Makalah benigna prostat hiperplasia

40
Makalah benigna prostat hiperplasia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau dalam bahasa umumnya dinyatakansebagai pembesaran prostat jinak (PPJ), merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi. Ini di lihat dari frekuensi terjadinya BPH di dunia, di Amerik secara umum dan di Indonesia secara khususnya. Di dunia, diperkirakan bilangan penderita BPH adalah seramai 30 juta, bilangan ini hanya pada kaum pria kerana wanita tidak mempunyai kalenjar prostat, maka oleh sebab itu, BPH terjadi hanya pada kaum pria (emedicine,2009). Jika dilihat secara epidemiologinya, di dunia, dan kita jaraskan menurut usia, maka dapat di lihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an, kemungkinan seseorang itu menderita penyakit ini adalah sebesar 40%, dan setelah meningkatnya usia, yakni dalam rentang usia 60 hingga 70 tahun, persentasenya meningkat menjadi 50% dan diatas 70 tahun, persen untuk mendapatkannya bisa sehingga 90% (A.K. Abbas, 2005). Akan tetapi, jika di lihat secara histologi penyakit BPH, secara umum membabitkan 20% pria pada usia 40-an, dan meningkat secara dramatis pada pria berusia 60-an, dan 90% pada usia 70 . Di indonesia, penyakit pembesaran prostat jinak menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih, dan jika dilihat secara umumnya, diperkirakan hampir 50 persen pria Indonesia yang berusia di atas 50 tahun, dengan kini usia harapan hidup mencapai 65 tahun ditemukan menderita penyakit PPJ atau BPH ini. Selanjutnya, 5 persen pria Indonesia sudah masuk ke dalam lingkungan usia di atas 60 tahun. Oleh itu, jika dilihat, dari 200 juta lebihbilangan rakyat indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta adalah pria, dan yangberusia 60 tahun dan ke atas adalah kira-kira seramai 5 juta, maka dapat secaraumumnya dinyatakan bahwa kira-kira 2.5 juta pria Indonesia menderita

Transcript of Makalah benigna prostat hiperplasia

Makalah benigna prostat hiperplasia

BAB I

PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG

       Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau dalam bahasa umumnya dinyatakansebagai pembesaran prostat jinak (PPJ), merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi. Ini di lihat dari frekuensi terjadinya BPH di dunia, di Amerik secara umum dan di Indonesia secara khususnya. Di dunia, diperkirakan bilangan penderita BPH adalah seramai 30 juta, bilangan ini hanya pada kaum pria kerana wanita tidakmempunyai kalenjar prostat, maka oleh sebab itu, BPH terjadi hanya pada kaum pria (emedicine,2009).

       Jika dilihat secara epidemiologinya, di dunia, dan kita jaraskan menurut usia, maka dapat di lihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an, kemungkinan seseorang itu menderita penyakit ini adalah sebesar 40%, dan setelah meningkatnya usia, yakni dalam rentang usia 60 hingga 70 tahun, persentasenya meningkat menjadi 50% dan diatas 70 tahun, persen untuk mendapatkannya bisa sehingga 90% (A.K. Abbas, 2005). Akan tetapi, jika di lihat secara histologi penyakit BPH, secara umum membabitkan 20% pria pada usia 40-an, dan meningkat secaradramatis pada pria berusia 60-an, dan 90% pada usia 70 . Di indonesia,penyakit pembesaran prostat jinak menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih, dan jika dilihat secara umumnya, diperkirakan hampir 50 persen pria Indonesia yang berusia di atas 50 tahun, dengan kini usia harapan hidup mencapai 65 tahun ditemukan menderita penyakit PPJ atau BPH ini. Selanjutnya, 5 persen pria Indonesia sudah masuk ke dalam lingkungan usia di atas 60 tahun. Oleh itu, jika dilihat, dari 200 juta lebihbilangan rakyat indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta adalah pria, dan yangberusia 60 tahundan ke atas adalah kira-kira seramai 5 juta, maka dapat secaraumumnya dinyatakan bahwa kira-kira 2.5 juta pria Indonesia menderita

