Kebijakan Pembangunan Perkotaan

47
I KATA PENGANTAR Berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No 650/989/IV/Bangda, tanggal 5 Juni 2000, tentang pedoman umum Penyusunan Program Dasar Pembangunan Perkotaan (PDPP) menyebutkan “pengertian pembangunan perkotaan adalah semua pembangunan yang dilakukan pemerintah, masyarakat dan swasta di wilayah kota dan perkotaan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat serta meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah”. Oleh karena itu hakekat pembangunan perkotaan adalah upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan warga kota khususnya yang didukung oleh ketangguhan unsur kelembagaan pemerintah dan kemasyarakatan dalam mewujudkan cita-cita warga kota. Di dalam suatu pembangunan perkotaan juga adanya suatu rencana untuk menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Pengertian dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) menurut UU Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan Ruang adalah area memanjang atau jalur sebagai tempat tumbuh tanaman, Baik yang tumbuh secara alamiah ataupun sengaja ditanam. Tulisan dalam makalah ini berusaha ingin membahas lebih lanjut mengenai ketersedian ruang terbuka hijau di perkotaan dan pembangunan yang ada dalam perkotaan terutama di kota Bandung. Fokus dalam tulisan ini adalah bagaimana pemerintah, swasta, dan masyarakat yang ada di kota Bandung saling berkolaborasi untuk menyediakan, merawat, hingga menjaga adanya ruang terbuka hijau dalam perkotaan. Penulis menyadari

Transcript of Kebijakan Pembangunan Perkotaan

I

KATA PENGANTAR

Berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No

650/989/IV/Bangda, tanggal 5 Juni 2000, tentang pedoman umum

Penyusunan Program Dasar Pembangunan Perkotaan (PDPP)

menyebutkan “pengertian pembangunan perkotaan adalah semua

pembangunan yang dilakukan pemerintah, masyarakat dan swasta

di wilayah kota dan perkotaan dalam rangka meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat serta meningkatkan laju

pertumbuhan ekonomi daerah”. Oleh karena itu hakekat

pembangunan perkotaan adalah upaya meningkatkan kesejahteraan

masyarakat pada umumnya dan warga kota khususnya yang didukung

oleh ketangguhan unsur kelembagaan pemerintah dan

kemasyarakatan dalam mewujudkan cita-cita warga kota. Di dalam

suatu pembangunan perkotaan juga adanya suatu rencana untuk

menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Pengertian dari Ruang

Terbuka Hijau (RTH) menurut UU Nomor 26 tahun 2007 tentang

penataan Ruang adalah area memanjang atau jalur sebagai tempat

tumbuh tanaman, Baik yang tumbuh secara alamiah ataupun

sengaja ditanam.

Tulisan dalam makalah ini berusaha ingin membahas lebih

lanjut mengenai ketersedian ruang terbuka hijau di perkotaan

dan pembangunan yang ada dalam perkotaan terutama di kota

Bandung. Fokus dalam tulisan ini adalah bagaimana pemerintah,

swasta, dan masyarakat yang ada di kota Bandung saling

berkolaborasi untuk menyediakan, merawat, hingga menjaga

adanya ruang terbuka hijau dalam perkotaan. Penulis menyadari

II

bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan untuk itu

penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun

sehingga dapat menunjang untuk perbaikan makalah ini dan

nantinya dapat bermanfaat bagi dunia ilmu administrasi publik

terutama dalam kebijakan pembangunan perkotaan.

Malang, 12 Januari

2015

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar I

Daftar Isi

II

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

1

1.2 Rumusan Masalah

2

1.3 Tujuan Penulisan

2

Bab II Tinjauan Pustaka

III

2.1 Konsep Pembangunan

3

2.2 Konsep Perkotaan (Kota)

4

2.3 Konsep Ruang Terbuka Hijau

6

Bab III Pembahasan

3.1 Gambaran Umum Kota Bandung

11

3.2 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung 2011-2031

13

3.3 Kondisi Terkini Ruang Terbuka Hijau Di Kota Bandung

16

3.4 Terobosan Yang Dilakukan Oleh Pemerintah Kota Bandung

Dalam Menyediakan Ruang Terbuka Hijau

18

3.5 Analisis SWOT Dalam Penyedian Ruang Terbuka Hijau Di Kota

Bandung 23

Bab IV Penutup

4.1 Kesimpulan

25

4.2 Saran

25

IV

Daftar Pustaka

26

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang berkembang dan merupakan

negara yang terpadat keempat setelah negara Cina, Amerika, dan

India. Banyaknya penduduk yang ada di negara Indonesia

tentunya akan menimbulkan permasalahan yang sangat kompleks.

Seperti permasalahan pekerjaan, kesehatan, ekonomi, hingga

ketersedian lahan. Bicara mengenai ketersedian lahan terutama

yang ada di perkotaan tentu yang ada dalam pikiran seseorang

adalah berdirinya bangunan-bangunan beton yang menjulang atau

biasa disebut dengan gedung pencangkar langit yang digunakan

sebagai pusat aktivitas masyarakat terutama yang bergerak

dalam bidang ekonomi hingga pendidikan.

Bandung adalah sebuah kota besar ketiga di Indonesia

setelah Jakarta dan Surabaya. Bandung mempunyai sebutan

sebagai kota Paris Van Java hingga sebutan sebagai kota

kembang. Sebagai sebutan kota Paris Van Java maka juga akan

terkait dengan pesatnya pembangunan yang ada di kota Bandung.

Hal tersebut tidak lepas dari adanya fenomena urbanisasi yaitu

perpindahan masyarakat dari desa ke kota yang mempunyai tujuan

untuk bekerja atau mengembangkan karir hingga untuk

meningkatkan kesejahteraan bagi keluarga masing-masing

individu. Faktor lain pesatnya pembangunan yang ada di kota

Bandung adalah faktor pertumbuhan penduduk. Perlu diketahui

bahwa semakin pesatnya pembangunan yang ada dalam suatu

wilayah kota maka daya tarik masyarakat untuk melakukan

urbanisasi semakin besar pada nantinya, pertumbuhan penduduk

2

atau angka kelahiran di kota juga akan semakin meningkat.

Keterkaitan yang lain bila pertumbuhan penduduk meningkat maka

tingkat kebutuhan akan permintaan suatu barang dan jasa juga

akan semakin meningkat. Seperti halnya permintaan akan bahan

bakar minyak, bahan bakar gas, kebutuhan pangan, kebutuhan

gaya hidup hingga kebutuhan akan perumahan.

Berangkat dari fenomena yang sudah dijelaskan sebelumnya

bahwa tuntutan masyarakat di perkotaan akan ketersedian lahan

dan terkait juga akan pertumbuhan penduduk yang tinggi maka

semakin besar pula potensi adanya alih fungsi lahan pada lahan

yang belum digunakan atau lahan yang belum termanfaatkan. Alih

fungsi lahan yang terjadi pada perkotaan terutama di kota

Bandung lebih banyak ke arah ekonomi sehingga ketersedian

lahan untuk ruang terbuka hijau bila tidak dikendalikan secara

tepat maka akan mengancam keberlangsungan bagi masyarakat itu

sendiri.

Seperti yang sudah dijelaskan sedikit oleh penulis

mengeai pesatnya pembangunan yang ada di kota Bandung tentu

menuntut adanya ketersedian akan Ruang Terbuka Hijau bagi

masyarakat. Secara konsep menurut penulis fungsi secara

langsung dari adanya ruang terbuka hijau adalah sebagai

pengedali air pada saat hujan atau sebagai lahan resapan air,

sebagai filter atau penyaring adanya gas karbondioksida yang

dihasilkan oleh kendaraan atau aktivitas manusia yang lain,

hingga fungsi yang secara tidak langsung adalah sebagai tempat

umum atau pusat rekreasi bagi masyarakat yang ingin bersantai

untuk melihat dan menikmati udara yang segar. Berangkat dari

fenomena yang ada dan pentingnya dari ruang terbuka maka

3

penulis ingin membahas lebih lanjut mengenai apa saja tentang

ruang terbuka hijau hingga kebijakan pemerintah kota Bandung

dalam penyedian ruang terbuka hijau bagi masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kondisi saat ini mengenai pembangunan yang ada

di kota Bandung ?

