Hepatocellular Benign Tumors—From Molecular Classification to Personalized Clinical Care
Benign Prostat Hiperplasia (BPH)
Transcript of Benign Prostat Hiperplasia (BPH)
REFERAT
BENIGN PROSTATE HIPERPLASIA
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4Chaves M. Arshad 4111121029 Andin Widyasari
4111121125
Tri Anugrah K. 4111121058 Wardjaya Sukma4111121126
Sasmita Ayu Putri 4111121066 Linda Rahmawati 4111121129
Husni Hamid 4111121071 Dinda Aprilianty4111121142
Arni Yunasarasti 4111121079 Putri Tiarasari W. 4111121145
Ainuzzahrah 4111121114 M. Fajar Altika S. 4111121146
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
2014SKENARIO
Seorang laki laki 65 tahun , pensiunan, datang ke
poliklinik saudara dengan keluhan tidak bisa kencing.
Penderita tidak bisa kencing sejak 10 jam sebelum berobat.
Dari anamnesis didapatkan juga keluhan frekuens , urgensi,
dan disuri sejak 6 bulan ini. Didapatkan juga keluhan
pancaran miksi melemah, miksi tidak puas dan menetes.
Penderita sering mengalami nocturia dan biasanya pada malam
hari harus bangun 5-6 kali untuk miksi. Penderita sudah
berobat ke dokter sebulan lalu dan dijelaskan menderita
“sakit prostat” dengan skor IPSS 22 dan diminta untuk
melakukan pemeriksaan PSA dan USG.
Hasil pemeriksaan
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum : sakit ringan
Kesadaran : komposmentis
Tanda vital : TD 120/80 mmhg; N 72x/m; Resp. 20x/m;
Suhu 37,6 C
Kepala : tidak terdapat kelainan
Thoraks : Cor dalam batas normal; Pulmo tak ada
kelainan
Abdomen : datar, Hepar/Lien tak teraba; perkusi
kandung kemih : vesika urinaria penuh,
teraba masa supra pubis massa tertinggi 2
jari dibawah umbilikus , nyeri tekan (+);
bising usus (+) normal
Ekstermitas : tidak terdapat kelainan
Colok dubur : tonus sfinkter ani normal, prostat
membesar kurang lebih 60 gram, konsistensi
kenyal, simetris, nodul (-)
Laboratorium
Darah : Hb 14,5 gr%, leukosit 8200/mm3, trombosit
258.000/mm3, ureum 30 mg%, kreatinin 0,9mg
%
Urin sedimen : leukosit 10-12/lpb, eritrosit 20-
30/lpb, silinder (-)
Pemeriksaan USG prostat (TRUS)+USG ginjal : Hidronefrosis
ringan kedua ginjal, pembesaran prostat kurang lebih 58 ml.
PSA : 4 ng/dl
CASE OVERVIEW
Senario Analisis
Laki-laki 65 tahun F. Risiko, Insidensi
KU : Retensi urine sejak 10 jam yg lalu
Lower urinary tract symptom (LUTS)
DD : Vesikolithiasis
KP : Frekuensi, urgensi, disuria, sejak 6 bln yg lalu
LUTS iritasi
Miksi melemah, tdk puas, menetes
LUTS obstruksi
Nokturia 5 – 6 kali LUTS iritasi
Riwayat pengobatan : “sakit prostat”, skor IPSS 22
Kemungkinan e.c. BPH & Ca. Prostat
PF : KU : Compos mentis, sakit ringan
TD : 120/80 mmHg R : 20x/m
N : 72x/m S : 37,6 C
Suhu subfebris
Kepala, Thorax : DBN
Abdomen : Hepar/ lien : DBN
Perkusi kandung kemih : vesika urinaria penuh
Teraba massa suprapubis setinggi 2 jari dibawah umbilikus
Gangguan pengosongan kandung kemih
Kandung kemih penuh
Tanda inflamasi
Nyeri tekan (+)
Bising usus (+) Normal
Ekstremitas : DBN
RT : Tonus Sfingter ani DBN, Prostat ±60gr, kenyal, simetris, nodul (-)
Tanda BPH, menyingkirkan keganasan
Skenario Analisis
PP : Darah : Hb : 14,5 mg%
L : 8.200/mm3 T : 258.000/mm3
Urea : 30 mg% Kreatinin : 0,9 mg%
DBN
Urine Sedimen :
L : 10 – 12 /lpb
E : 20 – 30 /lpb
Silinder (-)
Meningkat, peradangan lokal prostat
Hematuri mikroskopis
Singkirkan gangguan parenkim ginjal
USG : Hidronefrosis ringan keduaginjal, pembesaran prostat ± 56 ml
Tanda refluks vesicoureter
