau ukuran kedalaman dan
62
keluasan kepribadian, seperti karakteristik
personal, hasil pertukaran hubungan dan konteks
situasional.
Sebagai kesimpulan dari penelitian pasangan
menikah atau suami-isteri yang berbeda budaya ini,
ketujuh pasangan sebagai responden atau informan
penelitian ini masing-masing mengikuti tahapan dalam
teori Penetrasi Sosial dan hasilnya masih relevan
jika dibandingkan asal dari teori ini.
63
Teori Media Politik Ekonomi (Political Economy
Media Theory)
Denis McQuail
Denis McQuail adalah Profesor Emeritus di School
of Communication Research (ASCOR) University of Amsterdam dan
Profesor Tamu di Departemen Politik University of
Southampton. Mempelajari sejarah dan sosiologi di
University of Oxford dan menerima gelar Ph.D. dari
University of Leeds serta gelar Dokter Kehormatan dari
University of Ghent. Ia telah dipublikasikan secara luas
di bidang media dan komunikasi, dengan referensi
khusus untuk penelitian khalayak, kebijakan media
dan kinerja, dan komunikasi politik. Hasil karya
terbarunya yang dipublikasikan dalam bentuk buku
adalah McQuail's Mass Communication Theory, 6th edition, Sage,
2010.
64
2.2.1 Asumsi Teori Ekonomi Politik Media
Pendekatan teori politik ekonomi media menurut
pendapat Garnham (dalam Dennis McQuail, 1987)
mengemukakan beberapa asumsi yang menjadi kerangka
berpikir dari teori tersebut adalah:
“an approach which focuses more on economic structure than on
ideological content of media, it asserts the dependence of ideology on
the economic base and direct research attention to the empirical
analysis of the structure of ownership and to the way media market
forces operate; from this point of view, the media institution has to be
considered as part of the economic system though with close links to
the political system; the predominant character of the knowledge of
and for society produced by the media can be largely accounted for by
the exchange value of different kinds of content, under conditions of
pressure to expland markets, and by the underlying economic
interests of owners and decisions makers”
Sebuah pendekatan yang lebih memfokuskan pada
struktur ekonomi daripada isi ideologi media; teori
ini menyatakan ketergantungan ideologi pada dasar
65
ekonomi dan menunjukan perhatian penelitian pada
analisis empiris terhadap struktur kepemilikan dan
mekanisme kerja kekuatan pasar media; dari sudut
pandang ini, institusi media harus dipertimbangkan
sebagai bagian dari sistem ekonomi yang berkaitan
dengan sistem politik, kualitas pengetahuan yang
diproduksi media untuk masyarakat, sebagian besar
dapat ditentukan oleh pertukaran nilai berbagai isi
di dalam kondisi yang memaksakan perluasan pasar,
dan di bawah kepentingan ekonomi dan pembuat
kebijakan.
2.2.2 Pengertian Teori Media Ekonomi Politik
Teori media politik ekonomi merupakan nama lama
yang dihidupkan kembali untuk digunakan dalam
menyebutkan sebuah pendekatan yang memusatkan
perhatian lebih banyak pada struktur ekonomi
daripada muatan (isi) ideoligis media. Teori ini
mengemukakan ketergantungan ideologi pada
kekuatan ekonomi dan mengarahkan perhatian
66
penelitian pada analisis empiris terhadap struktur
pemilikan dan mekanisme kerja keuatan pasar media.
Institusi media harus dinilai sebagai bagian dari
sistem ekonomi yang juga bertalian erat dengan
sistem politik.
Teori politik ekonomi media (political economy media
theory) merupakan salah satu jenis dari Teori Media
Kritis yang dikemukakan oleh Dennis McQuail. Seperti
teori marxisme klasik, teori ini menganggap bahwa
kepemilikan media pada segelintir elit penguasa
telah menyebabkan patologi atau penyakit sosial.
Teori ekonomi media merupakan sebuah pendekatan yang
memusatkan perhatian lebih banyak kepada struktur
ekonomi daripada muatan atau ideology media.
Aktivitas ekonomi di media membawa media menuju
proses komodifikasi produk media/isi media.
Konsekuensinya terlihat dalam berkurangnya sumber
media yang independen, konsentrasi pada khalayak
yang lebih besar, menghindari resiko, dan mengurangi
penanaman modal pada tugas media yang kurang67
menguntungkan. Kita juga menemukan pengabaian sektor
khalayak potensial yang lebih kecil dan miskin, dan
sering kali terdapat media berita yang tidak
seimbang (McQuail, 2011:95-97, 105).