penyakitBPH atau PPJ ini. Indonesia kini semakin hari semakin maju dandengan berkembangnya sesebuah negara, maka usia harapan hidup pasti bertambah dengan sarana yang makin maju dan selesa, maka kadar penderita BPH secara pastinya turut meningkat. (Furqan, 2003) Secara pasti, bilangan penderita pembesaran prostat jinak belum di dapat, tetapi secara prevalensi di RS, sebagai contoh jika kita lihat di Palembang, di RS Cipto Mangunkusumo ditemukan 423 kasus pembesaran prostat jinak yang dirawat selama tiga tahun (1994-1997) dan di RS Sumber Waras sebanyak 617 kasus dalam periode yang sama (Ponco Birowo,2002). Ini dapat menunjukkan bahawa kasus BPH adalah antara kasus yangpaling mudah dan banyak ditemukan. Kanker prostat, juga merupakan salah satu penyakit prostat yang lazim berlaku dan lebih ganas berbanding BPH yang hanya melibatkan pembesaran jinak daripada prostat. Kenyataan ini adalah berdasarkan bilangan dan presentase terjadinya kanker prostat di dunia secara umum dan Indonesia secara khususnya.

       Secara umumnya, jika diperhatikan, di dunia, pada 2003, terdapat lebih kurang 220,900 kasus baru ditemukan, dimana, daripada jumlah ini, 29,000 daripadanya berada di tahap membunuh (A.K. Abbas, 2005) . Seperti juga BPH, kanker prostat juga menyerang pria berusia lebih dari 50 dan pada usia di bawah itu bukan merupakan suatu yang abnormal. Secara khususnya di Indonesia, menurut (WHO,2008), untuk tahun 2005, insidensi terjadinya kanker prostat adalah sebesar 12 orang setiap 100,000 orang, yakni yang keempat setelah kanker saluran napas atas, saluran pencernaan dan hati . Setelah secara umum melihat dan mengetahui akan epidemiologi dari kedua penyakit, yakni BPH dan kanker prostat, penulis tertarik untuk mengetahui dengan lebih dalam lagi mengenai gambaran penyakit ini terutama berdasarkan gambaran secara histopalogi memandangkan tiada penelitian khusus yang setakat diketahui oleh penulis mengenainya dijalankan di Medan.

B.  RUMUSAN MASALAH

1.      Apa pengertian dari BPH ?

2.      Apa etiologi dari BPH ?

3.      Apa Klasifikasi dari BPH ?

4.      Apa Manifestasi klinis dar BPH ?

5.      Bagaiman Patifisiologi dari BPH ?

6.      Apa Pemeriksaan penunjang dari BPH ?

7.      Apa Penatalaksanaan medis dari BPH ?

8.      Apa saja Komplikasi dari BPH ?

9.      Bagaimana WOC pada BPH ?

10.  Bagaimana Konsep keperawatan pada BPH ?

C.  TUJUAN PENULISAN

1.      Untuk mengetahui pengertian dari BPH ?

2.      Untuk mengetahui etiologi dari BPH ?

3.      Untuk mengetahui klasifikasi dari BPH ?

4.      Untuk mengetahui manifestasi klinis dar BPH ?

5.      Untuk mengetahui bagaiman patifisiologi dari BPH ?

6.      Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari BPH ?

7.      Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari BPH ?

8.      Untuk mengetahui apa saja komplikasi dari BPH ?

9.      Untuk mengetahui bagaimana WOC pada BPH ?

10.  Untuk mengetahui bagaimana Konsep keperawatan pada BPH ?

BAB II

PEMBAHASAN

A.  KONSEP TEORI

1.    DEFENISI

a.       Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular.Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C,1994)

b.      BPH adalah pembesaran adenomatous dari kelenjar prostat, lebihdari setengahnya dan orang yang usianya diatas 50 tahun dan 75 % pria yang usianya 70 tahun menderita pembesaran prostat (C. Long, 1996 :331).

c.       Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Price&Wilson (2005)

d.      Hiperplasi prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria > 50 tahun) yang menyebabkan berbagai

derajat obstruksi uretra dan pembiasan aliran urinarius. (Doenges, 1999)

e.       BPH adalah suatu keadaan dimana kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan menutupi orifisium uretra (Brunner and Suddart, 2001)

f.       BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra. (Smeltzer dan Bare, 2002)

                        Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.