Pembesaran prostat (N : <30 ml)
PSA : 4 ng/dl Normal -> singkir Karsinoma Prostat
Diagnosis :
DD : 1. Retensio urine e.c. Benign Prostatic Hyperplasia berat dgn
hidronefrosis ringan kedua ginjal2. Retensio urine e.c. Vesikolithiasis dgn hidronefrosis
ringan kedua ginjal3. Retensio urine e.c. Carsinoma prostat stadium lanjut dgn
hidronefrosis ringan kedua ginjal
DK :
BENIGN PROSTATE HIPERPLASIA
A. Definisi
Benign Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran
kelenjar prostat, memanjang ke atas kedalam kandung kemih
dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra
akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal
(hidronefrosis) secara bertahap
B. Anatomi
1. Kelenjar Prostat
Prostat merupakan organ yang terdiri atas
jaringan fibromuskular dan glandular yang tersembunyi
di bawah kandung kemih. Dalam keadaan normal, prostat
mempunyai berat 20 gram dan panjang 2,5 cm yang
terletak pada uretra posterior. Di bagian depan
prostat disokong oleh ligamentum prostatik dan di
bagian belakang oleh diafragma urogenital. Dalam
klasifikasi of Lowsley, prostat terdiri dari 5 lobus
yaitu anterior, posterior, median, lateral kanan, dan
lateral kiri. Sedangkan menurut McNeal, prostat
terbagi atas zona perifer, zona sentral, zona
transisional, zona anterior, dan zona preprostatik
sfingter.
Vaskularisasi pada prostat berasal dari arteri dan
vena. Arteri vesikal inferior, arteri pudendal
interna, dan arteri hemoroid menyuplai darah ke
prostat. Sedangkan vena dari prostat akan berlanjut ke
pleksus periprostatik yang terhubung dengan vena
dorsal dalam dari penis dan vena iliaka interna.
Persarafan pada prostat didapat dari inervasi
simpatis dan parasimpatis dari pleksus prostatikus.
Pleksus prostatikus menerima masukan serabut simpatis
dari nervus hipogastrikus (T10-L2) dan parasimpatis
dari korda spinalis (S2-4). Stimulasi simpatis
menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke uretra
posterior seperti saat ejakulasi, sedangkan rangsangan
parasimpatis meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel
prostat.
Kelenjar prostat mengeluarkan cairan basa yang
menyerupai susu untuk menetralisir keasaman vagina
selama senggama dan meningkatkan motilitas sperma yang
optimum pada pH 6,0 sampai 6,5 (Setiadi, 2007). Cairan
ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara
di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama
cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume
cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume
ejakulat.
2. Vesika urinaria
Vesika urinaria merupakan kantong muscular yang
berfungsi untuk menampung sementara urine, terletak
didalam cavum pelvis, tepat dorsal os pubis. Vesika
urinaria dengan os pubis dipisahkan adanya spatium
rotropubic cavum retzii. Di dorsal vesika urinaria,
pada laki-laki terdapat rectum dan pada wanita ada
uterus, portio supravaginalis dan vagina. Bentuk dan
ukuran vesika urinaria dipengaruhi oleh derajat
pengisian dan organ di sekitarnya. Vesika urianaria
inferior pad wanita berhadapan dengan diafragma pelvis
dan pada laki-laki berhadapan dengan prostate.
Pada permukaan dalam vesika urinaria terdapat dua
osteum uorteris dan satu ostium urethrae. Di antara ke
tiga trigonum visicae licin, rata dan melekat erat
dengan banguan yang ada di superficialnya. Di lantai
trigonum visicae terdapat musculus trigonalis, muculus
ini merupakan lanjutan tunika muscularis ureter.