Menutur Vincent Mosco (1995), ekonomi politik
adalah studi tentang hubungan sosial, khususnya
hubungan kekuasaan, yang saling memproduksi,
mendistribusi dan mengkonsumsi sumber daya termasuk
sumber daya komunikasi.
2.2.3 Konsep teori
Ada 3 konsep untuk aplikasi pendekatan ekonomi
politik dalam industry komunikasi menurut Moscow:
1) Commodification (komodifikasi) segala sesuatu
dikomoditaskan (dianggap barang dagangan). Konsep
ini mengacu pada pemanfaatan barang dan jasa yang
dilihat dari kegunaannya kemudian ditransformasikan
menjadi komoditi yang bernilai jual pasar. Bentuk
komodifikasi dalam komunikasi ada tiga macam: (1)
intrinsinc commodification (komodifikasi intrinik), (2)
68
extrinsinc commodification (komodifikasi ekstrinsik), (3)
cybernetic commodification (komodifikasi sibernatik).
Komodifikasi berupaya mengubah apapun menjadi
komoditas atau barang dagangan sebagai alat
mendapatkan keuntungan. Tiga hal yang saling terkait
adalah: Isi media, jumlah audience dan iklan. Berita
atau isi media adalah komoditas untuk menaikkan
jumlah audience atau oplah. Jumlah audience atau oplah
juga merupakan komoditas yang dapat dijual pada
pengiklan. Uang yang masuk merupakan profit dan
dapat digunakan untuk ekspansi media.
Proses transformasi dari nilai guna menjadi
nilai tukar, dalam media massa selalu melibatkan
para awak media, khalayak pembaca, pasar, dan negara
apabila masing-masing di antaranya mempunyai
kepentingan (Mosco, 1996).
Salah satu contohnya, saat satu media televisi
membuat acara humor yang mengekploitasi kebodohan
justru merupakan humor yang disukai oleh masyarakat69
Indonesia dan mereka pun menyukainya dan yang
membuat miris bahwa media atau stasiun televisi yang
lainnya pun membuat program yang sama tapi dalam
konsep yang berbeda. Media hanya sebagai pemberi
keinginan dan kebutuhan dari pasar. Hingga berlomba-
lomba menyajikan acara yang dianggap akan memberikan
keuntungan besaar dalam ekonomi perusahaannya.
2) Spatialization (spasialisasi) adalah proses untuk
mengatasi hambatan ruang dan waktu dalam kehidupan
sosial oleh perusahaan media dalam bentuk perluasan
usaha seperti proses integrasi; integrasi
horizontal, wertikal, dan internasionalisasi.
3) Structuration (strukturasi) yakni proses
penggabungan human agency (agensi manusia) dengan
proses perubahan sosial ke dalam analisis secara
terstruktur. Karakteristik penting dari teori
strukturisasi ialah kekuatan yang diberikan pada
perubahan sosial, yang menggambarkan bagaimana
70
struktur diproduksi dan direproduksi oleh agen
manusia yang bertindak melalui medium struktur-
struktur.
2.2.4 Kelemahan dan Kekuatan Teori Ekonomi Politik
Media
Pada teori politik ekonomi media memiliki
kelemahan dan kekuatan, yaitu:
Kelemahan: unsur-unsur media yang berada dalam
control publik tidak begitu mudah dijelaskan dalam
mekanisme kerja pasar bebas.
Kekuatan: kemampuannya dalam menyodorkan
gagasan dapat dibuktikan secara empiris mengenai
pembiayaan atau keuangan media, yakni gagasan
menyangkut kondisi pasar. Smythe,1977 (dalam Dennis
McQuail: 1987)
Kriteria-kriteria yang dimiliki oleh analisa ekonomi
politik kritis terdiri dari tiga kriteria, yaitu:
71
1) Kriteria pertama adalah masyarakat kapitalis
menjadi kelompok (kelas) yang mendominasi.
2) Kedua, media dilihat sebagai bagian dari
ideologis di mana di dalamnya kelas-kelas dalam
masyarakat melakukan pertarungan, walaupun dalam
konteks dominasi kelas-kelas tertentu.
3) Kriteria terakhir, profesional media menikmati
ilusi otonomi yang disosialisasikan ke dalam norma-
norma budaya dominan.
72
2.2.5 Contoh Analisis Kasus
Metro TV dan TV One sebagai Televisi Berita
http://www.hamzahpalalloi.web.id/2010/07/politik-
ekonomi-media-kajian-kasus.html
Sebelum mengurai bagaimana peran kedua seusai
tema pembahasan, kedua media telah mengklaim dirinya
sebagai Televisi Berita (TV News) di Indonesia. Metro
TV yang lahir 25 Oktober 1999 dalam visinya
menyebutkan dengan gamblang bahwa media ini ingin
menjadi stasiun televisi dengan peringkat nomor satu
untuk berita, menawarkan kualitas dan program
hiburan gaya hidup.
