ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN: BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI (BPH) O L E H 4-2...

31
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN: BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI (BPH) O L E H OLEH: KELOMPOK 3 1. Paolisma Gustini Harefa 2. Leli Herawati 3. Munawarah 4. Frankdika 5. Noverintis 6. Rivai Manik 7. Jenius 8. Nelvi Masdiana Sihombing TINGKAT 4-2 SEMESTER VII PSIK Tugas: Sistem Perkemihan 2 Pembimbing: Ns. Amila, M.Kep, Sp.Kep, M.B UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Transcript of ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN: BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI (BPH) O L E H 4-2...

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN: BENIGNAPROSTAT HIPERTROPI (BPH)

O

L

E

H

OLEH:

KELOMPOK 3

1. Paolisma Gustini Harefa2. Leli Herawati3. Munawarah4. Frankdika5. Noverintis6. Rivai Manik7. Jenius8. Nelvi Masdiana Sihombing

TINGKAT 4-2 SEMESTER VII PSIK

Tugas: Sistem Perkemihan 2

Pembimbing: Ns. Amila, M.Kep, Sp.Kep, M.B

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

MEDAN 2013

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar belakang

             Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena

yang terjadi adalah hiperplasia kelenjar periuretra yangmendesak

jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi kapsul bedah.

(Anonim FK UI 1995).Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan

jaringan kelenjar yang terlihat persis di inferior darikandung

kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr, didalamnya berjalan uretra

posterior + 2,5 cm.Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum

puboprostatikum dan sebelah inferior oleh diafragmaurogenitale.

            Pada prostat bagian posterior bermuara duktus

ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir padaverumontanum

pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dari spingter uretra

eksternaProses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan

sehingga perubahan pada saluran kemih jugaterjadi secara

perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran

prostat, resistensi pada leher buli- buli dan daerah prostat

meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga

timbul sakulasi ataudivertikel. Fase penebalan destrusor ini

disebut fase kompensasi.

            Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi

lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi

untuk berkontraksi sehingga terjadiretensio urin yang selanjutnya

dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

Oleh karenaitu penting bagi perawat untuk mempelajari

patofisiologi, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan

asuhankeperawatan yang komprehensif pada klien Benigna Prostat

Hiperplasia (BPH) beserta keluarganya.

B.     Tujuan

Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu:

Sebagai bahan referensi dalam melaksanakn Asuhan Keperawatan

BPH

Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam

memberikan asuhan keperawatan pada kliendengan BPH secara

komprehensif

Mampu melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada klien BPH .

Mampu menganalisa dan

menentukan masalah keperawatan pada klien BPH. Mampu melakukan

intervensi dan implementasi untuk mengatasi masalah keperawatan

yang timbul padaklien BPH. Mampu mengevaluasi tindakan

keperawatan yang telah dilaksanakan pada klien BPH.

Agar semua mahasiswa, khususnya para pembaca mengetahui bahwa

apa sebenarnya yang dimaksud dengan BPH, apa saja yang menjadi

penyebab terjadinya,gejala yang ditimbulkan dan bagaimana

proses perawatan dan pengobatannya.

BAB II

PEMBAHASAN

A.   Pengertian

BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar

prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung

kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan

hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat

Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat

tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-

kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya

bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan

terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka

dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau

adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.

Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar

periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli

ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).

Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak

kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa

atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar /

jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra

pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 :

193).

BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara

umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai

derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius

( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).

Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari

kelenjar prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun)

menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan

aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal

671).

Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu

uretra Pars Prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran

urine keluar dari buli-buli (Poernomo, 2000, hal 74).

B.   Etiologi

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum

diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung

pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan

terjadinya BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor

kemungkinan penyebab antara lain :

  Dihydrotestosteron

Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan

epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .

  Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron

Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen

dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.

  Interaksi stroma – epitel

Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor

dan penurunantransforming growth factor beta menyebabkan

hiperplasi stroma dan epitel.

  Berkurangnya sel yang mati

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma

dan epitel dari kelenjar prostat.