Musculus trigonalis ke anterior, mengadakan kondensasi
membentuk uvula visicae pada tepi otium medius
prostate, atau oleh kedua bangunan tersebut secara
bersamaan. Di antara kedua ostium ureteris terdapat
plica interuretica yang ditimbulkan oleh lanjutan
stratum longitudinale tunika muscularis ureter.
Bagian vesika urinaria terdiri dari :
a.Fundus yaitu bagian yang menghadap ke belakang dan
bawah. Bagian ini terpisah dari rectum oleh spatium
rectovesikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus
deferent, vesika seminalis dan prostate.
b.Korpus yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c.Verteks, bagian yang ke arah muka dan berhubungan
dengan ligamentum vesika umbilikalis.
C. Histologi Prostat
Prostat secara normal mempunyai 3 lapisan
diantaranya :
1. lapisan internal : kelenjar mukosa
2. lapisan intermedia : kel submukosa
3. lapisan perifer : kel utama prostat
Prostat mempunyai 3 zona yang diantaranya :
1. zona transisi :
menempati sekitar 5% dari volume prostat dan pada
zona transisi ini sering didapatkan sel parenkimnya
mengalami hiperplasia yang dikenal sebagai BPH
2. zona sentral :
menempati sekitar 25% dari volume kelenjar prostat
yang berada pada lapisan submukosa dari prostat
3. zona perifer :
menempati sekitar 75% vdari volume kelenjar prostat
dan pada zona inilah prostat sering mengalami
peradangan dan keganasan prostat dan dapat teraba
pada pemeriksaaan colok dubur
D. Histopatologi BPH
Pada BPH dapat ditemukan bebarapa kelainan
histopatologis yang dapat menegakan diagnosis berupa :
1. hiperplasia (proliferasi) sel asini danstroma
fibromuskular
2. pertumbuhan papiler ke dalam lumen
3. masih terdapat sel basal
4. mengandung sekret eosinoflik (corpora amylacea)
Biasanya daerah yg sering terkena yaitu lobus
lateral bagian tengah dan medial.
E. FISIOLOGI
1. Fisiologi prostat
a. Hormon yang berpengaruh pada prostat
Pertumbuhan epitel kelenjar prostat dipengaruhi oleh
hormon. Dihidrotestosteron (DHT) adalah hormon yang
berpengaruh. DHT berasal dari konversi hormon
testosteron, hal ini dibantu oleh enzim 5 alfa
reduktase. Seiring bertambahnya usia seorang pria maka
produksi dari DHT meningkat.
DHT ini mempunyai kemampuan berikatan dengan reseptor
androgen, apabila sudah berikatan dengan resptor
tersebut maka akan memicu sel kelenjar prostat
menghasilkan growth factor (GF), yang berfungsi untuk
membantu pertumbuhan dan proliferasi sel kelenjar
prostat.
Testosteron selain dikonversi menjadi DHT, dikonversi
juga menjadi estrogen yang berpengaruh pada
pertumbuhan atau proliferasi sel kelenjar prostat.
Selain itu estrogen juga berfungsi memperpanjang usia
sel kelenjar prostat.
b. Fungsi prostat dalam sistem reproduksi
Prostat memiliki pengaruh dalam sistem reproduksi,
yaitu membuat suasana basa agar spermatozoa dapat
bertahan disuasana asam vagina. Cairan sekretorik yang
bergabung dengan spermatozoa akan membentuk semen.
2. Fisiologi Miksi
Urin yang dibentuk dalam ginjal akan dialirkan ke
vesika urinari melalui ureter. Aliran ini dipengaruhi oleh
gaya peristaltik dari ureter. Urin yang telah dialirkan
akan ditampung di vesika urinaria, maka dari itu vesika
urinaria memiliki mekanisme untuk menampung dan
mengeluarkan urin. Jika vesika urinaria terisi penuh maka
akan muncul refleks miksi. Refleks miksi ini terdiri dari:
a. Kenaikan tekanan secara progresif
b. Periode tekanan menetap
c. Kembalinya tekanan vesika urinaria ke nilai tonus
basal.