Halnya dengan TV One, program siaran yang
ditawarkan sejak kelahirannya 14 Februari 2010
(sebelumnya bernama La Tivi) lalu langsung memasang
slogan “terdepan mengabarkan” sebagai branding media
ini. Meski baru berumur kurang lebih setahun, tetapi
TV One mampu menempatkan dirinya di hati pemirsanya,
73
sehingga ketika ada peristiwa menarik, TV One seolah
tampil menjadi pesaing Metro TV.
Menurut penulis, dalam segi kemasan memang
terjadi perbedaan menyolok. Metro TV tampil dengan
kesan eksklusif dan menawarkan informasi-informasi
yang terkesan berkelas dengan gaya British, seperti
halnya gaya penyampaian berita khas TVRI. Sementara
TV One, terkesan lebih sederhana dan merakyat,
dengan mencoba mengambil sisi lain dan lebih dekat
di objek berita.
Meski terjadi perbedaan kemasan, kedua media
ini seolah ‘berebut’ menawarkan sisi-sisi menarik
sebuah berita. Bahkan dilapangan kerap terjadi
perebutan sumber berita. Namun demikian, dalam
beberapa milis publik mengatakan kedua media ini
lebih baik dari media TV lainnya yang kerap
menyuguhkan informasi yang kurang mendidik.
Penegasan kedua media sebagai TV News terlihat pada
74
konten siaran yang semuanya dikemas sebagai konten
informasi.
Terlepas dari daftar mata siaran yang
ditawarkan, tampak ‘persaingan’ begitu ketat dalam
menawarkan info-info yang disiarkan ke publik.
Tentunya ini tidak terlepas dari siapa ‘aktor’
dibelakang kedua media ini, yang menjadikannya
sebagai TV berita. Metro TV dikawal Suryapratomo
sebagai News Director, mantan pemimpin redaksi Kompas.
Tentu memiliki pengalaman dalam melihat engel berita
yang layak disajikan ke publik. Sementara TV One,
terdapat Karni Ilyas, mantan wartawan Majalah Tempo
tahun 1978, yang dikenal sangat piawai mengelola
sebuah media. Beberapa media cetak dan elektronik
yang pernah di awaki olehnya, mengalami perubahan
yang sangat signifikan. Seperti ANTV dan SCTV.
Metro TV dan TV One, Kepentingan Dua Elit
Terlepas media ini telah menyajikan informasi
akurat kepada publiknya, kedua media ini tidak bisa
75
dipungkiri adalah buah dari pertarungan dua elit
nasional. Baik secara ekonomi maupun politik. Surya
Paloh sebagai bos Metro TV dan Abu Rizal Bakrie
sebagai bos TV One, begitu tampak persaingannya
dalam ‘memanfaatkan’ kebesaran media masing-masing.
Hal itu tampak pada perebutan jabatan sebagai Ketua
Umum Partai Golkar beberapa waktu silam. Iklan-iklan
politik keduanya pun sudah mulai berhamburan
diberbagai media, pertarungan politik keduanya pun
melibatkan dua stasiun TV yang notabene adalah milik
mereka masing-masing. Perang propaganda jelas
terlihat dalam acara dan iklan yang ditayangkan
kedua stasiun TV itu, dan kasus lumpur lapindo
menjadi produk dagangan politik keduanya, TV One
menayangkan keberhasilan petinggi lapindo dalam
menyelesaikan ganti rugi korban lapindo baik berupa
iklan maupun dalam tayangan acara “Apa Kabar
Indonesia Malam” dan “Republik BBM”. Sedangkan Metro
TV menayangkan korban lumpur lapindo yang belum
terperhatikan seperti dalam acara “Kick Andy”.
76
Inilah yang pernah ditulis Chomsky (1987) malah
mulai menganalisa adanya konspirasi para elit yang
melakukan kontrol pemberitaan dan informasi. Media
menjadi alat kepentingan politik, ekonomi, militer
dan kultur kalangan eksklusif National Security State.
Para penjaga gawang (gatekeepers) media menjadi pion
profit making politisi dan industriawan. Dengan kata
lain, politik bisnis media mengatur pemberitaan
sesuai keinginan pejabat. Media pun jadi terkesan
tidak obyektif manakala para pemiliknya terlibat
dalam perebutan jabatan, karena cenderung menjadi
mesin propaganda para pemiliknya. Bahkan ketika Abu
Rizal Bakri menjadi Menko Kesra, pembenaran teori
otoriter media bagi TV One terkesan hadir, dimana
media ini tak mampu melakukan kritik berlebihan pada
negara, sebab pemodalnya adalah bagian dari sebuah
kekuasan.