  Teori sel stem

Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal

sel steam sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel

kelenjar prostat menjadi berlebihan (Poernomo, 2000, hal 74-

75).atau Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel

transit ( Roger Kirby, 1994 : 38 ).

C.   Patofisiologi

Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring

dengan bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan

hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron menjadi

Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi faktor

terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini dapat

menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya

sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia kelenjar

prostat (Mansjoer, 2000 hal 329; Poernomo, 2000 hal 74).

Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan

terjadi penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat

aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intra

vesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli harus

berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut, sehingga

akan terjadi resistensi pada buli-buli dan daerah prostat

meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga

timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini

disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor

menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu

lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urine (Mansjoer,

2000, hal 329; Poernomo, 2000 hal 76).

Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh

bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter.

Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran

balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks-vesiko

ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan

hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat terjadi gagal

ginjal (Poernomo, 2000, hal 76).

D.   Manifestasi Klinik

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih

maupun keluhan di luar saluran kemih.

1.      Keluhan pada saluran kemih bagian bawah

Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract

Symptoms (LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala

obstruktif.

Gejala iritatif meliputi:

  (frekuensi) yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanyadapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.

  (nokturia),  terbangun untuk miksi pada malam hari

  (urgensi)  perasaan ingin miksi yang sangat mendesak dan sulit

di tahan

  (disuria).nyeri pada saat miksi

Gejala obstruktif meliputi:

  rasa tidak lampias sehabis miksi,

  (hesitancy), yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali

disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot

destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan

tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra

prostatika.

  (straining)  harus mengejan

  (intermittency)  yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang

disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam

pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.

  dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya menjadi retensi

urine dan inkontinensia karena overflow.

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih

sebelah bawah, beberapa ahli urology membuat sistem scoring yang

secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien.

2.      Gejala pada saluran kemih bagian atas

Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih

bagian atas, berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang,

benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis),

yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat ditemukan

uremia, peningkatan tekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan

neuropati perifer.

3.      Gejala di luar saluran kemih

Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia

inguinalis dan hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena

sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan

peningkatan tekanan intra abdominal (Poernomo, 2000, hal 77 – 78;

Mansjoer, 2000, hal 330).

4.      warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post

operasi menjadi lebih tua.

            Menurut Long (1996, hal. 339-340), pada pasien post

operasi BPH, mempunyai tanda dan gejala:

1. Hemorogi

a. Hematuri

b. Peningkatan nadi

c. Tekanan darah menurun

d. Gelisah

e. Kulit lembab

f. Temperatur dingin

2. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat

3. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:

a. bingung

b. agitasi

c. kulit lembab

d. anoreksia

e. mual

f. muntah

E.   Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah

Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter,

hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.b. Proses kerusakan

ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksic.

Hernia / hemoroidd. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga

menyebabkan terbentuknya batu. Hematuriaf, Pielonefritis,

Aterosclerosis, Infark jantung, Impoten, Haemoragik post operasi,

Fistula, Striktur pasca operasi & inconentia urine.

F.    Pemeriksaan Diagnosis

  Laboratorium

Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan

biakan urin.

  Radiologis

Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning,

cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras

dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat

dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans

Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran

prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli,

mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel,

tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).

  Prostatektomi Retro Pubis

  Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak

dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat

melalui insisi pada anterior kapsula prostat.

  rostatektomi Parineal

Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum

  Prostatektomy

merupakan tindakan pembedahan bagian prostate (sebagian/seluruh)

yang memotong uretra, bertujuan untuk memeperbaikialiran urin dan

menghilangkan retensi urinaria akut.

G.  penatalaksanaan

Non Operatifa.       Pembesaran hormon estrogen & progesteronb.      Massase prostat, anjurkan sering masturbasic.       Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendekd.      Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostane.       Pemasangan kateter.