Urin yang terus menerus dialirkan ke vesika urinaria
menyebabkan regangan otot detrusor. Regangan otot detrusor
ini mengaktifkan reseptor regang. Semakin besar peregangan
melebihi ambang basal, semakin besar tingkat pengaktifan
reseptor regang.
Reseptor regang yang terangsang akan menghantarkan
impuls ke medula spinalis yang diteruskan ke otak dan
menghasilkan impuls parasimpatis (melalui saraf splanikus
pelvis) ke kandung kemih. Rangsangan parasimpatis ini
menyebabkan kontraksi otot detrusor dan relaksasi sfingter
interna dan eksterna. Sfingter eksterna pada dewasa
bersifat volunter, sehingga proses miksi dapat ditunda.
Jika terjadi penundaan proses miksi, rangsangan
terhadap reseptor regang akan melebihi ambang batas dan
rasa ingin berkemih pun dapat menghilang. Saat volume
vesika urinari bertambah kembali, akan ada rangsangan
reseptor regang sehingga muncul rasa ingin berkemih
kembali.
Setelah urin berhasil dikeluarkan, sfingter interna dan
eksterna akan kontraksi dan otot detrusor akan relaksasi.
Hal tersebut dapat dikatakan proses miksi selesai.
F. Epidemiologi
Di United States, sekitar 14 juta laki-laki memiliki
keluhan BPH.Insidensnya akan meningkat sesuai dengan
pertambahan usia, hanya beberapa persen menyerang usia
dibawah 40 tahun, tapi sekitar 88% mengenai usia diatas 80
tahun.2,8 BPH merupakan kasus terbanyak dibagian urologi,
keadaan ini ditandai dengan pembesaran kelenjar prostat
yang disebabkan oleh pertambahan jumlah sel, dengan keluhan
sering miksi, nocturia, kesulitan memulai dan mengakhiri
miksi, dysuria dan retensi urin. Prostatic hyperplasia,
secara mikroskopik dijumpai adanya proliferasi murni dari
sel-sel stromal ataupun kedua komponen baik epitel dan sel
stromal. Proporsi elemen-elemen ini bervariasi antara satu
nodul dengan nodul yang lain, mulai dari nodul proliferasi
murni stroma fibromuskular sampai dengan nodul
fibroepitelial yang dominan kelenjar. Proliferasi kelenjar
membentuk kumpulan kelenjar-kelenjar kecil sampai dengan
kelenjar-kelenjar besar dan berdilatasi, dilapisi oleh dua
lapisan sel
G. Etiologi dan faktor risiko
1. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti
penyebab terjadinya hiperplasia prostat, tetapi beberapa
hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestoteron (DHT)
dan proses aging (menjadi tua).
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasia prostat adalah :
a. Teori hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan
keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron
dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron
menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi
estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan
pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini
akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma,
sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan
untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi
kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembanga
stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi
relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan
produksi dan potensi faktor pertumbuhan lain yang dapat
menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan
menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan
mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin
bertambahnya usia, akan terjadinya penurunan dari
fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan
menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi
androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin
akan sangat merangsang prosuksi hormon estrogen oleh
sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis,
prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar
uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian
perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
b. Teori Growth Factor (faktor pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu
pertumbuhan stroma kelenjar prostat. Terdapat empat
peptic growth factor yaitu : basic transforming growth
factor, transforming growth factor b-1, transforming
growth factor b-2, dan epitermal growth factor.
c. Teori apoptosis sel
Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena
berkurangnya sel yang mati (apoptosis)
d. Teori sel stem (stem cell hypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar
periuretral pada seorang dewasa berada dalam keadaan
keseimbangan "steady state". Antara pertumbuhan sel dan
sel yang mati. Keseimbangan ini disebabkan adanya kadar
testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat
mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi.
Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat
bertambah sehingga dapat berpliferasi lebih cepat.
Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan
sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi
berlebihan.
e. Teori dehidrotestoteron (DHT)
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis
(90%) dan sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk
dalam peredran darah dqn 98% akan terikat oleh globulin
menjadi sex hormon binding globulin (SBHG), dan 2%
dalam keadaan protein bebas. Testosteron bebas inilah
yang bisa masuk ke dalam "target cell" yaitu sel
prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam
sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh
enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron
yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma
menjadi " hormone receptor complex" yang kemudian
mengalami transformasi reseptor, menjadi "nuclear
receptor" yang masuk ke dalam initi yang kemudian
melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-
RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein
menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.