2.    ETIOLOGI

      Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab terjadinya BPH, namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua. Terdapat perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bilaperubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90 tahun sekitar 100% (Purnomo, 2011)

      Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesis yang diduga menjadi penyebab timbulnya Benigna Prosat, teoripenyebab BPH menurut Purnomo (2011) meliputi :

1.      Teori Dehidrotestosteron (DHT)

Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan

reduksi testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalam sel prostadmerupakan factor terjadinya penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat menyebabkan inskripsi pada RNA, sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim5alfa –reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

2.      Teori hormon (ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)  

Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosteron sedangkan kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan antara kadar estrogen dan testosterone relative meningkat. Hormon estrogen didalam prostat memiliki peranandalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai umur yang lebih panjangsehingga masa prostat jadi lebih besar.

3.      Faktor interaksi stroma dan epitel-epitel

Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma. Basic Fibroblast Growth Factor (BFGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar padapasien dengan pembesaran prostad jinak. BFGF dapat diakibatkan oleh adanya mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi.

4.      Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)

Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya, kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringannormal, terdapat keseimbangan antara laju poliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat baru dengan prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat, sehingga terjadi pertambahan masa prostat.

5.      Teori sel stem.

Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru.Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen, sehingga jika hormone androgen kadarnya menurun, akan terjadi apoptosis. Terjadinya poliferasi sel-sel BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

3.    KLASIFIKASI  

      Menurut Rumahorbo (2000), terdapat empat derajat pembesaran kelenjar prostat yaitu sebagai berikut :

1.      Derajat Rektal

Derajat rektal dipergunakan sebagai ukuran dari pembesaran kelenjar prostat ke arah rektum. Rectal toucher dikatakan normal jika batas atas teraba konsistensi elastis, dapat digerakan, tidak ada nyeri biladitekan dan permukaannya rata. Tetapi rectal toucher pada hipertropi prostat di dapatkan batas atas teraba menonjol lebih dari 1 cm dan

berat prostat diatas 35 gram.Ukuran dari pembesaran kelenjar prostat dapat menentukan derajat rectal yaitu sebagai berikut :

1). Derajat O         : Ukuran pembesaran prostat 0-1 cm

2). Derajat I           : Ukuran pembesaran prostat 1-2 cm  

3). Derajat II         : Ukuran pembesaran prostat 2-3 cm  

4). Derajat III        : Ukuran pembesaran prostat 3-4 cm  

5). Derajat IV        : Ukuran pembesaran prostat lebih dari 4 cm

2.      Derajat Klinik

Derajat klinik berdasarkan kepada residual urine yang terjadi. Klien disuruh BAK sampai selesai dan puas, kemudian dilakukan katerisasi. Urine yang keluar dari kateter disebut sisa urine atau residual urine.Residual urine dibagi beberapa derajat yaitu sebagai berikut :

1). Normal sisa urine adalah nol 

2). Derajat I sisa urine 0-50 ml

3). Derajat II sisa urine 50-100 ml

4). Derajat III sisa urine 100-150 ml

5). Derajat IV telah terjadi retensi total atau klien tidak dapat BAK sama sekali. Bila kandung kemih telah penuh dan klien merasa kesakitan, maka urine akan keluar secara menetes dan periodik, hal inidisebut Over Flow Incontinencia. Pada derajat ini telah terdapat sisa urine sehingga dapat terjadi infeksi atau cystitis, nocturia semakin bertambah dan kadang-kadang terjadi hematuria.

3.      Derajat Intra Vesikal

Derajat ini dapat ditentukan dengan mempergunakan foto rontgen atau cystogram, panendoscopy. Bila lobus medialis melewati muara uretra, berarti telah sampai pada stadium tida derajat intra vesikal. Gejala yang timbul pada stadium ini adalah sisa urine sudah mencapai 50-150 ml, kemungkinan terjadi infeksi semakin hebat ditandai dengan

peningkatan suhu tubuh, menggigil dan nyeri di daerah pinggang serta kemungkinan telah terjadi pyelitis dan trabekulasi bertambah.

4.      Derajat Intra Uretral

Derajat ini dapat ditentukan dengan menggunakan panendoscopy untuk melihat sampai seberapa jauh lobus lateralis menonjol keluar lumen uretra. Pada stadium ini telah terjadi retensio urine total.

4.    MANIFESTASI KLINIS

      Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda dan gejala dari BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.

1.      Keluhan pada saluran kemih bagian bawah

                  a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung             kemih sehingga urin tidak bisa keluar),hesitansi (sulit memulai miksi),                    pancaran, miksi lemah. Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi              tidak puas (menetes setelah miksi)

                  b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin                     miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).