Operatif

Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 mlf.       TUR (Trans Uretral Resection)g.      STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)h.      Retropubic Extravesical Prostatectomy)i.        Prostatectomy Perineal

H.  Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Benigna Prostat

Hipertropi (BPH)

1)      Pengkajian

Data subyektif :

o    Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.

o    Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.

o    Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.

o    Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.

Data Obyektif :

o    Terdapat luka insisi

o    Takikardi

o    Gelisah

o    Tekanan darah meningkat

o    Ekspresi w ajah ketakutan

Terpasang kateter

2)      Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

          Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme

otot spincter

          Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan

dengan obstruksi sekunder

         Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi

tubuh

         Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de

entrée mikroorganisme melalui kateterisasi

         Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

tentang penyakit, perawatannya.

3)      Intervensi Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot

spincter

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu

mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.

Kriteria hasil:

a.       Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau

hilang

b.       Pasien dapat beristirahat dengan tenang.

Intervensi:

a.       Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan

faktor pencetus serta penghilang nyeri.

b.      Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening

mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)

c.       Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian

bawah

d.      Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh,

merokok, abdomen tegang)

e.       Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik

relaksasif. Lakukan perawatan aseptik terapeutikg. Laporkan pada

dokter jika nyeri meningkat

2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan

dengan obstruksi sekunder.

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak

mengalami retensi urin

Kriteria :

Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi

kandung kemih.

Intervensi :

a.       Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus

dengan teknik steril

b.       Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi

dalam keadaan tertutup

c.       Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria,

dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea)

d.      Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan

sebelum dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin

serta adanya bekuan darah atau jaringan

e.       Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap

2 jam (mulai hari kedua post operasi)

f.       Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan

oral 2000-3000 ml/hari, jika tidak ada kontra indikasih. Berikan

latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu,

anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.

3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan

saluran ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu

mempertahankan fungsi seksualnya

Kriteria hasil :

Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual

dan aktivitas secara optimal.

Intervensi :

a.       Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang

berhubungan dengan perubahannya

b.      Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat

c.       Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan

perasaannya tentang efek prostatektomi dalam fungsi seksual

d.       Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah

fungsi seksual

e.       Beri penjelasan penting tentang:

a.      Impoten terjadi pada prosedur radikal

b.      Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal

c.       Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk

menghindari hubungan seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah

operasi.

4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée

ikroorganisme melalui kateterisasi

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari

infeksi

Kriteria hasil:

a.       Tanda-tanda vital dalam batas normal

b.      Tidak ada bengkak, aritema, nyeri

c.       Luka insisi semakin sembuh dengan baik

Intervensi:

a.       Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.

b.      Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter),

(adanya sumbatan, kebocoran)

c.       Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit

sekitar kateter dan drainage

d.      Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal

untuk menjamin dressing

e.       Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas

meningkat, dingin)

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang

penyakit, perawatannya

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari

Kriteria :

Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan

mendemonstrasikan perawatan

Intervensi :

a.       Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan

pernyataannya tentang penyakit, perawat

b.      Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:

o Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter

o Perawatan di rumahc. Adanya tanda-tanda hemoragi

BAB III

PENUTUP

A.   Kesimpulan

Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang

tua, tetapi tak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini

terjadi karena dua hal yaitu:1. Penyempitan uretra yang

menyebabkan kesulitan berkemih2. Retensi urin dalam kandung kemih

menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan

cystitis.Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan

Benigna Prostat Hipertrofi:a. Retensi urinb. Kurangnya atau

lemahnya pancaran kencingc. Miksi yang tidak puasd. Frekuensi

kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)e. Pada malam

hari miksi harus mengejanf. Terasa panas, nyeri atau sekitar

waktu miksi (disuria)g. Massa pada abdomen bagian bawahh.

Hematuriai. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk

mengeluarkan urin)j. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksik.

Kolik renall. Berat badan turunm. AnemiaKadang-kadang tanpa sebab

yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga

harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam

kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya

merusak ginjal.