Metro TV dan TV One, SBY Juga?
77
Relasi dan rivalitas antara Surya Paloh,
Aburizal Bakrie dan SBY memikat perhatian publik.
Ada yang menarik jika kita memperhatikan pemberitaan
televisi akhir-akhir ini terutama antara dua
televisi pemberitaan nasional yaitu Metro TV dan TV
One. Dimana dalam saat yang sama terdapat perbedaan
tema/isu yang diangkat ke publik oleh kedua stasiun
televisi itu. Setelah surut dari berlomba menyajikan
bencana alam Gunung Merapi, isu bergeser ke masalah
politik. Kasus Gayus Tambunan muncul kembali ke
permukaan. Pada awalnya saat Gayus tertangkap kamera
wartawan sedang menonton pertandingan tenis di Bali,
kedua stasiun TV ini terlihat masih berusaha
berlomba untuk menyajikannya lebih baik ke publik.
Tapi kemudian TV One mulai terlihat sedikit bingung
setelah muncul isu pertemuan Gayus dengan Aburizal
Bakrie di Bali. Peluang besar menyiarkan klarifikasi
masalah ini disia-siakan, karena ‘sang boss’ tidak
mau secara khusus dan terbuka menyangkal
pertemuannya.
78
Sementara itu Metro TV mulai makin hot memblow-
up kasus ini, terutama saat menyiarkan kesaksian
Gayus saat persidangannya dimana ia mengaku diberi
uang oleh tiga perusahaan milik group Bakrie. Saat
polisi hanya mampu membuktikan bahwa kasus Gayus
hanya kasus gratifikasi semata, kekecewaan mengenai
hal ini sangat keras disuarakan Metro TV dalam
pemberitaan, tajuk atau diskusi. Hal yang sama
sedikit sekali dilakukan oleh TV one. Bersamaan
dengan berkembangnya kasus Gayus, konflik pusat
daerah terkait rencana pilkada dalam pengangkatan
Gubernur DI Yogyakarta juga mulai membesar. Isu yang
ditiup langsung oleh Presiden SBY ini juga disajikan
dengan cukup signifikan oleh Metro TV, sedangkan TV
One yang pada awalnya juga berusaha mengangkat
masalah ini, perlahan terlihat mulai mengendur.. Dan
saat ini, dimana suara-suara yang menyuarakan
kekecewaan terhadap kepolisian dan Presiden SBY
semakin kencang terdengar, TV One malah terlihat
sangat konsen luar-dalam untuk memberitakan sepak
79
terjang Timnas PSSI di Piala AFF serta berusaha
mengangkat berita tertangkapnya tersangka teroris
Abu Thalut ke publik yang belakangan muncul di
tengah-tengah gemuruh kekecewaan politik itu.
Terlepas dari yang mana dari berita-berita
tersebut yang lebih menarik perhatian publik atau
lebih menjual atau lebih penting, yang jelas dari
kondisi ini makin memperlihatkan pertarungan politik
antara Surya Paloh dan Aburuzal Bakrie secara
langsung. Dari sini pula bisa kita menebak-nebak
dimana posisi SBY kira-kira dalam pertarungan
keduanya.
Sandera
Siapa tidak kenal Aburizal Bakrie?. Beliau ini
adalah bos Bakrie group. usahanya ada diberbagai
bidang. media, pertambangan, telekomunikasi, dan
banyak lagi. terbayang bagaimana kebingungan beliau
menghabiskan gelontoran uang tiap harinya. atau
sebaiknya tidak dihabiskan, ditabung saja untuk
80
bekal masa tua kelak. Aburizal Bakrie ini juga bos
Golkar. Ketua Umum. Saat pertama kali mencalonkan
menjadi ketua umum, tidak sedikit yang pesimistis
akan kemampuan nya. Bahkan, banyak yang mengkait-
kaitkan pada kehancuran Golkar ke depan, karena
dengan terpilihnya Aburizal Bakrie ini banyak yg
beranggapan sama saja bunuh diri politik yang
dilakukan Golkar.
Indikasinya jelas, ketika seorang pemimpin itu
butuh pencitraan sebagai bahan bakar mesin politik,
maka kehadiran Aburizal Bakrie di Golkar apalagi
sebagai ketua umum sedikit banyak akan mempengaruhi
citra Partai Golkar. Kasus lumpur lapindo adalah
citra buruk bagi Aburizal. Bagaimana tidak, kasus
ini membuat masyarakat Jawa Timur khususnya Sidoarjo
menderita. Banyak industri merugi, masyarakat
kehilangan tempat tinggal, anak-anak kehilangan
sekolah, dan hal merugikan lainnya. sampai saat ini
lumpur lapindo belum juga berhenti.