2.      Gejala pada saluran kemih bagian atas

Keluhan akibat hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.

3.      Gejala diluar saluran kemih

                  Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit herniainguinalis atau                    hemoroid. Timbulnya penyakit ini

dikarenakan sering mengejan pada                    saan miksi sehingga mengakibatkan tekanan intra abdominal. Adapun                        gejala dan tanda lain yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan                      prostat didapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan,                            keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak nyaman pada                               epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan                            volume residual yang besar.

Tahapan Perkembangan Penyakit BPH

Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan De jong(2005) secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi :

1.      Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colokdubur

                        ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudahteraba dan

                        sisa urin kurang dari 50 ml

2.      Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur

                        dan batas atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50-

                        100 ml.

3.      Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas

                        prostat tidak dapat diraba dan sisa volum urinlebih dari

                        100ml.

4.      Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total

5.    PATOFISIOLOGI

      Hiperplasia prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda. Proses pembesaran prostad terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan.

      Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostad, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostad meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statisurin. Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri ( Baradero, dkk 2007).

      Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masihada urin yang menetes, kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien mengalami kesulitan untuk memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya mengalami iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa bahwa vesika urinarianya tidak menjadi kosongsetelah berkemih yang mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat berkemih /disuria ( Purnomo, 2011).

      Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi,akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis dan

gagalginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktumiksi penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkanhernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapatmenyebabkan terbentuknya batu endapan didalam kandung kemih. Batuini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batutersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk akan mengakibatkan pielonefritis (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005).

6.    PEMERIKSAAN PENUNJANG

       Pemeriksaan Penunjang Menurut Purnomo (2011) dan Baradero dkk (2007) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita BPH meliputi :

1.      Laboratorium

a.    Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan kultur urin berguna untuk menegtahui kuman penyebab infeksi dan sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba.

b.    Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang menegenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsin ginjal dan status metabolic.

c.    Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA <4ng/ml tidak perlu dilakukan biopsy. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah prostate specific antigen density (PSAD) lebih besar sama dengan 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsy prostat, demikian pula bila nila PSA > 10 ng/ml.

2.      Radiologis/pencitraan

a.    Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli yang penuh dengan urin sebagai tanda adanya retensiurin. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis akbibat kegagalan ginjal.

b.    Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui kemungkinan adanya kelainan pada ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter atau hidronefrosis. Dan memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dengan adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter dibagian distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish)/gambaran ureter berbelok-belok di vesika, penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli.

c.    Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat, memeriksa masa ginjal, menentukan jumlah residual urine, menentukan volum buli-buli, mengukur sisa urin dan batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli, dan mencari kelainan yang mungkin ada dalam buli-buli.

.

7.    PENATALAKSANAAN MEDIS 

1.    Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis

a.    Stadium I

Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa sepertialfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasia prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.

b.    Stadium II

Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanyadianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra).

c.    Stadium III

Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.

d.   Stadium IV

Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dariretensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.

                  Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan         dilakukan        pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan          memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif           adalah dengan memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.

2.    Terapi medikamentosa

Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang diberikan pada penderita BPH adalah :

a.       Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi untuk mengurangi tekanan pada uretra

b.      Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan alfa blocker (penghambat alfa adrenergenik)

c.       Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone testosterone/ dehidrotestosteron (DHT).

            Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH, menurut Purnomo (2011) diantaranya : penghambat adrenergenik alfa, penghambat enzin 5 alfa reduktase, fitofarmaka

1.      Penghambat adrenergenik alfa

Obat-obat yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin,terazosin,afluzosin atau yang lebih selektif alfa (Tamsulosin). Dosis dimulai 1mg/hari sedangkan dosis tamsulosin adalah 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaaan antagonis alfa 1 adrenergenik karena secara selektif dapat mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat ini menghambat reseptor-reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos di trigonum, leher vesika, prostat, dan kapsul prostat sehingga terjadi relakasi didaerah prostat. Obat-obat golongan ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin. Hal ini akan menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhandalam 1-2 minggu setelah ia mulai memakai obat. Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing, sumbatan di hidung dan lemah. Ada obat-obat yang menyebabkan ekasaserbasi retensi urin maka perlu dihindari seperti antikolinergenik, antidepresan, transquilizer, dekongestan, obatobat ini mempunyai efek pada otot kandung kemih dan sfingter uretra.