B.   Saran

          Adapun saran yang dapat kami berikan yaitu :

Mengingat dalam setiaap permasalahan kesehatan yang menyangkut

saluran kemih,pastinya melibatkan ginjal oleh karenanya hal-hal

yang dapat kita lakukan sebagai wujud pencegahan atau menjaga

kesehatan diantaranya perbanyaklah mengkonsumsi air

mineral,minimal 8 gelas perhari atau setara dengan 2 liter air

untuk melancarkan pencernaan dan kinerja fungsi ginjal.

KELOMPOK 3

Nama Anggota:

Lely Herawati Paolisma Gustini Harefa

Munawarah Frandika Rivai Jenius Nelvi Masdiana Sihombing

KASUS: Benigna Prostat Hipertropi

Tn.F usia 63 tahun, datang ke RSUP H Adam Malik dengan keluhanpancaran kencing lemah, miksi tidak puas sejak 6 bulan yang lalu.Klien juga mengeluh frekuensi BAK bertambah terutama malam hari, nyeriberkemih. Pasien juga mengalami kesakitan mengawali dan mengakhiriberkemih. Pasien kemudian dilakukan pemasangan kateter selama 3 bulanoleh perawat di dekat rumahnya. Saat ini pasien mengalami hipertensi(TD: 160/100 mmHg) dan anemia (Hb:10 gr/dl). Pasien di diagnosa denganBHP (Benigna Prostat Hipertropy).

Pertanyaan:

1. Jelaskan bagaimana gejala klinis yang muncul dan mengapa terjadipada Tn.F dengan usia 63 tahun?

2. Pemeriksaan apa yang perlu dilakukan pada pasien Tn.F ( fisik dandiagnostic)?

3. Berdasarkan kondisi diatas, upaya apa yang perlu dilakukan segerapada pasien tersebut?

4. Masalah keperawatan & intervensi keperawatan apa yang dapatditegakkan pada pasien tersebut?

5. Komplikasi apa yang dapat terjadi sesuai dengan kasus di atas?

Jawaban:

1. Gejala klinis yang muncul:Pancaran kencing lemah, miksi tidak puas sejak 6 bulan yang lalu.Klien juga mengeluh frekuensi BAK bertambah terutama malam hari,nyeri berkemih. Pasien juga mengalami kesakitan mengawali danmengakhiri berkemih.

Patofisiologi

Biasanya ditemukan tanda dan gejala obstruksi dan iritasi.Gejala dan tanda obstruksi jalan kemih berarti penderita harusmenunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhirmiksi, pancaran miksi menjadi lemah dan rasa belum puas sehabismiksi. Gejala iritasi disebabkan hipersensivitas otot detrusorberarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulitditahan dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusorgagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksicukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasiterjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksiatau pembesaran prostat menyebabkan ransangan pada kandung kemih,sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejaladan tanda ini diberi skor untuk menentukan berat keluhan klinik.

Apa bila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensiurine sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urinedidalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada akhirmiksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadikemacetan total, sehingga penderiat tidak mampu lagi miksi.Karena produksi urine terus terjadi maka pada suatu saat vesikatidak mampu lagi menampung irune sehingga tekanan intravesikaterus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggdaripada tekanan sfingter dan obsruksi, akan terjadiinkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proseskerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktumiksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama-kelamaanmenyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisaurine dapat berbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batuini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria.Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistitis dan bila terjadirefluk dapat terjadi pielonefritis.(Wim De Jong, hal 1059)

Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadisecara perlahan-lahan pada traktus urinarius. Pada tahap awalterjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologisyang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesikakemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.

Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebaldan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akanterlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jikadilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapatmenerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuktonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabilabesar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fasekompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah danakhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk

kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjutpada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akanmengalami hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas(bladder), di dalam mempersempit saluran uretra prostatica danmenyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekananintravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretraprostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebihkuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa:Hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagianbawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS (Basuki, 2000: 76).

Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasioleh muskulus destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya poladan kualitas dari miksi tidak banyak berubah. Pada fase inidisebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaankemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitasmiksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulusdestrusor menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah urine didalam buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali ProstatHyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkantekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertaitimbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasiadalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinyaretensi urine, keadaan ini disebut sebagai Prostat HyperplasiaDekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasanyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan terjadilahinkontinensia urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpadapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadioleh karena buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi.Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidakmampuan otot

detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine.Retensi urinekronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal.

Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasioleh muskulus destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya poladan kualitas dari miksi tidak banyak berubah. Pada fase inidisebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaankemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitasmiksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulusdestrusor menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah urine didalam buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali ProstatHyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkantekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertaitimbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasiadalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinyaretensi urine, keadaan ini disebut sebagai Prostat HyperplasiaDekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasanyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan terjadilahinkontinensia urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpadapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadioleh karena buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi.Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidak mampuan ototdetrusor memompa urine dan menjadi retensi urine.Retensi urineyang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal(Sunaryo, H. 1999 : 11)

2.Pemeriksaan Fisik

1. Abdomen: Defisiensi nutrisi, edema, pruritus, echymosismenunjukkan renal insufisiensi dari obstruksi yang lama.

2. Kandung kemih1. Inspeksi: Penonjolan pada daerah supra pubik → retensi

urine

2. Palpasi: Akan terasa adanya ballotement dan ini akanmenimbulkan pasien ingin buang air kecil → retensiurine.

3.Perkusi: Redup → residual urine

4.Pemeriksaan penis: uretra kemungkinan adanya penyebab lainmisalnya stenose meatus, striktur uretra, batuuretra/femosis.

5.Pemeriksaan Rectal Toucher (Colok Dubur) → posisi kneechest, syarat: buli-buli kosong/dikosongkan. Tujuan:Menentukan konsistensi prostat dan besar prostat.

Pemeriksaan Diagnostik

Pada pasien Benigna Prostat Hipertropi umumnya dilakukanpemeriksaan:

1. LaboratoriumMeliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tessensitivitas dan biakan urin.

2. RadiologisIntravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd,USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasisistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk,ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atautrans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selainuntuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapatpula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dankeadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu(Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).

3. Prostatektomi Retro PubisPembuatan insisi pada abdomenbawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik danjaringan adematous prostat diangkat melalui insisi padaanterior kapsula prostat.

4. Prostatektomi ParinealYaitu pembedahan dengan kelenjarprostat dibuang melalui perineum.

3. Upaya yang diperlukan segera berdasarkan kasus:

Medikamentosa Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:

– mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan a blocker (penghambat alfa adrenergik)

– menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon testosteron/dehidrotestosteron (DHT)

Obat Penghambat adrenergik • Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di

dalam prostat dan leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha adrenergik. Seperti diketahui di dalam otot polos prostat dan leher vesica banyak terdapat reseptor alpha adrenergik. Obat-obatan yang sering digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan alfuzosin.

• Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran urine, menurunkan sisa urine dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga memberi penyulit hipotensi, pusing, mual, lemas, dan meskipun sangat jarang bisa terjadi ejakulasi retrograd, biasanyapasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah pemakaian obat.

4.Intervensi Keperawatan

Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah keperawatan.

  Pre-OperasiGangguan pola eliminasi

Intervensi Rasionalisasi-          Dorongan pasien untuk

berkemih 2-4 jam dan tiba-tiba dirasakan.

-          Observasi aliran urine,perhatikan keluaran dankekuatan.

-          Awasi, catat dan jumlahtiap berkemih.

-          Perkusi / palpasi areasuprapubik.

-          Dorongan masukkancairan s/d 3000 ml/haridalam toleransi jantung.

-          Awasi TTV dengan ketat.Observasi hipertensi

-          Meminimalkan retensiurine, distensi berlebihVesikaUrinaria.

-          Berguna untuk evaluasiobstruksi dan  pilihanintervensi.

-          Defisit aliran darah keginjal mengganggu kemampuannyadalam filtrasi dan konsentrasisubstansi.

-          Dapat menunjukkandistensi Vesikaurinaria

-          Mempertahankan fungsi danperfusi ginjal.

-          Kehilangan fungsi ginjalmengakibatkan ↓ eliminasicairan.