81
Terlepas dari masalah lapindo tersebut di atas,
ada yang menarik apa yang dilakukan Aburizal
belakangan ini. Sikap tegasnya belakangan ini
sebagai ketua umum salah satu partai besar perlu
mendapat apresiasi tersendiri. Kasus Bank Century yang
menyedot perhatian publik beberapa bulan terakhir
ini semakin membuat panas peta politik di Indonesia.
Yang menarik manakala Golkar bersikap kritis
terhadap pemerintahan yang ada sekarang, padahal
kita semua tahu, semenjak terpilihnya Aburizal
menjadi ketua umum Golkar, ia menyatakan bahwa
Golkar adalah mitra pemerintah, sebutlah bagian
koalisi dengan presiden terpilih, SBY.
Adanya koalisi ini awalnya membuat kita
berpikir bahwa Golkar tidak akan lagi bersikap
kritis. apa yang disampaikan oleh presiden tentu
akan diamini oleh Golkar. Menariknya, justru
beberapa hari ini terjadi perselisihan sengit antara
Aburizal sebagai nakhoda Partai Golkar dengan SBY
dan Partai Demokrat sebagai pengusung utama koalisi.82
Adanya indikasi penyimpangan dan kesalahan dalam
kasus bank century membuat Golkar harus memilih.
Apakah tetap mengamini setiap apa yang disampaikan
oleh mitra koalisinya dalam hal ini presiden SBY
atau berani mengungkapkan fakta lapangan yang
ditemukan selama berjalannya panitia khusus century.
dan Golkar lebih memilih membuka gamblang adanya
penyimpangan dalam kasus Bank Century.
Merasa terpojok dengan adanya isu pemakzulan,
SBY segera mencari celah, mencari cara untuk menekan
Golkar dan Aburizal ini. munculah wacana
pengemplang pajak. salah satu tertuduhnya ternyata
adalah perusahaan-perusahaan Aburizal. Ada yang aneh
manakala presiden dalam kasus ini terlihat panik.
sampai-sampai kasus pajak yang selama ini tidak
pernah mengemuka sekarang terkesan dibuka selebar-
lebarnya.
Menyikapi adanya gelagat tidak beres ini,
Aburizal segera menyatakan bahwa Golkar tidak ada
83
kaitannya sama sekali dengan kasus tunggakan pajak
dan tidak takut terhadap ancaman-ancaman ini. Inilah
yang perlu diapresiasi dan mendapat simpatik publik.
ternyata, beliau masih bisa bicara kebenaran. Semoga
Golkar dan Aburizal ke depan tetap konsisten dan
komit untuk memperjuangkan aspirasi rakyat dan
mengusut tuntas segala penyimpangan yang terjadi
dalam kasus century ini. Begitupun dengan SBY, semoga
beliau konsisten dan komit untuk menindak tegas
setiap pengmplang pajak.
The Real Power?
Mulai terbukti Aburizal Bakrie memiliki ‘power’
politik, yang tak tanggung-tanggung. Semuanya
diperlihatkan dengan sangat jelas kepada publik.
Betapa Ketua Umum Golkar ini, sejatinya ‘the real
power’ di Indonesia.
Dengan sangat piawai Aburizal berhasil
mengkosolidasikan partai-partai politik, melalui
84
fraksi-fraksi mereka di DPR, yang kemudian mengambil
keputusan opsi C dalam kasus bailout Bank Century,
dan dengan keputusan itu, Menkeu Sri Mulyani
Indrawati terdepak dari jabatannya, yang sekarang
digantikan Dirut Bank Mandiri, Agus Martowardoyo.
Kepergian Sri Mulyan Indrawati ke Washington,
yang menjadi salah satu managing direktur dari Bank
Dunia itu, tak lain, sebuah ‘strategic exit’, yang
dispersiapkan dengan matang, yang akan menyelamatkan
kekuasaan Presiden SBY. Semuanya berjalan dengan
sangat lancar, tanpa kesulitan, dan sekarang Sri
Mulyani sudah meninggalkan Indonesia, tanpa kasusnya
yang melibatkan dirinya sebagai pihak yang
bertanggung jawab tersentuh oleh hukum.
Berikutnya, tindakan politik yang sangat
mengejutkan, terbentuknya Sekretariat Gabungan
(Setgab), yang diketuai Presiden SBY, dan Aburizal
Bakrie sebagai ketua pelaksana harian. Ini
85
menunjukkan betapa posisi Aburiza lsangat ‘powerfull’
selain Presiden.