2. Faktor Risiko
Faktor risiko yang berkaitan dengan hiperplasia prostat
adalah laki-laki dengan usia lebih dari 60 tahun.
H. PATOGENESIS
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen
prostatika dan menghambat aliran urin, keadaan ini
menyebabkan peningkatan tekanan intavesikal. Untuk dapat
mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat
guna melawan tahanan. Kontraksi yang terus menerus
menyebabkan perubahan anatomi buli buli berupa hipertrofi
otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan
divertikel buli buli. Perubahan struktur pada buli buli
tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau LUTS.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh
bagian buli buli dan tidak terkecuali pada kedua muara
ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urin dari buli buli ureter atau
terjadi refluks vesikoureter. Keadaan ini berlangsung terus
akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Obstruksi yang diakibatkan oleh BPH tidak disebabkan
oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior,
tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada
stroma prostat, kapsul prostat dan otot polos pada leher
buli buli.
I. GAMBARAN KLINIS
1. Anamnesis
Pada pasien BPH didapatkan retensi urine (tidak dapat
berkemih) disertai gejala Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS)
obstruktif berupa pancaran miksi melemah, miksi terputus,
menetes dan rasa belum puas sehabis miksi. Mungkin juga
ditemukan gejala LUTS iritatif berupa nokturia, disuria,
dan frekuensi. Pada anamnesis didapatkan adanya riwayat
sakit prostat.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan hasil yang
normal, juga pada pemeriksaan kepala dan toraks tidak
ditemukan adanya kelainan. Pada pemeriksaan abdomen
didapatkan vesik urinaria penuh, teraba massa suprapubis
setinggi 2 jari di bawah umbilikus disertai nyeri tekan.
Sedangkan pada pemeriksaan colok dubur didapatkan tonus
sfingter ani kuat, terdapat tanda pembesaran prostat kurang
lebih 60 gram konsistensi kenyal, kanan dan kiri simetris
dan tidak terdapat nodul. Hasil pemeriksaan tersebut dapat
menyingkirkan kemungkinana karsinoma prostat.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan lab darah rutin biasanya didapatkan
hasil yang normal.
b. pemeriksaan urine rutin didapatkan leukosituria
dan hematuria mikroskopik dengan silinder negatif.
c. USG Prostat dilakukan untuk mengetahui volume
pembesaran prostat.
d. USG ginjal dilakukan untuk mengetahiu apakah
sudah terjadi komplikasi berupa kerusakan ginjal
e. Prostat Specific Antigen (PSA) dilakukan sebagai
deteksi dini keganasan. Bila nilai SPA < 4mg / ml
tidak perlu biopsy. Sedangkan bila nilai PSA >4 perlu
dipertimbangkan dilakukan biopsi dengan kecurigaan
adanya keganasan.
f. Pemeriksaan pencitraan
Dengan pemeriksaan radiologi, seperti foto polos
abdomen dan pielografi intravena, dapat diperoleh
keterangan misalnya batu saluran kemih,
hidronefrosis, atau divertikulum kandung kemih.
Ultrasonografi dapat dilakukan transabdominal atau
tarnsrektal (TRUS). Selain untuk mengetahui
pembesaran prostat, pemeriksaan USG dapat ula
menentukan volume buli-buli, mengukur sisa urin dan
diverikulum , tumor, ataupun batu. Dengan TRUS dapat
diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi
yang tepat. CT-scan atau MRI jarang dilakukan.