2. Bagaimana rencana tata ruang wilayah (RTRW) di kota

Bandung ?

3. Apa strategi dari pemerintah untuk menyikapi minimnya

ketersedian ruang terbuka hijau ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui gambaran umum dan kondisi yang ada saat

ini di kota Bandung

2. Untuk memberikan informasi mengenai apa dan bagaimana

rencana tata ruang wilayah (RTRW) di kota Bandung.

3. Untuk mengetahui dan memberikan informasi mengenai cara

mengatasi minimnya ketersedian ruang terbuka hijau di

kota besar terutama di kota Bandung.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pembangunan

Pengertian pembangunan mungkin menjadi hal yang paling

menarik untuk diperdebatkan. Mungkin saja tidak ada satu

disiplin ilmu yang paling tepat mengartikan kata

pembangunan. Sejauh ini serangkaian pemikiran tentang

pembangunan telah berkembang, mulai dari perspektif

sosiologi klasik (Durkheim, Weber, dan Marx), pandangan

Marxis, modernisasi oleh Rostow, strukturalisme bersama

modernisasi memperkaya ulasan pendahuluan pembangunan

sosial, hingga pembangunan berkelanjutan. Namun, ada tema-

tema pokok yang menjadi pesan di dalamnya. Dalam hal ini,

pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya

terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak

secara sah kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan

mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan

Rochmin Dahuri, 2004). Mengenai pengertian pembangunan, para

ahli memberikan definisi yang bermacam-macam seperti halnya

perencanaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda

oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan

daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain.  Namun secara

umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses

untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi

Bratakusumah, 2005).

Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan

5

sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan

perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh

suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam

rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan Ginanjar

Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang lebih

sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang

lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.

Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang

mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi,

infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi,

kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes (1976)

mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi,

sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang

direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan

masyarakat.

Proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan

masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang

berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro

(commuinity/group). Makna penting dari pembangunan adalah

adanya kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan

diversifikasi. Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di

atas, pembangunan adalah semua proses perubahan yang

dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana.

Sedangkan perkembangan adalah proses perubahan yang terjadi

secara alami sebagai dampak dari adanya pembangunan (Riyadi

dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).

Dengan demikian berdasarkan pendapat dari beberapa ahli

tersebut diatas dapat kita simpulkan bahwa pada dasarnya

6

pembangunan tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan, dalam

arti bahwa pembangunan dapat menyebabkan terjadinya

pertumbuhan dan pertumbuhan akan terjadi sebagai akibat adanya

pembangunan. Dalam hal ini pertumbuhan dapat berupa

pengembangan/perluasan (expansion) atau peningkatan (improvement)

dari aktivitas yang dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat.

Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Parsudi Suparlan

dalam tulisannnya tentang Antropologi Pembangunan, yang mana

tulisan tersebut sebagai penghormatan kepada Koentjaraningrat

(1997), mendefinisikan Pembangunan sebagai serangkaian upaya

yang direncanakan dan dilaksanakan oleh pemerintah, badan-

badan atau lembaga-lembaga internasional, nasional atau lokal

yang terwujud dalam bentuk-bentuk kebijaksanaan, program, atau

proyek, yang secara terencana mengubah cara-cara hidup atau

kebudayaan dari sesuatu masyarakat sehingga warga masyarakat

tersebut dapat hidup lebih baik atau lebih sejahtera daripada

sebelum adanya pembangunan tersebut.

2.2 Konsep Perkotaan (Kota)

- Menurut Bintarto

Dari segi geografis kota diartikan sebagai suatu sistim

jaringan kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk

yang tinggi dan diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen

dan bercorak materialistis atau dapat pula diartikan sebagai

bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non

alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar

dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan

materialistis dibandingkan dengan daerah dibelakangnya.

7

- Menurut Max Weber

Kota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat memenuhi

sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal.

- Menurut UU No 22/ 1999 tentang Otonomi Daerah

Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan

utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai

tempat pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan social dan

kegiatan ekonomi.

- Menurut Peraturan Mendagri RI No. 4/ 1980

Kota adalah suatu wilayah yang memiliki batasan

administrasi wilayah seperti kotanadya dan kota administratif.

Kota juga berate suatu lingkungan kehidupan perkotaan yang

mempunyai cirri non agraris, misalnya ibukota kabupaten,

ibukota kecamatan yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan.

- Peranan Kota

Kota yang telah berkembang maju mempunyai peranan yang

lebih luas lagi antara lain sebagai berikut :

1. Sebagai pusat pemukiman penduduk.

2. Sebagai pusat kegiatan ekonomi.

3. Sebagai pusat kegiatan social budaya.

4. Pusat kegiatan politik dan administrasi pemerintah serta

tempat kedudukan pimpinan pemerintah.

- Ciri-ciri Kota

Sebuah kota pun memiliki cirri-ciri fisik yang dapat

dilihat dan dirasakan. Adapun cirri-ciri fisiknya antara

lain :

a. Tersedianya tempat-tempat untuk pasar dan pertokoan.

8

b. Tersedianya tempat-tempat untuk parkir.

c. Terdapatnya sarana rekreasi dan sarana olahraga.

Kota pun memiliki ciri kehidupan kota antara lain sebagai

berikut :

1. Adanya pelapisanosial ekonomi misalnya perbedaan tingkat

penghasilan, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan.

2. Adanya jarak social dan kurangnya toleransi diantara

warganya.

3. Adanya penilaian yang berbeda-beda terhadap suatu masalah

dengan pertimbangan perbedaan kepentingan, situasi, dan

kondisi kehidupan.

4. Warga kota umumnya sangat menghargai waktu.

5. Cara berpikir dan bertindak warga kota tampak lebih

rasional dan berprinsip ekonomi.

6. Masyarakat kota lebih mudah menyesuaikan diri terhadap

perubahan sosial.

7. Pada umumnya masyarakat kota lebih bersifat individu

sedangkan sifat solidaritas dan gotong royong sudah mulai

tidak terasa lagi.

2.3 Konsep Ruang Terbuka Hijau

- Ruang Terbuka Hijau

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang dan Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008

tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau

di Kawasan Perkotaan disebutkan bahwa pengertian Ruang Terbuka

Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok,

yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh

9

tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang

sengaja ditanam. Dalam UU No. 26 Tahun 2007, secara khusus

mengamanatkan perlunya penyediaan dan pemanfaatan ruang

terbuka hijau, yang proporsi luasannya ditetapkan paling

sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota.

- Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan

Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) berdasarkan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang

Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan adalah bagian dari ruang

terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan

tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya,

ekonomi, dan estetika.

- Tipologi Ruang Terbuka Hijau

Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008

tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau

di Kawasan Perkotaan, mengklasifikasikan RTH yang ada sesuai

dengan tipologi berikut :

- Berdasarkan Fisik

1. RTH Alami, berupa habitat liar alami, kawasan lindung,

dan taman-taman nasional.

2. RTH Non Alami/Binaan, yang terdiri dari taman, lapangan

olahraga, makam, dan jalur-jalur hijau jalan.

- Berdasarkan Struktur Ruang

1. RTH dengan pola ekologis, merupakan RTH yang memiliki

10

pola mengelompok, memanjang, tersebar.

2. RTH dengan pola planologis, merupakan RTH yang memiliki

pola mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan.

- Berdasarkan Segi kepemilikan

1. RTH Publik

2. RTH Privat

- Berdasarkan Fungsi

1. Fungsi Ekologis

2. Fungsi Sosial Budaya

3. Fungsi Arsitektural/Estetika

4. Fungsi Ekonomi

- Jenis Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan PERMENDAGRI NO. 1 TAHUN 2007

- Taman Kota

Taman kota merupakan ruang di dalam kota yang ditata

untuk menciptakan keindahan, kenyamanan, keamanan, dan

kesehatan bagi penggunanya. Selain itu, taman kota difungsikan

sebagai paru-paru kota, pengendali iklim mikro, konservasi

tanah dan air, dan habitat berbagai flora dan fauna. Apabila

terjadi suatu bencana, maka taman kota dapat difungsikan

sebagai tempat posko pengungsian. Pepohonan yang ada dalam

taman kota dapat memberikan manfaat keindahan, penangkal

angin, dan penyaring cahaya matahari. Taman kota berperan

sebagai sarana pengembangan budaya kota, pendidikan, dan pusat

kegiatan kemasyarakatan.