Kebijakan dan keputusan politik yang diambil
Presiden SBY, akhirnya menjadi sangat tergantung
pada Aburizal, aplikatif atau tidak. Karena dia
sebagai ketua pelaksana dalam Setgab. Maka, posisi
Aburizal memiliki daya tawar (leverage) yang tinggi
dalam politik.
Semuanya itu semakin nampak jelas dalam episode
politik berikutnya, yang sebenarnya ini menjadi
sebuah ‘big question’, terutama bagi pandangan
rakyat, yang masih mengharapkan ditegakkan hukum dan
keadilan. Tetapi hukum dan keadilan akhirnya pupus
oleh adanya kekuasaan. Segalanya dapat
dinegosiasikan, dan akhirnya menjadi selesai.
Tidak salah yang mengatakan dengan terbentuknya
Setgab itu, hanya melahirkan politik ‘kartel’, di
mana dari hulu sampai ke hilir, keputusan politik
dengan segala implikasinya hanya di tangan beberapa
86
orang. Tentu yang paling mencolok, sesudah
pengunduran Sri Mulyani, langsung kasus Bank Century,
menjadi tidak ada lagi keinginan membawa ke ranah
hukum.
Hal itu bersamaan dengan keputusan politik yang
diambil partai-partai koalisi yang mendukung
pemerintahan SBY, dan melalui Setgab sudah
menandatangani pernyataan yang tidak akan
melanjutkan kasus century itu sampai ke ranah hukum.
Artinya, kasus Bank Century sudah ditutup.
Padahal, sebelumnya mayoritas anggota DPR
memilih opsi C, yang secara ekplisit menyebutkan
adanya pelanggaran hukum, dan menyebutkan nama Sri
Mulyani dan Boediono sebagai pihak yang bertanggung
jawab. Tetapi, semuanya telah berakhir dengan tanda
tangan para pemimpin partai politik,yang menolak
kasus ke ranah hukum. Ini semuanya tidak terlepas
dari peranan AburizalBakrie, yang melaksanakan
kebijakan Presiden SBY.
87
Presiden SBY memiliki pilar kekuasaan yang
kokoh dengan dukungan Aburizal, yang nota bene ketua
umum Golkar dan Partai Demokrat serta PAN. Sedangkan
partai lainnya yang ikut mendukung sebagai faktor
komplementer. Dapat diprediksikan dalam lima ke
depan, sampai tahun 2014, pemerintahan ini akan
menjadi stabil. Tetapi, tidak tertutup kemungkinan
akan adanya perubahan sikap, seperti yang dialami
hubungan antara Jusuf Kalla dengan SBY, diujung
kekuasaan, sehingga menyebabkan sisa umur
pemerintahan SBY tidak efektif.
Golkar dengan sangat ‘canggih’ selalu memiliki
‘exit strategic’ keluar dari krisis, dan kembali dapat
mengambil dan menggenggam kekuasaan. Hanya sebentar
mengalami krisis, saat Soeharto lengser, tetapi
faktanya Golkar tidak sampai punah, dan kini berjaya
kembali, sesudah dua kali dapat menggenggam
kekuasaan di era SBY.
88
Saat Akbar Tanjung sudah tidak memiliki lagi
pengaruh, maka Akbar ditendang di Kongres Bali, dan
digantikan Jusuf Kalla, dan kepentingan Golkar dapat
diselamatkan dengan adanya kekuasaan yang dipegang
Jusuf Kalla, yang menjadi wakil presiden, sekaligus
menjadi ketua umum Golkar. Episode sejarah
tergambar, bagaimana Jusuf Kalla tersingkir dari
kekuasaan, tetapi faktanya kekuasaan yang ada tetap
bergantung kepada Golkar, sekalipun Aburizal tidak
duduk di ekskutif, tetapi sebagai ketua umum Golkar
dengan suara yang besar di parlemen, SBY mempunyai
kepentingan yang besar pula kepada Golkar. Hal ini
terbukti dengan digenggamnya jabatan sebagai Ketua
Setgab oleh Aburizal Bakrie.
Terakhir, pendapat para pengamat yang
mengatakan dengan adanya Setgab itu, melahirkan
politik kartel itu tidak salah. Bagaimana Mahkamah
Agung, menolak peninjauan kembali (PK) perkara yang
diajukan Direktur Jendral Pajak atas kasus tunggakan
pajak PT. KPC senilai Rp1,5 triliun, yang merupakan89
anak perusahaan dari PT.Bumi Resources, yang tak
terlepas dari Aburizak Bakrie, dan kasus itu telah
diputus Mahkamah Agung tanggal 24 Mei lalu.