2.      Pengahambat enzim 5 alfa reduktase

Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1X5 mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat dari golongan alfa bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang besar. Efektifitasnya masih diperdebatkan karena obat inibaru menunjukkan perbaikan sedikit 28 % dari keluhan pasien setelah 6-12 bulan pengobatan bila dilakukan terus menerus, hal ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Efek samping dari obat ini diantaranya adalah libido, impoten dan gangguan ejakulasi.

3.      Fitofarmaka/fitoterapi

Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, saw palmetto, serenoa repeus. Efeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1-2 bulan dapat memperkecil volum prostat.

8.    KOMPLIKASI

Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah :

1.      Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi

2.      Infeksi saluran kemih

3.      Involusi kontraksi kandung kemih

4.      Refluk kandung kemih.

5.      Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.

6.      Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi

7.      Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.

8.      Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu miksi pasien harus mengedan.

9.    WOC

B.  KONSEP KEPERAWATAN

1.    PENGKAJIAN

1.      Identitas

BPH merupakan pembesaran    progresif   dari  kelenjar  prostat  ( secara  umum  pada pria  lebih  tua  dari  50  tahun  )  menyebabkan   berbagai   derajat  obstruksi  uretral  dan  pembatasan    aliran  urinarius   ( Marilynn,  E.D,  2000 ). Hiperplasia prostat atau BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar  prostat, bersifat jinak disebabkan oleh

hyperplasia beberapa atau semua komponen prostat yang mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika (Muttaqin : 2012).

2.      Keluhan Utama

Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencaripertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa nyeri. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yangdisebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.

3.      Riwayat Penyakit Sekarang

Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan.

4.      Riwayat Personal dan Keluarga

Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan apakah ada anggota keluargayang pernah menderita penyakit BPH atau tidak.

5.      Riwayat Pengobatan

Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji perawat yaitu:  Kapan pengobatan dimulai, Dosis dan frekuensi,Waktu berakhirnya minum obat

6.      Pemeriksaan Fisik

a.    Dilakukan  dengan  pemeriksaan  tekanan  darah,  nadi  dan  suhu.  Nadi

dapatmeningkat  pada  keadaan  kesakitan  pada  retensi  urin  akut, dehidrasi  sampai  syok  pada  retensi  urin  serta  urosepsis  sampai  syok.

b.   Pemeriksaan  abdomen  dilakukan  dengan  tehnik  bimanual  untuk mengetahui  adanya  hidronefrosis,  dan  pyelonefrosis.  Pada  daerah  supra simfiser  pada  keadaan  retensi  akan  menonjol.  Saat  palpasi  terasa adanya  ballotemen  dan  klien  akan  terasa  ingin  miksi. Perkusi  dilakukan untuk  mengetahui  ada  tidaknya  residual  urin.

1)      Penis  dan  uretra  untuk  mendeteksi  kemungkinan  stenose  meatus, striktur  uretra,  batu  uretra,  karsinoma  maupun  fimosis.

2)      Pemeriksaan  skrotum  untuk  menentukan  adanya  epididimitis.

3)      Rectal  touch / pemeriksaan  colok  dubur  bertujuan  untuk  menentukan konsistensi  sistim  persarafan  unit  vesiko  uretra  dan  besarnya  prostat. Dengan  rectal  toucher  dapat  diketahui  derajat  dari  BPH,  yaitu :

Derajat  I   =  beratnya  ±  20 gram.

Derajat  II  =  beratnya  antara  20 – 40  gram.

Derajat  III =  beratnya  > 40  gram.

2.    DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang timbul adalah :

Pre Operasi :

1.      Retensi urin berhubungan dengan obstruksi uretra sekunder daripembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor dan ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi secara adekuat.

2.      Kecemasan atau ancietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah

Post Operasi

1.Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada post operasi.

3.    RENCANA KEPERAWATAN

Pre Operasi

1.Retensi urin berhubungan dengan obstruksi uretra sekunder dari pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor dan ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi secara adekuat.

Tujuan  : Setelah di lakukan asuhan keperawatan dalam waktu 3x24 jam pola eliminasi optimal sesuai kondisi klien

Kriteria hasil : Frekuensi miksi dalam batas 5-8x/jam, tidak teraba distensi kandung kemih.    

INTERVENSI RASIONAL

1.Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.

2.Observasi aliran urin perhatian ukuran dan kekuatan pancaran urin.

3.Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali berkemih.

4.Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung.