11

- Taman Wisata Alam

Kawasan taman wisata alam berdasarkan Peraturan

Pemerintah No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka

Alam dan Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan pelestarian

alam yang dimanfaatkan terutama untuk kepentingan pariwisata

alam dan rekreasi.

- Taman Rekreasi

Taman rekreasi merupakan tempat rekreasi yang berada di

alam terbuka tanpa dibatasi oleh suatu bangunan, atau rekreasi

yang berhubungan dengan lingkungan dan berorientasi pada

penggunaan sumberdaya alam seperti air, hujan, pemandangan

alam atau kehidupan di alam bebas.

- Taman Lingkungan Perumahan dan Permukiman

Taman lingkungan perumahan dan permukiman merupakan taman

dengan klasifikasi yang lebih kecil dan diperuntukkan untuk

kebutuhan rekreasi terbatas yang meliputi populasi

terbatas/masyarakat sekitar.

- Taman Lingkungan Perkantoran dan Gedung Komersial

Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial

merupakan taman dengan klasifikasi yang lebih kecil dan

diperuntukkan untuk kebutuhan terbatas yang meliputi populasi

terbatas/pengunjung.

- Taman Hutan Raya

Taman Hutan Raya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28

Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan

Pelestarian Alam adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan

12

koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau bukan alami,

jenis asli dan/atau bukan jenis asli, yang tidak invasif dan

dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,

pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan

rekreasi.

- Hutan Kota

Dalam membangun sebuah hutan kota terdapat dua pendekatan

yang dapat dipakai. Pendekatan pertama, hutan kota dibangun

pada lokasi-lokasi tertentu saja. Pada bagian ini, hutan kota

merupakan bagian dari suatu kota. Pendekatan kedua, semua

areal yang ada di suatu kota pada dasarnya adalah areal untuk

hutan kota. Pada pendekatan ini, komponen yang ada di kota

seperti pemukiman, perkantoran, dan industri dipandang sebagai

suatu enklave (bagian) yang ada dalam suatu hutan kota.

- Kawasan dan Jalur Hijau

Kawasan adalah suatu area yang dimanfaatkan untuk

kegiatan tertentu di wilayah perkotaan dan memiliki fungsi

utama lindung atau budidaya. RTH kawasan berbentuk suatu areal

dan non-linear dan RTH jalur memiliki bentuk koridor dan

linear. Jenis RTH berbentuk areal yaitu hutan (hutan kota,

hutan lindung, dan hutan rekreasi), taman, lapangan olah raga,

kebun raya, kebun pembibitan, kawasan fungsional (perdagangan,

industri, permukiman, pertanian), kawasan khusus (hankam,

perlindungan tata air, dan plasma nutfah). Sedangkan RTH

berbentuk jalur yaitu koridor sungai, sempadan danau, sempadan

pantai, tepi jalur jalan, tepi jalur kereta, dan sabuk hijau.

-Fungsi dan Manfaat

13

RTH, baik RTH publik maupun RTH privat, memiliki fungsi

utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan

(ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi

ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama ini

dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan

keberlanjutan kota. RTH berfungsi ekologis, yang menjamin

keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus merupakan

satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti

dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk perlindungan

sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun

jejaring habitat hidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya

(sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan

penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut,

sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan

dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan

pendukung arsitektur kota. Manfaat RTH berdasarkan fungsinya

dibagi atas manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan

bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk

dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar),

keinginan dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan

bersifat intangible) seperti perlindungan tata air dan

konservasi hayati atau keanekaragaman hayati.

- Elemen Pengisi RTH

RTH dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman atau

vegetasi yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi

serta rencana dan rancangan peruntukkannya. Lokasi yang

berbeda (seperti pesisir, pusat kota, kawasan industri,

14

sempadan badan-badan air, dll) akan memiliki permasalahan yang

juga berbeda yang selanjutnya berkonsekuensi pada rencana dan

rancangan RTH yang berbeda. Untuk keberhasilan rancangan,

penanaman dan kelestariannya maka sifat dan ciri serta

kriteria (a) arsitektural dan (b) hortikultural tanaman dan

vegetasi penyusun RTH harus menjadi bahan pertimbangan dalam

men-seleksi jenis-jenis yang akan ditanam.

Persyaratan umum tanaman untuk ditanam di wilayah

perkotaan: (a) Disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota,

(b) Mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak

subur, udara dan air yang tercemar) (c) Tahan terhadap

gangguan fisik (vandalisme) (d) Perakaran dalam sehingga tidak

mudah tumbang (e) Tidak gugur daun, cepat tumbuh, bernilai

hias dan arsitektural (f) Dapat menghasilkan O2 dan

meningkatkan kualitas lingkungan kota (g) Bibit/benih mudah

didapatkan dengan harga yang murah/terjangkau oleh masyarakat

(h) Prioritas menggunakan vegetasi endemik/lokal (i)

Keanekaragaman hayati Jenis tanaman endemik atau jenis tanaman

lokal yang memiliki keunggulan tertentu (ekologis, sosial

budaya, ekonomi, arsitektural) dalam wilayah kota tersebut

menjadi bahan tanaman utama penciri RTH kota tersebut, yang

selanjutnya akan dikembangkan guna mempertahankan

keanekaragaman hayati wilayahnya dan juga nasional.

- Teknis Perencanaan

Dalam rencana pembangunan dan pengembangan RTH yang

fungsional suatu wilayah perkotaan, ada 4 (empat) hal utama

yang harus diperhatikan yaitu

15

(a) Luas RTH minimum yang diperlukan dalam suatu wilayah

perkotaan di-tentukan secara komposit oleh tiga komponen

berikut ini, yaitu: 1) Kapasitas atau daya dukung alami

wilayah 2) Kebutuhan per kapita (kenyamanan, kesehatan, dan

bentuk pela-yanan lainnya) 3) Arah dan tujuan pembangunan kota

RTH berluas minimum merupakan RTH berfungsi ekologis yang ber-

lokasi, berukuran, dan berbentuk pasti, yang melingkup RTH

publik dan RTH privat. Dalam suatu wilayah perkotaan maka RTH

publik harus berukuran sama atau lebih luas dari RTH luas

minimal, dan RTH privat merupakan RTH pendukung dan penambah

nilai rasio terutama dalam meningkatkan nilai dan kualitas

lingkungan dan kultural kota.

(b) Lokasi lahan kota yang potensial dan tersedia untuk RTH

(c) Sruktur dan pola RTH yang akan dikembangkan (bentuk,

konfigurasi, dan distribusi)

(d) Seleksi tanaman sesuai kepentingan dan tujuan pembangunan

kota.

(Makalah Lokakarya PENGEMBANGAN SISTEM RTH DI PERKOTAAN Dalam rangkaian

acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang

Departemen Pekerjaan Umum / Lab. Perencanaan Lanskap Departemen Arsitektur

Lanskap Fakultas Pertanian – IPB)

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum Kota Bandung

16

Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Jawa

Barat sekaligus menjadi ibu kota provinsi tersebut. Kota ini

terletak 140 km sebelah tenggara Jakarta, dan merupakan kota

terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya

menurut jumlah penduduk. Sedangkan wilayah Bandung Raya

(Wilayah Metropolitan Bandung) merupakan metropolitan terbesar

ketiga di Indonesia setelah Jabodetabek dan Gerbangkertosusila

(Grebangkertosusilo). Di kota ini tercatat berbagai sejarah

penting, di antaranya sebagai tempat berdirinya sebuah

perguruan tinggi teknik pertama di Indonesia (Technische

Hoogeschool te Bandoeng - TH Bandung, sekarang Institut Teknologi

Bandung - ITB), lokasi ajang pertempuran di masa kemerdekaan,

serta pernah menjadi tempat berlangsungnya Konferensi Asia-

Afrika 1955, suatu pertemuan yang menyuarakan semangat anti

kolonialisme, bahkan Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru

dalam pidatonya mengatakan bahwa Bandung adalah ibu kotanya

Asia-Afrika.