Kesimpulan
Setelah melakukan analisa Teori Politik Ekonomi
Media melalui tema ‘Metro TV versus TV One, Ekonomi
dan Kekuasaan’ maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai pengembangan teori-teori media
yang ada, bahwa media secara institusi cenderung
tergantung kepada siapa pemilik media itu. Kedekatan
pemilik media dengan jejaring kekuasaan, akan
mempengaruhi bagaimana media itu bekerja, bagaimana
media itu menyampaikan pesannya kepada publik, dan
bagaimana media itu mengkonstruksi pikiran-pikiran
publik.
Kasus Metro TV dan TV One, memperlihatkan
kebenaran Four Theories of the Press. Media akan menjadi
Otoriter (otoriter theory), jika pemilik media sangat dekat
bahkan menjadi bagian dari pemerintah, akibatnya,
90
media menjadi perpanjangan tangan pemerintah yang
berkuasa. Media pun tidak sekedar menjadi alat
informasi, pendidikan dan hiburan tetapi menjadi
wahana para kapitalis (Liberal Theory) untuk
melanggengkan kerajaan bisnisnya, dengan menjadikan
media sebagai ‘tameng’ dan ‘peluru’ untuk
mempertahankan dan memperluas jaringan ekonomi si
pemilik media dan pihak-pihak yang terkait dengan
media itu sendiri.
Ketika Metro TV dan TV One berebut untuk
mendapatkan berita seluas-luasnya dari publik, maka
peran media disini adalah pemenuhan kebutuhan
sekunder publik (Teori Tanggung Jawab Sosial).
Namun lebih dari itu, ketika media dalam hal
ini Metro TV menayangkan durasi yang berlebihan
tentang Surya Paloh dengan Nasional Demokrat-nya,
serta TV One yang mengabarkan Aburizal Bakrie dengan
Partai Golkarnya, kedua media ini seolah menjelma
sebagai penganut Totaliter Soviet (Totaliter Soviet Theory),
91
yang mana kedua media ini seolah di digunakan secara
regular oleh anggota partai yang loyal tertentu.
Dengan demikian, pendekatan teori-teori media yang
ada, sangat dipengaruhi oleh siapa, bagaimana, dan
apa yang ada disekeliling media itu sendiri.
Independensi media, hanya dapat terlihat ketika
media itu tidak terkait dengan pemilik media itu
sendiri.
Kritik
Dalam pengembangan teori-teori media, tidak
cukup dengan sekedar merangkai media dengan teori-
teori pers semata. Media sangat tergantung pada
iklim politik dan idiologi sebuah negara. Di
Indonesia, media cenderung menjadi lembaga yang
kapitalis, dan sebagai ‘alat pemuas’ pemiliknya
semata.
Hal ini terjadi, karena negara tidak memiliki
power yang kuat dalam membuat kebijakan dalam
membatasi ruang gerak media, sebagai wahana
92
informasi, wahana pendidikan dan wahana hiburan. Di
beberapa negara liberal, seperti Amerika dan Eropa,
dan juga negara industri seperti China dan Jepang,
media tetap diberi batas ‘idiologi’ tanpa
menghilangkan kemerdekaannya dalam menyampaikan
informasi seluas-luasnya kepada khalayak. Amerika
misalnya, ketika menyatakan perang dengan Osama Bin
Laden, maka media Amerika seolah menjadi corong
pemerintah, demikian pula dengan Negara-negara
Eropa, China dan Jepang, media mereka tetap
bersemangat mempertahankan nasionalism dan kebesaran
bernegara, tanpa menghilangkan fungsi media sebagai
agen perubah (agent of change) dan agen pengontrol (agen
of control).
Di zaman orde baru, media Indonesia memang
‘terpaksa’ menjadi penganut otoriter Theory, karena
semua yang disuarakan media melalui pengawasan
pemerintah. Tapi satu hal yang baik dari zaman itu,
bahwa media Indonesia memiliki semangat nasionalime
yang tinggi. Informasi tidak segamblang saat ini,93
yang bisa merusak tatanan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Pertanyaannya kemudian?
Seperti apa harusnya media-media di Indonesia? Butuh
penelitian khusus dan lebih mendalam tentang hal
ini.
Kegunaan ekonomi politik dalam komunikasi
adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan
signifikansi dari benuk produksi, distribusi, dan
pertukaran komoditas komunikasi serta peraturan yang
mengatur struktur media tersebut, khususnya oleh
negara. Gaya produksi media dan hubungan ekonomi
kemudian menjadi dasar atau elemen penentu dalam
pikiran kita.
Seperti yang kita ketahui, masyarakat
memerlukan informasi dan juga hiburan dengan
berbagai cara dan kebutuhan tersebut difasilitasi
oleh media yang juga ingin menguatkan kedudukan
ekonominya dalam sistem ekonomi masyarakat. Hubungan
yang terjadi antara produsen dan konsumen ini
94
menjadi hubungan timbal balik yang berkesinambungan,
ketika media massa seperti televisi, surat kabar,
dan bahkan internet tunduk pada kepentingan modal,
maka kepentingan masyarakat bisa menjadi ambivalen.