J. PENATALAKSANAAN BPH
Retensio urine Diversi urine dengan pemasangan
kateter bila gagal sistotomi
1. Watchfull waiting
a. Untuk pasien skor IPSS <7, keluhan ringan dan
tidak mengganggu aktivitas
b. Tidak banyak minum kopi, alkohol, mengurangi
makanan yang mengiritasi buli-buli, mengurangi
makanan pedas dan asin
2. Medikamentosa
a. Antagonis Adrenergik Reseptor α
Non selektif : memblok reseptor α1 pada otot
polos arteriol dan vena sehingga menimbulkan
vasodilatasi. Contoh obat: Fenoksibenzamin
Selektif: Relaksasi otot-otot trigon dan sfingter
di leher kandung kemih serta otot polos
kelenjar prostat yang membesar, sehingga
memperbaiki aliran urin serta gejala-gejala lain
yang menyertai obstruksi prostat tersebut.
Contoh obat: Prazosin
b. 5α-Reductase Inhibitors
Menghambat perubahan testosteron menjadi DHT.
Obat ini mempengaruhi komponen epitel prostat,
yang menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan
memperbaiki gejala. Pemberian terapi selama 6
bulan. Contoh obat: Finasteride
3. Operatif
Indikasi: Retensi urine berulang, ISK berulang, Gross
hematuri berulang, Batu buli-buli, Insufisiensi
ginjal
a. Transurethral Resection of the Prostate (TURP)
b. Transurethral Incision of the Prostate
c. Open simple prostatectomy (kelenjar >100 gram)
K. PENCEGAHAN
a. Tidak mengonsumsi kopi, alkohol berlebihan
b. Mengurangi makanan yang mengiritasi buli-buli
(kopi, coklat, pedas, asin)
c. Jangan menahan kencing terlalu lama
L. KOMPLIKASI
a. Vesicolitiasis
b. Hematuria
c. Sistitis
d. Pielonefritis
e. Retensi urin akut/kronik
f. Refluks vesico-ureter
g. Hidronefrosis
h. Hidroureter
i. Gagal ginjal
M. Prognosis
Prognosis dari BPH tergantung dari kecepatan dan
ketepatan menindak lanjuti kasus tersebut, apabila
penatalaksanaannya tepat dan cepat maka kemungkinan
prognosisnya baik akan tetapi jika penatalaksanaannya
kurang tepat dan terlambat maka kemungkinan prognosisnya
buruk dan dapat menimbulkan komplikasi lain.
N. BIOETIK HUMANIORA PRINCIPLE
a. Beneficience : golden rule principle
Dokter mendiagnosis pasien dari anamnesis didapatkan
gejala : retensio urin , disuria, urgency ,
nocturia , kuncing melemah , kuncing menetes dan
tidak puas serta Pem fisik : colok dubur didapatkan
pembersaran kelenjar prostat , konsistensi
kenyal ,simetris dan tidak bernodul dan Pemeriksaan
penunjang : Usg , lab , psa
b. Normaleficient : mengobati secara proposional
Melakukan kateterisasi dan dirujuk ke ahli bedah
c. Autonomy : informed concent
Menjelaskan penyakit dan informed concent saat mau
melakukan colok dubur
d. Justice
Melakukan pelayanan pada pasien tanpa membedabedakan
atas dasar ekonomi sosial agama dan budaya
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. Sjamsuhidajat R dan Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 4.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997
2. Purnomo Basuki P. Dasar-Dasar Urologi. Ed 3. Jakarta :Sagung Seto, 2011
3. Stanley L. Robbins, Vinay Kumar, Ramzi S. Buku AjarPatologi Robbins. Ed 7. Jakarta: Penerbit BukuKedokteran EGC, 2007
4. Syarif, Amir. Estuningtyas, Ari. Setiawati, Arini etal. Farmakologi dan Terapi. Ed 5. Jakarta: BalaiPenerbit FKUI
5. Mescher, Anthony L. Histologi Dasar Junquera : teks& atlas. Ed 12. Jakarta: Penerbit Buku KedokteranEGC, 2011
6. Guyton, Arthur C. Hall, Jhon E. Buku Ajar FisiologiKedokteran. Ed 11. Jakarta: Penerbit Buku KedokteranEGC, 2007
7. Moore, Keith L. Agur, Anne M.R. Anatomi Klinis Dasar.Jakarta: Penerbit Hipokrates. 2002
8. http://download.portalgaruda.org/article.php? article=176210&val=308&title=ASPEK%20IMUNOLOGIK%20PADA%20KANKER%20PROSTAT
9. http://www.scribd.com/doc/94199640/bph