Pada tahun 1990 kota Bandung terpilih sebagai salah satu

kota paling aman di dunia berdasarkan survei majalah Time. Kota

kembang merupakan sebutan lain untuk kota ini, karena pada

zaman dulu kota ini dinilai sangat cantik dengan banyaknya

pohon-pohon dan bunga-bunga yang tumbuh di sana. Selain itu

Bandung dahulunya disebut juga dengan Parijs van Java karena

keindahannya. Selain itu kota Bandung juga dikenal sebagai

kota belanja, dengan mall dan factory outlet yang banyak tersebar

di kota ini, dan saat ini berangsur-angsur kota Bandung juga

menjadi kota wisata kuliner. Dan pada tahun 2007, British

Council menjadikan kota Bandung sebagai pilot project kota

17

terkreatif se-Asia Timur. Saat ini kota Bandung merupakan

salah satu kota tujuan utama pariwisata dan pendidikan. Dua

aspek inilah yang sekarang menjadi konsentrasi pembangunan

yang diinisiasi oleh walikota Bandung, Ridwan Kamil. Dalam

beberapa tahun terakhir, Kota Bandung banyak membuka taman-

taman kota, festival kuliner, dan komunitas anak muda.

Perkembangan ini untuk memfasilitasi aktivitas masyarakat

Bandung di berbagai lapisan masyarakat.

Kota Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga bentuk

morfologi wilayahnya bagaikan sebuah mangkok raksasa, secara

geografis kota ini terletak di tengah-tengah provinsi Jawa

Barat, serta berada pada ketinggian ±768 m di atas permukaan

laut, dengan titik tertinggi di berada di sebelah utara dengan

ketinggian 1.050 meter di atas permukaan laut dan sebelah

selatan merupakan kawasan rendah dengan ketinggian 675 meter

di atas permukaan laut. Kota Bandung dialiri dua sungai utama,

yaitu Sungai Cikapundung dan Sungai Citarum beserta anak-anak

sungainya yang pada umumnya mengalir ke arah selatan dan

bertemu di Sungai Citarum. Dengan kondisi yang demikian,

Bandung selatan sangat rentan terhadap masalah banjir terutama

pada musim hujan.

Keadaan geologis dan tanah yang ada di kota Bandung dan

sekitarnya terbentuk pada zaman kwartier dan mempunyai lapisan

tanah alluvial hasil letusan Gunung Tangkuban Parahu. Jenis

material di bagian utara umumnya merupakan jenis andosol

begitu juga pada kawasan dibagian tengah dan barat, sedangkan

kawasan dibagian selatan serta timur terdiri atas sebaran

18

jenis alluvial kelabu dengan bahan endapan tanah liat.

Sementara iklim kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan

yang lembab dan sejuk, dengan suhu rata-rata 23.5 °C, curah

hujan rata-rata 200.4 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 21.3

hari per bulan.

Kota ini memiliki beberapa kawasan yang menjadi taman

kota, selain berfungsi sebagai paru-paru kota juga menjadi tempat

rekreasi bagi masyarakat di kota ini. Kebun Binatang Bandung

merupakan salah satu kawasan wisata yang sangat diminati oleh

masyarakat terutama pada saat hari minggu maupun libur

sekolah, kebun binatang ini diresmikan pada tahun 1933 oleh

pemerintah kolonial Hindia-Belanda dan sekarang dikelola oleh

Yayasan Margasatwa Tamansari. Selain itu beberapa kawasan

wisata lain termasuk pusat perbelanjaan maupun factory outlet juga

tersebar di kota ini diantaranya, di kawasan Jalan Braga,

kawasan Cihampelas, Cibaduyut dengan pengrajin sepatunya dan

Cigondewah dengan pedagang tekstilnya. Puluhan pusat

perbelanjaan sudah tersebar di kota Bandung, beberapa di

antaranya Istana Plaza Bandung, Bandung Indah Plaza, Paris Van

Java Mall, Cihampelas Walk, Trans Studio Mall, Bandung Trade

Center, Plaza Parahyangan, Balubur Town Square, dan Metro

Trade Centre. Terdapat juga pusat rekreasi modern dengan

berbagai wahana seperti Trans Studio Resort Bandung, Trans

Studio Bandung, yang terletak pada lokasi yang sama dengan

Trans Studio Mall.

Sementara beberapa kawasan pasar tradisional yang cukup

terkenal di kota ini diantaranya Pasar Baru, Pasar Gedebage

19

dan Pasar Andir. Potensi kuliner khususnya tutug oncom,

serabi, pepes, dan colenak juga terus berkembang di kota ini.

Selain itu Cireng juga telah menjadi sajian makanan khas

Bandung, sementara Peuyeum sejenis tapai yang dibuat dari

singkong yang difermentasi, secara luas juga dikenal oleh

masyarakat di pulau Jawa.

Kota Bandung dikenal juga dengan kota yang penuh dengan

kenangan sejarah perjuangan rakyat Indonesia pada umumnya,

beberapa monumen telah didirikan dalam memperingati beberapa

peristiwa sejarah tersebut, diantaranya Monumen Perjuangan

Jawa Barat, Monumen Bandung Lautan Api, Monumen Penjara

Banceuy, Monumen Kereta Api dan Taman Makam Pahlawan Cikutra.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bandung)

3.2 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung 2011-2031

Rencana Penyediaan Ruang Terbuka

Tipologi Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung berdasarkan

kepemilikannya terbagi menjadi RTH publik dan RTH privat.

Penjabaran jenis RTH yang termasuk dalam masing-masing

tipologi tersebut adalah sebagai berikut:

1. RTH publik, yang terdiri atas:

- lindung (kecuali cagar budaya);

- pertanian;

- taman hijau; dan

- fasos/fasum hijau (kebun binatang, SOR, permakaman, taman

20

hijau).

2. RTH privat, yang terdiri atas:

- pertanian privat;

- fasos (taman hijau, SOR, permakaman keluarga); dan

- pekarangan (rumah, kantor).

Berdasarkan kategori ruang terbuka hijau Kota Bandung

yang tersebar di enam wilayah kota saat ini tidak merata

dengan luas RTH yang beragam di masing-masing wilayah.

Berdasarkan data tahun 2007, wilayah kota yang memiliki ruang

terbuka hijau terluas adalah SWP Ujungberung (351,76 ha).

Sementara SWP Karees merupakan wilayah dengan luasan RTH

terkecil (26,77 ha). Wilayah-wilayah lainnya memiliki proporsi

luas antara kedua wilayah tersebut adalah SWP Bojonegara

seluas 76,78 ha; SWP Cibeunying seluas 57,57 ha; SWP Tegalega

seluas 67,75 ha; dan SWP Gedebage seluas 28,29 ha.Ruang

terbuka hijau yang terdapat pada tiap wilayah tersebut

tersebar di 30 kecamatan dengan proporsi luas yang berbeda

berdasarkan kategorinya. Perbedaan tersebut disebabkan rencana

pengembangan kota di masing-masing kecamatan disesuaikandengan

karakteristik lokasi dari setiap kecamatan. Kecamatan RTH

terluas adalah Kecamatan Cicadas dengan luas 145,12 ha dan

yang terendah adalah Kecamatan Kiaracondong (0,18 ha),

sedangkan kecamatan lainnya berkisar antara 1,5 – 16 ha.

Rencana pola pengembangan kawasan lindung setempat yang

berfungsi pula sebagai ruang terbuka hijau ini adalah:

a. menambah jalur hijau jalan di sepanjang jaringan jalan yang

21

ada dan direncanakan termasuk jalur hijau Pasupati sehingga

diperkirakan seluas 2% dari total wilayah Kota Bandung;

b. intensifikasi dan ekstensifikasi RTH di sepanjang sempadan

sungai, jaringan jalan, saluran udara tegangan tinggi,

sempadan jalan, dan jalan bebas hambatan;

c. intensifikasi dan ekstensifikasi RTH di kawasan taman kota,

pemakaman umum, serta di sekitar danau buatan dan mata air;

dan

d. penyediaan taman-taman lingkungan yang berada di pusat-

pusat lingkungan perumahan dengan standar sebagai berikut:

- taman lingkungan RT atau untuk 250 penduduk dengan luas

250m2, atau standar 1 m2/jiwa;

- taman lingkungan RW atau untuk 2500 penduduk dengan luas

1.250m2, atau standar 0,5 m2/jiwa, yang dapat berdekatan

dengan fasilitas pendidikan SD;

- taman skala kelurahan atau untuk 25.000-30.000 penduduk

dengan dan taman-taman dengan luas 9.000 m2, atau standar 0,3

m2/jiwa;

- taman skala kecamatan atau untuk 120.000 penduduk dengan

luas 24.000 m2, atau standar 0,2 m2/jiwa; dan

- taman skala wilayah pengembangan atau untuk 480.000 penduduk

dengan luas12,4 ha atau 0,3 m2/jiwa.