95
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Teori penetrasi sosial pada dasarnya adalah
bagaimana sebuah keakraban terjadi melalui beberapa
tahapan yakni orientasi, pertukaran penjajakan
afektif, pertukaran afektif dan pertukaran stabil.
Teori penetrasi sosial berawal dari komunikasi yang
tidak intim menjadi intim. Maksud intim di sini,
bukan saja unsur fisik melainkan dimensi lain
seperti intelektual dan emosional. Komunikasi
diawali dengan komunikasi superfisial yakni
komunikasi mendasar dan tidak mendalam. Dari
komunikasi superfisial kita dapat mengetahui
beberapa informasi mengenai orang lain yang umum,
seperti umur, hobi, tanggal lahir dan masih banyak
lagi. Kemudian, kembali lagi pada tahapan proses,
dari komunikasi superfisial kemudian terjadilah
proses pembukaan diri seseorang mulai membuka
96
dirinya sedikit demi sedikit dan semakin mendalam
sampai terjadi keakraban.
Teori media ekonomi politik memusatkan
perhatian pada struktur ekonomi daripada isi
ideology media. Dengan kata lain, teori ini lebih
menekankan pada ekonomi dan politik daripada isi
media. Media lebih mengedepankan unsur-unsur ekonomi
dan politik didalamnya di mana hal tersebut dapat
menguntungkan media. Aktivitas ekonomi di media
membawa media menuju proses komodifikasi produk
media/isi media. Konsekuensinya terlihat dalam
berkurangnya sumber media yang independen,
konsentrasi pada khalayak yang lebih besar,
menghindari resiko, dan mengurangi penanaman modal
pada tugas media yang kurang menguntungkan. Kita
juga menemukan pengabaian sektor khalayak potensial
yang lebih kecil dan miskin, dan sering kali
terdapat media berita yang tidak seimbang (McQuail,
2011:95-97, 105).
97
Altman, I & Taylor, D. (1973). Social Penetration:The Develompemnt of Interpersonal Relationship.New York: Jold, Rinehart & Winston.
Denis McQuail. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengentar Edisi
Kedua.
Em Griffin. (2006). A First Look at CommunicationTheory. USA: McGraw Hill.
Garnham, N. (1979) ‘Contribution To A Political
Economy Of Mass Communication’, Media, Culture and
Society 1 (2): 123-46
Joseph A Devito. (1997). Komunikasi Antar Manusia.Bandung: Rosda Karya
L.E Lazowski and S.M Andersen. (1990). “Self-Disclosureand Social Perception: The Impact of Private, Negative, and ExtremeCommunications”, dalam Journal of Social Behavior and Personality,5. International Journal of Psychology.
McQuail, Dennis. (2011). Teori Komunikasi Massa.
Jakarta: Salemba
Humanika
Renewal. University Of Winconsin Press. Hal. 25.
Smythe, D.W. (1977) ‘Communications: Blindspot of
Westren Marxism’,
Canadian Journal of Political and Social Theory 1: 120-7.
Terjemahan Agus Dharma,dkk. Jakarta: Penerbit
Erlangga. 1987
99
West, Richard & Turner H. Lynn. 2008. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi Introducing Comunication Theory: nalysis and Application Edisi 3. Jakarta: Salemba Humanika.
Sumber lain
http://www.academia.edu/9602055/Social_Penetration_Theory_Teori_Penetrasi_Sosial_
http://www.slideshare.net/mankoma2013/penetrasi-sosial?next_slideshow=1
https://tentangkap.files.wordpress.com/2013/05/1356544485482371312.png
http://sosbud.kompasiana.com/2010/06/16/teori-penetrasi-sosial-168287.html
https://putritiarniyasin.wordpress.com/2013/06/03/makalah-teori-penetrasi-sosial/
http://digilib.uin-suka.ac.id/8381/1/RISTIANA%20KADARSIH%20TEORI%20PENETRASI%20SOSIAL%20DAN%20HUBUNGAN%20INTERPERSONAL.pdf
http://diansrimulyani2.blogspot.com/2013/12/teori-penetrasi-sosial.html
http://muhammadavid.blogspot.com/2014/02/teori-
ekonomi-politik-media.html
http://indahsangpemimpi.blogspot.com/2013/03/media-
massa-sebagai-sebuah-industri_4.html
http://www.hamzahpalalloi.web.id/2010/07/politik-
ekonomi-media-kajian-kasus.html
lib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-71966.pdf100