5.Berkolaborasi dalam pemberia obat sesuai indikasi (antispamodik)

1.   Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan pada kandungkemih.

2.   Untuk mengevaluasiibstruksi dan pilihan intervensi.

3.   Retensi urine meningkatkan tekanan dalam  saluran perkemihan  yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal.

4.   Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi ginjal serta membersihkan ginjal ,kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.

5.   Mengurangi spasme kandung kemih dan mempercepat penyembuhan

2.      Kecemasan/ ancietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah.

Tujuan : Setelah di lakukan asuhan keperawatan dalam waktu 1x24 jam kecemasan klien berkurang.

Kriteria hasil

Klien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang memengaruhinya, kooperatif terhadap tindakan, wajah tenang.

INTERVENSI RASIONAL

1. Dampingi klien dan binahubungan saling percaya.

2.Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.

3.Dorong pasien atau orangterdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan.

4.Beri lingkungan yang tenang dan suasana istirahat.

1.Menunjukkan perhatian,hubungan saling percaya dapat membantu klien kooperatif terhadap tindakan medis.

2.Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan.

3.Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan masalah.

4.Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak

perlu.

Post Operasi

1.      Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada post operasi.

Tujuan: Setelah di lakukan asuhan keperawatan dalam waktu 3x24 jam nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria hasil : Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang, Ekspresi wajah klien tenang, TTV dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, RR:16-24 x/mnt,N:80-100x/mnt,T:36’C)

INTERVENSI RASIONAL

1.      Kaji nyeri dengan pendekatan

PQRST.

2.      Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan peredanyeri non farmakologi dan non-infasif.

1.Menjadi parameter dasar untukmengetahui sejauh mana intervensi yang diperlukan dan sebagai evaluasi keberhasilan dari intervensi manajemen nyerikeperawatan.

2.Pendekatan dengan menggunakanrelaksasi dan nonfarmalogi lainnya telah menunjukkan Keefektifan dalam mengurangi nyeri.

3.Dengan manajemen nyeri dapat mengurangi nyeri.

a.       Posisi fisiologi akan

3.      Lakukan manajemen nyeri keperawatan

a.       Atur posisi fisiologi

b.      Istirahatkan klien

c.       Manajemen lingkungan : ciptakan suasana yang nyaman.

d.      Ajarkan tehnik relaksasi pernapasan dalam

e.       Tingkatkan pengetahuan tentang nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.

meningkatkan asupan O2ke jaringan yang mengalami iskemia.

b.      Istirahat akan menurunkan kebutuhan  O2 jaringan perifer dan meningkatkan suplai darah pada jaringan yang mengalami peradangan.

c.       Lingkungan yang nyamanakan menurunkan stimulasi eksternal.

d.      Meningkatkan asupan O2sehingga akan menurunkan nyeri.

e.       Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyeri dan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap recanaterapiutik.

f.       Distraksi dapat menurunkan stimulus iinternal dengan mekanisme peningkatan produksi endorphin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.

f.       Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.

4.      Kolaborasi

Pemberian obat analgesic

4.      Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang.

BAB IV

PENUTUP

A.  KESIMPULAN

     BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang disebabkan   oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.

      Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab terjadinya BPH, namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua. Terdapat perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bilaperubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90 tahun sekitar 100% (Purnomo, 2011)

B. SARAN

            Sebagai tenaga keperawatan hendaknya memberikan suhan keperawatan dengan semaksimal mungkin agar klien mendapatkan perawatanyang baik dan maksimal.

Asuhan Keperawatan untuk BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)

Askep BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)

1. Pengertian

BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah pembesaran atau hypertropi prostat.Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih danmenyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis danhydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepatkarena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapikelenjar-kelenjar periuretra lah yang mengalami hiperplasian (sel-selnyabertambah banyak). Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadigepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benignahiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostatsudah umum dipakai.

Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostatmeliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkanpenyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994: 193).

Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudianmendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.(Jong, Wim de, 1998).

BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada prialebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral danpembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000 : 671).

Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat(secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajatobstruksi urethral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse &Geissler, 2000, hal 671).Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra ParsProstatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli(Poernomo, 2000, hal 74).

2. Etiologi 

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belumdiketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantungpada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya denganterjadinya BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factorkemungkinan penyebab antara lain :

1.         DihydrotestosteronPeningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkanepitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .

2.         Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteronPada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogendan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.