Bentuk upaya intensifikasi ruang terbuka hijau dapat

dilakukan dengan pemilihan jenis tanaman, letak tanaman, ruang

antar permukiman, dan taman-taman rumah. Selain itu, juga

22

dilakukan penataan ulang makam dan taman kota yang dijadikan

SPBU. Ekstensifikasi RTH dilakukan dengan pembuatan RTH-RTH

baru. Untuk memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau publik

sebesar 16% dan ruang terbuka hijau private sebesar 10% maka

rencana pengembangan ruang terbuka hijau di Kota Bandung

ditekankan pada peningkatan Jaringan RTH yang terbangun

diharapkan akan meningkatkan kuantitas dan kualitas

konektivitas RTH di Kota Bandung. Pada akhirnya peningkatan

struktur dan fungsi RTH ini dapat meningkatkan layanan ekologi

RTH yang mampu mendukung keberlanjutan lingkungan Kota Bandung

berkaitan kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau dan

peningkatan penghijauan kota. Dengan perkiraan penambahan

kebutuhan luas fasilitas taman hijau pada tahun 2030 seluas

26.767.440 m2, maka proyeksi luas RTH publik pada tahun 2030

adalah sekitar 16% dari luas total Kota Bandung. RTH sempadan

sungai, luasannya terbatas, namun keberadaannya mempunyai

fungsi cukup penting. Diperkirakan terdapat 18,31 Ha lahan RTH

sempadan sungai yang tersebar secara tidak merata di 6 wilayah

di Kota Bandung. RTH sempadan sungai yang terluas terdapat di

wilayah Gedebage, yaitu seluas ± 9,5 Ha. Untuk mempertahankan

fungsi RTH sempadan sungai, daerah yang terdapat di tepi

Sungai Cikapundung yang mengalir dari Utara Kota Bandung dan

melewati Wilayah cibeunying perlu dibebaskan dari bangunan

atau kegiatan yang dapat mengurangi fungsinya. Didaerah yang

memungkinkan untuk ditanami pohon, perlu dilakukan penghijauan

agar RTH sempadan sungai dapat menjalankan fungsinya sebagai

penahan erosi dan sedimentasi. Sedangkan RTH sempadan sungai

di Wilayah Gedebage perlu ditingkatkan fungsinya untuk menahan

23

masuknya sedimen yang membawa residu pestisida dan pupuk

organik dari lahan pertanian (khususnya persawahan) di wilayah

tersebut. Di wilayah ini perlu dilakukan penanaman pohon pada

bagian sempadan sungai yang memungkinkan untuk ditanami. Saat

ini RTH Sempadan sungai yang memiliki konektivitas tinggi.

RTH penyangga jalan tol. Salah satu tipe RTH yang

diperkirakan aman dari konversi adalah jalur penyangga jalan

tol Padaleunyi, yaitu segmen antara Gerbang Pasteur dan

Buahbatu. Diperkirakan tidak kurang dari 89,48 ha jalur

penyangga jalan tol yang masuk ke dalam wilayah Kota Bandung.

Pengembangan fungsi jalur penyangga jalan tol Padaleunyi lebih

diarahkan pada peningkatan kualitas secara fungsional daripada

penambahan luas. Hal ini disebabkan perluasan RTH Kota Bandung

melalui perluasan jalur penyangga jalan tol tidak mudah

dilakukan mengingat lahan di sepanjan jalan tol merupakan

lahan milik masyarakat yang berupa lahan permukiman dan

pertanian, dan lahan milik swasta berupa pertokoan dan

industri.Peluang untuk meningkatkan kualitas RTH jalur

penyangga jalan tol ini cukup besar, antara lain dapat

dilakukan dengan meningkatkan liputan vegetasi dengan cara

menambah jumlah pohon sehingga dapat meningkatkan kualitas

konektivitas pada skala lokal, kota dan regional.

3.3 Kondisi Terkini Ruang Terbuka Hijau Di Kota Bandung

Saat ini Kota Bandung baru memiliki sekitar 1700

hektare RTH. Sedangkan idealnya RTH untuk kota yang memiliki

luas 16.729,65 hektare ini adalah sekitar 6000 hektare. data

Badan Pengendalian Lingkungan Hidup 2007, ruang terbuka

24

hijau di Kota Bandung kini tersisa 8,76 persen. Padahal

idealnya sebuah kota harus memiliki ruang terbuka hijau

seluas 30 persen dari total luas kota, sesuai dengan Undang-

Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Jika Kota Bandung tanpa RTH, sinar matahari yang

menyinari itu 90% akan menempel di aspal, genting rumah, dan

bangunan lainnya yang ada. sementara sisanya yang 10% akan

kembali ke angkasa. Hal itu memicu udara Kota Bandung

menjadi panas. Namun, jika bandung memiliki RTH sesuai

dengan angka ideal, maka sinar matahari itu 80% diserap oleh

pepohonan untuk fotosintesis, 10% kembali ke angkasa, dan

10% nya lagi yang menempel di bangunan, aspal dan lainnya.

Menurut data Badan Pengendalian Lingkungan Hidup

Bandung 2006, akibat berkurangnya persentase ruang terbuka

hijau di Bandung, setiap tahun permukaan tanah di Kota

Kembang ini menyusut sekitar 42 sentimeter. Di Babakan

Siliwangi sendiri permukaan air tanah berada pada kedudukan

14,35 meter dari sebelumnya 22,99 meter. Menurut data yang

dilansir Greenlife Society setidaknya 90 pusat perbelanjaan

di Bandung itu masih berhutang 85 ribu meter persegi ruang

hijau.

Setiap 1000 megawatt yang dihasilkan dari pembangkit

listrik bertenaga batubara akan menghasilkan emisi karbon-

dioksida 5,6 juta ton/ tahun. Ilustrasi lain, sebuah

kendaraan bermotor yang memerlukan bahan bakar 1 liter per

13 km dan tiap hari mememerlukan BBM 10 liter maka akan

menghasilkan emisi karbon-dioksida sebanyak 30 kg/hari atau

25

9 ton/tahun. Bisa dibayangkan jika jumlah kendaraan bermotor

di Kota Bandung di jalanan yang sering macet kita asumsikan

500.000 kendaraan, maka dari sektor transportasi Kota

Bandung menyumbang emisi karbon-dioksida ke atmosfer

sebanyak 4,5 juta ton/ tahun.

Singkatnya, kondisi hutan Kota Bandung benar-benar

kritis, jauh dari angka ideal yang dibutuhkan warga kota yang

telah mencapai lebih dari 2,3 juta jiwa. Istilah lainnya,

wilayah RTH di Kota Bandung ini masih sedikit. Dan saat ini

jumlah pohon perlindung sebanyak 229.649 pohon. Padahal,

idealnya kata Kepala Dinas Pertamanan Kota Bandung, Drs.

Ernawan, jumlahnya 920.000 pohon pelindung atau 40% dari

jumlah penduduk. Jumlah tersebut dihitung dengan rumusan 2,3

juta jiwa dikali 0,5 kg oksigen dikali 1 pohon dibagi 1,2 kg,

sama dengan 2,3 juta kali 0,4 kg oksigen dikali 1 pohon,

menghasilkan 920.000 pohon.

(https://sites.google.com/site/tamanbandung/fun-facts/ada-apa-

dengan-rth-bandung)

Bandung merupakan kota yang dikenal dengan kesejukannya.

Namun hal ini semakin lama semakin terkikis. Salah satu

penyebabnya adalah pembangunan dan perkembangan yang tidak

memperhatikan aspek lingkungan. Bertumbuhnya kendaraan

bermotor dan berdirinya berbagai bangunan berpengaruh pada

lingkungan. Polusi dan meningkatnya suhu membuat Bandung

menjadi kurang nyaman ditinggali. Untuk mengimbangi

pembangunan, kota besar seharusnya memiliki ruang terbuka

hijau yang luas. Idealnya, kota seperti Bandung harus memiliki

26

ruang terbuka hijau mencapai 30% dari total luas wilayah.