  Post-OperasiPerubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan tindakan

pembedahan.

Intervensi Rasionalisasi-          Berikan tindakan

kenyamanan (pijatan / aturposisi), ajarkan teknikrelaksasi.

-          Observasi nyeri(kualitas, intensitas,

-          Meningkatkan relaksasi,memfokuskan kembali perhatiandapat meningkatkan koping.

-          Menentukan intervensiselanjutnya dalam mengatasinyeri.

durasi dan frekuensinyeri).

-          Kolaborasi :Obat anelgetik

-          Diberikan untukmenghilangkan nyeri.

  Nyeri Nyeri  berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kencing

Intervensi Rasional-   Kaji nyeri,perhatikan lokasi, intensitas ( skla 0 – 10 ) lamanya

      Plester selang drainase padapaha dan    kanker pada abdomen

-   Mempertahankan tirah baring bila di indikasikan

-   Berikan tindakan kenyamanan membantu klien memberikan posisi yang nyaman

-   Kolaborasi pemasangan kateter dan mendekatkan untuk kelancaran drainase

-   Kolaborasi : lakukan masase prostate

-       Memberikan informasi untukmembantu dalam menentukan pilihan / kefektifan intervensi

-       Mencegah pemeriksaaan kandung kemih dan erosi penis- scrotal

-       Tirah baring mungkin di perlukan pada awal selama fase retensi akut,namun ambulasi didni dapat memperbaiki pola berkemih normal dan menghilangkan nyeri kulit

-       Meningkatkan relaksasi ,memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping

-       Pengeluaran kandung kemih menurunkan tegangan dan kepekaan kelenjar

-       Membantu dalam evakuasi duktus kelenjar untuk menghilangkan kongesti atau inflamasi

    Resti kekurangan  volume cairan

Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik

Intervensi Rasional-   Awasi keluaran dengan hati-hati tiap jam bila di indikasikan

-   Dorong peningkatan pemasukan oral berdasarkan kebutuhan individu

-   Awasi ttv dengan sering,evaluasi pengisian kapiler dan membrane mukosa oral

-   Tingkatkan tirah baring dengankepala tinggi

-       Diuresis cepat dapat menyebabkan kekurangan volume total cairan

-       Pasien di batasi pemasukan oral dalam mengontrol gejala urinaria

-       Menurunkan deteksi dini / intervensi hipopelamik sistemik

-       Menurunkan kerja jantungb ,memudahkan homeostatis sirkulasi

  AnsietasKurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatanIntervensi Rasional

-   Bina hubungan saling percaya dengan klien / orang terdekat

-   Berikan informasi tentang prosedur dan tes khusus dan apa yang akan terjadi

-   Dorong klien / orang terdekat untuk  menyatakan masalah atau perasaan

-   Beri penguatan informasi pasien yang telah diberikan sebelumnya

-       Menunjukan perhatian dan keinginan untuk membnatu dalam diskusi tentang subjek sensitif

-       Membantu pasien memahami tujuan dari apa yang dilakukan dan mengurangi masalah karena ketidaktahuan

-       Mengindentifikasi masalah memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan,memperjelaskesalahan konsep dan solusi pemecahan masalah

-       Memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan kepercayaan pada

pemberi perawatan dan pemberi informasi

EvaluasiEvaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan.

(Hidayat, 2002: 41). Evaluasi merupakan catatan tentang indikasikemajuan klien terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi bertujuanuntuk menilai keefektifan perawatan dan untukmengkomunikasikanstatus klien dari hasil tindakan keperawatan.

5.Komplikasi 1.Inkontinensia Paradoks 2.Batu Kandung Kemih 3.Hematuria 4.Sistitis 5.Pielonefritis 6.Retensi Urin Akut Atau Kronik 7.Refluks Vesiko-Ureter 8.Hidroureter 9.Hidronefrosis 10. Gagal Ginjal

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana AsuhanKeperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan Dan PendokumentasianPerawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu PendekatanProses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi.Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.

Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. AirlanggaUniversity Press. Surabaya.

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.