3.         Interaksi stroma – epitelPeningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factordan penurunantransforming growth factor beta menyebabkanhiperplasi stroma dan epitel.

4.         Berkurangnya sel yang matiEstrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stromadan epitel dari kelenjar prostat.

5.         Teori sel stem

Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormalsel steam sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitelkelenjar prostat menjadi berlebihan (Poernomo, 2000, hal 74-75).atau Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi seltransit (Roger Kirby, 1994 : 38).

3. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Urogenital1. Uretra

Uretra merupakan tabung yg menyalurkan urine keluar dari buli-buli melaluiproses miksi.Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretradiperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasanbuli-buli dan uretra, dan sfingter uretra skterna yang terletak padaperbatasan uretra anterior dan posterior. Pada saat buli-buli penuh sfingteruretra interna akan terbuka dengan sendirinya karena dindingnya terdiri atasotot polos yang disarafi oleh sistem otonomik. Sfingter uretra ekterna terdiriatas otot bergaris yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang.Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahankencing.

Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior danuretra anterior. Kedua uretra ini dipisahkan oleh sfingter uretra eksterna.Panjang uretra wanita ± 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa ± 23-25 cm.Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urinelebih sering terjadi pada pria. Uretra posterior pada pria terdiri atas uretrapars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, danuretra pars membranasea.

Dibagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu benjolanverumontanum, dan disebelah kranial dan kaudal dari veromontanum ini terdapatkrista uretralis. Bagian akhir dari pars deferens yaitu kedua duktusejakulatorius terdapat dipinggir kiri dan kanan verumontanum, sedangkansekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang tersebar diuretra prostatika.

Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosumpenis. Uretra anterior terdiri atas pars bulbosa, pars pendularis, fossanavikulare dan meatus uretra eksterna.

Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsidalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di dalam diafragmaurogenitalis bermuara di uretra pars bulbosa, serta kelenjar littre yaitukelenjar parauretralis yang bermuara di uretra pars pendularis.

2. Kelenjar Postat

Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak tepat dibawah leher kandung kemih, di belakang simfisis pubis dan di depan rektum ( Gibson, 2002, hal. 335). Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya + 20 gr, kelenjar ini mengelilingi uretra dan dipotong melintang oleh duktus ejakulatorius, yang merupakan kelanjutan dari vas deferen.

Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan gladular yang terbagi dalam beberapa daerah arau zona, yaitu perifer, sentral, transisional, preprostatik sfingter dan anterior. ( Purnomo, 2000, hal.7, dikutip dari Mc Neal, 1970)

Asinus setiap kelenjar mempunyai struktur yang rumit, epitel berbentuk kuboid sampai sel kolumner semu berlapis tergantung pad atingkat aktivitas prostat dan rangsangan androgenik. Sel epitel memproduksi asam fostat dan sekresi prostat yang membentuk bagian besar dari cairan semen untuk tranpor spermatozoa. Asinus kelenjar normal sering mengandung hasil sekresi yang terkumpul berbentuk bulat yang disebut korpora amilasea. Asinus dikelilingi oleh stroma jaringan fibrosa dan otot polos. Pasokan darah ke kelenjar prostatberasal dari arteri iliaka interna cabang vesika inferior dan rectum tengah. Vena prostat mengalirkan ke pleksus prostatika sekeliling kelenjar dan kemudian ke vena iliaka interna.

Prostat berfungsi menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponendari cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretoriusmuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairansemen yang lain pada saat ejakulasi. Cairan ini merupakan + 25 % dari volume ejakulat.

Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganasdapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi salurankemih. Kelenjar prostat dapat terasa sebagai objek yang keras dan licin melalui pemeriksaan rektal. Kelenjar prostat membesar saat remaja dan mencapaiukuran optimal pada laki-laki yang berusia 20-an. Pada banyak laki-laki, ukurannya terus bertambah seiring pertambahan usia. Saat berusia 70 tahun, duapertiga dari semua laki-laki mengalami pembesaran prostat yang dapat menyebabkan obstruksi pada mikturisi dengan menjepit uretra sehingga mengganggu perkemihan.

4. Patofisiologi

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesarbuah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000), membagi kelenjar prostat dalambeberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zonafibromuskuler anterior dan periuretra (Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.

Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi olehsistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagalberkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus

(mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency, disuria).

Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampulagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi danhematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)

5. Manifestasi Klinik 

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah

Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms (LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif.