Dengan luas wilayah mencapai 17.000 hektar maka ruang terbuka

hijau di kota Bandung harusnya sekitar 6000 hektar. Namun

kenyataannya kota Bandung hanya memiliki ruang terbuka hijau

seluas 1.700 hektar. Luas ini hanya mencapai angka 8,76% dari

total luas wilayah kota.

Kota Bandung paling tidak membutuhkan 4.000 hektar lahan

hijau. Lahan hijau ini berguna tidak hanya sebagai penghasil

oksigen, namun juga untuk daerah resapan air dan menyerap

karbon dioksida. Kebijakan untuk membuat ruang terbuka hijau di

1.500 Rukun Warga, yang digagas Pemerintah Kota merupakan

sebuah langkah kecil. Kebijakan ini bisa menambah sekitar 800

hektar lahan hijau. Karena itu, sedang digagas kebijakan agar

pelaku usaha yang membangun di kota Bandung menyediakan juga

ruang terbuka hijau. Lokasi gedung seperti apartemen, mall,

dan hotel diharapkan segera berkonstribusi dengan menyediakan

ruang terbuka hijau. Penyediaan pot yang diisi tanaman atau

taman di atas gudang kurang maksimal, karena tidak menunjang

fungsi daerah resapan air. Kurangnya daerah resapan air ini

bisa berdampak buruk, terlihat dari seringnya kota Bandung

dilanda banjir belakangan ini. (http://sebandung.com/2014/02/ruang-

terbuka-hijau/)

3.4 Terobosan Yang Dilakukan Oleh Pemerintah Kota Bandung Dalam

Menyediakan Ruang Terbuka Hijau

27

-Taman Kota Dibawah Kolong Jembatan

Taman kota Bandung yang merupakan ruang terbuka hijau,

saat ini sedang menjadi trend pembangunan kota. Hal itu jelas

terlihat dengan revitalisasi taman kota tua atau pembangunan

taman-taman baru. Pemerintah kota sendiri, memiliki rencana

yang sangat besar terhadap ruang terbuka hijau ini dengan

keinginan untuk mendirikan satu taman di tiap kelurahan.

Artinya, tiap kelurahan akan memiliki satu ruang terbuka hijau

yang bisa digunakan sebagai sarana rekreasi murah.

Rencana tersebut, tentu saja tak bisa dilakukan begitu

saja. bagaimana pun, ketersediaan lahan tetap menjadi masalah

utama dalam pembangunan taman sebagai ruang terbuka hijau.

Namun, keinginan tak seharusnya berakhir hanya karena

keterbatasan. Masih banyak cara yang bisa dilakukan dalam

pembangunan ruang terbuka hijau. Salah satunya adalah

memanfaatkan lahan-lahan tak terpakai semisal di bawah kolong

jembatan layang. Pembangunan taman di bawah jembatan layang

ini, jelas merupakan terobosan kreatif yang tak pernah

dilakukan oleh kota mana pun. Terlebih, taman kolong jembatan

ini merupakan taman tematik yang bisa dikunjungi sebagai

atraksi wisata masyarakat. mau tahu di mana saja taman tematik

kolong jembatan yang ada di kota Bandung?

Taman Pasopati, dikenal juga sebagai taman jomblo. Taman

Kota Bandung ini adalah taman kolong jembatan yang pertama kali

diresmikan. Sebutan jomblo sendiri mengacu pada tempat duduk

berbentuk kotak yang berdiri sendiri-sendiri dan hanya muat

untuk satu orang. Taman ini dilengkapi Wi-fi denga koneksi

28

yang sangat kuat. Taman Skate/skate park, berada di saming

taman jomblo. Taman tematik ini khusus dibuat untuk

memfasilitasi komunitas skater di kota kembang. Karenanya,

pemerintah kota menyerahkan seluruhnya pengelolaan tempat ini

pada komunitas skater yang memanfaatkan taman ini sebagai

tempat beraktivitasnya. Taman Film Bandung adalah taman yang

terakhir diresmikan. Taman ini menjadi taman tematik dengan

fasilitas megatron yang pertama di Indonesia. Dalam

peresmiannya, taman ini sengaja dibuat sebagai sarana warga

dalam mengapresiasi film. Karena berhubungan dengan film, maka

pemerintah kota Bandung menyerahkan sepenuhnya pengelolaan

taman Film pada komunitas Film Bandung. (http://www.bandung.go.id)

-SAYEMBARA DESAIN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) & ARSITEKTUR KOTA

BANDUNG

Wali Kota Bandung M. Ridwan Kamil bersama Kepala Dinas

Pemakaman dan Pertamanan (Diskamtam) Kota Bandung Arif

Prasetya, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Daerah Jawa Barat dan

Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI) Daerah Jawa Barat,

Tokoh Budayawan, tokoh masyarakat kota Bandung serta Wahana

Lingkungan Hidup Kota Bandung mengumumkan pemenang Sayembara

Desain Ruang Terbuka Hijau (RTH) & Arsitektur Kota Bandung.

Sayembara tersebut untuk mewujudkan suasana Kota Bandung yang

lebih asri, liveable, dan memiliki sarana rekreatif, edukatif

yang ekologis dalam menghadirkan identitas tempat sebagai

identitas kota, sehingga diberikan kesempatan sebesar-besarnya

untuk semua lapisan masyarakat terutama warga Kota Bandung

menyajikan ide dan pemikirannya terkait objek sayembara.

29

Dikatakan Ridwan, “Sayembara ini dimaksudkan kami ingin

ruang ruang publik di Bandung ini menjadi ruang ekologis dan

ruang sosial, tidak hanya ekologis saja sosial manusianya

terlupakan seperti hutan babakan siliwangi, atau tegalega yang

tidak terintegrasi menjadi kesatuan fungsi sesuai perkembangan

situasi saat ini, sampai saat ini bandung tidak mempunyai

menara yang menunjukan sebuah citra kota dengan skala urban,”

terangnya sesaat sebelum melakukan penjurian lomba di Travel

Hotel Cipaganti Apartment, Jl. Cipaku Indah II Komplek

Setiabudi Terrace Blok A No 20-21 Bandung, Jumat (08/05/2014).

Ia berkeinginan menghadirkan taman yang futuristik dan

canggih di tegalega juga mempunyai menara yang menjadi

landmark kota secara vertikal yang bisa di lihat dari manapun

di kota bandung. Sebelumnya sayembara tesebut dimulai dari 12

maret lalu, terdiri dari 3 (tiga) kegiatan, yaitu Sayembara

Desain RTH Taman Hutan Kota Babakan Siliwangi, Sayembara

Desain RTH Taman Konservasi Tegallega dan Sayembara Desain

Menara di Taman Konservasi Tegallega Kota Bandung. Dikatakan

Ketua Ikatan Arsitek Indonesia Jawa Barat, Robby

Dwikojuliardi, tingginya animo masyarakat berpatisipasi dalam

lomba desain tersebut dapat terlihat jumlah pendaftar sebanyak

225 pendaftar baik perorangan maupun tim. “Sayembara ini

bersifat terbuka untuk umum diikuti profesional, masyarakat

umum, pelajar dan mahasiswa, dilangsungkan dalam dua Tahap,

pertama akan diilih sepuluh karya nominasi oleh dewan juri,

kemudian hari ini tahap kedua bersama walikota akan terpilih

tiga nominasi dari tiap kategori untuk melakukan presentasi,

yang akhirnya ditetapkan menjadi pemenang 1,2,3, “ terang

30

Robby.

Ridwan menilai karya karya anak-anak bangsa yang

dipresentasikan sangat berkualitas, “saya merasa senang,

bahkan juara satu lomba ini masih mahasiswa, ini membuktikan

gagasan itu tidak harus dari pengalaman dan ini gagasannya

datang dari anak yang masih junior, dari imajinasi dari anak

anak kecil kadang lebih hebat dari kita yang telah dewasa.”

Dari sayembara ini Ridwan ingin membuktikan babakan siliwangi

dan tegalega akan lebih bermartabat lagi dengan desain yang

partisipatif, “kami undang warga dengan pemiliran yang terbaik

dan hasil sayembara ini membuktikan kualitas itu,” pungkasnya.

(http://www.bandung.go.id)

- Optimasi Pemakaman Muslimin Sebagai RTH Potensial di Perkotaan

Menghadapi tekanan penduduk sebesar itu maka konversi

ruang terbuka hijau ( RTH ) menjadi lahan terbangun adalah

salah satu dampak yang banyak terjadi. Berkurangnya taman –

taman kota, hilangnya jalur hijau sungai, jalur hijau jalan

KA, jalur hijau SUTT yang berubah menjadi pemukiman dan

semakin menyempitnya halaman di perumahan adalah fenomena yang

saat ini terjadi di kota-kota di Indonesia. Hasil penelitian

Rani ( 2011 ), menyatakan bahwa rata-rata luas RTH privat

( halaman terbuka) di Kelurahan Garuda Kota Bandung adalah 1,6

% dari luas kavlingnya. Angka ini memberikan ilustrasi bahwa

setiap 100 m2 kavling pemukiman di Kelurahan Garuda, hanya

tersisa 1,6 m2 lahan tidak terbangun, atau building coverage (

BCR ) mencapai 98,4 %. Dengan BCR setinggi ini tidaklah

mengherankan jika hal semacam ini menjadi pemicu terjadinya

31

banjir dan rendahnya resapan air. Mengacu pada Permenpu no

5/PRT/M/2008 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang

Terbuka Hijau (RTH) di Wilayah Perkotaan, pemakaman di

perkotaan merupakan salah satu ruang terbuka hijau kota.

Dilihat dari fungsi ruang terbuka hijau kota, maka sumbangan

pemakaman terhadap ekosistem kota adalah sebagai tempat tumbuh

tanaman, paru-paru kota dan daerah resapan air.

Gagasan ini masih perlu dikaji di diskusikan dengan

berbagai lapisan masyarakat, agar dalam pelaksanaannya tidak

meyebabkan reaksi sosial yang tidak di harapkan. Konsepsi

pengelolaan pemakaman semacam ini disebut “pemakaman

komunal”. “Pemakaman komunal” adalah blok-blok pemakaman yang

masing-masing memiliki luas tertentu, yang dapat digunakan

sebagai pemakaman non permanen yaitu makam yang tidak ditandai

dengan ciri khusus. Dengan pengaturan waktu tertentu, lokasi

pemakaman tersebut dapat diisi secara terus menerus. Lokasi

pemakaman berada pada area yang mudah dijangkau, dilengkapi

dengan shelter yang nyaman, agar peziarah dapat melakukan

ritualnya pada shelter-shelter yang telah disediakan disekitar

blok-blok pemakaman tersebut.

Proses pemakaman communal secara umum sama dengan pemakaman

muslim biasa, perbedaannya pada makam tersebut pada waktu

tertentu akan diratakan dan ditutup rumput sehingga pemakaman

yang ada hanya berupa hamparan rumput. Dengan demikian

keangkeran pemakaman tidak akan terasa karena yang nampak

hanya berupa hamparan rumput hijau. Hamparan rumput ini akan

diisi kembali dengan jenasah baru apabila blok pemakaman

32

lainnya telah penuh terisi. Cara ini akan terus berulang

secara periodik dalam kurun waktu tertentu secara bergiliran

di tiap blok. Untuk mengetahui siapa saja yang telah

dimakamkan pada tiap blok, maka nama nama orang yang

dimakamkan pada tiap blok di tulis pada prasasti yang berada

di tiap blok pemakaman. Secara tioritis menerapkan model

pemakaman ini tidak perlu menambah luasan pemakaman lagi di

masa yang akan datang. Mengingat pemakaman terkait aspek

sosial yang sangat sensitif, pemerintah kota harus tetap

menyediakan alternatif pemakaman individual dengan berbagai

ketentuan baru yang tidak kontra produktif dengan penerapan

“pemakaman communal”. Hal ini agar memungkinkan masyarakat

mempunyai hak untuk mendapatkan alternatif pilihan.

Dengan meningkatnya daya tampung pemakaman, serta adanya

perubahan tatac ara pemakaman maka memungkinkan hal-hal

sebagai berikut :

Kebutuhan lahan pemakaman tidak lagi mendesak seperti

sekarang ini, sehingga menjadi permasalahan dalam

pemenuhannya.

Memungkinkan penataan lahan pemakaman sehingga lebih

menyenangkan dan memberi kontribusi pada keindahan lingkungan.

Meningkatkan resapan air serta tersedia lahan untuk

meningkatan jumlah vegetasi

Menjadi sarana aktifitas sosial masyarakat ( jogging,

rekreasi pasif dan lain sebagainya)

Menambah luasan RTH publik di perkotaan serta

mengembalikan peranan pemakaman sebagai RTH sesuai arahan

33

undang-undang.

(http://www.ialijabar.org/optimasi-pemakaman-muslimin-sebagai-rth-potensial-di-

perkotaan/)

- Permasalahan Yang Muncul Dalam Pelaksanaan Penyedian Ruang Terbuka

Hijau Di Kota Bandung

Menurut pengamatan penulis dari berbagai sumber yang

sudah didapatkan melalui studi literatur atau studi

kepustakaan dimana penulis mengumpulkan informasi dari undang-

undang yang ada, peraturan-peraturan, buku-buku, jurnal,

makalah lokarkarya, hingga sumber dari internet serta

ditunjang dari pengamatan penulis yang merupakan asli orang

Bandung maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa masalah

utama yang dihadapi dalam pemeliharaan akan keberadaan ruang

terbuka hijau di kota Bandung adalah terkait pada SDM atau

sumber daya manusia khususnya petugas lapangan dimana

diketahui bahwa luasnya area di kota Bandung dan kompleksnya

permasalahan ruang terbuka hijau di kota Bandung. Selain itu

keterbatasan anggaran juga masih merupakan faktor penyebab

dimana dalam pemeliharaan ruang terbuka hijau menjadi sedikit

terhambat. Rata-rata anggaran yang dimiliki adalah 1,5 M

sedangkan tingkat kebutuhan untuk pemeliharaan saja mencapai

15 M sehingga menyebabkan dana tersebut hanya sebatas untuk

pemeliharaan saja tidak untuk mengembangkan ruang terbuka

hijau. (Ernady Syaodih et al, Prosiding Seminar Nasional

Penelitian dan PKM Sains, Teknologi, dan Kesehatan,

Universitas Islam Bandung)

34

Selain permasalahan yang sudah dijelaskan diatas faktor

lain yang menyebabkan terhambatnya penyedian ruang terbuka

hijau di kota Bandung adalah pesatnya pertumbuhan penduduk

baik itu urbanisasi atau pertumbuhan penduduk secara alami.

Dapat diambil sebuah kesimpulan sedikit bahwa bila, dikaitkan

dengan ruang terbuka hijau maka pertumbuhan penduduk yang

tinggi maka tingkat permintaan akan lahan tempat tinggal juga

akan semakin tinggi yang berbanding terbalik dengan

ketersedian lahan terutama untuk ruang terbuka hijau menjadi

semakin sempit. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan arus

urbanisasi yang tinggi menyebabkan tuntuan akan kebutuhan

ekonomi juga akan semakin tinggi. Hal tersebut menyebabkan

banyak para pengembang atau para investor mendirikan pusat

pertokoan di kota Bandung karena dipandang sebagai sebuah

potensi yang sangat menguntungkan. Faktor lain yaitu adanya

masyarakat dari luar kota untuk berwisata di kota Bandung yang

kurang memahami mengenai peraturan tersebut menyebabkan ruang

terbuka hijau yang sudah terpelihara dan rapi menjadi tidak

teratur atau bahkan rusak karena ada beberapa oknum yang

kurang bertanggung jawab dan mengabaikan peraturan yang sudah

ada tersebut.