Gejala iritatif meliputi: o (frekuensi) yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapatterjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.o (nokturia), terbangun untuk miksi pada malam hario (urgensi) perasaan ingin miksi yang sangat mendesak dan sulit di tahan

o (disuria).nyeri pada saat miksi

Gejala obstruktif meliputi: o rasa tidak lampias sehabis miksi.o (hesitancy), yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.o (straining) harus mengejano (intermittency) yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia karena overflow. Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli urology membuat sistem scoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien.

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas, berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan neuropati perifer.

3. Gejala di luar saluran kemih

Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Poernomo, 2000, hal 77 – 78; Mansjoer, 2000, hal 330).4. Warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih tua.

Berdasarkan gambaran klinik hipertrofi prostat dapat dikelompokan dalam empat (4) derajat gradiasi sebagai berikut : 

Derajat Colok Dubur Sisa VolumeUrine

IIIIIIIV

Penonjolan prostat, batas atasmudah diraba.Penonjolan prostat jelas, batasatas dapat mudah dicapai.Batas atas prostat tidak dapatdiraba

< 50 ml50 – 100 ml> 100 mlRetensiurine total

5. Menurut Long (1996, hal. 339-340), pada pasien post operasi BPH, mempunyai tanda dan gejala:

1. Hemorogi

1. Hematuri2. Peningkatan nadi3. Tekanan darah menurun4. Gelisah5. Kulit lembab6. Temperatur dingin

2. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat

3. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:7. bingung8. agitasi9. kulit lembab10. anoreksia11. mual12. muntah

6. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidakmampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000)

Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatantekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).

7. Penatalaksanaan Medis

Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantungpada stadium-stadium dari gambaran klinis

a. Stadium I

Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.

b. Stadium II

Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)

c. Stadium III

Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.

d. Stadium IV

Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensiurin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitivedengan TUR atau pembedahan terbuka.

Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat antiandrogen yang menekan produksi LH.

Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada BPH dapat dilakukan dengan:

a. Observasi

Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan colok dubur.

b. Medikamentosa Mengharnbat adrenoreseptor α Obat anti androgen Penghambat enzim α -2 reduktase Fisioterapi

c. Terapi Bedah

Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:

1) TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)

Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.

2) Prostatektomi Suprapubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung kemih.

3) Prostatektomi retropubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.

4) Prostatektomi Peritoneal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara skrotum dan rektum.

5) Prostatektomi retropubis radikal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker prostat.

d. Terapi Invasif Minimal

1) Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)

Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang melalui/pada ujung kateter.

2) Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP)

3) Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)

8. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada pasiendengan BPH adalah :

a. Laboratorium

1). Sedimen Urin

Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran kemih.

2). Kultur Urin

Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.

b. Pencitraan

1). Foto polos abdomen

Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urin.

2). IVP (Intra Vena Pielografi)

Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.

3). Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)

Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urindan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.

4). Systocopy

Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra parsprostatika danmelihat penonjolan prostat ke dalam rektum.

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Benigna Prostat Hipertropi (BPH)

A. Pengkajian1. Data subyektif :

o Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.o Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.o Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.o Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.

2. Data Obyektif :o Terdapat luka insisio Takikardio Gelisaho Tekanan darah meningkato Ekspresi w ajah ketakutano Terpasang kateter

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter2. Kurang pengetahuan : tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan

C. Intervensi1. Diagnosa Keperawatan 1. :Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter

Tujuan :Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.

Kriteria hasil :o Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang.

o Pasien dapat beristirahat dengan tenang.

Intervensi :o Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 - 10)o Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri.o Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut,peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)o Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah.o Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)o Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasio Lakukan perawatan aseptik terapeutiko Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat.

2. Diagnosa Keperawatan 2. :Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi

Tujuan :Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .

Kriteria hasil :o Klien akan melakukan perubahan perilaku.o Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.o Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan.

Intervensi :o Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu.o Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.o Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari.o Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.o Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh.

3. Diagnosa Keperawatan 3. :Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan

Tujuan :Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi

Kriteria hasil :o Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.

o Klien mengungkapan sudah bisa tidur.o Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.

Intervensi :o Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan.o Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.o Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri (analgesik).

http://askep-laporan-pendahuluan.blogspot.com/2013/09/asuhan-keperawatan-untuk-bph-benigna.html

http://ners-suyatni.blogspot.com/2014/05/makalah-benigna-prostat-hiperplasia.html