-3.5 Analisis SWOT Dalam Penyedian Ruang Terbuka Hijau Di Kota Bandung

Kekuatan

Progam pemerintah kota Bandung mengenai penyedian taman

di bawah kolong jembatan dan sayembara desain arsitek ruang

35

terbuka hijau merupakan hal yang sangat tepat. Karena dengan

hal tersebut ruang yang tidak terpakai dapat termanfaatkan

seperti hal nya di bawah kolong jembatan. Selain hal itu

pemerintah dapat mengajak masyarakat untuk ikut berperan serta

dalam penyedian ruang terbuka hijau dengan desain taman yang

diserahkan kepada masyarakat. Hal ini merupakan sebuah

kekuatan dari pemerintah kota Bandung dalam menyikapi semakin

terbatasnya ruang terbuka hijau di kota Bandung dan

meningkatkan kembali jumlah ruang terbuka hijau sesuai dengan

rencana tata ruang wilayah kota Bandung.

Kelemahan

Dalam poin ini kelemahan datang dari pihak pemerintah kota

Bandung sendiri. Dikatakan lemah apabila pemerintah kurang

mengadakan atau meninjau ulang mengenai pembangunan yang

menyalahi aturan atau berada di lahan ruang terbuka hijau.

Peraturan dan rencana tata ruang wilayah sudah dibuat secara

terstruktur hanya dalam pratek atau implementasinya kurang

tepat. Selain hal itu terkait dengan sumber daya aparatur yang

bisa saja sewaktu-waktu menyimpang dari prosedur atau

peraturan yang sudah ditetapkan sebelumnya.

3. Peluang

Peluang yang ada dalam penyedian ruang terbuka hijau di

kota Bandung adalah dimana pemerintah dapat bekerja sama

dengan pihak swasta untuk penyedian ruang terbuka hijau.

Seperti hal nya bank BNI atau factoury outlet yang mewajibkan

untuk menyediakan ruang hijau beberapa meter saja atau bisa

36

dengan pemberian dana kepada pemerintah agar kendala yang

dihadapi pemerintah mengenai dana dalam penyedian ruang

terbuka hijau dapat teratasi sehingga untuk mewujudkan ruang

terbuka hijau di kota Bandung dapat tercapai sesuai dengan

rencana tata ruang wilayah kota Bandung 2011-2031.

4. Ancaman

Ancaman yang paling serius dihadapi dalam penyedian ruang

terbuka hijau adalah pesatnya pertumbuhan penduduk baik karena

kelahiran secara murni maupun karena urbanisasi yang

menyebabkan tuntutan akan ketersedian lahan untuk tempat

tinggal juga akan semakin besar, pada nantinya banyak terjadi

alih fungsi lahan di kota Bandung. Selain hal tersebut ancaman

selanjutnya adalah meningkatnya kegaiatn ekonomi dimana

pertumbuhan penduduk yang tinggi maka hal tersebut sebagai

sebuah potensi bagi pihak swasta atau para pengembang untuk

melakukan kegiatan ekonomi yang terkadang banyak mengabaikan

peraruran yang ada dan pentingnya ruang terbuka hijau untuk

keberlangsungan di masa depan. Hal yang paling ekstrem adalah

orientasinya yang hanya mencari keuntungan ekonomi.

37

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Kota Bandung merupakan kota besar yang terpadat ketiga di

Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kepadatan penduduk

yang ada di kota Bandung merupakan sebuah permasalahan yang

saling berkait terutama dalam penyedian ruang terbuka hijau.

Suatu kota yang berpenduduk padat maka semakin tinggi juga

akan permintaan terhadap ketersedian lahan. Sebagai kota

kembang tentu untuk tetap mempertahankan sebutan tersebut

38

pemerintah menggalakan penyedian ruang terbuka hijau. Dalam

penyedian ruang terbuka hijau normalnya sebuah kota mempunyai

30 persen ruang terbuka hijau tetapi dalam kenyataannya kota

Bandung belum mencapai target yang diharapkan. Sesuai dengan

RTRW kota Bandung maka pemerintah kota Bandung untuk

mewujudkannya merevitaliasi dan menambah ruang terbuka hijau

di kota Bandung dengan pemanfaatan lahan yang tersisa dengan

saling bekerja sama pada pihak swasta dan masyarakat agar

dapat mencapai target 30 persen untuk ruang terbuka hijau di

perkotaan.

Selain hal tersebut berbagai terobosan yang dilakukan

oleh pemerintah kota Bandung dalam penyediaan ruang terbuka

hijau adalah dengan membuat taman kota dibawah kolong jembatan

dan mengadakan sayembara untuk desain arsitek ruang terbuka

hijau. Progam yang dilakukan pemerintah kota Bandung tersebut

merupakan hal yang tepat karena dapat memberikan kesempatan

untuk pihak manapun saling berkereasi untuk mewujudkan

penyedian ruang terbuka hijau di kota Bandung.

4.2 SARAN

Bagi pemerintah kota Bandung sudah seharusnya tetap

mempertahankan dan menggalakan progam mengenai penyediaan

ruang terbuka hijau dengan bekerja sama dengan pihak swasta

dan masyarakat serta ditunjang dengan peraturan yang ada dan

pengawasan dari berbagai pihak untuk mewujudkan ruang terbuka

hijau di kota Bandung. Bagi masyarakat sudah seharusnya

menumbuhkan kesadaran akan pentingnya ruang terbuka hijau dan

mengajari serta memberi contoh kepada masyarakat lain untuk

39

tetap mempertahankan dan meningkatkan keberadaan ruang terbuka

hijau dengan ikut berpatisipasi secara langsung.

DAFTAR PUSTAKA

Amir Khosim dan Kun Marlina Lubis. 2007. Geografi untuk SMA/MA

kelas XII. Jakarta: Grasindo.

SamaAndrew, Webster (1984). “Introduction to the Sociology of

Development”. Cambridge: Macmillan.

Frank, Andre Gunder. (1984). “Sosiologi Pembangunan dan

Keterbelakangan Sosiologi”. Jakarta: Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial.

Galtung, Johan. (1980). “Why the Concern with Ways of Life”, GDIP

Project, Oslo: United Nation University.

di. 2007. Geografi: SMA Kelas XII. Bogor: Yudhistira.

Makalah Lokakarya PENGEMBANGAN SISTEM RTH DI PERKOTAAN Dalam

rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat

Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum / Lab.

Perencanaan Lanskap Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas

Pertanian – IPB

UU Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan Ruang

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang

Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan

Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan

Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam

40

Seputar Bandung Barat. 2014. (Online),

(http://leumburkuring.wordpress.com/tata-ruang-2/animasi-3d/ru

ang-terbuka-hijau/, Diakses pada tanggal 02 Januari 2015).

http://pengembanganperkotaan.wordpress.com/2011/11/09/

definisi-kota-dan-kawasan-perkotaan/.(Online), Diakses pada

tangal 02 januari 2015.

https://bagusxplano.wordpress.com/2011/10/06/definisi-kota/.

(Online), Diakses pada tanggal 02 Januari 2015

http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bandung.(Online), Diakses

pada tanggal 02 Januari 2015

« Prof. Dr. Hj. Syamsiah Badruddin, M.Si.html.(Online).

(http://google/Pengertian Pembangunan , Diakses pada tanggal

02 Januari 2015).

Ruang Terbuka Hijau.(Online).

(https://sites.google.com/site/tamanbandung/fun-facts/ada-apa-

dengan-rth-bandung, Diakses pada tanggal 04 Januari 2015).

Optimasi Pemakaman Muslimin Sebagai RTH Potensial di

Perkotaan.(Online). (http://www.ialijabar.org/optimasi-

pemakaman-muslimin-sebagai-rth-potensial-di-perkotaan/,

Diakses pada tanggal 04 Januari 2015).

Inilah Taman Kota Bandung Yang Berada di Kolong Jembatan

Pasopati.(Online). (http://sebandung.com/2014/12/taman-kota-

bandung/, Diakses pada tanggal 04 Januari 2015).

Perlunya Merawat Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung.(Online).

41

(http://sebandung.com/2014/02/ruang-terbuka-hijau/, Diakses

pada tanggal 04 Januari 2015).

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN

RUANG TERBUKA HIJAU (RTH)

UPAYA PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM PENYEDIAN RUANG TERBUKAHIJAU DENGAN MELIBATKAN PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT

MAKALAH

Dibuat Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata KuliahKebijakan Pembangunan Perkotaan yang Dibina Oleh

Bapak Heru Ribawanto, Drs.,MS

Oleh : Bagus Aditya Nur Firmandani

NIM : 125030100111130

Kelas : D

ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015